multi stakeholder forum (msf): strategi pelibatan masyarakat untuk

15
1 Policy Paper Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan di Tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan USAID - KINERJA, JUNI 2015

Upload: vothuan

Post on 30-Dec-2016

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

1

Policy Paper

Multi Stakeholder Forum (MSF):

Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan

di Tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan

USAID - KINERJA, JUNI 2015

Page 2: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

2

PENDAHULUAN

Peningkatan pelayanan publik di unit-unit layanan merupakan mandat bagi pemerintah daerah

yang diamanatkan dalam berbagai perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 25 tahun

2009 tentang Pelayanan Publik, dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 63/KEP/M.PAN/ 7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Di

bidang kesehatan, penyediaan pelayanan publik yang memadai merupakan bentuk dari tanggung

jawab pemerintah dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi

penyelenggaraan pelayanan kesehatan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas,

peran serta masyarakat dalam memastikan pelayanan publik diselenggarakan dengan baik, juga

diatur dengan tegas. Sehingga jelaslah di sini bahwa kedua sisi, baik penyedia maupun pengguna

layanan, sama-sama memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Program Kinerja dengan dukungan dari USAID selama hampir lima tahun terakhir ini, telah

memperkenalkan program bantuan teknis untuk peningkatan pelayanan publik di bidang kesehatan

dan pendidikan di 24 kabupaten/kota di lima provinsi di Indonesia yaitu Aceh, Jawa Timur,

Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Pemberian bantuan teknis ini difokuskan pada

kedua sisi yaitu penyedia layanan (supply side) dan pengguna layanan (demand side). Bantuan ini

dimaksudkan agar unit pelayanan dapat menyelenggarakan pelayanan publik secara transparan,

partisipatif dan akuntabel untuk mencapai standar-standar pelayanan (SPP, SPM dan standar

nasional) yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Intervensi di bidang kesehatan yang telah dilakukan adalah khususnya bidang Kesehatan Ibu dan

Anak (KIA) dengan memperkuat tata kelola pelayanan Puskesmas bagi penyedia layanan, dan

mengembangkan forum multi pihak (MSF-Multi Stakeholder Forum) untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam perbaikan tata kelola pelayanan puskesmas (sisi pengguna). Penguatan untuk

pengguna layanan bertujuan untuk memastikan agar masyarakat selaku pengguna layanan,

memahami hak-haknya dalam pelayaanan publik, seperti hak untuk mendapatkan informasi, hak

mendapatkan pelayanan, hak berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan, hak untuk memonitor,

dan lain-lain. Dengan pemahaman yang baik tentang hak-hak dan kewajibannya untuk pelayanan

publik, kedua pihak -masyarakat dan penyedia layanan- diharapkan dapat membangun kemitraan

dalam peningkatkan kualitas pelayanan yang berkelanjutan.

Setelah Kinerja menerapkan pendekatan ini dalam kurun waktu antara 3-4 tahun (Papua baru

diintervensi pada tahun 2013), perbaikan pelayanan terjadi secara signifikan di unit-unit layanan.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi di puskesmas, lebih dari 80% Janji Perbaikan Pelayanan

(JPP) yang merupakan respon puskesmas atas survey pengaduan, telah berhasil dipenuhi.

Pencapaian ini telah meningkatkan kualitas pemberian layanan di puskesmas misalnya tersedianya

alur pelayanan, petugas kesehatan semakin ramah, ruang tunggu puskesmas lebih nyaman, toilet

lebih bersih dan memadai, ada kejelasan waktu pelayanan, dan seterusnya. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa metode survey pengaduan cukup berhasil untuk mendorong perbaikan pelayanan

di puskesmas dengan partisipasi aktif dari masyarakat.

Page 3: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

3

Salah satu aspek yang sangat penting yang menentukan keberhasilan di atas adalah keterlibatan

masyarakat yang sudah terorganisir dalam MSF baik MSF di tingkat unit layanan, maupun di tingkat

kabupaten/kota. MSF yang diperkuat ini, ada yang merupakan forum yang baru dibentuk saat

intervensi program, ada juga yang merupakan forum para pihak yang telah ada sebelumnya.

Mereka terlibat dalam survey sejak awal, mulai dari penyusunan kuesioner melalui pengumpukan

pengaduan, pelaksanaan survey, sampai pada tahap mengawal dan memonitor pelaksanaan Janji

Perbaikan Layanan (JPP) oleh Puskesmas serta rekomendasi teknis (RT) oleh Dinas Kesehatan.

Pengalaman KINERJA dalam pengembangan dan pelaksanaan kerja-kerja MSF tersebut yang

dituangkan dalam dokumen ini, diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyempurnaan Draft

Peraturan Presiden (Perpres) tentang Badan Pertimbangan Kesehatan (BPK) sesuai UU Kesehatan.

Pada sisi lain, terbitnya UU No 25 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Publik perlu peran

partisipasi masyarakat tidak sekedar ikut serta tetapi turut mengawasi pelayanan yang diberikan

oleh penyelenggaran pelayanan. Secara khusus rekomendasi ini akan lebih menekankan pada

mengapa model kemitraan yang menjadi semangat forum multi-pihak ini cukup berhasil,

bagaimana proses, hasil, dan tantangannya. Model pengembangan MSF hasil program Kinerja ini

diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau model untuk pengembangan BPK di tingkat

kabupaten/kota sampai tingkat unit layanan yang merupakan mandat penting dari UU No. 36/2009

tentang Kesehatan.

