muhamd febry (pendidikan dokter 2011)
TRANSCRIPT
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
1/65
PERBEDAAN PENYEMBUHAN LUKA SECARA HISTOPATOLOGI
DENGAN LAMANYA PEMBERIAN KORTIKOSTEROID SEBELUM
TERJADINYA LUKA PADA MENCIT (Mus musculus)
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai
pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran
oleh
MUHAMAD FEBRY
No.BP.1110311021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
2/65
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
3/65
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
4/65
i
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah, Rabb semesta alam yang menguasai
segenap isi bumi dan langit, yang senantiasa menggenggam hati-hati manusia.
Dengan limpahan rahmat dan petunjuknya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul Perbedaan Penyembuhan Luka Secara Histopatologi
dengan Lamanya Pemberian Kortikosteroid Sebelum Terjadinya Luka Pada
Mencit (Mus musculus). Shalawat dan salam untuk Rasul mulia Muhammad
SAW, semoga kita semua selalu meneladani segala sisi kehidupannya. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked) pada Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terwujudkan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, saran serta
dorongan maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
menyampaikan ucapan terimaksih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Dr.dr. Masrul, Sp.GK
M.Sc, dan dr. Eka Nofita, M. Biomed selaku pembimbing akademik
terima kasih telah memfasilitasi dan membimbing penulis selama
menjalani pendidikan.
2. Ibu dr. Aswiyanti Asri, M.Si.Med, Sp.PA dan ibu dr. Laila Isrona, M.Sc
selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah mengorbankan
waktu, pikiran, dan tenaganya untuk memberi petunjuk serta saran pada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. dr. Asril Zahari, Sp.B KBD, Dr. Yusticia Katar, Apt, dan dr. Henny
Mulyani, Sp.PA, M.Biomed selaku penguji yang telah banyak
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.4.
Dosen, residen dan staf Laboratorium Pataologi Anatomi yang telah
membantu penulis dalam pembuatan slide serta pembacaan hasil
patologi anatomi.
5.
Ayahanda (Basir) dibalik sosokmu yang diam tersimpan kepedulian
yang besar untuk anak-anakmu, terima kasih untuk keteladanannya.
Kepada Ibunda (Emi Yanti) yang selalu melimpahkan sejuta cinta dan
doa serta didikan yang membuat penulis senantiasa termotivasi dan
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
5/65
ii
yang telah mengajarkan arti hidup dan ketegaran. Kepada Adik-Adikku
(Nadia, Shella, Tasya) jadilah pribadi yang lebih baik dari abang, Ante
(Neng Aini), serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan
moril dan materil yang tiada henti-hentinya, terima kasih untuk
cintanya.
6.
Rekan-rekan dan presidium Medicalstudent Research Centre (Riri,
Wulan, Dina, Dian, Nindo, Ibnu, Rido). Terima kasih untuk semangat
dan bantuan yang telah teman-teman berikan.
7. Saudara-saudaraku dihalaqah, Arif, Atif, Jaka, Nanang, Tama, Jola,
Andika Budi, Prima, Jaka, Dedi, Subhan, Reski, Fahri, Aji. Terima
kasih atas ilmu dan ukhuwah yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu
dengan hati terbuka penulis menerima saran atau kritikan yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua, khususnya penulis sendiri, Amin.
Padang, Oktober 2014
Penulis
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
6/65
iii
ABSTRAK
PERBEDAAN PENYEMBUHAN LUKA SECARA HISTOPATOLOGI
DENGAN LAMANYA PEMBERIAN KORTIKOSTEROID SEBELUM
TERJADINYA LUKA PADA MENCIT (Mus musculus)
Oleh
Muhamad Febry
Proses penyembuhan luka, melalui beberapa tahapan yang cukup
kompleks. Pada awal terjadinya luka, akan dimulai dengan fase hemostasis,
dilanjutkan dengan fase inflamasi, kemudian proliferasi, dan terakhir fase
remodeling. Penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama dapat
memperlambat proses penyembuhan luka, dengan cara menurunkan proses
pembentukan fibroblas, menurunkan jumlah gerakan dan fungsi leukosit,
mengurangi pergerakan polimorfonuklear (PMN) keluar dari kompartemenvaskular, dan mengurangi jumlah sirkulasi limfosit, monosit, dan eosinofil ,
terutama dengan cara meningkatkan gerakan sel radang keluar dari sirkulasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan penyembuhan luka Secara
histopatologi dengan Lamanya Pemberian Kortikosteroid Pada Mencit (Mus
musculus).
Desain penelitian adalah eksperimental dengan menggunakan rancangan
Randomized Post Test Control Group Design yang dilaksanakan pada Bulan
Februari 2014 hingga Oktober 2014 di Laboratorium Hewan, Biokimia, dan
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Unand. Subjek penelitian adalah mencit
putih (Mus musculus) yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, perlakuan 1 (pemberian
kortikosteroid 10 hari sebelum luka), dan kelompok perlakuan 2 (pemberian
kortikosteroid 30 hari sebelum luka). Setelah hari ke-9 pembuatan luka, mencit
diterminasi untuk diambil jaringan luka, dan dilakukan pemeriksaan secara
histopatologi dan melihat pembentukan jaringan granulasi (neovaskular,
fibroblast, sel radang). Hasil penelitian menunjukkan terdapat terdapat perbedaan
secara signifikan antar kelompok dengan melihat nilai (p) berupa neovaskuler,
fibroblas, neutrofil, limfosit, berturut-turut 0,007; 0,025; 0,009;
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
7/65
iv
ABSTRACT
DIFFERENCE OF THE PROCESS OF WOUND HEALING FROM
HISTOPATHOLOGY VIEW WITH THE DURATION OF
CORTICOSTEROID CONSUME BEFORE WOUND IN MICE (Mus
muculus)by
Muhamad Febry
The process of wound healing is passing through several complex steps.
On the first step of wound, the hemostatic phase will start, followed by
inflammation phase, proliferation phase and ended with remodeling phase. The
using of corticosteroid for the long period can delay the wound healings process
by inhibit the fibroblasts formation, decrease the motility and function of
leucocyte, decrease the movement of Polymorph nuclear (PMN) coming out from
the compartment of vascular, and decrease the lymphocyte, monocyte and
eosinophil numbers in circulation, mainly by increase the movement ofinflammatory cell come out from circulation. The purpose of this research is to
determine the difference of the process of wound healing from histopathology
view with the duration of corticosteroid consume in mice (Mus muculus).
The research use experiment with Randomized Post Test Control Group
Design which held from February 2014 till October 2014 in Animals Laboratory,
Biochemistrys laboratory, and Pathologys laboratory of Medical Faculty,
University of Andalas. The subjects are the mice (Mus musculus) which already
fulfilled the inclusion and exclusions criterias. The subjects divided into 3
groups, the control group, 1stintervention (the injection of corticosteroid 10 days
before wound) and 2ndintervention (the injection of corticosteroid 30 days before
wound). After the 9thday of wound, the mice are terminates to take the wound
tissues and examine histologically to see the formation of granulation tissues
(neovascular, fibroblast, inflammation cell). The result shown that there is the
significance difference between intervention groups with p value from
neovascular, fibroblast, neutrophil, and lymphocyte in sequence are 0,007; 0,025;
0,009;
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
8/65
v
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
Abstrak ii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Daftar Singkatan viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.3.1
Tujuan Umum 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyembuhan Luka 6
2.1.1 Fase Inflamasi 6
2.1.2 Fase Proliferasi 7
2.2.3 Fase Remodeling 8
2.2 Kortikosteroid 9
2.2.1 Pengaruh Kortikosteroid Terhadap
Penyembuhan luka 12
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep 16
3.2 Hipotesis Penelitian 17
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
9/65
vi
BAB IV. METODELOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian 18
4.2 Waktu dan Tempat 18
4.3 Populasi dan Sampel 19
4.3.1 Kriteria Inklusi 20
4.3.2 Kriteria Eksklusi 20
4.4 Variabel Penelitian 20
4.4.1 Klasifikasi Penelitian 20
4.4.2 Definisi Operasional 21
4.5 Bahan Penelitian 23
4.6 Instrumen Penelitian 24
4.7 Prosedur Penelitian 25
4.7.1 Pemeliharaan dan Perlakuan Hewan Coba 25
4.7.2 Penilaian Penyembuhan Luka Secara
Histopatologi 26
4.7.3 Pengolahan dan Analisa Data 27
4.7.4 Etika Penelitian 27
BAB V. HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat 29
5.2 Analisis Bivariat 32
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1 Perbedaan Rerata Pembuluh
Darah Baru (Neovaskuler) Antar Kelompok 35
6.2 Perbedaan fibroblas Antar Kelompok 37
6.3 Perbedaan Rerata Jumlah Sel Radang (Neutrofil,Limfosit, Makrofag) Antar Kelompok 39
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 42
7.2 Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 43
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
10/65
vii
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel Halaman
2.1 Hormon steroid adrenal dan sintetik, serta aktifitas 11
glukokortikoid dan mineralokortikoid.
