_naskah akademik qanun kecamatan

34
1 NASKAH AKADEMIK QANUN KABUPATEN ACEH JAYA TENTANG KECAMATAN

Upload: mala-rahman

Post on 12-Aug-2015

167 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

naskah

TRANSCRIPT

Page 1: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

1

NASKAH AKADEMIK QANUN KABUPATEN ACEH JAYA

TENTANG KECAMATAN

Page 2: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

2

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kebijakan otonomi daerah telah mendorong terjadinya berbagai perubahan, baik secara struktural, fungsional, maupun kultural dalam tananan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang sangat mendasar adalah menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi Pemerintahan Kecamatan. Pada satu sisi, Pemerintahan Kecamatan yang sebelumnya merupakan “perangkat wilayah” dalam rangka asas dekonsentrasi, berubah statusnya menjadi “perangkat daerah” dalam rangka asas desentralisasi. Pada sisi lain, Pemerintah Desa yang sebelumnya merupakan unit pemerintahan terendah dan berada di bawah Pemerintah Kecamatan (sub

ordinasi), pada saat sekarang kedudukannya otonom dan tidak bersifat sub ordinasi dengan pemerintahan kecamatan. Perubahan tersebut telah menggeser posisi kecamatan dari “wilayah jabatan” menjadi “lingkungan kerja”. Meskipun terjadi perubahan status, Kecamatan tetap merupakan bagian dari struktur pemerintahan yang diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat merupakan fungsi utama pemerintah. Demikian pentingnya fungsi pelayanan ini, sehingga menjadi tolok ukur bagi terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) terutama di tingkat pemerintahan daerah. Kondisi faktual selama ini masih menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik terutama yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah masih memprihatinkan. Padahal, kebijakan otonomi daerah dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara pemberi pelayanan (pemerintah daerah) dengan yang dilayani (warga masyarakat), sehingga kualitas

Page 3: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

3

pelayanan publik diharapkan sesuai dengan aspirasi masyarakat dan menjadi semakin berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan publik yang terjadi selama ini ditandai oleh terbatasnya sarana pelayanan, perilaku petugas yang belum bersifat melayani, dan tidak jelasnya waktu serta biaya yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan publik, serta panjangnya prosedur yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu jenis pelayanan publik. Salah satu yang menjadi kendala dalam pemberian pelayanan publik selama ini adalah belum adanya standar yang jelas mengenai penyelenggaraan pelayanan publik itu sendiri. Padahal, standar itu sangat berguna sebagai panduan bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan. Dalam rangka mengefektifkan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat perlu ada upaya untuk menyusun standar pelayanan publik yang diselenggarakan oleh aparat pemerintah kecamatan. Selain itu, kewenangan kecamatan dalam pelayanan publik juga perlu diperjelas. Agar kedua hal tersebut dapat berjalan dengan baik maka perlu dilakukan sebuah kajian melalui kegiatan penelitian. Penelitian yang dilakukann mencakup existing condition kewenangan kecamatan di Aceh; jumlah dan jenis pelayanan publik yang diselenggarakan kecamatan, analisis mengenai posisi dan peran kecamatan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kecamatan, jumlah dan jenis kewenangan yang dapat dilimpahkan kepada kecamatan, dan rekomendasi mengenai jenis-jenis pelayanan publik yang dapat diselenggarakan oleh kecamatan. Hasil penelitian merekomendasikan perlunya segera disusun Qanun tentang Kecamatan sesuai dengan karakteristik dan kondisi daerah, yang isinya mengatur tentang: struktur organisasi dan Tupoksi kecamatan; kedudukan, tugas dan fungsi, Camat, kriteria dan masa jabatan camat; Tata kerja Kecamatan (hubungan koordinasi dan subordinasi); tipologi kecamatan; pembinaan karier; pendidikan dan pelatihan; pendanaan kecamatan; jenis-jenis pelayanan dan pelayanan prima; sarana dan prasarana minimal. Selain

Page 4: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

4

pembentukan qanun tentang kecamatan, rekomendasi lainnya adalah perlu segera dibuat keputusan bupati tentang pendelegasian kewenangan kepada camat untuk lebih mendekatkan dan mempermudah dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka pembentukan Qanun tentang kecamatan, perlu terlebih dahulu dibuat naskah akademik sebagai dasar penyusunan qanun.

2. Tujuan

Penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk memberi pedoman dan landasan akademis bagi penyusunan draft Qanun tentang Kecamatan.

3. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dari penyusunan naskah akademik ini adalah tersusunnya Draft Akademik untuk penyusunan Qanun tentang Kecamatan di Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya dan Aceh Barat.

4. Metode dan Tahapan

a. Metode

Penyusunan Naskah Akademik ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulkan data primer dilakukan dengan teknik wawancara dan diskusi terfokus (FGD). Sedangkan pengumpulan data sekunder menggunakan teknik studi dokumentasi. 1. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Setiap bahan hukum tersebut akan diperiksa ulang validitas dan realibilitasnya, sebab, hal itu sangat menentukan hasil penelitian ini. Penelitian terhadap bahan hukum dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ektern berkaitan dengan jawaban dari pertanyaan apakah dokumen yang dipakai itu

Page 5: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

5

otentik atau palsu? siapakah yang membuatnya? bagaimana bahasanya? bentuknya dan apakah sumbernya. Sedangkan kritik intern berkenaan dengan jawaban dari pertanyaan apakah isinya dapat diterima sebagai kenyataan? Hal-hal yang dikaji dalam studi dokumentasi adalah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berkaitan dengan peran dan kewenangan kecamatan, termasuk di dalamnya pelayanan publik.

2. Wawancara dan FGD

Untuk mendapatkan/memperoleh data primer digunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni teknik wawancara dengan perorangan dan diskusi terfokus secara berkelompok. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara setengah terstruktur. Peneliti terlebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara (guide interview.) Pedoman wawancara tersebut dikembangkan oleh peneliti pada waktu wawancara berlangsung. Wawancara dilakukan dengan para responden terpilih, yang kemudian diantara responden-responden tersebut dipilih kembali untuk berdiskusi dalam suatu kelompok secara terfokus (Focus Group Discussion). Pada setiap FGD, beberapa pertanyaan telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Secara teknis, pada saat FGD dilangsungkan, ditetapkan seorang moderator dan seorang notulen untuk mencatat dan merekam keseluruhan informasi yang diberikan narasumber.

b. Tahapan

Penyusunan naskah akademik ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Studi lapangan untuk mengetahui kondisi obyektif pemerintahan Kecamatan di wilayah Studi,

2. Analisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Kecamatan.

3. Diskusi tentang muatan draft qanun tentang Kecamatan.

Page 6: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

6

4. Draft Naskah Akademik didiskusikan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Pihak yang diundang untuk diskusi adalah Sekdakab, Asisten I, Kepala Bagian Pemerintahan, Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Kepala Bagian Hukum, Ketua Komisi A DPRD kabupaten, dan satu orang mewakili Camat.

