molahidatidosa

11
Pencegahan Penyakit Tropoblas Ganas Post Molahidatidosa dengan Vitamin A Abstrak Sekitar 15-28% dari pasien mola hidatidosa terjadi degenerasi malignansi. Sejak retinoic acid dapat mengendalikan proliferasi sel dan meningkatkan apoptosis, vitamin A bisa digunakan sebagai suatu terapi untuk mencegah transformasi malignansi. Sasaran dari studi ini adalah untuk mempertunjukkan kegunaan vitamin A sebagai suatu chemoprevention pada perkembangan mola hidatidosa. Material Dan Metoda: Studi menggunakan suatu randomized clinical trial, double blind protocol . Subjeknya adalah pasien dengan complete mola hidatidosa, yang tidak menerima sitostatika. Intervensinya adalah dengan pemberian placebo atau vitamin A 200,000 IU per hari, dilakukan sampai pasien dinyatakan sembuh atau mengalami penyakit trofoblastik ganas. Hasil variabel- variabelnya berupa insidensi regresi dan penyakit trofoblastik ganas, yang didasarkan pada kriteria WHO. Hasil: Pada clinical trial dibutuhkan sebanyak 67 kasus untuk studi ini. Dua kasus telah hilang saat observasi dan tiga mengalami kehamilan. Incidence rate timbulnya penyakit trofoblastik ganas di dalam kelompok kontrol adalah 28.6%, dan di dalam kelompok terapi 6.3%. Tidak ada perbedaan perubahan level SGOT dan SGPT pada kelompok terapi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan: Tingkat penyakit trofoblastik ganas telah berkurang pada kelompok yang menerima terapi vitamin A.

Upload: rusydi-kamal

Post on 03-Aug-2015

122 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: molahidatidosa

Pencegahan Penyakit Tropoblas Ganas Post Molahidatidosa dengan Vitamin A

Abstrak

Sekitar 15-28% dari pasien mola hidatidosa terjadi degenerasi malignansi. Sejak retinoic

acid dapat mengendalikan proliferasi sel dan meningkatkan apoptosis, vitamin A bisa digunakan

sebagai suatu terapi untuk mencegah transformasi malignansi. Sasaran dari studi ini adalah untuk

mempertunjukkan kegunaan vitamin A sebagai suatu chemoprevention pada perkembangan mola

hidatidosa. Material Dan Metoda: Studi menggunakan suatu randomized clinical trial, double

blind protocol. Subjeknya adalah pasien dengan complete mola hidatidosa, yang tidak menerima

sitostatika. Intervensinya adalah dengan pemberian placebo atau vitamin A 200,000 IU per hari,

dilakukan sampai pasien dinyatakan sembuh atau mengalami penyakit trofoblastik ganas. Hasil

variabel-variabelnya berupa insidensi regresi dan penyakit trofoblastik ganas, yang didasarkan

pada kriteria WHO. Hasil: Pada clinical trial dibutuhkan sebanyak 67 kasus untuk studi ini. Dua

kasus telah hilang saat observasi dan tiga mengalami kehamilan. Incidence rate timbulnya

penyakit trofoblastik ganas di dalam kelompok kontrol adalah 28.6%, dan di dalam kelompok

terapi 6.3%. Tidak ada perbedaan perubahan level SGOT dan SGPT pada kelompok terapi

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan: Tingkat penyakit trofoblastik ganas telah

berkurang pada kelompok yang menerima terapi vitamin A.

Keywords: Hydatidiform mole - retinol - malignant trophoblastic disease

Pendahuluan

Timbulnya kejadian mola hidatidosa berkisar antara 1 sampai 47/427 kelahiran

(Martaadisoebrata, 1980), dengan mayoritas terjadi pada pasien wanita muda dengan paritas

rendah (Kurowski and Yakoub, 2003). Terapi untuk menghilangkan mola hidatidosa adalah

dengan cara evakuasi jaringan mola, yang akan diikuti dengan pengamatan secara klinis dan

memonitor level HCG darah untuk mendiagnosis regresi komplit atau penyakit malignansi

setelah mola hidatidosa pada tahap awal.

Malignansi setelah mola hidatidosa merupakan salah satu dari komplikasi post-

molahidatidosa yang secara normal mengambil bentuk perpanjangan perkembangbiakan dari sel

trofoblastik dan secara klinis dikenali sebagai penyakit trofoblastik ganas. Timbulnya kejadian

penyakit trofoblastik ganas berkisar antara 15% dan 28%, dengan keberhasilan terapi sekitar

Page 2: molahidatidosa

87% dari keseluruhan (Tham et al.,1995; Andrijono et al., 2001; Wolfberg et al., 2005). Tingkat

keberhasilan terapi untuk penyakit trofoblastik ganas non-metastatic adalah 95.1%, sedangkan

untuk low-risk metastatik penyakit trofoblastik ganas dilaporkan sekitar 83.3%, dan untuk high-

risk metastatik penyakit trofoblastik ganas hanya 50%.