5.1 Jumlah Pembuluh darah baru masing-masing kelompok 29
5.2 Jumlah fibroblas masing-masing kelompok 29
5.3 Jumlah neutrofil masing-masing kelompok 31
5.4 Jumlah limfosit masing-masing kelompok 31
5.5 Hasil uji normalitas data 33
5.6 Hasil analisis perbedaan penyembuhan luka 34
(neovaskuler, fibroblas, neutrofil, limfosit, makrofag)
tiap kelompok
5.7 Hasil analisiis Post-hoc LSD 34
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
11/65
viii
DAFTAR GAMBAR
Daftar Gambar Halaman
2.1 Fase normal pada penyembuhan luka 9
4.1 Rencana kerja dan perlakuan 18
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
12/65
ix
DAFTAR SINGKATAN
ACTH : Adenocorticotropin Hormon
EPCs :Endothelial Psogenitor Cells
FGF :fibroblas growth factor
K : Kelompok Kontrol
LPS : lipopolisakarida
LSD :Least Significan Differrence
PMN : Polimorfonuklear
SD : Standard Deviation
P1 : Kelompok Perlakuan 1
P2 : Kelompok Perlakuan 2
TGF- : Tumor Growth Factor betha
TNF- : Tumor Necrosis Factor alpha
VEGF : vascular endothelial growth factor
WHO : World Health Organization
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
13/65
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Luka adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena
adanya suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh. Faktor tersebut
seperti trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan
hewan. Proses penyembuhan luka, melalui beberapa tahapan yang cukup
kompleks. Pada awal terjadinya luka, akan dimulai dengan fase hemostasis,
dilanjutkan dengan fase inflamasi, kemudian proliferasi, dan terakhir fase
remodeling. Fase-fase ini dipengaruhi oleh berbagai interaksi seluler, serta diatur
oleh pelepasan sinyal-sinyal kimia lokal seperti sitokin, kemokin, faktor
pertumbuhan, dan faktor penghambat (Stephanie, R.G & Robert, F.D, 2010;
Sjamsuhidajat, R & Wim, D.J, 2005).
Setiap fase penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
kimiawi tertentu, diantaranya pada fase hemostasis ditentukan oleh adanya
beberapa faktor seperti trombosit, fibronektin, faktor von Willebrand, fibrinogen,
serta faktor pembekuan lainnya. Pada fase inflamasi dipengaruhi oleh adanya
neutrofil, sel mass, makrofag. Pada fase reepitelisasi dipengaruhi oleh fibroblast,
kolagen, sel epitel, sel endotel, sedangkan pada fase remodeling dilajutkan dengan
proses penggabungan benang-benang kolagen dan pembentukan jaringan parut,
serta masih banyak lagi pengaruh faktor-faktor lain dalam proses penyembuhan
luka. Pada saat terjadi gangguan pada fakor-faktor kimiawi itu, akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses penyembuhan luka pada seseorang
(Diegelmann R.F & Evans, M.C, 2004).
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
14/65
2
Penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama, lebih kurang 30 hari
dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka, dengan cara menurunkan proses
pembentukan fibroblas, menurunkan jumlah gerakan dan fungsi leukosit,
mengurangi pergerakan polimorfonuklear (PMN) keluar dari kompartemen
vaskular, dan mengurangi jumlah sirkulasi limfosit, monosit, dan eosinofil ,
terutama dengan cara meningkatkan gerakan sel radang keluar dari sirkulasi.
Glukokortikoid juga menurunkan migrasi sel inflamasi (PMN, monosit, dan
limfosit) ke fokus cedera, sehingga penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang
lama dapat meningkatkan kejadian infeksi, serta meyebabkan terjadinya
komplikasi dari penyembuhan luka (David G.G & Dolores, S, 2007).
National Surgical Quality Improvement Program Public di Amerika
melakukan penelitian retrospektif pada tahun 2005-2008 terhadap 20.434 pasien
yang menggunanakan terapi kortikosteroid baik secara parenteral maupun oral.
Dari penelitian tersebut didapatkan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi
penyembuhan luka setelah operasi. Pada penelitian lain disebutkan bahwa terjadi
peningkatan komplikasi penyembuhan luka pada pasien yang menggunakan
kortikosteroid sebanyak 2-5 kali lipat dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan kortikosteroid. Namun, pada penelitian lain didapatkan hasil yang
tidak signifikan terhadap komplikasi penyembuhan luka pada pasien yang
menggunakan kortikosteroid dosis terapi dalam waktu yang singkat (Wang, A.S,
Amstrong, E.J & Amstrong, A.W, 2012).
Kortikosteroid dalam dunia kedokteran dikenal dengan obat dewa, karena
hampir beberapa penyakit dapat diobati dengan obat ini, seperti pada artritis
reumatoid, lupus eritematosus, asma bronkial, dan beberapa penyakit lainnya.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
15/65
3
Kortikosteroid dapat ditemukan dalam beberapa bentuk sediaan, antara lain oral,
parenteral (IV, IM, intarsinovial, dan intralesi). Analog sintetik dari golongan
kortikosteroid ini sangat beragam, salah satunya adalah deksametason
(Farmakologi dan Terapi, 2007).
Deksametason (glukokortikoid sintetik) sebagai obat anti- inflamasi yang
banyak beredar di masyarakat, umumya digunakan untuk terapi pada artritis
rheumatoid dan alergi. Harganya yang murah dan mudah didapat mengakibatakan
obat ini masih menjadi andalan untuk terapi penyakit tersebut (Samsuri, 2011).
Deksametason memiliki kemampuan dalam menangulangi peradangan dan alergi
kurang lebih sepuluh kali lebih hebat dari pada yang dimiliki prednison. Sehingga
pada seseorang yang menggunakan kortikosteroid, tanpa pengawasan seorang
dokter, dapat meningkatakan efek samping penggunaan kortikosteroid, salah
satunya pada proses penyembuhan luka (Katzung GB, 2002). Penilaian pengaruh
kortikosteroid terhadap penyembuhan luka, banyak dilihat secara makroskopis,
namun sedikit penelitian yang menilai secara mikroskopis.
Berdasarakan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh
lamanya pemberian kortikosteroid terhadap penyembuhan luka, dengan
menggunakan mencit sebagai hewan coba dan kemudian dilihat gambaran
jaringan penyembuhan luka secara histopatologis.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan jumlah pembuluh darah baru, fibroblas,
neutrofil, limfosit dan makrofag secara histopatologis pada mencit
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
16/65
4
sebelum diinsisi diberikan kortikosteroid 10 dan 30 hari dengan mencit
yang tidak diberikan kortikosteroid?
2.
Apakah terdapat perbedaan jumlah pembuluh darah baru, fibroblas,
neutrofil, limfosit dan makrofag secara histopatologis pada mencit yang
diberikan kortikosteroid sebelum diinsisi selama 10 hari dengan 30 hari?
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penyembuhan
luka secara histopatologis dengan lamanya pemberian kortikosteroid sebelum
terjadinya luka pada mencit.
1.3.2Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbedaan jumlah pembuluh darah baru, fibroblas,
neutrofil, limfosit dan makrofag secara histopatologis pada mencit
sebelum diinsisi diberikan kortikosteroid 10 dan 30 hari dengan
mencit yang tidak diberi kortikosteroid.
2. Mengetahui perbedaan jumlah pembuluh darah baru, fibroblas,
neutrofil, limfosit dan makrofag secara histopatologis pada mencit
yang diberikan kortikosteroid sebelum diinsisi selama 10 hari dengan
30 hari.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Klinisi
Menambah pengetahuan tentang efek penggunaan kortikosteroid dalam
waktu lama (30 hari) sebelum terjadinya luka dapat memperlambat
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
17/65
5
penyembuhan luka pada seseorang, sehingga dapat diberikan terapi tambahan
untuk dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
1.4.2 Bagi Ilmu pengetahuan
1. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan mengenai hubungan
penyembuhan luka secara histopatologis dengan lamanya pemberian
kortikosteroid.
2. Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan kortikosteroid dalam waktu
yang lama dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai salah satu efek
samping penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama (30 hari) dapat
memperlambat penyembuhan luka.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
18/65
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyembuhan Luka
Luka adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena
adanya suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh. Faktor
tersebut seperti trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik,
atau gigitan hewan. Luka diklasifikasikan berdasarkan akut dan kronik, hal ini
dinilai berdasarkan waktu kemajuan kembalinya anatomi, fungsi dan struktur
normal dari jaringan yang luka tersebut. Luka juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan sembuh secara total, dan sembuh minimal, dilihat dari anatomi
normal, fungsi dan struktur jaringan luka (Sjamsuhidajat, R & Wim, D.J,
2005; Lazarus G.S, Cooper, D.M & Knighton, D.R, 1994).
Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan
interaksi yang terus menerus antara sel dengan sel dan antara sel dengan matriks
yang terangkum dalam tiga fase yang saling tumpang tindih. Tiga fase mekanisme
penyembuhan luka yang terjadi yaitu fase inflamasi (0-3 hari), fase proliferasi dan
pembentukan jaringan (3-14 hari) (Reddy et al., 2012) serta fase remodeling
jaringan (bisa dimulai pada hari ke 8 dan berlangsung sampai 1 tahun)
(Broughton et al., 2006)). Hasil dari mekanisme penyembuhan luka ini tergantung
dari perluasan dan kedalaman luka, serta ada tidaknya komplikasi yang
mengganggu perjalanan proses penyembuhan luka yang alami. Gangguan pada
proses perbaikan jaringan yang menyebabkan proses penyembuhan luka yang
lama, terjadi pada berbagai kondisi seperti pada orang yang berusia lanjut,
pengobatan dengan steroid, dan yang menderita penyakit diabetes dan kanker
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
19/65
7
(Gurtner et al., 2008). Pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya infeksi lebih
besar
Gambar 2.1 Fase normal pada penyembuhan luka (Stephanie, R.G &
Robert, F.D, 2010)
2.1.1. Fase Inflamasi (0-3 hari)
Fase inflamasi kira-kira berlangsung sejak terjadinya luka sampai pada
hari kelima. Pembuluh darah yang terputus akibat luka akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi,
pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus (retraksi), dan reaksi
hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh
darah saling melengket dan bersama jala fibrin yang terbentuk, sehingga
pembuluh darah yang luka menjadi tertutup (Sjamsuhidajat, R & Wim, D.J,
2005).
