g30 s pki dan supersemar serta disintegrasi bangsa
DESCRIPTION
Sejarah: G30SPKI dan Supersemar serta Disintegrasi BangsaTRANSCRIPT
Sejarah
G30S PKI
1.Latar Belakang
PKI merupakan partai
komunis terbesar di
seluruh dunia selain di
Tiongkok dan Uni Soviet.
Partai yang
beranggotakan 20 juta
orang ini bertugas
mengontrol pergerakan
serikat buruh (anggotanya
3,5 juta) dan pergerakan
Barisan Tani Indonesia (9
juta anggota).
1.1. Faktor pemerintahan
Juli 1959, Soekarno membubarkan parlemen dan
menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden dengan
dukungan penuh dari PKI. Soekarno menjalankan sistem
Demokrasi Terpimpin dan PKI menyambut dengan hangat
sistem tersebut dan segera membentuk NASAKOM, Nasionalis,
Agama, dan Komunis. Namun sistem baru tersebut gagal
memecahkan masalah politis dan ekonomi yang menimpa
Indonesia. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves
menurun, inflasi naik, dan korupsi birokrat dan militer
mewabah.
Sejak tahun 1963, PKI terus berusaha memprovokasi
bentrokan antara aktivis massa dan polisi serta militer. Selain
itu, PKI juga menginflitrasi polisi dan tentara. Di akhir 1964
dan awal 1965, ribuan petani merampas tanah yang bukan
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan pun terjadi antara
petani dan polisi serta pemilik sah tanah. Hasutan PKI tersebut
berupa pernyataan bahwa petani berhak atas setiap tanah,
karena miliki negara adalah milik bersama, sesuai dengan
revolusi Bolsevik di Rusia.
Tahun 1964, telah beredar isu sakit parah Soekarno. Hal
ini meningkatkan isu perebutan kekuasaan apabila Soekarno
meninggal dunia. Isu tersebut sengaja dibuat dan
dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di
masyarakat.
Penyitaan petani atas taanah bukan hak miliki terus
dilanjutkan dengan penyitaan perusahaan karet dan minyak
milik Amerika Serikat oleh para buruh. Di seberang, PKI mulai
memasuki pemerintahan dengan jalur resmi dan menduduki
jabatan menteri. Jenderal militer tingkat tinggi pun ikut masuk
pemerintahan menjadi anggota kabinet dan oleh Soekarno
disamatingkatkan dengan menteri. Melihat ini, menteri PKI
terus mendorong ilusi berbahaya dengan menyatakan bahwa
angkatan bersenjata merupakan bagian dari revolusi
demokratis rakyat.
Awal 1965, Soekarno memiliki ide tentang Angkatan
Kelima yang berdiri lepas dari ABRI sebagai persiapan
pembentukan rezim militer dengan beranggotakan petani
dan buruh bersenjata. Namun Angkatan Darat tidak setuju
sehingga timbullah nuansa saling mencurigai antara militer
dan PKI. Tidak lama kemudian, PKI menyadari dengan jelas
persiapan tersebut. PKI berusaha membatasi pergerakan
massa untuk masuk ke hukum kapitalis negara dan berdalih,
di depan para jenderal militer, tindakan tersebut guna
memperkuat negara. PKI terus berusaha menekan aspirasi
revolusiener kaum buruh di Indonesia. Mei 1965, PKI
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
mendorong ilusi bahwa aparat militer dan negara sedang
diubah untuk mengecilkan aspek anti-rakyat kepada rakyat
Indonesia.
1.2. Faktor Malaysia
Kedekatan Soekarno dan PKI juga termasuk faktor
pemberontakan G30S PKI ini. Kedekatan ini diawali pada saat
Soekarno murka saat Tunku Abdul Rahaman, Perdana Menteri
Negara Federasi Malaysia, yang menginjak lambing Garuda
Pancasila saat demonstrasi anti-Indonesia. Soekarno segara
memerintahkan Angkatan Darat untuk melawan, namun
Letnan Jenderal Ahmad Yani menanggapinya dengan dingin.
Di samping Ahmad Yani tidak mau melawan, Malaysia yang
dibantu Inggris dirasanya berpotensi menang dari Indonesia.
