mukositis

4
Efek radiasi ionisasi area kepala leher pada jaringan sehat rongga mulut dapat dibagi menjadi efek akut dan efek lambat. Efek akut terjadi karena reaksi langsung dengan jaringan biologis akibat berinteraksi dengan sinar pengion. Contoh dari efek akut adalah terjadinya mukositis dan xerostomia. Mukositis terjadi dari efek langsung radiasi pada lapisan sel basal epitel sehingga mukosa mulut pasien mengalami hiperemi yang selanjutnya dapat menjadi erosi atau ulserasi disertai rasa nyeri. Efek akut, mukositis akan mulai terjadi setelah pemberian radiasi eksterna dosis 20-35 Gy dan akan makin berat dengan meningkatkan dosis. Keluhan mukositis terutama nyeri pada saat menelan, disertai kehilangan rasa pengecapan, kekeringan mulut, keadaan ini akan diikuti dengan penurunan berat badan. Sebagian dari keluhan ini akan kembali normal, kecuali xerostomia yang akan menetap. Persiapan sebelum terapi radiasi dengan mengikut sertakan disiplin ilmu gigi dan mulut diharapkan dapat mengurangi efek samping ini.19 Efek kronis terjadi setelah penyinaran selesai, misalnya xerostomia kronis, menurunnya daya pengecap, karies gigi. Terapi Mukositis Oral : Sampai saat ini, terapi paliatif merupakan pili-han untuk menatalaksana pasien dengan mu-kositis oral.4 Beberapa upaya penatalaksanaan dengan intervensi terapi saat ini sedang dikembangkan. Berdasarkan rekomendasi dari MASCC/ISOO, penatalaksanaan klinis mu-kositis oral yang disebutkan dalam “Panduan Mukositis Oral” mencakup asupan nutrisi yang adekuat, kontrol rasa sakit, kontrol mik-roorganisme oral, mengatasi keluhan mulut kering, mengatasi perdarahan oral dan tera-khir adalah intervensi dengan upaya terapi. Panduan penatalaksanaan mukositis oral se-cara lengkap sudah telah dilakukan dengan baik oleh MASCC/ISOO. Dalam panduan ini, penggunaan LLLT juga disebut sebagai salah satu upaya menanggulangi mukositis oral dengan cara terapi intervensi jika institusi terkait telah mampu

Upload: rezkiki

Post on 15-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Efek radiasi ionisasi area kepala leher pada jaringan sehat rongga mulut dapat dibagi menjadi efek akut dan efek lambat. Efek akut terjadi karena reaksi langsung dengan jaringan biologis akibat berinteraksi dengan sinar pengion. Contoh dari efek akut adalah terjadinya mukositis dan xerostomia. Mukositis terjadi dari efek langsung radiasi pada lapisan sel basal epitel sehingga mukosa mulut pasien mengalami hiperemi yang selanjutnya dapat menjadi erosi atau ulserasi disertai rasa nyeri. Efek akut, mukositis akan mulai terjadi setelah pemberian radiasi eksterna dosis 20-35 Gy dan akan makin berat dengan meningkatkan dosis. Keluhan mukositis terutama nyeri pada saat menelan, disertai kehilangan rasa pengecapan, kekeringan mulut, keadaan ini akan diikuti dengan penurunan berat badan. Sebagian dari keluhan ini akan kembali normal, kecuali xerostomia yang akan menetap. Persiapan sebelum terapi radiasi dengan mengikut sertakan disiplin ilmu gigi dan mulut diharapkan dapat mengurangi efek samping ini.19 Efek kronis terjadi setelah penyinaran selesai, misalnya xerostomia kronis, menurunnya daya pengecap, karies gigi.Terapi Mukositis Oral :

Sampai saat ini, terapi paliatif merupakan pili-han untuk menatalaksana pasien dengan mu-kositis oral.4 Beberapa upaya penatalaksanaan dengan intervensi terapi saat ini sedang dikembangkan. Berdasarkan rekomendasi dari MASCC/ISOO, penatalaksanaan klinis mu-kositis oral yang disebutkan dalam Panduan Mukositis Oral mencakup asupan nutrisi yang adekuat, kontrol rasa sakit, kontrol mik-roorganisme oral, mengatasi keluhan mulut kering, mengatasi perdarahan oral dan tera-khir adalah intervensi dengan upaya terapi. Panduan penatalaksanaan mukositis oral se-cara lengkap sudah telah dilakukan dengan baik oleh MASCC/ISOO. Dalam panduan ini, penggunaan LLLT juga disebut sebagai salah satu upaya menanggulangi mukositis oral dengan cara terapi intervensi jika institusi terkait telah mampu melakukannya. Hal ini disebabkan karena LLLT merupakan teknologi yang relatif baru, walaupun be-berapa penelitian telah memperlihatkan bahwa LLT dapat mengurangi keparahan mu-kositis oral yang diinduksi oleh kemoterapi dan radiasi. Adanya urutan perubahan fisologis jaringan yang merupakan proses ter-jadinya mukositis oral, merupakan dasar pemikiran penggunaan LLLT.

