nasionalisasi migas berbasis kearifan lokal (studi diskursif tentang sinkronisasi hak menguasai oleh...

76
LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN MAHASISWA Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif Tentang Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat) Oleh: M.Fikri Alan 125010102111010 Fifink Praiseda A 125010101111077 Moh.Fathoni 135010107121007 Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Upload: masfathoni

Post on 11-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

LAPORAN HASIL PENELITIANHIBAH PENELITIAN MAHASISWA

Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal(Studi Diskursif Tentang Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak

Ulayat)

Oleh:

M.Fikri Alan 125010102111010

Fifink Praiseda A 125010101111077

Moh.Fathoni 135010107121007

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Malang

2014

Page 2: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaiakan karya ilmiah dengan

judul "Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang

Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat)" tepat waktu.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW yang karena

dakwahnya kami dapat menikmati iman dan Islam.

Penelitian ini kami laksanakan dalam rangka mengikuti Hibah Penelitian

Mahasiswa 2014 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Tidak lupa Penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak diantaranya:

1. Kedua orangtua penulis atas doa restu dan segala pengorbanan kepada

penulis;

2. Rekan-rekan Forum Kajian dan Penelitian Hukum (FKPH) yang memberikan

semangat dan masukan-masukan yang sangat berharga.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

karya ilmiah ini.

Malang, 20 November 2014

Penulis

i

Page 3: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

DAFTAR BAGAN ........................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hak Ulayat .............................................................................................. 7

1. Pengertian Hak Ulayat....................................................................... 7

2. Subjek dan Objek Hak Ulayat........................................................... 9

3. Kekuatan Berlaku Hak Ulayat.......................................................... 10

a. Kekuatan Hak Ulayat Berlaku ke Dalam.................................... 10

b. Kekuatan Hak Ulayat Berlaku ke Luar........................................ 11

4. Hak Menguasai Tanah oleh Negara Berasal dari Konsep

Hak Ulayat......................................................................................... 12

B. Konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State)........................................ 15

1. Pengertian Negara Kesejahteraan (Welfare State)............................. 15

2. Asas-asas Pokok Negara Kesejahteraan (Welfare State)................... 17

C. Nasionalisasi............................................................................................. 18

BAB III METODE PENULISAN

A. Jenis Penulisan ........................................................................................... 19

B. Metode Pendekatan .................................................................................... 19

C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum ................................................................ 19

D. Teknik Penelusuran Bahan Hukum .......................................................... 20

ii

Page 4: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

E. Teknik Analisis Bahan Hukum ....................................................................21

BAB IV PEMBAHASAN

A. Kondisi Minyak Bumi dan Gas Alam di Indonesia Saat Ini....................... 22

B. Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal yang Dapat

Diterapkan di Indonesia............................................................................... 28

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 37

B. Saran ........................................................................................................... 37

Daftar Pustaka

iii

Page 5: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

DAFTAR BAGAN

Bagan1. Pengelolaan Usaha Migas di Indonesia.................................................. 23

Bagan 2. Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal....................................... 36

iv

Page 6: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kepemilikan Perusahaan Asing atas Wilayah Migas

Indonesia............................................................................................. 25

v

Page 7: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Cadangan Minyak Bumi Indonesia............................................... 26

Tabel 2. Tabel Cadangan Gas Bumi di Indonesia................................................. 27

vi

Page 8: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

AbstractThe Natural Resources in Indonesia, especially The Natural Resources such as Oil and Natural Gas is the invaluable gift given by Almighty God which run in the blood to the next generation in order to exploit in great quantities for the sake of the citizen prosperity in the same manner as recorded to the UUD NR1 1945. However, helplessness of the government of the governance by foreign party upon The Natural Resources precisely not give authority to state for manage and exploit. This helplessness base on the legal regulation in Oil and Natural Gas sector precisely give over to foreign party for manage with agreement royalty share to government but in fact insufficient. This condition gives occasion to The Natural Resources of Indonesia exploited by a foreign party in continuously but the income. On the basis of the understanding  that  the authors are trying to  find a solution  to exploitation by  foreign parties, The Natural Resources does not  take place within a period of time much longer. So  the author  is interested  in giving  the idea of “Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Sebuah diskursif tentang Hak Menguasai oleh Negara dan Hak Ulayat)”. This idea aims to empower and combines  the management of Oil and Natural Gas owned by the  indigenous peoples  through Ulayat rights managing natural resources with the concept of natural resource management  is done by the State (the concept of Rights Controlled by the State).

Keywords: The Natural Resources, Ulayat rights, Nationalization.

AbstrakSumberdaya alam di Indonesia, terutama sumberdaya alam yang berupa Minyak Bumi dan Gas Alam merupakan anugerah yang tak tenilai harganya dari Tuhan YME yang diwariskan kepada generasi mendatang untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat sebagaimana dicantumkan dalam UUD NRI 1945. Namun ketidakberdayaan pemerintah atas penguasaan yang dilakukan oleh pihak asing atas SDA tersebut justru tidak memberi kebebasan kepada negara untuk mengelola dan memanfaatkannya. Ketidakberdayaan ini didasarkan dengan pengaturan hukum di bidang Migas justru menyerahkan penguasaan terhadap SDA kepada pihak asing untuk dikelola dengan kesepakatan pembagian royalti kepada pemerintah namun kenyataannya tidak cukup besar. Hal ini menyebabkan kekayaan alam Indonesia terus dieksploitasi oleh pihak asing namun hasil yang didapat tidak sepadan dengan eksploitasi yang dilakukan tersebut. Berangkat dari pengertian tersebut penulis berusaha untuk menemukan solusi agar eksploitasi SDA oleh pihak asing tidak berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama lagi. Sehingga penulis tertarik untuk memberikan gagasan yang berupa Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Sebuah diskursif tentang Hak Menguasai oleh Negara dan Hak Ulayat). Gagasan ini bertujuan untuk memberdayakan dan menggabungkan tata cara pengelolaan migas yang dimiliki masyarakat adat melalui hak ulayat untuk mengelola kekayaan alam dengan

vii

Page 9: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

konsep pengelolaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh Negara (Konsep Hak Menguasai oleh Negara).

Kata kunci: Sumber Daya Alam, Hak ulayat, Nasionalisasi.

viii

Page 10: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sumberdaya alam mempunyai peranan cukup penting bagi kehidupan

manusia. Sumber Daya Alam bagi berbagai komunitas di Indonesia bukan hanya

memiliki nilai ekonomi tetapi juga makna sosial, budaya dan politik. Sumberdaya

alam berperan penting dalam pembentukan peradaban pada kehidupan manusia,

sehingga setiap budaya dan etnis memiliki konsepsi dan pandangan dunia

tersendiri tentang penguasaan dan pengelolaan dari sumberdaya alam.1

Selain itu, bagi Indonesia, sumberdaya dan keanekaragaman hayati sangat

penting dan strategis artinya bagi keberlangsungan kehidupannya sebagai

“bangsa”. Hal ini bukan semata-mata karena posisinya sebagai salah satu negara

terkaya di dunia dalam keanekaragaman hayati (mega-biodiversity), tetapi justru

karena keterkaitannya yang erat dengan kekayaan keanekaragaman budaya lokal

yang dimiliki bangsa ini (mega-cultural diversity). Para pendiri negara-bangsa

(nation-state) Indonesia sejak semula sudah menyadari bahwa negara ini adalah

negara kepulauan yang majemuk sistem politik, sistem hukum dan sosial-

budayanya. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” secara filosofis menunjukkan

penghormatan bangsa Indonesia atas kemajemukan atau keberagaman sistem

sosial yang dimilikinya.2

Ketergantungan dan ketidak-terpisahan antara pengelolaan sumberdaya dan

keanekaragaman hayati ini dengan sistem-sistem sosial lokal yang hidup di tengah

masyarakat bisa secara gamblang dilihat dalam kehidupan sehari-hari di daerah

pedesaan, baik dalam komunitas-komunitas masyarakat adat3 yang populasinya

1 Hidayat, Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal, Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari, 2011, hal. 19

2 Abdon Nababan, Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Adat, Tantangan dan Peluang, Makalah untuk disajikan dalam “Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah”, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB. 5 Juli 2002, hal. 1

3 Yang dimaksudkan dengan masyarakat adat di sini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya. Batasan ini mengacu pada Pandangan Dasar dari Kongres I Masyarakat Adat

1

Page 11: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

diperkirakan antara 50 – 70 juta orang, maupun dalam komunitas-komunitas lokal

lainnya yang masih menerapkan sebagian dari sistem sosial berlandaskan

pengetahuan dan cara-cara kehidupan tradisional.4

Secara umum tata kelola sumberdaya alam yang dilakukan oleh suatu

komunitas adat mengenal adanya beragam status penguasaan dan

pemanfaatannya. Bentuk dan status penguasaan sumberdaya alam dapat

dibedakan atas empat kelompok : (1) milik umum (open accses), (2) milik negara

(state), (3) milik pribadi atau perorangan (private) dan (4) milik bersama

(communal).5

Namun, Konsep Hak Menguasi oleh Negara6 yang terkandung dalam

peraturan-perundang-undangan berkaitan dengan sektor agraria dalam

pelaksanaannya menjadi alat kepentingan penguasa dan pengusaha untuk

mendegradasi tata kelola sumberdaya alam yang dilakukan oleh suatu komunitas

adat ini. Hak Menguasai dari Negara terhadap sumberdaya agraria dapat

menggugurkan status kepemilikan bersama secara adat, padahal keberadaan adat

dan kepemilikan secara lebih dahulu eksis daripada keberadaan negara. Konflik

agraria di Indonesia sebagian besar disebabkan interpretasi Hak Menguasai

Negara yang menegaskan kepemilikan secara adat-komunal.

Konsep Penguasaan Negara ini kemudian ditafsirkan oleh Mahkamah

Konstitusi di dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Nusantara tahun 1999 yang menyatakan bahwa “Masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.”

