molahidatidosa

26
LAPORAN PENDAHULUAN “MOLAHIDATIDOSA” A. Pengertian Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal / kehamilan yang berkembang dengan tidak wajar dimana terdapat penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korealis mengalami perubahan hidrofik sehingga berupa buah anggur dengan mengandung banyak cairan dan hormon yang bersifat jinak dan neoplastik/ganas. Pada kehamilan molahidatidosa terjadi pembesaran perut yang lebih cepat tanpa terdapat janin dalam rahim serta dapat terjadi perdarahan. Tiroksikosis adalah suatu keadaan di mana didapat kan kelebihan hormona tiroid karenan ini berhubungan dengan suatu komleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bilah suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan . B. Klasifikasi Pengklasifikasian molahidatidosa di dasarkan ada tidaknya jaringan dalam uterus. Pengklasifikasian tersebut adalah : 1. Molahidatidosa komplit (MHK) Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korealisnya mengalami degenerasi hidropik. Secara makroskopik ditandai dengan gelembung – gelembung putih, tembus pandang, berisi

Upload: ryanidol

Post on 28-Dec-2015

105 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aa

TRANSCRIPT

Page 1: MOLAHIDATIDOSA

LAPORAN PENDAHULUAN

“MOLAHIDATIDOSA”

A. Pengertian

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal / kehamilan yang berkembang

dengan tidak wajar dimana terdapat penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan

kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korealis mengalami perubahan

hidrofik sehingga berupa buah anggur dengan  mengandung banyak cairan  dan

hormon yang bersifat jinak dan neoplastik/ganas. Pada kehamilan molahidatidosa

terjadi pembesaran perut yang lebih cepat tanpa terdapat janin dalam rahim serta

dapat terjadi perdarahan.

Tiroksikosis adalah suatu keadaan di mana didapat kan kelebihan hormona

tiroid karenan ini berhubungan dengan suatu komleks fisiologis dan biokimiawi

yang ditemukan bilah suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

Tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi

tiroid yang berlebihan .

B. Klasifikasi

Pengklasifikasian molahidatidosa di dasarkan ada tidaknya jaringan dalam uterus.

Pengklasifikasian tersebut adalah :

1. Molahidatidosa komplit (MHK)

Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili

korealisnya mengalami degenerasi hidropik. Secara makroskopik ditandai

dengan gelembung – gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan  jernih

dengan ukuran yang bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 – 2

centimeter.

Massa tersebut dapat tumbuh besar sehingga memenuhi uterus. Gambaran

histologik memperlihatkan:

Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villus.

b.      Tidak ada pembuluh darah dalam vili yang membengkak.

c.       Proliferasi epitel trofoblas hingga mencapai derajat yang beragam.

d.      Tidak ditemukan janin dan amnion.

2. Molahidatidosa parsial (MHP)

Page 2: MOLAHIDATIDOSA

Merupakan keadaan dimana perubahan molahidatidosa bersifat lokal serta

belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion,

umumnya janin mati pada bulan pertama. Secara makroskopis tanpa gelembung

molahidatidosa yang disertai janin atau bagian dari janin. Pada gambaran

histologi tampak bagian vili yang avaskuler, terjadi pembengkakan

molahidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili yang vaskuler dari sirkulasi

daerah fetus. Plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan.

C. Epidemiologi

1. Frekuensi di Amerika Serikat

PadaNegara–Negara Barat di temukan     molahidatidosa 1 dari 1000

kehamilan. Molahidatidosa ditemukan secara kebetulan pada sekitar 1 dari 600

kasus.

2. Frekuensi secara internasional

Di Asia, rata – rata kehamilan dengan molahidatidosa (molar pregnancies)

sebanyak 15 kali lebih tinggi dari pada di Amerika Serikat. Jepang telah

melaporkan rata – rata 2 kasus dari 1000 kehamilan. Di Asia Timur (fart East)

beberapa sumber memperkirakan rata – rata 1 kasus dari 120 kehamilan.

Frekuensi tertinggi dari kehamilan dengan molahidatidosa (molar gestations)

terlihat di Meksiko, Iran dan Indonesia.

3. Mortalitas/morbiditas

Diantara pasien molahidatidosa, 20% berkembang menjadi keganasan

trofoblas (trofoblastic malignancy). Setelah molahidatidosa lengkap berkembang,

invasi uterus terjadi pada 15% pasien, dan metastasis         terjadi pada 4% pasien.