5. Draft Naskah Akademik dibahas dalam Expert Meeting. Narasumber yang diundang adalah: 2 (dua) orang dari Departemen Dalam Negeri, 2 (dua) Pakar Kecamatan tingkat nasional, 1 (satu) orang pakar dari Provinsi NAD (lokal), Kepala Biro Pemerintahan Provinsi, dan 3 (tiga) orang dari masing-masing kabupaten, yakni: Asisten I, Kepala Bagian Pemerintahan, dan satu orang dari Anggota Komisi A.

6. Naskah Akademik diseminarkan di masing-masing kabupaten. Pihak-pihak yang terlibat dalam seminar adalah Asisten I, Kepala Bagian Pemerintahan, Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Kepala Bagian Hukum, Anggota Komisi A, Camat, warga masyarakat, Imeum Mukim, Keuchik, pengusaha, dan tokoh perempuan.

7. Naskah akademik yang telah disempurnakan dicetak oleh tim penyusun.

Page 7: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

7

BAB II TINJAUAN UMUM

A. KONDISI OBYEKTIF PEMERINTAH KECAMATAN

Kebijakan otonomi daerah telah mendorong terjadinya berbagai perubahan, baik

secara struktural, fungsional, maupun kultural dalam tananan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang sangat mendasar adalah menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi Pemerintahan Kecamatan.

Meskipun terjadi perubahan status, Kecamatan tetap merupakan bagian dari struktur pemerintahan yang diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat.

1. Kedudukan Camat, Kewenangan dan Struktur Organisasi

Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya Camat memperoleh sebagian kewenangan Bupati/Walikota untuk menangani urusan-urusan pemerintahan kabupaten/Kota. Pasal 3 Qanun No. 3 Tahun 2003 Tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah Kecamatan Dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menyatakan, camat adalah kepala pemerintahan kecamatan yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati atau walikota. Camat dalam kedudukannya sebagai pelaksana sebagian kewenangan bupati mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kehidupan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan. Kecamatan dinyatakan sebagai wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten.

Meskipun secara yuridis camat sebagai perangkat daerah, hampir di semua lokasi penelitian dalam praktek sehari-hari tugasnya hampir sama dengan kepala wilayah, bahkan masyarakat masih beranggapan camat sebagai kepala wilayah.

Dampak perubahan kedudukan camat dari kepala wilayah menjadi perangkat daerah berpengaruh pada pendanaan operasional kecamatan. Pada waktu dahulu, sumber pendanaan kecamatan selain bersumber dari APBD juga mendapat dana

Page 8: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

8

dekonsentrasi dari APBN. Pada saat ini sumber pendanaan kecamatan hanya berasal dari dana APBD.

Pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan yang diemban oleh camat sangat tergantung kepada Qanun tentang Kecamatan dari masing-masing Kabupaten, begitu pula besar kecilnya kewenangan yang dimiliki oleh Kecamatan sangat tergantung kepada jenis dan jumlah kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati kepada Camat.

Pada masing-masing Kabupaten belum dibentuk Qanun tentang Kecamatan Kecamatan, yang ada hanya qanun tentang pembentukan dan Struktur Organisasi kecamatan. Setiap Kabupaten yang menjadi obyek penelitian hanya mengenal satu tipe kecamatan, dalam arti pengaturan tentang kecamatan secara seragam. Lebih lanjut, dalam skala Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga ditemukan Qanun tentang kecamatan. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 3 Tahun 2003 ini menganut kecamatan dalam satu tipe.

Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di satu sisi telah berupaya untuk menyesuaikan dengan kondisi daerah, yaitu dengan membentuk beberapa seksi di kecamatan, yaitu seksi Syariat Islam dan seksi Perempuan, Pemuda dan Olah Raga, namun masih menganut pola kecamatan secara seragam.

Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 112 memerintahkan kepada setiap kabupaten untuk membuat Qanun tentang kecamatan sesuai dengan karakteristik dan kondisi daerah yang bersangkutan. Sejalan dengan kekurangan pengaturan dalam Qanun Provinsi dan adanya perintah dari UU No. 11 Tahun 2006, maka sudah sepatutnya Qanun tentang Kecamatan pada Kabupaten yang menjadi lokasi penelitian perlu diatur kembali.

2. Penempatan Camat

Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri telah menetapkan standar dan kriteria yang diangkat menjadi Camat, namun di wilayah penelitian ditemukan bahwa penempatan Camat tidak sepenuhnya mengikuti standar yang ditetapkan. Antara kabupaten yang satu dengan kabupaten lainnya terjadi perbedaan indikator dalam pengangkatan dan penempatan Camat. Namun demikian tidak dapat ditemukan

Page 9: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

9

aturan secara tertulis pada masing-masing kabupaten tentang indikator penangangkatan dan penempatan.

3. Pelimpahan Kewenangan

Dari tiga wilayah penelitian, camat melaksanakan kewenangan berdasarkan pelimpahan dari Bupati, namun pelimpahan itu belum sampai pada kewenangan di bidang pelayanan perizinan, camat hanya sebatas memberikan rekomendasi untuk mendapatkan izin di kabupaten.

4. Pelayanan kepada Masyarakat

Meskipun telah terjadi perubahan paradigma dalam pelayanan kepada masyarakat pada era otonomi daerah, namun pada tiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian belum terjadi perubahan pada pola pelayanan kepada masyarakat. Pola pelayanan masyarakat masih seperti pada masa diberlakukan Undang-undang No. 5 Tahun 1974.

Berlakunya undang-undang Otonomi Khusus No. 18 tahun 2001, dan UU No. 32 tahun 2004 serta UU N0. 11 Tahun 2006 belum terjadi perubahan pada pola pelayanan kepada masyarakat di ketiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian. Peran kecamatan dalam pelayanan kepada masyarakat masih sangat terbatas, yaitu lebih pada pelayanan umum dan sosial, sedangkan pelayanan perizinan masih terbatas pada rekomendasi. Meskipun sudah adanya otonomi daerah ternyata pada ketiga kabupaten tersebut belum dilakukan upaya mendekatkan dan mempermudahkan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini terjadi karena birokrasi pelayanan publik masih dipegang kabupaten, artinya Bupati belum melimpahkan sebagian kewenangan pelayanan kepada masyarakat kepada Camat.

5. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di kecamatan masih sangat terbatas, baik kualitas

maupun kuantitas. Selain itu, masalah pembinaan belum tertangani secara baik, sehingga berpengaruh pada motivasi kerja. Demikian juga halnya mengenai pendidikan dan latihan (diklat). Sebagian besar pegawai kantor camat belum pernah mengikuti diklat sesuai dengan tupoksinya.

