modul1
TRANSCRIPT
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-1
MODUL I
ANALISA GEOMETRI AKIFER
SASARAN :
1. Memahami beberapa definisi yang berkaitan dengan hidrogeologi
2. Memahami akifer dan jenis media akifer
3. Memahami konsep tipologi dan geometri akifer
4. Mengetahui berbagai metoda eksplorasi airtanah
5. Mampu membaca peta geologi untuk interpretasi akifer
6. Mampu membuat simulasi fisik geometri akifer (pada akhir praktikum)
I.1 Ilmu Bidang Sumberdaya Air dan Aplikasinya
Definisi dari beberapa bidang kajian ilmu yang berkaitan dengan sumber daya air (water
resources) adalah :
Hidrometeorologi : ilmu yang mempelajari keterdapatan dan sifat fisik air atmosfer
Hidrologi : ilmu yang mempelajari keterdapatan dan sifat fisik – hidrolik air
permukaan
Hidrogeologi : ilmu yang mempelajari keterdapatan, sifat fisik – hidrolik, dan perilaku
airtanah (air pada zona jenuh)
Kajian sumberdaya air memerlukan integrasi studi air atmosfer, air permukaan, dan
airtanah. Untuk itu diperlukan kerjasama antara ketiga bidang keahlian tersebut. Dalam
perkembangannya ilmu hidrogeologi sering digunakan untuk memecahkan berbagai masalah.
Beberapa contoh bidang kajian dan contoh kajiannya disajikan dalam Tabel 1 berikut ini.
Tabel I.1 Berbagai bidang kajian dan contoh kajian bidang hidrogeologi
No Bidang Contoh Kajian 1 Penyediaan air bersih Eksplorasi airtanah untuk penyediaan air bersih
di daerah kritis air 2 Perencanaan wilayah Survei potensi airtanah untuk penyediaan air
bersih di kawasan binaan 3 Pencemaran airtanah Pencemaran limbah industri, limbah pertanian,
pencemaran alamiah 4 Masalah geologi teknik
(bencana alam geologi) Tanah longsor, penurunan permukaan tanah
5 Eksplorasi hidrokarbon Studi hidrodinamika airtanah untuk melacak migrasi minyak
6 Eksplorasi endapan mineral Alterasi Hidrotermal 7 Energi panas bumi Studi sistem aliran airtanah di kawasan
lapangan panas bumi 8 Intrusi air laut Survei salinitas dalam airtanah di kota-kota
pesisir
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-2
I.2 Jenis-Jenis Air
Berdasarkan White (1957), terdapat 5 jenis air di alam, yaitu:
1. Air Juvenil : air yang berasal dari hasil proses pembekuan larutan magma dan
bukan merupakan bagian dari hidrosfir (siklus hidrologi).
2. Air Meteorik : air yang berada dalam siklus hidrologi (air hujan)
3. Air Konat : air yang terperangkap oleh proses-proses geologi seperti
pembentukan formasi dalam cekungan sedimentasi, penurunan muka
airlaut, proses pengangkatan dan proses lainnya. Jenis air ini tidak
lagi mempunyai hubungan dengan siklus hidrologi.
4. Air Metamorfik : salah satu bagian dari air konat, terjadi akibat proses rekristalisasi
mineral yang mengandung air selama proses pembentukan batuan
metamorf.
5. Air Magmatik : air yang berasal dari hasil pembekuan larutan magma dan bercampur
dengan air meteorik.
I.3 Terminologi Airtanah dan Air Bawah Tanah
Terdapat dua terminologi yang sering digunakan. Terminologi airtanah berasal dari kata
“groundwater”, yaitu air di bawah permukaan tanah yang termasuk dalam zona jenuh air
(saturated zone). Zona jenuh dibatasi oleh muka airtanah di bagian atasnya. Sedangkan air
bawah tanah secara umum adalah seluruh air yang terdapat di bawah permukaan tanah,
termasuk di dalamnya adalah air pori yang terdapat pada zona tidak jenuh (non saturated
zone). Skema keterdapatan air bawah tanah dan airtanah disajikan pada Gambar 1.
