naskah akademik rancangan undang-undang tentang...

110
1 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN

Upload: lamminh

Post on 06-Feb-2018

274 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

1

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

KEKARANTINAAN KESEHATAN

Page 2: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

TAHUN 2015

Page 3: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

i

KATA PENGANTAR

Permasalahan kesehatan di Indonesia ke depan akan

semakin kompleks dan beragam. Sebagai bagian dari masyarakat

dunia, Indonesia berkewajiban melakukan upaya pencegahan

terjadinya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)

sebagaimana yang diamanatkan dalam International Health

Regulations (IHR) 2005. Dalam melaksanakan amanat ini,

Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi

manusia dan dasar-dasar kebebasan seseorang serta

penerapannya secara universal.

Untuk mengoptimalkan upaya cegah tangkal terhadap

penyebaran penyakit yang berpotensi menimbulkan wabah dan

menimbulkan permasalahan kesehatan masyarakat dunia yang

terjadi di pintu masuk dan wilayah, perlu disusun adanya

Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan yang komprehensif,

integratif dan efektif, mengingat Undang-Undang yang ada

sekarang sudah tidak dapat menampung semua materi

permaslahan saat ini. Penyusunan Rancangan Undang-Undang

Kekarantinaan Kesehatan yang baru ini dimaksudkan untuk

mengganti Undang–Undang Kekarantinaan Kesehatan yang ada

saat ini yaitu Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang

Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara.

Dalam rangka melengkapi persyaratan Rancangan Undang-

Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan yang akan diusulkan

ke Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia untuk dibahas sebagai

produk hukum, maka disusun argumentasi ilmiah yang berupa

Naskah Akademis (NA) Rancangan Undang-Undang Kekarantinaan

Kesehatan.

Page 4: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

ii

Keberadaan Naskah Akademik mutlak diperlukan sebagai

dasar dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang. Dalam

Naskah Akademis ini akan dibahas mengenai perlunya

penyusunan Rancangan Undang-Undang Kekarantinaan

Kesehatan baik dari aspek teoritis maupun empiris pelaksanaan di

lapangan.

Disadari bahwa dalam penyusunan Naskah Akademik ini

masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik, saran

maupun sumbangan pemikiran yang sifatnya membangun sangat

diharapkan, demi kesempurnaan Naskah Akademik Rancangan

Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan dimasa yang akan

datang.

Jakarta, 13 Mei 2015

Kepala Biro Hukum dan Organisasi,

Kementerian Kesehatan

Barlian, SH, M.Kes

NIP 195811191981021001

Page 5: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……………………………………………………….. i

DAFTAR ISI………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………. 1

B. Identifikasi Masalah………………………………….. 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah

Akademik ……………………………………………….

5

D. Metode ………………………………………………….. 6

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis………………………………………….. 11

B. Kajian terhadap Asas Yang Terkait Dengan

Penyusunan Norma...............………………………

18

C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan,

Kondisi yang ada serta Permasalahan yang

dihadapi………………………………………………….

20

D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem

Baru……………………………………………………....

34

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. Evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara..……………………………………..

38

B. Sinkronisasi dan Harmonisasi Ketentuan

Internasional dan Peraturan Perundang-

undangan yang terkait dengan Kekarantinaan

Kesehatan……………………………………………….

42

Page 6: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

iv

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis……………………………………. 53

B. Landasan Sosiologis………………………………….. 55

C. Landasan Yuridis……………………………………… 56

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG

A. Sasaran………………………………………………….. 58

B. Arah dan Jangkauan Pengaturan………………… 58

C. Ruang Lingkup Materi Muatan……………………. 59

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan………………………………………………… 100

B. Saran…………………………………………………….. 102

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 103

LAMPIRAN…………………………………………………………………..

Page 7: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Amanat yang tertuang di dalam Pembukaan UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Negara Indonesia

berkewajiban melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan kesejahteraan sosial. Salah satu upaya untuk mencapai

hal di atas adalah melalui peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

Indonesia yang merupakan negara yang sedang berkembang,

memerlukan sumber daya manusia yang sehat jasmani, rohani

dan sosial, sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan

ekonomi. Untuk mendapatkan manusia yang sehat diperlukan

adanya perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat.

Sebagai negara kepulauan dengan sekitar 17.504 pulau yang

terdiri dari pulau besar/kecil serta memiliki posisi sangat strategis

karena diapit oleh dua benua dan dua samudera serta berada

pada jalur lalu-lintas dan perdagangan internasional dengan

banyaknya pintu masuk ke wilayah Indonesia, maka terdapat

faktor risiko untuk terjadinya penyebaran penyakit dan gangguan

kesehatan.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2014, Indonesia

memiliki lebih dari 240 juta orang penduduk serta menduduki

posisi keempat terbesar di dunia yang tersebar di berbagai pulau

dengan kepadatan yang berbeda.

Page 8: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

2

Tingkat kepadatan tertinggi di pulau Jawa dan Bali, dengan

status sosial ekonomi sebagian besar penduduk Indonesia

tergolong rendah dibandingkan negara lain, sehingga

menimbulkan masalah kesehatan, diantaranya penyebaran

penyakit infeksi, status gizi kurang dan lain-lain.

Permasalahan kesehatan dalam jangka panjang di Indonesia

dari waktu ke waktu akan semakin kompleks. Indonesia sebagai

negara kepulauan yang mempunyai letak strategis (posisi silang),

berperan penting dalam lalu lintas alat angkut, orang dan barang.

Meningkatnya pergerakan dan perpindahan penduduk sebagai

dampak peningkatan pembangunan, serta perkembangan

teknologi transportasi menyebabkan kecepatan waktu tempuh

perjalanan antar negara melebihi masa inkubasi penyakit. Hal ini

memperbesar risiko masuk dan keluar penyakit menular (new

infection diseases, emerging infections diseases dan re-emerging

diseases), dimana ketika pelaku perjalanan memasuki pintu

masuk gejala klinis penyakit belum tampak. Disamping itu juga

terdapat kemajuan teknologi di berbagai bidang lainnya yang

menyebabkan pergeseran epidemiologi penyakit, ditandai dengan

pergerakan kejadian penyakit dari satu benua ke benua lainnya,

baik pergerakan secara alamiah maupun pergerakan melalui

komoditas barang di era perdagangan bebas dunia yang dapat

menyebabkan peningkatan faktor risiko.

Dalam praktik penyelenggaraan tindakan karantina

kesehatan saat ini, hanya dilakukan terhadap alat angkut, orang

dan barang di pintu masuk yaitu Pelabuhan dan Bandar udara.

Sedangkan kebutuhan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan

saat ini diperlukan pula pada pos lintas batas darat negara dan

wilayah.

Page 9: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

3

Kondisi tersebut di atas dibutuhkan mengingat potensi

penyebaran penyakit potensial wabah antar negara maupun antar

wilayah semakin meningkat yang dapat menimbulkan epidemi,

pandemi, dan kedaruratan kesehatan masyarakat bahkan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.

Perkembangan transportasi darat, laut maupun udara sejalan

dengan kemajuan teknologi dan perekonomian memicu pula

pergerakan dan perpindahan orang dan barang baik antara negara

maupun antar wilayah yang berdampak pada penyebaran penyakit

dan faktor risikonya, sehingga penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan perlu dilakukan secara komprehensif, terintegrasi

dalam rangka cegah tangkal.

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia

berkewajiban melakukan upaya pencegahan terjadinya

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia

(Public Health Emergency of International Concern/PHEIC)

sebagaimana yang diamanatkan dalam International Health

Regulations (IHR) 2005. Dalam melaksanakan amanat ini Indonesia

harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia dan

dasar-dasar kebebasan seseorang serta penerapannya secara

universal.

International Health Regulations 2005 mengharuskan

Indonesia meningkatkan kapasitas berupa kemampuan dalam

surveilans dan respon cepat serta tindakan kekarantinaan dalam

rangka melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau

faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan

kedaruratan kesehatan masyarakat pada pintu masuk

(pelabuhan/ bandar udara/ Pos Lintas Batas Darat Negara) dan di

wilayah.

Page 10: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

4

Untuk itu diperlukan perangkat peraturan perundang-

undangan, organisasi dan sumber daya yang memadai berkaitan

dengan kekarantinaan kesehatan dan organisasi pelaksananya.

Pengaturan kekarantinaan kesehatan di Indonesia diatur

dalam berbagai peraturan perundang-undangan yaitu Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.

Ketentuan dalam undang-undang tersebut sudah tidak relevan

lagi dengan kondisi saat ini. Pada sisi lain, saat undang-undang

tersebut dibuat masih mengacu kepada peraturan kesehatan

internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR)

1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health

Regulations (IHR) 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang

didasarkan kepada kemampuan sistim surveilans epidemiologi.

Pada Sidang Majelis Kesehatan Sedunia tahun 2005 menyepakati

International Health Regulations (IHR) 1969 tersebut menjadi

International Health Regulations (IHR) Revisi 2005 yang mulai

diberlakukan pada tanggal 15 Juni 2007.

Pembaharuan terhadap Undang-Undang Kekarantinaan

Kesehatan diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang

cukup kuat untuk melakukan penyelenggaraan Kekarantinaan

Kesehatan secara terpadu dan sistematis.

Dengan kondisi pengaturan kekarantinaan kesehatan yang

demikian sudah waktunya dilakukan pembaharuan secara

menyeluruh agar terdapat pengaturan kekarantinaan kesehatan

secara terpadu dan sistematis. Untuk itu diperlukan adanya

penyusunan naskah akademik Rancangan Undang-Undang

tentang Kekarantinaan Kesehatan sebagai dasar bagi penyusunan

draf Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan

Kesehatan.

Page 11: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

5

B. Identifikasi Masalah

1. Permasalahan apa yang dihadapi terkait dengan

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di Indonesia

berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara?

2. Mengapa diperlukan penggantian Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina

Udara?

3. Apa yang menjadi pertimbangan landasan filosofis,

sosiologis, dan yuridis pembentukan RUU tentang

Kekarantinaan Kesehatan?

4. Apa yang menjadi sasaran, ruang Lingkup, jangkauan

dan arah pengaturan dari RUU tentang Kekarantinaan

Kesehatan yang akan disusun?

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

Tujuan Penyusunan Naskah Akademik sebagai berikut:

1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi terkait

dengan kekarantinaan kesehatan di Indonesia

berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.

2. Merumuskan permasalahan hukum sebagai alasan

penggantian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962

tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1962 tentang Karantina Udara.

Page 12: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

6

3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,

sosiologis, yuridis pembentukan RUU Kekarantinaan

Kesehatan.

4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang

lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan

dalam RUU Kekarantinaan Kesehatan.

Sedangkan kegunaan naskah akademik ini adalah

sebagai bahan acuan dalam penyusunan Rancangan Undang-

Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pengambilan

kebijakan bidang kekarantinaan kesehatan.

D. Metode

1. Tipe penelitian

Penelitian terhadap permasalahan kekarantinaan

kesehatan menggunakan metode yuridis normatif.

Metode ini dilakukan melalui studi pustaka yang

menelaah data sekunder berupa Peraturan Perundang-

undangan atau dokumen hukum lainnya, dan hasil

penelitian, pengkajian, serta referensi lainnya yang

berkaitan dengan masalah yang diidentifikasi. Metode

yuridis normatif ini dilengkapi dengan diskusi terfokus,

dan rapat dengan para pihak yang berkepentingan dalam

rangka mempertajam kajian dan analisis. Para pihak

yang berkepentingan antara lain kementerian/lembaga

yang tugas pokok dan fungsinya berhubungan dengan

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan,

keimigrasian, kepabeanan, kepelabuhanan, kebandar

udaraan dan pos lintas batas darat negara, serta unsur

pemerintah daerah. Di samping itu dilibatkan pula para

Page 13: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

7

akademisi, pakar dibidang yang relevan serta organisasi

profesi terkait.

Dalam rangka menyusun pokok-pokok

permasalahan, perkembangan kekarantinaan,

pertahanan dan keamanan negara, dalam penelitian ini

dilakukan pendekatan kajian untuk mendapatkan materi

dalam rangka menyiapkan Naskah Akademik Rancangan

Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan.

Menurut Peter Mahmud dalam bukunya yang

berjudul “Penelitian Hukum” terdapat beberapa

pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian

hukum, yaitu pendekatan undang-undang (statute

approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pendekatan

konseptual (conceptual approach.)1

Dalam konteks Penelitian ini, pendekatan

perundang-undangan yang dilakukan adalah dengan

menelaah peraturan perundang-undangan (regeling) dan

peraturan kebijakan (beleidsregel) yang bersangkut paut

dengan kekarantinaan kesehatan.2 Pendekatan

komparatif dilakukan dengan membandingkan secara

substanstif pengaturan dan pelaksanaan kekarantinaan

kesehatan di negara Indonesia dengan pengaturan

kekarantinaan kesehatan di dunia internasional.

1  Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Jakarta, Edisi I, hlm. 93-94  2  Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, hlm.391. A.

Hamid S. Attamimi, Perbedaan Antara Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan, Pidato Dies Natalis PTIK Ke - 46, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, 17 Juni 1992.  

Page 14: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

8

2. Jenis Data dan Cara Perolehannya

a. Penelitian Kepustakaan

Pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan

dilakukan dengan menggunakan studi dokumen, yang

sumber datanya diperoleh dari:

1) Bahan hukum primer:

Bahan-bahan hukum yang mengikat berupa

UUD NRI Tahun 1945, peraturan perundang-

undangan, serta dokumen hukum lainnya yang

berkaitan dengan kekarantinaan kesehatan.

Peraturan perundang-undangan yang dikaji

secara hierarkis sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962

tentang Karantina Laut;

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962

tentang Karantina Udara;

c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984

tentang Wabah Penyakit Menular;

d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992

tentang Karantina Hewan, Ikan dan

Tumbuhan;

e. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006

tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan;

f. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008

tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;

Page 15: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

9

g. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008

tentang Pelayaran;

h. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan;

i. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan;

j. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011

tentang Keimigrasian;

2) Bahan hukum sekunder yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer

seperti risalah sidang, konvensi internasional,

dokumen penyusunan peraturan yang terkait

dengan penelitian ini dan hasil-hasil

pembahasan dalam berbagai media dan sidang

internasional terkait kekarantinaan kesehatan.

3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum

penunjang seperti kamus hukum dan bahan lain

di luar bidang hukum yang dipergunakan untuk

melengkapi data penelitian.

b. Penelitian Lapangan

Untuk menunjang akurasi data sekunder yang

diperoleh melalui penelitian kepustakaan dilakukan

penelitian lapangan guna memperoleh informasi

langsung dari sumbernya (data primer).

Informasi diperoleh melalui wawancara secara

terstruktur dengan ahli terkait kekarantinaan

kesehatan. Selain itu untuk mendapatkan informasi

yang mendukung kebutuhan pengaturan

kekarantinaan kesehatan juga dilakukan simulasi

episenter pandemi dalam rangka kesiapsiagaan dan

Page 16: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

10

antisipasi serta penilaian kapasitas inti dan

implementasi penuh IHR (2005).

3. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara kualitatif. Bahan-

bahan hukum tertulis yang telah terkumpul

diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang telah

diidentifikasi, kemudian dilakukan content analysis

secara sistematis terhadap dokumen bahan hukum dan

dikomparasikan dengan informasi narasumber, sehingga

dapat menjawab permasalahan yang diajukan. Analisis

data dilakukan untuk menjawab permasalahan yang

akan menuju dasar dari penggantian Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina

Udara.

Page 17: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

11

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

Teori terjadinya penyakit berkembang dari waktu ke

waktu. Pada awal abad ke-19 terdapat beberapa pendapat

mengenai kejadian penyakit dalam skala besar di masyarakat.

Pendapat pertama3 yang dikenal dengan teori lingkungan

yang didasarkan pada teori Hiprocrates menyatakan bahwa

kejadian KLB penyakit karena kualitas air dan udara karena

adanya perubahan cuaca. Pendapat kedua4 yang dituliskan

oleh seorang dokter Venesia-Italia bernama Girolamo

Fracastoro (1930) menyatakan bahwa kejadian penyakit

ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui zat penular

(transference) yang disebut teori kontagion. Menurut teori ini

sakit terjadi karena adanya proses kontak bersinggungan

dengan sumber penyakit.

Berdasarkan teori kontagion inilah dimulai usaha isolasi

dan karantina yang dipraktekkan oleh beberapa kota di Italia

dengan melakukan karantina terhadap kapal kapal yang

berlayar dan kru kapal5, selanjutnya konsep isolasi dan

karantina kemudian mempunyai peranan positif dalam usaha

pencegahan penyakit menular hingga saat ini.

3Greenwood M. 1933. Epidemics and Crowd Diseases: an Introduction to the study of

Epidemiology in. Epidemiology Kept Simple an introduction to the Traditional and Modern Epidemiology. Gerstman B. Burt Second Edition. 2003.

4Fracastoro G. De Contagione et Contagiosis Morbis et Eorum Curatione in. Theories of Causation; Dana Loomis and Steve Wings Oxford University Press. New York. 2001.