Tidak ada kasus choriocarcinoma yang dilaporkan setelah mola parsial, meskipun

sebanyak 4% pasien dengan mola parsial berkembang menjadi persistent

nonmetastatic trophoblastic disease yang memerlukan kemoterapi.

4.    Ras

Insiden kehamilan molahidatidosa bervariasi diantara etnis berbagai bangsa

dan yang tertinggi terdapat di beberapa Negara di Amerika Latin, dan middle and

Far East.

5.   Jenis kelamin

Molahidatidosa merupakan penyakit kehamilan dan karena itu hanya di

temukan pada wanita.

6 . Usia

Page 3: MOLAHIDATIDOSA

     Molahidatidosa lebih sering dijumpai pada usia reproduktif. Wanita berusia 13

– 19 tahun (teenage) atau usia perimenapause adalah risiko tertinggi terkena

molahidatidosa. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko 2 kali lebih

tinggi terkena molahidatidosa. Terlebih lagi jika usianya lebih dari 40 tahun,

maka risiko terkena molahidatidosa meningkat menjadi 7 kali lipat dibandingkan

wanita yang berusia lebih muda. Gangguan pada desidua.

D. Etiologi

     Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad ke enam, tetapi sampai

sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah

dianjurkan, misalnya teori infeksi, defisiensi makanan, terutama protein tinggi,

teori kebangsaan, dan ada pula teori consanguinity. Teori yamg paling cocok

dengan keadaan ini adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena

kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita

dari golongan sosio ekonomi rendah. Akhir – akhir ini dianggap bahwa kelainan

tersebut terjadi karena pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak

aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23 X (haploid) kromosom,

kemudian membelah menjadi 46 XX, sehingga molahidatidosa bersifat

homozigote, wanita dan androgenesis.

     Secara ringkas faktor – faktor yang dapat menyebabkan terjadinya molahidatidosa

antara lain adalah:

1. Faktor ovum

Ovum yang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan dan

penggunaan obat-obatan stimulasi ovarium.

2. Faktor gizi (defisiensi protein, asam folat, histidin, dan beta karoten).

Sesuai dengan fungsi gizi khususnya protein yaitu untuk pembentukan jaringan

atau fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil dapat

menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan

jonjot – jonjot korion berupa molahidatidosa.

3.Gangguan pada desidua.

Perdarahan pada pervagina, merupakan gejala klinik yang paling sering pada

molahidatidosa komplit. Jaringan molahidatidosa terpisah dari desidua,

menyebabkan perdarahan yang dapat menimbulkan anemia, syok, atau kematian.

4. Riwayat obstetri

Page 4: MOLAHIDATIDOSA

a. Mola sempurna.

Persentase klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna telah

berubah dengan di temukannya ultrasonography resolusi tinggi.

Kebanyakan molahidatidosa sekarang dapat di diagnosis pada trimester

pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul.

b. Mola parsial.

Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama

pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala

yang mirip dengan abortus inkomplit atau missed abortion.

5. Immunoselektif dari trofoblas.

Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma vili menjadi jarang

dan stroma vili menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel – sel

trofoblas.

6. Abnormalitas kromosom

7. Adanya infeksi virus / toksoplasmosis.

E. Faktor Risiko

Walaupun etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi telah

lama disadari bahwa penderita penyakit ini mempunyai faktor risiko terentu.

Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada :

1. Golongan sosio ekonomi rendah.

Kejadian penyakit trofoblas di Asia jauh lebih tinggi di bandingkan Negara

maju. Hal ini terjadi karena kekurangan protein dalam makanan, kekurangan

vitamin dalam makanan, dan secara keseluruhan kekurangan energi yang

dikandung dan diperlukan tubuh untuk tumbuh-kembangnya. Dengan

demikian penyakit trofoblas sebagian besar terjadi pada golongan sosial-

ekonomi yang rendah.

2. Usia saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

Menjelang awal atau akhir reproduksi seorang wanita terdapat frekuensi

molahidatidosa yang relatif tinggi dalam kehamilan. Efek usia yang paling

Page 5: MOLAHIDATIDOSA

menonjol terlihat pada wanita yang umurnya melebihi 45 tahun, yaitu

frekuensi relatif kelainan tersebut 10 kali lebih besar dibandingkan pada    

usia 20 sampai 40 tahun.

3. Paritas tinggi.

Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada

kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang

menjadi molahidatidosa.

F. Patogenesis

1. Teori missed abortion

Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu (missed abortion).

