muchamad miftachus surur_155100300111020_pancasila_kelas i_peranan pendidikan pancasila dalam...
TRANSCRIPT
PERANAN PENDIDIKAN PANCASILA DALAM MENGATASI DISINTEGRASI BANGSA YANG TERJADI DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu:
Solehuddin
Disusun Oleh:
Nama : Muchamad Miftachus Surur
NIM : 155100300111020
Kelas : I
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami selaku mahasiswa
Universitas Pamulang menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Pendidikan Pancasila. Hal ini disusun guna memenuhi tugas kelompok sebagai mahasiswa
Universitas Pamulang yang pada nantinya berguna sebagai pelatihan dalam menulis karya-karya
ilmiah selanjutnya.
Mudah-mudahan makalah ini memberi manfaat dan dapat menambah wawasan bagi
penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang membangun
diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Malang, 10 April 2016
Much. Miftachus Surur
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... 1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang ............................................................... 3
1. 2 Rumusan Masalah ............................................................... 4
1. 3 Tujuan Penulisan ............................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2. 1 Arti Disintegrasi Bangsa ................................................... 5
2. 2 Faktor – Faktor Disintegrasi Bangsa ....................................... 6
2. 3 Implementasi Nilai – Nilai Pancasila ....................................... 8
2. 4 Proses Terjadinya Disintegrasi Bangsa, Kebijakan
Penanggulangannya dan Strategi Penanggulangannya ... 11
BAB III KESIMPULAN ............................................................... 16
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ................................................... 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi kerawanan
akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis golongan, hal tersebut
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial. Dengan semakin
marak dan meluasnya konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa
nasionalisme di dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuasa SARA,
serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI akibat dari ketidak
puasan dan perbedaan kepentingan, apabila kondisi ini tidak dimanage dengan baik akhirnya
akan berdampak pada disintegrasi bangsa.
Masalah disintegrasi bangsa merupakan salah satu prioritas pokok dalam program kerja
kabinet gotong royong. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi
permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang
tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai
pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan.
Bentuk – bentuk pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik horizontal maupun
konflik vertikal harus dapat diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan dapat meredam
segala bentuk konflik yang terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit politik nasional hingga
kepemimpinan daerah sangat menentukan untuk menanggulangi konflik pada skala dini.
Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik proses
terjadinya disintegrasi secara komprehensif serta dapat menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi pada tahap selanjutnya. Keutuhan NKRI merupakan suatu perwujudan dari
kehendak seluruh komponen bangsa diwujudkan secara optimal dengan mempertimbangkan
seluruh faktor-faktor yang berpengaruh secara terpadu, meliputi upaya-upaya yang dipandang
dari aspek asta gatra.
3
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa arti dan faktor disintegrasi bangsa ?
2. Bagaimana mengimplementasikan nilai – nilai pancasila berdasarkan permasalahan
disintegrasi bangsa di masyarakat luas dan apa dampak bagi masyarakat luas ?
3. Bagimana proses terjadinya disintegrasi bangsa, kebijakan penanggulangannya dan
strategi penanggulangannya ?
1.3 Tujuan
Adapun Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian disintegrasi bangsa dan faktor-faktor disintegrasi bangsa.
2. Mengetahui cara mengimplementasikan nilai – nilai pancasila berdasarkan
permasalahan disintegrasi bangsa di masyarakat luas dan apa dampak bagi masyarakat
luas
3. Mengetahui proses terjadinya disintegrasi bangsa, kebijakan penanggulangannya dan
strategi penanggulangannya ?
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Disintegrasi Bangsa
Disintegrasi secara harfiah dipahami sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi bagian-
bagian yang saling terpisah (Webster’s New Encyclopedic Dictionary 1996). Bila dicermati
adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak berangkat dari idealisme untuk berdiri
sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar dari perlakuan pemerintah terhadap wilayah
atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi daerah, keadilan sosial, keseimbangan
pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang sejenis.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air dewasa ini yang dapat
digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang reformasi yang tengah berjalan
menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru. Segala hal yang terkait dengan Orde
Baru termasuk format politik dan paradigmanya dihujat dan dibongkar. Bermunculan pula aliansi
ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring dengan
itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih luas
atau merdeka yang dengan sendirinya makin menambah problem, manakala diwarnai terjadinya
konflik dan benturan antar etnik dengan segala permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan yang tidak adil
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada daerah-daerah yang memiliki
potensi sumber daya/kekayaan alamnya berlimpah/ berlebih, sehingga daerah tersebut mampu
menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Selain itu disintegrasi bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan politik dewasa ini.
Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari statemen politik para elit maupun
pimpinan nasional, yang sering mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa, sebagai akibat
masih kentalnya bentuk-bentuk primodialisme sempit dari kelompok, golongan, kedaerahan
bahkan agama. . Keterbatasan tingkat intelektual sebagian besar masyarakat Indonesia sangat
mudah terpengaruh oleh ucapan-ucapan para elitnya sehingga dengan mudah terpicu untuk
bertindak yang menjurus kearah terjadinya kerusuhan maupun konflik antar kelompok atau
golongan.
5
2.2 Faktor – Faktor Disintegrasi Bangsa
2.2.1 Geografi
Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak yang sangat
strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain itu juga memiliki
berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap timbulnya disintegrasi bangsa. Dari
ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan
kondisi alamnya yang juga sangat berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan
sosial yang disebabkan oleh perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber
kekayaan alamnya dengan daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam dimana
sumber kehidupan sehari-hari hanya disubsidi dari pemerintah dan daerah lain atau
tergantung dari daerah lain.
2.2.2 Demografi
Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata, sempitnya lahan
pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan pekerjaan, telah
mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena rendahnya tingkat
pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah yang menyebabkan
sulitnya kemampuan bersaing dan mudah dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual
untuk mendukung kepentingan pribadi atau golongan.
2.2.3 Kekayaan Alam
Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non hayati akan tetap
menjadi daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun belum secara keseluruhan
dapat digali dan di kembangkan secara optimal namun potensi ini perlu didayagunakan
dan dipelihara sebaik-baiknya untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran
sertanya secara berkeadilan guna mendukung kepentingan perekonomian nasional.
2.2.4 Ideologi
Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam penghayatan dan
pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai dasar Pancasila, bahkan
saat ini sering diperdebatkan. Ideologi pancasila cenderung tergugah dengan adanya
kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa
batas, demikian pula faham keagamaan yang bersifat ekstrim baik kiri maupun kanan.
6
2.2.5 Politik
Berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh bangsa
Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi partai, pemisahan
TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI, sampai saat ini masih menjadi
permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas karena berbagai masalah pokok
inilah yang paling rawan dengan konflik sosial berkepanjangan yang akhirnya dapat
menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa.
2.2.6 Ekonomi
Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat
pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentuk-bentuk
kemitraan dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan terhadap KKN. Hal ini
dihadapkan dengan krisis moneter yang berkepanjangan, rendahnya tingkat pendapatan
masyarakat dan meningkatnya tingkat pengangguran serta terbatasnya lahan mata
pencaharian yang layak.
2.2.7 Sosial Budaya
Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat
menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai dan
budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi adalah
konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan
tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain.
2.2.8 Pertahanan dan Keamanan
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat
multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring
dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan
komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan bentuk ancaman
yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya.
7
2.3 Implementasi Nilai – Nilai Pancasila
Apabila pemahaman Pancasila sebagai ideologi negara tidak ditingkatkan dan tidak
diimplementasikan, maka akan dapat terjadi fenomena sebagai berikut
1) Pembuatan peraturan perundang-undangan tidak memperhatikan keterkaitannya dangan
nilai dasar Pancasila, sehinga terjadi tari menarik antar pihak yang berkepentingan
sesuai organisasinya, dan tidak lagi berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara.
2) Masuknya subtansi budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kedalam
berbagai aturan atau perundang-undangan nasional, tanpa memperhatikan nilai-nilai
dasar Pancasila.
3) Kendornya nilai-nilai kekeluargaan, semangat gotong royong, tenggang rasa, norma
susila, kesopanan dan adat istiadat bangsa.
4) Munculnya sikap primordialisme, dimana sikap ini berwawasan sempit dan isolatif serta
hanya mengutamakan kepentingan asal usul kelompoknya saja, seperti dinasti, ras,
suku, golongan, daerah dan agama, yang sangat bertentangan dengan Pancasila.
Semua hal-hal tersebut diatas akan dapat mengurangi ketangguhan bangsa Indonesia
dalam membangun masyarakat. Bangsa dan negara sesehingga dapat memecah belah
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Siapapun yang menjadi pemimpin pada saat ini pasti akan menghadapi atau menerima
situasi yang sangat sulit dalam menata bangsa ini. Sudah menjadi kewajiban semua komponen
bangsa ini untuk membantu para pemimpin bangsa ini dengan melakukan upaya politik tentang
Pancasila. Pembangunan politik, keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan beragama harus
didasarkan pada pemahaman terhadap Pancasila sesuai dengan situasi yang sedang berjalan.