5Thomas C. James; Weber J. David. Epidemiology Methods for the Study of Infectious Diseases. Oxford University Press. New York. 2001

 

Page 18: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

12

Sejalan dengan kemajuan di bidang teknologi

kedokteran, kuman (mikroorganisme) dianggap sebagai

penyebab tunggal penyakit (Robert Koch) yang dikenal sebagai

agen penyakit.

Agen penyakit menular yang bervariasi dari protein yang

bereplikasi sendiri (Prion), partikel sub virus (virusoid-delta

hepatitis agen), virus, bakteria (Chlamidia, Rickettsia, dan

Mycoplasma), fungi (ragi dan jamur), protozoa, cacing, dan

ektoparasit. Setiap agen penyakit tersebut memiliki cara dan

kemampuan untuk menginfeksi inang (host), berpindah ke

inang lainnya, dan menyebabkan penyakit. Hubungan antara

inang dan agen penyakit tersebut membentuk hubungan yang

simbiotik, komensal atau parasit, hubungan ini tergantung

kepada agen (agent), inang (host) dan lingkungan

(environment) yang dikenal teori triangle6. Terjadinya

penularan penyakit dapat terjadi karena 1) adanya inang yang

rentan, bahwa meskipun seseorang hidup dalam lingkungan

penuh mikroorganisme patogen namun tetap sehat karena

sudah adanya kekebalan, 2) adanya agen patogen yang

mampu menyebabkan sakit dan 3) mikroorganisme patogen

mempunyai reservoir sebagai tempat untuk bertahan hidup

dan menggandakan diri, reservoir dimaksud diantaranya

manusia, hewan dan lingkungan, serta 4) adanya jalan keluar

dari reservoir dan jalan masuk ke inang yang rentan7.

Penularan dapat terjadi dengan satu atau lebih cara

yaitu melalui kontak (contact), benda umum (common), udara

(air borne) atau vektor (vector borne). Penularan kontak dapat

terjadi secara langsung, tidak langsung maupun percikan

6 Jakson, M. General Priciples of Epidemiology in. Weber, J. David and Rutala A. William

Biological Basis on Infectious Disease Epidemiology; Oxford University Press. New York. 2001. 7  Op.Cit.,Thomas.  

Page 19: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

13

(droplet) yang jarak kurang 1 meter. Penularan benda umum

terjadi seperti melalui minuman, makanan, peralatan medis

termasuk transfusi. Penularan melalui udara terjadi dalam

jarak yang lebih jauh, sedangkan penularan melalui vektor

terjadi melalui hewan antropoda.

Namun demikian, kebanyakan jenis penyakit menular

belum diketahui dengan pasti model penularannya, padahal

pemahaman terhadap transmisi dari sumber infeksi ke inang

sangat penting dalam menentukan upaya pengendalian yang

diterapkan.

Menurut H.L. Blum status derajat kesehatan masyarakat

atau perorangan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu

lingkungan, perilaku, layanan kesehatan dan keturunan. Hal

ini didukung dengan konsep manajemen penyakit berbasis

wilayah (Ahmadi, 2005) yang menyebutkan bahwa

keterpaduan intervensi dicerminkan dalam intervensi

program, baik upaya pencegahan promotif, preventif maupun

kuratif dan rehabilitatif menuju ke suatu fokus penyakit yang

menjadi fokus prioritas nasional maupun prioritas daerah8.

Dalam merumuskan fokus tersebut maka permasalahan

kesehatan dilihat dari hulu ke hilir, mulai dari sumber

penyakit, media lingkungan sebagai transmisi, simpul

kependudukan, kontak manusia dengan sumber penyakit dan

dampak kesehatan terhadap manusia yang dikenal dengan

teori simpul.

Penyebaran penyakit terutama penyakit potensial wabah

semakin cepat dan meluas seiring dengan tingginya arus lalu

8Umar Fahmi Achmadi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penebit Buku Kompas

Jakarta Cetakan 1. 2005

 

Page 20: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

14

lintas alat angkut, orang dan barang. Hal ini menuntut

adanya kewaspadaan yang perlu disikapi secara serius

karena dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih

luas. Salah satu upaya yang diperlukan untuk

meminimalisasi penyebaran penyakit adalah dengan

melakukan tindakan karantina kesehatan.

Untuk itu diperlukan adanya dasar hukum atau

pengaturan yang memadai bagi instansi terkait untuk

melakukan tindakan karantina kesehatan, karena tindakan

karantina kesehatan bersifat multidisipliner dan

multisektoral.

Karantina kesehatan telah dilaksanakan sejak lama oleh

banyak negara, bahkan sejak zaman kerajaan Romawi. Hal

itu tercermin dari pengertian karantina yang didasarkan pada

peristiwa yang terjadi. Kata "karantina" berasal dari bahasa

latin "quadraginta" yang berarti empat puluh. Ini berasal dari

lamanya waktu yang diperlukan untuk menahan kapal laut

yang berasal dari negara tertular penyakit epidemis, seperti

pes, demam kuning, dimana awak kapal dan penumpangnya

dipaksa untuk tetap tinggal terisolasi di atas kapal yang

ditahan di lepas pantai selama empat puluh hari, yaitu

jangka waktu perkiraan timbulnya gejala penyakit yang

dicurigai (Morschel, 1971).

Definisi lain dari karantina adalah tempat dimana

sebuah alat angkut (kapal laut atau pesawat udara)

ditempatkan di pengisolasian atau pembatasan dalam

perjalanan untuk mencegah agar suatu penyakit menular,

serangga hama penyakit hewan dan lain-lain tidak menyebar.

Suatu keadaan dalam masa karantina adalah suatu tempat

dimana orang, binatang atau tanaman yang berpenyakit

Page 21: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

15

menular diisolasi atau dalam keadaan tidak dapat melakukan

perjalanan.

Menurut International Health Regulations (IHR) 2005,

karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan

seseorang yang diduga terinfeksi penyakit meski belum

menunjukkan gejala penyakit dan pemisahan alat angkut

atau barang yang diduga terkontaminasi dari orang dan atau

barang lain sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan

penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan dilaksanakan

di pintu masuk yang merupakan tempat masuk dan

keluarnya alat angkut, orang, serta barang, baik berbentuk

bandar udara, pelabuhan, maupun pos lintas batas darat

atau laut negara.

Di samping itu diperlukan pula kekarantinaan kesehatan

di wilayah mengingat potensi episenter pandemi berada di

wilayah, demikian pula potensi penyebaran penyakit juga

lebih besar di wilayah karena sebagian besar penduduk

terancam berada di wilayah. Penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan dilakukan dengan surveilans kesehatan dan

responnya dalam bentuk tindakan kekarantinaan kesehatan.

Surveilans kesehatan dalam rangka kekarantinaan

kesehatan merupakan suatu analisis yang dilakukan secara

terus menerus dan konsisten terhadap segala bentuk

ancaman terhadap kedaulatan negara melalui penyakit dan

faktor risikonya, kedaruratan nuklir, dan bentuk-bentuk teror

biologi dan kimia melalui pintu masuk dan wilayah, sebagai

bagian dari proses perlindungan terhadap masyarakat dan

kedaulatan negara.

Fokus kegiatan surveilans dilakukan terhadap alat

Page 22: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

16

angkut, orang, barang dan lingkungan serta wilayah yang

terindikasi sebagai episenter pandemi.

Tindakan kekarantinaan kesehatan merupakan kegiatan

yang dilakukan dengan 1) tindakan isolasi terhadap orang

dan barang, 2) tindakan karantina terhadap orang, barang,

alat angkut dan lingkungan, 3) tindakan vaksinasi terhadap

orang dan barang, 4) tindakan deratisasi terhadap alat

angkut dan lingkungan 5) tindakan desinseksi terhadap alat

angkut, lingkungan dan media lingkungan 6) tindakan

desinfeksi terhadap orang, barang, alat angkut, dan media

lingkungan 7) tindakan dekontaminasi terhadap orang,

barang, alat angkut, dan media lingkungan dan 8) tindakan

kekarantinaan kesehatan lain berdasarkan situasi dan

kecenderungan epidemiologi.

Tindakan karantina merupakan bagian integral dari

penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan yang merupakan

upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya

penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang

berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Tindakan karantina tersebut bertujuan untuk melindungi

masyarakat dari risiko penyebaran suatu penyakit menular,

sehingga tidak menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat di suatu wilayah negara bahkan yang

memungkinkan penyebaran lintas negara dan berpotensi

menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang

meresahkan dunia.

Tindakan karantina dilakukan dengan cara memisahkan

orang, barang, alat angkut yang terpapar dengan sumber

penularan dan patut diduga dan/atau tersangka (suspek).

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Page 23: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

17

Kesehatan, kesehatan adalah suatu keadaan sehat baik fisik,

mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Dengan perkembangan kondisi lingkungan dan semakin

beragamnya jenis-jenis penyakit yang harus ditangkal

menyebabkan tindakan karantina kesehatan diperluas

maknanya. Perluasan makna karantina kesehatan tidak

terbatas pada penyakit karantina tetapi sudah meluas pada

penyakit yang berpotensi menimbulkan kondisi Public Health

Emergency of International Concern (PHEIC). Di samping itu

perlakuan tindakan karantina pun tidak hanya terbatas pada

penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat yang ada di

pintu masuk tetapi juga di wilayah serta pos lintas batas

darat.

Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagai

upaya cegah tangkal masuk dan keluarnya penyakit dan

faktor risikonya dilakukan melalui :

a. Dari dalam negeri, diisyaratkan kemampuan utama

surveilans, deteksi dini dan respon cepat mulai dari

masyarakat sampai dengan tingkat nasional. Apabila

dijumpai penyakit atau kejadian yang berpotensi PHEIC

berdasarkan laporan dari masyarakat maka dilakukan

penyelidikan epidemiologis dan respon cepat mulai tingkat

puskesmas dan Kabupaten/Kota sampai tingkat pusat. Di

tingkat pusat melakukan verifikasi dan koordinasi dengan

Organisasi Kesehatan Dunia.

Di dalam proses respon cepat yang di atas dilakukan

karantina rumah, karantina wilayah, pembatasan sosial

berskala besar, serta isolasi bagi kasus dan karantina di

Rumah Sakit. Tindakan itu didukung juga dengan

Page 24: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

18

tindakan di pintu keluar (bandar udara, pelabuhan,

PLBDN).

b. Dari luar negeri, diisyaratkan kemampuan utama

surveilans, deteksi dini dan respon cepat dimulai dari

pintu masuk (bandar udara, pelabuhan, PLBDN). Kegiatan

yang dilakukan adalah surveilans rutin terhadap alat

angkut, orang, barang dan lingkungan. Disamping

surveilans rutin, juga harus memperhatikan informasi

aktual tentang penyakit yang berpotensi PHEIC yang

sedang berkembang di dalam dan luar negeri. Jika

ditemukan indikasi, maka dilakukan suatu

respon/intervensi berupa tindakan kekarantinaan

kesehatan (tindakan karantina, tindakan isolasi, serta

tindakan penyehatan).

B. Kajian Terhadap Asas Yang Terkait Dengan Penyusunan

Norma

Tujuan dari kekarantinaan kesehatan sebagaimana

diuraikan di atas adalah untuk mencegah, melindungi dan

mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara dan lintas

wilayah tanpa menimbulkan gangguan yang berarti bagi lalu

lintas dan perdagangan internasional maupun nasional

dengan prinsip menghormati martabat, hak asasi dan

kebebasan hakiki manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut

maka dalam pembuatan naskah akademik ini memuat asas-

asas sebagai berikut:

1. Asas perikemanusiaan, berarti bahwa penyelenggaraan

kekarantinaan kesehatan harus dilandasi atas

perlindungan dan penghormatan pada nilai-nilai

kemanusiaan yang beradab dan universal dengan tidak

Page 25: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

19

membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, bangsa,

status sosial dan gender.

2. Asas manfaat, berarti bahwa penyelenggaraan

kekarantinaan kesehatan harus memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi perlindungan kepentingan

nasional dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

3. Asas pelindungan, berarti bahwa penyelenggaran

kekarantinaan kesehatan harus mampu melindungi

seluruh masyarakat dari penyakit yang berpotensi

menimbulkan kedaruratan kesehatan yang meresahkan

dunia.

4. Asas keadilan, berarti bahwa dalam penyelenggaraan

kekarantinaan kesehatan harus mampu memberikan

pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang.

5. Asas non diskriminatif, berarti bahwa dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan tidak

membedakan perlakuan atas dasar agama, suku, jenis

kelamin, dan status sosial yang berakibat pelanggaran

terhadap hak asasi manusia.

6. Asas kepentingan umum, berarti bahwa dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan harus

mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan

pribadi atau golongan tertentu.

7. Asas keterpaduan, berarti bahwa dalam penyelenggaraan

kekarantinaan kesehatan dilakukan secara terpadu

melibatkan lintas sektor.

8. Asas kesadaran hukum, berarti bahwa dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan menuntut

peran serta kesadaran dan kepatuhan hukum dari

masyarakat.

Page 26: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

20

9. Asas kedaulatan negara, berarti bahwa dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan harus

mengutamakan kepentingan nasional dan ikut

meningkatkan upaya pengendalian kedaruratan

kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang

Ada serta Permasalahan Yang Dihadapi

Di Indonesia, praktik penyelenggaraan tindakan

karantina telah dilaksanakan sejak zaman Hindia Belanda

yang diatur dalam Staatsblad Nomor 277 tentang Quarantaine

Ordonnantie yang ditetapkan pada tanggal 6 April 1911

dengan pengaturan pengawasan penyakit pes, kolera dan

demam kuning. Selanjutnya ditetapkan pula staatsblad Nomor

298 pada tanggal 22 April 1911 tentang Epidemie Ordonantie

yang merupakan bagian dalam pelaksanaan staasblad No 277

tersebut di atas. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda

menetapkan Pilgrim Ordonnantie tahun 1922, yaitu dengan

dilaksanakannya “pengasingan” pada suatu tempat terhadap

calon Jemaah haji untuk memastikan bahwa kondisi

kesehatan para calon Jemaah haji yang akan berangkat ke

tanah suci bebas dari penyakit menular yang dapat berjangkit

selama perjalanan maupun di negara tujuan (Arab Saudi),

sehingga mengganggu kelangsungan ibadah haji.

Kegiatan ini dilakukan di beberapa tempat, yaitu di

Pulau Onrust di gugusan Kepulauan Seribu dan Pulau

Rubiah di Wilayah Sabang. Kekarantinaan pada zaman

Hindia Belanda diselenggarakan oleh Harbour Maaster.

Pada awal kemerdekaan, kekarantinaan tetap

dilaksanakan terhadap calon Jemaah haji sampai pada tahun

Page 27: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

21

1953 WHO mengeluarkan International Sanitary Regulation

(ISR) guna mengantisipasi berbagai epidemi yang berlangsung

di negara-negara Eropa serta Benua Amerika dan Benua Asia,

seperti penyakit pes, influenza, malaria, kolera, dan cacar.

Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan secara

internasional terus berkembang sejalan dengan

perkembangan penyakit menular yang potensial

menimbulkan wabah. Dalam konvensi internasional yang

ditetapkan melalui ISR 1953, kekarantinaan difokuskan pada

upaya untuk mencegah dan menangkal (port of entry dan port

d’entry) melalui pintu masuk, yaitu pelabuhan dan bandar

udara, sehingga dalam kekarantinaan kesehatan dikenal

adanya penyakit karantina, yaitu kolera, pes, demam kuning,

demam balik-balik, tifus bercak wabahi dan cacar. Seperti

pada zaman Hindia Belanda, kekarantinaan di Indonesia

diselenggarakan oleh otoritas bandar udara dan pelabuhan.

Pada tahun 1962, Pemerintah Indonesia menetapkan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina

Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara, yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan

Pelabuhan Laut dan Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara.

Dinas Kesehatan Pelabuhan tersebut merupakan unsur

Departemen Kesehatan yang berada dan bertanggung jawab

di bawah Kantor Wilayah Kesehatan, dengan tugas utama

melaksanakan upaya cegah tangkal terhadap penyakit

karantina melalui pelabuhan dan bandar udara.

Sesuai perkembangan penyelenggaraan pemerintahan

dengan melakukan desentralisasi, organisasi Dinas

Kesehatan Pelabuhan Laut dan Udara disesuaikan menjadi

Kantor Kesehatan Pelabuhan yang merupakan unit pelaksana

Page 28: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

22

teknis Departemen Kesehatan yang berada dan bertanggung

jawab di bawah Direktur Jenderal yang melaksanakan tugas

di bidang pemberantasan penyakit menular.

Praktik kekarantinaan kesehatan terus berkembang

dalam kerangka tugas QIC (quarantine, immigration, custom),

dengan melakukan upaya pengamatan penyakit menular,

penyehatan lingkungan, serta tindakan isolasi dan karantina

terhadap alat angkut, orang/pelaku perjalanan, dan barang.

Upaya pengamatan penyakit menular dilakukan dengan

penemuan kasus, pencegahan dengan pemberian vaksinasi

sebagai prasyarat untuk memperoleh sertifikat vaksinasi

internasional (ICV), dan melakukan pengawasan sanitasi

terhadap alat angkut untuk memperoleh dokumen sanitasi

kapal, serta pengawasan terhadap orang, barang, dan

lingkungan guna mencegah kemungkinan penyebaran atau

penularan penyakit di lingkungan pintu masuk.

