muhammadiyah dalam konstelasi perpolitikan nasional (tugas)

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Muhammadiyah adalah suatu organisasi islam yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 tepatnya di Jogjakarta. Organisasi ini didirikan pertama kali dengan tujuan “memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan di hindia belanda berdasarkan ajaran islam dan meningkatkan kehidupan beragama diantara para anggotanya” (M. Rusli Karim : Kompas : 13) Organisasi yang telah berumur 1 abad ini berkembang pesat sesuai dengan perkembangan jaman. Muhammadiyah dikatakan sebagai organisasi islam terbesar di Indonesia yang berpredikat modernis. Dalam gerakannya, organisasi ini berkontribusi di berbagai bidang kehidupan, baik agama, sosial-politik, pendidikan, ekonomi dan budaya. Banyak amal usaha yang didirikan untuk kesejahteraan masyarakat, seperti sekolah untuk pendidikan, rumah sakit untuk kesehatan, panti asuhan, perguruan tinggi dan lain-lain, telah jelas bahwa muhammadiyah bergerak untuk kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya di bidang itu saja, walaupun dengan tegas muhammadiyah menyatakan bertujuan untuk

Upload: oullypare16

Post on 02-Jan-2016

538 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Al Islam dan Kemuhamadiyahan

TRANSCRIPT

Page 1: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muhammadiyah adalah suatu organisasi islam yang didirikan oleh K.H.

Ahmad Dahlan pada tahun 1912 tepatnya di Jogjakarta. Organisasi ini didirikan

pertama kali dengan tujuan “memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan di

hindia belanda berdasarkan ajaran islam dan meningkatkan kehidupan beragama

diantara para anggotanya” (M. Rusli Karim : Kompas : 13)

Organisasi yang telah berumur 1 abad ini berkembang pesat sesuai dengan

perkembangan jaman. Muhammadiyah dikatakan sebagai organisasi islam

terbesar di Indonesia yang berpredikat modernis. Dalam gerakannya, organisasi

ini berkontribusi di berbagai bidang kehidupan, baik agama, sosial-politik,

pendidikan, ekonomi dan budaya. Banyak amal usaha yang didirikan untuk

kesejahteraan masyarakat, seperti sekolah untuk pendidikan, rumah sakit untuk

kesehatan, panti asuhan, perguruan tinggi dan lain-lain, telah jelas bahwa

muhammadiyah bergerak untuk kesejahteraan masyarakat.

Tidak hanya di bidang itu saja, walaupun dengan tegas muhammadiyah

menyatakan bertujuan untuk memelihara, memajukan agama juga kesejahteraan

masyarakat islam, dalam praktek dan kenyataannya, Muhammadiyah tidak pernah

bebas dan membebaskan organisasinya dari masalah politik. Dari orde lama

hingga orde reformasi, Muhammadiyah pun melahirkan banyak tokoh-tokoh yang

berpengaruh terhadap kondisi perpolitikan di Indonesia, dan secara tidak langsung

organisasi ini mengikuti dinamika dalam perpolitikan nasional.

Banyak kalangan yang berpendapat mengenai hubungan muhammadiyah dengan

dunia politik, pro-kontra mengenai hal ini terus bergulir, ada beberapa kalangan

berpendapat bahwa hubungan Muhammadiyah dengan politik sangatlah erat,

anggapan tersebut makin berkembang hingga menyimpulkan Muhammadiyah

Page 2: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

tidak bisa lepas dari politik praktis atau Muhammadiyah harus mempunyai partai

politik sendiri yang resmi.

Berbagai macam persepsi dilontarkan dari masyarakat, akan tetapi yang

lebih mengetahui bagaimana posisi dan corak politak Muhammadiyah dalam

kancah perpolitikan nasional adalah organisasi tersebut. Sejak dilahirkan

Muhammadiyah telah mengerti politik, tetapi Muhammadiyah telah berkomitmen

tidak akan melakukan politik praktis. Arah utama Muhammadiyah adalah dakwah,

dakwah artinya membangun peradaban dan dakwah lebih besar dari politik. (M.

Sobary:Kompas:76)

Akan tetapi sejalan dengan semakin kompleksnya permasalahan yang

dihadapi oleh Negara Indonesia, mendorong Muhammadiyah untuk peka dan

peduli dengan realitas permasalahan yang dihadapi Negara ini, sehingga hal

tersebut mendorong Muhammadiyah untuk memiliki kemandirian politik.

Page 3: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

BAB II

MEMAHAMI PERAN POLITIK MUHAMMADIYAH DALAM

KANCAH PERPOLITIKAN INDONESIA

2.1 Pengertian Khittah

Khittah artinya garis besar perjuangan. Khittah itu mengandung konsepsi

(pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan.

Hal tersebut mempunyai arti penting karena menjadi landasan berfikir dan amal

usaha bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah. Garis – garis

perjuangan muhammadiyah tersebut tidak boleh bertentangan dengan asas dan

tujuan serta program yang telah disusun.

