mungkin ketika perusahaan tersebut dikelola oleh ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3301/3/bab...
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Agency Theory merupakan konsep yang menjelaskan hubungan
kontraktual antara principals dan agents. Dalam hal ini prinsipal adalah pemilik
atau pemegang saham, sedangkan yang dimaksud dengan agent adalah
manajemen yang mengelola perusahaan. Agency Theory menekankan akan
pentingnya pemisahan kepentingan antara principal dan agent. Di sini terjadi
penyerahan pengelolaan perusahaan dari principals kepada agents. Tujuan dari
pemisahaan pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar principal
memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien
mungkin ketika perusahaan tersebut dikelola oleh agent.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa hubungan
keagenan adalah sebuah kontrak antara menejer (agen) dengan investor (pemilik).
konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen
tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan pemilik. Sehingga, memicu biaya
keagenan (agency cost). Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab
untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dan sebagai imbalannya akan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian, terdapat dua
14
kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak
berusaha mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendaki.
Teori agensi juga menjelaskan tentang asimetri informasi, dimana manajer
memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan
pemilik (pemegang saham). Sehingga, manajer cenderung melakukan manipulasi
melalui manajemen laba untuk kepentingan pribadi. Konflik kepentingan antara
pemilik dan agen dapat dikurangi dengan adanya mekanisme pengawasan yang
dapat menyelaraskan kepentingan yang ada di dalam perusahaaan dengan
menerapkan good corporate governance (Hadi, 2011).
2. Harga Saham
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat
keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Menurut
Weston dan Brigham dalam Randy dan Juniarti (2013:305), harga saham
didefinisikan sebagai The price at which stock sells in the market. Sedangkan,
menurut Jogiyanto (2008) harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar
bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut ditentukan oleh pelaku pasar.
Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran
saham tersebut di pasar modal. Keown, et al., (2010) menjelaskan bahwa tujuan
utama perusahaan adalah memaksimalkan nilai, atau harga saham perusahaan.
Keberhasilan atau kegagalan keputusan manajemen hanya dapat dinilai
berdasarkan dampaknya pada harga saham biasa perusahaan. Saham adalah tanda
15
penyertaan atau tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha pada sebuah
perusahaan.
Dahlan (2005) mendefinisikan saham sebagai surat bukti atau tanda
kepemilikan bagian modal pada suatu perseroan terbatas. Sedangkan, menurut
Hanafi dan Halim (2009) saham merupakan klaim paling akhir urutannya atau
haknya. Bila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka kas yang ada dipakai
untuk melunasi utang terlebih dahulu, baru kemudian jika terdapat sisa, kas
tersebut digunakan untuk membayar pemegang saham. Wujud saham adalah
selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik
perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut.
Harga saham menurut Liestyana dan Handoyo (2009) adalah harga yang
terkandung dalam surat kepemilikan bagian modal berdasarkan penilaian pasar
yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di bursa efek. Sedangkan,
menurut Sartono (2014), harga saham pada prinsipnya adalah sebesar nilai
sekarang atau present value dari aliran kas yang diharapkan akan diterima. Jika
perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan
banyak diminati oleh banyak investor. Prestasi baik yang dicapai perusahaan
dapat dilihat di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan.
Menurut Kesuma (2009), harga saham adalah nilai nominal penutupan (closing
price) dari penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu
perusahaan atau perseroan terbatas yang berlaku secara reguler di pasar modal di
Indonesia.
16
Menurut Husnan (2005), penentuan harga saham yang seharusnya telah
dilakukan oleh setiap analis keuangan dengan tujuan untuk bisa memperoleh
tingkat keuntungan yang menarik. Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai
intrinsik suatu saham, dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat
ini saham tersebut. Nilai intrinsik menunjukkan present value arus kas yang
diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan adalah:
(1) Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai
undervalued (harganya terlalu rendah), dan karenanya seharusnya
dibeli atau ditahan apa saham tersebut telah dimiliki;
(2) Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai
overvalued (harganya terlalu mahal), dan karenanya seharusnya dijual;
(3) Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar
harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan.
Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham.
Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan
pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai
manajer ataupun komisaris di perusahaan. Para profesional inilah yang akan
menjaga kinerja perusahaan untuk tetap bekerja bagus dan baik. Hal ini penting
agar harga saham perusahaan tetap stabil.
Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran dan kondisi perusahaan
yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui baik-
buruknya kinerja keuangan suatu perusahaan dan mencerminkan prestasi dalam
17
periode tertentu. Oleh karena itu, dalam melakukan investasi, seorang investor
tentu akan menanamkan modalnya pada perusahaan yang mempunyai kinerja
keuangan yang baik. Kinerja keuangan yang baik menunjukkan bahwa
perusahaan dapat meningkatkan kekayaan bagi pemegang sahamnya.
Memaksimalkan kinerja operasional dan keuangan juga tidak dapat
dipisahkan dengan peran lingkungan eksternal perusahaan. Perusahaan yang
merupakan bagian dari lingkungan tentunya harus memiliki kepekaan dan
kepedulian terhadap publik, tidak hanya berfokus pada faktor finansial saja.
Keberadaan perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya selalu
memberikan dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
lingkungan eksternalnya. Oleh karena itu, perusahaan harus bertanggung jawab
atas dampak yang ditimbulkan tersebut. Penerapan tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate Social Responsibiliy-CSR) merupakan suatu bentuk
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksteralnya atas kegiatan operasional
perusahaan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Saham
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi harga saham, diantaranya
yaitu:
1. Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Handriyani (2013:2) menyatakan bahwa CSR merupakan satu
konsep akuntansi yang baru tentang transparansi dalam hal pengungkapan sosial
atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Transparansi
18
informasi yang diungkapkan tidak hanya berupa informasi keuangan perusahaan
saja, namun perusahaan juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai
dampak-dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh aktivitas
perusahaan. Hal ini pun tertuang dalam peraturan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Pasal 74 ayat (1) tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan
perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan segala sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
Menurut Hadi (2011:56), CSR merupakan sebuah gagasan dimana
perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single
bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam
kondisi keuanganya (financial) saja. Tetapi, tanggung jawab perusahaan juga
harus berpijak pada triple bottom line. Konsep triple bottom line merupakan
keberlanjutan dari konsep sustainable development (pembangunan berkelanjutan)
yang secara explisit telah mengaitkan antara dimensi tujuan dan tanggung jawab,
baik kepada shareholder (pemilik perusahaan) maupun stakeholder (publik
pemangku kepentingan). Konsep tersebut menunjukkan bahwa tanggungjawab
sosial perusahaan merupakan suatu bentuk tindakan yang berawal dari
pertimbangan etis perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi,
peningkatan kualitas hidup bagi karyawan dan keluarganya, serta peningkatan
kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas.
19
Menurut Carrol (1979) dalam Cecilia, dkk (2015:3) mengemukakan
konsep piramida CSR, yaitu yang terdiri dari: ekonomi, legal, etika dan filantropi.
Arti dari piramida tersebut adalah perusahaan yang terlibat dalam CSR akan
bekerja untuk membuat laba, mematuhi hukum, berperilaku etis dan menjadi
perusahaan yang baik. Menurut Elkington (1997) dalam Cecilia, dkk (2015:3)
mengemukakan bahwa konsep triple bottom line (people, profit, dan planet) yang
artinya bahwa agar perusahaan dapat mempertahankan keberlangsungannya maka
perlu memperhatikan 3P, yaitu tidak hanya profit, namun juga mampu
memberikan kontribusi kepada masyarakat (people) serta ikut aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet). Sehingga, perusahaan harus seimbang
dalam kegiatan sosial, ekonomi dan lingkungan.
Menurut Muliani, dkk (2014:4) menyatakan bahwa perusahaan semakin
menyadari pentingnya menerapkan program Corporate Social Responsibility
(CSR) sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Akuntabilitas dapat dipenuhi dan
asimetri informasi dapat dikurangi jika perusahaan melaporkan dan
mengungkapkan kegiatan CSR-nya ke para stakeholders. Dengan pelaporan dan
pengungkapan CSR, para stakeholders akan dapat mengevaluasi hasil
pelaksanaan CSR dan memberikan penghargaan/sanksi terhadap perusahaan
sesuai hasil evaluasinya.
Konsep pelaporan CSR digagas dalam Global Reporting Inisiative (GRI).