4 Abdon Nababan,..Loc Cit 5 Masing-masing bentuk dalam penguasaan sumberdaya alam tersebut memiliki karakteristik

tersendiri. Pada sumberdaya alam milik bersama, status kepemilikannya diambangkan, tiap orang bebas dan terbuka untuk memperoleh manfaat. Berbeda dengan sumberdaya alam milik bersama, maka sumberdaya milik pribadi merupakan sumberdaya yang secara tegas dimiliki oleh orang-perorangan dan orang lain tidak dapat menguasai dan mengaturnya. Sedangkan sumberdaya milik kelompok /komunitas, adalah sumberdaya yang dikuasai oleh suatu kelompok /komunitas, karenanya orang atau kelompok lain tidak dapat mengambil manfaat sumberdaya tersebut tanpa izin kelompok yang menguasainya. Pada sumberdaya milik negara merupakan sumberdaya yang secara tegas dikuasai dan dikontrol oleh negara.

6 Hak ini diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Ketentuan dalam pasal ini sebenarnya didasarkan pada Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, Air, dn Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

2

Page 12: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

perkara pengujian Undang-Undang Minyak dan Gas, Undang-Undang

Ketenagalistrikan, dan Undang-Undang Sumber Daya Alam Nomor 3/PUU-

VIII.2010. Dalam putusan tersebut Mahkamah menafsirkan “hak menguasai

negara/HMN” bukan dalam makna negara memiliki, tetapi dalam pengertian

bahwa negara merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan

(regelendaad), melakukan pengurusan (bestuurdaad), melakukan pengelolaan

(beheersdaad), dan melakukan pengawasan (toezichthoudendaad) yang semuanya

ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.7

Sejauh ini, pemerintah telah mengimplementasikan konsep mengenai

“pengelolaan” tersebut ke dalam tataran praktis melalui pembentukan lembaga-

lembaga dan Badan Usaha Milik Negara yang ditugasi untuk mengurusi dan

mengelola elemen-elemen alam milik bumi Indonesia. Contohnya Perusahaan

Listrik Negara (PLN), Perusahaan Air Minum (PAM), Pertamina, Perusahaan Gas

Negara (PGN), BPH Migas, SKK Migas, dan lain sebagainya.

Tetapi, fakta di lapangan menunjukkan hal yang lain. Indonesia ternyata

tidak berdaulat penuh atas sumber daya energi yang dimilikinya. Pemerintah

hanya mendapatkan royalti dari kegiatan pertambangan yang dilakukan

perusahaan asing. Hal inilah yang kemudian menjadi kritik besar terhadap kinerja

pemerintah dalam bidang pertambangan karena perusahaan asing dapat

melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap hasil tambang namun royalti yang

diperoleh pemerintah, yang sepatutnya digunakan untuk melakukan peningkatan

kesejahteraan rakyat, sangat sedikit. Padahal, kerusakan sumberdaya alam yang

disebabkan eksploitasi yang berlebihan oleh perusahaan-perusahaan swasta, yang

berasal dari luar negeri tersebut, sangat mungkin menimbulkan terjadinya

deforestasi, degradasi dan kerusakan sumberdaya alam di Indonesia, sehingga,

dikhawatirkan akan terjadi tragedy of common.8 Pada kontrak karya dengan 7 Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa “Hak Menguasai Negara ini

memberi wewenang kepada negara untuk melakukan: (a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut; (b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; (c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.”

8 Peter Hardin menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan situasi ketika ada sekelompok orang yang mengeksploitasi sumberdaya alam milik bersama untuk keuntungannya sendiri, dan eksploitasi tersebut mengakibatkan degradasi dari sumberdaya tersebut dan mengakibatkan

3

Page 13: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

PT.Freeport, misalnya, pemerintah hanya memperoleh royalti sebesar 3%.

Persentase yang didapatkan pemerintah tersebut tidak seimbang dengan sumber

daya mineral yang dikeruk dan degradasi kualitas lingkungan yang disebabkan

oleh pertambangan.9

Ide mengenai nasionalisasi perusahaan-perusahaan multinasional tersebut

pun terus bermunculan. Hal ini dilatarbelakangi dari kesuksesan di negara-negara,

terutama di kawasan Amerika Latin yang sukses dengan nasionalisasi perusahaan

tambang di negaranya masing-masing. Salah satu contohnya adalah Bolivia yang

mendapatkan keuntungan sebesar 16 miliar USD setelah melakukan nasionalisasi

energi. Sebelum dilakukan nasionalisasi, Bolivia hanya menerima 2 miliar USD.

Pandangan negatif bahwa nasionalisasi akan menurunkan investasi di negara

tersebut bahkan terbantahkan. Pasca nasionalisasi, investasi sektor energi di

Bolivia bahkan meningkat tiga kali lipat, dari 1,86 miliar USD menjadi 5,24

miliar USD dalam kurun waktu 2006-2012. Pengalaman nasionalisasi yang

ternyata menguntungkan bagi negara dan mensejahterakan bagi rakyatnya juga

dilakukan oleh Argentina dan Venezuela.10

Berangkat dari keinginan untuk melakukan nasionalisasi11, dan didukung

fakta bahwa Indonesia memiliki masyarakat adat yang mampu untuk melakukan

kegiatan pengelolaan pertambangan, maka sebaiknya pengelolaan mengenai

sumberdaya alam yang ada di Indonesia diserahkan kepada setiap masyarakat adat

(hak ulayat).12 Sudah banyak studi yang menunjukkan bahwa masyarakat adat di

akibat yang serius bagi seluruh anggota kelompok masyarakat tersebut. Lihat Garrett Hardin, “The Tragedy of the Commons” in Science, Vol. 162, No. 3859 (December 13, 1968) dalam Hidayat, Op Cit, hal. 28

9 Victor Imanuel Williamson Nalle, Hak Menguasai Negara Atas Mineral dan Batubara Pasca Berlakunya Undang-Undang Minerba, Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 3, 2012, hal. 71

10 Partai Rakyat Pekerja, Nasionalisasi Aset Pertambangan untuk Kesejahteraan Rakyat!, dalam http://www.prp-indonesia.org/, dikases tangal 1 April 2014

11 Dalam hal ini, Penulis memprioritaskan pada sumber daya alam yang berupa Minyak dan Gas Bumi. Hal ini karena Minyak dan Gas Bumi (Migas) memiliki keunggulan daripada sumber daya alam lainnya. Yakni Sifat Cair yang dimilikinya, Kandungan kalor yang lebih tnggi, serta dapat menghasilakn berbagai macam bahan bakar yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Lihat EunhyceSkye, Keunggulan Minyak dan Gas Bumi Sebagai Sumber Energi, dalam rilgeofisika.blogspot.com, diakses tanggal 6 April 2014

12 Ketentuan mengenai hak ulayat ini diatur dalam Pasal 3 UUPA yang berbunyi: “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dengan itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya, masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang

4

Page 14: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

Indonesia secara tradisional berhasil menjaga dan memperkaya keanekaan hayati

alami. Adalah suatu realitas bahwa sebagian besar masyarakat adat masih

memiliki kearifan adat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sistem-sistem lokal

ini berbeda satu sama lain sesuai kondisi sosial budaya dan tipe ekosistem

setempat. Mereka umumnya memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan

sumberdaya lokal yang diwariskan dan ditumbuh-kembangkan terus-menerus

secara turun temurun. Kearifan tradisional ini, misalnya, bisa dilihat pada

komunitas masyarakat adat yang hidup di ekosistem rawa bagian selatan Pulau

Kimaam di Kabupaten Merauke, Irian Jaya. Komunitas adat ini berhasil

mengembangkan 144 kultivar ubi, atau lebih tinggi dari yang ditemukan pada

suku Dani di Palimo, Lembah Baliem, yang hanya 74 varietas ubi.13

Selain itu, di berbagai komunitas adat di Kepulauan Maluku dan sebagian

besar di Irian Jaya bagian utara dijumpai sistem-sistem pengaturan alokasi (tata

guna) dan pengelolaan terpadu ekosistem daratan dan laut yang khas setempat,

lengkap dengan pranata (kelembagaan) adat yang menjamin sistem-sistem lokal

ini bekerja secara efektif. Sampai saat ini hanya sebagian yang sangat kecil saja

yang dikenal dunia ilmu pengetahuan modern tentang sistem-sistem lokal ini.

Contoh di antaranya adalah pranata adat sasi yang ditemukan disebagian besar

Maluku yang mengatur keberlanjutan pemanfaatan atas suatu kawasan dan jenis-

jenis hayati tertentu. Contoh lainnya yang sudah banyak dikenal adalah

perladangan berotasi komunitas-komunitas adat “Orang Dayak” di Kalimantan

berhasil mengatasi permasalahan lahan yang tidak subur.14

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan pengelolaan Minyak Bumi dan Gas Alam di

Indonesia?

2. Bagaimana Nasionalisasi Migas berbasis kearifan lokal yang dapat

diterapkan di Indonesia?

berlandaskan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.”

13 Abdon Nababan, Op Cit, hal. 214 Ibid

5

Page 15: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaturan pengelolaan Minyak Bumi dan Gas

Alam Indonesia

2. Untuk mengetahui nasionalisasi migas berbasis kearifan lokal yang

dapat diterapkan di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian keilmuan

tentang hukum agraria pada umumnya, dan kajian mengenai pertambangan

pada khususnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat

memberikan wacana lebih lanjut terhadap peneliti lain untuk

mengembangkan penelitian ini.

Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Penyusunan karya tulis ini mampu membekali dan memberi informasi

mengenai pertambangan di Indonesia.

b. Bagi Masyarakat Adat

Penelitian ini mampu membekali dan memberikan informasi

mengenai hal-hal yang harus dilakukan untuk melestarikan sumberdaya

alam.

c. Bagi Pemerintah

Penelitian ini mampu memberikan gambaran mengenai alternatif

pengelolaan kekayaan sumber daya alam Indonesia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

6

Page 16: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

A. Hak Ulayat

1. Pengertian Hak Ulayat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian ulayat

adalah wilayah, hak ulayat berarti hak yang dimiliki suatu masyarakat

hukum adat untuk menguasai tanah beserta isinya di lingkungan

wilayahnya; hak pertuanan; hak purba.15 Sedangkan menurut Kamus

Umum Politik dan Hukum yang dimaksud Ulayat (Ulayah) adalah

Wilayah, daerah atau kawasan. Misalnya, tanah ulayat yaitu suatu kawasan

tanah yang ada di hutan dan telah diberi batas tetapi belum diusahakan

masyarakat. Tanah ini berkaitan dengan adat masyarakat yang telah ada

sejak turun temurun.16 Dan masih menurut kamus tersebut, Hak Ulayat

didefinisikan sebagai hak yang dimiliki suatu masyarakat hukum adat

untuk menguasai tanah beserta isinya di lingkungan wilayahnya, hak

pertuanan; hak purba.17

Pengertian Hak Ulayat juga dapat kita lihat dalam konstitusi kita yaitu

pada Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 (UUDNRI 1945) yang berbunyi sebagai berikut :

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.Kemudian pasal di atas diperkuat lagi dengan Pasal 33 ayat (3)

UUDNRI 1945 yang berbunyi :

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Meski pasal di atas tidak menyebutkan secara spesifik tanah, namun

pada intinya kedua pasal tersebut menitik beratkan pada kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat serta menjamin hak-hak tradisionalnya yaitu berupa

hak ulayat. Ditambah lagi dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960

15 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online), http://kbbi.web.id/ulayat, diakses pada tanggal 5 April 2014

16 Telly Sumbu, dkk, Kamus Umum Politik & Hukum, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010, hal. 18317 Ibid., hlm. 227

7

Page 17: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan

bahwa :

Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.Kemudian lebih jelasnya diatur dalam Pasal 1 Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat menyebutkan bahwa :

Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu

masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak

dalam lingkungan wilayahnya, yang merupakan pendukung utama

penghidupan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan sepanjang

masa. Sebagaimana telah kita ketahui, wewenang dan kewajiban tersebut

ada yang termasuk bidang hukum perdata. Yaitu berhubungan dengan hak

bersama kepunyaan atas tanah tersebut. Ada juga yang termasuk hukum

publik, berupa tugas kewenangan untuk mengelola, mengatur dan

memimpin peruntukan, penguasaan, penggunaan, dan pemliharaannya.

Hak ulayat meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan wilayah

masyarakat hukum yang bersangkutan, baik yang sudah dihaki oleh

seseorang maupun yang belum. Dalam lingkungan Hak Ulayat tidak ada

tanah sebagai “res nullius”. Umumnya, batas wilayah Hak Ulayat

masyarakat hukum adat teritorial tidak dapat ditentukan secara pasti.

Masyarakat hukum adatlah, sebagai penjelmaan dari seluruh anggotanya,

yang mempunyai Hak Ulayat, bukan orang seorang. Untuk perangkaian

8

Page 18: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

hak-hak dan kewajiban-kewajiban masyarakat hukum adat itu, UUPA

memakai nama Hak Ulayat. Sebenarnya, untuk hak itu Hukum Adat tidak

memberikan nama.

Nama yang ada menunjuk kepada tanah yang merupakan wilayah

lingkungan masyarakat hukum yang bersangkutan. Ulayat artinya wilayah.

Banyak daerah mempunyai nama untuk lingkungan wilayahnya itu.

Misalnya tanah wilayah sebagai kepunyaan (pertuanan-Ambon) sebagai

tempat yang memberi makan (panyampeto-Kalimantan), sebagai daerah

yang dibatasi (pewatasan-Kalimantan, wewengkon-Jawa, prabumian-Bali)

atau sebagai tanah yang terlarang bagi orang lain (totabuan-Bolaang-

Mangondouw). Akhirnya dijumpai juga istilah-istilah torluk (Angkola),

limpo (Sulawesi Selatan), muru (Buru), payar (Bali), paer (Lombok) dan

ulayat (Minangkabau). Nama-nama tersebut diambil dari buku Ter Haar,

Beginselen en Stelsel Van het adatrecht. Dalam perpustakaan hukum adat

Hak Ulayat disebut dengan nama “beschikkingsrecht”. “Beschikkingrecht”

adalah nama yang diberikan van Vollenhoven untuk menyebut Hak

Ulayat. Sebagai sebutan, nama tidak bisa disalin dalam bahasa Indonesia.18

2. Subjek dan Objek Hak Ulayat

Di antara para ahli hukum tidak ada kesamaan pendapat tentang istilah

dan pengertian subyek hak ulayat yaitu :

Ter Haar memakai istilah “masyarakat hukum”, dan mengartikan

masyarakat hukum adalah, gerombolan-gerombolan yang bertalian satu

sama lain; terhadap alam yang tak kelihatan mata, terhadap dunia luar dan

terhadap alam kebendaan, maka mereka bertingkah laku sedemikian rupa,

sehingga untuk mendapat gambaran yang sejelas-jelasnya gerombolan tadi

dapat disebut masyarakat-masyarakat hukum (rechtgemeenchappen).

Dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara memakai istilah

“masyarakat adat” yaitu : kelompok msyarakat yang mempunyai asal-usul

leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu serta memiliki

18 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah dan Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya) Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 2008, hlm. 285

9

Page 19: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

sistem nilai, ideologi, politik, ekonomi, budaya, sosial dan wilayah

tersendiri.

Pengertian masyarakat hukum adat dijelaskan dalam Pasal 1 angka 3

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat

Masyarakat Hukum Adat yaitu :

Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal atau pun atas dasar keturunan.”Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, masyarakat

hukum adat adalah sekelompok orang yang hidup secara teratur, tunduk

pada hukumnya sendiri, mempunyai pemerintahan (kepala/ketua

masyarakat hukum adat dan pembantu-pembantunya, mempunyai harta

materiel dan immateriel.

Dan yang disebut objek hak ulayat adalah semua tanah seisinya yang

ada di wilayah keuasaan masyarakat hukum adat. Selain tanah seisinya

(kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah), objek hak ulayat juga

termasuk air (sungai, danau, dan laut di sekitar pantai), binatang liar yang

hidup di hutan dan pohon-pohon yang ada di hutan yang belum dipunyai

oleh perorangan.19

3. Kekuatan Berlaku Hak Ulayat

a. Kekuatan Hak Ulayat berlaku ke Dalam

Dikatakan mempunyai kekuatan berlaku ke dalam terdiri atas:

a. Masyarakat hukum itu dalam arti anggota-anggotanya secara

bersama-sama dapat memungut hasil dari tanah dan dari

binatang-binatang dan tanaman-tanaman yang terdapat di situ

dengan tidak terpelihara;

b. Masyarakat hukum itu dapat membatasi kebebasan bergerak

anggota-anggotanya atas tanah untuk kepentingannya sendiri.

Hubungan hak pertuanan dengan hak perorangan bersifat

19 Muhammad Bakrie, Hak Menguasai Tanah oleh Negara (Paradigma Baru untuk Reforma Agraria), UB Press, Malang, 2011, hal. 80

10

Page 20: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

menguncup-mengembang, bertimbal balik dengan tiada

hentinya. Artinya apabila hak perorangan menguat maka hak

pertuanan menjadi lemah. Begitu pula sebaliknya.

c. Anggota masyarakatnya dapat berburu dan mengambil hasil

hutan untuk dipakai sendiri dan memperoleh hak milik dari apa

yang diperolehnya;

d. Anggota masyarakat dapat mengambil pohon-pohon yang

tumbuh sendiri di hutan dengan menempelkan suatu tanda dan

melakukan pemujaan;

e. Anggota masyarakatnya berhak membuka tanh yaitu

menyelenggarakan hubungan sendiri terhadap sebidang tanah

dengan memberi tanda dan melakukan pemujaan (upacara adat);

f. Masyarakat hukum dapat menentukan tanah untuk kepentingan

bersama misalnya untuk makam, pengembalaan umum dan lain-

lain.20

b. Kekuatan Hak Ulayat berlaku ke Luar

Mempunyai kekuatan ke luar terdiri atas :

a. Orang-orang luar hanya dapat mengambil hasil dari tanah

setelah mendapat izin untuk itu dari masyarakat setempat

dengan membayar uang pengakuan di muka dan uang pengganti

di belakang. Uang pengakuan dibayarkan pada permulaan

pemakaian tanah. Di samping itu, setelah panen membayar uang

pengganti yang besarnya sangat kecil yaitu 10%;

b. Orang luar tidak boleh mewaris, membeli, atau membeli gadai

tanah pertanian;

c. Masyarakat hukum setempat bertanggung jawab terhadap

kejahatan yang terjadi di wilayahnya yang tidak diketahui

pelakunya.21

4. Hak Menguasai Tanah oleh Negara Berasal dari Konsep Hak Ulayat

20 Muhammad Bakrie, Op.Cit hal. 8721 Muhammad Bakrie, loc.cit.

11

Page 21: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

Konsep hak menguasai tanah oleh negara yang berlaku sekarang,

yaitu diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, berasal dari/merupakan

hasil perkembangan konsep hak ulayat masyarakat hukum adat. Oleh

karena itu, dalam membahas konsep hak menguasai tanah oleh negara,

negara tidak dapat mengabaikan konsep hak ulayat dan

perkembangannya pada masa yang akan datang.22 Dalam UUPA juga

dikenal adanya hak menguasai tanah oleh negara yang diatur dalam

Pasal 2 sebagaimana telah dijelaskan di atas. Pasal 2 ayat (1) UUPA

menyatakan bahwa :

Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.Apa yang dimaksud dengan “pada tingkat tertinggi” dikuasai oleh

negara, baik dalam pasal-pasal UUPA maupun dalam penjelasannya,

tidak ada penjelasan sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa, hak

menguasai tanah oleh negara adalah hak yang memberi wewenang

kepada negara untuk mengatur 3 hak seperti yang termaut dalam Pasal

2 ayat (2) UUPA (wewenang regulasi). Hak ulayat dari unsur/aspek

hukum publik juga memberi wewenang (tugas, kewajiban) kepada

masyarakat hukum adat untuk mengelola, mengatur dan memimpin

penguasaan, pemeliharaan, peruntukan dan penggunaaan hak ulayat.

Jika kedua hak itu dihubungkan satu dengan yang lain, maka hak

menguasai tanah oleh negara semacam hak ulayat yang diangkat pada

tingkatan yang tertinggi yaitu, meliputi seluruh wilayah Republik

Indonesia. Hak ulayat dari unsur/aspek hukum publik berlaku terbatas

hanya pada suatu wilayah masyarakat hukum adat tertentu (bersifat

lokal), sedang hak menguasai tanah oeh negara berlaku untuk semua

tanah yang ada di wilayah Republik Indonesia (bersifat nasional).