Pada dekade awal tahun 2000, dunia dikejutkan dengan

munculnya jenis penyakit baru yang menimbulkan epidemi,

seperti SARS dan flu burung (H5N1), sehingga WHO

melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan

kesiapsiagaan di setiap negara anggota, termasuk dalam

pelaksanaan kekarantinaan. Selanjutnya, terjadi penyakit

baru lagi yang belum diketahui penyebabnya, seperti ILI

(influenza like illness) dan kejadian penyakit zoonosis yang

muncul kembali dan menyerang manusia.

Berdasarkan situasi dan kecenderungan epidemiologi

khususnya kejadian penyakit menular potensial wabah,

diperkirakan bahwa penyakit menular bersumber binatang

dan penyakit zoonosis lainnya akan semakin menjadi

ancaman kesehatan masyarakat. Indonesia sebagai negara di

Page 29: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

23

wilayah tropis memiliki penyakit bersumber binatang

dan/atau penyakit zoonosis yang potensial sewaktu-waktu

menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Penyakit

menular seperti pes, antrax, rabies, leptospirosis, japanese

enchepalitis telah lama endemis di Indonesia dan berkali-kali

menimbulkan kejadian luar biasa, bahkan terdapat penyakit

zoonosis yang dahulunya hanya menyerang primata telah

menyebrang ke manusia, seperti filariasis yang ditularkan

dengan perantaraan cacing mikrofilaria pahangi di

Kalimantan. Di beberapa perairan Indonesia tumbuh dan

berkembang sejenis ganggang merah yang pada musim-

musim tertentu dapat menjadi penyebab kematian terutama

pada nelayan yang mencari penghidupan di lautan.

Dengan kemajuan teknologi kesehatan, jenis binatang

tertentu seperti serangga, unggas, primata, dan binatang

peliharaan lainnya dapat direkayasa menjadi vektor dan

binatang pembawa penyakit yang potensial menimbulkan

kejadian luar biasa atau wabah.

Pada tahun 2005, Badan Pekerja WHO (WHA) telah

menyepakati konvensi berupa International Health Regulation

(IHR) 2005. Dalam konvensi ini, perhatian utama diarahkan

terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat yang

meresahkan dunia (KKMMD) yang merupakan akibat dari

wabah penyakit dan kejadian kesakitan atau kematian oleh

agen biologi, kimia, dan nuklir (Nubika). Perhatian juga

diarahkan terhadap kemungkinan terjadinya bioterorisme

yang dilakukan terhadap pihak-pihak tertentu, dengan tujuan

menimbulkan kekacauan, kepanikan, dan musibah massal.

Pada dasarnya praktik kekarantinaan kesehatan

dilaksanakan sesuai standar internasional yang ditetapkan

Page 30: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

24

oleh WHO dengan kolaborasi IMO, ICAO, ILO, dan IATA,

meskipun secara organisasi setiap negara diberikan

kewenangan sesuai dengan hukum yang berlaku pada

masing-masing negara. Filosofi kekarantinaan kesehatan

pada dasarnya adalah melakukan pembatasan terhadap

pelaku perjalanan, alat angkut, dan barang, serta lingkungan

yang dicurigai berpotensi menjadi sumber penyebaran dan

penularan penyakit serta faktor risikonya dengan prinsip

minimal pembatasan dan maksimal perlindungan.

Dengan munculnya penyakit baru (new emerging

diseases) dan penyakit yang lama muncul kembali (re-

emerging diseases), baik di wilayah Indonesia maupun di luar

negeri, maka upaya kekarantinaan kesehatan semakin

ditingkatkan intensitasnya melalui akselerasi surveilans

kesehatan guna mengidentifikasi berbagai kemungkinan

penyebaran penyakit antarwilayah maupun antarnegara.

Untuk meningkatkan kemampuan dalam kekarantinaan

kesehatan dilakukan penataan organisasi, yaitu menetapkan

organisasi baru Kantor Kesehatan Pelabuhan, dengan fokus

tugas melakukan kekarantinaan dan surveilans kesehatan,

pengendalian risiko lingkungan, dan upaya kesehatan lintas

wilayah termasuk pelayanan kesehatan terbatas guna

mengidentifikasi potensi penyebaran penyakit menular.

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia

berkewajiban melakukan upaya pencegahan terjadinya

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia

(Public Health Emergency of International Concern/PHEIC)

sebagaimana yang diamanatkan dalam International Health

Regulations (IHR) 2005. Dalam melaksanakan amanat ini

Indonesia harus melakukan pembaharuan secara

Page 31: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

25

menyeluruh pengaturan kekarantinaan kesehatan agar

terdapat pengaturan secara terpadu dan sistematis. Beberapa

pokok-pokok permasalahan yang harus segera ditangani,

antara lain :

1. Penyesuaian dengan IHR 2005

Pengaturan dalam Undang-Undang Karantina yang

ada, masih didasarkan pada ISR tahun 1953, sementara

perkembangan ketentuan internasional yang berlaku

telah didasarkan pada IHR tahun 2005.

Akibatnya banyak istilah atau definisi dalam Undang-

Undang Karantina yang sudah tidak sesuai lagi dengan

ketentuan internasional yang berlaku saat ini.

Disamping itu dalam Undang-Undang Karantina belum

mengakomodir materi muatan yang berkaitan dengan

peningkatan core capacities di setiap pintu masuk dan

keluar sebagaimana yang telah dipersyaratkan oleh IHR

(2005). Core capacities tersebut meliputi adanya

surveilans rutin, surveilans respon cepat, serta

koordinasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan

karantina kesehatan.

Dalam IHR (2005) juga dicantumkan mengenai new

emerging diseases, emerging diseases dan re-emerging

diseases. Hal penting terhadap new emerging diseases

adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan

antisipasi terhadap sumber penyebab, penyebab dan

pola penyebarannya. Sedangkan re-emerging diseases

adalah kemampuan untuk melakukan analisis terhadap

kemungkinan terjadinya mutasi, resistensi dan pola

penyebarannya. Selain itu dalam IHR (2005) juga

mencantumkan ancaman kesehatan yang bersumber

Page 32: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

26

dari kontaminasi nuklir, biologi, kimia (NUBIKA) yang

berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan masyarakat dunia

(PHEIC).

Pengamatan dan pengawasan terhadap obat,

makanan, kosmetika, alat kesehatan dan bahan adiktif

(OMKABA) juga merupakan bagian dari penyelenggaraan

kekarantinaan kesehatan. Sementara ketentuan tersebut

belum diatur secara spesifik dalam Undang-Undang

Karantina yang ada.

Dalam praktik kekarantinaan kesehatan, untuk

pengawasan OMKABA banyak negara mempersyaratkan

sertifikat kesehatan dikeluarkan oleh otoritas kesehatan

di pintu masuk negara (embarkasi), sebagai bentuk

legalisasi dalam proses keluar masuknya barang tersebut

antar negara.

Apabila negara tujuan meminta sertifikat kesehatan

untuk OMKABA maka otoritas karantina kesehatan

menerbitkan sertifikat kesehatan atau surat keterangan

kesehatan OMKABA.

Untuk itu perlu adanya perubahan penetapan

bukan hanya jenis penyakit karantina, tetapi juga

mencakup penyakit lama yang muncul kembali (re-

emerging diseases), new emerging diseases dan

pengaturan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya kondisi PHEIC, antara lain ancaman

kesehatan yang bersumber dari kontaminasi nuklir,

biologi, kimia (NUBIKA). Dalam Undang-Undang

Karantina Kesehatan juga harus mencantumkan

kewajiban adanya core capacities IHR 2005.

Page 33: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

27

2. Praktik Kekarantinaan Kesehatan yang lebih

komprehensif

Pemerintah bertanggungjawab dalam pelaksanaan

Kekarantinaan Kesehatan di pintu masuk dan wilayah.

Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan tersebut

harus dilaksanakan secara terpadu dan sinergis. Namun

dalam praktiknya, penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan saat ini baru dilakukan di pintu masuk,

khususnya di pelabuhan dan bandar udara. Selain hal

tersebut, diperlukan pula pengaturan kekarantinaan

kesehatan di Pos Lintas Batas Darat Negara, zona

karantina dan kekarantinaan kesehatan wilayah.

a) Kekarantinaan Kesehatan Di Pos Lintas Batas

Darat Negara

Dalam ketentuan karantina yang berlaku saat

ini, kekarantinaan kesehatan hanya dilakukan di

pintu masuk dan keluar alat angkut, orang dan

barang, khususnya Pelabuhan dan Bandar udara.

Sementara perkembangan yang ada di pintu masuk

dan keluar, terjadi pula di pos lintas batas darat

negara yang berpotensi pula menjadi media

penyebaran penyakit menular. Pos lintas batas darat

negara seperti di pos lintas batas darat Indonesia

dengan Malaysia, Indonesia dengan Papua Nugini,

Indonesia dengan Timor Leste menjadi sarana lintas

batas orang dan barang yang cukup intensif. Hal ini

menuntut pula agar kekarantinaan kesehatan

diperluas pada wilayah dan pos lintas batas darat

negara.

Page 34: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

28

Kondisi tersebut belum diatur dalam Undang-

Undang Karantina yang ada. Untuk itu diharapkan

pengaturan Undang-Undang Karantina Kesehatan

yang akan datang perlu dicantumkan ketentuan

mengenai kekarantinaan kesehatan di wilayah dan di

pos lintas batas darat negara.

b) Zona Karantina

Dalam praktiknya untuk melakukan tindakan

kekarantinaan kesehatan terhadap alat angkut dan

muatannya diperlukan adanya zona karantina, baik

di lingkungan pelabuhan maupun di bandar udara.

Undang-Undang Karantina yang ada, belum

mengatur keberadaan zona karantina, tetapi

pelaksanaan zona karantina didasarkan pada

pertimbangan epidemiologis.

Keberadaan zona karantina belum dapat

diimplementasikan secara optimal pada pintu masuk

dan keluar alat angkut beserta muatannya. Hal itu

akan menyulitkan penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan, apabila terjadi kasus penyebaran penyakit

yang memerlukan tindakan kekarantinaan

kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya

pengaturan dalam Undang-Undang Karantina yang

akan datang mengenai penetapan zona karantina di

setiap pintu masuk dan keluar alat angkut, orang

dan barang. Dalam penetapan zona karantina baik di

pelabuhan, bandar udara, atau pos lintas batas darat

Page 35: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

29

negara serta di wilayah ditentukan sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi wilayah yang bersangkutan.

c) Kekarantinaan Kesehatan di Wilayah

Pada akhir-akhir ini sering terjadi adanya

pandemi di suatu wilayah tertentu di Indonesia yang

dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat, misalnya ketika terjadinya pandemi

Avian Influenza (H5N1) dan Swine Flu (H1N1). Untuk

mencegah timbulnya penyebaran penyakit tersebut

salah satunya perlu dilakukan tindakan

kekarantinaan kesehatan pada wilayah yang

terjangkit.

Tindakan kekarantinaan kesehatan di wilayah

dilaksanakan terhadap wilayah yang ditemukan

kasus/sumber penularan penyakit potensial wabah

agar tidak terjadi penyebaran penyakit ke wilayah

lain.

Sementara itu belum ada pengaturan untuk

melakukan kekarantinaan kesehatan di wilayah yang

terjangkit pandemi. Terkait hal tersebut perlu adanya

ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan dan

mekanisme, penetapan tindakan kekarantinaan

kesehatan di wilayah, karena berhubungan dengan

otonomi daerah. Pengaturan tersebut harus mampu

mensinergi penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan antara Pusat dengan daerah.

3. Penegakan Hukum dalam Kekarantinaan Kesehatan

Page 36: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

30

Sesuai prinsip dasar kekarantinaan kesehatan

adalah seminimal mungkin melakukan pembatasan dan

semaksimal mungkin memberikan perlindungan

terhadap orang yang diduga kontak dengan penderita

atau sumber penularan lainnya. Terhadap mereka yang

positif menderita penyakit dilakukan isolasi di rumah

sakit yang ditunjuk untuk dilakukan penanganan,

sedangkan terhadap suspek atau kontak dikenakan

tindakan karantina selama dua kali masa inkubasi

terpanjang dari penyakit yang diderita. Terhadap alat

angkut dilakukan tindakan kekarantinaan kesehatan

sesuai dengan faktor risikonya, seperti desinfeksi,

disinseksi, deratisasi, dan/atau dekontaminasi.

Dalam hal terjadi penyimpangan atau pelanggaran

terhadap pelaksanaan kekarantinaan kesehatan,

dilakukan tindakan hukum sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Dalam praktiknya, pelanggaran terhadap

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sering terjadi,

seperti terjadinya penolakan tindakan kekarantinaan

kesehatan, pemalsuan dokumen, dan pelanggaran izin

kekarantinaan.

Keterbatasan dukungan peraturan perundang-

undangan dalam penindakan terhadap pelanggaran

kekarantinaan kesehatan, seperti sanksi pidana maupun

sanksi administrasi yang terlalu ringan, menyebabkan

berulangnya pelanggaran-pelanggaran dan tidak

menimbulkan efek jera. Kondisi ini jelas memberikan

dampak yang luas, seperti timbulnya penyebaran

penyakit di wilayah negara, terganggunya kegiatan

Page 37: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

31

ekspor-impor, kepariwisataan, dan akhirnya mengancam

kondisi sosial, ekonomi, serta keamanan dan pertahanan

negara.

Sebagai gambaran, masuknya penyakit polio ke

wilayah Indonesia (Sukabumi) dari Afrika (Nigeria) pada

tahun 2005, negara harus menanggung beban untuk

melindungi seluruh bayi dan anak balita agar tidak

terserang penyakit polio dengan melakukan Pekan

Imunisasi Nasional yang menghabiskan dana lebih dari

satu trilyun Rupiah. Kejadian merebaknya MERS-CoV di

Arab Saudi berpengaruh terhadap penyelenggaraan

ibadah haji dan umrah karena setiap calon Jemaah perlu

memperoleh perlindungan maksimal, yang memerlukan

biaya negara yang besar.

Sebaliknya apabila terjadi ancaman penyakit dari

luar dan negara tidak melakukan tindakan untuk

antisipasi, maka dapat berakibat negara mendapat

peringatan (warning), seperti travel warning, penghentian

ekspor-impor, yang sangat merugikan kegiatan

pariwisata dan perdagangan yang jelas akan berdampak

negatif terhadap devisa negara.

Kondisi tersebut di atas belum dilindungi oleh

hukum yang mengatur terhadap kekarantinaan

kesehatan saat ini. Oleh karena itu, diperlukan payung

hukum dalam bentuk undang-undang untuk melakukan

pengaturan yang lebih komprehensif agar seluruh

komponen negara mampu melakukan deteksi dini dan

menyelenggarakan kekarantinaan kesehatan serta

penanganan dampaknya secara lebih efektif dan efisien.

Page 38: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

32

4. Kelembagaan

Kekarantinaan kesehatan secara praktik di

lapangan hanya dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis

Kementerian Kesehatan, yaitu Kantor Kesehatan

Pelabuhan (KKP). Kewenangan KKP sebagai lembaga

yang melaksanakan penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan di pintu masuk sangat terbatas. Kondisi ini

juga diperberat oleh belum optimalnya koordinasi dan

komunikasi antar instansi dalam pelaksanaan tugas

QICP (quarantine, immigration, custom, port).

Sebagai gambaran, dalam peraturan perundang-

undangan dijelaskan bahwa alat angkut yang datang

dari luar negeri berada dalam status karantina karena

berpotensi menjadi sumber penyebaran dan penularan

penyakit serta faktor risikonya. Untuk itu, sesuai dengan

aturan internasional, jajaran kesehatan (KKP) yang

memiliki kewenangan untuk paling awal melakukan

pengawasan, pengamatan, dan pemeriksaan terhadap

alat angkut tersebut.

Namun dalam praktik di lapangan, seringkali aturan

ini tidak ditaati dan dilanggar sehingga dapat

membahayakan kesehatan masyarakat dan petugas yang

bersangkutan. Pada akhirnya kondisi tersebut dapat

berpotensi terjadinya penyebaran penyakit yang lebih

luas di wilayah negara melalui pintu masuk. Salah satu

penyebab tidak berjalannya koordinasi pada tugas QICP

karena KKP hanya merupakan unit pelaksana teknis

yang sangat terbatas kewenangannya.

Mengingat dalam pelaksanaan tugas QICP di pintu

masuk dilaksanakan oleh jajaran Kementerian terkait

Page 39: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

33

(unsur pusat), maka perlu dikaji organisasi kelembagaan

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan yang ada

pada saat ini. Organisasi penyelenggara kekarantinaan

kesehatan agar lebih efektif dan efisien, perlu

dipertimbangkan sebagai berikut.

a. Di pintu masuk (pelabuhan, Bandar udara, dan

PLBDN), kekarantinaan kesehatan dilakukan oleh

organisasi pusat di wilayah sebagai unsur perwakilan

pusat dalam bentuk Kantor Wilayah.

b. Di pusat sebagai unit utama Kementerian Kesehatan

dalam bentuk Direktorat Jenderal untuk menyusun

kebijakan teknis, NSPK, serta pengendalian dan

pengawasan pelaksanaan kekarantinaan kesehatan.

