modul plpg paud

822
MODUL PLPG GURU KELAS PAUD KONSORSIUM SERTIFIKASI GURU dan UNIVERSITAS NEGERI MALANG Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 115 2013

Upload: mad-morli

Post on 25-Dec-2015

279 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

modul paud

TRANSCRIPT

MODUL PLPG

GURU KELAS PAUD

KONSORSIUM SERTIFIKASI GURU dan

UNIVERSITAS NEGERI MALANG Panitia Sertifikasi Guru (PSG) Rayon 115

2013

KATA PENGANTAR

Buku ajar dalam bentuk modul yang relatif singkat tetapi komprehensif ini

diterbitkan untuk membantu para peserta dan instruktur dalam melaksanakan kegiatan

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Mengingat cakupan dari setiap bidang atau

materi pokok PLPG juga luas, maka sajian dalam buku ini diupayakan dapat membekali

para peserta PLPG untuk menjadi guru yang profesional. Buku ajar ini disusun oleh para

pakar sesuai dengan bidangnya. Dengan memperhatikan kedalaman, cakupan kajian, dan

keterbatasan yang ada, dari waktu ke waktu buku ajar ini telah dikaji dan dicermati oleh

pakar lain yang relevan. Hasil kajian itu selanjutnya digunakan sebagai bahan perbaikan

demi semakin sempurnanya buku ajar ini.

Sesuai dengan kebijakan BPSDMP-PMP, pada tahun 2013 buku ajar yang

digunakan dalam PLPG distandarkan secara nasional. Buku ajar yang digunakan di

Rayon 115 UM diambil dari buku ajar yang telah distandarkan secara nasional tersebut,

dan sebelumnya telah dilakukan proses review. Disamping itu, buku ajar tersebut

diunggah di laman PSG Rayon 115 UM agar dapat diakses oleh para peserta PLPG

dengan relatif lebih cepat.

Akhirnya, kepada para peserta dan instruktur, kami sampaikan ucapan selamat

melaksanakan kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru. Semoga tugas dan

pengabdian ini dapat mencapai sasaran, yakni meningkatkan kompetensi guru agar

menjadi guru dan pendidik yang profesional. Kepada semua pihak yang telah membantu

kelancaran pelaksanaan PLPG PSG Rayon 115 Universitas Negeri Malang, kami

menyampaikan banyak terima kasih.

Malang, Juli 2013 Ketua Pelaksana PSG Rayon 115

Prof. Dr. Hendyat Soetopo, M. Pd NIP 19541006 198003 1 001

iii

TIM PENULIS

Penulis

Ade Dwi Utami, M.Pd

Azizah Muis, M.Pd

Dr. Hapidin, M.Pd

Dra. Nurbiana Dhieni, M.Psi

Dr. Sofia Hartati, M.Si

Sri Indah Pujiastuti, M.Pd

Dra. Winda Gunarti

Dra. Sri Wulan, M.Si

Dr. Asep Supena, M. Psi

Dra. Edwita, M. Pd

Dra. Gusti Yarmi, M. Pd

Dr. Yuliani Nuraini Sudjiono

iv

KATA PENGANTAR

Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, Undang-undang RI nomor 14 2005 dan Peraturan Pemerintah nomoe 19 tahun 2005 mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik (kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat jasmani, dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru mencakup penguasaan kompetensi pedagogik, professional, kepribadian dan sosial yang diberikan dengan sertifikat pendidikan yang diperoleh melalui sertifikasi.

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang telah memenuhi prasyarat. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah. Berdasarkan peraturan pemerintah RI nomor 74 tahun 2009 tentang guru, pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan dengan dua cara yaitu uji kompetensi melalui penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik secara langsung bagi guru dalam jabatan dilakukan dengan dua cara yaitu uji kompetensi melalui penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik secara langsung bagi guru yang memenuhi persyaratan.

Peserta sertifikasi melalui penilaian portofolio yang belum mencapai skor minimal kelulusan, diharuskan (a) untuk melengkapi portofolio, atau (b) mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG) yang diakhiri dengan ujian. Untuk menjamin standarisasi mutu proses dan hasil PLPG. Modul bahan ajar PLPG ini digunakan sebagai sumber acuan bagi instruktur dan peserta dalam proses belajar mengajar selama kegiatan PLPG.

Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Tim Penyusun modul bahan ajar PLG yang telah bekerja keras dengan penuh dedikasi dalam menyempurnakan modul ini. Mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan PLPG yang akan berdampak pada peningkatan kompetensi guru sesuai amanat Undang-undang.

Jakarta, Januari 2013

Universitas Negeri Jakarta

Rektor

Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M. Pd

NIP. 1951031601987031001

v

DAFTARISI

COVER ii

TIM PENULIS iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

PERISTILAHAN/GLOSSARY vii

Bab I Pendahuluan 1

A. Deskripsi 1 B. Prasyarat C. Petunjuk Penggunaan Modul D. Tujuan Akhir

Bab II Kebijakan Pengembangan Profesi Guru

A. Tujuan Antara B. Uraian Materi

1. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru 2. Hakikat Guru Profesional 3. Kompetensi Guru

Bab III Materi Pembelajaran 1: Model dan Perangkat Pembelajaran

A. Model Pembelajaran 1. Konsep Model Pembelajaran 2. Model Pembelajaran Ekspositori 3. Model Pembelajaran Inkuiri 4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 5. Model Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir 6. Model Pembelajaran Kooperatif 7. Model Pembelajaran Kontekstual 8. Model Pembelajaran PAKEM 9. Lesson Study

B. Pengembangan Silabus dan RPP Teori dan Desain Pengembangan Pembelajaran

vi

Bab IV Materi Pembelajaran 2: Penelitian Tindakan Kelas

A. Materi Penelitian Tindakan Kelas B. Contoh Penelitian Tindakan Kelas

Bab V Materi Pembelajaran 3: Pendidikan Anak Usia Dini

Lembar Assesmen

Lembar Kunci Jawaban

Daftar Pustaka

Lampiran

vii

PERISTILAHAN/GLOSSARY

Afektif : Berkaitan dengan sikap, perasaan dan nilai

Belajar : Perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya.

Desain sistem : Proses rancangan sistem pembelajaran secara sistemik dan sistematis Pembelajaran

Indikator : Bukti yang menunjukkan telah dikuasainya kompetensi dasar kompetensi

klasikal : Cara mengelola kegiatan belajar dengan sejumlah peserta didik dalam suatu kelas, yang memungkinkan belajar bersama, berkelompok dan individual.

Kognitif : Berkaitan dengan atau meliputi proses rasional untuk menguasai pengetahuan dan pemahaman konseptual. Periksa taksonomi tujuan belajar kognitif.

Kompetensi : 1. Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

2. Keseluruhan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dinyatakan dengan ciri yang dapat diukur.

Kompetensi

dasar (KD) : Kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan

tugas atau pekerjaan dengan efektif.

Media : Segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan isi pelajaran, pembelajaran memberikan kemudahan proses belajar siswa.

Paradigma : Cara pandang dan berpikir yang mendasar

Pembelajaran : (1) Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas);

viii

(2) Usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Usaha ini merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan peserta didik.

Perangkat : Dokumen yang dibuat guru untuk mengimplementasikan pencapaian tujuan pembelajaran pembelajaran, terdiri dari: silabus, RPP, bahan ajar, media pembelajaran,

penilaian hasil belajar.

Psikomotorik : Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia.

RPP : Rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun berdasarkan silabus, bersifat operasional, berfungsi sebagai pedoman pencapaian kompetensi dasar.

Silabus : Rancangan pembelajaran pada tingkat mata pelajaran sebagai pedoman pencapaian standar kompetensi.

Sistematik : usaha yang dilakukan secara berurutan agar tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Sistemik : Holistik: cara memandang segala sesuatu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas.

Standar kom- : Ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian petensi (SK) kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif.

Taksonomi : (1) Meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan tujuan belajar evaluasi (Benjamin Bloom dkk, 1956)

(2) Terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan yang terdiri dari atas faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi, dan dimensi proses kognisi yang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (Lorin W. Anderson dkk, 2001, sebagai revisi dari taksonomi Bloom dkk).

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Kehadiran modul ini sebagai salah satu sumber belajar bagi guru peserta

Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Sebagaimana amanat dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa guru profesional memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau Diploma IV dan bersertifikat pendidik. PLPG merupakan salah satu pola yang diselenggarakan untuk memenuhi guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan regulasi tersebut. Sebagai salah satu sumber belajar diharapkan modul ini memberi pengayaan secara substansial maupun pedagogik kepada guru-guru peserta PLPG, sehingga selesai mengikuti program pelatihan kompetensi guru meningkat, sehingga memungkinkan guru dapat mengubah paradigmanya dalam pembelajaran di kelas yang dalam jangka tertentu dapat meingkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Modul ini pada bagian awal memuat tentang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru dari sudut pandang akademik. Bahan ajar secara lengkap terkait dengan Kebijakan Pengembangan Profesi Guru pada tahun 2012 telah ditulis dan dikembangkan bersama oleh Tim Pusat Pengembangan Profesi Pendidik dengan editor Prof. Dr. Sudarwan Danim. Pada bab-bab berikutnya dibahas tentang Model-model dan Perangkat Pembelajaran yang ditulis dalam Bab III (Kegiatan Pembelajaran I). Penguasaan dan pemilihan terhadap model-model pembelajaran akan sangat membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran di kelas tidak membosankan. Sudah saatnya siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran, sehingga paradigma pembelajaran yang teacher oriented harus sudah mulai ditinggalkan. Dengan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif maka pembelajaran menjadi menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM). Demikian pula dengan atau tanpa pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), membuat perangkat pembelajaran (silabus, RPP,

2

pengembangkan bahan ajar, pembuatan media, dan evaluasi) sudah melekat menjadi tanggung jawab dan kewajiban guru. Bab IV Kegiatan Belajar 2 tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian yang dilakukan di kelas sebagai “pengobatan” atas masalah-masalah yang dapat diamati di kelas terkait dengan proses pembelajaran. Dengan melakukan penelitian di kelas bukan saja pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan, tetapi kemampuan guru dalam menemukan solusi atas permasalahan pembelajaran dan pengembangan kreativitasnya dapat terwadahi. Secara administratif guru juga akan memperoleh nilai tambah untuk pengumpulan angka kreditnya yang dapat digunakan untuk kenaikan pangkat/jabatan. Hal yang lebih jauh diharapkan tentunya mutu pembelajaran meningkat kearah yang lebih baik. Bab V Kegiatan Belajar 3 berisi tentang substansi materi dari masing-masing bidang studi. Penguasaan guru terhadap bidang studinya tentu menjadi sesuatu yang mutlak, karena bagaimana pun baiknya penguasaan kelas atau dalam interaksi dengan siswa tidak akan memberikan arti apa-apa tanpa penguasaan bidang studi (materi pembelajaran). Dalam bab V isi modul ini diharapkan memberikan wawasan dan pengayaan yang lebih kepada guru-guruserta melengkapi sumber belajar lain yang dipelajarinya. Prinsip belajar sepanjang hayat mengharuskan guru juga belajar sepanjang masa agar apa yang telah dikuasai terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Modul ini diakhiri dengan assessment, yang terdiri dari assessment untuk kegiatan 1, 2 dan kegiatan 3. Tujuan pembuatan Assesment adalah selain untuk memberi latihan dalam menyelesaikan soal-soal juga member masukan atas keberhasilan dalam mempelajari modul. Secara keseluruhan, substansi modul ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya tentang peningkatan profesi, kompetensi pembelajaran, penilaian, kompetensi penelitian tindakan kelas serta etika profesi guru. Substansi modul ini diharapkan dapat menginspirasi dan menambah wawasan peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan secara baik hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan profesi guru.

3

B. Prasyarat Dalam mempelajari modul ini tidak memerlukan persyaratan secara spesifik. Akan tetapi tidak ada salahnya jika para peserta pelatihan memahami dengan baik terlebih dahulu dalam kaitannya dengan : 1. Regulasi penyelenggaraan PLPG 2. Teori-teori pembelajaran 3. Metodologi penelitian 4. Teknik penilaian.

C. Petunjuk Penggunaan Modul

Untuk memudahkan dalam mempelajari modul ini bacalah bagian-bagian substansi kajian pada bagian awal dalam bab-bab yang tersedia sesuai dengan materi yang diberikan instruktur. Kerjakan latihan-latihan yang disediakan pada bagian bagian berikutnya, dengan terlebih dahulu mempelajari contoh-contoh dan penjelasan pengerjaannya. Jika mengalami kesulitan, tanyalah pada instruktur yang memberikan materi sesuai dengan kajiannya atau mencari dari sumber belajar dan buku-buku lainnya yang relevan. Pada akhir kegiatan, anda diminta untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang telah tersedia.

D. Tujuan Akhir Setelah mempelajari modul ini diharapkan para peserta PLPG dapat meningkatkan kinerjanya menjadi guru yang professional sesuai dengan tuntutan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang kualifikasi guru,

4

BAB II

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU

A. Tujuan Antara Setelah mempelajari bab ini diharapkan pesrta dapat menganalis kebijakan-kebijakan terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai guru professional, sehingga dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan hakikat tenga profesi yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pembelajaran/ pendidikan

B. Uraian Materi

1. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru

(.......................................)

2. Hakikat Guru Profesional a. Pengertian Profesi

Kata profesi adalah kata benda yang diambil dari kata profession, sedangkan profesional merupakan kata sifat yang berasal dari kata professional. Menurut Hornby, profession, n. occupation, esp one requiring advanced education and special training, eg the law, architecture, medicine, accountancy; … professional adj 1. of a profession (1): ~ skill; ~ etiquette, the special conventions, form of politeness, etc asociated with a certain pofession: ~ men, eg doctors, lawyers. 2. Doing or practising something as a full time occupation or to make a living. Page & Thomas (1979) memberikan batasan tentang profesi sebagai berikut: …profession, evaluative term describing the most prestigious occupations which may be termed professions if they carry out an essential social service, are founded on systematic knowledge, require lengthy academic and practical training, have high autonomy, a code of ethics, and generate in-service growth. Teaching should be judged as a profession on these criteria. Pengertian profesi pada hakekatnya menunjuk kepada pekerjaan atau jabatan. Tidak semua pekerjaan disebut sebagai profesi. Ada sejumlah ciri atau persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengatakan suatu pekerjaan sebagai profesi.

5

b. Karakteristik Profesi Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, pengertian guru professional sebagai berikut. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 1) Ciri Profesi

Menurut Ornstein & Lavine (1984), suatu pekerjaan dikatakan sebagai profesi apabila memenuhi sejumlah ciri sebagai berikut:

melayani masyarakat, dan pekerjaan tersebut merupakan karier yang dijalani seseorang dalam kurun waktu yang lama (sepanjang hayat, tidak mudah berganti).

pekerjaan tersebut membutuhkan bidang ilmu dan keterampilan yang khusus (tertentu), yang tidak semua orang dapat melakukannya.

menggunakan hasil penelitian dan aplikasi teori ke dalam praktik.

membutuhkan pelatihan (pendidikan) khusus dalam waktu yang panjang.

terkendali berdasarkan lisensi baku dan/atau memiliki persyaratan khusus (izin) untuk menduduki pekerjaan tersebut.

otonomi dalam membuat keputusan dalam lingkup pekerjaannya.

menerima tanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang diambilnya.

memiliki komitmen terhadap jabatan dan klien, khususnya berkaitan dengan layanan yang diberikannya.

menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, dan relatif bebas dari supervisi jabatan (dokter menggunkan tenaga administrasi untuk mengelola data klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter).

mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesinya.

6

mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya (keberhasilan pekerjaan dokter dihargai dan diakui oleh IDI dan bukan oleh departemen kesehatan).

mempunyai kode etik, sebagai pedoman dalam melaksanakan layanan.

mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan dari setiap anggotanya.

mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi.

Penulis lain mencoba menggolongkan ciri profesi menjadi dua kelompok yaitu (1) ciri utama dan (2) ciri tambahan (Sulistiyo-Basuki, 2004). Ciri utama adalah ciri yang mutlak harus ada atau melekat dalam suatu pekerjaan untuk dikatakan sebagai profesi. Jika ciri utama ini tidak tampak atau beberapa di antaranya tidak ada, maka sulit untuk mengelompokkan pekerjaan tersebut ke dalam profesi.

Ciri Utama

Ada tiga ciri utama yang harus dipenuhi oleh suatu jenis pekerjaan untuk dikatakan sebagai profesi yaitu (1) Sebuah profesi mensyaratkan suatu pendidikan atau pelatihan yang ekstensif sebelum memasuki profesi tersebut. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana; (2) Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, dan pengrajin lebih merupakan ketrampilan fisik. Sedangkan pelatihan akuntan, engineer, dokter lebih didominasi oleh muatan intelektual; (3) Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi kepada pemberian layanan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri.

Ciri Tambahan

Ciri tambahan adalah ciri yang kehadirannya tidak mutlak harus ada. Jika ciri-ciri tambahan ini dipenuhi maka akan semakin memperkokoh kualitas atau eksistensi profesi dari pekerjaan tersebut. Ada tiga yang termasuk dalam katagori ciri tambahan, yaitu (1) Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki

7

sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan sesuatu yang mutlak sebagai syarat profesi; (2) Adanya organisasi profesi yang mewadahi para anggotanya sebagai sarana komunikasi dan sarana perjuangan untuk memajukan profesinya dan kesejahteraan anggotanya; (3) Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya dan tindakan-tindakan atas pengambilan keputusan dalam profesinya. Kode etik juga merupakan ciri tambahan dalam sebuah profesi. Kode etik disusun oleh organisasi profesi. Jadi kehadirannya terkait dengan keberadaan organisasi yang juga masuk dalam katagori ciri tambahan.

2) Guru Sebagai Profesi Apakah pekerjaan atau jabatan guru sebagai sebuah profesi? Jawabannya ya. Hal ini didasarkan kepada beberapa karakteristik sebagai berikut:

Pekerjaan guru memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (penting) dalam masyarakat.

Untuk bekerja sebagai guru dibutuhkan keterampilan atau keahlian tertentu (khusus).

Keahlian dalam pekerjaan guru didasarkan pada teori dan metode ilmiah.

Ilmu keguruan memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik dan eksplisit.

Pekerjaan guru memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.

Guru memiliki organisasi profesi sebagai wadah untuk memperkuat kualitas profesinya.

Guru memiliki kode etik sebagai landasan dalam bekerja.

Dalam menjalankan tugasnya, para pendidik/guru berpegang teguh kepada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.

Setiap anggota yang bekerja sebagai guru mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap masalah profesi yang dihadapinya.

Guru memiliki otonomi dan bebas dari campur tangan pihak luar dalam melaksanakan tugasnya memberi layanan kepada masyarakat.

Pekerjaan guru mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat.

Guru memperoleh imbalan (penghargaan finansial) yang cukup memadai.

8

c. Kompetensi Guru 1) Profil Pendidikan Guru

Luangkanlah waktu anda sejenak saja untuk membayangkan peran seorang guru di dalam masyarakat. Kita akan melihat hasil kerja guru melalui orang-orang yang telah dididik oleh para guru. Mereka mampu menciptakan arsitektur bangunan-bangunan menjulang tinggi, memproduksi teknologi canggih, sebagai contoh nyata. Bukti hasil kerja guru banyak dan begitu besar. Tentunya, disamping keberhasilan masih banyak pula masalah yang perlu dibenahi, terutama masalah peran pendidik dalam membangun mental bangsa yang sehat, membangun karakter bangsa yang akan membawa kedamaian. Masalah ini berkaitan dengan pendidikan, merupakan beban berat yang harus dipanggul oleh para guru. Kekecewaan terhadap karya guru banyak pula didengar. Perilaku guru yang tidak senonoh, korupsi yang terjadi di lingkungan pendidikan, premanisme yang berkembang di sekolah.lantas, sosok guru seperti apa yang dapat membantu negara mengatasi masalah yang sangat kompleks dalam rangka menyiapkan pemimpin masa depan. Diharapkan para guru sendirilah yang harus memikirkan kembali, bermenung sejenak tentang dirinya dan profesi yang diembannya. Mahmud Khalifah menuliskan (2009) tentang guru yang dirindukan: “Guru adalah orang yang bersamudrakan ilmu pengetahuan. Ia adalah cahaya yang menerangi kehidupan manusia, ia adalah musuh kebodohan, dan penghapus kejahiliyahan. Ia juga mencerdaskan akal dan mencerahkan akhlak.” Begitu mulianya seorang guru dimata Khalifah, guru adalah orang yang pantas mendapatkan penghormatan. Sungguh, orang yang mendidik anak-anak dengan kesungguhan berhak untuk mendapatkan penghargaan dan penghormatan. Terpujilah engkau guru seperti yang dinyanyi anak-anak kita. Bagaimana mungkin bisa menghasilkan output siswa yang baik jika yang mengajar punya kualiatas kurang? Profil pendidik guru mewakili gambaran tujuan pendidikan nasional yang akan dicapai, yakni menyiapkan anak yang berkembang menjadi dewasa secara utuh, cerdas, beriman, taqwa dan berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohaninya. Untuk mencerdaskan anak didiknya guru haruslah mencerdaskan dirinya dahulu. Cerdas dibidang spiritual, yang

9

dapat membimbing anak didiknya menjadi manusia yang beriman dan berakhlak mulia. Cerdas menguasai, menerapkan dan mengembangkan keilmuannya. Cerdas dalam merawat kesehatan jasmani-rohani dan sosialnya sehingga patut ditiru. Dengan demikian profil guru pendidik adalah guru yang memiliki pribadi cerdas unggul. Sebutan pendidik dan guru di dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sama maksudnya. Secara etimologi pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan. Pendidik memiliki batasan tugas yang lebih luas dalam pengertian awam, sedangkan guru lebih spesifik dimana tugasnya lebih jelas. Pendidik bisa siapa saja yang tertarik membantu mengembangkan orang lain dan waktu dan tempat tidak terbatas. Dalam bahasan ini digunakan kata pendidik guru. Karakteristik pendidik guru di antaranya adalah sebagai berikut:

Pendidik yang juga guru, adalah seseorang yang dituntut untuk komitmen terhadap profesinya, orang yang selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman

Pendidik guru adalah orang yang memiliki ilmu, yang mampu menangkap hakikat sesuatu, orang yang mampu menjelaskan hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya.

Pendidik guru adalah orang yang kreatif, yang mampu menyiapkan peserta didiknya agar mampu berkreaasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.

Seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan akhlak atau kepribadian kepada peserta didiknya.

Pendidik guru adalah orang yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya, melatihkan berbagai keterampilan mereka sesuai bakat, minat dan kemampuan.

Pendidik guru adalah seorang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas dimasa depan.

Perilaku guru hendaknya dapat memberikan pengaruh baik kepada para anak didiknya, yang dapat mempengaruhi dan merubah kehidupan anak ke arah yang lebih baik.

10

Pribadi unggul yang efektif

Adalah Guru Cerdas Berakhlak Mulia

Dan Guru untuk anak-anak yang memiliki masa depan

Guru biasa adalah yang mampu membagi pengetahuan

kepada anak didiknya

Guru baik yang mampu menjelaskan

Dan yang mampu mendemonstrasikan

Guru luar biasa adalah yang mampu memberi inspirasi

anak didiknya menjadi cerdas dan sukses di masa depan

d. Tanggung Jawab keprofesionalan

1) Makna Tanggung Jawab Tanggungjawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatu. Sehingga bertanggungjawab adalah kewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Menurut Widagdo (2001) Tanggungjawab adalah kesadaran akan tingkahlaku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran dan kewajiban. Jenis tanggungjawab tersebut yakni; tanggungjawab terhadap diri sendiri, tanggungjawab terhadap keluarga, tanggungjawab masyarakat, tanggungjawab bangsa dan Negara, dan tanggungjawab terhadap tuhan. Tanggungjawab erat kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban merupakan bandingan hak, dan dapat juga tidak mengacu hak. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggungjawab terhadap kewajibannya. Pembagiaan kewajiban bermacam-macam dan berbeda-beda. Setiap keadaan hidup menentukan kewajiban yang tertentu. Kedudukan, status dan peranan menentukan kewajiban seseorang. Kewajiban ini ada yang terbatas dan tidak terbatas. Kewajiban terbatas tanggungjawabnya sama untuk semua orang. Misalnya yang berkaitan hukum. Yang melanggar undang-undang sanksinya sama. Kewajiban tidak terbatas,

11

tanggungjawabnya memiliki nilai yang lebih tinggi sebab dilakukan oleh suara hati nurani. Seperti guru melaksanakan tugasnya dengan tulus dan ikhlas tanpa pamrih di luar jadwal yang seharusnya.

2) Tanggung Jawab Guru, Kesadaran, Pengabdian, dan Pengorbanan Seseorang diharapkan melaksanakan tanggungjawab atas kesadaran. Kesadaran adalah keinsyafan akan perbuatannya. Sadar artinya merasa, ingat (kepada keadaan sebenarnya) keadaan ingat akan dirinya, tahu dan mengerti. Jadi kesadaran adalah hati yang terbuka atau pikiran yang telah terbuka tentang apa yang telah dikerjakan. Seperti guru memilih pekerjaan sebagai guru atas kesadaran diri yang tinggi, sehingga ia akan dapat mempertanggungjwabkan tugasnya kepada diri sendiri, tidak suka mengeluh dan menyesali pilihannya. Diapun tahu kalau pihannya itu akan dipertanggunjawabkan kepada keluarga, negara, masyarakat dan Tuhannya. Guru saat melaksanakan kewajibannya mengelola pembelajaran di kelas, seringkali harus mengeluarkan dana sendiri untuk membeli kapur tulis,atau kebutuhan belajar lainnya karena barang belum tersedia. Rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap tugas yang tidak terbatas, kadangkala kita harus berkorban materi atau nonmateri. Pengorbanan artinya memberikan secara ikhlas, harta, benda, waktu, tenaga, pikiran, bahkan nyawa, demi cinta atas sesuatu kesetiaan dan kebenaran. Pengorbanan dalam melaksanakan tanggungjawab juga memiliki makna pengabdian. Perbedaan pengertian antara pengorbanan dan pengabdian sering tidak begitu jelas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Pengorbanan merupakan akibat pengabdian. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas, tanpa pamrih, tanpa perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja siap, saat diperlukan. Pengabdian merupakan perbuatan baik yang dapat berupa pikiran ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan dan kecintaan, rasa hormat atau suatu ikatan dan semuanya dilakukan dengan ikhlas. Timbulnya pengabdian itu hakikat dari rasa tanggung jawab. Menjadi guru merupakan pengabdian yang tulus dan ikhlas demi kecintaan pada bangsa

12

dan Negara ini, yang akan dilaksanakan dengan sikap tanggungjawab yang tinggi. Ciri-ciri khas orang yang mempunyai tanggung jawab pribadi yang tinggi:

Mengerjakan pekerjaan yang diberikan kepadanya secara tuntas.

Selalu berusaha menghasilkan yang terbaik

Merasa bertanggung jawab atas semua yang dihasilkannya baik yang buruk atau yang jelek

Cenderung menyalahkan diri sendiri, kalau ada hal-hal yang kurang tepat –salah

Ciri khas dari orang yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi:

Santai, tidak disiplin, kurang menghargai waktu.

Sering tidak mengerjakan suatu pekerjaan secara tuntas.

Hal-hal yang sering terjadi sering dilihat sebagai akibat dari keadaan dibanding dari tindak-tanduk sendiri.

Berkembangnya rasa tanggung jawab pribadi disebabkan sebagian kecil oleh faktor bawaan dan sebagian dari faktor lingkungan pendidikan dan lingkungan rumah. Terbentuknya sikap bertanggungjawab karena adanya proses latihan dan pembiasaan yang akhirnya menjadi alami, menyatu dalam bentuk kesadaran diri.

3) Kewajiban Guru Profesional Apa yang harus dilaksanakan guru dalam tugas keprofesionalannya telah tercantum dengan jelas di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 20, seperti yang dikutip berikut ini. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:

Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

13

Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan

Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;

Tanggungjawab keprofesionalan juga dapat meliputi :

Tanggungjawab moral, tenaga professional berkewajiban menghayati, mengamalkan Panca sila, mewariskan pada peserta didiknya.

Tanggungjawab bidang pendidikan, bertanggungjawab terhadap proses pendidikan, mengelola, melakukan bimbingan.

Tanggungjawab kemasyarakan, ikut bertanggungjawab memajukan masyarakat secara umum terutama berkaitan dengan pendidikan.

Tanggungjawab keilmuan, di dalam melaksanakan tugas profesi sebagai guru bertanggungjawab memajukan ilmu pengetahuan dan tekonologi, terutama bidang keilmuannya sendiri.

e. Kompetensi Guru Pengertian kompetensi guru berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1, butir c. adalah sebagai berikut : Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Selanjutnya jenis kompetensi guru tersebut lebih ditegaskan pada pasal 10:

(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

14

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkompetensi dan indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut.

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut:

(1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai pendidik; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.

(2) Memiliki kepribadian yang dewasa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.

(3) Memiliki kepribadian yang arif. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

(4) Memiliki kepribadian yang berwibawa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.

(5) Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

Para siswa tidak hanya belajar dari apa yang dikatakan guru, mereka juga belajar dari totalitas kepribadian gurunya.

15

Kepribadian guru yang tidak efektif akan menghalangi pembelajaran yang efektif. Beberapa kepribadian buruk guru yang sering ditemukan di sekolah, ditulis oleh Sukadi, diantaranya;

sering meninggalkan kelas

tidak menghargai siswa

pilih kasih terhadap sisw

menyuruh siswa menulis di papan tulis

tidak disiplin

kurang memerhatikan siswa

materialistis

Dengan ditetapkannya seperangkat kompetensi guru, masyarakat sangat berharap terjadi perubahan perilaku mengajar guru di kelas. Menurut Diaz dkk (2006) keberadaan guru di kelas hendaknya menjadikan ia sebagai model belajar dari peserta didiknya. Guru sebagai model diantaranya menunjukkan;

Guru sebagai orang yang ahli di bidangnya.

Guru sebagai contoh pembentukan moral

Guru sebagai orang memiliki kepedulian dan melakukan tindakan

Guru sebagai figure pemimpin yang memiliki otoritas

Guru sebagai fasilitator yang selalu siap membatu siswanya

Guru sebagai delegator

Mulyana lebih memperluas peran guru professional yang akan mampu menciptakan kelas untuk anak-anak berprestasi unggul, yang merupakan ramuan dari bebagai kompetensi guru.

Guru sebagai pendidik

Guru sebagai pengajar

Guru sebagai pembimbing

Guru sebagai pelatih

Guru sebagai penasihat

Guru sebagai pembaharu (innovator)

Guru sebagai model dan teladan

Guru sebagai pribadi

Guru sebagai peneliti

Guru sebagai pendorong kreativitas

Guru sebagai pembangkit pandangan

Guru sebagai pekerja rutin

Guru sebagai pemindah kemah

16

Guru sebagai pembawa cerita

Guru sebagai actor

Guru sebagai emancipator

Guru sebagai evaluator

Guru sebagai pengawet

Guru sebagai kulminator

f. Pengembangan Profesional Guru 1) Citra Diri Positif

Makna Citra Diri Citra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, produk maupun suatu lembaga. Sedangkan citra diri (self-image), diartikan sebagai pandangan dalam berbagai peran (sebagai anak, orangtua, guru, dsb). Self-image menurut kamus Random House memiliki pengertian gagasan, konsepsi atau gambaran mental diri, self-estem, respect yang menguntungkan citra diri. Di dalam kajian psikologi kepribadian , citra diri sebagai konsep diri tentang individu. Citra diri sebagai salah satu unsure penting dalam penilaian diri sendiri.menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Bagaimana Anda melihat diri sendiri. Ini adalah gambaran diri yang telah dibangun dari waktu ke waktu. Apa harapan Anda? Apa yang anda pikirkan dan rasakan? Apa yang anda telah lakukan sepanjang hidup anda dan apa yang Anda ingin lakukan. Pandangan pribadi yang kita pahami tentang diri kita sendiri merupakan citra mental atau potret diri. Menggambarkan karakteristik diri, termasuk cerdas, cantik, jelek, berbakat, egois dan baik. Ciri-ciri membentuk representative, kolektif asset dan yang bisa teramati. Citra diri positif positif memberikan keyakinan ke pada seseorang dalam pikiran dan tindakan, dan citra diri negative membuat seseorang ragu akan kemampuan mereka. Citra Diri guru Citra Diri Guru dapat dimaksudkan sebagai gambaran tentang diri pribadi guru yang diberikan appresiasi oleh masyarakat. Penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap guru bisa positif atau negatif tergantung kepada

17

kepribadian maupun karakter yang muncul sebagai wujud profesi guru secara utuh. Citra Diri Positif (positive self-image) dapat membangun dan mempermudah karir seseorang , karena dia memandang positif kepada kemampuan diri, melihat kelebihan diri, bukan kekurangannya. Dengan berpikir positif pada diri, membuat dirinya berharga. Pentingnya Citra Diri Positif “Anda adalah sebagaimana yang Anda pikirkan tentang diri Anda sendiri” Bingung? Versi aslinya, mungkin malah lebih mudah dipahami: “You are what you think”. Maksudnya adalah jika kita memiliki citra diri positif, maka kita akan mengalami berbagai macam hal positif sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Banyak ahli percaya bahwa orang yang memiliki citra positif adalah orang yang beruntung. Citra diri yang positif membuat mereka menikmati banyak hal yang menguntungkan, diantaranya orang sering diberi kepercayaan untuk mengemban tugas tertentu dan sering pula mendapatkan pelayanan secara khusus. Selanjutnya dengan citra diri positif akan dapat membangun rasa percaya diri dan meningkatkan rasa juang. Membangun Percaya Diri. Citra diri yang positif secara alamiah akan membangun rasa percaya diri, yang merupakan salah satu kunci sukses. Guru yang mempunyai citra diri positif tidak akan berlama-lama menangisi nasibnya yang sepertinya terlihat buruk. Citra dirinya yang positif mendorongnya untuk melakukan sesuatu yang masih dapat ia lakukan. Ia akan fokus pada hal-hal yang masih bisa dilakukan, bukannya pada hal-hal yang sudah tidak bisa ia lakukan lagi. Dari sinilah, terdongkrak rasa percaya diri orang tersebut. Meningkatkan Daya Juang. Dampak langsung dari citra diri positif adalah semangat juang yang tinggi. Guru yang memiliki citra diri positif, percaya bahwa dirinya jauh lebih berharga daripada masalah, ataupun penyakit yang sedang dihadapinya. Ia juga bisa melihat bahwa hidupnya jauh lebih indah dari segala krisis dan kegagalan jangka pendek yang harus dilewatinya. Segala upaya dijalaninya dengan tekun untuk mengalahkan masalah yang sedang terjadi dan meraih

18

kembali kesuksesan yang sempat. Inilah daya juang yang lebih tinggi yang muncul dari guru dengan citra diri positif. Manfaat Citra Diri Positif Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan mendapatkan berbagai manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun untuk orang-orang di sekitarnya. Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si empunya citra diri positif dan lingkungannya tersebut adalah: Guru akan membawa Perubahan Positif Guru yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya. Mengubah Krisis Menjadi Keberuntungan Selain membawa perubahan positif, guru yang memiliki citra positif juga mampu mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan. Citra diri yang positif mendorong guru untuk menjadi pemenang dalam segala hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan, kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar. Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu-pintu kesempatan lain yang terbuka untuk kita. Kita seringkali memandang dan menyesali kegagalan, krisis dan masalah yang menimpa terlalu lama, sehingga kita kehilangan harapan dan semangat untuk melihat kesempatan lain yang sudah terbuka bagi kita. sebagai contoh, John Forbes Nash, pemenang nobel di bidang ilmu pengetahuan ekonomi dan matematika, justru merasa tertantang ketika mengalami soal matematika atau permasalahan ekonomi yang sulit. Kesulitan-kesulitan ini menurut Forbes, merupakan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya memecahkan masalah tersebut. Kesulitan

19

dan masalah dalam matematika dan ekonomi, mendorongnya untuk mencari cara-cara baru yang lebih efektif dan kreatif sebagai solusi bagi permasalahan tersebut. Bagaimana caranya? Setelah kita menyadari pentingnya memiliki citra diri positif, dan manfaat memiliki citra diri positif, tentunya kita juga ingin tahu bagaimana membangun citra diri yang positif. Berikut ini hal-hal yang harus dilakukan untuk membentuk citra diri yang positif: Persiapan Salah satu cara membangun citra diri positif adalah melalui persiapan. Dengan persiapan yang cukup, kita menjadi lebih yakin akan kemampuan kita meraih sukses. Keyakinan ini merupakan modal dasar meraih keberuntungan. Dengan melakukan persiapan, kita sudah berhasil memenangkan separuh dari pertarungan. Persiapan menuntun kita untuk mengantisipasi masalah, mencari alternatif solusi, dan menyusun strategi sukses. Persiapan dapat diwujudkan dengan mencari ilmu pengetahuan yang mendukung kita dalam menyelesaikan suatu masalah. Berpikir Unggul Untuk membangun citra diri yang positif, kita harus berpikir unggul. Cara berpikir unggul seperti ini akan mendorong kita untuk senantiasa berusaha menghasilkan karya terbaik. Mereka tidak akan berhenti sebelum mereka dapat mempersembahkan sebuah mahakarya. Semua ini dapat diraih guru jika selalu berpikir unggul. Setiap kali akan berciptakarya , yang dipikirkan guru adalah kemenangan atas keberhasilan belajar anak didiknya. Selalu berpikir kreatif dan inovatif. Belajar Berkelanjutan

Selain melalui persiapan yang tepat serta berpikir unggul, citra diri positif juga bisa dibangun melalui komitmen pada pembelajaran berkelanjutan. Hasil belajar akan membawa perubahan positif dengan menambah nilai bagi orang yang berhasil mendapatkan pengetahuan ataupun keterampilan baru, yang bisa dijadikannya modal untuk maju meraih sukses. Tanpa semangat untuk senantiasa mengembangkan diri, guru yang sudah memiliki citra positif bisa saja lalu kehilangan citranya tersebut karena tidak dianggap ”unggul”

20

lagi atau tidak dianggap mampu menambah nilai bagi masyarakat sekitar melalui karya-karya yangdihasilkannya. Seringkali guru yang sudah lama mengajar maupun yang berada di tingkat atas merasa tak perlu lagi untuk belajar. Ia memandang remeh untuk belajar lagi, ia pikir, “Toh, aku sudah sukses.” Tambahan, orang seperti ini lebih enggan lagi untuk belajar pada orang yang lebih rendah dari dirinya. Hasilnya, ketika ia dirundung masalah, keberhasilannya pun melorot. Guru yang lebih muda yang terus belajar akan menggantikannya dan menangani masalah dengan lebih baik. Hal yang paling penting juga dalam membahas tentang citra diri ini adalah konsep diri, atau harga diri. Menurut Bandura, jika selama ini kita merasa hidup telah sesuai dengan standar-standar yang kita tentukan dan telah memperoleh imbalan atau penghargaan, itu berarti kita telah memiliki konsep diri (harga diri). Guru yang memiliki kemampuan membangun citra diri positif akan sukses dan mudah membangun karier. Ia selalu melihat kelebihan diri, bukan kekurangan. Guru mampu membuat dirinya berharga dimata orang lain. Contohnya antara lain citra kejujuran, kesabaran, ketegasan, kedisiplinan dan wibawa merupakan citra positif yang disukai siapapun. Di dalam membangun citra diri ini dibutuhkan kemauan dan keseriusan dan memang tidak mudah, sering tidak akan terlihat langsung hasilnya. Karena citra diri merupakan produk pembelajaran dari orangtua, pengasuh yang memberikan kontribusi terbesar pada citra diri kita. Pengalaman lain dari guru, teman dan keluarga, yang menjadi pantulan cermin dari orang yang berpengaruh pada perkembangan kepribadian secara utuh.

2) Etika Seringkali di dalam kehidupan sehari-hari kita mendengarkan maupun menggunakan kata etika, etis, etiket, moral, maupun akhlak. Coba kita perhatikan kalimat-kalimat berikut ini! “Guru PPL itu tidak punya etika, masuk ruangan tidak mengucapkan salam“ “Rupanya, moral guru itu rendah. Masak, anak didiknya ditendang dan dimaki-maki karena tidak ikut upacara “

21

“Tidak etislah kalau kita yang menyampaikan perihal kekurangan bapak pengawas” “Mahasiswa supaya memakai pakaian yang pantas di hari wisuda, jangan kita dikira tidak tahu etiket” Pada kalimat-kalimat di atas kita bisa melihat cara berperilaku dari manusia yang dianggap tidak baik dan benar. Mengapa kita sebagai guru perlu memahami tatacara hidup ini? Perlu beretika, bermoral dan berakhlak baik ? Seperti yang kita ketahui, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Manusia diberi akal budi, perasaan dan kehendak. Dengan akal manusia bisa berpikir, dengan rasa manusia bisa mengatur keharmonisan hidup ini, dengan kehendak manusia bisa banyak berbuat amal kebaikan dan membuat karya. Karunia Allah jua, manusia mampu berbahasa, bisa mendidik dan dididik, berkehendak untuk menjadikan hidup ini lebih bermakna. Dengan kelebihan ini, manusia tentunya dapat berperilaku baik (kepribadian) setiap saat. Untuk memelihara keseimbangan kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama (sosial), manusia perlu mengetahui aturan-aturan, nilai-nilai, norma-norma umum, maupun aturan ajaran agamanya. Manusia yang selalu berpikir kritis akan mampu menimbang perilaku, mana yang berdampak baik dan berdampak buruk. Kesadaran diri, harus berperilaku bagaimana ini, yang dikenal dengan ilmu etika. Berikut ini, akan dibahas tentang etika, moral dan akhlak secara singkat. Dimulai dari pengertian tentang etika, macam dan hubungan etika dengan moral, etiket dan akhlak, sehingga membawa kita pada suatu pengertian “guru sebagai makhluk yang beretika dan berakhlak mulia”. Etika dan Etiket Etika yang dalam bahasa Inggris di sebut ethics. Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Secara terminologi etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. Dalam batasan filsafat, Immanuel Kant yang dikutip dari Anshari (1982), menyatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencari jawaban dari empat persoalan

22

pokok, salah satunya dijawab oleh etika. Persoalan tersebut berkaitan dengan, “Apakah yang boleh dikerjakan manusia?” Suseno dalam membahas etika dasar (1997), menyatakan bahwa etika adalah ilmu yang mencari orientasi. Salah satu kebutuhan fundamental manusia adalah orientasi. Etika sebagai sarana orientasi bagi manusia dalam menjawab pertanyaan: bagaimana saya harus hidup dan bertindak? Begitu banyak yang dapat memberitahu kita apa yang seharusnya kita lakukan; orangtua, guru, adat istiadat dan tradisi, teman. Tetapi apakah benar apa yang mereka katakan? Dan bagaimana kalau mereka masing-masing memberi nasihat yang berbeda? Lalu siapa yang harus diikuti? Dalam situasi seperti ini etika akan membantu kita untuk mencari orientasi. Tujuannya agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan. Etika sebagai ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat, yang dapat memahami apa yang baik dan yang buruk. Arti susila dalam etika dimaksudkan kelakuan atau perbuatan seseorang bernilai baik, sopan menurut norma-norma yang dianggap baik. Etiket adalah tata cara dalam masyarakat, sopan dalam memelihara hubungan baik antara sesama manusia. Arti etiket disini sama dengan adat kebiasaan, yaitu sesuatu yang dikenal, diketahui dan diulang-ulangi serta menjadi kebiasaan dalam masyarakat, berupa kata-kata atau macam-macam bentuk perbuatan manusia dalam berinteraktif dengan manusia lainnya. Agar seseorang dapat diterima oleh kelompok masyarakat tertentu maka ia harus memahami etiket pergaulan berlaku pada masyarakat itu. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering ditutut untuk membawakan diri kita berperilaku sesuai dengan etiket tertentu. Seperti etiket berbusana, etiket di meja makan, etiket dalam berbicara, mengikuti upacara resmi, saat menghadapi atasan, dalam perjamuan resmi, dan sebagainya. Dengan demikian, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa etiket merupakan aturan sopan santun dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Etika sebagai bagian (cabang) filsafat menurut beberapa ahli dinyatakan sebagai berikut:

23

The Liang Gie; etika adalah filsafat tentang pertimbangan moral

Harry Hamersma; etika dan estetika merupakan filsafat tentang tindakan

Aristoteles, memasukkan etika ke dalam cabang filsafat praktis; ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagian dalam hidup perseorangan.

Menurut Suseno, ada empat alasan mengapa manusia perlu beretika: Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik. Perlu kesatuan tatanan normatif. Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang sangat cepat. Dalam transformasi ekonomi, sosial, intelektual, dan budaya itu nilai budaya tradisional tertantang. Perubahan-perubahan budaya terjadi begitu cepat akibat modernisasi. Dalam situasi seperti ini, etika membantu kita agar jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara yang hakiki dan apa yang boleh berubah dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap yang dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, dengan etika kita dapat menghadapi ideologi-ideologi baru dengan kritis dan objektif untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita tidak mudah terpancing. Etika juga membantu agar kita jangan naif atau ekstrem, tidak cepat bereaksi, terhadap suatu pandangan baru, menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum biasa. Keempat, etika juga perlu oleh agama untuk memantabkan pemeluknya dalam keyakinan dan keimanan. Dengan memperhatikan manfaat etika, diharapkan peran Guru di manapun, dalam situasi apapun keberadaannya tetaplah sebagai pembimbing, pembina perilaku, dan sekaligus model berperilaku manusia beretika. Karena ini bagian dari tanggung jawab sebagai pendidik. Moral dan Etika Moral berasal dari kata latin mos jamaknya moses yang berarti adat atau cara hidup. Berarti etika sama dengan moral? Magnis Suseno (1987) membedakannya. Ajaran moral dinyatakan Suseno sebagai wejangan, khotbah, peraturan

24

lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika bukanlah ajaran, tetapi pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah ilmu, yang membuat kita mengerti tentang ajaran tertentu, dan bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan ajaran moral. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bukan berdasarkan perannya, seperti guru, olahragawan, dai, pendeta, dokter, dan lainnya. Norma-norma moral adalah tolok ukur segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Etika dan Akhlak Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis berarti: a) tabiat, budi pekerti ; b) kebiasaan atau adat; c) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan; d) agama. Akhlak dalam konsep agama Islam adalah sebagai bukti amaliah dari keimanan dan ketaqwaan seseorang. Sebagai kita kita pahami etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah hidup kalau ia mau baik. Etika secara umum dikenal sebagai kesepakatan manusia secara bersama-sama terhadap suatu norma yang jadi pedoman berperilaku. Bagi pemeluk agama Islam cara berperilaku manusia tidak boleh terlepas dari ajaran agamanya. Manusia berbuat bukan hanya untuk kebahagiaan di dunia saja, melainkan juga untuk kebahagiaan di akherat. Etika beragama di dalam agama Islam disebut dengan akhlak. Perilaku umat Islam haruslah berpedoman pada ajaran Alquran sebagai kitab suci dan cara pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari mencontoh akhlak guru besar nabi Muhammad SAW. Akhlak dalam agama Islam memiliki makna yang lebih mendalam dalam hidup manusia, yaitu cara manusia berperilaku yang merupakan pantulan dari tingkat keimanan hidup beragama. Berdasarkan kajian QS an-Nahl 16: 126 dan QS asy-Syuura 42:/40, KH Achmad Satori Ismail menjelaskan ada empat tingkatan akhlak dalam Islam. Pertama, akhlak sayyiah (tercela). Yaitu, semua yang dilarang Islam berupa keburukan atau kejahatan yang merugikan manusia dan kehormatannya,atau yang merusak makhluk secara umum.

25

Misalnya. Bergunjing, mengadu domba, dan menipu. Kedua, akhlah hasanah (baik), adalah akhlak di mana kebaikan dibalas dengan kebaikan dan kejahatan dibalas dengan kejahatan yang serupa. Ketiga, akhlak karimah (mulia), yaitu berperilaku sebagaimana yang diperintahkan Islam. orang yang selalu mampu memaafkan orang lain, walaupun orang tersebut mampu membalas hal yang tidak baik tersebut yang menimpa dirinya. Keempat, akhlak adzimah (agung). Kalau pada akhlak karimah ketika mendapatkan keburukan dari orang lain, cuma sampai memaafkan tersebut. Tapi, akhlak agung meningkat lebih tinggi, yaitu dengan berbuat baik kepada orang yang menzoliminya. Bahkan mendoakan orang tersebut untuk hal yang baik. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlaq al-karimah. Hal ini tercantum antara lain dalam sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad, Baihaqi dan Malik). “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Tirmizi). “Orang yang paling baik keislamannya ialah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Ahmad). “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik adalah sesuatu yang paling banyak membawa manusia ke dalam surga” (HR. Tirmizi). “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dari timbangan orang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang paling baik” (HR. Tirmizi). Akhlak Nabi Muhammad SAW disebut juga akhlak Islam. Karena akhlak ini bersumber dari Al-Qur’an, dan Al-Qur’an datangnya dari Allah SWT, maka akhlak Islam mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan akhlak ciptaan manusia (etika, moral, adat, dll) . Ciri-ciri tersebut antara lain:

Kebaikannya bersifat mutlak, yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan yang murni, baik untuk individu maupun untuk masyarakat, di dalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat apapun.

Kebaikannya bersifat menyeluruh, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya merupakan kebaikan untuk seluruh umat manusia di segala zamn dan di semua tempat.

Tetap, langgeng, dan mantap, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat tetap, tidak berubah oleh

26

perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan masyarakat.

Kewajiban yang harus dipatuhi, yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang-orang yang tidak melaksanakannya.

Pengawasan yang menyeluruh. Karena akhlak Islam bersumber dari Tuhan, maka pengaruhnya lebih kuat dari akhlak ciptaan manusia, sehingga seseorang tidak berani melanggarnya kecuali setelah ragu-ragu dan kemudian akan menyesali perbuatannya untuk selanjutnya bertobat dengan sungguh-sungguh dan tidak melakukan perbuatan yang salah lagi. Ini trejadi karena agama merupakan pengawas yang kuat. Pengawas lainnya adalah hati nurani yang hidup yang didasarkan pada agama dan akal sehat yang dibimbing oleh agama serta diberi petunjuk.

Sebagai guru yang beragama Islam tentu pedoman berperilakunya, akan meniru akhlaq guru besar Muhammad SAW. Yang selalu mengisi kehidupannya dengan kebaikan-kebaikan yang akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akherat. Kode Etik Guru Kode etik merupakan bagian dari perilaku dan pengetahuan yang sangat penting yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang guru. Kode etik suatu profesi merupakan norma-norma yang harus diperhatikan oleh setiap anggota profesi khususnya profesi guru di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam kehidupan di masyarakat. Seorang guru akan mengetahui tentang aturan-aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam melaksanakan profesinya sebagai seorang guru. Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga menyangkut tingkah lakau anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.

27

Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah untuk:

menjunjung tinggi martabat profesi

menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya

meningkatkan pengabdian para anggota profesi

meningkatkan mutu profesi

meningkatkan mutu organisasi profesi

Kode Etik Guru Indonesia

Kode etik guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan. Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman pada dasar-dasar antara lain guru:

berbakti membimbing peserta didik untk membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya berjiwa Pancasila.

memiliki dan melaksanakan kejuruan profesional.

berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.

memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat prosesinya.

memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai saran perjuangan dan pengabdian.

melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan

28

Sembilan kode etik guru ini kalau kita simak satu per satu sudah mengandung nilai bagaimana menjadi guru yang profesional.

3) Etos Kerja

Etos kerja menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kalau dikaitkan dengan profesi guru, etos kerja guru adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas guru dalam menjalankan profesinya. Orang yang bekerja dilingkungan pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan , seharusnya tidak hanya melihat pekerjaannya sebagai tempat mencari nafkah. Ia harus melihatnya sebagai tugas yang mengemban esensi pendidikan. Menurut Isjoni dan Suarman (2003) pendidikan itu bukan hanya untuk hari ini dan esok, melainkan membangun kehidupan jauh kedepan. Esensi pendidikan dalam hal ini bagaimana mencerdaskan SDM, masyarakat dan bangsa, sehingga mampu beradaptasi sekaligus melakukan pembaharuan dalam kehidupannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dikuasai. Yang mampu mengusainya adalah orang yang cerdas IQ, EQ, AQ, CQ dan SQ. Sumber daya manusia yang berkualitas hanya akan didapat dari guru yang memiliki berbagai kecerdasan tersebut. Guru yang berkualitas akan terbentuk jika memiliki etos kerja yang tinggi. Menurut Jansen Sinamo ada delapan etos kerja unggulan yang perlu dipahami, yang dapat dikembangkan oleh guru dalam bertugas. Etos kerja tersebut sebagai berikut:

Kerja itu suci, kerja adalah panggilan ku, aku sanggup bekerja benar.

Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku sanggup bekerja keras.

Kerja itu rahmat, kerja adalah terima kasihku, aku sanggup bekerja tulus.

Kerja itu amanah, kerja itu tanggungjawabku, aku sanggup bekerja tuntas.

Kerja itu seni/permainan, kerja adalah kesukaanku, aku sanggup kerja kreatif.

Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdiaanku, aku sanggup bekerja serius,

29

Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku sanggup bekerja sempurna.

Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajibanku, aku sanggup bekerja unggul

Inilah wujud kecerdasan IQ, EQ, AQ, CQ dan SQ bagi seorang pendidik guru. Hasil pekerjaaannya mendidik jauh ke depan. Jadi, tugas dan tanggungjawabnya bukan hanya pada saat itu dilakukan, akan tetapi menyiapkan pemimpin masa depan.

Biasanya tenaga profesional jarang mempermasalahkan agar gajinya dinaikkan, melainkan kinerjanya sendirilah yang mengharuskan orang lain membayar mahal. Menurut Isjoni dan Suarman orang-orang profesional tidak menuntut gaji besar, namun mereka membuat gaji besar dari karyanya.

Etos Kerja Dalam Pandangan Agama Islam

Kerja seperti apapun dalam kehidupan di muka bumi harus dilihat dan dijalankan dalam suatu keseimbangan yang bernuansa ibadah. Islam menekankan pentingnya masyarakat muslim secara umum menghabis sepertiga hari mereka untuk bekerja, sepertiga lainnya untuk tidur dan istirahat, dan sepertiga lainnya untuk shalat, bersenang-senang, aktivitas keluarga serta masyarakat.

Ujian muslim setelah berkomitmen terhadap etos kerja, kemudian perlu dipikirkan mengenai bagaimana rejeki didapat dan dimanfaatkan. Dalam surat Albaqarah 212, Allah mengatakan akan memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendakinya. Dari ayat tersebut yang perlu disadari adalah kendati Allah memberikan rezeki lewat berbagai cara dan dalam jumlah yang tak terbatas, tetapi itu tak berarti rezeki datang dengan sendirinya, etos kerja harus ditumbuhkan

Layak diperhatikan bagaimana pendapatan atau hasil orang per orang yang berupa rezeki bisa diperoleh. Tentu akhirnya kembali kepada beberapa besar usaha kita untuk memperoleh rezeki itu. Allah SWT juga banyak berfirman agar rezeki itu dimanfaatkan dengan baik. Ini berarti terlihat mata rantai suatu aliran pendapatan dari satu orang keorang lainnya, sehingga akhirnya bagaikan bola salju dan jadilah suatu pertumbuhan bagi orang tersebut baik secara moral maupun material.

30

Sebagai guru muslim, kita layak merenungkan bahwa segala rezeki yang Allah berikan kepada kita, harus dimanfaatkan secara baik. Di samping itu manusia yang beradab pasti ingin bekerja keras dan cerdas, berusaha mencari rezeki dengan dilandasi oleh etos Islam.

Allah telah meletakkan di dalam prinsip-prinsip penciptaannya, bahwa bekerja dan berusaha merupakan daya rahasia kemajuan dan pergerakkan. Alam telah mengajarkan kepada manusia bahwa segala yang ada di alam ini senantiasa bergerak, berkembang, dan bekerja untuk membangun sistemnya.

Ajaran Islam amat menekankan etos kerja tanpa melupakan aspek spritual. Dengan keduanya, Islam mendorong manusia untuk membangun peradaban yang mempunyai nilai spritual. Menyalakan etos kerja di tengah krisis bangsa adalah langkah konkrit untuk perbaikan negeri ini. Kehormatan dan kemuliaan datang dari kerja dan usaha untuk ibadah.

Etos Kerja Cerdas berlandasan Spritual dapat dikembangkan lagi oleh guru dan implementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, yakni Etos kerja sebagai mental rohani. Bagaimana kita memandang tugas kita guru dari segi mental rohani, agar didapatkan kepuasan kerja, pahamilah hal berikut ini:

Kerja adalah rahmat, kerja panggilan, kerja aktualisasi, kerja ibadah, kerja adalah seni, kerja merupakan kehormatan, kerja pelayanan.

Rahmat; jiwa besar, pikiran luas, hati baik, rejeki akbar, sumber berkah, suka cita, ikhlas, bersyukur.

Amanah; adil, benar, jujur, aman terpecaya, bertanggungjawab, pembangun,dan pengembang.

Panggilan; responsif, ekspresif, unik, khas, berintegrasi, tuntas, tumbuh menjadi bigger-higher, dan better.

Ibadah; penuh cinta, sayang, setia, komitmen, berbakti, mengabdi, berserah.

Seni; indah, estetik,artistik, imajinatif, kreatif,, inovatif,

Kehormatan; harkat,martabat, mulia, hebat, berkualitas, unggul, excellent.

Pelayan; fokus pada pelangganan, sempurna, paripurna, ramah, simpatik, memuaskan.

31

Etos juga dikenali sebagai kebiasaan, berbasis pada state of mind yang berhubungan kegiatan produktif.

Etos kerja sebagai seperangkat perlikaku kerja, yang berakar pada kesadaran yang kuat, keyakinan yangjelas danmantab, serta komitmen yang teguh pada prinsip,paradigma, dan wawasan kerja yang khs dan spesifik

Delapan kebiasaan (habitus) dalam bekerja cerdas

Bekerja ikhlas penuh rasa syukur

Bekerja penuh integitas

Bekerja keras penuh semangat

Bekerja serius penuh kecintaan

Bekerja cerdas penuh kreativitas

Bekerja tekun penuh keunggulan

Bekerja pari purna penuh kesabaran.

Bagaimana anda sebagai guru melaksanakan tugas profesinya selama ini, coba nilai sendiri, lakukan penilaian diri dengan jujur agar ke depan anda pantas menyadang gelar guru yang profesinal.

4) Komitmen Makna Komitmen Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen, Pasal 7 dinyatakan bahwa salah satu prinsip profesionalitas butir c adalah guru memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Selanjutnya dalam Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003, Pasal 40 Ayat (2) butir b, menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan butir c memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Komitmen adalah janji. Komitmen adalah janji pada diri kita sendiri atau pada orang lain yang tercermin dalam tindakan kita.

32

Komitmen merupakan pengakuan seutuhnya, sebagai sikap yang sebenarnya yang berasal dari watak yang keluar dari dalam diri seseorang. Pilihan jadi guru hendaklah diperkuat dengan komitmen. Komitmen akan mendororong rasa percaya diri, dan semangat kerja, menjalankan tugas sebagai guru menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan peningkatan kualitas phisik dan psikologi dari hasil kerja. Sehingga segala sesuatunya menjadi menyenangkanbagi seluruh warga sekolah. Komitmen mudah diucapkan. Namun lebih sukar untuk dilaksanakan. Mengiyakan sesuatu dan akan melaksanakan dengan penuh tanggungjawab adalah salah satu sikap komitmen. Komitmen sering dikaitkan dengan tujuan, baik yang bertujuan positif maupun yang yang bertujuan negative. Sudah saatnya kita selalu berkomitmen, karena dengan komitmen sesorang mempunyai keteguhan jiwa. Stabilitas social tinggi, toleransi,, mampu bertahan pada masa sulit, dan tidak mudah terprovokasi. Komitmen yang tinggi untuk mengembangkan pendidikan. Memenuhi Komitmen (menepati janji sesuai dengan hati nurani) merupakan sikap dasar guru profesional. Menurut Pugach (2008) ada lima komitmen yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan oleh guru, berkaitan dengan gelar profesional yang disandangnya.

Selalu belajar mengembangkan pengetahuan dari berbagai sumber.

Mengembangkan kurikulum dengan rasa tanggungjawab

Selalu memperhatikan keragaman latar belakang keluarga peserta didik

Memenuhi kebutuhan individual dalam belajar di kelas maupun di area sekolah.

Aktif berkontribusi dalam tugas profesinya. Seorang guru tidak boleh berhenti belajar setelah menyelesaikan program pendidikannya. Mereka harus terus belajar melalui apa yang dipraktekkannya di kelas, belajar melalui teman-teman seprofesi. Hal ini akan terjadi kalau guru memiliki komitmen untuk membuka diri jadi yang

33

terbaik, mempunyai semangat dalam meningkatkan diri, mengembangkan kariernya di dunia pendidikan.

Kurikulum bukanlah dokumen statis, dimana guru hanya mengikuti tanpa perlu pertimbangan dan sikap bijaksana. Guru diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengembangkannya pada tingkat satuan pendidikan , tingkat kelas, sesuai kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Oleh karena itu, dituntut tanggung jawab guru dalam penggunaan kurikulum pendidikan.

Guru secara terus menerus, tahun berganti tahun, bergantian angkatan, menerima anggota kelas yang berbeda-beda. Siswa yang datang dari beragam latar belakangnya. Untuk pembelajaran yang menyenangkan guru diharapkan selalu kreatif mengelola kelasnya. Dimana, siswa dapat merasa diterima keberadaannya, merasa aman dan nyaman, berada di lingkungan kelas dan lingkungan sekolah.

Kegiatan belajar di kelas maupun lingkungan sekolah hendaklah diorganisir secara tepat guna. Pengelompokan kegiatan, pengelompokkan siswa perlu pertimbangan berbagai kebutuhan individu siswa.

Mengajar bukanlah sekedar bekerja yang memperhatikan jam masuk dan jam keluar selesai pembelajaran. Bekerja bagaikan robot sesuai dengan apa yang diperintahkan. Guru sendiri harus mampu mengelola dirinya, mengembangkan profesinya, membutuhkan kesempatan untuk bergabung dengan teman satu profesi, ikut bertanggung jawab atas profesinya.

Komitmen guru adalah akhlak guru

Menepati janji adalah salah satu pokok ajaran akhlak yang harus dilaksanakan sebagai aktualisasi dari keimanan. Sewaktu diangkat menjadi guru pegawai negeri ada komitmen yang diucapkan (diambil sumpah) atas nama Tuhan dan ditandatangani sebagai bukti tertulis kita berjanji. Apa yang terjadi setelah kita guru memulai dunia kerja, janji tinggal janji. Komitmen sering terlupakan. Janji akan lebih mengutamakan tugas Negara daripada kepentingan pribadi, sering terbalik dalam pelaksanaannya. Beratnya kesalahan kita, kita berjanji dengan Allah.

34

Guru diharapkan akan menjadi seseorang yang menepati janji, memegang ucapannya dan dapat dipercaya dan diandalkan. Guru akan tampil dalam sikap, perkataan dan perbuatan menepati janji betapapun kecilnya dan dapat diandalkan, terpercaya, beriman dan bertakwa.

Komitmen dan Ketulusan-keikhlasan

Ketulusan dan keikhlasan dalam bekerja akan memudahkan terlaksananya komitmen sebagai seorang guru. Membicarakan tentang ikhlas, terkait dengan ketulusan niat. “Ikhlas itu adalah rahasia dari semua rahasia dan aku menempatkannya di hati hamba yang menjadi kekasih- Ku.” Demikian firman Allah SWT sebagaimana disabdakan nabi Muhammad SAW. Niat baik kita untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya merupakan tujuan hasil kerja yang berkualitas. Selalu ikhlas dalam bertindak dan niat karena Allah, diikuti dengan doa, akan membuahkan kebahagiaan bagi pribadi guru dan kesuksesan belajar siswanya.

Bekerja sebagai pengajar bagian dari mencapai kebahagian dalam kehidupan. Keikhlasan harus selalu ditingkatkan dan dirawat. Menurut Sentanu dalam bukunya Quantum Ikhlas : “Mencari kebahagiaan hakiki dalam kondisi ikhlas, manusia akan kuat, cerdas dan bijaksana jalan hidup yang efektif dan produktif menjadi kekuatan pribadi yakni pribadi dengan bantuan Allah (Power). Proses melatih diri secara kualtiatif dan kuwantitatif- meningkatkan keikhlasan dengan mengakses kekuatan dahsyat (Allah). Kebahagiaan hakiki tidak hanya dipahami melalui pikiran tatapi harus melalui hati dengan kelembutan tersendiri orang yang ikhlas: rela, sabar, bersyukur akan meraih cita-cita yang tertinggi di dunia dan akhirat.

Manusia diciptakan dengan sebaiknya dengan berbagai kelebihan dan kesempurnaan. Fitrah sempurna di zone ikhlas, selalu berprasangka baik kepada orang lain dan bersyukur kepada apa yang telah didapat. Manusia computer hayati; hardware Otak’ Software Pikiran dan perasaan’ operating system hati nurani self maintence system iklas gangguan virusnya putus asa, nafsu, sombong dsb- prasangka buruk –manfaat hidup berkurang. Barsaing perang-bekerja sama. Kita sering diliputi pada hal-hal yang kurang enak. Takut maka timbul pikiran hal-hal yang menakutkan-usahakan tarik hal-

35

hal yang membahagiakan/menarik hal-hal yang anda inginkan ingin sembuh focus pada kesehatan senang focus pada kebahagiaan tenang focus pada kedamaian.

Selanjutnya Sentanu mengaitkan kerja otak dengan keikhlasan dan pentinya doa. Hidup di dunia berpasangan ada otak kiri dan otak kanan. Kiri berpikir analitik, logis, bahasa, pengetahuan. Kanan Intuisi, kuasi, seni, musik dsb. Tiap orang berbeda mana yang menonjol. Perlu kerja sama (kanan kiri) , menyeimbangkan diri. Perang besar melawan diri sendiri. Pikiran positif yang rasanya enak dihati ketika anda beraktivitas, lakukan dengan hati dengan cara penuh do’a kepada Allah SWT/ menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Allah SWT. Kita telah diberikan motivasi yang berbicara Zone ikhlas High energi syukur, sabar, tenang, Happy perasaan positive yang berenergi tinggi positive feeling. Kebanyakan manusia melihat lewat panca indera tetapi belum tentu memahami apa yang dilihat. Doa adalah senjata orang yang beriman D = Direction Minta yang jelas O = Obedience = yakin do’a akan dikabulkan A= Aceptance = syukur (menerima perasaan terkabulnya do’a).

Komitmen dan Kesabaran

Pepatah popular mengatakan, “Siapa yang bersabar akan beruntung.” Mengapa beruntung ? Satu surat dalam Al-Quran menuliskan yang artinya” …Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS 2:153). Jika Allah sudah menyertai seseorang, tidak ada siapa pun akan mampu mencelakan dia. Kebersertaan Allah dalam melaksanakan tugas sebagai guru haruslah diusahakan. Sering kita dalam melaksanakan tugas tidak sabar untuk meraih hasil terbaik.

Sabar, adalah salah satu sikap terpuji yang terkait dengan kepribadian guru. Menurut Ubaedi kesabaran dalam konsep agama Isalam (Konsep Al-Quran) dimaksudkan untuk membuat manusia kuat menghadapi hidup. Konsep bagaimana menghadapi realitas atau menjalani praktek hidup.

Seperti yang kita alami, menjalani hidup ini ternyata tidak cukup dengan memiliki keinginan yang baik, keinginan untuk menjadi orang baik, atau menjadikan orang lain disekitar kita lebih baik. Setiap orang memiliki keinginan untuk jadi baik, yang sering membuat kita tidak nyaman adalah realitas.

36

Realitas yang kita hadapi sering tidak sesuai dengan harapan, bertentangan dengan keinginan atau yang telah direncanakan. Ada realitas yang menuntut kita mencari solusi

“90% penyebab kegagalan manusia adalah kepasrahan terhadap realitas .”(Washington Irvin)

“kesuksesan dilahirkan dari 99% kegagalan yang dipahami dengan sikap anti menyerah,” (James Dison)

“keberhasilan seseorang itu 20% ditentukan oleh kecerdasan intelektual dan yang 80% ditentukan oleh serumpun kemampuan yang disebut Kecerdasan Emosinal.” (Daniel Goleman)

Ubaedi lebih lanjut menjelaskan, bahwa meski sebagian besar kita sudah tahu arti kesabaran, tetapi dalam prakteknya masih banyak yang belum berhasil membedakan antara kesabaran dalam arti pasrah pada Tuhan dan kesabaran dalam arti pasrah pada kenyataan. Misalnya guru punya komitmen untuk meningkatkan hasil belajar siswanya. Kenyataannya, tidak semua anak didiknya dengan cepat ambil bagian berpartisipasi aktif dalam program yang sudah dirancang sedemikian rupa. Ada guru yang pasrah pada kondisi siswa, dengan menyatakan memang kemampuan dan kemauan siswa untuk belajar terbatas. Yang jelas kita sudah melaksanakan komitmen dalam menjalankan tugas mengajar. Sering pasrah pada realitas dengan mengatas namakan kesabaran, nasib, takdir, kehendak Tuhan, dan sebagainya.

Bila kita sedang mengusahakan ide-ide baru dalam pendidikan (meningkatkan prestasi) lalu gagal ditengah jalan, orang lain akan mengatakan kepada kita sabar. Sabar disini mengandung konotasi menerima kegagalan itu apa adanya. Hal ini tentu tidak sejalan dengan kesabaran yang diajarkan oleh agama. Ide-ide positif, jika gagal dilaksanakan, agama memerintahkan kita bukan menerima apa adanya, melainkan menerima untuk memperbaiki. Yang diperbaiki bisa jadi rencana, proses, teknik, alat, sikap mental, dan lain-lain. Dengan menerima dan memperbaiki maka jiwa kita akan terdidik untuk menjadi kuat.

Kesabaran adalah kemampuan. Ubaedi mengelompokkan kesabaran sebagai kemampuan:

a) Kemampuan menunggu b) Kemampuan mempertahankan c) Kemampuan menjalankan

37

Sikap-sikap tidak sabar, seperti mengambil jalan pintas yang melanggar hukum, main seradak-seruduk, atau malah apatis dan tidak melakukan apa-apa, hanya akan berakhir dengan kegagalan dan penyesalan.

Komitnen kesabaran perlu ditingkatkan. Sabar dapat mengundang kehadiran Allah bersama kita. Sabar sebagai cara untuk meminta pertolongan Allah. Mendidik manusia tidaklah mudah, guru sering kehilangan kesabaran, sehingga komitmennya dalam menjalankan profesi sering berjalan tidak mulus. Usaha untuk selalu memperbaiki diri, mencari jalan terbaik dan doa kepada Allah merupakan kunci utama dalam mencapai hasil kerja terbaik. Disamping itu, guru hendaklah selalu berupaya menghadirkan Allah dan dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkup individu maupun komunitas, agar selalu menjadi orang yang beruntung.

5) Empati

Makna Empati Empati dalam bahasa Yunani diartikan sebagai “ketertarikan fisik”, yang didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya. Seseorang yang berempati akan mampu mengetahui, pikiran dan mood orang lain. Empati sering dianggap sebagai resonansi perasaan. Empati adalah pondasi dari semua interaksi hubungan antara manusia mampu merasakan emosi orang lain, yang akan bermanfaat membina relationship yang akrab dengan orang lain.. Empati dan kecerdasan emosional Empati adalah salah satu ciri kecerdasan emosional. Emosi menurut Goleman (1996) merupakan suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sejumlah kritikus mengelompokan emosi dalam beberapa golongan , sebagai berikut:

Amarah; beringas, mengamuk, benci, jengkel, marah besar , terganggu, rasa pahit, bermusuhan tindak kekerasan

Kesedihan; sedih, pedih, muram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat.

38

Rasa takut; cemas, takut, gugup, khawatir, waspada, pobia, panic, tidak tenang.

Kenikmatan; bahagia, gembira, riang, puas, senang, terhibur, bangga, senang sekali, dan batas ujungnya, mania.

Cinta; penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

Terkejut; takjub, terpana, terkejut, terkesiap.

Jengkel; hina, jijik muak, mual, benci tidak suka, mau muntah,

Malu; rasa salah, malu hati, kesal hasil, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Guru yang memiliki empati tinggi, mampu membaca dan memahami kondisi emosi peserta didiknya pada waktu tertentu. Guru akan berusaha membantu, memberi bimbingan cara mengelola emosi mereka.

Kecerdasan emosional: kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi frustasi, menendalikan dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan dalam kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa.

Empati adalah kemampuan membaca emosi

Kemampuan menerima sudut pandang orang lain

Kemampuan dalam mendengarkan orang lain

Kemampuan kepekaan akan perasaan oranglain

Goleman menyebut empati sebagai”keterampilan dasar manusia”. Orang memiliki empati kata Goleman adalah pemimpin alamiah yang dapat mengekspresikan dan mengartikulasikan sentiment kolektif yang tidak terucapkan, untuk membimbing suatu kelompok menuju cita-citanya.

Menumbuhkan dan Mengembangkan Empati di kelas

Segal (2000) menyatakan, semakin banyak Anda mempelajari melalui perasaan, semakin mudah Anda memahami perasaan orang lain. Saya tidak dapat menemukan alat yang lebih ampuh untuk menelusuri kerumitan hubungan manusia, kecuali empati. Empati adalah keterampilan terakhir yang Anda peroleh ketika mendidik hati anda.