RINGKASAN SITUASI KETERLIBATAN MASYARAKAT

Potret umum permasalahan tata kelola pelayanan publik di bidang kesehatan dasar di Indonesia

khususnya di kabupaten/kota dimana Kinerja melakukan intervensi, adalah masih rendahnya

partisipasi masyarakat dalam mendukung perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan, yang

berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan kepada pengguna layanan. Hal inilah yang menjadi

landasan, mengapa rekomendasi kebijakan ini diusulkan. Rendahnya partisipasi masyarakat ini

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

a. Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya mereka terlibat dalam proses

pembangunan daerah. Walaupun proses pelibatan itu telah diupayakan pemerintah,

misalnya melalui Musrenbang, namun perwakilan masyarakat yang terlibat dalam

musrenbang ini juga masih terbatas jumlahnya. Partisipasi masyarakat yang saat ini ada,

masih prosedural sifatnya, yaitu hanya kehadiran secara fisik tapi tidak memberikan

masukan secara aktif sehingga partisipasinya belum bermakna.

b. Partisipasi masyarakat bersifat pasif, sering diterjemahkan sebagai pengikut rekomendasi

atau membantu tenaga kesehatan. Misalnya, keterlibatan dalam penyelenggaraan

Posyandu dianggap sebagai partisipasi.

c. Bagi penyedia layanan, partisipasi aktif masyarakat terkadang masih dilihat sebagai

“ancaman”. Proses keterlibatan masyarakat adalah pendekatan baru dalam tata

pemerintahan kita. Partisipasi masyarakat selama ini masih berbentuk pemberian saran

melalui kotak saran di unit layanan, dan melibatkan perwakilan masyarakat secara terbatas

Page 4: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

4

dalam lokakarya perencanaan regular puskesmas (3 bulanan). Namun hal ini pun belum

terlalu dirasakan hasilnya untuk perbaikan tata kelola pelayanan.

d. Meski UU tentang Kesehatan yang baru telah menjamin partisipasi masyarakat, namun

peraturan pelaksanaannya yang belum tersedia, membuat Dinas Kesehatan di

kabupaten/kota dan unit layanan belum menerapkan hal ini secara optimal.

KEBIJAKAN TERKAIT PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Landasan hukum nasional

Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, ada dua Bab yang mengatur tentang partisipasi

masyarakat yaitu Bab XVI tentang Peran Serta Masyarakat (pasal 174) dan Bab XVII tentang Badan

Pertimbangan Kesehatan (pasal 175-177). Pasal 174 secara eksplisit menyatakan bahwa: (1)

Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk

dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dan (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif.

Sementara dalam 3 pasal berikutnya tentang Badan Pertimbangan Kesehatan (BPK), disebutkan

bahwa BPK merupakan badan independen, yang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang di bidang

kesehatan (Pasal 175). Pasal ini secara implisit merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk

berpartisipasi dalam memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang program-program

kesehatan, mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan.

Menurut pasal 177 UU tentang Kesehatan ini, peran BPK adalah membantu pemerintah dan

masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Sementara tugas

dan kewenangan yang dimandatkan adalah:

a. menginventarisasi masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang

relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan;

b. memberikan masukan kepada pemerintah tentang sasaran pembangunan kesehatan selama

kurun waktu 5 (lima) tahun;

c. menyusun strategi pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan kesehatan;

d. memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber

daya untuk pembangunan kesehatan;

e. melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua sumber agar

pemanfaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan;

f. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan; dan

g. merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan

pembangunan kesehatan yang menyimpang.

Kebijakan lain yang menjamin keterlibatan publik dalam perbaikan pelayanan adalah UU No. 25

tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya dalam pasal 19 poin c yang menyatakan bahwa

Page 5: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

5

masyarakat berkewajiban untuk berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai salah satu layanan publik yang utama, pelayanan

kesehatan sangat penting membuka ruang partisipasi publik dalam pelaksanaannya, untuk

meningkatkan kualitas pelayanannya.

PENGALAMAN INTERVENSI KINERJA UNTUK PENGUATAN PARTISIPASI

MASYARAKAT

Rendahnya partisipasi masyarakat berdampak pada kualitas pelayanan. Mengacu pada fakta di

atas, dan adanya landasan hukum terkait pelibatan masyarakat dalam perbaikan pelayanan publik,

maka Kinerja mengembangkan program perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan dengan

partisipasi masyarakat. Untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat, metode yang telah dilakukan

adalah melaksanakan Survey Pengaduan Masyarakat di 73 Puskesmas mitra. Secara singkat,

intervensi Kinerja untuk peningkatan partisipasi masyarakat dilakukan dalam proses sebagai

berikut:

Inisiasi pembentukan MSF MSF adalah sebuah wadah atau forum bagi para pemangku kepentingan untuk bertemu,

berkomunikasi dan membicarakan serta menanggapi sesuatu sebagai upaya untuk mencapai tujuan

bersama, yaitu berperan dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Proses ini umumnya

dilakukan pada tahap awal setelah sosialisasi kegiatan kepada seluruh pemangku kepentingan.