Page 10: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

10

6. Pendanaan

Akibat pelimpahan wewenang yang seragam pada setiap kecamatan, berdampak pada pengalokasian anggaran bagi operasionalsasi kegiatan pemerintah di tingkat kecamatan cenderung bersifat seragam pula. Hal ini berdampak pada rendahnya kreativitas camat dalam penyusunan program kerja. Pada wilayah penelitian tidak ditemukan adanya kebijakan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan Anggaran kecamatan secara kompetitif. Akibatnya kecamatan tidak berupaya untuk membuat terobosan-terobosan baru untuk merangsang pembangunan di wilayah kecamatan masing-masing.

7. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pendukung kecamatan masih sangat terbatas. Kecamatan belum dilengkapi dengan sarana komunikasi yang bisa diakses oleh masyarakat luas dan juga belum mampu mengakses informasi yang berkembang dalam masyarakat. Kondisi seperti ini terjadi karena terbatasnya dana yang dianggarkan dalam APBD pada masing-masing kabupaten di wilayah studi.

B. ANALISIS TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT

DENGAN KECAMATAN

Upaya memperkuat manajemen kecamatan di Aceh dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang tersebut di antaranya UU Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 11 tahun 2006, Tentang Pemerintahahn Aceh Dan PP No. 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah sebagai hukum positif dewasa, ini.

Page 11: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

11

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Pasal 126 UU No. 32 tahun 2004 menentukan bahwa:

(1) Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.

Artinya kewenganan yang dijalankan oleh camat merupakan kewenangan delegatif yang diberikan oleh bupati. Delegasi kewenangan tersebut dari pejabat (bupati), kepada pejabat (camat). Luas atau terbatasnya delegasi kewenangan dari bupati atau walikota kepada camat sangat tergantung pada keinginan politis dari bupati bersangkutan. Penjelasan Pasal 126 ayat (1) dinyatakan bahwa : Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota, “Penjelasan tersebut menunjukan adanya dua perubahan penting yaitu sebagai berikut : 1. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan seperti pada masa

undang-undang Nomor 5 tahun 1974, melainkan menjadi wilayah. Sebagai wilayah kerja, kecamatan bukan lagi wilayah kekuasaan dari camat tetapi areal tempat camat bekerja (sama dengan undang-undang Nomor 22 tahun 1999, pasal 1 huruf (m).

2. Camat adalah perangkat daerah kabupaten dan daerah kota, bukan lagi kepala wilayah asministrasi pemrintahan seperti pada masa undang-undang Nomor 5 tahun 1974. (Sama dengan undang-undang Nomor 22 tahun 1999, pasal 1 huruf (m).

Konsekuensi logisnya, camat bukan lagi penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Menurut Sadu Wasistiono, perbedaan filosofi antara UU Nomor 22 Tahun 1999 dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

Page 12: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

12

a. UU Nomor 32 Tahun 2004 melanjutkan penggunaan filosofi “keanekaragaman dalam kesatuan. Berdasarkan filosofi ini, Daerah tetap diberi kebebasan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.

b. Selain tetap menggunakan paradigma penguatan peran politik berupa demokratisasi dan partisipasi masyarakat, ditambahkan paradigma administratif berupa dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta paradigma ekonomi berupa peningkatan daya saing daerah.

c. Tugas utama pemerintah daerah yang semula sebagai promotor pembangunan berubah menjadi pelayan masyarakat.

d. Semula dari dominasi legislative (legislative heavy) mengarah pada pola pembagian kewenangan yang seimbang (check and balances).

e. Masih tetap menggunakan pola otonomi yang a-simetris; f. Pengaturan terhadap Desa yang terbatas, menggantikan pengaturan yang luas

dan seragam secara nasional. g. Memadukan penggunaan pendekatan “besaran dan isi otonomi” (size and content

approach) dalam pembagian daerah otonom dengan pendekatan berjenjang (level

approach) yang bersifat semu (Sadu, 2004)

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Pasal 18 B ayat (1) UUD 1945 menyebutkan negara mengakui dan

menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Dengan demkian “Perkataan khusus” memiliki cakupan yang luas, (Bagir Manan, 2001: 15) antara lain karena dimungkinkan membentuk pemerintahan daerah dengan otonomi khusus (Aceh dan Irian Jaya).

Lahirnya Pasal 18 B ayat (1) merupakan Amanat dari TAP MPR NO. IV/MPR/1999, Tentang GBHN. Konsekuensinya diundangkannya UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara No. 114 Tahun 2001, 9 Agustus 2001) dan telah dirubah dengan UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur

Page 13: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

13

kewenangan yang bersifat khusus kepada pemerintah Aceh yang berbeda dari kewenangan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004.

Kewenangan daerah dalam melaksanakan otonomi khusus yaitu menyelenggarakan wewenang yang masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Pengertian khusus pada umumnya penyelenggaraan secara khusus sesuai dengan karakteristik dan kondisi daerah yang bersangkutan.

Salah satu aspek pengaturan yang bersifat khsusus dalam UU No 11 tahn 2006 tentang Pemerintahan Aceh adalah tentang pemerintahan kecamatan. Pengaturan dimaksud terdapat dalam Pasal 112, yang isinya sebagai berikut : (1) Kecamatan dipimpin oleh camat.

(2) Dalam pelaksanaan tugasnya camat memperoleh pelimpahan sebagian kewenangan bupati/walikota untuk menangani urusan pemerintahan kabupaten/kota.

(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:

a. menyelenggarakan kegiatan pemerintahan pada tingkat kecamatan;

b. membina penyelenggaraan pemerintahan mukim, kelurahan, dan gampong;

c. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan mukim, kelurahan, dan gampong;

d. mengoodinasikan:

1) kegiatan pemberdayaan masyarakat;

2) upaya penyelengaraan ketenteraman dan ketertiban umum;

3) penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; dan

4) pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.

(4) Pengangkatan dan pemberhentian camat dilakukan oleh bupati/walikota.

Page 14: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

14

(5) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(6) Camat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota.

(7) Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada camat.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada qanun kabupaten/kota.

Berdasarkan Pasal 112 tersebut jelas bahwa pengaturan tentang kecamatan masih bersifat umum dan menghendaki pengaturan lebih lanjut dengan Qanun Kabupaten dan Peraturan Bupati. Qanun dan Peraturan Bupati yang mengatur tentang kecamatan ini disesuaikan sesuai dengan karakteristik dan kondisi daerah yang bersangkutan (tipologi kecamatan).