39

Empati mengalir dari kesadaran aktif, rasakan setiap saat, seimbangkan kebutuhan anda dan kebutuhan orang lain demi kepuasan bersama untuk membetuk hubungan saling menghormati yang langgeng. Kesadaran aktif akan membuat anda cerdas. Empati membuat anda bijaksana dalam merasa.

Memahami bahasa tubuh. Coba ingat dan catat bagaimana anda bereaksi setiap anda merasakan atau melihat hal-hal berikut ini pada orang-orang yang anda temui:

mulut cemberut

ringisan

mata berbinar-binar

irama suara

alis berkerut

senyum lebar

kelopak mata berat

nada suara melengking

cuping hidung mengembang

Apakah anda merasakan ledakan emosioanal pada diri anda; Ketika anda melihat seseorang mengangis, Anda menangis pula. Ketika seseorang sangat ceria, Anda tertawa geli. Itu bukan empati sama sekali. Empati dapat dimaknai menyelami perasaan orang lain, namun masih tetap terjaga beberapa keterpisahan. Empati dapat merasakan kesedihan orang lain tanpa kehilangan jati diri dan kesadaran diri.

Data penelitian menunjukkan bahwa empati merupakan kekuatan yang hebat untuk kebaikan. Guru yang memiliki tingkat empati yang tinggi dapat mengembangkan kemampuan akademik yang lebih besar pada muridnya daripada guru yang tingkat empatinya rendah. Carl Roger dalam Zuchdi (2008) mengatakan bahwa, empati merupakan alat yang paling efektif untuk membantu perkembangan pribadi dan meningkatkan hubungan serta komunikasi dengan orang lain.

Empati guru merupakan kedekatan emosi dengan peserta didiknya, ikatan emosi dengan siswanya. Guru sering gagal mencerdaskan siswanya karena tidak memiliki empati pada peserta didiknya.

Empati guru terhadap siswa dengan memahami kebutuhan siswanya, diantaranya;

40

Sensitive, penuh perhatian terhadap kebutuhan siswa

Menunjukkan kemampuan berada pada posisi siswa

Memahami kebutuhan siswa, tetapi tidak sentimental, membedakan masalah-masalah pribadi anak dari masalah umum.

Latihan membaca wajah siswa anda

Seorang guru harus bisa menyelami, apakah siswa telah mengerti materi yang baru saja dijelaskan. Biasanya dari ekpresi wajah mereka dapat terlihat.

Berikut ini Hasyim Ashari (2007) mendeskripsikan tanda yang bisa dibaca dari ekspresi wajah siswa.

Ekpresi Wajah/suara Artinya

Kepala manggut-manggut

Memahami apa yang dijelaskan

Terseyum sambil bilang oo…

Sangat memahami

Wajah tidak tergerak dengan tetap memandang papan tulis

Belum mengerti

Mengerutkan dahi

Susah memahami

Bel akhir pelajaran berbunyi, dan siswa bilang “kok cepat ya”

Anda sukses berkomunikasi dengan siswa

Guru harus kreatif jika di kelas yang diajarnya ada siswa yang ngobrol dengan temannya. Tidak melihat ke depan, atau kalau ditanya tidak menjawab. Teramati tidak semangat mengikuti pelajaran. Lakukan interaksi dengan memberi umpan balik. Guru harus berusaha mencari akar permasalahannya, jangan hanya fokus menyelesaikan program pembelajaran hari itu. Sikap empati yang tinggi dari guru akan mampu mengatasi masalah belajar siswanya.

41

C. Lembar Kerja 1. Baca dan analisis tujuan pendidikan nasional dan buatlah rancangan

profil guru yang akan mampu mewujudkan tujuan tersebut? 2. Lakukan evaluasi diri, apakah anda sebagai guru sudah memiliki

profil pendidik guru yang digambarkan seperti di atas?

3. Rancanglah kegiatan yang harus dilakukan guru untuk satu minggu sesuai tanggung jawab profesi!

BAB III MATERI PEMBELAJARAN 1

MODEL DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

A. Model Pembelajaran

1. Konsep Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran

Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran, tentu diperlukan model-model mengajar yang dipandang mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas mengajar dan juga kesulitan belajar peserta didik. Modeldiartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalammelakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2)suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasisesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara sistematis suatu objek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsidari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agardapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya (Komaruddin, 2000:152).

Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang sebenarnya. Atas dasar pengertian tersebut, maka model mengajar dapat difahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, danberfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembeiajaran. Dalam mengajar, guru dapat mengembangkan model mengajarnya yang dimaksudkan sebagai upaya mempengaruhi perubahan yang baik dalam perilakusiswa, Pengembangan model-model mengajar tersebut dimaksudkan untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya untuk lebih mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar siswa. Salah satu batasan tentang model mengajar adalah : „‟Model of teaching can be defined as an instructional design which describes theprocess of specifying and producing particular environmental situations

which causethe students to interact in such a way that that specificchange occurs in their behavior”,(SS Chauhan, 1979:20). Dengan memperhatikan batasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa model mengajar adalah merupakan sebuah perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang diharapkan. Dalam dunia pendidikan, model diartikan sebagai a plan, method, or series of activitiesdesigned to achieves a particular educational goal (J. R. David, 1976). Jadi dengandemikian model pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas. Pertama, model pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasukpenggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti tujuan penyusunan suatu model baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, model disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan model adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilrtas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu model. Kemp (1995) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa model pembelajaran itu adalah adalah suatu set materi dan prosedur pembeiajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Upaya untuk mengimlernentasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal adalah dengan menggunakan metode. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan model yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi dalam satu model pembelajaran digunakan beberapa

metode. Misalnya untuk melaksanakan model ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karenanya, model berbeda dengan metode. Model menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan, model. Dengan kata lain, model adalah a plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a wayin achieving something. Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan model adalah pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan model maupun metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.Oleh karenanya model dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan model pembeiajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan pendekatan yang berpusat pada siswa menurunkan model pembelajaran discovery dan inkuiri serta pembelajaran induktif. Selain pendekatan, model, dan metode, terdapat juga istilah lain yang kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorangdalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Dari penjelasan di atas, maka dapat ditentukan bahwa suatu model pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkanbagaimana menjalankan model itu dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknikyang dianggapnya relevan dengan metode, dan dalam penggunaan teknik itu guru memiliki taktikyang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.

b. Klasifikasi Model Pembelajaran Joyce dan Weil (2000) mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar, yakni model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku. Model mengajar yang telah dikembangkan dan dites keberlakuannya oleh para pakar pendidikan dengan mengklasifikasikan model pembelajaran pada empat kelompok, yaitu : 1) Model Pemrosesan Informasi (Information Processing Models),

menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan nonverbal. Model ini memberikan kepada pelajar sejumlah konsep, pengetesan hipotesis, dan memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Model ini secara umum dapat diterapkan pada sasaran belajar dari berbagai usia dalam mempelajari individu dan masayarakst. Oleh karena itu model ini potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan yang berdimensi personal dan sosial disamping yang berdimensi intelektual.

2) Model Personal (Personal Family) merupakan rumpun model pembelajaran yang menekankan kepada proses mengembangkan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan emosional. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya sendiri dengan baik, memikul tanggung jawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Model ini memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha mengalakkan kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggungjawab atas tujuannya.

3) Model Sosial (Social Family), menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perfaedaan dalam realitas sosial. Inti dari sosial model ini adalah konsep“synergy” yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat. Dengan menerapkan model sosial pembelajaran diarahkan pada upaya melibatkan peserta didik dalam menghayati, mengkaji, menerapkan, dan menerima fungsi dan peran sosial. Model sosial ini dirancang untuk memanfaatkan

fenomena kerjasama, membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah, mengumpulkan data yang relevan, dan mengembangkan serta mengetes hipotesis. Karena itu guru seyogianya mengorganisasikan belajar melalui‟ kerja kelompok dan mengarahkannya, kemudian pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogianya mengajarkan proses demokratis secara langsung, jadi pendidikan harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelttian bersama (cooperative inquiry) terhadap masalah-masalah sosial dan akademis.

4) Model sistem perilaku dalam pembelajaran (Behavioral Model of Teaching) dibangun atas dasar kerangka teori perubahan perilaku, melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah belajar melalui penguraian perilaku ke dalam jumlah yang kecil dan berurutan. Sejalan dengan hal itu, teori konvergensinya William

Stern implementasinya dalam hal belajar mengajar telah menyebabkan munculnya berbagai teori-teori belajar dan teori atau model mengajar, seperti: (1) model behavioral yang terdiri dari belajar tuntas, belajar kontrol diri sendiri, simu!asi, dan belajar asertif; (2) model pemrosesan informasi yang terdiri dari model mengajar inkuiri, presentase kerangka dasar atau“advance organizer”, dan model pengembangan berpikir; dan (3) lain sebagainya yang dapat dijadikan pendekatan yang efektif dalam pengajaran.

5) Pertimbangan Pemilihan Model Pembeiajaran Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir model apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien, Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Oleh karena itu, sebelum menentukan model pembelajaran yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan : a) Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin

dicapai

Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, atau psikomotor?

Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau rendah ?

Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis?

b) Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran

Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum, atau teori tertentu?

Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak?

Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu?

c) Pertimbangan dari sudut siswa

Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa?

Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi siswa?

d) Pertimbangan-pertimbangan lainnya.

Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja?

Apakah model yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat digunakan?

Apakah model itu memiliki nilai efektivitas dan efisiensi?

Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bahan pertimbangan dalam menerapkan strategi yang ingin diterapkan. Misalkan untuk mencapai tujuan yang dengan aspek kognitif, akan memiliki model yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif atau psikomotor, Demikian juga halnya, untuk mempelajari bahan pelajaran yang bersifat fakta akan berbeda dengan mempelajari bahan pembuktian suatu teori, dan lain sebagainya.

2. Model Pembelajaran Ekspositori a. Konsep Model Pembelajaran Ekspositori

Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyarnpaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan model ekspositori ini dengan istilah model pembeiajaran langsung (direct instruction). Mengapa demikian? Karena dalam model pembelajaran ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah adi. Oleh karena model ekspositori lebih

menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah model “chalk and talk”. Terdapat beberapa karakteristik model ekspositori. Pertama, model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan model ini. Oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah. Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah menguasai materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengsn benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. Model pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembeiajaranyang berpusat pada guru (teacher-centered approaches). Dikatakan demikian, sebab dalam model ini guru memegang peran yang sangat dominan, guru menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama model ini adalah kemampuan akademik siswa. Model pembelajaran ekspositori akan efektif manakala :

Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya dengan yang akan dan harus dipelajari siswa.

Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya model intelektual tertentu.

Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan, artinya dipandang dari sifat dan jenis materi pelajaran memang materi pelajaran itu hanya mungkin dapat dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru.

Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topik tertentu.

Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik.

Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.

Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemampuan rendah. Berdasarkan hasil

penelitian (Ross & Kyle, 1987) model ini sangat efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan untuk anak-anakyang memiliki kemampuan kurang.

Jika lingkungan tidak mendukung untuk menggunakan model yang berpusat pada siswa.

b. Prinsip-prinsip Penggunaan Model Pembeiajaran Ekspositori

Dalam penggunaan model pembeiajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. 1) Berorientasi pada Tujuan

Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam model pembeiajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran; justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan model ini. Karena itu sebelum model pembelajaran ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur.

2) Prinsip Komunikasi Proses pernbelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yangmenunjuk pada proses penyampaian pesan darr seseorang (sumber pesan)kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan), Pesan yang ingindisampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisrr dan disusunsesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai.Dalam proses komunikasiguru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerimapesan.

3) Prinsip Kesiapan Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” rnerupakan salah satu hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespons dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan; sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespon setiap stimulus yang muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan. Yang dapat kita tarik dari dari hukum belajar ini adalah agar siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu kitaharus memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran, Jangan

mulai kita sajikan materi pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya.

4) Prinsip Berkelanjutan Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri.

c. Prosedur Pelaksanaan Model Ekspositori Sebelum diuraikan tahapan penggunaan model ekspositori terlebihdahulu diuraikan beberapa hal yang harus dipahami oleh setiap guru yang akan menggunakan model ini 1) Rumuskan tujuan yang ingin dicapai 2) Kuasai materi palajaran dengan baik 3) Kenali medan dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses

penyampampaian

Keberhasilan penggunaan model ekspositori sangat tergantung pada kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan materi pelajaran. Ada beberapa langkah dalam penerapan mode! ekspositori, yaitu :

1) Persiapan (Preparation) 2) Penyajian (Presentation) 3) Korelasi (Correlation) 4) Menyimpulkan (Generalization) 5) Mengaplikasikan (Aplication)

3. Model Pembelajaran Inkuiri

a. Konsep Dasar Model Pembelajaran Inkuiri Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering

juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasaYunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran inkuiri. Pertama, model inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalaui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat rnenumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Ketiga, tujuan dari penggunaan model pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam model pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama pembelajaran melalui model inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Model pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student-centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam model ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran inkuiri akan efektif manakala : Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban

dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam model inkuiri, penguasaan materi pelajaran

bukan sebagai tujuan utama pembelajaran. Akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar.

Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.

Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Model inkuiri akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk berpikir.

Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan olehguru.

Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.

b. Prinsip-prinsip Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri

Model Pembelajaran inkuiri merupakan model yang menekankan kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social experience, dan equilibrium. Atas dasar tersebut, maka dalam penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. 1) Berorientasi pada Pengembangan intelektual.

Tujuan utama dari model inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.Dengan demikian, model pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri bukan ditentukan oleh sejauhmana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari “sesuatu” yang harus ditemukan oleh siswa melalui proses berpikir adalah sesuatu yang dapat ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap gagasan yang harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.

2) Prinsip Interaksi Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai

proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka. Kemampuan guru untuk mengatur interaksi memang bukan pekerjaan yang mudah. Sering guru terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses interaksi itu sendiri. Misalnya, interaksi hanya berlangsung antar siswa yang mempunyai kemampuan berbicara saja walaupun pada kenyataannya pemahaman siswa tentang substansi permasalahan yang dibicarakan sangat kurang; atau guru justru menanggalkan peran sebagai pengatur interaksi itu sendiri.

3) Prinsip Bertanya Peran guru yang harus dilakukan datam menggunakan model pembelajaraninkuiri adaiah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawabsetiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuirisangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiapguru, apakah itu bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkankemampuan, atau bertanya untuk menguji.

4) Prinsip Belajar untuk Berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensti seluruh otak.

5) Prinsip Keterbukaan Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkernbangan kemampuan logika dan nalarnya.Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

c. Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri Secara umum proses pembetajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1) Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan model pembelajaran inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah:

Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan.

Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2) Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada suatu persoalan yang mengandung teka teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka teki itu.Dikatakan teka teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3) Mengajukan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada

setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.

4) Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk mengkaji hipotesis yang diajukan. Dalam model pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.

5) Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6) Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengajuan hipotesis.

4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Konsep Dasar, Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Pertama, Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi MPBM ada sejumlah kegiatanyang harus dilakukan siswa. MPBM tidak mengharapkan siswa

hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran. Akan tetapi melalui MPBM siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. MPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. Untuk mengimplementasikan MPBM, guru perlu memilih bahan pelajaran yangmemiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisadiambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain misalnya dari peristiwa yangterjadi dilingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwakemasyarakatan. Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan: Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar dapat

mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.

Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan berpikir dalam membuat judgement secara objektif.

Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan serta membuat tantangan intelektual siswa.

Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawab dengan belajarnya.

Jika guru ingin siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dan kenyataan)

b. Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan MPBM. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6

langkah MPBM yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu : 1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah

yang akan dipecahkan. 2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara

kritis dari berbagai sudut pandang. 3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai

kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakaan hipotesis yang diajukan.

6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengajuan hipotesis dan rumusan kesimpulan.

5. Model Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir a. Hakikat dan Pengertian Model Pembelajaran Peningkatan

Telah dijelaskan bahwa salah satu kelemahan proses pembelajaran yang dilakukan para guru kita adalah kurang adanya usaha pengembangan kemampuan berpikir siswa. Dalam setiap proses pembelajaran pada mata pelajaran apapun kita lebih banyak mendorong siswa agar menguasai sejumlah materi pelajaran. Metode pembelajaran yang dibahas pada bab ini adalah metode pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Metode pembelajaran ini pada awalnya dirancang untuk pembelajaran llmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran hafalan. Namun demikian, tentu saja dengan berbagai penyesuaian topik, model pembelajaran yang akan dibahas ini juga dapat diterapkan pada mata pelajaran lainnya termasuk mata pelajaran sejarah. Berdasarkan hasil penelitian, selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran kelas dua. Para orang tua siswa berpendapat IPS merupakan pelajaran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan pelajaran lainnya, seperti IPA dan Matematika (Sanjaya, 2002). Hal itu merupakan pandangan yang keliru. Sebab, pelajaran apapun diharapkan dapat membekali siswa baik untuk terjun ke masyarakat maupun untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kekeliruan ini juga terjadi pada sebagian besar para guru.

Mereka berpendapat bahwa IPS pada IPS pada hakikatnya adalah pelajaran hapalan yang tidak menantang untuk berpikir. IPS adalah pelajaran yang syarat dengan konsep-konsep, pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu dibuktikan. Sekarang bagaimana mengubah paradigma berpikir tentang IPS dan sejarah sebagai mata pelajaran hafalan? bagaimana sejarah dapat dijadikan mata pelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa? Di bawah ini akan dijelaskan satu model pembelajaran berpikir dalam pelajaran Sejarah dan IPS. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran hasil dari pengembangan yang telah diuji coba (Sanjaya,2002). Model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (MPPKB) adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian di atas. Pertama, MPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai oleh MPPKB adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran. Akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan atau ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan bicara secara verbal merupakan salah satu kemampuan berpikir. Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan/atau berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil-hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupansehari-hari. Ketiga, sasaran akhir MPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah soisal sesuai dengan taraf perkembangan anak.

b. Hakikat Kemampuan berpikir dalam MPPKB Model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir atau MPPKB merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut Peter Reasin (1981), berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekadar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurut Reason mengingat dan memahami lebihbersifat pasif daripada kegiatan berpikir (thinking). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan; sedang memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi. Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu seseorang yang memiliki mengingat dan memahami memiliki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan berpikir seseorang sudah pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Hal ini seperti yang dikemukakan Peter Reason, bahwa berpikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori. Bila seseorang kurang memiliki daya ingat (working memory), maka orang tersebut tidak mungkin sanggup menyimpan masalah dan informasi yang cukup lama. Jika seseorang kurang memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory), maka orang tersebut dipastikan tidak akan memiliki catatan masa lalu yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi pada masa sekarang. Dengan demikian, berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan proses mental yang disebut berpikir. Berdasarkan penjelasan di atas, maka MPPKB bukan hanya sekadar model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai data, fakta atau konsep. Akan tetapi bagaimana data, fakta, dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan memecahkan suatu persoalan

c. Karakteristik MPPKB Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk nengembangkan kemampuan berpikir, MPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai berikut: 1) Proses pembelajaran melalui MPPKB menekankan kepada proses

mental siswasecara maksimal. MPPKB bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekedar mendengar dan mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Hal ini sesuai dengan latar belakang psikologis yang menjadi tumpuannya, bahwa pembelajaran itu adalah peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan stimulus-respon saja, tetapi juga disebabkan karena dorongan mental yang diatur otaknya. Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka dalam proses implementasi MPPKB perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental, maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian utama guru. Artinya, guru harus menyadari bahwa proses pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, tetapi bagaimana mereka mempelajarinya.

Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari secara metoda apa yangakan digunakan.

Siswa harus mengorganisasi yang mereka pelajari. Dalam hal ini guru harus membantu agar siswa belajar untuk melihat hubungan antar bagian yang dipelajari.

Informasi baru akan bisa ditangkap lebih mudah oleh siswa manakala siswa dapat mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. Dengan demikian guru harus dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.

Siswa harus secara aktif merespon apa yang mereka pelajari. Merespon dalam konteks ini adalah aktivitas mental bukan aktivitas secara fisik.

2) MPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan

berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

3) MPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan dan penguasaan materi pembelajaran baru.

d. Tahapan-tahapan Pembelajaran MPPKB

MPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam belajar hal ini sesuai dengan hakikat MPPKB yang tidak mengharapkan siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk mendengarkan penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan. Cara demikian bukan saja tidak sesuai dengan hakikat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman. Namun juga dapat menghilangkan gairah dan motivasi belajar siswa (George W. Maxim, 1987). Ada 6 tahap dalam MPPKB. Setiap tahap dijelaskan sebagai berikut: 1) Tahap Orientasi

Pada tahap ini guru mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan, pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materipelajaran yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa, kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa, yaitu penjelasn tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran. Pemahaman siswa terhadap arah dan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran seperti yang dijelaskan pata tahap orientasi sangat menentukan keberhasilan MPPKB. Pemahaman yang baik akan membuat siswa tahu kemana mereka akan dibawa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar mereka.Oleh sebab itu, tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam implementasi proses pembelajaran. Untuk itulah dialog yang dikembangkan guru pada tahapan ini harus mampu menggugah dan menumbuhkan minat belajar siswa.

2) Tahap Pelacakan Tahap pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang diangap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru rnenentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan Tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.

3) Tahap Kontrontasi Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atau topik itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan. Mengapa demikian? Sebab, pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk dapat berpikir. Oleh sebab itu, keberhasilan pembelajaran pada tahap selanjutnya akan ditentukan oleh tahapan ini.

4) Tahap Inkuiri Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam MPPKB. Pada tahap inilah siswa berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu, pada tahapan ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai teknik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan, dan lain sebagainya

5) Tahap Akomodasi

Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melaluiproses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.Tahap akomodasi dapat juga dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil belajar, sebab pada tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkap kembali pembahasan yang diangap penting dalam proses pembelajaran

6) Tahap Transfer Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transper dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugasyang sesuai dengan topik pembahasan.

6. Model Pembelajaran Kooperatif a. Konsep Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, Ada empat unsur penting dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat danbakat siswa, pengelompokan yang didasarkan atas latar belakang kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama. Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian

tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan lain sebagainya. Salah satu model dari model pembelajaran kelompok adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin (1995) mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil oenelitian membuktikan bahwa pemggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalambelajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuandengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatifmerupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaranyang selama ini memiliki kelemahan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok.Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok. Model pembelajaran ini bisa digunakan manakala : Guru menekankan pentingnya usaha kolektif disamping usaha

individual dalam belajar.

Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar

Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.

Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.

Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah tingkat partisipasi mereka.

Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Perbedaantersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepadakerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuanakademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanyaunsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilahyang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatifdapat dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi,perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasikognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepadakelompok memungkinkan setiap angota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilankelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untukmemperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setap siswa akan salingmembantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompokmemperoleh keberhasilan. Bekerja secara kelompok dengan mengevaluasikeberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, di mana setiapanggota kelompok menginginkan semuanya memperolah keberhasilan.Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksiantara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikirmengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswaakan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik model pembelajarankooperatif adalah :

1) Pembelajaran secara kelompok 2) Didasarkan pada manajemen kooperatif 3) Kemauan untuk bekerja sama 4) Keterampilan bekerja sama

c. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif

Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan dibawah ini:

1) Prinsip Ketergantungan Positif Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan Kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya

2) Tanggung Jawab Perseorangan Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.

3) Interaksi Tatap Muka Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka sating memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerjasama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4) Partisipasi dan Komunikasi Rembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu

membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan; cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.

d. Prosedur Pembelajaran Kooperatif Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu : 1) Penjelasan Materi

Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok. Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan Tanya jawab, bahkan kalau perlu guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.

2) Belajar dalam Kelompok Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.

3) Penilaian Penilaian dalam model pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok

4) Pengakuan Kelompok Pengakuan kelompok adalah penetapan kelompok mana yang dianggap paling menonjol atau kelompok paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi kelompok untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan

motivitasi kelompok lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka

7. Model Pembelajaran Kontekstual

a. Konsep Dasar Model Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu model pembelajaran yangmenekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapatmenemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasikehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk.dapat menerapkannya dalamkehidupan mereka.

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankankepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalamkonteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya mener.ima pelajaran, akantetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

Kedua, CTL mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materiyang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapatmenangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupannyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yangditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermaknasecara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalammemori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat rnemahami materi yang dipelajarinya,akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalamkehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam kontek CTL, bukan untuk ditumpukdiotak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

Sehubungan dengan itu, terdapat lima karakteristik penting dalam prosespembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.

1) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yangsudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepasdari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yangakan diperoleh siswa

adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitansatu sama lain.

2) Pembelajacan yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperolehdan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baruitu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai denganmempelajarai secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuanyang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnyadengan cara meminta tanggapan dari yang lam tentang pengetahuan yangdiperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuanitudikembangkan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapatdiaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilakusiswa.

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembanganpengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan danpenyempurnaan strategi.

b. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional Apa perbedaan pokok antara pembelajaran CTL dan pembelajaran konvensionalseperti yang banyak diterapkan sekolah sekarang ini? Di bawah ini dijelaskan secarasingkat perbedaan kedua model tersebut dilihatdari konteks tertentu.

1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktifdalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan 1 menggalisendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswaditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasisecara pasif

2) Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, sepertikerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan member!. Sedanskan dalampembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual denganmenerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.

3) Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil,sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoretisdan abstrak.

4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalampembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.

5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri;sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir adalah nilai atauangka.

6) Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri,misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwaperilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajarankonvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luardirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takit hukumanatau sekadar untuk memp.eroleh angka atau nilai dari guru.

7) Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuaidengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadiperbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalampembelajaran konvensional ha I ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yangdimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi olehorang lain.

8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitordan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkandalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya prosespembelajaran.

9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalamkonteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalampembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.Sejarah SMAPLPG Sertifikasi Guru 2012 Rayon 9 Universitas Negeri Jakarta 96

10) Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagaicara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

Beberapa perbedaan pokok si atas, tnenggambarkan bahwa CTL memang memilikikarakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan danpengelolaannya.

1) Asas-Asas CTL CTL memiliki 7 asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran denganmenggunakan model pembelajaran kontekstual. Seringkali asas ini disebut jugakomponen-komponen CTL.

a) Konstruktivisme Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Mengapa demikian? Sebab, pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasarasumsi yang mendasar itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran CTL, siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata

b) Inkuiri Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan peneluan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasildari rnengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengandemikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaranyang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya

Apakah inkuiri hanya bisa dilakukan untuk mata pelajaran tertentu saja?Tentu tidak. Berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukanmelalui proses inkuiri. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melaluibeberapa langkah,yaitu :

a. Merumuskan masalah b. Mengajukan hipotesis c. Mengumpulkan data d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan e. Membuat kesimpulan

c) Bertanya

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidakmenyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswadapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan

mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangatberguna untuk:

a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran

b. Membangkitkan motivasi belajar siswa c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan

sesuatu

d) Masyarakat Belajar (Learning Community) Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukandengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakatdan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka sating membelajarkan;yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya padayang lain.

e) Pemodelan (Modeling) Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran denganmemperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikansebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, dan lainsebagainya.

Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga gurumemanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebabmelalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis abstrakyang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme

f) Refleksi Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yangdilakukan dengan cara menurutkan kembali kejadian-refleksi, pengalaman belajar itu aKan aimasuKKan aaiam struKtur Kognitif siswa yang padaakhirnya akan menjadi bagian

dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisaterjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yangtelah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannyaDalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhirproses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untukmerenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkansecara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapatmenyimpulkan tentang pengaiaman belajarnya.

g) Penilaian Nyata (Authentic Assesment) Penilaian nyata (Authentic Assesment) adalah proses yang dilakukan guruuntuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yangdilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakan siswabenar-benar belajar atau tidak; apakah pengaiaman belajar siswa memilikipengaruh positif terhadap perkembangan intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan prosespembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatanpembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepadaproses belajar bukan kepada hasil belajar.

2) Pola dan Tahapan Pembelajaran CTL Misalkan pada suatu hari guru akan membelajarkan anak tentang fungsi pasar.Kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami fungsidan jenis pasar. Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan beberapaindikator hasil belajar:

Siswa dapat menjelaskan pengertian pasar

Siswa dapat menjelaskan jenis-jenis pasar

Siswa dapat menjelaskan perbedaan karakteristik antara pasar tradisionaldengan pasar nontradisional

Siswa dapat menyimpulkan tentang fungsi pasar

Siswa bisa membuat karangan yang ada kaitannya dengan pasar

Untuk mencapai tujuan kompetensi di atas, dengan menggunakan CTLgurumelakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini:

a. Pendahuluan

1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari prosespembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.

2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL :

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlahsiswa

Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misalnyakelompok 1 dan 2 melakukan observasi ke pasar tradisional, dankelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke pasar swalayan

Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yangditemukan di pasar-pasar tersebut

3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan olehsiswa

b. Inti Di lapangan

1) Siswa melakukan observasi ke pasar sesuai dengan pembagian tugaskelompok

2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai denganalat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.

Di dalam kelas

1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing

2) Siswa melaporkan hasil diskusi 3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan

olehkelompok yang lain Penutup 4) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi

sekitar masalahpasar sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai

5) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalamanbelajar mereka dengan tema “pasar”

Apa yang dapat Anda tangkap dari pembelajaran dengan menggunakanCTL?

Ya, pada CTL untuk mendapatkan kemampuan pemahaman konsep, anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata di

masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelasdigunakan untuk salin membelajarkan. Untuk itu ada beberapa Catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu model pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1) CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental,

2) CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi prosesberpengalaman dalam kehidupan nyata.

3) Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperqleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.

4) Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain.

8. Model Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (Model

PAKEM) a. Pengantar

Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan ke seluruh pelosok tanahair adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.Modul ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang apa, mengapa, danbagaimana PAKEM tersebut, serta prosedur atau langkah-langkah yang dapat dilakukan instruktur. Dengan membaca dan mengikuti proses-proses yang telah dirancang dalam modul ini, para peserta diharapkan dapat mengenal apa, mengapa, dan bagaimana PAKEM tersebut, dan pada akhirnya diharapkan dapat menerapkan di kelasnya masing-masing.

(Depdiknas, 2005: 71)

Gambar Model Pembelajaran PAKEM

LANGKAH KEGIATAN

Secara diagramatik, langkah pembelajaran dalam pertemuan ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar Langkah Model Pembelajaran PAKEM

1) Kegiatan diawali dengan pengantar singkat oleh instruktur tentang rencana kegiatan dankompetensi yang diharapkan setelah mengikuti kegiatan. Kemudian juga disampaikanpengaturan peserta dan aturan main pelaksanaan kegiatan.

2) Kegiatan berikutnya adalah permodelan PAKEM.Instruktur memodelkan pelaksanaan PAKEM dengan melibatkan peserta sebagai murid. Pemodelan selain dimaksudkanagar peserta dapat menghayati bagaimana mengikuti PAKEM, mereka juga diharapkandapat merasakan perbedaan antara pengalaman sebelumnya dengan PAKEM.

3) Diskusi kelompok. Diskusi kelompok (4-6 orang) tentang hal-hal baru yang ditemukandalam pembelajaran PAKEM ” ditinjau dari beberapa hal, antara lain: kegiatan anak danbentuk layanan yang diberikan guru, jenis pertanyaan atau penugasan yang dikerjakansiswa, interaksi antar siswa dan interaksi lainnya, sumber belajar yang digunakan,dan lain sebagainya. Selanjutnya proses dan hasil diskusi dituliskan pada format yangdisajikan pada tabel berikut

Tabel Format/Pencatat hasil Diskusi

Komponen Pembelajaran

Hal baru yang Berbeda dengan Kebiasaan Pembelajaran selama Ini

Kegiatan Siswa

a.

b.

c.

Kegiatan Guru

a.

b.

c.. Interaksi Antar Siswa

a.

b.

c.

Interaksi Siswa dengan

Guru

a.

b.

c..

Jenis Pertanyaan

atau Penugasan Yang

Dikerjakan Siswa

a.

b.

c……....

Sumber Belajar Yang

Digunakan

a.

b.

c.. Lainnya: ….

a.

b.

c.

4) Berbagi Hasil Diskusi Hasil diskusi kelompok selanjutnya dipajang di tempat-tempat yang agak terpisah

Salah seorang dari setiap kelompok menunggui hasil kerjanya dan siap menjelaskankepada kelompok lain yang mendatangi dan menanyakan segala sesuatu yang terkaitdengan hasil karyanya

Kelompok lain mengunjungi dan belajar dari kelompok lain (berkeliling sehingga semuahasil kerja kelompok lain sempat dikunjungi dan dipelajari).

5) Presentasi Video/multimedia tentang PAKEM

Instruktur memberikan informasi kepada peserta pelatihan untuk memperhatikanrekaman ideo/multimedia secara cermat dan memberikan bentuk tagihannya, yakni,memperbaiki hasil diskusi kelompok sebelumnya.

Instruktur menampilkan rekaman video/multimedia yang memperlihatkan pelaksanaanpembelajaran yang PAKEM.

Setiap kelompok diminta melaporkan hal-hal yang dapat ditambahkan pada hasil kerjasebelumnya, dan kelompk lain menambahkan hala-hal lain yang tidak disebutkan olehkelompok sebelumnya.

6) Diskusi kelompok

Pada tahap ini kembali ke kelompok masing-masing danmengidentifikasi ciri-ciri PAKEMsecara lebih lengkap.

7) Presentasi penguatan hasil diskusi PAKEM Instruktur menyajikan transparansi tentang PAKEM sebagai penguatan terhadap proses danhasil kerja para peserta pelatihan.

b. Apa, Mengapa PAKEM

1) Pengertian PAKEM PAKEM merupakan salah satu pilar dari program MBS (Menciptakan masyarakatyang peduli pendidikan anak) dan program ini merupakan program UNESCO dengan bekerja sama dengan Depdiknas. PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakansuasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar harus merupakan suatu proses aktif dari siswadalam membangun

pengetahuannya, bukan hanya proses pasif yang hanya menerima penjelasan dari guru tentang pengetahuan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Vigotsky bahwa ada keterkaitan antara bahasa dan pikiran. Dengan aktif berbicara (diskusi) anak lebih mengerti konsep atau materi yang dipelajari. Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Katz dan Chard bahwa anak perluketerlibatan fisik untuk mencegah mereka dari kelelahan dan kebosanan. Siswa yang lebih banyak duduk diam akan menghambat perkembangan motorik, akademik, dan kreativitasnya. Anak usia TK dan SD lebih cepat lelah jika duduk diam dibandingkan kalau sedangberlari, melompat, atau bersepeda Akan tetapi,dengan belajar yang aktif, motorikhalus dan motorik kasar mereka akan berkembang dengan baik. Melalui belajar aktifsegala potensi anak dapat berkembang secara optimal dan memberikan peluang siswa untuk aktif berbuat sesuatu sambil mempelajari berbagai pengetahuan. (Sowars, 2000: 3-10) Oleh karena itu, proses belajar harus melibatkan semua aspek kepribadian manusia,yaitu mulai dari aspek yang beruhubungan dengan pikiran, perasaan, bahasa tubuh,pengetahuan, sikap, dan keyakinan. Menurut Magnesen dalam Dryden bahwa dalambelajar siswa akan memperoleh 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar,30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. (Dryden,2000: 100) Unsur kedua dari PAKEM adalah kreatif. Kreatif artinya memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk berkreasi. (Silberman, 1996: 9). Peran aktif siswa dalam proses pembelajaran akan menghasilkan generasi yang kreatif, artinya generasi yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menurut Semiawandaya kreatif tumbuh dalam diri seseorang dan merupakan pengalaman yang paling mendalam dan unik bagi seseorang. Untuk menimbulkan daya kreatif tersebutdiperlukan suasana yang kondusif yang menggambarkan kemungkinan tumbuhnyadaya tersebut.(1999 : 66).

Suasana kondusif yang dimaksud dalam PAKEM adalah suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktifdan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat mengemukakan gagasan dan ide tanpa takut disalahkan oleh guru. Adapun pembelajaran yang efektif terwujud karena pembelajaran yang dilaksanakan dapat menumbuhkan daya kreatif bagi siswa sehingga dapat membekali siswa dengan berbagai kemampuan. Setelah proses pembelajaran berlangsung, kemampuan yang diperoleh siswa tidak hanya berupa pengetahuan yang bersifat verbalisme namun diharapkan berupa kemampuan yang lebih bermakna. Artinya siswan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam diri siswa sehingga menghasilkan kemampuan yang beragam. Belajar yang efektif dapat dicapai dengan tindakan nyata (learning by doing) dan untuk siswa kelas rendah SD dapat dikemas dengan bermain. Bermain dan bereksplorasi dapat membantu perkembangan otak, berbahasa, bernalar, dan bersosialisasi. Menyenangkan adalah suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya perhatian siswa terbukti dapat meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif yang tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa secara proses pembelajaran berlangsung, sebab siswa memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai,. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tidak ubahnya seperti bermain biasa. Kelas yang sunyi, anak sebagai pendengar pasif, tidak adaaktivitas konkrit membosankan dan belajar tidak efektif tidak kritis, tidak kreatif,komunikasi buruk, apatis. Kondisi yang menyenangkan, aman, dan nyaman akan mengaktifkan bagian neocortex (otak berpikir) dan mengoptimalkan proses belajar dan meningkatkan kepercayaan diri anak. Suasana kelas yang kaku, penuh beban, guru galak akan menurunkan fungsi otak menuju batang otak dan anak tidak bisa berpikir efektif,reaktif atau agresif.(Pancamegawani, 2006) Berdasarkan uraian di atas dapat dideskripsikan bahwa dalam pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan siswa

terlibat dalam berbagai kegiatanpembelajaran yang dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan merekamelalui berbuat atau melakukan. Kemudian dalam PAKEM guru menggunakanberbagai alat bantu atau media dan berbagai metode. Dengan kata lain dapatdikatakan bahwa dalam PAKEM guru menggunakan multi media dan multi metode, sehingga kegiatan pembelajaran yang tecipta dapat membangkitkan semangatsiswa dan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam diri siswa. Yangtidak kalah pentingnya adalah PAKEM menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan siswan menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.Untuk penataan kelas dalam PAKEM guru mengatur kelas dengan memajang buku- bukudan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan pojok baca. Dengandemikian siswa dapat memanfaatkan sumber belajar yang ada dalam kelas sehingga kemampuan anak dapat bekembang lebih optimal.Dalam strategi pembelajaran guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif termasuk cara belajar kelompok. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya. Landasan yuridis PAKEM adalah Proses pembelajaran pada satuan pendidikandiselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1)

2) Landasan PAKEM a) Landasan Yuridis

Landasan yuridis PAKEM adalah Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yangcukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1)

b) Asumsi Dasar tentang Belajar Asumsi dasar belajar adalah belajar merupakan proses individual, belajar merupakan proses social, belajar adalah proses yang menyenangkan, belajar adalah aktivitas yang tidak pernah berhenti, belajar adalah membangun makna (Constructivism) Perubahan Paradigma Mengajar – Pembelajaran (Teaching – Learning) Penilaian–Perbaikan terus menerus (Testing–Continuous improvement) Perkembangan IPTEK, POLITIK, SOSBUD semakin lama semakin cepat; TeknologiInformasi/sumber belajar sangat beragam; Bekal memenuhi kebutuhan manusiamodern–mandiri, bekerjasama, berpikir kritis, memecahkan masalah; Persainganinternasional (Globalisasi) Belajar lebih efektif/pendalaman; Anak lebih kritis; Anak menjadi lebih kreatif; Suasana dan pengalaman belajar bervariasi; Meningkatkankematangan emosional/sosial; Produktivitas siswa tinggi; Siap menghadapi perubahan dan berpartisipasi dalam proses perubahan;

c) Cara Anak Belajar Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahamanterhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisa kankarena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspeklain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair,panjang, lebar, luas, dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

Konkrit Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Integratif Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dariberbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.

Hierarkis Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secarabertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutanlogis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.

c. Pembelajaran yang Efektif

Kegiatan belajaran yang efektif adalah kegiatan pembelajaran yang menunjang kompetensi siswa. Kegiatan belajara yang efektif adalah kegiata belajar yang memahami makna belajaryang sesusngguhnya,

pembelajaran yang berpusat, pembelajaran yang mengalami, mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional, mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan, pembelajaran yang merupakan perpaduan kemandirian dan kerja sama, belajar sepanjang hayat. Makna belajar merupakan proses membangun pemahaman/ pemaknaan terhadap informasi dan atau pengalaman siswa. Siswa sebagai subjek belajar. Kegiatan pembelajaran harus memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial siswa.Belajar mengalami artinya siswa terlibat langsungdalam pembelajaran. Hal ini dapat dikembangkan melalui pengalaman inderawi: melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, mencium, Pengalaman simulasi , Audio-visual, mendengarkan informasi. Mengembangkan Keterampilan Sosial, Kognitif, dan Emosional dapat dilakukan dengan mengkomunikasikan gagasan, hasil kreasi, hasil temuan, berinteraksi dengan lingkungan belajar kelompok, saling mempertajam, memperdalam, memantapkan, menyempurnakan gagasan.Keterampilan social dapat dilakukan dengan bersosialisasi dengan menghargai perbedaan pendapat, sikap, kemampuan, prestasi Bekerja sama dan mengembangkan empati. Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan Fitrah Ber-Tuhan, yaitu dengan mengembangkan Rasa ingin tahu, peka, kritis, mandiri, dan kreatif Fitrah bertuhan,bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa Perpaduan Kemandirian dan Kerja Sama, berkompetisi , kerja mandiri, kerja sama, dan solidaritas. Adapun Belajar Sepanjang HayatUntuk bertahan (survive) & berhasil (success) Mengenali diri Keterampilan belajar: percaya diri, keingintahuan, memahami orang lain,kemampuan berkomunikasi, dan bekerja sama Pengalaman Belajar yang Beragam,Pengalaman Mental, Pengalaman Fisik, dan Pengalaman Sosial. Pengalaman Mentaldapat diperoleh Melalui membaca buku, mendengarkan ceramah, markan berita radio,televisi, melakukan perenungan, menonton film Pengalaman Fisik dapat diperoleh melalui pengamatan, percobaan, penelitian, kunjungan, karya wisata, dan pembuatan buku harian. Pengalaman sosial melalui berwawancaradengan tokoh, bermain peran, berdiskusi, bekerja bakti, melakukan bazaar, melakukanpameran,

mengamati, bertanya, mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis mengumpulkan data. Dengan situasi: nyata, buatan, audio-visual (misal: sajian film), visualisasi verbal: ilustrasi (cerita grafik,table) audio-verbal. Contoh-contoh Pengalaman Belajar

menggubah syair dan bernyanyi • melakukan permainan • diskusi (bertanya, menjawab, berkomentar, mendengar penjelasan,

menyanggah) • menggambar dan mengarang • menulis prosa, puisi, pantun • membaca • menyimak • mengisi teka-teki • mengajukan pertanyaan penelitian • mengajukan pendapat dg alasan yang logis • mengomentari • bercerita • mendengarkan cerita • mengamati persamaan dan perbedaan untuk mencari ciri benda • mendengarkan penjelasan sambil membuat catatan penting • membuat rangkuman/sinopsis • mendemonstrasikan hasil temuan • mencari pemecahan soal-soal (matematika) • membuat soal cerita • mengukur panjang, berat, suhu • merencanakan dan melakukan percobaan, penelitian • membuat buku harian • membuat kamus • melakukan simulasi (dengan komputer) • mengelompokkan, mengidentifikasi ciri benda • mengumpulkan dan mengoleksi benda dengan karakteristiknya • membuat komik • membuat prediksi dan berekspolarsi • membuat grafik • membuat diagram • membuat carta • membuat jurnal • menyiapkan dan melaksanakan pameran • menggunakan alat (ukur, potong, tulis)

• praktik ibadah • berceramah • membuat poster • membuat model (misal: kotak, silinder, kubus, segitiga, lingkaran) • menata pajangan • menata buku perpustakaan • membuat daftar pertanyaan untuk wawancara • melakukan wawancara • membuat denah • membuat catatan hasil penjelasan/hasil pengamatan • membaca kamus • mencari informasi dari ensiklopedi • melakukan musyawarah • mengunjungi dan menemukan alamat situs website • berorganisasi • mendiskusikan wacana dari media cetak/media elektronik • membuat cergam • membuat resensi buku • mengkritisi suatu artikel • mengkaji pola tulisan suatu artikel • menulis artikel ilmiah populer • membuat ensiklopedi (tambahkan kegiatan lain yang mengerahkan keterampilan berpikir danmengaplikasikan pengetuan yang sudah dimiliki siswa)

Pengelolaan KBM • Pengelolaan Tempat Belajar • Pengelolaan Siswa • Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran • Pengelolaan Isi Pembelajaran • Pengelolaan Sumber Belajar

Pengelolaan Tempat Belajar

• Bergantung strategi yang akan digunakan dan tujuan pembelajaran yang akandicapai

• Memperhatikan intensitas interaksi antarsiswa • Yang dikelola: pajangan (hasil kerja siswa, gambar peta, diagram,

model, benda asli,kumpulan puisi, karangan), meja kursi, perabot sekolah, sumber belajar

Pengelolaan Siswa

• Siswa dikelola secara individual, berpasangan, berkelompok, seluruh kelas

• Hal yang perlu menjadi pertimbangan • jenis kegiatan • tujuan kegiatan • keterlibatan siswa • waktu belajar • ketersediaan sarana/prasarana • karakteristik siswa

Tabel Keberagaman Karakteristik Siswa

Faktor Keberagaman Pengelolaan Siswa

Isi(bycontent) Siswa berpeluang mempelajari materi yg

berbeda dlm sasaran kompetensi yg sama ataupun berbeda

Minat dan motivasi(by interest) Siswa berpeluang berkreasi sesuai dg

minat dan motivasi belajar baik dlm kompetensi yg sama maupun berbeda. Siswa termotivasi belajarsecaramandiri

Kecepatan tahapan belajar (by speed)

Siswa berpeluang belajar (bekerja) sesuai

dengan kecepatan yg dimilikinya. Keberagaman bias pada kompetensi, isi, maupun kegiatan

Tingkat kemampuan (by level) Siswa berpeluang untuk mencapai

kompetensi secara maksimal sesuai dg tingkat kemampuan yg dimiliki

Reaksi yang diberikan siswa (by respond)

Siswa berpeluang menunjukkan respon melalui presentasi/menyajikan hsl

karyanya secara lisan,tertulis,benda

kreasi,...

Siklus cara berpikir (by circularsequence)

Siswa berpeluang menguasai kompetensi melalui cara-cara, dan seleksi berdasarkan perspektif yg mereka pilih

Waktu (by time) Siswa berkemungkinan untuk memiliki

perbedaan durasi untuk menguasi kompetensi tertentu

Pendekatan pembelajaran (by teachingstyle)

Siswa diberi perlakuan secara individual sesuai dengan keadaannya

d. Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran Pertanyaan yg mendorong siswa berpikir dan berproduksi mengharap jawaban benarTujuan Bertanya adalah menharapkan jawaban yang benar dan meransang siswa berpikir danberbuat dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat produktif, terbuka, dan imajinatif.

Tabel Kategori Pertanyaan

Kategori Pertanyaan Arti Contoh

Terbuka Pertanyaanya memiliki lebih dari satu jawaban benar

Mengapa ibukota

Indonesia Jakarta?

Tertutup Pertanyaanya memiliki hanya satu jawaban benar

Apa Nama ibukota Indonesia?

Produktif Dpt dijwb melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan

Berapa halaman kertas diperlukan untuk menghabiskan

Tidak Produktif

Dpt dijwb hanya dg melihat, tanpa melakukan pengamatan, percobaan, atau penyelidikan

Apa nama benda ini?

Imajinatif dan interpretatif

Jwb-nya diluar

benda/gambar/kejadia

n yg diamati

(Diperlihatkan gb gadis termenung dipinggir laut). Diajukan pertanyaan,“Apa yang sedang dipikirkan gadis itu?”

Faktual Jwb-nya dpt dilihat pd

benda/kejadian yg

diamati

Apa yang dipakai gadis itu?

e. Penyediaan umpan balik yg bermakna Umpan balik bukanlah pernyataan yg memotivasi siswaPenilaian yg mendorongsiswa melakukan unjuk kerjaPenilaian dilakukan secara alami dlm kontekspembelajaran. Modus/medium untuk menilai tdk cukup satu jenis

Tabel Umpan Bailk Guru terhadap Perilaku Siswa

Perilaku Siswa Umpan balik dari guru

Pak/Bu apakah di Mars ada kehidupan?

Menurutmu bagaimana?

Di mars pasti ada kehidupan Mengapa kamu berpendapat spti

itu?

Mengerjakan sesuatu berbeda dari biasanya

Meminta penjelasan,“Dptkah kamu jelaskan, mgp demikian?

Berargumentasi Ini alas an yang saya tdk banyak

tahu Kamu tlh meyakinkanku, bgm pendpt temanmu?

1. Pengelolaan Isi Pembelajaran • Menyiapkan Silabus Pembelajaran • Kemungkinan pembelajaran tematik

2. Pengelolaan Sumber Belajar • Pemanfaatan sumber daya sekolah • Pemanfaatan sumber daya lingkungan

3. Strategi Pembelajaan • Siswa belajar secara aktif • Siswa membangun peta konsep • Siswa menggali informasi dr berbagai media • Siswa membandingkan dan mensintesiskan informasi • Siswa mengamati secara aktif • Siswa menganalisis peta sebab akibat • Siswa melakukan kerja praktik

f. Mengapa Perlu PAKEM ?

1) Perlunya Belajar Aktif Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran merupakan manifestasi dari belajar bagaimana belajar (learn how to learn). Keterlibatan mereka secara aktif dalam pembelajaran memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengeksplorasi informasi, mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta membangun sendiri konsep-konsep yang ingin dipelajarinya. Keseluruhan pengalaman belajar ini akan memberikan ketrampilan kepada siswa bagaimana sesungguhnya belajar yang dapat menjadi bekal untuk menjadi pembelajar seumur hidup. Pribadi yang mampu belajar terus menerus seperti inilah yang diharapkan mampu beradaptasi dengan berbagai pesatnya perkembangan jaman serta berkompetisi di era global. Alvin Toefler, salah seorang futurolog, menyatakan bahwa orang buta huruf pada saat ini bukanlah orang yang tidak bisa membaca melainkan orang yang tidak bisabelajar. Sebagai implikasinya,

kemampuan belajar terus menerus atau menjadi manusia pembelajar seumur hidup merupakan keharusan jika kita ingin eksis di erainformasi. Hal inilah yang menjadi landasan mengapa pembelajaran yang aktif perludan penting bagi siswa. Aktivitas siswa secara berkelompok atau lebih tepatnya pembelajaran kooperatif diharapkan juga menumbuhkan siswa menjadi pribadi dan warga negara yang lebih toleran dan damai. Jika siswa terbiasa mengemukakan gagasan, toleran dan menghargai pendapat orang lain, diharapkan sikap dan perilaku tersebut dapat terus berkembang ketika mereka terjun di masyarakat kelak. Dengan demikianpembelajaran yang aktif juga ikut menyiapkan siswa menjadi warna negara yanglebih baik dan lebih demokratis

2) Perlunya Pembelajaran yang Kreatif

Kendati saat ini banyak dibutuhkan, kreativitas dan orang-orang yang kreatif masih saja belum banyak jumlahnya. Konon hal inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia tidak banyak menghasilkan paten atau temuan. Mandulnya bangsa Indonesia dalam menghasilkan temuan-temuan baru tentu saja menjadi kendala untuk dapat bersaing dengan bangsa-bangsa yang lain didunia. Oleh

karena itu penting bagi siswa untuk semenjak dini menghasilkan kreasi-kreasi atau belajar mengkreasi sesuatu. Guru PAKEM seyogyanya memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menghasilkan karya baik secara berkelompok maupun individual.

Pengembangan kreativitas semenjak dini ini diharapkan juga membentuk karaktersiswa menjadi pribadi-pribadi kreatif. Kelak ketika mereka dewasa kreativitas ini diharapkan dapat menjadi terobosan dan memecahkan berbagai masalah kehidupan diantaranya adalah menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri. Konon banyaknya sarjana yang menjadi antrean pencari kerja disebabkan karena semenjak kecil mereka tidak terbiasa menciptakan sesuatu. Kebiasaan belajar dengan menghapalkan dan meniru tidak banyak bermanfaat dalam kehidupan.

3) Perlunya Pembelajaran yang Efektif Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendidikandi negara kita masih jauh tertinggal dari negara-negarayang lain. Salah satu bukti rendahnyaprestasi belajar siswa Indonesia dapat dicermati dari hasil Trens in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang

dilaksanakan oleh IEA. Institusi ini membandingkan prestasi belajar matematikadan sains siswa Amerika Serikat dan siswa-siswa di negara yang lain. Hasil rerata untuk sekolah menengah, Indonesia berada pada urutan ke 36 dari45 negara yang diteliti. Skor rerata siswa Indonesia adalah 420, jauh di bawah rata-rata internasional 471 (National Center for Educational Statistics, Desember 2004). Dengan demikian isu peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas pembelajaran memang perlu ditindak lanjuti diantaranya dengan menyelenggarakan pembelajaranyang efektif. Guru harus yakin bahwa ketika pembelajaran berakhir semua siswa telah menguasai indikator kompetensi dasar yang diharapkan. Melalui penilaian berbasis kelas informasi tentang penguasaan topik pembelajaran akan segera diketahui oleh guru dan informasi ini menjadi bekal untuk merefleksi pembelajaran yang lebihefektif pada masa berikutnya.

4) Perlunya Pembelajaran yang Menyenangkan Riset tentang learning society atau masyarakat belajar menunjukkan bahwa perilaku belajar anggota masyarakat dipengaruhi oleh pengalaman belajar mereka ketika masih kecil. Mereka yang mengalami pembelajaran yang menyenangkan cenderung akan mengulanginya dan tumbuh menjadi pembelajar seumur hidup. Mereka yangmengalami suasana pembelajaran yang buruk dan guru-guru yang galak cenderung untuk tidak melanjutkan proses belajar. Berkaitan dengan hal ini pembelajaran perlu dikondisikan sedemikian rupa sehingga siswa belajar dengan asyik atau menyenangkan. Waktu yang diluangkan oleh siswa di bangku pelajaran juga terbilang panjang. Dalam kurun waktu tersebut diharapkan siswa tidak merasa terpenjara atau sekolah sebagai penjara yang penuh siksaan-siksaan psikologis. Karena dampaknya

tentu tidak baik bagi perkembangan anak. Seyogyanya siswa bisa menghabiskan waktu sekolahnya dengan senang hati, enjoy dan menikmati berbagai pengalaman belajarnya. Untuk itulah guru perlu menciptakan suasana fisik dan psikologis sedemikian rupa sehingga siswa kerasan di sekolah. Pendek kata siswa juga berhak menikmati masa-masasekolahnya dengan senang hati.

5) Belajar dan Pembelajaran Bermakna Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengananak, anak dengan sumber belajar dan anakdengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akanmenjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalamlingkungan yang nyaman dan memberikan rasa zaman bagi anak. Proses

belajar bersifat individualdan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalamdiri individu sesuai dengan perkembangannya danlingkungannya. Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu

memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan. Hal yang Harus Diketahui dan Diperhatikan Guru dalam Melaksanakan PAKEM. Dalam dinyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dipahami dan diperhatikan guru dalam melaksanakan PAKEM. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.

Memahami Sifat yang Dimiliki Anak Anak memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Diantaranya rasa ingin tahudan berimajinasi. Dua hal ini adalah potensi yang harus dikembangkan ataudistimulasi melalui kegiatan belajar mengajar. Karena kedua hal tersebut adalah modal dasar bagi berkembangnya sikap berpikir kritis dan kreatif. Sikap berpikir kritis dan kreatif adalah kompetensi yang harus dimiliki olehsiswa. Seperti dikemukakan oleh Jhonson salah satu komponen dalam system pembelajaran yang ideal adalah berpikir kritis dan kratif. Artinya siswa dapatmenggunakan tingkat berpiki yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif (2002:24). Agar mampu berpikir kritis dan kreatif sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi yang sudah dimiliki anak perlu dikembangkan. Untuk mengembangkan kedua sifat yang dimiliki anak tersebut secara optimal perlu diciptakan suasana pembelajaran yang bermakna. Suasana pembelajaran bermakna ditunjukkan di antaranya dengan kebiasaan guru untuk memuji anak karena hasil karyanya atau prestasinya. Kemajuan seperti apapun yang ditunjukkan oleh siswa perlu dihargai oleh guru. Kemudian kebiasaan guru mengajukan pertanyaan yang menantang atau yang bersifat terbuka juga langkah tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Tidak kalah pentingnya adalah guru yangmendorong anak untuk melakukan percobaan juga merupakan siswa yang subur untuk mengembangkan kemampuan yang dimaksud.

Mengenal Anak Secara Perorangan Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM perbedaan individual perlu diperhatikandan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuaidengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitansehingga anak tersebut bwelajar secara optimal.

Memanfaatkan Prilaku Anak dalam Pengorganisasian Belajar Sebagai makhluk sosial. Anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Prilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganiosasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahan sesuatu, anak dapat bekerja, berpasangan

atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian anak perlu juga menyelesaikan tugas secara

perorangan agar bakat individunya berkembang.

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan KemampuanMemecahkan Masalah

Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganaklisis masalah;

dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir teraebut kritis dan kreatif bersal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduannya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yangterbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata ”Apa yang terjadi jika....,lebih baik dari pada yang dimulai dengan kata-kata”Apa, berapa. Kapan” yangumumnya tertutup hanya ada satu jawaban yang benar.

Mengembangkan Ruang Kelas Sebagai Lingkungan Belajar yang Menarik Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang diapajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswalain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli,puisi, karangan dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.

Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Lingkungan (fisik, sosial atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar,tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar.Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak harus selalu keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indra), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat trulisan, dan membuat gambar atau diagram.

Memberikan Umpan Balik yang Baik untuk Meningkatkan Kegiatan Belajar

Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belaja. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan dari pada kelemahan siswa. Selain itu cara memberika umpan balik pun harus secara santun.Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya dirim dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikkan komentar dan cacatatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa darihanya sekedar angka

Membedakan antara Aktif Fisik dan Aktif Mental Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatansibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yangsebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut baik takut ditertawakan, takut disepelekan,atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan PAKEM.

g. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM

1) Pengantar Setelah peserta memahami pengertian dan gambaran tentang PAKEM pada unit 3, peserta dituntut membuktikan pemahaman itu melalui pembuatan persiapan PAKEM dan melaksanakannya baik mengajar terhadap teman (simulasi) maupun terhadap siswa (praktik mengajar). Hal ini perlu dilakukan agar penghayatan tentang PAKEM menjadi lebih baik. Peserta juga perlu memperoleh pengalaman terutama tentang hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan PAKEM. Dengan demikian, sebagai calon fasilitator, mereka lebih siap untuk menyajikan PAKEM kepada peserta

pelatihan selanjutnya. Contoh-contoh pembelajaran PAKEM untuk masing-masing mata pelajaran terdapat pada lampiran tersendiri. Contoh tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pembelajaran PAKEM. I. Tujuan Pembelajaran

a. Standar kompetensi Setelah mempelajari materi ini diharapkan memahami tentang hakikat PAKEM, dan mampu melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan PAKEM

b. Kompetensi Dasar Mampu merancang dan melaksanakan PAKEM

c. Tujuan

Setelah mengikuti pertemuan ini peserta mampu :

Membuat persiapan pembelajaran yang menerapkan PAKEM

Melakukan Simulasi

Melakukan evaluasi dan produk mengajar

II. Langkah Kegiatan Secara diagramatik, langkah pembelajaran dalam pertemuan ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar Langkah Pembelajaran PAKEM

1. Modeling PAKEM ( 30 menit) Peserta dikelompokkan dalam kelompok mata pelajaran. Fasilitator melakukan pemodelan PAKEM d i depan kelompok tersebut. Setiap kelompok mengamati pemodelan sesuai dengan kelompoknya. Langkah-langkah: Memilih skenario yang sudah tersedia, menyiapkan alat-alat,kemudian mempraktikkan cara mengajar yang PAKEM sesuai dengan skenario yang sudah dipilihnya. Dalam modeling, fasilitatormenjadi guru sedangkan peserta menjadi siswa/ pengamat. Modeling sebaiknya disesuaikan dengan level peserta, hal ini untukmenghindari ketidakseriusan.

2. Diskusi Kelompok (30 menit) Peserta mendiskusikan hasil pengamatan mereka terhadap modeling. Langkah-langkah: peserta mendapatkan scenario mengajar yang dipilih oleh fasilitator pada saat modeling; Peserta mendiskusikan struktur skenario dan pelaksanaannya (langkah-langkah pembelajaran, sumber belajar, manajemen kelas, pajangan dan kompetensi ) Diskusi didampingi oleh fasilitator yang menjadimodel pada kelompok itu.

Kerja Kelompok:

3. Membuat Persiapan Simulasi PAKEM ( 60 menit) Peserta diberi contoh RP yang dapat diambil dari buku ”bestpractice”atau contoh-contoh RP yang lain. Dalam kelompok yang terdiri dari anggota kelompok 3-5 orang, peserta mendiskusikan RP yang bernuansa PAKEM tersebut. Kemudian RP disimulasikan di depan peserta lain. Selanjutnya peserta memperbaiki RP berdasarkan masukan yang ada. RP ini akan dipraktikkan di depan siswa di pertemuan berikutnya. Langkah selanjutnya, peserta menyiapan alat bantu belajar/mengajar, lembar kerja, bahan ajar, bahan bacaan (jika

diperlukan). Peserta dapat menyesuaikan contoh PAKEM dengan keadaan setempat dan membuat perbaikan kalau mereka mempunyai ideyang lebih baik.

4. Simulasi Mengajar (120 menit) Pelaksanaan simulasi dilakukan dengan cara salah satu peserta menjadi guru di depan peserta lain yang ada dalam kelompoknya. Simulasi dapat pula dilakukan dengan cara salah satu peserta dari satu kelompok melakukan simulasi di depan kelompok yang lain. Langkah-langkah: Pada jam yang sama setiap kelompok menampilkan salah satupeserta untuk melakukan simulasi. Setelah itu peserta lain jugamelakukan hal yang sama. Simulasi juga dapat dilaksanakan oleh anggota dari kelompok tertentu di depan kelompok yang lain. (Simulasi tidak perlu sampai tamat: 30 – 45 menit mungkin cukup.Ingatkan peserta/pengamat agar mengamati proses simulasi terutama dari segi sejauh mana pembelajarannya sesuai dengan ciri-ciri PAKEM). Fasilitator mengamati pelaksanaan semua simulasi sesuai dengan mata pelajaran yang telah dimodelkannya.

5. Diskusi Kelompok: Hasil Simulasi (30 menit) Langkah-langkah: Peserta yang melakukan simulasi mengungkapkan keberhasilan dan hambatan yang dirasakannya selama simulasi (5 menit); Peserta lain memberikan komentar terutama dari segi sejauhmana PEMBELAJARAN dalam simulasi memenuhi karakteristik PAKEM dan alternatif mengatasi hambatan yang dirasakan oleh simulator. (Kelompok pelaku simulasi hendaknya mencatat komentar untuk bahan pertimbangan dalam menyempurnakan persiapan, lembar kerja, dan sebagainya).

6. Perbaikan Persiapan PAKEM (120 menit) Langkah-langkah: Masing-masing kelompok memperbaiki persiapan, lembar kerja, dan bahan belajar lain yang dirancangnya dengan

mempertimbangkan komentar dan masukan pada diskusi sebelumnya. Hasil perbaikan ini akan digunakan dalam praktik mengajar dengan siswa sesungguhnya. Semua peserta harus ikut membuat persiapan dan siap pula untuk mempraktikkannya. (Fasilitator hendaknya mengingatkan agar tiap kelompok benar-benar siap dengan persiapan, LK, dan sebagainya yang telah diperbaiki sehingga setelah kegiatan ini peserta berkonsentrasi pada pelaksanaan praktik mengajar, tidak lagi pada masalah persiapan).

7. Diskusi Kelompok: Proses Mengajar (180 menit) Kelompok mengkaji pelaksanaan praktik, sejauh mana PEMBELAJARAN memenuhi karateristik PAKEM. Diskusi terfokus pada kualitas tugas, perintah yang diberikan oleh guru; kegiatanyang dilakukan oleh siswa berkaitan dengan hasil yang diharapkan dan hambatan yang dialami pada saat mengajar, serta alternative pemecahannya. Hasil diskusi dipajangkan dan menjadi bahan diskusikelompok lain.

III. Uraian Materi Bagaimana Pelaksanaan PAKEM Gambaran pelaksanaan PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama KBM. Berdasarkan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan PAKEM yang telah diuraikan di atas, maka kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru harus sesuai dengan kemampuan tersebut. Adapun contoh-contoh kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan tersebut akan diuraikan berikut ini. Gambaran penerapan PAKEM tersebut dapat ditinjau berdasarkan beberapa komponen pembelajaran

Tabel Penerapan PAKEM

Komponen Pembelajaran

Hal Baru Yang Berbeda dengan

Kebiasaan Pembelajaran Selama Ini

Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran

Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya:

Percobaan Diskusi kelompok Memecahkan masalah Mencari informasi Menulis laporan/cerita/puisi Berkunjung keluar kelas.

Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam

Sesusai mata pelajaran, guru menggunakan misal:

Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri Gambar Studi kasus Nara sumber Lingkungan

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.

Siswa:

Melakukan percobaan, pengamatan,atauwawancara

Mengumpulkan data/jawaban danmengolahnya sendiri

Menarik kesimpulan Memecahkan masalah, mencari

rumus sendiri Menulis laporan/hasil karya lain

dengan katakata sendiri

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan

gagasannya sendiri

secara lisan atau tulisan.

Melalui:

Diskusi Lebih banyak pertanyaan terbuka Hasil karya yang merupakan

pemikiran anak sendiri

Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.

Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)

Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebutt

Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan

Guru mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari.

Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.

Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari

Menilai pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.

Guru memantau kerja siswa

Guru memberikan umpan balik

h. Implikasi PAKEM Dalam implementasi pembelajaran PAKEM di sekolah mempunyai berbagaiimplikasi yang mencakup: 1) Implikasi bagi guru

Pembelajaran aktif, kretaif, efektif, dan menyenangkan memerlukan guruyang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak,juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. Sebaliknya pembelajaran yang berpusat pada guru harus dihindari. Adapun ciri-ciri pembelajaran yang berpusat pada guru adalah menggunakan buku paket, jawaban harus sama dengan guru, guru mendiktekan apa yang harus dilakukan, guru memberi contoh,

ceramah, hafalan. Dampak dari pembelajaran yangberpusat pada guru adalah siswa menjadi mahluk yang individualis, motivasi belajar siswa turun, siswa kurang dapat bekerjasama, siswa pasif, guru kurangkreatif.

2) Implikasi bagi siswa Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecilataupun klasikal. Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, danpemecahan masalah.

3) Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media a) PAKEM pada hakikatnya menekankan pada siswa baik secara

individualmaupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.

b) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didisain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapatdimanfaatkan (by utilization).

c) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaranyang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.

d) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi

4) Implikasi terhadap Pengaturan ruangan

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, danmenyenangkan perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajarmenyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi: a) Ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang

dilaksanakan.

b) Susunan bangkupeserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengankeperluan pembelajaran yang sedang berlangsung

c) Peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet

d) Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelasmaupun di luar kelas

e) Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didikdan dimanfaatkan sebagai sumber belajar

f) Alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.

5) Implikasi terhadap Pemilihan metode

Sesuai dengan karakteristik pembelajaran PAKEM, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanyajawab, demonstrasi, bercakap-cakap. a) Penerapan PAKEM dalam Kegiatan Belajar Mengajar

Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Adapun hal baru yang berbeda dengan kebiasaan pembelajaran selama ini adalah guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya percobaan, diskusi kelompok menulis laporan, berkunjung keluar kelas. Dengan menerapkan PAKEM guru diharapkan menggunakan metode yang bervariasi. Penggunaan setiap metode mengarah pada keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan berbahasa.

b) Alat Bantu dan Sumber Belar Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam. Sesuaimata pelajaran, guru menggunakan, misal alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber, dan lingkungan.

c) Metode Pembelajaran Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan. Siswa dapat dapat melakukan percobaan, pengamatan,atau wawancara. Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri, menarik kesimpulan, memecahkan masalah, mencari rumus sendiri, menulislaporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri.

d) Pengalaman Belajar

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan. Melalui diskusi, lebih banyak pertanyaan terbuka, hasil karya merupakan pemikiran anak sendiri.

e) Pemilihan Bahan Ajar Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa. Siswa dikelompokkan sesuiai kemampuan (untuk kegiatan tertentu), bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut, tugas perbaikkan atau pengayaan diberikan.

f) Pendekatan Pembelajararan Kontekstual Prinsip pembelajaran yang dilaksanakan adalah pembelajaran bermakna. (meaningful learning). Salah satu ciri pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata dan siswa memahami manfaat dari pembelajaran yang dilaksanakannya dan siswa merasakan penting untuk belajar demikehidupannya di masa depan. (Kratf, 2000: 33). Impelementasi dalamkegiatan pebelajaran terlihat melalui guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari. Guru dapat meminta siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri. Diharapkan siswa dapat menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari.

g) Penilaian atau Evaluasi Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus. Guru memantau kerja siswa dan guru memberikan umpan balik. Penilaian harus dilakukan secara otentik dengan menggunakan instrumen penilain yangbervariasi. (Kratf, 2000:33)

Tabel Lembar Observasi PAKEM

Aspek

Uraian/

temuan

Bagaimana bentuk tugas yang diberikan?

Apa yang dikerjakan siswa untuk melakukan tugas tersebut?

Kemampuan apa yang dikembangkan melalui tugas tersebut?

Bagaimana bentuk pertanyaan yang diberikan dalam tugas?

Jenis pertanyaan apa saja yang diajukan guru kepada siswa dalam pembelajaran?

Sejauh mana guru memperhatikan perbedaan siswa?

Apa yang dilakukan oleh siswa selama mengerjakan tugas?

Sejauh mana siswa diberi kesempatan untuk menanggapi kegiatan belajar yang telah dilakukan?

Apa yang dilakukan siswa pada saat belajar kelompok, individu, berpasangan, atau klasikal?

Pada saat ada kerja kelompok, berapa jumlah anggota kelompok?

Apakah semua siswa terlibat dalam kegiatan kelompok?

Apa yang dilakukan guru selama anak mengerjakan tugas?

Indikator Monev PAKEM

Guru

Guru lebih banyak memberi kesempatan anak untuk bekerja (menemukan sendiri, mengungkapkan pendapat dsb.);

Guru menciptakan pembelajaran yang menantang;

Guru mempergunakan berbagai media, metode, dan sumber belajar,termasuk sumber belajar dan bahan dari lingkungan;

Guru memberikan tugas dan bantuan yang berbeda sesuai dengankemampuan siswa;

Guru mengelola kelas secara fleksibel (individu, kelompok, pasangan) sesuai tugas yang diberikan untuk melibatkan siswa secara aktif dalampembelajaran.

Siswa

Siswa tidak takut bertanya;

Ada interaksi antara siswa untuk membahas dan memecahkan masalah;

Siswa aktif bekerja;

Siswa dapat mengungkapkan dengan kata-kata sendiri;

Siswa melakukan kegiatan baca mandiri;

Siswa melakukan kegiatan proyek (teknologi sederhana, menulisbiograpi tokoh).

Kelas

Ada pajangan yang merupakan hasil karya siswa;

Pajangan dimanfaatkan sebagai sumber belajar;

Penataan tempat duduk memudahkan interaksi guru dengan siswa,siswa dan siswa;

Ada penataan sumber belajar (alat bantu belajar, poster, buku) yangdimanfaatkan siswa.

i. Desain Pembelajaran PAKEM

1) Pengantar Beberapa orang memandang bahwa PAKEM sama dengan kerja kelompok. Jika dalam suatu kelas sedang berlangsung pembelajaran dan di sana siswa tetap duduk seperti orang menonton bioskop, semua menghadap ke depan, duduk berdua dengan satu bangku, maka dengan mudah dan cepat dikatakan kelas itu tidak PAKEM. Akan tetapi sebaliknya, jika di suatu kelas siswa sedang duduk berkelompok, walau mereka hanya duduk dalam kelompok, tetapi tidak semua siswa bekerja, maka dengan mudah kita mengatakan kelas itu PAKEM. Seharusnya menilai PAKEM tidaknya suatu pembelajaran tidak cukup hanya dengan melihat pengaturan tempat duduk siswa, tetapi harus diperhatikan pula intensitasketerlibatan siswa dalam belajar. Usaha-usaha yang menawarkan sebuah pembaharuan, termasuk penerapan PAKEM dikelas, biasanya akan menemui masalah. Beberapa masalah yang masih sering ditemukan baik dalam

pelatihan maupun dalam penerapan PAKEM di kelas dapat dilihat di bawah ini. Beberapa isu-isu penerapan PAKEM di kelas adalah sebagai berikut: a) Guru belum memperoleh kesempatan menyaksikan

pembelajaran PAKEM yangbaik; b) Guru belum memiliki referensi (buku, video, dll) tentang

pembelajaran PAKEMyangbaik; c) Tugas yang diberikan guru kepada siswa masih bersifat tertutup

dan banyakpengisianlembar kerja (LK) yang kurang baik; d) Pembelajaran belum memberikan tantangan sesuai kemampuan

siswa e) Pembelajaran hanya mengajarkan satu indikator dengan satu

aktivitas; f) Perbedaaan individual siswa belum diperhatikan termasuk laki-

laki/perempuan, pintar/kurang pintar, sosial ekonomi tinggi/rendah;

g) Pengelolaan siswa kurang sesuai dengan kegiatan; h) Guru merasa khawatir untuk melaksanakan PAKEM di kelas 6

dan 9; i) Pajangan cenderung menampilkan semua apa yang dikerjakan

siswa denganhasil yangseragam;

Berbagai kendala selalu ada, akan tetapi dukungan pun tak kurang banyak dalammenerapkan PAKEM. Berbagai pelatihan telah diikuti dan para guru telahmelakukannyadi kelas masing-masing.