5. Kondisi Sumber Daya

KKP di seluruh Indonesia saat ini berjumlah 49 unit

kerja, yang memiliki 304 wilayah kerja. Jumlah personel

tercatat sebanyak 2.616 orang. Setiap KKP sesuai

dengan klasifikasi dan beban kerjanya dilengkapi dengan

sarana dan prasarana berupa gedung dan bangunan,

sarana operasional, dan sarana pendukung lainnya

untuk kelancaran tugas kekarantinaan kesehatan.

Dibandingkan dengan beban tugas yang diemban, maka

kondisi sumber daya yang tersedia saat ini masih

minimal. Sebagai gambaran, sumber daya manusia

teknis sesuai dengan analisis beban kerja masih

memerlukan kurang lebih 500 tenaga teknis fungsional,

seperti dokter, perawat kesehatan masyarakat,

epidemiolog kesehatan, sanitarian, dan entomolog

kesehatan.

Page 40: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

34

Sumber pembiayaan dalam penyelenggaraan

kekarantinaan kesehatan berasal dari APBN Kementerian

Kesehatan dalam jumlah yang belum optimal,

khususnya guna mendukung operasional di lapangan.

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru

Dengan berlakunya Undang-Undang Kekarantinaan

Kesehatan akan melahirkan implikasi baik yang bersifat

negatif ataupun positif dalam penerapannya.

Implikasi tersebut memerlukan antisipasi dari pihak-

pihak yang akan terkena dampak dari penerapan suatu

Undang-Undang yang meliputi:

1. Sosial

Dengan adanya perubahan Undang-Undang

Kekarantinaan Kesehatan, terutama dengan penetapan

wilayah dalam status karantina, maka setiap aktivitas

dan mobilitas warga menjadi terganggu. Oleh karena itu

diperlukan adanya penyuluhan secara intensif agar

warga mengetahui manfaat dan tujuan dari penetapan

wilayah dalam status karantina. Di samping itu

penetapan wilayah dalam status karantina harus

bekerjasama dan berkoordinasi dengan pemerintah

daerah setempat.

Adanya kemungkinan komplain dari pemilik

angkutan dan pengguna jasa berkaitan dengan adanya

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan yang lebih

ketat atau pembatasan tempat pemasukan dan

pengeluaran barang, maka perlu adanya suatu

mekanisme yang dapat diterima oleh semua pihak

dengan prinsip penyelenggaraan kekarantinaan

Page 41: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

35

kesehatan tidak mengganggu arus perjalanan dan

perdagangan.

2. Beban Keuangan Negara

Pada dasarnya kekarantinaan kesehatan

merupakan upaya perlindungan terhadap kedaulatan

negara, khususnya di bidang kesehatan agar tidak

berdampak negatif terhadap perekonomian, kehidupan

sosial, serta keamanan dan pertahanan negara.

Kekarantinaan kesehatan memerlukan dukungan

anggaran negara, namun dibanding dengan dampak

yang ditimbulkan, maka kekarantinaan kesehatan lebih

besar manfaatnya dibanding dengan biaya yang

dikeluarkan. Sebagai gambaran, untuk melakukan

tindakan karantina membutuhkan biaya perawatan dan

pengobatan. Namun apabila tindakan karantina tidak

dilaksanakan dapat menimbulkan kedaruratan

kesehatan masyarakat yang akan berdampak luas di

masyarakat.

3. Kelembagaan

Untuk mewujudkan adanya penyelenggaraan

kekarantinaan kesehatan yang efektif dan efisien, perlu

dilakukan penataan organisasi sebagai penyelenggara di

wilayah, pintu masuk, maupun di pusat, yang menjadi

organ Kementerian Kesehatan mengingat kekarantinaan

kesehatan merupakan urusan antar negara yang

menjadi kewenangan pusat sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dengan demikian, terjadi

keseimbangan dalam eselonisasi maupun dalam tugas

Page 42: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

36

dan kewenangan pada penyelenggaraan QICP sehingga

pejabat karantina kesehatan dapat menjalankan tugas

sesuai dengan kewenangan yang memadai.

4. Penyediaan Sarana dan Prasarana

Dengan pemberlakuan Undang-Undang

Kekarantinaan Kesehatan akan diwajibkan bagi

Pemerintah atau pengelola pelabuhan, bandar udara dan

pos lintas batas darat negara untuk menyediakan ruang

karantina bagi kontak dengan suspek penyakit PHEIC,

ambulans khusus untuk proses evakuasi serta peralatan

yang dapat digunakan untuk deteksi dini terhadap

PHEIC secara cepat (rapid test). Saat ini sebagian KKP

telah memiliki ruang karantina, namun idealnya seluruh

KKP seharusnya wajib memiliki ruang karantina dan

kapasitas pendukung lainnya.

5. Hukum

Dengan pemberlakuan Undang-Undang

Kekarantinaan Kesehatan perlu dilakukan pencabutan

terhadap ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan

kekarantinaan kesehatan, baik Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1962 tentang Karantina Laut maupun Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.

Selanjutnya, untuk melaksanakan operasional di

lapangan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan

pelaksanaan, berupa Peraturan Pemerintah yang

mengatur mengenai tata cara pengenaan sanksi

administratif dan kriteria pelaksanaan kekarantinaan

kesehatan di wilayah, Peraturan Menteri yang berkaitan

Page 43: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

37

dengan teknis penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan, dan SOP teknis kekarantinaan kesehatan di

pintu masuk dan di wilayah sebagai panduan bagi

pejabat kekarantinaan kesehatan.

Page 44: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

38

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. Evaluasi Terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962

tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1962 tentang Karantina Udara

Dilihat dari segi materi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1962 tentang Karantina Udara, sudah tidak sesuai

dengan perkembangan teknologi tansportasi, transisi

epidemiologi, perubahan iklim global, tata hubungan

internasional maupun nasional, tata pemerintahan, dan

kondisi lingkungan hidup, sehingga banyak tindakan-

tindakan yang sebenarnya merupakan lingkup kekarantinaan

kesehatan belum dapat diakomodasi.

Secara umum kedua undang-undang tersebut mengatur

jenis penyakit yang memerlukan tindakan karantina;

penetapan dan pencabutan terjangkitnya suatu

pelabuhan/bandar udara dari penyakit karantina;

penggolongan kapal/pesawat sehat, tersangka atau terjangkit;

penggolongan pelabuhan/bandar udara dalam karantina;

pengawasan dan penerbitan dokumen kesehatan alat angkut

dan orang; tata cara dan tindakan karantina pada saat

kedatangan dan keberangkatan pada alat angkut berserta

muatannya; tindakan khusus terhadap penyakit karantina;

penegakan hukum atau ketentuan pidana; dan peraturan

tambahan.

Page 45: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

39

Jenis penyakit yang termasuk dalam penyakit karantina

yang ditetapkan dalam kedua undang-undang tersebut

meliputi Pes, Kolera, Demam Kuning, Cacar, Tifus bercak

wabahi dan Demam balik-balik. Dalam kenyataannya

penyakit-penyakit tersebut sudah kurang relevan karena

beberapa alasan yaitu:

1. Penyakit cacar sudah dinyatakan musnah (berhasil

dieradikasi di Indonesia sejak tahun 1974);

2. Saat ini IHR 2005 telah diberlakukan terhitung mulai 15

Juni 2007 dan telah berkembang lebih luas, di mana

tidak hanya mencakup penyakit karantina tetapi juga

mencakup PHEIC;

3. Saat ini di dunia sudah banyak muncul penyakit baru

seperti SARS dan Avian Influenza yang sangat potensial

untuk menyebar ke seluruh dunia.

Penetapan dan pencabutan penetapan terjangkitnya

suatu pelabuhan/bandar udara dari penyakit karantina

dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan pertimbangan

epidemiologis dan pengujian laboratorium atau selama 2 (dua)

masa inkubasi suatu penyakit karantina. Ketentuan ini

masih relevan dengan kondisi saat ini, sehingga masih layak

dipertahankan.

Penggolongan kapal/pesawat sehat, tersangka, atau

terjangkit dimaksudkan untuk menentukan tindakan

karantina terhadap orang dan barang. Penggolongan

pelabuhan/bandar udara karantina dimaksudkan untuk

menentukan klasifikasi pelabuhan/bandar udara yang

mempunyai kemampuan untuk menyelenggarakan tindakan

karantina.

Page 46: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

40

Ketentuan ini masih layak dipertahankan, namun perlu

pengaturan mengenai siapa yang berwenang menetapkan

penggolongan kapal/pesawat dan penggolongan

pelabuhan/bandar udara.

Setiap kapal/pesawat wajib memiliki dokumen

kesehatan sebagaimana juga diharuskan oleh IHR 2005 dan

ketentuan internasional lainnya, oleh sebab itu di dalam

kedua undang-undang tersebut diatur bagaimana penerbitan

dokumen kesehatan alat angkut dan orang. Ketentuan ini

masih layak dipertahankan, namun beberapa istilah dan

bentuk dokumen kesehatan menurut ketentuan

internasional mengalami perubahan, oleh sebab itu dalam

ketentuan baru perlu penyesuaian.

Setiap kapal/pesawat yang datang dari luar negeri dan

atau dari suatu pelabuhan dalam negeri yang terjangkit

penyakit karantina berada dalam karantina, dimana

nahkoda/pilot dilarang menaikan atau menurunkan orang

dan barang sebelum memperoleh surat izin bebas karantina,

dan kapal tersebut bebas karantina setelah diberikan surat

izin karantina. Setiap kapal/pesawat yang akan berangkat

harus dilakukan pemeriksaan dokumen kesehatan,

pemeriksaan kesehatan awak/personal penerbang dan

penumpang serta pemeriksaan faktor risiko kesehatan

masyarakat. Setelah dinyatakan sehat oleh petugas

kesehatan, baru diberikan surat persetujuan

berlayar/terbang karantina kesehatan. Ketentuan ini masih

layak dipertahankan, namun perlu dipertimbangkan untuk

kapal/pesawat yang datang dari pelabuhan/bandar udara

dalam negeri.

Page 47: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

41

Terhadap kapal/pesawat yang penumpangnya

mengalami penyakit karantina harus dilakukan tindakan

khusus karantina atau penanganan terhadap alat angkut

beserta muatannya sesuai jenis penyakit karantina.

Ketentuan ini masih perlu dipertahankan, karena masih

sesuai dengan tata laksana kasus penyakit.

Pelanggaran terhadap kedua undang-undang tersebut

dikenakan sanksi pidana kurungan 1 (satu) tahun penjara

dan/atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp.75.000,-.

Ketentuan mengenai sanksi ini sudah tidak relevan karena

tidak menimbulkan efek jera, oleh sebab itu perlu

disesuaikan dengan kondisi saat ini. Untuk lebih operasional

kedua undang-undang karantina memerintahkan pengaturan

lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah, akan tetapi

sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah dimaksud.

Dari sisi maksud dan tujuan dilakukannya tindakan-

tindakan karantina, yakni menolak dan mencegah masuk dan

keluarnya penyakit karantina melalui sarana transportasi

laut maupun udara, kedua undang-undang tersebut masih

relevan. Namun dalam tataran implementasi sangat sulit

dilaksanakan, karena perkembangan teknologi tranportasi,

meningkatnya mobilitas orang dan barang, transisi

epidemiologi, tata hubungan internasional maupun nasional,

tata pemerintahan, serta kondisi lingkungan hidup, maka

kedua undang-undang ini perlu diganti dan disesuaikan

dengan kondisi saat ini.

Page 48: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

42

B. Sinkronisasi dan Harmonisasi Ketentuan Internasional

dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan

Kekarantinaan Kesehatan

1. IHR 2005

Pada IHR 1969 penyakit yang diatur hanya 6

penyakit karantina (Pes, Kolera, Demam Kuning, Cacar,

Tifus bercak wabahi dan Demam balik-balik,) dan

diutamakan pada pintu masuk (pelabuhan, bandar

udara dan lintas batas negara). Setelah itu ditetapkan

IHR 2005 yang sudah mencakup seluruh penyebab

kejadian yang menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia (PHEIC) dan

memerlukan respon internasional yang terkoordinasi.

Dengan telah ditetapkannya IHR 2005, banyak hal

di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang

Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1962 tentang Karantina Udara menjadi tidak relevan lagi,

seperti istilah penyakit karantina, jenis dokumen

kesehatan dan core capacities. Indonesia sebagai bagian

dari masyarakat dunia juga harus ikut menyesuaikan

dengan perubahan yang terjadi pada IHR. Beberapa

perkembangan yang harus diakomodasi dalam IHR 2005

tersebut seperti perubahan orientasi dari beberapa

penyakit karantina menjadi PHEIC dan adanya

penetapan National Focal Point. Untuk menghindari

sanksi dikucilkannya Indonesia dari pergaulan

internasional, maka diperlukan beberapa penyesuaian

produk hukum termasuk Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-

Page 49: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

43

Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.

Hal-hal yang perlu diakomodasi di dalam ketentuan

karantina yang baru antara lain:

a. Perubahan dokumen kesehatan, antara lain yang

semula sertifikat hapus tikus (Deratting

Certificate/DC)/sertifikat bebas hapus tikus (Deratting

Exemption Certificate/DEC) menjadi sertifikat tindakan

sanitasi kapal (Ship Sanitation Control

Certificate/SSCC)/sertifikat bebas tindakan sanitasi

kapal (Ship Sanitation Control Exemption

Certificate/SSCEC).

b. Core capacities yang meliputi komunikasi-koordinasi,

pengawasan rutin dan respon PHEIC.

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan istilah karantina terdapat di bab X

mengenai penyakit menular dan tidak menular, Pasal

154 dan Pasal 155, mengatur bahwa Pemerintah dan

pemerintah daerah menetapkan jenis penyakit yang

memerlukan karantina, tempat karantina dan lama

karantina. Pemerintah daerah dalam menetapkan dan

mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang

berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu

singkat dan pelaksanaan surveilans serta menetapkan

jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat

karantina dan lama karantina secara berkala.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962

tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2

Page 50: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

44

Tahun 1962 tentang Karantina Udara, jenis penyakit

yang memerlukan tindakan karantina secara langsung

ditentukan dalam Undang-Undang tersebut, akan tetapi

dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan, penetapan jenis penyakit yang memerlukan

tindakan karantina didelegasikan kepada Pemerintah

dan pemerintah daerah. Penetapan tersebut harus

diumumkan dan dilakukan secara berkala. Konsekuensi

dari pengaturan ini, maka ketentuan mengenai

penetapan jenis penyakit yang ada di dalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut

dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara perlu dilakukan penyesuaian.

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah

Penyakit Menular

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Bab I,

Pasal 1 yang dimaksud wabah adalah kejadian

berjangkitnya status penyakit menular dalam

masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara

nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu

dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan petaka.

Sementara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit

Menular dalam Bab I, Pasal 1 (7) Kejadian Luar Biasa

(KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian

kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis

pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan

merupakan keadaan yang dapat menjurus pada

terjadinya wabah.

Page 51: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

45

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Bab V

Pasal 5 ayat 1 tentang Upaya penanggulangan Wabah

meliputi:

a. Penyelidikan epidemiologi;

b. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi

penderita termasuk karantina;

c. Pencegahan dan pengebalan;

d. Pemusnahan penyebab penyakit;

e. Penanganan jenazah akibat wabah;

f. Penyuluhan kepada masyarakat;

g. Upaya penanggulangan lainya.

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1991, Pasal 20 disebutkan bahwa upaya

penanggulangan KLB diperlakukan sama dengan upaya

penanggulangan wabah.

Upaya karantina dilakukan bila ada ancaman

kemungkinan penyebaran penyakit tersebut ke daerah

lain. Bahkan sangat dimungkinkan diilakukan karantina

wilayah bagi suatu daerah apabila memang dianggap

perlu. Upaya ini dilakukan untuk mencegah keluar

masuknya penyakit dari atau ke suatu daerah.

4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang

Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang

Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan mengatur

karantina sebagai upaya pencegahan masuk dan

tersebarnya hama dan penyakit hewan, ikan dan

tumbuhan.

Page 52: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

46

Dalam teori dinamika penyakit hewan, ikan dan

tumbuhan yang mengandung bahan berbahaya

termasuk bibit penyakit adalah merupakan faktor risiko

terjadinya masalah kesehatan bagi manusia, sehingga

pengaturan karantina hewan, ikan dan tumbuhan juga

harus memperhatikan aspek kesehatan manusia.

Dengan demikian pada implementasi dari Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut

dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun

1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

yang sebenarnya ada kemiripan dan saling

berhubungan, sehingga diperlukan koordinasi yang

berkesinambungan dari instansi yang menangani

kekarantinaan, baik dari Kementerian Kesehatan,

Kementerian Pertanian, maupun Kementerian Kelautan

dan Perikanan.