Dalam GRI Guidelines disebutkan bahwa perusahaan harus menjelaskan dampak
aktivitas perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial pada bagian
20
standard disclosures. Tiga dimensi tersebut kemudian diperluas menjadi 6
dimensi, yaitu: ekonomi dan sosial, lingkungan, praktek tenaga kerja, hak asasi
manusia, masyarakat, dan tanggungjawab produk, dimana di dalamnya terdapat
penjelasan sejumlah 79 item. 79 item ini terdiri dari: ekonomi: 9 item, lingkungan:
30 item, sosial: 40 item (terbagi dalam praktek tenaga kerja: 14 item, hak asasi
manusia: 9 item, masyarakat: 8, dan tanggung jawab produk: 9 item).
Menurut Wardoyo dan Veronica (2013:132) menyatakan pengungkapan
sosial yang dilakukan oleh perusahaan dalam laporan tahunan dapat diukur
dengan cara menghitung indeks pengungkapan sosial. Variabel Corporate Social
Responsibility (CSR) dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan variabel
dummy, yaitu:
(1) Score 0 : Jika perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar
pertanyaan.
(2) Score 1: Jika perusahaan mengungkapkan item pada daftar
pertanyaan.
Indeks pengungkapan sosial perusahaan dihitung melalui jumlah item yang
sesungguhnya diungkapkan perusahaan dengan jumlah semua item yang mungkin
diungkapkan. Indeks pengungkapan sosial perusahaan dapat dirumuskan sebagai
berikut (Wardoyo dan Veronica, 2013:137) :
Pengungkapan Sosial = Item yang diungkapkan oleh perusahaan x 100%
79 (item pengungkapan)
21
Namun, dalam penelitian ini difokuskan pada tujuh pengungkapan CSR
dalam bidang lingkungan yang akan diukur (Permanasari, 2010) yaitu :
1. Kebijakan Lingkungan
2. Sertifikasi lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL)
3. Rating (termasuk penghargaan dibidang lingkungan)
4. Energi (termasuk energi saving,total energi yang digunakan dan
sebagainya)
5. Pencegahan/pengolahan polusi (termasuk pengolahan limbah)
6. Dukungan pada konservasi lingkungan
7. Dukungan pada konservasi satwa
Sehingga, penghitungan nilai Indeks pengungkapan sosial perusahaan
dirumuskan sebagai berikut (Marius dan Masri, 2017) :
Pengungkapan Sosial = Jumlah Total Kategori 7 item pengungkapan
Untuk bisa mewujudkan bisnis secara berkelanjutan diperlukan adanya
pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh setiap perusahaan.
Program CSR dalam penelitian ini mengangkat tema lingkungan, karena
lingkungan sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Perusahaan manufaktur
sangat berhubungan dengan lingkungan karena polusi dan limbah yang
ditimbulkan dari proses produksi dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan manufaktur diharapkan peduli dan
22
berperan aktif terhadap lingkungan yang ada disekitarnya dengan cara
menerapkan CSR dalam bidang lingkungan.
2. Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Randy dan Juniarti (2013:306), corporate governance adalah
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pula
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan.
Menurut FCGI tujuan dari GCG adalah menciptakan nilai tambah untuk
stakeholder. FCGI juga berpendapat, apabila perusahaan menerapkan GCG, maka
keuntungan yang bisa didapatkan oleh perusahaan antara lain perusahaan lebih
mudah untuk mendapatkan tambahan modal sehingga cost of capital menjadi
lebih rendah, meningkatkan kinerja bisnis, dan mempunyai dampak yang baik
terhadap harga saham perusahaan.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang tertuang
dalam Pedoman Umum GCG Indonesia dalam Randy dan Juniarti (2013:306),
terdapat 5 asas atau prinsip yang menjadi pedoman dalam penerapan GCG yaitu
antara lain :
1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
23
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan. keterbukaan (transparency) maksudnya keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan.
2. Kemandirian (independency), yaitu suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan
dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
3. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan
dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Akuntabilitas (accountability) dapat juga
diartikan sebagai kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
4. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat.
Pertanggungjawaban (responsibility) adalah kesesuaian (kepatuhan)
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang
sehat serta peraturan yang berlaku.
24
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewajaran
(fairness), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdsarkan perjanjian serta
peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Wardoyo dan Veronica (2013:132) menyatakan indikator
mekanisme GCG yang digunakan adalah komisaris independen. Komisaris
independen merupakan semua komisaris yang tidak memiliki kepentingan bisnis
yang substansial dalam perusahaan. Independensi dewan komisaris diukur dari
prosentase komisaris independen terhadap total dewan komisaris yang ada.