Memperkuat/menginisiasi MSF di tingkat unit layanan dan

Kabupaten/Kota

Membangun komunikasi dan meminta komitmen pemerintah

daerah untuk pelaksanaan survey pengaduan (Penataan Awal)

Melakukan lokakarya pengelolaan pengaduan

Melakukan survey pengaduan Melakukan lokakarya analisis

penyebab pengaduan dan menyusun rencana tindak nyata

Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Perbaikan Layanan,

dan kebijakan tentang KIA

Melakukan advokasi kebijakan untuk memastikan rekomendasi

hasil monev ditindaklanjuti

setelah proses ini selesai, maka siklus bisa dimulai lagi dari awal tetapi sudah pada tingkatan yang lebih tinggi

Page 6: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

6

Dalam konteks UU tentang Kesehatan, peran dan fungsi Badan Pertimbangan Kesehatan

sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 177, memiliki kesamaan dengan peran dan fungsi MSF

yang telah dikembangkan oleh Kinerja selama ini.

Berdasarkan pengalaman dalam pengembangan MSF di 24 kab/kota, Kinerja mengembangkan dan

memperkuat MSF di dua level, yaitu di tingkat unit layanan (Puskesmas) dan di tingkat

Kabupaten/Kota. Untuk menjalankan perannya secara optimal, MSF memiliki tugas dan fungsi

sebagai berikut1:

Tugas Fungsi

a) Mengupayakan agar MSF dapat menjadi pusat informasi masyarakat tingkat kabupaten/kota.

b) Memfasilitasi jaringan komunikasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota.

c) Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait dengan isu tentang pengelolaan puskesmas.

d) Merevitalisasi institusi adat atau forum yang telah ada.

e) Menjadi alat pendidikan kritis warga atau media pembelajaran (learning center) di tingkat kab/kota.

f) Menjadi solidarity makers (warga dan forum-forum) di tingkat kab/kota.

g) Memantau pelayanan pendidikan dan mengawal kepentingan warga.

h) Advokasi kebijakan untuk perbaikan layanan pendidikan.

i) Mendorong adanya kompetisi positif dan sehat dalam peningkatan layanan.

a) Memfasilitasi penyadaran dan pengorganisasian masyarakat, khususnya basis organisasi partisipan forum.

b) Mendukung penyediaan wahana komunikasi dan jejaring inter dan antar anggota organisasi partisipan forum.

c) Memberikan tempat untuk melakukan tukar pikiran, berbagi informasi dan konsultasi tentang kinerja pengelolaan pelayanan publik.

d) Memudahkan proses pemantauan capaian kinerja pelayanan publik di bidang kesehatan.

e) Menyediakan wahana untuk merumuskan strategi dan melakukan aksi-aksi advokasi untuk perubahan kebijakan dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan publik.

Meski secara umum mereka memiliki tugas dan fungsi yang hampir sama, namun MSF di kedua

level ini juga memiliki kekhususan fungsi masing-masing. MSF di tingkat unit layanan berfungsi

sebagai tim pelaksana peningkatan pelayanan publik (sesuai PermenPAN 13/2009) di mana tim ini

bertugas melakukan perbaikan atas pengaduan yang disampaikan masyarakat, sekaligus memantau

upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh Puskesmas secara periodik yang dimulai minimal enam

bulan setelah JPL ditandatangani. Selain itu, MSF di tingkat unit layanan merupakan mitra terdekat

Puskesmas dalam mendiskusikan permasalahan yang dihadapi di puskesmas dan merumuskan

solusinya termasuk mengelola saran/keluhan yang diterima puskesmas melalui Kotak

Saran/Pengaduan. Sementara MSF di tingkat kabupaten/kota berfungsi sebagai tim advokasi yang

juga dikenal dengan nama tim peningkatan pelayanan publik di mana mereka bertugas memonitor

pelaksanaan Rekomendasi Teknis (RT) oleh Dinas Kesehatan atau SKPD lain sesuai dengan

rekomendasi hasil survey pengaduan. Selain itu, mereka juga aktif terlibat dalam memonitor

kebijakan kesehatan di tingkat daerah dan mendiskusikan temuan-temuan mereka dengan Dinas

Kesehatan untuk mendapatkan solusinya.

1 Modul Pengembangan Forum Multi Stakeholder dalam upaya peningkatan pelayanan public yang berbasis standard

dan responsif gender, Seri hikmah pembelajaran dari USAID-Kinerja, 2014 (belum dipublikasi).

Page 7: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

7

Pengembangan dan perekrutan anggota MSF2

Berdasarkan pengalaman Kinerja, pengembangan MSF perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar

penetapan peran dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pelayanan publik dapat dilakukan

dengan tepat dan benar. Kinerja senantiasa mendorong untuk memperkuat forum yang relevan

yang telah ada. Kecuali jika sama sekali belum ada, maka baru melakukan inisiasi pembentukan

forum baru. Dalam konteks daerah yang belum memiliki forum yang relevan, maka pembentukan

MSF akan diawali dengan identifikasi para pihak yang berkepentingan oleh fasilitator.

Identifikasi para pihak yang relevan merupakan elemen kunci yang sangat penting. Proses ini

merupakan proses awal, bersamaan dengan upaya membangun kepercayaan dari semua

komponen masyarakat dan mensosialisasikan program atau kegiatan advokasi yang akan dilakukan.

