draft qanun rtrw nad

63
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : ………… TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, wilayah, dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang; c. bahwa terjadi perubahan bentang alam serta kerusakan fisik dan sosial akibat bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, serta diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mengingat : 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2931); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437); 1

Upload: axgani

Post on 10-Dec-2015

55 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

qanun

TRANSCRIPT

Page 1: Draft Qanun Rtrw Nad

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : …………

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, wilayah, dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang;

c. bahwa terjadi perubahan bentang alam serta kerusakan fisik dan sosial akibat bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, serta diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Mengingat : 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2931);

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);

1

Page 2: Draft Qanun Rtrw Nad

7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;

8. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);

9. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);

10. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);

11. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481);

12. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);

13. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

14. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

15. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

16. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

17. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169);

18. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94 Tambahan Lembaran Negara Nomor 1226);

19. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; 20. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah; 21. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; 22. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh; 23. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang

Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3405);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997

2

Page 3: Draft Qanun Rtrw Nad

Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);

29. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3816);

30. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3934);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

33. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4095);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4145);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4146);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4156);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan;

42. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;

43. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

44. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri;

3

Page 4: Draft Qanun Rtrw Nad

45. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya;

46. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional;

47. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-produk Hukum Daerah;

48. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah;

49. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

50. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;

51. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan;

52. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70 Tahun 2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan;

53. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

54. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2002 tentang Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

55. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20 Tahun 2002 tentang Konservasi Sumber Daya Alam.

56. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam.

4

Page 5: Draft Qanun Rtrw Nad

Dengan Persetujuan :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Provinsi adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur beserta Perangkat Daerah otonom yang

lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang

berada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

6. Qanun Provinsi adalah Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

7. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRWP

adalah rencana struktur tata ruang provinsi yang mengatur struktur dan pola tata

ruang wilayah provinsi.

8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang

udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup

lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

9. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik

direncanakan maupun tidak.

10. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

11. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

5

Page 6: Draft Qanun Rtrw Nad

12. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administratif dan atau aspek fungsional.

13. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.

14. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan

sumberdaya buatan.

15. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumberdaya

manusia, dan sumberdaya buatan.

16. Kawasan Andalan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk memberikan

kontribusi terhadap pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi.

17. Kawasan Pertahanan Keamanan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan, yang terdiri dari

kawasan latihan militer, kawasan pangkalan TNI Angkatan Udara, kawasan

pangkalan TNI Angkatan Laut, dan kawasan militer lainnya.

18. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

19. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

20. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lain.

21. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

22. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke

dalamnya.

23. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan

utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,

stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

24. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah

tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai

dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari

6

Page 7: Draft Qanun Rtrw Nad

curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui

sungai utama ke laut.

25. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah pusat kegiatan

yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan

internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta

sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, simpul transportasi dengan skala

pelayanan nasional atau beberapa provinsi.

26. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah pusat kegiatan

yang mempunyai potensi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, dan simpul

transportasi yang melayani beberapa kabupaten.

27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah pusat kegiatan yang

mempunyai potensi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, dan simpul

transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa

kecamatan.

28. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat

hukum adat atau badan hukum.

29. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas

kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam

penyelenggaraan penataan ruang.

30. Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya

sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber

daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,

kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

BAB II ASAS, TUJUAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN

Bagian Pertama

Asas dan Tujuan Pasal 2

RTRWP berdasarkan atas asas :

a. pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan

berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan;

b. persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum;

c. keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat.

7

Page 8: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 3

Tujuan dari Penyusunan RTRW Provinsi NAD adalah :

1. Merumuskan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang di Provinsi NAD.

2. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar

kawasan di Provinsi NAD.

3. Melengkapi muatan RTRW sesuai dengan UU No. 24 tahun 1992.

4. Meningkatkan keterpaduan RTRW dengan rencana tata ruang pada jenjang di

atasnya.

5. Mempersiapkan pembangunan kembali wilayah, kota, kawasan dan lingkungan

permukiman yang rusak akibat bencana alam gempa dan tsunami.

6. Mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah secara berkelanjutan sehingga

dapat mengejar ketertinggalan secara nasional dibandingkan daerah lainnya.

Bagian Kedua

Fungsi dan Kedudukan Pasal 4

(1) Fungsi dari RTRW Provinsi adalah:

a. Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah provinsi;

b. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah provinsi;

c. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah

provinsi dan antar kawasan/kabupaten/kota serta keserasian antar sektor;

d. Sebagai salah satu bentuk rumusan kesepakatan antara Pemerintah Provinsi

dan Pemerintah Kabupaten/Kota tentang struktur dan pola ruang wilayah;

e. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

(2) Kedudukan RTRW Provinsi adalah sebagai pemberi arahan yang lebih berfokus

pada keterkaitan antar kawasan/kabupaten/kota dan hal-hal lainnya yang bersifat

lintas perbatasan daerah.

8

Page 9: Draft Qanun Rtrw Nad

BAB III WILAYAH, SUBSTANSI, DAN JANGKA WAKTU RENCANA

Bagian Pertama

Wilayah Rencana Pasal 5

(1) Lingkup wilayah RTRWP adalah daerah dengan batas yang ditentukan

berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan seluas 57.365,57

km2, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai, serta wilayah udara.

(2) Batas-batas wilayah adalah sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat

Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, dan

sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Bagian Kedua

Substansi Rencana Pasal 6

(1) Substansi RTRWP mencakup kebijakan penataan ruang, rencana tata ruang

wilayah, rencana pemanfaatan ruang, dan rencana pengendalian pemanfaatan

ruang.

(2) Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini

meliputi :

a. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang;

b. Kebijakan Pemanfaatan Ruang;

c. Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang;

(3) Rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini

meliputi :

a. Rencana Struktur Tata Ruang

b. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang

(4) Rencana Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

meliputi program, kegiatan, tahapan, dan pembiayaan pemanfaatan ruang yang

didasarkan atas rencana tata ruang.

(5) Rencana Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) pasal ini meliputi kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap

pemanfaatan ruang.

9

Page 10: Draft Qanun Rtrw Nad

Bagian Ketiga

Jangka Waktu Rencana Pasal 7

Jangka waktu RTRWP adalah hingga Tahun 2022.

BAB IV

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Bagian Pertama

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang Paragraf 1

Umum Pasal 8

(1) Rencana struktur ruang kota bertujuan untuk memacu perkembangan suatu

wilayah, mencapai keseimbangan dan keselarasan perkembangan antar wilayah

melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan (kota-kota) sesuai dengan fungsi

yang diembannya, daya dukung lingkungan hidup dan daya tampung ruangnya

guna mendukung struktur tata ruang yang telah direncanakan.

(2) Rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini

meliputi :

a. Rencana Struktur Tata Ruang, meliputi rencana struktur tata ruang dan hirarki

sarana dan prasarana utama wilayah.

b. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang, meliputi rencana pola pemanfaatan

ruang kawasan lindung dan rencana pola pemanfaatan ruang kawasan

budidaya.

Paragraf 2 Struktur Tata Ruang

Pasal 9

Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) Pasal 8 Qanun ini, maka kebijakan struktur tata ruang Provinsi NAD adalah:

a. Memantapkan arahan struktur ruang yang telah ditetapkan di dalam RTRWN dan

RTRW Pulau Sumatera.

b. Mendorong pertumbuhan wilayah tertinggal yaitu wilayah bagian Tengah dan

wilayah bagian Barat Provinsi NAD.

c. Optimalisasi pemanfaatan, pengolahan dan nilai ekonomi dari potensi

pariwisata, pertanian, pertambangan, perikanan, dan potensi-potensi lainnya di

10

Page 11: Draft Qanun Rtrw Nad

seluruh wilayah Provinsi NAD untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh

Masyarakat Aceh.

d. Merubah orientasi pelayanan pada wilayah bagian Selatan Provinsi NAD menjadi

lebih terintegrasi ke dalam wilayah (internal) Prov NAD.

e. Melakukan pemerataan pembangunan dengan mengurangi kesenjangan

pembangunan antara wilayah bagian Timur, bagian Tengah dan wilayah bagian

Barat Provinsi NAD.

f. Mendorong pertumbuhan kawasan–kawasan potensial.

g. Melakukan optimalisasi pengembangan wilayah sesuai dengan potensinya.

h. Optimalisasi sistem hirarki pelayanan.

Paragraf 3 Sistem Prasarana Wilayah

Pasal 10

Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) Pasal 8 Qanun ini, maka kebijakan pengembangan sistem prasarana wilayah

adalah:

a. Peningkatan dan pengembangan jaringan transportasi sebagai penghubung

antar wilayah dan antar pusat kegiatan dalam kerangka terbentuknya struktur

ruang wilayah.

b. Pengembangan sarana dan prasarana utama pada pusat-pusat pertumbuhan

sesuai dengan hirarkinya.

c. Peningkatan akses untuk mengakomodasikan mobilitas faktor produksi dan

produk antara Provinsi NAD dengan wilayah eksternalnya baik dalam skala

regional, nasional, maupun internasional; serta secara internal dalam Provinsi

NAD.

d. Penyediaan sarana dan prasarana sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal

(SPM) pada kawasan perkotaan yang diarahkan sebagai pendukung fungsi kota.

e. Minimasi pengembangan infrastruktur ke kawasan yang memiliki fungsi lindung

atau memiliki fungsi penting secara ekologis.

11

Page 12: Draft Qanun Rtrw Nad

Paragraf 4 Pola Pemanfaatan Ruang

Pasal 11

Kebijakan yang mendasari pengembangan rencana pola pemanfaatan ruang

Provinsi NAD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 8 Qanun ini adalah:

a. Mempertahankan seluruh kawasan lindung yang sudah ditetapkan dalam

kebijakan perencanaan tata ruang wilayah nasional (RTRWN) dan RTRW Pulau

Sumatera.

b. Ruang daratan yang memiliki kesesuaian untuk fungsi lindung, sedapat mungkin

diarahkan untuk berfungsi lindung dengan memperhatikan kondisi eksisting dan

legalitas yang ada serta manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan

masyarakat dan lingkungan yang berkelanjutan.

c. Memperhatikan paduserasi kawasan hutan dan kesepakatan penetapan fungsi

hutan yang pernah dilakukan.

d. Mengoptimalkan potensi yang ada baik di daratan maupun di lautan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kepentingan

lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.

e. Ruang yang eksistingnya digunakan untuk kepentingan budidaya, sedangkan

kesesuaian lahannya dapat diperuntukkan/cocok untuk lebih dari satu fungsi

budidaya, maka rencana pemanfaatan ruangnya diarahkan untuk fungsi

budidaya yang lebih intensif dan memiliki manfaat yang lebih besar bagi

masyarakat, tetapi dengan minimasi konflik pertanahan yang mungkin terjadi.

f. Lahan-lahan yang memiliki kesesuaian maupun kondisi eksistingnya untuk fungsi

budidaya lahan basah, dipertahankan pemanfaatannya untuk mendukung

ketahanan pangan wilayah dan nasional.

g. Mewujudkan kawasan perlindungan setempat pada ruang yang sesuai di semua

bagian wilayah.

h. Rencana pola pemanfaatan ruang yang lebih detail dapat dituangkan dalam

RTRW Kabupaten/Kota pada skala yang lebih besar.

12

Page 13: Draft Qanun Rtrw Nad

Paragraf 5 Pengelolaan Kawasan Lindung

Pasal 12

Untuk mewujudkan pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat

Pasal 11 Qanun ini, maka kebijakan pengelolaan kawasan lindung adalah:

a. Mempertahankan kawasan yang memiliki fungsi lindung dengan mencegah

terjadinya alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya. Kawasan-

kawasan yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung tidak diperkenanan untuk

dilakukan kegiatan budidaya.

b. Kegiatan yang dapat bersinergi dengan fungsi kawasan lindung, seperti

pariwisata (wanawisata, ecotourism), penelitian, pendidikan, budidaya flora

dan fauna tertentu dan tidak mengganggu fungsi perlindungan, dapat dilakukan

sesuai dengan peraturan/perundangan yang berlaku.

c. Fungsi konservasi atau fungsi lindung pada hakekatnya bukan hanya oleh

kawasan lindung, tetapi juga oleh kawasan budidaya, sesuai dengan posisinya

dalam konfigurasi fisik wilayah.

d. Pengembalian fungsi hutan lindung pada kawasan HPTS (Hutan Produksi

Terbatas Sementara) yang pada masa berlakunya RTRWP ini, masa berlaku izin

HPH nya berakhir atau apabila pengelolaannya melanggar ketentuan yang ada.

e. Penerapan “Carbon Development Mechanism” pada tataran lokal di Provinsi

sebagai upaya memberikan kompensasi yang adil bagi daerah yang mengelola

kawasan lindung dan daerah yang mendapatkan manfaat dari adanya kawasan

lindung.

f. Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan

lingkungan (terutama pada pengelolaan kawasan lindung).

g. Kawasan yang pernah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai Hutan

Lindung, yang diatasnya telah diberikan Hak Pengusahaan Hutan dan telah

diusahakan sebagai hutan produksi sebelum ditetapkannya keputusan tersebut,

apabila telah berakhir masa berlakunya atau tidak dikelola sebagaimana

ketentuan, dapat dikembalikan fungsinya menjadi Hutan Lindung.