Tingkat kematian keseluruhan mencakup di sekitar 8-9% (Andrijono et al., 2001).

Morbiditas yang disebabkan oleh penyakit trofoblastik ganas meliputi kelainan fungsi

reproduktif seperti pregnancy delays, hemorrhage, dan kelainan jasmani lainnya berkaitan

dengan metastasis (Tham et al., 1995; Andrijono et al., 2001; Wolfberget al., 2005).

Vitamin A atau pro-vitamin A di dalam tubuh dimetabolime menjadi retinol, dan pada

langkah selanjutnya, retinol dimetabolisme didalam sel menjadi retinoic. Retinoic berikatan

dengan reseptor retinoic, lalu kompleks retinoic dan retinoic reseptor akan mempengaruhi sinyal

apoptosis dan sinyal penghentian siklus sel (Sundaram et al.,1998; Chen et al., 1999; Zhang et

al., 2000). Peningkatan apoptosis akan mengurangi resiko timbulnya penyakit trofoblastik ganas

sehingga pengaktifan induksi apoptosis dan penghentian siklus sel dengan retinoic acid bisa

menguntungkan sebagai terap untuk pencegahan penyakit trofoblastik ganas. Studi ini ditujukan

untuk mempertunjukkan apakah pemberian vitamin A bisa mencegah malignansi dari

perkembangan mola hidatidosa.

Bahan dan Sampel

Sampel penelitian ini adalah pasien dengan mola hidatidosa total setelah di evakuasi jaringan

mola. Pasien diberikan plasebo atau vitamin A 200.000 IU per hari, masing-masing yang

diproduksi dalam sediaan yang sama. Pengobatan dilanjutkan sampai regresi atau degenerasi

MTD yang ditentukan atas dasar kriteria WHO (Tham et al, 1995;. RCOG, 2004).

Pemeriksaan HCG sebagai penanda tumor dilakukan dengan radioimmuno assay (RIA).

Simpanan retinol dalam hati diperiksa menggunakan metode relatif dosis-respons (RDR)

(Stephensen et al., 2002), sedangkan kadar vitamin A diperiksa dengan metode high pressure

liquid chromatography (HPLC) (Hix et al., 2004) .

Page 3: molahidatidosa

Hasil

  Didapatkan sebanyak 67 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis variabel

penelitian terhadap kejadian regresi dan keganasan setelah mola hidatidosa menunjukkan bahwa

ada kesenjangan kejadian keganasan mola hidatidosa antara kelompok kontrol dan kelompok

terapi.

Uji distribusi median dan rata-rata pada kelompok kontrol dan kelompok terapi sesuai

dengan karakteristik.

Tes ini dilakukan untuk melihat distribusi variabel numerik dalam kedua kelompok studi

berdasarkan pada nilai-nilai median dan rata-rata. Hasil tes dari distribusi dengan pemerataan

populasi (Kruskal-Wallis test) dan uji t dua-sampel dengan varian yang sama, dan diperoleh hasil

yang menunjukkan pemerataan variabel numerik pada kedua kelompok penelitian (lihat Tabel 1).

Uji perbedaan proporsi variabel nominal dalam kontrol dan kelompok terapi.

Uji perbedaan proporsi dari variabel nominal dilakukan untuk melihat distribusi variabel

nominal pada kedua kelompok penelitian dengan menggunakan uji perbedaan proporsi. Hasil uji

dari distribusi tinggi fundus uteri menggunakan Pearson chi test (memenuhi syarat uji chi square)

menunjukkan distribusi hasil yang merata (lihat Tabel 2).

Hubungan kejadian degenerasi keganasan (MTD) dan waktu kejadian pada kelompok

kontrol dan terapi. Hal ini dirancang untuk memahami hubungan antara kejadian MTD dan

waktu tes hidup berdasarkan uji yang telah dilakukan Kaplan-Meier. Tabel analisis survival

dirancang untuk mengidentifikasi waktu kejadian MTD, jumlah atau persentase pasien yang

berkembang menjadi MTD dikaitkan dengan satuan waktu pada kelompok kontrol dan kelompok

terapi (lihat Gambar 1).