Hal ini didukung oleh adanya beberapa persamaan antara konsep

hak ulayat dengan konsep hak menguasai tanah oleh negara, yaitu :

22 Ibid., hal 13

12

Page 22: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

1. Baik hak ulayat maupun hak menguasai tanah oleh negara

merupakan “induk” dari hak-hak atas tanah lainnya. Di atas tanah

hak ulayat dapat muncul hak-hak perorangan hak atas tanah,

demikian pula dengan hak menguasai tanah oleh negara dapat

muncul hak-hak perorangan atas tanah.

2. Hak ulayat mempunyai kekuatan berlaku ke dalam yang sama

dengan kewenangan negara yang bersumber pada hak menguasai

oleh negara atas tanah, yaitu :

a. Masyarakat hukum itu dalam arti anggota-anggotanya secara

bersama-sama dapat memungut hasil dari tanah dan binatang-

binatang serta tanaman-tanaman yang terdapat di situ dengan

tidak terpelihara;

b. Masyarakat hukum itu dapat membatasi kebebasan bergerak

anggota-anggotanya atas tanah untuk kepentingannya sendiri.

Hubungan antara hak ulayat dengan hak perorangan atas tanah

bersifat menguncup–mengembang, bertimbal balik dengan

tiada hentinya. Artinya apabila hak perorangan menguat maka

hak ulayat menjadi lemah. Dan begitu pula sebaliknya;

c. Anggota masyarakatnya dapat beburu dan mengambil hasil

hutan untuk dipakai sendiri dan memperoleh hak milik dari apa

yang diperolehnya;

d. Anggota masyarakat dapat mengambil pohon-pohon yang

tumbuh sendiri di hutan dengan menempelkan suatu tanda dan

melakukan pemujaan;

e. Anggota masyarakatnya berhak membuka tanah yaitu

menyelenggarakan hubungan sendiri terhadap sebidang tanah

dengan memberi tanda dan melakukan pemujaan (upacara

adat);

f. Masyarakat hukum adat dapat menentukan peruntukan tanah

untuk kepentingan bersama, misalnya untuk makam,

pengembalaan daln lain-lain.

13

Page 23: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

Kekuatan-kekuatan berlaku ke dalam hak ulayat huruf a sampai

dengan e, sama dengan kewenangan negara yang bersumber pada hak

menguasai tanah oleh negara yaitu, kewenangan untuk mengatur

hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah dan

hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-

perbuatan hukum yang mengenai tanah.

Kewenangan masyarakat hukum huruf f, sama dengan kewenangan

negara yang bersumber pada hak menguasai tanah oleh negara yaitu,

kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan

penggunaan, persediaan dan pemeliharan.

3. Tanah-tanah yang telah dibuka dan dipunyai dengan suatu hak oleh

suatu subjek hukum, jika diterlantarkan sehingga membelukar

kembali, menyebabkan hilangnya hak-hak atas tanah tersebut dan

tananhnya kembali menjadi tanah ulayat yang dikuasai secara penuh

oleh masyarakat hukum adat setempat. Hal ini sama dengan hak

menguasai tanah oleh negara yaitu jika sebidang tanah hak

diterlantarkan oleh pemegang haknya23, menyebabkan hilangnya hak-

hak atas tanah dan tanahnya menjadi tanah negara (tanah yang

dikuasai secara langsung oleh negara).

Di samping itu, ada pula perbedaan antara hak ulayat pada wilayah

tertentu yaitu:

1. Berlakunya hak ulayat terbatas pada wilayah tertentu yaitu, wilayah

suatu masyarakat hukum adat, jadi bersifat lokal. Berlakunya hak

menguasai tanah oleh negara untuk seluruh wilayah Indonesia, jadi

bersifat nasional.

2. Dengan makin menguatnya hak-hak perorangan atas tanah, dapat

menyebabkan hilangnya hak ulayat. Hak menguasai tanah oleh

negara bersifat abadi artinya, selama Bangsa Indonesia masih ada,

23 Lihat pasal-pasal dalam UUPA yaitu : Pasal 27 huruf a nomor 4 hapusnya hak milik), pasal 34 huruf e (hapusnya hak guna usaha) dan pasal 40 huruf e (hapusnya hak guna bangunan)

14

Page 24: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

selama itu hak menguasai oleh negara atas tanah tidak akan

hilang.24

B. Konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State)

1. Pengertian Negara Kesejahteraan ( Welfare State )

Secara konstitusional pengertian tipe negara kesejahteraan (welfare

state) ditemukan dalam Undang-Undang Dasar. Pasal 1 UUDNRI

1945 memberikan landasan bagi konsep politik hukum (peraturan

Perundang-undangan) nasional di Indonesia yang hendak

diimplementasikan. Pasal 1 UUDNRI 1945 itu dirumuskan sebagai

berikut:

(1) Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk

republik;

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar;

(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

Berdasarkan rumusan Pasal 1 UUDNRI 1945 itu, maka konsep

politik hukum (peraturan Perundang-undangan) nasional kita paling

tidak dilandasi oleh 3 (tiga) prinsip yang fundamental sebagai berikut:

(1) Prinsip negara hukum (welfare state);

(2) Prinsip negara kesatuan (unitary state) dengan bentuk pemerintah

republik; dan

(3) Prinsip demokrasi (democracy).

Prinsip negara hukum yang dianut dalam konsep politik hukum

(peraturan Perundang-undangan) nasional kita adalah prinsip welfare

state. Prinsip ini dapat ditemukan dalam Pembukaan UUDNRI 1945

alenia keempat.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

24 Muhammad Bakrie, Op. Cit. hal. 21-24

15

Page 25: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu.Prinsip welfare state dalam Pembukaan UUDNRI 1945 itu

mengisyaratkan agar dalam pembentukan politik perundang-undangan

nasional berorientasi pada tujuan untuk:

(1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia;

(2) Memajukan kesejahteraan umum;

(3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan

(4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.25

Menurut Kamus Umum Politik dan Hukum pengertian Welfare

State adalah negara yang mempunyai sistem sosial berdasar anggapan

bahwa badan politik mempunyai tanggung jawab sosial terhadap

setiap warga negaranya.26 Menurut pendapat para ahli, teori Welfare

State (Negara kesejahteraan) tujuan negara adalah bukan sekedar

memelihara ketertiban hukum saja tetapi juga secara aktif

mengupayakan kesejahteraan warga negaranya. Teori ini

dikemukakan oleh Kranenburg dan Utrecht.27

Piet Thoenes dalam bukunya “the elite in wefare state”,

mendefinisikan: “the welfare state is a form of society charachterized

by a system of democratic, government sponsored welfare placed on a

new footing and offering a guarantee of collective social care to

citizens, concurrently with the maintenance of a capitalist system of

production.”, yang dapat diterjemahkan bahwa “negara kesejahteraan

adalah suatu bentuk masyarakat yang ditandai oleh suatu sistem

25 Delfina Gusman, “Politik Hukum Dan Modifikasi Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nasional”, http://fhuk.unand.ac.id, http://fhuk.unand.ac.id/in/kerjasama- hukum/menuartikeldosen-category/929-politik-hukum-dan-modifikasi-hukum-dalam pembentukan-peraturan-perundang-undangan-nasional-article.html, diakses pada tanggal 6 April 2014

26 Telly Sumbu, dkk, Op.Cit hlm. 84227 Dieks20, “Pengertian Fungsi dan Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia”Wordpress.com,

http://dieks2010.wordpress.com/2010/08/27/pengertian-fungsi-dan-tujuan-negara-kesatuan republik-indonesia/, diakses pada tanggal 6 April 2014

16

Page 26: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

kesejahteraan yang demokratis dan pemerintah mensponsori

memberikan suatu jaminan perawatan sosial secara kolektif kepada

warganegaranya, atas landasan baru yang sejalan dengan sistem

produksi kapitalis.”28

1. Asas-asas Pokok Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Mustamin Daeng Matutu mengatakan bahwa asas-asas pokok

negara kesejahteraan (Welfare State) modern, berkaitan dengan

kepentingan kolektif dan individu sesuai dengan kodrat dan

kenyataannya, yakni :

1. Bahwa setiap manusia berhak atas kesejahteraan material

minimum seperti makanan, pakaian, dan perumahan yang layak;

2. Bahwa pemanfaatan sumber-sumber daya alam secara ilmiah,

meningkatkna taraf hidup masyarakat; dan

3. Bahwa negara mempunyai hak adan kewajiban untuk bertindak

bilamana inisiatif swasta/perseorangan gagal.

Dengan demikian dapat digambarkan bahwa “tipe negara

kesejahteraan” (welfare state), seperti di bawah ini. Suatu negara

mensponsori seluas-luasnya dalam usaha-usaha masyarakat untuk

mencapai kemakmuran dan ksejahteraan. Dalam kaitan itu, dikatakan

pula bahwa tipe negara welafre state, adalah negara dan alat-alat

perlengkapannya atau aparaturnya mengabdi kepada kepentingan,

kemakmuran dan kesejahteraan amsyarakat, termasuk memberikan

jaminan sosial, seperti pelayanan kesehatan, dan jaminan

pemeliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar.

B. Nasionalisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud

Nasionalisasi adalah proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu,

terutama milik asing menjadi milik bangsa atau negara, biasanya diikuti

28 I Dewa Gede Atmadja, Ilmu Negara (Sejarah, Konsep Negara dan Kajian Kenegaraan), Setara Press, Malang, 2011, hal. 65

17

Page 27: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

dengan penggantian yang merupakan kompensasi.29 Jika dilihat

pengertiannya menurut Kamus Umum Politik dan Hukum nasionalisasi

adalah proses pengambilalihan kepemilikan sesuatu (baik sektor

ekonomi, industri, keuangan) yang semula milik asing menjadi milik

bangsa atau negara, yang biasanya diikuti dengan penggantian sebagai

kompensasi (ganti rugi), ataupun juga tanpa ganti rugi. Proses

nasionalisasi ini sering terjadi ketika suatu bangsa memperoleh

kemerdekaan dan menjadi negara merdeka.30

Nasionalisasi juga diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing Pasal 21 Tentang Nasionalisasi Dan Kompensasi yaitu :

“Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi/ pencabutan hak milik secara menyeluruh atasperusahaan-perusahaan modal asing atau tindakan-tindakan yang mengurangi hak menguasai dan/atau mengurus perusahaan yang bersangkutan, kecuali jika dengan Undang-undang dinyatakan kepentingan Negara menghendaki tindakan demikian.”