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992,

pemeriksaan terhadap dokumen dan media pembawa

penyakit hewan yang ada di atas kapal harus dilakukan

pada setiap kapal yang akan berlabuh. Tindakan

penolakan terhadap kapal baru dapat dilakukan apabila:

1) Setelah dilakukan pemeriksaan diatas alat angkut,

tertular hama dan penyakit hewan karantina, hama

dan penyakit ikan karantina atau tidak bebas dari

organisme pengganggu tumbuhan karantina tertentu

yang ditetapkan oleh Pemerintah, atau busuk, atau

rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang

pemasukannya;

2) Persyaratan: a) dilengkapi sertifikat kesehatan dan

Page 53: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

47

dari negara/area asal; b) melalui tempat-tempat

pemasukan yang telah ditetapkan; c) dilaporkan dan

serahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat

pemasukan untuk keperluan tindakan karantina;

tidak seluruhnya dipenuhi;

3) Setelah dilakukan penahanan pasca pemeriksaan

dokumen, keseluruhan persyaratan yang harus

dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan tidak

dapat dipenuhi; atau

4) Setelah diberi perlakuan diatas alat angkut, tidak

dapat disembuhkan dan/atau disucihamakan dari

hama dan penyakit hewan karantina.

Jadi secara kesisteman, “penolakan dari karantina

hewan" merupakan salah satu subsistem dari sistim

kesehatan hewan yang diatur di dalam Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 1992. Saat ini penyakit hewan dapat

mempengaruhi kesehatan manusia, oleh karena itu

tindakan karantina terhadap hewan, ikan dan tumbuhan

berkorelasi positif dengan karantina kesehatan.

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Keimigrasian.

Keimigrasian merupakan hal ihwal lalu lintas orang

yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia serta

pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya

kedaulatan negara. Dari pengertian tersebut dapat

dimaknai tegaknya kedaulatan dari aspek perlindungan

kesehatan masyarakat.

Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf f, menyatakan pejabat

imigrasi menolak orang asing masuk wilayah Indonesia

Page 54: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

48

dalam hal orang asing tersebut menderita penyakit

menular yang membahayakan kesehatan umum.

Kemudian dalam Pasal 13 ayat (2) disebutkan orang

asing yang ditolak masuk, ditempatkan dalam

pengawasan sementara menunggu proses pemulangan

yang bersangkutan.

Dalam Pasal 42 huruf f, disebutkan bahwa

permohonan visa ditolak dalam hal pemohon menderita

penyakit menular, gangguan jiwa, atau hal lain yang

dapat membahayakan kesehatan atau ketertiban umum.

Pengaturan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara

yang mewajibkan setiap orang untuk diisolasi dan

dirawat di rumah sakit bila menderita penyakit

karantina.

6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran

Dilihat dari tujuan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2008 tentang Pelayaran, disamping memperlancar

arus perpindahan orang dan/atau barang melalui

perairan dengan mengutamakan dan melindungi

angkutan di perairan dalam rangka memperlancar

perekonomian nasional, juga menjunjung kedaulatan

negara. Undang-Undang ini mengatur jenis angkutan

perairan dan angkutan laut, perizinan, kewajiban dan

tanggung jawab pengangkut, tata kepelabuhanan,

keselamatan dan keamanan pelayaran, kelaiklautan

Page 55: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

49

kapal, kenavigasian, syahbandar, perlindungan

lingkungan maritim, dan lain-lain.

Pada bab kepelabuhanan Pasal 79 dan Pasal 80

disebutkan bahwa kegiatan pemerintahan di pelabuhan

diselenggarakan secara terpadu dan terkoordinasi, yang

meliputi kegiatan :

a. pengaturan dan pembinaan, pengawasan kegiatan

kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan

pelayaran dan/atau

b. kepabeanan;

c. keimigrasian;

d. kekarantinaan.

Pada pasal 117, disebutkan keselamatan dan

keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya

persyaratan kelaiklautan kapal, yang meliputi antara lain

kesejahteraan dan kesehatan awak penumpang.

Pemenuhan tersebut dibuktikan dengan sertifikat atau

surat kapal, yang dalam pengertian undang-undang

karantina laut dan udara berupa dokumen kesehatan.

Pada pasal 127, sertifikat kapal tidak berlaku

apabila antara lain masa berlaku sudah berakhir, kapal

berubah nama, kapal berganti bendera. Sertifikat

dibatalkan apabila keterangan dalam dokumen kapal

yang digunakan untuk menerbitkan sertifikat ternyata

tidak sesuai dengan yang sebenarnya dan sertifikat

diperoleh secara tidak sah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dalam rangka

cegah tangkal penyakit karantina sudah sejalan dan

Page 56: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

50

mendapat dukungan dari ketentuan Undang-Undang

Pelayaran.

7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan memiliki kemiripan dalam substansi

pengaturannya dengan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pada pasal 226

mengatur kegiatan pemerintahan di bandar udara

meliputi:

a. pembinaan kegiatan penerbangan;

b. kepabeanan;

c. keimigrasian; dan

d. kekarantinaan.

Fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga

sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962

tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1962 tentang Karantina Udara.

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006

Pada pasal 10B, disebutkan barang impor yang

dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau

pelintas batas ke dalam daerah pabean pada saat

kedatangannya wajib diberitahukan kepada pejabat bea

dan cukai. Pada pasal 11A, disebutkan barang yang

Page 57: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

51

akan diekspor wajib diberitahukan dengan

pemberitahuan pabean.

Kemudian dalam pasal 53 ayat (1) disebutkan:

untuk kepentingan pengawasan untuk kepentingan

larangan dan pembatasan, instansi teknis yang

menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan

atas impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada

Menteri. Pada pasal 53 ayat (3) disebutkan: semua

barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi

syarat untuk diimpor atau diekspor, jika telah

diberitahukan dengan pemberitahuan pabean atas

permintaan importir atau eksportir; dibatalkan

ekspornya; diekspor kembali; atau dimusnahkan

dibawah pengawasan pejabat bea dan cukai kecuali

terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengawasan terhadap barang impor atau ekspor

yang mempunyai potensi risiko kesehatan masyarakat

seperti terkontaminasi virus, bakteri dan NUBIKA, dapat

dilakukan melalui pemusnahan guna mencegah

penyebaran atau penularan. Hal ini sejalan dengan

prinsip dari penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji

Dalam pasal 6 disebutkan pemerintah berkewajiban

melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan

dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan

ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan

Page 58: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

52

kesehatan, keamanan dan hal-hal lain yang diperlukan

oleh jemaah haji.

Pada bab VIII tentang kesehatan, pasal 31

disebutkan pembinaan dan pelayanan kesehatan ibadah

haji baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan

penyelenggaraan ibadah haji dilakukan oleh Menteri

yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang

kesehatan. Terkait dengan penyelenggaraan cegah

tangkal penyakit, Arab Saudi merupakan daerah tempat

berkumpulnya umat muslim seluruh dunia sehingga

berpotensi menimbulkan berbagai penyakit menular,

maka diwajibkan vaksinasi dan diberikan sertifikat ICV

(international certificate of vaccination or prophylaxis) bagi

setiap calon jemaah haji/umroh. Hal ini masih sejalan

dengan tujuan karantina kesehatan yaitu dalam rangka

cegah tangkal penyakit.

Page 59: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

53

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis pembentukan undang-undang

kekarantinaan kesehatan adalah:

1. Sesuai dengan tugas konstitusional Pemerintah Negara

Republik Indonesia yang termaktub dalam Alinea Kedua

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1945 yaitu “….. melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial …”, yang dalam konteks

kekarantinaan kesehatan pada hakikatnya adalah

melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya penyakit

menular dan bahaya faktor risiko kesehatan lainnya.

Disamping itu berarti pula negara menjalankan tugas ikut

melaksanakan ketertiban dunia dengan cara menjalankan

segala kewajiban negara sebagaimana diamanatkan dalam

IHR.

2. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai

dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1945 menjamin “setiap orang berhak

Page 60: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

54

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta

berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Hal ini dapat

diwujudkan dengan melaksanakan berbagai upaya

kesehatan baik preventif, promotif, kuratif maupun

rehabilitatif yang diarahkan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

4. Universal Declaration of Bioethics and Human Rights

memutuskan bahwa perlu dan sudah waktunya bangsa

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional

untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia

yang merupakan prinsip-prinsip universal. Hal ini lebih

mengemuka setelah terjadinya kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang justru mengakibatkan

penderitaan umat manusia akibat pelaku-pelaku yang

tidak memahami masalah bioetika dan hak azasi

manusia. Kemajuan ilmu dan teknologi dapat

disalahgunakan untuk menyebarkan virus, kuman,

NUBIKA yang akan mengganggu kedamaian hidup antar

manusia melalui perang, bioterorisme, penyalahgunaan

kekuasaan, perdagangan yang tidak etis (komersialisasi)

antar negara, antar pulau dan antar wilayah yang pada

gilirannya dapat membahayakan kesehatan manusia

melalui penularan di tempat-tempat yang strategis. Hal ini

memunculkan adanya kewajiban suatu negara untuk

melindungi rakyat dan bangsanya.

Page 61: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

55

B. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis pembentukan undang-undang

kekarantinaan kesehatan adalah:

1. Kuman dan virus maupun mikroorganisme lainnya secara

alami mengalami perubahan yang cepat seiring dengan

perubahan iklim, teknologi dan lingkungan, sehingga

menimbulkan penyakit baru dan atau penyakit lama yang

muncul kembali dengan kemampuan penyebaran yang

lebih besar. Dengan demikian upaya pengendalian/

pemberantasannya makin sulit karena harus makin

komprehensif dan membutuhkan biaya yang besar

mengingat ruang lingkup sangat luas baik geografis,

waktu, maupun orang/masyarakat. Hal ini dapat

dikategorikan sebagai bencana nasional bahkan

internasional.

2. Di era perdagangan bebas dan kemajuan teknologi

transportasi, akan menyebabkan pergeseran epidemiologi

penyakit. Hal ini ditandai dengan penyebaran kejadian

penyakit dari satu benua ke benua lainnya, melalui

mobilitas orang dan barang yang membawa atau

terkontaminasi bibit penyakit dan faktor risiko kesehatan.

Disamping itu perubahan kuman dan virus baik secara

alami maupun secara rekayasa teknologi menimbulkan

risiko kesehatan secara global. Antisipasi risiko ini telah

diatur dalam IHR 2005 yang bertujuan mencegah,

melindungi dan mengendalikan penyebaran penyakit

lintas negara, yang bila Indonesia tidak melaksanakannya

akan dikucilkan dari pergaulan internasional.

Page 62: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

56

3. Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki

banyak pelabuhan laut, udara dan pos lintas batas darat

yang potensial dalam penyebaran penyakit menular serta

masuk keluarnya faktor risiko kesehatan termasuk

bahaya NUBIKA yang semuanya dapat berpotensi PHEIC.

4. Kekarantinaan Kesehatan pada hakekatnya bertujuan

untuk melakukan cegah tangkal melalui seminimal

mungkin melakukan pembatasan dan semaksimal

mungkin memberikan perlindungan. Di dalam

kekarantinaan kesehatan terdapat tindakan karantina

yang merupakan tindakan penahanan (pembatasan gerak)

orang yang apabila tidak dilandasi dengan kejelasan

kewenangan terhadap pelaksanaannya dapat

dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Untuk itu negara

memiliki kewajiban untuk menjaga keseimbangan antara

kepentingan menjaga kesehatan masyarakat dengan

kepentingan penghormatan terhadap HAM. Berkaitan

dengan kewajiban negara tersebut maka perlu adanya

peraturan perundang-undangan tentang Kekarantinaan

Kesehatan yang bertujuan untuk melindungi kesehatan

masyarakat sebagai penyandang HAM.

C. Landasan Yuridis

Landasan yuridis pembentukan undang-undang

kekarantinaan kesehatan adalah :

1. Dalam IHR 2005 disebutkan bahwa seluruh negara

anggota Organisasi Kesehatan Dunia harus mampu

mendeteksi dan merespon secara dini seluruh kejadian

yang berpotensi PHEIC.

Page 63: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

57

Salah satu upaya merespon secara dini adalah dengan

melaksanakan tindakan kekarantinaan kesehatan di

pintu masuk dan di wilayah. Sebagai negara anggota

Organisasi Kesehatan Dunia, Indonesia menerima dan

melaksanakan IHR 2005 sejak tanggal 15 Juni 2007.

2. Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini yaitu

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina

Laut, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara sudah tidak relevan lagi dengan

perkembangan penyakit dan teknologi, karena belum

mengakomodir penanggulangan PHEIC dan belum

mengatur secara tegas tentang kekarantinaan kesehatan,

sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina

Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara juga harus menyesuaikan dengan

peraturan perundang-undangan lain misalkan Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang

mengatur kewajiban pemerintah menyelenggarakan upaya

kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984

tentang Wabah Penyakit Menular dan Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang

Penanggulangan Wabah Penyakit Menular yang mengatur

penyakit menular yang potensial wabah dan upaya

penanggulangannya termasuk diantaranya tindakan

karantina serta peraturan perundang-undangan lainnya

yang terkait dengan kekarantinaan kesehatan.

Page 64: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

58

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG

A. Sasaran

Penggantian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962

tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1962 tentang Karantina Udara yang ditetapkan dengan

mempertimbangkan pemberlakuan ISR 1958. Oleh karena

ISR 1958 telah berubah beberapa kali dan terakhir

diberlakukan IHR 2005 pada 15 Juni 2007, maka sebagai

anggota Badan Kesehatan Dunia (WHO), Pemerintah

Indonesia memandang perlu melakukan penggantian

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

kekarantinaan kesehatan dalam rangka melindungi

masyarakat dan kedaulatan negara agar Indonesia mampu

melaksanakan cegah tangkal penyakit menular potensial

wabah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Dengan demikian Indonesia telah ikut memelihara dan

menjaga agar tidak timbul kedaruratan kesehatan

masyarakat di dalam negeri dan potensi timbulnya

kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia

(PHEIC). Pembentukan Undang-Undang tentang

Kekarantinaan Kesehatan yang baru ini diselaraskan dengan

berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait.

B. Arah dan Jangkauan Pengaturan

Pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang

Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962

tentang Karantina Udara hanya mengatur tindakan karantina

Page 65: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

59

kesehatan di pintu masuk, yaitu di pelabuhan dan bandar

udara, terhadap penyakit karantina. Selaras dengan amanat

IHR 2005, maka substansi yang dimuat dalam naskah

akademik RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan mengatur

pula kekarantinaan kesehatan di wilayah dan pos lintas batas

darat negara, di samping kekarantinaan kesehatan di

pelabuhan dan bandar udara.

C. Ruang Lingkup Materi Muatan

1. Ketentuan Umum

1) Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah

dan menangkal keluar atau masuknya penyakit

dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang

berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat.

2) Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian

kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa

dengan ditandai penyebaran penyakit menular

dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi

nuklir, pencemaran biologi, dan kontaminasi kimia

(NUBIKA), dan pangan yang menimbulkan bahaya

kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah

atau lintas negara.

3) Pintu Masuk adalah tempat masuk dan keluarnya

alat angkut, orang, serta barang, baik berbentuk

bandar udara, pelabuhan, maupun pos lintas batas

darat atau laut negara.

Page 66: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

60

4) Alat Angkut adalah kapal, pesawat udara, dan

kendaraan darat yang digunakan dalam melakukan

perjalanan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

5) Barang adalah produk nyata, hewan, tumbuhan, dan

jenazah/abu jenazah yang dibawa dan/atau dikirim

melalui perjalanan, termasuk benda/alat yang

digunakan dalam alat angkut.

6) Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau

pemisahan seseorang yang terpapar penyakit

menular sebagaimana ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan meskipun belum menunjukkan

gejala apapun atau sedang berada dalam masa

inkubasi, dan pemisahan peti kemas, alat angkut,

atau barang apapun yang diduga terkontaminasi dari

orang dan/atau barang yang mengandung penyebab

penyakit atau kontaminan lain untuk mencegah

kemungkinan penyebaran ke orang dan/atau barang

di sekitarnya.

7) Isolasi adalah pemisahan orang sakit dari orang

sehat yang dilakukan di fasilitas pelayanan

kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan

perawatan.

8) Karantina Rumah adalah pembatasan penghuni

dalam suatu rumah beserta isinya yang diduga

terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi

sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan

penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Page 67: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

61

9) Karantina Rumah Sakit adalah pembatasan

seseorang dalam rumah sakit yang diduga terinfeksi

penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa

untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit

atau kontaminasi.

10) Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk

dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk

beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit

dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk

mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau

kontaminasi.

11) Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah

pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam

suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit

dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk

mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau

kontaminasi.

12) Status Karantina adalah keadaan alat angkut, orang,

dan barang yang berada di suatu tempat untuk dapat

menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan.

13) Zona Karantina adalah area atau tempat tertentu

untuk dapat menyelenggarakan tindakan

Kekarantinaan Kesehatan.

14) Persetujuan Karantina Kesehatan adalah surat

pernyataan yang diberikan oleh pejabat karantina

kesehatan kepada penanggung jawab alat angkut

yang berupa pernyataan persetujuan karantina bebas

atau persetujuan karantina terbatas.

Page 68: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

62

15) Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis

tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin,

tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda

termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis,

kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung

dan bangunan terapung yang tidak berpindah-

pindah.

16) Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang

dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari

reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara

terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk

penerbangan.

17) Kendaraan Darat adalah suatu sarana angkut di

darat yang terdiri atas Kendaraan Bermotor termasuk

kendaraan yang berjalan di atas rel dan Kendaraan

Tidak Bermotor.

18) Awak Kapal yang selanjutnya disebut Awak adalah

orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal

oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan

tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang

tercantum dalam buku sijil.

19) Personel Kabin yang selanjutnya disebut Personel

adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas

pesawat udara oleh pemilik atau operator pesawat

udara untuk melakukan tugas di atas pesawat udara.

20) Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang

menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai

wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 69: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

63

21) Kapten Penerbang adalah penerbang yang ditugaskan

oleh perusahaan atau pemilik pesawat udara untuk

memimpin penerbangan dan bertanggung jawab

penuh terhadap keselamatan penerbangan selama

pengoprasian pesawat udara sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

22) Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan

dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu

sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan

pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat

kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau

bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat

berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan

penunjang pelabuhan serta sebagai tempat

perpindahan intra dan antarmoda transportasi.

23) Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau

perairan dengan batas-batas tertentu yang

digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat

dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar

muat barang, dan tempat perpindahan intra dan

antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan

fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan,

serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

24) Pos Lintas Batas Darat Negara adalah pintu masuk

orang, barang, dan alat angkut melalui darat lintas

negara.

Page 70: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

64

25) Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan adalah

kegiatan pemeriksaan dokumen karantina kesehatan

dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap alat

angkut, orang, serta barang oleh pejabat karantina

kesehatan.

26) Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat adalah hal,

keadaan, atau peristiwa yang dapat mempengaruhi

kemungkinan timbulnya pengaruh buruk terhadap

kesehatan masyarakat.

27) Terjangkit adalah kondisi seseorang yang menderita

penyakit yang dapat menjadi sumber penular

penyakit yang berpotensi menyebabkan kedaruratan

kesehatan masyarakat.

28) Terpapar adalah kondisi orang/barang/alat angkut

yang terpajan, terkontaminasi, dalam masa inkubasi,

insektasi, pestasi, ratisasi (tertikuskan) termasuk

kimia dan radiasi.

29) Pejabat Karantina Kesehatan adalah Pegawai Negeri

Sipil yang bekerja di bidang kesehatan yang diberi

kewenangan oleh Menteri untuk melaksanakan

Kekarantinaan Kesehatan.

30) Dokumen Karantina Kesehatan adalah surat

keterangan kesehatan yang dimiliki setiap alat

angkut, orang, dan barang yang memenuhi

persyaratan baik nasional maupun internasional.

31) Setiap Orang adalah orang perseorangan dan/atau

badan, baik yang berbentuk badan hukum maupun

tidak berbadan hukum.

Page 71: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

65

32) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kekarantinaan

Kesehatan yang selanjutnya disebut PPNS

Kekarantinaan Kesehatan adalah pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh Undang-Undang ini untuk melakukan

penyidikan tindak pidana di bidang Kekarantinaan

Kesehatan.

33) Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut

Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang

memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

34) Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau

Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah.

35) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

2. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan

Kekarantinaan kesehatan diselenggarakan oleh

pemerintah dan pemerintah daerah dalam rangka

perlindungan kesehatan masyarakat dari penyakit

dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang

berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat melalui upaya kekarantinaan di pintu

masuk dan di wilayah. Pemerintah bertanggung jawab

dalam pelaksanaan kekarantinaan kesehatan di pintu

masuk dan di wilayah.

Page 72: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

66

Pemerintah daerah memberikan dukungan dan terlibat

secara penuh dalam pelaksanaan kekarantinaan

kesehatan.

Pada dasarnya setiap orang mempunyai hak

memperoleh perlakuan yang sama dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, yaitu

mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai

kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan

kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina.

Sebaliknya, setiap orang berkewajiban mematuhi dan

turut serta sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

Kekarantinaan kesehatan di pintu masuk dan di

wilayah dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi

yang didukung oleh jaringan informasi yang cepat dan

akurat sehingga dapat terlaksana tindakan karantina

yang efektif dan efisien. Pelaksanaan kekarantinaan

kesehatan merupakan bagian integral dari tugas dan

fungsi yang tergabung dalam karantina-imigrasi-bea

cukai (quarantine-immigration-customs), yang berlaku

secara internasional sehingga diperlukan jejaring kerja

antar pemangku kepentingan, seperti:

a. Otoritas Kesehatan

b. Imigrasi

c. Bea dan Cukai

d. Syahbandar, Otoritas Pelabuhan, Otoritas Bandar

Udara, Navigasi

e. Pengelola pintu masuk: Angkasa Pura, Pelindo

f. Karantina Pertanian

g. Karantina Ikan

Page 73: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

67

h. TNI dan POLRI

i. Assosiasi pelayaran

j. Assosiasi penerbangan

k. Pemerintah Daerah: dinas-dinas terkait (Dinas

Kesehatan dan lain-lain)

l. Sarana Pelayanan Kesehatan: Rumah Sakit, poliklinik

dan lain-lain

m. Badan-badan Nasional dan internasional terkait

n. LSM, Swasta, Organisasi Profesi

o. Tokoh masyarakat

Dukungan berbagai pihak tersebut di atas diatur

dalam peraturan perundang-undangan dalam

pelaksanaan di lapangan mengikuti sistem komando dan

koordinasi di bawah penanggungjawab pelaksanaan

kekarantinaan kesehatan setempat yang telah ditetapkan

oleh Pemerintah. Semua petugas dari berbagai pihak

tersebut di atas, dalam melaksanakan upaya

kekarantinaan kesehatan mendapat jaminan

perlindungan dari Pemerintah.

Guna menjamin penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan yang berhasil dan berdaya guna, perlu

didukung oleh infrastruktur yang memadai dalam

bentuk pengorganisasian, sumber daya, jaringan

informasi, serta peraturan pelaksanaannya. Dalam

pengorganisasian, Pemerintah melalui Kementerian

Kesehatan membentuk unit kerja utama guna

menyiapkan dan menyelenggarakan kebijakan teknis

kekarantinaan kesehatan. Dalam pelaksanaan di

lapangan yaitu di pintu masuk dilaksanakan oleh unit

pelaksana teknis sebagai otoritas kesehatan masyarakat,

Page 74: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

68

sedangkan di wilayah dapat dilaksanakan oleh dinas

kesehatan. Organisasi penyelenggara kekarantinaan

kesehatan mempunyai kewenangan dalam

melaksanakan cegah tangkal penyebaran penyakit, baik

secara lokal di wilayah, antar wilayah, maupun antar

negara.

a. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu

Masuk

Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di

pintu masuk merupakan implementasi upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perorangan di lingkungan pintu masuk (pelabuhan,

bandar udara, pos lintas batas darat negara), terhadap

pelaku perjalanan, alat angkut, dan barang, serta

masyarakat yang beraktifitas di pintu masuk.

Kegiatan kekarantinaan kesehatan mencakup

surveilans kesehatan dan tindakan respon yang

didukung oleh upaya kesehatan lingkungan,

pelayanan kesehatan terbatas, dan tindakan

pendukung operasional lainnya. Penyelenggaraan

kekarantinaan kesehatan ini merupakan bagian

integral dari seluruh aktifitas di pintu masuk yang

menjadi tanggung jawab pengelola serta otoritas

pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat

negara.

Pengelola alat angkut sesuai ketentuan yang

berlaku wajib mematuhi dan memenuhi seluruh

kegiatan kekarantinaan kesehatan dalam rangka

Page 75: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

69

pelaksanaan peraturan perundang-undangan, baik

yang berlaku secara nasional maupun internasional.

1) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di

Pelabuhan

Kegiatan kekarantinaan kesehatan di

lingkungan pelabuhan, alat angkut, pelaku

perjalanan, dan masyarakat yang beraktifitas di

pelabuhan merupakan tugas dan tanggung jawab

otoritas kesehatan masyarakat.

Kegiatan pada lingkungan pelabuhan pada

dasarnya merupakan kegiatan rutin dalam rangka

peningkatan kesehatan yang mencakup upaya

kesehatan lingkungan, surveilans kesehatan,

pelayanan kesehatan terbatas, dan kegiatan

pendukung operasional. Sedangkan dalam rangka

pemeriksaan alat angkut sesuai dengan ketentuan

internasional dilakukan dengan pemeriksaan

sebagaimana diuraikan di bawah ini.

a) Keberangkatan Kapal

(1) Pengawasan orang

Penumpang dan awak kapal yang akan

melakukan perjalanan internasional ke

negara terjangkit harus memiliki dokumen

karantina kesehatan berupa Sertifikat

Vaksinasi Internasional yang disyaratkan

oleh negara tujuan. Bagi penumpang dan

awak kapal yang sakit harus memiliki surat

kesehatan izin layar yang dikeluarkan oleh

Page 76: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

70

dokter karantina kesehatan di pelabuhan

untuk mengidentifikasi apakah berpenyakit

yang dapat menyebabkan PHEIC atau tidak.

(2) Pengawasan barang

Pengawasan dan pemeriksaan terhadap

barang yang dibawa oleh pelaku perjalanan,

terutama terhadap barang yang mempunyai

faktor risiko sumber penularan penyakit.

Petugas karantina kesehatan melakukan

pengawasan:

a. Obat, Makanan, Kosmetika dan Alat

Kesehatan serta Bahan Adiktif lainnya

(OMKABA) ekspor bekerja sama dengan

Bea Cukai untuk melakukan pemeriksaan

dokumen kesehatan OMKABA dan

pemeriksaan fisik.

b. Dokumen penyebab kematian jenazah

yang akan diangkut melalui kapal.

(3) Pengawasan kapal

Kapal yang berangkat untuk perjalanan

internasional harus menunjukkan dokumen

kesehatan kapal yang dipersyaratkan.

Sebagai dasar pertimbangan utama

untuk diberikannya Surat Izin Karantina

Kesehatan Berlayar (Port Health Quarantine

Clearance/PHQC), harus melengkapi

dokumen berupa Ship Sanitation Exemption

Control Certificate (SSCEC)/Ship Sanitation

Page 77: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

71

Control Certificate (SSCC), One Month

Extension Certificate, Sailling permit, Buku

Kesehatan Kapal, Health Alert Card (HAC),

International Certificate of Vaccination or

Prophylaxis (ICV), Cargo list, Passenger list,

Crew list, Sertifikat P3K kapal, General Nil

List, Port Health Quarantine Clearance.

Untuk mencegah keluarnya alat angkut, orang,

dan barang yang berasal dari wilayah dan/atau

pernah singgah dalam 7 (tujuh) hari terakhir di

wilayah yang memiliki akses episenter PHEIC di

pintu masuk wilayah pelabuhan dilakukan melalui

kerja sama dengan TNI/POLRI dan security

pelabuhan. Jika ditemukan orang yang berasal dari

wilayah episenter PHEIC atau pernah singgah di

wilayah episenter PHEIC, maka dapat dipulangkan

ke wilayah asalnya atau dilakukan tindakan

karantina.

Jika ditemukan orang dengan gejala atau tanda

yang mengarah kepada penyakit penyebab PHEIC,

maka dilakukan wawancara dan pemeriksaan di

ruang khusus. Apabila dinyatakan kasus/suspek

penyakit penyebab PHEIC, maka orang tersebut

dirujuk ke rumah sakit rujukan. Selanjutnya

terhadap kapal dan barang yang berasal dari

episenter PHEIC tidak diperbolehkan memasuki

wilayah pelabuhan dan dilakukan tindakan

penyehatan.

Page 78: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

72

Adapun penumpang yang sehat dan bukan

berasal dari episenter PHEIC, maka diperbolehkan

melanjutkan perjalanan dengan membawa kartu

kewaspadaan kesehatan. Dengan demikian, kepada

pengelola pelabuhan diwajibkan menyediakan

fasilitas untuk penyelenggaraan karantina

kesehatan, seperti asrama karantina, ruang khusus

wawancara dan pemeriksaan.

b) Kedatangan Kapal

Ditujukan terhadap alat angkut, orang dan

barang melalui pemeriksaan rutin kekarantinaan.

Kegiatan ini meliputi pemeriksaan kelengkapan

dokumen kesehatan kapal dan pemeriksaan faktor

risiko merupakan dasar pertimbangan utama untuk

diberikannya Persetujuan Karantina Bebas (Free

Pratique).

Untuk memperoleh Persetujuan Karantina

Bebas, nakhoda kapal harus menyampaikan

permohonan kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan.

Seluruh kapal yang datang dari luar negeri berada

dalam karantina dan mematuhi tanda-tanda/

isyarat karantina kapal yang ditetapkan dalam

undang-undang yaitu:

(1) Kapal berada dalam karantina (lepas jangkar di

zona karantina).

(2) Kapal harus menaikkan isyarat karantina:

(a) Pada siang hari menaikan bendera Q

(kuning).

Page 79: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

73

(b) Pada malam hari dua lampu putih yang

satu ditempatkan diatas yang lain dengan

jarak 2 meter yang tampak dari jarak 2

mil.

(3) Nakhoda kapal yang berada dalam karantina

dilarang menurunkan orang, barang, tanaman

dan hewan sebelum memperoleh surat izin

karantina

(4) Nakhoda kapal menyampaikan permohonan

untuk memperoleh suatu izin atau

memberitahukan suatu keadaan kapal dengan

suatu isyarat karantina:

Siang hari :

(a) Bendera Q artinya kapal saya sehat atau

saya minta izin karantina.

(b) Bendera Q diatas panji pengganti ke satu:

Kapal saya tersangka.

(c) Bendera Q diatas bendera L kapal saya

terjangkit.

Malam hari :

Lampu merah diatas lampu putih dengan jarak

maksimum 1,8 meter: Saya belum mendapat

izin karantina.

Dalam hal kapal datang dari daerah

episenter PHEIC, maka agen kapal

berkewajiban memberitahukan kepada KKP

mengenai waktu kedatangan dan asal

kedatangan kapal dari daerah episenter PHEIC.

Page 80: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

74

Di samping itu, agen kapal juga meminta

kapten kapal untuk menyiapkan semua

dokumen kesehatan yang dipersyaratkan oleh

pemerintah Republik Indonesia. Setelah kapal

datang di pelabuhan, kapal masuk ke dalam

zona karantina untuk dilakukan pengawasan

kekarantinaan kesehatan.

Dalam melakukan pengawasan

kekarantinaan kesehatan kapal yang datang

dari wilayah episenter PHEIC diterapkan

prosedur sebagai berikut :

(1) Kapal berada dalam karantina (lepas

jangkar di zona karantina).

(2) Kapal harus menaikan isyarat karantina

(a) Pada siang hari menaikan bendera Q

(kuning).

(b) Pada malam hari dua lampu putih

yang satu ditempatkan diatas yang lain

dengan jarak 2 meter yang tampak dari

jarak 2 mil.

(3) Nakhoda kapal yang berada dalam

karantina dilarang menurunkan orang,

barang, tanaman dan hewan sebelum

memperoleh surat izin karantina.

(4) Nakhoda kapal menyampaikan permohonan

untuk memperoleh suatu izin atau

memberitahukan suatu keadaan kapal

dengan suatu isyarat karantina:

Page 81: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

75

Siang hari:

(a) Bendera Q artinya kapal saya sehat atau

saya minta izin karantina.

(b) Bendera Q diatas panji pengganti ke satu:

Kapal saya tersangka.

(c) Bendera Q diatas bendera L kapal saya

terjangkit.

Malam hari:

Lampu merah diatas lampu putih dengan jarak

maksimum 1,8 meter: Saya belum mendapat

izin karantina.

Apabila hasil pengawasan tidak ada

ABK/penumpang yang berpenyakit menular

atau tidak ditemukan faktor risiko di atas

kapal, maka kepada kapal diberikan

persetujuan karantina bebas (free pratique) dan

kapal diperbolehkan melakukan aktivitas

bongkar muat barang/penumpang.

Sementara itu bagi penumpang yang sehat

diperbolehkan melanjutkan perjalanan dengan

membawa kartu kewaspadaan kesehatan.

Jika ditemukan orang dengan gejala

mengarah PHEIC, maka dilakukan wawancara

dan pemeriksaan di ruang khusus. Apabila

dinyatakan kasus/suspek penyakit penyebab

PHEIC, maka orang tersebut dirujuk ke rumah

sakit rujukan. Selanjutnya terhadap kapal dan

barang yang berasal dari episenter PHEIC tidak

diperbolehkan memasuki wilayah pelabuhan

dan dilakukan tindakan penyehatan.

Page 82: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

76

Kemudian kepada pengelola pelabuhan

diwajibkan menyediakan fasilitas untuk

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan,

seperti ruang karantina, ruang khusus

wawancara dan pemeriksaan.

2) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di

Bandar Udara

Kegiatan kekarantinaan kesehatan di

lingkungan bandar udara, alat angkut, pelaku

perjalanan, dan masyarakat yang beraktifitas di

bandar udara merupakan tugas dan tanggung

jawab otoritas kesehatan masyarakat.

