napak tilas keraton macan putih

7
Napak Tilas Keraton Macan Putih Posted by Andri Cahyono on March 28, 2010 in Artikel Berita , Catatan Perjalanan | 3 Comments Perjalanan pada hari ke-3 dengan tujuan awal wisata sejarah Petilasan Prabu Tawang Alun ini ternyata sanggup memacu adrenalin dalam tubuh ini sehingga kami pun melanjutkan perjalanan menuju keraton Macan Putih yang terletak di kecamatan Kabat. Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari desa Bayu , akhirnya kami tiba di lokasi keraton. Ternyata apa yang terbersit dalam fikiran kami tentang Keraton Macan Putih yang ada di desa Macan Putih tersebut berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan. Bukan bangunan klasik berupa reruntuhan kerajaan seperti yang kami bayangkan melainkan lebih mirip sebuah pendopo tempat berkumpulnya para petinggi kerajaan dengan mahkota di tengahnya dengan lantai keramik yang bersih dan mengkilap, namun kami hanya bisa melihat suasana keraton Macan Putih dari luar karena pintu utamanya terkunci. Setelah bertanya pada penduduk sekitar, ternyata juru kunci yang memegang kunci keraton Macan Putih bernama Bapak Nurhuddin yang rumahnya sekitar 100 meter dari lokasi dan kami pun segera bergegas menuju rumah beliau. Ada yang unik dari rumah Bapak Nurhuddin, yaitu kaca depannya yang bergambar 2 (dua) ekor Macan Putih dan setelah kami bertanya pada beliau ternyata pekerjaan menjadi juru kunci keraton Macan Putih telah dilakukan secara turun temurun dari keluarga besar beliau dan kaca yang bergambar 2 (dua) ekor Macan Putih itulah yang dijadikan sebagai simbol keluarga besar yang mengabdikan diri untuk merawat kekayaan bumi Blambangan berupa keraton Macan Putih yang diyakini sebagai Petilasan terakhir Prabu Tawang Alun hingga menuju

Upload: raden-roro-lia-chairina

Post on 08-Feb-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

napak

TRANSCRIPT

Page 1: Napak Tilas Keraton Macan Putih

Napak Tilas Keraton Macan PutihPosted by Andri Cahyono on March 28, 2010 in Artikel Berita, Catatan Perjalanan | 3 Comments

Perjalanan pada hari ke-3 dengan tujuan awal wisata sejarah Petilasan Prabu Tawang Alun ini ternyata sanggup memacu adrenalin dalam tubuh ini sehingga kami pun melanjutkan perjalanan menuju keraton Macan Putih yang terletak di kecamatan Kabat. Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari desa Bayu, akhirnya kami tiba di lokasi keraton. Ternyata apa yang terbersit dalam fikiran kami tentang Keraton Macan Putih yang ada di desa Macan Putih tersebut berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan. Bukan bangunan klasik berupa reruntuhan kerajaan seperti yang kami bayangkan melainkan lebih mirip sebuah pendopo tempat berkumpulnya para petinggi kerajaan dengan mahkota di tengahnya dengan lantai keramik yang bersih dan mengkilap, namun kami hanya bisa melihat suasana keraton Macan Putih dari luar karena pintu utamanya terkunci. Setelah bertanya pada penduduk sekitar, ternyata juru kunci yang memegang kunci keraton Macan Putih bernama Bapak Nurhuddin yang rumahnya sekitar 100 meter dari lokasi dan kami pun segera bergegas menuju rumah beliau.

Ada yang unik dari rumah Bapak Nurhuddin, yaitu kaca depannya yang bergambar 2 (dua) ekor Macan Putih dan setelah kami bertanya pada beliau ternyata pekerjaan menjadi juru kunci keraton Macan Putih telah dilakukan secara turun temurun dari keluarga besar beliau dan kaca yang bergambar 2 (dua) ekor Macan Putih itulah yang dijadikan sebagai simbol keluarga besar yang mengabdikan diri untuk merawat kekayaan bumi Blambangan berupa keraton Macan Putih yang diyakini sebagai Petilasan terakhir Prabu Tawang Alun hingga menuju tahap “Muksa”. Menurut cerita beliau, Prabu Tawang Alun telah mencapai tahap “Manunggaling Kawulo lan Gusti” atau disebut “Muksa” yang berarti meleburnya suasana bathin dengan Tuhan ibarat leburnya gula dan air, menyatunya api dan besi, yang di antara keduanya bisa dibedakan, tetapi tidak bisa lagi dipisahkan. Ketika besi telah menjadi merah karena dibakar api, besi dan api telah menyatu. Siapa menyentuh api, akan terkena besi dan siapa yang memegang besi akan tersentuh api dan tahapan itu dicapai di keraton Macan Putih yang ditandai dengan situs Batu Mahkota Prabu Tawang Alun di tengah bangunan utama keraton Macan Putih. Puas mendengar cerita sejarah Prabu Tawang Alun, tiba saatnya kami mengutarakan maksud terakhir kami datang ke rumah Bapak Nurhuddin yakni untuk meminta izin mendokumentasikan keraton Macan Putih dan bersyukur ternyata beliau mengizinkan kami masuk ke dalam keraton. Setelah beberapa gambar sudah berhasil kami dapat lengkap dengan Batu Mahkota Prabu Tawang Alun dan kami pun pamit untuk melanjutkan perjalanan kami. Goooo……….