I.4 Siklus Hidrologi
Siklus hidrogeologi atau siklus airtanah erat hubungannya dengan siklus air meteorik.
Siklus ini dapat berlangsung akibat panas dari radiasi sinar matahari. Kedua siklus ini
merupakan bagian dari siklus hidrologi di permukaan bumi (Gambar 2). Proses-proses utama
yang berlangsung dalam siklus hidrologi meliputi proses evaporasi, evapotranspirasi, dan
presipitasi. Proses evaporasi adalah proses penguapan air ke atmosfer dari tubuh-tubuh air
yang ada di bumi baik dari laut, sungai atau danau. Sedangkan evapotranspirasi adalah
gabungan dari proses penguapan air yang terkandung di tanah yaitu soil moisture dari zona
perakaran dan aktivitas vegetasi (transpirasi) dengan proses evaporasi.
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-3
Gambar 1. Skema distribusi air di bawah permukaan
Selanjutnya proses presipitasi (hujan) akan mengembalikan air tersebut dari atmosfer ke
daratan dan lautan. Sebagian air hujan tertampung di danau/rawa (depression storage),
sebagian mengalir di darat (overland flow), membentuk aliran permukaan (surface runoff/direct
run off), sebagai bagian dari aliran sungai (stream flow) dan sebagian lagi terserap (infiltrasi) di
daerah recharge menjadi airtanah. Lebih jelas mengenai siklus hidrologi dan kesetimbangannya
akan dijelaskan dalam modul II.
Gambar 2. Gambaran skematik siklus hidrologi (J. Bier, 1978)
-
Permukaan tanah
Batuan kedap air(impermeabel)
Zona Kapiler
Air baw
ah tanah (subsurface
water)
Zona Tak Jenuh (U
nsaturated zone)
muka airtanah
Air pori
Air vadose
Airtanah (Groundwater)
Zona Jenuh (S
aturated zone)
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-4
I.5 Akifer, Media Penyusun Akifer, dan Jenis Mataair
I.5.1 Terminologi Lapisan Akifer dan Bukan Akifer
Berdasarkan kemampuan batuan/tanah pelapukan untuk menyimpan dan mengalirkan
air terdapat 4 jenis batuan, yaitu:
Akifer (Aquifer) adalah lapisan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam
jumlah yang ekonomis. Contoh : pasir, kerikil, batupasir, batugamping rekahan.
Akiklud (Aquiclud) adalah lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi tidak dapat
mengalirkan dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, serpih, tuf halus, lanau.
Akifug (Aquifug) adalah lapisan batuan yang kedap air, tidak dapat menyimpan dan
mengalirkan air. Contoh : batuan kristalin, metamorf kompak.
Akitar (Aquitard) adalah lapisan yang dapat menyimpan air dan mengalirkan dalam
jumlah yang terbatas. Contoh : lempung pasiran (sandy clay).
I.5.2 Media Penyusun Akifer
Berdasarkan sifat fisik batuan, secara garis besar ada 2 jenis media penyusun akifer,
yaitu sistem media pori dan sistem media rekahan. Kedua sistem ini memiliki karakter airtanah
yang berbeda satu sama lain. Pada sistem media berpori, airtanah mengalir melalui rongga
antar butir yang terdapat dalam suatu batuan misalnya batupasir dan batuan aluvial. Sistem
media rekahan, air mengalir melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada batuan yang terkena
tektonik kuat, pada batugamping, batuan metamorf, dan lava. Rekahan terjadi selain akibat
proses tektonik, juga akibat proses pelarutan (Gambar 3). Pada praktikum hidrogeologi ini,
hanya akan dibahas sistem media berpori saja. Sistem akifer media rekahan, dipelajari secara
khusus pada matakuliah hidrogeologi media rekahan (GL-5221).