Jaringan yang rusak akan menyebabkan dikeluarkannya substansi-
substansi seperti histamin, bradikinin, serotonin, dan prostaglandin. Beberapa
dari substansi ini akan mengaktifkan sistem makrofag sehingga terjadi
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
20/65
8
fagositosis. Serotonin dan histamin akan meningkatakan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi eksudasi, pengumpulan sel radang, disertai vasodilatasi
setempat, sehingga menyebabkan terjadinya udem. Tanda dan gejala klinis
pada reaksi peradangan, berupa warna kemerahan dikarenakan kapiler melebar
(rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor)
(Sjamsuhidajat, R & Wim D.J, 2005).
Pada fase ini juga akan terjadi pergerakan leukosit menembus dinding
pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit
mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran
luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut berperan dalam
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis).
(Sjamsuhidajat, R & Wim, D.J, 2005).
2.1.2. Fase Proliferasi (3-14 hari)
Pada fase proliferasi, luka dipenuhi sel radang, pembuluh darah baru,
fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan
permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Granulosit
dan monosit fagositik memulai proses pembersihan. Pembuluh darah baru
mengeluarkan enzim litik untuk memecah fibrin dan memungkinkan
pembentukan anyaman. Tunas itu kemudian mengalami kanalisasi,
membentuk lengkung vaskuler yang menghasilkan penyediaan darah yang
kaya zat gizi dan oksigen. Selama reaksi vaskuler dan seluler yang hebat, juga
terjadi proses epitelisasi. Epitelium dengan cepat beregenerasi untuk
mengembalikan fungsi pelindungnya. Dalam 48 jam, selapis tipis epitelium
akan menutupi luka. Keadaan ini dimulai dengan mitosis sel basal epidermis
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
21/65
9
dan diikuti dengan perpindahan epitelium. Epitelium berpindah sampai
berkontak dengan sel epitel lain. Kekuatan regangan luka mencapai 25%
jaringan normal. Pada saat tertutupnya permukaan luka, pembentukan jaringan
granulasi juga akan terhenti dan dimulailah proses maturasi (Sjamsuhidajat, R
& Wim, D.J, 2005; Sabiston, D.J, 2011).
2.1.3. Fase Remodeling (8 hari 1 tahun)
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya grafitasi, dan
akhirnya terbentuk jaringan yang baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-
bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah hilang. Udem
dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan
diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai
regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat,
tipis, dan lemas, serta dapat dimobilisasi dari dasar, sehingga terjadi
pengerutan maksimal pada luka. Pada fase ini kulit mampu menahan regangan
kira-kira 80% dari kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6
bulan setelah penyembuhan (Sjamsuhidajat, R & Wim, D.J, 2005).
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
22/65
10
Gambar 2.1 Fase Inflamasi (1), Fase Proliferasi (2), Fase Remodelling (3a,
3b) (Romo, 2012)
2.2 Kortikosteroid
Kortikosteroid (adrenokortikal) merupakan salah satu hormon yang
disekresikan oleh kelenjar adrenal, tepatnya disekresikan oleh korteks adrenal.
Terdapat dua jenis hormon adrenokortikal yang utama, yaitu mineralokortikoid
dan glukokortikoid. Seluruh hormon ini disintesis dari kolesterol steroid, dan
semuanya memiliki rumus kimia yang sama. Akan tetapi, perbedaan yang sangat
sedikit dalam struktur molekulnya memberikan beberapa fungsi penting yang
berbeda. Pada korteks adrenal dapat dikenali lebih dari 30 jenis steroid, namun
hanya dua jenis yang berguna untuk fungsi endokrin manusia, yaitu aldosteron
yang merupakan mineralokortikoid utama, dan kortisol yang merupakan
glukokortikoid utama (Guyton, A.C & Hall, J.E, 2007).
Kortisoldan Aldosteron, disekresikan dari zona yang berbeda dari korteks
adrenal. Kortisol disekresikan dari zona fasikulata, yaitu lapisan tengah dan
terlebar, membentuk sekitar 75% dari korteks adrenal, sekresinya juga diatur
sebagian besar oleh sumbu hipotalamus-hipofisis lewat adrenocorticotropin
hormone (ACTH). Aldosteron disekresikan oleh zona glomerulosa, membentuk
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
23/65
11
sekitar 15% korteks adrenal, mengandung aldosterone sintase yang dibutuhkan
untuk sisntesis aldosteron, serta diatur terutama oleh konsentrasi angiotensin II
dan kalium cairan ekstra sel, yang keduanya merangsang sekresi aldosteron.
Kortisol memiliki fungsi antiinflamasi yang kuat melalui beberapa
mekanisme, diantaranya (Guyton, A.C & Hall, J.E, 2007) :
1.
Kortisol menstabilkan membran lisosom. Hal ini merupakan salah satu
efek antiinflamasi kortisol yang paling penting, karena kortisol
membuat membran lisosom intrasel menjadi lebih sulit pecah daripada
keadaan normal. Oleh karena itu, sebagian besar enzim proteolitik
yang disimpan dalam membran lisosom, sulit utuk dikeluarkan oleh
sel-sel yang rusak sehingga menurunkan proses inflamasi
2. Kortisol dapat menurunkan permeabilitas kapiler, yang merupakan
efek sekunder dari penurunan pelepasan enzim proteolitik, sehingga
mencegah sel plasma masuk kedalam jaringan.
3. Kortisol menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan
fagositosis sel yang rusak. Efek ini mungkin dihasilkan karena efek
dari kortisol yang dapat mengurangi pembentukan prostaglandin dan
leukotrin yang berfungsi meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas
kapiler, dan mobilitas leukosit.
4.
Kortisol menekan sistem imun, sehingga menyebabkan reproduksi
limfosit menurun secara nyata. Jumlah sel T dan antibodi yang
berkurang di daerah inflamasi akan mengurangi reaksi jaringan,
sehingga menghambat proses inflamasi yang lebih lanjut.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
24/65
12
5. Kortisol menurunkan demam terutama karena kortisol mengurangi
pelepasan interleukin-1 dari leukosit, yang merupakan salah satu
perangsang utama terhadap sistim pengaturan temperatur hipotalamus.
Penurunan temperatur selanjutnya mengurangi derajat vasodilatsi.
Jadi, kortisol memiliki efek yang hampir menyeluruh dalam mengurangi
semua akibat proses inflamasi. Sehingga, akan mempengaruhi terjadinya proses
penyembuhan suatu luka, dikarenakan proses-proses penting dalam penyembuhan
luka dihambat melalui efek kortisol yang merupakan salah satu enzim utama dari
glukokortikoid.
Glukokortikoid juga memiliki enzim lain, baik yang disekresikan sendiri
oleh korteks adrenal, maupun sintetik yang memiliki efek yang sama dengan
kortisol, diantaranya yaitu, kortikosteron (memiliki efek, kira-kira 4 persen
seluruh aktivitas glukokortikoid), kortison (sintetik, hampir sekuat kortisol),
prednison (sintetik, empat kali lebih kuat daripada kortisol), metilprednisolon
(sintetik, lima kali lebih kuat daripada kortisol), deksametason (sintetik, 30 kali
lebih kuat daripada kortisol).
Tabel 2.1 Hormon steroid adrenal dan sintetik, serta aktifitas glukokortikoid
dan mineralokortikoid (Guyton, A.C & Hall, J.E, 2007)
Steroid Aktifitas Glukokortikoid Aktifitas Mineralokortikoid
Steroid Adrenal
Kortisol 1 1Kortikosteron 0,3 15,0
Aldosteron 0,3 3000Deoksikortikosteron 0,2 100Dehidroepiandrosteron - -
Steroid Sintetik
Kortison 1,0 1,0
Prednisolon 4 0,8Metilprednisolon 5 -Deksametason 30 -
9-fluorokortisol 10 125
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
25/65
13
2.2.1. Pengaruh Kortikoseteroid Terhadap Penyembuhan Luka
Kortikosteroid menghambat jalannya proses penyembuhan luka, melalui
beberapa mekanisme seperti yang dijelaskan sebelumnya, dan ditambah dengan
beberapa mekanisme diantaranya, yang pertama dengan cara menurunkan jumlah
monosit pada sirkulasi, dan menurunkan jumlah masuknya makrofag pada
jaringan luka. Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya penurunan jumlah
makrofag akan menyebabkan terjadinya penurunkan jumlah fagositosit maupun
produksi dari growth factor dan sitokin. Kortikosteroid juga dapat menghambat
terjadinya proses reepitelisasi, menurunkan respon pembentukan fibroblas,
memperlambat proses proliferasi dari pembuluh darah, serta menghambat
terjadinya proses sintesis kolagen dan maturasi dari jaringan luka (David, M.P &
Doughlas, D.R, 2010).
Gangguan penyembuhan luka, dapat dipengaruhi oleh infeksi yang lama
dikarenakan oleh efek samping penggunaan kortikosteroid melalui penurunan
proses inflamasi. Steroid menurunkan konsentrasi dan fungsi leukosit di perifer.
Terjadi peningkatan jumlah neutrofil oleh sumsum tulang, sebagai respon
penurunan jumlah leukosit lainnya, limfosit, monosit, basofil, dan eosinofil.