Sebagai upaya untuk terus meningkatkan mutu pelaksanaan PAKEM, pada modulini dibahas dan dikaji secara berurutan: 1). telaah PAKEM, 2). teknik bertanya, 3).pengorganisasian kelas, 4). pembelajaran kooperatif, dan 5). pengembangan idepembelajaran

2) Tujuan pembelajaran Setelah mengikuti modul ini, diharapkan peserta:

Mampu menidentifikasi sifat-sifat PAKEM tertentu dalam pembelajaranyang dilaksanakan

Mampu mengidentifikasi jenis pertanyaan yang efektif

Mampu mengorganisasikan kelas sesuai dengan tugas pembelajaran

Mampu mengembangkan ide pembelajaran

3) Langkah Kegiatan

4) Uraian Materi A. Pelaksanaan PAKEM Bagi Guru

1. Identifikasi Kesulitan Belajar a) Pengantar

Tugas utama seorang guru adalah membuat perencanaan, melaksanakan dan dilaksanakan. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah disusun, guru sering mengalami kendala dan permasalahan sehingga kompetensi yang telah ditetapkan di masing – masing mata pelajaran tidak mencapaihasil yang maksimal. Faktor yang berasal dari luar diri guru dan memegang pengaruh penting terhadap pencapaian kompetensi adalah peserta didik. Keberadaan peserta didik, tingkat kecerdasan, motivasi belajar, dan lainnya berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah pembelajaran.

b) Tujuan

Tujuan identifikasi Belajar diharapkan guru dapat : 1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam

pembelajaran padasetiap mata pelajaran

2) Menemukan kemungkinan masalah dalam pembelajaran pada setiapmata pelajaran

3) Menemukan solusi/pemecahan dalam pembelajaran pada setiapmata pelajaran

c) Cara Mengatasi Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar seringkali diartikan sebagai gangguan yang terlihat pada kesulitan dalam menguasai dan kemampuan memahami kompetensi dasar yang diajarkan. Kesulitan belajar dapat berhubungan dengan perkembangan peserta didik seperti gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial atau berhubungan dengan kemampuan akademik seperti kegagalan dalam penguasaan ketrampilan membaca, menulis, berhitung, dan kompetensi lainnya. Sementara ini yang sering terjadi, tinjauan terhadap kesulitan belajar peserta didik lebih banyak dibebankan kepada peserta didik. Mereka dianggap kurang serius dalam belajar, kemampuan intelegensinya rendah, bimbingan orang tua kurang dan masih banyak alasan serupa lainnya. Padahal dalam pembelajaran banyak unsur yang terkait dan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Dalam konteks korelasi antara input-process-out put bisa kita lihat multi unsur yang memberikan andilhasil belajar. Input berupa raw input (peserta didik), inviromental input (lingkungan), dan instrumental input (kurikulum). Pada proses kita dapatmelihat perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, maupun sistem penilaian yang dikembangkan. Input dan proses tersebut akanmewarnai hasil belajar peserta didik berupa out put dan out come. Oleh karena itu, tidaklah adil apabila hasil belajar yang rendah hanya dibebankankepada peserta didik dikarenakan pembelajaran bersifat kompleks. Adi Gunawan dalam Born to Be a Genius (2003) menyatakan bahwa factor dominan yang menentukan keberhasilan proses belajar adalah denganmengenal dan memahami bahwa setiap individu adalah unik dengan gayabelajar yang berbeda satu dengan lainnya. Tidak ada gaya belajar

yanglebih unggul dari gaya belajar lainnya. Semua sama uniknya dan semuasama berharganya. Kesulitan yang timbul selama ini lebih disebabkanoleh gaya mengajar yang tidak sesuai dengan gaya belajar. Dan yang lebih parah lagi adalah kalau anak sendiri tidak mengenal gaya belajar mereka. Kenyataan lapangan yang mendukung pendapat di atas adalah guruyang cenderung menggunakan satu cara saja dalam mengajar yaitu gaya visual. Guru mengajar dengan menggunakan media papan tulis dan buku (visual). Murid belajar dengan buku dengan kegiatan mencatat, mengerjakan tugas, dan mengerjakan tes juga secara tertulis (visual). Banyak pakar psikologi yang berpendapat bahwa panca indera merupakan pintu gerbang masuknya ilmu pengetahuan ke otak kita. Setiap peserta didik bersifat unik yang berbeda satu dengan lainnya, ketajaman panca indera mereka juga berbeda. Hal ini membentuk gaya belajar yang berbeda antara peserta didik yang satu dengan lainnya. Ada lima gaya belajar yang berbeda di ataranya visual (penglihatan), auditori (pendengaran), tactile/kinestetik (perabaan/gerakan), olfactori (penciuman), dan gustatory (pengecapan). Dari kelima gaya belajar itu, ada tiga gaya belajar yangdominan dan paling sering digunakan yaitu gaya belajar visual, auditori,dan kinestetik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas belajar peserta didik dipengaruhi oleh unsur internal dan eksternal. Unsur eksternal berupa materi yang dipelajari, cara pembelajaran guru, media yang digunakan lingkungan belajar, dan lainnya. Sedangkan faktor internal berkaitan dengan kemampuan diri seperti tingkat kecerdasan, bakat dan minat,ketajaman panca indera yang membentuk gaya belajarnya, kemampuan mengolah informasi yang diterima, berimajinasi, dan sebagainya. Secarapraktis kita dapat mempelajari kelemahan pelaksanaan pembelajaranyang dilakukan dengan cara melakukan analisis diri terhadap perencanaan,proses, maupun lingkungan belajar.

Berikut disajikan contoh tabel analisis diri terhadap proses pembelajaranyang selama ini dilakukan.

Tabel contoh analisis diri terhadap proses pembelajaran

Aspek

Indikator

Hasil Refleksi

Diri*)

Ya Tidak

Pengelolaan Kelas

Pengelolaan peserta didik bervariasi, seperti klasikal, kelompok,berpasangan, individu, dsb) dan sesuai materi pelajaran.

Pengelolaan kegiatan belajar peserta didik bervariasi, seperti wawancara, pengamatan, penelitian, bermain peran, dalam kelas, luar kelas, dan sesuai materi pelajaran.

Guru menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi dan sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran, situasi kondisi, dan peserta didik.

Guru menggunakan alat peraga dalam pembelajaran dan alatnya cukup jelas untuk dilihat oleh seluruh peserta didik.

Pada saat berdiskusi, peserta didik saling mendengarkan ketika ada yang berbicara/ berpendapat.

Bantuan atau intervensi guru kepada peserta didik selalu bersifat memancing peserta didik untuk berfikir, misal dengan mengajukan pertanyaan (dalam batas kemampuannya)

Berbagai hasil karya peserta didik yang bervariasi dipajang di kelas.

Perilaku peserta didik yang tidak disiplin/ sesuai dengan kesepakatan kelas diberi konsekuensi logis

Semua/hampir semua (di atas 90%) pesertadidik menunjukkan disiplin dan prilaku positif sesuai kesepakatan kelas

Komunikasi dan Interaksi

Guru mendorong peserta didik untuk bertanya, berpendapat, dan/atau mempertanyakangagasan guru/peserta didik lain.

Banyak hasil karya para peserta didik dipajangkan dan ditata dengan rapi.

Hasil karya peserta didik yang berupa tulisan merupakan kata-kata peserta didik sendiri dan sudah berkembang.

Ada interaksi guru-peserta didik, peserta didik-peserta didik (multiarah).

Peserta didik mengungkapkan gagasan dengan kata-kata sendiri, runtut, dan mengembangkannya.

Peserta didik tidak takut bertanya, menjawab, atau menyatakan pendapat dengan tertib.

Setiap proses pembelajaran bebas dari ancaman dan intimidasi

Umpan Balik dan Penilaian

Guru selalu memberikan umpan balik yang menantang (sesuai kebutuhan peserta didik)

Guru memberikan umpan balik lisan dan tulisan secara individual.

Guru menggunakan berbagai jenis penilaian (proses dan hasil) dan memanfaatkan hasilnya untuk kegiatan tindak lanjut.

Setiap proses pembelajaran disertai dengan penghargaan dan pengakuan baik secara verbal maupun non-verbal

Kualitas Pertanyaan dan Cara Guru Bertanya

Pertanyaan yang diajukan guru (selalu) memancing peserta didik untuk membangun gagasannya sendiri.

Guru mengajukan pertanyaan, menyediakan waktu tunggu, dan menunjuk siapa yang harus menjawab tanpa pilih kasih.

Refleksi Guru selalu meminta peserta didik untuk melakukan refleksi setelah mempelajarisuatu konsep/keterampilan

Keterlibatan Peserta didik

Sebagian besar peserta didik (75 % atau lebih) aktif bekerja

Peserta didik asyik berbuat/bekerja dengan penuh konsentrasi.

Pemandirian peserta didik

Ada program pengembangan kegiatan belajar mandiri peserta didik yang terencana dan dilaksanakan dengan baik.

Peserta didik melakukan kegiatan membaca atau menulis atas keinginan sendiri.

Peserta didik dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dengan membaca, bertanya, mencoba/ mengamati.

Sumber Belajar/Alat Bantu

Guru menggunakan berbagai sumber belajar (termasuk lingkungan sekitar) dan terbaik dari yang ada serta penggunaannya sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan.

Guru membuat sendiri dan menggunakan alat bantu belajar sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan.

Guru menggunakan alat bantu murah atau mudah diperoleh di sekitar.

Tersedia sudut baca/perpustakaan dan dimanfaatkan oleh guru dan seluruh peserta didik.

Lembar kerja mendorong peserta didik untuk menemukan konsep/ gagasan/cara/rumus dan menerapkannya dalam konteks lain.

Keterlibatan Peserta didik

Sebagian besar peserta didik (atau lebih) aktif bekerja

Peserta didik asyik berbuat/bekerja dengan penuh konsentrasi.

Pembelajaran bebas dari perlakuan kekerasan (emosional, fisik,dan pelecehan seksual dan penelantaran)

Setiap proses pembelajaran bebas dari perlakuan kekerasan (emosional, fisik, dan pelecehan seksual dan penelantaran)

Semua/hampir semua peserta didik mengalami peningkatan kompetensi personal/sosial sesuai potensinya seperti bisa bekerjasama, bertoleransi, menyelesaikan konflik dengan sehat, bertanggungjawab, kepemimpinan, dsb dalam kegiatan

di dalam/luar kelas

Semua peserta didik mengalami peningkatan kepercayaan diri seperti terlihat dalam keberanian mengajukan pertanyaan, menjawab dan tampil ke depan, dll

Identifikasi layanan khusus serta individual

Selalu melakukan identifikasi kebutuhan khusus serta merancang dan melaksanakan PPI (program pembelajaran individual) sebagai respon adanya kebutuhan khusus

2. Merencanakan Program Pembelajaran a) Pengantar

Dalam praktik sehari-hari,banyak guru yang telah dilatih PAKEM memahami teori maupun contoh praktik, namun mereka sulit untuk kreatif menciptakan model-model pembelajaran lainnya yang memiliki kemungkinan sama besar atau bahkan lebih baik dari apa yang telah dilakukan selama ini. Hal ini terlihat dari prosedur yang kurang sistematis dalam skenario pembelajaran, kurang bervariasinya bentuk hasil belajar peserta didik, kegiatan pengelolaan peserta didik/kelas yang monoton,dsb. Karakteristik anak yang unik, suka bermain, suka bergerak, punya rasa ingintahu, suka berimajinasi, suka bertanya, dan mencoba; hal ini membuka peluang bagi kita mengelola kegiatan belajar secara beragam tanpa meninggalkan tuntutan pencapaian kompetensi. Anak akan selalu menantikan dan merindukan kegiatan pembelajaran beikutnya karena setiap kegiatan yang dilakukan guru senantiasa menarik menyenangkan, menantang dan tidak membosankan. Melalui modul ini dicontohkan bagaimana menciptakan berbagai variasi model pembelajaran yang menarik, menantang, dan berfokus kepada pencapaian kompetensi.

b) Tujuan

Tujuan membuat program Pembelajaran : 1) Membuat rancangan kegiatan yang menarik 2) Menyusun tujuan pembelajaran yang akan

dilaksanakan, menentukan alat, sumber dan langkah-langkah pembelajaran yang bervariasi dengan kompetensi yang dikembangkan

c) Cara Melaksanakan Program Pengembangan variasi pembelajaran identik dengan pengembangan kreativitas guru dalam menyusun rencana, melaksanakan, dan melakukan penilaianpembelajaran. Pada dasarnya kita terlahir dengan memiliki potensi rasa ingin tahu,kemampuan berimajinasi, dan fitrah bertuhan. Rasa ingin tahu dan kemampuanberimajinasi merupakan „modal dasar‟ untuk berkembangnya kreativitas; fitrah bertuhan memungkinkan manusia beriman kepada Tuhan. Potensi rasa ingintahu dan kemampuan berimajinasi akan berkembang menjadi kreativitas apabila terus menerus berani „mencoba tanpa rasa takut bersalah‟ sampai menemukan beberapa pola yang diyakini mampu menjadi langkah yang tepat dalam menyajikan pembelajaran. Sebagai gambaran sebelum melaksanakan program perlunya rancangan mencari alternatif kegiatan pembelajaran. Berikut ini salah satu contoh sebelum menyusun program pembelajaran: Bahasa Indonesia

No

Kompetensi Dasar

Alternatif

Pembelajaran

Kegiatan Inti

1. Menyusun percakapan tentang berbagai topik dengan memperhatikan penggunaan ejaan.

Benda berbicara

mendeskripsikan benda yang dipilih untuk menentukan peran dalam percakapan

menyusun percakapan dengan memperhatikan ejaan

melakukan percakapan

Percakapan

Rumpang

bermain melanjutkan kalimat percakapan yang belum selesai diawali dari satu kalimat kemudian dilanjutkan oleh teman yang lainnya.

melengkapi percakapan rumpang

menyusun percakapan dengan memperhatikan ejaan

Menyusun Percakapan Acak

bermain acak kalimat tanya-jawab

menyusun percakapan acak

menyusun contoh percakapan lainnya.

melakukan percakapan

Alih Bentuk Membaca prosa/cerita pendek.

mengubah prosa ke dalam bentuk percakapan (dialog).

melakukan percakapan/bermain peran

Ilmu Pengetahuan Alam

Mengembangkan variasi pembelajaran dengan berfokus kepada pengembangan keterampilan proses (mengamati, membandingkan, mengukur, mengklasifikasi, mengkomunikasi, menginferensi, membuat model, memprediksi, menyelidiki, menarik kesimpulan, dan sebagainya). Kegiatan pembelajaran dirancang dalam bentuk:

a) Mengamati (diri sendiri, orang lain,model/ gambar, lingkungan, peristiwa dll)

b) Wawancara c) Demonstrasi d) Penelitian e) Penyelidikan f) Studi pustaka, dll

Matematika

Mengembangkan lembar kerja yang bersifat penyelidikan, penemuan, dan pemecahan masalah; penggunaan alat bantu (kongkrit, semi kongkrit, semiabstrak, dan abstrak), dan sebagainya.

Ilmu Pengetahuan Sosial

Mengembangkan keterampilan sosial seperti menggali informasi (mengobservasi, membaca, bertanya,dsb), mengolah informasi dan mengambil keputusan dengan cerdas (dengan grafik, membandingkan, menemukan persamaan/perbedaan, dsb), memecahkan masalah secara arif dan kreatif, dsb

d) Contoh Rencana Pembelajaran ( RPP ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Tema : Lingkungan

Kelas / Semester : VI (Enam) /1 (Satu)

Hari / Tanggal :

Alokasi Waktu : 2 x 35 menit (1XPertemuan)

1. Standar Kompetensi Mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi secara tertulis dalambentuk formulir, ringkasan, dialog, dan paragraf.

2. Kompetensi Dasar Menyusun percakapan tentang berbagai topik dengan memperhatikan pengunaan ejaan.

3. Indikator a. Mendeskripsikan benda untuk menentukan peran

dalam percakapan. b. Menyusun percakapan dengan memperhatikan

penggunaan ejaan. c. Melakukan percakapan.

4. Tujuan Pembelajaran a. Melalui diskusi, peserta didik dapat menentukan peran

dalam percakapan dengan benar. b. Melalui diskusi, peserta didik dapat menyusun

percakapan dengan memperhatikan penggunaan ejaan dengan benar.

c. Melalui latihan bercakap – cakap, peserta didik dapat melakukan percakapan dengan baik.

5. Alat dan sumber bahan

a. Alat : Buah – buahan b. Sumber bahan :

1) Silabus kelas VI 2) Buku Bina Bahasa dan Sastra Indonesia –Erlangga

6. Materi Pokok Pembelajaran

Kalimat percakapan 7. Metode Pembelajaran

a. Diskusi b. Bermain peran

8. Langkah – langkah Pembelajaran

No Kegiatan

Pengorganisasian Kelas

Peserta didik

Waktu

1 Kegiatan Awal

a. Mengkondisikan peserta didik dengan bermaintebak – tebakan.

b. Penjelasan tujuan pembelajaran

K

K

2‟

3‟

2 Kegiatan Inti

a. Membentuk kelompok

b. Wakil kelompok mengambil LK dan buah - buahan

c. Diskusi kelompok menentukan peran dalampercakapan

d. Diskusi kelompok membuat percakapan dari sekelompok benda

e. Dalam kelompok berlatih memainkan peran

f. Melakukan percakapan

g. Menangggapi tampilan kelompok lain dalam melakukan percakapan

K

G

G

G

K

K

K

5‟

2‟

5‟

15‟

13‟

10‟

7‟

3 Kegiatan akhir

a. Memberi penguatan

b. Memajang hasil karya peserta didik

K

I

5‟

3‟

9. Penilaian a. Bentuk : Proses

Teknik : Kinerja b. Bentuk : Produk

Teknik : Karya dua dimensi ( LK terlampir)

Surakarta, 10 Nopember 2009

Mengetahui Guru Kelas

Kepala sekolah,

NIP.

Lampiran-lampiran

LEMBAR KERJA 1

( KELOMPOK )

Tema :

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kompetensi Dasar : 4.3 Menyusun percakapan tentang

berbagai topic dengan memperhatikan

pengunaan ejaan.

Kelas / Semester : VI / 1

Disediakan bermacam – macam buah.

1. Tentukan peran masing – masing anggota dengan memilih salah satu buah!

2. Seandainya benda – benda tersebut bisa berbicara seperti manusia, apa saja yang akan mereka bicarakan?

3. Tuliskan percakapan tersebut di bawah ini! ____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________Kelompok : ______________________ Anggota : 1. __________________ sebagai __________________

2. __________________ sebagai __________________

3. __________________ sebagai __________________

LEMBAR KERJA 2

( Individu )

Tema :

Mata Pelajaran :

Kompetensi Dasar :

Kelas / Semester :

Disediakan wacana :

Buatlah percakapan dari benda – benda tersebut !

Jawaban

________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Nama : __________

No Absen : __________

LEMBAR PENILAIAN

DISKUSI MENYUSUN PERCAKAPAN

No Nama

Aspek yang di nilai

Nilai Kerja sama Aktifitas Menghargai

Pendapat ( 1-40 ) ( 1-30 ) ( 1-30)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

LEMBAR PENILAIAN

HASIL KARYA DIDIK (KARYA DUA DIMENSI)

No Nama

Aspek yang di nilai

Nilai Kelengkapan Kesesuaian Ejaan

(4) (4) (2)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Kriteria Penilaian

a. Kelengkapan Jika jawaban lengkap 4 Jika jawaban hampir lengkap 3 Jika jawaban setengah lengkap 2 Jika jawaban kurang lengkap 1 Jika peserta didik tidak menjawab 0

b. Kesesuaian Jika jawaban sesuai 4 Jika jawaban hampir sesuai 3 Jika jawaban setengah sesuai 2 Jika jawaban kurang sesuai 1 Jika peserta didik tidak menjawab 0

c. Ejaan Jika ejaan seluruhnya benar 2 Jika ejaan hampir seluruhnya benar 1,5 Jika ejaan setengah benar 1 Jika ejaan hanya sedikit benar 0,5 Jika ejaan tidak ada yang benar 0

3. Pengelolaan Kelas Selama pembelajaran konvensional, meja dan kursi diatur menghadap ke papan tulis dan“peserta didik” duduk berjajar. Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatanPAKEM pengaturan tempat duduk peserta didik disesuaikan dengan model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh guru, misalnya pola tempat duduk berpasangan, pola tempat duduk dalam bentuk ”U” akan memudahkan peserta didik berinteraksi dan melakukan aksi dalam proses pembelajaran. Sebaiknya guru selalu mendesain pola tempat duduk yang disesuaikan dengan skenario pembelajaran yang dirancang dalam RPP Contoh model tempat duduk

Gambar Contoh Model Tempat Duduk

4. Mengembangkan Keterampilan Bertanya 1) Pengantar

Umpan balik merupakan salah satu bagian penting suatu proses pembelajaran. Respon guru terhadap sikap dan perilaku peserta didik di awal, proses, dan akhir pembelajaran dapat menjadi pengembang pola pikir, sikap dan tindakan peserta didik ke arah yang lebih baik. Kemampuan guru memberikan umpan balik yang sesuai baik kuantitasmaupun kualitas dapat meningkatkan perolehan belajar peserta didik. Pemahaman guru terhadap perilaku peserta didik dalam mengekspresikan hasil belajar menjadi pijakan kuat untuk memunculkan ”pertanyaan atau tugas” lanjutan sebagai pengembangan kegiatan peserta didik. Pelaksanaan

umpan balik dilakukan sebagai respon guru setelah mencermati sikap peserta didik terhadap penilaian dirinya maupun kepuasan terhadap hasil kerjanya. Oleh karena itu, perlu diciptakan kesesuaian antara penilaian diri peserta didik, persepsi guru, dan harapan agar hasil belajar mencapai kompetensi secara optimal. Modul ini memberikan gambaran bagaimana membantu peserta didik dalam proses belajar melalui pemberian umpan balik yang mampu memotivasi dan mengarahkan peserta didik untuk menghasilkan perolehan belajar yang optimal.

2) Tujuan Tujuan Umpan Balik/Ketrampilan Bertanya bagi guru dalam mengajar adalah

a) Menggali potensi peserta didik sebelum pembelajaran dilaksanakan

b) Meningkatkan kualitas pengembangan daya pikir, sikap, dan hasil belajar pesertadidik

c) Melatih peserta didik berani mengemukakan pendapat

3) Cara Mengembangkan Adi W. Gunawan (2003) dalam Genius Learning Strategy ,menyatakan cara memberikan umpan balik yang benar sebagai berikut: a) Umpan balik harus bersifat korektif, guru dapat

memberikan jawaban penjelasan,tidak hanya jawaban yang salah tetapi apa jawaban yang benar dan akurat serta bagaimana bisa mencapai jawaban yang benar tersebut. Yang terpenting adalahproses berfikir dibalik hasil jawaban yang salah maupun jawaban yang benar.

b) Umpan balik harus diberikan pada waktu yang tepat, ajarkan materi yang inginanda ujikan setelah itu murid langsung diminta mengerjakan tes tanpa menunggujeda yang terlalu lama.

c) Umpan balik harus spesifik dan mengacu pada satu kriteria tertentu, umpan balikdidasarkan pada satu level pengetahuan atau keahlian yang spesifik dengan cara membandingkan anak dengan dirinya sendiri bukan dengan rekan atau murid lainnya.

d) Murid memberikan umpan balik untuk diri mereka sendiri, murid membuat catatan sendiri terhadap prestasi yang telah mereka capai dan melakukan pembandinganantara prestasi terdahulu dengan prestasi mereka saat ini.

Gambar Contoh Pemberian Bantuan dan Umpan Balik

5. Alat/MediaSumber Belajar a) Pengantar

Fungsi utama alat peraga adalah untuk membantu menanamkan atau mengembangkankonsep yang abstrak, agar peserta didik mampu memahami arti sebenarnya dari konseptersebut. Dengan melihat, meraba dan memanipulasi objek/alat peraga, peserta didikmemiliki pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti suatu konsep

b) Tujuan Ada beberapa tujuan penggunaan alat peraga/media pembelajaran, antara lain: 1) Untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi

pelajaran

2) Mempermudah pemahaman konsep 3) Memberikan pengalaman yang efektif bagi peserta didik

dengan berbagaikecerdasanyang berbeda. 4) Memotivasi peserta didik untuk menyukai pelajaran yang

diajarkan 5) Memberikan kesempatan bagi peserta didik yang lamban

berpikir untukmenyelesaikan tugas dan berhasil. 6) Memperkaya program pembelajaran bagi peserta didik yang

lebih pandai. 7) Mempermudah abstraksi. 8) Efisiensi waktu.

c) Contoh Alat Peraga/Media Pelajaran • PKn (Untuk materi tentang ketertiban berlalu lintas)

Gambar Rambu-rambu lalu lintas

6. Lembar Kerja

a) Pengantar Lembar Kerja merupakan alat bantu pembelajaran agar peerta didik melakukan prosespembelajaran. Disamping itu juga Lembar Kerja merupakan alat atau petunjuk kegiatanyang akan dilakukan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Lembar Kerja jugamerupakan petunjuk tertulis untuk membantu guru dalam memberi tugas kepadapeserta didik agar peserta didik dapat menemukan sendiri.

b) Tujuan LK 1) Membelajarkan peserta didik dan mendorong untuk

berdiskusi 2) Untuk membantu guru dalam pembelajaran

3) Untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menguasai kompetensi.

4) Membimbing peserta didik untuk menemukan konsep 5) Menyatukan tindakan dan tujuan dalam pembelajaran. 6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam melakukan

proses pembelajaran 7) Meningkatkan daya cipta peserta didik

7. Pemajangan

a) Pengantar Karya peserta didik sebagai perolehan belajar yang baik dipajang di dalam ruang kelas. Pajangan ini dapat dilihat langsung oleh semua peserta didik. Bentuknya bisa karya dua dimensi atau tiga dimensi. Pajangan mencerminkan upaya yang dilakukan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang diharapkan, dan hasil suatu pembelajaran yang dilakukan. Dengandemikian,pajangan mempunyai dua sisi penting dalam pembelajaran. Di satu sisipajangan merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. Di sisi lainnya, pajangan juga dapat menjadi alat pemantau efektivitas proses pembelajaran. Modul ini mengkaji tentang bagaimana pajangan yang baik dan berkualitas sertaberbagai upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan kualitas hasil belajar pesertadidik (pajangan) sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.

b) Tujuan 1) Untuk penghargaan peserta didik yang berhasil membuat

karya 2) Meningkatkan motivasi perserta didik yang telah berhasil 3) Untuk sumber belajar bagi peserta didik 4) Untuk memotivasi siwa agar senantiasa berkarya

c) Contoh Pajangan

Gambar Hasil kerajinan anak & Hasil lukisan anak

8. Penilaian a) Pengantar

Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Menurut Masnur Muslich (2007) penilaian dalam KBK dan KTSP menganut prinsip penilaian berkelanjutan dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan peserta didik dalam belajar,bekerja sama, dan menilai dirinya sendiri. Oleh karena itu, penilaian yang dilaksanakan harus penilaian berbasis kelas (PBK).

Penilaian kelas merupakan kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu,diperlukan data sebagai informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Keputusan tersebut berhubungan dengan tingkat keberhasilan pesertadidik dalam mencapai suatu kompetensi. Alat ukur atau instrumen untuk penilaian kelas harus valid, reliabel, terfokus pada pencapaian kompetensi, objektif, dan mendidik. Misalnya alat ukur berupa tes. Alatukur itu harus valid. Sebuah tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat digunakan untukmengukur apa yang akan diukur. Agar alat ukur valid, dalam menyusun soal sebagai alat penilaian perlu memperhatikan kompetensi yang diukur dan menggunakan bahasa yangtidak mengandung makna ganda. Alat ukur yang reliabel berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Artinya,jika alat ukur itu digunakan untuk mengukur di dua tempat yang memiliki kondisiyang sama, hasil yang diperoleh itu cenderung mendekati sama. Selain itu, petunjukpelaksanaan dan penskorannya harus jelas. Selain harus valid dan reliabel, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi(rangkaian kemampuan), bukan hanya pada penguasaan materi (pengetahuan). Penilaian harus menyeluruh/komprehensif dengan menggunakan beragam cara dan alatuntuk menilai kompetensi peserta didik, sehingga tergambar profil yang sesungguhnyatentang kompetensi peserta didik. Penilaian harus objektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, berkesinambungan,dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor. Penilaian yang dilakukan jugaharus mendidik. Artinya, penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik. KTSP tidak semata-mata meningkatkan pengetahuan peserta didik, tetapi lebih memperhatikan kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran.

b) Tehnik Penilaian Banyak cara atau teknik yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian terhadap peserta didik. Pada dasarnya, teknik penilaian tersebut adalah cara penilaian kemajuanbelajar peserta didik berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harusdicapai. Penilaian ini didasarkan pada indikator-indikator pencapaian kompetensi yang memuat satu ranah atau lebih (kognitif, afektif, dan psikomotor). Berdasarkan indikator-indikator ini dapat ditentukan cara penilaian yang sesuai, apakah penilaian itu dilakukan dengan tes (tertulis atau lisan), observasi, praktek, dan penugasan secara individu atau kelompok. Di dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007, penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas,proyek dan atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Berikut ini sedikit gambaran masing-masing teknik penilaian.

c) Penilaian melalui Tes Penilaian melalui tes dilakukan secara tertulis atau lisan (tes tertulis). Ada dua bentuk soal untuk penilaian tertulis ini, yaitu memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban dibedakan menjadi (1) pilihan ganda; (2) dua pilihan (benar-salah, ya-tidak); (3) menjodohkan; dan (4) sebab-akibat. Tes tertulis yang berupa mensuplai jawaban, dibedakan menjadi (1) isian atau melengkapi; (2) jawaban singkat ataupendek; dan (3) uraian. Penyekoran pada penilaian tertulis harus jelas.

d) Penilaian Kinerja/Unjuk Kerja Penilaian kinerja/unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilaiterhadap aktivitas (dalam melakukan pekerjaan) peserta didik. Penilaian ini cocokuntuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugastertentu, misalnya presentasi hasil pengamatan di desanya tentang erosi.

e) Penilaian Sikap Objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran Geografi di SMA antaralain (1) sikap terhadap materi pelajaran; (2) sikap terhadap guru/pengajar; (3)sikap terhadap proses pembelajaran; (4) sikap berkaitan dengan nilai atau normayang berhubungan dengan suatu materi pelajaran, misalnya kasus atau masalahlingkungan hidup, berkaitan dengan materi IPA; dan (5) sikap berhubungan dengankompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Penilaianini menggunakan skala sikap dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju.

f) Penilaian Penugasan (Proyek) Penilaian penugasan atau proyek dilakukan untuk mendapatkan gambarankemampuan menyeluruh/umum secara kontekstual mengenai kemampuan pesertadidik dalam konsep dan pemahaman mata pelajaran. Dalam mata pelajaran IPS,teknik ini bermanfaat untuk menilai (1) ketrampilan peserta didik melakukanpenyelidikan; (2) pemahaman dan pengetahuan dalam bidang IPS; (3) kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dalam suatu penyelidikan; dan (4) kemampuan menginformasikan subjek secara jelas. Contoh tugas penilaian penugasan: Lakukan penyelidikan mengenai proses pasar di daerah sekitarmu melalui tinjauan IPS.

g) Penilaian Hasil Kerja atau Produk Penilaian hasil kerja atau produk adalah penilaian kepada peserta didik dalamproses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu tahap (1) persiapan,meliputi penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, danmengembangkan gagasan serta mendesain produk; (2) pembuatan produk(proses), meliputi penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi danmenggunakan bahan, alat, dan teknik; dan (3) penilaian produk (appraisal), meliputipenilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

h) Penilaian Portofolio Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik. Hasil kerja ini disusunmenjadi sebuah portofolio. Jadi, potofolio merupakan koleksi pribadi hasil kerja peserta didik yang mencerminkan tingkat pencapaian, kegiatan belajar, kekuatan, dan pekerjaan terbaiknya. Penilaian portofolio ini didasarkan pada kumpulan hasilkerja peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran.

i) Penilaian Diri (self assessment) Pada prinsipnya, penilaian diri peseta didik menilai dirinya sendiri. Peserta didikdiminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian diri melalui pengukuran terhadap kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor

j) Pemanfaatan dan Pelaporan hasil Penilaian 1) Pengolahan Hasil Penilaian

Data hasil penilaian harus diolah sebaik mungkin. Pengolahan ini disesuaikan dengan jenis data hasil penilaiannya, yaitu penilaian kinerja atau unjuk kerja, penugasan(proyek), hasil kerja (produk), tes tertulis, portofolio, sikap, dan penilaian diri.

Data Penilaian Tertulis Biasanya, tiap butir soal bentuk pilihan ganda diberi skor 1 jika jawaban benar danskor 0 jika jawaban salah. Perhitungan skor yang diperoleh peserta didik untuk suatuperangkat tes pilihan ganda sebagai berikut:

Data Penilaian Kinerja/Unjuk Kerja Data penilaian kinerja unjuk kerja diperoleh melalui pengamatan yang ditujukan terhadap kinerja peserta didik untuk suatu kompetensi. Skor diperoleh dengan cara mengisi format penilaian unjuk kerja yang telah ditentukan. Skor yang dicapai oleh peserta didik merupakan skor pencapaian dibagi skor maksimum dikali 10 (untukskala 0 -10) atau dikali 100 (untuk skala 0 -100). Misalnya, dalam suatu penilaian kinerja menggambar peta, paling tidak ada 6 aspek yang dinilai, yaitu kelengkapan peta, ketepatan skala, kerajian, kebersihan, keindahan, dan pewarnaan, Jika seorang peserta didik mendapat skor 6 dan skor maksimumnya 8, maka nilai yang akandiperoleh adalah = 6/8 x 10 = 7,5.

Data Penilaian Sikap Skor hasil penilaian sikap bersumber dari catatan harian peserta didik berdasarkan pengamatan/observasi guru mata pelajaran. Data hasil pengamatan guru dapat dilengkapi dengan hasil penilaian berdasarkan pertanyaan langsung dan laporan pribadi. Hal yang harus dicatat dalam buku Catatan Harian peserta didik adalah kejadian-kejadian yang menonjol, yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan unjuk kerja peserta didik, baik positif maupun negatif. Yang dimaksud dengan kejadian–kejadian yang menonjol adalah kejadian-kejadian yang perlu mendapat perhatian, atau perlu diberi peringatan dan penghargaan dalam rangka pembinaan peserta didik. Kejadian-kejadian yang menonjol tersebut dapat berupa kejadian yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.

Data Penilaian Penugasan (Proyek) Data penilaian proyek meliputi skor yang diperoleh dari tahap-tahap: perencanaan/persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data/laporan. Dalam menilai setiap tahap, guru dapat menggunakan skor yang terentang dari 1 sampai 5. Skor 1 merupakan skor terendah dan skor 5 adalah skor tertinggi untuk setiap

tahap. Jadi, total skor terendah untuk keseluruhan tahap adalah 4 dan total skor tertinggi adalah 20.

Data Penilaian Hasil Kerja (Produk) Data penilaian hasil kerja (produk) meliputi tiga tahap, yaitu tahap persiapan,pembuatan (produk), dan penilaian (appraisal). Informasi tentang data penilaianini diperoleh melalui cara holistik atau cara analitik. Cara holistik guru menilai hasil kerja peserta didik berdasarkan kesan keseluruhan dengan menggunakan criteria keindahan dan kegunaan produk tersebut pada skala skor 0 – 10 atau 1 – 100. Cara penilaian analitik, guru menilai hasil kerja melalui tahap proses pengembangan, yaitu mulai dari tahap persiapan, tahap pembuatan, dan tahap penilaian.

Data penilaian Portofolio Skor penilaian portofolio peserta didik didasarkan dari hasil kumpulan informasi yang telah dilakukan oleh peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Komponen penilaian portofolio meliputi: (1) catatan guru, (2) hasil pekerjaan peserta didik, dan (3) profil perkembangan peserta didik.

Data Penilaian Diri Skor hasil penilaian diri adalah skor yang diperoleh dari hasil penilaian tentang kemampuan, kecakapan, atau penguasaan kompetensi tertentu yang dilakukan olehpeserta didik sendiri. Pada awalnya, hasil penilaian diri yang dilakukan oleh peserta didik tidak dapat langsung dipercayai dan digunakan oleh guru. Untuk itu, pada taraf awal, guru perlu melakukan langkah-langkah telaahan terhadap hasil penilaian diripeserta didik.

2) Interpretasi Hasil Penilaian dalam Menetapkan Ketuntasan Belajar Kegiatan penilaian dilakukan untuk mengetahui apakah peserta didik telah berhasilatau belum dalam menguasai

suatu kompetensi. Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) ditetapkan antara 0% – 100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator lebih besar dari 60%. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator, apakah 50%, 60% atau 70%. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti tingkat kemampuanakademis peserta didik, kompleksitas indikator dan daya dukung guru sertaketersediaan sarana dan prasarana.

k) Pemanfatan Dan Pelaporan Hasil Penilaian Kelas. Penilaian kelas menghasilkan informasi pencapaian kompetensi peserta didik yang dapatdigunakan antara lain: (1) peserta didik (remedial atau pengayaan); (2) perbaikan programdan proses pembelajaran, (3) pelaporan, dan (4) penentuan kenaikan kelas. Bagi pesertadidik, data hasil penilaian menjadi alat penentu apakah dia harus menempuh remedial atau tidak. Bagi peserta didik yang sudah mencapai ketuntasan perlu diberi pengayaan. Bagi guru, hasil penilaian ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan perbaikan program dan kegiatan pembelajaran. Bagi kepala sekolah, dia mempunyai tugas dan tanggungjawab menilai kinerja guru. Salah satu penilaian terhadap kinerja guru dapat didasarkanpada tingkat keberhasilan peserta didik yang diperoleh melalui penilaian. 1) Pelaporan Hasil Penilain Kelas

Laporan Sebagai Akuntabilitas Publik Pelaporan hasil penilaian hendaknya (1) merinci hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan dikaitkan dengan penilaian yang bermanfaat bagipengembangan peserta didik; (2) memberikan informasi yang jelas, komprehensif,dan akurat; dan (3) menjamin orangtua mendapatkan informasi secepatnya bilamana anaknya bermasalah dalam belajar (Puskur).

2) Bentuk Laporan Laporan kemajuan belajar peserta didik dapat disajikan dalam data kuantitatif maupun kualitatif.

3) Isi Laporan Pada umumnya orang tua menginginkan jawaban dari pertanyaan sebagai berikut:(1) Bagaimana keadaan anak waktu belajar di sekolah secara akademik, fisik, sosial,dan emosional?; (2) Sejauh mana anak berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah?; (3)Kemampuan/kompetensi apa yang sudah dan belum dikuasai dengan baik?; dan (4)Apa yang harus orang tua lakukan untuk membantu dan mengembangkan prestasi anak lebih lanjut?

4) Rekap Nilai Rekap nilai merupakan rekap kemajuan belajar peserta didik, yang berisi informasi tentang tingkat pencapaian kompetensi peserta didik untuk setiap KD, dalam kurun waktu satu semester. Rekap nilai diperlukan sebagai alat kontrol bagi guru tentang perkembangan hasil belajar peserta didik, sehingga diketahui kapan peserta didik memerlukan remedial. Bagian A: Pengantar Kegiatan pada sesi ini diawali dengan pembukaan dari instruktur membuka dan menyampaikan informasi yang berkait dengan isu dalam kegiatan PAKEM. Kemudian memberikan informasi tentang pengalaman belajar apa yang akan dilaksanakan dalam sesi ini. Bagian B: Keterampilan Bertanya (60 menit) Instruktur membuka sesi dengan pertanyaan berikut untuk menimbulkan gagasandari peserta:

Mengapa kita mengajukan pertanyaan kepada siswa?

Pertanyaan apa yang sering disampaikan oleh guru, mengapa?

Mengacu kepada kegiatan modeling sebelumnya, peserta diminta untukmengidentifikasi pertanyaan – pertanyaan yang terdapat pada kegiatan tersebut.Kemudian mendiskusikannya.

Fasilitator memberi contoh bacaan (lihat Lampiran 10) dan berbagai pertanyaanyang memuat/mengacu pada ketiga jenis/sifat pertanyaan di bawah ini:

Mencari informasi

Memanfaatkan pengetahuan

Menciptakan sesuatu yang baru dan memberikan pendapat

Peserta (dalam kelompok kecil 3-4 orang ) menyusun 3 jenis pertanyaan di kertasyang berbeda dengan menggunakan teks yang sama.

Kelompok saling menukar pertanyaan untuk mendiskusikan kualitas pertanyaandan memberi tanggapan/perbaikan. Peserta meninjau kembali hasil perbaikan dansaran dari kelompok lain untuk kemudian disempurnakan dan dikembangkan

Fasilitator mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

Manakah pertanyaan yang dianggap mudah untuk ditulis dan dijawab?Mengapa?

Manakah pertanyaan yang dianggap sulit untuk ditulis dan dijawab? mengapa?

Apa yang bisa membantu proses penyusunan pertanyaan seperti kategori bdan c.

Jenis Pertanyaan: Tingkat 1

Mencari Informasi

Bagian C : Pengorganisasian Kelas (60 menit)

Berdasarkan kegiatan modeling, fasilitator memberikan kegiatan – kegiatan sebagai berikut:

Fasilitator mengajukan pertanyaan berikut kepada peserta tentang organisasikelas(Klasikal, kelompok, dan individu).

Apa yang anda ketahui tentang belajar klasikal, kelompok, dan individu?

Kapan siswa belajar klasikal, kelompok atau individual?

Mengapa siswa bekerja/belajar secara klasikal, kelompok, dan individual?

Peserta dan fasilitator kemudian membahas bersama beberapa jenis organisasi dengan mencoba memberikan contoh tugas/kegiatan yang sesuai untuk jenis organisasi masing-masing.

Peserta mengidentifikasi kegiatan yang harus dikerjakan secara klasikal, kelompok, dan individual dengan menggunakan lembar kerja berikut.:

Tabel Pengorganisasian kelas

Mengidentifikasi Kegiatan Klasikal, Kelompok, dan Individual

Kegiatan pembelajaran

Pengelolaan kelas

Alasan Klas klp indv

Mendengarkan instruksi guru

Menggunakan thermometer

Mencari kota-kota di peta

Melaporkan hasil tugas

Membuat diagram alir

Curah pendapat tentang tsunami

Menceritakan pengalaman waktu kecil

Meragakan tokoh cerita

Menulis cerita

Mengerjakan soal-soal matematika

Memperkirakan luas ruang kelas

Sesudah tugas selesai peserta saling menukar pilihan dengan memberikan alasandan komentar. Selanjutnya fasilitator dapat memberikan tips pengorganisasiankelas

Bagian D: Pembelajaran Kooperatif (60 menit)

Dalam sesi ini ada 2 kegiatan pokok. Pertama, fasilitator menyajikan bahan -bahan/informasiyang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif. Kedua, peserta melakukan aktivitas yangberhubungan dengan pembelajaran kooperatif melalui bahan yang sudah disiapkan oleh fasilitator.

Bagian E: Pengembangan Gagasan Pembelajaran (60 menit)

Setelah peserta mengamati 2 model pembelajaran di atas, peserta mendiskusikanhasilkegiatan termasuk membahas lembar pengamatan yang diisi kelompok pengamat. Aktivitasberikutnya ialah peserta mengaitkan berbagai hasil pengamatannya dengan keterampilanbertanya, pengorganisasian kelas, dan pembelajaran kooperatif. Setelah berdiskusitentang berbagai hal tersebut, peserta mencoba mengembangkan ide-ide sederhana yangmungkin bisa diterapkan dalam pembelajaran PAKEM yang akan dilakukan, termasuk: carabertanya, pengorganisasian kelas, kerja kelompok, dan sebagainya.

Peserta dalam kelompok 4-5 orang mengembangkan langkah-langkah KBM untuk satu topik yang diberikan oleh fasilitator atau diseleksikan oleh peserta sendiri. Langkah-langkahtersebut harus memperhatikan ciri-ciri pembelajaran PAKEM di atas. Dalamproses pengerjaan, peserta dapat menggunakan tabel di bawah ini.

Setiap kelompok saling menukar hasil kerjanya dan memberikan masukan perbaikan.

Tabel Pengembangan Ide Pembelajaran

Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia

Sumber Belajar

Kegiatan Belajar

Keterampilan Bertanya

Pengorgani- sasian Kelas

Pembelajaran Kooperatif

5) Indikator Monev: (Bahan referensi untuk fasilitator) a) Guru

- Guru lebih banyak memberi kesempatan anak untuk bekerja (menemukan sendiri, mengungkapkan pendapat dsb.);

- Guru menciptakan pembelajaran yang menantang; - Guru mempergunakan berbagai media, metode, dan sumber

belajar, termasuk sumber belajar dan bahan dari lingkungan; - Guru memberikan tugas dan bantuan yang berbeda sesuai

dengan kemampuan siswa; - Guru mengelola kelas secara fleksibel (individu, kelompok,

pasangan) sesuai tugas yang diberikan untuk melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran.

b) Siswa

- Siswa tidak takut bertanya; - Ada interaksi antara siswa untuk mmebahas dan memecahkan

masalah; - Siswa aktif bekerja; - Siswa dapat mengungkapkan dengan kata-kata sendiri; - Siswa melakukan kegiatan baca mandiri; - Siswa melakukan kegiatan proyek (teknologi sederhana,

menulis biograpi tokoh).

c) Kelas - Ada pajangan yang merupakan hasil karya siswa; - Pajangan dimanfaatkan sebagai sumber belajar; - Penataan tempat duduk memudahkan interaksi guru dengan

siswa, siswa dan siswa;

- Ada penataan sumber belajar (alat bantu belajar, poster, buku) yang dimanfaatkan siswa.

B. Lesson Study 1. Landasan Yuridis, teoritis dan empiris perlunya Lesson Study

a) Mutu Pendidikan Mutu pendidikan tercermin dari mutu SDM. SDM kita masih rendah berarti mutu pendidikan pun masih rendah. Mengapa demikian? Masyarakat beranganggapan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur oleh hasil tes. Apabila hasil nilai ujian nasional (UN) baik maka dianggap sudah berhasil mendidik anak-anaknya. Atau kalau suatu sekolah banyak meluluskan siswa ke perguruan tinggi melalui SPMB maka dianggap sekolah itu pavorit dan banyak diserbu orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Rangking sekolah diurut berdasarkan nilai UN. Akibatnya orang tua harus mengeluarkan uang ekstra untuk menitipkan anaknya pada bimbingan belajar yang melakukan latihan menjawab soal-soal UN atau SPMB, karena orang tua menginginkan anaknya diterima di sekolah paforit atau perguruan tinggi top. Proses pembelajaran di dalam kelas kurang mendapat perhatian dari orang tua dan dari pemerintah, yang penting hasil UN (Ujian Nasional). Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah, guru lebih banyak ceramah dihadapan siswa sementara siswa mendengarkan. Guru beranggapan tugasnya hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum kepada siswa. Pada umumnya guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak melatih siswa untuk hidup mandiri. Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang tahu kecuali guru itu sendiri. Kebanyakan pengawas dari dinas pendidikan belum berfungsi sebagai supervisor pembelajaran di kelas. Ketika datang di sekolah, pengawas memeriksa kelengkapan administrasi guru berupa dokumen renpel (rencana pelajaran). Pengawas sangat jarang masuk kelas melakukan observasi terhadap pembelajaran dan menjadi nara sumber pembelajaran bagi guru di sekolah. Begitu juga kepala sekolah. Kepala sekolah umumnya lebih mementingkan dokumen administrasi guru, seperti renpel dari pada masuk kelas melakukan observasi dan supervisi terhadap pembelajaran oleh seorang guru. Akibatnya guru tidak tertantang melakukan persiapan mengajar dengan baik, memikirkan metoda mengajar yang bervariasi, mempersiapkan bahan

untuk percobaan IPA di laboratorium. Ini berarti bahwa selama ini kita kurang memperhatikan pentingnya proses pembelajaran di dalam ruang kelas. Semestinya, kita lebih memperhatikan proses pembelajaran dan hasil tes merupakan dampak dari proses pembelajaran. Secara internasional, mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, sebagai contoh dalam bidang MIPA, the Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS, 2003) melaporkan bahwa di antara 45 negara peserta TIMSS, peserta didik SMP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-36 untuk IPA dan ke-34 untuk Matematika. Siswa-siswa Indonesia hanya dapat menjawab soal-soal hafalan tetapi tidak dapat menjawab soal-soal yang memerlukan nalar atau keterampilan proses. Proses pembelajaran yang baik seharusnya menghasilkan nilai tes yang baik. Paradigma yang hanya mementingkan hasil tes harus segera diubah menjadi memperhatikan proses pembelajaran, sementara hasil tes merupakan dampak dari proses pembelajaran yang benar. Seiring dengan perkembangan IPTEK, pengetahuan guru harus selalu disegarkan. Kegiatan seminar atau forum diskusi ilmiah merupakan media untuk penyegaran pengetahuan guru baik materi subyek maupun pedagogi. Sayangnya, tidak sedikit kepala sekolah yang tidak mengijinkan guru untuk berpartisipasi dalam kegiatan seminar atau forum diskusi dalam kegiatan MGMP. Seharusnya kepala sekolah mendorong bahkan memfasilitasi guru agar bisa berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar untuk menambah wawasan guru. Selain itu, sedikit guru yang sudah memanfaatkan fasilitas ICT (Information Communication Technology) di sekolah untuk meningkatkan pengetahuan padahal fasilitas itu sudah masuk ke sekolah, seperti komputer dan telpon. Sementara, sekolah mampu menyediakan dana untuk rekreasi ke tempat-tempat wisata.

b) Undang-undang Guru dan Dosen Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pada tahun 2005 pemerintah dan DPR RI telah mensahkan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang tersebut menuntut penyesuaian penyelenggaraan pendidikan dan pembinaan guru agar guru menjadi profesional. Di satu pihak, pekerjaan sebagai guru akan memperoleh penghargaan yang lebih tinggi, tetapi dipihak lain pengakuan tersebut mengharuskan guru memenuhi sejumlah persyaratan agar mencapai standar minimal seorang profesional. Pengakuan terhadap guru sebagai tenaga profesional akan diberikan

manakala guru telah memiliki antara lain kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang dipersyaratkan (Pasal 8). Kualifikasi akademik tersebut harus „diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat“ (Pasal 9). Sertifikat pendidik diperoleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi (Pasal 10 ayat (1)). Adapun jenis-jenis kompetensi yang dimaksud pada Undang-undang tersebut meliputi „kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional“ (Pasal 10 ayat (1)). Berdasarkan hasil pertemuan Asosiasi LPTK Indonesia, penjabaran tentang jenis-jenis kompetensi tersebut sebagai berikut:

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci kompetensi pedagogik meliputi : (1) Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial,

moral, kultural, emosional, dan intelektual. (2) Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta

didikdan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya.

(3) Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik (4) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik (5) Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang

mendidik (6) Mengembangkan kurikulum yang mendorong

keterlibatanpeserta didik dalam pembelajaran (7) Merancang pembelajaran yang mendidik (8) Melaksanakan pembelajaran yang mendidik (9) Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran

Kompetensi kepribadian yaitu memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi ini meliputi: (1) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,

dewasa, arif, dan berwibawa. (2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan

sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat. (3) Mengevaluasi kinerja sendiri (4) Mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi. Kompetensi ini mencakup: (1) Menguasai substansi bidang studi dan metodologi

keilmuannya. (2) Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi. (3) Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi dalam pembelajaran. (4) Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi. (5) Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian

tindakan kelas.

Kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dengan kompetensi ini, guru diharapkan dapat: (1) Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta

didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat.

(2) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat.

(3) Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional, dan global.

(4) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan pengembangan diri.

c) Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Pasal 19 dari peraturan pemerintah ini berbunyi sebagai berikut: (1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.

(3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Peraturan pemerintah tersebut mengindikasikan bahwa sekarang pemerintah menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran. Usaha baik dari pemerintah ini harus ditindaklanjuti sehingga mutu pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan Indonesia di masa mendatang. Tentunya, kerja keras kita dalam menindaklanjuti usaha pemerintah ini baru dapat dirasakan paling cepat dalam waktu 10 tahun mendatang. Tantangan bagi kita adalah bagaimana mengimplementasikan UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan? Secara umum mutu pendidikan di negeri ini masih rendah tercermin dari pringkat hasil TIMSS dan indek pembangunan manusia yang berada pada posisi di bawah peringkat negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara. Oleh karena itu, tantangan bagi kita adalah bagaimana kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini. Mutu pendidikan merupakan dampak dari keprofesionalan pendidiknya. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan bagi pendidik profesional. Namun demikian, untuk menjadi pendidik profesional diperlukan usaha yang sistemik dan konsisten serta berkesinambungan dari pendidik itu sendiri dan pengambil kebijakan. Melalui lesson study sangat dimungkinkan meningkatkan keprofesionalan pendidik di Indonesia karena lesson study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkesinambungan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

2. Pengertian Lesson Study

Pemerintah selalu melakukan usaha peningkatan mutu guru melalui pelatihan dan tidak sedikit dana yang dialokasikan untukpelatihan guru. Sayangnya usaha dari pemerintah ini kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru. Minimal ada dua hal yang

menyebabkan pelatihan guru belum berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Pertama, pelatihan tidak berbasis pada permasalahan nyata di dalam kelas. Materi pelatihan yang sama disampaikan kepada semua guru tanpa mengenal daerah asal. Padahal kondisi sekolah di suatu daerah belum tentu sama dengan sekolah di daerah lain. Kadang-kadang pelatih menggunakan sumber dari literatur asing tanpa melakukan ujicoba terlebih dahulu untuk kondisi di Indonesia. Kedua, hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja, tidak diterapkan pada pembelajaran di kelas atau kalaupun diterapkan hanya sekali, dua kali dan selanjutnya kembali “seperti dulu lagi, back to basic”. Hal ini disebabkan tidak ada kegiatan monitoring pasca pelatihan, apalagi kalau kepala sekolah tidak pernah menanyakan hasil pelatihan. Selain itu, kepala sekolah tidak memfasilitasi forum sharing pengalaman diantara guru-guru. Untuk mengatasi kelemahan pelatihan konvensional yang kurang menekankan pada pasca pelatihan maka buku ini menawarkan model in-service training yang lebih berfokus pada upaya pemberdayaan guru sesuai kapasitas serta permasalahan yang dihadapi masing-masing. Model tersebut adalah Lesson Study yaitu suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Dengan demikian, Lesson Study bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan Lesson Study dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru.

3. Tujuan Lesson Study

Meningkatkan pengetahuan tentang materi ajar

Meningkatkan pengetahuan tentang pembelajaran

Meningkatkan kemampuan mengobservasi aktivitas belajar

Meningkatkan hubungan kolegalitas

Menguatkan hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dan tujuan jangka panjang yang harus dicapai

Meningkatkan motivasi untuk selalu berkembang

Meningkatkan kualitas perencanaan pembelajaran

4. Sejarah Perkembangan Lesson Study a) Asal Mula Lesson Study

Lesson study sudah berkembang di Jepang sejak awal tahun 1900an. Melalui kegiatan tersebut guru-guru di Jepang mengkaji pembelajaran melalui perencanaan dan observasi bersama yang bertujuan untuk

memotivasi siswa-siswanya aktif belajar mandiri. Lesson Study merupakan terjemahan langsung dari bahasa Jepang jugyokenkyu, yang berasal dari dua kata jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu yang berarti study atau research atau pengkajian. Dengan demikian lesson study merupakan study atau penelitian atau pengkajian

terhadap pembelajaran. Lesson study dapat diselenggarakan oleh kelompok guru-guru di suatu distrik atau diselenggarakan oleh kelompok guru sebidang, semacam MGMP di Indonesia. Kelompok guru dari beberapa sekolah berkumpul untuk melaksanakan lesson study. Lesson study yang sangat popular di Jepang adalah lesson study yang diselenggarakan oleh suatu sekolah dan dikenal sebagai konaikenshu yang berkembang sejak awal tahun 1960an. Konaikenshu juga dibentuk oleh dua kata yaitu konai yang berarti di sekolah dan kata kenshu yang berarti training. Jadi istilah konaikenshu berarti school-based in-service training atau inservice education within the school atau in-house workshop. Pada tahun 1970an pemerintah Jepang merasakan manfaat dari konaikenshu dan sejak itu pemerintah Jepang mendorong sekolah-sekolah untuk melaksanakan konaikenshu dengan menyediakan dukungan biaya dan insentif bagi sekolah yang melaksanakan konaikenshu. Kebanyakan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Jepang melaksanakan konaikenshu. Walaupun pemerintah Jepang telah menyediakan dukungan biaya bagi sekolah-sekolah untuk melaksanakan konaikenshu tetapi kebanyakan sekolah melaksanakan konaikenshu secara sukareka karena sekolah marasakan manfaatnya. Salah satu situasi pembelajaran dalam rangka lesson study di Jepang diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar Kegiatan Lesson Study di Jepang

Suasana pembelajaran matematika dalam rangka lesson study di SD Hamanogo, Jepang tahun 2005. Kurang lebih 100 pengamat menghadiri kegiatan lesson study ini. Pengamat berdatangan dari berbagai sekolah SD atau SMP dari berbagai provinsi di Jepang.

Alasan mengapa lesson study menjadi popular di Jepang karena lesson study sangat membantu guru-guru. Walaupun lesson study menyita waktu tetapi guru-guru memperoleh manfaat yang sangat besar berupa informasi berharga untuk meningkatkan keterampilan mengajar mereka. Mutu kegiatan konaikenshu sangat bervariasi bergantung pada kaliber leadership sekolah, mutu guru untuk membangun, mempererat persabahatan diantara mereka, dan kemaunan mereka dalam melaksanakan konaikenshu.

b) Perkembangan Lesson Study di dunia

The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) merupakan studi untuk membandingkan pencapaian hasil belajar mathematika dan IPA kelas 8 (kelas 2 SMP). Penyebaran Lesson Study di dunia pada tahun 1995 dilatarbelangi oleh TIMSS. Empat puluh satu negara terlibat dalam TIMSS, Dua puluh dari empat puluh satu Negara memperoleh skor rata-rata matematika yang signifikan lebih tinggi dari Amerika Serikat. Negara-negara yang memperoleh skor matematika yang lebih tinggi dari Amerika Serikat antara lain Singapura, Korea, Jepang, Kanada, Francis, Australia, Hongaria, dan Ireland. Sementara hanya 7 negara yang memperoleh skor matematika secara signifikan lebih rendah dari Amerika Serikat, yaitu Lithuania, Cyprus, Portugal, Iran, Kuwait, Colombia, dan Africa selatan. Posisi pencapaian belajar matematika siswa-siswa SMP kelas 2 di Amerika Serikat membuat negara itu melakukan studi banding pembelajaran matematika di Jepang dan Jerman. Tim Amerika Serikat melakukan perekaman video pembelajaran matematika di Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat untuk dilakukan analisis terhadap video pembelajaran tersebut. Pada waktu itu, Tim Amerika Serikat menyadari bahwa Amerika Serikat tidak memiliki sistem untuk melakukan peningkatan mutu pembelajaran, sementara Jepang dan Jerman melakukan peningkatan mutu pembelajaran secara berkelanjutan. Amerika Serikat selalu melakukan reformasi tapi tidak selalu melakukan peningkatan mutu. Selanjutnya ahli-ahli pendidikan Amerika Serikat belajar dari Jepang tentang Lesson Study. Sekarang Lesson Study telah berkembang di sekolah-sekolah di Amerika Serikat dan diyakini Lesson Study sangat potensial untuk pengembangan keprofesionalan pendidik yang akan

berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, Lesson Study juga telah berkembang di Australia.

c) Perkembangan Lesson Study di Indonesia

Lesson study berkembang di Indonesia melalui IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project) yang diimplementasikan sejak Oktober tahun 1998 di tiga IKIP yaitu IKIP Bandung (sekarang bernama Universitas Pendidikan Indonesia, UPI), IKIP Yogyakarta (sekarang bernama Universitas Negeri Yogyakarta UNY), dan IKIP Malang (sekarang bernama Universitas Negeri Malang UM) bekerjasama dengan JICA (Japan Internatonal Cooperation Agency). Tujuan umum dari IMSTEP adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika dan IPA di Indonesia, sementara tujuan khususnya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika dan IPA ditiga IKIP yaitu IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Pada permulaan implementasi IMSTEP, UPI, UNY, dan UM berturut-turut bernama IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Fase IMSTEP (1998 – 2003). Peningkatan mutu difokuskan pada pendidikan pre- dan in-service di tiga Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) dari IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang. Beberapa kegiatan dirancang untuk mencapai tujuan tersebut antara lain melakukan revisi silabus program pre- dan in-service, pengembangan buku ajar bersama 3 universitas, pengembangan kegiatan praktikum, dan pengembangan teaching materials. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut, pemerintah Jepang melalui JICA memberikan dukungan berupa gedung beserta fisilitasnya untuk IKIP Bandung sementara fasilitas laboratorium untuk IKIP Yogyakarta dan IKIP Malang. Selain itu JICA memberi dukungan dalam bentuk penyediaan tenaga ahli Jepang dan pelatihan di Jepang bagi dosen UPI, UNY, dan UM. Sepuluh dosen UPI, UNY, dan UM mengikuti pelatihan di Jepang setiap tahunnya untuk mengenal sistem pendidikan di Jepang dan belajar mengembangkan digital teaching materials. Tenaga ahli Jepang Prof. Dr. Kanzawa dan Mr. Higa berturutturut bertindak sebagai chief adviser dan project coordinator pada saat itu. Pada bulan Maret – April 2001, tim JICA dari Jepang melakukan evaluasi tengah proyek (mid-term) untuk mengetahui kemajuan dari IMSTEP. Hasil evaluasi JICA menunjukkan bahwa IMSTEP berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan dapat dilanjutkan untuk dua setengah tahun berikutnya dengan penyesuaian program

melalui penambahan kegiatan. Kegiatan yang ditambahkan pada IMSTEP adalah kegiatan “Piloting”. Kegiatan piloting bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran inovatif matematika dan IPA di sekolah secara kolaboratif antara guru-guru SMP/SMA dengan dosen-dosen F(P)MIPA dari UPI, UNY, dan UM. Tenaga ahli Jepang yang ditugaskan untuk perioda 2001- 2003 adalah Prof. Dr. Tokuda dan Mr. Nakatsu yang berturut-turut bertindak sebagai chief adviser dan project coordinator melanjutkan tugas Prof. Dr. Kanzawa dan Mr. Higa. Untuk kegiatan piloting dipilih 4 sekolah (2 SMP dan 2 SMA) di masing masing kota di Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Sekolah yang dipilih adalah sekolah-sekolah yang berdekatan dengan kampus UPI, UNY, dan UM yang mutunya pada tingkat sedang berdasarkan NEM tetapi sekolah-sekolah tersebut memperlihatkan keingingan dan komitmen untuk maju. Selanjutnya sekolah-sekolah tersebut menugaskan guru-guru matematika, IPA Fisika, dan IPA Biologi untuk SMP sementara guru matematika, fisika, biologi, dan kimia untuk SMA. Dosen-dosen dan guru-guru sebidang studi melakukan beberapa kali workshop untuk mendiskusikan permasalahan yang dihadapi guru-guru di sekolah dan merancang model pembelajaran sebagai solusi terhadap permasalahan yang ditemukan. Model pembelajaran yang dikembangkan berbasis hands-on activity, daily life, dan local materials. Setelah teaching materials yang dibuat dari bahan lokal tersebut diujicoba di laboratorium maka model pembelajaran diujicoba di kelas oleh guru sementara dosen menjadi pengamat. Guru beserta dosen telah mampu mengembangkan teachin gmaterials yang terbuat dari bahan-bahan di sekitar siswa dan melakukan pembelajaran berbasis hands-on activity dan daily life untuk menjelaskan konsep matematika dan IPA sehingga siswa-siswa menjadi senang belajar matematika dan IPA. Guru-guru yang terlibat piloting menjadi termotivasi untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran dan merasa dekat dengan dosen untuk memperoleh informasi ketika menghadapi kesulitan dalam melakukan inovasi pembelajaran. Sayangnya guru yang terlibat kegiatan piloting sangat terbatas pada satu guru per bidang studi per sekolah sehingga diseminasi pengalaman berharga dalam mengembangkan inovasi pembelajaran kurang berjalan baik walaupun dalam satu sekolah, apalagi kepala sekolah tidak terlibat langsung dalam kegiatan piloting. Biaya untuk kegiatan piloting berasal dari dana pendamping yang dikelola pihak universitas. Dosen dan guru memperoleh dana transportasi walaupun jumlahnya sangat kecil. Pada bulan Juli 2003, tim dari JICA (Jepang) melakukan evaluasi terhadap kinerja proyek dan berkunjung ke sekolah menyaksikan kegiatan pembelajaran di sekolah. Tim JICA

menyimpulkan bahwa kegiatan piloting berbasis hands-on activity, daily life, dan local materials sangat potensial untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Selanjutnya tim JICA merekomendasikan untuk melanjutkan Follow-up Program IMSTEP selama 2 tahun. Fase Follow-up IMSTEP (2003–2005). FPMIPA UPI, FMIPA UNY, dan FMIPA UM mengimplementasikan program Follow-up IMSTEP sejak bulan Oktober 2003 sampai dengan September 2005 yang bertujuan untuk meningkatkan mutu in-service teacher training (pelatihan guru dalam jabatan) dan mutu pendidikan calon guru (preservice teacher training) dalam bidang matematika dan IPA di UPI, UNY, dan UM. Dr. Eisuke SAITO dan Isamu KUBOKI berturut-turut sebagai chief adviser dan coordinator membantu mengarahkan ketiga universitas mengimplementasikan Follow-up IMSTEP. Melalui Program Follow-up IMSTEP diharapkan dihasilkan model in-service teacher training (pelatihan guru dalam jabatan) dan model pre-service teacher training (pendidikan calon guru) dalam bidang MIPA. Peningkatan mutu pendidikan MIPA akan dicapai manakala terjadi kerjasama yang baik antara LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) penyelenggara pendidikan pre-service, sekolah piloting, dan MGMP penyelenggara program inservice. LPTK dapat menghasilkan calon guru yang bermutu setelah mendapat masukan dari pengalaman nyata di sekolah dan LPTK memberikan masukan ke sekolah piloting untuk melakukan intervensi terhadap siswa sehingga siswa menjadi aktif belajar. MGMP merupakan forum untuk mendiseminasikan hasil inovasi pembelajaran dan bersama LPTK diharapkan dapat meningkatkan keprofesionalan guru. Kegiatan piloting yang telah dirintis pada fase IMSTEP terus dikembangkan pada fase Follow-up Program IMSTEP melalui kegiatan Lesson Study. Pengiriman pelatihan singkat ke Jepang bagi dosen-dosen UPI, UNY, dan UM pada fase Follow-up Program IMSTEP difokuskan pada tema Lesson Study dan diharapkan mereka dapat mengembangkan Lesson Study di Indonesia setelah selesai pelatihan di Jepang. Peserta pelatihan yang memberikan kontribusi terhadap pengembangan Lesson Study di Indonesia antara lain Riandi (UPI), Rahayu (UM), Sumar Hendayana (UPI), Harun Imansyah (UPI), Sukirman (UNY), Muchtar A. Karim (UM), Siti Sriyati (UPI), Suratsih (UNY), dan Ridwan (UM). Kerjasama antara 3 universitas (UPI, UNY, dan UM) dan sekolahsekolah piloting di Bandung, Yogyakarta, dan Malang makin dipererat melalui perbaikan beberapa kelemahan dari implementasi kegiatan piloting pembelajaran di sekolah mitra. Tahap observasi dan refleksi dari kegiatan Lesson Study

(plan-do-see) diperbaiki. Strategi observasi pembelajaran diperbaiki pada fase Follow-up IMSTEP. Sebagai contoh, siswa tidak terganggu dengan adanya observer di dalam kelas karena observer tidak mengganggu siswa belajar tetapi lebih konsentrasi pada observasi aktivitas siswa belajar. Hal ini tercermin dari kegiatan refleksi setelah pembelajaran. Observer lebih banyak mengomentari aktivitas siswa dari pada gurunya. Setelah bertukar pengalaman dan pengarahan dalam fase Follow-up IMSTEP maka terjadi peningkatan kesadaran dalam melakukan observasi pembelajaran, sekarang observer lebih suka mengambil posisi di samping kiri dan kanan ruang kelas untuk melakukan observasi pembelajaran. Ketika fase IMSTEP, tahap refleksi kurang mendapat penekanan, kadang-kadang tahap ini dilakukan pada hari lain sehingga sebagian informasi pengamatan kelas terlupakan oleh observer. Ketika fase Follow-up, tahap refleksi dilakukan langsung setelah pebelajaran untuk mendiskusikan hasil pembelajaran dan bertukar pengalaman tentang lesson learnt yang diperoleh para observer. Selain itu, dilakukan diseminasi pengalaman berharga dari kegiatan piloting kepada MGMP melalui workshop dan uji coba pembelajaran berbasis hands-on activity, daily life, dan local materials dalam rangka kegiatan Lesson Study di MGMP Matematika dan IPA SMP di Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Kegiatan Lesson Study pada MGMP mendapat sambutan baik dari guru-guru terutama guru-guru model. Guru model merasakan manfaat dari kegiatan Lesson Study, mereka menjadi lebih percaya diri dalam mengajar dan berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah tingkat nasional. Untuk menjaga keberlanjutan kegiatan Lesson Study maka dilakukan pendekatan oleh pimpinan fakultas di 3 universitas. Dalam kasus di Bandung, pimpinan FPMIPA UPI bersilaturrahmi dengan kepala kepala sekolah piloting yang kebetulan baru terjadi pergantian kepala sekolah untuk berdiskusi tentang keberlanjutan dari kegiatan kerjasama antara sekolah dan FPMIPA UPI. Diskusi terfokus pada resource sharing artinya pimpinan FPMIPA UPI menyediakan nara sumber termasuk kebutuhannya sementara sekolah piloting mendorong guru-guru termasuk kebutuhannya untuk berkolaborasi. Selain itu pimpinan FPMIPA UPI meminta kepala sekolah terlibat dan melibatkan guru-guru lain dalam observasi dan refleksi pembelajaran. Ajakan pimpinan FPMIPA UPI disambut baik untuk keberlanjutan kerjasama dalam melaksanakan kegiatan Lesson Study di sekolah-sekolah piloting. Sebagai wujud keberlanjutan program kerjasama tersebut, kepala sekolah memfasilitasi kegiatan Lesson Study dengan memberdayakan MGMP di sekolah tersebut dan melaksanakan kegiatan Lesson Study secara bergilir dari mata pelajaran ke mata pelajaran lain. Kepala

sekolah juga terlibat dalam kegiatan observasi pembelajaran dan memandu diskusi untuk merefleksi pembelajaran. Sekarang kegiatan Lesson Study bukan milik guru MIPA saja tetapi guru non-MIPA pun melakukan kegiatan Lesson Study. Sebagai contoh, SMAN 9 Bandung telah melaksanakan kegiatan Lesson Study Biology, PPKn, Sosiologi, dan Bahasa Indonesia pada semester genap 2005/2006. Pembicaraan tentang keberlanjutan program kerjasama dalam kegiatan Lesson Study juga dilakukan dengan pengurus MGMP matematika dan IPA SMP kota Bandung. Sebagai tindak lanjut, beberapa workshop tentang Lesson Study telah dilaksanakan untuk MGMP wilayah tenggara, wilayah timur, dan wilayah barat kota Bandung. MGMP IPA SMP wilayah barat kota Bandung telah menindaklanjuti workshop Lesson Study tersebut dengan persiapan perancangan dan pengembangan model pembelajaran berbasis handson activity, daily life, dan local materials. Selanjutnya MGMP IPA SMP wilayah barat kota Bandung pada semester genap 2005/2006 telah mengimplementasikan model pembelajaran tersebut di SMP Miftahul Iman, SMPN 12 Bandung, SMP Labschool UPI, SMPN 29 Bandung, dan SMP YWKA. Lesson study berasal dari Jepang yang dimanfaatkan untuk meningkatkan keprofesionalan guru. Keberhasilan Jepang dalam pendidikan membuat pakar pendidikan di Amerika Serikat dan negaranegara Eropa serta Australia belajar lesson study dari Jepang. Kalau negara-negara maju belajar dari Jepang, mengapa kita tidak? Walau demikian, lesson study yang berkembang di Indonesia tidak begitu saja mengadopsi konsep lesson study dari Jepang, akan tetapi melalui pengkajian dan ujicoba di sekolah-sekolah piloting sejak tahun 2001 melalui Program Kerjasama Teknis IMSTEP-JICA di UPI, UNY, dan UM. Untuk memperoleh model sosialisasi lesson study pada tingkat yang lebih luas, saat ini sedang dilakukan piloting lesson study di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Pasuruan. Piloting ini melibatkan seluruh guru Matematika dan IPA SMP dan MTs.

5. Desain Lesson Study

Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continous improvement). Skema kegiatan Lesson Study diperlihatkan pada Gambar berikut.