Setelah para pihak ini terindentifikasi, maka dimulailah proses sosialisasi tentang peran dan

aktivitas MSF dalam perbaikan pelayanan publik. Tujuannya agar masyarakat sadar dan mau

mengambil bagian di dalam forum ini. Dalam proses sosialisasi ini, secara langsung fasilitator dapat

melakukan analisis terhadap pihak-pihak mana yang dapat dijadikan sebagai kelompok utama. Dari

proses ini, tahap selanjutnya dapat dilanjutkan dengan pembentukan forum secara lebih terstruktur

meski sederhana.

Beberapa pengalaman KINERJA dalam menentukan kriteria anggota MSF adalah orang yang

memiliki pengaruh, bersedia bekerja untuk masyarakat (fase aktualisasi dan kader), punya waktu

(pensiunan dan akifis atau kader), dan pensiunan dari kesehatan yang integritasnya diakui oleh

komunitas bidang kesehatan dan masyarakat lainnya.

Pihak-pihak yang bisa menjadi anggota MSF di 2 level MSF ini adalah sebagai berikut: MSF tingkat Unit Layanan MSF tingkat Kabupaten/Kota

Unsur keanggotaan MSF di Puskesmas minimal mencakup perwakilan dari:

1. Pengguna pelayanan di unit layanan.

2. Pengurus PKK dan organisasi perempuan

setempat.

3. Organisasi keagamaan/kemasyarakatan di

wilayah cakupan kerja unit layanan mis. Karang

Taruna, Majelis Taklim, dll

4. Bidan, mantri, petugas kesehatan lainnya di

sekitar unit layanan.

5. Organisasi profesi terkait seperti IBI, IDI, dll.

6. Kader-kader kesehatan (Posyandu, Gizi, dll).

7. Perwakilan puskesmas.

Unsur keanggotaan MSF di Kab/Kota minimal mencakup perwakilan dari:

1. Pengurus MSF di tingkat unit layanan.

2. Pengurus PKK Kabupaten/kota.

3. LSM lokal.

4. Organisasi social kemasyarakatan/ keagamaan

setempat.

5. Organisasi profesi terkait seperti IBI, IDI, dll.

6. Pihak swasta (perusahaan).

7. Media local.

8. Perwakilan dari SKPD Kesehatan.

9. Biro pemberdayaan perempuan.

10. Dll.

Setelah berhasil mendapat kepercayaan masyarakat dan pemerintah lokal, baru dilakukan

pembentukan MSF dengan membahas visi, misi, tujuan serta struktur MSF. Selanjutnya dilakukan

pemilihan pengurus sesuai struktur yang telah disepakati, dan diakhiri dengan pembuatan Surat

2 Ibid.

Page 8: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

8

Keputusan (SK) atau Berita Acara (BA) pembentukan MSF. SK atau BA ini dapat dibuat oleh

pengurus MSF itu sendiri, dan lebih baik lagi jika dikeluarkan oleh pemerintah setempat. Jika MSF

disahkan oleh SK Bupati/Walikota, maka MSF tersebut dapat berfungsi seperti Dewan Kesehatan

atau BPK. Keberadaan SK/BA akan mempermudah mereka melakukan kegiatan dan dianggap

memberi legitimasi atas program dan kegiatan advokasi yang akan mereka lakukan ke depannya.

Jika MSF tidak mendapatkan SK kepengurusan dari pemerintah setempat, maka mereka dapat

menggunakan BA yang sudah ada sebagai bukti kepengurusan. Ada juga yang mengesahkan BA

Pembentukan MSF di hadapan notaris, untuk mendapatkan status legal sebagai forum.

Proses di atas ini penting mendapatkan perhatian, utamanya dalam konteks pembentukan BPK

Daerah, agar siapapun yang terlibat menjadi anggota dan pengurus BPKD, adalah mereka yang

memahami alasan keberadaan forum/badan tersebut dan juga memiliki komitmen yang tinggi

untuk menjalankan perannya secara optimal.

Sejumlah kabupaten/kota mitra telah memperlihatkan keberhasilan dan potensi keberlanjutan

dalam pengembangan MSF ini baik di tingkat kabupaten/kota maupun puskesmas. Keberlanjutan

ini karena didukung oleh keterlibatan berbagai unsur, termasuk pihak swasta dan Dinas Kesehatan

dalam forum, sehingga mereka tidak lagi berposisi vis a vis dengan pemerintah, namun

berkolaborasi secara kritis dalam mengupayakan perbaikan pelayanan kesehatan di daerahnya.

Struktur kelembagaan

Struktur kelembagaan yang dikembangkan oleh MSF di daerah sangat bervariasi tergantung

kebutuhan masing-masing daerah. Secara umum, struktur MSF tidak terlalu jauh berbeda dengan

forum-forum lain yang sudah ada, khususnya untuk daerah yang baru membentuk forum baru,

bukan memperkuat institusi yang sudah ada. Unsur-unsur dalam struktur kepengurusan MSF ini

setidaknya terdiri dari:

1. Koordinator

2. Sekretaris

3. Bendahara

4. Koordinator dan anggota bidang.

Penyusunan struktur yang baru bagi forum atau wadah sejenis yang sudah ada, tidak diperlukan

karena telah memiliki struktur yang sudah ditetapkan. Dalam konteks ini, yang perlu dilakukan

adalah menambahkan tugas dan fungsi advokasi untuk isu kesehatan yang menjadi fokus

perbaikan.