Mengingat situasi dan kondisi bandar udara

yang memerlukan pelayanan yang serba cepat dan

tepat, maka dalam pelaksanaan kegiatan pada

lingkungan bandar udara menyesuaikan dengan

kondisi tersebut, meskipun pada dasarnya

kegiatannya relatif sama dengan di pelabuhan.

Kegiatan rutin dalam rangka peningkatan

kesehatan di bandar udara mencakup upaya

kesehatan lingkungan, surveilans kesehatan,

pelayanan kesehatan terbatas, dan kegiatan

pendukung operasional. Sedangkan dalam rangka

pemeriksaan alat angkut sesuai dengan ketentuan

internasional dilakukan dengan pemeriksaan

sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Page 83: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

77

a) Keberangkatan pesawat udara

Dalam rangka deteksi dini faktor risiko

yang dapat menimbulkan KKMMD/PHEIC,

pejabat karantina kesehatan melakukan

kegiatan terhadap:

(1) Pengawasan orang

Semua penumpang dan kru yang akan

melakukan perjalanan internasional ke

negara terjangkit harus memiliki dokumen

karantina kesehatan berupa Sertifikat

Vaksinasi Internasional yang disyaratkan

oleh negara tujuan. Bagi penumpang dan

kru yang sakit harus memiliki surat

kesehatan laik terbang yang dikeluarkan

oleh dokter karantina kesehatan di bandar

udara untuk mengidentifikasi apakah

berpenyakit yang dapat menyebabkan PHEIC

atau tidak.

(2) Pengawasan barang

Dalam melakukan pengawasan barang

dilakukan pemeriksaan terhadap semua

barang, terutama barang yang mempunyai

faktor risiko sumber penularan penyakit.

Pejabat karantina kesehatan melakukan

pengawasan:

(a) Obat, Makanan, Kosmetika dan Alat

Kesehatan serta Bahan Adiktif lainnya

(OMKABA) ekspor bekerja sama dengan

Bea Cukai untuk melakukan

Page 84: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

78

pemeriksaan dokumen kesehatan

OMKABA dan pemeriksaan fisik.

(b) Dokumen penyebab kematian jenazah

yang akan diangkut melalui pesawat.

(3) Pengawasan pesawat

Pesawat yang berangkat untuk

perjalanan internasional harus

menunjukkan dokumen karantina kesehatan

bagi pesawat, meliputi Health Part of Aircraft

General Declaration (HPAGD), Sertifikat

Sanitasi Pesawat, Sertifikat Disinseksi

Pesawat, dan Sertifikat P3K Pesawat.

Dokumen karantina kesehatan bagi pesawat

dikeluarkan oleh pejabat karantina

kesehatan, kecuali HPAGD.

Untuk mencegah keluarnya alat angkut,

orang, dan barang yang berasal dari wilayah

dan/atau pernah singgah dalam 7 (tujuh) hari

terakhir di wilayah yang memiliki akses

episenter PHEIC di pintu masuk wilayah bandar

udara dilakukan melalui kerja sama dengan

TNI/POLRI dan security bandar udara. Jika

ditemukan orang yang berasal dari wilayah

episenter PHEIC atau pernah singgah di wilayah

episenter PHEIC, maka dapat dipulangkan ke

wilayah asalnya atau dilakukan tindakan

karantina.

Page 85: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

79

Jika ditemukan orang dengan gejala atau

tanda yang mengarah kepada penyakit penyebab

PHEIC, maka dilakukan wawancara dan

pemeriksaan di ruang khusus. Apabila

dinyatakan kasus/suspek penyakit penyebab

PHEIC, maka orang tersebut dirujuk ke rumah

sakit rujukan. Selanjutnya terhadap alat angkut

dan barang yang berasal dari episenter PHEIC

tidak diperbolehkan memasuki wilayah bandar

udara dan dilakukan tindakan penyehatan.

Adapun penumpang yang sehat dan bukan

berasal dari episenter PHEIC, maka

diperbolehkan melanjutkan perjalanan dengan

membawa kartu kewaspadaan kesehatan.

Dengan demikian, kepada pengelola bandar

udara diwajibkan menyediakan fasilitas untuk

penyelenggaraan karantina kesehatan, seperti

ruang karantina, ruang khusus wawancara dan

pemeriksaan.

b) Kedatangan pesawat

(1) Pengawasan orang

Penumpang dan kru yang datang dari

negara terjangkit harus memiliki dokumen

karantina kesehatan berupa Sertifikat

Vaksinasi Internasional yang disyaratkan

oleh WHO. Bagi penumpang dan kru yang

sakit dilakukan pemeriksaan dan

pengobatan di poliklinik karantina

kesehatan.

Page 86: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

80

(2) Pengawasan barang

Pengawasan dan pemeriksaan terhadap

barang yang dibawa oleh pelaku perjalanan,

terutama barang yang mempunyai faktor

risiko sumber penularan penyakit. Petugas

karantina kesehatan melakukan

pengawasan:

a. Obat, Makanan, Kosmetika dan Alat

Kesehatan serta Bahan Adiktif lainnya

(OMKABA) impor bekerja sama dengan Bea

Cukai untuk melakukan pemeriksaan

dokumen kesehatan OMKABA dan

pemeriksaan fisik.

b. Dokumen penyebab kematian jenazah

yang dibawa dengan pesawat.

(3) Pengawasan pesawat

Pesawat yang datang dari perjalanan

internasional harus menunjukkan dokumen

kesehatan pesawat yang dipersyaratkan

meliputi Health Part of Aircraft General

Declaration (HPAGD), Sertifikat Sanitasi

Pesawat, Sertifikat Disinseksi Pesawat, dan

Sertifikat P3K pesawat.

Dalam hal pesawat udara datang dari

Bandar udara yang mempunyai akses dengan

wilayah episenter PHEIC atau wilayah terjangkit,

maka pesawat parkir di zona karantina atau

isolated parking.

Page 87: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

81

Petugas Karantina Kesehatan boarding ke

pesawat untuk memeriksa Health Part of Aircraft

General Declaration (HPAGD) apakah ada

penumpang atau kru yang berpenyakit menular.

Apabila tidak ada penumpang yang

berpenyakit menular, maka petugas

mengarahkan penumpang untuk turun melewati

jalur yang telah ditentukan dan memeriksa

kartu kewaspadaan kesehatan yang telah

dibagikan di bandar udara sebelumnya.

Apabila ditemukan kasus suspek PHEIC

maka penumpang langsung dibawa ke unit

pelayanan kesehatan khusus Karantina

Kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan medik

dan selanjutnya dirujuk ke RS Rujukan.

Penumpang yang berada di lokasi dekat dengan

suspek PHEIC di dalam pesawat dilakukan

tindakan karantina.

Setelah seluruh kru dan penumpang turun

dari pesawat dilakukan tindakan penyehatan

terhadap pesawat dan barang sesuai prosedur

disinfeksi dan disinseksi pesawat. Pengelola

bandar udara diwajibkan menyediakan zona

karantina atau isolated parking bagi pesawat

yang datang dari negara terjangkit.

Page 88: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

82

3) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di

Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN)

Kegiatan kekarantinaan kesehatan di

lingkungan PLBDN, alat angkut, pelaku

perjalanan, dan masyarakat yang beraktifitas di

PLBDN yang secara resmi diakui oleh dua negara,

merupakan tugas dan tanggung jawab otoritas

kesehatan masyarakat. Kegiatan pada lingkungan

PLBDN pada dasarnya merupakan kegiatan rutin

dalam rangka peningkatan kesehatan yang

mencakup upaya kesehatan lingkungan, surveilans

kesehatan, pelayanan kesehatan terbatas, dan

kegiatan pendukung operasional.

Sedangkan dalam rangka pemeriksaan alat

angkut sesuai dengan ketentuan internasional

dilakukan dengan pemeriksaan sebagaimana

diuraikan di bawah ini.

a) Keberangkatan Kendaraan Darat

Pemeriksaan kendaraan darat, orang dan

barang dilakukan secara terus menerus

terhadap keberangkatan kendaraan darat

dengan cara pemeriksaan dokumen kesehatan

dengan memperhatikan apakah ada tidaknya

penumpang/awak yang menderita sakit yang

berpotensi PHEIC.

Dokumen Karantina Kesehatan yang

diisyaratkan oleh pemerintah Republik

Indonesia di bidang kesehatan berupa Surat

keterangan Hapus Serangga, Sertifkat

Page 89: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

83

Disinfeksi, Surat Keterangan Kesehatan

OMKABA untuk barang serta Sertifikat

Vaksinasi Internasional bagi negara yang

mensyaratkan ICV dan/atau profilaksis.

Kendaraan darat, orang dan barang yang

berasal dari episenter PHEIC harus dilakukan

pengawasan kekarantinaan kesehatan. Jika

ditemukan orang yang berasal dari episenter

PHEIC tapi tidak memiliki gejala klinis

(terpapar) maka dilakukan tindakan karantina

selama 2 kali masa inkubasi di wilayah PLBDN

atau ruang karantina. Terhadap kendaraan

darat dan barang yang berasal dari episenter

PHEIC dilakukan desinseksi dan atau

disinfeksi.

Jika ditemukan kasus (suspek) yang

mengarah ke penyebab PHEIC maka orang

tersebut dilakukan tindakan isolasi. Terhadap

penumpang yang sehat bukan berasal dari

episenter PHEIC maka penumpang

diperbolehkan melanjutkan perjalanan dengan

membawa Health Alert Card (HAC).

b) Kedatangan kendaraan darat

Setiap kedatangan kendaraan darat, orang

dan barang dilakukan pengawasan

kekarantinaan kesehatan dengan cara

pemeriksaan dokumen kesehatan dengan

memperhatikan apakah ada penumpang/awak

yang menderita sakit yang dapat menimbulkan

Page 90: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

84

PHEIC. Dokumen Kesehatan yang diisyaratkan

adalah Ground Crossing Declaration of Health,

Surat Keterangan Hapus Serangga; Surat

Keterangan OMKABA dan Sertifikat Vaksinasi

International. Pemeriksaan terhadap

penumpang dengan cara seluruh penumpang

turun dari kendaraan darat melewati pos

karantina kesehatan.

Jika ada penumpang yang dicurigai

menderita (suspek) penyakit yang dapat

menimbulkan PHEIC, maka terhadap orang

tersebut dilakukan tindakan isolasi dan

terhadap penumpang sehat lainnya dilakukan

tindakan karantina selama 2 kali masa

inkubasi diwilayah PLBDN. Terhadap

kendaraan darat dan barang bawaan

penumpang dilakukan tindakan desinseksi,

disinfeksi atau dekontaminasi.

Pada kedatangan kendaraan darat dari

PLBDN yang mempunyai akses dengan wilayah

episenter PHEIC, maka dilakukan pemeriksaan

dokumen dan kesehatan penumpang di pos

karantina kesehatan. Jika ditemukan orang

yang berasal dari negara terjangkit tapi tidak

memiliki gejala klinis (terpapar) penyakit PHEIC

maka dilakukan tindakan karantina selama 2

kali masa inkubasi terhadap orang yang

berasal dari negara terjangkit di wilayah PLBDN

atau asrama karantina. Terhadap kendaraan

darat dan barang yang berasal dari negara

Page 91: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

85

terjangkit dilakukan desinseksi dan atau

disinfeksi.

Jika ditemukan kasus (suspek) yang

mengarah ke PHEIC dalam kendaraan darat

maka suspek tersebut dilakukan tindakan

isolasi, terhadap penumpang lain yang sehat

yang berada dalam satu kendaraan tersebut

dilakukan tindakan karantina selama 2 kali

masa inkubasi. Seluruh biaya penyelenggaraan

akibat pelaksanaan kekarantinaan kesehatan

ini menjadi tanggung jawab negara.

b. Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di

Wilayah

Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di

wilayah merupakan tindak lanjut dari upaya

penanggulangan KLB/wabah yang berdasarkan

pertimbangan epidemiologis berpotensi menimbulkan

kedaruratan kesehatan masyarakat. Kegiatan

kekarantinaan kesehatan di wilayah meliputi

akselerasi surveilans kesehatan, upaya peningkatan

kesehatan lingkungan, penanganan kasus termasuk

rujukan, dan tindakan karantina sesuai dengan

situasi dan kondisi yang berkembang. Kegiatan

kekarantinaan kesehatan di wilayah didukung dalam

bentuk pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari,

perlindungan dan pemeliharaan hewan ternak, serta

pemeliharaan ketertiban dan keamanan.

Page 92: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

86

Pada wilayah tertentu di perbatasan antar

negara yang memiliki hubungan kekerabatan sosial,

ekonomi, dan budaya, kekarantinaan kesehatan di

wilayah memerlukan persetujuan antar negara

terkait, dengan pertimbangan situasi dan

kecenderungan epidemiologi penyakit dan masalah

kesehatan lain.

Upaya kekarantinaan kesehatan di wilayah yang

dilaksanakan meliputi kegiatan sebagai berikut:

a) Karantina Rumah

Tindakan karantina rumah dilaksanakan

dalam suatu wilayah yang berpotensi menjadi

episenter setelah adanya sinyal awal penyakit

menular yang dapat menyebabkan PHEIC setelah

dilakukan penyelidikan epidemiologi dan

pemeriksaan cepat laboratorium oleh petugas

kesehatan yang mempunyai kompetensi dan

kewenangan di wilayah tersebut, yang tujuannya

untuk mencegah penyebaran penyakit.

Adapun indikasi rumah yang harus

dikarantina adalah apabila di dalam rumah

tersebut terdapat satu atau lebih kasus suspek

PHEIC. Upaya yang dilakukan terhadap rumah

yang terindikasi adalah:

a. Kasus suspek penyebab kedaruratan kesehatan

masyarakat yang meresahkan dunia dirujuk ke

Rumah Sakit.

b. Rumah dengan seluruh anggota keluarga yang

tinggal dirumah tersebut dilakukan karantina

rumah sesuai prosedur yang ditetapkan.

Page 93: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

87

c. Kebutuhan hidup dasar selama masa karantina

rumah ditanggung oleh Pemerintah dan/atau

Pemerintah daerah.

b) Karantina Wilayah

Tindakan karantina wilayah dilaksanakan

setelah Pemerintah menetapkan penanggulangan

episenter pada wilayah episenter PHEIC

berdasarkan hasil verifikasi secara epidemiologis

dan laboratorium jika perlu bersama Organisasi

Kesehatan Dunia. Pemerintah menetapkan batas

serta lamanya karantina wilayah tergantung

penyebabnya dan hasil analisa epidemiologi dan

klinis yang ditetapkan oleh pemerintah atas

rekomendasi dari tim Penyelidikan Epidemiologi.

Tindakan karantina wilayah dihentikan

setelah 2 kali masa inkubasi dari kasus terakhir,

tetapi kegiatan surveilans aktif tetap

dipertahankan pada wilayah penanggulangan

episenter selama satu bulan. Kegiatan Karantina

wilayah meliputi pembatasan gerak orang, alat

angkut dan barang keluar dan kedalam suatu

wilayah episenter PHEIC melalui pengendalian

perimeter dengan bantuan TNI/POLRI.

Pembatasan di atas termaksud kegiatan sosial

dan keagamaan skala besar termasuk peliburan

sekolah, dekontaminasi pada alat angkut dan

barang serta penyehatan lingkungan dalam

wilayah episenter PHEIC.

Page 94: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

88

c) Karantina Rumah Sakit

Tindakan karantina Rumah Sakit

dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa

Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan

kesehatan rujukan tingkat lanjutan berpotensi

menjadi sumber penularan dan dapat secara

cepat menyebar di lingkungan masyarakat serta

menimbulkan kedaruratan kesehatan

masyarakat.

Pokok-pokok kegiatan kekarantinaan

kesehatan pada Rumah Sakit mencakup

pembatasan sosial seluruh aktifitas guna

menjamin tidak menyebarnya penyakit keluar

dari Rumah Sakit. Seluruh kebutuhan dasar di

Rumah Sakit disuplai dari luar secara ketat

sesuai dengan prosedur yang berlaku.

d) Pembatasan Sosial Berskala Besar

Pembatasan sosial berskala besar dalam

kekarantinaan kesehatan pada dasarnya

merupakan pembatasan aktifitas sosial

masyarakat yang memungkinkan terjadinya

penularan penyakit antar anggota masyarakat,

antara lain dengan:

(1) meliburkan sekolah dan tempat kerja;

(2) membatasi kegiatan keagamaan; dan

(3) membatasi kegiatan di tempat/fasilitas

umum.

Page 95: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

89

Pembatasan sosial berskala besar ini dilakukan

secara ketat dan mengikuti prosedur dan

ketentuan yang berlaku.

3. Dokumen Karantina Kesehatan

Dokumen Karantina Kesehatan merupakan

bukti bahwa seluruh aktifitas kekarantinaan

kesehatan telah dilaksanakan sesuai dengan

prosedur dan diterbitkan oleh otoritas kesehatan

masyarakat di pintu masuk (bandar udara,

pelabuhan, PLBDN). Dokumen karantina kesehatan

ini berlaku secara internasional (konvensi IHR, ICAO,

dan IMO) serta merupakan kewajiban setiap

pengelola alat angkut dan pelaku perjalanan untuk

melengkapinya sesuai dengan kebutuhan dan

ketentuan penggunaan yang diberlakukan.

