morfosemantik istilah perpadian sunda di sumedang
DESCRIPTION
Makalah ini membahasa morfosemantik bahasa SundaTRANSCRIPT
Morfosemantik Istilah Perpadian dalam Bahasa Sunda di Kabupaten SumedangHenda Suhenda
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran,[email protected]
ABSTRAK
Bahasa dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dikatakan demikian, karena secara langsung maupun tidak langsung bahasa dapat digunakan sebagai alat manifestasi budaya sekaligus sebagai unsur budaya itu sendiri. Pada masyarakat Sunda, khususnya di Sumedang terdapat isilah-istilah perpadian yang terbentuk akibat kebudayaan tertentu yang telah mempengaruhi pemberian istilah tersebut. Penelitian ini membahas tentang bentuk istilah perpadian di masyarakat kabupaten Sumedang. Tujuan dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan bentuk dan makna istilah perpadian dalam bahasa Sunda di kabupaten Sumedang dan proses morfosemantik istilah perpadian dalam bahasa Sunda di kabupaten Sumedang .
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif artinya data yang dianalisis hasilnya berupa deskriptif bukan angka. Data tulis dan lisan. Data dalam penelitian ini berupa istilah-istilah perpadian, sumber data lisan berasal dari informan yang terpilih, sumber data tulis berasal dari kamus bahasa Sunda. Pengumpulan data menggunakan metode simak, yaitu metode pengumpulan data dengan jalan menyimak penggunaan bahasa yang berlangsung dalam masyarakat, teknik dasar yang dipakai adalah teknik simak libat cakap atau wawancara, yaitu dapat dilakukan pertama-tama dengan berpartisipasi sambil menyimak dalam pembicaraan sehingga terlibat langsung dalam pembicaraan atau dialog.
Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan, sebagai berikut: bentuk istilah-istilah perpadian terbagi atas bentuk bentuk monomorfemis dan bentuk polimorfemis. Pada hasil analisis diketahui bahwa bentuk istilah perpadian di Kabupaten Sumedang yaitu monomorfemis. Proses morfosemantik yang terjadi dalam istilah tersebut mengubah makna dan kelas kata istilah-istilah tersebut dari bentuk awal atau dasar sebagai nomina menjadi verba ataupun sebaliknya. Selain itu, terdapat pula kata-kata atau istilah tradisional yang ternyata hanya digunakan oleh sebagian kecil masyarakat Sunda di Sumedang yang dipengaruhi oleh bahasa Jawa.
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat pemersatu bangsa. Bahasa juga merupakan salah satu unsur
kebudayaan sekaligus sebagai alat untuk memanifestasi material kebudayaan. Kemajuan
teknologi secara tidak langsung telah mempengaruhi fungsi bahasa sebagai unsur
kebudayaan. Dikatakan demikian, karena kemajuan teknologi tersebut telah memaksa bahasa
untuk aktif memanifestasikan dan melestarikan unsur-unsur atau material kebudayaan yang
semakin terkikis.
Sebagian besar masyarakat Sunda berprofesi sebagai petani. Hasil pertanian yang
paling utama masyarakat Sunda, khususnya di Kabupaten Sumedang adalah padi. Padi dalam
masyarakat Sunda sering diidentikkan dengan kisah atau dongeng Dewi Sri sebagai dewi
kesuburan. Kebudayaan yang berkaitan dengan konsep padi tersebut adalah adanya istilah
dan leksikon tradisional yang menyangkut perkakas, kegiatan dan hasil penanaman padi di
kabupaten Sumedang. Istilah dan leksikon tradisional tersebut kini semakin jarang digunakan
karena munculnya berbagai teknologi canggih yang menggantikan kegiatan-kegiatan dan
alat-alat khusus petani tradisional tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
pelestarian dan pemertahanan istilah-istilah perpadian tersebut agar kebudayaan tradisional
masyarakat Sunda tetap bisa dikenali dan diketahui di masa yang akan datang. Salah satu cara
yang bias dilakukan yaitu dengan mendeskripsikan leksikon-leksikon atau istilah tradisional
tersebut dengan menggunakan kajian morfosemantik. Handayani (Shinta, 2012: 31)
menjelaskan bahwa analisis morfosemantik adalah analisis yang menggunakan teori
morfologi serta teori semantik sebagai sarana menganalisis bahasa yang berwujud perkataan
dan ungkapan. Kajian tersebut digunakan untuk menjelaskan bentuk dan makna leksikon-
leksikon yang selama ini hanya diketahui oleh para petani tradisional di daerah Sumedang.