Gambar Skema kegiatan Lesson Study

Lesson Study dimulai dari tahap perencanaan (Plan) yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi dilakukan bersama, beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru dan dosen dapat pula berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide. Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi, bagaimana menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga berupa pedagogi tentang metoda pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif dan efisien atau permasalahan fasilitas, bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas pembelajaran. Selanjutnya guru secara bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi yang dituangkan dalam rancangan pembelajaran atau lesson plan, teaching materials berupa media

pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metoda evaluasi. Teaching

materials yang telah dirancang perlu diujicoba sebelum diterapkan di dalam kelas. Kegiatan perencanaan memerlukan beberapa kali pertemuan (2 – 3 kali) agar lebih mantap. Pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan dalam workshop antara guru-guru dan dosen-dosen dalam rangka perencanaan pembelajaran menyebabkan terbentuknya kolegalitas antara guru dengan guru, dosen dengan guru, dosen dengan dosen, sehingga dosen tidak merasa lebih tinggi atau guru tidak merasa lebih rendah. Mereka berbagi pengalaman dan saling belajar sehingga melalui kegiatankegiatan pertemuan dalam rangka Lesson Study ini terbentuk mutual learning (saling belajar). Langkah kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan sekolah yang akan menjadi tuan rumah. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas model

pembelajaran yang telah dirancang. Guru-guru lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain bertindak sebagai pengamat (observer) pembelajaran. Juga dosen-dosen atau mahasiswa melakukan pengamatan dalam pembelajaran tersebut. Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan memandu kegiatan ini. Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran tetapi mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan ditujukan pada interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, dan siswa-lingkungan yang terkait dengan 4 kompetensi guru sesuai dengan UU No. 14 tentang guru dan dosen. Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki oleh para pengamat sebelum pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil tempat di ruang kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa. Biasanya para pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas siswa teramati dengan baik. Selama pembelajaran berlangsung para pengamat tidak boleh berbicara dengan sesama pengamat dan tidak menganggu aktifitas dan konsentrasi siswa. Para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video camera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas disamping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru. Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi (See). Setelah selesai pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson learnt dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajran. Sebaliknya, guru harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya. Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam kegiatan

Lesson Study harus memperoleh lesson learnt dengan demikian kita membangun komunitas belajar melalui Lesson Study.

6. Karakteristik Lesson Study

Lesson study adalah sebuah kegiatan kolaborasi dengan inisiatif pelaksanaan idealnya datang dari Kepala Sekolah bersama guru. Tipe lesson study yang berkembang ada dua tipe yaitu: a) Lesson Study berbasis sekolah

Jika lesson study yang dikembangkan berbasis sekolah, maka orang-orang yang melakukannya adalah semua guru dari berbagai bidang studi di sekolah tersebut serta Kepala Sekolah. Lesson study dengan tipe seperti ini dilaksanakan dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa menyangkut semua bidang studi yang diajarkan. Karena kegiatan lesson study meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi, maka setiap guru terlibat secara aktif dalam ketiga kegiatan tersebut. Dalam setiap langkah dari kegiatan lesson study tersebut, guru memperoleh kesempatan untuk melakukan identifikasi masalah pembelajaran, mengkaji pengalaman pembelajaran yang biasa dilakukan, memilih alternatif model pembelajaran yang akan digunakan, merancang rencana pembelajaran, mengkaji kelebihan dan kekurangan alternatif model pembelajaran yang dipilih, melaksanakan pembelajaran, mengobservasi proses pembelajaran, mengidentifikasi hal-hal penting yang terjadi dalam aktivitas belajar siswa di kelas, melakukan refleksi secara bersama-sama atas hasil observasi kelas, serta mengambil pelajaran berharga dari setiap proses yang dilakukan untuk kepentingan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran lainnya. Walaupun lesson study tipe ini secara umum hanya melibatkan warga sekolah yang bersangkutan, dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk melibatkan fihak luar, misalnya para ahli dari universitas atau undangan yang diperlukan karena kedudukannya.

b) Lesson study berbasis MGMP / Bidang Studi

Lesson study juga bisa dilaksanakan dengan berbasiskan MGMP (bidang studi). Sebagai contoh, sekelompok guru matematika di suatu wilayah bersepakat untuk melakukan lesson study guna meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar matematika di wilayah tersebut. Karena kelompok guru matematika tersebut berasal dari beberapa sekolah, maka pelaksanaannya dapat dilakukan secara bergiliran dari satu sekolah ke sekolah lain. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam lesson study tipe ini pada dasarnya sama dengan tipe yang diuraikan sebelumnya. Perbedaannnya hanya pada anggota komunitas

yang datang dari berbagai sekolah dengan spesialisasi yang sama. Dengan demikian, lesson study tipe ini anggota komunitasnya bisa mencakup satu wilayah (misalnya satu wilayah MGMP), satu kabupaten, atau lebih luas lagi. Pada tahapan perencanaan, anggota komunitasnya selain guru-guru sebidang dari sekolah yang berbeda-beda, dimungkinkan pula datang dari fihak lain misalnya universitas. Sementara pada tahapan implementasi pembelajaran dan refleksi, anggota komunitasnya dimungkinkan untuk sangat beragam termasuk guru-guru dari bidang studi berbeda. Jika kita perhatikan secara seksama, kedua tipe lesson study di atas pada dasarnya melibatkan sekelompok orang yang melakukan perencanaan, implementasi, dan refleksi pasca pembelajaran secara bersama-sama sehingga membentuk suatu komunitas belajar yang secara sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan-terobosan baru dalam menciptakan pembelajaran inovatif. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas yang terlibat sangat potensial untuk mampu melakukan self-development sehingga memiliki kemandirian untuk berkembang bersama-sama dengan anggota komunitas belajar lainnya

7. Tahap-tahap Pelaksanaan Lesson Study a) Persiapan Lesson Study (Plan)

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa lesson study pada dasarnya meliputi tiga bagian kegiatan yakni perencanaan, implementasi, dan refleksi. Untuk mempersiapkan sebuah lesson study hal pertama yang sangat penting adalah melakukan persiapan. Tahap awal persiapan dapat dimulai dengan melakukan identifikasi masalah pembelajaran yang meliputi materi ajar, teaching materials (hands on), strategi pembelajaran, dan siapa yang akan berperan menjadi guru. Materi ajar yang dipilih tentu harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku serta program yang sedang berjalan di sekolah. Analisis mendalam tentang materi ajar dan hands on yang dipilih perlu dilakukan secara bersama-sama untuk memperoleh alternatif terbaik yang dapat mendorong proses belajar siswa secara optimal. Pada tahapan analisis tersebut perlu dipertimbangkan kedalaman materi yang akan disajikan ditinjau antara lain dari tuntutan kurikulum, latar belakang pengetahuan dan kemampuan siswa, kompetensi yang akan dikembangkan, serta kemungkinan-kemungkinan pengembangan dalam kaitannya dengan materi terkait. Dalam kaitannya dengan materi ajar yang dikembangkan, juga perlu dikaji kemungkinan-kemungkinan respon siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sangat penting dilakukan terutama untuk mengantisipasi respon siswa yang

tidak terduga. Jika materi ajar yang dirancang ternyata terlalu sulit bagi siswa, maka kemungkinan alternatif intervensi guru untuk menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa perlu dipersiapkan secara matang. Sebaliknya, jika ternyata materi ajar yang dirancang terlalu mudah bagi siswa maka kemungkinan intervensi yang bersifat pengembangan perlu juga dipersiapkan. Dengan demikian, sebelum implementasi pembelajaran berlangsung guru telah memiliki kesiapan yang mantap sehingga proses pembelajaran yang terjadi pada saat lesson study dilaksanakan mampu mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 4.1 di bawah ini memperlihatkan sekelompok guru bersama beberapa orang dosen sedang melakukan diskusi untuk mempersiapkan sebuah lesson study. Selain aspek materi ajar, guru secara berkelompok perlu mendiskusikan strategi pembelajaran yang akan digunakan yakni meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Analisis kegiatan tersebut dapat dimulai dengan mengungkapkan pengalaman masing-masing dalam mengajarkan materi yang sama. Berdasarkan analisis pengalaman tersebut selanjutnya dapat dikembangkan strategi baru yang diperkirakan dapat menghasilkan proses belajar siswa yang optimal. Strategi pembelajaran yang dipilih antara lain dapat meliputi bagaimana melakukan pendahuluan agar siswa termotivasi untuk melakukan proses belajar secara aktif; aktivitas-aktivitas belajar bagaimana yang diharapkan dilakukan siswa pada kegiatan inti pembelajaran; bagaimana rancangan interaksi antara siswa dengan materi ajar, interaksi antar siswa, serta interaksi antara siswa dengan guru; bagaimana proses pertukaran hasil belajar (sharing) antar siswa atau antar kelompok harus dilakukan; bagaimana strategi intervensi guru pada level kelas, kelompok, dan individu; serta bagaimana aktivitas yang dilakukan siswa pada bagian akhir pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat berjalan secara mulus, maka rangkaian aktivitas dari awal sampai akhir pembelajaran perlu diperhitungkan secara cermat termasuk alokasi waktu yang tersedia. Selain mempersiapkan materi ajar dan strategi pembelajarannya, tidak kalah penting untuk mempersiapkan fihak-fihak yang perlu diundang untuk menjadi observer dalam implementasi pembelajaran yang dilanjutkan dengan kegiatan refleksi. Disamping kelompok guru sebidang, dalam pelaksanaan lesson study tidak tertutup kemungkinan untuk mengundang guru-guru mata pelajaran lain, Kepala Sekolah, ahli pendidikan bidang studi atau ahli bidang studi terkait, para pejabat yang berkepentingan, atau masyarakat pemerhati pendidikan. Kehadiran Kepala Sekolah dalam suatu lesson study sangatlah penting

karena informasi yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di kelas dan refleksi pasca pembelajaran dapat menjadi masukan berharga bagi peningkatan kualitas sekolah secara keseluruhan. Keragaman observer yang hadir dalam kegiatan lesson study sangat menguntungkan karena latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda dapat menghasilkan pandangan beragam sehingga bisa memperkaya pengetahuan para guru.

b) Pelaksanaan Pembelajaran dalam Lesson Study (Do)

Sebelum melaksanakan proses pembelajaran, perlu dilakukan pertemuan singkat (briefing) yang dipimpin oleh Kepala Sekolah. Pada pertemuan ini, setelah Kepala Sekolah menjelaskan secara umum kegiatan lesson study yang akan dilakukan, selanjutnya guru yang bertugas untuk melaksanakan pembelajaran hari itu diberi kesempatan mengemukakan rencananya secara singkat. Informasi ini sangat penting bagi para observer terutama untuk merancang rencana observasi yang akan dilakukan di kelas. Selesai guru menyampaikan penjelasan, selanjutnya Kepala Sekolah mengingatkan kepada para observer untuk tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran. Observer dipersilahkan untuk memilih tempat strategis sesuai rencana pengamatannya masing-masing. Setelah acara briefing singkat dilakukan, selanjutnya guru yang bertugas sebagai pengajar melakukan proses pembelajaran sesuai dengan rencana. Walaupun pada saat pembelajaran hadir sejumlah observer, guru hendaknya dapat melaksanakan proses pembelajaran sealamiah mungkin. Berdasarkan pengalaman lesson study yang sudah dilakukan, proses pembelajaran dapat berjalan secara alamiah. Hal ini dapat terjadi karena observer tidak melakukan intervensi apapun terhadap siswa. Mereka biasanya hanya melakukan pengamatan sesuai dengan fokus perhatiannya masing-masing. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas berikut akan diuraikan contoh pelaksanaan pembelajaran dalam suatu lesson study yang dilakukan di SMPN 1 Lembang. Sebelum pelaksanaan pembelajaran, Kepala Sekolah memberikan penjelasan singkat tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Pada saat itu dijelaskan bahwa materi yang akan dipelajari siswa adalah tentang luas lingkaran yang harus diturunkan rumusnya melalui kegiatan eksplorasi. Pertemuan Singkat Sebelum Pembelajaran Awal pembelajaran dimulai dengan penjelasan singkat tentang materi yang akan dipelajari hari itu serta rangkaian kegiatan yang harus dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk menarik perhatian siswa, guru

memperlihatkan benda-benda yang ada disekitar siswa yang bagiannya berbentuk lingkaran. Kemudian guru mengajukan sebuah pertanyaan “Tahukah kamu cara menemukan atau menurunkan rumus luas daerah lingkaran?” Setelah guru mengajukan pertanyaan tersebut, selanjutnya dijelaskan bahwa secara berkelompok siswa diharapkan dapat menemukan rumus luas daerah lingkaran dengan menggunakan pendekatan luas daerah bangun geometri yang sudah diketahui. Cara Melakukan Observasi dalam Lesson Study Agar proses observasi dalam pembelajaran dari suatu lesson study dapat berjalan dengan baik, maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan baik oleh guru maupun observer sebelum proses pembelajaran dimulai. Sebelum proses pembelajaran berlangsung, guru dapat memberikan gambaran secara umum apa yang akan terjadi di kelas yakni meliputi informasi tentang rencana pembelajaran, tujuannya apa, bagaimana hubungan materi ajar hari itu dengan mata pelajaran secara umum, bagaimana kedudukan materi ajar dalam kurikulum yang berlaku, dan kemungkinan respon siswa yang diperkirakan. Selain itu observer juga perlu diberikan informasi tentang lembar kerja siswa dan peta posisi tempat duduk yang menggambarkan seting kelas yang digunakan. Akan lebih baik jika peta posisi tempat duduk tersebut dilengkapi dengan nama-nama siswa secara lengkap. Dengan memiliki gambaran yang lengkap tentang pembelajaran yang akan dilakukan, maka seorang observer dapat menetapkan apa yang akan dilakukan di kelas pada saat melakukan pengamatan. Sebagai contoh, seorang observer dapat memfokuskan perhatiannya pada siswa tertentu yang penting untuk diamati misalnya karena alasan tingkat kemampuannya dibandingkan siswa lain atau ada hal khusus yang penting untuk diamati. Observer lain mungkin tertarik dengan cara siswa berinteraksi dengan temannya dalam kelompok, cara mengkomunikasikan ide baik dalam kelompok atau kelas, atau cara mengajukan argumentasi atas solusi dari masalah yang diberikan. Ada juga observer yang mungkin tertarik dengan respon siswa pada saat mengalami kesulitan dan memperoleh intervensi dari guru. Fokus observasi pada pelaksanaannya akan sangat beragam tergantung pada minat serta tujuannya masing-masing. Semakin beragam target yang menjadi fokus observasi, maka semakin lengkaplah informasi yang bisa digali, dianalisis, dan diungkap pada saat dilakukan refleksi. Jika akan dilakukan rekaman video, tentukan siapa yang akan melakukannya, pilih tempat strategis untuk melakukan pengambilan gambar yang meliputi aktivitas siswa dan guru, dan pastikan bahwa rekaman video

yang dibuat menggambarkan seluruh proses pembelajaran secara utuh. Rekaman video ini sangat penting sebagai bagian dari dokumentasi yang sewaktu-waktu dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan diskusi pengembangan lesson study atau diskusi masalah-masalah pembelajaran secara umum. Untuk mengantisipasi kemungkinan banyaknya observer yang datang, kelas sebaiknya ditata sedemikian rupa sehingga mobilitas siswa, guru, dan observer dapat berlangsung secara nyaman dan mudah. Pada saat melakukan observasi, disarankan untuk melakukan beberapa hal berikut:

Membuat catatan tentang komentar atau diskusi yang dilakukan siswa serta jangan lupa menuliskan nama atau posisi tempat duduk siswa.

Membuat catatan tentang situasi dimana siswa melakukan kerjasama atau memilih untuk tidak melakukan kerjasama.

Mencari contoh-contoh bagaimana terjadinya proses konstruksi pemahaman melalui diskusi dan aktivitas belajar yang dilakukan siswa.

Membuat catatan tentang variasi metoda penyelesaian masalah dari siswa secara individual atau kelompok siswa, termasuk strategi penyelesaian yang salah. Selain membuat catatan tentang beberapa hal penting mengenai aktivitas belajar siswa, seorang observer selama melakukan pengamatan perlu mempertimbangkan atau berpedoman pada sejumlah pertanyaan berikut:

Apakah tujuan pembelajaran sudah jelas? Apakah aktivitas yang dikembangkan berkontribusi secara efektif pada pencapaian tujuan tersebut?

Apakah langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan berkaitan satu dengan lainnya? Dan apakah hal tersebut mendukung pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari?

Apakah hands-on atau teaching material yang digunakan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan?

Apakah diskusi kelas yang dilakukan membantu pemahaman siswa tentang konsep yang dipelajari?

Apakah materi ajar yang dikembangkan guru sesuai dengan tingkat kemampuan siswa?

Apakah siswa menggunakan pengetahuan awalnya atau pengetahuan sebelumnya untuk memahami konsep baru yang dipelajari?

Apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dapat mendorong dan memfasilitasi cara berpikir siswa?

Apakah gagasan siswa dihargai dan dikaitkan dengan materi yang sedang dipelajari?

Apakah kesimpulan akhir yang diajukan didasarkan pada pendapat siswa?

Apakah kesimpulan yang diajukan sesuai dengan tujuan pembelajaran?

Bagaimana guru memberi penguatan capaian hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung?

c) Kegiatan Refleksi (See)

Kegiatan refleksi harus dilaksanakan segera setelah selesai pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar setiap kejadian yang diamati dan dijadikan bukti pada saat mengajukan pendapat atau saran terjaga akurasinya karena setiap orang dipastikan masih bisa mengingat dengan baik rangkaian aktivitas yang dilakukan di kelas. Dalam kegiatan ini paling tidak ada tiga orang yang harus duduk di depan yaitu Kepala Sekolah, Guru yang melakukan pembelajaran, dan tenaga ahli yang biasanya datang dari Perguruan Tinggi. Dalam acara ini, Kepala Sekolah bertindak sebagai fasilitator atau pemandu diskusi. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam refleksi adalah sebagai berikut:

Fasilitator memperkenalkan peserta refleksi yang ada di ruangan sambil menyebutkan masing-masing bidang keahliannya.

Fasilitator menyampaikan agenda kegiatan refleksi yang akan dilakukan (sekitar 2 menit).

Fasilitator menjelaskan aturan main tentang cara memberikan komentar atau mengajukan umpan balik. Aturan tersebut meliputi tiga hal berikut: (1) Selama diskusi berlangsung, hanya satu orang yang berbicara (tidak ada yang berbicara secara bersamaan), (2) Setiap peserta diskusi memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara, dan (3) Pada saat mengajukan pendapat, observer harus mengajukan bukti-bukti hasil pengamatan sebagai dasar dari pendapat yang diajukannya (tidak berbicara berdasarkan opini).

Guru yang melakukan pembelajaran diberi kesempatan untuk berbicara paling awal, yakni mengomentari tentang proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Pada kesempatan itu, guru tersebut harus mengemukakan apa yang telah terjadi di kelas yakni kejadian apa yang sesuai harapan, kejadian apa yang tidak sesuai harapan, dan apa yang berubah dari rencana semula. (15 sampai 20 menit).

Berikutnya perwakilan guru yang menjadi anggota kelompok pada saat pengembangan rencana pembelajaran diberi kesempatan untuk memberikan komentar tambahan.

Fasilitator memberi kesempatan kepada setiap observer untuk mengajukan pendapatnya. Pada kesempatan ini tiap observer memiliki peluang yang sama untuk mengajukan pendapatnya.

Setelah masukan-masukan yang dikemukakan observer dianggap cukup, selanjutnya fasilitator mempersilahkan tenaga ahli untuk merangkum atau menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilakukan.

Fasilitator berterimakasih kepada seluruh partisipan dan mengumumkan kegiatan lesson study berikutnya.

8. Evaluasi Kegiatan Lesson Study

Kegiatan lesson study pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu, kelompok, maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang dibangun melalui lesson study dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja masing masing fihak yang terlibat. Sebagai contoh, seorang guru yang terlibat dalam observasi sebuah lesson study berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Menurut pendapatnya, bahan ajar eksploratif yang digunakan ternyata telah mampu mendorong kreativitas siswa sehingga mereka mampu menampilkan sebuah strategi baru yang bersifat orisinal. Berdasarkan pengalaman ini dia akan berusaha mencoba menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran di sekolahnya. Seorang observer dari salah satu negara Afrika, pada saat kegiatan refleksi menyatakan kekagumannya pada cara guru mengembangkan pola interaksi antar siswa dalam kelompok. Menurut pengamatannya pola kerjasama kelompok seperti yang dia lihat dalam pembelajaran telah berhasil menciptakan peluang untuk terjadinya sharing pengetahuan dan saling tolong-menolong, sehingga siswa yang memiliki kemampuan kurang sekalipun menjadi sangat terbantu oleh teman-temannya. Berdasarkan proses pembelajaran yang diamati di kelas, dia menyatakan memperoleh pelajaran berharga yang bisa menjadi masukan untuk meningkatkan kualitas proses pendidikan di negaranya. Seorang Kepala Sekolah, setelah mengikuti beberapa kali lesson study secara intensif, mengajukan pendapatnya bahwa kegiatan tersebut sangat potensial mendorong banyak fihak untuk melakukan hal yang terbaik. Siswa ternyata menunjukkan motivasi yang sangat tinggi untuk menunjukkan potensinya masing-masing pada saat lesson study dilakukan.

Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut mampu menjadi dorongan untuk tumbuhnya motivasi berprestasi pada diri siswa. Guru-guru lain yang baru melihat aktivitas lesson study banyak yang mulai tertarik untuk mencobanya. Dengan mencoba melakukan lesson study, berarti dia terdorong untuk melakukan persiapan yang lebih baik dibanding biasanya sehingga proses pembelajaran yang dikembangkan kadang-kadang sangat diluar dugaan bahkan sangat inovatif. Seorang dosen, setelah beberapa kali mengikuti kegiatan lesson study juga mengaku mulai terpengaruh untuk mencoba memperkenalkan dan menerapkan hal-hal positif yang dia dapatkan dari aktivitas tersebut pada kelas yang me njadi tanggungjawabnya. Seorang Dekan juga tidak kalah dengan fihak-fihak lain untuk mencoba mengambil manfaat dari lesson study bagi mahasiswa calon guru di fakultasnya. Berdasarkan pengalamannya melakukan lesson study bersama guru-guru di sekolah, dia akhirnya menetapkan suatu kebijakan bahwa setiap mahasiswa peserta Program Pengalaman Lapangan diharuskan terlibat secara aktif dalam kegiatan lesson study.

C. Pengembangan Silabus dan RPP

Teori dan Desain Pengembangan Pembelajaran

1. Pengembangan Silabus dan Penyusunan RPP Penyusunan Silabus dan RPP merupakan satu indikator dari standar proses pendidikan yang ditetapkan dalam PerMenDikNas Nomor 41 Tahun 2007. Silabus dan RPP merupakan dokumen guru dalam merencanakan pembelajaran. Kedua dokumen ini untuk setiap satuan pendidikan dapat berbeda pada indikator, pengalaman belajar atau komponen lainnya. Oleh karena itu ditetapkan standar minimal penyusunannya di dalam peraturan tersebut. Walau demikian dasar teori keduanya perlu Anda pahami untuk membentuk pola pikir dan perilaku berkarya. a) Desain Sistem Pembelajaran

Dasar teori dalam pengembangan Silabus dan penyusunan RPP adalah Desain Sistem Pembelajaran. Desain Sistem Pembelajaran dalam kawasan Teknologi Pendidikan merupakan salah satu solusi mengatasi masalah belajar bertujuan, dimana guru sengaja menyediakan kondisi eksternal melalui perencanaan pembelajaran. Desain sistem pembelajaran memberikan bantuan untuk mencapai tujuan belajar yang harus diselesaikan oleh peserta didik, dengan jalan mengembangkan komponen-komponen pembelajaran untuk memudahkan belajar peserta didik. Untuk memahami apa dan

bagaimana desain sistem pembelajaran, maka Anda harus mengetahui terlebih dahulu sistem pembelajaran. Pembelajaran sebagai sebuah sistem dikenal dengan sebutan sistem pembelajaran, yang menggambarkan sebuah proses yang terdiri dari komponen-komponen pembelajaran saling berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan. Contoh: Sistem pembelajaran di kelas Proses Pembelajaran

Gambar Interaksi Sistem Pembelajaran di Kelas

Berdasarkan contoh tersebut, maka Silabus dan RPP merupakan subsistem pembelajaran.

Untuk mengembangkan Silabus dan menyusun RPP, maka keduanya harus di pandang sebagai sistem. Oleh sebab itu perlu diketahui apa yang disebut pendekatan sistem. Menurut Dick Carey (2005, p. 367) yang dikutip oleh Benny A. Pribadi (2009, p. 27-28), pendekatan sistem adalah sebuah prosedur yang digunakan oleh perancang desain sistem pembelajaran untuk menciptakan sebuah pembelajaran secara sistemik dan sistematik.

Secara sistemik yaitu cara pandang yang menganggap sebagai satu kesatuan yang utuh dengan komponen-komponen yang berinterfungsi. Secara sistematik merujuk pada upaya melakukan tindakan terarah langkah demi langkah.

Ruangan kelas

Media

Silabus, RPP

Guru

Bahan Ajar

Evaluasi

Siswa

Lulusan

Umpan Balik

Input Input

Pendekatan sistem ini dapat memberi keuntungan kepada perancang pembelajaran yaitu:

Perancang akan memusatkan perhatian pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Setiap langkah yang dilakukan dalam sebuah sistem akan diasahkan pada upaya untuk mencapai tujuan.

Contoh:

Jika guru sudah mengidentifikasi standar kompetensi, maka kompetensi dasar, materi, strategi, evaluasi diarahkan untuk mencapai standar kompetensi.

Perancang pembelajaran akan mampu melihat keterkaitan antar sub sistem atau komponen dalam sebuah sistem, melalui mekanisme umpan balik sehingga dapat dilakukan revisi.

Contoh :

Gambar RPP sebagai system

Metode Pembelajaran

U

M

P

A

N

B

A

L

I

K

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

Indikator

Materi Pembelajaran

Langkah Pembelajaran / Strategi

Media / Sumber

Evaluasi Hasil Belajar

Pembelajaran sebagai sistem dan pendekatan sistem merupakan prinsip dalam memahami Silabus dan RPP sebagai sebuah sistem. Perancangan Silabus dan RPP merupakan proses yang dilakukan sebelum tindakan atau pelaksanaan pembelajaran. Proses ini dalam Teknologi Pendidikan disebut Desain Sistem Pembelajaran. Pada dasarnya prosesnya sama dengan melihat sub sistem sebagai bagian dari sistem, mengidentifikasi fungsi dan kaitan antar sub sistem, mensintesis sub sistem menjadi satu kesatuan. Dengan demikian desain sistem pembelajaran merupakan proses rancangan pembelajaran secara sistematik dan menyeluruh.

Desain sistem pembelajaran sebagai proses rancangan pembelajaran secara sistematik dan menyeluruh, biasanya digambarkan dalam bentuk model yang dipersentasikan dalam bentuk grafis atau flowchart. Dengan demikian desain sistem pembelajaran menggambarkan langkah-langkah atau prosedur yang harus ditempuh untuk menciptakan pembelajaran. Terdapat beberapa model desain sistem pembelajaran, yaitu berorientasi kelas, berorientasi produk dan berorientasi sistem.

Pengembangan Silabus dan penyusunan RPP, didasarkan pada model desain sistem pembelajaran berorientasi kelas. Model ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para guru dan siswa, dan dapat diaplikasikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Asumsi model ini adalah adanya sejumlah aktivitas yang akan diselenggarakan di dalam kelas dengan waktu belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Guru, murid, kurikulum dan fasilitas tertentu telah tersedia sebelumnya. Di sini guru bukan merancang pembelajaran yang sama sekali baru, karena standar kompetensi dan kompetensi dasar telah dirumuskan dalam standar isi.

Model desain sistem pembelajaran berorientasi kelas antara lain model Gerlach dan Ely (1980) seperti dikutip oleh Toeti Sokemato (1993, h. 18-21) langkah-langkah model desain sistem pembelajaran Gerlach dan Ely adalah sebagai berikut:

Langkah pertama, penyusunan tujuan belajar dan penentuan materi.

Langkah kedua, penilaian perilaku awal siswa berdasarkan tujuan belajar dan materi yang telah ditetapkan. Langkah ini dikenal dengan sebutan pre tes.

Langkah ketiga, menentukan strategi (metode), mengatur pengelompokkan siswa, mengalokasikan waktu, menentukan tempat

atau ruangan dan memilih sumber belajar. Dilaksanakan secara simultan berdasarkan langkah-langkah pertama dan kedua.

Langkah keempat, evaluasi hasil belajar berdasarkan tujuan belajar yang telah ditentukan.

Langkah keenam, umpan balik setelah rancangan pembelajaran diimplikasikan di kelas.

Secara visual model desain sistem pembelajaran Gerlach dan Ely digambarkan seperti di bawah ini.

Gambar Model DSP Gerlach dan Ely

Model pengembangan Silabus dan penyusunan RPP, tidak digambarkan dalam bentuk visual melainkan dalam bentuk langkah-langkah atau prosedur yang harus ditempuh. Prosedur pengembangan Silabus dan penyusunan RPP didasarkan minimal harus ada 4 komponen yaitu tujuan pembelajaran, materi, strategi dan evaluasi.

Desain sistem pembelajaran Silabus dan RPP oleh teori ilmiah dengan harapan produk yang dibuat guru realistik. Beberapa teori ilmiah itu adalah sebagai berikut.

Penentuan

Materi

Penyusunan

Tujuan Belajar

Penilaian

Perilaku Awal

Penentuan

Strategi

Pengaturan

Kelompok

Alokasi

Waktu Alokasi

Tempat

Pemilihan Sumber

Belajar

Evaluasi Hasil

Belajar

Analisis

Umpan Balik

1) Sistem

Desain sistem pembelajaran disusun dengan menerapkan pendekatan sistem, di mana setiap komponen berinteraksi dengan komponen lainnya dan saling ketergantungan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Teori ini berimplikasi kepada setiap komponen pembelajaran harus dikembangkan untuk mencapai komponen tujuan pembelajaran. Apabila satu komponen tidak dikembangkan dengan baik (konsisten dan memadai) akan mengakibatkan kualitas akan menjadi rendah dan pengimplementasian di lapangan terganggu.

Implikasi lain adalah melalui pendekatan sistem ini adalah setiap komponen dapat segera diperoleh umpan balik dapat direvisi setiap saat. Hal ini tampak dalam model sistem dari Filbeck yang menjelaskan bahwa sub sistem (komponen sistem) saling berhubungan atau berintegrasi dalam menjalankan fungsinya.

Sebagai contoh dikemukakan adanya sistem dalam perencanaan pembelajaran, tampak dalam model berikut ini.

Gambar Sistem Perencanaan Pembelajaran

2) Analisis Peserta Didik

Paradigma pembelajaran pada saat ini telah bergeser dari guru kepada siswa (learned oriented). Konsekuensi paradigma ini, perencanaan harus disusun atas dasar kebutuhan siswa. Sebagai contoh adalah: (a) siswa dengan karakteristik gaya belajarnya berimplikasi kepada pemilihan media, (b) siswa dengan karakteristik perkembangan kognitif berimplikasi kepada penentuan metode pembelajaran, dan (c) siswa memiliki karakteristik kemampuan awal berimplikasi pada penguasaan kompetensi dasar satu, sehingga materi pelajaran akan dimulai dengan pencapaian kompetensi dasar kedua. Konsep ini sejalan dengan Mollenda, yang mengontrol kondisi internal siswa adalah variabel di dalam diri siswa.

Dalam konsep belajar yang menjadi perhatian adalah proses belajar di dalam internal siswa. Oleh karena itu, perubahan perilaku siswa tergantung bagaimana siswa memproses perolehan pengalaman belajarnya di dalam dirinya.

Implikasi dari teori ini, perancang pembelajaran harus dapat memanfaatkan hal itu di dalam mengelola aktivitas belajar siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar. Sebagai contoh dikatakan oleh B.F. Skinner tentang prinsip belajar: "perilaku dapat dibentuk melalui proses penguatan". Atas dasar teori ini perencanaan pembelajaran yang disusun guru, dapat dituliskan pada komponen evaluasi pembelajaran dengan merencanakan aktivitas belajar atau respon yang benar. Contoh lain adalah tentang motivasi belajar dari Keller: "seseorang akan melakukan sesuatu kalau ia akan melihat hasil yang memiliki nilai atau manfaat". Implikasi teori ini adalah guru merencanakan pembelajaran pada bagian prosedur (urutan) pembelajaran yaitu pendahuluan direncanakan dengan menjelaskan relevansi isi materi pelajaran dengan dunia kerja, kegiatan pendidikan selanjutnya dan kegiatan yang menunjang praktik.

3) Pembelajaran

Mengusahakan siswa belajar adalah tugas utama guru sebagai fasilitator pembelajaran. Hal ini merupakan implikasi dari sifat teori pembelajaran yaitu preskriptif (menyarankan bagaimana sebaiknya proses belajar diselenggarakan).

Contoh: teori pembelajaran yang akan diaplikasikan dalam perencanaan pembelajaran adalah model pembelajaran berpikir induktif dari Hilda Taba yang membantu siswa dalam pengembangan keterampilan berpikir. Berdasarkan model tersebut guru dapat merencanakan strategi pembelajaran dengan tahapan sebagai berikut.

Pembentukan konsep

Pada tahap ini siswa mempelajari konsep berdasarkan masalah dan ditunjang oleh data atau fakta-fakta yang relevan dengan cara berikut.

Mengidentifikasi data yang relevan dengan permasalahan.

Mengelompokkan data atas dasar kesamaan karakteristik.

Membuat kategori serta label pada kelompok-kelompok data yang memiliki kesamaan karakteristik.

Interpretasi data

Kegiatan tahap ini siswa diminta untuk melakukan:

verifikasi (pengujian), data yang telah dikategorikan sesuai dengan konsep yang diperoleh, dan membuat kesimpulan dari hasil kegiatan verifikasi data.

Penerapan prinsip

Tahap ini merupakan aplikasi prinsip dan kesimpulan data yang dirumuskan siswa dengan cara:

mengajukan permasalahan baru.

menjelaskan prediksi atau hipotesis, dan

menjelaskan dasar teori untuk memperkuat argumen hipotesisnya.

Apabila model ini dikuasai guru langkah pembelajaran lebih bervariasi dan paradigma belajar berorientasi siswa terjawab.

4) Komunikasi

Merupakan pengiriman pesan dari sender kepada receiver. Konsep komunikasi dari Berlo yang disebut S - M - C- R, Source- Message- Channel - Receiver menggambarkan betapa penting saluran penyampaian pesan yaitu media. Implikasi dari teori ini, dalam perencanaan pembelajaran komponen media menjadi sub sistem pembelajaran yang berfungsi untuk mengurangi verbalisme dan dapat membantu pemahaman siswa dengan persepsi yang sama.

Contoh:

Guru menggunakan media realia untuk membelajarkan siswa jurusan akuntansi yaitu bukti-bukti transaksi, dan

Guru menjelaskan cara pembuatan burger dengan media realia sayuran, mayones, roti burger dan beef burger.

Desain sistem pembelajaran yang harus dikembangkan oleh guru minimal 4 komponen, yang akan diuraikan berikut ini:

a) Tujuan Pembelajaran

Rancangan pembelajaran sebagai suatu sistem dimulai dengan komponen pertama dan utama yaitu tujuan pembelajaran/kompetensi. Tujuan pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditunjukkan oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (Bloom, dkk.).

Sedangkan kompetensi merupakan kecakapan peserta didik yang memadai untuk melakukan suatu tugas dengan standar tertentu. Bullard, dkk. Menyebut istilah ini adalah performance objective/tujuan penampilan. Dick dan Carey menyebutkan dengan istilah tujuan performansi.

Berdasarkan kedua istilah tersebut, tujuan pembelajaran tampak belum mengarah pada perbuatan sedangkan kompetensi menunjukkan perilaku secara totalitas untuk mendemonstrasikan unjuk kerja/perbuatan.

Dengan mengacu kepada kedua istilah diatas yang terpenting adalah makna keduanya menggambarkan pernyataan penampilan peserta didik setelah mengikuti proses belajar.

Tujuan pembelajaran/kompetensi merupakan hasil akhir yang dicapai oleh siswa, bermanfaat dalam membantu arah pembelajaran secara umum, seperti berikut.

Memberikan petunjuk materi pelajaran yang harus dipelajari siswa.

Memberikan pengarahan pemilihan metode yang sebaiknya diterapkan.

Memberikan pengarahan penentuan media yang digunakan.

Memberikan pengarahan dalam merencanakan langkah pembelajaran.

Memberikan pengarahan dalam menilai hasil belajar siswa.

Dengan kata lain tujuan pembelajaran/kompetensi dapat membantu usaha belajar siswa.

Hierarki tujuan pembelajaran (Perceival dan Ellington) atau tujuan penampilan (Bullard) diklasifikasikan menjadi dua yaitu tujuan umum (terminal objective/goal) dan tujuan khusus (enabling objective). Dalam konteks kurikulum tingkat satuan pendidikan istilah ini setara dengan standar kompetensi (kompetensi ) dan kompetensi dasar (sub kompetensi). Untuk mencapai tujuan khusus dirumuskan indikator (kriteria unjuk kerja).

Ruang lingkup tujuan umum adalah luas dan merupakan pernyataan tentang penampilan/perilaku akhir yang dapat dicapai siswa setelah menyelesaikan suatu mata pelajaran atau satu tema pelajaran (pendekatan tematik). Jadi luas jangkauannya tergantung pada ruang lingkup kegiatan yang sedang dilakukan. Sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan tentang penampilan/perilaku yang lebih spesifik dan dapat dicapai siswa setelah menyelesaikan satu materi pokok (pokok bahasan). Jadi tujuan khusus dijabarkan dari tujuan umum. Untuk mengetahui keberhasilan mencapai tujuan khusus diperlukan indikator yaitu pernyataan yang merupakan kumpulan dari perilaku yang menunjang tercapainya tujuan khusus.

Berdasarkan paparan di atas, maka hierarki tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut.

Gambar Hierarki Tujuan Pembelajaran

Istilah-istilah tersebut dapat disesuaikan dengan memperhatikan jangkauan dan ruang lingkup kegiatan yang dilakukan.

Pernyataan yang merupakan perilaku yang ditunjukkan siswa oleh Bloom, dkk. digambarkan dalam jenjang bagaimana berpikir (ranah kognitif), bagaimana bersikap dan merasakan sesuatu (ranah afektif) dan bagaimana berbuat (ranah psikomotorik). Ketiga ranah ini dijabarkan sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif menurut Anderson dan Krathwohl

Pada tujuan pembelajaran ini terdapat tingkatan mulai dari pengetahuan tentang fakta-fakta sampai kepada proses intelektual yang tinggi, yaitu pengetahuan,' pemahaman, mengaplikasikan, menganalisis, mensistesis, dan menilai.

Tujuan Umum

Tujuan Pembelajaran

Umum/Standar

Kompetensi/

Kompetensi

Tujuan Kurikuler

Standar Kompetensi

Tujuan Khusus

Tujuan Pembelajaran

Khusus/Kompetensi

Dasar/Sub

Kompetensi

Tujuan Pembelajaran Umum

Kompetensi Dasar

Indikator

Kriteria Untuk Kerja

Indikator

Kriteria Unjuk Kerja

Atau

Tingkatan taksonomi ini kemudian direvisi mulai dari mengingat, mengerti, memakai, menganalisis, menilai, dan mencipta.

Deskripsi dari masing-masing jenjang tersebut adalah sebagai berikut.

Mengingat (remember): Meningkatkan ingatan atas materi yang disajikan dalam bentuk yang sama seperti yang diajarkan. Contoh: siswa akan dapat menyebutkan langkah-langkah mengukur berat bahan untuk mengolah makanan.

Mengerti (understand): mampu membangun arti dari pesan pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tulisan maupun grafis. Contoh: siswa akan dapat membuat ringkasan sejarah timbulnya akuntansi.

Memakai (use): menggunakan prosedur untuk mengerjakan latihan maupun memecahkan masalah. Contoh: siswa akan dapat menggunakan prosedur cara membuat laporan keuangan.

Menganalisis (analysis): memecah bahan-bahan ke dalam unsur-unsur pokoknya dan menentukan bagaimana bagian-bagian saling berhubungan satu sama lain dan kepada keseluruhan struktur. Contoh: siswa akan dapat menjabarkan pengaruh inflasi terhadap berbagai nilai uang.

Menilai (evaluate): membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Contoh: siswa mampu membuat kritik tentang laporan rugi laba.

Mencipta (create): membuat suatu produk yang baru dengan mengatur kembali unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu pola atau struktur yang belum pernah ada sebelumnya. Contoh: siswa mampu menciptakan masakan nusantara yang mengandung unsur-unsur kekayaan alam daerah Nusantara

Gambar Ranah Kognitif

b. Ranah Psikomotor

Tujuan pembelajaran kawasan psikomotor dikembangkan oleh Harrow, disusun secara hierarkis dalam lima tingkat, mencakup tingkat meniru sebagai tingkat yang paling sederhana dan naturalisasi sebagai tingkat yang paling kompleks.S Perilaku psikomotor menekankan pada keterampilan neuro-maxular yaitu keterampilan dengan gerakan otot.

Meniru (immitation): mengharapkan siswa untuk dapat meniru suatu perilaku yang dilihatnya. Contoh: siswa dapat mengulang gerak menyapukan kuas dengan benar di atas nastar yang sudah dibentuk.

Menerapkan (manipulation): siswa dapat melakukan perilaku tanpa bantuan visual, sebagaimana pada tingkat meniru. Pada dasarnya tujuan tingkat ini sama dengan meniru, bedanya adalah siswa tidak lagi melihat contoh tapi hanya diberi instruksi secara tertulis atau verbal. Contoh: siswa dapat menghidupkan komputer dengan membaca manual dan penjelasan secara verbal.

Memantapkan (precission): siswa diharapkan dapat melakukan suatu perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan melakukannya dengan lancar, tepat, seimbang, dan akurat. Contoh: siswa dapat mengetik kata ke dalam format data base tanpa membuat kesalahan.

Merangkai (articulation): siswa diharapkan untuk menunjukkan serangkaian gerakan dengan akurat, urutan yang benar, dan kecepatan yang tepat. Contoh: siswa dapat menggunakan kalkulator untuk mengerjakan 10 soal matematika dalam waktu 10 menit.

Naturalisasi (naturalization): siswa diharapkan melakukan gerakan tertentu secara spontan dan otomatis. Siswa melakukan gerakan tersebut tanpa berpikir lagi cara melakukannya dan urutannya. Contoh: siswa dapat mengoperasikan program data base dengan lancar.

Gambar Ranah Psikomotor

c. Ranah Afektif

Krathwohl, Bloom & Maisa mengembangkan taksonomi tujuan yang berorientasikan kepada perasaan atau afektif. Taksonomi ini menggambarkan proses seseorang dalam mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu yang menjadi pedoman baginya dalam bertingkah laku. Krathwohl mengelompokkan tujuan afektif ke dalam lima kelompok.

Menerima (receiving): mengharapkan siswa untuk mengenal, bersedia menerima, dan memperhatikan berbagai stimulus. Dalam hal ini siswa masih bersikap pasif, sekedar mendengarkan atau memperhatikan saja. Contoh: siswa bersedia mendengarkan ceramah tentang etika profesi juru masak.

Meniru

Mengamati

Mencontoh gerak

Menerapkan

Mengikuti petunjuk

Menampilkan

gerak

Memantapkan

Mencermati penampilan

Mengoreksi

kesalahan

Merangkai

Mengkoordi nasikan gerak

Konsistensi

internal

Naturalisasi

Penampilan alamiah

Efisiensi & efektivitas

gerak

Menanggapi (responding): keinginan berbuat sesuatu sebagai reaksi terhadap suatu gagasan, benda atau sistem nilai, lebih dari sekedar pengenalan saja. Dalam hal ini siswa diharapkan untuk menunjukkan perilaku yang diminta. Contoh: siswa bersedia berlatih membuat laporan keuangan.

Menghargai (valuing): penghargaan terhadap suatu nilai merupakan perasaan, keyakinan atau anggapan bahwa suatu gagasan, benda atau cara berpikir tertentu mempunyai nilai. Dalam hal ini siswa secara konsisten berperilaku sesuai dengan suatu nilai meskipun tidak ada pihak lain yang meminta atau mengharuskannya. Contoh: siswa dengan sukarela berpartisipasi dalam aksi penghematan energi.

Mengorganisasikan (organization): menunjukkan saling keterhubungan antara nilai-nilai tertentu dalam suatu sistem nilai, serta menentukan nilai mana, yang mempunyai prioritas lebih tinggi daripada nilai yang. Dalam hal ini siswa menjadi commited terhadap suatu sistem nilai. Contoh: siswa akan mampu memilih dari berbagai alternatif cara meningkatkan gizi masyarakat yang sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya.

Mengamalkan (characterization): berhubungan dengan pengorganisasian dan pengintegrasian nilai-nilai ke dalam suatu sistem nilai pribadi. Hal ini diperlihatkan melalui perilaku yang konsisten dengan sistem nilai tersebut. Pada tingkat ini siswa telah mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam suatu filsafat hidup yang lengkap dan meyakinkan, dan perilakunya akan selalu konsisten dengan filsafat hidup tersebut. Contoh: siswa akan menghindari sikap-sikap yang otoriter selama praktik kerja secara kelompok.

Gambar Ranah Afektif

Menuliskan tujuan pembelajaran/kompetensi yang baik dan benar adalah penting. Perancang pembelajaran dituntut untuk mampu menggambarkan sejelas dan setepat mungkin tentang apa yang perlu dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran.

Untuk memenuhi harapan guru dalam menentukan tujuan pembelajaran umum/kompetensi umum, menurut Dick Carey sebaiknya dilakukan melalui identifikasi kebutuhan pembelajaran melalui sumber-sumber guru, pengguna lulusan dan masyarakat (sosial budaya). Sumber-sumber ini akan membantu perumusan tujuan/kompetensi umum memiliki nilai yang lebih berarti.

Sedangkan tujuan pembelajaran khusus/ kompetensi dasar dijabarkan melalui pendekatan analisis pembelajaran dengan menjabarkan sub-sub kompetensi lebih terinci dan memiliki kaitan yang satu dengan lainnya. Rincian sub-sub kompetensi agar proses belajar mudah dilaksanakan oleh siswa.

Pendekatan analisis pembelajaran/kompetensi sebagai ilustrasi di bawah ini disajikan ke empat pola sebagai berikut.

Struktur Hierarkial

Menerima

Menyadari

Menampung

Memperhatik

an

Menanggapi

Mengikuti

Melibatkan

Memuaskan

Menghargai

Menerima nilai

Memihak pada nilai

Komitmen

pada nilai

Mengornisasi kan

Mengkonseptualisasi

Merangkai

sistem

Mengamalkan

Menggeneraalisasi sistem nilai

Menginter nalisasi nilai

dalam hidup

Merupakan susunan beberapa tujuan/kompetensi khusus di mana satu/beberapa tujuan/kompetensi khusus menjadi prasyarat bagi kompetensi berikutnya.

Gambar Struktur Hierarkial

Struktur Prosedural

Dalam struktur ini kedudukan beberapa tujuan/kompetensi khusus menunjukkan satu rangkaian pelaksanaan kegiatan/pekerjaan, tetapi antar tujuan/kompetensi tersebut tidak menjadi prasyarat untuk kompetensi lainnya.

Gambar Struktur Prosedural

Struktur Pengelompokkan

Pada struktur ini beberapa tujuan/kemampuan khusus yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki ketergantungan, tetapi harus dimiliki secara lengkap untuk menunjang kemampuan berikutnya.

Tujuan Pembelajaran Umum/Kompetensi

Umum

Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi

Khusus 2

Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi

Khusus 1

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 1

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 2

Tujuan Pembelajaran Umum/

Kompetensi Umum

Gambar Struktur Pengelompokkan

Struktur Kombinasi

Analisis pembelajaran dengan struktur kombinasi digunakan apabila beberapa tujuan/kompetensi khusus susunannya terdiri dari struktur hierarkial, prosedural, maupun pengelompokkan.

Gambar Struktur Kombinasi

Tujuan Pembelajaran Umum/

Kompetensi Umum

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 1

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 1

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 1

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 1

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 2

Tujuan Pembelajaran Umum/

Kompetensi Umum

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 3

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 1

Tujuan Pembelajaran Khusus/

Kompetensi Khusus 2

Empat struktur kompetensi di atas hanya dapat dilakukan oleh pembelajar melalui analisis pembelajaran. Dengan demikian, analisis pembelajaran bermanfaat bagi perencana pembelajaran dalam melakukan identifikasi kompetensi, menentukan urutan pelaksanaan pembelajaran dan menghubungkan/mengaitkan kompetensi satu dengan lainnya serta dapat menentukan penjabaran kegiatan belajar/tugas yang harus dilakukan oleh siswa serta waktu yang dibutuhkan.

Untuk membantu pembelajar trampil melakukan analisis pembelajaran dapat melalui langkah-langkah berikut:

Menulis semua tujuan pembelajaran khusus/kompetensi khusus yang relevan dengan Tujuan Pembelajaran Umum/kompetensi umum dalam potongan kertas ukuran kartu pos.

Memberi nomor setiap Tujuan pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus, dimulai dari Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus yang paling awal (dari nomor 1 dan seterusnya).

Menggambarkan dan menentukan hubungan antar Tujuan pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus tersebut dalam bentuk bagan yang dengan struktur kompetensi.

Memberikan tanda panah pada setiap hubungan antar Tujuan Pembelajaran Khusus/Kompetensi Khusus,

Perumusan tujuan pembelajaran/kompetensi dapat berlandaskan pada teori dari Mager yang mempersyaratkan kriteria rumusan tujuan dengan komponen "Audience, Behavior, Condition, dan Degree/Standard”, Sedangkan menurut Bullard kriteria rumusan kompetensi minimal mengandung tiga komponen yaitu “Performance, Condition dan Standard”.

Kriteria perumusan dari ahli tidak berbeda, karena relevansinya pada pelaksanaan proses pembelajaran lebih nyata/memadai. Contoh: siswa kelas XII SMK Negeri XYZ" semester ganjil mampu menghitung mean, median, dan modus secara akurat bila disediakan nilai hasil penjualan selama satu bulan.

Bila dianalisis rumusan tujuan ini memiliki kriteria lengkap yaitu sebagai berikut.

Audience adalah siswa yang belajar. Siapa?

Siswa kelas XII SMK Negeri 'XYZ" semester ganjil.

Behavior (performance) adalah perilaku yang akan dilakukan siswa setelah mengikuti pelajaran, dengan menuliskan perilaku dalam bentuk kata kerja dan dilengkapi objeknya. Perilaku? Menghitung mean, median dan modus dalam bentuk kuantitatif.

Condition adalah prasyarat atau syarat yang diberikan kepada siswa pada saat siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran/tugas evaluasi. Kondisi? Nilai hasil penjualan selama satu bulan.

Degree/standard adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku yang diharapkan. Standar? Secara akurat.

Perumusan tujuan pembelajaran yang mengandung dua kriteria yaitu audience dan behaviour sudah memadai tetapi akan memberikan kesulitan dalam proses pengukuran karena ketidakjelasan kondisi dan standar keberhasilan.

2. Materi Pembelajaran

Komponen materi pembelajaran pada sistem rancangan pembelajaran merupakan salah satu isi pengalaman belajar, dirancang sebagai bahan kajian yang disebut mata pelajaran. Hal ini dikemukakan dalam pasal 20 PP RI No 15 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, "setiap perencanaan pembelajaran akan memuat antara lain materi ajar yang dikelola secara sistematis setelah perumusan tujuan”. Tyler dalam model pengembangan kurikulum menyebut dengan istilah merinci konten dan mengorganisasikan konten. Sedangkan Reigeluth menyebut dengan istilah pengorganisasian isi mata pelajaran.

Materi pelajaran adalah konten atau isi pelajaran yang diorganisasikan sesuai dengan tujuan pembelajaran/kompetensi ya ng dicapai peserta didik. Isi pelajaran dalam perencanaan pembelajaran dirinci menjadi bagian-bagian kecil agar memudahkan siswa untuk menyampaikan,

mengolah, dan menggunakannya kembali. Bagian-bagian kecil isi pelajaran disusun mulai dari materi pokok (pokok bahasan/topik), kemudian sub materi pokok (sub pokok bahasan/sub topik) dan terakhir adalah bahan ajar. Dengan demikian, isi pelajaran menjadi konsisten dan memadai serta dapat dipertanggungjawabkan dari segi ontologi, epistimologis, dan aksiologi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merinci dan mengorganisasikan isi pelajaran menurut Tyler adalah dengan melakukan berikut.

Pengaturan Horizontal

Penataan isi secara horizontal berhubungan dengan keluasan dan kedalaman isi pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengulangan materi pelajaran.

Pengaturan Vertikal

Penataan isi pelajaran vertikal berhubungan dengan muatan dan kesinambungan yaitu penyajian menggambarkan kontinuitas sesuai kebutuhan siswa dan tuntutan keilmuan. Hal ini dilakukan untuk menjamin keberlangsungan isi pelajaran dari konkrit menuju abstrak, dari sederhana menuju rumit, dari khusus menjadi umum, dari umum menjadi khusus, dan lain-lain. Dengan demikian isi pelajaran ditata secara bertahap sesuai dengan perkembangan dan kesiapan peserta didik serta berkelanjutan.

Contoh:

Tujuan pembelajaran khusus/kompetensi dasar

Siswa kelas X terampil memotret dengan tiga teknik pencahayaan tanpa salah bila tersedia lampu photo studio dan kamera photo tipe FM 10.

Materi pembelajaran

Memotret dengan teknik pencahayaan.

Isi pelajaran diatur dalam format peta konsep.

Gambar Materi Pelajaran

Reigeluth dan Merill mengemukakan pengorganisasian isi pelajaran melalui tipe isi pelajaran menjadi empat yaitu sebagai berikut.

- Fakta yaitu isi pelajaran berbentuk objek, peristiwa, simbol yang ada didalam lingkungan nyata/imajinasi dan dapat merupakan asosiasi antara objek dan lainnya. Contoh: Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pendidikan nasional di Indonesia, beliau mendirikan organisasi Taman Siswa di Yogyakarta.

- Konsep yaitu isi pelajaran yang merupakan sekelompok objek, peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik dan diidentifikasi dengan nama sama. Contoh: konsep ekonomi memiliki karakteristik dan sebutan nama yang sama seperti definisi ekonomi, jenis kategori ekonomi, kegiatan ekonomi.

- Prinsip, yaitu isi pelajaran yang menggambarkan hubungan sebab akibat antara konsep-konsep. Contoh: prinsip gizi masyarakat "empat sehat lima sempurna" bermakna pada konsep kategori makanan dan pelengkap makanan serta dampak dari implementasi prinsip tersebut.

- Prosedur yaitu isi pelajaran yang menjelaskan urutan langkah untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah atau sesuatu. Contoh: penyusunan neraca saldo keuangan rugi laba.

o Mencatat transaksi

o Mengelompokkan transaksi debet dan kredit

o Menghitung sisa uang dari sisa transaksi

Memotret dengan

teknik pencahayaan

Definisi

Prasya

rat

Prosed

ur

Sinar depan Sinar samping Sinar belakang

o Dan seterusnya.

Empat tipe isi pelajaran seluruhnya atau sebagian dapat terkandung di dalam materi pokok, dan biasanya terkait satu dengan lainnya.

Contoh:

Materi pokok : Kebutuhan pokok dalam ekonomi

Fakta : manusia mempunyai kebutuhan akan makan,

pendidikan, rumah, dll.

Konsep : definisi kebutuhan teori kebutuhan

Prinsip : kebutuhan yang bersifat utama, penting dan segera harus

menjadi prioritas.

Prosedur :usaha perdagangan wiraswasta, bekerja dalam

pemerintahan

Tabel Tipe Isi Pelajaran

Fakta Konsep Prinsip Prosedur

Obyek

Peristiwa

Simbol

Asosiasi ketiganya

Definisi

Klasifikasi

Ciri

Fungsi

Aturan

Hukum

Syarat

Urutan

Cara kerja

Langkah/tahapan

Ahli pembelajaran Tony Buzan mengemukakan pengembangan isi pelajaran dengan nama mind map (peta pikiran), dimana cara kerjanya disesuaikan teori belahan otak Sperry yaitu belahan otak kiri berpikir secara logika dan belahan otak kanan bekerja secara emosi. Oleh karena itu, diperlukan tidak hanya teks, tetapi perlunya dengan gambar dan warna serta setiap rincian isi pelajaran dihubungkan dengan garis seolah-olah adalah simbol neuron atau sel saraf, prinsip cabang-cabang pohon dan memudahkan penggambaran poin-poin utama.

Berdasarkan peta pikiran dapat dikembangkan ke dalam bentuk bahan ajar cetak dan atau non cetak disesuaikan dengan tipe isi pelajaran dan gaya belajar siswa serta perkembangan kognitif siswa. Guru atau

pembelajar dapat mengembangkan bahan ajar dengan format seperti: bahan ajar mandiri (modul), buku teks, diktat, hand out, CD pembelajaran, VCD pembelajaran, slide power point dan lain-lain.

Mengembangkan bahan ajar dapat dilakukan pembelajar dengan cara berikut.

- Menulis Sendiri Isi pelajaran

Isi pelajaran ditulis oleh pembelajar sendiri karena keahliannya kemampuan menulis yang dimilikinya.

- Mengemas Kembali Isi pelajaran.

Isi pelajaran yang sudah ada dikumpulkan dan disusun kembali dengan gaya bahasa dan strategi yang sesuai. Ketersediaan sumber referensi yang relevan sangat diutamakan.

- Menata Isi pelajaran dengan Kompilasi

Isi pelajaran ditata berdasarkan sumber belajar tersedia dan kemudian sumber tersebut di foto copy ulang atau cetak utang dan dikompilasi secara lengkap. Ketersediaan berbagai sumber belajar harus dipilih secara akurat.

Penyajian bahan ajar dapat dikemas sesuai kebutuhan, tetapi perlu dipelihara keterbacaan dan kemudahan untuk dipelajari oleh siswa.

3. Strategi Pembelajaran

Tidak ada satupun strategi pembelajaran yang jitu untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran/kompetensi. Mengapa? Karena keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran/kompetensi tergantung kepada banyak faktor antara lain tipe isi pelajaran, tempat proses pembelajaran berlangsung atau dari pelaksana pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, unit ini sebaiknya Anda cermati dengan seksama.

Pembelajaran merupakan proses mengupayakan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran/kompetensi yang telah ditetapkan atau kegiatan memfasilitasi peserta didik berinteraksi dengan lingkungan sehingga diperoleh pengalaman belajar. Upaya dan kegiatan ini direncanakan oleh guru di dalam komponen strategi pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat dilaksanakan.

Strategi pembelajaran oleh sebagian ahli diidentikkan dengan sebutan metode pembelajaran atau pendekatan dalam membelajarkan. Metode

pembelajaran oleh Reigeluth didefinisikan adalah cara-cara yang berbeda dalam mencapai hasil belajar. Cara-cara tersebut dapat meliputi bagaimana materi pembelajaran disampaikan kepada peserta didik, dan atau bagaimana peserta didik dapat menerima materi pembelajaran serta bagaimana peserta didik merespon masukan dari peserta didik lainnya. Berdasarkan definisi ini, strategi pembelajaran meliputi langkah pembelajaran, media dan interaksi belajar mengajar.

Ahli Teknologi Pendidikan Yusufhadi Miarso mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai pendekatan menyeluruh dalam pembelajaran berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan atau teori belajar tertentu. Berdasarkan definisi ini maka pembelajar dapat merencanakan pencapaian tujuan pembelajaran atas dasar teori belajar behavioristik, humanistik, konstruktivistik atau teori dari ahli pembelajaran lainnya disesuaikan dengan perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya siswa.

Dengan demikian, strategi pembelajaran akan dapat bersifat spesifik. Sebagai contoh guru menganut pada falsafah pilar belajar dari UNESCO maka pembelajar dapat merencanakan kegiatan pembelajaran dengan tahapan berikut.

Learning to know siswa mempelajari konsep

Learning to do. siswa membuktikan konsep dengan eksperimen, observasi dan lain-lain.

Learning to live together. siswa diminta memecahkan masalah secara berkelompok

Learning to be siswa memantapkan konsep yang telah diketahui secara berkelompok dengan refleksi.

Contoh lain apabila guru merencanakan strategi dengan pandangan teori belajar John Dewey "learning by doing” maka ia dapat merencanakan tahapan pembelajaran seperti berikut:

Siswa dikenalkan dengan konsep pengukuran gizi bagi pasien DBD.

Siswa ditugaskan ke rumah sakit untuk mengukur gizi seimbang bagi pasien DBD.

Siswa menganalisis hasil pengukuran dengan berbagai alternatif bahan makanan.

Dengan teori belajar ini siswa bukan hanya mendengar atau melihat, juga melakukan sehingga pengalaman belajarnya menjadi berkualitas.

Kedua contoh pandangan tersebut sejalan dengan definisi strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh Seels dan Richey yaitu spesifikasi untuk memilih dan mengurutkan proses belajar atau kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran.

Mengorganisasi Pengalaman Belajar

Gambar Mengorganisasi Pengalaman Belajar

Pada sub kegiatan belajar ini akan diuraikan beberapa jenis strategi pembelajaran yang sangat berkaitan erat dengan bagaimana proses belajar direncanakan, sehingga tujuan pembelajaran/kompetensi dapat dicapai secara optimal. Strategi pembelajaran dilihat dari subjek yang

Strategi

Pembelajaran

Strategi

Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran

Materi Pembelajaran

Langkah Pembelajaran/ Urutan

Kegiatan Pembelajaran

METODE

Media

Interaksi

Belajar Mengajar

Interaksi

Belajar Mengajar

belajar (siswa) dan yang membelajarkan (guru). Dalam hal ini Percival dan Ellington menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut.:

- Strategi pembelajaran Berpusat kepada Guru. Strategi ini hampir seluruh kegiatan belajar mengajar dikendalikan penuh oleh guru. Guru mengkomunikasikan isi pelajaran kepada para siswa baik untuk tingkat pokok bahasan/materi pokok maupun tingkat silabus/mata pelajaran/tema. Sangat terikat kepada waktu terjadwal dan banyak menggunakan metode ceramah. Siswa dituntut menyesuaikan cara belajarnya dengan keputusan proses pelaksanaan pembelajaran yang diambil oleh guru. Akibatnya kebutuhan/potensi siswa secara individual yang berbeda kurang diperhatikan atau tidak terlayani.

- Strategi pembelajaran Berpusat pada Siswa. Strategi ini kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada aktivitas belajar siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran. Siswa mempunyai tanggung jawab terhadap keseluruhan aspek belajarnya.

Sebagai fasilitator pembelajaran, guru perlu mempersiapkan bahan ajar dalam berbagai bentuk cetak dan atau noncetak yang didalamnya dapat dilengkapi pedoman belajar. Selain itu guru perlu memfasilitasi dengan sumber-sumber belajar sehingga pengalaman belajar siswa lebih luas dan kemampuan siswa belajar secara mandiri akan terbentuk.

Ahli lain Gerlach dan Ely mengklasifikasikan strategi pembelajaran sebagai suatu kontinum yang silih berganti dalam pemanfaatannya, yaitu strategi pembelajaran ekspositori dan strategi pembelajaran diskoveri.

- Strategi Pembelajaran Ekpositori

Strategi pembelajaran ekspositori dapat dikatakan identik dengan strategi berorientasi pada guru atau metode deduktif (dari umum menuju khusus), namun potensi belajar siswa tetap harus dikembangkan.

Tahapan pembelajarannya ada lah sebagai berikut.

Penyajian informasi berupa fakta, prinsip-prinsip umum, aksioma, dalil, konsep, proses kerja dan sebagainya kepada

siswa melalui penjelasan guru atau peragaan/ demonstrasi/atau contoh oleh guru.

Pengujian pemahaman siswa atas informasi yang sudah diberikan melalui tanya jawab atau membahas informasi yang belum dipahami.

Pemberian praktik atau aplikasi/latihan dari informasi yang telah dipelajari oleh siswa dengan pengawasan guru.

Penugasan kepada siswa dalam bentuk aplikasi atau tugas-tugas lain kedalam situasi yang sebenarnya sebagai tindak lanjut dari pengalaman belajar.

- Strategi Pembelajaran Diskoveri

Identik dengan strategi pembelajaran berorientasi siswa atau metode induktif (dari khusus menuju umum), dan peran guru adalah sebagai fasilitator pembelajaran. Adapun tahapan pembelajarannya adalah sebagai berikut.

Siswa diberikan kasus, masalah, contoh-contoh, fakta-fakta atau fenomena khusus (pertanyaan yang harus dijawab tentang apa yang dikaji).

Siswa diminta untuk meneliti hubungan sebab akibat dari kasus/masalah melalui pengumpulan data, analisa data dan perumusan hipotesis atau membuat asumsi atau prediksi. (pertanyaan yang harus dijawab mengapa terjadi demikian).

Siswa diminta untuk membuktikan asumsi/prediksi/hipotesis melalui teori-teori, pengumpulan data dan analisa data (pertanyaan yang harus dijawab bagaimana membuktikan tentang alasan kemengapaannya).

Siswa diminta membuat suatu kesimpulan atau generalisasi, dan guru memperteguh dengan nilai paparan (pertanyaan yang dijawab apa yang telah dihasilkan/ditemukan).

Siswa ditugaskan oleh guru untuk mencari kasus yang baru dan membuktikan melalui proses yang pernah dilakukannya sebagai penguatan sehingga pengalaman belajar dapat disimpan lebih lama.

Strategi pembelajaran yang dikemukakan masing-masing ahli berbeda tetapi tujuannya sama yaitu agar tujuan pembelajaran dicapai dan materi pembelajaran dapat diterima oleh siswa. De porter sebagai pakar Quantum Learning menjelaskan strategi pembelajaran dengan teknik orkestrasi konteks (Iatar) dan orkestrasi isi (materi). Kedua teknik ini tidak dipisahkan tetapi harus dilaksanakan secara bersamaan.

- Orkestrasi Konteks

Strategi pembelajaran ini digunakan untuk terlaksananya proses pembelajaran, meliputi:

Penciptaan suasana kelas secara kondusif melalui pendekatan kepada peserta didik seperti menjalin rasa simpati, rasa keterkaitan, rasa saling membutuhkan dan siswa belajar secara rileks (tidak tegang)/menyenangkan;

Penataan ruang kelas disesuaikan dengan gaya belajar siswa (auditif, visual dan kinestitik) sehingga penggunaan media, musik, dan afirmasi dipilih secara hati-hati; dan

Membangun komunitas belajar dengan, berlandaskan pada tujuan, prosedur/aturan dan agenda kegiatan.

- Orkestrasi Isi

Strategi ini merupakan langkah menyajikan materi pembelajaran yang dapat direncanakan oleh guru sehingga proses pelaksanaan pembelajaran berhasil. Kegiatan yang harus direncanakan adalah:

Penyajian prima

Artinya guru menyampaikan isi pelajaran dengan menggunakan keterampilan mengajar mulai dari tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Selain itu kemampuan berkomunikasi baik verbal (volume, kejelasan, kecepatan, jeda, tulisan) maupun nonverbal (ekspresi, kontak mata, gerakan tubuh pakaian, posisi berdiri, cara bersolek) sangat menentukan penyajian materi pembelajaran menjadi prima.

Interaksi belajar mengajar secara elegan

Motivasi belajar, keterampilan belajar bagaimana belajar dan keterampilan hidup dan kecakapan sosial harus dibangun pada saat penyajian materi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa mencapai tingkat penguasaan 90%.

Kedua format strategi pembelajaran ini dapat dimanfaatkan di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) karena aspek-aspek didalamnya sangat detail. Demikian pula jenis strategi pembelajaran yang telah dipaparkan di atas atau teori strategi pembelajaran dari ahli lain.

Di bawah ini adalah perbandingan dari tiga ahli yang mengemukakan jenis strategi pembelajaran di atas.

Tabel Jenis Strategi Pembelajaran

Perceival & Ellington Gerlach & Ely De Porter

Aktivitas belajar belum optimal

Tanggung jawab kurang dilatih

Kebutuhan/ potensi individu kurang dihargai

Ceramah tanya jawab

Nara sumber belajar

Tatap muka komunikasi

Aktivitas belajar optimal

Tanggung jawab dilatih

Kebutuhan/ potensi individu

Kasus, diskusi kerja kelompok

Tersedia bahan ajar/sumber belajar

Deduktif

Ceramah

Guru adalah nara sumber

Siswa pasif

Sumber belajar terbatas

Induktif

Pemecahan masalah

Guru fasilitator pembelajaran

Siswa aktif

Sumber belajar tak terbatas

Suasana belajar

Ruang kelas

Komunitas belajar

Keterampilan mengajar

Komunikasi

Interaksi belajar mengajar

Joyce dan Weil mengemukakan model pembelajaran menjadi rumpun sosial, rumpun proses informasi, rumpun personal dan rumpun sistem perilaku. Dalam menerapkan rumpun pembelajaran tersebut, terdapat lima unsur sebagai struktur yaitu:

Sintaks, adalah urutan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan rumpun pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai;

Sistem sosial, menggambarkan peran pembelajar dengan peserta didik serta pola hubungan antara keduanya. Pembelajar dapat sebagai sumber utama, fasilitator, tutor atau konselor. Siswa dapat berperan aktif, atau dapat memperoleh kebebasan; selama proses pembelajaran berlangsung.

Prinsip reaksi merupakan cara bagaimana pebelajar melihat peserta didik dalam bentuk perilaku sesuai dengan rumpun pembelajaran yang dipergunakan;

Sistem bantuan, yaitu hal-hal yang akan membantu tercapainya tujuan dengan menerapkan rumpun pembelajaran tertentu; dan

Pengaruh pembelajaran dan pengaruh ikutan. Dikenal dengan istilah instructional effect dan nurturant effect. Pengaruh pembelajaran adalah pengaruh yang berlangsung dari kegiatan pembelajaran, sedangkan pengaruh kegiatan adalah hasil simpangan dari kegiatan pembelajaran.

Sebagai contoh dikemukakan struktur tersebut dengan metode inkuiri sebagai bagian dari rumpun proses informasi.

1) Sintaks

Menghadapkan siswa pada masalah yang bersifat menantang, dan menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan belajar dan cara penelitian.

Siswa memeriksa hal-hal atau kejadian-kejadian yang masalah berdasarkan sumber belajar yang dimilikinya, hipotesis sesuai dengan variabel yang akan diteliti.

Mengumpulkan data dan melakukan percobaan/pembuktian hipotesis/ penelitian.

Siswa menyusun analisis dari data yang telah dikumpulkan dan menarik kesimpulan/membuat generalisasi.

Siswa menuliskan laporan dan melaporkannya di kelas.

2) Sistem sosial

Mengkondisikan belajar dengan situasi masalah.

Menunjukkan perlunya penelitian untuk mengatasi masalah.

Memberikan reaksi pada perilaku siswa dengan informasi yang tepat.

Membantu siswa merumuskan inti masalah penelitian.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan melaksanakan penelitian.

3) Prinsip reaksi

Membantu siswa untuk bersedia menyelesaikan penelitian.

Memelihara emosi siswa untuk dapat bersifat terbuka terhadap informasi baru dari siswa lainnya.

Mengendalikan proses penelitian sesuai dengan prosedur yang sebenarnya.

4) Sistem bantuan

Menyediakan bahan, dan sumber-sumber belajar.

Informasi-informasi yang mendorong pentingnya penelitian berfungsi sebagai penguatan seperti poster-poster, kata-kata yang bersifat membangun chart proses penelitian.

Dorongan guru sebagai fasilitator.

5) Pengaruh/dampak pembelajaran dan pengaruh/dampak ikutan (pengiring)

Terampil melaksanakan penelitian.

Belajar aktif

Terampil berkomunikasi secara tertulis dan lisan.

Berpikir logis dan sistematis.

Bersikap terbuka.

Ellington dan Perceival mengklasifikasikan teknik pembelajaran untuk menyampaikan isi pelajaran menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

1) Teknik pembelajaran massal

Merupakan cara-cara menyampaikan isi pelajaran yang dapat diterima oleh banyak peserta didik dengan kondisi dan mutu pelajaran sebagai teknik pembelajaran individual dan kelompok. Metode yang dapat digunakan adalah metode kuliah dan ceramah, metode kerja praktek metode penyajian film dan video, serta metode siaran pendidikan. Media yang digunakan adalah media audio, media visual dan media audio visual.

2) Teknik pembelajaran berkelompok

Merupakan cara-cara penyampaian isi pelajaran dengan mengoptimalkan interaksi kelompok atau dinamika kelompok dan bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik (menganalisis, menilai, mencipta). Metode yang digunakan yaitu diskusi di bawah kontrol guru, diskusi singkat, tutorial, seminar, proyek, permainan, stimulus dan studi kasus. Media yang dapat digunakan adalah bahan ajar berbentuk tugas/proyek atau alat-alat permainan/ simulasi.

3) Teknik pembelajaran individual

Merupakan cara penyampaian isi pelajaran yang bersifat fleksibel di mana metode pembelajarannya dititikberatkan kepada berkurangnya hambatan-hambatan institusional yang dialami peserta didik namun kontrol belajar dapat setiap saat dapat dimonitor di tempat-tempat belajarnya. Misalnya mahasiswa yang mengikuti program pendidikan universitas, siswa yang mengikuti SMP/SMA Terbuka. Kemudahan metode pembelajarannya dapat ditinjau dari sistem yang digunakan yaitu berinduk pada lembaga, lokal dan belajar jarak jauh, sedangkan peserta didik menggunakan metode belajar mandiri dan ditunjang dengan bahan belajar mandiri yaitu bahan cetak, bahan audiovisual, bahan yang berhubungan dengan komputer.

Bahan belajar didesain sebagai media pembelajaran individual, yaitu model, atau modul yang dilengkapi dengan media audio visual atau media siaran, media berbantuan komputer (CAI) untuk tutorial dan atau laboratorium.