3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003

Pasal 12 PP No. 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah menyebutkan bahwa : Kecamatan merupakan perangkat daerah Kabupaten yang mempunyai wilayah kerja tertentu, dipimpin oleh camat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota; Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekda Kabupaten dari PNS yang memenuhi syarat sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri; Camat menerima pelimpahan sebagian pemerintahan dari Bupati. Lebih lanjut dalam Pasal 12 ayat (3) PP tersebut disebutkan bahwa Pembentukan Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (perda/qanun)

Peraturan Pemerintah di atas adalah berlaku umum untuk seluruh kecamatan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, sedangkan Provinsi Aceh telah diberi

Page 15: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

15

kewengan khusus untuk mengatur lebih khusus tentang kecamatan ini. Oleh karena itu kedudukan PP hanya sebagai pedoman umum penyelenggaraan pemerintahan kecamatan. Hal-hal khusus perlu diatur lebih lanjut dalam Qanun.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 270 UU No. 11 tahun 2006 yaitu:

(1) Kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional dan pelaksanaan Undang-Undang ini yang menyangkut kewenangan Pemerintah diatur dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Kewenangan Pemerintah Aceh tentang pelaksanaan Undang-Undang ini diatur dengan Qanun Aceh.

(3) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota tentang pelaksanaan Undang-Undang ini diatur dengan qanun kabupaten/kota.

Berdasarkan ketentuan di atas, jelaslah bahwa persoalan pemerintah kecamatan,

mukim dan gampong merupakan hal yang bersifat khusus yang perlu diatur dengan qanun Aceh dan Qanun Kabupaten yang berpedomaan pada peraturan perundang-udangan yang berlaku.

Page 16: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

16

BAB III

HAL-HAL YANG PERLU DIATUR DALAM QANUN KECAMATAN a. Pengertian-pengertian

Dalam pasal ini ditentukan secara tegas batasan dan ruang lingkup peristilahan yang digunakan. Hal ini penting dirumuskan untuk menghindari terjadinya bias penafsiran terhadap istilah-istilah yang dipakai dalam Qanun ini.

Untuk mencegah terjadinya perbedaan bahkan perbenturan dengan pengertian dari istilah yang sama yang dicantumkan pada berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lainnya, maka penyebutan dan pengertian-pengertian istilah yang digunakan dalam qanun ini sedapat mungkin didasarkan pada proses harmonisasi dan sinkronisasi dengan perundang-undangan lainnya.

Istilah-istilah yang perlu diberi pengertian melalui proses harmonisasi dan sinkronisasi antara lain adalah:

• Kabupaten,

• Bupati,

• Kecamatan,

• Mukim,

• Gampong,

• Tugas,

• Fungsi,

• Wewenang,

• Jabatan fungsional,

• tipologi kecamatan,

• struktur Kecamatan,

• Tupoksi kecamatan

• pembinaan karier

• Diklat,

• Pelayanan publik

• Pelayanan prima

Page 17: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

17

B. Kedudukan Camat

Pada bagian ini memuat kedudukan camat sebagai perangkat daerah, yakni membantu Bupati dalam Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kehidupan, kesejahteraan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan. Dalam pelaksanakan tugas, pemerintah kecamatan menyelenggarakan fungsi sebagai:

pelaksana sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati; Penyelenggara pelayanan publik; Pembina dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan; Pembina kehidupan kesejahteraan masyarakat. Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan

fungsinya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tidak disebutkan secara eksplisit tentang kedudukan kecamatan dan kelurahan, apakah sebagai unsur staf, unsur pelaksana ataukah unsur penunjang ? Tetapi apabila dilihat dari karakteristik pekerjaan yang dijalankan oleh camat yang bersifat profesional yakni melayani masyarakat secara langsung, kecamatan lebih sesuai dimasukan kedalam kategori unsur pelaksana. Untuk membedakan dengan dinas daerah sebagai unsur pelaksana kewenagan yang bersifat teknis, maka kecamatan lebih tepat disebut UNSUR PELAKSANA KEWILAYAHAN. Dinas daerah menjalankan kewenangan yang bersifat teknis tertentu seperti kesehatan, pendidikan. Sedangkan camat dapat menjalankan kewenagan pemerintahan apapun yang didelegasikan oleh bupatiatau walikota kepadanya dengan batas wilayah kerjanya, sepanjang tidak bersifat sangat teknis (Sadu Wasistiono:)

c. Tipologi Kecamatan Dalam bab ini diatur tentang tipologi kecamatan. Kecamatan dalam suatu kabupaten yang jumlahnya cukup banyak pada umumnya dikelola secara seragam, dalam arti mempunyai besaran organisasi, anggaran, personil serta logistik yang serba seragam. Padahal beban pekerjaan dan tanggung jawab untuk masing-masing jelas berbeda-beda. Agar diperoleh gambaran yang realistis, logis dan rasional sehingga dapat diukur kinerjanya secara obyektif, diperlukan langkah untuk mengatur tentang tipologi kecamatan. Tipologi kecamatan akan menjadi salah satu bab dalam penyusunan rancangan qanun tentang kecamatan. Argumentasi

Page 18: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

18

perlunya diatur tentang tipologi kecamatan agar pengelolaan kecamatan sesuai dengan karateristik dan kondisi kecamatan yang bersangkutan, selain itu dalam mendorong peningkatan kapasitas kecamatan. Standar penentuan tipe kecamatan dapat igunakan variabel berikut:

1. Luasnya kewenangan yang dijalankan 2. Luasnya wilayah 3. Jumlah penduduk dalam wilayah 4. Karakteristik wilayah (dataran, perbukitan, pegunungan dll) 5. Komunikasi dan transportasi dalam wilayah 6. Jumlah desa/wilayah yang berada diwilayah kerja 7. Potensi wilayah pendukung PAD (variabel tambahan) (Sadu Wasistiono, 2005)

Mengenai penentuan tipe kecamatan pada masing-masing kabupaten akan ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Bupati. Bupatilah yang akan menetapkan tentang tipologi kecamatan yang berada di wilayahnya. Penetapan dengan Keputusan Bupati didasarkan pada pertimbangan flesibilitas, efisiensi dan efektivitas. Dalam penetapan tipologi kecamatan bupati akan dibantu oleh sebuah tim yang memberikan penelitian secara komprehensif dan status tim tersebut harus terakreditasi.

d. Susunan Organisasi Pada bagian ini akan diatur mengenai susunan organisasi kecamatan. Susunan

organisasi kecamatan yang ditawarkan sangat tergantung pada sumber daya manusia, saranan dan prasarana pendukung, luas wilayah dan jumlah penduduk. Untuk kecamatan tipe A struktur organisasi lima seksi, tipe B struktur organisasi empat seksi, tipe C struktur organisasi tiga seksi. Tipe A

1. Camat 2. Sekretaris Kecamatan 3. Seksi pemerintahan 4. Seksi ketentraman, Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat 5. Seksi Ekonomi Pembangunan 6. Kesejahteraan Rakyat

Page 19: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

19

7. Seksi Pelayanan Umum 8. Seksi Pelaksanan Syariat Islam 9. Kelompok Jabatan Fungsional

Tipe B 1. Camat 2. Sekretaris Kecamatan 3. Seksi pemerintahan 4. Seksi ketentraman, Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat 5. Seksi Ekonomi Pembangunan 6. Kesejahteraan Rakyat dan Pelaksanan Syariat Islam 7. Seksi Pelayanan Umum 8. Kelompok Jabatan Fungsional