2.2 Lima Khittah Perjuangan Muhammadiyah, antara lain:

A. Khittah Muhammadiyah Tahun 1956-1959 (Khittah

Palembang)

Pada masa kepemimpinan Buya Sutan Mansyur,

Muhammadiyah berhasil merumuskan khittah

perjuangannya untuk periode 1956-1959.

1) Menjiwai pribadi para anggota terutama para pemimpin

Muhammadiyah dengan :

a) Memperdalam dan mempertebal ilmu tauhid

b) Menyempurnakan ibadah dengan khusu’ dan tawadu’

c) Mempertinggi akhlaq

d) Memperluas ilmu pengetahuan

e) Menggerakkan Muhammadiyah dengan penuh

keyakian dan rasa tanggung jawab, hanya

mengharapkan ridho dari Allah dan kebahagiaan umat

2) Melaksanakan uswatun hasanah

Page 4: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

a) Muhammadiyah harus selalu dapat membimbing

pendapat di muka umum, sehingga mempunyai sifat

yang tetap maju membangun serta memperbaharui

agar dapat bergerak lincah dan progresif

b) Menegakkan agama Islam dengan menampakkan

kepada dunia tentang keindahan agama Islam,

mendidik mereka ke arah budi pekerti yang mulia

supaya aturan-aturan Islam dapat berlaku di

masyarakat

c) Membentuk rumah tangga bahagia menurut Islam dan

menjaga hubungan baik dalam bertetangga

d) Mengatur kehidupan bertetangga dan bermasyarakat

baik dalam hal perkawinan maupun kematian

sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islami

e) Anggota Muhammadiyah harus menyesuaikan diri

dengan ke-Islamannya di masyarakat

3) Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi

a) Dengan keutuhan dan kuatnya organisasi itu berarti

meminimalisir terjadinya fitnah

b) Memperbaharui dan mamadukan tenaga pengurus

denagn memindahkannya ke dalam beberapa tempat

dalam beberapa majelis

c) Penanamkan kesadaran berorganisasi

d) Pengaturan administrasi menggunakan aturan yang

telah ditetapkan

e) Melakukan pemeliharaan yang baik atas harta benda

dan kekayaan Muhammadiyah (inventarisasi yang

baik)

Page 5: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

f) Mendaftar tenaga ahli yang ada dimiliki oleh keluarga

Muhammadiyah sehingga memudahkan terhadap

sesuatu yang dibutuhkan

4) Memperbanyak dan mempertinggi mutu amal

a) Memperbaiki dan melengkapkan amal usaha

Muhammadiyah sehingga dapat mendatangkan

manfaat kepada sesama manusia dari segala lapisan

dan golongan masyarakat

b) Menggiatkan kegiatan perpustakaan, karang

mengarang, penterjemahan, penerbitan, taman

bacaan, dan kutub knanah

c) Mendirikan asrama-asrama di tempat-tempat yang

ada sekolah-sekolah lanjutan dengan diberi pendidikan

jasmani dan rohani.

5) Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader

a) Menetapkan pengertian dan amalan yang minimum

tentang agama yang perlu dimiliki oleh tiap-tiap

anggota Muhammadiyah

b) Memberikan penghargaan terhadap setiap keluarga

Muhammadiyah dan anak Muhammadiyah pada

khususnya dan umat Islam pada umumnya, yang

berjasa, yang tua dihormati dan muda disayangi

c) Menuntun anggota keluarga menurut bakat dan

kecakapannya sesuai dengan ajaran Islam

d) Menempatkan pecinta dan pendukung Muhammadiyah

berjenjang naik, mulai dari simpatisan, calon anggota,

anggota biasa, dan anggota teras

e) Mengadakan kursus kemasyarakatan di daerah

6) Mempererat ukhuwah

Page 6: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

a) Mempererat hubungan antar sesama muslimin menuju

arah kesatuan Islam

b) Mengadakan ikatan yang nyata, seperti berjama’ah,

himpunan berkala, dan takziyah

c) Mengadakan Badan Islah untuk :

i) Sebagai penghubung bilamana ada keretakan

ii) Mencegah hal-hal yang menimbulkan kerusakan

iii) Menghindarkan dan menjauhkan hal-hal yang dapat

menimbulkan perselisihan dan persengketaan

7) Menuntun penghidupan anggota

Membimbing keluarga Muhammadiyah yang meliputi

segenap persoalan, kesulitan penghidupan, pencarian

nafkah, dan menyalurkan kepada saluran yang menuju

kesempurnaan

B. Khittah Perjuangan Muhammadiyah Tahun 1969

(Khittah Ponorogo)