Rezim dalam suatu orde yang sedang berkuasa, cenderung menganggap tidak baik,
menyingkirkan, bahkan menghancurkan apa saja yang berbau orde sebelumnya. Kini, mulai ada
yang mempertanyakan Pancasila sebagai dasar sistem kenegaraan setelah Indonesia dalam
kondisi terpuruk sekarang ini. Sementara itu proses implementasi Pancasila sekarang ini belum
tergarap serius dan terumuskan secara konseptual.
Sebenarnya, dalam hal sikap konsistennya terhadap falsafah bangsa dan ideologi negara,
pemerintahan Soekarno dan pemerintahan Soeharto memiliki kemiripan. Pancasila adalah pilihan
satu-satunya yang dianggap ideal. Bedanya, dalam pemerintahan Soekarno yang diperingati tiap
8
1 Juni adalah hari kelahirannya. Dalam pemerintahan Soeharto yang diperingati adalah hari
kesaktiannya, tiap 1 Oktober. Keduanya merupakan manifestasi sikap konsisten tersebut.
Proses implementasi dalam kedua masa orde tersebut memiliki kemiripan. Dalam era dua
pemerintahan itu telah lahir kader-kader bangsa yang meyakini peran Pancasila sebagai bingkai
kebangsaan dan perekat identitas nasional lewat proses pendidikan dan pelatihan. Proses inilah
yang kemudian dianggap indoktrinatif dan sloganistik oleh generasi penerusnya.
Jika demikian persoalannya, bukan sistem kenegaraan yang berdasarkan Pancasila yang
harus diganti, tetapi proses yang dianggap indoktrinatif dan sloganistik itu yang harus dibenahi.
Namun, harus diingat, proses implementasi dan pensosialisasian suatu falsafah bangsa dan
ideologi negara tidak sama sebangun dengan proses pembelajaran mata pelajaran di sekolah, dan
tidak cukup hanya lewat proses pendidikan formal. Falsafah bangsa dan ideologi negara juga
harus dipahami dalam konteks kebangsaan. Itu berarti Pancasila sebagai dasar sistem
kenegaraan, harus dipahami perannya sebagai bingkai pluralitas dan modal utama integrasi
nasional. Pemahaman ini harus ikut mewarnai proses implementasi dan pensosialisasian yang
diterapkan.
Di dalam negeri tantangannya juga tidak kalah besar. Kecenderungan warga bangsa ini
yang menatap persoalan lewat kacamata sempit, kacamata kedaerahan atau agama sendiri,
misalnya, merupakan kendala segera terwujudnya Pancasila sebagai bingkai kebangsaan dan
perekat identitas nasional. Guna merumuskan proses implementasi falsafah bangsa dan ideologi
negara, kita bisa belajar dari para pendahulu kita. Yang baik dikembangkan, yang buruk
ditinggalkan. Kehadiran rumusan itu sudah sangat mendesak. Beberapa hal yang penting
diperhatikan didalam upaya implementasi Pancasila adalah, sebagai berikut:
2.3.1 Meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya laten.
Di era reformasi, masyarakat cenderung kurang peka dan peduli terhadap ancaman
ideologi bangsa, karena mereka lebih mementingkan kebutuhan ekonomi dan mengatasi
kesulitan hidup sehari-hari. Selain itu, berkembang kecendrungan menafsirkan reformasi,
dengan segala macam dapat diperbolehkan, termasuk yang ekstrim mengembangkan
ideologi liberal dan komunis dianggap sah-sah saja. Kondisi seperti ini perlu mendapatkan
penegasan aparatur pemerintah, karena bila hal tersebut berkembang, maka kewaspadaan
masyarakat terhadap ancaman ideologi liberal dan ideologi komunis serta ideologi lain
9
yang bertentangan dengan Pancasila akan menurun. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah
strategi dengan induksi yudikatif, sosialisme untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
akan ancaman Pancasila dan bahaya laten komunis.
