mpph
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS HUKUM
TUGAS METODOLOGI PENELITIAN DAN PENULISAN HUKUM KELAS D
USULAN PENELITIAN SKRIPSI
DISUSUN OLEH :
NAMA : ELVINA LUHULIMA
NIM : 12/328647/HK/19099
YOGYAKARTA
2014
A. JUDUL
“KEDUDUKAN WAKIL PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN
PRESIDENSIAL DI INDONESIA”
B. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 1
ayat (3) UUD 1945 : “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” bukan Negara
Kekuasaan. Hal ini berarti adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan
konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut system
konstitusional yang diatur dalam Undang-undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak
asasi manusia dalam Undang-undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan
tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga Negara dalam hokum, serta
menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh
pihak yang berkuasa.
Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat (demokrasi).
Pemilik kekuasaan tertinggi dalam Negara adalah rakyat. Kekuasaan sesungguhnya
adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kedaulatan rakyat Indonesia itu
diselenggarakan secara langsung dan melalui system perwakilan. Secara langsung,
kedaulatan rakyat itu diwujudkan dalam tiga lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan daerah (Legislatif) ; Presiden dan Wakil Presiden
(Eksekutif) ; dan Kekuasaan Kehakiman yang terdiri atas Mahkamah Konstitusi dan
Mahkamah Agung (Yudikatif). Kekuasaan pemerintahan Negara oleh Presiden diatur dan
ditentukan dalam Bab III UUD 1945 yang diberi judul Kekuasaan Pemerintahan Negara.
Bab III UUD 1945 ini berisi 17 pasal yang mengatur berbagai aspek mengenai presiden
dan lembaga kepresidenan, termasuk rincian kewenangan yang dimiliki dalam memegang
kekuasaan pemerintah. Dapat diakatakan bahwa Bab inilah yang paling banyak materi
yang diatur didalamnya, yaitu mulai dari Pasal 4 sampai pasal 16. Bahkan sampai dengan
ketentuan Bab V tentang Kementrian Negara yang terdiri dari Pasal 17, sebenarnya sama-
sama memuat ketentuan mengenai pemerintahan Negara dibawah Presiden dan Wakil
Presiden. Selanjutnya Bab VI tentang Pemerintah Daerah yang berisi Pasal 18, Pasal
18A, dan Pasal 18B, dapat pula disebut termasuk domain pemerintahan eksekutif.
Sehubungan dengan uraian diatas maka dalam system Pemerintahan Presidensial
kekuasaan tertinggi ada pada eksekutif dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden
dibawah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pada hakikatnya,
Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi kekuasaan eksekutif yang tidak
terpisahkan karena mereka berdua dipilih dalam satu paket pemilihan secara langsung
oleh rakyat.
Jika kita kembali melihat dalam Batang Tubuh Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, khususnya dalam Bab III mengenai Kekuasaan Pemerintahan
Negara sangat jelas memuat mengenai kedudukan dan kewenangan Presiden sedangkan
mengenai kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden tidak dimuat secara tegas dan
jelas. Padahal dalam system pemerintahan presidensial di Indonesia, kekuasaan eksekutif
dipegang oleh Presiden dan Wakil Presiden dimana dalam stuktur ketatanegaraan
Indonesia kedudukannya sejajar, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan
demikian penulis berpandangan bahwa ketidakjelasan sejauh mana kedudukan dan
kewenangan Wakil Presiden dalam system pemerintahan presidensial berdasarkan
Undang-undang Dasar perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden dalam hubungannya
dengan Presiden menurut Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan
peraturan perundang-undangan?
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban Wakil Presiden dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya dalam system Pemerintahan Presidensial di Indonesia berdasarkan
Konstitusi?
D. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai tujuan obyektif dan subjektif sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
Tujuan obyektif dari penelitian ini adalah :
a. Untuk memahami kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden dalam
hubungannya dengan Presiden jika ditinjau berdasarkan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan Perundangan lainnya.
b. Untuk mengetahui tentang pertanggungjawaban Wakil Presiden dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya dalam system Pemerintahan Presidensial di
Indonesia berdasarkan Konstitusi.