Kortikosteroid juga dapat menghambat fungsi makrofag, antigen-presenting cells
sehingga menurunkan fungsi kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan sitokin
seperti tumor necrosis factor alpha (TNF-) dan interleukin-1. Kortikosteroid
juga dapat mengurangi pembentukan mediator inflamasi seperti prostaglandin,
leukotrien,danplatelet-activating factor, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi
dapat menghambat Sel B sehingga menghambat pembentukan immunoglobulin.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
26/65
14
Makrofag adalah sel inflamasi yang sangat berperan dalam penyembuhan
luka, walaupun perannya dalam penyembuhan luka masih belum sepenuhnya
dipahami. Makrofag memiliki banyak fungsi dalam luka, diantaranya fungsi
pertahanan pada sel, mempercepat proses peradangan, serta membantu proliferasi
sel dan pemulihan jaringan setelah cedera. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
peran makrofag pada beberapa negara memiliki fenotipik berbeda dalam
penyembuhan luka pada tiap-tiap tahap penyembuhan luka. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa, terjadinya disfungsi makrofag memegang peranan penting
dalam patogenesis sukarnya penyembuhan pada suatu luka. Oleh karena kemajuan
dalam pemahaman tentang sel multi-fungsi ini, makrofag terus menjadi sasaran
terapi untuk mengurangi fibrosis dan jaringan parut, serta untuk meningkatkan
penyembuhan luka kronis (Timothy J.K & Luisa A.D, 2013).
Pada beberapa binatang percobaan yang diberikan kortikosteroid
perioperatif terjadinya gangguan penyembuhan luka sebesar 30% saat diberikan
kortikosteroid sebanyak 15-40 mg/KgBB/hari. Pada beberapa literatur juga
ditemukan, pasien yang mendapatkan kortikosteroid dalam waktu kurang dari 10
hari, tidak memiliki efek yang signifikan secara klinik terhadap proses
penyembuhan luka. Pada pasien yang menggunakan kortikosteroid dalam waktu
yang lama, paling sedikit selama 30 hari sebelum tindakan pembedahan, terjadi
efek samping terhadap penyembuhan luka 2 sampai 5 kali dibandingkan dengan
pasien yang tidak menggunakan kortikosteroid. Komplikasi kortikosteroid
terhadap penyembuhan luka sangat bergantung pada jumlah dosis, lamanya
penggunaan, penyakit penyerta, dan jenis dari pembedahan yang dilakukan
(Wang, A.S, Amstrong, E.J, & Amstrong, A.W, 2012).
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
27/65
15
National Surgical Quality Improvement Program Public di Amerika,
melakukan penelitian retrospektif dari tahun 2005 sampai 2008 untuk melihat efek
penggunaan kortikosteroid. Pada penelitian ini, dari 635.265 pasien yang ada pada
database, didapatakan sebanyak 20.434 pasien (3,2%) yang mendapatkan
pengobatan kortikosteroid selama lebih kurang 30 hari baik secara parenteral
maupun oral, didapatkan hasil berupa terjadinya peningkatan efek samping berupa
infeksi yang signifikan setelah dilakukannya operasi, kira-kira 2,9% sampai 5%
atau terjadinya peningkatan 2 sampai 3 kali lipat dibandingkan dengan pasien
yang tidak mendapatkan kortikosteroid. Namun pada penelitian ini tidak
didapatkan dosis dan waktu pasti penggunaan kortikosteroid, serta keadaan pasien
yang mendapatkan terapi kortikosteroid (Ismael, H, Horst, M & Farooq, M,
2011).
Pada penelitian lain yang dilakukan pada hewan untuk melihat efek
penggunaan kortikosteroid setelah operasi, didapakan hasil pada hewan yang
diberikan kortikosteroid 3 hari atau lebih setelah terjadinya luka, tidak didapatkan
pengaruh hambatan pada penyembuhan luka. Jika diberikan kortikosteroid dalam
dosis yang besar setelah tindakan operasi dapat menyebabkan terjadinya
imunosupresi dan peningkatan kejadian infeksi, sehingga mendukung untuk
terjadinya komplikasi mekanik terhadap penyembuhan luka.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
28/65
16
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Keterangan :
= Variabel diteliti
= Variabel tidak diteliti
= Menghambat
Jaringan Granulasi
Efek :
1. Menurunkan jumlahmakrofag dan monositdisirkulasi.
2. Menghambat prosesreepitelisasi.
3. Menurunkanpembentukan
fibroblast.4. Menghambat sintesis
kolagen dan maturasi
jaringan luka.
Deksametason
Fase
Inflamasi
Hemostasis
Fase
Remodeling
Fase
Proliferasi
Filtrasi SelRadang
Luka Kulit
PenyembuhanLuka
Injeksi Subcutan
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
29/65
17
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan
tinjauan pustaka, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. : Terdapat perbedaan penyembuhan luka secara histopatologis
antara mencit yang diberikan kortikosteroid sebelum terjadinya
luka dengan mencit yang tidak diberikan kortikosteroid
: Tidak terdapat perbedaan penyembuhan luka secara
histopatologis antara mencit yang diberikan kortikosteroid
sebelum terjadinya luka dengan mencit yang tidak diberikan
kortikosteroid
2. : Terdapat perbedaan penyembuhan luka secara histopatologis
pada mencit yang diberikan kortikosteroid sebelum terjadinya
luka berdasarkan lamanya pemberian.
: Tidak terdapat perbedaan penyembuhan luka secara
histopatologis pada mencit yang diberikan kortikosteroid
sebelum terjadinya luka berdasarkan lamanya pemberian.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
30/65
18
PemeriksaanHistopatologi (Hari ke-
4 Setelah Luka)
Pembedahan
PemberianDeksametason 16
mg/kg/hari
Pembagian Kelompok
18 ekor mencit
Randomisasi dalam3 kelompok
Kontrol
Luka kulit
& pengambilanjaringan luka
Evaluasi jaringangranulasi
Perlakuan 1(10 Hari)
Luka Kulit
& pengambilan
jaringan luka
Evaluasi jaringangranulasi
Perlakuan 2(30 hari)
Luka kulit
& pengambilanjaringan luka
Evaluasi jaringangranulasi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan rancangan
Randomized Post Test Control Group Design untuk mengetahui pengaruh
lamanya pemberian kortikosteroid sebelum terjadinya luka pada beberapa
kelompok mencit, terhadap gambaran histopatologi jaringan lukanya. Subjek
penelitian adalah mencit (Mus musculus).
Gambar 4.1 Rencana kerja dan perlakuan.
4.2 Waktu dan Tempat
Pemelihraan hewan coba dan induksi kortikosteroid dilakukan di
Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
31/65
19
Pemeriksaan jaringan luka secara histopatologi setelah perlakuan secara
histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Penelitian ini berlangsung selama 34 hari, dengan rincian pemberian
kortikosteroid paling lama 30 hari, proses penyembuhan jaringan luka setelah luka
kulit selama 4 hari.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah mencit putih (Mus musculus) yang berumur 8-
12 minggu, dengan berat badan berkisar 15-30 gram.
Penentuan besar sampel dicari dengan rumus (Dell, R.B, Holleran, S &
Ramakrishan, R, 2003) :
dimana, n = jumlah sampel tiap perlakuan, = 1 power penelitian dan p =
besar sampel yang diperkirakan tidak menunjukkan perubahan gambaran
histopatologis jaringan luka.
Jika power penelitian perlakuan yang didinginkan = 99% ( = 1 power=
1- 0,99 = 0,01) dan diperkirakan 60% dari smapel menunjukan perubahan
gambaran histopatologis jaringan luka ( p= 1- 0,6 = 0,4), maka :
Akan tetapi, untuk mencegah terjadinya drop-out di tengah-tengah
penelitian karena mencit mati atau sakit, maka dilakukan koreksi besar sampel
dengan menggunakan rumus :
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
32/65
20
( )
dengan besar sampel yang dikoreksi, = besar sampel yang dihitung, =
perkiraan proporsi drop-out. Proporsi drop-out sampel diperkirakan 10%,
sehingga didapat :
( )
( )
Jadi, dalam penelitian ini didapatkan besar sampel tiap perlakuan minimal 6
ekor mencit, sehingga jumlah total mencit yang dibutuhkan sebanyak 18 ekor
mencit.
Kortikosteroid yang digunakan pada penelitian, berupa deksametason
dengan dosis 16 mg/Kg BB perhari (Wang, A.S, Amstrong, E.J & Amstrong,
A.W, 2012).
4.3.1 Kriteria Inklusi
Mencit putih, dalam keadaan sehat, aktifitas dan tingkah laku normal,
berumur 812 minggu, dengan berat badan 15 - 30 gram.
4.3.2 Kriteria Eksklusi
Gerakan mencit tidak aktif, dan mencit mati dalam masa penelitian.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi Penelitian
1. Variabel Bebas : Pemberian deksametason 16 mg/Kg BB dan
lamanya pemberian deksametason pada masing-masing kelompok
perlakuan.
2.
Variabel Tergantung : Proses penyembuhan luka, dilihat dari jaringan
granulasi, reepitelisasi, dan neovaskuler.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
33/65
21
3. Variabel Kontrol : Umur, berat badan, dan makanan mencit.
4.4.2 Defenisi Operasional
4.4.2.1 Pemberian Kortikosteroid
Pengertian : Pemberian deksametason sebanyak 16 mg/Kg BB
sehari sekali secara intravena.
4.4.2.2 Luka kulit
Pengertian : Luka yang hanya mengenai kulit dan subcutan
(Dorland, 2010).
4.4.2.3 Jaringan granulasi
Pengertian : Jaringan penyambung vaskuler yang membentuk
proyeksi garanular pada prmukaan luka yang
menyembuh, ulkus, atau permukaan luka yang
meradang (Dorland, 2010).
Cara ukur : Menghitung jumlah pembuluh darah baru, sel radang,
dan fibroblast. Perhitungan jumlah pembuluh darah
baru pada sediaan histopatologi menggunakan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x10.