Page 4: molahidatidosa

Tabel 1. Distribusi nilai median dan rata-rata pada tiap kelompok intervensi menurut

karakteristik variabel

Karakteristik Kontrol (N=35) Terapi (N=32) P ValueMedian

(25-75 pct)Mean

(95% IK)Median

(25-75 pct)Mean

(95% IK)Umur 25

(21;30)27.03

(24.42;29.64)26

(23;33)28.31

(25.63;31.00)0.488

Paritas 1(0;2)

1.23(0.62;1.84)

1(0;3,5)

2.06(1.18;2.95)

0.113

Pendidikan 9(6;12)

8.63(7.40;9.86)

8.5(6;10.5)

8.00(6.71;9.29)

0.475

Pendidikan suami

9(6;12)

9.40(8.20;10.60)

9(6;12)

9.31(7.88;10.75)

0.924

Usia gestasi 12(0;16)

11.06(8.48;13.63)

12.5(4.5;16)

11.38(8.73;14.02)

0.863

Sounding 16(12;19)

14.86(12.95;16.76)

16(12;20)

16.00(14.36;17.64)

0.363

‡: Nilai P hasil tes dari ekualitas populasi (tes Kruskal-Wallis); ¶: P nilai hasil tes dari dua

sampel t test dengan varians yang sama

Tabel 2. Distribusi Proporsi pada Grup Kontrol dan Terapi menurut Karakteristik

Variabel

Karakteristik Kontrol (N=35) Terapi (N=32) P valuen % n %

Tinggi fundus<20 minggu>20 minggu

0.58723 65.71 23 71.8812 34.29 9 28.13

Deposit retinol di hati

0.759

Tidak ada sampel

3 8.57 1 3.13

Sufisiens 7 20 7 21.88Insufisiens 25 71.43 24 75Hasil akhir 0.029Regresi 24 28.57 2 6.25MTD 10 28.57 2 6.25Hilang follow up

0 0.00 2 6.25

Kehamilan 1 2.86 2 6.25‡: Nilai P dari hasil tes dari disparitas proporsi dengan tes Pearson chi2 ; ¶: P nilai dari hasil tes

disparitas proporsi dengan two direction Fisher’s exact test

Page 5: molahidatidosa

Efek Samping

Nilai rata-rata SGOT dan SGPT sebelum intervensi antara kelompok kontrol dan

kelompok terapi tidak menunjukkan perbedaan. Demikian pula, tidak ada perbedaan yang

ditemukan sehubungan dengan nilai rata-rata setelah intervensi antara kelompok kontrol dan

kelompok terapi. Demikian juga, tidak ada perbedaan berada di perubahan dari nilai rerata SGPT

sebelum dan sesudah intervensi dalam kelompok terapi, namun, ada perbedaan perubahan nilai

rata-rata dari SGOT (p = 0,009).

Diskusi

Vitamin A akan dimetabolisme dalam tubuh menjadi retinol. Selanjutnya retinol didalam

sel akan dimetabolisme menjadi asam retinoic, yang berperan dalam mengontrol proliferasi,

meningkatkan diferensiasi sel, dan meningkatkan apoptosis (Chen et al.,1999; Zhang et al., 2000;

Budhu et al., 2002 ; Donato et al., 2005). Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal yang

terjadi akibat proliferasi dari sel-sel trophoblas. Sel trophoblas berperan dalam apoptosis (Gang

et al.,2000; Dumur et al., 2001). Akivitas proliferasi dan apoptosis menggambarkan suatu

hubungan antara vitamin A dan mola hidatidosa. Hubungan antara vitamin A dan mola

hidatidosa pertama kali diperlihatkan pada penelitian epidemiologi. Kadar vitamin A di dalam

darah pasien dengan mola hidatidosa lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil normal

(Andrijono et al., 1997).

Kadar vitamin A atau retinol yang rendah atau dapat menjadi salah satu faktor penyebab

dalam proliferasi dari sel-sel trophoblastic pada mola hidatidosa. Keadaan kadar retinol rendah

yang lama dapat bertanggung jawab atas proliferasi dari sel-sel trophoblastic setelah evakuasi

mola. Proliferasi sel-sel trophoblas muncul setelah evakuasi dapat secara kinis berkembang

menjadi MTD.

Kadar retinol darah yang rendah dalam penelitian sebelumnya sesuai dengan data

insidensi dari penurunan simpanan retinol dalam hepar pada pasien dengan mola hidatidosa yang

ditemukan dalam penelitian ini. Data dari penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak

73.21% (71.43%-75%) pasien dengan mola hidatidosa memiliki kadar deposit retinol yang

menurun di heparnya. Hal ini memperlihatkan bahwa pasien-pasien dengan mola hidatidosa ini

telah menderita defisiensi vitamin A dalam jangka waktu relatif lama.