Ketentuan Pasal 22 yaitu :

“(1) Jikalau diadakan tindakan seperti tersebut pada pasal 21 maka Pemerintah wajib memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah, macam dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan azas-azas hukum internasional yang berlaku.

(2) Jikalau antara kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam dan cara pembayarankompensasi tersebut maka akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak.”

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Artinya,

penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder belaka. Penelitian hukum normatif mencakup:31

29 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online), http://kbbi.web.id/nasionalisasi, diakses pada tanggal 5 April 2014

30 Telly Sumbu, dkk, Op.Cit hal. 53131 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat”, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2006, Hal. 14

18

Page 28: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

1. Penelitian terhadap azas-azas hukum;

2. Penelitian terhadap sistematika hukum;

3. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum;

4. Penelitian sejarah hukum;

5. Penelitian perbandingan hukum.

B. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan perundang-undangan (statute-approach), yaitu dengan

menelaah peraturan perundang-undangan32 yang berkaitan dengan

Pertambangan di Indonesia.

2. Pendekatan konsep (conseptual approach), yaitu dengan menelaah dan

memahami konsep-konsep33 mengenai penerapan nasionalisasi

pertambangan di Indonesia.

C. Jenis dan Sumber bahan hukum

Penelitian hukum normatif mengacu pada penggunaan data sekunder.

Sedangkan bahan hukum yang digunakan peneliti bertumpu pada bahan hukum

primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer terdiri dari beberapa peraturan

perundang-undangan, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan;

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria (UUPA);

5. Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1985 tentang Nasionalisasi Perusahaan-

Perusahaan Milik Belanda;

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara;

32 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, Hal. 96.

33 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2007, Hal. 391.

19

Page 29: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

8. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara;

9. Permeneg Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun

1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakay

Hukum Adat.

Sedangkan bahan hukum sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti sebagai

bahan hukum pendukung dalam menguatkan bahan hukum primer, berupa

dokumen, buku-buku literatur, makalah, jurnal, risalah, dan artikel-artikel dari

media cetak maupun elektronik tentang pertambangan, kearifan lokal, dan hak

ulayat. Sedangkan bahan hukum tersier yang digunakan berupa kamus hukum,

kamus besar bahasa Indonesia, dan ensiklopedi.

D. Teknik Penelusuran Bahan Hukum

Peneliti menggunakan metode penelitian dengan pendekatan statute

approach, maka teknik pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan studi

kepustakaan (library research). Studi kepustakaan yakni mencari dan

mengumpulkan peraturan perundang-undangan mengenai pertambangan, kearifan

lokal, dan hak ulayat. Kemudian membaca, memetakan dan menyusun bahan-

bahan tersebut ke dalam suatu kerangka metodis yang padu. Selain itu,

pengumpulan bahan hukum juga dilakukan dengan membaca literatur, makalah,

jurnal, artikel dan essai yang berkaitan dengan politik hukum, konsep

nasionalisasi, dan sumber daya lain untuk menemukan data, informasi, dan

pengetahuan mengenai pertambangan, kearifan lokal, dan hak ulayat di Indonesia.

E. Teknik Analisis bahan hukum

Seluruh data yang berhasil dikumpulkan, selanjutnya diinventarisasi,

diklasifikasi, dan dianalisis dengan menggunakan yuridis kualitatif, dengan

langkah-langkah kategorisasi dan intepretasi. Analisa kualitatif tersebut dilakukan

melalui penalaran berdasarkan logika untuk dapat menarik kesimpulan yang logis,

sebelum disusun dalam bentuk sebuah karya ilmiah. Analisis data yang dilakukan

secara kualitatif untuk penarikan kesimpulan-kesimpulan tersebut, tidak hanya

bertujuan mengungkapkan kebenaran saja, tetapi juga bertujuan untuk memahami

20

Page 30: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

gejala-gejala yang timbul dalam pelaksanaan suatu ketentuan hukum mengenai

pertambangan, kearifan lokal, dan hak ulayat.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengaturan tentang Pengelolaan Minyak Bumi dan Gas Alam di

Indonesia

UUD NRI 1945 merupakan norma hukum tertinggi (the supreme law of the

land) dalam sistem hierarki norma hukum di Indonesia.34 Dalam tataran normatif,

34 Hal tersebut termuat dalam Pasal 1 ayat 2 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Menurut Hamdan

21

Page 31: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

supremasi konstitusi ini berarti bahwa konstitusi memiliki derajat yang paling

tinggi dibandingkan dengan bentuk peraturan perundang-undangan lain.

Sedangkan dalam tataran praktis, posisi konstitusi sebagai hukum tertinggi

bermakna bahwa segenap elemen bangsa, baik penyelenggara negara maupun

warga negara dalam menunaikan tugasnya menyelenggarakan kehidupan

berbangsa dan bernegara, haruslah mengacu dan merujuk pada konstitusi.

Sehingga idealnya setiap elemen negara tersebut dapat berkomitmen kepada

konstitusi itu sendiri meskipun ia bukan perancang konstitusi. Komitmen inilah

yang akan menghasilkan budaya berkonstitusi, sehingga timbul prinsip

konstitusionalisme, dimana norma konstitusi digunakan dan menjadi rujukan

dalam setiap masalah kebijakan negara pada semua tingkatan.35

Namun, nampaknya pengelolaan terhadap Minyak Bumi dan Gas Alam,

yang notabene termasuk ke dalam cabang produksi yang bermanfaat bagi negara

dan hajat hidup orang banyak, belum sepenuhnya sejalan dengan konsep

konstitusi di atas. Pengelolaan Minyak Bumi dan Gas Alam (selanjutnya disebut

Migas) di Indonesia terdiri dari dua kegiatan utama. Yakni Kegiatan Usaha Hulu

dan Kegiatan Usaha Hilir. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 Ayat (7) Undang-

Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disebut

UU Migas), Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau

bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi.36 Sedangkan Kegiatan

Usaha Hilir, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (10) adalah kegiatan usaha yang

berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan,

Zoelva, frasa “kedaulatan berada di tangan rakyat” menunjukkan anutan negara terhadap prinsip demokrasi, sedangkan frasa “dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” menunjukkan dianutnya prinsip negara hukum dan konstitusi di Indonesia. Dengan demikian, jelas bahwa konstitusi mengamanatkan agar negara harus dijalankan menurut asas demokrasi dan kedaulatan rakyat berdasarkan ketentuan atau norma konstitusi itu sendiri. Lihat Hamdan Zoelva, Orasi Ilmiah pada Wisuda Pascasarjana, Sarjana, dan Diploma, Universitas Islam As-Syafi’iyyah, Jakarta, 26 Maret 2014, hlm. 635 Hamdan Zoelva, Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif UUD 1945, dalam Liber Amicorum 70 tahun Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H, UB Press, Malang, 2014, hlm. 1236 Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan; Sedangkan Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Lihat Pasal 8-9 UU Migas.

22

Page 32: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

Penyimpanan, dan/atau Niaga.37 Pengelolaan Migas di Indonesia dapat

digambarkan dalam Bagan berikut:

Bagan 1.Pengelolaan Usaha Migas di Indonesia

Menurut ketentuan dalam Pasal 11 UU Migas tersebut, setiap kegiatan

Hulu, harus didasarkan pada Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana

(dahulu BP Migas, yang sekarang kedudukannya, berdasarkan Putusan MK

Nomor 36/PUU/2012 digantikan oleh Pertamina). Kontrak Kerja Sama tersebut

wajib memuat ketentuan pokok, yakni:

a. Penerimaan negara;

b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya;

c. Kewajiban pengeluaran dana;

d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi;

e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;

f. Penyelesaian perselisihan;

g. Kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan

dalam negeri;

h. Berakhirnya kontrak;

i. Kewajiban pascaoperasi pertambangan;

j. Keselamatan dan kesehatan kerja;

k. Pengelolaan lingkungan hidup;

37 Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan; Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi; Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi; Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa. Lihat Pasal 11-14 UU Migas.

23

Mendapatkan Izin Pertambangan

Eksplorasi Eksploitasi

Pengangkutan PengelolaanPenyimpanan

Niaga

Page 33: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

l. Pengalihan hak dan kewajiban;

m. Pelaporan yang diperlukan;

n. Rencana pengembangan lapangan;

o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;

p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat

adat;

q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Sedangkan untuk Kegiatan Usaha Hilir, berdasarkan ketentuan dalam Pasal

23 Ayat (1) UU Migas, harus berdasarkan pada Izin Usaha yang didapat dari

Pemerintah. Izin Usaha yang dimaksud adalah:

a. Izin Usaha Pengolahan;

b. Izin Usaha Pengangkutan;

c. Izin Usaha Penyimpanan;

d. Izin Usaha Niaga.

Namun, dari keseluruhan proses tersebut, pertambangan Migas masih

dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran

perusahaan migas asing di Indonesia sejak seabad lalu, yang membuat dominasi

mereka dalam industri ini begitu kuat. Menurut BP Migas (Badan Pengelola

Minyak dan Gas), sekitar 85,4 persen dari 137 Wilayah Kerja pertambangan

migas nasional saat ini dimiliki oleh perusahaan migas asing. Perusahaan nasional

hanya menguasai sekitar 14,6 persen Wilayah Kerja dan delapan persen di

antaranya dikuasai Pertamina. Lima kontraktor asing terbesar di Indonesia adalah

ExxonMobil, Chevron, Shell, Total dan BP (Beyond Petroleum) dimana mereka

menguasai cadangan minyak bumi 70 persen dan cadangan gas alam 80 persen

serta memiliki kapasitas produksi 68 persen minyak bumi dan 82 persen gas

alam.38

Keberadaan perusahaan-perusahaan asing dalam produksi minyak di

Indonesia memang sangat signifikan. Di bidang minyak, Chevron bahkan

memproduksi 51 persen dari seluruh total produksi minyak di Indonesia.

