mpps
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Bab
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Identifikasi Masalah
I.3 Tujuan Pengetikan
I.4 Kegunaan Penelitian
I.5 Kerangka Pemikiran
I.6 Hipotesis
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Karakteristik Ikan Nila Merah
II.2 Tepung Ikan
II.3 Crackers
II.4 Bahan Baku Crackers
II.5 Tahapan Dan Pembuatan Crackers
II.6 Pengaruh Fortifikasi Tepung Ikan Nila Merah Terhadap Mutu Crackers
II.7 Organoleptik
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
III.1 Tempat dan Waktu Penelitian
III.2 Bahan dan Alat penelitian
III.2.1 Bahan Penelitian
III.2.2 Alat Penelitian
III.3 Metode Penelitian
III.4 Prosedur Penelitian
III.4.1 Penelitian Pendahuluan
III.4.2 Penelitian Utama
III.5 Parameter yang Diamati
III.5.1 Rendemen Tepung Ikan
III.5.2 Uji Kimia
III.5.3 Uji Fisik
III.5.4 Uji Organoleptik
III.6 Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Komposisi Kimia Daging Ikan Nila Merah
2 Standar Tepung Ikan Menurut FAO
3 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
4 Formulasi dalam Pembuatan Crackers pada tiap Perlakuan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Diagram Pembuatan Tepung Ikan
2 Diagram Pembuatan Crackers dengan Penambahan Tepung Ikan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu cara meningkatkan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap ikan
adalah dengan penganekaragaman produk olahan ikan yang bias disebut juga
diversifikasi produk. Penganekaragaman pakan selain dapat mengurangi
peningkatan konsumsi beras sebagai bahan makanan pokok, juga dapat
mendorong masyarakat untuk dapat mengkonsumsi makanan yang lebih baik
gizinya. Upaya penganekaragaman pangan dan gizi memerlukan dukungan dari
semua sector, baik pemerintah maupun masyarakat melalui perbaikan menu
pangan, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi ikan masih rendah, yaitu 25.6
kg per kapita per tahun sedangkan tingkat konsumsi yang disarankan FAO/WHO
adalah 26.5 kg/kapita/tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan konsumsi ikan pada masyarakat, salah satunya dengan fortifikasi
sumber gizi dari ikan. Fortifikasi merupakan penambahan suatu bahan kedalam
suatu produk yang diharapkan dapat meningkatkan mutu dari bahan pangan atau
produk tersebut.
Ikan air tawar merupakan salah satu komoditas perikanan yang dapat
memenuhi kebutuhan protein hewani. Salah satu jenis ikan yang sedang
dikembangkan adalah nila merah (Oreochromis niloticus). Pengembangan ikan
nila merah tidak mengalami kesulitan karena ikan nila merah mudah beradaptasi
dengan lingkungan (zakku 1999), selain itu ikan nila memiliki kandungan gizi
yang cukup tinggi, yaitu protein 17,8%, lemak 2,8%, kadar air 77,8%, dan kadar
abu 1,2% (sunardi 2003). Berdasarkan keunggulan ikan nila merah dibandingkan
dengan jenis ikan yang lainnya dan untuk meningkatkan gizi masyarakat, maka
nila merah dapat dimanfaatkan sebagai bahan diversifikasi.
Ikan merupakan salah satu bahan yang banyak mengandung protein.
Disamping mempunyai kandungan protein yang tinggi, ikan juga mengandung
asam-asam lemak tak jenuh essensial yang diperlukan oleh tubuh, merupakan
sumber vitamin, utamanya vitamin A dan sumber mineral seperti zat besi,
yodium, seng, selenium, kalsium, dan semanua mempunyai kaitan yang erat
dengan definisi zat gizi mikro. Disisi lain ikan ikan merupakan komoditi yang
mudah rusak karena adanya proses denaturasi protein dan oksidasi lemak yang
dapat menurunkan daya simpan ikan. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk
mempertahankan daya simpan ikan seperti pengolahan, pengawetan, dan
penyimpanan yang tepat tetapi mempertimbangkan ketahanan zat-zat gizinya.
Salah satu cara pengolahan ikan agar tahan lebih lama adalah dengan
penepungan.
Tepung ikan memiliki kelebihan disbanding produk olahan perikanan ainnya,
yaitu dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama pada suhu kamar tanpa
banyak mengalami perubahan (Brody 1961 dalam Saleh, Juwono, Soekarto,
Subarna 1990). Di Indonesia, tepung ikan untuk pangan belum da[at berkembang,
mengingat pemanfaatannya masih kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya
pemanfaatan tepung ikan misalnya dengan pembuatan crackers, mie, roti dan
produk lainnya.
Untuk meningkatkan pemanfaatan tepung ikan dalam penganekaragaman
konsumsi pangan dan gizi penduduk maka perlu dilakukan penelitian
kemungkinan penambahan tepung ikan dalam pembuatan produk anatara lain
crackers. Crackers yang umunya dijumpai di pasaran yaitu crackers yang terbuat
dari tepung terigu dengan penambahan bahan-bahan lain seperti lemak, garam,
susu bubuk, air, gula, baking soda, dan ragi.