Perhitungan jumlah sel radang dengan menghitung
jumlah sel neutrophil, limfosit, makrofag pada sediaan
histopatologi menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 40x10. Perhitungan jaringan fibroblas
dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 40x10. Perhitungan dilakukan sebanyak
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
34/65
22
tiga lapangan pandang kemudian dirata-ratakan (Fitria
M, 2013)
Alat ukur : Mikroskop cahaya
Skala ukur : Numerik
4.5 Bahan Penelitian
4.5.1. Hewan Coba dan Bahan untuk Pemeliharaan Hewan Coba
Delapan Belas (18) ekor mencit yang memenuhi kriteria inklusi
Pakan standar
Sekam
Alkohol 70%
Air
4.5.2. Bahan untuk Induksi Deksametason
Deksametason Injeksi
4.5.3. Bahan untuk Pembedahan Hewan Coba
Eter
Diazepam
Larutan NaCL 0,9% fisiologis (saline)
Alkohol 70%
Larutan povidone iodine (Betadine)
Kasa steril
Benang jahi Atraumatik 4,0
Selotip kertas
4.5.4. Bahan Pembuatan dan Pemeriksaan Preparat Histopatologi
Alkohol absolut 100%
New rapid
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
35/65
23
Alkohol 96% mounting medium
Alkohol 70% Gliserol
Larutan Bouin Parafin
Larutan hematoxylin Air suling
Larutan eosin Minyak imersi
Xylol
4.6 Instrumen Penelitian
4.6.1. Instrumen untuk Pemeliharaan Hewan Coba
Kandang hewan coba
Hands spray
Tempat makan dan minum hewan coba
Timbangan digital
4.6.2. Instrumen untuk Injeksi Deksametason
Spuit 1 mL
Jarum suntik 27 G
Wadah Kecil
4.6.3. Instrumen untuk Pembedahan Hewan Coba
Pisau cukur Papan bedah
Minor Set Spuit 1 mL
Jarum suntik 27 G Jarum jahit
Penggaris Sunkup
4.6.4. Instrumen untuk Pembuatan Preparat Histopatologi
Mikrotom Hotplate
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
36/65
24
Kuas Kecil Rak pewarnaan
Object glass Bak pewarnaan
Cover glass Pipet tetes
Water bath Histoplate
Inkubator Kaset jaringan
4.6.5. Instrumen untuk Pemeriksaan Histopatologi
Mikroskop Nixon XXI
4.6.6. Instrumen Sanitasi dan Higiene
Sarung tangan (hand gloves) Masker
Sabun cuci tangan antiseptik Alkohol
Jas Laboratorium Cotton balls
4.6.7. Instrumen Pengumpulan data
Buku (catatan perlakuan hewan coba) Pena
Penggaris
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pemeliharaan dan Perlakuan Hewan Percobaan
Semua mencit yang akan diberikan perlakuan sebelumnya
diadaptasikan selama 7 hari dengan lingkungannya. Selama adaptasi tikus
ditimbang diawal dan akhir dari adaptasi. Mencit yang digunakan untuk
penelitian adalah mencit yang tidak mengalami penurunan berat badan
lebih dari 10% dan perilakunya normal.
Mencit dibagi kedalam tiga kelompok, dengan masing-masing
kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Setiap Kelompok memiliki perlakuan
yang berbeda, dengan rincian :
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
37/65
25
Kelompok I : Tanpa diberikan perlakuan (kontrol)
Kelompok II : Diberikan deksametason 16 mg/Kg BB selama 10 hari.
Kelompok III : Diberikan deksametason 16 mg/Kg BB selama 30 hari.
Untuk semua kelompok perlakuan akan diberikan pakan standar
AIN 93 M dan minum secara ad libitum setiap harinya.
Setelah diberikan perlakuan dengan jumlah hari yang berbeda pada
tiap kelompok, selanjutnya dilakukan pembuatan luka kulit pada
punggung mencit, kemudian dilakukan perawatan luka pada mencit selama
9 hari, pada masing-masing kelompok. Selanjutnya mencit dieuthanasia,
dilakukan di tempat yang terpisah dari keberadaan hewan lain (Komisi
Nasional Etik dan Penelitian Kesehatan RI, 2006). Setelah itu, diambil
beberapa bagian dari jaringan luka, dan dilakukan pemeriksaan secara
histopatolagi pada laboratorium patalogi anatomi.
4.7.2 Cara pembuatan luka
Pembuatan luka dermis dilakukan dengan cara (1) Tikus diberikan
anastesi berupa eter, secara inhalasi. (2) Bulu mencit sekitar sayatan (daerah
punggung) dicukur sampai licin, kemudian dibersihkan dengan kapas
beralkohol 70%. (3) Kemudian dilakukan perlukaan pada punggung mencit
dengan cara membuat sayatan sepanjang 2 cm menggunakan skapel yang
steril. Sayatan dibuat sejajar dengan tulang belakang.
4.7.3 Cara Penilaian penyembuhan luka secara histopatologi
1. Pada hari ke-9 setelah perlakuan masing-masing kelompok,
semua hewan coba dikorbankan, kemudian diambil jaringan
(insisi histopatologi) dengan irisan para median kiri dan kanan
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
38/65
26
untuk mengambil jaringan bekas operasi (dengan mengambil juga
jaringan normal disekitar luka) dan diteliti secara mikroskopis
untuk pemeriksaan histopatologinya.
2. Jaringan yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol berisi
Formalin 10% untuk dikirim ke Laboratorium Patalogi Anatomi
Fakultas Kedokteran Unand untuk di periksa histopatologinya.
3. Cara penilaian sesuai dengan definisi operasional.
4.7.3 Pengolahan dan Analisis Data
Hasil pengamatan perubahan gambaran histopatologis pada jaringan
luka pada hewan coba dicatat, ditabulasi, dan dianalisis secara statistik
menggunakan program SPSS 20.0 versi Windows dengan interval
kepercayaan 95% dan taraf signifikansi 0,05 (p = 0,05). Analisis data
normalitas data (Shapiro-Wilks), uji homogenitas varian, dan uji One-Way
ANOVA diikuti uji post-hoc LSD (Least Significan Difference) dengan
alternatif uji non parametric Kruskal-Wallis diikuti uji post-hoc Mann-
Whitney.
Rerata (mean) dan simpangan baku (standard deviation)untuk tiap
kelompok dihitung dari data yang didapatkan. Nilai yang didapat dari data
hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk rerata (mean) standar
deviasi (SD).
4.7.4 Etika penelitian
Oleh Karena pada penelitian ini digunakan mencit sebagai hewan
coba, maka sampel perlu dilakukan dengan layak, dengan cara dianastesi
pada saat laparatomi steril, kandang dibersihkan tiap hari, cahaya yang
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
39/65
27
cukup serta makanan dan minuman sesuai kebutuhan. Hewan coba
dikorbankan dengan over dosis anastesi sehingga memudahkan prosedur
kerja dan kematian bagi mencit tanpa menyiksa akhir hidupnya.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
40/65
28
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat
Analisa Univariat mendeskripsikan distribusi frekuensi variabel yang
diteliti, yaitu pemeriksaan jaringan granulasi berupa pembuluh darah baru
(neovaskuler), fibroblast, dan sel radang (neutrophil, limfosit, dan makrofag).
5.1.1 Jaringan Granulasi
5.1.1.1Pembuluh Darah Baru
Tabel 5.1 Jumlah Pembuluh darah baru masing-masing kelompok
KelompokNomor
Sampel
Jumlah Rata-rata
LP Sampel
Rata- rata
LP
KelompokLP 1 LP 2 LP 3
Kontrol 1 15 14 12 13.62 14 12 11 12.3
3 15 14 10 13 13.1
4 20 12 9 13.6
5 17 10 12 13
Perlakuan 1 1 10 20 19 16.32 20 10 15 15
3 11 20 17 16 16.8
4 13 20 20 17.65 17 20 20 19
Perlakuan 2 1 27 31 19 25.7
2 46 26 18 303 12 10 44 22 22.24 12 7 39 19.35 12 15 15 14
LP : Lapangan Pandang
Tabel 5.1 menunjukkan jumlah pembuluh darah baru pada tiap kelompok,
penghitungan jumlah pembuluh darah dilakukan secara histopatologi pada hari
kesembilan setelah dilakukan pembuatan luka pada punggung mencit.
Penghitungan dilakukan sebanyak tiga lapangan pandang, kemudian dirata-
ratakan. Pada kelompok kontrol didapatkan jumlah rata-rata pembuluh darah
sebanyak 13,1, sedangkan pada kelompok perlakuan pertama didapatkan jumlah
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
41/65
29
rata-rata pembuluh darah sebanyak 16,8, selanjutnya pada kelompok perlakuan
kedua didapatkan jumlah rata-rata pembuluh darah sebanyak 22,8. Secara
keseluruhan jumlah pembuluh darah yang paling sedikit terdapat pada mencit dua
kelompok kontrol, sedangkan jumlah pembuluh darah terbanyak terdapat pada
mencit dua kelompok perlakuan dua.
5.1.1.2Fibroblas
Tabel 5.2 Jumlah Fibroblas masing-masing kelompok
Tabel 5.2 menunjukkan jumlah fibroblas pada tiap kelompok,
penghitungan jumlah fibroblas dilakukan secara histopatologi pada hari
kesembilan setelah dilakukan pembuatan luka pada punggung mencit.