38 M Kholid Syeirazi, Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas Indonesia, Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, 2009, hal 51

24

Page 34: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

Sedangkan untuk gas alam, perusahaan asal Perancis, Total E&P Indonesie

memproduksi 34 persen dari total produksi gas alam Indonesia.39 Berikut adalah

gambar persebaran perusahaan-perusahaan asing yang menguasai sektor Migas di

Indonesia:

Gambar 1.

Peta Kepemilikan Perusahaan Asing atas Wilayah Migas Indonesia40

Sebagai salah satu sumberdaya alam yang sangat menguntungkan,

Indonesia memang diberi anugerah dengan memiliki kekayaan alam berupa

Migas yang sangat melimpah. Cadangan minyak bumi Indonesia yang telah

terbukti adalah berjumlah 4,23 MMSTB (Million Stock Tank Barrel) dan

cadangan gas Indonesia yang telah terbukti ialah 108 TSCF (Trillion Standard

Cubic Feet).41 Apabila dilihat dalam lingkup global, cadangan minyak bumi

Indonesia terbukti menyumbang sekitar 0,4 persen dari seluruh cadangan

terbukti minyak bumi dunia dan cadangan terbukti gas alam Indonesia

menyumbang 1,6 persen dari seluruh cadangan terbukti gas alam dunia. Maka

tak heran, jika Migas menjadi komoditas ekspor terpenting Indonesia sejak tahun

39 Eka Astiti Kumalasari, Peranan Perusahaan Migas Asing Terhadap Ketersediaan Energi Indonesia, Faklutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Hasanudin, Skripsi, 2013, hal. 1140 BP Migas tahun 201241 Laporan Tahunan BP Migas tahun 2010

25

Page 35: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

1970-an. Bahkan sebelum tahun 2006, Indonesia sempat menjadi pengekspor

LNG (Liquified Natural Gas) terbesar di dunia selama hampir tiga dekade.42

Namun, sebagaimana telah dijelaskan di atas, eksploitasi besar-besaran yang

dilakukan oleh perusahaan asing yang berada di Indonesia mengakibatkan

jumlah Migas di Indonesia terus menurun. Data Kementerian ESDM

menunjukkan, sejak tahun 2004 hingga 2012, jumlah Minyak bumi di Indonesia

terus mengalami penurunan. Dari tahun 2004 yang berjumlah 8,61 Milyar Barel,

menjadi hanya 7,40 Milyar Barel pada tahun 2012. Sedangkan Gas Bumi pada

tahun 2004 yang berjumlah 188,34 Milyar Barel, menjadi hanya 150,74 Milyar

Barel pada tahun 2012. Jumlah penurunan ini dapat digambarkan melalui tabel

berikut ini:

Tahun Terbukti Potensial Total2004 4,30 4,31 8,612005 4,19 4,44 8,632006 4,37 4,56 8,932007 3,99 4,41 8,402008 3,75 4,47 8,222009 4,30 3,70 8,002010 4,23 3,53 7,762011 4,04 3,69 7,732012 3,74 3,66 7,40

Tabel 1.

Tabel Cadangan Minyak Bumi Indonesia

Tahun Terbukti Potensial Total2004 97,81 90,53 188,342005 97,26 88,54 185,802006 94,00 93,10 187,102007 106,00 59,00 165,002008 112,50 57 60 170,102009 107,34 52,29 159,632010 108,40 48,74 157,142011 104,71 48,18 152,89

42 Hanan Nugroho, (2011), A Mosaic Of Indonesian Energy Policy, Bogor: PT Penerbit IPB Press, hal.14 dalam Eka Astiti Kumalasi, Op Cit, hal. 12

26

Page 36: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

2012 103,35 47,35 150,70Tabel

Tabel 2.

Tabel Cadangan Gas Bumi di Indonesia

Melihat kondisi yang demikian, maka seharusnya Negara selaku penguasa

atas segala sumberdaya alam yang ada di Indonesia (Hak Menguasai oleh Negara)

segera melakukan perubahan kebijakan berkaitan dengan sektor Migas. Hal ini

karena, selain Migas merupakan sumberdaya alam yang menyangkut hajat hidup

orang banyak, dimana masih sangat banyak orang yang bergantung kepadanya,

termasuk sektor industri, transportasi, dan sektor energi listrik, serta sektor-sektor

yang lain, pengelolaan Migas juga merupakan salah satu isu sentral yang masih

terus menjadi bahan diskusi oleh berbagai lapisan dalam masyarakat.

Salah satu hal yang berpengaruh terhadap “ketidakberdayaan” pemerintah

dalam pengelolaan Migas adalah dengan banyaknya kelemahan pada UU Migas.

Sebagai hasil produk postivisme hukum di Indonesia, UU Migas secara yuridis-

formal dinilai hanya terbatas pada pengaturan yang tidak memiliki kekuatan

memaksa. Dengan kata lain, supremasi negara selaku penguasa dan penyelenggara

atas pengelolaan sumberdaya alam yang seharusnya memiliki daya paksa, tidak

terlihat dalam UU tersebut.43 Hal ini terlihat dari penempatan Pertamina yang

sejajar dengan investor lainnya, terutama dalam kegiatan usaha hulu Migas, yang

pada praktiknya Pertamina masih kalah jika dibandingkan dengan perusahaan

asing lainnya.44

Selain itu, menurut Rubi Ruabiandini, setidaknya terdapat 5 (lima) hal yang

menjadi kelemahan UU Migas, yakni:45

1. UU Migas tidak mampu memenuhi kecukupan permintaan gas bumi

dalam negeri;

2. UU Migas membuat PT Pertamina menjadi sangat tidak berdaya;

43 Rine Nine Furusine, Pembenahan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dalam Rangka Pengembangan Industri Hulu Migas, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 444 Padahal, berdasarkan Undang-Undang Pertamina Nomor 8 tahun 1971, Pertamina diberikan kewenanan yang sangat besar terhadap kegiatan pengelolaan Migas, baik di sektor hulum maupun hilir.45 Harian Republika, Revisi Undang-Undang untuk Domestik, Selasa, 28 September 2010.

27

Page 37: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

3. Terdapat biaya (Recorivable Cost) yang tidak bisa

dipertanggungjawabkan yang berpotensi merugikan negara;

4. UU Migas membuat rakyat tidak bisa mengetahui data produksi dan

pengeluaran biaya karena tidak adanya transparansi;

5. Sejak berlakunya UU Migas tidak banyak kegiatan eksplorasi dan sangat

minim investor besar baru yang bersedia masuk menanamkan modal di

bidang Migas.

B. Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal yang dapat Diterapkan di

Indonesia

UUD NRI 1945 telah mengatur prinsip-prinsip perekonomian nasional dan

pengelolaan sumber daya alam dalam satu bab khusus, yakni pada bab XIV, yang

secara spesifik dijabarkan ke dalam Pasal 33. Berdasarkan ketentuan pasal 33

tersebut, prinsip pembangunan perekonomian nasional dan pengelolaan sumber

daya alam haruslah memiliki empat prinsip, yakni pertama, perekonomian

sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan, kedua, cabang-cabang produksi

yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

oleh negara, ketiga, bumi dan air dan seluruh kekayaan alam di dalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,

keempat, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas demokrasi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional. Dalam hal pembatasan masalah, maka hanya prinsip

kedua dan ketiga yang akan dibahas pada pembahasan ini.

Prinsip kedua dan ketiga sebenarnya memberikan kewenangan yang seluas-

luasnya kepada negara untuk menguasai cabang produksi yang penting bagi

negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sehingga, berdasarkan

prinsip ini dapat diartikan sebagai, pada cabang produksi yang penting bagi

negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak yang jenis produksinya

belum ada atau baru akan diusahakan, negara mempunyai hak

diutamakan/didahulukan. Yaitu negara mengusahakan sendiri dan menguasai

28

Page 38: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

cabang produksi tersebut, serta pada saat yang bersamaan melarang perseorangan

atau swasta untuk mengusahakan cabang produksi tersebut. Sedangkan pada

cabang produksi yang telah diusahakan oleh perseorangan atau swasta dan

ternyata produksinya penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang

banyak, atas kewenangan yang diberikan konstitusi ini, maka negara dapat

mengambil alih cabang produksi tersebut dengan cara yang sesuai dengan aturan

hukum yang adil.46

Selain itu, ketentuan ini juga dapat ditafsirkan bahwa seluruh kekayaan alam

yang berada di darat, laut, udara, dan/atau di dalam dan di atasnya yang bernilai

ekonomis dikuasai oleh negara, dan digunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat dan bukan orang perseorangan.47 Namun, bukan berarti dalam

hal ini penguasaan oleh negara tersebut menghilangkan hak-hak yang dimiliki

oleh orang perseorangan atau hak masyarakat adat yang telah ada sebelumnya dan

menolak dilakukannya divestasi maupun privatisasi kepemilikan sumber-sumber

kekayaan negara.

Makna dikuasai oleh negara ini, menurut Mahkamah Konstitusi harus selalu

dikaitkan dengan tujuan “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, sehingga amanat

untuk “memajukan kesejahteraan umum” dan mewujudkan suatu keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia” dapat terwujud. Dalam hal ini, Mahkamah

menentukan empat tolok ukur telah terpenuhinya makna “sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat” atau belum, yakni:48

a. adanya kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat;

b. adanya tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat;

c. adanya tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber

daya alam; serta

d. adanya penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam

memanfaatkan sumber daya alam.