Karena itu terjadi gangguan peredaran darah, sehingga terjadi

penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya

terbentuklah gelembung – gelembung. Menurut Reynolds, kematian

mudigah disebabakan kekurangan   gizi berupa asam folat dan histidin

pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan

gangguan dalam angiogenesis

2. Teori neoplasma dari Park

Yang abnormal adalah sel – sel trofoblas yang mempunyai fungsi

abnormal pula, dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam

vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan

peredaran darah dan  kematian mudigah.

G. Gambaran Klinis

Dapat terbagi dalam 3 bagian, yaitu :

1. Keluhan utama

Page 6: MOLAHIDATIDOSA

Pada pasien amenorhea terdapat perdarahan kadang – kadang sedikit,

kadang banyak, karena perdarahan tersebut biasanya pasien anemis.

2. Perubahan yang menyertai

a.  Pada pemeriksaan fisik, kehamilan mola komplit di dapatkan umur

kehamilan  yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus

uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh

pertumbuhan trofoblastik yang eksesif  dan tertahannya darah dalam

uterus.

b.  Hyperemesis lebih sering terjadi, dan biasanya lebih berat

c. Tidak ada tanda gerakan janin melainkan keluarnya vesikel – vesikel

seperti anggur yang di awali keluarnya sekret yang kontinue dan

intermiten, tidak ada balottemen pada palpasi, tidak ada bunyi jantung

janin pada ultrasonografi dan tidak tampak kerangka janin pada rontgen

foto.Pada mola parsialis (keadaan yang jarang terjadi) dapat

ditemukanjanin.

d.   Kadar hormon choriogonadotropin (HCG) tinggi pada urin dan darah.

3. Adanya penyulit

a. Mungkin timbul preeklamsi  atau eklamsi.

Ditemukan gejala preeklamsia (27% kasus) dengan karakteristik gejala

tekanan darah tinggi dan edema dengan hipereflaksia. Biasanya jika

terjadi sebelum minggu ke 24 menunjukkan kearah molahidatidosa.

b.  Akhir – akhir ini ditemukan adanya gejala tirotoksikosis.

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan molahidatidosa

sering meningkat, tetapi jarang menyebabkan gejala klinis

hipertiroidisme. Peningkatan tiroksin plasma disebabkan oleh estrogen,

Page 7: MOLAHIDATIDOSA

seperti pada kehamilan normal, yang kadar tiroksin bebasnya tidak

meningkat. Tiroksin bebas dalam serum meningkat akibat efek

gonadotropin korionik atau varian – variannya yang mirip tirotropin.

 Molahidatidosa yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang

lebih buruk baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya

keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.

c.  Emboli sel ke paru – paru.

Pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran

darah  kemudian ke paru – paru tanpa memberikan gejala apa – apa.

Tetapi pada molahidatidosa kadang – kadang jumlah sel trofoblas ini

demikian   banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru – paru

akut yang bisa menyebabkan kematian.

d.  Kista theca lutein (kista ovarium yang diameternya berukuran >6 cm

yang diikuti oleh pembesaran ovarium).

Umumnya kista ini segera menghilang setelah jaringan molahidatidosa

dikeluarkan, tetapi ada juga kasus – kasus di mana kista lutein baru

ditemukan pada waktu follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi

kista lutein kurang lebih 10,2%, tetapi bila menggunakan ultrasonografi

angkanya meningkat sampai 50%. Kasus molahidatidosa dengan kista

lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi 

keganasan di kemudian hari dari pada kasus – kasus tanpa kista.

H. Pemeriksaan Penunjang.

1.   Pemeriksaan radiologis atau rontgen.

Page 8: MOLAHIDATIDOSA

Tidak terlihat gambaran tulang janin/rangka tulang (pada kehamilan 3 – 4

bulan). Yang terlihat justru gambaran mirip sarang lebah (honeycomb) atau

gambaran mirip badai salju (snow storm)

2.   Pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi kehamilan

molahidatidosa. Ditemukan gambaran mirip badai salju (snow storm) yang

mengindikasikan khoriales yang hidropik dan tidak adanya

gambaran yang menunjukkan denyut jantung janin. Bila ditegakkan

diagnosis  molahidatidosa, maka pemeriksaan rontgen paru harus di lakukan

untuk melihat penyebaran ke paru – paru, karena paru – paru merupakan

tempat metastasis pertama bagi PTG (Penyakit Trofoblas Ganas).