Paragraf 6 Pengelolaan Kawasan Budidaya

Pasal 13

Untuk mewujudkan pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat

Pasal 11 Qanun ini, maka kebijakan pengelolaan kawasan budidaya adalah:

13

Page 14: Draft Qanun Rtrw Nad

a. Membatasi perkembangan kawasan budidaya yang dilingkupi/dikelilingi kawasan

lindung.

b. Alih fungsi lahan dimungkinkan pada kawasan budidaya dengan prinsip

kesesuaian lahan dan pencapaian manfaat yang sebesar-besarnya dengan

melibatkan lembaga adat, sedangkan pada kawasan yang sudah ditetapkan

sebagai kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan

budidaya.

c. Mendayagunakan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat

dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup,

pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat

lokal, serta penataan ruang dan pengusahaannya yang diatur dengan

peraturan/perundang-undangan/Qanun.

d. Prasarana dan fasilitas penunjang pusat kegiatan lokal yang baru berkembang

yang berada di jalan regional, harus memperhatikan kelancaran pergerakan

regional.

e. Pembangunan fisik di wilayah Provinsi NAD, harus memperhatikan mitigasi

bencana.

f. Menerapkan “Community Based Forestry Management” di Provinsi NAD,

terutama di hutan produksi dan hutan produksi terbatas, sebagai upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.

g. Meningkatkan koordinasi dan kerja sama antar daerah dalam pengelolaan

kawasan budidaya.

Bagian Kedua

Kebijakan Pemanfaatan Ruang Paragraf 1

Umum Pasal 14

(1) Kebijakan pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur tata

ruang.

(2) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dijabarkan dalam program dan kegiatan

pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang

ditetapkan di dalam RTRWP.

(3) Kegiatan pemanfaatan ruang perlu didukung oleh pembiayaannya meliputi

sumber, prioritas dan alokasi pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan

pembangunan.

14

Page 15: Draft Qanun Rtrw Nad

Paragraf 2 Prinsip Dasar Kebijakan Pemanfaatan Ruang

Pasal 15

Prinsip dasar kebijakan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

Qanun ini adalah:

1. Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan

Kawasan Lindung dan Budidaya.

2. Fungsi konservasi atau fungsi lindung pada hakekatnya bukan hanya oleh

kawasan lindung, tetapi juga oleh kawasan budidaya, sesuai dengan posisinya

dalam konfigurasi fisik wilayah. Kawasan budidaya yang berada di bagian hulu

DAS, terutama berupa Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan perkebunan

dengan perakaran kuat dan tegakan tinggi, harus dijaga kualitas tutupan

lahannya, sehingga dapat mengurangi erosi dan menjaga ketersediaan air.

Kepada pihak yang mengelola kegiatan di kawasan tersebut harus diterapkan

pula prinsip-prinsip konservasi lahan, yaitu menjaga fungsi ikutan kawasan

dalam hal konservasi. Untuk kawasan HPT yang telah dieksploitasi harus

dilakukan reboisasi atau replanting.

3. Kegiatan yang dapat bersinergi dengan fungsi kawasan lindung, seperti

pariwisata (islamic tourism, wanawisata, ecotourism), penelitian, pendidikan,

budidaya flora dan fauna tertentu yang tidak mengganggu fungsi

perlindungannya, dapat dilakukan sesuai dengan peraturan/perundangan yang

berlaku.

4. Peningkatan kualitas hutan yang merupakan kawasan lindung (Hutan Lindung,

Cagar Alam) dengan penanaman kembali hutan-hutan tersebut yang

gundul/kritis, atau rehabilitasi hutan dan lahan, sehingga dapat mengurangi

erosi dan menjaga keseimbangan tata air.

5. Kegiatan budidaya yang terletak di dalam kawasan lindung yang dapat

mengganggu fungsi perlindungannya, seperti perladangan, kebun, dan

permukiman, harus dibatasi perkembangannya, dan secara bertahap

dikeluarkan dari kawasan lindung, dengan menyediakan tempat lain yang

sudah dialokasikan ke dalam kawasan budidaya.

6. Penerapan “Carbon Development Mechanism” pada tataran lokal di Provinsi

NAD.

7. Penerapan “Community Based Forestry Management” dalam pengelolaan

hutan di Provinsi NAD.

8. Penetapan fungsi suatu kawasan adalah berdasarkan fungsi dominan yang

15

Page 16: Draft Qanun Rtrw Nad

diembannya. Oleh karena itu bentuk-bentuk penggunaan lahan atau

pemanfaatan yang relatif kecil dan tersebar dalam tahapan RTRW ini

diintegrasikan dalam kawasan dengan fungsi yang lebih dominan tersebut.

Pada rencana tata ruang yang lebih terinci atau detail dapat dijelaskan pada

peta yang lebih detail, dengan tetap memperhatikan fungsi dominannya.

9. Kawasan budidaya yang telah ditetapkan yang terlingkup atau dikelilingi oleh

kawasan lindung, seperti kawasan budidaya (berupa enclave), harus sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku dan dibatasi perkembangannya

pada enclave itu saja, atau dengan kata lain tidak diperluas/ekspansi.

10. Kawasan budidaya pertanian lahan basah/sawah yang yang didukung oleh

potensi sumber daya air, merupakan kawasan budidaya yang dipertahankan

keberadaannya, kecuali di wilayah perkotaan yang sudah ditetapkan sebagai

kawasan perkotaan dapat dialihfungsikan dengan prinsip pemanfaatan yang

dapat mencapai manfaat yang sebesar-besarnya.

11. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar

bermanfaat bagi peningkatan kesejateraan rakyat secara berkelanjutan.

12. Mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam

dengan melakukan daur ulang/penghematan penggunaan dan penerapan

teknologi ramah lingkungan.

13. Mendayagunakan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan

hidup, pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya

masyarakat lokal, serta penataan ruang dan pengusahaannya yang diatur

dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah/qanun.

14. Prasarana dan fasilitas penunjang pusat kegiatan lokal yang baru yang berada

di jalan regional, harus memperhatikan kelancaran pergerakan regional. Pada

fasilitas umum yang berada di jalan regional dan mengganggu pergerakan

regional, harus diupayakan rencana pengaturan atau pemindahannya agar

tidak lagi mengganggu pergerakan regional.

15. Pengembalian fungsi hutan lindung yang sementara menjadi HPTS (Hutan

Produksi Terbatas Sementara) apabila telah habis masa berlakunya baik pada

masa berlakunya RTRWP ini atau setelahnya atau apabila tidak dikelola

sebagaimana yang telah ditentukan.

16. Pembangunan fisik di wilayah Provinsi NAD, harus memperhatikan mitigasi

bencana.

17. Alih fungsi lahan dimungkinkan pada kawasan budidaya dengan prinsip

kesesuaian lahan dan pencapaian manfaat yang sebesar-besarnya dengan

16

Page 17: Draft Qanun Rtrw Nad

melibatkan lembaga adat, sedangkan pada kawasan yang sudah ditetapkan

sebagai kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan

budidaya.

Bagian Ketiga

Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pasal 16

(1) Integrasi program pembangunan dalam rangka terwujudnya struktur dan pola

pemanfaatan ruang.

(2) Mengendalikan pemanfaatan ruang melalui kegiatan pengawasan dengan

melibatkan masyarakat.

(3) Pengembangan mekanisme perijinan sebagai alat dalam melakukan

pengendalian pemanfaatan ruang.

(4) Merumuskan mekanisme penertiban melalui penegakan hukum terhadap

pelanggaran pemanfatan ruang, melalui sanksi administratif, sanksi perdata

maupun sanksi pidana.

(5) Pemberian program insentif dan disinsentif dalam rangka terbentuknya

pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana.

(6) Penguatan kelembagaan dalam rangka pelaksanaan pengendalian pemanfaatan

ruang di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pasal 17

Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Badan Koordinasi

Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur.

BAB V

RENCANA TATA RUANG WILAYAH Bagian Pertama

Rencana Struktur Tata Ruang Paragraf 1

Rencana Pengembangan Pusat-Pusat Kegiatan Pasal 18

(1) Rencana pengembangan struktur tata ruang di Provinsi NAD adalah:

a. Pengembangan PKN sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan

internasional dan memiliki potensi untuk mendorong perkembangan wilayah

sekitarnya dan berfungsi sebagai pusat pengembangan kegiatan jasa, pusat

17

Page 18: Draft Qanun Rtrw Nad

pengolahan, simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau

beberapa provinsi.

b. Pengembangan PKW sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul

transportasi yang melayani beberapa kabupaten. Kriteria penentuan PKW

adalah pusat jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani beberapa

kabupaten, pusat pengolahan/pengumpulan barang yang melayani beberapa

kabupaten, simpul transportasi untuk beberapa kabupaten serta pusat

pelayanan jasa lain untuk beberapa kabupaten.

c. Pengembangan PKL sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul

transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa

kecamatan.

d. Pengembangan sarana transportasi yang berfungsi menghubungkan antar

pusat PKN-PKW-PKL.

e. Penyediaan sarana dan prasarana sesuai dengan struktur hirarki pusat

pelayanan, termasuk prasarana dan sarana transportasi.

(2) PKN sebagaimana dimaksud dalam huruf a ayat (1) pasal ini adalah PKN

Kawasan Banda Aceh - Sabang, PKN Lhokseumawe dan PKN Meulaboh.

(3) PKW sebagaimana dimaksud dalam huruf b ayat (1) pasal ini adalah Takengon,

Langsa dan Tapaktuan.

(4) PKL sebagaimana dimaksud dalam huruf c ayat (1) pasal ini adalah Jantho, Sigli,

Idi Rayeuk, Bireun, Blangkejeren, Karang Baru, Simpang Tiga Redelong,

Lhoksukon, Blang Pidie, Jeuram, Calang, Kutacane, Subulussalam, Sinabang

dan Singkil.

(5) Kabupaten/kota dapat menentukan PKL lainnya untuk kepentingan

pembangunan ruang di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah Pasal 19

Rencana pengembangan sistem prasarana wilayah terdiri dari pengembangan

sistem prasarana transportasi darat, laut, udara, prasarana pengairan,

prasarana air bersih, prasarana air limbah, prasarana energi dan

telekomunikasi, serta prasarana pengelolaan lingkungan.

18

Page 19: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 20

Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi darat, laut, dan udara

meliputi:

a. Pengembangan sistem jaringan arteri primer sebagai penghubung antar PKN

dan antara PKN dan PKW.

b. Pengembangan jalan kolektor primer sebagai penghubung antar PKW antara

PKW dengan PKL.

c. Pengembangan jaringan kereta api Banda Aceh–Lampung (Program kerjasama

pemerintah provinsi se-Wilayah Sumatera dengan Pemerintah Pusat) yang

berfungsi sebagai penghubung antara pusat-pusat pertumbuhan.

d. Pengembangan transportasi terpadu dalam rangka mendukung pengembangan

PKN.

e. Pengembangan pelabuhan dan bandar udara untuk mendukung PKN dan PKW.