Komisaris independen yang memiliki sekurang kurangnya 30% dari jumlah
seluruh anggota komisaris, berarti telah memenuhi pedoman GCG guna menjaga
independensi, pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat. Wardoyo dan
Veronica (2013:132) menyatakan indikator mekanisme GCG yang digunakan
adalah jumlah anggota dewan direksi dalam suatu perusahaan, yang ditetapkan
dalam jumlah satuan. Semakin banyak dewan komisaris maka mekanisme dalam
memonitoring manajemen akan semakin baik, tentunya kepercayaan para
pemegang saham juga akan semakin tinggi kepada perusahaan. Menurut Wardoyo
dan Veronica (2013:132) menyatakan bahwa indikator mekanisme GCG yang
digunakan adalah komite audit, komite audit diukur dengan anggota komite audit
25
yang dimiliki suatu perusahaan. Mekanisme CG terdiri dari mekanisme internal
dan mekanisme eksternal.
Mekanisme internal adalah cara dalam mengendalikan perusahaan dengan
menggunakan struktur dan proses internal meliputi rapat umum pemegang saham
(RUPS), komposisi dewan direksi dan dewan komisaris, pertemuan board of
director dan keberadaan komite audit. Mekanisme eksternalnya menggunakan
kualitas audit. Menurut Sameh M. Reda Reyad (2013), kualitas audit merupakan
salah satu dari mekanisme corporate governance. Di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dijelaskan
bahwa dalam menjalankan tugas pengawasan, dewan komisaris dapat membentuk
komite audit yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota dewan
komisaris. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komite audit merupakan
salah satu bagian dari mekanisme internal corporate governance dibawah
pengawasan dewan komisaris.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada beberapa peneliti sebelumnya. Hal ini
dilakukan guna menemukan perbedaannya dan menambahkan kekurangan dari
penelitian terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu tentang GCG dan CSR,
diantaranya yaitu:
1. Nita Ayu Widyasari, Suhadak, dan Achmad Husaini (2015) dengan judul
Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) dan Pengungkapan
26
Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Nilai Perusahaan (Studi
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Periode 2011-2013)
yang menyimpulkan bahwa GCG (komisaris independen) berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional
dan komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial dan kualitas auditor
eksternal berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai
perusahaan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pengungkapan CSR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
2. Cici Putri Dianawati dan Siti Rokhmi Fuadati (2016) dengan judul
Pengaruh CSR dan GCG Terhadap Nilai Perusahaan: Profitabilitas sebagai
Variabel Intervening. Penelitiannya menyimpulkan bahwa semua variabel
independen menimbulkan dampak yang signifikan terhadap nilai
perusahaan melalui profitabilitas (ROE) sehingga layak untuk digunakan
dalam penelitian. Hasil uji secara langsung maupun tidak langsung
menunjukkan variabel corporate social responsibility (CSR), good
corporate governance (GCG) dan profitabilitas berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan.
3. Sulistia Melani dan Wahidahwati (2017) dengan judul Pengaruh CSR dan
GCG Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas Sebagai Variabel
Moderating. Penelitiannya menyimpulkan bahwa (1) Pengungkapan
Corporate Social Responsibility berpengaruh positif dan signifikan terhadap
27
nilai perusahaan. (2) Penerapan Good Corporate Governance) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai. Jika perusahaan menerapkan sistem
GCG, akan meningkatnya kinerja perusahaan yang berdampak pada
meningkatnya harga saham perusahaan, (3) variabel control size tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar
belum bisa menjamin nilai perusahaannya tinggi, (4) Variabel control
leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Manajemen belum
dapat mengoptimalkan penggunaan hutang untuk meningkatkan nilai
perusahaan, (5) Pengungkapan Corporate Social Responsibility mampu
memoderasi pengaruh ROA pada nilai perusahaan hal ini mengindikasikan
bahwa nilai ROA akan tinggi, dan akan menarik perhatian para investor
untuk berinvestasi serta berpengaruh bagi peningkatan kinerja saham di
bursa efek, (6) Penerapan Good Corporate Governance mampu memoderasi
pengaruh ROA pada nilai perusahaan, (7) ROA mampu memediasi
pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan sedangkan ROA tidak
mampu memediasi pengaruh size terhadap nilai perusahaan.