Namun pada akhirnya Angkatan Darat berperang melawan
Malaysia, dengan setengah hati, di Kalimatan. Alhasil, operasi
gerilya tersebut gagal dan Soekarno pun tahu tentara
Indonesia tidak mendukungnya. Dengan alasan tersebut,
Soekarno mencari dukungan PKI. PKI sigap menanggapi
permintaan Soekarno dan memanfaatkan kesempatan itu.
Tentara Indonesia yang melihat PKI yang makin menguat
di pemerintahan merasa terancam, ditambah dengan adanya
poros Jakarta-Beijing-Moskow-Pyongyang-Phnom Penh.
Soekarno yang juga menyadari hal tersebut terpaksa diam,
karena Ia masih ingin meminjam kekuatan PKI, karena posisi
Indonesia melemah sejak keluarnya Indonesia dari PBB 20
Januari 1965.
1.3. Faktor Angkatan Darat
Perpecahan internal di Angkatan Darat mulai terjadi.
Divisi Diponegoro kesal dan kecewa karena petinggi Angkatan
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
Darat yang takut kepada Malaysia dan berperang setengah
hati, dan berkhianat terhadap misi yang diberikan. Akhirnya
mereka memutuskan bergabung dengan PKI untuk
membersihkan Angkatan Darat dari jenderal ini.
2.Peristiwa
Kudeta dilakukan 1 Oktober 1965 dini
hari, dengan korban enam jenderal senior
dan beberapa orang lainnya. Kudeta ini
kemudian disalahkan kepada pengawal
istana yang dianggap loyal kepada PKI yang
saat itu dipimpin Letkol Untung, Panglima
Komando Strategi Angkatan Darat saat itu.
Para korban selanjutnya dibuang di suatu
lokasi di Pondok Gede, Jakarta, yang kemudian dikenal sebagai
Lubang Buaya dan mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
Melihat ini, Mayjen Soeharto mengadakan penumpasan terhadap
PKI.
Kudeta tersebut ditujukan sebagai persiapan PKI merebut
kekuasaan negara dan mewujudkan masyarakat komunis. Setelah
persiapan matang dengan latihat kemiliteran para SUKWAN dan
Ormas PKI di Lubang Buaya, maka ditentukanlah hari dan tanggal
pemeberontakan. Rapat terakhir pimpinan G30S PKI terjadi
tanggal 30 September 1965. Untuk operasi ini, Lubang Buaya
telah dipersiapkan dan PKI telah membentuk
pasukan pelacar pemberontakan. Operasi ini
segera diawali dengan menculik dan membunuh
secara keji petinggi Angkatan Darat yang telah
difitnah PKI yang pada saat pemberontakan
berada di Studio RRI, pusat Telkom, dan lainnya.
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
2.1. Dewan Jenderal
September 1965, muncul isu adanya
dewan jenderal yang mengungkapkan ada
beberapa petinggi Angkatan Darat yang
berinisiatif untuk menggulingkan Soekarno
karena tidak puas. Setelah itu, muncul isu
Soekarno menanggapinya dengan
membentuk pasukan Cakrabirawa untuk
menangkap petinggi tersebut dan diadili oleh Soekarno.
Namun dalam operasi penangkapan tersebut, terbunuhlah
Letjen Ahmad Yani, Brigjen Panjaitan, dan Mayjen Haryono.
2.2 Dokumen Gilchrist
Dokumen ini diduga merupakan
pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah
pengawasan Jenderal Agayant dari KGB
Rusia. Di dalamnya disebutkan bahwa
adanya ‘Teman Tentara Lokal Kita’ yang
dibuat dengan pengirim Andrew Gilchrist,
duta besar Inggris untuk Indonesia. Hal ini
mengesankan bahwa perwira Angkatan Darat
telah berpihak pada Barat. Kedutaan Amerika
Serikat juga dituduh memberikan daftar nama anggota
PKI kepada tentara agar ditindaklanjuti.
2.3. Keterlibatan Soeharto
Saat itu, Soeharto menjabat sebagai Panglima
Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat dan tidak
membawahi pasukan. Meski demikian, Soeharto
merupakan pihak yang paling diuntungkan dengan
pemberontakan ini.