1) Pola dasar perjuangan

a) Muhammadiyah berjuang untuk mencapai suatu cita-

cita dan keyakinan hidup yang bersumber ajaran Islam

b) Da’wah Islam dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam arti

dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagaimana

yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah

satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita dan

keyakina hidup tersebut

c) Da’wah Islam dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar seperti

yang dimaksud harus dilakukan melalui dua saluran

Page 7: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

yaitu saluran politik kenegaraan dan saluran

masyarakat

d) Untuk melakukan perjuangan Da’wah Islam dan Amar

Ma’ruf Nahi Munkar seperti yang dimaksud di atas,

dibuat alatnya masing-masing yang berupa

organisasi : untuk saluran politik dengan partai politik

(politik praktis), untuk saluran masyarakat dengan

organisasi non partai

e) Muhammadiyah sebagai organisasi memilih dan

menempatkan diri sebagai “Gerakan Islam dan Amar

Ma’ruf Nahi Munkar dalam bidang masyarakat”.

Sedang untuk alat perjuangan dalam bidang politik

kenegaraan (politik praktis), Muhammadiyah

membentuk satu partai di luar organisasi

Muhammadiyah

f) Muhammadiyah harus menyadari bahwa partai

tersebut adalah merupakan objeknya dan wajib

membinanya

g) Antara Muhammadiyah dengan partai tidak ada

hubungan organisatoris, tepapi tetap mempunyai

hubungan ideologis

h) Masing-masing berdiri dan berjalan sendiri-sendiri

menurut caranya sendiri-sendiri, tetapi dengan saling

pengertian dan menuju tujuan yang satu

i) Pada prinsipnya tidak dibenarkan adanya perangkapan

jabatan, terutama jabatan pimpinan antara keduanya,

demi tertibnya pembagian pekerjaan.

2) Program dasar perjuangan

Page 8: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

Dengan Da’wah dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam arti

dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus

dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara

operasional, dan secara konkrit riil, bahwa ajaran Islam

mampu mengatur masyarakat dalam NKRI yang ber-

Pancasila dan UUD 1945 menjadi masyarakat adil dan

makmur serta sejahtera, bahagia, dan spiritual yang diridhai

Allah SWT

C. Khittah Muhammadiyah Tahun 1971 (Khittah Ujung

Pandang)

1) Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang

beramal dalam bidang kehidupan manusia dan

masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris

dengan dan tidak merupakan afiliasi dari suatu partai

politik atau organisasi apapun

2) Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak

asasinya, dapat tidak memasuki atau memasuki

organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari

Anggaran Dasar, anggaran Rumah Tangga, dan

ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku dalam

Persyarikatan Muhammadiyah

3) Untuk lebih memantapkan Muhammadiyah sebagai

Gerakan Da’wah Islam setelah Pemilu 1971,

Muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar

secara konstruktifdan positif terhadap Partai Muslimin

Indonesia seperti halnya terhadap partai-partai politik dan

organisasi-organisasi lainnya

4) Untuk lebih meningkatkan partisipasi Muhammadiyah

dalam pelaksanaan pembangunan nasional,

Page 9: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

mengamanatkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah

untuk menggariskan kebijaksanaan dan mengambil

langkah-langkah dalam pembangunan ekonomi, sosial,

dan mental spiritual.

D. Khittah Perjuangan Muhammadiyah Tahun 1978

(Khittah Surabaya)

1) Hakekat Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti

perkembangan dan perubahan itu, senantiasa

mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar

ma’ruf nahi munkar, serta menyelenggarakan gerakan

dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang

dipilihnya, ialah masyarakat; sebagai usaha

Muhammadiyah untuk mencapai tujuaannya : “

Menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam

sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-

benarnya”.

Di dalam melaksanakan usaha tersebut, muhammadiyah

berjalan di atas prinsip gerakannya, seperti yang di

maksud di dalam “ Muatan dan Keyakinan cita-cita Hidup

Muhammadiyah (MKCHM)”.

2) Muhammadiyah dan masyarakat

Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagi

persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai

Gerakan Islam Amar ma’ruf nahi munkar dalam

masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah

membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai

dengan Da’wah Jama’ah.

Page 10: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

3) Muhammadiyah dan politik

Dalam bidang politik, Muhammadiyah berusaha sesuai

dengan khittahnya: dengan dakwah amar ma’ruf nahi

munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya.

Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis

konsepsional, secara operasional, dan secara konkrit riil,

bahwa ajaran Islam mengatur masyarakat dalam Negara

Republik Indonesia yang ber-Pancasila dan UUD 1945

menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta

sejahtera, material, dan spiritual yang dirishoi Allah swt.

4) Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyah

Sesuai dengan kepribadiaanya, Muhammadiyah akan

bekerja sama dengan golongan Islam maupun juga dalam

usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta

membela kepentingannya.

Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah

tidak bermaksud menggabungkan dan

mensubordinasikan oraganisasinya dengan organisasi

institusi lainnya.