Sebagai contoh adalah teknik pembelajaran kelompok yang dikemukakan oleh Slavin dengan sebutan pembelajaran kooperatif. Di

sini prosedur pembelajaran dikategorikan menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut.

- Tahap persiapan

Pada tahap ini guru merencanakan keseluruhan kegiatan pembelajaran yang dipersiapkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran mencakup komponen materi pelajaran, teknik dan media pembelajaran yang akan digunakan, latar pembelajaran mekanisme kontrol terhadap kegiatan pembelajaran yang akan digunakan, dan alokasi waktu. Rencana pelaksanaan pembelajaran disesuaikan tingkat satuan pendidikan.

- Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan, guru memberikan gambaran ringkas tentang keseluruhan isi bahan pelajaran yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran yang akan dicapai(kompetensi dasar dan indikator) dan mekanisme pelaksanaan pembelajaran.

Pada kegiatan inti guru mulai mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil dan memberikan penugasan yang harus dikerjakan secara kelompok. Kemudian guru menyajikan pokok-pokok materi dan tugas-tugas yang harus diselesaikan secara kelompok.

Setelah mendapatkan penugasan, para siswa duduk berkelompok dan mendengarkan penjelasan guru serta mulai mengerjakan tugas yang diberikan. Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan tugas khusus dari kelompok untuk diselesaikan dan kemudian disampaikan dalam forum yang lebih luas. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, para siswa berkesempatan untuk memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di sekolah (misalnya mencari rujukan atau materi yang perlu di perpustakaan, bertanya kepada guru, berdiskusi dengan teman kelompok, dan sebagainya). Guru selama proses ini berlangsung bertindak sebagai fasilitator dan memberikan bantuan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja.

Setelah semua kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan, kemudian diadakan panel hasil kelompok. Wakil dari setiap

kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya (turnament) kepada seluruh kelas dan kelompok lain diberi kesempatan untuk mengajukan koreksi, sanggahan, kritik atau masukan-masukan yang perlu demi perbaikan. Pemilihan wakil kelompok tidak ditentukan oleh kelompok tetapi oleh guru yang dilakukan secara acak atau melalui undian. Ini dimaksudkan agar semua siswa mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan tidak menggantungkan harapannya pada siswa tertentu. Selama panel ini berlangsung, guru membuat penilaian terhadap kinerja kelompok berdasarkan kinerja yang diperlihatkan anggota-anggota kelompok selama panel.

Kegiatan penutup berisi rangkuman dan tindak lanjut untuk kegiatan berikutnya. Kuis dapat berbentuk individual, teka teki silang, atau kerja kelompok.

- Tahap evaluasi

Evaluasi dilakukan secara berkala pada setiap pergantian pokok bahasan. Pada tahap ini dilakukan evaluasi secara menyeluruh baik terhadap proses maupun hasil yang dicapai. Bobot evaluasi hendaknya diberikan lebih besar kepada aktivitas kelompok. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan berdasarkan kinerja kelompok secara keseluruhan, bukan berdasarkan kinerja siswa secara individual. Meskipun pada akhirnya tes akan diberikan secara individual dalam bentuk ujian akhir dan nilai siswa itu bersifat individual, namun bobot tes untuk kelompok. Ini dimaksudkan untuk mendorong para siswa agar senantiasa terlibat dalam proses kelompoknya dan berkompetisi dengan kelompok lain.

Contoh lainnya adalah seorang guru yang merencanakan strategi pembelajaran dengan metode studi lapangan. Langkah pembelajaran yang harus dilakukannya adalah sebagai berikut.

i. Persiapan

Merumuskan tujuan studi lapangan.

Menentukan lokasi, waktu dan pembimbing.

Mengkondisikan pengetahuan/keterampilan siswa di lapangan.

Menyiapkan instrumen dan bahan lainnya.

ii. Pelaksanaan

Menginformasikan tujuan studi lapangan.

Membagikan bahan tugas dan instrumen.

Mengobseruasi ke lapangan.

Memonitoring kesulitan yang dialami siswa.

Menyusun laporan.

Mempresentasikan laporan.

iii. Penutup

Memberi umpan batik.

Tabel Strategi Pembelajaran Beberapa Ahli

Tujuan dari ahli

Ide Sintesis Kreasi

Gagne

Dick Carey

Joyce & Weil

Slavin

Peristiwa pembelajaran

Strategi pembelajaran

Model pembelajaran

Pembelajaran kooperatif

1. Persiapan

2. Pelaksanaan

3. Evaluasi

Rencana pengembangan strategi pembelajaran dapat pula menggunakan satu teori dari ahli yang bersifat operasional yang dikemukakan Atwi Suparman, dan dapat digunakan untuk tingkat perencanaan pembelajaran mikro (RPP). Sedangkan untuk komponen metode, media dan waktu dapat digunakan untuk tingkat perencanaan pembelajaran makro (silabus). Rencana pengembangan pembelajaran dibuat dalam bentuk bagan beserta contohnya sebagai berikut:

Tabel Bagan Strategi Instruksional

Urutan Kegiatan Instruksional Metode Media Waktu

Pendahuluan

Deskripsi Singkat:

Relevensi:

TIK:

Penyajian

Uraian:

Contoh:

Latihan:

Penutup

Tes Formatif:

Umpan Balik

Tindak Lanjut.

Sedangkan komponen metode dan media dijelaskan seperti tabel di bawah ini.

Tabel Bagan Hubungan antara Metode dan Kemampuan yang akan Dicapai

No Metode Kemampuan dalam TIK

1 Ceramah Menjelaskan konsep, prinsip, atau prosedur

2 Dokumentasi Melakukan suatu keterampilan berdasarkan standar prosedur tertentu.

3 Penampilan Melakukan suatu keterampilan

4 Diskusi Menganalisis/memecahkan masalah

5 Studi Mandiri Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensistensi/mengevaluasi/ melakukan sesuatu baik yang bersifat kognitif, psikomotorik.

6 Kegiatan Instruksional terprogram

Menjelaskan konsep, prinsip, atau prosedur

7 Latihan dengan teman

Melakukan suatu keterampilan

8 Simulasi Menjelaskan, menerapkan dan menganalisis suatu konsep dan prinsip

No Metode Kemampuan dalam TIK

9 Sumbang saran

Menjelaskan/menerapkan/menganalisis konsep, prinsip, dan prosedur tertentu

10 Studi kasus Menganalisis/memecahkan masalah

11 Computer Assisted Learning

Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensistesis/ mengevaluasi/melakukan

12 Insiden Menganalisis/memecahkan masalah

13 Praktikum Melakukan suatu keterampilan

14 Proyek Melakukan sesuatu/menyusun laporan suatu kegiatan

15 Bermain peran Menerapkan suatu konsep, prinsip, atau prosedur

16 Seminar Menganalisis/memecahkan masalah

17 Simposium Menganalisis masalah

18 Tutorial Menjelaskan/menerapkan/menganalisis suatu konsep atau prinsip

19 Deduktif Menjelaskan/menerapkan/menganalisis suatu konsep. Prinsip, prosedur

20 Induktif Mensistesis suatu konsep, prinsip, atau perilaku

Berdasarkan teori tersebut maka guru sebagai perencana pembelajaran dapat mengkreasikan semua komponen strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan situasi belajar yang ada.

4. Evaluasi Pembelajaran

Kata evaluasi pada tulisan ini diidentikkan dengan kata penilaian yaitu proses kegiatan mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian tujuan.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dicapai peserta didik setelah diberikan perlakuan dengan alat ukur tertentu. Kemampuan tersebut meliputi:

Kemampuan berpikir (cognitive) terdiri dari mengingat (C-1), mengerti(C-2), memahami (C-3), menganalisis (C-4), menilai (C-5) dan mencipta (C-6);

Kemampuan mengadopsi suatu nilai dan sikap (Affective) terdiri dari menerima (A-1), menanggapi (A-2), menghargai (A-3), mengorganisasikan/mengatur diri (A-4), dan mengamalkan/menjadikan pola hidup (A-5); dan

Kemampuan gerakan otot (psychomotor) terdiri dari meniru (p-1), menerapkan/menggunakan/manipulasi (p-2), memantapkan/ ketepatan (p-3), merangkai/artikulasi (p-4) dan naturalisasi (P-5).

Berdasarkan paparan di atas maka evaluasi pembelajaran adalah proses kegiatan mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kemampuan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh perceivat dan Ellington: penilaian pembelajaran siswa adalah kegiatan yang dirancang untuk mengukur tingkat pencapaian siswa dalam belajar yang diperoleh melalui penerapan program pengajaran tertentu dalam tempo yang relatif pendek (singkat). Definisi ini sejalan dengan pasal 20 dan pasal 22 ayat 1 pada Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 yang mengatur tentang penilaian pembelajaran oleh pendidik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.

Implikasi dari definisi ini adalah evaluasi/penilaian pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, sehingga harus relevan dengan tujuan yang akan dicapai.

Pada perkembangan kurikulum yang berjalan sekarang (KTSP) maka rencana penilaian pembelajaran harus berdasarkan kemampuan minimal yang dapat dilakukan atau ditampilkan siswa. Dengan demikian, pendekatan penilaian yang tepat adalah penilaian Acuan Kriteria/Patokan (PAP).

Konsekuensi PAP adalah siswa dinyatakan berhasil apabila telah mencapai batas kelulusan dari perilaku (indikator/kriteria unjuk kerja) yang telah ditetapkan.

Gambar Proses Penilaian Pembelajaran

Jenis tagihan dapat ditinjau dari aspek tugas individu atau tugas kelompok, aspek proses atau produk aspek lingkup penilaian formatif, sub sumatif atau sumatif, aspek ulangan harian; serta ulangan umum bersama semester atau ujian akhir.

Tagihan adalah apa yang harus dilakukan/dikerjakan siswa atau perilaku siswa yang akan diukur, dengan menggunakan berbagai alat penilaian. Dalam hal ini Suharsimi menyebut dengan istilah obyek evaluasi.

Berbagai alat penilaian di bawah ini dapat digunakan dalam membantu realisasi pengukuran tagihan seperti yang dikemukakan Depdiknas dalam Sistem Penilaian Kelas.

1) Penilaian Tertulis

- Menggunakan tes tertulis dengan ragam soal kemampuan kognitif dan pengetahuan keterampilan berbentuk pilihan ganda, benar-salah, uraian atau lainnya.

- Butir soal adalah pertanyaan, pernyataan atau tugas-tugas yang harus dilakukan.

2) Penilaian Penampilan/Kinerja

- Menggunakan tes praktik dengan ragam soal kemampuan aplikasi/keterampilan berbentuk rating scale atau checklist.

TPK/Sub

Kompetensi/

Kompetensi

Khusus/

Kompetensi

Dasar

Indikator/

Kriteria Unjuk

Kerja

Pengukuran Tes/

Non Tes

Batas lulus minimal 60% - 100%

Penilaian

- Butir soal adalah kinerja/perbuatan yang didemonstrasikan oleh siswa.

Misal:

Siswa diminta untuk berpidato dengan kemampuan ekpresifisik, suara dan verbal.

Siswa diminta untuk berpidato dengan sistematika membuka, menyajikan dan menutup.

3) Penilaian Portofolio

- Menggunakan nontes dengan ragam soal kemampuan hasil kerja dalam waktu tertentu melalui penilaian diri dan kuesioner.

- Butir soaladalah dokumen/hasil kerja siswa/koleksi pekerjaan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. penilaiannya dapat dibedakan dari portofolio kerja, portofolio dokumentasi, dan portofolio pertunjukkan

4) Penilaian Sikap

- Menggunakan nontes dengan ragam soal kemampuan siswa dalam menilai terhadap objek, orang atau masalah tertentu. Kemampuan, ini, terdiri dari afeksi.(perasaan), kognisi (kepercayaan/keyakinan) dan konasi (kecenderungan berbuat). Alat penilaiannya adalah skala sikap dari Likert, observasi (daftar cek).

- Butir soal adalah perilaku afeksi, kognisis, atau konasi (dapat berdiri sendiri atau gabungan).

Misal:

Kebijakan tentang pembuangan sampah dengan kompetensi siswa mampu menerima peraturan kesehatan lingkungan.

Penilaian proses dan hasil belajar dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap perilaku yang tercantum dalam indikator. Menurut Depdiknas untuk merencanakan penilaiannya harus diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.

Mengacu kepada kompetensi.

Menggunakan acuan kriteria (standar kelulusan belajar mengajar/SKBM).

Bersifat holistik mencakup aspek kognitif, afektif dan psimotorik.

Kegiatan penilaian merupakan proses yang berkelanjutan.

Membangun rasa keingintahuan siswa terhadap kemampuan dirinya.

Menggali informasi melalui berbagai tagihan (alat) ukur yang harus ditempuh oleh siswa

Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa untuk digunakan sebagai bahan umpan balik.

Rowntree mengemukakan prinsip-prinsip penilaian hasil belajar harus memenuhi ketentuan:

- Validitas (Kesahihan)

Kesesuaian pengukuran (pertanyaan, tes, atau alat ukur lainnya) dengan tujuan penilaian dan perilaku yang akan dicapai.

- Reliabilitas (Keterandalan)

Suatu ukuran konsistensi dari alat ukur menunjukkan hasil yang sarna dari kondisi yang berbeda (setara untuk diperbandingkan).

- Dapat Diterapkan (praktis)

Penilaian memungkinkan untuk dilaksanakan, sehingga alat ukur/tagihan yang diminta kepada siswa realistis.

- Manfaat dan Kewajaran

Penilaian harus mencerminkan tingkat ketepatan perilaku (wajar) dan memberikan masukan tentang keadaan dirinya dan mendorong siswa untuk terus memacu dirinya berprestasi di kelas.

Sedangkan langkah-langkah untuk merancang penilaian hasil belajar sebagai komponen perencanaan pembelajaran, yang diadopsi dari Dick dan Carey adalah sebagai berikut.

Menentukan maksud penilaian hasil belajar.

Membuat tabel spesifikasi untuk menjabarkan proporsi alat ukur.

Misal:

Kompetensi Dasar

Indikator Jenis Tagihan

Jumlah Tes Portofolio

Menulis butir-butir alat ukur dilengkapi dengan petunjuk sesuai dengan jenis tagihan yang telah direncanakan

Menuliskan kunci jawaban atau rambu-rambu kunci jawaban untuk alat ukur nontes.

Merencanakan skor dan nilai masing-masing alat ukur yang digunakan sebagai informasi kemajuan hasil belajar siswa baik dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif.

Langkah-langkah di atas dapat dilakukan guru pada perencanaan pembelajaran tingkat mikro (RPP/rencana pelaksanaan pembelajaran). Sedangkan untuk tingkat mata pelajaran/tema yaitu di dalam silabus cukup menuliskan jenis tagihannya dan alat penilaiannya.

5. Prosedur Pengembangan Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada satu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi dan penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

Apakah kompetensi yang harus dicapai siswa yang dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok

Bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam kegiatan pembelajaran beserta alokasi waktu dan alat/sumber belajar yang diperlukan; dan

Bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan penyusunan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang dinilai.

Penyusunan silabus harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.

Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik

Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.

Memadai

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup menunjang pencapaian kompetensi dasar.

Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

Fleksibel

Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini:

Identifikasi

Berisi identifikasi satuan pendidikan, kelas, semester dan mata pelajaran yang akan dikembangkan silabusnya

Standar Kompetensi

Merupakan cuplikan dari standar isi tentang kompetensi siswa yang akan dicapai.

Kompetensi Dasar

Merupakan cuplikan dari standar isi tentang kompetensi dasar siswa yang akan dicapai dari beberapa unit pembelajaran.

Materi Pokok

Berisi materi pokok (konsep, fakta, prinsip, prosedur) yang akan dipelajari untuk mencapai kompetensi dasar.

Indikator

Rumusan penanda ketercakapan tujuan pembelajaran berupa kompetensi yang lebih khusus.

Kegiatan Pembelajaran

Merupakan aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran untuk mencapai indikator keberhasilan belajar.

Penilaian

Jenis-jenis penilaian yang akan dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran baik tes maupun non tes.

Alokasi Waktu

Durasi pembelajaran selama pertemuan berlangsung untuk materi dan indikator yang telah ditentukan, termasuk alokasi waktu penilaian yang terintegrasi dengan pembelajaran.

Sumber/Bahan/Alat

Sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran dicantumkan disini disertai bahan dan yang digunakan, misal antara lain: buku teks, alat, nara sumber.

Silabus merupakan bagian terintegrasi dari KTSP dan merupakan dokumen bagi guru dalam merencanakan berdasarkan Standar Isi yang

tercantum dalam Pemendiknas Nomor 20 tahun 2006. Pengembangan silabus dapat mengikuti format sesuai dengan keperluan dengan tidak mengurangi komponen-komponen penting dari silabus yang telah dibahas dalam modul. Format silabus memiliki dua komponen identitas dan komponen pengembangan (pokok). Ada tiga bentuk format silabus yang dapat dipilih, yaitu:

Contoh Format Matrik 1

SILABUS

Nama Sekolah : ………………………………………….

Mata Pelajaran : ………………………………………….

Kelas/Semester : ………………………………………….

Standar Kompetensi : ………………………………………….

Kompetensi Dasar

Materi Pokok

Indikator Kegiatan

Pembelajaran Penilaian

Alokasi Waktu

Sumber Bahan/Alat

…… …… …… …… …… …… ……

Contoh Format Matrik 2

SILABUS

Nama Sekolah : ………………………………………….

Mata Pelajaran : ………………………………………….

Kelas/Semester : ………………………………………….

Komponen pengembangan/pokok

Komponen identitas

Komponen identitas

Standar Kompete

nsi

Kompetensi

Dasar

Materi Pokok

Indikator Kegiatan

Pembelajaran

Penilaian Alokasi Waktu

Sumber

Bahan/Alat

…… …… …… …… …… …… ……

Contoh Farmat Naratif

SILABUS

Nama Sekolah : ………………………………………….

Mata Pelajaran : ………………………………………….

Kelas/Semester : ………………………………………….

1. Standar Kompetensi : ….

2. Kompetensi Dasar : ….

3. Materi Pokok : ….

4. Indikator : ….

5. Kegiatan Pembelajaran :….

6. Penilaian : ….

7. Alokasi Waktu :….

8. Sumber/Bahan/Alat :….

Komponen pengembangan/pokok pengembangan silabus dengan pendekatan mata pelajaran disusun melalui tahapan berikut:

Mengisi Kolom Identitas

Identifikasi adalah sesuatu yang akan diuraikan atau penanda silabus, seperti nama sekolah, maka pelajaran, kelas/semester.

Komponen pengembangan/pokok

Komponen pengembangan/pokok

Komponen identitas

Penyusun silabus mengisi sesuai dengan identifikasi pada format yang diberikan, Contoh:

SILABUS

Nama Sekolah : SD

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : V/1

Standar Kompetensi : …..

Kompetensi identitas

Menulis dan mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Sebelum menuliskan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) terlebih dahulu mengkaji SK dan KD mata pelajaran sebagaimana tercantum pada standar isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

- Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di S1

- Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;

- Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.

SILABUS

Contoh:

Nama Sekolah :

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : V/1

Standar Kompetensi : 2. Menggunakan pengukuran waktu, sudut,

jarak dan kecepatan dalam pemecahan masalah

Kompetensi Dasar

Materi Pokok

Kegiatan Pembelajaran

Indikator Penilaian Alokasi Waktu

Sumber/Bahan/

Alat

2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam

Mengidentifikasi Materi Pokok

Dalam mengidentifikasi materi pokok harus dipertimbangkan:

- Potensi peserta didik

- relevansi dengan karakteristik daerah,

- tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik;

- kebermanfaatan bagi peserta didik;

- struktur keilmuan;

- aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;

- relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan

- alokasi waktu yang tersedia

Selain itu juga harus memperhatikan:

- Tingkat keahlian (valid): materinya teruji kebenaran dan kesahihannya.

- Tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa.

- Kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya.

- Layak dipelajari (leam ability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat.

- Menarik minat (interest): materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.

Contoh:

Nama Sekolah :

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : V/1

Standar Kompetensi : 2. Menggunakan pengukuran waktu,

sudut, jarak dan kecepatan dalam

pemecahan masalah

Kompetensi Dasar

Materi Pokok

Kegiatan Pembe lajaran

Indikator Penilaian Alokasi Waktu

Sumber/Bahan/

Alat

2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam

Pengukuran (waktu, sudut, jarak, dan kecepatan

Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup : sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, maka pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

Kriteria indikator:

- Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa - Berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar - Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life

skills) - Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara

utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor). - Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan - Dapat diukur/dapat dikuantifikasi - Memperhatikan ketercapaian standar lulusan secara nasional - Menggunakan kata kerja operasional (terlampir) - Tidak mengandung pengertian ganda (ambigu).

Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi

antar peserta didik, peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik" Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

- Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.

- Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus diajukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

- Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.

- Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur pendiri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

- Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.

Penilaian

Penilaian merupakan serangkaian untuk memperoleh menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan prosentase pemenuhan indikator. Berdasarkan pada PP Nomor 19 tahun 2005 bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik terdiri atas ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan non tes. Penilaian dengan tes bentuk tertulis, lisan dan perbuatan (praktik).

Adapun penilaian dengan non tes dapat dilakukan dengan pengamatan, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk" Dalam rangka mendukung pelaksanaan penilaian yang bermakna dapat dilengkapi portofolio untuk masing-masing anak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah sebagai berikut:

- Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.

- Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

- Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dikuasai dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik,

- Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan kegiatan pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan minimal, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

- Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

- Penilaian dapat dilakukan secara: Tes tertulis, lisan, unjuk kerja, penugasan, produk, kinerja, dan pengamatan.

Bentuk instrumen penilaian dipilih sesuai dengan teknik/jenis penilaiannya. Beberapa contoh bentuk instrumen penilaian yang dapat dipilih sebagai berikut:

No Teknik/jenis Bentuk Instrumen

1 Tes Tertulis Tes isian

Tes uraian

Tes Pilihan Ganda

Menjodohkan

Jawaban singkat

Benar-Salah

Dan lain-lain

2 Tes Lisan Daftar pertanyaan

3 Tes Perbuatan (Unjuk Kerja) Tes identifikasi

Tes Simulasi

Uji petik kerja produk

Uji petik kerja prosedur

4 Penugasan Tugas rumah

Tugas proyek

5 Observasi Lembar observasi

6 Wawancara Pedoman wawancara

7 Portofolio Dokumen pekerjaan, karya, prestasi siswa

Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar" Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Alokasi waktu termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dalam pembelajaran.

Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Contoh :

Silabus untuk SMK Keahlian Administrasi Perkantoran

Nama : SMK “X”

Mata Pelajaran : Keadilan Administrasi Perkantoran

Kelas/Semester : XI/1

Standar Kompetensi : Siswa SMK “X” Kelas XI Semester 1 Mampu Bekerja Dalam Satu

Tim

Kompetensi Dasar

Materi Pokok Indikator Kegiatan

Pembelajaran Penilaian

Alokasi Waktu

Sumber/ Bahan/Alat

Mendeskripsikan pengertian bekerja dalam suatu tim

Pengertian bekerja dalam satu tim

1. Menjelaskan arti bekerja dalam satu tim

2. Menjelaskan tujuan bekerja dalam satu tim

3. Menyimpulkan manfaat bekerja dalam satu tim

1. Mengamati manajemen koperasi sekolah

2. Mendeskripsikan hasil pengamatan

1. Portofolio laporan pengamatan

2. Unjuk kerja diskusi kelompok

2 jam pelajaran

1. Modul Bekerja Sama dengan Pelanggan

2. Latar Koperasi

Mengetahui Jakarta, ………………………….

Kepala SMK “X” Guru Yang Bersangkutan

____________________ ______________________

6. Prosedur Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Komponen RPP terdiri dari:

Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.

Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

Kompetensi dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

Indikator pencapaian kompetensi

Indikator pencapaian adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.

Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.

Kegiatan pembelajaran

1) Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

2) Inti

Kegiatan inti merupakan pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis melalui proses eksplorasi, elobarasi, dan konfirmasi.

3) Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi

Dalam penyusunan RPP prinsip-prinsip yang harus diperhatikan adalah:

Perbedaan individu peserta didik

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

Mendorong partisipasi aktif peserta didik

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan

Mengembangkan budaya membaca dan menulis Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai tulisan.

Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

Keterkaitan dan keterpaduan

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

7. Desain Materi Pembelajaran Objek formal dalam teknologi pembelajaran adalah masalah belajar. Salah satu alternatif pemecahannya dalam definisi teknologi pendidikan menurut AECT (1977) menggunakan sumber belajar sebagai komponen sistem pembelajaran yang lengkap. Artinya sumber belajar yang dipilih, dirancang dan atau dimanfaatkan tidak dapat terlepas dari silabus dan RPP yang telah Anda rancang. Guru perlu mempersiapkan sumber pustaka untuk mengembangkan materi pembelajarannya baik melalui perpustakaan maupun internet. Perangkat bahan ajar modul dan LKS ini disusun, sejalan dengan kondisi satuan pendidikan dari berbagai aspek yang berbeda, sehingga modul dan LKS harus disusun oleh guru. Pengembangan bahan ajar diarahkan untuk meningkatkan kualitas pemahaman diri siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas belajar siswa diarahkan kepada kemampuan belajar mandiri siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Di bawah ini akan dijelaskan pengembangan bahan ajar modul dan LKS. Untuk mempermudah Anda dalam mengikuti kegiatan belajar ini pelajari kembali komponen-komponen desain sistem pembelajaran. Sumber belajar bahan (perangkat lunak) modul dan LKS merupakan satu kesatuan dengan desain pembelajaran yang Anda kembangkan. Sebagai sistem pembelajaran, bahan ajar yang akan dikembangkan saling terkait dengan komponen lain dalam berproses mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Ketiadaan komponen sumber belajar bahan akan mengakibatkan kegagalan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pengembangan sumber belajar bahan yang dirancang oleh guru terkait dengan pengolahan isi pelajaran dan aktivitas belajar siswa. Pengolahan isi pelajaran atau pengetahuan yang akan dipelajari siswa dapat dirancang dalam bentuk bahan ajar modul dan lembar kerja siswa (LKS).

Bahan ajar adalah isi pelajaran dari suatu bidang ilmu yang disajikan dan dikemas dalam bentuk cetak atau non cetak. Bahan ajar seperti modul dan LKS yang sengaja dirancang sebagai sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran, dilakukan melalui tahap perancangan dan tahap pengembangan materi. Tahap produksi evaluasi dapat dilakukan oleh pihak lain (tenaga khusus). Tahap perancangan, guru harus menyusun garis besar isi modul dari jabaran isi modul/LKS. Sedangkan tahap pengembangan, guru harus mengimplementasikan jabaran isi modul/LKS sesuai sistematika penulisan dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan keakuratan disiplin ilmu pengetahuan, bahasa dan ilustrasi. a. Pengembangan Bahan Ajar Modul

Modul dalam kawasan teknologi pembelajaran merupakan sumber belajar teknologi cetak. Sumber belajar ini berfungsi sebagai upaya interaksi peseta didik dengan modul sehingga dapat terjadi perubahan perilaku. Dengan demikian siswa berinteraksi secara tidak langsung dengan guru melalui bahan ajar yang dikembangkan sehingga dapat membuat siswa belajar. Pengembangan modul berbeda dengan LKS dari aspek komponen, fisik dan gaya bahasa. Bahasa yang digunakan lebih komunikatif, seolah-olah guru hadir di kelas dan siswa memperhatikannya. Modul merupakan kelengkapan dari buku teks, karena digunakan untuk keperluan belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan belajarnya. Sebelum modul dikembangkan, guru perlu merancang terlebih dahulu garis besar isi modul. Garis besar isi modul dan jabaran isi modul merupakan acuan guru dalam mengembangkan isi modul. 1) Garis Besar Isi Modul dan Jabaran Isi Modul (GBIM dan JIM)

Langkah pertama dari pengembangan modul, pola pikir Anda tidak boleh terlepas dari bagaimana Anda melakukan pengembangan tujuan pembelajaran, mengembangkan materi pembelajaran dan menentukan pengalaman belajar. Hal-hal yang sudah Anda lakukan pada kegiatan belajar 1 akan mempermudah penyusunan GBIM dan JIM. Garis Besar Isi Modul merupakan acuan isi materi yang akan dijabarkan dan disusun dalam bentuk matriks. Komponen-komponennya terdiri dari identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi, metode, media, waktu, tes dan pustaka. Komponen-komponen ini dikembangkan tidak berbeda dengan silabus. Yang berbeda hanya pada bagian tes karena fungsi tes untuk menilai sejauh mana penguasaan siswa

terhadap isi modul. Keterkaitan antara komponen harus diperhatikan. Langkah-langkah penyusunannya GBIM adalah sebagai berikut: 1) Menuliskan identitas mata pelajaran sama seperti dalam silabus 2) Mengidentifikasi standar kompetensi, dan kompetensi dasar dari

standar isi 3) Menuliskan indikator berdasarkan analisis pembelajaran yang

telah Anda lakukan, mulai dari indikator yang paling. 4) Menuliskan materi pokok dan sub materi pokok. 5) Menentukan metode dan media yang diperlukan untuk

pengembangan isi pelajaran. 6) Menentukan alokasi waktu yang harus digunakan siswa dalam

mempelajarinya. Selain itu harus diperhatikan tingkat kesulitan materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa.

7) Menentukan evaluasi yang akan dikembangkan (latihan dan tes formatif)

8) Menuliskan sumber pustaka untuk mengembangkan materi.

Tujuh langkah GBIM tersebut dituliskan dalam bentuk matriks. Contoh:

GARIS BESAR ISI MODUL (GBIM)

Mata Pelajaran : Kelas / Semester : Standar Kompetensi :

Kompetensi Dasar

Indikator

Materi Pokok

dan Sub Materi Pokok

Metode Media Waktu Tes

Evaluasi Sumber Pustaka

1. 1.1

1.2

1

1.1

1.2

2 jam pelaja ran

1. Latihan

2. Tes formatif

1.

2.

3.

4.

5.

Berdasarkan GBIM, selanjutnya guru perlu membuat jabaran isi modul (JIM) dalam bentuk matriks. Pada JIM harus dituliskan uraian materi esensial dari tiap sub materi pokok dan butir-butir evaluasinya baik untuk latihan atau tes formatif. Selain itu nomor kegiatan belajar dan judul modul juga dilengkapi.

Contoh:

JABARAN ISI MODUL

Mata Pelajaran : .......................................................................................

Kelas / Semester : .......................................................................................

Standar Kompetensi ....................................................................................... :

....................................................................................... .......................................................................................

....................................................................................... .......................................................................................

Nomor Kegiatan Belajar

Judul Modul

Kompetensi Dasar

Materi Pokok dan Sub Materi

Pokok

Uraian (Materi Esensial)

Evaluasi (Butir-butir)

1 Bekerjasama dengan pelanggan

Mampu bekerja sama dengan pelanggan

1.

1.1

1.2

1.1

1.2

Latihan :

Tes formatif 1:

2) Pengembangan Isi Modul

Tahap pengembangan isi modul yang harus diperhatikan oleh guru adalah sistematika modul dan prinsip mengembangkan bagian-bagian modul (Sitepu, 2006, h. 110-116).

Modul belajar mandiri terdiri atas tiga bagian utama. Bagian awal modul berisi pendahuluan, bagian inti berisi bahan pelajaran, dan bagian akhir modul berisi tes sumatif.

a) Bagian Awal memberikan informasi umum tentang bahan pelajaran, kegunaan, tujuan pembelajaran umum, susunan dan keterkaitan antar judul modul bahan pendukung lainnya, dan petunjuk untuk mempelajari bahan pelajaran.

b) Bagian Inti terdiri atas unit-unit pelajaran. Masing-masing unit terdiri atas pendahuluan, kegiatan belajar, dan daftar pustaka.

Pendahuluan berisi cakupan materi (deskripsi singkat), tujuan pembelajaran khusus, perilaku/kemampuan awal, manfaat, dan urutan pokok bahasan secara logis, dan petunjuk belajar/cara mempelajari modul.

Kegiatan belajar mencakup uraian bahan pelajaran, contoh-contoh, latihan, rangkuman, tes formarif dan kunci jawaban.

Daftar pustaka berisi daftar sumber dan bacaan yang dapat dipergunakan pemelajar untuk memperkaya isi pokok bahasan.

c) Bagian Akhir berisi penutup modul, tes sumatif, glosarium, dan lampiran-lampiran yang terkait dengan isi modul.

Bahan belajar mandiri dikembangkan dengan prinsip bahwa i bahan pelajaran itu:

1. memberikan tuntunan,

2. membangkitkan motivasi belajar,

3. menimbulkan rasa ingin tahu,

4. memacu,

5. mengingatkan,

6. menanyakan,

7. memberikan umpan balik,

8. mengevaluasi hasil dan kemajuan belajar,

9. memberikan bantuan remedial, dan

10. memberikan pengayaan.

a) Bagian Awal Penyusunan dan pengembangan bagian awal dilakukan dengan langkah-langkah berikut.

Memberikan penjelasan umum tentang isi bahan pelajaran secara keseluruhan sehingga memberikan gambaran tentang hal-hal yang akan dipelajari serta kedalaman dan keluasan bahasannya.

Apabila diperlukan, disebutkan perilaku/pengetahuan awal yang perlu dimiliki pemelajar sebelum mempelajari bahan pelajaran itu.

Menyebutkan manfaat bahan pelajaran itu bagi pemelajar. Manfaat yang dimaksud termasuk untuk belajar lebih lanjut dan/atau dalam melakukan tugas profesional atau dalam kehidupan sehari-hari.

Menguraikan tujuan umum bahan pelajaran secara jelas yang menggambarkan kompetensi yang akan diperoleh.

Menggambarkan peta konsep bahan pelajaran secara lengkap sehingga terlihat hubungan antar konsep.

Memberikan petunjuk dan langkah-langkah yang operasional bagaimana cara menggunakan dan mempelajari bahan pelajaran itu sehingga membantu dan memudahkan pemelajar mempelajari dan menguasai bahan pelajaran itu. Dalam petunjuk ini hendaknya pula diberitahu bagaimana cara mengerjakan tugas, latihan, dan tes serta cara menggunakan kunci jawaban yang disediakan.

Oleh karena bagian awal ini merupakan pembukaan kegiatan belajar, maka dalam menyusun dan mengembangkan isi bahan awal ini hendaknya memperhatikan hal-hal berikut.

Disusun secara sistematis dan mudah dipahami.

Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pemelajar.

Enak dibaca dan menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin membacanya lebih lanjut.

b) Bagian Inti Bagian inti disusun dalam bentuk unit-unit pelajaran yang masing-masing berdiri sendiri. Masing-masing unit diberi judul dan terdiri atas pendahuluan, kegiatan belajar dan daftar pustaka. 1) Pendahuluan

Pendahuluan disusun dengan cara berikut.

Menyebutkan cakupan bahan pelajaran dalam unit yang bersangkutan. Cakupan itu meliputi materi pokok, teori, dan konsep yang akan dipelajari.

Menjelaskan hubungan antara bahan pelajaran yang bersangkutan dengan bahan pelajaran pada unit sebelumnya

Menyebutkan manfaat mempelajari dan menguasai bahan pelajaran dalam unit yang bersangkutan.

Menyebutkan secara operasional dan terukur kompetensi yang akan diperoleh dengan mempelajari bahan pelajaran dalam unit yang bersangkutan. Kompetensi yang dimaksud dinyatakan dalam rumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK/TIK) yang memuat unsur sasaran (audience), perilaku (behavior), kondisi (condition), dan tingkatan (degree)

Bila perlu, menyebutkan kemampuan/perilaku awal yang perlu dimiliki pembelajar sebelum mempelajari unit tertentu.

Menjelaskan cara mempelajari bahan pelajaran termasuk cara menggunakan media yang melengkapi (kalau ada) dan sumber-sumber belajar lain yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan penguasaan pemelajar atas bahan pelajaran.

2) Kegiatan belajar. Kegiatan belajar memuat uraian yang merupakan bahan pelajaran untuk unit yang bersangkutan. Kegiatan belajar ini disajikan dalam bentuk uraian, contoh, latihan, rangkuman, tes formatif, dan kunci jawaban. Uraian bahan pelajaran dilakukan dengan cara berikut.

Menguraikan konsep-konsep dan teori-teori yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus (TPK).

Menyusun urutan konsep-konsep dan teori-teori secara sistematis, mudah dipahami, serta sesuai dengan teori belajar dan membelajarkan.

Memperjelas konsep-konsep dengan teori-teori, contoh-contoh dan/atau ilustrasi seperti gambar, grafik, atau tabel.

Dalam menyusun dan mengembangkan bahan kegiatan belajar

hendaknya memperhatikan hal-hal berikut.

Strategi, metode, dan teknik pembelajaran memperhatikan karakteristik pemelajar serta karakteristik bahan pelajaran.

Teknik penyajian informasi dalam bentuk naratif, deskriptif, eksposisi, dedukatif, induktif, ekplanasi, atau argumentasi bergantung pada tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bahan pelajaran.

Organisasi bahan pelajaran dibuat dengan ukuran dan susunan yang sistematis dan logis sehingga memudahkan pemelajar melihat kaitan antar bab dengan sub-bab, dan paragraf secara jelas.

Uraian menumbuhkan atau meningkatkan motivasi pemelajar untuk berpikir dan berbuat.

Susunan dan penempatan naskah dan ilustrasi dibuat sedemikian rupa sehingga informasi mudah dipahami dan menarik dipelajari. Ilustrasi ditempatkan sedekat mungkin dengan konsep yang dijelaskan.

Isi uraian, contoh, dan ilustrasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut pemelajar atau lingkungan tempat belajar serta dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Untuk memantapkan pemahaman dan penguasaan pemelajar atas konsep yang sedang dipelajari, perlu diberikan latihan yang sesuai dalam bentuk soal, tugas, eksperimen, dan lain-lain. Latihan yang diberikan relevan dengan bahan pelajaran yang sedang dipelajari serta sesuai dengan kemampuan pemelajar dan menantang pemelajar berpikir dan berbuat kritis. Latihan dapat diberikan di tengah atau pada akhir uraian suatu pokok bahasan.

Untuk memudahkan siswa mengingat, setiap unit bahan pelajaran diakhiri dengan rangkuman yang berisikan inti bahan pelajaran itu serta terkait dengan TPK yang disebutkan pada awal unit. Rangkuman berfungsi untuk menyimpulkan dan memantapkan pengalaman dan perolehan hasil belajar. Rangkuman disusun secara ringkas, berurutan, mudah dipahami, dan bersifat menyimpulkan. Rangkuman diletakkan sebelum tes formatif.

Menggunakan bahasa yang komunikatif dan menarik.

3) Tes formatif Tes formatif diberikan pada akhir setiap unit atau pokok bahasan dengan tujuan untuk mengukur Penguasaan pemelajar atas

bahan pelajaran pada unit atau pokok bahasan tertentu dengan mengacu pada TPK yang telah ditetapkan. Hasil tes formatif i dijadikan sebagai dasar untuk langkah belajar lebih lanjut, apakah dapat diteruskan ke unit atau pokok bahasan berikutnya atau memerlukan remedial. Tes formatif biasanya menggunakan tes objektif yang jawabannya adalah tunggal dan tidak mungkin bervariasi. Penggunaan jenis tes ini akan memudahkan pemelajar untuk memeriksa kebenaran jawabannya dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia. Dalam menyusun butir soal tes objektif, secara umum perlu diperhatikan berikut.

Butir tes mengukur TPK yang sudah ditetapkan.

Butir tes hendaknya disusun secara jelas, tepat, dan menggunakan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar

Butir soal dirumuskan dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kemampuan pemahaman Pemelajar. Hendaknya dihindari penggunaan struktur bahasa yang terlalu mudah atau terlalu sulit.

Semua informasi yang diperlukan untuk memilih jawaban yang benar seharusnya tersedia dalam butir soal dan menghilangkan kata-kata dan frase yang tidak berfungsi.

Budi soal yang diangkat langsung dari bahan pelajaran hanya akan mengukur kemampuan menghafal dan bukan pemahaman.

Butir soal yang membantu atau mempersulit menjawab soal berikutnya hendaknya dihindari. Yang dimaksud dengan membantu ialah butir soal yang memberikan arah untuk jawaban butir soal yang berikutnya. yang dimaksud dengan mempersulit ialah butir soal yang tidak dapat dijawab tanpa dapat menjawab soal yang sebelumnya dengan benar.

Tes objektif dapat disusun dalam 4 bentuk tes, yaitu (1) jawaban singkat, (2) padanan/penjodohan, (3) pilihan benar-salah, dan (4) pilihan ganda.

(1) Jawaban Singkat Tes dalam bentuk ini meminta pemelajar mengisi ruang yang dikosongkan dalam suatu Pernyataan, dengan kata atau frase yang benar atau memberikan jawaban yang singkat terhadap suatu pertanyaan.

Dalam menysusun butir soal ini perlu diperhatikan:

Butir soal hendaknya untuk melengkapi pernyataan.

Hindari membuat lebih dari dua tempat kosong untuk dilengkapi dalam satu pernyataan sehingga maknanya secara keseluruhan tidak jelas.

Jika menggunakan pernyataan yang tidak lengkap, hendaknya tempat yang dikosongkan berada pada akhir pernyataan.

(2) Padanan/Penjodohan

Padanan/penjodohan adalah bentuk tes yang meminta pemelajar memilih padanan/atau jodoh yang sesuai dengan soal/stimulus yang diberikan. Bentuk tes seperti ini dapat mencakup bahan pelajaran lebih efisien dibandingkan dengan pilihan ganda.

Dalam menyusul butir soal dalam bentuk tes ini perlu diperhatikan ha-hal berikut.

Soal/stimulus dan padanannya/jodohnya disusun dalam kolom terpisah. Soal/stimulus disusun dalam kolom sebelah kiri dan padanannya/jodohnya pada kolom sebelah kanan.

Butir soal/stimulus diberi nomor secara berurut dengan menggunakan angka, sedangkan butir padanan/jodoh diberi nomor secara berurut dengan menggunakan huruf.

(3) Benar-salah

Benar-salah adalah bentuk tes yang meminta pemelajar menentukan benar atau salah atas suatu pernyataan yang diberikan. Di samping banyak dikritik karena dianggap hanya mengukur kemampuan hafalan dan jawabannya dapat diberikan dengan cara menebak, bentuk soal ini dipertahankan oleh banyak ahli. Bentuk tes ini tetap dianggap efektif dan efisien untuk mengukur berbagai jenis kemampuan apabila disusun secara cermat dan tepat.

Dalam menyusun butir soal benar-salah perlu diperhatikan hal-hal berikut.

1) Setiap pernyataan mengandung konsep atau masalah-masalah yang penting.

2) Pernyataan disusun relatif singkat.

3) Pernyataan dalam bentuk kalimat negatif khususnya negatif ganda perlu dihindarkan.

4) Pernyataan yang membingungkan dan mengecohkan dihindarkan.

5) Kata-kata penjurus yang mengarahkan jawaban pada salah satu pilihan tidak digunakan.

6) untuk pernyataan yang bersifat pendapat seseorang, hendaknya dikutip sesuai dengan aslinya atau yang resmi.

7) Panjang pernyataan dibuat relatif sama antara pernyataan yang menghendaki jawaban benar dan salah.

8) Jumlah pernyataan dibuat sama antara pernyataan yang menghendaki jawaban benar dan salah.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir soal pilihan ganda antara lain ialah sebagai berikut.

(a) Butir soal dapat dibuat dalam bentuk penanyaan atau kalimat penggalan (pernyataan yang tidak lengkap).

(b) Bila yang dipergunakan adalah kalimat penggalan, maka pilihan ganda diletakkan pada akhir penggalan.

(c) Soal dibuat secara singkat dan jelas dengan memperhatikan tingkat kemampuan membaca pemelajar.

(d) Dihindari membuat soal dengan mengutip langsung dari teks bahan pelajaran.

(e) Soal dirumuskan dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa yang benar.

(f) Jumlah pilihan untuk setiap butir soal adalah empat atau lima, tetapi untuk pemelajar pemula sebaiknya hanya tiga pilihan.

(g) Jumlah kata atau panjang pilihan dibuat sama atau hampir sama.

(h) Semua pilihan terkait dengan isi kalimat penggalan yang mendahuluinya

(i) Sedapat mungkin dihindari kalimat dalam bentuk negatif.

Tes formatif dilengkapi dengan kunci jawaban yang dapat ditempatkan pada halaman khusus/tersendiri. Pada awal unit hendaknya sudah diberitahukan kepada pemelajar cara mengerjakan tes formatif, cara menggunakan kunci jawabannya, serta cara menghitung skor hasilnya.

4) Daftar Pustaka

Pada akhir unit diberikan daftar pustaka sebagai bacaan lebih lanjut untuk memperkaya pengalaman belajar pemelajar. Dalam membuat daftar pustaka tersebut hendaknya diperhatikan kemungkinan pemelajar dapat memperoleh bahan bacaan tersebut. Hendaknya diperioritaskan bahan bacaan yang mungkin dapat diperoleh pemelajar di perpustakaan, toko buku, atau tempat lain.

c) Bagian Akhir Bagian akhir modul terdiri atas

Penutup

Tes sumatif

Kunci jawaban tes formatif dan tes sumatif

Glosarium

Lampiran-lampiran yang terkait dengan isi modul

Pada bahan belajar mandiri untuk SMU yang dikembangkan Pustekom bekerjasama dengan Depdiknas (2002) bahwa modul terbagi atas:

1) Petunjuk guru, yang terdiri dari:

Gambaran umum modul, yang berisi tujuan pembelajaran, pokok-pokok materi, dan tugas yang harus dikerjakan siswa.

Peran guru dalam membantu siswa menguasai materi pembelajaran, berisi strategi pembelajaran, bantuan khusus,

petunjuk untuk pemanfaatan media yang lain, dan pengayaan untuk siswa.

Evaluasi, berisi tugas guru dalam mengevaluasi dan strategi evaluasi.

Refernesi

Kunci jawaban tes akhir modul

Tes akhir modul

2) Kegiatan siswa, yang terdiri dari:

Pendahuluan, yang berisi gambaran singkat tentang materi yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran umum, tujuan pembelajaran khusus, petunjuk atau cara mempelajari modul bagi siswa, kegunaannya, serta waktu untuk mempelajari modul.

Kegiatan belajar, yang berisi tujuan pembelajaran khusus, uraian materi, dan tugas.

Penutup, yang berisi rangkuman, tidak lanjut, kunci jawaban tugas, daftar istilah, dan daftar pustaka.

Contoh:

Pengembangan isi modul dari penulis Sri Endang R. dan Sri Mulyani untuk SMK tampak pada daftar isi berikut.

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

PETA KEDUDUKAN MODUL ........................................................................ viii

GLOSARIUM ....................................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Deskripsi Umum ...................................................................................... 2

B. Prasyarat .................................................................................................... 2

C. Petunjuk Penggunaan Modul ................................................................ 2

D. tujuan Akhir Pemelajaran ....................................................................... 3

E. Standar Kompetensi dan Cek Kemampuan ......................................... 4

II. PEMELAJARAN ........................................................................................... 7

Kegiatan Belajar 3: Memelihara Standar Presentasi Pribadi ................... 8

A. Pentingnya Grooming dalam Penampilan Prima ................................. 8

B. Kekuatan Kepribadian ............................................................................ 17

C. Etika, Moral, dan Etiket (Tata Krama) ................................................... 26

D. Bahasa Tubuh ........................................................................................... 30

E. Komunikasi Nonverbal ........................................................................... 32

F. Jamuan Bisnis dan Tabel Manner ............................................................. 37

Tes Formatif ................................................................................................... 52

Aktivitas ......................................................................................................... 57

Skala Sikap ..................................................................................................... 65

Kegiatan Belajar 4: Bekerja dalam Satu Tim ................................................ 66

A. Pengertian Bekerja dalam Satu Tim ...................................................... 66

B. Prinsip-prinsip Bekerja dalam Satu Tim ............................................... 67

C. Tujuan Bekerja dalam Satu Tim ............................................................. 69

D. Manfaat Bekerja dalam Satu Tim ........................................................... 70

E. Tugas dan Tanggung Jawab dalam Tim ............................................... 71

F. Tahapan Perkembangan Tim ................................................................. 73

G. Karakter Budaya Kerja dalam Tim ........................................................ 75

H. Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Masing-masing Tim ...................... 78

I. Hubungan Internal Vertikal-Horizontal .............................................. 80

J. Arti dan Manfaat Hubungan Antarpribadi (Interpersonal

Relationship) ................................................................................................ 82

K. Pengembangan Profesional Kerja .......................................................... 83

Tes Formatif ................................................................................................... 88

Aktivitas ......................................................................................................... 93

Skala Sikap ..................................................................................................... 96

III. EVALUASI A. Uji Kompetensi Teori ............................................................................... 104

B. Uji Kompetensi Keterampilan ................................................................ 105

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 105

INDEKS ................................................................................................................ 106

b. Pengembangan Bahan Ajar Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS telah banyak dibuat oleh guru dan dimanfaatkan di sekolah. Guru telah mampu membuat sesuai dengan kebutuhan. Komponen dalam LKS berbeda yang dikembangkan oleh guru baik yang digunakan di sekolah atau yang tersedia di pasaran. Penyusunan LKS harus melalui tahap perancangan dan pengembangan isi. Di dalam kedua tahapan tersebut yang harus diperhatikan guru, pengalaman belajar dan tagihan yang harus dilaksanakan oleh siswa. Dengan demikian guru harus memperhatikan komponen tujuan pembelajaran dan strategi pembelajaran (kegiatan belajar serta evaluasi dari desain silabus dan RPP yang telah dibuat. Perangkat RPP lebih bersifat operasional karena LKS dapat digunakan untuk mengimplementasikan kegiatan pembelajaran (inti: elaborasi) dan tagihan (evaluasi hasil belajar) dalam bentuk unjuk kerja. LKS sebagai sumber belajar dapat dirancang dengan berdiri sendiri dan atau terintegrasi dengan modul (bahan ajar lainnya). LKS disajikan dalam bentuk cetak dan fungsinya sebagai sarana siswa dalam menyelesaikan tugas seperti praktikum latihan soal dan lain-lain. LKS adalah sejenis bahan ajar cetak yang sengaja dirancang untuk membimbing para siswa belajar sehingga dapat menunjang proses pembelajarannya. LKS disusun secara sistematis dan disajikan dapat berbentuk lembaran atau buku. LKS dapat memuat isi pelajaran dengan ragam pengetahuan dan berfungsi sebagai panduan kegiatan belajar teori dan praktek sehingga hasil belajarnya meningkat. Prinsip-prinsip penulisan LKS yang baik menurut Gray yang dikutip oleh Tarigan (1989, h. 43-44) adalah:

Membuat setiap materi dan latihan sesuai dengan program instruksional setiap kelas atau tingkatan.

Menyediakan tipe-tipe latihan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan dan minat para siswa.

Jangan membiarkan menjadi tujuan akhir, akan tetapi menjadikan praktek atau latihan-latihan menjadi suatu sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berupaya agar para siswa pemakai LKS mudah memahami dan menguasai apa, bagaimana, dan mengapa mereka harus melakukan setiap hal yang mereka kerjakan.

LKS seperti halnya modul harus dirancang dengan terlebih dahulu menyusun garis besar isi LKS. Garis besar isi LKS berisi komponen identitas mata pelajaran dan komponen pengembangan dan komponen pengembangan yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi, pengalaman belajar, metode, media, waktu dan evaluasi. Forma GBI LKS berbentuk matriks, begitu juga jabaran isinya. Selanjutnya dalam tahap pengembangan isi LKS disesuaikan dengan pengalaman belajar siswa. Prinsip keakuratan ilmu pengetahuan, bahasa damn ilustrasi harus diperhatikan oleh guru. Demikian pula desain sistem pembelajaran yang telah disusunnya. Untuk tahap produksi dan evaluasi dapat dilakukan pihak lain (tenaga khusus). 1) Garis Besar Isi LKS (GBI LKS) dan Jabatan Isi LKS (JI LKS)

Langkah penyusunannya sama seperti modul, hanya terdapat langkah menentukan pengalaman belajar sesuai dengan analisis tugas yang harus dilakukan siswa pada kegiatan inti dan bentuk evaluasinya. Tugas dan tagihan siswa dapat menentukan isi LKS.

Contoh : GBI LKS

Mata Pelajaran : ..........................................................................................................

Kelas / Semester : ..........................................................................................................

Standar Kompetensi : .........................................................................................................

...........................................................................................................

Kompetensi Dasar

Indikator Materi Pokok

dan Sub Materi

Pengalaman Belajar

Metode Media Waktu Evaluasi Sumber Pustaka

1.

1.1

1.2

1.

1.1

1.2

Mengamati ciri-ciri makhluk hidup di lingkungan sekolah

Penugasan

LKS

30 menit

Laporan pengamatan

Berdasarkan GBI LKS kemudian disusun jabaran isi LKS dengan menguraikan isi dari komponen pengalaman belajar dan evaluasi. Format JI LKS disusun dalam bentuk matriks. Komponen yang dikembangkan identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar (uraian) dan evaluasi (uraian). Anda dapat memeriksa kembali perangkat pembelajaran RPP yang telah Anda buat.

Contoh : JI LKS

Mata Pelajaran : ..........................................................................................................

Kelas / Semester : ..........................................................................................................

Standar Kompetens i : .........................................................................................................

...........................................................................................................

No. LKS

Judul LKS Kompetensi

Dasar

Materi Pokok dan Sub Materi

Pokok

Pengalaman Belajar

Uraian Evaluasi Uraian

1. Observasi ciri-ciri makhluk hidup

Mengamati ciri-ciri makhluk hidup di lingkungan sekolah.

- Bahan, Alat

- Prosedur kerja

Laporan Pengamatan

- Judul

- Proses Pengamatan

- Hasil Pengamatan

- Kesimpulan

2) Pengembangan Isi LKS Isi LKS dapat berbentuk tugas pengamatan, tugas memeriksa mesin, atau job sheet, tugas praktikum, tugas melakukan percobaan, tugas pendalaman pemahaman prinsip dan lain-lain. Sistematika penyajiannya sama seperti modul terdiri dari tiga bagian yaitu awal, inti dan akhir. Karena tujuan pengembangan isi modul berbeda, maka tiap bagian dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan GBI LKS dan JBI LKS. Dengan demikian LKS disusun dalam bentuk unit-unit kecil yang berdiri sendiri agar mudah dipelajari. Tahap pengembangan isi LKS dengan mengadopsi teori Sitepu, tentang sistematika modul, maka sistematik LKS adalah:

Bagian awal identitas LKS, berisi judul LKS, standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Bagian inti LKS terdiri dari : a) Pendahuluan berisi rangkuman materi, petunjuk belajar

menyelesaikan tugas atau latihan. b) Kegiatan belajar berisi tugas/latihan yang harus dikerjakan

siswa. c) Daftar pustaka berisi sumber dan bacaan yang

dipergunakan.

Bagian akhir berisi penutup LKS LKS seperti tagihan yang terkait dengan isi tugas, lampiran.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian materi LKS (Suryadi, 2000, h. 21-22) yaitu: o Penyajian menekankan kebermaknaan dan manfaat bagi

siswa. Kebermaknaan dan manfaat konsep pada suatu mata pelajaran akan senantiasa mengingatkan siswa kepada konsep yang telah ia pelajari sebelumnya saat siswa diperhadapkan pada suatu masalah. Hal ini dapat dimunculkan melalui penyajian dengan menggunakan konteks yang dekat dengan lingkungan siswa.

o Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi diri. Pada bagian evaluasi diri siswa dapat mengukur sendiri kemampuannya sehingga siswa dapat mengetahui kemajuan yang telah ia lakukan. Hal ini dapat dilihat dari tersedianya soal-soal latihan yang menguji pemahaman siswa secara menyeluruh sesuai dengan materi yang dibahas.

o Penyajian dapat dipahami siswa. Penyajian secara psikologi dapat dipahami oleh siswa berdasarkan pada penggunaan ilustrasi atau gambar, grafik atau diagram yang jelas.

o Penyajian mencerminkan alur berpikir logis. Hal ini dapat dilihat dari penyajian secara runtut. Misalnya penyajian materi dimulai dari yang mudah menuju ke yang sulit.

o Penyajian menarik perhatian siswa. Hal ini dapat dilihat melalui penyajian soal-soal berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa dan dengan masalah kontekstual atau pengalaman sehari-hari siswa.

Contoh : Rancangan LKS Observasi

Bagian Awal Judul LKS

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

Bagian Inti Pendahuluan : Rangkuman Materi

Petunjuk belajar

Kegiatan belajar : Alat dan bahan

Cara kerja

Pengamatan 1. ………………….. 2. ……………………

Penutup : Daftar Pustaka

Bagian Akhir : Laporan

1. Proses Pengamatan

2. Hasil Pengamatan

3. Kesimpulan

Contoh :

Petunjuk Belajar dalam LKS

Tulislah sebuah cerita pendek. Kamu dapat menuliskan sesuai gaya bahasa kamu masing-masing. Tulislah apa yang kamu pikirkan.

Contoh :

Kegiatan belajar dalam LKS

Tulislah cerpen yang akan kamu kembangkan pada halaman ini,

Menulislah dengan gaya bahasamu. Ingat! Gaya bahasamu adalah apa yang kamu tulis.

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

............................................................................................................

Jika LKS dikembangkan dalam bentuk buku biasanya terintegrasi dengan buku pelajaran dan disebut buku kerja. Di lapangan, buku kerja pada bagian inti berisi tugas-tugas dan bagian akhir berisi evaluasi seperti tes formatif 1.

Kreativitas pengembangan isi LKS oleh guru harus ditingkatkan dengan tetap memperhatikan kesesuaian dengan kurikulum (Silabus dan RPP).

Contoh:

Lembar kerja siswa untuk menunjang tugas latihan akan pemahaman materi dengan ragam pengalaman prinsip matematika (sumber skripsi mahasiswa Teknologi Pendidikan). Sebagian prototipe bagian awal dan bagian inti dari LKS. Bahasa untuk bahan ajar LKS lebih formal.

D. Pemanfaatan dan Pemilihan Media Pembelajaran Media pembelajaran dalam teknologi pendidikan merupakan bagian dari sumber belajar yang digolongkan kedalam bahan dan alat. Media pembelajaran merupakan saluran komunikasi untuk menyampaikan pesan dari sumber peran kepada penerima peran. Dalam hal ini dapat dicontohkan guru sebagai sumber pesan menyampaikan materi pembelajaran (peran) dengan media power point kepada penerima pesan (siswa). Kedudukan media dari contoh tersebut diilustrasikan sebagai berikut:

Guru Materi Media

Seni Nada Piano

Siswa

Guru Materi Media

Matematika Bangun Ruang Model

Bangun

Ruang

Siswa

Guru Materi Media

Biologi Sistem Imun Gambar

Pasien Lupus

Pasien Aids

Siswa

Berdasarkan ilustrasi tersebut, media merupakan saluran komunikasi pembelajaran. Media pembelajaran menurut Yusufhadi Miarso (2004, h. 458=460) didefinisikan segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan, serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang di sengaja, bertujuan dan terkendali. Sedangkan kegunaan dari media pembelajaran (Yisifhadi Miarso, 2004, h. 458-460) adalah:

Memberikan rangsangan kepada otak siswa sehingga otak siswa dapat berfungsi optimal.

Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa.

Melampaui batas ruang kelas.

Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.

Menghasilkan keseragaman pengamatan

Membangkitkan keinginan dan minat baru

Membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar

Memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu yang konkrit maupun abstrak.

Media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, pada tempat dan waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri.

Meningkatkan kemampuan keterbatasan baru.

Meningkatkan efek sosialisasi (kesadaran) akan dunia sekitar)

Meningkatkan kemampuan ekspresi dan siswa. Berdasarkan definisi dan kegunaan media pembelajaran di atas, maka guru di dalam perangkat pembelajarannya selain silabus, RPP, bahan ajar juga dilengkapi dengan media pembelajaran. Media pembelajaran dapat dirancang sendiri oleh guru atau memanfaatkan dari media yang telah tersedia.

Perangkat pembelajaran media pembelajaran merupakan sub sistem dari sistem pembelajaran di kelas yang Anda bina. Jika sub sistem media tidak disediakan maka akan terdapat kesenjangan dalam mencapai tujuan pembelajaran seperti perbedaan persepsi terhadap materi pembelajaran. Dampaknya hasil belajar siswa tidak optimal.

Media pembelajaran dapat dipilih oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dapat dimanfaatkan di dalam kelas atau di luar kelas sesuai kegiatan belajar yang akan dilakukan siswa.

1. Pemilihan Media Pembelajaran

Media pembelajaran pada perkembangan sekarang ini sangat beragam. Ada media penyaji, media objek dan media interaktif. Media penyaji yaitu media yang mampu menyajikan informasi.

Misal gambar, poster, foto (yang digunakan sebagai alat peraga), transparansi, radio, telepon, film, video, televisi, multimedia (kit). Media objek yaitu media yang mengandung informasi seperti realia, replika, modul, benda tiruan. Media interaktif yaitu media yang memungkinkan untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran. Misal scrabble, puzzle, simulator, laboratorium, atau komputer. Jika guru dihadapkan pada pilihan media yang banyak sekali, maka guru perlu mempelajari klasifikasi media yang memberikan ciri kemampuan media seperti tabel berikut.

Tabel Pemilihan media menurut tujuan belajar, menurut Allen

Tujuan Belajar Media

Info Faktual

Pengenalan Visual

Prinsip Konsep

Prosedur Keteram

pilan Sikap

Visual diam Sedang Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah

Film Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang

Televisi Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang

Objek 3-D Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

Rekaman Audio

Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang

Pelajaran Terprogram

Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang

Demonstrasi Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

Buku teks cetak

Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang

Sajikan lisan Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang

Klasifikasi media ini penting dipertimbangkan karena tidak ada satu jenis media yang terbaik untuk mencapai satu tujuan pembelajaran. Oleh karena itu masing-masing media memiliki kelebihan dan kekurangan. Antara satu media dengan media lainnya saling melengkapi.

Selain taksonomi media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh guru, kriteria dalam memilih media juga harus diperhatikan. Kriteria tersebut adalah:

Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Tepat untuk mendukung materi pembelajaran

Praktis, luwes dan tahan lama

Guru terampil menggunakannya

Jumlah peserta didik

Mutu teknis media pembelajaran seperti ketersediaan energi listrik, cahaya di dalam ruangan.

Guru diharapkan tidak memilih media karena suka dengan media tersebut. D I samping itu, diharapkan juga tidak langsung terbujuk oleh ketersediaan beragam media canggih yang sudah semakin pesat berkembang saat ini seperti komputer. Yang perlu diingat, media yang dipilih adalah untuk digunakan oleh peserta didik kita dalam proses belajar. Jadi, pilihlah media yang dibutuhkan untuk menyampaikan topik mata pelajaran, yang memudahkan peserta didik belajar, serta yang menarik dan disukai peserta didik. Menurut Bates (1995), pemilihan media berbasis teknologi komputer antara lain akses, biaya, pertimbangan pedagogis, interaktivitas dan kemudahan penggunaan, pertimbangan organisasi, kebaruan (novelty), dan kecepatan. Pertimbangan mengenai akses pada dasarnya mempertanyakan sejauh mana peserta didik memiliki akses terhadap media yang akan digunakan dalam mempelajari paket bahan ajarnya? Pertimbangan biaya berlaku bagi sekolah maupun peserta didik, yaitu seberapa mahal/murah media yang dipilih untuk digunakan oleh sekolah dan peserta didik sebagai paket bahan ajar (biaya produksi atau pengadaan oleh sekolah, biaya akses dan daya beli untuk peserta didik). Pertimbangan pedagogis merupakan pertimbangan yang berkenaan dengan tujuan pembelajaran serta karakteristik materi keilmuan yang akan disampaikan dan dipelajari peserta didik. Pertimbangan interaktivitas dan kemudahan penggunaan pada dasarnya mempertanyakan sejauh mana media yang dipilih dapat memfasilitasi interaksi yang diperlukan dalam pembelajaran, dan sejauh mana media tersebut mempermudah peserta didik dalam belajar? Pertimbangan mengenai organisasi merupakan pertimbangan manajerial meliputi pengelolaan media dalam proses pembelajaran, dan pasca proses pembelajaran (penyimpanan, dll). Pertimbangan novelty berkenaan dengan tingkat kebaruan suatu media sehingga seringkali menimbulkan antusiasme berlebihan dan atau kesukaran beradaptasi serta siklus hidup suatu media. Pertimbangan tentang kecepatan suatu media berkenaan dengan kemampuan suatu media menyampaikan informasi secara cepat dan tepat (timeliness) kepada didik. Pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan saling berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan media yang terbaik, sehingga dapat membantu proses

belajar peserta didik secara optimal. Oleh karena itu, ragam media yang digunakan harus dipilih berdasarkan pertimbangan yang bijaksana. Ragam media (Cecep Kustandi, 2010) dapat dipilih meliputi: 1) Media cetak

a. Buku-buku atau buku pelajaran yang sudah beredar di toko buku, atau buku pelajaran yang khusus ditulis dan kembangkan sendiri.

b. Panduan belajar bagi peserta didik khusus di kembangkan untuk mendampingi buku pelajaran.

c. Kliping koran/majalah/artikel/tulisan lepas tentang mata pelajaran yang di susun sendiri.

d. Poster, peta, label, gambar-gambar cetak, foto, grafik, formulir, brosur, pamphlet, yang diperlukan untuk memperjelas konsep/teori/prinsip/prosedur yang disajikan dalam bahan ajar.

e. Lembar kegiatan peseta didik khusus dikembangkan untuk memandu peserta didik melakukan latihan, tugas, praktek, praktikum, dan digunakan untuk melengkapi buku pelajaran.

2) Media audio/visual

a. Kaset audio/CD audio b. Siaran radio (radio broadcasts) c. Slide (film bingkai) d. Film e. Kaset video/CD video f. Tayangan TV (TV broadcasts) g. Video interaktif h. Pembelajaran berbantuan komputer (simulasi, Computer

Assisted Instruction)

3) Media Praktek/Demonstrasi a. Flora atau fauna asli yang ada di sekitar sekolah Model atau

realita b. Laboratorium dan peralatannya c. Alat atau model yang dibuat instruktur bersama peserta didik

dari material atau barang bekas yang tersedia di sekitar sekolah d. Alat atau model yang tersedia di toko (alat-alat musik, dll) e. Laboratorium alam (hutan atau kebun buatan, kebun raya,

sawah, kolam, kandang ternak, dll). f. Laboratorium yang ada di sentra industri pabrik, atau

perusahaan Herbarium buatan peserta didik. g. Pasar

h. Museum

4) Media lainnya a. Game atau perangkat permainan yang dijual di toko, seperti

scrabbles untuk mengajarkan vocabulary bahasa Inggris, kartu tambah-kurang kali-bagi, flashcard, permainan memori, monopoli, atau game dalam bentuk program komputer, dan lain-lain

b. Game atau perangkat permainan yang dibuat sendiri oleh instruktur dan atau peserta didik.

c. Kit sains, kit seni, dan lain-lain.

Sedangkan menurut Heinich, dkk (1982) pemilihan media dilakukan setelah langkah perumusan tujuan pembelajaran, sesuai dengan model perencanaan penggunaan media pembelajaran (ASSURE) artinya media dapat dirancang sendiri oleh guru, dapat memanfaatkan yang tersendiri atau modifikasi keduanya.

Guru dalam memanfaatkan pembelajaran dapat memilih media jadi (yang tersedia) dan atau media yang dirancang. Jika memanfaatkan media yang dirancang maka komponen dari media tersebut harus mengandung tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan evaluasi. Misal merancang lembar balik Presiden Republik Indonesia dengan urutan:

Gambar Presiden:

No. 1 No. 2 No. 3

No. 4 No. 5 No. 6

Gambar Urutan Lembar Balik Presiden Republik Indonesia

Guru dalam merancang media pembelajaran flipchart, harus memperhatikan jumlah peserta didik, biaya, ukuran tulisan, ukuran gambar, warna dan lain-lain.

Untuk menghemat biaya dapat digunakan bagian belakang kalender yang sudah tidak dimanfaatkan (ukuran 60 x 40 cm).

Judul

Lembar Balik

Gambar Presiden:

Tujuan

Pembelajaran

Presiden Soekarno

Gambar

dan

Jasanya

Presiden

Soeharto

Dan seterusnya

sampai

Presiden SBY

Evaluasi

2. Pemanfaatan Media Pembelajaran Pemanfaatan media pembelajaran identik dengan penggunaan media pembelajaran. Menurut Heinich (1983), pemanfaatan merupakan satu komponen dari model sistem pembelajarannya yang disebut utilisasi. Utilisasi (pemanfaatan) merupakan satu tugas pembelajaran (guru) dalam membantu mempermudah siswa belajar. Seels dan Richey (2002, h. 50) dalam buku Teknologi Pembelajaran mendefinisikan pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Berdasarkan definisi tersebut, maka pemanfaatan merupakan aktivitas menggunakan serangkaian operasi atau kegiatan yang diarahkan pada suatu hasil belajar dan segala sesuatu yang mendukung terjadinya belajar (seperti: sistem pelayanan, bahan pembelajaran dan lingkungan). AECT (Association for Educational Communication and Technology) mengungkapkan pendapat serupa dimana fungsi pemanfaatan adalah mengusahakan agar pembelajar dapat berinteraksi dengan sumber belajar atau komponen pembelajaran. Fungsi ini penting karena memperjelas hubungan pemelajar dengan bahan dan sistem pembelajaran (Yusufhadi Miarso, 1986, h. 194). Fungsi pemanfaatan merupakan fungsi yang cukup penting karena memperjelas hubungan pemelajar dan sistem pembelajaran. Pemelajar akan menggunakan suatu sumber belajar jika ia mengetahui bahwa dengan menggunakan sumber belajar tersebut ia akan memperoleh keuntungan dalam proses pembelajarannya. Menurut Sadiman dkk (1993, h. 189-190) ada dua pola dalam memanfaatkan media yaitu:

Pemanfaatan media dalam situasi kelas, yaitu dimana pemanfaatannya dipadukan dengan proses pembelajaran di situasi kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Pemanfaatan media di luar kelas situasi kelas, pemanfaatan ini dibagi menjadi dua kelompok utama. - Pemanfaatan secara bebas, ialah media digunakan sesuai

kebutuhan masing-masing, biasanya digunakan secara perorangan. Dalam pemanfaatan secara bebas, kontrol atau kendali berada pada individual, dimana penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhannya.

- Pemanfaatan secara terkontrol, ialah bahwa media itu digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang diatur untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Supaya media dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, ada tiga langkah dalam menggunakannya, yaitu:

Persiapan sebelum menggunakan media Sebelum menggunakan media, persiapan yang dilakukan dapat berupa mempelajari petunjuk penggunaan, mempersiapkan peralatan, serta menetapkan tujuan yang akan dicapai.

Kegiatan selama menggunakan media

Kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis media yang digunakan.

Kegiatan tindak lanjut Tindak lanjut dilakukan untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai dan untuk memantapkan pemahaman terhadap materi instruksional yang disampaikan melalui media bersangkutan.

Prosedur pemanfaatan tersebut dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan pola pemanfaatan.

Sebagai contoh, perhatikan ilustrasi berikut ini.

1. Tahap persiapan a. Kepala sekolah menentukan tujuan penggunaan media

pembelajaran, misal untuk menjelaskan konsep pembelajaran kuantum, dengan sasaran guru di sekolah.

b. Kepala sekolah menyiapkan penggandaan media power point yang telah disusun (misal power point terlampir).

c. Kepala sekolah memeriksa, ruangan, alat, listrik sebelum pelaksanaan pelatihan.

2. Tahap pelaksanaan a. Kepala sekolah menyajikan sesuai dengan metode dan waktu

tersedia b. Kepala sekolah meminta peran serta peserta pelatihan sesuai

dengan prosedur pembelajaran.

3. Tindak lanjut a. Guru sebagai peserta pelatihan diminta mempraktekkan. b. Kepala sekolah memberikan umpan balik.

‘Tujuan Pembelajaran Umum

Peserta pelatihan akan dapat menunjukkan contoh

penerapan pembelajaran kuantum.

Tujuan Pembelajaran Khusus

1. Peserta pelatihan akan dapat mendeskripsikan hakikat

pembelajaran kuantum

2. Peserta pelatihan akan dapat membedakan unsur-unsur

model pembelajaran kuantum.

Contoh:

1. Penyajian media power point. Pada saat penjelasan materi, kepala sekolah tidak boleh membaca pada laptop tetapi menggunakan pen pointer yang ditunjukkan pada layar.

2. Materi tidak dibaca tetapi dijelaskan dengan ilustrasi . Tetap menjaga kontak mata antara kepala sekolah dengan guru pada saat penyajian.

PEMBELAJARAN KUANTUM

(QUANTUM TEACHING)

Prosedur Pembelajaran

1. Peserta mengamati penjelasan nara sumber tentang

relevansi materi pelatihan,

2. Peserta aktif berpikir, bertanya tentang materi pelatihan

yang sedang di pelajarinya,

3. Peserta aktif memberikan contoh peragaan sebagai

instruktur yang memanfaatkan pembelajaran kuantum,

4. Peserta menindak lanjuti dengan membaca buku

Quantum Teaching

Sejarah Pembelajaran Kuantum

1. Belajar Kuantum = pemercepatan belajar dari Dr. Georgi

Lozanov,

2. Memanfaatkan otak mengatur informasi,

3. Implikasi dalam pembelajaran kuantum (Bobbi Deporter,

Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie).

Definisi

Mengupayakan siswa belajar melalui orkestrasi bermacam-

macam yang ada di dalam dan

di sekitar momen belajar.

Asas

Bawalah dunia mereka ke dunia kita, antarkan dunia kita ke

dunia mereka.

1. Segalanya bicara,

2. Segalanya bertujuan,

3. Pengalaman sebelum pemberian nama,

4. Akui setiap usaha,

5. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.