Penghitungan dilakukan sebanyak tiga lapangan pandang, kemudian dirata-
ratakan. Pada kelompok kontrol jumlah rata rata-rata fibroblast sebanyak 11,
untuk kelompok perlakuan pertama didapatkan jumlah rata-rata fibroblast 11,5,
sedangkan pada kelompok perlakuan kedua didapatkan jumlah rata-rata fibroblas
sebanyak 8,1. Secara keseluruhan jumlah fibroblas yang paling sedikit terdapat
Kelompok NomorSampel
Jumlah Rata-rata
LPSampel
Rata-rata
LPKelompok
LP 1 LP 2 LP 3
Kontrol 1 12 10 13 11,6
2 12 11 12 11,6
3 15 10 13 12,6 11.54 10 12 10 10,6
5 11 11 11 11Perlakuan 1 1 11 10 10 10,3
2 10 11 10 10,33 11 12 11 11,3 114 12 13 11 12
5 13 10 11 11,3Perlakuan 2 1 11 8 7 8.7
2 10 3 8 73 6 6 6 6 8.14 9 5 3 5.75 13 15 11 13
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
42/65
30
pada mencit empat kelompok perlakuan kedua dengan jumlah rata-rata 5.7,
sedangkan jumlah fibroblas terbanyak terdapat pada mencit lima kelompok
perlakuan kedua dengan jumlah rata 13.
5.1.1.3Sel Radang
Tabel 5.3 Jumlah Neutrofil masing-masing kelompok
Tabel 5.4 Jumlah Limfosit masing-masing kelompok
KelompokNomor
Sampel
Jumlah Rata-rata
LP
Sampel
Rata-rata
LP
KelompokLP 1 LP 2 LP 3
Kontrol 1 4 6 4 4,6
2 4 4 5 4,3
3 3 5 4 4 3,764 2 4 5 3,6
5 1 2 4 2,3Perlakuan 1 1 12 13 12 12,3
2 14 12 12 12,63 16 12 13 13,6 12,564 10 12 12 11,35 16 11 12 13
Perlakuan 2 1 16 15 14 152 5 8 35 163 4 14 30 16 16,604 40 30 22 31,35 8 4 2 4,7
KelompokNomor
Sampel
Jumlah Rata-rata
LP
Sampel
Rata-rata
LP
Kelompok
LP 1 LP 2 LP 3
Kontrol 1 15 12 10 12,3
2 11 12 11 11,3
3 15 12 10 12,3 11,9
4 10 10 12 10,65 15 12 12 13
Perlakuan 1 1 10 10 11 10,32 10 12 12 11,33 8 10 10 9,3 10.34 11 10 9 105 11 11 10 10,6
Perlakuan 2 1 4 1 5 3.32 2 2 1 1.73 9 3 8 6.7 5,084 5 6 3 4.75 12 7 8 9
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
43/65
31
Tabel 5.3 dan 5.4 menunjukkan jumlah sel radang (neutrophil, limfosit)
pada tiap kelompok, penghitungan jumlah sel radang dilakukan secara
histopatologi pada hari kesembilan setelah dilakukan pembuatan luka pada
punggung mencit. Penghitungan dilakukan sebanyak tiga lapangan pandang,
kemudian dirata-ratakan. Pada kelompok kontrol didapatkan jumlah rata-rata
neutrofil sebanyak 3,76, limfosit sebanyak 11,9, makrrofag 0. Pada kelompok
perlakuan pertama didapatkan jumlah rata-rata neutrofil sebanyak 12,45, limfosit
sebanyak 10,3, makrrofag 0, sedangkan pada ke lompok perlakuan kedua
didapatkan jumlah rata-rata neutrofil sebanyak 16,6, limfosit 5, makrofag 0.
Secara keseluruhan jumlah neutrofil yang paling sedikit terdapat pada mencit lima
kelompok kontrol rata-rata 2.3, terbanyak terdapat pada mencit 4 kelompok
perlakuan kedua , sedangkan jumlah limfosit paling sedikit terdapat pada mencit
dua kelompok perlakuan kedua rata-rata 1.7, terbanyak terdapat pada mencit satu
dan tiga rata-rata 13.2, sedangkan untuk jumlah fibroblas pada seluruh kelompok
mencit tidak ditemukan pada saat pemeriksaan.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
44/65
32
5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan penyembuhan
luka terhadap lamanya pemberian kortikosteroid. Penyembuhan luka dilihat
dengan cara menghitung jumlah neovaskular, fibroblast, dan sel radang pada
masing-masing kelompok. Langkah pertama yaitu melakukan uji normalitas data
melalui ujishapiro wilk. Data terdistribusi normal jika p > dimana = 0,05.
Dari hasil uji shapiro wilk pada tabel 5.4, didapatkan nilai semua
kelompok baik kontrol maupun perlakuan dari keempat variable yang dilihat yaitu
(p > 0,05) sehingga dapat dikatakan semua data terdistribusi normal.
Untuk mengetahui perbedaan penyembuhan luka dengan lamanya
pemberian kortikosteroid sebelum terjadinya luka dilakukan analisa parametrik
berupa uji One-Way ANOVA diikuti uji post-hoc LSD (Least Significan
Difference). Hasil dianggap bermakna apabila nilai p < 0,05 (H0ditolak).
Tabel 5.5 Hasil uji normalitas data
N P Keterangan
Neovaskuler Kontrol 5 0,298 Normal
Perlakuan 1 5 0,841 Normal
Perlakuan 2 5 0,997 Normal
Fibroblas Kontrol 5 0,735 Normal
Perlakuan 1 5 0,282 Normal
Perlakuan 2 5 0,186 Normal
Neutrofil Kontrol 5 0,395 Normal
Perlakuan 1 5 0,950 Normal
Perlakuan 2 5 0,355 Normal
Limfosit Kontrol 5 0,681 Normal
Perlakuan 1 5 0,997 Normal
Perlakuan 2 5 0,951 Normal
N : Jumlah Sampel
P : Nilai Kebermaknaan
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
45/65
33
Tabel 5.6 Hasil Analisis Perbedaan Penyembuhan Luka (neovaskuler,
fibroblas, neutrofil, limfosit, makrofag) Tiap Kelompok.
N Reratas.b P
Neovaskuler Kontrol 5 13,10 0,54 0,007
Perlakuan 1 5 16,78 1,54
Perlakuan 2 5 22,20 6,10
Fibroblas Kontrol 5 11,48 0,76 0,025
Perlakuan 1 5 11,04 0,73
Perlakuan 2 5 08,08 2,99
Neutrofil Kontrol 5 03,76 0,90 0,009
Perlakuan 1 5 12,56 0,86
Perlakuan 2 5 16,60 9,50
Limfosit Kontrol 5 11,90 0,95
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
46/65
34
Limfosit K vs P1 0,002 0,001 0,004 0,183
P1 vs P2 0,005 0,003 0,008 0,001
K vs P2 0,007 0,004 0,009 0,05), kemudian antara kelompok perlakuan satu dan
perlakuan dua terhadap neutrofil yaitu (p) 0,271 (p >0,05).
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
47/65
35
BAB 6
PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan penyembuhan luka secara
histopatologi dengan lamanya pemberian kortikosteroid sebelum terjadinya luka
pada mencit, penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan, Laboratorium
Biokimia dan Laboratorium Patalogi Anatomi Universitas Andalas selama 8
bulan, dimulai pada bulan Februari sampai dengan September 2014. Sampel
adalah mencit putih (Musmusculus) yang telah dipilih secara acak sesuai dengan
kriteria inklusi berumur 812 minggu, dengan berat badan 15 - 30 gram. Mencit
berjumlah 18 ekor dibagi kedalam 3 kelompok, dimana tiap kelompok terdapat 5
ekor mencit ditambah dengan 1 ekor mencit untuk menghindari terjadinya drop-
out. Terhadap kelompok kontrol hanya dilakukan pembuatan luka insisi
dipunggung sepanjang 2 cm, sedangkan pada kelompok perlakuan dibuat luka
insisi yang sebelumnya diberikan kortikosteroid (deksmetason) masing-masing
dengan dosis 16 mg/kg/bb selama 10 hari dan 30 hari. Pada hari ke-9 setelah
insisi, mencit dikorbankan dan diambil jaringan luka untuk dilihat jaringan
granulasi (neovaskuler, fibroblast, neutrofil, limfosit, dan makrofag) sebagai
indikator penyembuhan luka. Seharusnya pembuatan insisi dan perawatan luka
selama 9 hari dilakukan secara bersama antara kelompok kontrol dan perlakuan,
dengan tujuan mengurangi terjadinya bias dan meningkatkan validitas penelitian,
hal ini perlu dilakukan dikarenakan saat pembuatan dan perawatan luka terdapat
faktor eksogen seperti infeksi dapat mempengaruhi proses inflamasi pada luka,
yang pada akhirnya dapat memperlambat pembentukan jaringan granulasi seperti,
neovaskuler dan fibroblas. Pada penelitian ini berdasarkan pertimbangan lamanya
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
48/65
36
waktu pengerjaan pembuatan insisi pada seluruh mencit kontrol dan perlakuan
jika dilakukan pada hari yang sama, maka pembuatan insisi dan perawatan luka
selama 9 hari dilakukan pada hari yang berbeda.
6.1 Perbedaan Rerata Pembuluh Darah Baru (Neovaskuler) Antar
Kelompok
Uji perbandingan rerata pembuluh darah baru antar kelompok menggunakan
uji One-Way ANOVA, menunjukkan terdapat perbedaan rerata neovaskuler yang
signifikan pada masing-masing kelompok, nila (p) 0,007 (p < 0,05) (tabel 5.5). Pada
ujipost-hocLSD didapatkan nilai (p) antara K vs P1 (p) 0,137; P1 vs P2 (p) 0,037; K
vs P2 (p) 0,020 (tabel 5.7).
Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan pembentukan
kapiler (Broughton et al., 2006). Terjadi pertumbuhan kapiler baru pada daerah
yang berdekatan dengan luka berupa tunas-tunas yang terbentuk dari pembuluh
darah dan akan berkembang menjadi percabangan baru pada jaringan luka. Hari
pertama sampai ketiga terjadinya luka, keadaan hipoksia merangsang makrofag untuk
mengeluarkan fibroblast growth factor (FGF) dan vascular endothelial-cell growth
factor (VEGF). Selanjutnya growth factor ini merangsang pembentukan pembuluh
darah baru pada tempat luka sekitar pada hari ke-4 dan berlanjut sampai hari ke-7.