Gambar 3. Model akifer media pori ruang antar butir dan media rekahan
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-5
I.5.3 Jenis-jenis mataair
Pengamatan karakteristik airtanah dapat dilakukan berdasarkan pengamatan pada lokasi
kemunculannya di permukaan. Secara alami kemunculannya di permukaan berupa suatu
mataair. Pengamatan lainnya dapat dilakukan berdasarkan pengamatan muka airtanah di
sumur/lubang bor. Jenis mataair dapat dibagi menjadi 4 jenis (Bryan, 1919 op.cit Todd 1980)
yaitu:
a. Depression spring (Mataair depresi)
Mataair yang disebabkan karena permukaan tanah memotong muka airtanah
b. Contact springs (Mataair kontak)
Mataair akibat kontak antara lapisan akifer dengan lapisan impermeabel pada
bagian bawahnya
c. Fracture artesian springs (Mataair rekahan)
Mataair yang dihasilkan oleh akifer tertekan yang terpotong oleh struktur
impermeabel
d. Solution tubular springs (Mataair Pelarutan)
Mataair yang terjadi akibat pelarutan batuan oleh airtanah.
Sketsa bermacam geometri mataair di atas disajikan pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Jenis-jenis mataair (Bryan,1919 op.cit Todd 1980)
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-6
I.6 Tipologi Sistem Akifer
Pengertian mengenai geometri keterdapatan airtanah di bawah permukaan, merupakan
hal yang mutlak diketahui. Dengan memahami geometri akifer, maka permasalahan mengenai
karakteristrik dan sifat airtanah akan lebih mudah untuk dijelaskan. Pendekatan yang digunakan
meliputi berbagai aspek kimia fisika di alam.
Kondisi dan distribusi sistem akifer dalam sistem geologi dikontrol oleh faktor litologi,
stratigrafi dan struktur dari endapan-endapan geologi. Litologi adalah penyusun secara fisik
meliputi komposisi mineral, ukuran butir dan kemas dari endapan-endapan atau batuan yang
membentuk sistem geologi. Stratigrafi menggambarkan kondisi geometri dan hubungan umur
antar lapisan atau satuan batuan dalam sistem geologi. Sedangkan struktur geologi merupakan
bentuk/sifat geometri dari sistem geologi yang diakibatkan deformasi yang terjadi setelah
batuan terbentuk. Pada sedimen yang belum terkonsolidasi/kompak, kontrol yang berperan
adalah litologi dan stratigrafi. Pengetahuan akan ketiga faktor di atas memberikan arahan
kepada pemahaman karakteristik dan distribusi sistem akifer (Freeze dan Cherry, 1979).
Kesamaan iklim dan kondisi geologi di suatu daerah akan memberikan kesamaan sistem
airtanah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap karakter fisika dan kimia serta kualitas airtanah
dalam sistem tersebut. Berdasarkan karakter tersebut, serta mengacu pada klasifikasi Mendel
(1981) dan kondisi geografis serta morfologis keberadaan dan penyebaran airtanah di
Indonesia, maka Puradimadja (1993) mengajukan 5 Tipologi Sistem Akifer untuk wilayah
Indonesia, yaitu:
1. Tipologi Sistem Akifer Endapan Gunungapi
2. Tipologi Sistem Akifer Endapan Aluvial:
3. Tipologi Sistem Akifer Batuan Sedimen:
4. Tipologi Sistem Akifer Batuan Kristalin dan Metamorf.
5. Tipologi Sistem Akifer Endapan Glasial
I.6.1 Tipologi Sistem Akifer Endapan Gunungapi
Secara morfologi, gunungapi (muda) terbagi atas 3 bagian. Sebagaimana terlihat pada
Gambar 5, yaitu daerah puncak dan kawah, daerah tubuh gunungapi dan kaki gunungapi.
Pada masing-masing bagian ini, pembentukan dan penyebaran airtanah mempunyai sifat dan
karakteristik tertentu.
Keberadaan airtanah di daerah ini umumnya pada batuan yang sangat berpori dan tidak
kompak, berselang-seling dengan lapisan-lapisan aliran lava yang umumnya kedap air. Hal ini
menyebabkan terakumulasinya airtanah yang cukup besar dan muncul sebagai mataair-mataair
dengan debit bervariasi.