Penambahan tepung ini diharapkan dapat meningkatkan kandunngan gizi
crackers terutama protein serta daya terima konsumen untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak usia dini. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai fortifikasi tepung ikan nila merah pada crackers
1.2 Identifikasi Masalah
Sejauh mana persentase fortifikasi tepung nila merah berpengaruh terhadap mutu
crackers.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui persentase fortifikasi tepung ikan
nila merah yang dapat menghasilkan crackers dengan mutu yang terbaik.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan tepung ikan
dalam penganekaragaman konsumsi pangan dan meningkatkan kandungan gizi
crackers. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada
masyarakat tentang crackers yang ditambah dengan tepung ikan nila merah.
1.5 Kerangka Pemikiran
Salah satu untuk memperbaiki pola konsumsi pangan, khususnya protein adalah
dengan memanfaatkan ikan. Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki
kandungan protein cukup tinggi (17% berat basah atau 40% berat kering) dengan
komposisi asam amino yang sesuai dengan kebutuhan manusia.
Ikan merupakan komoditi yang mudah rusak, oleh karena itu perlu dilakukan
upaya untuk mempertahankan daya simpan tersebut dengan penepungan ikan.
Tepung ikan ini merupakan suatu produk pasca panen yang menggunakan bahan baku
ikan dari berbagai jenis (Syarif 2002). Bahan dasar tepung ikan biasanya
menggunakan dari ikan hasil budidaya. Penggunaan ikan budidaya dimaksudkan
krena dalam hal penyediaan, ikan budidaya lebih mudah didapat dibandingkan dari
ikan laut yang penyediaanya tergantung dari alam. Penggunaan tepung
mempengaruhi kestabilan adonan. Apabila penambahan tepung ikan pada produk
lebih dari 40%, maka adonan yang terbentuk menjadi mudah pecah karena tidak
adanya gluten pada tepung penstubtitusi.
Hasil penelitian Hiswaty (2002) mengenai pengaruh penambahan tepung ikan nila
merah terhadap karakteristik biscuit menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan
sebesar 5% dari berat tepung terigu adalah yang paling disukai panelis. Semakin
banyak tepung ikan semakin kurang daya terimanya. Menurut Yunawaty (2002)
penggunaan tepung ikan kembung yang menghasilkan biscuit terbaik adalah sebesar
20% dari berat tepung terigu.
Hasil penelitian artama (2003) mengenai pembuatan crackers dengan
penambahan tepung ikan lemuru dengan perlakuan 0%,10%, 20%, 30% menunjukkan
bahwa penambahan tepung ikan sebesar 20% dari berat terigu adalah yang paling
disukai oleh panelis sehingga berpotensi untuk dikembangkan. Menurut Andriani
(2006) penambahan tepung ikan tongkol dalam pembuatan crackers menghasilkan
crackers yang disukai panelis adalah menggunakan 10% tepung ikan.
1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, jumlah fortifikasi tepung ikan nila merah
sebesar 5% menghasilkan mutu crackers ikan yang terbaik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Ikan Nila Merah
Ikan Nila Merah pertama kali dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1981 oleh
Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT) di Bogor. Berdasarkan pengamatan
morfologis, ikan Nila Merah yang dipelihara di sini sangat mirip dengan jenis yang
terdapat di Filipina, yang memperkuat dugaan bahwa asalnya diimpor dari negara
tersebut. Ikan Nila Merah mulai dipelihara luas di berbagai daerah sejak
dilakukannya penelitian intensif di tahun 1981.
Klasifikasi nila merah adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorphi
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species :Oreochromis niloticus
Bagi orang awam akan sulit untuk membedakan antara ikan Nila (Oreochromis
sp) dengan mujaer (Tilapia mossambica Peters) mengingat kemiripannya. Ikan nila
mempunyai garis nyata berwarna pada badan dan ekor serta sirip punggung dan sirip
dubur. Ikan Nila Merah mencapai dewasa kelamin pada umur 5 - 6 bulan dengan
berat badan mencapai 400 - 600 gram. Ikan Nila jantan bisa dibedakan dari jenis
betina berdasarkan sifat kelamin sekunder, yang mulai terbentuk setelah ikan berumur
28hari. Ikan nila jantan mempunyai sisik berwarna merah gelap di bawah dagu dan
perut, sedangkan jenis betina berwarna merah pucat di bagian sisik yang sama.
Hidung dan rahang nila jantan melebar kebalikan dari Nila betina yang lebih
meruncing.
Ikan nila dan mujair merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi
manusia. Karena budidayanya mudah, harga jualnya juga rendah. Budidaya dilakukan
di kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, nila dan mujair tidak
dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif. Nilai kurang
bagi ikan ini sebagai bahan konsumsi adalah kandungan asam lemak omega-6 yang
tinggi sementara asam lemak omega-3 yang rendah. Komposisi ini kurang baik bagi
mereka yang memiliki penyakit yang berkait dengan peredaran darah.
Tekstur daging ikan nila memiliki ciri tidak ada duri kecil dalam dagingnya.