Yang harus diperhatikan dari struktur ini adalah kompleksitas maupun kesederhanaan struktur

harus disesuaikan dengan mandate utama yang akan dijalankan melalui misi yang dijabarkan dalam

program/kegiatan utama. Dengan demikian, struktur yang disusun disesuaikan kebutuhan program

MSF tersebut. Di beberapa kabupaten/kota dampingan Kinerja, sturuktur organisasinya lebih

lengkap seperti struktur Forum Sekadau Sehat dan Cerdas berikut ini:

Page 9: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

9

Pengarah : Bupati Sekadau : Wakil Bupati Sekadau Penanggung jawab : Sekretaris Daerah Kabupaten Sekadau Ketua Umum : H. Zulkifli, S.Pd.I, S.AP, M.Pd Ketua 1 (Bidang Kesehatan) : Kristina, SPd.SD (Ketua GOW Kab Sekadau) Ketua 2 (Bidang Pendidikan) : Petrus Kanisius, S.Pd (Dewan Pendidikan Kab Sekadau) Sekretaris : Teresia Lili, SH (Kabid Sosbud Bappeda Kab Sekadau) Bendahara : drg. Elsa Setyaningsih (Kabid Kesga DinKes Kab. Sekadau) Bidang – Bidang: Bidang Penyuluhan, Mediasi dan Publikasi Koordinator : Fitriani, SKM (Kasi Promkes Dinkes Kab Sekadau) Anggota :

Fatimah, A.Md.Keb (Ketua IBI Kab Sekadau) Hs. Bruno, SKM (Kepala Kantor KBP3A Kab Sekadau) Wahab, A.Md, Pd (Dinas Dikpora Kab. Sekadau) Abdul Sukri, ST (Wartawan Suara Kalbar) Drs. Nico Bohot (Radio Dermaga Sekadau)

Bidang Pengaduan Masyarakat Koordinator : Muhdlar, S.Pd.i, MM (Ketua MUI Kab Sekadau) Anggota :

Sumini, AMd.Keb (Kasi Kesga Dinkes Kab Sekadau) Thomas Bunsu (Dewan Pendidikan Kab. Sekadau)

Bidang Advokasi dan Kelembagaan Koordinator : Subhan, S.Sos, M.Si (Kabag. Hukum dan HAM Setda Kab Sekadau) Anggota :

Drs. M. Taufik (Kepala Kantor Kemenag Kab Sekadau) Kristianus Jipalis, S.Pd (Dinas Dikpora Kab. Sekadau) H. Edy Abdullah (Kasi Gizi Dinkes Kab Sekadau)

Forum Kecamatan: Forum Sekadau Sehat & Cerdas Kec. Sekadau Hilir.

Koordinator : Paulus Lion, BA (Tokoh Masyarakat) Sekretaris : Ida Jumiati, S.Sos, M.Si (Aisyiyah Sekadau)

Forum Sei Ayak Sehat & Cerdas

Koordinator : Jumadi (Kepala Desa) Sekretaris : Sira Bunga (Sekretaris TP PKK Kec. Belitang Hilir)

Forum Peduli Masyarakat Sekadau Hulu

Koordinator : Patricia Agustina (Ketua TP-PKK Kecamatan Sekadau Hulu) Sekretaris : Hj. Nurhayati (Badan Kontak Majelis Taklim/BKMT) Kec Sekadau Hulu

Partisipasi MSF dalam upaya perbaikan pelayanan Kesehatan melalui

Survey Pengaduan Sebagai bagian dari upaya untuk mendorong perbaikan pelayanan di Puskesmas, MSF terlibat aktif

di dalamnya melalui pengelolaan pengaduan masyarakat. Salah satu metode yang digunakan oleh

Kinerja adalah melalui Survey Pengaduan yang diatur dalam PermenPAN No. 13 tahun 2009 tentang

Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat (disingkat

Kataliparkat) yang dikenal dengan Survey Pengaduan. Pelibatan masyarakat dalam hal ini juga

merupakan mandat dari UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Survey pengaduan ini terdiri

dari 5 langkah utama yaitu (1) penataan awal yaitu membangun komitmen dan dukungan kebijakan

penyedia layanan untuk survey, (2) lokakarya pengelolaan pengaduan untuk menghasilkan

kuesioner secara partisipatif, (3) pelaksanaan survey pengaduan, (4) lokakarya analisis penyebab

pengaduan dan penyusunan rencana tindak nyata, yang akan dituangkan dalam JPP dan

Rekomendasi Teknis (RT) dan, (5) monitoring dan evaluasi, untuk melihat pelaksanaan JPP dan RT.

Page 10: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

10

Di wilayah kerja Kinerja, Survey Pengaduan ini telah dilakukan di 73 Puskemas mitranya yang

berlokasi di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yg tujuannya adalah untuk mengumpulkan pengaduan

masyarakat tentang hal-hal yang selama ini dirasakan kurang oleh masyarakat dalam proses

pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dari proses itu, terbukti bahwa Suvey Pengaduan ini mampu

meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat terhadap kualitas pelayanan di Puskesmas

mitra Kinerja. MSF sangat berperan dalam survey pengaduan, mulai sejak awal dalam penyusunan

kuesioner melalui lokakarya pengelolaan pengaduan sampai memonitor pemenuhan JPP dan RT.