2.3.2 Merumuskan Kebijaksanaan Pemerintah tentang implementasi Pancasila.
Seminar Nasional HUT Lemhanas tahun 2003, telah menyepakati bahwa kita perlu
mereformasi kepemimpinan (leadership) dan meningkatkan wawasan kebangsaan untuk
mengatasi permasalahan bangsa. Kelemahan sistem nilai inilah yang menyebabkan
lemahnya kondisi antar lembaga instansi dan ORMAS/ORPOL dalam upaya
memasyarakatkan dan menanamkan ideologi Pancasila di masyarakat. Oleh karenanya
diperlukan kebijakan dari instansi yang berwenang, sehingga dapat mendorong upaya
sosialisasi Pancasila di bidang pendidikan dan gerakan untuk menyadarkan masyarakat
tentang pentingnya ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa serta
bernegara.
2.3.3 Meningkatkan keteladanan pemimpin dalam implementasi Pancasila.
Maraknya KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme) yang telah merusak sendi-sendi
kehidupan bangsa merupakan salah satu faktor yang menghambat pemulihan krisis multi
dimensional bangsa Indonesia. Untuk itu perlu, mencari solusi yang tepat untuk mengatasi
segala permasalahan bangsa. Salah satu alternatif mendorong terampilinya kader pemimpin
yang berani tampil sebagai teladan bagi masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa. Keteladanan para pemimpin, terutama para pemimpin yang sekaligus sebagai
penyelenggara negara, akan berdampak positif pada upaya untuk mengurangi KKN. Hanya
pemimpin yang bermoral dan etika yang tinggi, yang mampu tapil sebagai teladan. Oleh
karenaya, perlu upaya penanaman dan pengembangan etika dan moral bagi pelajar,
pemuda dan mahasiswa sebagai kader kepemimpinan nasional dimasa depan. Disisi lain,
keteladanan hanya dapat berkembang dengan baik, bila para elit bangsa, memmpunyai
kemauan yang keras dan tinggi untuk mengembangkan etika dan moralnnya. Etika dan
moral yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia adalah implementasi Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
10
2.3.4 Meningkatnya Pemahaman masyarakat pada Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi negara, falsafah bangsa dan dasar negara, di era reformasi
ini cendrung ditanggapi “sinis” oleh sekelompok masyarakat. Kondisi ini terjadi karena
kurangnya pemahaman terhadap Pancasila. Disisi lain kebijakan publik yang ada,
dirasakan masih banyak yang belum berpihak kepada rakyat kecil. Sebagai contoh,
kebijakan penataan dan penertiban di Jakarta, dengan praktek “penggusuran”, dirasakan
oleh masyarakat sebagai tindakan yang kurang mencerminkan peri kemanusiaan dan peri
keadilan. Walaupun hal tersebut dilaksanakan untuk menegakkan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku, agar dikemudian hari seluruh perundang-undangan
yang berlaku dapat menjadi wujuddari implementasi Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa. Kondisi tersebut dapat terwujud, apabila pemahaman
terhadap Pancasila sudah berkembanng dikalangan masyarakat dan para penyelenggara
negara.
2.4 Proses Terjadinya Disintegrasi Bangsa, Kebijakan Penanggulangannya Dan Strategi
Penanggulangannya
2.4.1 Proses Terjadinya Disintegrasi Bangsa
Disintegrasi bangsa dapat terjadi karena adanya konflik vertikal dan horizontal serta
konflik komunal sebagai akibat tuntutan demokrasi yang melampaui batas, sikap
primodialisme bernuansa SARA, konflik antara elite politik, lambatnya pemulihan
ekonomi, lemahnya penegakan hukum dan HAM serta kesiapan pelaksanaan Otonomi
Daerah. Dari hasil penelitian diatas dapatlah dianalisis dengan menggunakan pisau astra
gatra sebagai berikut :
1) Geografi. Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri
adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar pengaruhnya
dari negara tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang mempunyai pengaruh
global yang besar, seperti daerah wisata, atau daerah yang memiliki kakayaan
alam yang berlimpah.
11
2) Demografi. Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau
penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan faktor dari terjadinya
disintegrasi bangsa, selain masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan
SDM.
3) Kekayaan Alam. Kekayaan alam Indonesia yang sangat beragam dan berlimpah
dan penyebarannya yang tidak merata dapat menyebabkan kemungkinan
terjadinya disintegrasi bangsa, karena hal ini meliputi hal-hal seperti pengelolaan,
pembagian hasil, pembinaan apabila terjadi kerusakan akibat dari pengelolaan.
4) Ideologi. Akhir-akhir ini agama sering dijadikan pokok masalah didalam
terjadinya konflik di negara ini, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman
terhadap agama yang dianut dan agama lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani
dengan bijaksana pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya kemungkinan
disintegrasi bangsa, oleh sebab itu perlu adanya penanganan khusus dari para
tokoh agama mengenai pendalaman masalah agama dan komunikasi antar
pimpinan umat beragama secara berkesinambungan.