5) Dasar program Muhammadiyah

Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di ats

dengan memperhatikan kemampuan dan potensi

Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah

kebijaksanaan, sebagai berikut:

Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai

persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota

Page 11: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang

beriman teguh, taat beribadah, berakhlak mulia, dan

menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.

Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota

Muhammadiyah tentang hak dan kewajiban sebagai

warga Negara Kesatuan Republik Indonesia

Menempatkan persyarikatan Muhammadiyah sebagai

gerakan untuk melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi

munkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat.

Mengamanatkan kepada PP Muhammdiyah untuk

menyusun penjelasan Khittah Perjuangan Muhammadiyah

tersebut, agar tidak menimbulkan penafsiran ganda dari

kalangan anggota Muhammadiyah.

E. Khittah Muhammadiyah Dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara Tahun 2002 (Khittah

Denpasar)

1) Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan

bangsa dan negara merupakan salah satu aspek ajaran

Islam dalam urusan keduniawian yang harus selalu

dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur

agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan

sikap dan moral yang positif dari seluruh warga

Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan pilitik untuk

tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara

2) Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha

membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik

Page 12: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

melalui perjuangan politik maupun memalui

pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan

wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun

dimana nilai-nilai Illahiyah melandasi dan tumbuh subur

bersamaan dengan tegakknya nilai-nilai kebersamaan,

keadilan, perdamaian, ketertiban, keadaban untuk

terwujudnya “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”

3) Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha

pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna

terwujudnya masyarakat madani yang kuat sebagaimana

tujuan muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat

Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang

berkaitan dengan kebijakan kenegaraan sebagai proses

dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh

melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan

bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok

kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang

demokratis

4) Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan

politik yang bersifat praktis dan berorientasi pada

kekuasaan untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan

lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-

baiknya menuju terciptanya sistem politik yang

demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita

luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik

yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik

hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan

rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang

Page 13: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya NKRI

yang diprolkamasikan tahun 1945

5) Muhammadiyah senantiasa memainkan peran politiknya

sebagai wujud dari da’wah amar ma’ruf nahi

munkarbdengan jalan mempengaruhi proses dan

kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan

konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah

secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan

berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat

menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban

6) Muhammadiyah tidak berafiliasi ddan tidak mempunyai

hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan

politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah

senantiasa mengembangkan sikap positif dalam

memandang perjuangan pollitik dan menjalankan fungsi

kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar

demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang

demokratis dan berkeadaban

7) Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap

anggota persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya

dalam kehidupan politik sesuai dengan hati nurani

masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus

sesuai dengantangguang jawab sebagai warga negara

yag dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan

dengan misi dan kepentingan Muhammadiayah, demi

kemaslahatan bangsa dan negara

8) Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya

yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan

tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh

dengan mengedepankan tanggung jawab, akhlaq mulia,

Page 14: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

keteladanan, dan perdamaian. Aktifitas polotik tersebut

harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi

persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar ma’ruf

nahi munkar.

2.3 Corak, Perkembangan, Serta Implikasi Politik Muhammadiyah

Telah dijelaskan dalam latar belakang bahwa Muhammadiyah adalah

organisasi Islam yang modernis, Muhammadiyah sejak awal berdirinya telah

mendeklarasikan sebagai gerakan pembaharu (gerakan tajdid). Terobosan-

terobosan yang dilakukan Muhammadiyah yang cukup Kontroversial pada

jamannya, menempatkan Muhammadiyah dalam garda depan gerakan modern

lainnya, seperti Budi Utomo dan Syarikat Islam. Dalam konteks sejarah reformasi

yang pertama dilakukan, Muhammadiyah menggeser tradisi-tradisi tradisional

yang kontra produktif terhadap kemajuan umat dan bangsa, tradisi ini diganti

dengan tradisi yang lebih modern. Karena alam pikiran tradisionalis telah

membelenggu kreatifitas dengan dogma-dogma yang irrasional dan anti kemajuan

sebagai sasaran pokok dengan berlandaskan pada pemikiran-pemikiran rasional.

(Amien Rais, dkk : 1999 : xvii).

Bapak Din Syamsudin mengatakan Muhammadiyah adalah gerakan sosial-

keagamaan yang memiliki serba wajah (dzu wujuh), baik pada sifat gerakan,

dataran kegiatan, maupun tataran aktualisasi dari pada aspek kehidupan

masyarakat. Muhammadiyah sendiri mengukuhkan tridimensi gerakannya, yaitu

keislaman, dakwah, dan pembaharuan (tajdid), tetapi juga melaksanakan kegiatan

dalam hampir semua aspek kebudayaan, seperti sosial, pendidikan, kesehatan,

ekonomi, tabligh, dan politik. Pada aspek tertentu kegiatan tersebut dilangsungkan

pada tataran berbeda, seperti dalam bidang politik walaupun hanya bersifat teoritis

diselenggaran dalam tingkat adiluhung atau high politics.