Pasal 21

Rencana pengembangan sistem prasarana pengairan meliputi: a. Pengembangan waduk/bendungan, situ, dan embung dalam rangka penyediaan

air baku serta konservasi sumber air.

b. Pengembangan jaringan irigasi yang diprioritaskan di wilayah pantai timur dan

pantai barat NAD. Pengembangan jaringan irigasi merupakan usaha pemenuhan

kebutuhan air baku untuk pertanian.

c. Pengembangan prasarana pengendalian banjir dan drainase yang meliputi

sistem jaringan pembuangan air hujan dan sistem pengendali banjir.

d. Pengembangan prasarana irigasi yang diarahkan untuk:

e. Pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk

peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air

baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan,

pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan

lainnya, dimana dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup

Pasal 22

(1) Rencana pengembangan prasarana air bersih bagi permukiman sebagaimana

disebutkan oleh ayat (1) pasal ini meliputi:

a. Pengembangan sumber air baku dalam rangka penyediaan air untuk kota-

kota yang ditetapkan sebagai PKN yaitu Kota Banda Aceh, Kota

Lhoksemawe dan Kota Melaboh. Selain itu pengembangan sumber air baku

19

Page 20: Draft Qanun Rtrw Nad

untuk kebutuhan air bersih juga diprioritaskan untuk dikembangkan pada

kota-kota yang ditetapkan sebagai PKW yaitu Kota Takengon, Kota Langsa,

Kota Tapaktuan dan Singkil. Pengembangan sumber air baku tersebut perlu

dilakukan kerja sama antar kabupaten.

b. Pengembangan jaringan distribusi air bersih pada kota-kota PKN, PKW dan

PKL.

c. Sistem sambungan langsung dengan sumber dari PDAM yang melayani

kawasan perkotaan, pusat kegiatan komersil, industri maupun pusat

pemerintahan.

d. Sistem sambungan halaman (kran/hidran umum) dengan sumber dari PDAM,

untuk melayani daerah diluar kawasan perkotaan atau di kawasan yang

secara teknis sulit dikembangkan dengan sistem sambungan langsung.

e. Sistem penyediaan air dengan swadaya murni dari masyarakat untuk wilayah

yang belum mendapat pelayanan dari PDAM.

(2) Rencana pengembangan prasarana air baku bagi industri sebagaimana

disebutkan oleh ayat (1) pasal ini meliputi:

a. Penambahan jaringan prasarana perpipaan oleh pemerintah untuk

kepentingan industri.

b. Bagi kegiatan industri yang belum terlayani oleh prasarana perpipaan akan

tetapi potensial produksi tinggi, maka kebutuhan air bakunya dapat dilayani

oleh pembuatan sumur dan atau pompa.

c. Kegiatan penyediaan air baku industri yang berasal dari air tanah, harus

dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

Pasal 23

Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah/Instalasi Pengolahan Limbah Tinja

(IPAL/IPLT) diprioritaskan pada kota-kota yang ditetapkan sebagai PKN.

Pasal 24

Rencana pengembangan sistem prasarana energi dan telekomunikasi meliputi: a. Pengembangan sumber energi listrik merupakan prioritas yang perlu dilakukan

dalam memenuhi kebutuhan energi listrik yang terus berkembang. Pemanfaatan

sumber daya alam maupun sumber daya buatan merupakan prioritas utama

untuk dilakukan pengembangan sebagai sumber energi utama pembangkit listrik.

b. Pengembangan jaringan saluran tegangan tinggi dan menengah yang

terintegrasi dengan sistem jaringan listrik pulau Sumatera.

20

Page 21: Draft Qanun Rtrw Nad

c. Pengembangan sistem jaringan pipa gas untuk memenuhi kebutuhan industri

besar, terutama di sekita kota-kota PKN.

Pasal 25

Rencana pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan meliputi

pengembangan sistem infrastruktur pengendali banjir, drainase, dan persampahan,

dengan strategi:

a. Pengembangan jaringan infrastruktur pendukung di pusat-pusat sekunder dan

tersier di seluruh wilayah Provinsi NAD dalam upaya untuk mendukung

perkembangan ekonomi wilayah dan di wilayah-wilayah rawan bencana seperti

banjir, erosi, dan sebagainya;

b. Memperluas skala pelayanan infrastruktur dalam upaya untuk mendesentralisasi

perkembangan wilayah dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

c. Mengembangkan TPA Regional, terutama sebagai pendukung kota-kota PKN

dan PKW dengan melakukan koordinasi dan kerja sama antar daerah terkait.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Perkotaan dan Perdesaan Pasal 26

Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan di

wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai berikut:

(1) Percepatan rekonstruksi dan rehabilitasi kawasan perkotaan yang mengalami

kerusakan akibat gempa.

(2) Pengembangan kota-kota berada di dalam KAPET dan kawasan perdagangan

bebas Sabang, serta kota-kota yang dipengaruhi secara langsung terutama kota-

kota yang berada di jalur pantai timur Provinsi NAD.

(3) Pengembangan kota-kota kecamatan menjadi simpul-simpul kawasan perkotaan

dengan fungsi sebagai PKL, sebagai akibat dari dilakukannya pemekaran

terhadap beberapa kabupaten.

(4) Pengembangan kota-kota yang memiliki fungsi khusus yaitu:

a. Fungsi Wisata

b. Fungsi Industri

c. Fungsi Perdagangan dan jasa

(5) Pengembangan kawasan perkotaan yang memiliki peran signifikan dalam

pembentukan struktur tata ruang wilayah Provinsi NAD, yaitu pada kawasan-

kawasan perkotaan yang mengemban fungsi sebagai PKN dan PKW.

21

Page 22: Draft Qanun Rtrw Nad

(6) Pengembangan daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang dapat

mendukung perekonomian.

Pusat Permukiman Perkotaan dan Perdesaan

Pasal 27

Pusat permukiman perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud Pasal 26

Qanun ini meliputi:

1. Kabupaten Simeulue : Sinabang.

2. Kabupaten Aceh Singkil : Singkil, Subulussalam.

3. Kabupaten Aceh Selatan : Tapaktuan, Bakongan, Kota Fajar, Labuhan Haji.

4. Kabupaten Aceh Tenggara : Kutacane.

5. Kabupaten Aceh Timur : Idi Rayeuk, Peureulak, Julok.

6. Kabupaten Aceh Tengah : Takengon, Lampahan.

7. Kabupaten Aceh Barat : Meulaboh, Tutut.

8. Kabupaten Aceh Besar : Jantho, Krueng Raya.

9. Kabupaten Pidie : Sigli, Beureunun, Meureudu, Ulhee Glee.

10. Kabupaten Bireun : Bireun, Matanglumpang Dua, Jeunib.

11. Kabupaten Aceh Utara : Lhoksukon, Cut Girek, Panton Labu, Alue Le Puteh,

Krueng Geukeh.

12. Kabupaten Aceh Barat Daya : Blang Pidie, Manggeng.

13. Kabupaten Gayo Lues : Blangkejeren.

14. Kabupaten Aceh Tamiang : Karang Baru, Kuala Simpang.

15. Kabupaten Nagan Raya : Jeuram, Suka Makmue.

16. Kabupaten Aceh Jaya : Calang, Lamno.

17. Kabupaten Bener Meriah : Simpang Tiga Redelong.

18. Kota Banda Aceh : Banda Aceh.

19. Kota Sabang : Sabang, Gapang.

20. Kota Langsa : Langsa.

21. Kota Lhokseumawe : Lhokseumawe.

Paragraf 4 Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu

Pasal 28

Kawasan tertentu yang akan dikelola di Provinsi NAD meliputi pengelolaan kawasan

andalan, kawasan kritis lingkungan, kawasan tertinggal serta kawasan pertahanan

dan keamanan.

22

Page 23: Draft Qanun Rtrw Nad

Rencana Kawasan Andalan Pasal 29

(1) Pengembangan kawasan andalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

Qanun ini diarahkan dalam rangka menciptakan pertumbuhan dan pemerataan

pembangunan wilayah sesuai dengan kegiatan utamanya melalui penyediaan

prasarana wilayah.

(2) Rencana pengembangan kawasan andalan didasarkan pada klasifikasi kawasan

andalan adalah sebagai berikut:

a. Kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan

tersebut maupun kawasan sekitarnya (Kawasan Andalan Berkembang).

b. Kawasan yang memiliki potensi untuk dikembangkan di kemudian hari

(Kawasan Andalan Prospektif Untuk Berkembang).

c. Kawasan Andalan Laut.

(3) Kawasan andalan berkembang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a

pasal ini terdiri dari:

a. Kawasan Andalan Lokseumawe dan sekitarnya, dengan kegiatan utama

industri manufaktur, pertambangan dan perdagangan.

b. Kawasan Andalan Banda Aceh dan sekitarnya, dengan kegiatan utama

pertanian, perdagangan, pariwisata dan industri.

c. Kawasan Andalan Meulaboh dan sekitarnya, dengan kegiatan utama industri

pengolahan hasil pertanian, perikanan, perkebunan, dan perdagangan.

(4) Kawasan andalan prospektif untuk berkembang sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) huruf b pasal ini terdiri dari:

a. Kawasan Subulussalam - Singkil dan sekitarnya, dengan kegiatan utama

perikanan, perkebunan dan pariwisata.

b. Kawasan Tapaktuan dan sekitarnya, dengan kegiatan utama pertanian,

perkebunan dan perdagangan.

(5) Kawasan andalan laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c pasal ini

terdiri dari:

a. Kawasan laut Sabang dan sekitarnya dengan kegiatan utama perikanan dan

pariwisata.

b. Kawasan laut Lhokseumawe dan sekitarnya dengan kegiatan utama

perikanan dan pariwisata.

c. Kawasan laut Simeulue dan sekitarnya dengan kegiatan utama perikanan

dan pariwisata.

23

Page 24: Draft Qanun Rtrw Nad

d. Kawasan laut Meulaboh dan sekitarnya dengan kegiatan utama perikanan

dan pariwisata.

Rencana Kawasan Kritis Lingkungan Pasal 30

Rencana kawasan kritis lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Qanun

ini dilakukan melalui penetapan lokasi yang meliputi:

a. Kawasan strategis untuk kelestarian lingkungan dan atau perlindungan alam,

yaitu Taman Nasional Gunung Leuseur (TNGL), Kawasan Ekosistem Leuseur

(KEL), Cagar Alam Jantho, Taman Hutan Raya (THR) Cut Nyak Dhien, Rawa

Singkil.

b. Keadaan alam yang kurang menguntungkan yang secara umum ditandai oleh

penggunaan lahan yang tidak baik seperti tandus/kritis yang dapat

mengakibatkan bencana banjir (Kawasan Kritis), yaitu Krueng Baro, Seulimeum,

Krueng Teunom, Krueng Peusang, Krueng Kreureuto, Krueng Pase, Takengon

(kawasan hutan produksi sekitar Takengon).

c. Kondisi rawan bencana seperti tsunami, banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan

lain-lain (Kawasan Rawan Bencana), yaitu Kutacane, Takengon, Jantho, Tangse-

Geumpang, Meulaboh, Calang, Sinabang, Banda Aceh, Kabupaten Aceh

Tamiang, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bireun, Kabupaten Gayo Lues,

Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Bener Meriah.

Rencana Kawasan Tertinggal Pasal 31

(1) Kawasan tertinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Qanun ini

merupakan kawasan yang memiliki laju pertumbuhan yang lambat yang

umumnya disebabkan oleh adanya isolasi daerah sebagai akibat kurang

lancarnya perhubungan, baik darat, laut, maupun udara dan minimnya

ketersediaan sarana dan prasarana umum lainnya.

(2) Rencana pengelolaan kawasan tertinggal dilakukan melalui penetapan

lokasi yang meliputi Pulau Simeuleu, Kota Lokop, Pulau Banyak, Pulo Aceh,

Jamat, Trangon, Tripa Jaya, Beutong Ateuh, Samar Kilang, Pame, Kutacane

(perbatasan) dan Tamiang (perbatasan).

24

Page 25: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 32

(1) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

Qanun ini merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari kawasan

latihan militer, kawasan pangkalan TNI Angkatan Udara, kawasan pangkalan TNI

Angkatan Laut, dan kawasan militer lainnya.

(2) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

pasal ini adalah kawasan Sabang dan kawasan lainnya yang ditetapkan oleh TNI

untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.

Pasal 33

Pengaturan mengenai Penataan Ruang Kawasan Tertentu ditindaklanjuti dengan

penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Tertentu dalam skala yang lebih detail.

Peta Rencana Struktur Tata Ruang Pasal 34

Peta struktur tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sampai dengan

Pasal 33 Qanun ini tercantum pada Lampiran Qanun yang merupakan bagian tak

terpisahkan dengan Qanun RTRW Provinsi NAD.

Bagian Kedua Rencana Pola Pemanfaatan Ruang

Paragraf 1 Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Lindung

Pasal 35

Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan lindung adalah :

a. Menetapkan proporsi luas kawasan lindung Provinsi NAD yang dapat mendukung

keberlanjutan pembangunan dan kehidupan di wilayah Provinsi NAD, yaitu

52,68% kawasan budidaya dan 47,32% kawasan lindung.

b. Mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi

hidrologis untuk menjamin katersediaan sumber daya air.

c. Peningkatkan kualitas hutan yang merupakan kawasan lindung (Hutan Lindung,

Cagar Alam) dengan penanaman kembali hutan-hutan tersebut yang

gundul/kritis, atau rehabilitasi hutan dan lahan, sehingga dapat mengurangi

erosi dan menjaga keseimbangan tata air.

