nanoselulosa bagas tebu sebagai bahan baku … · sumber informasi yang ... 1 skema reaksi kompleks...
TRANSCRIPT
NANOSELULOSA BAGAS TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU
HIDROKSIPROPIL METIL SELULOSA (HPMC)
SOKA PANGESTITI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nanoselulosa Bagas
Tebu sebagai Bahan Baku Hidroksipropil Metil Selulosa (HPMC) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Soka Pangestiti
NIM G44144016
ABSTRAK
SOKA PANGESTITI. Nanoselulosa Bagas Tebu sebagai Bahan Baku
Hidroksipropil Metil Selulosa (HPMC). Dibimbing oleh HENNY
PURWANINGSIH dan ZAINAL ALIM MAS’UD.
Bagas tebu merupakan polisakarida alami yang melimpah, dapat diperbarui
dan berpotensi sebagai sumber alternatif selulosa. Serat bagas tebu terdiri atas
43.8% selulosa, 28.5% hemiselulosa, dan 23.5% lignin. Selulosa bagas tebu
dimodifikasi menjadi nanoselulosa melalui hidrolisis asam. Selulosa dan
nanoselulosa digunakan sebagai bahan baku hidroksipropil metil selulosa
(HPMC). HPMC diaplikasikan sebagai bahan penyalut obat di dunia farmasi.
Karakterisasi HPMC berupa viskositas, gugus fungsi, dan sifat termal. HPMC dari
selulosa bagas tebu hanya menunjukkan viskositas sebesar 300 cP dan HPMC dari
nanoselulosa sebesar 1000 cP. Analisis termal dengan differential scanning
calorimetry (DSC) menunjukkan suhu kristalisasi HPMC dari selulosa pada
313.87 °C dan pada 328.15 °C untuk HPMC dari nanoselulosa. Berdasarkan hasil
penelitian, nanoselulosa dapat meningkatkan kualitas HPMC yang dihasilkan.
Kata kunci: biopolimer, selulosa, nanoselulosa, HPMC
ABSTRACT
SOKA PANGESTITI. Nanocellulose Bagasse Cane as Raw Materials of
Hydroxypropyl Methyl Cellulose (HPMC). Supervised by HENNY
PURWANINGSIH and ZAINAL ALIM MAS’UD.
Sugarcane bagasse is abundant polysaccharide found in nature, renewable,
and potential as a source of alternative cellulose. Sugarcane bagasse consists of
cellulose 43.8%, hemicellulose 28.6%, and lignin 23.5%. Nanocellulose prepared
by acid hydrolysis of isolated cellulose. Cellulose and nanocellulose is used as a
backbone for creating hydroxypropyl methyl cellulose (HPMC). HPMC applies as
coating agent in pharmacy. Characteristic of HPMC that observed in this study
were such as viscosity, functional group, and thermal properties. HPMC from
cellulose sugarcane bagasse only showed viscosity grade about 300 cP and HPMC
from nanocellulose showed viscosity grade about 1000 cP. Thermal analysis with
differential scanning calorimetry showed crystallization temperature at 313.87 °C
for HPMC from cellulose and 328.15 °C for HPMC from nanocellulose. Based on
the results observed, nanocellulose can increase the quality of HPMC.
Key words: biopolymer, cellulose, nanocellulose, HPMC
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
NANOSELULOSA BAGAS TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU
HIDROKSIPROPIL METIL SELULOSA (HPMC)
SOKA PANGESTITI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Nanoselulosa Bagas Tebu sebagai Bahan Baku Hidroksipropil
Metil Selulosa (HPMC)
Nama : Soka Pangestiti
NIM : G44144016
Disetujui oleh
Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi
Pembimbing I
Dr Zainal Alim Mas’ud, DEA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “Nanoselulosa Bagas Tebu sebagai Bahan Baku
Hidroksipropil Metil Selulosa (HPMC)”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan pada bulan April hingga Oktober 2016 dan dibiayai
sepenuhnya oleh Laboratorium Terpadu, Departemen Kimia, Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi
dan Dr Zainal Alim Mas’ud, DEA selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran, bimbingan, dan nasihat sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs M. Farid M.Si,
Drs Ahmad Sjahriza, M. Khotib M.Si, Dr Komar Sutriah, Dr rer.nat. Noviyan
Darmawan M.Sc, Prof Tun Tedja Irawadi MS dan seluruh staf Laboratorium
Terpadu, Institut Pertanian Bogor atas bantuan serta masukan selama penelitian
berlangsung. Terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada seluruh
keluarga terutama bapak Urip Santosa, ibu Trimurti, adik Luke Aninda, dan
seluruh teman Alih Jenis Kimia 51 atas dukungan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2016
Soka Pangestiti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Metode 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Isolat Selulosa dari Bagas Tebu 4
Selulosa Terhidrolisis dari Isolat Selulosa 7
Sintesis HPMC 8
Analisis Termal HPMC 9
SIMPULAN DAN SARAN 10
Simpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 14
RIWAYAT HIDUP 18
DAFTAR TABEL
1 Analisis komponen kimia (%) 6 2 Data Puncak Endoterm dan Eksoterm HPMC 9
DAFTAR GAMBAR
1 Skema reaksi kompleks karbohidrat lignin dengan NaOH (Aini 2016) 5 2 Mekanisme penguraian H2O2 (Gray 2013) 5 3 Spektrum FTIR bagas tebu (a) dan isolat selulosa(b) 6
4 Skema reaksi pemutusan ikatan eter pada selulosa dengan asam 7 5 Larutan nanoselulosa (a) Morfologi nanoselulosa pada perbesaran
20.000 kali (b) 7 6 Reaksi nanoselulosa dengan propilen oksida dan metilklorida.