Beberapa menit setelah lapisan barier epidermis rusak sehingga
menyebabkan jaringan dibawah kulit menjadi rusak, defek akan terisi oleh fibrin
clot yang berasal dari plasma dan platelet dari bocornya pembuluh darah.
Kemudian dalam beberapa jam sejak cidera, respon angiogenik yang masif terpicu
membentuk tunas-tunas pembuluh darah baru dan tepi epidermis mulai bermigrasi
ke depan satu dan yang lainnya menghubungkan antara jaringan ikat luka dan
keropeng. Selanjutnya ketika epidermis telah sembuh, vaskuler bertunas tadi
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
49/65
37
berubah dan jaringan ikat mengalami kontraksi untuk memperbaiki defek dan
akhirnya menyisakan jaringan parut pada dermis (Folkman, Shing, 2008).
Setelah dilakukan pemeriksaan jumlah pembuluh darah baru pada hari ke-9
setelah luka, didapatkan kelompok kontrol memiliki jumlah pembuluh darah baru
yang lebih sedikit dibandingkan kelompok perlakuan 1 dan perlakuan dua, hal ini
dapat terjadi dikarenakan pada setelah hari ke-7 setelah terjadi luka telah terjadinya
penurunan pembuluh darah baru dan menandakan bahwa luka telah terisi penuh
dengan jaringan granulasi baru, serta dimungkinkan karena pada fase proliferasi
fibroblas akan segera menghilang setelah matriks kolagen mengisi kavitas luka
dan serta pembentukan neovaskular akan menurun melalui proses apoptosis,
sehingga luka akan lebih cepat memasuki fase penyembuhan luka pada tahap akhir,
yaitu fase remodeling (Singer and Clark, 1999). Pada kelompok perlakuan 1 dan 2
masih didapatkan jumlah pembuluh darah baru dalam jumlah yang lebih banyak, hal
ini dapat terjadi karena efek pemberian kortikosteroid dapat menghambat terjadinya
proses reepitelisasi, menurunkan respon pembentukan fibroblas, serta
menghambat terjadinya proses sintesis kolagen dan maturasi dari jaringan luka,
sehingga jumlah pembuluh darah dalam jumlah yang banyak masih diperlukan
dalam proses fase proliferasi sebelum memasuki fase remodeling (David, M.P &
Doughlas, D.R, 2010).
Faktor proangiogenik yang diproduksi makrofag seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF),fibroblas growth factor (FGF)-2, angiopoietin-
1 dan thrombospondin akan menstimulasi sel endotel membentuk neovaskular
melalui proses angiogenesis. Hal yang menarik dari fase proliferasi ini adalah
bahwa pada suatu titik tertentu, seluruh proses yang telah dijabarkan di atas harus
dihentikan. Fibroblas akan segera menghilang segera setelah matriks kolagen
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
50/65
38
mengisi kavitas luka dan pembentukan neovaskular akan menurun melalui proses
apoptosis. Kegagalan regulasi pada tahap inilah yang hingga saat ini dianggap
sebagai penyebab terjadinya kelainan fibrosis seperti jaringan parut hipertrofik,
dimana setelah terjadinya luka, biasanya akibat penbedahan dan trauma termal
akan terbentuk jaringan parut pada daerah kulit yang berwarna dan terbatas pada
jaringan yang rusak (Gurtner, 2007;Chaula L.S, 2007).
6.2 Perbedaan Rerata Fibroblas Antar Kelompok
Uji perbandingan rerata fibroblas antar kelompok menggunakan uji One-Way
ANOVA, menunjukkan terdapat perbedaan rerata fibroblast yang signifikan pada
masing-masing kelompok, nilai (p) 0,025 (p < 0,05) (tabel 5.5). Pada uji post-hoc
LSD didapatkan nilai (p) antara K vs P1 (p) 0,710; P1 vs P2 (p) 0,025; K vs P2 (p)
0,012 (tabel 5.6).
Pada pengamatan hari ke-9 setelah luka, terdapat peningkatan fibroblas yang
bermakna pada keseluruhan kelompok (p < 0,05). Terdapat perbedaan yang tidak
bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1, sehingga
secara statistik antara mencit yang tidak diberikan kortikosteroid dengan mencit
yang diberikan kortikosteroid selama 10 hari tidak mempengaruhi pembentukan,
jaringan fibroblas. Antara kelompok kontrol dan perlakuan 2 serta antara
kelompok peralakuan 1 dan 2 terdapat perbedaan penyembuhan luka yang
signifikan. Hal ini berarti pemberian kortikosteroid selama 30 hari sebelum luka
mempengaruhi pembentukan fibroblas.
Menurut literatur, jaringan granulasi baru menginvasi celah luka kira-kira 4
hari setelah terjadi perlukaan, bersamaan dengan kedatangan makrofag, fibroblas,
dan pembuluh darah baru. Makrofag merupakan sumber penting berbagai growth
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
51/65
39
factor yang berperan untuk merangsang fibroplasia dan angiogenesis (Singer and
Clark, 1999). Li et al. (2007) melaporkan bahwa pembentukan kembali dermis di
mulai kira-kira hari 3-4 setelah perlukaan, dengan ciri pembentukan
neovaskularisasi dan penumpukan fibroblas, dan menyebutkan bahwa sekresi
maksimal kolagen tipe III oleh fibroblas antara hari ke 5-7, dan setelah itu terjadi
perubahan fenotip dan fungsi fibroblas menjadi miofibroblas yang berperan pada
kontraksi luka.
Pada penelitian ini pemberian kortikosteroid 10 hari sebelum luka tidak
memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol dikarenakan efek
kortikosteroid dalam waktu 10 hari sebelum luka dalam menghambat
pembentukan fibroblas tidak berpengaruh, sesuai dengan studi literatur yang
dilakukan oleh Wang, A.S pada tahun 2012 pasien yang mendapatkan
kortikosteroid dalam waktu kurang dari 10 hari, tidak memiliki efek yang
signifikan secara klinik terhadap proses penyembuhan luka. Pada pasien yang
menggunakan kortikosteroid dalam waktu yang lama, paling sedikit selama 30
hari sebelum tindakan pembedahan, terjadi efek samping terhadap penyembuhan
luka 2 sampai 5 kali dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan
kortikosteroid. Komplikasi kortikosteroid terhadap penyembuhan luka sangat
bergantung pada jumlah dosis, lamanya penggunaan, penyakit penyerta, dan jenis
dari pembedahan yang dilakukan (Wang, A.S, Amstrong, E.J, & Amstrong, A.W,
2012).
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
52/65
40
6.3 Perbedaan Rerata Jumlah Sel Radang (Neutrofil, Limfosit, Makrofag)
Antar Kelompok
Uji perbandingan rerata jumlah sel radang antar kelompok menggunakan uji
One-Way ANOVA, menunjukkan terdapat perbedaan rerata Neutrofil, Limfosit,
yang signifikan pada masing-masing kelompok, nilai (p) 0,009; (p)
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
53/65
41
akut pada luka telah dilalui, sedangkan jumlah limfosit menandakan fase
penyembuhan luka siap menuju ke fase berikutnya, sesuai dengan sumber yang
menyebutkan bahwa limfosit dan mast cell merupakan sel terakhir yang bergerak
menuju luka dan dapat ditemukan setelah hari ke-5 pasca cidera, meskipun peran
keduanya masih belum jelas hingga saat ini (Gurtner, 2007).
Pada penelitian ini makrofag sulit ditemukan, hal ini mungkin dkarenakan
penglihatan jaringan granulasi pada hari ke-9 terutama makrofag sulit ditemukan.
Menurut teori dalam waktu dua sampai tiga hari, populasi sel radang didominasi
oleh monosit. Monosit dalam sirkulasi akan tertarik dan infiltrasi ke tempat luka.
Monosit ini akan berdiferensiasi menjadi makrofag dan bergabung dengan
makrofag setempat, dan memulai proses penyembuhan luka. Makrofag akan
mencapai puncaknya dalam waktu tiga sampai lima hari. Makrofag adalah sel
darah putih produk diferensiasi monosit. Makrofag merupakan sel dominan pada
hari kedua fase inflamasi menggantikan peran sel polymorpho nuclear (DiPietro,
Burns, 2003). Makrofag dirangsang oleh hipoksia jaringan untuk memacu
angiogenesis. Makrofag merupakan sel utama dalam proses penyembuhan luka
yang mendorong fase inflamasi memasuki fase proliferasi (Falanga, 2004).
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
54/65
42
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Secara keseluruhan terdapat perbedaan penyembuhan luka secara statistik
pada kelompok kontrol, peralakuan 1 (pemberian kortikosteroid 10 hari
sebelum luka), perlakuan 2 (pemberian kortikosteroid 30 hari sebelum
luka) dengan melihat jaringan granulasi (Neovaskular, Fibroblas, neutrofil,
dan limfosit) masing-masing kelompok, sebagai indikator penyembuhan
luka.
2. Antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 2, secara statistik
didapatkan perbedaan penyembuhan luka yang signifikan dari semua
jaringan granulasi yang dilihat (Neovaskular, Fibroblas, neutrofil, dan
limfosit).
3.
Antara kelompok kontrol dan perlakuan 1 dari semua jaringan granulasi
yang dilihat, hanya jumlah neutrofil yang memiliki perbedaan yang
bermakna.
4. Antara kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 dari semua jaringan
granulasi yang dilihat, hanya jumlah neutrofil yang tidak memiliki
perbedaan yang bermakna.