25

Page 26: Draft Qanun Rtrw Nad

d. Kegiatan yang dapat bersinergi dengan fungsi kawasan lindung, seperti

pariwisata (wanawisata, ecotourism), penelitian, pendidikan, budidaya flora

dan fauna tertentu dan tidak mengganggu fungsi perlindungan, dapat dilakukan

sesuai dengan peraturan/perundangan yang berlaku. Terhadap pihak-pihak yang

melakukan atau terkait dengan kegiatan-kegiatan tersebut harus diterapkan

prinsip pelestarian, yaitu menjaga fungsi perlindungan pada kawasan tersebut.

e. Fungsi konservasi atau fungsi lindung pada hakekatnya bukan hanya oleh

kawasan lindung, tetapi juga oleh kawasan budidaya, sesuai dengan posisinya

dalam konfigurasi fisik wilayah. Kawasan budidaya yang berada di bagian hulu

DAS, terutama berupa Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan perkebunan dengan

perakaran kuat dan tegakan tinggi walaupun bukan termasuk kategori kawasan

lindung, harus dijaga kualitas tutupan lahannya, sehingga dapat mengurangi

erosi dan menjaga ketersediaan air. Kepada pihak yang mengelola kegiatan di

kawasan tersebut harus diterapkan pula prinsip-prinsip konservasi lahan, yaitu

menjaga fungsi ikutan kawasan dalam hal konservasi. Untuk kawasan HPT yang

telah dieksploitasi harus dilakukan reboisasi atau replanting.

f. Kegiatan budidaya yang terletak di dalam kawasan lindung yang dapat

mengganggu fungsi perlindungannya, seperti perladangan, kebun, dan

permukiman, harus dibatasi perkembangannya dan secara bertahap dikeluarkan

dari kawasan lindung, dengan menyediakan tempat lain yang sudah dialokasikan

ke dalam kawasan budidaya.

g. Menerapkan Pola “One River One Plan One Management” pada pengelolaan

sungai. Termasuk juga pada DAS maupun SWS.

Pasal 36

(1) Kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 35 Qanun ini terdiri dari Hutan Konservasi, Hutan

Lindung, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata

Alam, Taman Buru, Hutan Bakau, Kawasan Resapan Air, dan Kawasan Rawan

Letusan Gunung Berapi.

(2) Kawasan yang berfungsi lindung di luar kawasan hutan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 35 Qanun ini terdiri dari kawasan lainnya di luar hutan yang

menunjang fungsi lindung baik di wilayah darat maupun laut.

26

Page 27: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 37

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Qanun ini terdiri dari:

a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, terdiri atas:

1. Kawasan hutan berfungsi lindung;

2. Kawasan resapan air.

b. Kawasan suaka alam, terdiri atas:

1. Kawasan cagar alam;

2. Kawasan suaka margasatwa;

3. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya;

4. Kawasan pantai berhutan bakau.

c. Kawasan pelestarian alam, terdiri atas:

1. Taman nasional;

2. Taman hutan raya;

3. Taman wisata alam;

d. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

e. Kawasan rawan bencana alam, terdiri atas:

1. Kawasan rawan letusan gunung berapi;

2. Kawasan rawan gempa bumi;

3. Kawasan rawan gerakan tanah;

4. Kawasan rawan banjir;

5. Kawasan rawan tsunami.

f. Kawasan perlindungan setempat, terdiri atas:

1. Sempadan pantai;

2. Sempadan sungai;

3. Kawasan sekitar waduk dan situ;

4. Kawasan sekitar mata air.

g. Kawasan perlindungan plasma nuftah eks-situ.

h. Taman buru.

Pasal 38

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya

sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 37 Qanun ini meliputi :

a. Kawasan hutan yang berfungsi lindung yang meliputi luas:

941.713 Ha (Keputusan Menteri Kehutanan No. 190 Tahun 2001)

1.844.500 Ha (Keputusan Gubernur DI Aceh No. 19 Tahun 1999)

b. Kawasan resapan air tersebar di daerah kabupaten/kota.

27

Page 28: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 39

Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 37 Qanun ini

meliputi :

a. Kawasan cagar alam, yaitu:

1. Pinus Jantho.

2. Serbajadi.

b. Kawasan suaka margasatwa, yaitu Rawa Singkil.

c. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, yaitu Pulau Weh.

d. Kawasan pantai berhutan bakau, yaitu Rawa Singkil.

Pasal 40

Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 37 Qanun ini

meliputi :

a. Taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuseur.

b. Taman hutan raya, yaitu Taman Hutan Raya Tjut Nya’ Dhien.

c. Taman wisata alam, yaitu:

1. Kepulauan Banyak.

2. Iboih Sabang.

3. Lhok Asan (Pusat Pelatihan Gajah).

Pasal 41

Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf

d Pasal 37 Qanun ini adalah Cagar Alam Jantho.

Pasal 42

Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam huruf e Pasal 37

Qanun ini meliputi:

a. Kawasan rawan letusan gunung berapi, yaitu Kabupaten Bener Meriah,

Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Besar.

b. Kawasan rawan gempa bumi yaitu kawasan yang dilalui oleh Sesar Aktif

(Wilayah Aceh Bagian Tengah).

c. Kawasan rawan gerakan tanah, yaitu kawasan yang dilalui oleh sesar aktif

(Wilayah Aceh Bagian Tengah).

28

Page 29: Draft Qanun Rtrw Nad

d. Kawasan rawan banjir, yaitu Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur,

Kabupaten Bireun, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Bener Meriah dan

Kabupaten Gayo Lues.

e. Kawasan rawan tsunami, yaitu kawasan sepanjang pantai barat serta kepulauan

yang berada di sebelah barat, terutama Banda Aceh, Calang dan Meulaboh.

Pasal 43

Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam huruf f Pasal 37

Qanun ini meliputi:

a. Sempadan pantai, yaitu Sabang, Banda Aceh, Aceh Jaya, Pidie, Bireun,

Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, Gayo Lues,

Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Nagan Raya dan,

Aceh Barat.

b. Sempadan sungai yang tersebar di semua kabupaten/kota.

c. Kawasan sekitar waduk dan situ, yaitu Takengon.

d. Kawasan sekitar mata air yang tersebar di semua kabupaten/kota..

Pasal 44

Kawasan perlindungan plasma nuftah eks-situ sebagaimana dimaksud dalam huruf g

Pasal 37 Qanun ini adalah di Kabupaten Aceh Besar.

Pasal 45

Taman buru sebagaimana dimaksud dalam huruf h Pasal 37 Qanun ini adalah

Lingga Isaq.

Paragraf 2

Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya Pasal 46

(1) Kawasan budidaya terdiri dan kawasan budidaya di dalam kawasan hutan dan di

luar kawasan hutan.

(2) Kawasan budidaya di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) pasal ini adalah hutan produksi.

(3) Kawasan budidaya di luar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) pasal ini terdiri dari kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan,

29

Page 30: Draft Qanun Rtrw Nad

industri, perkebunan, pertanian, pertambangan, pariwisata, dan kawasan

lainnya di luar kawasan hutan.

Pasal 47

Rencana pengelolaan kawasan budidaya di Provinsi NAD sebagai berikut:

a. Kawasan budidaya yang telah ditetapkan yang terlingkup atau dikelilingi oleh

kawasan lindung, seperti kawasan budidaya (berupa enclave), harus sesuai

dengan peraturan/perundangan yang berlaku dan dibatasi perkembangannya

pada enclave itu saja, atau dengan kata lain tidak diperluas/ekspansi.

b. Mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam

dengan melakukan daur ulang/penghematan penggunaan dan penerapan

teknologi ramah lingkungan.

c. Prasarana dan fasilitas penunjang pusat kegiatan lokal yang berada di jalan

regional, harus memperhatikan kelancaran pergerakan regional. Dikembangkan

konsep TCA (Traveller Catchment Area)/APK (Area Penangkap Kafilah).

Pengembangan TCA sebagai salah satu bentuk pelayanan bagi pengguna jalan

terhadap kebutuhan akan SPBU, tempat istirahat, makan, ibadah maupun

pelayanan keamanan. Bentuk TCA berupa penempatan simpul-simpul baru

diwilayah tertentu sepanjang koridor yang memiliki jarak antar simpul maupun

fasilitas SPBU yang berjauhan. TCA perlu dibangun hampir disemua wilayah

sepanjang Jalan Lintas Timur Sumatera dengan kebutuhan utama berupa SPBU,

tempat makan, tempat istirahat, tempat ibadah, pos polisi dan fasilitas umum

lainnya penunjang kegiatan transportasi dan dan layanan umum keseharian.

Pasal 48

Kawasan budidaya lainnya diatur dalam standar dan kriteria teknis pemanfaatan

ruang dan merupakan persyaratan minimal untuk seluruh Kabupaten/Kota yang akan

diatur lebih lanjut oleh Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Paragraf 3 Peta Rencana Pola Pemanfaatan Ruang

Pasal 49

Peta lokasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 sampai dengan

Pasal 45 dan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai

dengan Pasal 48 Qanun ini, dicantumkan pada Lampiran Qanun ini yang merupakan

bagian tak terpisahkan, dalam skala peta 1 : 250.000.

30

Page 31: Draft Qanun Rtrw Nad

BAB VI PEMANFAATAN RUANG

Bagian Pertama Struktur Tata Ruang

Paragraf 1 Program Pengembangan Pusat-Pusat Kegiatan

Pasal 50

Untuk mewujudkan struktur tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

Qanun ini, maka program pengembangan pusat-pusat kegiatan pendukung

terwujudnya struktur tata ruang adalah:

a. Pengembangan dan penataan PKN Kawasan Banda Aceh - Sabang dan PKN

Meulaboh.

b. Penataan PKN Lhokseumawe.

c. Pengembangan PKW Takengon, Langsa dan Tapaktuan.

d. Pengembangan PKL Jantho, Sigli, Idi Rayeuk, Bireun, Blangkejeren, Karang

Baru, Simpang Tiga Redelong, Lhoksukon, Blang Pidie, Jeuram, Calang,

Kutacane, Subulussalam, Sinabang dan Singkil.

Pasal 51

(1) Untuk mewujudkan keserasian perkembangan kegiatan pembangunan

antarwilayah, maka setiap PKN dan PKW perlu didukung oleh ketersediaan serta

kualitas sarana dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanannya.

(2) Sarana dan prasarana minimum yang harus dimiliki setiap PKN sebagaimana

dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri:

a. Perhubungan : Bandara nasional/internasional dengan fungsi sebagai Pusat

Penyebaran Primer/Sekunder dan atau pelabuhan nasional/internasional

dengan Fungsi Utama Primer/Sekunder dan atau terminal antarkota

antarprovinsi Tipe A.

b. Fasilitas Ekonomi : pasar induk antar wilayah.

c. Kesehatan : Rumah Sakit Umum Tipe A.

d. Pendidikan : Perguruan Tinggi

(3) Sarana dan prasarana minimum yang harus dimiliki setiap PKW sebagaimana

dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari:

a. Perhubungan : Bandara regional dengan fungsi Pusat Penyebaran Tersier

dan atau pelabuhan nasional dengan Fungsi Utama Tersier dan atau terminal

tipe B.

31

Page 32: Draft Qanun Rtrw Nad

b. Ekonomi : pasar induk regional.

c. Kesehatan : Rumah Sakit Umum Tipe B.

d. Pendidikan : Perguruan Tinggi.

(4) Sarana dan prasarana minimum yang harus dimiliki setiap PKL sebagaimana

dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari:

e. Perhubungan : pelabuhan udara (lokal, bukan penyebaran), dan atau

pelabuhan laut (lokal, pengumpan lokal), dan atau terminal tipe C.

f. Ekonomi : pasar lokal

g. Kesehatan : rumah sakit umum tipe C

h. Pendidikan : SMU/SMK

Pasal 52

(1) Pengembangan dan penataan PKN Kawasan Banda Aceh - Sabang

sebagaimana dimaksud dalam huruf a Pasal 50 Qanun ini, dilakukan melalui

kegiatan:

a. Peningkatan status dan fungsi Bandara Sultan Iskandar Muda menjadi

Bandara Internasional dan berfungsi sebagai Bandara Pusat Penyebaran

Sekunder.

b. Peningkatan fungsi Bandara Maimun Saleh menjadi Bandara Nasional dan

berfungsi sebagai Bandara Pusat Penyebaran Sekunder.

c. Peningkatan Pelabuhan Sabang menjadi Pelabuhan Hub-Internasional

dengan Fungsi Utama Primer.

d. Peningkatan fungsi pelabuhan penyeberangan Balohan (Sabang).

e. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Malahayati (sebagai

Pelabuhan Internasional dengan Fungsi Utama Sekunder), Lampulo serta

Pelabuhan Penyebrangan Ulee Lheue.

f. Pengembangan Terminal Tipe A sebagai penunjang pergerakan transportasi

darat.

g. Pengembangan fasilitas ekonomi berupa pasar induk antar wilayah.

h. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Umum Tipe A.

i. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa Perguruan Tinggi.

j. Pengembangan TPA Regional di sekitar PKN Kawasan Banda Aceh-Sabang

yang merupakan fasilitas penunjang PKN.