2. Tujuan Subyektif
Tujuan subyektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data-data yang
diperlukan sebagai bahan untuk penulisan hokum sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum universitas Gadjah Mada.
E. MANFAAT PENELITIAN
a. Bagi Penulis
Penelitian ini merupakan kesempatan yang berharga untuk mengetaui penerapan
pengetahuan teoritis dalam bidang hukum, khususnya hukum tata Negara ke dalam
dunia nyata mengenai Penerapan konstitusi dalam system pemerintahan Presidensial
di Indonesia.
b. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum pada khususnya.
c. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran guna mengetahui
penerapan konstitusi, terutama yang menyangkut hubungan antar lembaga eksekutif,
dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden, sehingga di harapkan akan menimbulkan
hubungan yang positif demi kelancaran jalannya pemerintahan.
F. KEASLIAN PENELITIAN
Berdasarkan penelusuran kepustakaan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, ditemukan penelitian yang berjudul “Kedudukan dan Kewenangan
Wakil Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” oleh Hiroanto Allifriadi
tahun 2010 dengan perumusan masalah :
1. Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden dalam Undang-undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945?
2. Apakah Wakil Presiden dapat menerbitkan produk hukum?
3. Bagaimanakah konsekuensi yuridis jika seorang Wakil Presiden menerbitkan suatu
produk hukum yang bersifat pengaturan (regelling) dan penetapan (beschikking)?
Dengan adanya penelitian diatas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut
dengan judul penelitian “Kedudukan Wakil Presiden dalam Sistem Pemerintahan
Presidensial di Indonesia” perumusan masalah yang berbeda yaitu :
1) Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden dalam hubungannya
dengan Presiden menurut Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
dan peraturan perundang-undangan?
2) Bagaimanakah pertanggungjawaban Wakil Presiden dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya dalam system Pemerintahan Presidensial di Indonesia
berdasarkan Konstitusi?
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua penelitian ini adalah berbeda.
G. TINJAUAN PUSTAKA
System pemerintahan Indonesia setelah amandemen keempat Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia adalah Sistem Presidensial. Dalam Sistem Presidensial ini
ada 5 (lima) hal penting yang perlu diperhatikan :
(1) Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan
eksekutif negara yang tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar. Dalam menjalankan
pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggungjawab politik berada ditangan Presiden
(concentration of power and responsibility upon the President).
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan karena itu secara
politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga
parlemen, melainkan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.
(3) Presiden dan / atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara
hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum
konstitusi.
(4) Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dan karena bertanggung-jawab kepada Presiden, bukan dan tidak
bertanggungjawab kepada parlemen.
(5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam system presidentil
sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan
pula bahwa masa jabatan Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama
lebih dari dua masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau lembaga negara dalam
lingkungan cabang kekuasaan eksekutif ditentukan pula independensinya dalam
menjalankan tugas utamanya.
Indonesia pada dasarnya merupakan Negara yang menganut system pemerintahan
Presidensial. Namun dalam sejarah perjalanan bangsa, Indonesia pernah juga
menggunakan system parlementer, seperti yang terjadi pada era Orde Lama. Tidak hanya
itu, ketika era Orde Baru berkuasa, Indonesia kemudian menerapkan system
pemerintahan yang dapat dikatakan semi presidensial dan semi parlementer. Mengapa
demikian? Dalam satu sisi, negara ini pada era Orde Baru memberikan kewenangan yang
luas bagi Presiden dalam hal kekuasaan, eksekutif, hingga yudikatif. Namun, di satu sisi
lainnya Presiden juga harus mempertanggung jawabkan jabatannya kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat, yang hingga di anggap merupakan penjelmaan dari lembaga
parlemen.
Dalam system Presidensial murni, tidak perlu lagi dipersoalkan mengenai pembedaan
atau pemisahan antara fungsi kepala Negara dan kepala pemerintahan. Pembedaan dan
pemisahan itu hanya dapat dikaitkan dengan system pemerintahan parlementer yang
memang mempunyai dua jabatan terpisah. Sedangkan system pemerintahan presidensial
cukup memilki Presiden danWakil Presiden saja tanpa mempersoalkan kapan ia sebagai
kepala Negara atau kepala pemerintahan.