R : –CH3 atau –CH2CH(CH3)OH (Varshney dan Naithani 2011) 8 7 Pengaruh Suhu Kondesor dengan Viskositas pada HPMC 1a (a),
HPMC 1b (b), HPMC 1c (c), HPMC 2 (d), dan HPMC 3 (e). 8 8 Termogram HPMC 2 (a), HPMC Komersil (b), dan HPMC 3 (c) 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian 13 2 Rendemen hasil 14 3 Spektrum FTIR 15 4 Viskositas HPMC 16 5 Termogram Hasil Analisis DSC 16 6 Daftar singkatan 17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan global akan bahan baku terbarukan saat ini semakin besar seiring
dengan meningkatnya kesadaran konservasi lingkungan. Nanomaterial yang
berasal dari selulosa berpotensi menjadi salah satu bahan baku kimia terbarukan
ditunjang dengan kelimpahannya di alam. Selulosa dapat diperoleh dari sisa panen
perkebunan seperti tongkol jagung, tangkai gandum, dan bagas tebu (Mariño et al.
2015). Perkebunan tebu diperkirakan menghasilkan 100 ton bagas setiap hektar,
sehingga potensi bagas tebu nasional dari total luas perkebunan tebu mencapai 47
415 900 ton per tahun (Dirjen Perkebunan 2014). Serat dari bagas tebu tidak dapat
larut dalam air dan komposisi lignoselulosa terdiri atas 43.8% selulosa, 28.6%
hemiselulosa, dan 23.5% lignin (Kumar et al. 2013). Umumnya bagas tebu
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel, pulp, pupuk, dan
pakan ternak. Pemanfaatan tersebut bersifat terbatas dan bernilai ekonomi rendah.
Modifikasi lain perlu dilakukan untuk meningkatkan harga jual bagas tebu, salah
satunya dengan mengubah ukuran selulosa dari bagas tebu menjadi nanoselulosa.
Nanoselulosa dengan bentuk kristal sering disebut selulosa nanokristalin (CNC)
(Kumar et al. 2013).
Senyawa lain dalam bagas tebu seperti hemiselulosa dan lignin perlu
dihilangkan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut basa. Pada penelitian ini,
delignifikasi pada bagas tebu yang telah dicuci dengan air menggunakan larutan
NaOH dan H2O2. Selanjutnya dilakukan proses hidrolisis asam untuk
menghasilkan nanoselulosa. Karakteristik geometris nanoselulosa bergantung
pada kondisi proses hidrolisis asam, seperti suhu, waktu, konsentrasi, dan
kemurnian material (Aini 2016). Larutan asam sulfat digunakan untuk
menghilangkan bagian amorf dari suatu rantai selulosa sehingga dapat diisolasi
bagian kristalinnya (Laopaiboon et al. 2010). Nanoselulosa memiliki ukuran
kurang dari 100 nm dengan kristalinitas yang tinggi (Kumar et al. 2014). Fungsi
nanoselulosa sangat luas dalam berbagai macam aplikasi seperti bioteknologi,
komposit, penstabil, pengental, adsorben, pengemasan, dan biomedis (Lani et al.
2014).
Salah satu modifikasi selulosa di bidang farmasi adalah hidroksipropil metil
selulosa (HPMC) atau hipromelosa yang berfungsi sebagai bahan penyalut obat.
Hidroksipropil metil selulosa merupakan turunan eter dari selulosa. Gugus
hidroksil pada selulosa dimodifikasi menjadi gugus eter metil dan hidroksipropil
untuk memperoleh HPMC (Huichao et al. 2014). Hipromelosa termasuk polimer
semisintetik yang dihasilkan dengan cara menambahkan larutan NaOH, propilena
oksida, dan metil klorida ke dalam selulosa. Modifikasi dalam penelitian ini
adalah mengganti ukuran bahan baku selulosa menjadi nanoselulosa. Larutan
NaOH ditambahkan untuk mengembangkan (swelling) struktur selulosa sehingga
aksesibel untuk penambahan substituen. Ikatan hidrogen antara rantai polimer
diputus oleh larutan NaOH, kemudian metil klorida dan propilena oksida
ditambahkan sebagai sumber substituen metil dan hidroksipropil. Ciri-ciri HPMC,
ialah tidak berbau, tidak berasa, berbentuk granul, berwarna putih, larut dalam air
dingin, tidak beracun, dengan beragam nisbah substitusi hidroksipropil dan metil
2
(Sahoo 2015). HPMC juga memiliki beragam viskositas dengan fungsi yang
berbeda pula, contohnya HPMC yang diaplikasikan sebagai penyalut obat harus
memiliki viskositas ≥ 1000 Cp (Phadtare et al. 2014). Nilai viskositas dari HPMC
sangatlah penting guna mengelompokkan tipe HPMC tersebut. Oleh karena itu,
untuk menghasilkan HPMC yang berfungsi sebagai penyalut obat harus memiliki
viskositas minimal 1000 cP.
HPMC selain itu berfungsi sebagai sediaan lepas terkendali yang dapat
mengendalikan pelepasan obat dalam tubuh sehingga meningkatkan efektivitas
obat pada reseptornya (Joshi 2011). Obat dengan sifat lepas terkendali semakin
disukai karena beberapa faktor, antara lain dapat menghasilkan efek terapi dalam
jangka panjang, penggunaannya lebih efisien, memperkecil efek samping akibat
fluktuasi kadar obat dalam plasma, serta mengurangi frekuensi pemberian obat.