32

Page 33: Draft Qanun Rtrw Nad

(2) Pengembangan dan penataan PKN Meulaboh sebagaimana dimaksud dalam

huruf a Pasal 50 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan fungsi Bandara Cut Nyak Dhien menjadi Bandara Nasional

dengan Fungsi Bandara Pusat Penyebaran Sekunder.

b. Peningkatan status Pelabuhan Meulaboh menjadi Pelabuhan Internasional

dengan Fungsi Utama Sekunder. Sebagai PKN maka Pelabuhan Meulaboh

berfungsi sebagai simpul utama jaringan transportasi nasional dan lintas

Negara.

c. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Penyebrangan Meulaboh.

d. Pengembangan Terminal Tipe A sebagai penunjang pergerakan transportasi

darat.

e. Pengembangan fasilitas ekonomi berupa pasar induk antar wilayah.

f. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Umum Tipe A.

g. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa Perguruan Tinggi.

h. Pengembangan TPA Regional di sekitar PKN Meulaboh yang merupakan

fasilitas penunjang PKN.

(3) Penataan PKN Lhokseumawe sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan status bandara menjadi berstatus Bandara

Nasional/Internasional dengan Fungsi Pusat Penyebaran Sekunder dimana

bandara Malikul Saleh berfungsi sebagai simpul utama jaringan transportasi

nasional dan lintas negara.

b. Peningkatan status pelabuhan menjadi berstatus Pelabuhan Internasional

dengan Fungsi Utama Primer dimana Pelabuhan Krueng Geukeuh

Lhokseumawe berfungsi sebagai simpul utama jaringan transportasi

nasional dan lintas negara.

c. Pengembangan Terminal Tipe A sebagai penunjang pergerakan transportasi

darat.

d. Pengembangan fasilitas ekonomi berupa pasar induk antar wilayah.

e. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Umum Tipe A.

f. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa Perguruan Tinggi.

g. Pengembangan TPA Regional di sekitar PKN Lhokseumawe yang

merupakan fasilitas penunjang PKN.

33

Page 34: Draft Qanun Rtrw Nad

(4) Pengembangan PKW Takengon sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pengembangan Bandara Rembele menjadi Bandara Nasional dengan

Fungsi Pusat Penyebaran Sekunder.

b. Peningkatan fungsi terminal menjadi Terminal Tipe B.

c. Pengembangan fasilitas ekonomi berupa pasar induk regional.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Umum Tipe B.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa Perguruan Tinggi.

f. Pengembangan TPA Regional di sekitar PKW Takengon yang merupakan

fasilitas penunjang PKW.

(5) Pengembangan PKW Langsa sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan status Pelabuhan Kuala Langsa menjadi berstatus Pelabuhan

Nasional dengan Fungsi Utama Tersier.

b. Peningkatan fungsi terminal menjadi Terminal Tipe B.

c. Pengembangan fasilitas ekonomi berupa pasar induk regional.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Umum Tipe B.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa Perguruan Tinggi.

f. Pengembangan TPA Regional di sekitar PKW Langsa yang merupakan

fasilitas penunjang PKW.

(6) Pengembangan PKW Tapaktuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal

50 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan fungsi Bandara Teuku Cut Ali (Tapaktuan) menjadi Bandara

Regional dengan fungsi Pusat Penyebaran Tersier, dan menjadi simpul bagi

transportasi kabupaten lainnya.

b. Peningkatan fungsi Pelabuhan Tapaktuan menjadi Pelabuhan Nasional

dengan Fungsi Utama Tersier dan merupakan simpul bagi transportasi

kabupaten lainnya.

c. Peningkatan fungsi terminal menjadi Terminal Tipe B.

d. Pengembangan fasilitas ekonomi berupa pasar induk regional.

e. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Umum Tipe B.

f. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa Perguruan Tinggi.

g. Pengembangan TPA Regional di sekitar PKW Tapaktuan yang merupakan

fasilitas penunjang PKW.

34

Page 35: Draft Qanun Rtrw Nad

(7) Pengembangan PKL Jantho sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

b. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

c. Pengembangan Terminal Tipe C.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(8) Pengembangan PKL Sigli sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50 Qanun

ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Sigli sebagai Pelabuhan

Lokal dengan Fungsi Pengumpan Sekunder.

b. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

c. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

d. Pengembangan Terminal Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

f. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(9) Pengembangan PKL Idi Rayeuk sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Kuala Idi sebagai Pelabuhan

Lokal dengan Fungsi Pengumpan Sekunder.

b. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

c. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

d. Pengembangan Terminal Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

f. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(10) Pengembangan PKL Bireun sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

b. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

c. Pengembangan Terminal Tipe C.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(11) Pengembangan PKL Blangkejeren sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal

50 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

35

Page 36: Draft Qanun Rtrw Nad

b. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

c. Pengembangan Terminal Tipe C.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(12) Pengembangan PKL Karang Baru sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal

50 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

b. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

c. Pengembangan Terminal Tipe C.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(13) Pengembangan PKL Lhoksukon sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal

50 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan kualitas dan kapasitas Bandara Point ”A” Lhoksukon sebagai

Bandara Lokal dengan Fungsi Bukan Pusat Penyebaran.

b. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

c. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

d. Pengembangan Terminal Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

f. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(14) Pengembangan PKL Simpang Tiga Redelong sebagaimana dimaksud dalam

huruf d Pasal 50 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

b. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

c. Pengembangan Terminal Tipe C.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(15) Pengembangan PKL Blang Pidie sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal

50 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan Bandara Kuala Batu sebagai Bandara Lokal dengan Fungsi

Bukan Pusat Penyebaran.

b. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

c. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

d. Pengembangan Terminal Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

36

Page 37: Draft Qanun Rtrw Nad

f. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(16) Pengembangan PKL Jeuram sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

b. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

c. Pengembangan Terminal Tipe C.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(17) Pengembangan PKL Calang sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Calang sebagai Pelabuhan

Lokal dengan Fungsi Pengumpan Sekunder.

b. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

c. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

d. Pengembangan Terminal Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

f. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(18) Pengembangan PKL Kutacane sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan kualitas dan kapasitas Bandara Kutacane sebagai Bandara

Lokal dengan Fungsi Bukan Pusat Penyebaran.

b. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

c. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

d. Pengembangan Terminal Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

f. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(19) Pengembangan PKL Subulussalam sebagaimana dimaksud dalam huruf d

Pasal 50 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemerintahan dengan skala pelayanan kota.

b. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

c. Pengembangan Terminal Tipe C.

d. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

e. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

37

Page 38: Draft Qanun Rtrw Nad

(20) Pengembangan PKL Sinabang sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan Pelabuhan Sinabang sebagai Pelabuhan Nasional dengan

Fungsi Utama Tersier.

b. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Penyebrangan Sinabang.

c. Peningkatan Bandarl dengan Fungsi Bukan Pusat Penyebaran.

d. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

e. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

f. Pengembangan Terminal Tipe C.

g. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

h. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

(21) Pengembangan PKL Singkil sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 50

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Peningkatan Pelabuhan Singkil menjadi Pelabuhan Regional dengan

Fungsi Pengumpan Primer.

b. Peningkatan Bandara Hamzah Fansyuri sebagai Bandara Lokal dengan

Fungsi Bukan Pusat Penyebaran.

c. Pemerintahan dengan skala pelayanan kabupaten.

d. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.

e. Pengembangan Terminal Tipe C.

f. Pengembangan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit Tipe C.

g. Pengembangan fasilitas pendidikan berupa SMU/SMK.

Pasal 53

(1) Perwujudan PKN, PKW dan PKL didukung dengan alokasi pendanaan yang

bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk

kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

38

Page 39: Draft Qanun Rtrw Nad

Paragraf 2 Infrastruktur Wilayah

Pasal 54

Untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkat pelayanan infrastruktur

transportasi guna mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan, program

pengembangan infrastruktur transportasi darat, laut dan udara adalah:

a. Peningkatan kapasitas pelayanan sistem jaringan jalan arteri primer.

b. Peningkatan kapasitas pelayanan sistem jaringan jalan kolektor primer.

c. Pengembangan angkutan massal.

d. Pembangunan sarana terminal.

e. Peningkatan kapasitas dan pelayanan pelabuhan dan bandar udara.

Pasal 55

Program pengembangan infrastruktur transportasi darat, laut, dan udara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. Pengembangan Jaringan Jalan:

1. Peningkatan Jalan Arteri Primer Lintas Timur

2. Peningkatan dan pembangunan Jalan Kolektor Primer Lintas Tengah (Banda

Aceh - Takengon - Kutacane).

3. Peningkatan dan pembangunan Jalan Arteri Primer Lintas Barat (Banda Aceh

- Calang - Meulaboh).

4. Peningkatan dan pembangunan Jalan Kolektor Primer Lintas Barat

(Meulaboh - Tapaktuan - Trumon - Singkil).

5. Peningkatan Jaringan Kolektor Primer Jalan Ladia Galaska (Blang Pidie -

Blangkejeren - Peureulak).

6. Peningkatan dan pembangunan Jaringan Jalan Lhokseumawe - Takengon -

Meulaboh menjadi Arteri Primer yang merupakan jaringan jalan penghubung

antar PKN.

7. Peningkatan dan pembangunan Jaringan Jalan Singkil - Subulussalam -

Kutacane - Langsa Menjadi Kolektor Primer.

8. Peningkatan dan pembangunan Jalan Kolektor Primer Krueng Sabe -

Tangse.

9. Peningkatan dan pembangunan Jalan Kolektor Primer Simpang Tiga

Redelong - Samarkilang - Penaron - Peureulak.

10. Peningkatan dan pembangunan jalan Lokop - Pantekra - Kemuning - Langsa

menjadi Kolektor Primer.

39

Page 40: Draft Qanun Rtrw Nad

11. Pembangunan jalan lingkar untuk kota-kota yang dilalui oleh jalur utama

(Jalur Lintas Timur, Jalur Lintas Tengah, dan Jalur Lintas Barat) untuk

menghindari percampuran pergerakan regional dan pergerakan lokal.

b. Pengembangan sektor kereta api:

1. Pengembangan jalur Lintas Pantai Timur untuk mendukung pengembangan

keterkaitan antar PKN dan PKW sebagai pusat-pusat pengembangan

kawasan andalan, dari Bandar Lampung ke Banda Aceh.

2. Pengembangan Jaringan kereta api lintas utama untuk mendukung

keterkaitan antar pusat kegiatan/pusat pengembangan kawasan dan antara

pusat kegiatan/pusat pengembangan kawasan dengan outlet (pelabuhan dan

atau bandar udara) di Pantai Barat, Pantai Timur dan di Sumatera Bagian

Selatan.

c. Penjajagan pengembangan Jalan Highway yang menghubungkan PKN Banda

Aceh ke PKN Meulaboh dan PKN Lhokseumawe.

d. Pembangunan terminal tipe A di setiap PKN dan terminal tipe B di setiap PKW.

e. Pengembangan bandara udara:

1. Peningkatan status dan fungsi Bandara Sultan Iskandar Muda (Banda Aceh)

menjadi Bandara Internasional dan berfungsi sebagai Bandara Pusat

Penyebaran Sekunder.

2. Peningkatan fungsi Bandara Maimun Saleh (Sabang) menjadi Bandara

Nasional dan berfungsi sebagai Bandara Pusat Penyebaran Sekunder.

3. Peningkatan fungsi Bandara Cut Nyak Dhien (Meulaboh) menjadi Bandara

Nasional dengan Fungsi Bandara Pusat Penyebaran Sekunder.

4. Peningkatan status bandara Malikul Saleh (Lhokseumawe) menjadi

berstatus Bandara Nasional/Internasional dengan Fungsi Pusat Penyebaran

Sekunder.

5. Pengembangan Bandara Rembele (Takengon) menjadi Bandara Nasional

dengan Fungsi Pusat Penyebaran Sekunder.

6. Peningkatan fungsi Bandara Teuku Cut Ali (Tapaktuan) menjadi Bandara

Regional dengan fungsi Pusat Penyebaran Tersier.

7. Peningkatan kualitas dan kapasitas Bandara Point ”A” Lhoksukon sebagai

Bandara Lokal dengan Fungsi Bukan Pusat Penyebaran.