Sebagai hukum dasar tertulis Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia hanya
mengatur hal-hal yang bersifat pokok atau garis-garis besar saja mengenai kedudukan,
mekanisme kerja atau hubungan tata kerja antara lembaga-lembaga Negara. Selain
Presiden, dalam pasal 4 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), dan Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga diatur tentang satu
orang Wakil Presiden. Pasal 4 ayat (2) menegaskan “Dalam melakukan kewajibannya,
Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”. Dalam Pasal 6A ayat (1) ditentukan
bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat”. Ketentuan mengenai satu pasangan ini menunjukan bahwa jabatan Presiden dan
Wakil Presiden itu adalah satu kesatuan pasangan Presiden dan Wakil Presiden.
Keduanya adalah dwi-tunggal atau satu kesatuan lembaga kepresidenan. Akan tetapi,
meskipun merupakan satu kesatuan institusi kepresidenan, keduanya adalah dua jabatan
konstitusional yang terpisah. Oleh karena itu, meskipun di satu segi keduanya merupakan
satu kesatuan tapi di segi lain, keduanya memang merupakan dua organ yang berbeda
satu sama lain, yaitu dua organ yang tak terpisahkan tetapi dapat dan harus dibedakan
satu dengan yang lainnya.
Kedudukan menurut Hasan Zaini Zaenal yaitu kedudukan lembaga Negara sebagai
tempat suatu lembaga Negara dalam hubungannya dengan dengan lembaga-lembaga
lainnya secara keseluruhan. Bila dianalogikan, maka yang dimaksud dengan kedudukan
Wakil Presiden dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga Negara liannya, terutama
dengan jabatan Presiden dan MPR. Apabila dihubungkan dengan lembaga MPR, jelas
tergambar bahwa kedudukan Wakil Presiden beradah dibawah Majelis. Tetapi dalam
kaitannya dengan Presiden, maka nampaknya ada dua kemungkinan mengenai
kedudukan Wakil Presiden :
1. Pertama, kedudukan sederajat dengan Presiden
2. Kedua, kududukannya beradah dibawah Presiden (tidak sederajat)
Mengenai kedudukan wakil Presiden dalam hubungannya dengan Presiden,bahwa
kedudukan Wakil Presiden sederajat dengan Presiden (menurut kemungkinan pertama),
dapat diketahui dengan pendekatan yuridis terhadap Pasal 6 ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, dan
Pasal 9 UUD NRI 1945 jo. Pasal 2 ayat (1) dan (2) Ketetapan MPR No. II/MPR/1973.
Dengan demikian, antara Presiden dan Wakil Presiden tidak ada hierarki hubungan atasan
dan bawahan. Adapun yang nampak, hanya pembagian prioritas dalam melaksanakan
kekuasaan pemerintahab, dimana Presiden adalam pemegang prioritas (the first man),
sedangkan Wakil Presiden prioritas kedua (the second man). Selain itu menurut
kemungkinan pertama, Wakil Presiden bukan semata-mata pembantu Presiden. Wakil
Presiden adalah unsure pimpinan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga
dengan demikian, pimpinan pemerintahan dijalankan bersama (kolegial)oleh Presiden
dan Wakil Presiden. Tindakan Presiden adalah juga tindakan Wakil Presiden, dan
sebaliknya tindakan Wakil Presiden adalah tindakan Presiden juga. Konsekuensinya,
tindakan Wakil Presiden adalah tindakan Pemerintah, oleh karena menurut system UUD
1945, Presiden merupakan Pemerintah (Pasal 4 ayat (1)). Sebaliknya atas dasar
kemungkinan kedua, bahwa kedudukan Wakil Presiden berada dibawah Presiden (tidak
sederajat), dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat (2) dihubungkan dnegan Pasal 5 UUD NRI
tahun 1945 serta penjelasannya. Ternyata Presiden adalah satu-satunya penyelenggara
pemerintahan Negara yang tertinggi, berada ditangan Presiden. Dengan kata lain,
pengertian “dibantu” pada Pasal 4 ayat (2) merupakan pencerminan dari keduduakan
Presiden berada diatas Wakil Presiden. Artinya Wakil Presiden tidak dapat bertindak
sendiri, karena semata-mata merupakan “pembantu” Presiden yang tugas dan
kewajibannya tergantung pada Presiden, meskipun berbeda dengan Menteri.