3. Pemeriksaan doopler.

Denyut jantung janin tidak terdengar.

4. Pemeriksaan laboratorium:

Kadar ßHCG cenderung meningkat dan bertambah kuat (lebih tinggi

dari kadar kehamilan normal) terutama pada trimester I.

Hemoglobin, hematokrit, eritrosit menurun. Anemia merupakan

komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan

terjadinya koagulopati, sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes

koagulasi dilakukan.

Protein urine positif (+).

5. Pemeriksaan histologis/patologi anatomi.

Yaitu pemeriksaan mikroskopis gelembung cairan mirip anggur.

Page 9: MOLAHIDATIDOSA

Pada mola komplet, tidak terdapat jaringan fetus, terdapat proliferasi

trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46, XX atau 46, XY.

  Pada mola parsial, terdapat jaringan fetus beserta amnion dan

eritrosit fetus.

6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila tampak tanda – tanda tirotoksikosis hipertiroid.

I. Komplikasi.

1. Perdarahan yang hebat dapat menyebabkan syok, bila tidak segera ditangani

dapat berakibat fatal. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus, atau

yang lebih sering terjadi secara intermiten selama beberapa minggu sampai

beberapa bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat dibuktikan

terjadi pada sebagian wanita yang molahidatidosanya lebih besar. Kadang –

kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus.

2.    Perdarahan yang berulang – ulang dapat menyebabkan anemia.

Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang – kadang terdapat

eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena

mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat

berproliferasi.

3. Infeksi sekunder.

4. Menjadi ganas (PTG) pada kira – kira 18–20 kasus, akan menjadi mola

destruens atau khoriokarsinoma.

J. Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang sering timbul yaitu :

Page 10: MOLAHIDATIDOSA

1.   Abortus

Sekitar 20% wanita hamil mengalami perdarahan pada trimester pertama

kehamilan dan separuhnya mengalami abortus. Dimana abortus merupakan

pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin <500  

gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu.

2.    Hiperemesis gravidarum

Pasien juga melaporkan mual (nausea) dan muntah (vomiting) yang berat.  

Ini di karenakan meningkatnya kadar human chorionic gonadotropin

(HCG).

3.   Hipertiroidisme

Sekitar 7% kasus datang dengan keluhan tremor, kulit yang hangat, demam

subfebril, banyak keringat, tidak tahan panas, dan takikardia (denyut    

jantung >100x/menit)

4.    Hipertensi ( tekanan darah > 140/90 mmHg)

Yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeklamsi pada

kehamilan molahidatidosa, yang menetap sampai trimester kedua. Karena

hipertensi akibat kehamilan jarang dijumpai sebelum usia gestasi 24

minggu, preeklamsi yang terjadi sebelum waktu ini sedikitnya harus

mengisyaratkan molahidatidosa atau mola yang lebih luas.

5. Hidramnion

6. Kehamilan ganda (gemeli)

K. Penanganan

Penanganan molahidatidosa yaitu :

Page 11: MOLAHIDATIDOSA

1. Perbaikan keadaan umum.

Yang termasuk usaha ini adalah transfusi darah untuk mengatasi syok

hipovelemik atau anemi, pengobatan terhadap penyulit, seperti preeklamsi

berat atau tirotoksikosis. Setelah penderita stabil, baru dilakukan evakuasi.

2. Evakuasi.

      Pada umumnya evakuasi jaringan molahidatidosa dilakukan dengan

kuret vakum, kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan

kuret hanya dilakukan satu kali. Kuret ulangan hanya dilakukan bila ada

indikasi.

     Pada kasus molahidatidosa yang belum keluar gelembungnya, harus di

pasang dahulu laminaria stift (12 jam sebelum kuret), sedangkan pada    

kasus yang sudah keluar gelembungnya, dapat segera di kuret setelah

keadaan umumnya distabilkan. Bila perlu dapat diberi narkosis

neuroleptik.  

3.   Tindakan profilaksis.

Adalah  untuk  mencegah  terjadinya  keganasan  pascamola   pada   mereka

yang mempunyai faktor risiko, seperti umur diatas 35 tahun atau gambaran

PA yang mencurigakan. 

Ada 2 cara yaitu :

a.       Histerektomi dengan jaringan mola in toto, atau beberapa hari

pascakuret. Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan umur diatas 35

tahun serta anak cukup.

b. Sitostatika profilaksis. Diberikan kepada mereka yang menolak

histerektomi atau wanita muda dengan PA mencurigakan.