8. Peningkatan Bandara Kuala Batu (Blang Pidie) sebagai Bandara Lokal

dengan Fungsi Bukan Pusat Penyebaran.

9. Peningkatan kualitas dan kapasitas Bandara Kutacane sebagai Bandara

Lokal dengan Fungsi Bukan Pusat Penyebaran.

40

Page 41: Draft Qanun Rtrw Nad

10. Peningkatan Bandara Hamzah Fansyuri (Singkil) sebagai Bandara Lokal

dengan Fungsi Bukan Pusat Penyebaran.

f. Pengembangan pelabuhan:

1. Peningkatan Pelabuhan Sabang menjadi Pelabuhan Hub-Internasional

dengan Fungsi Utama Primer.

2. Peningkatan fungsi pelabuhan penyeberangan Balohan (Sabang).

3. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Malahayati (Banda Aceh)

sebagai Pelabuhan Internasional dengan Fungsi Utama Sekunder, Lampulo

serta Pelabuhan Penyebrangan Ulee Lheue.

4. Peningkatan status Pelabuhan Meulaboh menjadi Pelabuhan Internasional

dengan Fungsi Utama Sekunder. Sebagai PKN maka Pelabuhan Meulaboh

berfungsi sebagai simpul utama jaringan transportasi nasional dan lintas

Negara.

5. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Penyebrangan Meulaboh.

6. Peningkatan status Pelabuhan Krueng Geukeuh (Lhokseumawe) menjadi

berstatus Pelabuhan Internasional dengan Fungsi Utama Primer.

7. Peningkatan status Pelabuhan Kuala Langsa menjadi berstatus Pelabuhan

Nasional dengan Fungsi Utama Tersier.

8. Peningkatan fungsi Pelabuhan Tapaktuan menjadi Pelabuhan Nasional

dengan Fungsi Utama Tersier dan merupakan simpul bagi transportasi

kabupaten lainnya.

9. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Sigli sebagai Pelabuhan

Lokal dengan Fungsi Pengumpang Sekunder.

10. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Kuala Idi sebagai Pelabuhan

Lokal dengan Fungsi Pengumpan Sekunder.

11. Peningkatan Pelabuhan Sinabang sebagai Pelabuhan Nasional dengan

Fungsi Utama Tersier.

12. Peningkatan kualitas dan kapasitas Pelabuhan Penyebrangan Sinabang.

13. Peningkatan Pelabuhan Singkil menjadi Pelabuhan Regional dengan Fungsi

Pengumpan Primer.

Pasal 56

Untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau

serta meningkatkan dan mempertahankan jaringan irigasi yang ada dalam rangka

ketahanan pangan program pengembangan prasarana sumber daya air dan irigasi

meliputi :

41

Page 42: Draft Qanun Rtrw Nad

a. pembangunan waduk dan tandon air untuk menyediakan air baku serta

konservasi sumber air;

b. sistem prasarana penyediaan air bersih, baik untuk permukiman maupun untuk

keperluan industri dan kegiatan lainnya

c. pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi pertanian.

d. pembangunan prasarana pengendali banjir serta pengaman pantai dan sungai;

Pasal 57

Program pengembangan prasarana penyediaan air bersih bagi permukiman

sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 56 Qanun ini, dilakukan melalui

kegiatan:

1. Sistem sambungan langsung dengan sumber dari PDAM yang melayani

kawasan perkotaan, pusat kegiatan komersil, industri maupun pusat

pemerintahan.

2. Sistem sambungan tidak langsung (kran/hidran umum) dengan sumber dari

PDAM, untuk melayani daerah diluar kawasan perkotaan.

3. Sistem penyediaan air dengan swadaya murni dan masyarakat untuk wilayah

yang belum mendapat pelayanan dari PDAM.

Pasal 58

Program pengembangan prasarana penyediaan air baku bagi industri

sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 56 Qanun ini, dilakukan melalui

kegiatan:

1. Penambahan jaringan prasarana perpipaan oleh pemerintah untuk kepentingan

industri.

2. Bagi kegiatan industri yang belum terlayani oleh prasarana perpipaan akan tetapi

potensial produksi tinggi, maka kebutuhan air bakunya dapat dilayani oleh

pembuatan sumur dan atau pompa.

3. Kegiatan penyediaan air baku industri yang berasal dari air tanah, harus

dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

42

Page 43: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 59

Program pengembangan prasarana irigasi pertanian sebagaimana dimaksud

dalam huruf c Pasal 56 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan :

1. Penambahan jaringan prasarana irigasi di wilayah yang memiliki potensi

produksi pertanian tinggi.

2. Pengendalian terhadap pemanfaatan air baku yang dilayani oleh prasarana

irigasi.

3. Bagi kegiatan pertanian yang belum terlayani oleh prasarana irigasi akan tetapi

memiliki potensi produksi tinggi, maka kebutuhan air bakunya dapat dilayani

oleh pembuatan sungai-sungai kecil yang dapat mengaliri lahannya.

Pasal 60

Program pengembangan prasarana pengendali banjir sebagaimana dimaksud

dalam huruf d Pasal 56 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan :

1. Normalisasi sungai yang berada dekat dengan kawasan permukiman atau

pusat kegiatan dengan cara membuat sodetan pada meander, melakukan

pengerukan pada pendangkalan sungai, pelebaran pada penyempitan sungai

serta pengamanan wilayah sepanjang sempadan sungai.

2. Membuat dan meninggikan elevasi tanggul-tanggul sungai di kawasan

perkotaan atau dekat dengan permukiman penduduk.

3. Penghijauan/penghutanan kembali wilayah yang menjadi catchment area.

4. Membangun Check Dam di wilayah perbukitan rawan erosi dan longsor.

5. Pengaturan dan pengurangan pengambilan air tanah secara berlebihan serta

pemanfaatan air permukaan (air sungai) sebagai salah satu sumber air bersih.

6. Penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai dan

ke laut.

Pasal 61

Program pengembangan prasarana pengaman pantai sebagaimana dimaksud

dalam huruf d Pasal 56 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan :

1. Penanaman hutan bakau (Mangrove) di kawasan pesisir pantai.

2. Membangun pemecah gelombang di wilayah pantai terutama di kawasan

pesisir yang daratannya merupakan pusat kegiatan.

3. Membangun tanggul penahan arus laut untuk mencegah abrasi.

4. Membangun drainase di wilayah pantai pada kawasan permukiman.

43

Page 44: Draft Qanun Rtrw Nad

5. Mewujudkan wilayah sempadan pantai sebagai kawasan non budidaya atau

budidaya sangat terbatas (misalnya pariwisata) sekaligus menjadi kawasan

pengamanan dari bahaya gelombang laut/tsunami.

6. Penataan kawasan pesisir pantai dan penguasaan oleh pemerintah serta

pengendalian pemanfaatannya agar fungsi lindungnya tidak terganggu.

7. Penyediaan tempat-tempat sampah agar masyarakat tidak membuang sampah

langsung ke laut.

Pasal 62

Untuk meningkatkan ketersediaan energi dan jaringan telekomunikasi, program

pengembangan prasarana energi dan telekomunikasi meliputi :

a. pembangunan instalasi baru, pengoperasian instalasi penyaluran dan

peningkatan jaringan distribusi;

b. pembangunan prasarana listrik yang bersumber dari energi alternatif;

c. pengembangan fasilitas telekomunikasi perdesaan dan model-model

telekomunikasi alternatif.

d. Pengembangan prasarana energi gas pendukung kegiatan-kegiatan industri

utama.

Pasal 63

Program pengembangan prasarana energi dan telekomunikasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 54 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan :

a. Pembuatan instalasi baru, yaitu pembuatan SUTT (Saluran Udara Tegangan

Tinggi) Bireun - Takengon, SUTT Takengon - Meulaboh, SUTT Meulaboh - Blang

Pidie, SUTT Brastagi - Kutacane, SUTT Blang Pidie - Tapaktuan, SUTT

Tapaktuan - Subulussalam, dan SUTT Sidikalang - Subulussalam.

b. Pembuatan instalasi penyaluran, yaitu pembuatan Gardu Induk Blang Pidie,

Tapaktuan, Tualang Cut, Alur Dua, Alue Bate, Bireun, Takengon, Sigli,

Lhokseumawe, Banda Aceh, Kutacane Subussalam, Jantho, dan Panton Labu.

c. Peningkatan jaringan distribusi listrik ke daerah perdesaan.

d. Peningkatan pasokan daya listrik yang bersumber dari energi alternatif untuk

memenuhi kebutuhan listrik perdesaan, diantaranya mikrohidro, angin, dan surya

di perdesaan.

e. Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi di seluruh ibukota kecamatan.

f. Menciptakan keanekaragaman model telekomunikasi sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan.

44

Page 45: Draft Qanun Rtrw Nad

g. Pembangunan jaringan pipa gas untuk mendukung kawasan-kawasan industri

pada pusat-pusat kegiatan utama (PKN dan PKW yang memiliki potensi

pengembangan kawasan industri).

Pasal 64

Untuk meningkatkan ketersediaan prasarana pengelolaan lingkungan, maka

dilakukan melalui bangunan prasarana pengelolaan lingkungan yang meliputi:

a. Sistem Pembuangan Sampah

b. Sistem Pengelolaan Limbah Cair

c. Sistem Drainase Wilayah

Pasal 65

Program pengembangan sistem prasarana pembuangan sampah sebagaimana

dimaksud dalam huruf a Pasal 64 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan :

1. Pembangunan TPA Regional yang mendukung PKN dan PKW di Provinsi

NAD melalui koordinasi dan kerjasama antar daerah.

2. Peningkatan kesadaran (peranserta) masyarakat dalam menjaga kebersihan

lingkungan.

3. Pengefektifan fungsi pemulung dengan pembangkitan kegiatan daur ulang

sampah menjadi produk-produk yang berdayaguna.

4. Penambahan sarana dan prasarana persampahan di Provinsi NAD.

5. Pengomposan sampah-sampah organik dan pembangunan fasilitas tempat

pemisahan jenis sampah organik dan anorganik yang dilakukan oleh masyarakat

mulai dari rumah-rumah sampai tempat-tempat umum.

6. Pemerintah mengeluarkan aturan-aturan yang diperlukan dan yang lebih tegas

mengenai pembuangan sampah.

Pasal 66

Program pengembangan sistem prasarana pengelolaan limbah cair sebagaimana

yang dimaksud dalam huruf b Pasal 64 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan :

1. Sistem septik tank dikembangkan untuk penanganan limbah domestik (limbah

manusia).

2. Sistem pelayanan septik tank kolektif (sistem off-site) dikembangkan pada

kawasan perkantoran, pendidikan, pemerintahan dan kawasan komersial,

terutama pada kota-kota utama.

45

Page 46: Draft Qanun Rtrw Nad

3. Sistem septik tank individu (sistem on-site) dikembangkan pada kawasan

perumahan tipe sedang dan tipe besar, sedangkan untuk perumahan tipe kecil

digunakan sistem pelayanan septik tank individu ataupun kolektif dengan

memperhatikan kesepakatan dan kemampuan dari masyarakat.

4. Sistem tercampur (yaitu menyatukan air limbah dan air hujan dalam satu satu

saluran) dikembangkan untuk air limbah dari kegiatan non-domestik dan kegiatan

lainnya. Pembangunan saluran dengan konstruksi tertutup dibangun pada

kawasan perdagangan, perkantoran dan kawasan komersil.

Pasal 67

Program pengembangan sistem prasarana drainase wilayah sebagaimana yang

dimaksud dalam huruf c Pasal 64 Qanun ini, dilakukan mellaui kegiatan :

1. Sistem jaringan induk drainase secara umum akan tetap mengikuti pola atau

kerangka sistem alamiah yang ada.

2. Jaringan drainase sistem tertutup sebagian besar dikembangkan di pusat

pemerintahan dan perkantoran, pusat kegiatan komersial, industri serta jalan-

jalan utama tertentu, atau daerah yang mempunyai lebar jalan yang kecil.

3. Jaringan drainase sistem terbuka sebagian besar dikembangkan di lingkungan

permukiman dan di sepanjang jaringan jalan.

4. Memprioritaskan pelayanan drainase pada kawasan terbangun, kawasan rawan

genangan, dan memerlukan penataan atau perbaikan agar dapat berfungsi

secara maksimal. Peningkatan peranserta masyarakat dalam memelihara

prasarana drainase, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan saluran.

5. Sistem drainase tertutup dan terbuka dibangun pada sebelah kiri dan atau

kanan jalan dengan arah pengaliran disesuaikan dengan kondisi topografi

setempat.