Sediaan obat agar sesuai dengan syarat farmasetika, dibutuhkan bahan penyalut
yang cocok dalam proses hancurnya obat dalam tubuh. HPMC yang berasal dari
nanoselulosa bagas tebu ini dapat membantu mengatasi masalah kesehatan
tersebut dengan menyediakan obat secara lebih murah dengan sifat yang lebih
baik. Pencirian HPMC dalam penelitian ini dilakukan dengan fourier transform
infrared spectroscopy (FTIR), differential scanning calorimetry (DSC), dan
viskometer Brookfield.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menghasilkan nanoselulosa dari bagas tebu dan
diaplikasikan sebagai bahan baku hidroksipropil metil selulosa (HPMC) yang
memiliki viskositas tinggi.
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah bagas tebu yang diperoleh dari pabrik
gula Bungamayang Lampung utara, NaOH (pellet, Merck), H2O2 (Merck), H2SO4
(Merck), akuades, HPMC komersial (Sigma), selulosa komersil (Sigma), pH
universal (Merck), membran dialisis (Spectra/PorDialysis), propilen oksida (TCl),
dan metil klorida (TCl).
Alat
Alat-alat yang digunakan ialah alat gelas (pyrex), neraca analitik (denver),
oven Memmert, overhead stirrer (IKA RW 20), sonikasi Power Sonic 510,
sentrifugator (Suprema 21), spektrofotometer FTIR (IR Prestige-21 Shimadzu),
scanning electron microscope (SEM) JEOL JSM-6360LA, dan differential
scanning calorimetry (DSC)-60 Shimadzu.
3
Metode
Metode penelitian ini secara umum dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu
isolasi selulosa, preparasi nanoselulosa, dan sintesis hidroksipropil metilselulosa.
Diagram alir penelitian secara umum diberikan pada Lampiran 1.
Isolasi Selulosa Bagas Tebu (Purwaningsih 2012)
Sampel bagas tebu dikeringkan dan dihaluskan hingga berukuran 100 mesh.
Sebanyak 6 g sampel bagas tebu dilarutkan dalam 400 mL aquades kemudian
disonikasi selama 30 menit, campuran disaring dengan pencucian tiga kali
kemudian residu dikeringkan pada suhu 50 °C hingga bobotnya konstan (A).
Sebanyak 5 g sampel A ditambahkan 95 mL larutan NaOH 4% dan dipanaskan
dengan suhu 80 °C selama 4 jam. Campuran disaring dengan bantuan vakum.
Residu yang diperoleh dicuci dengan akuades hingga pH filtratnya tidak berubah,
kemudian dikeringkan pada suhu 50 °C hingga bobotnya konstan (B). Sebanyak
20 g sampel B ditambahkan 500 mL larutan H2O2 5% dan dipanaskan dalam
penangas air bersuhu 70 °C yang dijaga konstan selama 3 jam kemudian
campuran disaring dan endapan dicuci dengan akuades hingga pH netral.
Perlakuan dengan larutan peroksida diulang kembali 2 kali dengan penambahan
waktu berturut-turut 3 jam dan 2 jam. Campuran kemudian disaring dan endapan
dicuci hingga pH netral dan dikeringkan pada suhu 60 °C dalam oven.
Pencirian Selulosa
Pencirian selulosa meliputi penetapan kadar α-selulosa dan analisis gugus
fungsi dari spektrum FTIR.
Preparasi Nanoselulosa (Aini 2016)
Selulosa hasil isolasi ampas tebu dihidrolisis dengan larutan H2SO4 11 M.
Larutan H2SO4 tersebut terlebih dahulu dipanaskan dalam penangas air sampai
suhu 45 °C. Langkah selanjutnya selulosa dimasukkan dalam larutan dengan
perbandingan 1:20 g/ml (selulosa:larutan H2SO4) pada suhu 45 °C selama 60
menit dengan pengadukkan konstan. Campuran dipisahkan menggunakan
sentrifusa dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit. Endapan yang
terkumpul ditambahkan air destilasi dan didialisis selama 4 hari sampai pH 6-7.
Sedimen selanjutnya disonikasi selama 10 menit dalam penangas es untuk
mencegah pemanasan berlebih. Larutan suspensi yang dihasilkan kemudian
disimpan dalam ruang pendingin 4 °C.
Pencirian Nanoselulosa
Pencirian nanoselulosa meliputi analisis gugus fungsi dari spektrum FTIR
dan morfologi dari nanoselulosa yang terbentuk dilihat dengan SEM.
Sintesis Hidroksipropil Metil Selulosa (HPMC) (Modifikasi Greminger et al.
1974)
Selulosa komersial (HPMC 1a, 1b ,dan 1c), Isolat selulosa bagas tebu
(HPMC 2), nanoselulosa bagas tebu (HPMC 3) sebanyak 2.5 gram ditambahkan
ke dalam reaktor berupa labu leher 3. Larutan NaOH 50% ditambahkan sebanyak
2 gram dan diaduk dalam keadaan reaktor vakum. Langkah berikutnya larutan
4
propilena oksida 90% sebanyak 15 mL dan larutan metil klorida (5.7% dalam
tetrahidofuran) sebanyak 5 mL ditambahkan ke dalam reaktor. Campuran diaduk
dan dipanaskan secara bertahap selama 90 menit dari suhu ruang ke suhu 60 °C.