1.2 Identifikasi Masalah
Adapun masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah bentuk dan makna istilah perpadian dalam bahasa Sunda di kabupaten
Sumedang?
2) Bagaimanakah bentuk morfosemantik istilah perpadian dalam bahasa Sunda di
kabupaten Sumedang?
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeksripsikan bentuk-bentuk istilah dan leksikon
perpadian dalam bahasa Sunda di Kabupaten Sumedang, sekaligus untuk mendeskripsikan
bagaimana proses morfologis dan fungsi morfosemantik dari istilah dan leksikon tersebut.
Penelitian ini hanya difokuskan pada istilah dan leksikon yang bisa diberi afiksasi. Istilah dan
leksikon tersebut dimulai dari awal penanaman padi, perkakas yang digunakan, hingga
kegiatan memanen hasil padi.
2. KERANGKA TEORI
Morfologi menurut Kridalaksana (2010:24) adalah suatu proses yang mengolah
leksem menjadi kata. Morfologi mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagi satuan
gramatikal dan mengamati kata tersebut sebagai satuan yang dianalisis sebagai morfem satu
atau lebih (Verhaar, 2010:97). Menurut Ramlan (2001:21) morfologi ilmu yang mempelajari
seluk-beluk bentuk kata, juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti
kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata. Dari pendapat-pendapat tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk kata dan
menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada kata tersebut. Perubahan-perubahan
bentuk kata tersebut juga bisa mempengaruhi kelas kata dan maknanya.
Perubahan-perubahan yang terjadi diakibatkan adanya proses dalam morfologi itu sendiri.
Proses morfologi adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan
bentuk dasarnya (Ramlan, 2001:51). Lain halnya yang diungkapkan oleh Kridalaksana
(2010:14) proses morfologi adalah suatu proses yang dapat membentuk kata baru. Adapun
proses perubahan morfologik menurut Ramlan (2001:52) terdiri atas tiga yaitu proses
pembubuhan afiks, proses pengulangan, dan proses pemajemukan. Berbeda dengan Ramlan,
Kridalaksana membagi proses morfologis menjadi enam. Proses tersebut adalah derivasi
zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi (pemendekan), komposisi (perpaduan), dan derivasi
balik. Dalam Bahasa Sunda, terdapat pula afiksasi yaitu prefiks (Nga-,N-, di-,cin-), sufiks (-
an, -wan, -eun), konfiks (Nga-keun, N-Keun, Nga-an, N-An, Ka-an, pa-an)
Morfosemantik merupakan suatu analisis dari ilmu bahasa yang mengunakan teori
morfologi dan semantik. Jika ditelaah menurut arti kata, morfosemantik gabungan kata dari
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
morfo dan semantik. Kata morfo di ambil dari kata morfologi yaitu ilmu yang
mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2010: 97).
Semantik adalah ilmu yang membahas arti atau makna (Verhaar, 2010: 13). Berdasarkan
pengertian morfologi dan semantik di atas, morfofosemantik adalah bentuk satuan bahasa
yang bertujuan untuk membahas arti dari kata yang mengalami proses morfologis.
Semantik adalah ilmu yang menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek
yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut (Tarigan, 2009:14). Menurut Verhaar
(2010:13) semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Hal senada
diungkapkan oleh Chaer (2007:115) semantik mengakaji makna bahasa, bukan mengakaji
semua macam makna yang ada dalam kehidupan kita.
Istilah dalam perpadian merupakan leksikon-leksikon khusus yang hanya digunakan
dalam proses menanam padi, dari awal penanaman hingga kegiatan memanen. Hal tersebut
menjadi menarik, karena memang leksikon-leksikon yang digunakan dalam penelitian ini
hanya terdapat pada kegiatan menanam padi. Oleh karena itu, leksikon perpadian tersebut
disebut dengan istilah perpadian. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta
digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat umum karena
digunakan tidak dalam bidang tertentu (Chaer, 2009: 52).
3. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Bogdan dan
Taylor (dalam Moleong, 2010: 4), menjelaskan metode kualitatif merupakan sebuah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari
orang-orang maupun perilaku yang dapat diamati. Metode ini digunakan untuk
mendeskripsikan berbagai istilah perpadian dan selanjutnya dianalisis untuk diketahui fungsi
dan bentuk proses morfologisnya. Subjek dalam penelitian adalah orang asli sunda yang bisa
berbahasa Sunda, yaitu petani di Kabupaten Sumedang. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi
dilakukan dengan melihat langsung perkakas dan kegiatan petani di sawah, wawancara
dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna, fungsi, dan bentuk istilah
perpadian dalam bahasa Sunda dengan bertanya langsung pada objek penelitian. Teknik
dokumentasi dilakukan dengan membandingkan istilah tersebut dalam literatur-literatur yang
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
digunakan. Analisis dan teknik pengolahan data dilakukan dengan cara deskriptif yaitu
dipilih kata-kata atau istilah-istilah yang mengalami proses morfologis, selanjutnya dianalisis
dan dijelaskan makna dan perubahan bentuk katanya,
4. ANALISIS DATA
Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasannya. Hasil penelitian
berupa deskripsi bentuk morfosemantik istilah-istilah perpadian di Kabupaten Sumedang.
Deskripsi tersebut berdasarkan proses morfologi. Hal ini dikarenakan proses morfologi
sebagai dasar atau langkah awal dalam menganalisis data, yang kemudian dilanjutkan dengan
proses pemaknaan atau semantik, sehingga ditemukan fungsi dari bentuk morfosemantik
tersebut. Berikut hasil penelitian berupa deskripsi bentuk morfosemantik dan fungsinya yang
sudah dikategorikan sesuai dengan tujuan penelitian, serta pembahasannya.
1. Binih (N) = benih padi berupa butiran padi berkualitas atau padi pilihan.
Konfiks : Pa-an Pabinihan (N)
Kata di atas bermakna tempat yang digunakan untuk menyemai benih padi. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut tidak mengubah kelas kata.
2. Babut (V) : mencabut benih dari persemaiannya
Sufiks : -Eun Babuteun (N)
Kata di atas bermakna benih padi di persemaian yang siap ditanam di sawah. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari verba menjadi nomina.
3. Tandur (V) : menanam dengan menancapkan benih padi ke lahan yang sudah disediakan
(lahan yang sudah digarit)
Sufiks : -Eun Tandureun (N)
Kata di atas bermakna lahan atau sawah yang suah siap untuk ditanami. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari verba menjadi nomina.
4. Aseuk (N) : tugal atau alat untuk membuat lubang kecil di lahan yang akan ditanami padi
Prefiks : Ng Ngaseuk (V)
Kata di atas bermakna kegiatan menanam padi dengan membuat lubang-lubang di
tanah atau lahan yang akan ditanami padi. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut
mengubah kelas kata dari nomina menjadi verba.
5. Muuh (V) : memasukan benih padi (butir padi) ke dalam lubang-lubang yang sudah
dibuat sebelumnya.
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
Sufiks : -an Muuhan (V)
Kata di atas bermakna kegiatan memasukan benih padi ke dalam lubang-lubang yang
sudah dibuat. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut tidak mengubah kelas kata.
6. Gapret (N) = alat untuk melepaskan atau merontokan bulir padi dari batangnya yang
terbuat dari kayu
Prefiks :Nga- ngagapret (V)
Kata di atas memiliki makna suatu perbuatan melepaskan atau merontokan bulir padi
dengan cara memukul-mukulkan ikatan batang padi ke sebuah alat bernama gapret.
Proses morfologis tersebut telah merubah kelas kata dari kelas kata nomina ke verba.
Sufiks: -eun gapret-eun (N).
Kata tersebut bermakna ikatan atau batang padi yang sudah dipotong dan akan
dirontokan dengan gapret. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut tidak mengubah
kelas kata.
7. Catu (N) : upah untuk buruh tani yang membantu memanen padi.
Konfiks : N-Keun Nyatukeun (V)
Kata di atas bermakna proses membagi hasil panen padi dari si penggarap
ladang/sawah kepada buruh tani. Pembagian tersebut bukan berupa uang, tetapi padi yang
sudah siap untuk dikeringkan. Proses morfologis tersebut mengubah kelas kata nomina
menjadi verba. Kata ini merupakan serapan dari bahasa Jawa yaitu catu yang berarti
upah.