Pasal 68

(1) Pembiayaan pembangunan infrastruktur wilayah dialokasikan dari sumber dana

anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota

serta masyarakat dan dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai dengan

peraturan perundangundangan yang berlaku.

46

Page 47: Draft Qanun Rtrw Nad

Paragraf 3 Sistem Pusat Permukiman Perkotaan dan Perdesaan

Pasal 69

(1) Program Pengembangan pusat permukiman perkotaan meliputi:

a. Jangka Pendek : perlu dipersiapkan Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan.

b. Jangka Menengah : perlu dipersiapkan langkah-langkah antisipatif

pengendalian penataan ruang di Kawasan Perkotaan.

c. Jangka Panjang : perlu dilakukan langkah-langkah represif pada

pembangunanpembangunan yang menyalahi kaidah-kaidah penataan ruang.

(2) Program Pengembangan pusat permukiman perdesaan meliputi:

a. Jangka Pendek : perlu dipersiapkan Rencana Tata Ruang Kawasan

Perdesaan, terutama pada pusat-pusat kawasan perdesaan, yaitu pada

desa-desa yang menunjukkan ciri perkotaan.

b. Jangka Menengah : perlu dipersiapkan langkah-langkah antisipatif

pengendalian penataan ruang di Kawasan Perdesaan, khususnya berkaitan

dengan pengelolaan kawasan tertentu. Pengendalian utama dilakukan pada

Kawasan Tertentu Nasional yang keberadaannya di Kawasan Perdesaan.

c. Jangka Panjang : perlu dilakukan langkah-langkah represif pada

pembangunan-pembangunan yang menyalahi kaidah-kaidah penataan

ruang, terutama berkaitan dengan pengelolaan Kawasan Tertentu yang

keberadaannya di Kawasan Perdesaan.

Paragraf 4

Kawasan Tertentu

Pasal 70

Pemanfaatan ruang kawasan tertentu meliputi pemanfaatan ruang kawasan

andalan, kawasan kritis lingkungan, kawasan tertinggal serta kawasan pertahanan

dan keamanan.

Kawasan Andalan

Pasal 71

(1) Pengembangan kawasan andalan berkembang sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3) Pasal 29 Qanun ini diarahkan:

a. Kawasan Andalan Lokseumawe dan sekitarnya, dengan arahan

pengembangan:

47

Page 48: Draft Qanun Rtrw Nad

1. Peningkatan produksi industri dan kualitasnya.

2. Pengembangan sarana dan prasarana industri.

3. Peningkatan daya saing (competitiveness) kegiatan industri untuk

peluang pasar global.

4. Pengembangan kemitraan industri kecil, menengah dan besar.

5. Pengembangan network perdagangan serta pola kemitraan dan

kelembagaan usaha.

b. Kawasan Andalan Banda Aceh dan sekitarnya, dengan arahan

pengembangan:

1. Pengembangan pariwisata serta sarana dan prasarana pendukungnya.

2. Pengembangaan pertanian melalui intensifikasi pertanian dan sapta

usaha tani.

3. Peningkatan produksi industri dan kualitasnya.

4. Pengembangan network perdagangan serta pola kemitraan dan

kelembagaan usaha.

c. Kawasan Andalan Meulaboh dan sekitarnya, dengan arahan

pengembangan:

1. Pengembangan dan peningkatkan pertanian, perikanan, pertambangan

dan perkebunan.

2. Peningkatan pemanfaatan lahan yang kurang produktif dan marginal.

(2) Kawasan andalan prospektif untuk berkembang sebagaimana dimaksud dalam

ayat (4) Pasal 29 Qanun ini diarahkan:

a. Kawasan Subulussalam-Singkil dan sekitarnya, dengan arahan

pengembangan:

1. Pengembangan produksi kebun.

2. Pengembangan perdagangan dan jasa.

3. Pengembangan agro industri.

4. Peningkatan pola kemitraan dan kelembagaan usaha.

b. Kawasan Tapaktuan dan sekitarnya, dengan arahan pengembangan:

1. Peningkatan potensi agribisnis sebagai komoditas andalan.

2. Penumbuhan dan pengembangan sistem jejaring (network) produksi

3. Peningkatan sarana dan prasarana industri pengolahan hasil pertanian.

(3) Kawasan andalan laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) Pasal 29 Qanun ini

diarahkan:

a. Peningkatan potensi kelautan sebagai komoditi andalan.

b. Peningkatan sarana dan prasarana perikanan.

c. Pengembangan sektor pariwisata.

48

Page 49: Draft Qanun Rtrw Nad

d. Pengembangan industri berbasis perikanan di Meulaboh.

Kawasan Kritis Lingkungan

Pasal 72

Rencana pengelolaan kawasan-kawasan kritis lingkungan diarahkan

pengembangannya sebagai berikut:

a. Pengendalian pemanfaatan lahan di kawasan strategis untuk kelestarian

lingkungan (TNGL, KEL, Cagar Alam Jantho, THR Cut Nyak Dhien dan Rawa

Singkil).

b. Menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan strategis untuk kelestarian

lingkungan (TNGL, KEL, Cagar Alam Jantho, THR Cut Nyak Dhien dan Rawa

Singkil) dan ekosistem wilayah sekitarnya.

c. Pengembangan sektor pariwisata berupa wisata alam dan pengembangan ilmu

pengetahuan untuk kawasan strategis untuk kelestarian lingkungan dan atau

perlindungan alam.

d. Rehabilitasi lahan kritis yang kurang menguntungkan yang dapat membahayakan

lingkungan hidup di sekitarnya.

e. Peningkatan mutu dan produktivitas hutan melalui pengelolaan hutan secara

efisien, adil, dan berkelanjutan.

Kawasan Tertinggal

Pasal 73

Untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain, kawasan tertinggal diarahkan

pengembangannya dengan melakukan:

a. Pengembangan sarana dan prasarana perhubungan yang paling tidak dapat

menghubungkan perkotaan terdekat sebagai pasar bagi produksi yang dihasilkan

daerah tertinggal.

b. Peningkatan promosi daerah, terutama terkait dengan pariwisata.

c. Peningkatan produksi perkebunan, pertanian, dan perikanan.

d. Peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat di daerah tertinggal.

e. Pengembangan ekonomi lokal melalui pemberdayaan di sektor-sektor primer dan

peningkatan akses pasar bagi produksi yang dihasilkan.

49

Page 50: Draft Qanun Rtrw Nad

Kawasan Pertahanan dan Keamanan

Pasal 74

Arahan pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan sebagai berikut:

a. Mempertahankan kawasan-kawasan yang telah ditetapkan oleh Militer dan

Kepolisian sebagai kawasan pendukung fungsi pertahanan dan keamanan,

diantaranya daerah latihan militer, pos pengintaian, pos komunikasi, pos logistik

dan lainnya. Kawasan yang memenuhi kriteria ini diantaranya kawasan hutan

lindung di Pulau Weh dan kawasan laut di sekitar Pulau Weh.

b. Mempertahankan keberadaan hutan-hutan lindung dan kawasan lindung lainnya

yang mendukung fungsi pertahanan dan keamanan. Kawasan yang memenuhi

ini adalah seluruh kawasan lindung yang berupa hutan.

c. Memberikan pengamanan yang memadai bagi kawasan yang memiliki prasarana

strategis bagi kepentingan pertahanan dan keamanan, diantaranya pos-pos

telekomunikasi, energi, pengintai, dan sebagainya.

d. Membatasi perkembangan fungsi budidaya lainnya yang dapat mengganggu

fungsi pertahanan dan keamanan pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai

kawasan fungsi pertahanan dan keamanan.

e. Membangun pos-pos komunikasi dan pengintai militer.

Pasal 75

(1) Pembiayaan pengembangan kawasan tertentu dialokasikan dari sumber dana

anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten serta

masyarakat dan dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai dengan

peraturan perundangundangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Pola Pemanfaatan Ruang Paragraf 1

Kawasan Lindung Pasal 76

Program pengembangan kawasan lindung di Provinsi NAD adalah sebagai berikut :

a. Pengembangan aspek hukum, pengawasan dan sosialisasi.

b. Peningkatan kualitas hutan yang merupakan kawasan lindung.

c. Pengukuhan kawasan lindung;

d. Pengendalian kawasan lindung;

50

Page 51: Draft Qanun Rtrw Nad

e. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung;

f. Peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan;

Pasal 77

(1) Pengembangan aspek hukum, pengawasan dan sosialisasi sebagaimana

dimaksud dalam huruf a Pasal 76 Qanun ini dilakukan melalui kegiatan:

a. Penyusunan peraturan mengenai pemanfaatan kawasan lindung.

b. Sosialisasi perwujudan kawasan lindung.

c. Pembentukan lembaga/tim khusus yang melibatkan seluruh komponen

masyarakat, swasta dan pemerintah di semua tingkatan pemerintahan.

d. Pengawasan dan pengendalian pada kawasan lindung.

(2) Peningkatan kualitas hutan sebagaimana dimaksud dalam huruf b Pasal 76

Qanun ini dilakukan melalui kegiatan:

a. Reboisasi hutan-hutan yang gundul/kritis.

b. Rehabilitasi dan konservasi lahan.

(3) Pengukuhan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 76

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Mempertegas batas-batas dan memberikan batasan fisik pada kawasan

lindung, seperti pembangunan pagar dan tanda/papan informasi.

b. Pemetaan kawasan lindung;

c. Penetapan kawasan lindung.

(4) Pengendalian kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam huruf d Pasal 76

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pengawasan, pengamanan dan pengaturan pemanfaatan sumberdaya

kawasan lindung di seluruh kawasan lindung.

b. Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka mempermudah kegiatan

pengawasan dan pengendalian.

(5) Pengembangan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam huruf e

Pasal 76 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan pengelolaan hutan bersama

masyarakat/masyarakat adat (Community Based Forestry Management).

(6) Peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya hutan sebagaimana dimaksud

dalam huruf f Pasal 76 Qanun ini, dilakukan melalui pengembangan wanawisata,

ecotourism, cagar budaya, dan lain-lain di Kepulauan Banyak, Lhok Asan, Iboih

Sabang, Taman Hutan Raya Tjut Nya’ Dhien, Cagar Alam Jantho, dan Taman

Nasional Gunung Leusuer.

51

Page 52: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 78

(1) Dalam rangka menjamin terselenggaranya pemanfaatan ruang di kawasan

lindung secara seimbang dan berkeadilan didukung oleh pembagian peran antar

pelaku dan pembiayaan yang bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah

Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau

dalam bentuk kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai dengan

peraturan perundangundangan yang berlaku.

Paragraf 2

Kawasan Budidaya Pasal 79

Program pengembangan kawasan budidaya di Provinsi NAD adalah sebagai

berikut:

a. Pengembangan kawasan hutan produksi.

b. Pengembangan pertanian lahan basah.

c. Pengembangan pertanian lahan kering.

d. Pengembangan perikanan dan peternakan.

e. Pengembangan perkebunan/tanaman tahunan.

f. Pengembangan pertambangan dan galian

g. Pengembangan peruntukkan industri.

h. Pengembangan pariwisata.

i. Pengembangan permukiman.

Pasal 80

Pengembangan kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a

Pasal 79 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pengembangan industri pengolahan dengan bahan baku kayu dan

membudidayakan tanaman industri bernilai ekonomis.

b. Melakukan pengawasan dan pengendalian kawasan hutan produksi dengan cara

pemerintah daerah memberikan wewenang dan tanggungjawab terhadap

pemerintahan distrik dan desa yang terkait dengan kegiatan yang dapat

mengganggu dan merusak kawasan hutan produksi.

c. Pemerintah memberikan petunjuk operasional dan instruksi yang mengikat pada

program tebang-pilih pada kawasan hutan produksi.

52

Page 53: Draft Qanun Rtrw Nad

d. Pemerintah memberikan petunjuk operasional dan instruksi/arahan yang

mengikat pada rogram tebang-tanam pada kawasan hutan produksi dalam

rangka memberikan fungsi indung pada semua hutan produksi yang ada di

Provinsi NAD.

Pasal 81

Pengembangan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud dalam huruf b

Pasal 79 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pengembangan infrastruktur yang mendukung seperti jaringan jalan, irigasi, dan

industri pertanian dengan fungsi yang didasarkan pada potensi pertanian wilayah

pinggiran (lahan basah).

b. Pengembangan perusahaan pengumpul dan distribusi (dapat berbentuk

koperasi, pasar husus, dan lain-lain) bagi pertanian lahan basah dengan

memperhatikan jarak minimum mudah dijangkau).

c. Pemberian kredit pinjaman bagi petani lahan basah dalam rangka menunjang

kesinambungan saha pertaniannya.

d. Menciptakan prasarana irigasi sehingga pengembangan pertanian lahan basah

agar tidak tergantung pada musim dengan memperhatikan kemampuan alam

dalam pembangunan irigasi.

e. Menjaga stabilitas harga pupuk, obat-obatan, dan bibit.

f. Membangun balai penyuluhan dan pelatihan usaha tani.