Konsekuensinya, dalam kedudukannya sebagai Pembantu Presiden, tugas dan wewenang
Wakil Presiden tergantung pada adanya Pemberian dan atau Pelimpahan kekuasaan dari
Presiden. Dalam hal pemeberian kekuasaan, Wakil Presiden bertindak atas namanya
sendiri (sebagai Wakil Presiden) , sedangkan dalam pelimpahan kekuasaan, Wakil
Presiden bertindak atas nama Presiden.
H. METODE/CARA PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) jenis yaitu penelitian kepustakan guna
memperoleh data sekunder dan selanjutnya penelitian lapangan guna memperoleh data
primer.
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian Kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan
data yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, buku-buku, tulisan ilmiah dan
literatur yang berhubungan dengan obyek yang akan diteliti untuk mendapatkan data
sekunder. Penelitian kepustakaan meliputi :
A. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat. Bahan hukum primer
terdiri dari :
1. Norma/ kaidah dasar : Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945
2. Peraturan Dasar :
- Batang Tubuh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
- Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)
3. Peraturan Perundang-undangan :
UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
4. Bahan hokum yang tidak dikodifikasikan
5. Yurisprudensi
6. Traktat
7. Bahan hokum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku
B. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang member penjelasan lebih lanjut
mengenai hal-hal yang telah dikaji oleh bahan-bahan hukum primer, yang bertujuan
memberikan kepada peneliti semacam petunjuk kea rah mana peneliti melangkah. Bahan
hukum sekunder terdiri dari buku-buku dan bahan-bahan pustaka tentang :
1. Buku-buku tentang Konstitusi dan Teori-teori Konstitusi
2. Buku-buku tentang Hukum Tata Negara di Indonesia
3. Buku-buku tentang Lembaga Kepresidenan
4. Buku-buku tentang Sistem Ketatanegaraan Indonesia
5. Buku-buku tentang Masalah-masalah Hukum Tata Negara Indonesia
6. Buku-buku tentang Kekuasaan Eksekutif Indonesia
7. Buku-buku tentang Lembaga-lembaga Negara di Indonesia
C. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang meliputi kamus, penulisan-
penulisan hokum, makalah-makalah, karya tulis, pendapat para ahli, bahan-bahan dari
internet dan lainnya.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian
lapangan dengan tujuan untuk memperoleh data primer maupun data sekunder yang
diperlukan, yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti
a. Lokasi penelitian
Penelitian akan dilakukan di wilayah Jakarta, dengan pertimbangan penelitian
dilakukan di Kementrian Sekretariat Negara, Perpustakaan MPR/DPR, dan Biro
Hukum Kementrian Dalam Negeri untuk dijadikan lokasi penelitian. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian atau kajian secara mendalam di
lokasi tersebut dikarenakan akan memperoleh data yang lebih akurat dan spesifik
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
b. Subjek Penelitian
Narasumber
Narasumber dalam penelitian ini adalah pakar dalam bidang hukum, khususnya
hukum tata Negara, yaitu:
i. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie
ii. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H, M.Hum.
iii. Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, S.H., LL.M.
c. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul Data yang digunakan adalah pedoman wawancara yang berstruktur,
yang berisi daftar pertanyaan yang tersusun secara sistematis dan berurutan yang akan
dikembangkan selama wawancara berlangsung. Daftar pertanyaan tersebut
berdasarkan penelitian kepustakaan yang disesuaikan dengan yang dihadapi dan
diketahui oleh narasumber.
d. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian menggunakan teknik wawancara yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada narasumber yang berkompeten berdasarkan pedoman
wawancara. Wawancara dilakukan dengan beberapa pakar hukum, khususnya hukum
tata Negara. Peneliti menggunakan metode wawancara, karena selama ini metode
wawancara dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam pengumpulan data
primer di lapangan.
e. Metode Analisis Data
Deskriptif kualitatif, data-data yang diperoleh dari penelitian dikelompokkan dan
diseleksi menurut kualitas dan kebenarannya yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti, sehingga diperoleh kesimpulan serta pemecahan masalah.