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-7
Selain sistem media pori, potensi airtanah pada daerah ini dijumpai pula pada akifer-
akifer dengan sistem media rekahan yang banyak dijumpai pada lava. Rekahan tersebut
terbentuk oleh kekar-kekar yang terjadi akibat proses pada saat pembekuannya ataupun akibat
tektonik/volkanisme. Di beberapa daerah mataair dengan sistem rekahan ini menunjukkan debit
yang sangat besar.
Gambar 5. Tipologi Sistem Akifer Endapan Gunungapi (Mandel, 1981)
I.6.2 Tipologi Sistem Akifer Endapan Aluvial
Secara geologi, batuan penyusun sistem akifer tersebut umumnya berupa lempung,
pasir dan kerikil hasil dari erosi, transportasi dari batuan di bagian hulunya. Dengan melihat
keadaan ini umumnya batuan di endapan aluvial bersifat tidak kompak sehingga potensi
airtanahnya cukup baik.
Sistem akifer ini secara umum dapat di bagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu:
a. Sistem akifer endapan fluvial
b. Sistem akifer endapan aluvial pantai
c. Sistem akifer endapan delta atau rawa
A. Sistem Akifer Endapan Fluvial.
Sistem akifer ini terbentuk akibat proses transportasi dan sedimentasi yang terjadi di
sepanjang aliran sungai. Umumnya berkembang pada sungai besar yang bermeander dan
sungai teranyam (braided stream) seperti pada contoh Gambar 6. Sistem akifer ini dapat
dibagi lagi, menjadi:
Sistem akifer dataran aluvial
Sistem akifer lembah aluvial
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-8
Sistem akifer kipas aluvial
Sistem akifer dataran non aluvial
Gambar 6. Contoh Tipologi Sistem Akifer Endapan Fluvial (Freeze & Cherry, 1979)
B. Sistem Akifer Endapan Aluvial Pantai (Akifer Pantai)
Akifer pantai mempunyai potensi airtanah cukup baik. Endapan aluvial pantai di
Indonesia cukup besar mengingat garis pantai Indonesia yang cukup panjang. Morfologi di
daerah aluvial pantai umumnya datar sampai sedikit bergelombang, memanjang sejajar dengan
garis pantai.
Dari segi kuantitas, airtanah di daerah akifer pantai dapat menjadi sumber airtanah yang
baik terutama pada daerah pematang pantai/gosong pantai atau pada lensa-lensa batupasir
lepas. Namun demikian, dari segi kualitas airtanah pada akifer aluvial pantai tergolong buruk,
ditandai dengan bau, warna kuning, keruh, tingginya kandungan garam, dan kandungan besi
(Fe dan Mn) yang untuk daerah pantai rawa (pantai pasang surut). Akan tetapi kualitas
airtanah yang baik umumnya dapat di akifer aluvial pantai berupa akifer tertekan. Kondisi
airtanah di dataran pantai banyak ditentukan kondisi geologi di hulunya. Endapan aluvial ini
dapat menjadi tebal jika cekungan yang membatasi terus menurun karena beban endapannya,
misalnya dibatasi oleh sesar/patahan turun sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-9
C. Sistem Akifer Endapan Rawa atau Delta
Sistem akifer ini memiliki potensi airtanah dangkal yang relatif rendah/kecil, dengan
kualitas buruk yang dicirikan dengan warna keruh, berbau serta rasa yang masam atau payau
dan tingginya kadar garam, Fe, dan Mn. Lapisan pelapukan umumnya tebal dan bersifat
impermeabel (kedap air). Karakteristik akifer di daerah ini adalah media pori dengan ketebalan
akifer yang relatif tipis pada lapisan yang berukuran butir pasir. Berdasarkan posisinya secara
geografis dan karakteristiknya dapat dibagi lagi menjadi sistem akifer rawa pasang-surut,
sistem akifer rawa gambut dan payau, dan sistem akifer rawa musiman
I.6.3 Tipologi Sistem Akifer Batuan Sedimen
A. Sistem Akifer Batupasir-Batuserpih/batulempung terlipat
Sistem akifer batupasir-batuserpih/batulempung pada dasarnya mirip dengan sistem
akifer endapan aluvial atau delta yang terdiri atas perselingan pasir dan lempung. Hanya pada
sistem ini mempunyai umur yang lebih tua dan telah mengalami proses diagenesa yang
menyebabkan terjadinya kompaksi, sementasi, dan lithifikasi. Proses diagenesa ini selanjutnya
menyebabkan terjadinya reduksi porositas dan permeabilitas pada batupasir.