Tipe C 1. Camat 2. Sekretaris Kecamatan 3. Seksi pemerintahan 4. Seksi ketentraman, Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat 5. Seksi Ekonomi Pembangunan dan Pelayanan Umum 6. Seksi Kesejahteraan Rakyat dan Pelaksanan Syariat Islam 7. Kelompok Jabatan Fungsional

Seksi Pemerintahan dan Seksi Ketentraman, Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat merupakan seksi yang wajib ada pada setiap tipe kecamatan. Sedangkan seksi lainnya dibentuk atas dasar kebutuhan dan juga berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh bupati dengan Keputusan Bupati. Untuk kecamatan tipe A, tim menyarankan dibentuk 6 seksi. Sedangkan untuk tipe B, dan C. Merupakan gabungan seksi yang memiliki tupoksi yang serumpun. Contohnya, Pada kecamatan tipe B, seksi Kesejahteraan Rakyat dan Pelaksanaan Syariat Islam merupakan gabungan dari seksi Kesejahteraan Rakyat dan seksi Pelaksanan Syariat Islam yang ada pada tipe.

Page 20: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

20

BAB IV TUGAS POKOK DAN FUNGSI

a. Camat

Pada bagian ini akan dimuat tugas, fungsi dan kewenangan camat dalam kedudukannya sebagai perangkat daerah. UU No. 22 tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 secara tegas menyatakan bahwa kedudukan camat adalah sebagai perangkat daerah, sedangkan menurut UU 5 Tahun 1974, Camat berkedudukan sebagai kepala Pemerintahan Kecamatan. Dengan terjadinya perubahan kedudukan camat pasti akan menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda. Tugas, fungsi, dan kewenangan camat dalam bagian ini dalam keudukannya sebagai perangkat daerah.

b. Sekretaris Kecamatan Pada bagian ini dimuat struktur sekretariat kecamatan yang dibagi menjadi urusan perencanaan dan urusan umum. Tugas sekretaris kecamatan sebagai penyusun rencana/program, pengendali dan pengevaluasi pelaksanan kegiatan; penyelenggara urusan ketatausahaan, administrasi kepegawaian, perlengkapan dan rumah tangga; penyelenggara urusan administrasi keuangan, melakukan pembinaan, pengawsan, dan pengendalian administrasi keuangan kecamatan; pelaksana tugas-tugas lain yang diberikan oleh camat.

c. Seksi Pemerintahan Pada bagian ini memuat tugas pokok seksi pemerintahan sebagai pelaksana sebagian urusan pemerintah yang dilimpahkan oleh Bupati yang meliputi urusan pemerintahan secara umum dan pemerintahan desa/kelurahan. Selain tugas, juga dimuat fungsi Seksi pemerintahan yakni menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan urusan pemerintahan; penyusun program dan pembina penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan; penyusuan program dan pembiana administrasi kependudukan dan catatan sipil; pelaksana inventarisasi desa/kelurahan; penyusun program bidang pertanahan; dan pelaksana tugas lain yang diberikan oleh camat sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Page 21: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

21

d. Seksi Ketentraman, Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat Pada bagian ini memuat tugas pokok seksi ketentraman, ketertiban, dan perlindungan masyarakat sebagai pelaksana sebagian urusan pemerintah yang dilimpahkan oleh Bupati yang meliputi urusan perlindungan masyarakat (Linmas) secara umum. Sedangkan ffungsi seksi ini adalah mengkoordinir program perlindungan masyarakat, yang meliputi pada aspek terciptanya kondisi yang tentram, tertib, dan aman di dalam wilayah kecamatan. Seksi ini berfungsi untuk mengamankan dan penegakan hukum atas Qanun yang diatur oleh Kabupaten.

b. Seksi Ekonomi Pembangunan Pada bagian ini memuat tugas pokok seksi Ekonomi Pembangunan sebagai pelaksana sebagian urusan pemerintah yang dilimpahkan oleh Bupati yang meliputi urusan pengembangan ekonomi masyarakat secara umum. Sedangkan fungsi seksi ini adalah mengkoordinir program pengembangan ekonomi masyarakat, yang meliputi pada aspek perencanaan, pengembangan dan pembinaan kelompok-kelompok ekonomi dalam masyarakat. Seksi ini juga berfungsi untuk mengerakkan gerakan pembangunan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan termasuk menumbuh kembangkan semangat gotong royong masyarakat.

f. Kesejahteraan Rakyat

Seksi Kesejahteraan Rakyat dimaksudkan untuk mengakomodasikan kewenangan di bidang sosial dan kesejahteraan rakyat. Terlebih lagi permasalahan sosial dan kesejahteraan rakyat yang semakin banyak dan semakin kompleks dewasa ini, sehingga memerlukan penanganan yang lebih optimal. Seringkali masalah-masalah sosial yang krusial kurang tertangani dengan baik karena kurang jelasnya intansi yang menangani atau justru terjadi overlapping dalam penanganannya. Oleh karena itu penanganan masalah-masalah sosial dan kesejahteraan rakyat harus ditangani secara jelas. Seksi ini juga melakukan pembinaan terhadap kegiatan keolahragaan, kepramukaan, pemberdayaan perempuan, dan generasi muda.

g. Seksi pelayanan umum

Page 22: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

22

Seksi pelayanan umum mempunyai tugas melakukan pelayanan kepada masyarakat, baik pelayanan yang tidak memerlukan biaya seperti pembuatan surat keterangan tidak mampu, maupun pelayanan yang memberikan biaya seperti izin mendirikan bangunan, izin tempat usaha, dan sebagainya.

h. Seksi Pelaksanan Syariat Islam Pada bagian ini memuat tugas dan fungsi seksi keistemewaan Aceh. Seksi Keistimewaan Aceh mempunyai tugas membina dan menyusun program pengembangan adat, adat-istiadat dan keistimewaan Aceh. Sedangkan fungsi seksi ini adalah mengkoordinir program pengembangan adat dan adat-istiadat, menyusun program pembinaan/pengembangan peningkatan adat dan adat-istiadat, menyusun pembinaan peningkatan, pengembangan pelaksanaan syariat Islam dan keistemawaan Aceh.

i. Kelompok Jabatan Fungsional

Kecamatan pada dasarnya mempunyai tugas dan fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih cepat, tepat dan murah sesuai kebutuhan masyarakat. Untuk mendukung tugas dan fungsi itu maka perlu lebih banyak dikembangkan jabatan-jabatan fungsional di kecamatan. Dengan adanya jabatan fungsional, akan dapat lebih melancarkan mobilitas jabatan struktural di kecamatan yang jumlahnya relatif terbatas.