Tujuan

1. Memudahkan proses belajar,

2. Meningkatkan kualitas pembelajaran.

Unsur Model Pembelajaran Kuantum

1. Konteks

Kegiatan mengubah latar pembelajaran: lingkungan,

suasana, landasan dan rancangan.

2. Isi

Kegiatan menyajikan isi dan fasilitas untuk mempermudah

proses: penyajian, fasilitas, keterampilan belajar, dan

keterampilan hidup.

AKU TAHU

KUNCI KEUNGGULAN

1. Kejujuran, tulus dan santun

2. Kegagalan awal kesuksesan

3. Bicaralah dengan niat baik (positif dan bertanggung

jawab)

4. Hidup di saat ini : kerjakan setiap tugas dan manfaatkan

waktu,

5. Komitmen : penuhi kewajiban, janji

6. Tanggung jawab atas tindakan

7. Bersikap terbuka dan luwes

8. Selaraskan pikiran, tubuh dan jiwa.

Terima Kasih

Semoga Bermanfaat

DAFTAR PUSTAKA

Bobbi DePorter, Mark Readon, dan Sarah Singer Nourie

(2002). Quantum teaching (Terjemahan).

Bandung: Kaifa

Made Wena (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif

Kontemporer. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sutanto Windura (2008). Panduan Praktis Learn How to Learn

Sesuai Cara Kerja Otak. Jakarta : PT. Gramedia.

Latihan

Instruktur : Selamat pagi, dll

Siswa : Selamat pagi, dll

Instruktur : Apakah saudara / anda cerdas ?

Siswa : Kami cerdas

Instruktur : Seberapa cerdas ?

Siswa : Sangat cerdas ?

Instruktur : Bagaimana saudara/anda memperlakukan diri

sendiri

Siswa : Hormat, santun, dll.

Instruktur : Bagaimana saudara/anda memperlakukan

instruktur?

Siswa : Hormat

Instruktur : Apa yang hendak saudara/anda berikan dengan

mengikuti diklat ini?

Siswa : 100 persen Menerapkan

Contoh lain agar pemanfaatan siaran langsung pendidikan di sekolah mengikuti langkah-langkah sebagai berikut, yaitu. persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut

a. Persiapan sebelum menggunakan media Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, perlu dibuat persiapan yang baik pula. Terlebih dahulu guru dan siswa mempelajari buku petunjuk yang telah disediakan. Bila pada petunjuk disarankan untuk membaca buku atau bahan belajar lain yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, sebaiknya hal tersebut dilakukan karena akan memudahkan para pengguna dalam belajar menggunakan media. Peralatan yang diperlukan untuk menggunakan media itu juga perlu disiapkan sebelumnya, sehingga pada saat menggunakannya nanti, tidak akan terganggu pada hal-hal yang mengurangi kelancaran penggunaan media itu.

b. Pelaksanaan selama menggunakan media Dalam penggunaan media hal yang perlu diperhatikan adalah suasana ketenangan. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu perhatian dan konsentrasi harus dihindarkan. Bila kita menulis atau membuat gambar atau membuat catatan singkat, usahakan hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi. Jangan sampai perhatian banyak tercurah pada apa yang tertulis sehingga tidak dapat memperhatikan sajian media yang sedang berjalan.

c. Kegiatan tindak lanjut Maksud kegiatan tindak lanjut adalah untuk melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai untuk memantapkan pemahaman terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan soal tes yang akan dikerjakan dengan segera sebelum siswa lupa isi materi itu.

Contoh:

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memanfaatkan media pembelajaran adalah kebutuhan siswa. Jika siswa berkebutuhan khusus (misal tuna netra) maka guru mempersiapkan media pembelajaran audio karena gaya belajar cenderung auditif.

Siswa diberitahukan untuk terlibat atau berpartisipasi aktif dengan media pembelajaran. Guru perlu memberikan umpan balik dan penguatan agar pembelajaran bermakna.

Jadwal Mata

Pelajaran

Jadwal Siaran

Televisi

Pendidikan

Mengikuti

Siaran Televisi

Pendidikan

Memperhatikan

mencatat

Menanggapi

Bertanya

Latihan

Silabus dan RPP

T

E

S

Mempelajari

buku petunjuk

E. Penyusunan Perangkat Penilaian Penyusunan perangkat penilaian yang dibuat oleh guru tidak terlepas dari sistem pembelajaran yang dirancang dalam format silabus dan RPP. Pada unit kegiatan belajar 1 telah diuraikan bagaimana mengembangkan evaluasi hasil belajar di dalam sistem pembelajaran. Artinya perangkat penilaian yang dibuat oleh guru harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Perangkat penilaian dalam satu kesatuan desain sistem pembelajaran akan menghasilkan alat penilaian tes dan non tes yang dilengkapi petunjuk pelaksanaan, sehingga akan memudahkan proses pengukuran yang dilakukan oleh guru. Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap hasil belajar siswa untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi (tujuan pembelajaran) peserta didik. Penilaian ini dilakukan secara konsisten dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu penilaian dilakukan secara sistematik yaitu menggunakan langkah-langkah yang berurutan dalam perencanaannya. Penilaian hasil belajar merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik melalui berbagai teknik, dan pemberian nilai terhadap hasil belajar berdasarkan standar tertentu. Kegiatan menilai hasil belajar siswa tersebut harus terarah dan terprogram. Hal ini dimaksudkan bahwa menilai hasil belajar sesuai dengan kompetensi yang telah dirumuskan di dalam silabus dan RPP. Selain itu metode dan teknik penilaian dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan dalam silabus dan RPP. Dengan demikian penilaian yang dilakukan guru merupakan satu rangkaian yang tidak dapat terpisahkan seperti ilustrasi berikut:

Untuk menghasilkan perangkat penilaian tersebut, maka diperlukan perencanaan penilaian hasil belajar dan merancang perangkat penilaian berbasis kelas.

1. Perencanaan Penilaian Hasil Belajar Merencanakan penilaian hasil belajar yang baik, harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi dan prosedur merencanakan seperti yang telah dijabarkan pada unit kegiatan belajar satu. Selain itu dalam penilaian, pemahaman akan klasifikasi hasil belajar seperti yang telah diuraikan pada komponen kegiatan belajar satu menjadi titik tolak perencanaan penilaian. Oleh karena itu jenjang tujuan pembelajaran hendaknya dipahami dengan baik. Perencanaan penilaian hasil belajar menurut Gronlund (1985) dalam Zaenal Arifin (1009, h. 91-102) dari beberapa langkah: a) Menentukan Tujuan Penilaian

Dalam kegiatan penilaian, tentu guru mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Tujuan penilaian harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal, karena dasar untuk

Tujuan pembelajaran/

SK-KD dan Indikator

Komponen penilaian

dalam silabus:

SK dan KD

Komponen Penilaian

dalam RPP: KD dan

Indikator

Metode dan

Teknik

Butir-butir tes, non tes,

tugas dan lain-lain

(Perangkat)

menentukan arah mencakup ruang lingkup materi, jenis/model, dan karakter alat penilaian. Ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengindentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan). Tujuan penilaian yang dirumuskan harus sesuai dengan jenis penilaian yang akan dilakukan, seperti penilaian formatif, sumatif, diagnostik, penempatan atau seleksi.

b) Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar

Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kegiatan berfikir dan bertindak. Peserta didik dianggap kompeten apabila dia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta nilai untuk melakukan sesuatu setelah mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar. Jenis kompetensi dan hasil belajar sudah dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang terdapat didalam silabus dan RPP. Dengan kata lain, pada tahap ini harus diidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran yang akan diukur dengan tes atau non tes. Untuk memudahkan kegiatan tahap ini, dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi hasil belajar yang akan diuji berdasarkan pada taksonomi tujuan pembelajaran yang biasa dikenal sebagai Taxonomy Bloom yang dikemukakan oleh Benyamin S Bloom. Hasil belajar yang dikelompokkan dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotor.

c) Menyusun Kisi-kisi Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Kisi-kisi adalah rancangan tujuan-tujuan khusus dan perilaku-perilaku khusus yang akan menjadi dasar penyusunan butir tes dan atau non tes. Tujuannya adalah merumuskan setepat mungkin ruang lingkup dan tekanan tes/non tes dan bagian-bagiannya, sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi guru dalam menyusun butir-butir tes / non tes.

Kisi-kisi atau dapat disebut tabel spesifikasi menjadi penting dalam pengembangan dan penyusunan tes / non tes, karena didalamnya terdapat sejumlah indikator sebagai acuan dalam mengembangkan instrumen. Dalam penyusunan kisi-kisi harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain:

Representatif yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum sebagai sampel perilaku yang akan dinilai.

Komponen-komponennya harus terurai, jelas, dan mudah dipahami.

Soal dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.

Dari persyaratan-persyaratan yang dikemukakan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa, dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus mata pelajaran atau RPP. Jadi guru/evaluator harus melakukan analisis silabus/RPP terlebih dahulu sebelum menyusun kisi-kisi soal.

Format kisi-kisi tidak ada yang baku, dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya, format kisi-kisi soal dapat dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen pokok.

Contoh :

KISI-KISI PENULISAN SOAL TES PRESTASI BELAJAR

Sekolah :

Kelas/Semester :

Standar Kompetensi :

Jenis Soal/Kinerja :

Jumlah butir :

No Kompetensi

Dasar Materi Indikator

No. Soal/

Kinerja

Gambar Contoh Format Kisi-kisi

Komponen

Identitas

Komponen

Pokok

Dalam kisi-kisi, guru harus memperhatikan domain hasil belajar yang akan diukur, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya domain meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

d) Mengembangkan Draf Instrumen (Menulis butir-butir instrumen)

Mengembangkan draf instrumen adalah kegiatan penulisan butir tes/non tes dengan menjabarkan indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan atau aspek kinerja yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan atau aspek kinerja harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif. Selain itu guru harus mengenal siswa agar dapat memperkirakan taraf kesukaran, kompleksitas, serta gaya pemahaman yang paling sesuai dengan siswa. Butir instrumen diperlukan kemampuan untuk membahasakan gagasan dalam bahasa verbal yang jelas dan mudah dipahami. Maksudnya, penulisan soal membutuhkan bahasa yang lugas dan tidak berbelit-belit. Selanjutnya adalah kemampuan dalam teknik penulisan soal, kemampuan dalam hal ini harus menguasai teknik penulisan butir-butir instrumen yang baik dan benar, perlu juga diketahui mengenai ciri masing-masing jenis soal, tata cara penulisannya, kelebihan dan kekurangannya sehingga objektivitas soal dapat terjamin seperti sub kegiatan belajar berikutnya.

e) Uji-coba dan Analisis

Kegiatan uji coba dilakukan sebagai dasar untuk memperbaiki dan memilah butir instrumen yang memadai untuk disusun menjadi sebuah tes/non tes. Secara garis besar, tujuan uji-coba adalah untuk mengetahui butir instrumen yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta butir instrumen mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Kegiatan uji coba dapat dilakukan dengan kesesuaian butir instrumen dengan hasil belajar yang akan diukur (apakah butir instrumen telah mengukur apa yang akan diukur/valid). Selanjutnya dapat dilakukan analisis butir instrumen dari aspek bahasa, sehingga dapat dimungkinkan kesalahan siswa dalam merespon karena faktor bahasa. Sedangkan uji coba dan analisis secara empiris membutuhkan proses yang panjang mulai dari ahli, siswa secara perorangan, siswa secara kelompok kecil dan sekelompok siswa sesuai dengan situasi nyata di lapangan. Diperlukan pula perangkat uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda.

f) Revisi dan Merakit (Instrumen Baru) Langkah selanjutnya adalah mengkonfirmasikan butir instrumen yang valid dengan kisi-kisi. Apabila sudah memenuhi syarat dan telah mewakili semua materi yang akan diujikan, selanjutnya dirakit menjadi sebuah perangkat tes/non tes. Sedangkan yang belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan. Revisi soal dapat dilakukan dengan memperbaiki bahasa pada butir instrumen secara total. Untuk soal-soal yang valid dan telah mencerminkan semua pokok bahasan serta aspek kemampuan yang hendak diukur dapat dirakit menjadi sebuah tes/non tes yang valid dan dilanjutkan dengan merakit tes/non tes hasil revisi. Selanjutnya terkait urutan/penomoran, dalam suatu tes/non tes pada umumnya urutan dilakukan menurut tingkat kesukaran yaitu dari yang mudah sampai yang sulit, dari yang sederhana menuju kompleks.

BAB IV

MATERI PEMBELAJARAN 2

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Materi Penelitian Tindakan Kelas

1. Prinsip Penelitian Tindakan Kelas a. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

Di Indonesia PTK tergolong masih baru dibandingkan dengan penelitian-penelitian formal yang sudah banyak dilakukan. Metode penelitian deskriptif, eksperimen, dan ex post facto adalah tiga penelitian formal yang sudah banyak kita kenal. PTK mempunyai karakteristik yang berbeda dengan penelitian-penelitian itu. Beberapa karakteristik PTK antara lain: Masalahnya nyata, tidak dicari-cari, bersifat kontekstual.

Berorientasi pada pemecahan masalah, bukan hanya mendeskripsikan masalah.

Data diambil dari berbagai sumber.

Bersifat siklik: penelitian-tindakan-penelitian-tindakan-... dst.

Partisipatif, dilakukan sendiri.

Kolaboratif, dibantu rekan sejawat.

Perbedaan antara PTK dengan penelitian formal adalah sebagai berikut:

PTK:

Dilakukan sendiri oleh guru

Memperbaiki pembelajaran secara langsung

Hipotesisnya disebut hipotesis tindakan

Tidak menggunakan analisis statistik yang rumit

Tidak terlalu memperhatikan validitas dan reliabilitas instrumen

Sampel tidak perlu representatif

Penelitian Formal:

Dilakukan oleh orang lain

Mengembangkan teori, melalui generalisasi

Biasanya mempersyaratkan hipotesis

Menuntut penggunaan analisis statistik

Instrumen harus valid dan reliabel

Sampel harus representatif

Cara Memulai PTK Uraian tentang cara memulai PTK berikut ini akan menambah pemahaman Anda tentang prinsip-prinsip PTK. Kalau Anda sudah biasa mengajar, melakukan PTK bukan hal yang asing. PTK hanyalah alat untuk membantu Anda memperbaiki pembelajaran secara sistematis. Jadi Anda fokus saja pada perbaikan pembelajaran, dan tanpa disadari Anda akan melakukan langkah-langkah seperti yang dilakukan oleh peneliti PTK. Setelah menyelesaikan bagian ini Anda akan dapat menulis ―proposal sederhana‖ berbentuk matriks, yang nantinya akan dikembangkan menjadi ―proposal lengkap‖. Dengan proposal sederhana sebenarnya Anda sudah dapat memulai PTK.

Analogi Guru-Dokter

Cara yang paling mudah untuk memulai PTK adalah dengan menganalogikan kegiatan Anda sebagai ―guru peneliti PTK‖ dengan kegiatan seorang ―dokter‖ . Perhatikan Tabel berikut ini.

Tabel Analogi Guru dengan Dokter

No Dokter Guru Peneliti PTK

1 Menanyakan gejala penyakit Mendeskripsikan masalah

2 Mendiagnosis penyakit Menemukan akar masalah

3 Menulis resep Menyusun hipotesis tindakan

4 Menentukan tema pengobatan, misalnya ―Mengobati sakit perut‖

Menuliskan judul penelitian

Mendeskripsikan Masalah

Apakah Anda ingat pertanyaan dokter ketika Anda sudah berada di hadapannya? Ia akan bertanya: "Kenapa Pak?" atau "Kenapa Bu?" Maksudnya adalah untuk meminta Anda mendeskripsikan keluhan-keluhan yang Anda rasakan. Ia berusaha menggali sebanyak mungkin dengan berbagai pertanyaan: ―Bagian mana yang sakit? Waktu-waktu apa saja terasanya? Sudah berapa lama? Sudah minum obat apa? Bagaimana hasilnya?" Belum cukup dengan keterangan lisan, ia masih meminta Anda berbaring di dipan. Kemudian ia menempelkan stetoskop di dada dan perut Anda, menekan-nekan

dan mengetuk-ngetuk perut Anda, melihat telakup mata Anda, melihat tenggorokan Anda dengan senter, dan sambil lalu ia sudah dapat mengetahui suhu badan Anda. Setelah itu ia masih menggunakan tensimeter untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi Anda. Singkatnya ia ingin mengungkap serinci mungkin gejala penyakit Anda; tujuannya adalah untuk ‖mendiagnosis‖ penyakit Anda secara tepat. Makin rinci deskripsi gejala penyakit Anda akan makin mudah ia mendiagnosis penyakit Anda itu.

Dengan cara serupa, masalah yang akan Anda pecahkan melalui PTK harus dideskripsikan secara rinci; tujuannya adalah agar Anda dapat menemukan ―akar masalah‖ penelitian Anda secara tepat. Makin rinci deskripsi masalah Anda, makin mudah Anda menemukan akar masalah.

Penemuan akar masalah merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan PTK. Sebelum akar masalah ditemukan, Anda sebaiknya tidak terburu-buru memberikan tindakan. Analoginya dengan dunia kedokteran adalah dokter yang mengobati rasa pusing berkepanjangan yang dialami pasien. Mula-mula ia mendiagnosis secara terburu-buru sebagai penyakit maag; obat yang diberikan adalah promaag. Tentu saja setelah minum obat selama tiga hari rasa pusing pasien tidak kunjung hilang. Setelah didiagnosis ulang ternyata penyebabnya adalah lubang kecil yang ada di gigi. Setelah gigi dirawat, lubang diberi obat kemudian ditambal dan diberi obat yang sesuai, rasa pusing itupun hilang.

Langkah-langkah berikut ini akan membantu Anda mendeskripsikan masalah penelitian Anda secara rinci:

1. Mulailah dengan satu kalimat masalah. 2. Elaborasi kalimat itu serinci mungkin dengan menjawab

pertanyaan-pertanyaan berikut ini: a. Dari mana tahunya? b. Bagaimana datanya? c. Upaya apa yang telah dilakukan? d. Bagaimana hasilnya?

3. Usahakan kalimat masalah dan elaborasinya itu mencapai ½ -- 1 halaman; setelah itu biasanya Anda akan menemukan akar masalahnya.

Contoh: (Kalimat masalah) ‖Nilai fisika siswa kelas I SMA X Jakarta pada umumnya rendah.‖ (Dari mana tahunya?) Mereka tampak mengerti

penjelasan dan contoh soal yang diberikan guru; tetapi ketika soal diganti sedikit saja, mereka menjadi bingung dan tidak mampu mengerjakan. Seakan-akan mereka hanya mengerti tentang hal yang sudah dijelaskan; hal-hal yang baru sekecil apapun akan menimbulkan kebingungan, tidak mampu diatasi. Pada ulangan akhir standar kompetensi (SK) skor rata-rata siswa 5; pada ulangan akhir-semester skor rata-rata juga 5. (Bagaimana datanya?) Hal itu dialami oleh sekitar 60% siswa dalam kelas, terjadi pada hampir seluruh SK, dan sudah berlangsung dari tahun ke tahun. (Upaya yang sudah dilakukan) Agar pemahaman siswa lebih mantap, guru sering menggunakan alat-alat untuk demonstrasi di kelas maupun eksperimen di laboratorium. Guru juga sudah menggunakan media Power Point dalam menerangkan; sekali dua kali penjelasan diselingi dengan program animasi flash. Siswa-siswa yang bernilai rendah sudah diberi program remedial; waktunya di luar jam pelajaran tatap muka. (Bagaimana hasilnya?) Kegiatan demonstrasi/praktikum itu tampaknya belum berhasil menanamkan konsep-konsep fisika secara mantap kepada siswa. Program remedial juga tidak banyak menolong karena siswa yang nilainya rendah pada umumnya berusaha untuk menghindar.

Menemukan Akar Masalah

Deskripsi masalah yang rinci sebanyak 1/2 -- 1 halaman itu biasanya sudah dapat mengantarkan Anda ke penemuan akar masalah. Dari deskripsi masalah di atas jelas sekali bahwa akar masalahnya adalah ‖pemahaman siswa yang kurang mantap‖.

Menyususun Hipotesis Tindakan

Dalam kasus di atas, metode demonstrasi/eksperimen dan media pembelajaran yang interaktif jelas bukan merupakan ―obat‖ bagi akar masalah ‖kurang mantapnya pemahaman siswa‖. Guru sudah melakukan hal itu dan ternyata tidak berhasil. Program remedial juga bukan merupakan obat yang tepat; guru sudah melakukannya dan tidak berhasil. Guru harus menemukan ‖obat‖ atau ‖tindakan‖ lain.

Marilah sejenak kita berfikir tentang hal lain, yaitu pemahaman kita atas konsep "kursi". Begitu mantapnya pemahaman kita sehingga ditunjukkan kursi model apapun--berkaki empat, berkaki tiga, berkaki satu, pendek, sedang, tinggi, bersenderan, tanpa senderan, berbentuk bulat, berbentuk segi empat, berbentuk sembarang, bahan kayu, bahan logam, ditambahi busa agar empuk, dengan pegangan

tangan, tanpa pegangan tangan, dsb.--kita tidak akan pernah terkecoh, selalu dapat membedakan antara kursi dan bukan kursi. Hal itu kontras sekali dengan pemahaman konsep fisika oleh siswa dalam kasus di atas, diubah sedikit saja mereka sudah bingung. Apa rahasia penanaman konsep yang mantap tentang kursi itu?

Dalam menanamkan konsep, pemberian "contoh" yang terbatas jenisnya akan membuat siswa mengalami under-generalization atau generalisasi yang terlalu sempit. Sebaliknya lupa memberikan "noncontoh" akan membuat siswa mengalami over-generalization atau generalisasi yang terlalu luas. Baik under-generalization maupun over-generalization dua-duanya akan mengganggu pemahaman konsep siswa secara mantap. Pemberian contoh yang cukup banyak dan disertai dengan noncontoh diduga akan dapat memantapkan pemahaman siswa ketika diterangkan. Dalam literatur, cara itu dikenal dengan metode concept attainment atau metode pencapaian konsep.

Hipotesis-tindakan penelitian ini menjadi: "Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta."

Secara operasional tindakan yang akan dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Tiap konsep-baru yang esensial ditanamkan menggunakan metode concept attainment, dengan pemberian contoh-contoh yang cukup banyak dan disertai dengan noncontoh.

2. Contoh soal yang diberikan harus cukup banyak dan barvariasi, disertai dengan jawaban.

3. Dihindarkan ‖pemberian contoh yang terbatas‖ tetapi ‖pemberian soal latihan dan PR yang terlalu banyak‖.

Catatan: Penggunaan alat-alat untuk demonstrasi/praktikum tetap dilakukan karena merupakan karakteristik pembelajaran fisika. Program remedial bagi siswa-siswa yang lambat juga terus dilakukan karena merupakan prinsip pembelajaran yang sudah baku. Jadi tindakan dalam PTK tidak dimaksudkan untuk ―menggantikan‖ metode dan prinsip sudah baku, melainkan ―menambahkan‖ metode-metode baru.

Menuliskan Judul Penelitian

Akhirnya Anda tinggal menuliskan judul penelitian, secara singkat tetapi jelas. Isi judul sama dengan isi hipotesis tindakan, tetapi redaksinya diubah dari kalimat menjadi frasa.

Hipotesis tindakan, kalimat: "Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta."

Judul penelitian, frasa: ―Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas I SMA X melalui Metode Concept Attainment‖

Penulisan frasa untuk judul penelitian menggunakan huruf besar pada tiap kata, dan tidak diakhiri dengan titik; sedangkan penulisan kalimat untuk hipotesis tindakan hanya menggunakan huruf besar di awal kalimat, dan diakhiri dengan titik.

Dari uraian di atas jelas bahwa judul penelitian datang "paling akhir", setelah deskripsi masalah, penemuan akar masalah, dan penyusunan hipotesis tindakan. Sangat aneh kalau ada peneliti PTK yang langsung ingin menemukan judul. Analoginya adalah dokter yang begitu bersemangat dengan obat barunya, baru kemudian mencari orang yang sakit. Penelitian harus dimulai dari masalah, karena pada dasarnya penelitian adalah pemecahan masalah.

Catatan: Analogi guru-dokter dalam penelitian PTK tidak seluruhnya benar. Minimal ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, dalam dunia kedokteran setelah pasien sembuh pemberian obat dihentikan; dalam PTK setelah perlakuan berhasil akan dilanjutkan terus sebagai metode baru yang lebih efektif. Kedua, dalam dunia kedokteran pengobatan pada umumnya hanya berfungsi untuk mengembalikan pasien ke kondisi awal/normal, yaitu sehat; dalam PTK dapat dicobakan hal-hal baru yang melebihi keadaan awal/normal.

Proposal Sederhana

Dari hasil analisis di atas dapatlah dirangkum proposal sederhana dalam bentuk matriks seperti pada tabel berikut ini:

Tabel Proposal Sederhana dalam Pelajaran Fisika SMA

No Aspek-aspek

Penelitian Uraian

1 Kalimat Masalah Nilai fisika siswa Kelas I SMA X Jakarta pada

umumnya rendah.

2 Akar Masalah Pemahaman siswa kurang mantap ketika diterangkan.

3 Hipotesis Tindakan "Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta."

Tindakan Operasional:

a. Tiap konsep-baru yang esensial ditanamkan menggunakan metode concept attainment, dengan pemberian contoh-contoh yang cukup banyak dan disertai dengan noncontoh.

b. Contoh soal yang diberikan harus cukup banyak dan barvariasi, disertai dengan jawaban.

c. Dihindarkan ‖pemberian contoh yang terbatas‖ tetapi ‖pemberian soal latihan dan PR yang terlalu banyak‖.

4 Judul Penelitian ―Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas I SMA X melalui Metode Concept Attainment‖

Dengan berbekal proposal sederhana ini Anda sudah dapat mulai melakukan PTK di kelas Anda. Tindakan yang akan Anda lakukan sudah jelas karena bersifat operasional. Ukuran operasional adalah dapat dilakukan oleh orang lain yang membaca hipotesis itu. Analoginya dengan dunia kedokteran, hipotesis tindakan "Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas I SMA X Jakarta" adalah sebagai obat, sedangkan ‖tindakan operasional‖ yang terdiri dari tiga butir itu adalah cara meminum atau dosisnya.

Contoh Proposal Sederhana Lainnya

Tabel Proposal Sederhana dalam Mata Pelajaran IPS SMP

No Aspek-aspek

Penelitian Uraian

1 Kalimat Masalah Para siswa cepat lupa dalam pelajaran IPS Kelas VII SMP Y Bekasi.

2 Akar Masalah Siswa kurang berkesan dalam tiap peristiwa pembelajaran.

3 Hipotesis Tindakan "Cerita-cerita yang aneh akan meningkatkan daya ingat siswa dalam pelajaran IPS Kelas VII SMP Y Bekasi."

Tindakan Operasional:

a. Tiap pembelajaran tatap muka, guru menyiapkan beberapa cerita aneh yang relevan, dapat diambil dari surat kabar atau artikel internet.

b. Dalam membahas konsep penting, cerita aneh itu dibacakan. Satu pertemuan tatap muka cukup 1—2 cerita aneh.

c. Siswa diminta menanggapi cerita aneh itu secara kelompok; .yang baik diberi pujian.

4 Judul Penelitian ―Peningkatan Daya Ingat Siswa melalui Pembacaan Cerita-cerita Aneh dalam Pelajaran IPS Kelas VII SMP Y Bekasi‖

Tabel Proposal Sederhana dalam Mata Pelajaran Matematika SD

No Aspek-aspek

Penelitian Uraian

1 Kalimat Masalah Siswa yang lemah tidak peduli dengan nilai rendah dalam mata pelajaran matematika di Kelas VI SD Z Depok.

2 Akar Masalah Persepsi diri siswa rendah, merasa dirinya sebagai siswa yang bodoh.

3 Hipotesis Tindakan

"Pemberian Pengalaman Sukses akan Meningkatkan Kepedulian Siswa terhadap Nilai Matematika Kelas VI SD Z Depok."

Tindakan Operasional:

a. Dalam pembelajaran, guru memberi perhatian lebih besar kepada siswa-siswa yang lemah.

b. Tiap pertemuan tatap muka, satu dua orang siswa yang lemah diberi tugas yang mudah. Setelah yakin dapat mengerjakan, mereka diminta maju ke papan tulis, diikuti dengan pujian.

c. Siswa yang pandai tetap diberi tugas, seperti biasanya.

4 Judul Penelitian ―Peningkatan Kepedulian Siswa terhadap Nilai Matematika melalui Pemberian Pengalaman Sukses dalam Pelajaran Matematika Kelas VI SD Z Depok‖

Masalah yang Layak Diteliti dan Profesionalisme Guru

Masalah yang Layak Diteliti

Tidak semua masalah dapat dipecahkan melalui PTK, hanya masalah yang berada dalam kendali guru. Rendahnya "input siswa" yang masuk sekolah Anda, suara berisik karena "sekolah Anda berada di pinggir jalan", dan "status ekonomi sosial orang tua siswa" adalah contoh-contoh masalah yang berada di luar kendali guru, tidak layak untuk diteliti. Sebaliknya masalah yang sudah terlalu jelas juga tidak layak diteliti karena tidak perlu. Misalnya selama ini Anda mengajar secara monoton, menggunakan metode ceramah sepanjang hari, dan siswa merasa jenuh. Kemudian Anda akan menerapkan metode bermain peran agar siswa lebih aktif. Hal itu sudah terlalu jelas, siswanya pasti akan menjadi aktif. Anda tinggal melaksanakan secara langsung. Analoginya adalah upaya Anda menyiram tanaman di pot yang layu karena tidak disiram. Anda tinggal langsung meyiram, tidak perlu meneliti dulu; hasilnya sudah jelas, tanaman pasti akan menjadi segar. Penelitian diawali dengan masalah, yang masih meragukan.

Profesionalisme Guru

Pertanyaan "Upaya apa yang sudah dilakukan?" pada bagian ‖Mendeskripsikan Masalah‖ di atas penting untuk dikemukakan. Hal itu menandakan bahwa Anda seorang guru profesional, yang telah menerapkan berbagai metode secara kreatif tetapi belum berhasil. Bagian yang belum berhasil itulah yang Anda teliti melalui PTK. Analogi dengan tanaman di pot tadi, jika telah disiram dan dipupuk tetapi tanaman masih tetap layu, barulah itu merupakan masalah penelitian yang sangat menarik.

Setelah beberapa kali melakukan PTK, Anda akan terbiasa memberikan tindakan secara sistematis. Anda juga akan merasakan bahwa PTK tidak banyak berbeda dengan pembelajaran biasa. Secara tidak sadar Anda akan melakukan PTK setiap saat; dan Anda akan mendapat predikat sebagai guru profesional yang reflektif.

b. Metode Penelitian Anda perlu menegaskan metode penelitian yang Anda gunakan, yaitu PTK, disertai model yang digunakan. Biasanya PTK di sekolah menggunakan Model Kemmis & Taggart seperti gambar di bawah ini.

Gambar PTK Model Kemmis & Taggart

Siklus Penelitian

Salah satu ciri khas PTK adalah adanya siklus. Menurut Kemmis dan McTaggart siklus terdiri dari empat komponen, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi. Analoginya dengan pengobatan oleh dokter, satu siklus adalah rangkaian empat kegiatan: (1) Pemberian resep kepada pasien, (2) Peminuman obat oleh pasien, (3) Pengukuran peningkatan kesehatan pasien ketika kembali lagi ke dokter, dan (4) Analis dan evaluasi kesehatan pasien. Siklus PTK sebenarnya adalah satu satuan penelitian yang lengkap, karena komponen-komponennya lengkap dari perencanaan sampai refleksi. Jadi kalau Anda melakukan PTK dengan lima siklus, sebenarnya Anda melakukan lima penelitian secara berkelanjutan. PTK sebaiknya minimal terdiri dari tiga siklus; kalau baru satu siklus sudah berhasil kemungkinan masalahnya terlalu sederhana.

Satu siklus minimal terdiri dari tiga pertemuan tatap muka dengan perlakuan yang sama, agar intensif. Misalnya Anda melakukan

siklus dengan tiga pertemuan. Pada pertemuan pertama Anda menggunakan metode concept attainment pada konsep-konsep penting yang diajarkan, diikuti dengan pemberian contoh soal yang bervariasi, dan PR yang bervariasi juga. Pada pertemuan kedua dan ketiga Anda melakukan hal yang sama secara konsisten. Analoginya adalah proses minum obat oleh pasien; selama tiga hari ia meminum obat yang sama dengan dosis yang sama, berulang-ulang. Hal itu dilakukan agar data yang diperoleh bersifat jenuh, artinya lengkap. Kalau perlakukan hanya dilakukan satu kali dan hasilnya baik, ada kemungkinan hal itu hanya kebetulan. Tetapi kalau perlakuan sudah dilakukan tiga kali dan hasilnya baik, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hasil itu memang benar-benar baik, bukan karena kebetulan.

Perencanaan

Perencanaan pada siklus pertama tidak lain adalah hipotesis-tindakan yang telah Anda tetapkan sebelumnya. Perencanaan adalah variabel bebas penelitian Anda. Perencanaan pada siklus kedua, ketiga, dan selanjutnya belum dapat ditentukan karena harus dibuat berdasarkan hasil refleksi terhadap siklus sebelumnya. Dalam RPP, hipotesis-tindakan itu harus dapat dilihat posisinya, bisa di pembelajaran pendahuluan, pembelajaran inti, dan/atau di pembelajaran penutup. Ada baiknya dalam RPP hipotesis tindakan itu Anda cetak tebal agar posisinya dalam pembelajaran-biasa terlihat dengan jelas. Seperti telah disinggung sebelumnya, sebaiknya hanya bagian tertentu dari pembelajaran yang Anda diperbaiki melalui PTK. Analoginya dengan badan kita, hanya bagian-bagian tertentu yang diobati oleh dokter.

Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah uraian tentang implementasi perencanaan Anda, masih berbicara tentang variabel bebas. Kalau seluruh perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik sepanjang siklus, Pelaksanaan hanya akan berisi satu kalimat, yaitu: "Seluruh perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik." Tetapi hal itu jarang terjadi; yang sering terjadi adalah sebaliknya: "Perencanaan sih boleh, tetapi pelaksanaannya?" Analoginya dengan dokter, pelaksanaan adalah uraian tentang kegiatan minum-obat pasien. Mungkin saja pertama kali minum obat pasien merasa mual dan muntah, sehingga obat belum bisa masuk. Yang kedua dan ketiga masih mengalami hal serupa. Baru pada peminuman keempat, pada hari kedua, obat itu bisa masuk. Cerita yang ingin didengar dokter dalam Pelaksanaan

berkisar pada hal itu, belum berbicara tentang peningkatan kesehatan pasien.

Uraian Pelaksanaan sifatnya holistik, mencakup ketiga pertemuan dalam satu siklus, tetapi tidak menceritakan pertemuan per pertemuan. Agar uraian menjadi sistematis dan tidak terjebak pada pertemuan per pertemuan, Anda perlu membuat unsur-unsur variabel bebas itu, kemudian diuraikan keberhasilan dan kegagalannya. Dalam hal penggunaan metode concept attainment misalnya, unsur-unsurnya adalah langkah-langkah metode itu sendiri. Contoh uraian Pelaksanaan Siklus 1: "Ketika diberikan dua kolom berisi daftar istilah fisika, yang satu diberi judul YA dan satu lagi BUKAN, sebagian besar siswa memperhatikan sambil berfikir. Perhatian siswa meningkat ketika mereka diminta menambahkan istilah baru di kolom YA. Mereka mulai berdiskusi dengan teman kelompoknya dan berusaha menemukan istilah-istilah baru. Masih ada beberapa siswa di barisan belakang yang belum terfokus perhatiannya. Ketika diminta memberi nama konsep yang mewakili semua istilah yang berada di kolom YA, mereka lebih tertantang lagi. Beberapa siswa tunjuk tangan dan menyebutkan konsep; guru menuliskan di papan tulis. Tetapi ketika diminta menyebutkan atribut kritikal dari konsep yang diajukan mereka mendapat kesulitan. Dst., dst...."

Pengamatan

Pada bagian inilah Anda mulai memaparkan perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel terikat, yaitu variabel yang Anda tingkatkan melalui PTK ini. Seluruh hasil pengukuran menggunakan instrumen, disajikan datanya di bagian Pengamatan ini. Dalam PTK instrumennya bermacam-macam, tidak hanya tes; semua datanya disajikan di sini. Tampilan yang khas di bagian Pengamatan ini adalah tabel, diagram, dan grafik; tetapi uraian naratif juga ada, yaitu untuk menyajikan hasil wawancara atau catatan lapangan.

Refleksi

Dalam refleksi, Anda akan membahas data yang telah tersaji dalam Pengamatan di atas. Baik keberhasilan maupun kegagalan semuanya dibahas. Keberhasilan perlu dibahas untuk mengetahui apakah benar penyebabnya adalah tindakan yang Anda berikan. Jika benar berarti hipotesis-tindakan Anda benar. Tetapi Anda harus jeli, belum tentu keberhasilan itu akibat dari hipotesis-tindakan. Sebagai contoh dalam metode concept attainment, setelah berlangsung satu siklus ternyata pemahaman siswa tidak meningkat. Kemudian pada siklus

berikutnya Anda sebagai peneliti memberikan tambahan drill sebanyak-banyaknya sehingga siswa hafal akan tipe-tipe soal yang keluar dalam tes. Pada akhir siklus-kedua pemahaman siswa meningkat. Apakah peningkatan itu akibat dari hipotesis penelitian? Boleh jadi bukan; peningkatan itu lebih banyak disebabkan oleh metode drill and practice daripada metode concept attainment.

Terutama kegagalan, harus dibahas secara sungguh-sungguh, sebaiknya bersama kolaborator Anda. Langkah-langkahnya sama dengan pada awal siklus pertama: mendeskripsikan masalah secara rinci, menemukan akar masalah, bertanya mengapa dan mengapa, dan mencari alternatif tindakan. Ingat bahwa siklus pertama sebenarnya adalah satu penelitian. Pada siklus kedua Anda melakukan satu penelitian lagi. Tujuan utama refleksi adalah mencari alternatif tindakan untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Sebaiknya Anda bukan mengganti tindakan melainkan melengkapi atau memodifikasi tindakan; tindakan utamanya concept attainment masih tetap.

Pergantian Siklus

Pergantian dari satu siklus ke siklus berikutnya dapat dilakukan berdasarkan jumlah pertemuan, seperti telah disinggung di atas. Tetapi Anda dapat menggunakan dasar lain, misalnya jumlah minggu, kompetensi dasar, atau pokok bahasan. Tindakan pada siklus berikutnya ditentukan berdasarkan refleksi terhadap hasil siklus sebelumnya. Analoginya dengan dokter, resep-baru dibuat berdasarkan hasil penilaian terhadap resep sebelumnya. Tindakan pada siklus baru harus berbeda secara signifikan dengan siklus sebelumnya. Kalau hanya pengulangan berarti masih bagian dari siklus sebelumnya.

Insrumen Penelitian

Karena PTK mengandung unsur inovasi, biasanya ada hal-hal tertentu yang perlu dipersiapkan secara khusus. Salah satunya adalah instrumen penelitian, yang berbeda dengan instrumen yang biasa Anda pakai sehari-hari. Tes hasil belajar yang biasanya cukup dengan C1, C2, ... s.d. C6 misalnya, sekarang akan terfokus pada C2 saja, tetapi dirinci menjadi tujuh komponen, yaitu: (1) menginterpretasi, (2) memberi contoh, (3) mengklasifikasi, (4) merangkum, (5) menginferensi, (6) membandingkan, dan (7) menjelaskan. Wawancara dengan siswa yang biasanya Anda lakukan secara spontan, sekarang dibuat pedomannya dulu agar lebih

terfokus; demikian juga kegiatan observasi, Anda buat lembar observasinya. Catatan lapangan perlu Anda siapkan dulu penulisannya; ini paling mudah karena tidak perlu ada instrumen khusus. Catatan lapangan tidak lain adalah catatan harian atau diary, untuk menuangkan hal-hal yang sangat berkesan. Kalau penelitian dilakukan dengan penuh antusiasme, Anda akan menemukan hal-hal yang sangat berkesan dan secara mudah dapat dituliskan dalam catatan lapangan.

Agar lebih sederhana kita sepakati dulu bahwa yang dimaksud dengan instrumen dalam PTK adalah alat untuk mengukur keberhasilan tindakan pada variabel yang ingin Anda tingkatkan, yaitu variabel terikat. Agar lebih ilmiah, setiap instrumen yang Anda buat harus dibuat kisi-kisinya dulu; dan kisi-kisi itu dibuat berdasarkan teori yang ada di bagian Kajian Pustaka. Oleh karena itu, teori dalam Kajian Pustaka hendaknya sedemikian rupa sehingga dapat mengarahkan pembuatan instrumen. Sangat kurang baik teori yang diuraikan secara panjang lebar tetapi tidak memberikan petunjuk apapun untuk pembuatan instrumen.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Yang sudah Anda kenal dengan baik tentu saja instrumen untuk mengukur hasil belajar, yang biasa disebut tes. Tes yang baik harus valid, yaitu mengukur apa yang harus diukur. Validitas tes biasanya didekati dengan kisi-kisi, yang akan menjamin keterwakilan kompetensi dan tingkat kognisi yang akan diukur. Validitas seperti itu disebut validitas isi, karena penekanannya pada keterwakilan isi. Syarat lainnya, tes yang baik harus reliabel atau ajeg, yaitu jika digunakan dengan cara yang sama hasilnya akan sama. Reliabilitas tes diketahui setelah tes diuji coba; koefisiennya dihitung dengan rumus-rumus statistik, seperti rumus split half test, KR-20, atau Alfa Chronbach. Dalam PTK uji reliabilitas tes seperti itu tidak dilakukan karena jarang guru yang mengujicobakan tes sebelum menggunakan. Tetapi penggunaan kisi-kisi untuk menjamin validitas tes seperti dijelaskan di atas sebaiknya dilakukan oleh peneliti PTK.

Di samping tes, dalam PTK digunakan berbagai jenis instrumen, di antaranya: (1) Lembar observasi, (2) Pedoman wawancara, (3) Pedoman telaah dokumen, (4) Kuesioner, (5) Rating scale, (6) Portofolio, (7) Skala sikap, dan (8) Catatan lapangan. Seperti halnya tes, instrumen-instrumen itu harus dibuat berdasarkan kisi-kisi agar validitas-isi nya terjamin. Di samping itu masih ada validitas lain yang harus dipenuhi oleh instrumen-instrumen itu, yaitu validitas

konstruk. Untuk memperoleh validitas konstruk, kisi-kisi instrumen harus dibuat berdasarkan teori yang telah dibahas di Kajian Pustaka. Singkatnya, "Instrumen harus dibuat berdasarkan kisi-kisi, dan kisi-kisi harus dibuat berdasarkan teori."

Triangulasi

Sebagai ganti penghitungan menggunakan rumus-rumus, reliabilitas instrumen dalam PTK didekati dengan teknik triangulasi. Artinya, satu variabel terikat (yang akan ditingkatkan) diukur dengan beberapa instrumen. Motivasi siswa misalnya, tidak cukup diukur dengan kuesioner, tetapi ditambah dengan wawancara dan observasi. Jika ketiga instrumen itu menghasilkan data yang sama atau mirip, barulah dapat ditafsirkan bahwa data itu benar. Reliabilitas instrumen dalam PTK juga dapat didekati dengan pengamatan yang cukup lama sehingga datanya mencapai tingkat jenuh atau mencukupi. Lamanya pengamatan harus dibarengi dengan tingkat ketelitian dan keseksamaan.

Pelanggaran Validitas Instrumen

Seringkali peneliti PTK secara tidak sadar telah melanggar validitas instrumen, yaitu membuat instrumen tanpa didasari kisi-kisi dan teori. Serinkali instrumen bahkan tidak mengukur yang harus diukur. Mengukur motivasi misalnya, menggunakan tes hasil belajar.

Instrumen Spontan

Peneliti sering membuat instrumen secara spontan yang diperkirakan dapat mengukur keberhasilan penelitiannya. Dasarnya lebih banyak perasaan daripada penalaran yang sistematis. Setelah instrumen jadi dan ditanyakan kisi-kisinya, peneliti itu tidak dapat menjawab. Hampir dapat dipastikan bahwa instrumen seperti itu tidak ada dasar teorinya. Spontanitas itu seringkali menghasilkan bermacam-macam instrumen, untuk mengukur berbagai variabel. Maksud hati mungkin ingin menerapkan triangulasi, tetapi kurang tepat arahnya. Kalau triangulasi adalah mengukur satu variabel dengan beberapa macam instrumen, dalam instrumen spontan itu mengukur banyak variabel dengan banyak instrumen yang tidak jelas dasar teorinya.

Instrumen ”Teh Botol”

"Apapun makanannya, minumannya Teh Botol"; begitulah bunyi iklan di televisi. Hal serupa sering terjadi dalam PTK. "Apapun masalahnya, instrumennya tes hasil belajar." Masalah rendahnya motivasi misalnya, instrumennya tes hasil belajar, seperti telah disinggung sebelumnya. Dasar pemikirannya, kalau motivasi meningkat siswa akan belajar lebih aktif sehingga hasil belajarnya meningkat. Hal itu bisa benar, tetapi bisa juga tidak. Peningkatan hasil belajar itu bisa disebabkan oleh faktor lain, seperti minat, media, dan tingkat kesulitan soal. Yang jelas teori tentang motivasi berbeda dengan teori tentang hasil belajar. Kalau teorinya berbeda kisi-kisinya harus berbeda, dan instrumennya dengan sendirinya akan berbeda. Jadi mengukur motivasi dengan hasil belajar dapat dikatakan mengukur variabel lain.

Kisi-kisi Instrumen

Yang paling mudah adalah membuat kisi-kisi tentang hasil belajar; Anda sudah terbiasa melakukannya. Berikut ini diberikan beberapa contoh instrumen untuk mengukur hasil belajar atau pemahaman siswa.

Tabel Contoh Kisi-kisi Tes Pemahaman Siswa

Kompetensi dan Indikator

Proses Kognitif dan Jumlah Butir Soal

Men

gin

terp

reta

si

Mem

ber

i C

on

toh

Men

gk

lasi

fik

asi

Mer

ang

ku

m

Men

gin

fere

nsi

Mem

ban

din

gk

an

Men

jela

skan

KD 1

Indikator 1

Indikator 2

KD 2

Indikator 1

Indikator 2

Keterangan: KD = kompetensi dasar

Tabel Contoh Kisi-kisi Pedoman Wawancara Pemahaman Siswa

Kompetensi dan Indikator

Kriteria Sangat Kurang

Kurang Baik Sangat

Baik

KD 1

Indikator 1 Interpretasi tentang Indikator 1

Indikator 2 Kemampuan klasifikasi tentang indikator 2

KD 2

Indikator 3 Inferensi tentang indikator 3

Indikator 4 Kemampuan membandingkan tentang indikator 4

Indikator 5 Kemampuan menjelaskan tentang indikator 5

Tabel Contoh Kisi-kisi Lembar Observasi Pemahaman Siswa

No Indikator Pemahaman

Sangat Kurang

Kurang Baik Sangat Baik

1 Menginterpretasi

2 Memberi contoh

3 Mengklasifikasi

4 Merangkum

5 Menginferensi

6 Membandingkan

7 Menjelaskan

Perlu diperhatikan bahwa ketiga kisi-kisi di atas mengukur variabel yang sama, yaitu pemahaman siswa, secara triangulatif. Artinya variabel yang sama diamati dari berbagai sudut pandang.

Instrumen untuk Variabel Bebas?

Perlukah variabel bebas (metode yang digunakan) diukur-ukur menggunakan instrumen seperti halnya variabel terikat (variabel yang ditingkatkan)? Marilah kita bandingkan dengan pekerjaan dokter. Apakah yang biasanya diukur oleh seorang dokter, kegiatan minum obat pasien sesuai resep (variabel bebas) atau peningkatan kesehatan pasien (variabel terikat)? Tentu saja yang terakhir. Ketepatan pemakaian metode memang perlu diperhatikan dalam PTK, tetapi tidak perlu diukur-ukur menggunakan instrumen. Jika dilakukan, pekerjaan peneliti akan bertambah banyak, yang akan membuatnya stress dan lelah. Setelah selesai penelitian ia akan mengatakan dalam hati: "Sekali ini saja saya melakuan penelitian." Hal ikhwal variabel bebas cukup disampaikan secara naratif di bagian "Pelaksanaan" dari siklus penelitan (yang terdiri dari Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, dan Refleksi). Ada kerugian lain jika variabel bebas diukur-ukur dengan instrumen dan disajikan datanya dalam bentuk tabel-tabel. Benang merah laporan penelitian menjadi kabur dan hasil penelitian sukar dipahami oleh pembaca.

Kolaborasi

Perlu dikemukakan jumlah dan latar belakang pendidikan kolaborator, dan waktu pertemuan. Misalnya kolaborator internal adalah teman sejawat, guru semata pelajaran. Pertemuan dilakukan secara intensif pada penulisan proposal dan pembuatan instrumen. Pada saat implementasi, pertemuan dilakukan seminggu sekali pada akhir pekan untuk membicarakan masalah-masalah yang ditemukan pada minggu berjalan, dan rencana untuk minggu berikutnya. Kolaborator internal juga membantu melakukan pengukuran menggunakan instrumen-instrumen yang tersedia pada akhir siklus. Kolaborator ekternal adalah dosen perguruan tinggi yang membantu pada penulisan proposal.

c. Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas

Setelah mempunyai proposal sederhana, hasil kegiatan sebelumnya, Anda akan sangat mudah mengembangkannya menjadi proposal lengkap. Hal-hal yang esensial telah tertulis dalam proposal sederhana itu, terutama deskripsi masalah, rumusan masalah, dan hipotesis tindakan.

Sistematika Proposal Penelitian

Sistematika proposal penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:

Judul

Bab 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian

Bab 2 Kajian Pustaka

A. Deskripsi Teori B. Hasil Penelitian yang Relevan C. Kerangka Berfikir D. Hipotesis Tindakan

Bab 3 Metodologi Penelitian

A. Setting Penelitian B. Metodologi Penelitian C. Siklus Penelitian D. Kriteria Keberhasilan E. Instrumen Penelitian F. Anallisis Data G. Kolaborasi H. Jadual Penelitian

Daftar Pustaka

Judul PTK Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, judul penelitian harus singkat tetapi jelas. Isinya sama dengan hipotesis tindakan tetapi

dengan rumusan yang berbeda. Judul harus mengandung variabel bebas (tindakan yang diberikan) dan variable terikat (variabel yang akan ditingkatkan). Contohnya adalah sebagai berikut:

“Peningkatan Hasil Belajar Fisika SMA Kelas I SMA X

Jakarta Melalui Metode Concept Attainment” Variabel bebasnya metode concept attainment dan variabel terikatnya hasil belajar sejarah. Jumlah kata sebaiknya tidak lebih dari 15. Topik atau pokok bahasan kurang perlu untuk dicantumkan dalam judul karena keterangan ―Fisika Siswa Kelas I SMA ― sudah cukup spesifik. Jika topik dicantumkan, misalnya ―Kemagnetan‖, seolah-olah metode concept attainment itu hanya berlaku pada topik Kemagnetan. Masalah yang dipecahkan dalam PTK seharusnya yang bersifat lintas pokok bahasan, seperti: hasil belajar, motivasi, dan kreativitas. Dengan demikian penggunaan siklus akan lebih leluasa, tanpa dibatasi oleh topik.

Judul sebaiknya menampilkan hal-hal yang inovatif untuk menarik pembaca; pertama kali orang membaca hasil penelitian Anda adalah pada judulnya. PTK pada dasarnya adalah sarana untuk melakukan inovasi pembelajaran. Sejak munculnya PTK orang menganggap bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran inovatif. Hampir semua peneliti PTK memilih judul itu kalau diminta membuat proposal. Akibatnya cooperative learning sudah diteliti oleh banyak orang, dan menjadi hal yang biasa. Sayangnya PTK yang mereka lakukan bersifat semu; setelah selesai PTK mereka kembali ke pembelajaran biasa.

Pendahuluan (Bab 1) Fungsi utama pendahuluan adalah untuk menjelaskan mengapa penelitian

Anda perlu dilakukan. Sampai halaman kedua, pendahuluan harus sudah dapat mengemukakan masalah penelitian secara jelas. Uraian di halaman-halaman berikutnya masih dapat ditambahkan, tetapi sifatnya hanya menegaskan dan melengkapi. Sebaiknya dihindarkan uraian kesana-kemari sampai berhalaman-halaman, dan baru mengemukakan masalah penelitian di bagian akhir.

Latar belakang masalah berfungsi untuk membuat masalah penelitian Anda terlihat lebih menonjol, penting, dan mendesak. Masalah penelitian tidak lain adalah deskripsi masalah yang sudah Anda tulis sebelumnya, di Bagian A; sifatnya mikro, yaitu tentang pembelajaran di kelas Anda. Agar terlihat penting, masalah mikro

itu harus dibingkai dengan masalah makro yang berskala nasional. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa Anda sebagai peneliti memahami isu-isu nasional yang relevan. Namun perlu dihindari kesan bahwa penelitian Anda berskala nasional; kenyataannya penelitian Anda hanya berskala kelas. Oleh larena itu uraian latar belakang maksimal dua alinea, dan segera disambung dengan masalah mikro yang berupa deskripsi masalah itu. Berikut ini adalah contohnya.

Bab 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi luluan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) melalui Permendiknas Nomor 22 Tahun 2002 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah menuntut kompetensi yang tinggi dari para lulusan sekolah menengah. Bersamaan dengan itu dikeluarkan juga Standar Proses yang menuntut proses pembelajaran yang berkualitas, menuju lulusan yang ―cerdas dan komprehensif‖, sesuai dengan moto Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Implikasinya guru harus senantiasa meningkatkan kompetensi agar kualitas pembelajarannya terus meningkat. Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru adalah tenaga profesional yang dilatih secara khusus melalui pendidikan profesi, untuk mendapatkan sertifikat sebagai pendidik profesional. Salah satu ciri guru profesional adalah bersifat reflektif. Setiap kali melaksanakan pembelajaran ia selalu melakukan refleksi untuk mengetahui kelemahan-kelemahannya, dan selanjutnya berusaha untuk memperbaiki. Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan cara yang sistematis untuk melakukan refleksi secara intensif dan melakukan perbaikan pembelajaran secara sistematis. Di SMA Negeri X Jakarta nilai sejarah Kelas I pada umumnya rendah. Mereka tampak mengerti penjelasan dan contoh soal yang diberikan guru, tetapi ketika soal diganti sedikit saja mereka menjadi bingung dan tidak dapat mengerjakan. Seakan-akan mereka hanya mengerti tentang hal yang dijelaskan; hal-hal baru sekecil apapun akan menimbulkan kebingungan, tidak

mampu diatasi. Pemahamannya barulah sampai di permukaan, belum mendalam. Pada ulangan akhir yang mencakup satu standar kompetensi nilai rata-rata siswa 5; pada ulangan akhir semester rata-rata juga 5. Hal itu dialami oleh sekitar 60% siswa dalam kelas, terjadi di hampir seluruh SK, dan sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Berbagai upaya telah dilakukan guru untuk mengatasi masalah itu. Guru telah menggunakan salat-alat peraga untuk demonstrasi di kelas, dan melakukan eksperimen di laboratorium. Guru juga sudah menggunakan media Power Point untuk menjelaskan; sekali-sekali penjelasan guru diselingi dengan program animasi flash. Tetapi hasilnya belum seperti yang diharapkan. Siswa-siswa yang hasil belajarnya rendah sudah disediakan program remedial; waktunya di luar jam pelajaran tatap muka. Tetapi hasilnya juga belum seperti yang diharapkan; siswa yang nilainya rendah cenderung ingin menghindar dari kegiatan itu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep siswa kurang mantap ketika diterangkan. Kemungkinan contoh-contoh yang diberikan guru kurang banyak sehingga siswa mengalami under-generalization; noncontoh juga tidak disertakan sehingga siswa mengalami over-generalization. Kedua-duanya membuat pemahaman siswa tidak mantap. Perlu dicarikan metode alternatif yang membuat siswa belajar secara mantap.

Rumusan masalah penelitian telah tersirat dalam hipotesis tindakan yang ada dalam proposal sederhana yang telah Anda buat di Bagian A; Anda tinggal memindahkan ke sini. Masalah penelitian biasanya disajikan dalam bentuk pertanyaan, tetapi tidak harus. Inilah contohnya.

B. Rumusan Masalah

Apakah metode concept attainment dapat meningkatkan hasil belajar sejarah kelas I SMA Negeri X Jakarta?

Bagian terakhir pendahuluan adalah tujuan dan manfaat penelitian. Tujuan PTK tidak sekedar ingin ―mengetahui peningkatan‖ variabel terikat (yang akan ditingkatkan), tetapi lebih pada ―meningkatkan‖ variabel terikat itu. Ingin ―mengetahui peningkatan‖ mempunyai

konotasi ―setelah tahu akan selesai‖ sehingga peneliti PTK banyak yang kembali ke metode semula setelah penelitian selesai; sedangkan ―meningkatkan‖ mempunyai arti ingin menggunakan metode baru yang ditemukan untuk seterusnya. Manfaat penelitian sebaiknya dirinci untuk berbagai pihak agar makna penelitian menjadi labih besar, misalnya bagi siswa, guru, dan sekolah. Inilah contohnya.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sejarah siswa.

D. Manfaat Penelitian

Bagi siswa penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahamannya. Bagi guru penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan membiasakan diri menjadi guru yang reflektif, yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran. Bagi sekolah, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan citra sebagai sekolah yang efektif, yang membimbing siswa menjadi insan yang cerdas dan komprehensif.

Kajian Pustaka (Bab 2)

Deskripsi teori memberikan dasar teori pada variabel-variabel yang Anda teliti. Baik variabel bebas (tindakan yang diberikan) dan variabel terikat (yang ditingkatkan) dua-duanya harus didukung dengan teori. Ini sejalan dengan ciri seorang profesional, yang setiap tindakannya didukung dengan teori yang sudah mantap. Analoginya dengan dokter, setiap obat yang diresepkan harus didukung dengan teori atau hasil penelitian yang sudah mantap. Jika tidak, dokter itu akan lebih tepat disebut dukun.

Namun fungsi teori dalam PTK agak berbeda dengan fungsinya dalam penelitian formal. Asumsinya, peneliti PTK adalah guru profesional yang sudah berusaha menerapkan teori-teori yang sudah mantap itu dalam pembelajaran, tetapi belum berhasil. Sebagaimana kita ketahui banyak sekali teori-teori yang mantap itu berasal dari negara Barat, yang berbeda budaya dengan kita. Dalam PTK Anda dapat saja menemukan teori yang sama sekali baru—disebut grounded theory—yang sesuai dengan konteks sekolah Anda. Jadi

teori yang dirujuk dalam PTK sifatnya hanya sebagai bahan pertimbangan.

Kata ―pustaka‖ digunakan untuk membedakan dengan ―teori’ yang bersifat akademis. Pustaka lebih bersifat umum; Undang-Undang dan Peraturan Menteri dapat dimasukkan ke dalamnya. Dokumen-dokumen itu merupakan kebijakan sehingga tidak dapat dimasukkan dalam kategori teori.

Selain variabel bebas dan variabel terikat, Anda perlu mencari teori yang berkenaan dengan pembelajaran khusus, untuk mata pelajaran Anda. Gunanya agar temuantemuan yang Anda peroleh nanti tidak menyimpang dari karakteristik mata pelajaran yang Anda ampu. Sebaiknya penyajian hakikat variabel bebas didahulukan agar pembaca langsung dapat mengetahui inovasi yang ditawarkan pada kesempatan pertama. Berikut ini adalah contoh deskripsi teori untuk judul ―Peningkatan Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas I SMA X Jakarta melalui Metode Concept Attainment‖.

Bab 2 Kajian Pustaka

A. Deskripsi Teori 1. Concept Attainment

Pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi dengan model concept attainment menurut Uno (2008) dikembangkan berdasarkan karya Jerome Brunner, dkk. yang yakin bahwa lingkungan sekitar manusia beragam dan sebagai manusia kita harus mampu membedakan, mengkategorikan dan menamakan semua itu. Kemampuan manusia dalam membedakan, mengelompokkan dan menamakan sesuatu inilah yang menyebabkan munculnya sebuah konsep. Concept attainment adalah suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu. Metode ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, tentunya,

pendekatan ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Pendekatan ini, lebih tepat digunakan ketika penekanan pembelajaran lebih pada pengenalan konsep baru, melatih kemampuan berpikir induktif dan melatih berpikir analisis. Prosedur pembelajarannya melalui tiga tahap yaitu: kategorisasi, penemuan konsep, penyimpulan. Kategorisasi adalah upaya mengkategorikan sesuatu yang sama atau tidak sesuai dengan konsep yang diperoleh. Setelah kategori yang tidak sesuai disingkirkan, kategori yang sesuai digabungkan sehingga membentuk suatu konsep. Setelah itu, suatu konsep tertentu baru dapat disimpulkan. Tahap terakhir inilah yang dimaksud dengan concept attainment.

2. Hasil Belajar Belajar merupakan suatu kekuatan atau sumber daya yang tumbuh dari dalam diri sesorang (individu). Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang seperti kelelahan dan pengaruh obat (Purwanto, 2003). Jadi perubahan perilaku adalah hasil belajar (Munir, 2008); perilaku itu meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Hasil belajar pada aspek pengetahuan adalah dari tidak tahu menjadi tahu, pada aspek keterampilan dari tidak mampu menjadi mampu. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang meliputi perubahan dalam persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dalam bentuk

perilaku yang dapat diamati. Proses belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi yang meliputi tiga tahap, yaitu: perhatian (attention), penulisan dalam bentuk simbol (encoding), dan mendapatkan kembali informasi (retrieval). Mengajar merupakan upaya dalam rangka mendorong (menuntun dan menemukan hubungan) antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.

3. Pembelajaran Sejarah Sesuai dengan yang disampaikan Suparno (2005) bahwa selama proses pembelajaran terjadi interaksi yang khas antara siswa dan guru, siswa berupaya menyerap informasi dan guru bertugas mendampingi siswa dalam belajar. Dalam filsafat pendidikan modern, siswa dipandang bukan sebagai objek dalam pembelajaran tetapi juga sebagai subjek. Siswa tidak dipandang sebagai orang yang tidak tahu, tapi dipandang sebagai orang yang tahu meskipun belum sempurna. Sejarah merupakan cabang dari ilmu sosial yang mempelajari tentang manusia pada masa lampau yang mencakup konsep ruang dan waktu serta perubahan. Dalam standar isi mata pelajaran sejarah dijelaskan bahwa pembelajaran. Pembelajaran sejarah dengan pendekatan proses sains baik bagi saintis maupun guru-guru sains karena dirasakan sebagai yang paling baik dan tepat (Druxes, 1996). Di samping itu siswa dapat menikmatinya sebab mereka adalah subjek belajar yang aktif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran menimbulkan suasana yang menyenangkan. Melihat pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika merupakan rangkaian pengembangan, pengetahuan dan keterampilan yang menekankan proses berpikir dengan menggunakan keterampilan sains.

Penelitian yang relevan diperlukan untuk mengetahui state of the art atau perkembangan terbaru tentang masalah yang diteliti. Penelitian seperti itu dapat diperoleh dari jurnal ilmiah. Berbeda dengan buku, jurnal ilmiah menyajikan informasi yang relatif lebih baru. Berikut ini adalah contohnya.

B. Penelitian yang Relevan

Concept attainment didesain untuk memberi latihan pada siswa menganalisis data dan mengembangkan keterampilan berfikir kritis tanpa menggunakan alat-alat lab. yang merepotkan. Struktur pelajaran induktif membimbing siswa untuk memahami materi pelajaran tahap demi tahap menuju pemahaman yang mendalam atas ide-ide baru dan memberi kerangka berfikir sistematis seiring dengan proses menggabung-gabungkan atribut-atribut esensial dari konsep yan dituju. (Reid, 2010). Rerata hasil belajar kelas yang diajar menggunakan model concept attainment berbantuan CD Interaktif yaitu X1= 75,83 jauh lebih besar dari kelas yang diajar menggunakan model konvensional yaitu X2 = 67,93. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diperoleh bahwa kelas yang diajar menggunakan model concept attainment berbantuan CD Interaktif lebih baik dari pada kelas yang diajar menggunakan model konvensional (Winasmadi, 2011).

Setelah mendeskripsikan berbagai teori tentang concept attainment berdasarkan buku teks dan temuan-temuan terbaru dari artikel jurnal, Anda perlu mengemukakan kerangka berfikir. Isinya adalah uraian singkat, sekitar 2—3 paragraf, untuk meyakinkan pembaca bahwa metode concept attainment memang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kerangka berfikir merupakan hasil pemikiran Anda sendiri, yang merupakan sintesis dari berbagai teori yang Anda rujuk sebelumnya. Kerangka berfikir yang baik dapat membuat pembaca mengemukakan sendiri kesimpulannya sebelum Anda menuliskan di bagian akhir. Berikut ini adalah contohnya:

C. Kerangka Berfikir

Siswa akan memperoleh pemahaman yang mantap jika dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Contoh-contoh yang cukup banyak akan menghindarkan siswa dari under-generalization atau penyimpulan terlalu sempit. Sementara penyajian noncontoh akan menghindarkan siswa dari overgeneralization atau penyimpulan terlalu luas. Baik under-generalizatin maupun over-generalization dua-duanya akan membuat pemahaman konsep siswa menjadi lemah. Metode concept attainment memberi contoh yang cukup banyak kepada siswa, disertai dengan noncontohnya. Siswa diberi kesempatan yang luas untuk berfikir secara aktif dalam mengelompokkan contoh-contoh itu ke dalam konsep-konsep yang dipelajari. Karena masing-masing siswa mempunyai pendapat sendiri yang dipercayai kebenarannya, proses pengelompokkan itu akan menimbulkan perbedaan pendapat yang mendorong terjadinya diskusi yang seru dan menyenangkan. Dapat disimpulkan bahwa metode concept attainment akan meningkatkan pemahaman siswa.

Hipotesis tindakan merupakan bagian akhir dari kajian teori di Bab 2. Isinya sama dengan kalimat terakhir kerangka berfikir, yang merupakan kesimpulan. Dalam proposal sederhana yang sudah Anda buat di pasal sebelumnya, sudah terdapat hipotesis tendakan. Anda tinggal memindahkannya ke sini. Seperti telah dijelaskan, hipotesis tindakan sebaiknya disertai dengan tindakan operasional, yang merupakan operasionalisasi dari hipotesis itu. Analoginya dengan kedokteran, hipotesis tindakan adalah resepnya; tindakan operasional adalah dosis atau aturan minumnya. Inilah contohnya.

D. Hipotesis Tindaka Metode concept attainment akan meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas I SMA X Jakarta. Tindakan Operasional:

1. Tiap peristiwa yang esensial disajikan menggunakan metode concept attainment. Sejumlah contoh yang berupa nama-nama peristiwa diletakkan dalam kolom-kolom yang diberi kata ―Ya‖ dan ―Tidak‖. Siswa kemudian diminta menambahkan tiga nama peristiwa lain di masing-asing kolom. Di antara contoh-contoh itu disertai noncontoh.

2. Contoh soal yang diberikan guru harus cukup banyak dan bervariasi.

3. Dihindari pemberian contoh soal yang terbatas tetapi pemberian PR yang terlalu banyak.

Metodologi Penelitian (Bab 3)

Metodologi penelitian diawali dengan mendeskripsikan setting; sebagaimana sudah disinggung sebelumnya. Gunanya adalah untuk memberikan gambaran kepada pembaca tentang konteks penelitian Anda. Setelah itu uraian Bab 3 ini disusul berturut-turut dengan: metode penelitian, siklus penelitian, kriteria keberhasilan, instrumen penelitian, analisis data, kolaborasi, dan jadual penelitian. Berikut ini adalah contohnya.

Bab 3 Metodologi Penelitian

A. Setting Penelitian ini akan dilakukan dalam mata pelajaran sejarah pada semester ke ... tahun ... di SMA X Jakarta. Subyek penelitian adalah siswa kelas I yang berjumlah 32 orang siswa. Sekolah ini merupakan Sekolah Standar Nasional yang berukuran besar, mempunyai 27 kelas. Gurunya 80% berkualifikasi S1 dengan program studi yang relevan dengan mata pelajaran yang diampu. Yang sudah memperoleh Sertifikat Pendidik Profesional sekitar 50%.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis dan McTaggart yang prosesnya disajikan seperti pada Gambar berikut.

Gambar. PTK Model Kemmis & McTaggart

Penelitian direncanakan akan berlangsung selama tiga siklus, yang masing-masing terdiri dari: perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect). Tiap siklus minimal akan terdiri dari tiga pertemuan tatap muka sehingga keseluruhan penelitian akan terdiri dari sekitar sembilan pertemuan tatap muka.

C. Siklus Penelitian

Plan yang tidak lain adalah hipotesis tindakan akan dilaksanakan secara berulang-ulang dalam siklus I, sebanyak beberapa kali pertemuan tatap muka. Pelaksanaan tindakan akan diamati dan dicatat dengan seksama. Pada akhir siklus pengamatan terhadap variabel terikat dilakukan dengan tes. Data hasil tes dianalisis atau direfleksi untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalannya. Refleksi diakhiri dengan merencanakan tindakan alternatif atau revised plan, yang akan diterapkan pada siklus II.

Plan untuk siklus II sepenuhnya tergantung pada hasil refleksi siklus I; demikian juga plan untuk siklus III sepenuhnya tergantung pada hasil refleksi siklus II.

D. Kriteria Keberhasilan

Siklus ―plan-act-observe-reflect‖ akan berlangsung terus sampai criteria keberhasilannya tercapai, yaitu skor rata-rata kelas mencapai 75, yang disebut kriteria ketuntasan minimal (KKM). Walaupun penelitian telah berlangsung sebanyak tiga siklus, akan terus dilanjutkan selama KKM belum tercapai.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa (variable yang ditingkatkan) akan dilakukan dengan tes hasil belajar. Kisi-kisinya adalah sebagai berikut:

Tabel. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar

Kompetensi dan Indikator

Proses Kognitif

Ing

atan

Pem

aham

an

Ap

lik

asi

An

alis

is

Ev

alu

asi

Kre

asi

KD 1

Indikator 1.1

Indikator 1.2

KD 2

Indikator 2.1

Indikator 2.2

Di samping itu peningkatan hasil belajar akan diukur juga dengan menggunakan lembar observasi dan pedoman wawancara atau tes lisan. Kedua instrumen itu akan dibuat berdasarkan kisi-kisi pada Tabel di atas. Tujuannya adalah untuk melakukan triangulasi, yaitu melihat satu variabel dari berbagai instrumen yang berbeda. Pengukuran akan dilakukan secara sampling, yaitu terhadap beberapa orang siswa yang dipilih secara acak.

Teknik ini dipilih karena jika dilakukan terhadap seluruh siswa akan memakan waktu yang lama; peneliti praktis akan sangat sibuk dan kehilangan waktu untuk membimbing siswa secara intensif.

Pelaksanaan metode concept attainment, sebagai variabel bebas atau tindakan yang diberikan, tidak akan diukur secara kuantitatif, tetapi cukup secara kualitatif menggunakan catatan lapangan. Sifatnya lebih global dan fleksibel dengan memperhatikan hal-hal yang penting, yaitu:

1. Kemampuan siswa menambahkan nama-benda baru pada kolom ―ya‖ dan ―Tidak‖

2. Kemampuan siswa menemukan konsep yang ada pada kolom ―Ya‖ dan ―Tidak‖

3. Kemampuan siswa berargumentasi dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas.

Data tidak akan ditabulasi seperti halnya skor hasil belajar, tetapi cukup dituliskan secara naratif berupa catatan lapangan, seperti telah

disinggung di atas, sebanyak ½--1 halaman tiap akhir pertemuan tatap muka.

F. Analisis Data

Data hasil belajar siswa akan dianalisis dengan statistik deskriptif, seperti rata-rata dan persentase. Peningkatan hasil belajar akan dilihat dari kecenderungan kenaikan skor rata-rata dari siklus ke siklus. Data dari lembar observasi dan pedoman wawancara akan dianalisis secara kualitatif, kemudian dilihat juga kecenderungannya dari siklus ke siklus.

G. Kolaborasi

Kolaborator penelitian adalah teman sejawat, semata pelajaran, di SMA X Jakarta. Proses kolaborasi dilakukan pada saat penulisan proposal penelitian dan pengembangan perangkat-perangkat pembelajaran. Pada saat-saat tertentu, kolaborator ikut masuk kelas untuk membantu mengamati pelaksanaan metode concept attainment, sebagai variable bebas atau

tindakan dalam PTK, dan pada akhir pembelajaran diadakan diskusi singkat. Pada akhir minggu pertemuan kolaborasi kembali dilakukan untuk menganalisis keberhasilan dan kegagalan penelitian dalam satu minggu, dan merencanakan tindakan untuk minggu berikutnya.

H. Jadual Penelitian Tabel Jadual Penelitian

No Kegiatan Minggu Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Persiapan

a. Menyusun RPP

b. Membuat Perangkat Pembelajaran

c. Membuat Media

d. Menyusun Jadual

e. Menyusun Instrumen

2 Pelaksanaan

a. Menyiapkan Siklus 1

b. Membuat Laporan Siklus 1

c. Melaksanakan Siklus 2

d. Membuat Laporan Siklus 2

e. Melaksanakan Siklus 3

f. Membuat Laporan Siklus 3

3 Pelaporan

a. Membuat Laporan Gabungan Siklus 1, 2, dan 3

b. Membuat Makalah Seminar

c. Seminar hasil penelitian

d. Merevisi Laporan Berdasarkan Hasil Seminar

e. Menulis Artikel Jurnal

f. Mengirimkan Artikel Jurnal Ke Pengelola Jurnal

Berbeda dengan penelitian formal, pada penelitian tindakan kelas laporannya sebaiknya dibuat secara bertahap, per siklus. Maksudnya agar hal-hal yang bersifat kualitatif tidak terlupakan; dengan demikian laporan akan bersifat lebih holistik, melihat berbagai aspek pembelajaran. pembuatan laporan secara bertahap juga akan membuat pekerjaan terasa lebih ringan. Laporan akhirnya lebih berupa kompilasi dari laporan per siklus.