Sistem akifer ini dapat terbentuk dalam beberapa variasi kondisi geologi. Sebagai contoh
dalam kerangka kontinental sedimen-sedimen mengisi depresi berbentuk cekungan dalam skala
regional yang luas menghasilkan formasi-formasi geologi dengan batupasir yang kemudian
dijumpai sebagai akifer-akifer tertekan seperti digambarkan pada Gambar 8.
Gambar 7. Tipologi Sistem akifer Endapan Aluvial Pantai (Boonstra & Ridder, 1990)
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-10
Gambar 8. Contoh Tipologi Sistem Akifer Batupasir-Batulempung
B. Sistem Akifer Sedimen Terlipat dan/atau Terpatahkan
Berdasarkan posisinya, Indonesia yang terletak di sepanjang jalur-jalur pertemuan
lempeng menyebabkan wilayahnya mengalami kondisi tektonik yang sangat kuat. Kondisi
tektonik tersebut memberikan deformasi terhadap satuan-satuan geologi yang terendapkan
dalam berbagai cekungan-cekungan sedimen yang ada. Deformasi yang diakibatkannya
menyebabkan batuan terlipat dan/atau terpatahkan (Gambar 9).
Potensi airtanah di daerah ini umumnya kecil mengingat batuan penyusunnya berupa
serpih, napal atau lempung yang bersifat kedap air. Batupasir jika ada umumnya berupa sisipan
dan sangat kompak karena berumur tua dan telah mengalami proses tektonik kuat, sehingga
sedikit kemungkinan lapisan batupasir tua ini dapat bertindak sebagai akifer yang baik. Begitu
pula dengan breksi sedimen. Batugamping, sekalipun sangat umum dijumpai pada daerah
lipatan, apabila penyebarannya cukup luas, dipisahkan menjadi sistem akifer tersendiri
mengingat karakter hidrogeologinya yang spesifik.
Gambar 9. Tipologi Sistem Akifer Sedimen Terlipat (Puradimaja, 1993)
Batugamping
Batulempung
NapalBatupasir (lapisan Akifer)
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-11
C. Sistem Akifer Batuan Karbonat/Batugamping (Akifer Karstik)
Selain kedua sistem akifer di atas, di Indonesia dapat dijumpai sistem akifer batuan
karbonat/batugamping. Daerah pegunungan yang batuannya terdiri dari batugamping dan
memperlihatkan morfologi yang khas berupa kumpulan bukit-bukit membulat serta kehadiran
sungai-sungai bawah tanah disebut perbukitan karst. Pada dasarnya, karena merupakan batuan
yang kompak, batugamping bersifat impermeabel. Adanya sistem rekahan atau rongga-rongga
pelarutan di dalamnya, menyebabkan batugamping dapat bertindak sebagai akifer yang cukup
baik tetapi tinjauan hidrogeologinya berlainan dengan daerah airtanah pada media porous.
Seperti terlihat pada Gambar 10, batugamping mempunyai sifat yang khas yaitu dapat
melarut dalam air sehingga dengan adanya sifat ini porositas pada batugamping berupa
porositas sekunder atau rekahan. Dengan adanya kondisi ini, penyaluran bawah permukaan
umumnya lebih menonjol dibandingkan penyaluran air permukaan. Maka, jarang sekali
ditemukan sungai yang berair terus sepanjang tahun, karena air lebih banyak mengalir sebagai
aliran bawah permukaan melalui sistem rongga-rongga pelarut yang bercabang-cabang dan
bertingkat-tingkat sesuai dengan sejarah pelarutan batugamping yang akhirnya dapat
membentuk suatu jaringan sistem aliran sungai bawah tanah.