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Mayjen Ahmad Yani
Mayjen Raden Suprapto
Mayjen Mas Tirtodarmo Haryono dan
Mayjen Siswondo Parman
Brigjen Donald Isaac Panjaitan
Brijen Sutoyo Siswomiharjo
Sejarah
Peristiwa pemberontakan ini memakan enam petinggi
Angkatan Darat meliputi Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani
(Menteri/ Panglima Angkatan Darat/ Kepala Staf Komando
Operasi Tertinggi, Mayor Jenderal TNI Raden Suprapto (Deputi
II Menteri/ panglima AngkatanDarat bidang Administrasi),
Mayor Jenderal TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III
Menteri/ Panglima Angkatan Darat bidang Perencanaan dan
Pembinaan), Mayor Jenderal TNI Siswondo Parman (Asisten I
Menteri/ Panglima Angkatan Darat
bidang Intelijen), Brigadir Jenderal TNI
Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV
Menteri/ Panglima Angkatan Darat
bidang Logistik), dan Brigadir Jenderal
TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur
Kehakiman/ Oditur Jenderal Angkatan
Darat).
Aksi pembunuhan dalam
aksi pemberontakan tersebut
menjadikan Jenderal TNI Abdul Harris
Nasution sebagai sasaran utama, namun ia
berhasil selamat. Sebaliknya, putri A. H.
Nasution, Ade Irma Suryani Nasution dan
ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas
Tendean tewas. Tidak hanya lingkup
Angkatan Darat di Jakarta saja yang
menjadi korban, pengawal, komandan, dan kepala staf yang
berada di Yogyakarta pun ikut terbunuh. yang turut menjadi
korban tersebut adalan Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal
Kediaman Resmi Wakil Perdana Menteri II, dr. J. Leimena),
Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Jenderal A. H. Nasution dan anaknya
Lettu Pierre Andreas Tendean
Sejarah
072/Pamungkas), dan Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala
Staf Korem 072/Pamungkas).
Sesudah PKI membunuh petinggi tersebut, pimpinan G30S PKI
mengumumkan dekrit melalui RRI yang diberikan nama kode
Dekrit No. 1 yang mengutarakan pembentukan Dewan Revolusi
Indonesia di bawah pimpinan Letkol Untung. Dengan dekrit
tersebut, Dewan Revolusi memiliki kekuasaan tertinggi.
Dilanjutkan dengan pengumuman Dekrit No. 2 tentang penurunan
pangkat di atas Letkol, dan kenaikan pangkat oleh prajurit
pendukung PKI.
Usaha untuk mencari para pemimpin TNI Angkatan Darat yang
diculik PKI dilakukan TNI/ABRI dengan segenap hati. Akhirnya
diketahui bahwa petinggi tersebut telah dibunuh secara kejam dan
jenazahnya dimasukkan ke sumur tua, Lubang Buaya.
Di samping pembabaran jalannya pemberontakan oleh PKI di
atas, juga terdapat versi lain mengenai jalannya pemberontakan
tersebut. Berikut penjelasannya
1. Versi tentara Angkatan Darat
Versi ini didukung oleh
pemerintahan otoriter Soeharto.
Sekretariat negara menerbitkan
buku putih berjudul “Gerakan 30
September, Pemberontakan Partai
Komunis Indonesia, Latar Belakang,
Aksi, dan Penumpasannya” pada
tahun 1994. Melalui buku itu,
tersirat bahwa pemerintah menuduh bahwa PKI-lah yang
menjadi tersangka utama pemberontakan tersebut. Versi ini
dijadikan haram untuk dibantah dan dijadikan versi final
yang menceritakan segala kebenaran.
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
Sejarahwan LIPI Asvi Warman mencatat bahwa buku putih
tersebut mendominasikan tokoh PKI sebagai bahasan utama,
ketimbang mengenai PKI sebagai organisasi sosial-politik.
Hal ini terbukti dengan banyaknya penyebutan nama tokoh
PKI daripada menjabarkan PKI itu sendiri.
2. Versi kolega LaCapra
Versi ini berasal dari B. R. O. G Anderson dan Ruth McVey
pada tahun 1966 yang menyatakan PKI tidak memerankan
peran sama sekali dalam pemberontakan tersebut dalam
tulisan mereka “Cornell Paper”. Dikatakan bahwa PKI tidak
mempunyai motif apapun untuk melakukan kudeta, karena
pemimpinnya, Aidit, telah menikmati keuntungan yang besar
di bawah pemerintahan Soekarno.