Page 6: molahidatidosa

Vitamin A memiliki substansi aktif dari asam retinoid yang berperan dalam mengontrol

proliferasi sel-sel dan meningkatkan apoptosis (Budhu et al., 2002; Donato et al., 2005).

Kemampuan asam retinoid dalam mengontrol proliferasi dan menginduksi apoptosis dapat

mencegah proliferasi dari sel-sel trophoblastik yang ganas.

Suatu substansi seperti retinol dapat memasuki sel melalui sebuah mekanisme aktif

dengan bantuan reseptor. 7 Retinol dapat memasuki sel trophoblas karena ada sebuah reseptor

retinol di dalam sel trophoblas (Andrijono et al., 2007). selanjutnya, retinol yang memasuki

sitoplasma dari sel trophoblas akan di metabolism kedalam bentuk retinoid dan retinoid

selanjutnya dimetabolisme menjadi asam retinoid. Asam retinoid akan meningkatkan apoptosis

dari sel-sel trophoblas (Andrijono et al., 2008).

Insidensi dari post keganasan mola pada kelompok control dalam uji penelitial yang kami

lakukan, berada pada nilai 28.57%, sementara pada kelompok yang mendapatkan terapi vitamin

A hanya 6.25%. hasil ini hampir sama dengan hasil yang ditemukan dalam penelitian

pencegahan setelah kehamilan mola dengan kemoterapi aktinomisin (kelompok kontrol 29% dan

kelompok terapi 6.9%) (Uberti et al., 2006). Risiko berkembangnya keganasan setelah kehamilan

mola apabila tidak mendapatkan pemberian terapi vitamin A 8.4 kali lebih tinggi dari pasien

mola hidatidosa yang mendapatkan terapi vitamin A.

Vitamin A 200.000 IU merupakan dosis tinggi. Pemberian vitamin A dosis tinggi akan

meningkatkan kadar retinol darah dengan cepat. Peningkatan kadar retinol akan mengakibatkan

peningkatan asam retinoat hingga kadarnya menyebabkan peningkatan aktivitas apoptosis.

Sebagai tambahan, peningkatan aktivitas apoptosis akan meningkatkan kejadian regresi dan

menurunkan terjadinya TTG.

Dengan demikian, vitamin A dengan dosis 200.000 IU dapat digunakan sebagai

kemoterapi profilaksis untuk timbulnya TTG yang mengikuti mola hidatidosa.

Dalam studi saat ini, administrasi 200.000 IU vitamin A (dosis tinggi) per hari tidak

menimbulkan efek samping seperti peningkatan SGOT dan SGPT. Meskipun pemberian dosis

tinggi vitamin A tidak menyebabkan efek samping yang signifikan, pemberiannya hanya bisa

dilakukan atas dasar indikasi sebagai suatu kemoprofilaksis TTG.

Serangkaian studi pada vitamin A pada mola hidatidosa telah menjadi sangat menarik.

Masalah pertama yang dihadapi pada pasien dengan mola hidatidosa adalah fakta bahwa 71,4%

pasien memiliki deposito retinol hati yang rendah. Penurunan deposito retinol di hati akan

Page 7: molahidatidosa

menyebabkan kadar vitamin A atau retinol dalam darah menjadi rendah. Kadar retinol yang

rendah akan menyebabkan metabolisme retinol menjadi retinoat berkurang. Penurunan retinoat

dalam sel dapat menyebabkan proliferasi sel trofoblas menjadi tak terkendali, yang disertai

dengan penurunan aktivitas apoptosis. Dengan demikian, kadar retinol yang rendah secara tidak

langsung dapat meningkatkan risiko berkembangnya mola hidatidosa menjadi TTG. Pemberian

vitamin A dapat mengembalikan kadar retinol dan meningkatkan aktivitas apoptosis sel-sel

trofoblas sehingga regresi sel-sel trofoblas dapat dipercepat.

Selain itu, kadar retinol yang rendah akan meningkatkan proliferasi sel trofoblas,

sehingga itu bisa menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya mola hidatidosa.

Kesimpulannya, deposit retinol yang rendah ditemukan pada 73.21% dari pasien dengan

mola hidatidosa. Insidence Rate mola hidatidosa berkembang menjadi TTG pada kelompok

pasien mola hidatidosa yang menerima vitamin A adalah 6,25%, sedangkan pada kelompok

kontrol adalah 28,57%. Pemberian 200.000 IU vitamin A per hari tidak mengakibatkan

perubahan kadar SGOT dan SGPT.