5) Politik. Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut
berbagai ketidak nyamanan atau ketidak tenangan dalam bermasyarakat dan
sering mengakibatkan konflik antar masyarakat yang berbeda faham apabila
tidak ditangani dengan bijaksana akan menyebabkan konflik sosial di dalam
masyarakat. Selain itu ketidak sesuaian kebijakan-kebijakan pemerintah pusat
yang diberlakukan pada pemerintah daerah juga sering menimbulkan perbedaan
kepentingan yang akhirnya timbul konflik sosial karena dirasa ada ketidak adilan
didalam pengelolaan dan pembagian hasil atau hal-hal lain seperti perasaan
pemerintah daerah yang sudah mampu mandiri dan tidak lagi membutuhkan
bantuan dari pemerintah pusat, konflik antar partai, kabinet koalisi yang
melemahkan ketahanan nasional dan kondisi yang tidak pasti dan tidak adil akibat
ketidak pastian hukum.
12
6) Ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin menyebabkan sebagian
besar penduduk hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial masyarakat
Indonesia yang semakin lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin
dan adanya indikasi untuk mendapatkan kekayaan dengan tidak wajar yaitu
melalui KKN.
7) Sosial Budaya. Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan
sumber konflik apabila tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang berlaku
di daerah yang satu tidak selalu sama dengan daerah yang lain. Konflik tata nilai
yang sering terjadi saat ini yakni konflik antara kelompok yang keras dan lebih
modern dengan kelompok yang relatif terbelakang.
8) Pertahanan Keamanan. Kemungkinan disintegrasi bangsa dilihat dari aspek
pertahanan keamanan dapat terjadi dari seluruh permasalahan aspek asta gatra itu
sendiri. Dilain pihak turunnya wibawa TNI dan Polri akibat kesalahan dimasa
lalu dimana TNI dan Polri digunakan oleh penguasa sebagai alat untuk
mempertahankan kekuasaannya bukan sebagai alat pertahanan dan keamanan
negara.
2.4.2 Kebijakan Penanggulangannya
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional
adalah sebagai berikut :
1) Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk
bersatu.
2) Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk
bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
3) Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang
menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
13
4) Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek
kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak,
semua wilayah.
5) Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif
dan efektif.
2.4.3 Strategi Penanggulangannya
Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara
lain :
1) Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan,
agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.
2) Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap
kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
3) Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari
anasir luar dan kaki tangannya.
4) Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir
Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi
bangsa.
5) Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
6) Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam
memerangi separatis.
7) Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk
menggunakan kekuatan massa.
2.4.4 Upaya Penanggulangannya
Dari hasil analisis diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan berhasil,
diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh integrasi
nasional antara lain :
1) Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk
bersatu.
14
2) Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun consensus.
3) Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang
menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
4) Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek
kehidupan dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak,
semua wilayah.
5) Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif
dan bijaksana, serta efektif.
2.4.5 Contoh Kasus Disintegrasi Bangsa Di Indonesia Papua New Guinea (Irian Jaya)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyatakan tekadnya untuk
menuntaskan berbagai kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di
Tanah Papua. Sayangnya tekad tersebut tak dibarengi dengan langkah-langkah kongkrit
untuk segera menyelesaikannya hingga tuntas. Malahan, di tahun 2011 pelanggaran HAM
di Papua terus terjadi dan meningkat secara singnifikan. Berbagai kasus pelanggaran HAM
tersebut dilakukan oleh aparat Militer Indonesia Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang seharusnya memberi rasa aman bagi warga
masyarakatnya. Ini menunjukan ketidakmampuan seorang SBY dan Negara melindungi
masyarakatnya di tanah Papua. Bukan tidak mungkin ini akan memicu bangkitnya gerakan
separatis di Papua yang tentu akan berdampak besar bagi keutuhaan negara republik
Indonesia. Saat ini negara lebih memilih menggunakan cara-cara kekerasaan operasi
militer untuk menyelesaikan konflik Papua. Dengan menempuh jalan kekerasaan, tentu ini
akan menimbulkan banyak pelanggaran HAM yang juga akan memberikan citra buruk
Indonesia di mata dunia internasional. Namun hingga saat ini negara terus menerus
melakukan tindakan kekerasaan, terutama melalui operasi Militer. Seharusnya pemerintah
menyadari bahwa jalan kekerasaan tidak akan pernah menyelesaikan konflik malahan ia
justru menambah masalah baru di Papua. Penyebab Konflik Konflik Papua memiliki satu
hal unik, yang membedakannya dengan konflik-konflik lokal lain di Indonesia. Keunikan
ini adalah adanya nasionalisme Papua yang telah tertanam di dalam diri rakyat Papua
selama puluhan tahun. Rasa nasionalisme tersebutlah yang mendorong rakyat Papua
15
membenci adanya penjajahan terhadap mereka, baik yang dilakukan Belanda maupun
Indonesia. Nasionalisme Papua yang mulai ditanamkan oleh Belanda ketika didirikan
sekolah pamong praja di Holandia, tertanam serta tersosialisasikan dari generasi ke
generasi. Ketika Belanda dan Indonesia bukanlah pihak yang diharapkan, rakyat Papua
melihat keduanya sebagai bangsa yang hendak menguasai Papua. Pemikiran ini yang
menyebabkan gerakan anti-Indonesia sangat kuat dan mudah meluas di Papua.