Setelah 90 menit, suhu kemudian dikontrol agar stabil disuhu 60 °C selama 5.5
jam untuk menyelesaikan reaksi. Pemanasan kemudian dihentikan, produk dicuci
dengan air panas dan dikeringkan.
Pencirian Hidroksipropil Metil Selulos (HPMC)
Pencirian HPMC meliputi analisis gugus fungsi dari spektrum FTIR,
viskositas dengan viskometer Brookfield dan karakteristik termal dengan DSC.
Penentuan Viskositas
HPMC 1 (1a,1b, dan 1c), 2, 3, dan komersial ditimbang sebanyak 2 gram
dan dilarutkan dengan akuades sebanyak 100 mL. Sampel diaduk menggunakan
magnetik stirer agar tercampur sempurna. Larutan tersebut kemudian diukur
dengan viskometer Brookfield dengan nomor spindel dan rpm yang telah diatur
sebelumnya. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Analisis Termal menggunakan DSC
HPMC komersial, 2 dan 3 sebanyak ± 5 mg diletakkan di atas wadah sampel
dari alumunium lalu dimasukkan ke dalam instrumen DSC yang pemanasannya
dilakukan dari suhu 30 °C hingga suhu 400 °C dengan laju pemanasan 10 °C/min.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Selulosa dari Bagas Tebu
Bagas tebu terlebih dahulu dicuci dengan akuades untuk menghilangkan
pengotor yang larut dalam air, kemudian diisolasi guna mendapatkan selulosa
kasar berupa α-Selulosa. α-Selulosa merupakan selulosa yang tidak dapat larut
dalam larutan basa. Larutan basa berfungsi memutuskan ikatan ester antara lignin
dengan selulosa dan menghilangkan hemiselulosa melalui reaksi hidrolisis.
Larutan NaOH dalam air bersifat protik polar, sehingga keberadaannya diantara
rantai selulosa dapat memutus ikatan hidrogen intra dan antar rantai selulosa
kristalin. Interaksi baru yang lebih kuat terbentuk antara gugus hidroksil selulosa
bagas tebu dan larutan NaOH menyebabkan terbukanya bagian kristalin selulosa
tersebut sehingga gugus-gugus hidroksil selulosa menjadi lebih mudah dijangkau
oleh pereaksi (Aini 2016).
Pelarutan lignin meningkat saat pemanasan, akan terjadinya pembengkakan,
dan memperluas permukaan internal isolat (Behera et al. 2014). Selulosa terdiri
atas monomer glukosa yang membentuk polimer dengan bobot molekul yang
besar, sedangkan hemiselulosa merupakan polimer yang lebih pendek dengan
berbagai unit gula sebagai monomernya yang melekat pada bundelan selulosa,
bersifat nonkristalin, berfungsi sebagai pendukung dinding sel dan perekat
antarsel tunggal. Polimer yang tersusun atas hemiselulosa dan α-selulosa disebut
5
holoselulosa (Amiralian et al. 2015). Hemiselulosa mudah larut dalam larutan
basa, tetapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa bersifat sebaliknya. Oleh
karena itu, basa akan meningkatkan kadar α-selulosa sebagai akibat dari
penurunan kadar hemiselulosa (Cherian et al. 2010). Menurut Purwaningsih
(2012), larutan NaOH dapat menghilangkan lignin sebesar 60%. Hasil rerata
rendemen selulosa diperoleh sebesar 38.10% (Lampiran 2). Contoh pemutusan
ikatan ester antara selulosa dan lignin dengan larutan NaOH dapat dilihat pada
Gambar 1.
+ NaOH +
O
O
O
O
O
O
OH
O
OH
+Na-O
O
O
O
O
OH
Gambar 1 Skema reaksi kompleks karbohidrat lignin dengan NaOH (Aini 2016)
Bagas tebu yang berwarna kecokelatan diputihkan dengan cara direndam
dalam larutan yang bersifat oksidator. Proses delignifikasi umumnya
menggunakan natrium klorit (NaClO2) dalam suasana asam. Penggunaan natrium
klorit tidak ramah lingkungan karena klorin dan senyawa turunannya dapat
menghasilkan beberapa senyawa lain yang berklorin sehingga menyebabkan
masalah yang serius terhadap lingkungan. Hidrogen peroksida termasuk senyawa
oksidator kuat yang berguna untuk proses pemutihan (bleaching) dan delignifikasi.
Pemutihan serat terdelignifikasi diperlukan untuk menghilangkan secara sempurna
sisa lignin terlarut dan residu lignin dari serat (Amiralian et al. 2015). H2O2 akan
mudah terurai apabila dilarutkan dalam medium basa, menghasilkan anion
peroksida dan air (Gambar 2). Reaksi pemecahan H2O2 di alam tidak
menimbulkan ancaman bagi lingkungan karena menghasilkan oksigen dan air.