2.4 Corak Politik Muhammadiyah

Page 15: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

Semua pihak mengetahui bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik

dan tidak pernah menjadi organisasi politik. Walaupun dalam Doktrin

Muhammadiyah menyebutkan bahwa “Muhammadiyah menghindari kegiatan

politik praktis” (Dr. Amien Rais : 1998: 48) dimensi politik dari gerakan

Muhammadiyah tidak dapat diabaikan. (Sudarnoto A H:kompas:83). Dalam tubuh

Muhammadiyah telah berkembang corak pemikiran yang cerdas tentang posisi

politik Muhammadiyah. Pikiran tersebut intinya menegaskan bahwa

Muhammadiyah tidak mengabaikan politik, tetapi tidak berarti bahwa

Muhammadiyah tidak mempunyai respon terhadap kondisi sosial pada masanya.

Pikiran ini pernah muncul dan diterapan pada periode awal Muhammadiyah, dan

dikemukakan kembali oleh Amien Rais (Ketua PP Muhammadiyah) waktu itu,

pada sekitar tahun 1997, dengan istilah baru: high politics atau politik adi luhung

(tingka tinggi).

Politik adiluhung adalah politik dimana Muhammadiyah tidak hanya peduli

dengan keagamaan tetapi juga peduli dengan realitas sosial yang terjadi.

Muhammadiyah harus sensitif dan perlu merespon berbagai isu-isu seperti: KKN,

kepemimpinan nasional, kemiskinan, ketidakadilan global, konflik dan berbagai

macam fenomena sosial di Indonesia. Sehingga Muhammadiyah dalam konteks

ini perlu memiliki kemandirian politik. Artinya organisasi Muhammadiyah lahir

adalah demi kepentingan umat, dan bukan pengabdian kepada para pemimpinnya.

Atau para elit Muhammadiyah harus tampil dalam pengabdian masyarakat tanpa

beban politik dan interest pribadi. Muhammadiyah secara konstitusi internal

organisasi mengedepankan prinsip politik untuk dakwah bukan dakwah untuk

politik, hal ini jelas tergambar dalam matan keperibadian Muhammadiyah,

disamping sebagai gerakan Islam dan gerakan Tajdid, Muhammadiyah

menekankan diri sebagai gerakan dakwah. Segala kegiatan dalam bidang

pendidikan, social, termasuk politik diselenggarakan untuk kepentingan dakwah.

Muhammadiyah memiliki slogan yang menarik “hidup hidupilah

Muhammadiyah, dan jangan mencari kehidupan di Muhammadiyah” ungkapan

Page 16: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

KH.Ahmad dahlan ini memiliki arti yang sangat mendalam sesungguhnya bila

dikaitkan dengan isu kontemporer prinsip high politic yaitu politik tingkat tinggi

atau politik Adiluhung yang dicetuskan oleh Amien Rais sangat layak untuk

menangkal permasalahan-permasalahan intress politic dikalangan petinggi

Muhammadiyah saat ini.

2.5 Perkembangan dan Implikasi Politik Muhammadiyah

Untuk melihat perkembangan dan implikasi politik Muhammadiyah, kita

harus mengidentifikasi fenomena kemunculan Muhammadiyah hingga fase

perkembangannya hingga saat ini. Ada empat fase perkembangan

Muhammadiyah, empat fase perkembangan Muhammadiyah yaitu :

1. Fase Identifikasi Diri

Pada fase ini Muhammadiyah menampilkan dirinya sebagai gerakan

Islam Modern yang berbasis perkotaan dan menjanjikan perubahan. Dalam fase

ini Muhammadiyah secara bertahap telah berhasil memperoleh dukungan yang

cukup luas.

2. Fase Ideologi Politik

Pada fase ini basis massa yang terbangun atas dasar Islam ini merupakan

legitimasi terhadap kelibatan elite Muhammadiyah secara praktis dalam politik

sekaligus merumuskan Islam sebagai Ideologi politik. Catatan sejarah

mengungkapkan bahwa tuntutan kelompok ini ialah tegaknya satu bentuk

masyarakat sosial-ekonomi dan politik Indonesia modern yang didasarkan

kepada ajaran Islam, contohnya keterlibatan Muhammadiyah atau sejumlah

tokoh-tokohnya mendirikan PII, MIAI, Partai Masyumi dan Parmusi.

3. Fase Depolitisasi dan Deideologisasi

Tumbangnya komunis dan tegaknya orde baru sebenarnya memberikan

harapan termasuk bagi Muhammadiyah untuk melanjutkan perjuangan

Page 17: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

politiknya. Akan tetapi peluang harus mengikuti logika restrukturisasi politik

orde baru dalam rangka stabilitas dan pembangunan nasional. Yang berarti

bahwa Muhammadiyah pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa

ideologi politik Islam sebagaimana yang selama ini diperjuangkan harus segera

dikubur. Karena dalam penyesuaian politik orde baru, pragmatism politik harus

menjadi satu-satunya pilihan sikap yang harus diambil oleh Muhammadiyah.