Minimal 6 bulan setelah JPP dan RT ditandatangani, maka MSF di masing-masing level – yaitu MSF

unit layanan (di tingkat Puskesmas) melakukan monitoring dan verifikasi pelaksanaan JPL, dan MSF

di tingkat kabupaten/kota bertugas memantau pelaksanaan RT oleh Dinas. Dari hasil monitoring ini,

diperoleh beberapa rekomendasi lanjutan untuk terus meningkatkan pelayanan di puskesmas.

Advokasi dan Monitoring kebijakan Untuk memastikan bahwa pemerintah daerah dan unit layanan berkomitmen pada perbaikan

pelayanan secara berkelanjutan, MSF melakukan berbagai kegiatan advokasi seperti audiensi dan

lobby ke Dinas Kesehatan, Bupati/Walikota, dan DPRD. Advokasi ini bertujuan untuk mendapatkan

komitmen jaminan keberlanjutan perbaikan pelayanan kesehatan agar dituangkan dalam kebijakan

dan anggaran daerah yang akan datang. Selain itu, advokasi ini juga mendorong pemerintah daerah

mengadopsi metode survey pengaduan sebagai pendekatan untuk perbaikan pelayanan public

karena telah terbukti mampu menghasilkan perbaikan di unit-unit layanan.

Pelaksanaan advokasi ini dilakukan sesuai kebutuhan masing-masing daerah dan unit layanan

khususnya sehingga ada yang dilakukan secara regular yaitu setelah proses monitoring atas

pelaksanaan JPP dan RT serta kebijakan KIA khususnya tentang IMD, Asi Eksklusif dan Persalinan

Aman, namun ada juga yang dilakukan secara insidental. Hasil monitoring JPP-RT biasanya

dilakukan minimal 6 bulan setelah ditandatangani, dan monitoring Perbup/Perwali/Perwako

tentang KIA dilakukan paling cepat 1 tahun setelah peraturan tersebut disahkan. MSF

menyampaikan hasil monitoring tersebut dalam bentuk kompilasi hasil monitoring dan/atau berupa

rekomendasi kebijakan yang secara khusus menekankan pada isu tertentu yang merupakan temuan

utama dari hasil monitoring tersebut. Rekomendasi-rekomendasi kebijakan ini mencakup perbaikan

tata kelola pelayanan, juga untuk mendorong peningkatan fasilitas pendukung pelayanan seperti

pengadaan/penambahan ruang pelayanan, air bersih, dan seterusnya.

Terhadap hal ini, sejumlah kabupaten/kota telah memberikan respon positif, dengan

menganggarkan dalam APBD sejumlah rekomendasi yang diusulkan baik dalam APBD tahun

berikutnya, atau dalam perubahan APBD tahun berjalan. Misalnya di Sambas, Bener Meriah, Kota

Probolinggo, dsb, pemerintah daerahnya menindaklanjuti rekomendasi yang diajukan dengan

melakukan survey pengaduan secara mandiri di puskesmas lainnya di wilayan kabupaten/kota

masing-masing.

Page 11: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

11

Potensi keberlanjutan MSF dan tantangannya

Sumber Pendanaan MSF

Ada berbagai variasi sumber pembiayaan kegiatan MSF di tingkat kabupaten/kota mitra. Sebagian

dari MSF, membiayai kegiatan sendiri setelah program Kinerja berakhir. Dalam arti, mereka

membuka ruang kerja sama dengan berbagai pihak termasuk perusahaan swasta, media local,

untuk bekerja sama mendukung upaya-upaya advokasi yang mereka lakukan demi perbaikan

pelayanan publik. Contoh daerah yang memiliki pembiayaan sendiri adalah Forum Peduli Pelayanan

Publik Bengkayang, MSF Pendidikan Singkawang, MSF Kota Makasar, Bulukumba Forum, KPP

Jember, MSF Pendidikan Probolinggo, dan lainnya. Mereka melakukan pertemuan dan membiayai

kegiatan mereka dengan membangun kerja sama dengan pihak lain seperti media, perusahaan

daerah (Jember), dst.

Namun sebagian MSF khususnya yang SK Pembentukannya disahkan oleh pemerintah daerah baik

Bupati/Walikota atau Kepala Dinas Kesehatan, mendapatkan dukungan dana dari pemerintah

daerah atas kegiatan-kegiatan yang mereka rencanakan seperti MSF Pendidikan dan MSF

Kesehatan di Bener Meriah (keduanya belakangan menjadi Majelis Pendidikan Daerah dan Majelis

Kesehatan Daerah), Forum Sekadau Sehat dan Cerdas, Dewan Kesehatan Aceh Singkil, dan lainnya.

Keberlanjutan MSF sangat dipengaruhi oleh pendanaan ini karena dengan dukungan pendanaan

atas kegiatan yang dilakukan, aktifitas MSF lebih lancar.

Faktor pendukung dan tantangan

Beberapa hal yang dapat disebutkan sebagai faktor pendukung keberhasilan dalam pengembangan

MSF di kabupaten/kota setidaknya antara lain:

1. Keterbukaan dan kesediaan pemerintah kabupaten/kota dalam melibatkan masyarakat

dalam proses perbaikan pelayanan publik. Agenda reformasi tata pemerintahan dan

birokrasi yang telah memungkinkan terbuka adannya kesempatan secara luas bagi

masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan secara bebas dan terencana.