H2O2 + HO HOO + H2O
H2O2 + HOO OH + O2 + H2O
Gambar 2 Mekanisme penguraian H2O2 (Gray 2013)
Larutan H2O2 dalam kondisi asam sangat stabil, sedangkan pada kondisi
basa mudah terurai. Penguraian H2O2 juga dipercepat oleh naiknya suhu. Zat
reaktif dalam sistem pemutihan dengan H2O2 dalam suasana basa adalah anion
peroksida (HOO-). Sifat anion peroksida (HOO
-) yang nukleofilik kuat, mampu
menyerang gugus etilena serta karbonil pada molekul lignin dan mengubahnya
menjadi spesi yang tidak mengandung kromofor. Peningkatan pH reaksi H2O2
dalam media basa dapat digunakan untuk melarutkan sebagian besar
hemiselulosa, selain berfungsi sebagai pereaksi pada proses delignifikasi dan
pemucatan (Gray 2013). Keberhasilan isolasi selulosa dari bagas tebu ditandai
dengan meningkatnya kandungan α-selulosa dan penurunan terhadap kandungan
lignin serta hemiselulosa secara signifikan (Aini 2016).Hasil isolasi dapat dilihat
pada Tabel 1.
6
Table 1 Analisis komponen kimia (%)
Kandungan Bagas Tebu Isolat Selulosa Purwaningsih
(2012)
Aini (2016)
Alfa selulosa 46.68 80.06 77.47 88.37
Lignin 22.59 Tidak diuji 0.96 0.96
Tahap delignifikasi pada percobaan dievaluasi berdasarkan nilai α–selulosa
yang meningkat dari 46.68% menjadi 80.06%. Lignin dalam sampel berkurang
setelah delignifikasi dan kadar α-selulosa meningkat menjadi 80.06%.
Keberhasilan tahap ini juga ditentukan dari hasil spektroskopi inframerah
(Gambar 3). Spektrum FTIR bahan baku awal bagas tebu menunjukkan adanya
serapan vibrasi gugus karbonil lignin yang cukup jelas pada 1734 cm-1
. Hal ini
didukung dengan kandungan lignin yang cukup tinggi pada bagas tebu sebesar
22.59%. Spektrum FTIR dari bagas tebu menunjukkan beberapa serapan di
antaranya adalah serapan untuk vibrasi gugus asetil ester pada bilangan
gelombang pada serapan 1734 cm-1
(Kumar et al. 2013), serapan C=C ulur cincin
aromatik (lignin) pada 1620-1595 cm-1
dan 1512 cm-1
.
Setelah perlakuan alkali pada bagas tebu, serapan khas untuk senyawa lignin
pada pita serapan 1734, 1598, dan 1512cm-1
semakin berkurang, sedangkan pita
pada bilangan gelombang 1103-1033 cm-1
yang menunjukkan gugus C-O-C pada
cincin piranosa selulosa semakin meningkat. Serapan khas untuk selulosa pada
898 cm-1
muncul semakin kuat. Hal ini menandakan ikatan β-glikosida antara
senyawa glukosa pada selulosa. Vibrasi tekuk gugus -CH2 ditunjukkan pada
serapan bilangan gelombang 1429 cm-1
, serapan 2899 cm-1
mengidentifikasi
vibrasi ulur gugus C-H (Kumar et al. 2014), dan vibrasi gugus O-H ulur berada
pada serapan 3284 cm-1
.
Gambar 3 Spektrum FTIR bagas tebu (a) dan isolat selulosa (b)
7
Selulosa Terhidrolisis dari Isolat Selulosa
Morfologi Permukaan
Isolat selulosa bagas tebu dihidrolisis menggunakan H2SO4 11 M untuk
memutuskan ikatan eter pada rantai selulosa. Hidrolisis selulosa dilakukan pada
suhu 45 °C selama 60 menit. Proses hidrolisis diawali dengan protonasi asam
pada gugus eter, sehingga memutuskan rantai molekul menjadi bagian kecil
selulosa. Mekanisme pemutusan ikatan eter pada selulosa dijelaskan pada Gambar
4. Produk nanoselulosa yang dihasilkan memiliki ukuran serat yang lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran isolat selulosa awal.
O
HO OH
OH
OH
O O
HO
OH
O
n
O
OH
OH
OH
O O
OH
OHHO HO
HO+ H3O +
n
Gambar 4 Skema reaksi pemutusan ikatan eter pada selulosa dengan asam
Menurut Aini (2016), hidrolisis dengan larutan asam berkonsentrasi 8 M
tidak menghasilkan nanoselulosa. Hal ini disebabkan dalam konsentrasi asam
tersebut tidak mampu memutuskan rantai selulosa hingga berukuran nano.
Konsentrasi asam yang terlalu pekat (12 M) dapat memutuskan seluruh rantai
karbon pada selulosa, namun meninggalkan residu karbon berwarna hitam. Oleh
sebab itu, konsentrasi H2SO4 yang digunakan sebesar 11 M. Nanoselulosa yang
dibuat menggunakan H2SO4 11 M dilihat morfologinya menggunakan SEM
(Gambar 5). Bagian amorfus serat selulosa dapat hilang dan diperoleh selulosa
dengan ukuran yang lebih kecil. Selulosa nanokristal memiliki ukuran partikel
kurang dari 100 nm dengan kristalinitas yang tinggi (Kumar et al. 2014). Pada
penelitian ini, diameter nanoselulosa diperoleh pada rentang 50 nm-100 nm dan
terjadi penumpukan partikel.
Gambar 5 Larutan nanoselulosa (a) Morfologi nanoselulosa pada perbesaran
20.000 kali (b)
b a
8
Sintesis HPMC
Umumnya hidroksipropil metil selulosa (HPMC) terbuat dari selulosa,
namun pada penelitian ini dimodifikasi dengan mengganti bahan baku menjadi
nanoselulosa. Langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan nanoselulosa
yang direaksikan dengan larutan natrium hidroksida (NaOH). Larutan NaOH
berfungsi memecah struktur kristal dari nanoselulosa dan sebagai katalis dalam
reaksi. Metil klorida dan propilen oksida berfungsi sebagai agen esterifikasi
(Yamato et al. 2016). Suhu yang digunakan bertingkat dari suhu ruang menjadi
60 °C dengan tujuan agar pereaksi pada saat diteteskan ke dalam reaktor bisa
bereaksi dengan nanoselulosa secara sempurna, tanpa menguap terlebih dahulu.