Caranya:    Methotrexate 20 mg/hari atau

Page 12: MOLAHIDATIDOSA

 Actinomycin D 1 flc/hari, 5 hari berturut-turut.

4.   Pemeriksaan tindak lanjut (follow up):

     Yaitu pengawasan lanjutan untuk memantau/mendeteksi secara dini

adanya perubahan ke arah keganasan dan untuk mengevaluasi pasca

evakuasi. Langkah pengawasan dilakukan secara klinis, laboratorium, dan

radiologis. Monitor kadar hCG sampai kadar hCG menjadi negatif (-).

Dilakukan selama satu tahun dengan jadwal sebagai berikut:

a.   Tiga bulan pertama      : tiap 2 minggu

b.   Tiga bulan kedua            : tiap 1 bulan

c.    Tiga bulan terakhir        : tiap 2 bulan

Selama dilakukan pemeriksaan ginekologik dan ß-hCG, serta pemeriksaan

foto toraks kalau perlu. Tindak lanjut dianggap selesai bila satu tahun

pascaevakuasi molahidatidosa, penderita tidak mempunyai keluhan dan

kadar ß-hCG di bawah 5 IU/L atau bila penderita sudah hamil lagi dengan

normal.

Selama tindak lanjut, pasien dianjurkan untuk menggunakan kondom atau

pil kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin punya anak) atau tubektomi

apabila ingin menghentikan fertilisasi.

L. Prognosis

     Risiko kematian/kesakitan pada penderita molahidatidosa meningkat

karena perdarahan, perforasi uterus, preeklamsi berat, tirotoksikosis atau

Page 13: MOLAHIDATIDOSA

infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena molahidatidosa sudah jarang

sekali. Segera setelah jaringan molahidatidosa dikeluarkan, uterus akan

mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar 10

– 12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada

beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.

     Sebagian besar penderita molahidatidosa akan baik kembali setelah

kuretase. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal, namun

molahidatidosa  berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian,

15–20% dari penderita pasca molahidatidosa dapat mengalami degenerasi

keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola

invasif, koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).

     Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi,

yang terbanyak pada enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas.

Faktor risiko terjadinya TTG pasca molahidatidosa adalah umur di atas 35

tahun,    uterus di atas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi di atas 100.000

IU/L, dan kista lutein bilateral.14

Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari penyakit

molahidatidosa :

Page 15: MOLAHIDATIDOSA

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS MOLAHIDOTIDOSA DENGAN TIROTOKSIKOSIS POST

KURETASE HIPERTENSI GRADE II

DIRUANGAN ALAMANDA RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

DISUSUN:

NAMA : NURHIDAYANI OKTARINA NIM : 4006 13 0018

PROGRAM : PROFESI NERS

PROGRAM PROFESI NERSSTIKES DHARMA HUSADA BANDUNG

Page 16: MOLAHIDATIDOSA

Daftar Pustaka

1.  Helen Varney, Jan M, Carolyn L. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4, 

volume 1. Jakarta: EGC. 2007 (Hal 607)

2. Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan, Edisi 2, Cetakan keempat. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005 (Hal 262)

3. Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan, Edisi 3, Cetakan ketujuh. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005 (Hal 342)

4. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana

untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.1998 (Hal 421)

5. Chandranita M, Fajar M, Manuaba I.B.G. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi

dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC. 2008      (Hal

70)

6. Manuaba I.B.G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.

1999. (Hal 104)

7. Bari Saifuddin. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002       (Hal

156)

8. Helen Varney, Jan M, Carolyn L. Buku Saku Bidan. Jakarta: EGC. 2002      (Hal

138)

9. Sulaiman S, Djamhoer M, Firman F. Obstetri Patologi, Edisi 2. Jakarta: EGC.

2005  (Hal 29 – 30)

10. Anik Maryuni, Yulianingsih. Asuhan Kegawat Daruratan dalam Kebidanan.

Jakarta: Trans Info Media. 2009 (Hal 58)

11. Gary C, Norman F, Kenneth J, Larry C, Jhon C, Katherine D. Obstetri williams,

Edisi 21, Volume 2. Jakarta : EGC. 2006 (Hal 935)

12. Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran,

Edisi ketiga, Jilid pertama. Jakarta: Media Aesculapius. 2001     (Hal 266)

13. Bari S, Gulardi H, Biran A, Djoko W. Buku Panduan Praktis Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2002 (Hal M-17)

Page 17: MOLAHIDATIDOSA