Misalnya, dengan adanya Musrenbang dari tingkat desa, telah memberikan pembelajaran

dan membuka kesempatan untuk masyarakat berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Proses partisipasi ini menjadi pembelajaran bersama baik bagi supply side maupun demand

side.

2. Adanya orang-orang kunci dari tokoh masyarakat yang sudah memiliki kesadaran dan

pengetahuan tentang pentingnya mereka terlibat dalam perbaikan pelayanan. Mereka inilah

yang menjadi motor penggerak masyarakat lainnya untuk terlibat.

3. Pendidikan publik melalui media massa dan pendidikan kritis di tingkat basis. Banyaknya

pengetahuan dan informasi yang mereka terima dari media massa, proses pendidikan publik

yang diselenggarakan oleh banyak organisasi di tingkat basis, dan juga intervensi program-

program pemerintah yang mewajibkan keterlibatan masyarakat secara massif telah

berkontribusi dalam hal ini.

4. Tersedianya berbagai kebijakan perundang-undangan mulai dari tingkat nasional seperti

misalnya UU Pelayanan Publik, PermenPAN tentang Peningkatan Pelayanan Publik dengan

Page 12: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

12

Partisipasi Masyarakat. Keberadaan kebijakan ini sangat memperkuat proses partisipasi

masyarakat dalam pemerintahan termasuk dalam memberikan masukan untuk perbaikan

pelayanan 12eriod.

Hasil dan dampak partisipasi MSF dalam perbaikan pelayanan di

Puskesmas Dengan pembentukan dan pendampingan Kinerja terhadap MSF selama 3 tahun, beberapa hasil

yang bisa dilihat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-hak dasarnya khususnya di

bidang kesehatan, meningkatnya pemahaman mereka akan pentingnya partisipasi masyarakat

dalam pelayanan, dan meningkatnya keterlibatan aktif masyarakat dalam memberikan masukan

dan terlibat dalam perbaikan pelayanan di unit layanan.

Hasil lain yang cukup signifikan terutama terkait dengan terjadinya perbaikan pelayanan di unit

layanan yang diintervensi dan SKPD yang menjadi mitra kerja sama. Perbaikan pelayanan dengan

capaian pelaksanaan JPL yang mendekati 90% di semua unit layanan merupakan hasil dari adanya

peran serta masyarakat dalam mendorong perbaikan ini oleh unit layanan.

Berbagai rekomendasi peningkatan pelayanan telah diberikan kepada unit layanan dan SKPD untuk

mempertahankan dan meningkatkan upaya-upaya perbaikan yang telah mereka capai melalui

berbagai hearing, lobby dan pertemuan lainnya dengan DPRD, Bupati/Walikota dan SKPD terkait.

Terutama untuk meminta SKPD dan Bupati melaksanakan RT yang telah diajukan, dan

menindaklanjuti hasil monitoring Perbup/Perwali tentang KIA yang belum dilakukan. Upaya

advokasi ini secara langsung sangat berdampak pada peningkatan komitmen pemerintah daerah

untuk memperhatikan usulan masyarakat tersebut.

Hasil konkrit lainnya yaitu dengan keterlibatan aktif masyarakat dalam perbaikan pelayanan ini,

telah mendorong munculnya inovasi di sejumlah puskesmas mitra untuk mengembangkan

mekanisme pengelolaan pengaduan yang sistematis. Setidaknya ada dua metode pengumpulan

pengaduan yang digunakan yaitu dengan SMS dan kotak pengaduan. Metode pengaduan ini ada

yang merupakan kelanjutan dari pengaduan dan kotak saran yang sudah pernah ada sebelumnya

(di beberapa unit) tapi belum efektif. Namun ada juga puskesmas yang memang baru

mengembangkan mekanisme ini. Baik yang baru maupun yang merupakan penguatan dari metode

yang sudah ada sebelumnya, mekanisme pengelolaan pengaduan ini mengandalkan pemberian

feedback dan pelaksanaan perbaikan sebagai bagian terpenting dari mekanisme ini, karena dengan

adanya perbaikan, maka masyarakat penerima layanan akan dengan sukarela memberikan

masukan meski dalam bentuk keluhan.

Di tingkat yang lebih tinggi, keberadaan MSF di tingkat kabupaten/kota cukup memberi dampak

positif pada sejumlah pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Misalnya dengan adanya perbaikan pelayanan di beberapa unit layanan, SKPD bekerja sama dengan

MSF untuk mereplikasi pelaksanaan pengaduan di unit layanan lain di wilayahnya sehingga unit

layanan dengan pelayanan yang baik semakin luas keberadaannya. Beberapa contoh proses

Page 13: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

13

replikasi ini dapat dilihat di Kab. Sambas, Kalimantan Barat; Kab. Bener Meriah, Aceh; Kota

Makassar, Sulawesi Selatan; dan Kota Probolinggo, Jawa Timur.