Jumlah jabatan fungsional yang dapat dikembangkan di kecamatan bersifat relatif, sangat ditentukan oleh kebutuhan dan kemampuan kecamatan. Adapun jenis jabatan fungsional yang dapat dikembangkan di kecamatan untuk Aceh saat ini antara lain: pustakawan, untuk menangani perpustakaan keliling; pranata komputer, untuk pelayanan administrasi kependudukan; bendaharawan; penyelia kesehatan lingkungan dan masyarakat; penyelia masalah–masalah sosial; perencanaan pembangunan. Pada bagian ini akan dimuat struktur/susunan jabatan fungsional dan syarat-syarat/kriteria untuk menduduki jabatan fungsional. Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah kecamatan sesuai dengan keahlian dan ketrampilannya.

Page 23: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

23

BAB V

TATA KERJA Sesuai dengan Pasal 112 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Camat

dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian kewenangan Buapti/Walikota untuk menanganii urusan pemerintahan kabupaten/kota. Dalam hal ini kedudukan camat sebagai perangkat daerah yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pemerintahan kabupaten/Kota. Kedudukan Camat dipertegas lagi dalam Pasal 3 Qanun Provinsi No. 3 Tahun 2003 tentang Susunan, Kedudukan Kewenangan Pemerintahan Kecamatan Dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam pasal tersebut kedudukan Camat adalah sebagai Kepala Pemerintahan Kecamatan yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. Dari beberapa ketentuan di atas, terlihat hubungan kerja camat dengan Bupati/Walikota sifatnya hirarkhis, karena Camat adalah bawahan Bupati. Camat diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota.

Mengacu kepada Qanun No. 3 Tahun 2003 dan peraturan perundang-undangan lainnya belum tergambar secara jelas bagaimana pola hubungan kerja yang dibangun antara Bupati atau Walikota dengan Camat, sehingga dalam praktek pola hubungan kerja dan koordinasi diantara Bupati atau Walikota dengan Camat berbeda antara satu kabupaten dengan Kabupaten lainnya. Agar lebih seragam maka tata kerja antara Bupati dengan Camat diatur secara lebih rinci, sehingga akan terbangun hubungan kerja yang harmonis. Sebagai perangkat daerah kedudukan Camat sama dengan perangkat daerah lainnya. Camat sekarang ini bukan lagi sebagai Kepala Wilayah, akan tetapi sebagai perangkat daerah. Oleh karena itu kewenangan Camat terbatas dalam melakukan koordinasi dengan perangkat daerah lainnya.

a. Hubungan Camat dengan Bupati Pada bagian ini memuat hubungan kerja Camat dengan Bupati yang bersifat hubungan sub ordinasi. Camat sebagai bawahan dari Bupati atau Walikota dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan bertanggung jawab langsung kepada Bupati atau Walikota. Dalam membangun hubungan kerja dengan Camat Bupati melalui Sekda dapat melakukan rapat-rapat koordinasi dengan Camat secara reguler. Rapat-rapat koordinasi perlu dilakukan secara reguler dalam upaya meningkatkan peran

Page 24: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

24

Kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Melalui rapat-rapat koordinasi Bupati juga dapat menilai kinerja Camat dalam menjalankan tugasnnya. Oleh karena itu di dalam bagian perlu diatur tentang sistem mekanisme hubungan kerja, termasuk di dalamnya pertanggung jwaban dan sistem pengawasan antara Bupati dan Camat.

b. Hubungan Camat dengan Instansi Vertikal Pada bagian ini diatur tentang mekanisme pembnaan pelaksanaan tugas dan pengawasan terhadap instansi vertikal yang ingin ditempatkan di kecamatan. Misalnya pemberian nilai DP3 dapat dilimpahkan kepada Camat. Jika memungkinkan dibuat sebuah pasal, setiap dinas daerah wajib menempatkan stafnya di kantor camat dalam rangka membantu pemerintahan kecamatan sesuai dengan tupoksinya. Hubungan tata kerja Camat dengan instansi vertikal yang perlu ditegaskan di dalam qanun adalah bersifat hubungan koordinatif. Untuk itu Camat dalam menjalankan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan singkronisasi antar satuan organisasi dalam pemerintahan Kecamatan sesuai dengan tugas pokok masing-masing. Camat berkewajiban melakukan koordinasi dengan instansi vertikal dalam hal; Kegiatan pemberdayaan masyarakat, Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; Penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan dan Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum (Pasal 112 huruf d UUPA) Di dalam pasal 2 ayat 2 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004, disebutkan kedudukan tambahan camat sebagai koordinator pemerintahan di wilayah kerjanya. Kedudukan tambahan tersebut menimbulkan konsekuensi logis adanya kewenangan atributif lainnya yakni mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal maupun dinas daerah yang ada di wilayah. Hubungan camat dengan instansi vertikal dapat juga dijabarkan secara lebih khusus dengan cara, setiap instansi vertikal memiliki daerah binaan pada kecamatan-kecamatan tertentu. Tujuannya, untuk medorong pembangunan kecamatan. Untuk itu kedua ketentuan tersebut perlu dirumuskan kembali dalam Qanun Kecamatan yang akan disusun kemudian.

Page 25: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

25

c. Hubungan Camat dengan Mukim Pada bagian ini memuat pengaturan hubungan kerja Camat dengan Mukim.

Mukim sebagai lembaga adat tidak terlibat dalam urusan pemerintahan di Kecamatan dan Desa. Mukim lebih banyak membantu Camat dalam melakukan hubungan koordinasi dengan Kepala Desa/Keuchik. Urusan Adat dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya dalam wilayah kecamatan dapat dikoordinasikan melalui lembaga mukim. Peran mukim sebagai koordinator desa perlu dipertegas dalam Qanun Kecamatan. Didalam qanun kecamatan perlu diatur dengan tegas tentang hubungan koordinasi antara Camat dengan Mukim, hubungan itu dapat berupa tugas-tugas pembantuan dari Camat kepada Mukim dalam rangka mengkordinasikan tugas-tugas Camat dalam wilayah Mukim tertentu.

d. Hubungan Camat dengan Keuchik

Pada bagian ini memuat hubungan tata kerja Camat dengan Keuchik/Kepala Desa. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan di Gampong, Kepala Desa/keuchik langsung berhubungan dengan Camat. Hubungan kerja Camat dengan Keuchik bersifat hubungan koordinatif fasilitatif. Karena desa (gampong) merupakan organisasi kesatuan masyarakat yang memiliki kewenangan mengatur dirinya sendiri Agar lebih efektif dan efisien perlu dipertegaskan tentang hubungan kerja Camat dengan Keuchik. Camat secara reguler wajib mengadakan rapat-rapat koordinasi dengan para Keuchik yang ada dalam wilayahnya. Sementara itu hubungan yang dapat diatur misalnya adanya pembinaan dari Camat atau staf kecamatan kepada desa. Perlu juga kiranya dalam qanun diatur tentang pola pembinaan dari Camat kepada Desa. Pembinaan dari Camat kepada Desa dalam upaya meningkatkan peran desa dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Page 26: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

26

BAB VI PENDANAAN

Pada bagian ini memuat anggaran pemerintahan Kecamatan. Sistem penganggaran Kecamatan didasarkan pada anggaran berbasis kinerja, sehingga mudah diukur kinerja Camat dan dana yang digunakan oleh kecamatan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam qanun dapat diatur bahwa anggaran kecamatan bersumber dari APBD dan sumber lainnya. Besarnya alokasi anggaran Kecamatan sangat tergantung pada kemampuan masing-masing daerah. Anggaran Kecamatan juga didasarkan pada Tipologi Kecamatan, yang ditentukan berdasarkan; luasnya wilayah; jumlah penduduk; karakteristik wilayah; komunikasi dan transportasi dalam wilayah serta jumlah desa/kelurahan yang berada dalam wilayah kerja. Pemerintah daerah perlu memasukkan/menganggarkan dana kompetisi untuk merangsang kreativitas kecamatan dalam APBD.