Bagian terakhir dari Bab 3 adalah Daftar Pustaka. Semua referensi yang ada dalam proposal harus didukung dengan daftar pustaka. Daftar pustaka hendaknya bersifat asli dan baru. Asli artinya diambil dari penulisnya secara langsung; baru artinya tahun penerbitan sedapat mungkin 10 tahun terakhir. Satu atau dua yang usianya lebih dari 10 tahun masih dapat diterima. Anda bebas memilih cara penulisan daftar pustaka asalkan konsisten. Berikut ini adalah contoh dari daftar pustaka:

Daftar Pustaka

Druxes, Herbert, dkk. (1996). Kompendium Dikdaktik Fisika. Alih Bahasa: Soeparno. Bandung: CV Remadja Karya

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta

Purwanto, Ngalim. (2008). Psikologi Pendidikan. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)

Reid, Barbara. (2010). The Concept Attainment Strategy. The Science Teacher, Vol. 078 Issue 1

Suparno, Paul. (2008). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo

Uno, Hamzah B. (2008). Model Pembelajaran. diakses dari http://asepawaludinfajari.wordpress.com/2011/11/22/concept-attainment-model- model-pembelajaran-perolehan-konsep/ tanggal 22 Maret 2012

Winasmadi, Praja Achsani. (2011). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Concept Attainment Berbantuan CD Interaktif pada Materi Segitiga Kelas VII. Jurnal PP, No. 1 Vol. 2 Desember 2011.

d. Penyusunan Laporan Penelitian Tindakan Kelas

Untuk menyusun laporan akhir penelitian harus mengikuti acuan penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam upaya meningkatkan jabatan/golongan guru melalui pengembangan profesi.

1) Kelengkapan laporan dan sistematika sebagai berikut:

SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (KALAU ADA)

DAFTAR GAMBAR (KALAU ADA)

DAFTAR LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian BAB 2 KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

B. Hasil Penelitian Yang Relevan C. Kerangka Pikir D. Hipotesis Tindakan BAB 3 METODE PENELITIAN A. Settin Penelitian B. Metodologi Penelitian C. Siklus Penelitian D. Kriteria Penelitian E. Instrumen Penelitian F. Analisis Data G. Kolaborasi H. Jadual Penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil B. Pembahasan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Contoh perangkat pembelajaran 2. Instrumen 3. Personalia 4. Data 5. Bukti lain pelaksanaan (foto, CD, hasil pekerjaan siswa, berita

acara seminar hasil penelitian)

2) Deskripsi dari tiap-tiap komponen di atas adalah sebagai berikut: SAMPUL LAPORAN Format sampul laporan sesuaikan dengan format yang berlaku di Kementrian Pendidikan Nasional HALAMAN PENGESAHAN Format halaman pengesahan sesuaikan dengan format yang berlaku di Kementrian Pendidikan Nasional ABSTRAK Abstrak berisi ringkasan permasalahan dan cara pemecahan masalahnya, tujuan, prosedur, dan hasil penelitian. Abstrak

diketik satu spasi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (lebih baik bila ada). Jumlah kata dalam abstrak tidak melebihi 200 kata (ada juga yang menetapkan 250 kata) dan dilengkapi dengan kata kunci 3 – 5 kata KATA PENGANTAR Kata pengantar berisi hal-hal yang akan disampaikan oleh peneliti sehubungan dengan pelaksanaan dan hasil yang dicapai. Di bagian ini dapat pula disampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang berjasa dalam pelaksanaan penelitian. DAFTAR ISI Daftar isi memuat bagian awal laporan, bab dan sub-bab, bagian akhir, disertai pencantuman nomor halamannya. DAFTAR TABEL Daftar tabel memuat nomor dan judul semua tabel yang ada dalam laporan disertai pencantuman nomor halamannya. Judul tabel berada di bagian atas tabel. DAFTAR GAMBAR Daftar gambar memuat nomor dan judul semua gambar yang ada dalam laporan disertai pencantuman nomor halamannya. Judul gambar berada di bagian bawah gambar. Gambar yang dimaksud adalah gambar yang diambil selama proses penelitian berlangsung dan berguna antara lain untuk menggambarkan situasi kelas/laboratorium,respon/mimik siswa selama dilaksanakan tindakan, hasil karya siswa, grafik/diagram batang yang menggambarkan data hasil penelitian.

BAB 1 – 3 Isi sama dengan proposal Penelitian Tindakan Kelas pada pembahasan sebelumnya. BAB 4 HASIL PENELITIAN Pada awalnya dideskripsikan setting penelitian secara lengkap kemudian uraian masing-masing siklus dengan desertai data lengkap beserta aspek-aspek yang direkam/diamati tiap siklus. Rekaman itu menunjukkan terjadinya perubahan akibat tindakan yang diberikan. Ditunjukkan adanya perbedaan dengan pelajaran yang biasa dilakukan. Pada refleksi diakhir setiap siklus berisi penjelasan tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi ke dalam bentuk grafik. Kemukakan adanya perubahan/kemajuan/ perbaikan yang terjadi pada diri

siswa, lingkungan kelas, guru sendiri, minat, motivasi belajar, dan hasil belajar. Untuk bahan dasar analisis dan pembahasan kemukakan hasil keseluruhan siklus kedalam suatu ringkasan tabel/grafik. Dari tabel/grafik rangkuman itu akan dapat memperjelas adanya perubahan yang terjadi disertai pembahasan secara rinci dan jelas. BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Sajikan simpulan dari hasil penelitian sesuai dengan analisis dan tujuan penelitian yang disampaikan sebelumnya. Berikan saran sebagai tindak lanjut berdasarkan simpulan yang diperoleh baik yang menyangkut segi positif maupun segi negatifnya.

DAFTAR PUSTAKA Daftar pustaka yang dicantumkan dalam laporan hanya yang benar-benar dirujuk dalam naskah. Daftar pustaka ditulis secara konsisten dan alphabetis. Daftar pustaka dapat bersumber dari buku, jurnal, majalah, dan internet. LAMPIRAN Lampiran memuat contoh perangkat pembelajaran: RPP, kurikulum, silabus, instrumen yang digunakan, personalia, data, foto pelaksanaan penelitian dan bukti lain pelaksanaan termasuk berita acara seminar hasil penelitian.

B. Contoh Penelitian Tindakan Kelas dalam PAUD

Judul PTK ―Peningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Usia 6-7

Tahun Melalui Permainan Teka-teki (Penelitian Tindakan di SDN 05 Utan Kayu, Jakarta Timur)‖

Bab 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Masa usia dini merupakan masa anak mulai mengenal diri dan lingkungan. Masa usia dini merupakan masa berlangsungnya proses pendidikan, yaitu sejak anak berada dalam kandungan, masa bayi hingga anak berumur delapan tahun. Masa usia dini merupakan masa keemasan untuk mengembangkan berbagai aspek kemampuan anak dengan memberikan berbagai rangsangan atau stimulasi yang positif. Usia dini merupakan usia

anak membutuhkan berbagai stimulasi positif yang dapat diberikan baik dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Anak usia dini memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dengan anak yang usianya berada di atas delapan tahun, baik dari segi fisik, intelektual, emosi, kreativitas, bahasa dan sosial. Banyak aspek kemampuan dalam diri anak yang perlu mendapat stimulasi agar dapat teraktualisasikan. Kemampuan berbahasa merupakan salah satu kemampuan yang harus dikembangkan pada usia dini disamping aspek kemampuan yang lain, seperti kognitif, motorik dan sosial emosional. Kemampuan berbahasa memungkinkan manusia untuk dapat saling berkomunikasi, baik itu mengkomunikasikan pikiran, perasaan maupun sikap dan dengan bahasa pula manusia dapat meningkatkan kemampuan intelektual. Tanpa memiliki kemampuan berbahasa, maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak akan dapat dilakukan. Tanpa bahasa manusia juga tidak akan dapat mengembangkan diri dan lingkungannya, karena tanpa bahasa tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan yang dimiliki pada orang lain. Bahasa memiliki banyak fungsi dalam kehidupan. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi. Semiawan menyatakan bahwa bahasa berfungsi untuk menyatakan diri (fungsi ekspresi), menyampaikan pendapat, menangkap pikiran dan perasaan orang lain (fungsi sosial).1 Fungsi tersebut dapat dimiliki seseorang terutama jika anak mempunyai ragam kemampuan terutama kemampuan berbahasa. Mampu berbahasa, berarti mampu mengekspresikan suatu hal dengan mempergunakan kosa kata yang dimiliki. Semakin banyak kosa kata yang dimiliki anak, semakin besar kemungkinan anak mampu berbicara. Pengembangan dan penguasaan berbagai macam kosa kata merupakan sarana untuk membantu anak untuk terampil berbahasa terutama dalam terampil berbicara, maka tidaklah mengherankan jika anak-anak banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada orang di sekitarnya (misalnya: orang tua, guru) tentang hal-hal yang dilihat, serta akan memberikan wawasan yang lebih luas keberagamannya, yang membuat belajar dalam segala hal akan lebih mudah. Penguasaan kosa kata merupakan unsur penting dalam usaha peningkatan kemampuan berbahasa. Pembelajaran kosa kata merupakan penguasaan sejumlah kosa kata yang harus dikuasai

1 Conny R Semiawan, Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini (Jakarta: PT Prenhalindo,

2002), h. 49

anak sesuai dengan jenjang pendidikan di kelas. Penguasaan kosa kata dapat membantu anak dalam meningkatkan pemahamannya, sehingga memudahkannya dalam menjalankan proses belajar mengajar. Semakin meningkatnya kosa kata, maka anak akan memahami banyak hal dan dapat mempergunakan kosa kata tersebut dalam berbagai bentuk dan situasi, misalnya dalam bentuk kalimat ketika anak ingin mengungkapkan perasaannya atau ingin menyampaikan informasi. Dengan demikian pembelajaran kosa kata perlu mendapat perhatian khusus dalam proses pembelajaran anak usia dini. Banyak hal yang perlu diperhatikan agar pembelajaran kosa kata pada anak berhasil sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, diantaranya dalam sistem pembelajaran harus menggunakan dan mengoptimalkan berbagai macam strategi dan metode agar dapat berhasil melakukan perbaikan bahasa anak khususnya kosa kata. Guru, terutama guru kelas satu harus selalu berusaha memperkaya kosa kata anak didiknya. Penggunaan media secara efektif harus selalu diterapkan agar tujuan pembelajaran kosa kata tercapai. Penerapan metode dan teknik yang tepat bagi anak juga harus diperhatikan karena usia antara 6-7 tahun merupakan masa peralihan dari prasekolah ke masa Sekolah Dasar (SD), dimana pada masa ini kemampuan berbahasa anak berkembang pesat. Pemilihan media dan teknik yang tepat dalam pembelajaran akan membantu pengembangan kosa kata anak. Salah satu teknik pengembangan pembelajaran kosa kata adalah dengan permainan. Permainan merupakan kebutuhan bagi anak usia dini, mengingat bermain merupakan kebutuhan dasar bagi anak. Permainan adalah suatu bentuk kegiatan yang memiliki aturan dan peserta. Peserta yang terlibat didalamnya atau pemain-pemainnya bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Permainan juga merupakan selingan dari kegiatan-kegiatan belajar secara rutin yang dapat menghilangkan kejenuhan, membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, santai, bahagia, namun tetap memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan anak pada berbagai aspek perkembangan. Masa bermain adalah masa yang cocok untuk usia dini, tidak hanya senang dengan permainan fisik, tetapi juga dengan keterampilan intelektual, bahasa, fantasi, serta mulai terlibat dalam permainan kelompok atau tim untuk belajar memahami tentang persaingan alamiah. Freud menyatakan bahwa perasaan orang yang terlibat dalam bermain diwarnai oleh emosi-emosi

yang positif.2 Anak didik, terutama dalam masa pertumbuhan segera secara langsung menanggapi dengan positif bila ada ajakan bermain. Sebagai salah satu kebutuhan, maka dengan berbagai teknik dan cara anak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan bermainnya. Ada banyak cara dan alat yang dapat digunakan anak untuk bermain. Dengan demikian, akan ditemukan keanekaragaman teknik dan alat bermain anak. Oleh karena itu, pengembangan teknik dan alat permainan sangat dibutuhkan untuk peningkatan kualitas bermain anak usia dini. Bermain tidak akan berhasil jika tidak ada interaksi dan komunikasi baik secara aktif maupun pasif, karena kedua hal tersebut merupakan sarana efektif dalam proses terjadinya kegiatan bermain ataupun permainan (selain media yang digunakan dalam kegiatan bermain). Dengan berinteraksi dan berkomunikasi dalam bermain, secara tidak langsung dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak, karena bahasa merupakan sarana komunikasi bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya. Anak-anak yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik umumnya memiliki kemampuan yang baik pula dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan, serta tindakan interaktif dengan lingkungannya. Permainan yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak dapat disebut permainan bahasa. Melalui permainan bahasa anak dapat memperluas kosa kata, bercerita secara sederhana serta lancar dalam mengeluarkan kata-kata sederhana yang bermakna. Perkembangan kemampuan berbahasa anak secara tepat dapat dilihat dari kemampuan anak dalam menggunakan kalimat dengan baik dan benar. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa diantaranya adalah bercakap-cakap, bercerita dan tanya jawab. Kegiatan permainan bahasa sangat bermanfaat bagi anak usia dini, karena pada masa tersebut anak mengalami peningkatan kosa kata yang sangat pesat, baik yang didapat melalui pengalaman baru, pengajaran langsung, membaca pada waktu senggang, ataupun mendengarkan radio dan menonton televisi. Melalui kegiatan permainan bahasa, anak dapat mengembangkan berbagai aspek yang ada dalam dirinya. Permainan bahasa yang dilakukan akan dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan anak dalam berkreasi membuat kata-kata sederhana,

2 Robyn Gee dan Susan Meredith, Entertaining and Educating Your Preschool Child (London:

Usborne Publishing Ltd, 1997), h. 94

mencari sebanyak-banyaknya kosa kata baru serta merangkai kata-kata yang ada menjadi suatu kalimat sederhana atau bahkan membuat suatu cerita sederhana yang dibuat sendiri oleh anak. Salah satu teknik pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbahasa adalah permainan bahasa, khususnya permainan teka-teki yang dapat dimodifikasi menjadi beberapa jenis permainan, yaitu tebak benda, tebak gambar, dan tebak kata. Pembelajaran dengan konsep bermain yang menarik dan sesuai dengan perkembangan anak tanpa melepaskan proses pembelajaran dibutuhkan dalam pengembangan kemampuan bahasa anak. Permainan bahasa dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan informal, bebas dari ketegangan dan kecemasan namun terarah. Dalam permainan teka teki anak dilibatkan dan dituntut untuk aktif dalam memberikan hasil pemikiran, tanggapan dan membuat keputusan dalam permainan tersebut. Namun, kenyataannya berdasarkan observasi yang dilakukan di SD Negeri 05 Utan Kayu khususnya kelas 1 bahwa kemampuan berbahasa anak masih kurang memadai dan permainan teka teki belum di terapkan dalam pembelajaran bahasa di sekolah. Hal ini terlihat masih banyak anak yang belum mampu: (1) mengembangkan kosa kata dalam berbicara, (2) bertanya dan menjawab pertanyaan, (3) mengembangkan karangan yang dibuatnya, dan (4) mengungkapkan tentang sesuatu hal yang diketahui dari apa yang dilihat dan didengarnya. Hal ini berarti anak kurang mampu mengungkapkan suatu hal dengan baik dan benar mengingat kemampuan berbahasa anak kurang terutama dalam penguasaan kosa kata. Bahkan ada yang tidak berani berbicara sama sekali, padahal kemampuan berbicara ini sangat penting bagi anak sebagai generasi bangsa dan negara, karena kualitas bangsa dan negara ditentukan oleh sumber daya manusianya. Menyadari kelemahan-kelemahan tersebut peneliti terdorong untuk mengembangkan kosa kata anak khususnya kosa kata Bahasa Indonesia yang harus bertambah, baik yang berasal dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Hal ini tentu akan berdampak pada pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu bertambahnya kosa kata yang harus dikuasai anak. Untuk itu diperlukan cara agar anak mau ikut aktif dalam proses pembelajaran. Berbagai kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan harus disiapkan untuk merangsang keaktifan anak. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk membahas penerapan permainan teka teki untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak usia 6-7 tahun. Peneliti mencoba untuk terjun langsung dalam kegiatan belajar mengajar dengan memberikan

stimulasi melalui kegiatan bermain teka teki untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah permainan teka teki dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, khususnya kemampuan mendengar atau menyimak dan kemampuan berbicara pada anak usia 6-7 tahun di SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak.

D. Manfaat Penelitian

Bagi Sekolah, memberikan masukan pada pihak sekolah dalam usaha peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam penyediaan sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak, seperti media, metode, proses pembelajaran, perpustakaan, area bahasa, dan seni serta area lain yang dapat menunjang kemampuan anak dalam berkreasi. Bagi pendidik, dapat memotivasi guru dalam berkreasi guna membantu anak mengembangkan kemampuan berbahasa anak melalui berbagai kegiatan permainan bahasa. Bagi orang tua, memberikan informasi tentang upaya pengembangan berbahasa anak dengan penerapan permainan teka-teki. Bagi masyarakat umum, memberikan informasi pengembangan kemampuan berbahasa anak agar dapat diterapkan di lingkungan masing-masing.Bagi peneliti selanjutnya, menjadi acuan untuk meneliti kembali bagaimana cara yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan kemampuan berbahasa anak selain permainan teka teki.

Kajian Pustaka (Bab 2)

Bab 2 Kajian Pustaka

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Hakikat Kemampuan Berbahasa a. Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keingintahuan maupun kebutuhannya. Anak yang

memiliki kemampuan berbahasa yang baik pada umumnya memiliki kemampuan yang baik pula dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan, serta tindakan interaktif dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa anak tidak hanya mengarah pada kemampuan membaca saja, namun didukung oleh kemampuan menguasai kosa kata, pemahaman serta kemampuan berkomunikasi.

Bahasa merupakan tanda atau simbol dari benda-benda serta menunjukkan pada maksud tertentu. Menurut Hurlock, bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain. Termasuk di dalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang luas, seperti tulisan, bicara, bahasa simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomim, dan seni.3 Pendapat tersebut menyatakan bahwa kata dan kalimat di dalam bahasa selalu menyampaikan arti-arti tertentu di dalam komunikasi dengan orang dewasalah bahasa anak itu muncul dan bisa berkembang.

Bahasa adalah alat transformasi yang merupakan cermin peradaban. Montessori berpendapat ‖language is an instrument of collective thought‖.4 Pendapat ini mengandung arti bahwa bahasa adalah alat bagi sekelompok masyarakat untuk mengekspresikan pemikirannya. Manusia berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari dengan manusia lain. Proses komunikasi terjadi melalui perantara bahasa. Hal-hal yang akan diungkapkan manusia antara lain pikiran, perasaan, kebutuhan, dan keinginan kepada orang lain diutarakan melalui perantara bahasa.

Chaer mendefinisikan bahasa sebagai satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.5 Pendapat ini mengandung arti bahwa bahasa sebagai sistem terdiri atas beberapa subsistem (fonologi, sintaksis dan leksikon) yang dalam kinerjanya bersifat sistematis. Sistem lambang bahasa berupa bunyi yang dihasilkan dari alat ucap manusia. Sistem bahasa bersifat arbitrer mempunyai arti bahwa antara lambang yang berupa bunyi tidak memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep yang dilambangkan atau diwakili. Sistem bahasa mempunyai fungsi sosial sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi di dalam masyarakat.

Bahasa pada anak meliputi kemampuan mendengar atau menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Berbicara dan mendengar atau menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung dan merupakan komunikasi tatap muka.6 Pada usia awal sekolah dasar yang paling umum

3 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak I (Jakarta: Erlangga, 1995), h. 176 4 Maria Montessori, Curriculum Planning (London: Modern Montessori International, 2002), h. 74 5 Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoretik (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 30 6 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), h. 28

dikuasai anak yaitu kemampuan mendengar atau menyimak dan berbicara. Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada individu yang didahului keterampilan mendengar atau menyimak.

Banyak pihak menganggap bahwa mendengar atau menyimak merupakan keterampilan yang paling penting diantara keterampilan lain. Pada usia ini anak mudah sekali beraksi terhadap suara atau bunyi yang didengar, isyarat atau perkataan dan gambar yang menarik. Kemampuan membaca dan menulis biasanya berawal ketika anak senang melihat gambar melalui buku-buku cerita bergambar. Pada masa ini anak-anak senang sekali meniru baik meniru tulisan maupun gambar yang dilihatnya.

Bahasa merupakan sesuatu yang berlaku umum dan dimiliki setiap orang. Bahasa merupakan kesepakatan bersama yang berlaku secara universal. Bahasa merupakan kemampuan yang harus dikembangkan untuk menunjang kemampuan berkomunikasi. Pengembangan kemampuan bahasa dapat dilakukan melalui permainan-permainan yang sifatnya menyenangkan bagi anak.

b. Fungsi Bahasa Bahasa memiliki banyak fungsi dalam kehidupan. Dengan bahasa

manusia dapat berpikir dan belajar dengan lebih baik. Bahasa memungkinkan manusia dapat mengekspresikan sikap dan perasaan. Dengan bahasa manusia dapat memberi nama kepada segala sesuatu, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan dan dapat mengkomunikasikannya kepada orang lain.

Menurut Bromley, bahasa adalah ―an ordered system of symbols for transmitting meaning. Language is a refinement of communication that involves a specified symbol system recognized and used by a certain group to communicate ideas and information.‖7 Pendapat ini mengandung arti bahwa bahasa adalah sistem simbol yang ditata untuk menyampaikan arti. Bahasa adalah suatu kehalusan tutur kata dalam komunikasi yang meliputi suatu simbol yang telah ditetapkan, dikenali dan digunakan oleh kelompok tertentu untuk mengkomunikasikan ide-ide dan informasi. Bahasa sebagai sistem yang mengandung simbol, tanda aturan tertentu disusun secara sistematis dan telah disepakati dalam suatu kelompok tertentu yang menggunakannya. Bahasa yang digunakan dalam suatu kelompok sosial dapat berbeda dengan kelompok lainnya.

Bahasa mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan. Lubis menjelaskan bahwa bahasa mempunyai tiga fungsi, yaitu: alat untuk menyatakan ekspresi, alat untuk mempengaruhi orang lain, alat untuk memberi nama.8 Berdasarkan fungsi di atas dapat dikatakan bahwa bahasa berfungsi untuk menyatakan

7 Karen D. Bromley, Language Arts: Exploring Connections Second Edition (New York: Simon and Schuster, 1992), h. 15 8 Zulkifli Lubis, Psikologi Perkembangan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999), h. 34

ekspresi seseorang akan suatu hal, mempengaruhi orang lain, dan memberikan nama untuk mewakili benda.

Bahasa memungkinkan seseorang untuk dapat menyatakan ekspresi, keinginan, permohonan, alasan, perasaan atau empati, menunjukkan kepunyaan, mempengaruhi orang lain, berfantasi, dan sebagai alat penghubung sosial. Heyster berpendapat bahwa fungsi bahasa bagi anak dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu bahasa sebagai pernyataan jiwa, bahasa sebagai peresapan atau mempengaruhi orang lain dan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pandapat.9 Selanjutnya Michel yang dikutip Chaer mengemukakan bahwa fungsi bahasa terdiri dari fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainmen.10 Dari dua kutipan tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa fungsi bahasa. Fungsi tersebut berkaitan dengan diri sendiri dan diri orang lain di lingkungannya. Fungsi tersebut berguna untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri dalam berinteraksi dalam lingkungan. Fungsi ekspresi berkaitan dengan pernyataan perasaan misalnya perasaan senang, benci, kagum, marah, dan sedih. Fungsi informasi berkaitan upaya penyampaian pesan atau amanat kepada orang lain. Fungsi eksplorasi berkaitan upaya menjelaskan suatu hal, perkara dan keadaan. Fungsi persuasi berkaitan dengan penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi dan mengajak orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Fungsi entertainmen berkaitan penggunaan bahasa untuk menghibur dan menyenangkan orang lain. Dengan demikian bahasa sangat berguna untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri dalam berinteraksi dalam lingkungan. Kemampuan bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia baik orang dewasa maupun anak-anak, dengan demikian kemampuan berbahasa harus diasah dan dikembangkan sejak usia dini, khususnya pada masa peka sehingga kemampuan bahasa anak dapat berkembang dengan optimal.

c. Komponen Bahasa Keterampilan berbahasa berkaitan erat dengan komponen bahasa.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, keterampilan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang bahasa. Pengetahuan tentang bahasa mencakup diantaranya komponen bahasa dan kosa kata. Pada aliran linguistik mana pun bahasa selalu dikatakan memiliki tiga komponen, yaitu sintaktik, fonologi dan semantik.11 Fonologi atau suara adalah sistem suara yang membentuk kata. Sintaktik adalah tata bahasa atau

9 RP. Tambunan, Ilmu Jiwa Berkembang (Jakarta: IKIP,1978), h.13 10 Abdul Chaer, op. cit., h. 33 11 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 18

susunan kata yang membentuk kalimat. Sematik merupakan hubungan antara ide dan kata yang membentuk arti dari kata-kata yang disusun.

Pendapat di atas mengandung arti bahwa fonem merupakan suara atau bunyi untuk membentuk kata atau unit bahasa terkecil yang disebut morfem. Morfem dapat berupa keseluruhan kata atau bagian dalam satu kata. Morfem disusun dalam susunan kata atau sintaksis sehingga menjadi kalimat yang disusun oleh kata-kata. Dengan demikian dapat dideskripsikan secara singkat bahwa bahasa memiliki tiga komponen, yaitu fonologi (suara), semantik (arti), dan sintaksis (aturan tata bahasa). Ketiga komponen bahasa saling berkaitan dalam penggunaannya sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungan sosial.

d. Tahapan Perkembangan Bahasa Berpijak pada pemikiran kaum behavioris bahwa bahasa merupakan

sesuatu yang dipelajari dari lingkungan, maka faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang pertama dan utama bagi setiap anak (individu) adalah Iingkungan keluarga. Artinya, di dalam keluarga itulah terjadi interaksi antara orang tua (ayah dan ibu) dan anak dalam proses pengasuhan. Semua anak mempelajari bahasa ibu. Pada usia yang kira-kira sama, anak mewujudkan pola perkembangan bicara yang hampir sama, walaupun berbeda latar belakang budaya.

Tugas-tugas perkembangan bahasa tidak hanya meliputi pengendalian mekanisme suara tetapi juga kemampuan untuk memperluas arti dan menghubungkannya dengan kata-kata yang berfungsi sebagai simbol arti. Tugas-tugas perkembangan ini jauh lebih sulit daripada apa yang tampak mula-mula, maka dapat dimengerti bahwa yang akan diletakkan hanyalah dasar-dasar keterampilan yang terlibat dalam bicara. Pola perkembangan bahasa secara umum, yaitu belajar mengenal suara baik vokal maupun konsonan, belajar penggabungan suara, belajar kata-kata, belajar fungsi kata yaitu kata benda, kata kerja, dan kata sifat lalu dilanjutkan dengan belajar penggabungan kata dan yang terakhir adalah membuat kalimat. Pola perkembangan bahasa dimulai dari urutan yang termudah yaitu, belajar mendengar sampai pada kemampuan berbicara yang melibatkan kemampuan mendengar dan membuat kata-kata dalam sebuah kalimat.

Tugas dan pola perkembangan bahasa masing-masing individu memiliki irama dan waktu yang berbeda. Namun, secara umum beberapa pakar dapat mengidentifikasi dalam beberapa tahap. Dalam pola belajar berbicara biasanya terdapat empat bentuk prabicara: menangis, bergumam (bubling), berceloteh, isyarat, dan mimik serta untuk pengungkapan emosi. Menangis amat sering dilakukan selama bulan-bulan pertama, meskipun dari sudut pandang jangka panjang, mengoceh atau berceloteh merupakan tindakan yang paling penting karena sebenarnya inilah yang mengembangkan kemampuan berbicara.

Belajar berbicara mencakup tiga tugas yang sulit dan tidak saling berhubungan. Bayi belajar bagaimana mengucapkan kata-kata, menggunakan kosa kata dengan rnenghubungkan pengertiannya dengan kata-kata yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan maksudnya pada orang lain, dan menggabungkan kata-kata menjadi kali mat yang dimengerti oleh orang lain.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan bahwa tahapan perkembangan bahasa terdiri dari pengucapan huruf, membangun kosakata, dan membangun kalimat. Pengucapan dimulai dari saat bayi belajar mengucapkan kata-kata sebagian melalui coba-coba tetapi terutama dengan meniru ucapan orang dewasa. Huruf mati dan campuran huruf mati lebih sulit diucapkan bayi daripada huruf hidup dan diftong. Anak-anak sulit belajar mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi, seperti dua huruf mati , w, d, s, dan g dan kombinasi huruf rnati st- str, dr, dan fl. Ada anak usia dua tahun telah dapat membunyikan huruf [p], [b], [t], [d], [h], fm], [n], [1L [wj, [y], [k], [s], [rj]. Banyak ucapan bayi yang tidak dapat dimengerti sampai usia delapan belas bulan, setelah itu berangsur-angsur terjadi kemajuan yang mencolok.

Membangun kosa kata dimulai saat bayi mulai belajar nama-nama orang dan benda. Sesaat sebelum masa bayi belajar beberapa kata sifat seperti "manis" dan "nakal," dan juga beberapa kata keterangan. Kata depan, kata penghubung dan kata ganti umumnya belum dipelajari sampai awal masa kanak-kanak. Kosa kata meningkat dengan bertambahnya usia. Kosa kata anak-anak rneningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru untuk kata-kata lama. Peningkatan kosa kata yang pesat selama awal rnasa kanak-kanak. Dalam menambah kosa kata anak-anak mudah belajar kata-kata yang umum seperti "baik" dan "buruk," "memberi" dan "menerima" dan juga banyak kata-kata dengan penggunaan khusus seperti bilangan dan nama-nama warna. Anak usia tiga tahun telah dapat menyebutkan kata sebagai berikut dengan bunyi [datal] "gatal", [ladi] "lagi", [dalpu] [galpu] "garpu", [dulita] [gulita] "gurita".

Menyusun kalimat dengan "kalimat" bayi yang pertama muncul antara usia dua belas dan delapan belas bulan, biasanya terdiri dari satu kata yang disertai dengan isyarat. Lambat laun kata-kata merambat dalam kalimat, tetapi isyarat masih banyak digunakan sampai memasuki masa kanak-kanak. Kalimat biasanya terdiri dari tiga atau empat kata sudah mulai disusun oleh anak usia dua tahun dan biasanya oleh anak usia tiga tahun. Kalimat ini banyak yang tidak lengkap, terutama terdiri dari kata benda dan kurang kata kerja, kata depan dan kata penghubung. Sesudah usia tiga tahun, anak membentuk kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata.

Pada mulanya, isi pembicaraan anak-anak bersifat egosentris dalam arti ia terutama bicara tentang dirinya sendiri, berkisar pada minat, keluarga, dan miliknya. Menjelang akhir awal masa kanak-kanak mulailah pembicaraan yang

bersifat sosial dan anak berbicara tentang orang lain di samping dirinya sendiri. Namun banyak dari pembicaraan sosial awal ini sebenarnya tidak bersifat sosial karena isinya lebih banyak mengarah pada kritik kepada orang lain dalam bentuk pengaduan atau keluhan. Kebanyakan anak-anak juga memberi komentar buruk, komentar yang merendahkan orang lain, mengenal perilaku dan miliknya.

Lain halnya dengan Piaget dalam Sinolungan mengajukan pola perkembangan bahasa sebagai berikut :

(1) Tahap sensori motor usia 0-2 tahun, bergantung para refleks dan bawaan, (2) Tahap fungsi semiotis usia 2 – 4 tahun, dengan kemampuan berpikir simbolis, (3) Tahap egosentris 4 – 7 tahun, yang berpusat pada aku (ego) dimana anak belum memperhatikan pendapat orang lain. Mereka yang berusia 7 tahun atau lebih mampu berkomunikasi secara verbal.12

Secara umum setiap anak pada usia tertentu mempunyai pola perkembangan bahasa yang sama meskipun ada perbedaan individu. Pola tersebut meningkat secara bertahap dan berkesinambungan, dimulai dengan menangis, mengoceh, membentuk satu kata, banyak kata dan kalimat. Oleh karena itu, anak selalu terlibat dalam berbagai peristiwa, banyak melihat (mengamati), belajar mendengar dan mengekspresikan berbagai keinginan sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa.

e. Aspek Kemampuan Bahasa Bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi mempunyai beberapa aspek.

Sower menyatakan bahwa aspek bahasa dapat dibagi menjadi jenis yaitu aspek reseptif dan aspek ekspresif/produktif. Jika ditinjau dari cara penyampaiannya maka aspek bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu secara lisan dan secara tertulis.13 Aspek reseptif (menerima informasi) bahasa meliputi keterampilan menyimak dan membaca. Aspek ekspersif/ produktif (menyampaikan informasi) bahasa meliputi keterampilan berbicara dan menulis.

Kemampuan mendengar atau menyimak adalah kemampuan pertama yang dimiliki oleh anak, bahkan sejak dalam kandungan. Jalongo menerangkan bahwa 80 persen informasi yang ada kita peroleh dengan kemampuan mendengar.14 Kemampuan mendengar merupakan salah satu pintu gerbang masuknya pengetahuan. Oleh karena itu kemampuan ini harus distimulasi

12 A. E. Sinolungan, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Manado: Universitas Negeri Manado, 2001), h. 139 13 Jayne Sower, Language Art in Early Education (Georgia: George Fox University, 2000), h. 2 14 Mary Renck Jalongo, Early Childhood Language Arts (USA: Pearson Education, Inc., 2007), h. 76

sedini mungkin dengan cara yang tepat. Salah satunya dengan adanya anjuran bagi para orang tua untuk sesering mungkin berkomunikasi dengan anak mereka sedini mungkin, bahkan sejak anak berada dalam kandungan. Mengajak anak berbicara adalah stimulasi yang tepat untuk mengembangkan kemampuan mendengar anak.

Kemampuan berbahasa yang berkembang setelah kemampuan mendengar adalah kemampuan berbicara. Ketika anda mengajak anak anda berbicara, ia akan menyerap semua kata-kata yang anda ucapkan. Setelah alat berbicaranya matang maka anak akan mengeluarkan semua informasi berupa kata-kata yang didengarnya. Jalongo menerangkan bahwa berbicara berkaitan dengan interaksi sosial. Ketika di dalam kelas, bagaimanapun juga guru secara keseluruhan mengumpulkan penggunaan bahasa anak dengan mendefinisikan ketika anak berbicara, apa yang mereka bicarakan dan untuk berapa lama.15 Dengan demikian, untuk mengembangkan kemampuan berbicara dapat dilakukan dengan merancang pembelajaran yang melibatkan anak dalam interaksi sosial.

Kemampuan berbahasa dapat dikaitkan dengan aspek perkembangan yang lain. Membaca, menulis, dan bahasa lisan bukanlah komponen yang terpisah satu sama lain dalam kurikulum atau merupakan komponen yang berdiri sendiri, namun komponen tersebut ada dalam setiap kegiatan yang dilakukan anak usia dini, seperti sains dan pelajaran sosial, serta juga dapat terintegrasi dengan kegiatan seni.16

Aspek dalam kemampuan berbahasa tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Mengenai hubungan antara kemampuan berbahasa, Zuchdi dan Budiasih menyatakan bahwa empat kemampuan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis memiliki hubungan yang sangat erat, meskipun masing-masing keterampilan memiliki ciri tertentu. Oleh karena itu, adanya hubungan yang sangat erat ini, pembelajaran dalam satu jenis keterampilan sering meningkatkan keterampilan lain.17 Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang bahasa berdasarkan aspek-aspek kemampaun bahasa. Pengetahuan tentang bahasa mencakup komponen bahasa dan kosakata. Semua keterampilan berbahasa bergantung pada kekayaan kosa kata yang diperlukan untuk berkomunikasi yang dimiliki seseorang.

2. Karakteristik Kemampuan Bahasa Anak Usia 6-7 Tahun

15 Ibid., h. 102 16 Weafer, Constance, Reading Process and Practice: From Socio-psycholinguistic to Whole Language (Portsmouth, N.H.: Heinemann, 1988), h. 44-45 17 Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia di Kelas Rendah (Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), h. 100

Perkembangan bahasa pada anak mempunyai bentuk yang berbeda-beda tiap masanya. Papilaya menguraikan tentang kemampuan berbahasa anak sebagai berikut:

Anak usia 5-7 tahun sudah dapat mengartikan kata sederhana, tahu beberapa lawan kata. Anak sudah dapat menggunakan beberapa kata sambung, kata depan dan kata sandang dalam pembicaraan sehari-hari. Bahasa egosentrisnya mulai berkembang dan lebih banyak bahasa sosial. Pada usia ini anak sudah memiliki kurang lebih 2000-25.000 perbendaharaan kata.18

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa anak usia 6-7 tahun masuk ke dalam masa kalimat majemuk dimana kemampuan berbahasa anak mulai meningkat. Anak mampu mengucapkan kalimat yang panjang, dapat menyatakan pendapatnya dengan kalimat majemuk dan mempunyai perbendaharaan kata yang cukup tinggi. Hurlock secara terperinci juga memperkirakan bahasa anak usia kurang lebih 7 tahun (kelas satu) memiliki 20.000-24.000 perbendaharaan kata, anak kelas enam mengetahui kira-kira 50.0000 kata.19 Kutipan tersebut menunjukkan tingginya perbedaharaan kata yang dimiliki anak usia 6 – 7 tahun dilihat dari perbedaharaan kata. Kemampuan tersebut akan berkembang optimal bila memperoleh motivasi yang tepat.

B. Acuan Teori Rancangan-rancangan atau Disain-disain Alternatif Intervensi Tindakan yang Dipilih

1. Hakikat Permainan a. Pengertian Permainan

Bermain merupakan bagian yang penting dalam seluruh kehidupan anak. Bermain bersifat alamiah, menyenangkan, sukarela, spontan dan tidak mempunyai tujuan secara langsung.20 Istilah permainan berasal dari kata ―main-main‖, yang berarti perbuatan untuk menyenangkan hati yang dilakukan baik menggunakan alat atau tidak. Bermain dan permainan pada dasarnya mengandung makna yang sama, namun permainan lebih ditekankan pada kegiatan yang dilakukan dengan aturan-aturan yang telah disepakati bersama.

Bermain adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan anak, karena terdapat unsur kegembiraan. Bermain merupakan cara bagi anak untuk meniru dan menguasai perilaku orang dewasa untuk mencapai kematangan,

18 Diane E Papilaya, A Child World Infancy Through Adolescence (New York: Mc Graw Hill, 1982), h. 318 19 Elizabeth Hurlock, op. cit., h. 189 20 George W. Maxim, The Very Young (USA: Macmillan Publishing Company, 1993), h. 144

dalam hal ini bukan hanya terkait dengan pertumbuhan fisik tetapi juga perkembangan sosial dan mentalnya.

Para ahli menyatakan bahwa bermain sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira.21 Anak-anak tidak pernah merencanakan kegiatan bermain yang akan dilakukan. Ketika melihat objek yang menarik maka saat itu juga dapat timbul minat untuk bermain, dengan kata lain kapan saja, dimana saja, dan dengan objek apa saja anak dapat bermain.

Setiap permainan yang dilakukan anak mempunyai makna dan fungsi sendiri bagi anak yang akan berguna dimasa sekarang atau dimasa yang akan datang. Menurut Gross, permainan dipandang sebagai latihan fungsi-fungsi yang sangat penting dalam kehidupan dewasa nanti.22 Sebagai contoh, permainan peran, anak perempuan yang bermain dengan bonekanya dianggap sebagai latihan bagi perannya kemudian sebagai seorang ibu. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa permainan yang dilakukan anak merupakan latihan yang akan berguna di masa yang akan datang.

Hurlock mengemukakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar.23 Didalam permainan terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan itu kadang berupa masalah kadang pula berupa suatu kompetisi. Bermain memberikan anak kesempatan untuk menghadapi tantangan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Bermain dapat memberikan dampak dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Dockett dan Fleer berpendapat bahwa pendidik perlu memahami mengapa bermain mempunyai potensi untuk menjadi faktor yang penting dalam pengajaran dan pembelajaran dan perlu menyadari dampak dari perbedaan pandangan secara teoretik tentang bermain .24 Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa bermain mempunyai potensi besar dan dampak yang berarti dalam proses pengajaran dan pembelajaran.

Bermain tidak hanya berfungsi sebagai metode pembelajaran. Schaller mengutarakan pendapatnya bahwa permainan sebagai kelonggaran seseorang sesudah melakukan tugasnya dan sekaligus mempunyai sifat membersihkan.25 Maksud dari pendapat tersebut bahwa permainan dapat berfungsi sebagai alat

21 Seto Mulyadi, Bermain dan Kreativitas (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2004), h. 54 22 F.J. Monks, A.M.P. Knoers dan Siti Rahayu, op.cit., h. 129 23 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jilid I, Edisi Keenam (Jakarta: Erlangga, 1997), h. 320 24 Sue Dockett dan Marilyn Fleer, Play and Pedagogyin Early Childhood (Australia: Nelson Australia Pty Limited, 2002), h. 14 25 Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Main dan Permainan (Jakarta: Grasindo Widia Sarana Indonesia, 2001), h. 6

untuk menghilangkan lelah atau relaksasi saat seseorang berada dalam situasi yang membosankan, dengan demikian bukan hanya anak-anak yang membutuhkan permainan untuk mendapatkan kesenangan tetapi juga orang dewasa.

Permainan berisi aktivitas yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk memperoleh suatu kemampuan dengan cara yang menggembirakan. Aktivitas dalam bermain dapat berbentuk menagkap, mengejar, melempar, berbicara, mendengarkan dan memecahkan masalah. Aktivitas-aktivitas tersebut kadang kala dapat dilakukan dengan mudah, namun juga mempunyai kesulitan dan unsur rintangan berbeda yang harus dihadapi oleh anak saat bermain. Situasi ketika melakukan aktivitas tersebut memberikan latihan yang menyenangkan dan akhirnya membentuk pengalaman. Melalui aktivitas dan pengalaman yang dilakukan, anak akan memiliki keterampilan atau kemampuan tertentu.

b. Manfaat Bermain dan Permainan Semakin banyak kegiatan bermain yang dilakukan anak, maka semakin

banyak manfaat yang diperoleh anak. Kegiatan bermain yang dilakukan anak memberikan begitu banyak manfaat untuk pengembangan berbagai aspek perkembangan diri antara lain fisik, motorik kasar dan motorik halus, sosial, emosi atau kepribadian, kognisi, mengasah ketajaman penginderaan serta mengembangkan keterampilan olahraga dan menari.26 Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan bermain sangat digemari oleh anak-anak pada masa usia dini dan sebagian waktu anak digunakan untuk bermain sehingga ada ahli yang berpendapat bahwa usia dini adalah usia bermain.

Anak yang mendapatkan kesempatan bermain dengan melibatkan gerakan-gerakan tubuh akan membuat tubuhnya menjadi sehat dan akan melatih serta menguatkan otot-ototnya. Dengan menggerakkan tubuh secara optimal, anak akan dengan mudah menyalurkan energi yang berlebihan sehingga tidak membuat anak merasa gelisah, seperti yang diungkapkan oleh Spencer bahwa dalam diri anak terdapat kelebihan tenaga, sehingga kelebihan tenaga tersebut harus dilepaskan dalam kegiatan bermain.27 Bermain merupakan salah satu sarana untuk melepaskan energi. Semua kegiatan yang dilakukan anak ketika bermain membutuhkan energi, baik itu untuk bergerak atau untuk berpikir.

Dari segi aspek perkembangan sosial, permainan dapat melatih anak untuk belajar berbagi, menggunakan mainan secara bergantian, melakukan kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang sudah terbina, mencari cara pemecahan masalah yang dihadapi oleh teman mainnya serta dapat belajar

26 Ibid., h. 39-46 27 Zulkifli Lubis, op. cit., h. 39

berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan pikiran dan perasaan maupun memahami perkataan yang diucapkan oleh teman tersebut, sehingga hubungan dapat terbina dan dapat saling bertukar informasi.

Bermain juga dapat menyalurkan perasaan tegang, tertekan dan menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam diri anak, yang dapat membuat anak merasa lebih nyaman dan relaks, misalnya jika anak merasa sering gagal untuk meraih prestasi yang bagus, ia dapat menyalurkan keinginannya dengan bermain dengan boneka-bonekanya seolah-olah ia adalah anak terpandai di kelasnya, dan sebagainya.

Manfaat yang paling penting saat melakukan kegiatan bermain adalah mengembangkan kemampuan kognitif anak, seperti kemampuan berbahasa, kreativitas, daya pikir serta daya ingat. Cara paling mudah dalam meningkatkan kemampuan yang ada dalam diri anak adalah dengan memberikan kebebasan dan membiarkan anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya melalui bermain, dengan bermain akan lebih mudah bagi anak untuk menyerap dan menyimpan informasi yang diterima daripada mengajarkan anak secara formal karena rentang perhatian anak usia prasekolah sangat singkat, sehingga anak akan merasa cepat bosan. Beda halnya jika pengetahuan yang akan disampaikan dilakukan sambil bermain. Dengan bermain, akan mudah melihat minat dan kemampuan anak tanpa harus bersusah payah mengajarkannya.

Senada dengan Tedjasaputra, Hurlock mengemukakan bahwa:

Bermain dapat memberikan berbagai manfaat bagi anak, seperti: mengembangkan aspek fisik, dorongan komunikasi, penyaluran energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan bagi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin dan perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan.28

Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan kembali bahwa kegiatan bermain dapat membantu anak dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang ada dalam dirinya, serta dapat memberikan kebebasan pada anak untuk menjelajah lingkungannya sehingga akan menghadirkan kesenangan tersendiri bagi anak serta dapat menumbuhkan kreativitasnya.

28 Hurlock, loc.cit.

Mulyadi mengemukakan manfaat kegiatan bermain bagi anak dari segi yang tidak jauh berbeda dengan pendapat ke dua ahli sebelumnya, yaitu bermain memberikan manfaat bagi fisik, terapi, edukatif, kreativitas, pembentukan konsep diri, sosial serta moral anak.29 Dari pendapat di atas dapat diutarakan bahwa dengan bermain akan meningkatkan potensi-potensi kritis dalam diri anak, mempersiapkan fungsi intelektual serta mempersiapkan aspek emosi dan sosial anak pada saat memasuki masa sekolah. Dengan demikian, bermain berkembang bukan hanya menjadi sarana yang dapat dinikmati dan menyenangkan saja tetapi juga bersifat mendidik anak sejak dini.

c. Tahap-tahap Perkembangan Bermain Bermain, selain berfungsi penting bagi perkembangan pribadi juga

memiliki fungsi sosial dan emosional. Melalui bermain, anak merasakan berbagai pengalaman emosi, senang, sedih, bergairah, kecewa, bangga, marah dan sebagainya. Melalui bemain pula anak memahami kaitan antara dirinya dan lingkungan sosialnya, belajar bergaul dan memahami aturan ataupun tata cara pergaulan. Selain itu, kegiatan bermain berkaitan erat dengan perkembangan kognitif anak.

Sejalan dengan jalannya kognitif anak Jean Piaget mengemukakan tahap bermain sebagai berikut: ―(1) sensory motor play, (2) symbolic atau make belive play, (3) social play games rules, (4) games with rules and sport.‖30 Pada tahap sensor motor/sensory motor play (3,4 bulan-1 bulan), bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensor motor, sebelum usia 3-4 bulan. Pada tahap ini anak belum mampu bermain. Kegiatan bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Namun pada usia 7-11 bulan kegiatan yang dilakukan adalah berupa pengulangan dan disertai dengan variasi. Pada masa ini adalah masa kreativitas, pada bulan ini bayi mulai belajar mengembangkan minat dan sikap yang disebut kreativitasnya kemudian dan untuk penyesuaian dirinya dengan pola-pola yang diletakkan orang lain/orang tua. Masa ini disebut sebagai masa kritis dalam perkembangan kepribadian karena masa ini merupakan periode dimana dasar-dasar kepribadian pada masa ini diletakkan. Tahap yang kedua adalah tahap pra operasional/symbolic atau make believe play (2-7 tahun). Pada masa ini menjadikan anak bersikap egosentris. Dan anak dapat menggunakan berbagai benda-simbol. Bermain simbol dapat berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonstruksikan atau menggabungkan pengalaman emosional anak. Bermain simbol juga merupakan latihan berpikir serta mengarahkan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Tahap yang ketiga adalah tahap konkrit operasional atau social play games rules (8-11 tahun). Berdasarkan teori di atas, tahap perkembangan bermain akan terlihat bahwa bermain yang tadinya sekedar kesenangan lambat laun

29 Seto Mulyadi, op.cit., h. 60-62. 30 Meyke Tejdasaputra, op. cit., h. 24-27

mengalami pergeseran. Bukan hanya rasa sayang yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir yang diinginkan yang ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.

Setiap anak pada usia yang berbeda mempunyai tahapan bermain yang berbeda pula. Hal ini juga menjadi dasar pemilihan jenis dan konsep permainan yang akan diterapkan. Apabila jenis dan konsep bermain tidak disesuaikan dengan tahapan bermain anak, maka tujuan bermain anak tidak akan tercapai. Oleh karena itu pendidik harus memahami tahapan perkembangan bermain anak yang akan melakukan kegiatan bermain.

d. Karakteristik Permainan Anak Usia 6-7 Tahun Memasuki masa sekolah bukan berarti anak berhenti bermain. Aktivitas

bermain masih terus dilakukan dalam berbagai kesempatan. Pada saat itu anak bermain dengan bersunggguh dengan lebih mengembangkan daya imajinasinya.31 Bila memperhatikan defenisi tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan bermain tersebut justru anak dapat belajar.

Ada beberapa asumsi yang secara khusus mendasari bermain bersungguh-sungguh sebagai model pembelajaran, yaitu :

(1) desain dimaksudkan sebagai pembelajaran yang alami, (2) materi pelajaran selalu digunakan dalam lingkungan pendidikan formal, (3) lingkungan belajar termasuk guru yang profesional yang bekerja berkaitan dengan siswa, (4) desain selalu berdasarkan pada teknologi yang ada, (5) sekolah yang menggunakan karya kita memiliki infrastruktur yang memadai.32

Semakin jelas bahwa bermain pada masa usia sekolah juga dapat dijadikan sebagai situasi belajar. Bahan-bahan material yang digunakan untuk memunculkan kegiatan bermain yang mendukung perkembangan aspek motorik, perseptual kognitif dan sosial linguistik kelompok masih tetap sama. Namun jenis dan jumlahnya sudah semakin bervariasi. Hal ini tentu disesuaikan dengan tingkat perkembangan aspek motorik, perseptual kognitif dan sosial linguistik yang dikembangkan.

Pada aspek motorik rentang kegiatan yang diharapkan dilaksanakan anak berada pada kegiatan melibatkan diri dalam aktivitas yang berkaitan dengan otot besar, seperti melompat, memanjat, main bola dan lainnya sampai anak termotivasi untuk aktif terlibat dalam kegiatan pertandingan atau

31 Rieber, L P., Smith, L, & Noah, D.. The Value of Serious Play. Educational Technology (1998), h.

29-37 32 Ibid. p. 34

peningkatan keterampilan. Pada aspek perseptual kognitif berbagai kegiatan dilakukan antara lain mulai dari dapat memusatkan perhatian secara langsung pada satu objek dalam beberapa tahapan kegiatan sampai menunjukkan perhatian yang besar pada berbagai waktu dan tempat. Pada aspek sosial linguistik ditunjukkan dalam kegiatan yang menaruh minat pada teman sebaya dan merasa bagian dari kelompok itu, memiliki teman spesial dalam kelompok, ada kecocokan antar kelompok dan simbol-simbol khusus kelompok sampai mulai menunjukkan minat yang besar pada masyarakat dan merasa menjadi bagian dari masyarakat.

Bahan bermain digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan konsep, seperti adanya kegiatan menimbang untuk mengetahui ukuran berat, menentukan mana yang lebih berat dan lainnya. Pada aspek seni juga ditunjukkan dengan melakukan aktivitas yang menghasilkan karya seni yang lebih membutuhkan perhatian dan ketelitian yang lebih banyak. Kegiatan ini selain melatih imajinasi juga melatih perkembangan motorik halus dan perseptual kognitif. Dengan demikian, semakin banyak bahan atau objek bermain yang dapat dieksplorasi anak maka akan semakin banyak aspek kemampuan yang dapat dikembangkan.

2. Hakikat Permainan Bahasa a. Pengertian Permainan Bahasa

Permainan bahasa adalah suatu metode yang kuat untuk mengajarkan keterampilan berbahasa kepada anak-anak. Anak-anak memperluas kosa kata dan meningkatkan keterampilan berbahasa reseptif dan ekspresif melalui interaksi dengan anak-anak yang lain maupun orang dewasa dalam situasi permainan yang alamiah.33 Interaksi dan komunikasi memungkinkan anak mempelajari kosa kata baru tentang berbagai hal. Dengan demikian, interaksi dan komunikasi dengan lingkungan juga akan mendukung perkembangan bahasa anak.

Permainan bahasa memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuan berbahasanya dalam berbagai aspek dengan cara yang menyenangkan. Carton mendefinisikan bahwa permainan bahasa adalah sebagai alat untuk mengajar atau mengembangkan kemampuan bahasa anak.34 Dalam permainan bahasa anak dapat memperluas kosa kata dan meningkatkan bahasa yang bersifat ekspresif. Permainan bahasa dikembangkan sejak anak usia dini atau dikembangkan oleh individu sepanjang proses belajar terutama melalui pengalaman berkomunikasi dengan lingkungan.

33 Carol E. Catron, Jean Allen, op.cit., h. 25. 34 Ibid,.h. 25.

Berdasarkan teori di atas dapat dilihat bahwa permainan bahasa adalah permainan yang dapat menyenangkan dan dapat menggembirakan anak tanpa ada unsur paksaan. Permainan bahasa dapat mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui kegiatan bercerita, bermain peran atau bermain kartu huruf/kata, bernyanyi, mendongeng, dan sebagainya, sehingga dapat menambah perbendaharaan kata dalam berbicara atau berkomunikasi dengan teman sebaya. Permainan bahasa akan memunculkan kreativitas anak, dimana dengan sendirinya akan keluar ide-ide baru yang ada dalam pikirannya yang dapat berkembang dengan baik, anak juga berkesempatan mengembangkan imajinasinya sehingga anak menjadi kreatif dalam permainan bahasa, oleh karena itu anak harus diberi kesempatan. Sebagai penunjang kreativitas anak dalam permainan, bahasa dapat merangsang keinginan anak untuk mencoba dan menjajakinya, dengan bahan yang ada, anak dapat menyalurkan keinginan dan menambah rasa ingin tahu dan pengetahuannya, selain itu juga menunjang kreativitas anak jika anak dibimbing dan didorong untuk mengeksplorasi bahan permainan yang telah disiapkan.

b. Jenis Permainan Bahasa Agar anak tertarik dalam mengembangkan kemampuan bahasanya

diperlukan stimulasi yang menarik misalnya melalui permainan bahasa. Permainan bahasa diperlukan karena biasanya anak-anak senang dengan aktivitas yang menyenangkan bagi mereka. Pernyataan Kemp yang dikutip oleh Soeparno mengklasifikasikan permainan bahasa menjadi 14 macam, yaitu: (1) bisik berantai, (2) simon says, (3) sambung suku, (4) kategori bingo, (5) silang datar, (6) teka teki, (7) scable, (8) sramble, (9) 20 pertanyaan, (10) spelling bee, (11) piramid kata, (12) berburu kata, (13) mengarang bersama, (14) ambil-ambilan.35 Dari jenis permainan bahasa yang diuraikan di atas dapat dilihat bahwa dalam mengembangkan bahasa anak dapat dilakukan dengan berbagai macam permainan dan dengan permainan bahasa tersebut kreativitas anak dapat dikembangkan dengan optimal. Melalui permainan di atas, pendidik dapat melatih anak dalam perkembangan mendengar, bicara, menulis, dan membaca.

Pelaksanaan permainan berbahasa membutuhkan perencanaan. Kaufman mengatakan bahwa perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai.36 Pelaksanaan permainan bahasa memerlukan perencanaan dalam hal materi, media, metode dan evaluasi. Oleh karena itu dalam melaksanakan permainan bahasa harus memperhatikan komponen-komponen tersebut. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam setiap komponen tersebut meliputi:

1) Materi

35 Soeparno, Media Pengajaran Bahasa (Jakarta: Intan Pariwara, 1988), h. 61 36 Roger A. Kaufman, Educational System Planning, (New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1972), h. 6-8

Materi kegiatan permainan bahasa pada masa usia dini merupakan dasar pengembangan dari kemampuan dasar berbahasa yang dijadikan pedoman guru dalam rangka kegiatan permainan bahasa pada masa usia dini. Menyusun materi kegiatan permainan bahasa berorientasi pada kemampuan-kemampuan dan kebutuhan anak di usianya. Kemampuan-kemampuan yang dikembangkan disesuaikan dengan prinsip dasar pembelajaran pada masa usia dini yaitu bermain sambil belajar.

Persiapan kegiatan pelaksanaan permainan bahasa yang melatih motorik anak antara lain menjejak huruf, kata dan kalimat sederhana, menjejak dan menjiplak huruf, mengurutkan dan menceritakan gambar seri, bercerita secara sederhana melalui gambar yang diperlihatkan, menirukan kembali urutan kata, menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda, binatang, tanaman yang mempunyai warna, bentuk atau ciri-ciri tertentu, bicara lancar dengan kalimat sederhana, bernyanyi dan mengucapkan syair.

Bentuk permainan bahasa meliputi mencontoh dan melukis bentuk huruf secara bertahap, menjiplak huruf dan kata yang sesuai dengan gambar, mengurutkan dan menceritakan gambar seri, menyebutkan kembali kata-kata melalui gambar yang diperlihatkan, bercerita gambar yang dibuat sendiri, mengenal suara huruf awal dari kata yang berarti, menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda, binatang, tanaman yang mempunyai warna, bentuk atau ciri-ciri tertentu, memberikan keterangan, bicara lancar dengan kalimat sederhana, bernyanyi dan mengucapkan syair.37 Dengan demikian, variasi kegiatan pembelajaran yang diterapkan dapat menghindarkan anak dari kejenuhan dalam belajar.

Semua aspek perkembangan anak pada masa usia dini dikembangkan melalui tema yang berdekatan dengan lingkungan anak, termasuk juga dalam kegiatan permainan bahasa. Decker and Decker menerangkan bahwa tema pembelajaran harus berkaitan dengan pengalaman kehidupan anak setiap harinya, pembelajaran yang diberikan harus meliputi objek yang nyata.38 Pemilihan tema yang dekat dengan kehidupan anak akan memudahkan anak dalam memahami materi.

2) Metode Dalam pelaksanaan pengembangan kemampuan berbahasa dapat

menggunakan beberapa metode/teknik mengajar, seperti metode bercerita,

37 Ibid., h. 15-16 38 Anita Decker and John Decker, Administering Early Childhood Programs (Ohio: Merril Publishing Company, 1988), h. 248

sandiwara boneka, bercakap-cakap, dramatisasi, bermain peran/sosiodrama, mengucapkan syair, dan karyawisata. 39

Keseluruhan metode mengembangkan keaktifan dan memunculkan minat serta motivasi yang tinggi pada anak. Moeslichatoen mengungkapkan, guru mengembangkan kreativitas anak, metode yang dipilih adalah metode yang dapat menggerakkan anak untuk meningkatkan motivasi rasa ingin tahu dan mengembangkan imajinasi.40 Metode yang diterapkan harus dapat melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran yang berlangsung, agar pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi anak.

Metode atau teknik yang diterapkan dapat dipilih dari salah satu metode atau gabungan dari beberapa metode yang sesuai dengan kemampuan yang ingin dicapai, fasilitas, kegiatan belajar mengajar yang disajikan dan disesuaikan pula dengan bahan pengembangan dan kebutuhan minat, kemampuan anak serta lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diutarakan bahwa permainan bahasa adalah suatu reaksi yang menyenangkan pemain dengan menggunakan kegiatan bahasa dan seperangkat aturan permainan dan bertujuan untuk menyenangkan pemain.

3) Media Salah satu upaya yang dilakukan dalam permainan bahasa adalah

dengan menyediakan pojok bahasa/sentra bahasa sebagai tempat untuk memotivasi anak bereksplorasi secara alami dengan menyediakan perangkat-perangkat yang dapat mendorong dan merangsang tumbuh dan kembang anak melalui komunikasi yang bermakna menggunakan media.

Media yang akan digunakan dalam pembelajaran adalah media yang dapat mendukung atau memperlancar proses pembelajaran. Menurut Harjanto menerangkan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih media antara lain: media hendaknya menunjang pengajar yang telah dirumuskan, tepat dan berguna bagi pemahaman bahan yang dipelajari, kemampuan daya pikir dan daya tangkap peserta dan besar kecilnya kelemahan peserta didik, memperhatikan ketersediannya di sekolah serta sulit dan mudahnya memperoleh media tersebut, memiliki kejelasan dan kualitas yang baik, dan ada keseimbangan antara biaya yang dikaluarkan dengan hasil yang akan didapat.41 Adanya pemiliham media yang tepat dalam bermain, maka akan menunjang pelaksanaan bermain dan tercapainya tujuan bermain.

Media, termasuk sarana pendidikan yang tersedia, sangat berpengaruh terhadap pemilihan kegiatan permainan bahasa. Keberhasilan

39 Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h.28 40 Ibid., h. 20 41 Harjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 238-239

kegiatan belajar mengajar tidak tergantung dari modern atau tidaknya media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan keefektifan media yang digunakan oleh guru.

4) Evaluasi Tujuan kegiatan evaluasi adalah untuk mengetahui ketercapaian

kemampuan yang telah direncanakan sesuai dengan materi pembelajaran. Hal ini berguna sebagai upaya untuk mengadakan perbaikan kegiatan belajar mengajar, menentukan kemampuan yang didasari oleh minat anak dan memberikan informasi kepada orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak didik.

Bentuk evaluasi yang digunakan harus disesuaikan dengan proses dan situasi pembelajaran. Bentuk kegiatan evaluasi dapat berupa pengamatan, catatan anekdot, dan pemberian tugas.42 Pengamatan dilakukan selama proses interaksi edukatif berlangsung dari awal hingga akhir pembelajaran, kejadian-kejadian yang menarik pada perkembangan dan pola perilaku anak yang memerlukan stimulasi yang sifatnya segera ataupun tertunda dapat dicatat di catatan anekdot, sedangkan pemberian tugas merupakan upaya untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman anak terhadap pembelajaran yang diberikan.

3. Hakikat Permainan Teka Teki Pada hakikatnya permainan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan

oleh individu atau kelompok untuk memperoleh hiburan. Permainan merupakan suatu bentuk kegiatan yang pemainnya bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Permainan tidak hanya memperoleh kesenangan, namun permainan yang ada hubungannya dengan pembelajaran bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adenan mengatakan ‖Puzzles and games are obvious motivating material. They have strong an appeal‖.43 Teka teki juga dapat menimbulkan minat dan motivasi dalam mengikuti mata pelajaran, karena teka teki merupakan suatu bentuk permainan. Bermain teka-teki dapat dilakukan anak dengan berbagai cara, seperti tebak benda, tebak gambar dan tebak kata.

Permainan teka teki dapat mengembangkan kemampuan anak usia dini dalam berbagai aspek, termasuk aspek bahasa. Jeffree, McConkey dan Hewson mengemukakan bahwa bermain teka-teki bermanfaat bagi perkembangan anak khususnya untuk mengembangkan keterampilan berpikir anak, menimbulkan rasa ingin tahu anak, membangun kemandirian anak44 Inti dari permainan teka 42 Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 9 43 Ferry Adenan, Puzzles and Games (Bandung: Kanijiwa 1984), h. 9 44 Jeffree, Dorothy, M,. Mcconkey, Roy, dan Hewson, Simon, Let me play (Kanada: A Condor

Book Souvenir Press (E&A) Ltd, 1988), h. 22

teki adalah menggabungkan bagian-bagian yang terpisah menjadi sesuatu yang utuh, bagian itu dapat berupa benda maupun informasi. Bermain teka-teki dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya kepada anak diberikan beberapa potong yang dapat disusun menjadi sesuatu dalam berbagai bentuk. Anak diminta untuk menyusun potongan-potongan benda tersebut.

Pada anak-anak di Indonesia, bermain teka teki dapat dilakukan untuk mengembangkan aspek kemampuan yang lain, misalnya matematika. Permainan teka teki dapat dilakukan dengan menggunakan guli atau kelereng, batu atau apa saja. Anak diminta menebak berapa banyak benda yang disimpan. Atau bentuk permainan teka taki yang lain, anak diminta untuk menebak ada pada siapa benda yang tadi dilihat setelah ia menutup mata (dalam permainan daerah, seperti cublek-cublek sueng).

Permainan ini dilakukan dalam situasi gembira dan bahkan dapat diiringi nyanyian. Anak bersama-sama bernyanyi sambil melakukan aktivitas sesuai dengan bentuk teka-teki yang diberikan. Permainan teka teki melalui menyusun bangunan di dalamnya terdapat unsur kebebasan dan berkreasi. Anak bebas menyusun dalam berbagai bentuk. Bila ini dilakukan berulang kali akan memunculkan kreasi bentuk yang baru. Dengan demikian permainan ini dapat mengembangkan kreativitas anak.

Permainan ini pada dasarnya dapat dilakukan pada anak usia sekitar satu tahun sampai dengan delapan tahun. Hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesulitan teka-tekinya. Anak-anak yang masih sangat kecil diminta atau diberi tebakan yang sangat sederhana, misalnya ada pada siapa benda yang tadi ditunjukkan. Kalau membuat bangunan tentu alat yang digunakan harus sesuai ukurannya dengan kondisi fisik anak.

Banyak permainan yang termasuk dalam jenis permainan teka-teki. Permainan maze dan puzzle menurut Jeffree, McConkey dan Hewson juga termasuk dalam kelompok permainan teka-teki.45 Permainan sudah lebih terikat menggunakannya dibanding dengan alat untuk menyusun. Anak sudah harus mengikuti aturan dari maze atau puzzle yang digunakan. Pada bentuk permainan ini lebih mengasah ketepatan dan keterampilan berpikir anak.

Bermain teka-teki dapat dilakukan anak dengan berbagai cara. Jeffree, McConkey dan Hewson mengemukakan bahwa bermain teka-teki bermanfaat bagi perkembangan anak khususnya untuk: (1) mengembangkan keterampilan berpikir anak; (2) menimbulkan rasa ingin tahu anak; (3) membangun kemandirian anak.46 Misalnya kepada anak diberikan beberapa potong yang dapat disusun menjadi sesuatu dalam berbagai bentuk. Anak diminta untuk

45 Ibid., h. 40 46 Ibid., h. 41

menyusun potongan-potongan benda tersebut. Permainan teka teki dapat divariasi dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak.

C. Hasil Penelitian yang Relevan Teka-teki dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk

mengembangkan kosa-kata. Wittizar dalam Project Paper-nya mengemukakan bahwa karena dalam teka-teki ada unsur permainan dan daya tarik, maka kemungkinan teka-teki akan berpengaruh terhadap prestasi belajar.47

Susanti pada skripsinya mengemukakan bahwa terdapat pengaruh yang positif permainan teka-teki silang pada penguasaan kosakata bahasa Indonesia dengan menunjukan bahwa penguasaan kosakata siswa yang dibelajarkan dengan teka-teki silang lebih tinggi dari pada siswa yang tidak dibelajarkan teka-teka teki silang.48 Dengan demikan bahwa permaianan teka-teki silang dapat berpengaruh positif untuk mengembangkan kosakata siswa sekolah dasar.

Teka-teki silang dapat digunakan juga sebagai media peningkatan kemampuan verbal dalam menulis. Purwatiningsih dalam skripsinya menyimpulkan bahwa media teka-teki silang berpengaruh pada penalaran verbal dalam penulisan karangan.49 Untuk meningkatkan penalaran verbal dalam menulis karangan, guru perlu mengefektifkan penggunaan media teka-teki silang.

D. Pengembangan Konseptual Perencanaan Tindakan Anak usia dini mempunyai banyak kemampuan potensial yang perlu

diaktualisasikan melalui stimulus yang tepat. Salah satu kemampuan potensial tersebut adalah kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa tidak hanya mencakup kemampuan membaca dan menulis saja, namun termasuk juga kemampuan menyimak dan berbicara. Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, anak perlu mempelajari tentang penguasaan kosa kata dan maknanya.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang efektif diterapkan pada anak adalah melalui kegiatan bermain. Bermain adalah kegiatan yang memberi

47 Wittizar, Pengajaran Kosakata melalui Teka-teki, Project Paper (Jakarta: IKIP Jakarta, 1983) h.24 48 Indah Susanti, ―Pengaruh Permainan Teka-Teki Silang terhadap Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 05 Rawa Barat, Jakarta Selatan‖, Skripsi (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2001), h.i 49 Purwatiningsih, Pengaruh Penggunaan Media Teka-teki Silang terhadap penalaran verbal dalam karangan siswa kelas V SDN Sempur Kaler Bogor, Skripsi (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2006), h.65

kesenangan dalam diri anak dan menjadi bagian dalam keseharian anak. Bermain menjadi tempat untuk menyalurkan semua imajinasi anak dan merupakan sarana untuk mengembangkan semua aspek perkembangan anak. Melalui bermain secara tidak sadar anak juga sedang melakukan proses belajar. Dengan demikian proses pembelajaran dilakukan dengan suasana yang menyenangkan.

Ketika anak melakukan kegiatan bermain, maka akan terjadi interaksi dan komunikasi dengan lawan mainnya. Dengan terjadinya interaksi dan komunikasi tersebut berarti anak juga sedang mengembangkan kemampuan berbahasa yang dimiliki. Peran serta dan kerja sama pendidik atau orang dewasa dalam pengembangan kemampuan berbahasa anak sangat dibutuhkan, yaitu dengan memberikan permainan yang bermanfaat untuk proses pembelajaran anak. Dengan menerapkan konsep bermain sambil belajar, diharapkan informasi yang diberikan dapat lebih mudah diterima dan dipahami oleh anak.

Kegiatan bermain juga dapat diterapkan dalam usaha pengembangan kemampuan berbahasa anak usai dini. Salah satu permainan bahasa yang dapat diterapkan dalam rangka mengembangkan kemampuan bahasa anak usia dini adalah dengan permainan teka teki. Permainan teka teki memungkinkan anak untuk mengembangkan penguasaan kosakata, mengembangkan kemampuan membentuk kalimat, serta kemampuan komunikasi anak, selain itu dengan konsep bermain yang diterapkan, permainan teka-teki dapat memberikan suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran bahasa anak.

Permainan teka teki dapat dilakukan dalam berbagai bentuk permainan, seperti tebak benda, tebak gambar atau pun tebak kata. Penyajian permainan dengan cara yang beragam ini dapat mengindarkan anak dari rasa bosan. Modifikasi permainan juga dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan kemampuan bahasa anak. Pendidik dapat menerapkan permainan teka teki dengan berbagai variasi untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa permainan teka teki dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak, khususnya pada kemampuan menyimak dan berbicara.

E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan pengembangan konseptual perencanaan tindakan, maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah jika permainan teka teki diberikan, maka kemampuan berbahasa anak dapat ditingkatkan. Dengan kata lain permainan teka teki dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak usia 6-7 tahun.

Metodologi Penelitian (Bab 3)

Metodologi penelitian diawali dengan mendeskripsikan setting; sebagaimana sudah disinggung sebelumnya. Gunanya adalah untuk memberikan gambaran kepada pembaca tentang konteks penelitian Anda. Setelah itu uraian Bab 3 ini disusul berturut-turut dengan: metode penelitian, siklus penelitian, kriteria keberhasilan, instrumen penelitian, analisis data, kolaborasi, dan jadual penelitian. Berikut ini adalah contohnya.

Bab 3 Metodologi Penelitian

A. Setting Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur pada bulan April-Juni 2007. Peneliti memilih SD tersebut karena masalah pada penelitian ini ditemukan pada anak-anak kelas 1 SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur.

B. Metode dan Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode action research atau penelitian tindakan. Menurut Ebbut, seperti dikutip oleh Rochiati menjelaskan penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.50 Dari pengertian tersebut dapat diterangkan bahwa dalam penelitian tindakan dilakukan upaya perbaikan suatu praktek pendidikan melalui pemberian tindakan berdasarkan refleksi dari pemberian tindakan tersebut.

Arikunto menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam penelitian tindakan ini, peneliti melakukan suatu tindakan, eksperimen yang secara khusus diamati terus menerus, dilihat kelebihan dan kekurangannya, kemudian diadakan pengubahan terkontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang paling tepat.51 Bentuk penelitian tindakan pada penelitian ini yaitu dengan memberikan suatu tindakan pada subjek yang diteliti dalam bentuk permainan teka teki (variabel bebas) untuk diketahui pengaruhnya dalam bentuk kemampuan berbahasa (variabel terikat) yang timbul karena adanya pemberian tindakan yang dilakukan.