Pemerintah daerah pun tidak mampu dalam menangani masalah yang berada di
wilayahnya, perlu hal yang benar-benar membuat masyarakat papua yakin bahwa mereka
akan lebih baik berada dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. Dalam Pasal 30 ayat (
1 ) yang berisi tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara. Hal tersebut menjelaskan bahwa seluruh masyarakat Indonesia
berhak wajib melindungi wilayah persatuan dengan bersama-sama membangun pertahanan
negara. Dengan tidak melupakan hal-hal yang sudah tercantum dalam UU nomor 3 tahun
2002.
Pemerintah harus berkomunikasi dengan baik dan konsisten dalam membuat
kebijakan di daerah papua, melakukan pendekatan-pendekatan secara kultural. Dengan
mencontoh dari mantan presiden alm KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah melalui
pendekatan kultural, dan dampaknya sangat positif bagi NKRI.
"Bayangkan Gus Dur begitu sampai di Bandara Cenderawasih langsung ziarah ke
makam Theis H Eluway (Ketua Persedium Dewan Papua - PDP), itu sama dengan
menghormati tokoh adat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya tidak perlu
merasa takut berdialog dengan masyarakat papua.
Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi
keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
negara, disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagainegara
kepulauan(UU 34/2004, Pasal 1 ayat 5). Pertahanan negara merupakan upaya utama untuk
mewujudkan salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1) Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks, akibat akumulasi
permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang saling tumpang tindih sehingga
perlu penanganan khusus dengan pendekatan yang arif serta mengutamakan aspek
hukum, keadilan, sosial budaya.
2) Pemberlakuan Otonomi Daerah merupakan implikasi positif bagi masa depan daerah di
Indonesia namun juga berpotensi untuk menciptakan mengentalnya heterogental
dibidang SARA.
3) Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan massa yang
dapat menciptakan konflik horizintal maupun vertical harus dapat diantisipasi.
Kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat
menentukan meredamnya konflik pada skala dini. Namun pada skala kejadian
diperlukan profesionalisme aparat kemanan secara terpadu.
4) Perbedaan persepsi tentang sejarah politik Papua yang menimbulkan pelanggaran HAM,
perbedaan persepsi pihak masyarakat Papua yang tidak diselesaikan secara demokratis
yang menimbulkan pemahaman tentang identitas kultural yang berbeda dengan identitas
kultural masyarakat Indonesia. Pemerintah harus memberlakukan otonomi khusus untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat terutama di wilayah Papua.
17
DAFTAR PUSTAKA
Azra, A. 2006. Pancasila dan Identitas Nasional Indonesia: Perspektif Multikulturalisme .
Dalam Restorasi Pancasila: Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas. Bogor: Brighten
Press
Cipto, B. at all. 2002. Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education). Yogyakarta: LP3 UMY
Kerr, D. 1999. Citizenship Education: an International Comparison. London: National
Foundation for Educational Research-NFER
Nasikun. 2007. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Purwasasmita, M. 2010. Memaknai Konsep Alam Cerdas dan kearifan Nilai Budaya Lokal
dalam Pendidikan Karakter Bangsa, dalam Prosiding seminar Aktualisasi Pendidikan
Karakter. Bandung: Widya Aksara Press
Suparlan, P. 2003. Bhineka Tunggal Ika: Keanekaragaman Sukubangsa atau Kebudayaan.
Jurnal Antropologi Indonesia, Tahun XXVII No.72
Suhadi. 2001. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
Undang - undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia
18