I. JADWAL PENELITIAN
a. Tahapan Penyusunan Proposal : 20 hari
b. Pengumpulan Data : 25 hari
c. Analisis Data : 25 hari
d. Penyusunan Laporan Sementara : 20 hari
e. Review dan Perbaikan : 15 hari
f. Penyusunan Laporan Akhir : 25 hari
g. Perbanyakan Laporan : 10 hari
h. Total : 150 hari
J. DAFTAR PUSTAKA
A. BAHAN BACAAN :
Assiddiqie, Jimly. 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Assiddiqie, Jimly. 2010. Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika.
Huda, Ni’matul. 2008. UUD 1945 & Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta:
Rajawali Press.
Indra, Muhammad Ridhwan.1987. Kedudukan Lembaga-lembaga dan Hak
Menguji Menurut Undang-undang Dasar 1945.
Mahzumar. 2010. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 Sebelum
dan Sesudah Amandemen. Bandung: Nusa Media.
Manan, Bagir dan Magnar, Kuntana. 1993. Beberapa Masalah Hukum Tata
Negara Indonesia. Bandung: Alumni.
Manan, Bagir. 2006. Lembaga Kepresidenan.Yogyakarta: FH UII PRESS.
Maschab,Mashuri.1983. Kekuasaan Eksekutif di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Thaib, Dahlan. 1998. Implementasi Sistem Ketatanegaraan menurut UUD 1945.
Yogyakarta: Liberty.
Zainal, Hasan Aini. 1971. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung:
Alumni.
B. PERATURAN DASAR
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1973
Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1973
Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1983
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden
Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
D. BAHAN HUKUM LAINNYA
Makalah Struktur Kenegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945
oleh Prof. Dr. Jimly Assiddiqie,S.H. dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional di
Denpasar, 14-18 Juli 2003
Pidato Kenegaraan Presiden R.I Di depan Sidang DPR 16 Agustus 1978, Departemen
Penerangan R.I, 1978, P.54
Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2000 tentang Penugasan Wakil Presiden untuk
melaksanakan Tugas Presiden dalam hal Presiden berada di Luar Negeri.
Keputusan Presiden Nomor 121 Tahun 2000 tentang Penugasan Presiden Kepada Wakil
Presiden Untuk Melaksanakan Tugas Teknis Pemerintahan Sehari-hari.
http://elisa1.ugm.ac.id/files/andi.sandi/uZVkF7Bj/Lembaga-
lembaga%20Negara%20dalam%20Mekanisme%20Checks%20and%20Balances.doc.
K. LAMPIRAN
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Pemerintahan Presidensial?
2. Apakah perbedaan Sistem Pemerintahan Presidensial dan Sistem Pemerintahan
Parlementer?
3. Sistem hukum apakah yang dianut oleh Republik Indonesia saat ini?
4. Apakah system yang berlaku di Indonesia saat ini sudah sesuai? Jika belum
sesuai, bagaimanakah semestinya?
5. Bagaimanakah kedudukan Wakil Presiden berdasarkan Konstitusi?
6. Apakah kedudukan Presiden sudah diatur secara jelas? Jika belum, apakah saran
Anda?
7. Bagaimanakah kedudukan Wakil Presiden dalam hal membantu Presiden?
8. Apakah perbedaan tugas membantu Presiden oleh Wakil Presiden dan Menteri-
menteri?
9. Bagaimanakah pertanggungjawaban Wakil Presiden dalam menjalankan tugas
dan fungsinya dalam lembaga kepresidenan?
10. Jika Wakil Presiden melakukan tindak pidana, apakah Presiden dapat dimintai
pertanggung jawaban dalam kewenangannya untuk membantu Presiden?
11. Jika kembali melihat ke Undang-undang Dasar yang mengatur mengenai
kedudukan Wakil Presiden belum secara eksplisit, Apakah UUD NRI tahun 1945
perlu di Amandemenkan untuk Kelima kalinya?