Hasil HPMC yang berasal dari nanoselulosa disebut dengan HPMC 3 (Lampiran
6). Reaksi yang terjadi dijelaskan pada Gambar 6.
O
HOOH
OH
OH
O O
HO
OH
O
n
+ O NaCl+
(n-2)/2
+
O
ROOR
OR
OR
O O
RO
OR
ONaOHCl
Gambar 6 Reaksi nanoselulosa dengan propilen oksida dan metilklorida.
R : –CH3 atau –CH2CH(CH3)OH (Varshney dan Naithani 2011)
Gambar 7 Pengaruh Suhu Kondesor dengan Viskositas pada HPMC 1a (a),
HPMC 1b (b), HPMC 1c (c), HPMC 2 (d), dan HPMC 3 (e).
HPMC pada penelitian ini juga dihasilkan dari selulosa komersial (HPMC
1a, 1b, dan 1c) dan selulosa bagas tebu (HPMC 2). Hasil sintesis HPMC
kemudian diuji viskositas menggunakan viskometer Brookfield. Viskositas
tertinggi dihasilkan oleh HPMC 3 sebesar 1000 cP dan terendah nilai viskositas
HPMC 1a karena hanya memiliki nilai viskositas hanya 27.06 cP (Lampiran 4).
Hal ini juga diperkuat dari hasil spektrum HPMC 1a yang masih serupa dengan
spektrum dari selulosa komersial (Lampiran 3), kemungkinan gugus
0
200
400
600
800
1000
1200
a b c d e
9
hidroksipropil dan metil hanya sedikit yang melekat pada struktur selulosa
tersebut. Suhu kondensor digunakan beragam yaitu 4 °C, 8 °C, dan 10 °C. Hal ini
bertujuan mencari kondisi sintesis yang ideal sintesis dan diperoleh kondisi ideal
pada suhu 4 °C (Lampiran 6). Sumbu x (Gambar 7) adalah tipe HPMC dengan
variasi suhu kondensor (°C) yaitu a (10 °C), b (8 °C), c, d, serta e (4 °C). Sumbu y
adalah viskositas HPMC (cP). Berdasarkan grafik diatas (Gambar 7) terlihat
pengaruh suhu pada kondensor, semakin rendah suhu yang digunakan akan
menghasilkan viskositas yang lebih tinggi pula. Hal ini dikarenakan semakin
dingin kondesor yang digunakan, penguapan propilena oksida dan metil klorida
dapat diminimalkan. Ukuran selulosa yang digunakan juga mempengaruhi
viskositas, sehingga HPMC 3 yang berasal dari nanoselulosa memiliki viskositas
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan HPMC 2 maupun HPMC 1a, 1b, dan
1c. Hal ini juga disebabkan oleh permukaan nanoselulosa lebih luas dan
kemampuan bereaksi dengan reaktan semakin besar. HPMC memiliki berbagai
macam tipe yang berbeda, seperti tipe E, F, K dan lain-lain. Tipe-tipe tersebut
bergantung pada derajat hidroksipropoksil dan subtitusi gugus metoksil (Sabanis
dan Tzia 2011). Pada hasil penelitian ini, HPMC 3 dengan viskositas 1000 cP
termasuk dalam kategori K atau hypromellose 2208 (Landoil 2016) yang
umumnya digunakan sebagai formulasi untuk memperpanjang waktu pelepasan
obat (Nokhodchi et al. 2012). HPMC 3 menghasilkan viskositas yang paling besar,
namun masih dibawah viskositas HPMC komersial dengan nomor CAS 9004-65-
3 sebesar 2600 Cp dengan derajat polimerisasi 1208.
Analisis Termal HPMC
Analisis termal DSC digunakan untuk mengetahui fase-fase transisi pada
polimer. Apabila terjadi perubahan bentuk kristal, maka terjadi perubahan aspek
termodinamika dari suatu padatan (Putra et al. 2012). Pencirian HPMC dilakukan
menggunakan alat DSC (Differential Scanning Calorimeter), suatu teknik analisis
termal yang berfungsi mengukur energi yang diserap atau diemisikan oleh sampel
sebagai fungsi waktu atau suhu (Sholihah dan Zainuri 2012). Analisis dengan
metode DSC bertujuan memahami perubahan dari HPMC ketika dipanaskan.
Sampel yang digunakan berupa serbuk HPMC baik komersial maupun hasil
sintesis sebanyak ± 5 miligram yang diletakkan pada wadah sampel dan wadah
pembandingnya dibiarkan kosong. Kurva termogram (Gambar 8) yang dihasilkan
dari temperatur 30°C hingga 400 °C dengan laju pemanasan 10 °C/menit.
Table 2 Data Puncak Endoterm dan Eksoterm HPMC
Jenis HPMC Puncak
Endoterm (°C)
Puncak Eksoterm
(°C)
Entalpi
Eksoterm (J/g)
2 59 314 1202
3 68 328 1309
Komersial 52 334 1186
Entalpi eksoterm HPMC 3 lebih tinggi dibandingkan dengan HPMC 2
(Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas kalor yang dimiliki HPMC 3
10
juga lebih besar dibandingkan HPMC 2 pada tekanan tetap (Lampiran 5).