Bentuk dokumen karantina kesehatan pada alat

angkut meliputi:

a. Deklarasi kesehatan;

b. Sertifikat Persetujuan Karantina Kesehatan;

c. Sertifikat sanitasi;

d. Sertifikat obat-obatan dan alat kesehatan;

e. Buku kesehatan untuk kapal; dan

f. Surat Persetujuan Berlayar Karantina Kesehatan

(port health quarantine clearance) untuk kapal.

Bentuk dokumen karantina kesehatan untuk

pelaku perjalanan meliputi Sertifikat Vaksinasi

Internasional dan Surat Keterangan Pengangkutan

Orang Sakit, sedangkan untuk barang meliputi surat

izin pengangkutan jenazah/abu jenazah dari

Page 96: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

90

pelabuhan/bandar udara, sertifikat kesehatan untuk

bahan berbahaya, dan sertifikat kesehatan atau surat

keterangan kesehatan untuk obat, makanan,

kosmetika, alat kesehatan dan bahan adiktif

(OMKABA). Diberlakukan pula dokumen terhadap

bahan biologis, reagen, dan bahan keperluan

diagnostik.

Khusus dokumen kesehatan untuk OMKABA

hanya diterbitkan oleh pejabat karantina kesehatan

berdasarkan permintaan negara tertentu.

Dimungkinkan diterbitkan dokumen karantina

kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan dan

kesepakatan antar negara, yang akan diatur lebih

lanjut dalam peraturan pelaksanaan.

4. Sumber Daya Kekarantinaan Kesehatan

Sumber daya yang dibutuhkan dalam

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan

mencakup fasilitas dan perbekalan kekarantinaan

kesehatan, pejabat karantina kesehatan, penelitian

dan pengembangan, dan pendanaan.

a. Fasilitas dan Perbekalan Kekarantinaan

Kesehatan

Fasilitas dan perbekalan kekarantinaan

kesehatan merupakan hal yang esensial dalam

menyelenggarakan kekarantinaan kesehatan,

yang mencakup peralatan deteksi dan respon

cepat, ruang wawancara/observasi, ruang

diagnosis, ruang karantina kesehatan, ruang

Page 97: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

91

isolasi, rumah sakit rujukan, laboratorium

rujukan, dan transportasi evakuasi penyakit

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Sebagai kelengkapan operasionalisasi

fasilitas dan perbekalan diperlukan pendidikan

dan pelatihan di bidang kekarantinaan

kesehatan. Sesuai dengan perkembangan situasi

dan kecenderungan serta pola penyebaran

penyakit menular, maka dimungkinkan teknologi

kekarantinaan kesehatan berkembang sesuai

dengan kebutuhan.

b. Pejabat Karantina Kesehatan

Pemerintah menjamin tersedianya tenaga

untuk penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan,

melalui pendidikan, pelatihan serta bimbingan

dan pengawasan yang bermutu.

Jenis tenaga yang diperlukan adalah tenaga

dalam bidang surveilans tenaga pelayanan

kesehatan, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga

farmasi yang berstatus berstatus Pegawai Negeri

Sipil, dengan kemampuan teknis yang memadai

yang diperoleh melalui pendidikan/pelatihan

nasional dan internasional. Menteri Kesehatan

menetapkan pejabat karantina kesehatan yang

bertugas melakukan pengawasan untuk

menjamin terselenggaranya semua kegiatan

kekarantinaan kesehatan.

Mengingat potensi risiko yang besar dalam

melaksanakan tugas dan fungsi kekarantinaan

Page 98: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

92

kesehatan, pejabat karantina kesehatan

dimungkinkan memperoleh tunjangan risiko

kerja, yang merupakan imbalan atas risiko

kecelakaan dan kerusakan organ perorangan

yang dialami petugas pada pelaksanaan

kekarantinaan kesehatan, seperti pelaksanaan

pengawasan fumigasi dan risiko tertular penyakit

pada saat pelayanan penderita atau tersangka.

Besaran tunjangan risiko ditetapkan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan dan

diselaraskan dengan peraturan terkait bidang

keuangan.

c. Penelitian dan Pengembangan

Perkembangan pengetahuan dan teknologi

dalam kekarantinaan kesehatan serta situasi dan

kecenderungan epidemiologi penyakit menular

dan masalah kesehatan menuntut dilakukan

penelitian dan pengembangan di bidang

kekarantinaan kesehatan.

Hal tersebut guna mengkaji berbagai bentuk

perubahan, baik perubahan pada pola penyakit

dan munculnya penyakit baru, teknologi, serta

peraturan perundang-undangan.

d. Pendanaan

Pendanaan kegiatan penyelenggaraan

Kekarantinaan Kesehatan bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja negara,

Page 99: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

93

anggaran pendapatan dan belanja daerah,

dan/atau masyarakat.

Pendanaan kegiatan penyelenggaraan

Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk pada

alat angkut di luar situasi Kedaruratan Kesehatan

Masyarakat yang meresahkan dunia dibebankan

pada pemilik alat angkut.

Pendanaan mengenai pelaksanaan tindakan

penyehatan yang dimohonkan pengelola alat

angkut menjadi tanggung jawab pemohon dan

merupakan penerimaan negara.

5. Informasi Kekarantinaan Kesehatan

a. Substansi Informasi Kekarantinaan Kesehatan

Informasi kekarantinaan kesehatan meliputi

informasi tentang PHEIC, penyakit potensial

wabah, dan lain-lain yang berkaitan dengan

kekarantinaan kesehatan.

b. Penyelenggara Informasi Kekarantinaan

Kesehatan

Informasi kekarantinaan kesehatan

diselenggarakan oleh Pemerintah Republik

Indonesia dan atau jajarannya, dengan luar negeri

atau badan internasional yang bertanggung jawab

tentang kekarantinaan kesehatan, yang

penyelenggaraannya harus mengikuti peraturan

internasional.

Pemerintah mengembangkan berbagai

alat/media pelaporan beserta mekanisme

Page 100: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

94

pelaksanaannya baik tingkat pusat,

wilayah/daerah, dan di unit pelabuhan, serta

menggunakan berbagai jenis media

cetak/elektronik untuk menjamin terlaksananya

informasi kekarantinaan kesehatan kepada pihak-

pihak yang memerlukan, antara lain Organisasi

Kesehatan Dunia, Badan-Badan Kesehatan

Internasional antar negara, perwakilan pemerintah

Indonesia di luar negeri, dan agen perjalanan

wisata Nasional/Internasional.

c. Penyampaian Informasi Kekarantinaan

Kesehatan

Agen/operator alat angkut, petugas di pintu

masuk dan pengguna jasa apabila mengetahui

adanya tersangka penderita PHEIC dan/atau

barang yang dicurigai harus melapor selambat-

lambatnya dalam waktu 1x24 jam sejak

diketahuinya kejadian tersebut kepada pejabat

karantina kesehatan di pintu masuk. Laporan

tentang PHEIC menurut data epidemiologi meliputi

waktu, tempat dan penderita, secara rinci

pedomannya ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pejabat karantina kesehatan di pintu masuk

segera melaporkan adanya tersangka penderita

PHEIC kepada Menteri Kesehatan melalui Direktur

Jenderal yang bertanggungjawab di bidang

kekarantinaan kesehatan.

Pejabat kesehatan masyarakat di daerah yang

bertanggungjawab dalam penyelenggaraan

Page 101: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

95

kekarantinaan kesehatan di wilayahnya, harus

segera melaporkan adanya tersangka penderita

PHEIC kepada Menteri Kesehatan melalui Direktur

Jenderal yang bertanggungjawab di bidang

kekarantinaan kesehatan.

Penyelenggaraan informasi kekarantinaan

kesehatan dilaksanakan sesuai sistem informasi

kesehatan yang berlaku berdasarkan ketentuan

peraturan perundangan.

6. Pembinaan dan Pengawasan

a. Pembinaan

Pembinaan diarahkan untuk meningkatkan

mutu pelayanan dan profesionalisme pejabat

karantina kesehatan sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

dalam rangka kerjasama antar negara baik secara

bilateral, regional dan internasional.

Selain itu juga untuk memberikan dorongan

bagi masyarakat, termasuk swasta, agar ikut

berperan serta dalam menunjang

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan serta

untuk meningkatkan keterpaduan berbagai

sektor terkait di pelabuhan dalam rangka

koordinasi pelaksanaan undang undang

kekarantinaan kesehatan ini.

b. Pengawasan

Pengawasan penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan dilakukan oleh pemerintah bersama

Page 102: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

96

masyarakat. Pemerintah berwenang mengambil

tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan

dan sarana pelayanan kesehatan serta sarana

lainnya yang melakukan kelalaian atau

pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-

undang ini.

7. Penyidikan

Dalam bidang kekarantinaan kesehatan,

kejadian yang dapat mengarah kepada unsur pidana,

antara lain ditemukannya faktor risiko yang berasal

dari alat angkut, pelaku perjalanan, barang dan

lingkungan pintu masuk negara yang mengarah pada

kejadian yang dapat menimbulkan kedaruratan

kesehatan masyarakat. Hal tersebut merupakan

salah satu dasar untuk dijadikan investigasi yang

dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan penyidikan.

Selain penyidik Pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia juga kepada pejabat Pegawai Negeri Sipil

tertentu di Kementerian Kesehatan diberi wewenang

khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981

Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209)

untuk melakukan penyidikan tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Kewenangan PPNS di bidang kesehatan

khususnya terkait dengan kekarantinaan kesehatan

sebagai berikut:

Page 103: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

97

a. menerima laporan tentang adanya tindak pidana

Kekarantinaan Kesehatan;

b. mencari keterangan dan alat bukti;

c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

d. melarang setiap orang meninggalkan atau

memasuki tempat kejadian perkara untuk

kepentingan penyidikan;

e. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap,

atau menahan seseorang yang disangka

melakukan tindak pidana Kekarantinaan

Kesehatan;

f. menahan, memeriksa, dan menyita dokumen;

g. menyuruh berhenti orang yang dicurigai atau

tersangka dan memeriksa identitas dirinya;

h. memeriksa atau menyita surat, dokumen, atau

benda yang ada hubungannya dengan tindak

pidana Kekarantinaan Kesehatan;

i. memanggil seseorang untuk diperiksa dan

didengar keterangannya sebagai tersangka atau

saksi;

j. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam

hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

k. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang

diduga terdapat surat, dokumen, atau benda lain

yang ada hubungannya dengan tindak pidana

Kekarantinaan Kesehatan;

l. mengambil foto dan sidik jari tersangka;

m. meminta keterangan dari masyarakat atau sumber

yang berkompeten;

n. melakukan penghentian penyidikan; dan/atau

Page 104: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

98

o. mengadakan tindakan lain menurut hukum.

8. Ketentuan Sanksi

Pelanggaran terhadap ketentuan yang akan

diatur dalam undang-undang kekarantinaan

kesehatan ini dikenakan :

a. Sanksi administratif, berupa:

1) Peringatan;

2) Denda administratif; dan/atau

3) Pencabutan izin.

b. Sanksi pidana, berupa :

1) Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun,

bagi nahkoda kapal atau kapten penerbang

pesawat udara yang dengan sengaja

menurunkan atau menaikkan orang dan

barang sebelum memperoleh Persetujuan

Karantina Kesehatan dengan maksud

menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko

kesehatan yang menimbulkan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat;

2) Pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah), bagi

setiap orang yang dengan sengaja menghalang-

halangi penyelenggaraan Kekarantinaan

Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat

Page 105: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

99

9. Ketentuan Peralihan

Semua peraturan perundang-undangan yang

merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut

(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2373) dan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara

(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2374) pada saat

diundangkannya undang-undang kekarantinaan

kesehatan ini masih tetap berlaku selama tidak

bertentangan dengan undang-undang atau belum

diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan

undang-undang ini.

10. Ketentuan Penutup

Dengan berlakunya undang-undang

kekarantinaan kesehatan ini maka Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut

(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2373) dan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara

(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2374) dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.

Page 106: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

100

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, kesimpulan yang dapat

diambil adalah :

1. Permasalahan yang dihadapi Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara

yaitu :

a) Tidak adanya kesesuaian pengaturan kekarantinaan

kesehatan nasional dengan IHR 2005;

b) Belum adanya pengaturan tentang kekarantinaan di

Pos Lintas Batas Darat Negara, pengaturan zona

karantina dan kekarantinaan kesehatan wilayah;

c) Belum adanya sanksi yang tegas terhadap pelaku

pelanggaran kekarantinaan kesehatan;

d) Belum optimalnya koordinasi dan komunikasi antar

instansi dalam pelaksanaan tugas QICP (quarantine,

immigration, custom, port); dan

e) Masih terbatasnya Kewenangan KKP sebagai lembaga

yang melaksanakan penyelenggaraan karantina

kesehatan di pintu masuk/keluar negara serta sumber

daya yang tersedia masih minimal.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina

Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara dinilai sudah tidak relevan lagi dengan

kondisi saat ini sehingga mengharuskan adanya

Page 107: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

101

pembaharuan hukum terkait pengaturan kekarantinaan

kesehatan.

3. Landasan Filosofis penyusunan RUU tentang

Kekarantinaan Kesehatan adalah mewujudkan tujuan

negara yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia” melalui upaya

perlindungan kesehatan masyarakat dari bahaya

penyakit yang berpotensi PHEIC. Secara sosiologis,

penyusunan RUU ini semakin penting karena upaya

pengendalian/pemberantasan penyakit makin sulit

mengingat lokasi strategis Indonesia serta perkembangan

teknologi transportasi kini memperbesar resiko masuk

dan keluar penyakit menular. Secara yuridis,

penyusunan RUU baru merupakan hal mutlak yang

harus dilakukan karena UU No 1 Tahun 1962 tentang

Karantina Laut dan UU No 2 Tahun 1962 tentang

Karantina Udara sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan zaman termasuk penyesuaian dengan

instrument hukum internasional (IHR 2005).

4. Sasaran yang ingin diwujudkan dari penyusunan RUU

tentang Kekarantinaan Kesehatan yaitu terbentuknya

pengaturan kekarantinaan kesehatan agar Indonesia

mampu melaksanakan cegah tangkal penyakit menular

potensial wabah, baik dari dalam negeri maupun luar

negeri dalam rangka melindungi masyarakat dan

kedaulatan negara. Jangkauan dan arah pengaturan

RUU ini adalah mengatur tindakan karantina kesehatan

di pintu masuk, yaitu di pelabuhan, bandar udara,

wilayah dan lintas batas darat negara.

Page 108: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

102

B. Saran

Dari hasil kajian dan pembahasan, penyusunan RUU

tentang Kekarantinaan Kesehatan harus menyesuaikan

dengan instrumen hukum internasional (IHR 2005) serta

perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi

transportasi di udara, laut maupun darat, yang berpengaruh

pada risiko penularan penyakit.

Pengaturan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan

perlu pula diselaraskan dengan sistem pengawasan lainnya

seperti karantina tumbuhan dan hewan, keimigrasian, bea

dan cukai, agar terdapat kesamaan pandang dalam

memberikan pelayanan dan pengawasan kepada masyarakat

luas, serta kerjasama secara lintas sektor maupun lintas

program. Penggantian undang-undang ini disarankan masuk

pada prioritas tahun 2015 dan segera diserahkan untuk

dibahas oleh DPR RI.

Page 109: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

103

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2005 Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penebit Buku Kompas Jakarta Cetakan 1.

Fracastoro G. De Contagione et Contagiosis Morbis et Eorum Curatione in. Theories of Causation; Dana Loomis and Steve Wings Oxford University Press. New York. 2001.

Greenwood M. 1933. Epidemics and Crowd Diseases: an Introduction to the study of Epidemiology in. Epidemiology Kept Simple an introduction to the Traditional and Modern Epidemiology. Gerstman B. Burt Second Edition. 2003.

Jakson, M. General Priciples of Epidemiology in. Weber, J. David and Rutala A. William Biological Basis on Infectious Disease Epidemiology; Oxford University Press. New York. 2001.

Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta. A. Hamid S. Attamimi, Perbedaan Antara Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan, Pidato Dies Natalis PTIK Ke - 46, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, 17 Juni 1992

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Jakarta, Edisi I.

Thomas C. James; Weber J. David. Epidemiology Methods for the Study of Infectious Diseases. Oxford University Press. New York. 2001

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut; Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit

Menular; Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,

Ikan dan Tumbuhan; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

Page 110: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ...wikidpr.org/.../na-karantina-kesehatan-15-mei-2015-usul-pemerintah.pdf · Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; j

104

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang

Penanggulangan Wabah Penyakit Menular; Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan; Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Lingkungan; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 356 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja KKP; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2348/Menkes/Per/XI/2011

tentang Perubahan Atas Permenkes Nomor 356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Klasifikasi KKP;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 949 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaa Dini Kejadian Luar Biasa;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1372 Tahun 2005 tentang Penetapan Kondisi Kejadian Luar Biasa Flu Burung;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 612 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Karkes Pada Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia;

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1314 Tahun 2010 tentang Pedoman Standarisasi SDM, Sarana, Prasarana di Lingkungan KKP;

International Health Regulations (2005); Convention on the International Maritime Organization; Convention on International Civil Aviation;