Dinyatakan pula bahwa pemberontakan tersebut murni
persoalan internal Angkatan Darat. Kegagalan kudeta
tersebut juga dipicu kesenjangan beberapa kolonel divisi
Diponegoro di Semarang. Kolonel seperti Untung, Supardjo,
serta Latief kecewa atas kepemimpinan Angkatan Darat di
pusat. Hal ini dikarenakan AD dinilai telah tercemar oleh
kehidupan gemerlap kota Jakarta dan lemahnya sikap
antikomunis.
3. Versi “The End of Soekarno” dan “Soekarno File, Berkas-
berkas Soekarno 1965 – 1967, Kronologi Suatu Keruntuhan”
Melalui buku John Hughes, “The End of Soekarno”, tersirat
bahwa Presiden Soekarno-lah yang bertanggung jawab atas
serangkaian peristiwa kelam itu. Menurutnya, tindakan
Kolonel Untung untuk melakukan pemberontakan telah
didasari restu oleh Soekarno. Bernada sama, Antonie C. Dake
dalam bukunya “Soekarno File, Berkas-berkas Soekarno
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
1965 – 1967, Kronologi Suatu Keruntuhan”, mengatakan
bahwa mastermind atau otak utama peristiwa
pemberontakan ini adalah Soekarno.
4. Versi Guru Besar Universitas Amsterdam
Wertheim, Guru Besar Universitas Amsterdam,
mengatakan bahwa kuat dugaan Soeharto berada di balik
pemberontakan tersebut. Hal ini didasari oleh pertanyaan
mengapa Soeharto tidak dijadikan target penculikan?
Soeharto yang notabene juga berasal dari Kodam
Diponegoro, juga tidak puas dengan kepemimpinan AD di
bawah Ahmad Yani. Selain itu, hal ini makin diperkuat
dengan adanya fakta bahwa Soeharto dekat dengan
pemimpin gerakan pemberontakan tersebut, Latief.
5. Versi Peter Dale Scott
Peter D. S. mensinyalir adanya keterlibatan pihak asing,
khususnya Amerika Serikat melalui Central Intelligence
Agency. Scott menarik hubungan antara kepentingan CIA
dan penggulingan Soekarno serta kedekatan CIA dengan
Angkatan Darat
waktu itu.
Menurutnya, respon
Soeharto yang
mengambil alih
keadaan serta
pertumpahan darah
merupakan skenario Angkatan Darat untuk merebut
kekuasaan. Tersirat kesan bahwa Soeharto bermuka dua,
seolah-olah memihak status quo (Soekarno), namun di sisi
lain ingin menumbangkan Soekarno.
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
SUPER SEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret)
Merupakan surat perintah yang ditandatangai Presiden
Republik Indonesia Soekarno tanggal 11 Maret 1966. Di dalam
surat ini, Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanand
dan Ketertiban diinstruksikan untuk mengambil segala tindakan
yang dianggap perlu untuk memulihkan situasi pasca G30S PKI.
Keluarnya Super Semar diawali
ketika 11 Maret 1966, Presiden
Soekarno mengadakan siding
pelantikan Kabinet Dwikora yang telah
disempurnakan menjadi Kabinet 100
Menteri. Saat persidangan, Brigjen
Sabur yang merupakan Panglima
Pasukan Pengawal Presiden
Cakrabirawa melaporkan banyak
pasukan tak dikenal yang bertugas
menahan orang di kabinet yang
diduga terlibat G30S PKI di bawah pimpinan Mayjen Kemal Idris.
Berdasarkan laporan ini, Presiden bersma Wakil Perdana
Menteri I, Soebandrio, dan Wakil Perdana Menteri II, Chaerul Saleh,
berangkat ke Bogor. Setelah itu, siding ditutup oleh dr. J. Leimena
yang kemudian menyusul ke Bogor. Situasi ini dilaporkan kepada
Mayjen Soeharto yang saat itu menggantikan Letjen Ahmad Yani
yang gugur dan saat persidangan tidak hadir lantaran sakit.