Pada saat yang sama, upaya MSF mendorong perbaikan pelayanan dengan terlibat dalam memberi

masukan dalam penyusunan Perbup/Perwali tentang KIA serta memantau pelaksanaan kebijakan

tersebut juga pada akhirnya telah mendorong pemerintah daerah mengembangkan berbagai

strategi dan kegiatan untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Akhirnya, dampak dari upaya

ini adalah peningkatan mutu pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan MSF baik di tingkat kabupaten/kota

maupun di tingkat unit layanan memiliki peran yang cukup signifikan dalam upaya peningkatan

pelayanan di Puskesmas. MSF di tingkat unit layanan, secara proaktif terlibat dalam upaya-upaya

perbaikan di puskesmas sebagai mitra dari penyedia layanan, sementara MSF di tingkat

kabupaten/kota memainkan peranan advokasi dan monitoring atas kebijakan KIA sehingga muncul

berbagai program di Dinas Kesehatan dan Puskesmas didukung oleh dana APBD, yang pada

akhirnya akan bermuara pada peningkatan kualitan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Singkatnya, peran aktif MSF tidak hanya membawa manfaat bagi masyarakat itu sendiri karena

mendapatkan pelayanan yang lebih baik, tetapi juga bagi bermanfaat bagi pemerintah dengan

meningkatnya kepercayaan publik kepada atas kinerja mereka, sehingga otomatis akan

meningkatkan dukungan politik kepada pejabat pemerintah yang sedang menjabat.

Terkait dengan hal tersebut, Kinerja mengajukan beberapa rekomendasi berdasarkan pengalaman

pelaksanaan program penguatan MSF sebagai rekomendasi dalam penyusunan petunjuk teknis

implementasi Peraturan Presiden tentang BPKN/BPKD yang akan menjadi acuan dalam

pembantukan BPKN dan BPKD di provinsi dan kabupaten/kota yg sedang disusun. Rekomendasi

yang kami ajukan adalah sebagai berikut:

A. Umum

a. Dalam membentuk BPKD, sebaiknya menggunakan MSF atau forum sejenis yang

sudah ada di tingkat kabupaten/kota yang memiliki peran dan fungsi sama dengan

BPKD. Dalam hal ini, MSF di tingkat kabupaten/kota yang sudah terbentuk dijadikan

sebagai “embrio” Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah atau diubah langsung

menjadi Badan Pertimbangan Kesehatan, untuk mengoptimalkan keterlibatan

masyarakat dalam membantu pemerintah dan masyarakat di bidang kesehatan

sebagai pihak independen.

b. Memandatkan pembentukan BPK tidak hanya di tingkat kabupaten/kota tetapi juga

di tingkat Puskesmas karena dalam kenyataanya, MSF di tingkat Puskesmas memiliki

peran yang sangat penting dalam menjadi mitra puskesmas.

Page 14: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

14

B. Masukan untuk Substansi Juknis.

Memperluas susbtansi terkait Keanggotaan, Struktur, dan Sumber dana BPKD yang

dimandatkan oleh UU No. 36/2009 tentang kesehatan dengan menambahkan aspek-aspek:

a. Perluasan keanggotaan dengan memasukkan: i. Keanggotaan tidak hanya unsur masyarakat tetapi juga mengakomodir

perwakilan penyedia layanan (Dinas Kesehatan dan Puskesmas). ii. Keanggotaan MSF memperhatikan keragaman latar belakang dan mewakili

semua kelompok kepentingan dan keseimbangan gender sehingga mereka

dapat menyuarakan kepentingan semua kelompok masyarakat untuk

pemenuhan hak kesehatan di daerahnya.

iii. Jangka waktu keanggotaan tidak terbatas, kecuali jangka waktu

kepengurusan.

iv. Cara perekrutan anggota, dilakukan secara transparan, dengan kriteria yang

jelas dan terbuka bagi semua orang.

b. Struktur kepengurusan dengan menambahkan: i. Ketentuan terkait struktur kepengurusan miminal terdiri dari Ketua,

Sekretaris, bendahara, dan koordinator bidang, dengan posisi-posisi dalam kepengurusan inti harus dipegang oleh unsur masyarakat.

ii. Masa kepengurusan maksimal 5 tahun, dan khusus untuk jabatan pengurus inti hanya bisa menjabat 2 kali.

iii. Rincian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing posisi secara jelas. iv. Tata cara pengambilan keputusan strategis organisasi.

c. Mengalokasikan dukungan dana untuk penguatan MSF dari alokasi dana kesehatan

dalam APBD, dan mengatur tentang pengelolaan keuangannya termasuk mekanisme

pelaporan yang transparan dan akuntabel.

Selain poin-poin di atas, Draf Perpres ini juga perlu mengatur tentang:

a. BPKD berposisi sebagai mitra kritis-kolaboratif Dinas Kesehatan yang memiliki visi

dan misi, tujuan, dan prinsip yang mengutamakan dan berorientasi pada peran

utamanya yaitu membantu pemerintah dan masyarakat dengan mendorong

keterlibatan aktif masyarakat di bidang kesehatan.

b. Penjabaran fungsi BPKD yang lebih operasional sehingga mempermudah pengejawantahannya di dalam penyelenggaraan tugas BPKD dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.

c. Mengatur bahwa program utama selalu dikembangkan sesuai tugas dan kewenangan BPKD sehingga tercermin dalam struktur organisasi.

d. Mekanisme pergantian kepengurusan MSF secara periodik dan terencana untuk

memastikan terlaksananya tugas dan fungsi mereka secara optimal.

e. Pertanggung jawaban public dan pengelolaan pengaduan. f. Penguatan kapasitas kelembagaan.

Page 15: Multi Stakeholder Forum (MSF): Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

15

*****