Namun, fakta besarnya penguasaan industri asing terhadap usaha Migas,

yang menjadikan Indonesia sebagai pasar adalah jantungnya kepentingan utama

46 Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 001-021-022/PUU-I/200347 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, Kompas, Jakarta, 2010, hlm. 278-28248 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010

29

Page 39: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

imperialisme di Indonesia sehingga membuat frasa “sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat” belum tercapai. Maka jalan keluar utama untuk

membendung dan melawan arus penjajahan asing, terutama di bidang Migas

adalah dengan melaksanakan program nasionalisasi seluruh aset pertambangan

dan migas pada tahap awalnya. Program-program semacam nasionalisasi,

pengambilalihan hingga pemberlakuan pajak yang tinggi bagi investasi dan royalti

pendapatan perusahaan-perusahaan asing merupakan program-program yang

sangat ditakuti oleh imperialisme. Bagaimanapun juga penguasaan sumber-

sumber pendapatan yang penting bagi negara adalah landasan bagi terwujudnya

program-program mendesak rakyat. Oleh karena itu dukungan mayoritas rakyat

sangat diperlukan.

Ada beberapa metode yang pernah digunakan di dunia untuk melakukan

nasionalisasi semacam ini. 49 Pertama, adalah dengan jalan merenegoisasi kontrak

kerja sama (Kontrak Karya dan Kontrak KPS). Langkah ini pernah ditempuh oleh

Bolivia. Disebutkan bahwa seluruh perusahaan energi asing memiliki waktu 180

hari untuk menyetujui kontrak baru dengan perusahaan milik pemerintah

Yacimientos Petroliferos Fiscales Bolivianos (YPFB) semacam Pertaminanya

Bolivia. Selama masa transisi, YPFB akan memeperoleh pemasukan 82% dan

produsen (MNC-MNC) hanya 18%. Artinya, hanya perusahaan yang mau

menerima kontrak baru tersebut yang diizinkan beroperasi di Bolivia. Langkah ini

dilakukan dengan mengajak seluruh rakyat. Perubahan dalam kontrak meliputi

aspek peningkatan pembagian keuntungan (saham), kejelasan konsep alih

teknologi, dan peningkatan pajak/royalti.

Kedua, adalah penghentian sepihak kontrak yang sudah ada dan kemudian

memberikan kompensasi. Jika kepentingan nasional mendesak dan merugikan,

Negara berhak melakukan secara sepihak pemutusan kontrak lalu memberikan

kompensasi seperlunya untuk masa kontrak yang belum dipenuhi. Seperti yang

pernah dilakukan oleh Perdana Menteri Iran Mossadegh yang menasionalisasi

perusahaan minyak Anglo-Iranian pada masanya berkuasa. Memang betul bahwa

tindakan penghentian kontrak karya di tengah jalan memungkinkan dibawanya

49 Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 31

30

Page 40: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

negara ke arbitrase internasional. Meskipun demikian, hak ini dibatasi hanya

untuk menentukan batas kompensasi yang wajar diakibatkan oleh “nasionalisasi”

atau pengambilalihan total dari hak kepemilikan perusahaan modal asing”. Pasal

ini dengan demikian hanya relevan pada kasus-kasus dimana terjadi

pengambilalihan investasi seluruhnya dan secara langsung oleh negara, misalnya

ketika pemerintahan mengambil alih operasi perusahaan modal asing dan

menjadikannya milik negara. Kalaupun harus menghadapi semacam pengadilan

internasional akibat pemutusan sepihak atau pelanggaran terhadap kontrak oleh

negara, pemerintahan dengan dukungan rakyat harus berani menanggungnya.

Mirip seperti yang diungkapkan oleh Menteri Urusan Minyak Venezuela Ramirez

soal kesiapannya menghadapi konfrontasi dengan maskapai-maskapai asing yang

mereka sita ladang minyaknya.

Ketiga, adalah dengan menasionalisasi secara langsung tanpa adanya

renegoisasi kontrak ataupun kompensasi. Situasi-situasi yang revolusioner dari

massa rakyat sangat menunjang untuk pelaksanaan metode ini. Upaya yang mirip

juga pernah terjadi di Indoensia pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno saat

suhu perpolitikan tanah air sedang panas di penghujung tahun 50-an. Himbauan

langsung dari Sukarno untuk menasionalisasi seluruh aset Belanda yang ada di

Indonesia disambut dengan meluasnya aksi-aksi rakyat buruh-tani yang

teroganisir di bawah PKI di banyak daerah. Tetapi sangat disayangkan aksi-aksi

rakyat tersebut begitu mudahnya dikooptasi oleh kelompok militer reaksioner.

Seluruh perusahaan yang telah berhasil dinasionalisasi kekuatan buruh-tani

diserahkan serta-merta kepada militer.

Setelah disajikannya contoh metode nasionalisasi di atas, menurut pendapat

penulis, Indonesia tidak menutup kemungkinan juga untuk mampu menjalankan

nasionalisasi. Yaitu nasionalisasi dengan berbasis kearifan lokal, yang artinya

dengan mengembalikan kegiatan produksi pertambangan kepada masyarakat adat,

yang sampai saat ini masih banyak dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia

dimana hak-haknya dijunjung tinggi dan diakui, sesuai dengan Pasal 18 B ayat (2)

UUD NRI 1945.

31

Page 41: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pun, melalui

Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam mengamanatkan perlu adanya pembaharuan

agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang mendasarkan pada prinsip-prinsip

kesatuan bangsa, supremasi hukum, demokrasi, keadilan, menghargai hak-hak

hukum adat, keseimbangan hak dan kewajiban antar negara, pemerintah dengan

rakyat. Amanat tersebut secara mendasar dapat diartikan sebagai peninjauan

kembali seluruh kebijakan sumber daya alam yang selama ini terjadi baik dari segi

politik hukum, perturan perundang-undangan, maupun implementasinya agar

dapat disesuaikan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUDNRI

1945.50

Selama ini penguasaan dan pengelelolaan terhadap sumber daya alam yang

ada di Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh negara. Penguasaan tersebut menurut

Mahkamah Konstitusi bukan dalam makna negara memiliki, tetapi dalam

pengertian bahwa negara merumuskan kebijakan, melakukan pengaturan,

melakukan pengurusan, melakukan pengelolaan, melakukan pengawasan, yang

semuanya ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.51

Namun, saat ini pelaksanaan hak menguasai oleh negara tersebut dianggap

masih terdapat kekurangan. Kekurangan itu adalah pemberian kewenangan yang

dinilai terlalu dominan dalam hal pengelolaan kegiatan pertambangan migas

terhadap perusahaan atau pihak asing. Padahal hukum positif Indonesia juga

mengenal adanya hak ulayat yang berarti bahwa kewenangan yang dimiliki oleh

masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan

hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam dalam

wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari

hubungan secara lahiriah dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara

masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Sehingga

50 Minahayu Erwiningsih, Pelaksanaan Pengaturan Hak Menguasai Negara atas Tanah Menurut UUD 1945, Jurnal Hukum Edisi Khusus, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009, Hal. 119

51 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU/VIII/2010

32

Page 42: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

pelaksanaan hak menguasai oleh negara tersebut menjadi bertentangan dengan

hak ulayat.

Sebenarnya, berangkat dari itikad baik dan kesadaran penuh untuk

menghormati hak- hak masyarakat hukum adat terhadap tanah yang merupakan

lebensraum52-nya ini pun tidak juga selalu mudah untuk menelusurinya, untuk

kemudian secara positif menyatakan, hak ulayat itu benar masih ada. Salah satu

hasil amandemen UUDNRI 1945 adalah Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat

(3) yang terkait dengan keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat. Lebih

lanjut Pasal 28 I ayat (3) : Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional

dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Dengan demikian ketentuan tersebut memerintahkan untuk mengatur hak

ulayat dalam bentuk undang-undang. Namun sampai saat ini, undang-undang

yang khusus mengatur lebih lanjut kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan

hak-hak tradisionalnya belum dibuat. Hal ini menyebakan pengaturan tanah hak

ulayat dalam hukum positif Indonesia yang diberikan oleh negara demi

tercapainya kepastian hukum penguasaan tanah hak ulayat oleh masyarakat

hukum adat menjadi tidak jelas. Pengaturan itu dimaksudkan sebagai komitmen

dan upaya dari negara untuk mengembalikan hak-hak masyarakat adat yang

selama ini terpinggirkan.53

Sebagai hasil produk postivisme hukum di Indonesia, Undang-Undang

Migas dinilai bertentangan dengan hak ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat.

Di dalamnya sudah disebutkan bahwa dalam pasal 10 UU No. 22 tahun 2001

mengenai kegiatan produksi hilir dan hulu yang diserahkan kepada badan usaha

tetap atau bentuk usaha tetap serta negara, menurut penulis selama berkaitan

dengan kegiatan produksi sebaiknya dilakukan dengan cara-cara masyarakat adat.

52 Lebensraum adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Jerman yang artinya tempat ruang hidup. Istilah yang kemudian digunakan oleh Adolf Hilter dalam mepraktekkan perluasan wilayah dengan melakukan ekspansi, aneksasi, ataupun perang untuk kepentingan lebensraum negaranya. Tujuan utamanya agar mereka mendapat wilayah tambahan sumber makanan bagi rakyatnya dan juga untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara tersebut. Lihat Kamus Umum Politik & Hukum, Op Cit, hal. 436

53 Rosmidah, Pengakuan Hukum Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Dan Hambatan Implementasinya, Inovatif (Jurnal Ilmu Hukum), Volume 2, Nomor 4, 2010, hal. 93 dalam http://online-journal.unja.ac.id diakses pada tanggal 8 April 2014

33

Page 43: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

Dengan demikian, seluruh rakyat Indonesia dapat menghormati hak-hak

tradisionalnya yaitu yang kemudian disebut hak ulayat.

Hal ini bukan menjadi hal yang tidak mungkin untuk dilaksanakan.

Masyarakat adat sudah terbukti mampu menyangga kehidupan dan keselamatan

mereka sendiri sebagai komunitas dan sekaligus menyangga layanan sosio-

ekologis alam untuk kebutuhan seluruh makhluk. Dengan pranata sosial yang

bersahabat dengan alam, masyarakat adat memiliki kemampuan yang memadai

untuk melakukan rehabilitasi dan memulihkan kondisi akibat pertambangan.