Namun banyak yang beranggapan Mayjen Soeharto tidak hadir
karena sedang menunggu skenarionya andil
ke pelaporan ini.
Mayjen Soeharto segera mengutus Brigjen
M. Jusuf, Brigjen Amirmachmud, dan Brigjen
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
Basuki Rahmat untuk menemui Presiden di Bogor. Malamnya,
terjadi pembicaraan ketiga perwira dengan Presiden mengenai
situasi dan dicetuskan bahwa Mayjen Soeharto mampu
mengendalikan dan memulihkan situasi tersebut bila diberikan
surat tugas/ kuasa yang berisikan kewenangan.
Maka Presiden setuju dengan saran ketiga perwira tersebut
dan segera membuat surat perintah yang kemudian
dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang ditujukan
kepada Mayjen Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
untuk memulihkan situasi pasca G30S PKI. Surat perintah tiba di
Jakarta tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 yang dibawa oleh
Sekretaris Markas Besar Angkatan Darat Brigjen Budiono.
Esoknya, Jenderal Soeharto atas nama Presiden,
mengeluarkan perintah kepada segenap jajaran ABRI dan
mengumumkan kelahiran Supersemar. Perintah itu lalu disusul
dengan Keputusan Presiden/ Pangti ABRI/ Mandataris MPRS/ PBR
Nomor 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI termasuk bagian
organisasinya dari tingkat pusat hingga daerha serta semua
organisasi yang bernaung dibawahnya. PKI juga dinyatakan
sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Masyarakat menyambut
gembira keputusan itu dan melakukan pawai kemenangan pada
tanggal 12 Maret 1966.
Di samping penjelasan di atas, masih terdapat versi lain
mengenai Supersemar ini walaupun versi proses terbitnya
Supersemar telah beredar. Di etalase arsip negara, tersimpan tiga
versi Supersemar. Berikut penjelasannya
1. Versi Sekretariat Negara
Supersemar yang berasal dari secretariat negara ini
terdiri dari dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi,
dan dibawahnya dibubuhi tanda tangan dan nama ‘Sukarno’.
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Mayjen Soeharto
Sejarah
2. Versi Pusat Penerangan TNI AD
Versi kedua ini terdiri dari satu lembar dan juga berkop
Burung Garuda. Ketikan Supersemar versi kedua ini juga
tidak serapi versi pertama. Jika versi pertama tertulis
‘Sukarno’, maka yang kedua tertulis ‘Soekarno’.
3. Versi ANRI
Versi terakhir Supersemar berasal dari ANRI. Versi ini
terdiri dari satu lembar, tidak berkop, dan hanya berupa
salinan. Tanda tangan Soekarno di versi ketiga juga tampak
berbeda daripada versi pertama dan kedua.
M. Asichin memastikan ketiga surat itu merupakan versi palsu
Supersemar. Karena lazimnya surat kepresidenan, seharusnya kop
surat Supersemar berlambang Bintang, Padi, dan Kapas. Dari segi
isi, ketiga versi relatif sama. Namun pada versi pertama terdapat
empat bab, sedangkan pada versi kedua hanya sampai bab ketiga.
Benedict Anderson, pakar sejarah Indonesia asal Amerika
Serikat, menyatakan bahwa Supersemar asli telah dihilangkan. Hal
ini Ia nyatakan berdasarkan pengakuan seorang tentara yang
bertugas di Istana Bogor. Ia juga menyatakan bahwa Supersemar
asli berkop surat Markas Besar Angkatan Darat (MBAD), bukan
lambang Burung Garuda.
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
DISINTEGERASI BANGSA1. DI/ TII, sebagai usaha pembentukan Negara Islam Indonesia
1. Jawa Barat
Di Jawa Barat, usaha
tersebut dipimpin oleh
Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo. Hal ini
dikarenkan Ia tidak setuju
dengan perjanjian Renville
yang menyatakan bahwa
Republik Indonesia merupakan
Republik Indonesia Serikat di bawah kekuasaan Ratu
Belanda. Sewaktu Ia hijrah ke Yogyakarta, ia dan anak
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
buahnya menolak dan tidak mengakui Republik Indonesia
serta ingin menyingkirkan Pancasila sebagai dasar negara.