Gambar 10. Sistem akifer media rekahan pada batugamping (Imam Sadisun dalam Puradimaja, 1993)
I.6.5 Tipologi Sistem Akifer Batuan Kristalin dan Metamorf
Pegunungan dengan batuan kristalin berupa batuan beku dan metamorf berumur Pra
Tersier tersingkap di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku dan
Irian Jaya. Di Pulau Jawa penyebarannya sangat terbatas, hanya dijumpai di Karangsambung-
Kebumen, Jawa Tengah dan di Ciletuh-Sukabumi, Jawa Barat. Di Jawa pada umumnya terdiri
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-12
dari batuan metamorfosa dan kristalin seperti filit dan sekis, dan batuan beku kristalin. Melihat
jenis batuannya, potensi air di daerah ini sangatlah kecil karena sifat batuannya yang umumnya
kompak, padat dan keras sehingga kurang meneruskan air (impermeabel).
Morfologi pegunungan Pra-Tersier umumnya berbukit cukup terjal, sehingga kecil sekali
kesempatan airtanah untuk berakumulasi, dan dengan demikian kecil sekali kemungkinan
munculnya mataair, ataupun jika ada hanya berupa rembasan dengan debit kecil. Airtanah
dalam jumlah terbatas, berupa airtanah dangkal dapat dijumpai di pegunungan Pra-Tersier
pada endapan-endapan kipas lerengnya, atau pada soil hasil pelapukannya (Gambar 11).
Dapat pula pada batuan padatnya dengan dikontrol oleh sistem retakan dan rekahan intensif.
Sistem keterdapatan airtanah dalam batuan padat yang dikontrol oleh sistem retakan
dan rekahan intensif, dapat kita kategorikan sebagai sistem akifer batuan beku untuk zona
batuan padat dengan beku sebagai penyusunnya dan zona akifer batuan metamorf untuk zona
batuan padat dengan batuan metamorf sebagai batuan penyusunnya.
Karakteristik tipologi ini dapat pula dijumpai pada batuan kristalin yang berumur muda.
Contoh karakteristik ini pada batuan kristalin muda adalah pada daerah-daerah intrusi.
Gambar 11. Sistem Akifer Batuan Beku/Metamorf
I.6.6 Tipologi Sistem Akifer Endapan Glasial
Kemungkinan keterdapatan endapan glasial di Indonesia, dapat dijumpai di puncak
pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya. Penelitian endapan glasial di wilayah ini masih belum
banyak dilakukan. Endapan ini umum dijumpai di daerah dengan iklim beriklim subtropis-dingin.
I.7 Teknologi Eksplorasi Airtanah (permukaan dan bawah permukaan)
I.7.1 Metoda Geologi
Pemetaan geologi yang dilakukan untuk pemetaan airtanah mencakup :
Remote Sensing
Penggunaan foto udara dan citra landsat sangat membantu dalam menafsirkan dan
mengidentifikasi daerah-daerah recharge dan discharge airtanah. penafsiran dari foto udara
Soil hasil lapukan (lapisan akifer tak tertekan/bebas)
Batu beku /batu metamorf
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-13
dilakukan melalui kunci-kunci penafsiran, misalnya dari jenis rona/tona sedangkan pada
citra landsat didasarkan pada kunci-kunci interpretasi warna citra.
Geomorfologi dan analisa daerah aliran sungai (DAS)
Bertujuan untuk penentuan awal daerah isian (recharge area), daerah luahan (discharge
area), dan perkiraan tipologi akifer .
Pemetaan penyebaran satuan batuan
Pemetaan bertujuan untuk mengidentifikasi tipologi sistem akifer, penyebaran baik secara
lateral maupun vertikal yang nantinya berguna untuk mengidentifikasi karakteristik sistem
akifer di daerah penelitian.
Pemetaan struktur dan batas akifer daerah tersebut.