Anggaran kecamatan diusulkan oleh masing-masing Kecamatan sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya tipologi kecamatan, maka anggaran Kecamatan yang satu dengan Kecamatan lainnya akan berbeda, sesuai dengan tipe kecamatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten. Dalam qanun juga perlu mekanisme pertanggungjawaban penggunaan dana oleh kecamatan.

Page 27: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

27

BAB VII JABATAN CAMAT

Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kriteria, masa jabatan dan eselonering

camat. Kriteria untuk menjadi camat perlu diatur karena jabatan camat berbeda dengan perangkat daerah lainnya, sehingga memerlukan kriteria khusus. Dalam kriteria ini termasuk fit and proper test.

Melalui kriteria tersebut akan memudahkan bagi bupati dalam penunjukan seorang camat, dan menghindari subjektivitas pribadi. Masa jabatan camat perlu diatur secara tegas untuk menciptakan dan memotivasi camat dalam menjalankan program-programnya. Selain itu diatur juga tentang essalonering camat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eselonering camat masih belum seragam pada ketiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian.

Page 28: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

28

BAB VIII PEMBINAAN KARIER

Dalam rangka usaha untuk meningkatkan mutu dan ketrampilan serta memupuk kegairahan bekerja, maka perlu dilaksanakan pembinaan pegawai kecamatan dengan sebaik-baiknya atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja sehingga dengan demikian dapat dikembangkan bakat dan kemampuan yang ada pada diri masing-masing pegawai secara wajar. Untuk dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya, maka sistem pembinaan karier yang harus dilaksanakan adalah sistem pembinaan karier tertutup dalam arti negara, dengan tidak menutup kemungkinan adanya sistem pembinaan karier terbuka untuk jabatan-jabatan tertentu. Dengan sistem pembinaan karier tertutup dalam arti negara, maka dimungkinkan perpindahan pegawai kecamatan antar daerah, terutama untuk jabatan-jabatan yang bersifat manejerial. Prinsip pokok penempatan dalam jabatan adalah ”menempatkan orang yang tepat pada tempat yang tepat”. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang PNS dalam suatu organisasi tertentu. Dalam sistem pembinaan karier yang sehat selalu ada pengkaitan yang erat antra jabatan dan pangkat, artinya PNS yang ditunjuk menduduki sesuatu jabatan haruslah mempunyai pengkat yang sesuai untuk jabatan itu. Jabatan karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam suatu organisasi. Sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang secara tegas disebutkan dalam struktural organisasi, tetapi dari sudut fungsinya diperlukan organisasi.

Page 29: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

29

BAB IX PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan bagi pegawai dimaksudkan agar terjamin keserasian pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Dasar pemikiran kebijaksanaan Diklat adalah sebagai berikut:

Diklat merupakan bagian integral dari sistem pembinaan PNS; Diklat mempunyai keterkaitan dengan pengembangan karier; Sistem diklat meliputi proses identifikasi kebutuhan, perencanaan,

penyelenggaraan, dan evauasi diklat; Diklat diarahkan untuk mempersiapkan PNS agar memenuhi persyaratan jabatan

yang ditentukan dan kebutuhan organisasi, termasuk pengadaan kader pemimpin dan staf.

Diklat meliputi dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi pendidikan dan fungsi pelatihan yang merupkan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan antara lain adalah:

Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan ketrampilan. Menciptakan adanya pola berpikir yang sama tentng suatu hal. Menciptakan dan mengembangkan metode kerja yang lebih baik. Membina karier Pegawai Negeri Sipil.

Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk perecanaan anggaran, penentuan standar, pemberian akredtasi, penilian, dan pengawasan. Perlu dibudayakan, bagi pegawai yang telah mengikuti diklat diharuskan/diwajibkan untuk menyampaikan ilmu, ketrampilan dan pengalamannya kepada pegawai lainnya yang belum mengikuti diklat terutama pegawai pada bidang yang bersangkutan.

Page 30: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

30

BAB X PELAYANAN PUBLIK

A. Pelayanan kepada Masyarakat

Kecamatan sebagai salah satu perangkat Daerah sangat diharapkan kontribusinya terhadap keberhasilan Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pelayanan masyarakat (Sadu Wasistiono, 2002:5). Salah satu fungsi kantor camat adalah sebagai pusat pemberian pelayanan kepada masyarakat. Prinsip pelayanan adalah memberikan kemudahan kepada masyarakat, sehingga masyarakat terpuaskan. Dalam bab ini akan diatur tentang jenis-jenis pelayanan publik yang seharusnya dapat dilimpahkan kepada Camat. Mengingat dalam qanun ini diperkenalkan tipologi kecamatan, maka aturan pelimpahan kewenangan dalam pelayanan publikpun harus diatur menurut tipe kecamatan. Besar kecilnya ewenang yang dilimpahkan kepada kecamatan tergantung pada tipe kecamatan. Jenis Pelayanan Publik yang dapat diserahkan kepada kecamatan pada prinsipnya dapat dibagi dua kelompok besar, yaitu (1) pelayanan di bidang pemerintahan umum dan social dan (2) pelayanan di bidang perizinan.

Adanya aturan tentang pelayanan public di Kantor Camat, dimaksudkan untuk memaksa Bupati untuk mengfungsikan Kantor Camat sebagai pusat pelayanan masyarakat. Dalam rangka mendekatkan dan mempermudah pelayanan kepada masyarakat, seharusnya Camat tidak hanya sekedar dibebani dengan kewajiban mengeluarkan rekomendasi untuk izin-izin tertentu, melainkan kepada Camat dapat dilimpahkan kewenangan untuk menerbitkan izin-izin tertentu sesuai dengan tipe kecamatan yang ditentukan dalam Qanun. Pola pelimpahan sebagian kewenangan untuk penerbitan izin sudah dipraktekkan oleh Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Bupati dengan Keptusan Nomor 36 tahun 2002 telah melimpahkan 16 kewenangan kepada Camat.