Kapasitas kalor berbanding lurus dengan nilai entalpi. HPMC 3 memiliki titik
kristalinitas yang besar, sehingga memiliki sifat ketahanan terhadap termal yang
lebih baik dibandingkan dengan HPMC 2 (Gambar 8). Jika kedua HPMC tersebut
(2 dan 3) dibandingkan dengan HPMC komersial, kapasitas kalor dari HPMC
komersial lebih rendah daripada keduanya.
Gambar 8 Termogram HPMC 2 (a), HPMC Komersial (b), dan HPMC 3 (c)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini berhasil menciptakan HPMC dari nanoselulosa bagas tebu
dengan ciri-ciri, yaitu viskositas sebesar 1000 cP dengan suhu kristalisasi sebesar
328 °C dan entalpi eksoterm sebesar 1309 J/g.
Saran
Saran pada penelitian selanjutnya, yaitu pembuatan nanoselulosa dilakukan
dengan konsentrasi H2SO4 11.5 M dan dilakukan optimasi waktu pengadukan
serta suhu yang digunakan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Aini Z. 2016. Aplikasi selulosa whiskers bagas tebu sebagai penguat dalam film
komposit berbasis PVA/Mmt [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Amiralian N, Pratheep K, Annamalai, Memmott P, Martin DJ. 2015. Isolation of
cellulose nanofibrils from Triodia pungens via different mechanical methods.
Cellul. 22(1):2483–2498.doi:10.1007/s10570-015-0688-x.
Behera S, Arora R, Nandhagopal N, Kumar S. 2014. Importance of chemical
pretreatment for bioconversion of lignocellulosic biomass. Renew Sust
Energ Rev. 36(1):91-106.doi:101016/j.rser.2014.04.047. Cherian BM, Leao AL, Souza SF, Thomas S, Pothan LA, Kottaisamy M. 2010.
Isolation of nanocellulose from pineapple leaf fibres by steam explosion.
Carbohydr Polym. 81(3): 720-725.doi:10.1016/j.carbpol.2010.03.046. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Luas areal dan produksi perkebunan
seluruh Indonesia menurut pengusahaan [Internet]. [1 Mei 2016, 19:00
WIB]. Tersedia pada: http://www.ditjenbun.deptan.go.id.
Gray MK. 2013. Alkaline hydrogen peroxide pretreatment for its use in an onfarm
bioprocessing facility [Disertasi]. University of Kentucky (UK):Biosystems
and Agricultural Engineering.
Greminger Jr, Strange CP, Krumel KL, Hudson Jr, penemu: United States Patent
Application Publication. 1974 Oktober 1. Hydroxypropyl methylcellulose
ethers and method of preparation. Paten Amerika Serikat US 3839319.
Huichao W, Shouying D, Yang L, Ying L, Di W. 2014. The application of
biomedical polymer material hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC) in
pharmaceutical preparations. J. Chem. Pharm. Res. 6(5):155-160.
Joshi SC. 2011. Sol-gel behavior of hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) in
ionic media including drug release. Mater. 4(10):1861-
1905.doi:10.3390/ma4101861.
Kumar A, Negi YS, Choudhary V, Bhardwaj NK. 2014. Characterization of
cellulose nanocrystals produced by acid-hydrolysis from sugarcane bagasse
as agro-waste. J. Mater. Phys. Chem. 2(1):1-8.doi:10.12691/jmpc-2-1-1.
Kumar A, Negi YS, Bhardwaj NK, Choundhary V. 2013. Synthesis and
characterization of cellulose nanocrystals / PVA base bionanocomposite.
Adv. Mat. Lett. 4(8):626-631.doi:10.5185/amiett.2012.12482.
Landoil. 2016. Pharmaceutical Grade HPMC [Internet]. [1 November 2016, 7:00
WIB]. Tersedia pada: http://www.cmcsupplier.com/3-3-pharmaceutical-
grade-hpmc.html/120817.
Lani NS, Ngadi N, Johari A, Jusoh M. 2014.Isolation, characterization, and
application of nanocellulose from oil palm empty fruit bunch fiber as
nanocomposites. J. Nanomater. 76(2):1-9.doi:10.1155/2014/702538
Laopaiboon P, Thani A, Leelavatcharamas V, Laopaiboon L. 2010. Acid
hydrolysis of sugarcane bagasse for lactic acid production. Bioresour.
Technol. 101(3):1036-1043.doi:10.1016/j.biortech.2009.08.091.
Mandal A, Chakrabarty D. 2011. Isolation of nanocellulose from waste sugarcane
bagasse (SCB) and its Characterization. J. Carbohydr. Polym. 86(1):1291–
1299.
12
Mariño M, SilvaL, Durán N, Tasic L. 2015. Enhanced materials from nature:
nanocellulose from citrus waste molecules. J. Mol. 20(1):5908-
5923.doi:10.3390/molecules20045908.
Nokhodchi A, Raja S, Patel P, Addo KA. The role of oral controlled release
matrix tabletsin drug delivery systems. J Biosci. 2(4):175-187. Doi:
10.5681/bi.2012.027.
Phadtare D, Ganesh Phadtare G, Nilesh B, Asawat M. 2014. Hypromellose, a
choice of polymer in extended release tablet formulation. J. Pharm. Sci.
3(9):551-566. ISSN:2278-4357.