4. Fase Repotilisasi

Era depolitisasi dan deideologisasi Muhammadiyah ini semakin

memperoleh bentuknya, tentu sejak penerapan Pancasila sebagai satu-satunya

Azas. Di masa ini kebangkitan kultural islam mulai Nampak dan hal ini pula

yang mempersubur semangat repolitisasi di lingkungan warga Muhammadiyah

ini dibuktikan dengan dijumpainya banyak aktifis orsospol yang merupakan

tokoh Muhammadiyah atau partisipan, dan hal ini pula yang menyebabkan

faktor mobilisasi warga Muhammadiyah untuk melakukan “ittiba politik”

kepada para pembesar.

(Sudarnoto A.H : Kompas : 83-87)

2.6 Muhammadiyah dan Politik

Pada saat Muhammadiyah di hadapkan pada partai-partai

politik yang bermunculan pada era reformasi di Indonesia pasca

tahun 1998, sikap dasar Muhammadiyah sebenarnya tampak

tidak berubah. Sesuai dengan khittah dan kepribadiannya

Muhammadiyah tetap ingin memelihara jati dirinya sebagai

organisasi ( Perserikatan ) gerakan Islam dan dakwah Amar

Makruf Nahi Munkar yang tidak berafiliasi ke dalam dan tidak

merupakan bagian dari organisasi politik apapun.

Muhammadiyah sering dikatakan sebagai organisasi social-

keagamaan dan bukan merupakan organisasi politik serta tidak

“Berpolitik Praktis” . Posisi dan fungsi Muhammadiyah yang

seperti itu tidaklah berubah. Terlebih lagi sejak tahun 1971

Page 18: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

(Muktamar di Ujung Pandang) telah menegaskan kembali

mengenai Khittahnya , setelah pada masa orde lama sempat

terlibat dalam percaturan “Real Politics” (Politik Praktis) melalui

Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dalam rentang

tahun 1945 sampai 1959 dan sempat membidani kelahiran partai

Muslimin Indonesia (Parmusi) pada masa awal orde baru.

2.7 Peran Politik Muhammadiyah

Sebagai gerakan Islam yang memilih focus gerakan social-

keagamaan non politik memang tepat untuk tidak terjun ke

dunia politik praktis baik dalam bentuk menjadi partai

politik ,berafiliasi dengan kekuatan politik tertentu maupun

melakukan kegiatan-kegiatan politik langsung sebagaimana

dilakukan oleh partai politik yang bersifat partisan. Dalam

kosakata orang-orang Muhammadiyah, bahwa persyarikatan ini

tidak boleh berubah dan harus tetap istiqomah sebagai gerakan

Islam dan dakwah Amar Makruf Nahi Munkar yang tidak

memasuki dunia politik praktis. Gegap gempita dunia politik

nasional di era reformasi tidak perlu memunculkan kekhawatiran

berlebihan bahwa Muhammadiyah akan berputar arah ke dunia

politik. Arus utama warga Muhammadiyah tetap berpijak pada

sikap dasar sebagaimana Khittah dan kepribadiaannya.

2.8 Peran Muhammadiyah dalam Perpolitikan Nasional.

Menurut HAMKA (1908-1981) ada tiga faktor yang mendorong lahirnya

gerakan ini, yang pertama adalah keterbelakangan dan kebodohan ummat islam

Indonesia dalam hampir semua bidang kehidupan. Kedua, suasana kemiskinan

yang parah yang diderita ummat dalam suatu negeri kaya seperti Indonesia.

Ketiga, kondisi pendidikan islam yang sudah sangat kuno, seperti yang terlihat

pada pesantren.

Page 19: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

Pada saat ini kita sadari bahwa betapa compang-campingnya sistem sosial

kehidupan bangsa ini, kerusuhan terjadi dimana-mana, ketidakstabilan politik dan

ekonomi dan pemerintahan, para tokoh, institusi dari berbagai bidang dan

pemerintah semakin kehilangan legitimasinya sehingga tidak memilliki

kewibawaan untuk dapat ikut menyelesaikan permasalahan, masalah korupsi dan

yang lainnya membuat tatanan hidup bangsa semakin berantakan, hal ini pula

yang mendorong muhammadiyah untuk tidak dapat terlalu menjauh dengan dunia

politik, akan tetapi para fungsionaris perserikatan ini sering melontarkan

statement mengenai perlu dilakukannya usaha-usaha yang tegas untuk dapat

menjaga jarak dengan permainan politik praktis.