4. Reny Dyah Retno M. dan Denies Priantinah (2012) dengan judul Pengaruh
Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Sosial
Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010). Penelitiannya
menyimpulkan bahwa 1) GCG berpengaruh positif terhadap Nilai
Perusahaan dengan variabel kontrol Size dan Leverage pada perusahaan
28
yang terdaftar di BEI periode 2007-2010 2) Pengungkapan CSR
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan dengan
variable kontrol Size, Jenis industri, Profitabilitas, dan Leverage pada
perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2010 3) GCG dan
Pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan pada
perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2010.
5. Maureen Erna Marius dan Indah Masri (2017) dengan judul Pengaruh Good
Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai
Perusahaan. Penelitiannya menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial
bepengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan. Komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.3. Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Pemikiran
2.3.1. Pengembangan Hipotesis
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat (1) tentang
Perseroan Terbatas dengan jelas menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan segala sumber daya alam
wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sehingga, laporan
CSR saat ini bukan lagi bersifat sukarela (voluntary) dimana suatu perusahaan
29
membantu mengatasi problem sosial dan lingkungan, melainkan bersifat wajib
(obligation) bagi perusahaan untuk peduli terhadap dan mengentaskan krisis
kemanusiaan dan lingkungan yang terus meningkat.
Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dengan pelaksanan Corporate
Social Responsibility, antara lain produk semakin disukai oleh konsumen dan
perusahaan diminati investor. Pelaksanaan CSR akan meningkatkan nilai
perusahaan dilihat dari harga saham sebagai akibat dari para investor yang
menanamkan saham di perusahaan. Menurut Nurlela dan Islahuddin (2008:63)
menyatakan bahwa dengan adanya praktik CSR yang baik, diharapkan nilai
perusahaan yang dilihat dari harga saham juga akan dinilai dengan baik oleh
investor.
Selain itu, menurut Siallagan dan Machfoedz (2010:143) Good Corporate
Governance juga merupakan suatu sistem yang dapat mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Sehingga, dapat memberikan peningkatan nilai
perusahaan (harga saham) kepada para pemegang saham. Tujuan corporate
governance adalah menciptakan nilai tambah bagi stakeholders. Manfaat
dari penerapan Good Corporate Governance dapat diketahui dari harga saham
perusahaan yang bersedia dibayar oleh investor. Penerapan GCG dapat didorong
dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven)
datang dari kesadaran dari individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktek
bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan
stakeholder dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat.
30
Sedangkan dorongan dari perusahaan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan
untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hasil penelitian Casario, et al (2015) menemukan bahwa GCG
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian
Rustiarini (2010) yang menyimpulkan bahwa pengungkapan corporate
governance juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu, penelitian
Siallagan dan Machfoedz (2006) juga menyimpulkan bahwa mekanisme
corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.3.1.1. Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap harga saham
perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017
Menurut Fridagustina (2014) Corporate Social Responsibility (CSR)
berpengaruh positif signifikan terhadap Nilai Perusahaan (harga saham).
Pengungkapan CSR oleh perusahaan akan memberikan respon positif bagi
investor yang nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini
juga didukung oleh penelitian Hariarti dan Rihatiningtyas (2015) yang
menyatakan bahwa meningkatnya pengungkapan CSR yang dilakukan oleh
Perusahaan, akan menciptakan citra yang baik terhadap perusahaan.
Sehingga, investor akan melihat hal ini sebagai hal yang positif untuk
berinvestasi di perusahan tersebut. Disamping itu, apabila perusahaan
manufaktur mampu memperhatikan pengelolaan lingkungannya, maka
keberadaan perusahaan tersebut akan direspon positif oleh masyarakat.
31
Sehingga, citra/image-nya meningkat yang akan diikuti dengan meningkatnya
nilai perusahaan. Sehingga, berdasarkan uraian di atas maka dapat
dirumuskan hipotesis pertama dalam penelitian ini, yaitu
H1 : Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap harga
saham perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017.