Apabila dipelihara di tambak akan lebih kenyal, dan rasanya lebih gurih, serta tidak
berbau lumpur. Oleh kerena itu, cocok untuk dijadikan sebagai bahan dasar tepung
ikan.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ikan Nila Merah
Komposisi kimia Jumlah (%)
Protein 17.70
Lemak 1.29
Air 80.69
Mineral 1.22
2.2 Tepung ikan
Tepung ikan adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan
ikan. Produk yang kaya dengan protein dan mineral ini digunakan sebagai bahan baku
pakan. Pengolahan ikan menjadi tepung ikan tidak sulit dilakukan. Usaha pengolahan
tepung ikan dapat dilakukan dengan biaya yang tidak terlalu besar.
Tepung ikan dapat dibuat dengan salah satu cara berikut:
1) Cara basah
2) Cara kering
3) Cara penyulingan
Tabel 2. Standar Tepung Ikan Menurut FAO
Karakteristik Type A Type B Type CProtei ,min % 67.5 65 60Daya cerna pepsin, min % 92 92 92Lisin, min % dari protein 6.5 6.5 6.5Air, maks % 10 10 10Lemak, maks % 0.75 3 10Klorida, maks % 1.5 1.5 2
0.5 0.5 0.5SiO2, maks %
Tepung ikan yang bermutu baik harus memiliki butiran yang seragam, bebas dari
sisa-sisa tulang, sisik, mata ikan, dan benda asing lainnya. Tepung ikan yang baru
diolah biasanya berwarna keabu-abuan. Setelah disimpan, warnanya lambat laun akan
berubah menjadi abu-abu coklat kekuningan, tetapi dengan perubahan warna tersebut
tidak mempengaruhi nilai gizinya. Baunya lama kelamaan berubah menjadi bau ikan
yang tajam dan tidak lama akan tengik.
2.3 Crackers
Crackers adalah jenis biscuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses
fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa
asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-
lapis.crackers tanpa pemanis merupakan tipe paling popular sebagai pengganti roti
dan ini termasuk kedalam biskuit.
Biscuit adalah makanan renyah yang dibuat dengan memanggang adonan yang
mengandung bahan dasar terigu, lemak dan bahan pengembang. Departemen
perindustrian mengklasifikasikan biscuit menjadi 4 jenis, yaitu:
- Biscuit keras
- Crackers
- Cookies
- Wafer
Menurut Sunaryo (1985) biscuit atau cookies digolongkan menurut sifat
adonannya yaitu adonan pendek dan lunak, adonan keras dan adonan fermentasi.
Pada adonan lunak gluten tidak sampai mengembang akibat shortening effect dari
lemak, efek pelunakan dari glukosa atau Kristal sukrosa. Contohnya adalah biscuit
glukosa, biscuit buah,biscuit kacang dan lain-lain. Pada adonan keras, gluten
mengembang hingga batas tertentu dengan adanya penambahan air. Contohnya
adalah biscuit marie dan biscuit rich tea. Pada adonan fermentasi, gluten
mengembang penuh karena air yang ditambahkan memungkinkan kondisi tersebut,
contohnya biscuit crackers.
2.4 Bahan baku crackers
Bahan baku crackers yang digunakan pada umumnya adalah tepung terigu, namun
dapat juga ditambahkan dengan tepung lainnya seperti tepung ikan. Bahan-bahan
yang diperlukan untuk membuat crackers adalah tepung terigu, tepung maizena,
lemak, dan garam. Bahan pembentuk crackers dapat dibagi menjadi dua, yaitu bahan
pengikat dan bahan pelembut. Bahan pengikat adalah tepung, susu, dan air.
Sedangkan bahan pelembut adalah gula, margarin, leavening agent atau bahan
pengembang (soda). Biasanya crackers dibuat dengan sedikit atau tidak ditambahkan
gula, cukup dengan lemak dan relative sedikit air yang ditambahkan (Fariady 1994).
2.5 Tahapan dan Cara Pembuatan Crackers
Menurut Almond (1989) dalam Maduratmi (2007), secara garis besar proses
yang digunakan dalam pembuatan crackers yaitu : mengelola bahan, membuat
adonan, pembentuk adonan, pembakaran, pendinginan, dan pengemasan.
Mengelola bahan
Masing-masing bahan dalam tahap ini diukur berdasarkan komposisi adonan.
Pada pengukuran bahan kering byasanya dilakukan dengan cara menimbang karena
metode ini paling akurat. Sedangkan untuk bahan cair menggunakan volume.
Membuat adonan
Membuat adonan crackers dengan cara mengocok air, margarine, garam, susu
bubuk, dan tepung gula. Selanjutnya tambahkan tepung terigu, ragi, tepung ikan,
maizena, dan baking soda. Setelah itu, tambahkan air sedikit demi sedikit hingga
adonan terbentuk. Selanjutnya adonan difermentasi. Fermentasi dilakukan dengan
cara membiarkan adonan di wadah yang tertutup plastic pada suhu ruang. Untuk
menghindari pengaruh yang tidak diinginkan, maka