Pasal 82

Pengembangan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud dalam huruf c

Pasal 79 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemberian kredit pinjaman bagi petani lahan kering dalam rangka menunjang

kesinambungan usaha pertaniannya.

b. Membudidayakan komoditi tanaman lahan kering yang prospektif dan ekonomis,

intensifikasi pemanafaatan lahan, penanganan panen dan pasca panen dan

menggalakkan program penggunaan bibit unggul.

c. Pengembangan kegiatan industri pertanian dengan fungsi yang didasarkan pada

potensi pertanian wilayah pinggiran (lahan kering) dan pengembangan pusat

pengumpul dan distribusi bagi pertanian lahan basah dengan memperhatikan jarak

minimum (mudah dijangkau).

d. Menjaga stabilitas harga pupuk, obat-obatan, dan bibit.

e. Membangun balai penyuluhan dan pelatihan usaha tani.

53

Page 54: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 83

Pengembangan perikanan dan peternakan sebagaimana dimaksud dalam huruf

d Pasal 79 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pemberian kredit pinjaman bagi usaha peternakan dalam rangka menunjang

kesinambungan usaha peternakan.

b. Menggalakan program penggunaan bibit unggul.

c. Pengembangan pusat pengumpul dan distribusi bagi usaha peternakan dengan

memperhatikan jarak minimum (mudah dijangkau).

d. Membangun balai penyuluhan dan pelatihan.

Pasal 84

Pengembangan perkebunan/tanaman tahunan sebagaimana dimaksud dalam

huruf e Pasal 79 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Menggalakkan program penggunaan bibit unggul, serta menciptakan prasaran

irigasi (pengembangan tidak tergantung pada musim) yang mendukung

perkembangan perkebunan/tanaman tahunan.

b. Pemberian kredit pinjaman bagi petani tanaman tahunan/perkebunan dalam rangka

menunjang kesinambungan usaha tanaman tahunan/perkebunan.

c. Pengembangan kegiatan industri basis pertanian dengan fungsi yang didasarkan

pada potensi (basis komoditas) tanaman tahunan/perkebunan dan pengembangan

pusat pengumpul dan distribusi bagi pertanian tanaman tahunan/perkebunan

dengan memperhatikan jarak minimum (mudah dijangkau).

d. Menjaga stabilitas harga pupuk, obat-obatan, dan bibit tanaman

tahunan/perkebunan.

Pasal 85

Pengembangan pertambangan dan galian sebagaimana dimaksud dalam huruf f

Pasal 79 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Meningkatkan kemampuan penambangan di kawasan pertambangan dan galian.

b. Pemberian ijin pengelolaan dan seleksi usaha pertambangan dan galian (kelayakan

perusahaan).

c. Pemberian kredit pinjaman bagi usaha pertambangan dan galian dalam rangka

menunjang kesinambungan usahanya.

d. Pengembangan industri pengolahan dengan fungsi yang didasarkan pada potensi

pertambangan dan galian.

54

Page 55: Draft Qanun Rtrw Nad

e. Pengembangan infrastruktur penunjang, seperti jalan, air, dan bangunan penunjang

lainnya.

f. Kegiatan penggalian dan pertambangan tidak menggunakan alat dan bahan

yang berbahaya bagi keselamatan lingkungan (ramah lingkungan) dan pekerja.

Pasal 86

Pengembangan peruntukkan industri sebagaimana dimaksud dalam huruf g

Pasal 79 Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian di Lhoksukon, Kabupaten

Aceh Utara.

b. Pengembangan industri pengolahan berbasis perikanan di Meulaboh, Kabupaten

Aceh Barat.

c. Industri yang dikembangkan adalah industri yang memiliki dampak ikutan tinggi

dan berpolusi/ rendah sehingga tidak mengganggu lingkungan. d. Pemanfaatan teknologi industri tepat guna, yaitu pemanfataan teknologi yang

memperhatikan kemampuan produksi, tenaga kerja dan modal.

e. Penataan struktur industri dan rencana ruang/relokasi pengusaha industri kecil

dan menengah yang meliputi kegiatan Kajian Penataan Ruang Peruntukkan

Industri.

f. Pengembangan infrastruktur penunjang, seperti jalan, air, dan bangunan

penunjang lainnya.

Pasal 87

Pengembangan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam huruf h Pasal 79

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pengembangan pemasaran dan promosi kawasan wisata di Provinsi NAD

dalam rangka memperluas pangsa pasar wisata.

b. Membangkitan usaha wisata dengan mempermudah upaya investor untuk

investasi pada sektor pariwisata.

c. Pengembangan infrastuktur yang mendukung terhadap pengembangan pariwisata

di Provinsi NAD.

d. Pengembangan obyek wisata melalui kegiatan penataan-penataan kawasan

obyek wisata di Provinsi NAD.

55

Page 56: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 88

Pengembangan permukiman sebagaimana dimaksud dalam huruf i Pasal 79

Qanun ini, dilakukan melalui kegiatan:

a. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.

b. Penyediaan air bersih lintas wilayah.

c. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah/Instalasi Pengolahan Limbah

Tinja (IPAL/IPLT).

d. Pembangunan Kasiba dan Lisiba (kawasan siap bangun dan lahan siap bangun)

dengan mempersiapkan lahan siap bangun dan pembuatan prasarana

permukiman pendukungnya seperti jalan lingkungan, prasarana air bersih dan

atau/limbah, jaringan telekomunikasi dan penerangan pada kawasan yang sesuai

dengan peruntukan Kasiba dan Lisiba.

Pasal 89

(1) Dalam rangka pengelolaan kawasan budidaya, didukung oleh pembiayaan yang

bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Kabupaten dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama

pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur lebih lanjut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Pertama

Umum Pasal 90

Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan

dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Pasal 91

Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Gubernur melalui Badan

Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi, bekerjasama dengan

Pemerintah Kabupaten/Kota dan melibatkan peran serta masyarakat.

56

Page 57: Draft Qanun Rtrw Nad

Bagian Kedua

Pengawasan Pasal 92

(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal

90 Qanun ini diselenggarakan melalui kegiatan pemantauan, pelaporan dan

evaluasi secara rutin.

(2) Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi melakukan

pengawasan pemanfaatan ruang yang berhubungan dengan program, kegiatan

pembangunan, dan pemberian izin pemanfaatan ruang.

(3) Sistem pelaporan dan materi laporan perkembangan struktur dan pola tata ruang

adalah sebagai berikut :

a. laporan perkembangan pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui sistem

pelaporan secara periodik dan berjenjang mulai dari Bupati/Walikota setiap

triwulan dan setiap 6 (enam) bulan kepada Gubernur dengan tembusan

kepada DPRD;

b. laporan tersebut dilengkapi dengan materi laporan sebagai berikut :

1. perkembangan pemanfaatan ruang;

2. perkembangan perubahan fungsi dan pemanfaatan ruang serta izin

pemanfaatan ruang;

3. masalah-masalah pemanfaatan ruang yang perlu diatasi;

4. masalah-masalah pemanfaatan ruang yang akan muncul dan perlu

diantisipasi.

c. pelaporan hasil pengawasan dapat juga dilakukan oleh masyarakat ataupun

lembaga adat dan lembaga sosial masyarakat lainnya sesuai ketentuan yang

berlaku.

Bagian Ketiga

Penertiban Pasal 93

(1) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90

Qanun ini, dilakukan berdasarkan laporan perkembangan pemanfaatan ruang

hasil pengawasan.

(2) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan oleh aparat pemerintah yang

berwewenang terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang.

(3) Bentuk penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berupa

pemberian sanksi yang terdiri dari sanksi administratif dan sanksi pidana.

57

Page 58: Draft Qanun Rtrw Nad

BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 94

(1) Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan dilakukan melalui pemberian

informasi berupa data, bantuan pemikiran dan keberatan, yang disampaikan

dalam bentuk dialog, internet dan melalui media lainnya baik langsung maupun

tidak langsung.

(2) Peran serta masyarakat dalam proses pemanfaatan ruang dapat dilakukan

melalui pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai

dengan RTRWP, meliputi:

a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan

RTRWP yang telah ditetapkan;

b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan

pemanfaatan ruang wilayah;

c. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang.

(3) Peran serta masyarakat dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang dapat

dilakukan melalui :

a. pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dan

pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang;

b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban

pemanfaatan ruang.

Pasal 95

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak :

a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang;

b. mengetahui secara terbuka isi RTRWP;

c. menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari

penataan ruang;

d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai

akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata

ruang.

Pasal 96

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam huruf b

Pasal 95 Qanun ini, masyarakat dapat mengetahui RTRWP dari Lembaran

58

Page 59: Draft Qanun Rtrw Nad

Daerah Provinsi, pengumuman atau penyebarluasan oleh pemerintah provinsi

pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan

mudah.

(2) Pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal

ini diketahui masyarakat melalui penempelan/pemasangan peta rencana tata

ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum dan kantor-kantor yang

secara fungsional menangani rencana tata ruang tersebut.

Pasal 97

(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai

akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal 95 Qanun ini,

pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang

terkandung didalamnya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berupa

manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan,

penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan peraturan perundang-

undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang

pada masyarakat setempat.

Pasal 98

(1) Untuk memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai

akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRWP

sebagaimana dimaksud huruf d dalam Pasal 95 Qanun ini, diselenggarakan

secara musyawarah dengan pihak yang berkepentingan.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, penyelesaiannya dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 99

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah provinsi, masyarakat wajib :

a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;

b. berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

c. mentaati RTRWP yang telah ditetapkan.

59

Page 60: Draft Qanun Rtrw Nad

Pasal 100

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 99 Qanun ini, dilaksanakan dengan mematuhi dan

menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang

ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat secara

turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya

dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang

serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras dan seimbang.

BAB IX PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Pasal 101

(1) RTRW Provinsi yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali pada tahun 2012

dan tahun 2017 atau apabila terjadi perubahan kebijakan pembangunan yang

terkait penataan ruang maupun terjadi perubahan eksternal dan internal yang

tidak dapat diakomodasikan oleh rencana yang sedang berlaku.

(2) Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan

Qanun.

BAB X SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 102

(1) Sanksi administratif dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang

berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dapat

berupa :

a. penghentian sementara pelayanan administratif;

b. penghentian sementara pemanfaatan ruang di lapangan;

c. denda administratif;

d. pengurangan luas pemanfaatan ruang;

e. pencabutan izin pemanfaatan ruang.

60

Page 61: Draft Qanun Rtrw Nad

BAB XI KETENTUAN PIDANA

Pasal 103

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99,

Pasal 100, dan Pasal 101 Qanun ini, diancam pidana kurungan paling lama 3

(tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

(2) Selain tindak pidana pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal

ini, tindak pidana atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang mengakibatkan

perusakan dan pencemaran lingkungan serta kepentingan umum lainnya

dikenakan ancaman pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

BAB XII PENYIDIKAN

Pasal 104

(1) Selain Pejabat Penyidik POLRI yang bertugas menyidik tindak pidana,

penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah

ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di

lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam pelaksanaan tugas penyidikan, para Pejabat Penyidik sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berwenang :

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan

pemeriksaan;

c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka;

d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;

e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. memanggil seseorang untuk dijadikan tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum

bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan

61

Page 62: Draft Qanun Rtrw Nad

tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal

tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka dan keluarganya;

i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 105

Pada saat mulai berlakunya Qanun ini, semua Qanun dan peraturan pelaksanaan

yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada, tetap berlaku sepanjang

tidak bertentangan dengan Qanun ini.

Pasal 106

Dengan diberlakukannya Qanun ini, maka :

a. Kegiatan budidaya yang telah ditetapkan sebelumnya dan berada di kawasan

lindung dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung.

b. Kegiatan Budidaya yang telah ada di Kawasan Lindung yang mempunyai

dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang

berlaku sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

c. Izin pemanfaatan ruang baik yang berada di Kawasan Lindung maupun di

Kawasan Budidaya yang telah diberikan sebelum berlakunya Qanun ini

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Qanun ini.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 107

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Qanun ini sepanjang mengenai teknis

pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 108

Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

62

Page 63: Draft Qanun Rtrw Nad

Ditetapkan di Banda Aceh

pada tanggal...................

GUBERNUR

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Ditetapkan di Banda Aceh

pada tanggal...................

SEKERTARIS DAERAH

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

63