Wisata Alam pantai Watu Dodol adalah tujuan kami selanjutnya dimana lokasinya berada di perbatasan Banyuwangi dan Situbondo. Kami sendiri tak tahu kenapa

Page 2: Napak Tilas Keraton Macan Putih

pantai ini dinamakan Watu Dodol, sambil bergurau sepanjang perjalanan menuju pantai kami mendeskripsikan sendiri dengan mengartikan nama Watu Dodol yang terdiri dari 2 (dua) kata itu. Watu dalam bahasa Indonesia berarti Batu dan Dodol dalam bahasa Indonesia berarti “Menjual” atau “Dodol (makanan)” sehingga kalau digabung artinya menjadi “Berjualan Batu” atau “Batu yang mirip Dodol”. Pembenaran 2 (dua) arti dari Watu Dodol itu pun kami lanjutkan saat kami tiba di lokasi parkir Patung Gandrung. Bagaimana deskripsi itu tidak benar (menurut kami), saat tiba di lokasi saja kita akan disambut oleh sebuah batu besar di tengah jalan yang mirip dengan “Dodol” dan yang kedua saat kita turun menuju pantai bukan sebuah batu karang yang kita temui melainkan batu hitam yang terbentang hampir sepanjang pantai dengan mata air yang keluar dari tiap bebatuan tersebut dan karena banyaknya batu tersebut tak salah jika kami menyebut pantai Watu Dodol ini ibarat pantai yang “Berjualan Batu”, Hmmm.. (bukan referensi lho..). Jika menghitung jarak perjalanan dari Genteng menuju wisata alam pantai Watu Dodol ini ternyata lumayan cukup jauh yakni sekitar 65 km, namun demikian segala perjuangan itu akan terobati saat kita tiba di lokasi. Pantai yang luas berhadapan dengan pulau Bali dengan hamparan bebatuan yang indah nan mengkilap serta mengeluarkan sumber mata air bersih yang langsung dapat diminum menjadi sebuah pemandangan yang eksotis. Goa jepang yang dulunya digunakan untuk menjaga keamanan laut juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pantai ini sebagai pantai bersejarah.

Banyuwangi… ohh… Banyuwangi…

Macanputih, Kabat, BanyuwangiDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Macanputih

— Desa —

Page 3: Napak Tilas Keraton Macan Putih

Kantor Desa Macan Putih

Peta lokasi Desa Macanputih

Negara Indonesia

Provinsi Jawa Timur

Kabupaten Banyuwangi

Kecamatan Kabat

Kodepos 68461

Luas ... km2

Jumlah penduduk ... jiwa

Kepadatan ... jiwa/km2

Macanputih adalah sebuah nama desa di wilayah Kabat, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.

Daftar isi 1 Akses 2 Sejarah

3 Bentang Alam dan Budaya

4 Keadaan Masyarakat

5 Pendidikan

Page 4: Napak Tilas Keraton Macan Putih

6 Galeri

7 Referensi

8 Pranala luar

Akses

Desa ini dapat diakses melalui jalan di selatan jembatan Kali Tambong, Pakistaji (berada di ruas Jalan Nasional Rute 3 Banyuwangi-Jember). Untuk jalan akses yang pertama ini ditandai dengan gapura dan penunjuk arah situs Prabu Tawangalun. Akses lainnya yakni melewati simpang tiga di utara Poliwangi, Labanasem. Selain itu Desa Macanputih juga dapat dicapai melalui Desa Jelun di Kecamatan Licin.

Sejarah

Monumen Tulien Ngetan Ilingo Kawitane

Nama Macanputih mulai dikenal saat Prabu Tawangalun mendirikan istana raja (Kraton) di wilayah Macanputih dan berkuasa disana (walaupun kekuasaan tersebut harus diserahkan kepada saudaranya Mas Wilabrata).[1] Keraton ini bernama Keraton Macanputih. Keraton ini dibatasi oleh sebuah gerbang di sebelah selatan keraton yang posisinya kini masuk ke dalam Desa Gombolirang. Pada saat ini, reruntuhan keraton tersebut di situs Prabu Tawangalun. Untuk menandai kawasan sejarah ini, pada 15 Desember 2007 pemerintah setempat (Kabupaten Banyuwangi) meresmikan sebuah monumen patung Tawangalun sedang menunjuk ke arah timur dengan seekor harimau putih bertuliskan Tulien ngetan

Page 5: Napak Tilas Keraton Macan Putih

ilingo kawitane yang berarti, lihatlah ke timur dan ingat permulaannya. Selain monumen peringatan, juga terdapat tanda lain berupa etalase (display case) dari semen yang berisi keramik dan terakota peninggalan Kerajaan Blambangan. Di bawah etalase terdapat prasasti marmer bertuliskan Kawasan Sejarah.

Bentang Alam dan Budaya

Wilayah Desa Macanputih didominasi oleh lahan persawahan, dimana banyak terdapat sawah padi di sepanjang jalan desa. Namun, di dusun Kopenlangi dan dusun Kopenlaban yang berbatasan dengan Desa Pakel lahan pertanian didominasi kebun buah-buahan seperti pepaya dan beberapa pohon kopi. Rumah-rumah penduduk tersebar secara tidak merata di setiap dusun.

Keadaan Masyarakat

Seperti penduduk desa pada umumnya, penduduk Desa Macanputih berprofesi sebagai petani (padi maupun buah). Di bagian utara desa (Dusun Kopenlangi dan Kopenlaban), penduduknya memiliki kebiasaan menaruh buah kopi di tengah jalanan aspal. Hal ini bertujuan agar buah kopi yang diletakkan disana dilindas oleh kendaraan yang lewat sehingga biji kopi bisa terpisah dari kulit-kulitnya.

Pendidikan SD Negeri 1 Macanputih SD Negeri 2 Macanputih

SD Negeri 3 Macanputih

SD Negeri 4 Macanputih

SD Negeri 5 Macanputih

SD Negeri 6 Macanputih

SMP Negeri 2 Kabat.