Sufiks : -Eun Catuen (N)
Kata di atas bermakna padi atau hasil panen yang akan dihitung untuk dijadikan
upah buruh tani. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut tidak mengubah kelas kata
8. Tebar (V) = menebarkan benih padi ke lahan persemaian sebelum ditanam di sawah.
Sufiks : -eun Tebareun (N)
Kata di atas bermakna benih yang siap untuk disemai atau ditabur. Proses morfologis
tersebut mengubah kelas kata verba menjadi nomina.
9. Mopok (V) menumpukkan tanah basah ke pematang sawah yang terikikis.
Sufiks: -An Mopokan (V)
Kata di atas bermakna perbuatan atau kegiatan menumpukkan tanah basah ke
pematang sawah yang sudah terkikis.
10. Ayeuh (V) Tumbang, roboh
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
Konfiks: Ka-an Kaayeuhan (V)
Kata di atas bermakna padi yang rusak dan tumbang karena tertiup angin besar atau
badai. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut tidak mengubah kelas kata.
11. Karut (Num) : bilangan untuk jumlah padi yang terdapat dalam karung yang dijahit.
Prefiks : Nga- Ngarut (V)
Kata di atas bermakna perbuatan memasukan padi yang sudah dipanen ke dalam
karung. Karung yang sudah berisi padi tersebut kemudian dijahit dengan tali rapia. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari numeralia menjadi verba.
Sufiks: -Eun Karuteun (N)
Kata di atas bermakna padi yang sudah dipanen dan akan dimasukan ke dalam karung
yang akan dijahit . Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari
numeralia menjadi nomina.
12. Butun (Num) : bilangan untuk jumlah padi yang terdapat dalam karung yang diikat.
Prefiks : Nga- Ngabutun (V)
Kata di atas bermakna perbuatan memasukan padi yang sudah dipanen ke dalam
karung. Karung yang sudah berisi padi tersebut kemudian diikat dengan tali. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari numeralia menjadi verba.
Sufiks: -Eun Butuneun (N)
Kata di atas bermakna padi yang sudah dipanen dan akan dimasukan ke dalam karung
yang akan diikat. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari
numeralia menjadi nomina.
13. Garet (V) : membuat kotak dan garus di petakan sawah yang akan ditanami padi.
Prefiks : Nga- Ngagaret (V)
Kata di atas bermakna perbuatan membuat garis di dalam petakan sawah untuk
dijadikan dasar penanaman benih padi. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut tidak
mengubah kelas kata
Sufiks: -eun Gareteun (N)
Kata di atas bermakna lahan atau petakan sawah yang sudah siap untuk diberi garis
dasar penanaman padi. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata
dari verba menjadi nomina.
14. Hiliwir (Adj) : sejuk karena ada angim yang bertiup perlahan-lahan.
Prefiks: Nga- Ngahiliwir (V)
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
Kata di atas bermakna perbuatan membersihkan padi dengan bantuan angin. Padi
yang sudah dirontokkan diambil dengan bakul kemudian diangkat dan ditumpahkan.
Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari adjektiva menjadi
nomina.
Sufiks: -Eun Hiliwireun (N)
Kata di atas bermakna padi yang sudah dirontokan dan akan dibersihkan dengan
bantuan angin. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari
adjektiva menjadi nomina.
15. Ayuman (V) = menanam kembali padi yang mati.
Prefiks: Nga Ngayuman (V)
Kata di atas bermakna perbuatan penanaman kembali padi yang mati dengan
menanamkan benih baru yang seusia dengan padi yang mati. Fungsi morfosemantik
dalam kata tersebut tidak mengubah kelas kata
Sufiks: -Eun Ayumaneun (N)
Kata di atas bermakna padi yang mati dan harus ditanami kembali. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari verba menjadi nomina.
16. Beuner (Adj) = berisi, penuh.
Konfiks : Nga-keun Ngabeunerkeun (V)
Kata di atas bermakna upaya yang dilakukan petani agar butir menjadi bagus/berisi.
Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari adjektiva menjadi
verba.
17. Serah (N) = cangkang beras yang masih terdapat pada beras
Konfiks : N-Keun Nyerahkeun (V)
Kata di atas bermakna perbuatan memisahkan beras dari cangkangnya yang masih
menempel. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari nomina
menjadi verba.
18. Beunyer (N) = beras yang bubuk dan tidak layak untuk dimakan manusia
Prefiks : Nga ngabeunyerkeun (V)
Kata di atas bermakna perbuatan membubukkan beras. Fungsi morfosemantik dalam
kata tersebut mengubah kelas kata dari nomina menjadi verba.
19. Bear (Adj)= kondisi nasi yang keras, butirnya terpisah-pisah
Konfiks: Nga-Keun Ngabearkeun (V)
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
Kata di atas bermakna membuat nasi yang lembek menjadi sedikit lebih keras. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari adjektiva menjadi verba.
20. Pulen (Adj)= Kondisi nasi yang lembek
Konfiks= Nga-Keun Ngapulenkeun (V)
Kata di atas bermakna perbuatan membuat nasi menjadi lembek. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari adjektiva menjadi verba.
21. Derep (V) = kegiatan siap untuk memanen sawah
Konfiks = Nga-Keun Ngaderepkeun (V)
Kata di atas bermakna perbuatan menyiapkan segala sesuatu untuk panen. Fungsi
morfosemantik dalam kata tersebut tidak mengubah kelas kata.
Sufiks: eun Derepeun (N)
Kata di atas bermakna padi yang siap untuk dipanen. Fungsi morfosemantik dalam
kata tersebut mengubah kelas kata dari nomina menjadi verba.
22. Aron (N) = nasi yang dikeringkan
Konfiks: Nga-keun Ngaronkeun (V)
Kata di atas bermakna mengeringkan nasi. Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut
mengubah kelas kata dari nomina menjadi verba.
23. Geugeus (Num) = bilangan padi yang diikat sesuai dengan hitungan tertentu (hanya untuk
padi yang ditanam di huma)
Prefiks: Nga Ngageuges (V)
Kata di atas bermakna perbuatan mengikat padi yang sudah dipotong untuk dihitung.
Fungsi morfosemantik dalam kata tersebut mengubah kelas kata dari numeralia menjadi
verba.
Simpulan
Berdasarkan analisis maka dapat disimpulkan bahwa fungsi morfosemantik dalam sebagian istilah perpadian Bahasa Sunda dapat mengubah kelas kata. Aseuk (N) → Ngaseuk (V), contoh tersebut menunjukkan fungsi morfosemantik yang mengubah kelas kata dari nomina menjadi verba. Selain itu sufiks –eun dapat mengubah kelas kata verba menjadi nomina, numeralia menjadi nomina, adjektiva menjadi nomina, tetapi ada juga yang tidak mengubah kelas kata. Namun pada intinya, kata yang diberi sufiks –eun pasti menjadi nomina dan bermakna sesuatu yang akan dideritai atau dikenai tindakan. Prefiks ng- mengubah kelas kata nomina menjadi verba. Prefiks Nga- mengubah kelas kata nomina
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013
menjadi verba, adjektiva menjadi verba, dan numeralia menjadi verba. Artinya, kata yang diberi prefiks nga- selalu menjadi verba. Sufiks -an tidak mengubah kelas kata. Sufiks tersebut cenderung membentuk kata verba turunan. Konfiks pa-an dan ka-an tidak mengubah kelas kata sedangkan konfiks nga-keun dapat mengubah kelas kata adjektiva menjadi verba, dan nomina menjadi verba. Konfiks n-keun mengubah kelas kata nomina menjadi verba. Konfiks nga-keun, n-keun, cenderung membentuk kata verba.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
___________. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
___________. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Kridalaksana, Harimurti. 2010. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Ramlan, M. 2001. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono
Shinta, N.M. 2012. Kajian Morfosemantik pada Istilah-istilah Pertukangan Kayu di Desa Lebak Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara. Skripsi pada Fakultas Bahasa dan Seni UNY: Tidak diterbitkan
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa
Diseminarkan dalam sem inar Bahasa dan Kebudayaan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia))
Jakarta, 11-12 Desember 2013