Perawatan terapi laser, yang disebut juga low level laser therapy (LLLT) diperkenalkan pertama kali pada tahun 196619 yang memperlihatkan perbaikan jaringan dengan aplikasi dari low-energy (1J/cm2) laser ruby. Terapi laser ini sering disebut dengan Low Level Laser Therapy (LLLT) atau soft laser.Prosedur pembedahan penyakit rongga mulut yang modern sekarang ini banyak dilakukan dengan pembedahan invasif minimal, yang salah satunya adalah terapi laser. Sinar laser memiliki kemampuan untuk memutuskan atau mengentalkan jaringan dengan kepadatan energi yang tinggi yang dimilikinya. Lesi berupa hiperplastik atau hipertropi dan lesi lainnya yang membutuhkan eksisi merupakan indikasi yang baik untuk diambil dengan menggunakan laser. Sebagai tambahan, aphthae atau herpes labialis juga dapat diterapi dengan laser, dimana dapat menurunkan rasa sakit segera setelah pembedahan. Penelitian yang menganalisis penggunaan LLLT pada lesi jaringan lunak secara in vitro dan in vivo melaporkan adanya stimulasi perbaikan jaringan yang terlihat berupa peningkatan jaringan granulasi, percepatan proses epitelisasi, peningkatan proliferasi fibroblas, peningkatan sintesis matriks dan peningkatan pembentukan vaskularisasi baru.21-23 Mekanisme kerja LLLT telah dicoba dianalisis pada beberapa penelitian in vitro. Mekanismenya dipengaruhi oleh jenis sel yang terpapar, panjang gelombang dan dosis. Tiga fungsi utama dari sinar laser adalah : (1) fungsi analgesik (=630-650nm, =780-900nm), (2) fungsi antiinflamasi (dengan pan-jang gelombang yang sama), dan (3) fungsi perbaikan jaringan (=780-805nm).24 Mekan-isme dari proses perbaikan jaringan secara molekular dan enzimatik terutama bekerja dengan mengaktifkan produksi energi pada mitokondria (ATP) (Gambar 3).25

Dapus:

Lukman, D. Dasar-dasar Radiologi Dalam Ilmu Kedokteran Gigi. Ed. Ke-3. Jakarta: Widya Medika; 1995. hal 34.

Abdul Rasyid. Karsinoma nasofaring : penatalaksanaan radioterapi. Tinjauan pustaka. Dalam : Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. XXXIII No.1. Medan : FK USU, 2000; p. 52-8.

Peterson DE, Bensadoun RJ, Roila F. Man-agement of oral and gastrointestinal mucosi-tis: ESMO clinical practice guidelines. Ann Oncol. 2010; 21(Supplent 5):v261-5.

Barasch A, Peterson DE, Tanzer JM, et al. Helium-neon laser effects on conditioning-induced oral mucositis in bone marrow trans-plantation patients. Cancer.1995;76(12):25506.

Bensadoun RJ, Franquin JC, Ciais G, et al. Low-energy He/Ne laser in the prevention of radiation- induced mucositis. A multicenter phase III randomized study in patients with head and neck cancer. Support Care Can-cer.1999; 7(4):24452.

Schubert MM, Eduardo FP, Guthrie KA, et al. A phase III randomized double-blind placebo- controlled clinical trial to determine the effi-cacy of low level laser therapy for the preven-tion of oral mucositis in patients undergoing hematopoietic cell transplantation. Support Care Cancer. Mar 29;2007

Romanos GE, Nentwig GH. Present and fu-ture of lasers in oral soft tissue surgery: clini-cal applications. J Clin Laser Med Surg. 1996; 14(4):179-84.

Biron P, Sebban C, Gourmet R, Chvetzoff G, Philip I, Blay JY. Research controversies in management of oral mucositis. Support Care Cancer 2000; 8(1): 68-71.

Nes AG, Posso MB. Patients with moderate chemotherapy-induced mucositis: pain ther-apy using low intensity lasers. Int Nurs Rev. 2005;52(1):68-72.

Maiorana C. Laser in the Treatment of Soft Tissue Lesions. J Oral Laser Appl. 2003; 3(1): 7-14.

Walsh LJ. The current status of low level laser therapy in dentistry. Part 1. Soft tissue appli-cations. Aus Dent J. 1997;42(4):247-54.