2.9 Kiprah Muhammadiyah dalam perpolitikan zaman Orde Lama

Kiprah politik muhammadiyah pada zaman orde lama sangatlah menarik,

mengingat organisasi islam ini senantiasa terlibat dalam konteks politik Indonesia

dari mulai merumuskan bentuk Negara dan dasar Negara di masa awal

kemerdekaan Indonesia, menjelang awal kemerdekaan ada dua kelompok

kekuatan yang saling bersaing untuk menentukan bentuk Negara. Dan akhirnya

dibentuklah panitia Sembilan yang merumuskan piagam Jakarta yang dimana

salah satu isi dari piagam tersebut menyebutkan bahwa “ ketuhanan, dengan

kewajiban menjalankan syariat islam bagi para pemeluknya menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Pernyataan tersebut akhirnya mengundang perdebatan dan dihapus dari Piagam

Jakarta karena dianggap mengandung diskriminasi terhadap kelompok non-

muslim, hal tersebut akhirnya membuat kelompok islam merasakan benar

kkebutuhan akan sebuah wadah dalam percaturan perpolitikan nasional. Dengan

alasan ini para tokoh islam pada tanggal 8 November 1945 dalam kongres umat

islam di Jogjakarta mendirikan Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia

(Masyumi). Di dalam partai tersebut, Muhammadiah berperan aktif, ini dibuktikan

dengan di awal berdirinya, Masyumi dipimpin oleh Dr Sukiman Wirjosandjojo

Page 20: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

dari Muhammadiyah, kepengurusan dalam Pimpinan Masyumi lebih banyak

didominasi oleh utusan Muhammadiyah yang mencapai lebih dari 50%. Setelah

NU memutuskan untuk keluar dari Partai Masyumi akibat tidak setujunya NU

terhadap kepemimpinan Natsir yang reformis, akhirnya membuat kepengurusan

Masyumi lebih didominasi oleh orang-orang Muhammadiyah.

Di pertengahan tahun 1960, Presiden Soekarno mengumumkan bahwa kabinet

gotong royong yang merupakan koalisi dari 4 partai utama, dan dengan tegas

sebagai perdana menteri, Masyumi dengan sengit menentang aksi Sukarno ini

karena Masyumi tidak bisa bekerja sama dengan PKI. Tidak lama setelah itu

angota-anggota Masyumi anti komunis mengadakan pemberontakan di Sumatra

dan Sulawesi menentang Pemerintah pusat, dan inilah yang menyebabkan

Presiden Soekarno di tahun 1960 membubarkan Masyumi.

2.10 Kiprah Muhammadiyah dalam Perpolitikan jaman Orde Baru

Perpolitikan dalam Muhammadiyah saat Orde Baru kembali diguncang,

Dengan dibubarkannya Masyumi kelompok Islam kembali tidak memiliki wadah

yang mewakili kelompoknya dalam pemerintahan, sejak itu kelompok Islam

termasuk Muhammadiyah kembali membuat sebuah Partai pengganti Masyumi

dan diberi nama dengan Parmusi. Parmusi sendiri terbentuk oleh SK Presiden,

akan tetapi Pemerintah mengajukan syarat pembentukan Partai tersebut yaitu tidak

adanya eks Masyumi yang masuk ke dalam anggota Parmusi. Orde Baru juga

memberlakukan kontrol yang ketat terhadap kegiatan maupun pembentukan

struktur kepemimpinan Partai ini. Dalam catatan lain, yaitu pemilu 1977 Parmusi

hanya mendapatkan 5,36% suara, hal ini berbanding terbalik dengan apa yang

dicapai oleh Masyumi dalam pemilu 1955 yang mendapatkan 20,9% suara. Ada

beberapa sebab yang melatarbelakanginya kekalahan Parmusi, yaitu terbentuknya

Parmusi berdasarkan SK Presiden dan kontrol ketat yang dijalankan oleh Presiden

kepada Parmusi, serta kekecewaan kaum modernis terhadap kinerja Parmusi.

Kegagalan ini yang membuat kecewa seluruh lapisan umat Islam termasuk

Muhammadiyah, karena Parmusi yang diharap menjadi pengganti Masyumi

Page 21: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

malah kehilangan kewibawaan akibat kontrol yang ketat dari pemerintah. Sebab

itu banyak pendukung Parmusi yang mengalihkan keterlibatannya dengan terlibat

aktif kedalam lembaga dakwah, LSM, dan pergerakan Non-Politik lainnya.

Semenjak terjadinya kudeta Naro 1970, kepemimpinan Parmusi tidak

mengundang simpati umat, hal ini semakin membuat menjauhnya umat muslim

dan Muhammadiyah untuk mendukung Parmusi. Menurut Wertheim, kekalahan

Parmusi disebabkan banyaknya kantong-kantong pendukung Masyumi yang

berada di Jawa Barat beralih dukungannya kepada Golkar. Kemenangan Golkar

dalam merebut dukungan umat muslim adalah dengan mengangkat isu tentang

modernisasi dan pembangunan ekonomi. Sementara daerah Jawa Timur yang

basis besarnya adalah NU, malah sedikit yang mendukung Parmusi. Masyarakat

NU lebih banyak memilih Golkar. Golkar sendiri mendapat dukungan pada basis

ini berasal dari eks pendukung PNI dan PKI.