Purwaningsih H. 2012. Rekayasa biopolimer dari limbah pertanian berbasis
selulosa dan aplikasinya sebagai material separator [Disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Putra OD, Ilma N, Slamet I, Hidehiro U. 2012. Pembentukan padatansemikristalin
dan ko-kristal parasetamol. J Matsains. 17(2):83-88.
Sabanis D, Tzia C. 2011. Selected structural characteristics of HPMC-containing
gluten free bread: a response surface methodology study for optimizing
quality. J .Food Prop. 14(1):417–431.doi:10.1080/10942910903221604.
Sahoo CK, Rao SRM, Sudhakar M. 2015. HPMC a biomedical polymer in
pharmaceutical dosage forms. J. Chem. Pharma. Sci. 4(8):875-881.
ISSN:0974-2115
Sholihah FR dan Zainuri. 2012. Pengaruh holding time kalsinasi terhadap sifat
kemagnetan barium M-hexaferrite (BaFe12-xZnxO19) dengan ion doping Zn.
J. Sains. ITS. 1(1):928-2301.
Varshney VK, Naithani S. 2011. Cellulose Fibers: Bio- and Nano-Polymer
Composites. India (IN): Forest Research Institute.
Yamato A, Kurotani S, Yonemochi, Narita M, penemu; United States Patent
Application Publication. 2016 Maret 24. Method for continuously producing
cellulose ether.Paten Amerika Serikat US 0083483.
13
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Selulosa
Komersil
Pencirian dengan FTIR,
Viskometer Brookfield,
dan DSC
Bagas Tebu
Isolat Selulosa
Hidrolisis Selulosa dengan H2SO4
Nanoselulosa
Sintesis HPMC
1a, 1b, dan 1c
Sintesis HPMC
2
Sintesis HPMC
3
Pencirian
dengan SEM
Pencirian
dengan FTIR
Pencirian
dengan FTIR
14
Lampiran 2 Rendemen hasil
a. Rendemen selulosa
Ulangan Bobot contoh (g)* Rendemen
(%) Bahan awal Pulp bahan Selulosa
1 100.000 68.5432 35.6871 35.69
2 150.000 90.2300 58.7651 39.18
3 150.000 92.0130 59.1256 39.42
Rerata 38.10
*)Bobot basis kering
Contoh perthitungan:
Rendemen hasil (%) =
Rendemen hasil (%) =
b. Rendemen hasil sintesis HPMC
*)Bobot basis kering
Contoh perthitungan:
Rendemen hasil =
Rendemen hasil =
Jenis Asal selulosa Bobot contoh (g)* Rendemen
(%) Bahan awal Hasil sintesis
HPMC 1a Selulosa komersial 2.5000 2.2850 91.40
HPMC 1b Selulosa komersial 2.5927 2.0038 77.28
HPMC 1c Selulosa komersial 2.5161 1.0098 40.13
HPMC 2 Selulosa bagas tebu 2.5919 0.8559 33.02
HPMC 3 Nanoselulosa bagas tebu 2.0000 0.5490 27.45
15
Lampiran 3 Spektrum FTIR
Spektrum HPMC dari 3 sumber yang berbeda (HMPC 2, HPMC 3, dan
HPMC komersial)
Keterangan:
Merah: HPMC 2, Biru: HPMC 3, dan Hitam: HPMC komersial
Spektrum selulosa komersial, dan HPMC 1 (1a, 1b, dan 1c)
Keterangan:
Hitam: Selulosa komersial, Merah: HPMC 1a, Hijau: HPMC 1b, dan Biru: HPMC
1c.
16
Lampiran 4 Viskositas HPMC
Tipe HPMC ulangan 1 (cP) ulangan 2 (cP) ulangan 3 (cP)
Rerata
(cP)
1a 26.49 27.34 27.34 27.06
1b 45.53 45.00 46.00 45.18
1c 404.00 402.00 402.00 403.00
2 300.00 300.00 300.00 300.00
3 1000.00 1000.00 1000.00 1000.00
Komersial 2600.00
Lampiran 5 Termogram Hasil Analisis DSC
Termogram HPMC Komersial
Termogram HPMC dari Selulosa Bagas Tebu
17
Termogram HPMC dari Nanoselulosa Bagas Tebu
Lampiran 6 Daftar singkatan
Singkatan Keterangan asal HPMC
HPMC 1a Terbuat dari selulosa komersial dengan suhu kondensor 10 °C
HPMC 1b Terbuat dari selulosa komersial dengan suhu kondensor 8 °C
HPMC 1c Terbuat dari selulosa komersial dengan suhu kondensor 4 °C
HPMC 2 Terbuat dari selulosa bagas tebu dengan suhu kondensor 4 °C
HPMC 3 Terbuat dari nanoselulosa bagas tebu dengan suhu kondensor 4 °C
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1993 di Bekasi, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Urip
Santosa dan Ibu Trimurti. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah
Atas di SMA Negeri 58 Jakarta Timur. Penulis diterima kuliah pada tahun 2011 di
Program Keahlian Analisis Kimia Program Diploma Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus sebagai ahli madya
pada tahun 2014. Penulis diterima kuliah program sarjana pada tahun 2014 di
Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor melalui jalur Alih Jenis.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Analisis Pangan tahun ajaran 2015/2016 dan tahun ajaran 2016/2017, serta Kimia
Organik tahun ajaran 2015/2016 pada Program Keahlian Analisis Kimia Diploma
Institut Pertanian Bogor. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di
Laboratorium SysLab pada tanggal 3 Februari 2014 sampai 3 Mei 2014.