7.2 Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat proses penyembuhan
luka pada tiap fasenya (inflamasi, proliferasi, dan remodeling), sehingga
didapatkan hasil yang lebih rinci dan akurat untuk melihat efek lamanya
pemberian kortikosteroid dalam menghambat proses penyembuhan luka.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
55/65
43
2. Pembuatan luka insisi dan perawatan luka selama 9 hari pada kelompok
kontrol, perlakuan 1, dan perlakuan 2 seharusnya dilakukan dalam waktu
yang bersamaan sehingga dapat mengurangi bias pada penelitaian.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
56/65
44
DAFTAR PUSTAKA
Broughton II, G., Janis, J.E., Attiger, C.E. 2006. Wound healing : an overview.
Plastic Reconstruction Surgery 117 (supplement) : 1eS-32eS.
Chaula L.S, 2007.Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan Parut
Hipertrofik. Majalah Kedokteran Indonesia , Vol: 57, No: 2
David, G.G., Dolores, S., 2007. Greenspan`s Basic and Clinical Endocrinology.
Ed 8. McGraw-Hill Companies.
David, M.P., Doughlas, D.R., 2010.A comprehensive review of the adverse effevts
of systemic corticosteroids. Hal.157
Dell, R.B., Holleran, S., Ramakrishan, R., 2002. Sample Size Determination.
ILAR Journal, 43 (4), halaman 208213.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta: Gaya Baru ;
hal.496-516.
Diegelmann, R.F., Evans, M.C., Wound healing: an overview of acute, fibrotic
and delayed healing. Front Biosci 2004;9:2839.
DiPietro, L.A., Burns, A.L. (Eds). 2003. Wound Healing: Methods and Protocols.
Methods in Molecular Medicine. Totowa, N.J. Humana Press. Electronic
book.
Falanga, V. 2004. The chronic wound: impaired healing and solutions in the
context of wound bed preparation. Blood Cells, Molecules, and
Diseases.32 (1): 8894.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
57/65
45
Fitria, M, 2013. Pengaruh Papain Getah Pepaya Terhadap Pembentukan Jaringan
Granulasi Pada Penyembuhan Luka Bakar Tikus Percobaan. Hal 28.
Folkman, J., Shing, Y. 2008. Angiogenesis. J Biol Chem. 267:10931-4.
Gurtner, G.C. 2007. Wound healing, normal and abnormal. In: Thorne CH,
Beasly, R.W., Aston, S.J., Bartlett, S.P., Gurtner, G.C., Spear, S.L. (Eds).
Grabb and Smiths plastic surgery. 6th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins; p:15-22.
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ismael, H., Horst, M., Farooq, M., et al, 2011. Adverse effects of preoperative
steroid use on surgical outcomes. Am J Surg;201:3058. Discussion 89.
Katzung, GB. 2002. Farmakologi dasar dan klinik; penerjemah dan editor:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Ed 8.
Jakarta: Salemba Medika; 582-90.
Komite Nasional Etik dan Penelitian Kesehatan RI, 2006. Pedoman Nasional Etik
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Lazarus, G.S., Cooper, D.M., Knighton, D.R., et al, 1994. Definitions and
guidelines for assessment of wounds and evaluation of healing. Wound
Repair Regen 2(3):16570.
Li, J., Chen, J., Kirsner, R. 2007. Pathophysiology of acute wound healing. Clinics in
Dermatology. Vol: 25. p. 9-18.
Reddy, G.A.K., Priyanka, B., Saranya, Ch.S., Kumar, C.K.A. 2012. Wound
Healing Potential Of Indian Medicinal Plants. International Journal of
Pharmacy Review & Research. Vol: 2. p. 75-78.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
58/65
46
Romo, T. 2012. Skin Wound Healing. Medscape reference. Available from:
http://www.charite.de/klinphysio/bioinfo/3_k-pathophy
fromm/05ws_skripten/Krause/webscript_krause.htm. Accessed : October
10, 2012.
Sabiston, D.C., 2011. Luka. Gregory, S.G., W. Christopher P., editors, Buku Ajar
BedahJilid 1, ed 17, 151-163. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Samsuri, Rahardjo, Sudjarwo, 2011. The influences of Dexamethasone sodium
phosphate to Insulin and Glucose level in young male rats body (Rattus
norvegicus). Hal 1-2.
Sjamsuhidajat, R., Wim, D.J., 2005. Luka. In Lisa, Y.H., Hardisiswo, S., and
Bisono, editors,Buku Ajar Ilmu Bedah, ed 3, 95-120. Jakarta: EGC.
Stephanie, R.G., Robert, F.D., 2010. Wound Healing Primer. Surg Clin N Am 90
11331146.
Singer, A.J. and Clark, R.A.F. 1999. Cutaneus Wound Healing.N England Medicine.
341 (10) : 738-754.
Timothy J. K., Luisa A.D., 2013. Inflammation and wound healing: The role of
the macrophage.
Wang, A.S., Amstrong, E.J., Amstrong, A.W., 2012. Corticosteroids and wound
healing: clinical considerations in the perioperative period.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
59/65
Lampiran 1
Test of Normality
Tests of Normalityc,d,e
Mencit
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Neovaskuler Kontrol .226 5 .200* .877 5 .298
Perlakuan 1 .222 5 .200* .965 5 .841
Perlakuan 2 .117 5 .200* .997 5 .997
Fibroblas Kontrol .237 5 .200* .950 5 .735
Perlakuan 1 .243 5 .200* .874 5 .282
Perlakuan 2 .241 5 .200* .847 5 .186
Neutrofil Kontrol .229 5 .200* .897 5 .395
Perlakuan 1 .181 5 .200* .983 5 .950
Perlakuan 2 .325 5 .091 .890 5 .355
Limfosit Kontrol .264 5 .200* .942 5 .681
Perlakuan 1 .142 5 .200* .997 5 .997
Perlakuan 2 .153 5 .200* .983 5 .951
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
c. Makrofag is constant when Mencit = Kontrol. It has been omitted.
d. Makrofag is constant when Mencit = Perlakuan 1. It has been omitted.
e. Makrofag is constant when Mencit = Perlakuan 2. It has been omitted.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
60/65
Lampiran 2
One way ANOVA
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Neovaskuler Between Groups 209.548 2 104.774 7.880 .007
Within Groups 159.548 12 13.296
Total 369.096 14
Fibroblas Between Groups 34.192 2 17.096 5.105 .025
Within Groups 40.188 12 3.349
Total 74.380 14
Neutrofil Between Groups 431.045 2 215.523 7.045 .009
Within Groups 367.124 12 30.594
Total 798.169 14
Limfosit Between Groups 127.201 2 63.601 19.830 .000
Within Groups 38.488 12 3.207
Total 165.689 14
Makrofag Between Groups .000 2 .000 . .
Within Groups .000 12 .000
Total .000 14
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
61/65
Lampiran 3
Post-HocLSD
Multiple Comparisons
LSD
Dependent
Variable
(I) Mencit (J) Mencit Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Neovaskuler
KontrolPerlakuan 1 -3.6800 2.3061 .137 -8.705 1.345
Perlakuan 2 -9.1000* 2.3061 .002 -14.125 -4.075
Perlakuan 1Kontrol 3.6800 2.3061 .137 -1.345 8.705
Perlakuan 2 -5.4200* 2.3061 .037 -10.445 -.395
Perlakuan 2Kontrol 9.1000
* 2.3061 .002 4.075 14.125
Perlakuan 1 5.4200* 2.3061 .037 .395 10.445
Fibroblas
KontrolPerlakuan 1 .4400 1.1574 .710 -2.082 2.962
Perlakuan 2 3.4000* 1.1574 .012 .878 5.922
Perlakuan 1Kontrol -.4400 1.1574 .710 -2.962 2.082
Perlakuan 2 2.9600* 1.1574 .025 .438 5.482
Perlakuan 2Kontrol -3.4000
* 1.1574 .012 -5.922 -.878
Perlakuan 1 -2.9600* 1.1574 .025 -5.482 -.438
Neutrofil
Kontrol
Perlakuan 1 -8.8000* 3.4982 .027 -16.422 -1.178
Perlakuan 2 -12.8400* 3.4982 .003 -20.462 -5.218
Perlakuan 1Kontrol 8.8000
* 3.4982 .027 1.178 16.422
Perlakuan 2 -4.0400 3.4982 .271 -11.662 3.582
Perlakuan 2Kontrol 12.8400
* 3.4982 .003 5.218 20.462
Perlakuan 1 4.0400 3.4982 .271 -3.582 11.662
Limfosit
KontrolPerlakuan 1 1.6000 1.1327 .183 -.868 4.068
Perlakuan 2 6.8200* 1.1327 .000 4.352 9.288
Perlakuan 1Kontrol -1.6000 1.1327 .183 -4.068 .868
Perlakuan 2 5.2200* 1.1327 .001 2.752 7.688
Perlakuan 2Kontrol -6.8200
* 1.1327 .000 -9.288 -4.352
Perlakuan 1 -5.2200* 1.1327 .001 -7.688 -2.752
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
62/65
Lampiran 4
Gambar Penelitian
Tikus kontrol setelah luka Tikus perlakuan 1 setelah luka
Tikus perlakuan 2 setelah luka
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
63/65
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
64/65
Gambaran histopatologi mencit kontrol pembesaran 400X
Gambaran histopatologi mencit perlakuan 1 pembesaran 400X
Gambaran histopatologi mencit perlakuan 2 pembesaran 400X
-
7/26/2019 Muhamd Febry (Pendidikan Dokter 2011)
65/65
Lampiran 5
Foto-foto penelitian
Alat dan bahan pembuatan luka Peneliti saat pembuatan luka
Kandang mencit sebelum luka Kandang mencit setelah luka