Efektivitas pemberian pelayanan kepada masyarakat sangat ditentukan oleh kedekatan antara organisasi penyelenggara dan masyarakat sebagai penerima layanan (Sadu Wasistiono, 2002: 56). Dalam salah satu pasal dari qanun tersebut perlu diatur tentang kewajiban kepada Bupati untuk melimpahkan sebagian kewenangan di bidang pelayanan kepada masyarakat, sebagai upaya untuk mendekatkan dan mempermudahkan

Page 31: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

31

pelayanan. Jenis dan kriteria kewenangan yang dilimpahkan diatur tersendiri oleh Bupati melalui Surat Keputusan Bupati.

Karakteristik keawenagan pelayanan yang dapat dijalankan oleh camat yaitu sebagai berikut;

a. Mudah, dalam arti tidak memerlukan persyaratan teknis tinggi; b. Sederhana, dalam arti tidak memerlukan prosedur yang banyak; c. Murah, dalam arti pembiayaannya lebih murah bagi masyarakat dibanding

apabila ditangani oleh dinas teknis diibukota kabupaten atau kota. d. Terjangkau oleh masyarakat setempat, baik dilihat dari lokasi maupun waktunya. Masyarakat menunjuk beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menentukan

kewenangan apa yang tepat diberikan kepada Camat untuk mengeluarkan izin-izin tertentu. Indikator/kriteria sebagai berikut: izin yang dampak terhadap lingkungan kecil, menggunakan teknologi yang sederhana, tidak membutuhakn penelitian yang mendalam, investasinya kecil, teknologi tepat guna (padat karya).

Beradasarkan kriteria di atas, masyarakat menyebutkan izin-izin yang seharusnya dapat diserahkan kepada Camat, antara lain:

Izin usaha dan SITU untuk Kilang Padi yang kecil, Izin usaha untuk kapal ikan yang PK kecil Izin mendirikan bangunan untuk Rumah Tipe 36, Izin usaha dan SITU usaha perbengkelan dengan modal di bawah Rp. 100

juta Izin usaha dan SITU usaha perabot dengan modal di bawah Rp.100 juta Izin usaha dan SITU Rumah Makan dan Warung kopi Izin usaha dan SITU usaha pangkas

Begitu pula dengan pelayanan Kartu Penduduk yang dahulunya ditangani di Kantor Camat, sudah seharusnya dikembalikan kembali lepada Camat, mengingat KTP adalah kebutuhan bagi setiap individu yang memerlukan pelayanan yang Sangat dekat dengan yang berkepentingan.

Page 32: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

32

B. Pelayanan Prima Kesan umum yang ditangkap terhadap kinerja birokrasi oleh masyarakat senantiasa

dikaitkan dengan sesuatu yang lamban, lambat, dan berbelit-belit serta formalitas. Meskipun sebenarnya kinerja birokrasi adalah tugas-tugas yang diberikan adalah lebih teratur dan tertib, sehingga tidak diharapkan akan terjadi hambatan atau penundaan. Arus otonomi semakin membuka pandangan baru bagi kinerja birokrasi, dalam rangka mempercepat pelayanan kepada masyarakat (HAW Widjaya, 2004:81). Penulis lain juga menulis bahwa, peran pemerintah sebagai pelayanan masyarakat (customer-driven

government) yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan atau profit, sehingga haruslah “meeting needs of customer, not the bureaucracy” (Gabler dalam Djohan, 1997:52). Pemerintah Daerah melalui Qanun tentang Kecamatan perlu mengregulasi tentang Kebijakan Publik di Kecamatan, karena fungsi pelayanan akan menimbulkan keadilan dalam masyarakat (Muhadam Labolo, 2006:27).

Untuk menghilangkan kesan masyarakat terhadap birokrasi sebagai sesuatu yang jelek, maka pelimpahan kewenangan kepada Camat di bidang perizinan harus diiringi pula dengan pengaturan tentang standar pelayanan. Di dalam Qanun harus pula diatur tentang adanya kewajiban bagi kecamatan harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip good governenace and clean governance dalam penyelenggaraan pelayanan kepada

masyarakat. • Aturan tentang pelayanan di kecamatan harus dapat diukur seobyek

mungkin, dimana pengukuran tersebut tidak semata-mata pada input (masukan) saja, tetapi lebih ditekankan pada keluaran, proses, manfaat, dan dampak dari pelayanan itu bagi kesejahteraan masyarakat. Deregulasi di bidang perizinan tidak sekedar mengatur tentang pelimpahan kewenangan dan perubahan nilai retribusi, melainkan yang paling penting adalah penyederhanaan syarat, tata cara dan waktu untuk mendapatkan pelayanan itu. Izin sebagai perbuatan administrasi Negara tidak diartikan oleh sarana untuk pemasukan semata, melainkan harus diartikan sebagai sarana keteraturan dan pembinaan oleh

•. Perizinan menurut Syahran Basyah, izin adalah perbuatan hokum administrasi Negara

bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Syahran Basah, hal. 3). Sedangkan Ateng Syarifuddin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh (Ateng Syarifuudin, hal. 1)

Page 33: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

33

pemerintah Daerah kepada warga masyarakat. Adapun pengutipan retribusi adalah hak pemerintah daerah atas pelayanan yang langsung diterima oleh masyarakat, sewajarnyalah masyarakat yang telah mebayar jasa pelayanan untuk mendapatkan layanan yang baik pula. Oleh karena itu di dalam Qanun perlu diatur dengan tegas tentang adanya kewajiban bagi Bupati melakukan regulasi tentang Standar Pelayanan di Kantor

Camat. Pengaturan standar pelayanan yang dimaksud meliputi: a. Syarat-syarat untuk mendapatkan pelayanan; b. Bidang atau seksi yang memberikan pelayanan; c. Waktu yang dihabiskan untuk proses pelayanan; dan d. Biaya yang harus dibayarkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan.

Page 34: _naskah Akademik Qanun Kecamatan

34

BAB XII SARANA DAN PRASARANA MINIMAL

Pada bab ini akan diatur tentang Sarana dan prasarana yang harus ada di

kecamatan. Seiring dengan perbaikan iklim pelayanan publik di kecamatan, maka sarana dan prasarana di kecamatan harus dapat menunjang fungsi kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat. Dalam hal ini setiap daerah dapat menetapkan standar minimal berkenaan dengan sarana dan prasarana di Kantor Camat. Sarana dan prasarana di kecamatan selain mempertimbangkan kuantitas dan kualitas tetapi juga harus mempertimbangkan pada aspek fungsi pelayanan masyarakat. Dalam Qanun tentang kecamatan juga perlu dipertegas bahwa adanya kewajiban pemerintah kabupaten untuk mempertimbangkan aspek teknologi informasi di kantor camat. Dengan sarana dan prasarana yang minimal, akses informasi dari masyarakat dan dari pemerintah atasan dapat mengakses aktivitas yang terjadi di Kantor camat.