2.11 Kiprah Muhammadiyah dalam Perpolitikan Jaman Orde Reformasi

Setelah berakhirnya Era Orde Baru dengan kejatuhannya Soeharto, dan

berganti dengan Era Orde Reformasi yang dimana “Era Kebebasan” termasuk

didalamnya kebebasan berpolitik. Kebebasan ini ditandai dengan munculnya

berbagai macam partai-partai, padahal baru enam bulan Soeharto jatuh.

Menjamurnya partai yang beraliran Naisonalis hingga Agama, membuat

Muhammadiyah menjadi terbelah dua. Kalangan Muhammadiyah terbagi dua

dikarenakan adanya pemikiran K.H Ahmad Dahlan yang menghendaki

Muhammadiyah tetap konsisten dalam gerakan dakwah, sosial, dan tajdid.

Pemikiran ini tetap konsisten dengan menjalankan Muhammadiyah sebagai

gerakan sosial dan melepaskan dari masalah-masalah politik. Pemikiran kedua

adalah sudah saatnya Muhammadiyah berpartisipasi aktif dan peduli terhadap

persoalan-persoalan politik dalam rangka membina kehidupan berbangsa dan

bernegara. Muhammadiyah dituntut untuk terlibat aktif dan mendorong reformasi

dengan tetap berpegang teguh dengan “amar ma’ruf nahi munkar”.

Dari dua pemikiran tersebut memberikan dilema yang berat bagi Muhammadiyah,

di satu sisi derasnya gelombang reformasi membuat Muhammadiyah harus

Page 22: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

menunjukkan sikap yang jelas terhadap perkembangan situasi politik di Indonesia,

di lain sisi Muhammadiyah juga terikat pada doktrin sejak berdirinya organisasi

ini untuk tidak berpolitik praktis. Saat bersamaan Pemuda Muhammadiyah

menginginkan Dr. Amien Rais untuk terjun langsung dalam politik praktis. Sidang

Tanwir Muhammadiyah tanggal 5-7 Juli 1998 membuahkan satu rekomendasi

kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk melakukan itjihad politik. Bagi

kalangan lain rekomendasi ini ditafsirkan sebagai mendirikan partai politik,

sebagaimana yang disampaikan oleh Amien Rais. Menurut Ahmad Syafi’I

Ma’arif, partai yang akan diusulkan oleh Amien Rais nantinya bersifat terbuka,

berwawasan cinta terhadap tanah air dengan tujuan untuk memajukan proses

reformasi. Dengan kata lain tidak adanya hubungan antara partai yang didirikan

dengan Muhammadiyah baik secara organisator, kelembagaan hingga

Muhammadiyah bukan pendiri partai tersebut.

Pada tanggal 23 Agustus 1998 bertempat di Jakarta, Amien Rais dengan teman-

temannya mendeklarasikan berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN). Langkah

Amien Rais itu sendiri untuk mengakomodir keinginan dan kepentingan warga

Muhammadiyah yang sejak lama berada dalam kungkungan Orde Baru.

Berdirinya PAN yang bersifat terbuka dan majemuk serta tidak membatasi

dukungan dari kalangan Muhammadiyah saja. Setidaknya ini adalah satu langkah

yang positif bagi kalangan Muslim untuk terbuka terhadap kalangan Non-Muslim,

dan langkah ini juga memberikan kesan positif dari pihak Non-Muslim yang

merasa PAN adalah partai Muhammadiyah. Meskipun secara Nasional perolehan

suara PAN berada di posisi 5 besar, namun Amien Rais (Ketua Umum PAN)

berhasil menggalang kekuatan partai-partai yang lain (PKB, PPP, Bulan Bintang,

serta PK) dalam wada “poros tengah” yang menghantarkan Abdurrahman Wahid

sebagai Presiden Republik Indonesia mengalahkan Megawati Soekaroputri.

http://celotehhatidanpikiran.blogspot.com/2011/01/muhammadiyah-dalam-konstelasi.html

Page 23: Muhammadiyah Dalam Konstelasi Perpolitikan Nasional (Tugas)

BAB III

KESIMPULAN

Khittah artinya garis besar perjuangan. Khittah itu mengandung konsepsi

(pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan.

Ada empat fase perkembangan Muhammadiyah, empat fase perkembangan

Muhammadiyah yaitu :

1. Fase Identifikasi Diri

2. Fase Ideologi Politik

3. Fase Depolitisasi dan Deideologisasi

4. Fase Repotilisasi

Selain itu ada 3 zaman kiprah perpolitikan mohammadiyah diantaranya zaman

orde baru, zaman orde lama, dan orde reformasi.