Untuk itu, ua memproklamasikan berdirinya Negara Islam
Indonesia dengan nama Darul Islam.
2. Jawa Tengah
Selama Agresi Militer
Belanda kedua, Amir Fatah
diberi tugas untuk
menggabungkan laskar untuk
masuk TNI. Namun, setelah
banyak anggotanya, ia beserta
anak buahnya melarikan diri
dan menyatakan diri sebagai
bagian dari DI/ TII.
3. Sulawesi Selatan
Dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakar
yang berambisi menduduki jabatan
pimpinan APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat). Ia
menuntut agar Komando Gerilya
Sulawesi Selatan (KGSS) untuk dimasukkan ke dalam
APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan A. K.
Muzakar ini ditolak oleh pemerintah dengan alasan
mereka yang memenuhi syarat saja yang akan menjadi
tentara.
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
4. Aceh
Gubernur Militer Aceh,
Daud Beureueh, melakukan
pemberontakan ini karena
status Aceh yang diturunkan
dari daerah istimewa
menjadi keresidenan di
bawah provinsi Sumatera
Utara. Ia lalu menyusun
kekuaan dan menyatakan dirinya sebagai bagian dari DI/
TII. Pada akhirnya, pemberontakan ini dapat dihentikan
dengan jalan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh
(MKRA).
5. Kalimantan Selatan
Pemberontakan kali ini
dipimpin oleh Ibnu Hajar
dengan tujuan
memperjuangkan kelompok
rakyat yang tertindas. Ia
menyatakan diri masuk ke
dalam bagian DI/ TII dan
menyerang pos kesatuan tentara dan melakukan tindakan
pengacauan yang nantinya membuat dirinya tertembak
mati.
2. PKI (Partai Komunis Indonesia)
PKI merupakan perpecahan dari Serikat
Islam yang telah terpengaruh
Internasionalisme Sosialisme Democratise
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
Vereeniging (ISDV). PKI lahir di Madiun tahun 1948 dengan
tokoh Muso, yang pada saat itu baru pulang dari Rusia. Muso
bertujuan mengubah dasar negara Pancasila menajdi dasar
negara komunis. Pemberontakan ini berhasil digagalkan
dengan ditembakmatinya Muso dan Semaun dan Dharsono
lari ke Rusia.
3. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapten Raymond
Westerling yang merupakan
bekas tentara KNIL. Ia
memberontak dengan tujuan
agar pemerintah RIS dan
negara Pasundan segera
mengakui APRA sebagai
tentara negara Pasundan
dan negara tersbut tidak
bersatu ke dalam NKRI. Ia merekrut anggotanya dari APRIS
dan lari ke Makassar. Di sana, Ia membantai 700 orang.
4. Andi Aziz
Andi Aziz merupakan Komandan Kompi APRIS yang
menolak kedatangan TNI ke Sulawesi Selatan. Akibatnya,
suasana di sana tidak aman dan terjadi demonstrasi besar-
besaran terhadap negara federasi. Ia dan pasukannya
menyerang bandara, kantor telekomunikasi, dan pos militer.
5. Permesta dan PRRI
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
Setelah
Pemilu
pertama
dilaksanakan, terjadi banyak pertentangan. Beberapa daerah
merasa diberlakukan secara tidak adil, sehingga muncullah
gerakan separatis di Sumatera, yaitu Permesta (Piagam
Perjuangan Rakyat Semesta) dan PRRI (Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia) di Sulawesi Utara. PRRI
dipimpin oleh Kolonel Ahmad Hesen dan Permesta dipimpin
oleh D. J. Somba dan Kolonel Ventje Sumual.
6. RMS (Republik Maluku Selatan)
Pemberontakan ini
dipelopori oleh Dr. Christian
Robert Stevenson Soumokil
yang merupakan bekas jaksa
agung di Negara Indonesia
Timur. Ia menyatakan
berdirinya Republik Maluku
Selatan dan memproklamasikannya pada 25 April 1950.
Pemberontakan ini pada akhirnya dapat ditumpas dengan
kematian Letkol Slamet Riyadi, Letkol S. Sudiarto, dan Mayor
Abdullah.
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32
Sejarah
Vanny Andriani/ XII IPA 7/ 32