Contoh pengelolaan pertambangan oleh masyarakat adat dapat dilihat di Merindu,

Desa Konut, Kabupaten Murung Raya. Pertambangan emas yang dikelola oleh

perusahaan asing membuat masyarakat lokal kehilangan kewenangan mengelola

sumber daya alam karena mengacu pada peraturan formal negara. Masyarakat

lokal yang menggantungkan hidupnya pada usaha pertambangan emas kehilangan

mata pencaharian karena tidak memiliki surat izin pengelolaan. Padahal menurut

sejarah, sebelum eksistensi negara menjadi lembaga yang superior, masyarakat

lokal sudah lebih dahulu menambang emas dengan menggunakan kearifan lokal

yang ada.54

Sehingga, setelah ditempuhnya nasionalisasi terhadap perusahaan asing,

dengan menggunakan metode apapun, maka segala kegiatan produksi yang

sebelumnya oleh pemerintah (Hak Menguasai oleh Negara) kewenangannya

diberikan kepada perusahaan asing, diharapkan untuk kegiatan produksi

selanjutnya dijalankan oleh pemerintah dengan masyarakat adat dengan

menggunakan hak ulayat yang dimilikinya itu.

Pelaksanaan nasionalisasi ini sebenanrnya bukanlah hal yang baru.

Masyarakat adat sudah berulang kali menyuarakan agar hak-hak yang dimiliki

oleh masyarakat adat itu tetap dilindungi dan kearifan lokal yang dimilikinya tetap

dilestarikan oleh negara. Bahkan dalam Kongres Pertama Masyarakat Adat

Nusantara (KMAN) pada tahun 1999 seluruh peserta menyatakan : Kami tidak

54 Anyualatha Haridison, Perjuangan Masyarakat Lokal dan Usaha Memberdayakan Diri (Studi Kasus Pertambangan Emas Rakyat di Merindu, Desa Konut, Kabupaten Murung Raya) , Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, Volume XXII, Nomor 1, Program Pascasarjana UKSW, Salatiga, 2013, hal. 42

34

Page 44: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

mengakui negara kalau negara tidak mengakui kami. Dalam kongres tersebut

juga dinyatakan bahwa salah satu di antara cita-cita masyarakat adat nusantara

adalah tegaknya otonomi asli masyarakat adat untuk memelihara, mengelola, dan

memanfaatkan tanah, wilayah adat, dan beserta seluruh sumber daya alamnya.

Melalui putusannya Nomor 36/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi

menilai ada tiga tingkatan penguasaan sumber daya alam oleh negara.

Penguasaan tingkat pertama adalah penguasaan dalam bentuk pengelolaan oleh

negara secara langsung atau melalui badan usaha milik negara yang dibentuk oleh

negara. Menurut MK, bentuk penguasaan peringkat pertama inilah yang harus

dilakukan oleh negara sepanjang negara telah memiliki kemampuan modal,

manajemen, dan teknologi untuk melakukan pengelolaan atas dumber daya alam

tersebut. Penguasaan tingkat pertama ini menurut MK akan membawa efek

keuntungan yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penguasaan

tingkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan pengurusan, sedangkan

penguasaan tingkat ketiga adalah negara melakukan fungsi pengaturan dan

pengawasan terhadap sumber daya alam tersebut. Namun, penguasaan negara

pada tingkat kedua dan ketiga ini hanya dapat dimungkinkan apabila negara

belum memiliki kemampuan modal, manajemen, maupun teknologi untuk

melakukan pengelolaan sumber daya alam secara langsung. Jika negara telah

memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alam secara langsung, namun

“hanya” melakukan penguasaan tingkat kedua dan ketiga, maka penguasaan

tersebut adalah inkonstitusional.

Berdasarkan pengertian ini, maka dengan kemampuan teknologi yang

dimiliki oleh masyarakat adat, didukung dengan kemampuan manajemen dan

modal oleh negara, maka penguasaan Migas yang dilakukan oleh negara dengan

“hanya” melakukan penguasaan tingkat kedua dan ketiga, sedangkan

pengelolaannya dilakukan dan diserahkan kepada pihak asing adalah

inkonstitusional. Apalagi didukung dengan fakta bahwa pengelolaan tersebut

tidak memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,

maka seharusnya harus segera dilakukan nasionalisasi terhadap perusahaan Migas

35

Page 45: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

asing tersebut. Berikut ini adalah bagan nasionalisasi perusahaan Migas berbasis

kearifan lokal yang dapat diterapkan di Indonesia :

Bagan 2.

Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal

36

NEGARA MELAKUKAN NASIONALISASI

Cara Pertama

Cara Kedua

Cara KetigaPENGELOLAAN DILAKUKAN OLEH NEGARA MELALUI

BADAN USAHA MILIK NEGARA

PENGELOLAAN DILAKUKAN DENGAN BUDAYA DAN TEKNOLOGI MASYARAKAT

ADAT

Page 46: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pertambangan minyak bumi dan gas alam baik itu kegiatan hulu maupun hilir

seluruhnya dikuasai oleh negara. Maksud dikuasai dalam hal ini adalah negara

merumuskan kebijakan, melakukan pengaturan, melakukan pengurusan, melakukan

pengelolaan, melakukan pengawasan, yang semuanya ditujukan sebesar-besarnya

untuk kemakmuran rakyat.

2. Pertambangan Migas yang masih dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing, membuat

Indonesia harus segera melakukan Nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan

tersebut. Langkah Nasionalisasi yang dapat ditempuh dapat mengikuti cara yang

pernah dilakukan oleh Negara-negara lain. Namun, setelah melakukan Nasionalisasi,

sebaiknya pengelolaan Migas tersebut dilakukan bersama-sama oleh Negara (dengan

dasar Hak Menguasai oleh Negara) dengan Masyarakat Adat (dengan dasar

pelaksanaan hak ulayat).

B. Saran

1. Pengelolaan Migas seharusnya tidak diberikan oleh negara terhadap perusahaan-

perusahaan asing. Hal ini karena secara tidak langsung pemerintah memberikan

eksploitasi secara berlebihan terhadap sumber daya alam Indonesia.

2. Sebaiknya pemerintah segera melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan

asing pengelola Migas. Setelah dilakukan nasionalisasi maka pengelolaan Migas di

Indonesia dapat diberikan kembali kepada masyarakat adat Indonesia.

37

Page 47: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adrian Sutedi. 2011, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika : Jakarta

Bagir Manan. 2012. Membedah UUD 1945, UB Press : Malang

Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah dan Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya) Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan :

Jakarta

Hamdan Zoelva. 2014. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif UUD 1945, dalam Liber

Amicorum 70 tahun Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H, UB Press : Malang

Hanan Nugroho. 2011. A Mosaic Of Indonesian Energy Policy, PT Penerbit IPB Press : Bogor

I Dewa Gede Atmadja, 2011. Ilmu Negara (Sejarah, Konsep Negara dan Kajian Kenegaraan),

Setara Press : Malang

Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi Ekonomi, Kompas : Jakarta

Johnny Ibrahim. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia : Malang

Muhammad Bakrie. 2011. Hak Menguasai Tanah oleh Negara (Paradigma Baru untuk Reforma

Agraria), UB Press : Malang

M. Kholid Syeirazi. 2009. Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas Indonesia,

Pustaka LP3ES Indonesia : Jakarta

Peter Mahmud Marzuki. 2007. Penelitian Hukum, Kencana : Jakarta

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2006. “Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat”, PT. Raja Grafindo : Jakarta

Telly Sumbu, dkk. 2010. Kamus Umum Politik & Hukum, Jala Permata Aksara : Jakarta

JURNAL

Anyualatha Haridison, Perjuangan Masyarakat Lokal dan Usaha Memberdayakan Diri (Studi

Kasus Pertambangan Emas Rakyat di Merindu, Desa Konut, Kabupaten Murung Raya),

Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, Volume XXII, Nomor 1, Program Pascasarjana

UKSW, Salatiga, 2013

Hidayat, Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal, Jurnal Sejarah CITRA

LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari, 2011

Minahayu Erwiningsih, Pelaksanaan Pengaturan Hak Menguasai Negara atas Tanah Menurut

UUD 1945, Jurnal Hukum Edisi Khusus, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,

Page 48: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

Yogyakarta, 2009 Victor Imanuel Williamson Nalle, Hak Menguasai Negara Atas Mineral

dan Batubara Pasca Berlakunya Undang-Undang Minerba, Jurnal Konstitusi, Volume 9,

Nomor 3, 2012

MAKALAH

Abdon Nababan, Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Adat, Tantangan dan

Peluang, Makalah untuk disajikan dalam “Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Daerah”, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, IPB. 5 Juli 2002

Eka Astiti Kumalasari, Peranan Perusahaan Migas Asing Terhadap Ketersediaan Energi

Indonesia, Faklutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Hubungan Internasional,

Universitas Hasanudin, Skripsi, 2013

INTERNET

Partai Rakyat Pekerja, Nasionalisasi Aset Pertambangan untuk Kesejahteraan Rakyat!, http://www.prp-indonesia.org/, diakses pada tanggal 1 Oktober 2014

EunhyceSkye, Keunggulan Minyak dan Gas Bumi Sebagai Sumber Energi,rilgeofisika.blogspot.com, diakses pada tanggal 6 Oktober 2014

http://kbbi.web.id/ulayat, diakses pada tanggal 5 Oktober 2014

Delfina Gusman, Politik Hukum Dan Modifikasi Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nasional, http://fhuk.unand.ac.id, http://fhuk.unand.ac.id/in/kerjasama-hukum/menuartikeldosen-category/929 politik-hukum-dan-modifikasi-hukum-dalam pembentukan-peraturan-perundang- undangan-nasional-article.html, diakses pada tanggal 6 Oktober 2014 Dieks20, “Pengertian Fungsi dan Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia” Wordpress.com, http://dieks2010.wordpress.com/2010/08/27/pengertian-fungsi-dan-tujuan negara-kesatuan republik-indonesia/, diakses pada tanggal 6 Oktober 2014

Rosmidah, Pengakuan Hukum Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Dan Hambatan Implementasinya [Online], Inovatif (Jurnal Ilmu Hukum) , Volume 2, Nomor 4, 2010, hal. 93 dalam http://online-journal.unja.ac.id diakses pada tanggal 8 November 2014

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara

Page 49: Nasionalisasi Migas Berbasis Kearifan Lokal (Studi Diskursif tentang Sinkronisasi Hak Menguasai Oleh Negara dan Hak Ulayat).docx

PUTUSAN HAKIM

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU/VIII/2010