2.3.1.2. Good Corporate Governance (GCG) terhadap harga saham
perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017
Menurut Siallagan dan Machfoedz (2010:143) Good Corporate
Governance merupakan suatu sistem yang dapat mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Sehingga, dapat memberikan peningkatan nilai
perusahaan kepada para pemegang saham. Penerapan GCG juga dipercaya
dapat meningkatkan nilai perusahaan (harga saham). Corporate Governance
merupakan suatu sistem yang dapat mengatur dan mengendalikan
perusahaan, sehingga dapat memberikan peningkatan nilai perusahaan kepada
para pemegang saham. Penelitian Rustiarini (2010) menunjukkan bahwa
corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan (harga saham).
Hasil ini berarti bahwa penerapan good corporate governance telah
menuntun perusahaan untuk melaksanakan CSR dengan baik dan benar,
sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan menaikkan harga
sahamnya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis
kedua dalam penelitian ini, yaitu:
32
H2 : Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap harga
saham perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017
2.3.1.3. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Good Corporate
Governance (GCG) berpengaruh terhadap harga saham perusahaan
manufaktur di BEI periode 2015-2017
Saat ini, CSR sudah menjadi isu global yang fenomenal di dunia.
Dengan melakukan penerapan CSR di suatu perusahaan, maka diharapkan
perusahaan dapat lebih memperhatikan serta meminimalisir dampak-dampak
yang dapat merugikan pihak lain, bukan hanya untuk kepentingannya sendiri.
Berbagai masalah isu lingkungan banyak muncul di berbagai media, misalnya
perusahaan tambang batubara atau bahan bakar fosil yang aktivitasnya selalu
berkaitan dengan lingkungan. Banyaknya perusahaan tambang batubara di
wilayah Indonesia memberikan dampak positif dan negatif. Dampak
positifnya dapat memberikan lahan pekerjaan bagi masyarakat. Namun,
dampak negatif dari pertambangan, yaitu: semakin terbatasnya sumber daya
alam dan semakin banyaknya limbah yang dihasilkan sehingga akan
menrugikan semua pihak terutama masyarakat sekitar.
Dengan memiliki kinerja sosial dan lingkungan yang baik, otomatis
dapat menimbulkan kepercayaan dari investor, sehingga akan direspon positif
melalui peningkatan harga saham perusahaan yang bersangkutan dan para
33
investor bersedia memberikan premium yang lebih kepada perusahaan yang
memberikan transparansi atas pelaksanaan Good Corporate Governance
dalam laporan tahunan mereka (Ni Wayan Rustiani, 2010).
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) sangat dibutuhkan
untuk menjaga kepercayaan dan konsistensi masyarakat terhadap sebuah
perusahaan. Penerapan Good Corporate Governance semakin gencar
diterapkan semenjak munculnya skandal akuntansi di dunia, yaitu kasus
Enron, dan Worldcom yang melibatkan para akuntan. Sehingga, kondisi ini
menuntut adanya penerapan GCG yang baik dan benar untuk dapat
memperbaiki kinerja keuangan perusahaan. Beberapa hal yang dapat
mendukung terbentuknya GCG dengan baik dan benar, antara lain, yaitu:
mencegah dan meminimalisir praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme
(KKN), meningkatkan kedisiplinan anggaran, mendayagunakan pengawasan,
serta mendorong efisiensi pengelolaan di dalam perusahaan.
Pelaksanakan GCG juga harus didukung oleh seluruh organ yang ada
di dalam perusahaan itu sendiri, seperti: Dewan Komisaris yang akan
mengawasi kinerja dari manajer perusahaan, Komite Audit sebagai perantara
antara auditor internal dan eksternal agar sesuai hukum dan peruturan yang
berlaku, dan Kepemilikan institusional untuk mengawasi perusahaan dengan
saham yang dimilikinya, serta komite-komite lainnya yang membantu dalam
penerapan Good Corporate Governance. Berdasarkan uraian di atas maka
dapat dirumuskan hipotesis ketiga dalam penelitian ini, yaitu:
34
H1
H2
H3
H3 : Corporate Social Responsibility (CSR) dan Good Corporate
Governance (GCG) berpengaruh terhadap harga saham perusahaan
manufaktur di BEI periode 2015-2017
2.3.2. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian teori di atas, maka akan dibuatkan kerangka pemikiran
serta penurunan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini. Kerangka
pemikirannya, yaitu:
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Corporate Social Responsibilty (CSR)
X1
Good Corporate Governance (GCG)
X2
Harga SahamY