Penentuan zonasi struktur untuk mengetahui apakah struktur tersebut merupakan zona
impermeabel (boundary condition) atau merupakan zona hancuran yang justru
meningkatkan nilai permeabilitas lapisan batuan (conduit).
Pembuatan peta isofreatik dan isopach
Bertujuan untuk mengetahui hidrodinamika airtanah
Pembuatan diagram blok dan penampang
Sebagai tahapan pemvisualisasian kondisi hidrogeologi dalam bentuk 3 dimensi.
I.7.2 Metoda Geofisika
Pemetaan geofisika adalah pemetaan yang didasarkan anomali fisika dari material di
bawah permukaan. Pemetaan geofisika merupakan data pendukung terhadap pemetaan geologi
permukaan, sehingga sebelum diadakan penelitian geofisika, sebaiknya didahului oleh
pengamatan kondisi geologi daerah penelitian.
Pemetaan geofisika dilakukan berdasarkan beberapa metode pengukuran. Metode yang
populer digunakan dalam eksplorasi geofisika untuk airtanah adalah :
Pengukuran geofisika dari permukaan (non-destructive test)
Metode ini bersifat tidak langsung (indirect method). Jenis-jenis dari metode ini adalah :
Geolistrik:
Yang umum digunakan adalah metode geolistrik (resistivity). Metode ini digunakan
untuk memperkirakan letak serta ketebalan akifer.
Seismik Refraksi:
Digunakan untuk mengetahui ketebalan soil dan kedalaman basement.
Gravity & Magnetik:
Digunakan untuk mengetahui konfigurasi basement (dasar) suatu cekungan airtanah
dan sungai-sungai purba (paleochannel)
Georadar :
Praktikum Hidrogeologi Umum
Laboratorium Hidrogeologi I-14
Digunakan untuk mengetahui muka airtanah dan letak akifer.
Pengukuran geofisika pada lubang pemboran (destructive test)
Metode pengukuran bersifat langsung. Metode yang umum digunakan adalah : electrical
resistivity log, self potensial (SP), dan Gamma Ray Log.
I.8 Metoda Hidrokimia
Penelitian hidrogeologi dengan metoda geokimia, umumnya ditujukan untuk mengetahui
kualitas dan fasies airtanah, sebagai dasar untuk memprediksi proses sirkulasi airtanah, jenis
akifer secara umum, dan untuk melacak sistem aliran airtanah pada akifer media rekahan.
Daftar Pustaka
1. Boonstra & Ridder, 1990, Numerical Modelling of Groundwater Basins, ILRI
Publication 29, Netherlands
2. Brassington, R , 1993, Field Hydrogeology, John Wiley & Sons, New York USA.
3. Davis S.N & De Wiest, 1966, Hydrogeology, John Wiley & Sons, United States of America
4. Puradimaja, DJ & Rachmat F Lubis, 1998, Pemilihan Konfigurasi dan Jenis Pendugaan
Geolistrik Berdasarkan Pemahaman Tipologi Sistem Akifer Airtanah Daerah
Survey Eksplorasi Hidrogeologi, Proceeding Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) XXVII,
Yogyakarta
5. Puradimaja DJ, 1993, Penyusunan Tipologi Paket Penelitian Sumber Daya Air, LAPI
ITB- Departemen Transmigrasi, Bandung
6. Domenico & Schwarts, 1990, Physical & Chemical Hydrogeology, John Wiley & Sons,
Toronto Canada
7. Fetter, C.W, 1980, Applied Hydrogeology, Third Edition, Merrill Pubs.co. Colombus Ohio
United States of America
8. Freeze R.A. & Cherry, 1979, Groundwater, Prentice Hall, Inc. United State of America
9. Heath, 1983, Basic Groundwater Hydrogeology, USGS Paper, United States of America
10. J. Bier, 1978, Hydraulics of Groundwater, Mc Graw & Hill, United States of America
11. Mandel & Shiftan, 1981, Groundwater Resources: Investigation and Development,
Academic Press Inc, USA.
12. Todd, DK., 1984, Groudwater Hydrology, 2nd ed, John Willey & Sons, New York USA