50

Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) h. 12 51

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi V (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 2

2. Disain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian Disain penelitian yang digunakan adalah model spiral dari Kemmis dan

Taggrat.52 Rancangan ini terdiri dari 4 tahap, yaitu: (a) perencanaan (planning); (b) tindakan (acting); (c) pengamatan (observing); dan (d) refleksi (reflecting). Berdasarkan refleksi, peneliti mendapatkan peningkatan hasil intervensi tindakan dan memungkinkan untuk melakukan perencanaan tindakan lanjutan dalam siklus selanjutnya.

Sumber : David Hopkins, A Teacher’s guide to classroom research (Buckingham: Open University Press, 2002), h. 28

Gambar 2. Disain Penelitian.

Subjek dan Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anak-anak kelas 1 SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur dengan rentangan usia 6-7 tahun.

2. Partisipan yang Terlibat a. Guru kelas

Ibu Karti, beliau adalah guru di SD Negeri 05 Utan Kayu. Selama proses pelaksanaan penelitian beliau akan berperan sebagai kolaborator.

52

Wiriaatmadja, op. cit., h. 66

b. Teman Sejawat

Nesna Agustriana, beliau adalah mahasiswa Pendidikan Anak Usia Dini. Selama proses pelaksanaan penelitian beliau akan berperan sebagai kolaborator.

C. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian 1. Peran Peneliti

Dalam penelitian tindakan tersebut, peneliti berperan sebagai pemimpin perencanaan (planner). Peneliti melakukan persiapan-persiapan pra penelitian seperti membuat surat perizinan penelitian, menentukan waktu penelitian, menentukan subjek penelitian, mencari sumber data dan membuat perencanaan tindakan penelitian.

2. Posisi Peneliti Posisi peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai partisipan aktif,

yaitu peneliti ikut serta dalam melakukan pengamatan selain juga memberikan tindakan pada subjek penelitian. Peneliti membuat perencanaan tindakan yang akan dilakukan secara sistematik, lalu memberikan tindakan pada subjek yang diteliti. Selama menjalani proses penelitian, peneliti dan kolaborator melakukan pengamatan yang hasil dari pengamatan tersebut akan dievaluasi secara kolaboratif. Hasil pengamatan dan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan dapat digunakan sebagai bahan analisis data dan perencanaan untuk siklus selanjutnya.

D. Tahapan Intervensi Tindakan 1. Kegiatan Pra-Penelitian

Sebelum peneliti melakukan siklus I, peneliti melakukan persiapan-persiapan pra-penelitian sebagai berikut:

a. Mencari dan mengumpulkan informasi atau data anak yang menjadi subjek dalam penelitian. Informasi atau data tersebut diperoleh dari hasil observasi langsung terhadap anak-anak yang menjadi subjek dalam konteks pembelajaran. Berdasarkan observasi awal ke sekolah dapat diketahui bahwa kemampuan berbahasa anak belum berkembang baik yang dapat dilihat dari perbendaharaan kata dan kemampuan menangkap isi pembicaraan atau petunjuk.

b. Menentukan waktu pelaksanaan penelitian, yaitu pada bulan April-Juni dengan waktu pelaksanaannya sebanyak 4 kali pertemuan dalam setiap siklus.

c. Mempersiapkan media dan alat yang akan digunakan selama penelitian, seperti benda tiruan ’si mulut besar’, alat tulis perlengkapan sekolah, kartu bergambar, kartu kata, papan planel, tape recorder dan kaset.

2. Kegiatan Siklus I Setelah melakukan persiapan-persiapan pra penelitian, selanjutnya

peneliti melakukan langkah-langkah penelitian tindakan yang dimulai dari siklus I dengan tahapan sebagai berikut:

a. Perencanaan (planning) Dari hasil observasi pra-penelitian, peneliti menyusun

perencanaan untuk pelaksanaan penelitian tindakan siklus I, yaitu:

1) Membuat satuan perencanaan tindakan yang akan diberikan pada anak pada siklus I. Pada siklus I ini ditekankan pada pemberian tindakan, yaitu kegiatan permainan teka teki dengan menggunakan benda konkret (tebak benda) dan dengan menggunakan kartu kata (tebak kata). Satuan perencanaan disusun berdasarkan tujuan, kegiatan, media, dan alat pengumpul data yang terbagi dalam 4 kali pertemuan yang direncanakan.

2) Menyiapkan media yang sesuai dengan tindakan yang akan diberikan, yaitu alat permainan tebak benda yang terdiri dari ‖si mulut besar‖ dan benda-benda konkret dan alat permainan tebak kata, yaitu kartu kata.

3) Menyiapkan alat yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data, yaitu catatan lapangan dan lembar pedoman observasi.

b. Tindakan (acting) Dalam tahapan ini peneliti bersama dengan kolaborator

melaksanakan satuan perencanaan tindakan yang telah dibuat, yaitu permainan teka teki yang mencakup permainan tebak benda dan tebak kata.

Tabel 1. Satuan Perencanaan Tindakan Siklus I

Materi : Kegiatan bermain teka teki dengan menggunakan alat permainan

Tujuan : Mengembangkan kemampuan berbahasa anak

Waktu : 4 x pertemuan (@ 35 menit)

Waktu Pelaksanaan Kegiatan Media Alat Pengumpul Data

1.Pertemuan ke-1 (8 Mei 2007)

Permainan Tebak Benda

Benda tiruan ‖si mulut besar‖ dan benda konkret

Pedoman Observasi

Catatan Lapangan

Tape recorder

2.Pertemuan ke-2 (9 Mei 2007)

3.Pertemuan ke-3 (10 Mei 2007)

4.Pertemuan ke-4 (11 Mei 2007)

Permainan Tebak Benda

Permainan Tebak Kata

Permainan Tebak Kata

Benda Tiruan ‖si mulut besar‖ dan benda konkret

Kartu kata

Kartu kata

Kaset

c. Pengamatan (observing) Selama kegiatan permainan teka teki berlangsung, peneliti dan

kolaborator mengamati jalannya kegiatan untuk melihat apakah tindakan-tindakan tersebut sesuai dengan yang direncanakan. Hasil pengamatan dicatat dalam bentuk uraian pada lembar catatan lapangan berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dan kolaborator secara langsung. Selain itu mengamati setiap kemampuan berbahasa yang muncul baik pada saat pemberian tindakan maupun di luar tindakan selama waktu pembelajaran berlangsung dengan memberi tanda cek list (√) pada lembar pedoman observasi kemampuan bahasa.

d. Refleksi (reflecting) Setelah dilakukan perencanaan, tindakan dan pengematan,

peneliti bersama kolaborator mengadakan refleksi dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan, yaitu permainan teka teki yang mencakup permainan tebak benda dan tebak kata, apakah kegiatan permainan tersebut dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak. Peneliti melakukan perbandingan antara kemampuan berbahasa anak sebelum diberikan tindakan dengan sesudah diberikan tindakan pada akhir siklus I. Hasil dari pengamatan tersebut kemudian dianalisis dan dievaluasi sehingga dapat diperoleh kesimpulan dari seluruh pelaksanaan siklus I. Refleksi tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk merevisi perencanaan yang telah dilakukan pada siklus I guna merencanakan tindakan lanjutan pada siklus selanjutnya.

E. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dari penelitian tindakan yang

dilakukan ini adalah meningkatnya kemampuan berbahasa anak, yang mencakup kemampuan mendengar atau menyimak dan kemampuan berbicara sesudah tindakan diberikan pada anak, yaitu permainan teka teki. Berdasarkan hasil observasi dan skor yang diperoleh, kemampuan menyimak anak sebelum tindakan masih rendah. Hal tersebut dilihat dari ketidaksanggupan anak dalam mengulang kalimat yang diberikan dalam satu kali kesempatan, ketidaksanggupan anak dalam membedakan bunyi, ketidaksanggupan anak menjawab tebakan dalam satu kali kesempatan dan ketidaksanggupan anak mencari kata kunci pada kalimat dalam satu kali kesempatan. Setelah diberikan tindakan, yaitu permainan teka teki diharapkan kemampuan menyimak anak lebih meningkat. Indikator keberhasilan tindakan hasil kesepakatan antara kolaborator meliputi kesanggupan membedakan bunyi, menangkap isi kalimat pernyataan yang diberikan, mengidentifikasi kata-kata kunci dalam kalimat pernyataan dan menemukan jawaban yang benar dari kalimat-kalimat pernyataan yang diberikan dalam satu kali kesempatan. Berdasarkan hasil observasi dan skor yang diperoleh kemampuan berbicara sebelum mendapatkan tindakan juga masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidaksanggupan anak mengucapkan bunyi benda sesuai dengan nama benda, menyebutkan deskripsi benda dengan kalimat lebih dari tiga kata dan menyebutkan kalimat dengan intonasi berita. Namun, setelah mendapatkan tindakan, diharapkan kemampuan berbicara dapat berkembang. Indikator keberhasilan tindakan hasil kesepakatan antara kolaborator meliputi kemampuan anak mengucapkan bunyi benda dengan benar, kesanggupan menggunakan kata-kata kunci objek dan menggunakan kalimat yang benar dan intonasi yang benar pada saat mendeskripsikan benda yang diminta dengan kalimat yang terdiri lebih dari tiga kata dalam satu kali kesempatan.

Secara keseluruhan keberhasilan tindakan tersebut dilihat dari adanya peningkatan skor yang diperoleh dari hasil observasi. Peningkatan ini 60 % dari rata-rata sebelum penelitian. Signifikansi peningkatan diuji dengan menggunakan uji t. Dengan demikian dapat terlihat dengan jelas adanya peningkatan yang diperoleh dan seberapa besar peningkatan tersebut baik pada akhir siklus I maupun pada akhir siklus II.

F. Data dan Sumber Data 1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tindakan berupa hasil observasi kemampuan berbahasa anak meliputi kemampuan mendengar atau menyimak dan kemampuan berbicara, serta rekaman hasil kegiatan anak dalam dalam mengucapkan nama benda dan mendeskripsikan benda.

2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian tindakan ini adalah anak-anak kelas 1

dan guru kelas 1 SD Negeri 05 Utan Kayu, Jakarta Timur, hasil observasi kemampuan anak sebelum diberikan tindakan, hasil observasi pelaksanaan tindakan dan hasil observasi kemampuan anak setelah diberikan tindakan.

G. Instrumen-instrumen Pengumpul Data 1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan tentang bahasa berdasarkan aspek-aspek kemampuan bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis.

2. Definisi Operasional Kemampuan berbahasa adalah skor yang diperoleh dari hasil tes dan

pengamatan terhadap perilaku anak yang meliputi kemampuan menyimak dan berbicara sebagai respon yang ditimbulkan dari tindakan yang diberikan. Kemampuan menyimak meliputi kesanggupan menangkap isi kalimat pernyataan yang diberikan, mengidentifikasi kata-kata kunci dalam kalimat pernyataan, menemukan jawaban yang benar dari kalimat-kalimat pernyataan yang diberikan. Kemampuan berbicara meliputi kesanggupan menggunakan kata-kata kunci objek dan menggunakan kalimat yang benar dan intonasi yang benar pada saat mendeskripsikan benda yang diminta.

3. Kalibrasi Instrumen Sebelum instrumen dipakai, maka terlebih dahulu dilaksanakan uji

keabsahan data. Uji keabsahan data yang digunakan adalah uji validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesasihan suatu instrumen.53 Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya yang kurang valid berarti validitasnya rendah.

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas internal yang berdasarkan pada kesesuaian dengan kemampuan berbahasa anak. Arikunto menyatakan bahwa validitas internal dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Dengan kata lain sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas internal apabila setiap bagian instrumen mendukung ‖misi‖ instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data variabel yang dimaksud.54 Setiap bagian instrumen yang dibuat mewakilkan tujuan utama

53

Arikunto, op. cit., h. 144 54

Ibid., h. 147-148

dari instrumen tersebut sehingga data yang diperoleh sesuai dengan variabel yang diteliti.

4. Kisi-kisi Instrumen Indikator kemampuan bahasa yang akan diteliti, dikembangkan

berdasarkan teori dari aspek-aspek perkembangan bahasa pada rentang usia 6-7 tahun yang difokuskan pada kemampuan menyimak dan berbicara.

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbahasa

No. Aspek

Kemampuan Indikator Subindikator

Sebaran Soal

1 Kemampuan Menyimak

1.Menangkap isi

2.Mengidentifikasi kata kunci

Mengenal bunyi

Membedakan bunyi

Memberi tanda sesuai dengan informasi

Menentukan nama benda

Meniru atau mengulang deskripsi benda

Mendeskripsikan benda lain

1, 2, 4

5, 7, 8

3, 6, 9

10, 15

11, 13

12, 14, 18

2. Kemampuan Berbicara

3. Menggunakan kata kunci

4. Membunyikan deskripsi benda

5. Menggunakan kalimat sederhana

6. Menggunakan intonasi

Melafalkan bunyi kata kunci

Menyebutkan nama benda

Menyebutkan ciri benda

Menyebutkan benda dengan kalimat sederhana

Membunyikan kalimat dengan intonasi berita

20, 23

21, 24

17, 25

19, 22

16

H. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tes dan non tes. Teknik non tes yang digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksaaan tindakan dan data kemampuan berbahasa (variabel terikat) yaitu observasi. Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.55 Berdasarkan keterlibatan peneliti dalam penelitian tindakan ini, maka jenis observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan. Dalam observasi partisipan, pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti atau yang diamati, seolah-olah merupakan bagian dari mereka.56 Teknik observasi yang digunakan adalah observasi berstruktur (structured or controlled observation), yaitu observasi yang direncanakan dan terkontrol. Pada observasi berstruktur, biasanya pengamat blanko-blanko daftar isian yang tersusun dan di dalamnya telah tercantum aspek-aspek atau pun gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan itu dilakukan.57 Dengan teknik seperti ini observasi yang dilakukan lebih terarah dan pencatatan hasil observasi partisipan menjadi lebih teliti.

Dalam pengisian lembar observasi, pengamat memberikan tanda check list (√) pada skala kemunculan kemampuan berbahasa yang sesuai. Model yang digunakan adalah model skala Likert, yaitu untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek-objek tertentu. Setiap butir indikator diberikan tanda check list (√) pada kolom baik, cukup dan kurang. Setiap butir indikator diberi skor 1-3 sesuai dengan tingkat jawabannya.

Tabel 4. Skala Kemunculan Kemampuan Bahasa

No. Pilihan Jawaban Skor

1. Baik 3

2. Cukup 2

3. Kurang 1

55

M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 149. 56

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), h. 70. 57

Purwanto, log. cit.

Teknik tes yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan berbahasa anak, khususnya kemampuan menyimak adalah tes tertulis. Teknik tes tertulis merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang terdiri dari soal-soal yang menghendaki jawaban tertulis dari peserta tes. Soemanto menyatakan bahwa tes tertulis adalah seperangkat soal atau pertanyaan yang disusun secara sistematis yang menghendaki jawaban peserta tes secara tertulis.58 Dengan adanya tes tertulis ini dapat memberikan data yang lebih konkret tentang kemampuan bahasa anak. Jenis tes tertulis yang digunakan pada penelitian ini adalah tes isian, sehingga terlihat dengan jelas kemampuan anak dalam menyimak dan menebak suatu benda.

I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trustworthiness) Studi Kriteria teknik pemeriksaan keterpercayaan (trustworthiness) studi yang

digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah credibility (kepercayaan), transferability (keteralihan), dependability (kebergantungan), confirmability (kepastian). Penerapan kriteria credibility (kepercayaan) berfungsi melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.59 Teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian ditempuh dengan memperpanjang waktu keikutsertaan, melakukan pengamatan secara terus-menerus, melakukan tanya jawab dengan teman sejawat, mengecek keanggotaan, membuat bukti-bukti yang terstruktur atau koheren, membuat referensi yang memadai dan menerapkan teknik triangulasi yang terdiri dari peneliti dan kolaborator dengan menggunakan data berupa lembar pedoman observasi dan lembar kerja yang dilakukan anak. Transferability (keteralihan) merupakan keabsahan hasil penelitian terhadap kelompok yang diteliti. Teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian dilakukan dengan mengoleksi deskripsi data secara detail dan mengembangkan secara detail deskripsi data setiap konteks yang diteliti untuk membuat keputusan tentang ketidakcocokan dengan konteks lain yang mungkin. Dependability (kebergantungan) berkenaan dengan keseimbangan data penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan metode yang overlaping yang sama artinya dengan proses triangulasi dan mengadakan jejak audit. Confirmability (kepastian) berkenaan dengan kenetralan dan objektivitas data penelitian yang dikumpulkan. Teknik pemeriksahan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi dan membuat refleksi. Setelah melaksanakan tindakan, peneliti dan kolaborator merefleksi pemberian tindakan yang telah dilakukan dan memeriksa perkembangan

58

Wasty Soemanto, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 14. 59

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004), h. 324

bahasa anak berdasarkan lembar observasi dan lembar kerja yang telah diberikan.

J. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis 1. Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah dalam bentuk data kuantitatif, yaitu data mengenai kemampuan berbahasa anak ditambah dengan data pelaksanaan permainan teka teki. Analisis data ini dilakukan dalam setiap siklus dengan pengolahan data mentah dan uji hipotesis tindakan. Teknik analisis data yang digunakan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tindakan berupa permainan teka teki terhadap peningkatan kemampuan berbahasa anak usia 6-7 tahun.

a. Pengolahan Data Mentah Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

(1) data maksimum dan data minimum dari seluruh data; (2) rentangan, yaitu selisih antara data maksimum dan data minimum; (3) rata-rata atau mean, yaitu skor rata-rata data tunggal; (4) modus, yaitu data yang paling sering muncul; (5) median, yaitu skor tengah dari data yang telah diurutkan;(6) varians, yaitu jumlah kuadrat data dikurangi rata-rata dibagi banyak data dikurangi satu; (7) simpangan baku, yaitu akar dari varians.

b. Uji Hipotesis Tindakan Untuk menguji hipotesis tindakan dilakukan dengan menggunakan

pengukuran prosentase kenaikan.

K. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan Jika pelaksanaan siklus I dan siklus II pada penelitian ini belum

menunjukkan peningkatan hasil yang optimal, maka dilakukan pengembangan perencanaan tindakan untuk penelitian tindakan selanjutnya. Pengembangan perencanaan tindakan ini lebih dikhususkan pada kegiatan-kegiatan pengembangan bahasa, seperti permainan teka teki, anagram dan bisik berantai yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menyimak dan berbicara kepada anak usia 6-7 tahun.

Bagian terakhir dari Bab 3 adalah Daftar Pustaka. Semua referensi yang ada dalam proposal harus didukung dengan daftar pustaka. Daftar pustaka hendaknya bersifat asli dan baru. Asli artinya diambil dari penulisnya secara langsung; baru artinya tahun penerbitan sedapat mungkin 10 tahun terakhir. Satu atau dua yang usianya lebih dari 10 tahun masih dapat diterima. Anda bebas memilih cara

penulisan daftar pustaka asalkan konsisten. Berikut ini adalah contoh dari daftar pustaka:

DAFTAR PUSTAKA

Adenan, Ferry. Puzzles and Games. Bandung: Kanijiwa 1984. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi V.

Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Bromley, Karen D. Language Arts: Exploring Connections Second Edition. New

York: Simon and Schuster, 1992.

Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.

Decker, Anita and Decker, John. Administering Early Childhood Programs. Ohio:

Merril Publishing Company, 1988.

Gee, Robyn dan Meredith, Susan. Entertaining and Educating Your Preschool Child. London: Usborne Publishing Ltd, 1997.

Harjanto. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Hopkins, David. A Teacher’s guide to classroom research. Buckingham: Open

University Press, 2002.

Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak I. Jakarta: Erlangga, 1995.

Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak, Jilid I, Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga, 1997.

Jalongo, Mary Renck, Early Childhood Language Arts, USA: Pearson Education, Inc., 2007.

Jeffree, Dorothy M, Mcconkey, Roy, dan Hewson, Simon. Let me play. Kanada: A

Condor Book Souvenir Press (E&A) Ltd, 1988.

L.P., Rieber, Smith, L, & Noah, D. The Value of Serious Play, Educational Technology. 1998.

Lubis, Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.

Maxim, George W. The Very Young. USA: Macmillan Publishing Company, 1993.

Monks, F.J, Knoers, A.M.P. dan Rahayu, Siti. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University, 1994.

Montessori, Maria. Curriculum Planning. London: Modern Montessori International, 2002.

Mulyadi, Seto. Bermain dan Kreativitas. Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2004. N.K, Roestiyah. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara, 2000. Papilaya, Diane E. A Child World Infancy Through Adolescence. New York: Mc

Graw Hill, 1982. Patmonodewo, Soemiarti. Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta,

2000.

Purwanto, M. Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Semiawan, Conny R. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Prenhalindo, 2002.

Sinolungan, A.E. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Manado: Universitas Negeri Manado, 2001.

Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998.

Soemanto,Wasty. Pedoman Teknik Penulisan Skripsi. Jakarta: Bumi Aksara, 2002. Soeparno. Media Pengajaran Bahasa. Jakarta: Intan Pariwara, 1988. Sower, Jayne. Language Art in Early Education. Georgia: George Fox University,

2000.

Tambunan, RP. Ilmu Jiwa Berkembang. Jakarta: IKIP,1978.

Tedjasaputra, Mayke S. Bermain, Main dan Permainan. Jakarta: Grasindo Widia Sarana Indonesia, 2001.

Wiriaatmadja, Rochiati. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2005. Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonsia di Kelas

Rendah. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.

1

BAB V

MATERI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PLPG PAUD

A. Profesionalisme Guru Anak Usia Dini 1. Tujuan Pembelajaran

Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik

anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:

a. Peserta PLPG memahami gambaran tentang profesi guru, seperti: mengapa

Guru dibutuhkan di Indonesia, mengapa kualitas guru perlu ditingkatkan,

mengapa perlu adanya persiapan baik mental pengetahuan maupun fisik serta

dan atau yang lebih penting lagi adanya itikad baik tinimbang profesi-profesi

lainnya.

b. Peserta PLPG mampu menjelaskan pengetahuan (knowledge) guru dalam

Beragam bidang keilmuan dengan spesifikasi bidang anak usia dini (early child

hood education)

c. Peserta PLPG memahami konsep yang utuh tentangpersiapan persiapan yang

harus dijalankan dalam proses KBM mulai dari perencanaan sampai dengan

evaluasi.

2. Uraian Materi Pendahuluan

Guru adalah kata yang sangat akrab dikalangan anak didik, demikian juga kata murid akra dikalangan guru ,dengan demikian ada keterpaduan yang harmonis antara guru dan murid . Di zaman dulu, guru adalah sosok yang disegani bukan saja oleh murid namun juga oleh masyarakat, kondisi saat itu membentuk opini masyarakat bahwa guru adalah sosok yang serba tahu sehingga menjadi tempat bertanya bagi masyarakat, namun seiring berjalannya waktu serta berkembanganya zaman memasuki era globalisasi ,maka tuntutan masyarakat juga mengalami perubahan. Sekarang guru diharapkan memiliki kompetensi, keterampilan, berwawasan serta kreatif disamping secara normatif tetap sebagai sosok yang “digugu dan ditiru” mampu membangun citra guru yang baik, seperti yang tertera didalam undang-undang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 tahun 2005, yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing atau mengarah, melatih , menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar dan menengah. Dengan demikian guru diharapkan melaksanakan tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya artinya hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah Untuk Menjadi

2

Guru yang Dapat menjadi guru profesional. Guru adalah profesi yang mulia, pada hakikatnya setara dengan jabatan profesilainnya, seperti kata pepatah, guru dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan profesi lainnya, seperti dokter, pengacara, apoteker dll, yang bersifat profesi, bernomor registrasi dan memiliki kode etik profesi. Profesionalisme seorang guru bukan hal yang mustahil terjadi walaupun data hasil survey the political and economicrisk country (PERC), yakni sebuah lembaga konsultan di Singapura yang pada tahun 2001 menempatkan Indonesia diurutan ke 12 dari 12 negara di asia dalam hal kualitas guru. Dengan demikian menciptakan guru profesional adalah suatu hal yang mendesak diberlakukan negara kita, karena memposisikan guru seperti itu akan memperbaiki nasib guru yang selama ini termarjinalkan (terpinggirkan), guru juga akan menjadi lebih bertanggung jawab pada pekerjaannya. Sementara itu dalam Perpu 19 tahun 2005 dikatakan bahwa seorang guru haruslah memiliki 4 kompetensi, Yakni kompetensi paedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional. Adapun untuk kompetensi guru PAUD di Indonesia sudah dibuatkan standart tersendiri , diantaranya seorang guru PAUD hendaknya memiliki rasa seni (sense of art) dan berbagai bentuk disiplin agar dapat mengenali pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak, selain itu seorang guru PAUD diharapkan memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya secara praktis terlebih lagi guru PAUD harus memahami Bahwa anak belajar dalam bermain. Dari uraian diatas tampak bahwa menjadi guruPAUD ternyata tidak hanya berdasarkan naluri keibuan atau kebapakan semata, namun diharapkan dapat memahami tentang peraturan perundang undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja dll. Semua itu hendaknya dilakukan dengan ikhlas, karena guru PAUD diharapkan ikut serta membentuk manusia indonesia seutuhnya dengan beragam pendekatan seperti Montessori, Regio Emilio, High Schoop ataupun pendekatan dari Indonesia sendiri seperti metode dari Taman Siswa, INS Kayu Tanam, dan KH Ahmad Dahlan ketiganya menanamkan nilai-nilai moral dan budi pekerti sejak awal anak mengenal pendidikan formal. Guru juga diminta agar dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan Aman serta gembira demi untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar (PBM),serta dapat bekerja sama dengan orang tua serta masyarakat (komite sekolah) dalam mengambil prakarsa sekolah. Modul profesionalisme guru PAUD ini hendaknya dipelajari lebih awal dari mata kuliah lain agar mahasiswa PLPG sejak awal memiliki gambaran tentang profesi guru. Modul ini ada dua satuan kegiatan (workshop) keduanya harus dipelajari secara berurutan adapun modul profesionalisme guru ini sebagian besar terdiri dari kegiatan praktek dengan demikian urutannya adalah satuan kegiatan satu hendaknya dibaca, dipelajari, didikusikan serta dipraktekan melalui metode sosio drama (bermain peran) setelah itu dilakukan juga dengan urutan yang sama pada satuan kegiatan dua.

a. Pengertian Profesionalisme Guru P.G PAUD 1) Persiapan

3

Persiapan yang dimaksud disini adalah persiapan teknis dan non teknis.Persiapan non teknis adalah persiapan mental yang mengarah kepada pembentukan konsep diri sebagai guru melalui pertanyaan –pertanyaan yang secara jujur hendaknya bisa dijawab oleh masing –masing peserta . Adapun pertanyaan –pertanyaan tersebut antara lain adalah

a) Sudah siapkah aku menjadi guru AUD? b) Bisakah aku menghadapi anak-anak? c) Bisakah aku mengajar anak-anak dengan benar? d) Apakah aku mampu membuat suasana belajar yang menyenangkan bagi anak? e) Apakah aku mampu memotivasi anak-anak untuk mengembangkan

kemampuan mereka? f) Apakah aku bisa diterima oleh rekan sejawat? g) Apakah aku sanggup mengahadapi orang tua murid?

Pembentukkan konsep diri sebagai guru dimaksudkan agar guru tersebut memiliki kepercayaan diri (self confidence) sebelum melaksanakan tugasnya, karena Guru yang tidak memiliki rasa percaya diri akan menghambat pekerjaannya sebaga i guru yang profesional. Persiapan teknis adalah persiapan yang hendaknya dilakukan oleh seorang guru sebelum menjalankan tugasnya yang bertujuan untuk melancarkan pekerjannya sebagai guru. Adapun persiapan teknis tersebut adalah:

a) Menyelesaikan urutan administrasi b) Membuat persiapan KBM sesuai dengan kurikulum serta visi dari masing-masing

sekolah. Hal yang dilakukan adalah membuat rapat kecil dengan kepala sekolah juga teman sejawat agar ada keterpaduan dalam pelaksanaan program KB yang disesuaikan dengan rencana sekolah.

c) Merancang kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tema yang telah direncanakan dan dipersiapkan.

d) Membuat satuan kegiatan tahunan sesuai dengan tema yang direncanakan, seperti satuan kegiatan harian (SKH) satuan kegiatan mingguan.

e) Menyiapkan model pembelajaran yang akan dilakukan f) Menyiapkan media guna mendukung kegiatan beajar mengajar g) Menyiapkan setting kelas-ruangan. h) Menyiapkan metode yang akan digunakan berikut kegiatan penunjangnya

seperti gerak dan lagu, yel-yel dll.

2) Performance Perfomance yang dimaksud disini adalah : bagaimana kita berpenampilan

yang sebagai guru AUD dalam hal: a) Perawatan tubuh

Guru AUD diharapkan dapat merawat dan membersihkan tubuh sehingga terkesan berenergi, bersih, wangi, dan tidak kusam.

b) Berpakaian

4

Melalui pakaian dapat menampakkan ekspresi seluruh kepribadian hendaknya guru AUD berpakaian sesuai dengan budaya Indonesia, yakni sopan, namun dapat menunjang aktivitas

c) Bahasa tubuh (Body Language) Selalu Positive thinking , memilki motivasi yang tinggi, semangat serta senantiasa menanamkan keikhlasan dalam bekerja dengan sendirinya akan mewujudkan bahasa tubuh yang baik.

d) Komunikasi (Public Speaking) Hendaknya guru AUD mampu menjalik komunikasi dengan pihak manapun, terlebih dengan anak didik, artinya guru AUD diharapkan memiliki relationsyang baik dengan berbagai pihak.

e) Sikap Guru AUD sebaiknya senantiasa bersikap ramah dan selalu tersenyum, karena senyuman seorang guru membuat anak –anak menjadi nyaman berada di dalam kelas.

3) Pengetahuan Seorang guru PAUD hendaknya memahami dua bidang Persiapan

Pembelajaran keilmuan sebagai dasar ilmu-ilmu yang lainnya yakni : a) Ilmu jiwa perkembangan (Psikologi Anak) b) Ilmu Pendidikan

4) Peran guru P.G PAUD

Seorang guru PAUD pada kegiatan kesehariannya dalam bekerja secara profesional dapat melakukan beragam fungsi sekaligus (multi peran). Adapun perandari guru tersebut adalah : a) Guru anak usia dini sebagai pendidik Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh sentral serta panutan (model) bagi murid dan lingkungannya. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup wibawa, tanggung jawab, mandiri, dan disiplin. b) Guru anak usia dini sebagai pengganti sementara ayah atau ibu Anak usia dini dalam kesehariannya dikelas membutuhkan sosok pengganti sementara ayah atau ibu, untuk itu guru harus bisa berperan menjadi pengganti sementara ayah atau ibu (selama berada di sekolah), namun harus tetap dapat menjaga batasan-batasannya demi untuk menjaga keprofesionalan seorang guru. c) Guru anak usia dini sebagai teman Bersikap sebagai teman bagi anak usia dini sangat dibutuhkan, karena akan mempelancar komunikasi antara guru dan murid. Sehingga anak usia dini tidak merasa berjarak dengan guru yang dapat memotivasi anak usia dini untuk

5

bersemangat berangkat ke sekolah (karena akan bertemu dengan teman- temannya). d) Guru anak usia dini sebagai pengajar Guru AUD membantu murid yang tumbuh dan berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahui dengan cara senantiasa memotivasi murid agar dapat mengembangkan potensinya. e) Guru anak usia dini sebagai pengasuh AUD adalah anak belum terbentuk kepribadiannya sehingga dibutuhkan guru yang mengerti menggunakan pola asuh yang tepat disaat dibutuhkan oleh anak didik. f) Guru anak usia dini sebagai model dan teladan. Menjadi teladan merupakan sifat dasar dalam kegiatan pembelajaran selain itu sebagai model dan teladan berakibat bahwa guru senantiasa akan disorot tingkah lakunya baik oleh anak didik maupun lingkungannya. g) Guru anak usia dini sebagai pribadi Jika kita memiloih profesi guru AUD maka sudah selayaknya kita memiliki kepribadian yang mencemirkan seorang pendidik. Adapun kepribadian seorang guru AUD yang diharapkan adalah kepribadian yang hangat, selalu tersenyum, ceria, terbuka, serta sabar. h) Guru anak usia dini sebagai pesulap: Memiliki ketrampilan sebagai pesulap dibutuhkan bagi anak usia dini oleh karena itu guru anak usia dini hendaknya melakukan kegiatan sulap sebagai variasi dalam kegiatan belajar mengajar, tujuannya adalah agar murid menjadi tidak bosan. i) Guru anak usia dini sebagai penyanyi : Keterampilan bernyanyi memiliki referensi lagu-lagu anak serta yel-yel sangat dibutuhkan bagi seorang guru anak usia dini yang senantiasa membutuhkan suasana gembira dalam kegiatan belajar mengajar. j) Guru anak usia dini sebagai pencerita : Bercerita adalah metode salah satu metode yang dibutuhkan bagi anak usia dini dalam menyampaikan pesan, nasehat, tentang makna kehidupan. k) Guru anak usia dini sebagai entertainment : Guru AUD memang dituntut serba bisa (multi peran ) salah satunya adalah menjadi entertainment, maka akan diperoleh nilai-nilai kreatif, inovatif dalam suasana yang menyenangkan dan gembira bagi anak usia dini. Latihan 1 1) Diskusikanlah secara berkelompok dengan beberapa kawan anda, apa hakikat

guru dalam kaitannya dengan pendidikan usia dini.

6

2) Coba telaah lebih lanjut tentang tugas guru dan kesiapan yang harus dilakukan jika hendak menjadi guru AUD yang profesional.

3) Apakah kendala utama bagi kita jika ingin menjadi guru AUD yang profesional.

b. Persiapan Pembelajaran 1) Pengertian Profesionalisme Guru P.G PAUD

a) PROFESI adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu yang karena sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, ketrampilan teknis dan sikap kepribadian.

b) Menurut EVERETT HUGHES merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri.

c) PROFESIONAL adalah suatu pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya.

d) PROFESIONALISASI adalah suatu proses menjadi seseorang yang memiliki profesi.

e) PROFESIONALISME adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.

2) Ciri-Ciri Guru Sebagai Profesi

Guru sebagai suatu profesi dapat dikenali ciri-ciri sebagai berikut: a) Lebih mementingkan layanan kemanusian daripada kepentingan pribadi b) Ada pengakuan dari masyarakat. c) Pratek profesi itu didasarkan pada pengetahuan dan keahlian khusus yang

diperoleh dalam waktu relatif lama. d) Memiliki kreaativitas dan intelektual tinggi. e) Memiliki organisasi profesi yang menetapkan standar kualifikasi. f) Adanya komitmen dari anggotanya bahwa jabatan guru mengharuskan

pengikut-nya menjujung tinggi martabat kemanusian lebih dari pada mencari keuntungan diri sendiri.

g) Suatu profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam

waktu tertentu. h) Harus selalu menambah pengetahuan agar terus menerus bertumbuh

dalam jabatannya. i) Memiliki kode etik tertentu yang mengikat guru. j) Memiliki kemampuan intelektual untuk menjawab masalah-

masalah yang dihadapi. k) Selalu ingin belajar terus menerus mengenai bidang keahlian yang

ditekuni. l) Menjadi anggota dari suatu organisasi profesi. m) Jabatan itu dipandang sebagai sumber suatu karier.

3) Kompetensi Guru PAUD Guru PAUD harus memilki kompetensi pribadi, sosial, dan profesional. Kompetensiguru PAUD di Indonesia sudah dibuatkan standar yang sudah

7

disyahkan oleh MenteriPendidikan Nasional RI. Kompetensi guru PAUD yang dibawah ini merupakan rangkuman yaitu: a) Guru AUD memiliki rasa seni (sense of art) dan mengenal berbagai

bentuk disiplinagar dapat mengenali pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak.

b) Guru AUD memiliki pemahaman teori perkembangan dan implikasinya secara praktis.

c) Guru AUD memahami pentingnya bermain sebagai sarana pengembangan perkembangan dan pendidikan anak.

d) Guru AUD dapat berinteraksi dengan orang tua sebagai upaya untuk meningkatkankesuksesan pendidikan anak.

e) Guru AUD perlu memperoleh kemampuan untuk mensupervisidan mengkoordinakan pengajaran anak dengan rekan sejawat lainnya.

4) Peran dan Tanggung Jawab Guru PAUD

Peran dan tanggung jawab seorang guru PAUD adalah sebagai berikut : a) Menunjukkan perhatian kepada anak. b) Memilki kepekaan terhdap individu anak. c) Mengembangkan hubungan yang alamiah dengan anak. (relationship) d) Menggunakan otoritas orang dewasa secara bijaksana dalam membant

pertumbuhan anak. (scaffolding) e) Merancang kegiatan yang bermakna bagi anak f) Mengenalkan disiplin sebagai suatu pengalaman belajar bagi anak dan

menemukan kesalahan sebagai peluang potensi pembelajaran. g) Mengakui adanya kompetensi dalam diri anak. h) Mengorganisasi kurikulum yang berlandaskan pada DAP. i) Bekerja sama dengan orang tua dalam tanggung jawabnya terhadap

perkembangan anak. j) Memilki dedikasi yang tinggi sebagai profesional dalam bidang

pendidikan anak. k) Mampu menyuarakan kebutuhan anak pada orang tua, pihak sekolah,

pengelola dan masyarakat serta pembuat kebijakan. Mengakui adanya kompetensi dalam diri anak.

l) Mengorganisasi kurikulum yang berlandaskan pada DAP.

5) Karakteristik Guru PAUD a) Menunjukan rasa cinta dan menghargai pada semua anak. b) Dapat menunjukan rasa percaya diri dan rasa nyaman pada anak. c) Memilki semangat untuk selalu mengembangkan pengetahuan dan

mengaplikasikannya. d) Mampu bertingkah laku sopan terhadap orang lain. e) Mampu bekerja keras. f) Bersedia menyediakan waktu tambahan untuk menyelesaikan tugas

profesi. g) Tepat waktu. h) Dapat menjaga rahasia.

8

i) Bersedia dikoreksi apabila membuat kesalahan. j) Mengamati peran kelompok yang ditangani. k) Mampu meninggalkan masalah di rumah dan mampu menjaganya

agar tidak berdampak terhaddap pekerjaan. l) Mengabaikan rumor dan menjauhi gosip. m) Menjaga diri agar tetap terawat dan rapi. n) Menggunakan peralatan dan perlengkapan secara hati-hati seperti

barang milik sendiri.

6) Kode Etik a) Pengertian kode etik

Norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.

b) Tujuan kode etik · Menjunjung tinggi martabat profesi · Menjaga dan memelihara Kesejahteraan para anggotannya · Meningkatkan pengabdian para anggota profesi · Meningkatkan mutu organisasi

c) Penetapan Kode Etik Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi yang berlaku dan mengikat para anggotanya tidak boleh perorangan.

d) Sanksi Pelanggaran Kode Etik

· Sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral, misal: mendapat celaan dari rekan-rekan.

· Sanksi terberat: si pelanggar dikeluarkan dari profesi.

e) Kode Etik Guru Inddonesia • Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk

manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila • Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional • Guru berusaha memperoleh informasi mengenai peserta didik

sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan • Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang

berhasilnya kegiata belajar mengajar • Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan

masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhaddap pendidikan

• Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya

• Guru memelihara hubungan seprofesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial

9

• Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI, IGTKI/IGRA dan HIMPAUDI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian

d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD menurut Badan Standar

Nasional Pendidikan 2009

a. Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Kualifikasi dan kompetensi guru PAUD didasarkan pada Peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 th 2007 tentang Standar Kualifiaksi Akademik dan Kompetensi Guru besera lampirannya. Bagi guru PAUD Formal (TK, RA, dan yang sederajat) dan guru PAUD Non Formal (TPA, KB, dan yang sederajat) yang belum memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud disebut guru pendamping dan pengasuh.

b. Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendamping

a. Kualifikasi Akademik: • Memiliki ijazah D-II PGTK dari Perguruan Tinggi terakreditasi;

atau • Memiliki ijazah minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) atau

sederajat dan memiliki sertifikat pelatihan / pendidikan/ kursus PAUD yang terakreditasi.

b. Kompetensi Penjelasan akan diberikan pada tabel berikutnya.

Kompetensi/ Sub kompetensi Indikator

1. Kompetensi kepribadian 1.1 Bersikap dan berperilaku sesuai

dengan kebutuhan psikologi anak

a. Menyayangi secara tulus b. Berperilaku sabar, tenang, ceria, serta

penuh perhatian c. Memiliki kepekaan, responsive dan

humoris terhadap perilaku anak d. Menampilkan diri sebagai pribadi

yang dewasa, arif dan bijaksana. e. Berpenampilam bersih, sehat dan rapi. f. Berperilaku sopan, santun menghargai

dan melindungi anak.

10

1.2 Bersikap dan berperilaku sesuai

dengan norma agama, budaya dan keyakinan anak

a. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut,suku, budaya dan jender

b. Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hokum, dan norma social yang berlaku dalam masyarakat.

c. Mengembangkan sikap anak didik untuk menghargai agama dan budaya lain.

1.3 Menampilkan diri sebagai pribadi yang berbudi pekerti luhur.

a. Berperilaku jujur b. Bertanggung jawab terhadap tugas c. Berperilaku sebagai teladan

2. Kompetensi Profesional

Kompetensi/ Sub kompetensi Indikator

2.1 Memahami tahapan

perkembangan anak

a. Memahami kesinambungan tingkat perkembangan anak usia 0-6 tahun.

b. Memahami standar tingkat pencapaian perkembangan anak.

c. Memahami bahwa setiap anak mempunyai tingkat ketepatan pencpaian perkembangan yang berbeda.

d. Memahami faktor penghambat dan pendukung tingkat pencapaian perkembangan.

2.2 Memahami pertumbuhan

dan perkembangan anak

1. Memahami aspek-aspek perkembangan

fisik motorik , kognitif, bahasa, social emosi dan moral agama.

2. Memahami faktor -faktor yang menghambat dan mendukung aspek- aspek perkembangan di atas

3. Memahami tanda- tanda kelainan paad

tiap aspek perkembangan anak. 4. Mengenal kebutuhna gizi anak sesuai

dengan usia. 5. Memahami cara memantau nutrisi,

kesehatan dan keselamatan anak. 6. Mengetahui pola asuh yang sesuai

dengan usia anak. 7. Mengenal keunikan anak.

11

2.3 Memahami pemberian

rangsangan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan

1. Mengenal cara-cara pemberian rangsangan dalam pendidikan, pengasuhan dan perlindungan secara umum.

2. Memiliki keterampilan dalam melakukan pemberian rangsangan pada setiap aspek perkembangan.

2.4 Membangun kerjasama

dengan orang tua dalam pendidikan, pengasuhan dan perlindungan anak

1. Mengenal faktor-faktor pengasuhan anak, social kemasyarakatan yang mendukung dan menghambat perkembangan anak.

2. Mengkomunikasikan program lembaga

(pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak) kepada orang tua.

3. Meningkatkan keterlibatan orang tua dalam program di lembaga.

4. Meningkatkan kesinambungan program lembaga dengan lingkungan keluarga.

Kompetensi/ Sub kompetensi Indikator

3. Komptensi Pedagogik

3.1 Merencanakan kegiatan

program pendidikan, pengasuhan dan perlindungan

a. Menyusun rencana kegiatan tahunan, semesteran, bulanan, mingguan, dan harian.

b. Menetapkan kegiatan bermain yang mendukung tingkat pencapaian perkembangan anak.

c. Merencanakan kegaitan yang disusun berdasarkan kelompok usia.

12

3.2 Melaksanakan proses

pendidikan, pengasuhan dan perlindungan.

a. Mengelola kegiatan sesuai dengan rencana yang disusun berdasarkan kelompok usia.

b. Menggunakan metode pembelajaran melalui bermain sesuai dengan karakteristik anak.

c. Memilih dan menggunakan media yang sesuai dengan kegiatan dan kondisi anak

d. Memberikan motivasi untuk meningkatkan keterlibatan anak dalam kegiatan

e. Memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan anak.

3.3 Melaksanakan penilaian

terhadap proses dan hasil pendidikan pengasuhan dan perlindungan

a. Memilih cara-cara penilaian yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

b. Melakukan kegiatan penilaian yang sesuai dengan cara- cara yang telah ditetapkan.

c. Mengolah hasil penilaian d. Menggunakan hasil-hasil penilaian

untuk berbagai kepentingan pendidikan.

e. Mendokumentasikan hasil-hasil penilaian.

4. Kompetensi Sosial

4.1 Beradaptasi dengan

lingkungan

1. Menyesuaikan diri dengan teman sejawat.

2. Menaati aturan lembaga 3. Menyesuaikan diri dengan masyarakat

sekitar 4. Akomodatif terhadap anak didik, orang

tua, teman sejawat dari berbagai latar belakang budaya dan social ekonomi.

Kompetensi/ Sub kompetensi

Indikator

13

1.2 Berkomunikasi secara efektif

1. Berkomunikasi secara empatik dengan orang tua peserta didik 2. Berkomunikasi efektif dengan anak didik, baik secara fisik, baik verbal maupun non verbal

Latihan 2 1) Ajaklah dua orang teman anda untuk melakukan observasi di dua sekolah TK untuk melihat kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh sekolah tersebut. 2) Kembali dri observasi lakukanlah kegiatan FGD (Focus Group Discussion)

dengan teman dari kelompok anda. 3) Setelah FGD presentasikan di depan kelas dari masing-masing kelompok 4) Pada waktu presentasi,hendaknya dilakukan tanya jawab dengan peserta dari kelompok lainnya

3. Evaluasi Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap benar! 1. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar pada anak usia dini pada umumnya sangat ditentukan oleh...

a. Media dan metode yang digunakan b. Area bermain yang luas c. Gedung sekolah yang memadai d. Guru yang memiliki kemampuan mengajar

2. Seorang guru PAUD hendaknya memilki pemahaman dua ilmu dasar

yakni : a. Ilmu pendidikan dan Ilme pertanian b. Ilmu jiwa perkembangan dan Ilmu pendidikan c. Ilmu pendidikan dan Ilmu filsafat d. Ilmu jiwa perkembangan dan Ilmu kesehatan

4. Daftar Pustaka

Brewer, Jo Ann, Introduction To Early Childhood education, Allyn and Bacon:

Boston, 2006

Gestwicki, Carol., Development Appropriate Practice Curricullum and

Development in Early Education 3rd Ed, Thomson Delmar: New York, 2007

14

Gordon, Ann Miles & Kathryn W. Browne, Beginnings & Beyond Foundations

In Early Chilhood Education, Thomson Delmar : New York, 2004

Hohmann, Mary & David P.Weikart, Education Young Children, High Scope:

Michigan, 1995

Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung, 2005, PT. Remaja Rosda karya W.S Wimkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta, 2004 PT Media Abadi

B. Pembelajaran Inovatif Pendidikan Anak Usia Dini

1. Tujuan Pembelajaran Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendi-dik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut: a. Mengetahui berbagai model pembelajaran anak usia dini b. Menganalisis masing-masing model pembelajaran anak usia dini c. Mengaplikasikan model pembelajaran anak usia dini dalam pembelajaran

sehari-hari di sekolah d. Memodifikasi model pembelajaran agar sesuai dengan situasi dan

kondisi yang dihadapi

2. Uraian Materi Pendahuluan

Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini

hendaknya dilakukan dengan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi anak melalui pengalaman nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak untuk menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dengan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak. Melalui proses pendidikan seperti ini diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru menjadi dominan.

Proses pendidikan mempunyai peranan penting dalam upaya

pengembangan individu secara khusus dan pengembangan bangsa secara umum. Proses pendidikan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan seluruh kemampuan dan keterampilan secara optimal. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya diberikan sedini mungkin agar upaya pngembangan kemampuan da keterampilan individu dapat berlangsung optimal.

15

Pada rentang usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden

age) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk

menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak

berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak

secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi

fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh

lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar pertama

untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik,

bahasa, sosio emosional dan spiritual.

Upaya pengembangan individu melalui proses pendidikan

berlangsung di berbagai lembaga-lembaga pendidikan, termasuk

lembaga pendidikan anak usia dini. Pada saat ini telah bermunculan

berbagai lembaga pendidikan anak usia dini yang menggunakan standar

internasional di kota-kota besar di Indonesia, terutama lembaga

pendidikan anak usia dini (PAUD) yang mengadopsi kurikulum

penyelenggaraan dari berbagai negara maju. Kurikulum yang

dikembangkan tersebut mengacu kepada model pembelajaran yang

sudah ada di negara tertentu yang telah dikembangkan selama

bertahun-tahun.

Beberapa model pendidikan yang dimasud antara lain model pembelajaran aktif, model pembelajaran proyek, model pembelajaran berbasis masyarakat dan model pembelajaran keterampilan hidup.

A. Model-model Pembelajaran Anak Usia Dini

1. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dari materi tentang model-model pembelajaran anak usia

dini ini adalah:

a. Peserta PLPG mampu menguasai beberapa model pembelajaran anak usia dini

b. Peserta PLPG mampu menggunakan salah satu model pembelajaran anak usia

dini

c. Peserta PLPG mampu mengembangkan satu model pembelajaran anak usia dini

2. Isi/Paparan Materi

a. Model Pembelajaran High/scope

16

Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar

biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David

P. Weikart, direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang

menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai

High/Scope Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon

kegagalan yang senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin

Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak-anak secara konsisten dinilai dalam

tingkat bawah dalam tes kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh

tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart

menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya

kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena

kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulkan bahwa pencapaian

siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaannya di

sekolah dasar.

Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3–4

tahun, dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari

lingkungan miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan

ini, Weikart meminta ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra

sekolah yang berlokasi disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry

Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum

tersebut dan mendirikan High/scope Educational Research Foundation. Program

pendidikan High/Scope merupakan salah satu model pembelajaran yang

merujuk pada teori Piaget. Pendekatan ini menekankan identifikasi terhadap

keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan menguji pada

pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope memandang jarn dalam

kemampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam kelompoknya

sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai penyimpangan.

Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif

17

menggunakan pendeatan yang sesuai dengan perkembangan

(DAP=Developmentally appropriate Practice) dalam pembelajaran dalam kelas

DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah

untuk mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai

macam kegiatan seni dan gerak; untuk mengembangkan kemampuan mereka

terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan; untuk mengembangkan

kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan grafikal yang

dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan pengalaman

mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa; untuk mengembangkan

kemampuan bekerjasama dengan orang lain; membuat keputusan tentang apa

yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu; dan

merencanakan penggunaan waktu dan energi mereka; dan untuk

mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan kemampuan pemikiran

baru mereka dalam jangkauan yang luas dan natural berdasarkan situasi dan

dengan menggunakan berbagai macam material.

Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih

independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri.

Selain itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada

pembelajaran melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang

ada. Orang orang yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang

muncul, anak-anak pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri

dan berlatih menerapkannya untk mencapai pengetahuan dan kemempuan

yang dibutuhkan oleh mereka untuk membangun landasan yang kuat bagi

pembelajaran mereka selanjutnya.

Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut:

1) Belajar aktif

18

Anak anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman

bersentuhan langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan

dan peristiwa. Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak

membengun pengetahuan mereka, seperti: belajar konsep, membentuk

gagasan, menciptakan simbol dan abstraksi mereka sendiri. Sebagai

fasilisator, yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam kegiatan

anak anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa

seluruh anak perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik

sosial dan perkembangan emosi. Terdapat 10 kunci kategori, antara lain:

representasi kreatif, bahasa dan keaksaraan, hubungn sosial dan inisiatif,

gerak, musik, klasifikasi, serasi, angka, ruang, dan waktu. Kunci pengalaman

ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial saat ini dan yang akan

datang serta kemampuan akademik yang dibuthkan agar suksesdi sekolah.

2) Interaksi Anak dengan Orang Dewasa

Orang dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level

mereka untuk menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari

alasan. Orang dewasa mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam

pembelajarn individual mereka. Mereka juga mendukung motivasi dari

dalam diri anak dalam pembelajaran dengan cara mengatur jadual dan

lingkungan, memperhatikan iklim sosial yang kondusif, mendukung

penyelesaian konflik yang konstruktif, menginterpretasi tindakan anak anak

dalam bagian kunci pengalaman, merencanakan pendalaman pembelajaran

aktif yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak.

3) Lingkungan Pembelajaran

Ruang kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai

dengan nama sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa

anak, seperti “area buku”,”area rumah” dan didefinisikan secara jelas.Variasi

bahan bahan dalam menemukan jalan anak, menggunakan, dan

menggembalikan apa yang telah mereka selesaikan.

19

Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan

menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang

dunia mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran

High/ Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:

1) Sekolah harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif

untuk belajar dan merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan

masing masing anak.

2) Seolah harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh

program kegiatan.

3) Pusat ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali

oleh anak dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas

individual.

Selain itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah High/Scope

harus memenuhi kriteria sebagai berikut harus menyediakan/ mengatur

peralatan yang cukup, baik mainan anak, alat-alat, dan furniture untuk

memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang dawasa. Karena itu sekolah

harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal,

(b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c) sesuai dengan usia,

aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak, (d) mudah

dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan anak, (e) didesain untuk

menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan menyemangati setiap anak

untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi,(f) aman, tahan lama, dan tetap

terjaga dalam kondisi yang baik, (g) disimpan dalam tempat yang aman dan

tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi yang baik.

Sasaran jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan

akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek sosial-

20

emosional adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan

intrapersonal.Indikator kemampuan interpersonal: kemampuan mengertiorang

lain, kemampuan berempati, kemampuan bekerjasama,kemampuan

berkomunikasi,kemampuan rasa tanggung jawab. Indikator kemampuan

intrapersonal: percaya diri, kreatif, jiwa sosial kebijakan, kemandirian, kritis.

Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan

belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah

High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang

antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang

melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat

individual maupun kegiatan kelompk. kegiatan kelompok juga harus

mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan

rutin dan transisi yang tepat sehingga anak – anak dapat memperkiran cara

yang akan dilakukan. Setiap harinya program High/Scope memiliki

perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang kosisten

untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian perencanaan-tindakan-review (plan-

do-review) harian adalah sebuah kegiatan inti High/Scope yang memberikan

kebebasan kepada anak untuk mempertimbangkan minatnya, membuat

rencana, mengikuti kehendaknya, menggambarkan pengalaman.

Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal

sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah

kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak,

kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam

sebuah aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan

pergerakan fisik. Assesmen adalah kunci praktisi,ini memungkinkan mereka

untuk memahami tingkat perkembangan mental anak, mengidentifikasi minat

yang dinyatakan, mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak.

Guru-guru dalam kelas High.Scope mencatat perilaku anak, pengalamn, dan

21

minat. Mereka menggunakan catatan-catatannya untuk menilai perkembangan

dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang pertumbuhan

dan perkembangan anak. Proses assesmen ini memerlukan perencanaan

kelompok, catatan pengamatan harian, kumpulan catatan rekaman tiap

semester. Catatan – catatan ini juga digunakan sebagai keterangan orang tua

untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak.

b. Model pembelajaran Bermain Kreatif

Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di

University of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan

pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan

pendekatan pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep

pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan

membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan konstruktivis memberikan

pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini. Konsep model pembelajaran

bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran untuk anak, konten

area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah laku dan

kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam

mendukung perkembangan anak.

Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan

baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung,

interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata

sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif

pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat anak yang diatur

dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area perpustakaan, area

rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni.

1) Area Balok

22

Balok adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama

dan itu penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok

kosong cocok untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam

waktu yang singkat balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka,

rumah, sebuah bis, atau alat pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini

menyediakan sebuah kekayaaan dalam belajar aktivitas ini yang

mengizinkan anak-anak untuk mendapatkan konsep-konsep dalam

matematika, pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi. Balok

kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu

halus, keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter

fisik balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul

balok-balok itu bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu. Balok

kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk

menciptakan sesuatu yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah

untuk meciptakan sesuatu dengan balok-balok itu-anak-anak dapat

membuatnya semau mereka. Kadang-kadang anak-anak memulai dengan

sebuah idea apa yang mereka ingin buat, dan juga desain tiga dimensi ini

berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok bersama

secara acak atau dengan pola. Seperti seni lainnya, kreasi anak-anak

menghasilkan dengan balok-balok tersebut sering mengingatkan mereka

pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulai untuk menamakan

apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket.

Membangun balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan

untuk memandang sesuatu). Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia

sekelilingnya, mereka membentuk gambaran di pikiran mereka dari apa

yang mereka lihat. Bermain dengan balok memberi mereka sebuah

kesempatan unutk menciptakan kembali gambar-gamabar ini dalam bentuk

nyata. Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan pengalaman-

23

pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari

pikiran yang abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit

matematika, anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata

dari konsep yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang

ukuran, bentuk, jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang

mereka pilih, ciptakan, dan membersihkan balok-balok. Balok-balok

permainan yang bernilai untuk perkembangan fisikal. Anak-anak

menggunakan otot-otot besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu

tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka menempatkan balok-balok

bersama dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan atau desain

yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka, yang

penting untuk menulis.

Kompetensi pembelajaran dalam permainan balok adalah anak-anak dapat

merealisasikan banyak keuntungan dari permainan balok saat guru mereka

menetapakan Kompetensi yang realistik dan cocok untuk perkembangan

mereka. Urutan di bawah adalah contoh Kompetensi yang dapat anda

tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan balok-balok.

Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosi:

a) Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan,

bagaimana, dan dengan siapa mereka bermain.) Hal 76

b) Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan sosial

yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster

dan bermain membuat kepercayaan)

c) Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang dan

merencanakan proyek pembangunan bersama)

d) Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah

konsep diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka dengan

berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan)

24

Kompetensi dari perkembangan kognitif:

a) Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area

(membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi)

b) Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan

fungsi (menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama)

c) Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat,

stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit )

d) Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa

tinggi mereka dapat membangun mereka sebelum balok-balok itu jatuh)

e) Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat

jembatan atau langkah-langkah membuat rumah)

f) Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke

tinggi dan menghitung dengan benar)

g) Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak

balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong)

h) Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda

untuk bangunan)

Kompetensi dari Perkembangan Fisikal:

a) Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat,

menempatkan dan menyeimbangkan balok-balok)

b) Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok

pada pola yang benar)

c) Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas,

dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok)

2) Area Seni

Sebagian besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai

proses penggunaan cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul

lilin. Bekerja dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk

25

bereksperimen dengan warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan

material seni seperti lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung,

dan susunan benda-benda potongan kertas, anak-anak mengekspresikan ide

dan perasaan pribadi. Dengan mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak

yang lain, mereka belajar menghargai perbedaan. Untuk anak kecil, proses

menciptakan adalah yang paling penting, bukan apa yang mereka buat.

Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan anak. Saat anak

menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka bereksperimen dengan

warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat, bahan-bahan

dan kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan eksperimen.

Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna, melalui

mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui seni mereka,

anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan mereka

terhadap dunia. Seni merupakan media yang membiarkan anak-anak

merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan kata-kata dengan

terlihat dengan berbagai seni memberikan percaya diri dan kebanggaan. Seni

juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat anak-anak

merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan otot-

otot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna

membantu anak-anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk

menulis. Seni menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni

membuat mereka belajar banyak keahlian, mengekspresikan diri, menghargai

keindahan, dan bersenang-senang semua pada saat yang sama.

Kompetensi pembelajaran dalam permainan seni adalah guru dapat memilih

berbagai kompetensi untuk anak bekerja sambil menjelajah dan

menggunakan materi-materi. Kompetensi pembelajaran dapat membantu

guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai . Dengan menentukan

Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan kegiatan

26

yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan

mereka. Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat

anak, Anda perlu mempertimbangkan Kompetensi-Kompetensi dibawah ini :

Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosional

a) Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar

sesuai mood)

b) Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di

lingkungan (memukul lilin)

c) Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan

desain orisinal)

d) Merasakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas)

e) Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam membuat

lukisan dinding)

f) Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif

g) Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur)

h) Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang terjadi

saat cat biru + kuning)

i) Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan menamakannya

matahari)

j) Memecahkan masalah

k) Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa yang

didahulukan)

Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik

a) Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol)

b) Menyempurnakan koordinasi mata-tangan

c) Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas)

3) Area Memasak

27

Memasak memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia

makanan untuk pertama kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari

bagaimana makanan disiapkan tetapi juga bagaimana makanan itu

mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaannya. Kegiatan memasak

menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan

makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan

makanan ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang

“Kemampuan Bertahan Hidup” yang menjadi dasar bagi pendidikan semua

anak-anak baik lagi-laki ataupun perempuan. Memasak dapat menjadi salah

satu aktifitas yang paling menyenangkan di dalam kelas. Tidak hanya dalam

menyiapkan makanan yang menyenangkan, tetapi juga sebagai laboratorium

nyata untuk belajar. Sebagai anak-anak yang baru mengerti , mereka belajar

tentang berbagai ilmu pengetahuan. Pada saat mereka mengukur secangkir

susu untuk sebuah resep membuat puding, mereka belajar tentang

pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega kacang, mencampur adonan

biskuit, dan mengupas wortel. Mereka mengembangkan kemampuan fisik

dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan mengajarkan

kepada anak-anak tentang nutrisi dan kebudayaan yang baik. Ketika anak-

anak membuat makanan ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai

pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga hati dengan penyelesaian itu.

Memasak mempengaruhi penginderaan anak-anak dan menambah kekayaan

dalam mendapat kesempatan.

Salah satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak

adalah ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan

lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang

dewasa. Pada sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan.

Pada sudut rumah mereka membayangkan menjadi orang tua, guru, dan

dokter. Dalam memasak mereka hanya memiliki kesempatan untuk

28

bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam masa pertumbuhan-

sebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak. Banyak guru anak-anak usia

dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program yang alami

dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas

secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan

memasak sampai mereka merasa bahwa anak anak sudah terbiasa dengan

kegitan rutin di dalam kelas, dapat memilih kegiatan-kegiatannya dan

bekerja dengan bebas. Dikarenakan pengawasan adalah sesuatu yang

penting untuk memastikan keamanan anak, anda mungkin menginginkan

untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari tertentu ketika

seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam kelas. Faktor

yang paling penting dalam membuat keputusan untuk memasukkan

kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan anda

dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam

merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak tersebut.

Jagalah agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan

untuk memulai program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang

alergi makanan yang diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan

memilih keluarga untuk ikut terlibat dalam program ini. Konsultasikan data

anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini

ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda

rasa siap untuk dicoba. Keberhasilan anda dalam mengimplementasikan

sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah area memasak , dan

antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini , mungkin memberi anda

inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi.

Kompetensi pembelajaran dalam permainan memasak adalah ketika berpikir

tentang memasak, Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan

29

kepada anak-anak tentang pentingnya sebuah ketrampilan menoling diri

sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi untuk lingkungan dengan

nutrisi yang baik. Tetapi memasak merupakan kegiatan yang menarik untuk

membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek social-emosional, kignitif,

dan fisiknya. Saat kita memilih kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan

dengan anak-anak di dalam kelas, perhatikan hal-hal dibawah ini:

Kompetensi untuk Perkembangan Sosio Emosional:

a) Bekerjasama dalam kelompok kecil (membuat roti)

b) Mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan

makanan ringan untuk diri sendiri)

c) Menyelesaikan sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari mulai

hingga selesai , termasuk bersih-bersih)

d) Mengembangkan kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui gambar

tanpa bantuan orang dewasa)

e) Menunjukkan perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan

teman yang lain)

f) Mengembangkan kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan yang

kita warisi (menyiapkan dan menyediakan sebuah resep keluarga)

Kompetensi untuk Perkembangan Kognitif:

a) Belajar tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang sehat)

b) Memecahkan masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan

muffin yang diperbolehkan dengan adonan agar bertambah tinggi)

c) Mengembangkan ketrampilan membaca awal (menghubungkan gambar

dalam kartu resep dengan tulisan dibawahnya)

d) Membangun pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti

mengurutkan dan pengukuran (mengisi sebuah teko dengan empat

cangkir air)

30

e) Belajar tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar cream ke

dalam mentega dengan penuh semangat akan menggoncangkan cream

tersebut)

f) Mengekspresikan kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan

bentuk-bentuk yang tidak tradisional)

Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik:

a) Mengembangkan kontrol motorik halus (mengambil seledri, mengaduk

mentega, dan memeras lemon)

b) Menyeimbangkan koordinasi mata-tangan (memecahkan telur)

c) Belajar tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah kocokan)

4) Area Pasir dan Air

Hampir setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas

pantai berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak –

anak sebagaimana juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada

pasir dan air. Daya tarik alami yang dimiliki anak akan bahan – bahan ini

menjadikan anak-anak sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena

kebanyakan anak-anak telah terbiasa dengan bahan-bahan ini, mereka suka

sekali menelitinya. Dengan air yang menyegarkan pada kulit mereka atau

rasa senang mengayak pasir dengan jari-jari mereka sulit untuk dicegah.

Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu dalam

pembentukan macam-macam keterampilan mereka. Dengan menciduk air

dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka. Secara

bersama -sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng

pasir, mereka mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang

sama, mereka meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka

memeriksa mengapa benda-benda tertentu tenggelam dalam air dan yang

lain terapung. Main pasir dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau

terpisah. Masing-masing memberikan anak banyak kesempatan belajar.

31

Sebagai benda cair, air bisa dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai

benda padat/kering, pasir dapat disaring, digaruk, dan disekop. Permainan

terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa sosio

emosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik.

Namun bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan.

Pertama, pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan

bagi anak, yang menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina

pasir dan permaian air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk

membentuk tiga tipe permainan - permainan pasir basah. Anda tentunya

dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas tersendiri.

Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan

dalam satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya.

Permainan pasir basah membuat anak – anak mengalami dasar matematika

dan sains tangan pertama. Ketika anak – anak mencampurkan pasir dan air,

mereka mendapatkan bahwa mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir

yang kering menjadi kuat dan airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda

itu berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air cair, pasir yang

kering bisa di bentuk. Secara individual dan bersama – sama permainan pasir

dan air dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan raga anak.

Anak mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila

guru – guru membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola–pola

pengajaran yang spesifik bagi anak – anak, anda dapat mengasuh

pertumbuhan dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan

beberapa sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak – anak di area.

Kompetensi pembelajaran dalam permainan area dan pasir adalah

Kompetensi Pengembangan Sosial Emosional

a) Bermain secara bekerja sama (berbagi alat – alat yang di gunakan untuk

permainan air bersama dengan anak – anak yang lain)

32

b) Menjajaki peran social (memandikan boneka dan mencuci piring)

c) Mengembangkan rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta agar

bangunan benteng yang dibuat didalam bak pasir tidak dirobohkan pada

akhir permainan)

d) Mengawasi anak yang bermain sampai selesai (mengaduk dan

menggunakan gelembung dan kemudian membersihkannya)

Kompetensi Pengembangan Kognitif

a) Perhatikan bahan – bahan untuk bagaimana mereka membandingkan dan

mempertentangkan (menambahkan air pada pasir kering untuk melihat

bagaimana itu berubah)

b) Mengerti hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang terjadi

bila serpihan sabun ditambahkan ke air)

c) Memperhatikan konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air atau

pasir basah ke dalam wadah yang tidak sama bentuknya dan

membandingkannya)

d) Pengembangan kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan bagaimana

caranya menggali terowongan pada pasir basah dengan tidak runtuh)

e) Pengembangan kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai

bentuk)

Kompetensi Pengembangan Fisik:

a) Memperkuat pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan pasir

membuat angka delapan di atas pasir)

b) Mengembangkan gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan pasir

melalui saringan)

c) Meningkatkan koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan sendok)

5) Area Rumah Tangga

Area rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas

yang diperuntukkan untuk “bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang

33

anak-anak lakukan di area rumah tangga dinamakan permainan aksi,

permainan berpura-pura, atau khayalan; hal ini melibatkan pengambilan

peran dan terlibat dalam perilaku meniru. Permainan aksi-sosial, permainan

dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi verbal dengan

paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode permainan. Anak-

anak menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh lebih

luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan

lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang

sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang

masuk akal untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter

nyata dan imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah

tangga semudah menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko.

Anak-anak suka bermain “khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak

ketika berakting sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti

pahlawan di televisi, atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat

sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada satu penelitian mengenai topik ini,

peneliti menghilangkan area rumah tangga dari sebuah kelas pra sekolah dan

mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam tiga hari, anak-anak telah

membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi menggunakan kubus-

kubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan sebuah seting

untuk permainan berpura-pura. Anak-anak sangat merindukan area rumah

tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya

kembali.

Mengapa permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anak-

anak mengambil sebuah peran di area rumah tangga, mereka

mengembangkan banyak ketrampilan baru. Mereka belajar mengenai diri

mereka sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat di sekitar mereka. Dengan

ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan

34

pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan

memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode

permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan

intelektual. Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi

dalam permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab

pertanyaan dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka

mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka

mengambil tema permainan yang sama dalam periode waktu yang terus

meningkat. Area rumah tangga mengandung banyak kesempatan untuk

pengembangan sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan anak-anak

sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan aman dan

menghidupkan pengalaman hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat

mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan

mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk

melakukan operasi dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengira-

ngira peran seorang dokter, ia dapat merasakan secara langsung dan

menampilkan kesannya menjadi seorang dokter. Dengan cara ini anak

tersebut memperoleh kontrol untuk mengendalikan ketakutan mereka yang

sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi fleksibel dan bekerja sama

dengan yang lain dengan merundingkan peran dan bermain bersama. Tahu

bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana yang lebih baik.

Itu membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka akan

merasa dan bertingkah laku di situasi kehidupan nyata.

Kompetensi pembelajaran dalam permainan area rumah tangga adalah

keuntungan anak-anak dari permainan mereka di house corner ketika anak-

anak menset dugaan realistis bagi mereka didasarkan pada tingkat

perkembangan mereka. Ketika guru ikut serta dalam permainan peran anak-

35

anak, permainan khayalan, dan permainan aksi-sosial, mereka dapat

memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

Kompetensi bagi Perkembangan Sosio-Emosional:

a) Berinteraksi satu sama lain (mengambil peran dan berakting)

b) Mengekspresikan individualitas dan kreativitas (mengembangkan tema

permainan berdasarkan rujukan dan pengalaman individual)

c) Bermain kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi

material).

d) Menunjukkan sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi yang

lain (bermain peran dan beraksi pengalaman hidup).

e) Mengantisipasi bagaimana harus bertingkah dalam situasi baru

(mengembangkan kemampuan berimajinasi).

f) Mengendalikan ketakutan dan kecemasan (mencoba peran dan

memainkan pengalaman sulit dan menakutkan).

g) Menunjukkan empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih

kompleks dan menunjukkan perhatian bagi yang lain dalam peran

tersebut).

Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif:

a) Menggunakan simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata

(menggunakan kotak untuk mewakili telepon atau sebuah tali untuk

menggantikan selang pemadam).

b) Mengidentifikasi dan merencanakan episode permainan dengan yang lain.

(“Ayo bermain toko-tokoan. Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang akan

berbelanja.”)

c) Menampilkan informasi dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan

masalah. (“Apa yang akan kita lakukan untuk memberi makan bayi ini?

Tidak ada sereal di dalam rumah! Kita harus pergi ke toko.”)

d) Mengelompokkan properti menurut karakteristik umum. (“Kamu simpan

peralatan memasak dan saya menyimpan perlengkapan makan.”)

36

e) Menyusun benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti dan

mengembalikannya ke tempat yang berlabel).

f) Bertekun dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode permainan

dalam jangka waktu yang terus bertambah).

Kompetensi bagi Perkembangan Fisik:

a) Meningkatkan kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing, dan

meresleting).

b) Menggunakan koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada

boneka dan mencocokkan panci-panci dengan tempat cetakkan pada rak

di mana benda tersebut disimpan).

c) Menggunakan keterampilan membedakan secara visual (mencocokkan

dan mengelompokkan benda-benda seperti peralatan dan perlengkapan

makan).

6) Area Perpustakaan

Sentra perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan

untuk mendengarkan musik/rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada

yang menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada

juga yang menggabungkan kegiatan menulis di dalam area seni dan

mendengarkan rekaman atau kaset menjadi bagian dari area musik. Lepas

dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru

menata ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area – area lain,

penataan area perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi

pembelajaran anak.

Kompetensi pembelajaran dalam permainan Area Perpustakaan:

Sentra perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek

kognitif dan fisik. Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini:

Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif:

37

a) Mengembangkan suatu pemahaman terhadap symbol – symbol

(menghubungkan gambar anak laki – laki dengan kata yang tertulis “anak

laki – laki”).

b) Menambah perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang yang

ada di Afrika).

c) Memperkirakan suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi

selanjutnya dalam suatu cerita yang dibacakan dengan keras).

d) Mengenalkan objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di papan

flannel dan menggambarkan ciri – cirinya)

e) Menerapkan pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak

setelah mendengarkan puisi – puisi sejenisnya dalam sebuah rekaman).

f) Mengembangkan kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan cerita

kepada guru atau membuat tulisan tangan).

Kompetensi bagi Perkembangan Fisik:

a) Meningkatkan kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol).

b) Menguatkan otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika

dibacakan).

c) Mengkoordinasikan antara gerakan mata dengan tangan (menempatkan

objek pada papan flannel).

d) Memperhalus kemampuan membedakan secara visual (mencari objek atau

orang dalam sebuah ilustrasi yang rumit seperti dalam buku dimana

Waldo)

Guru bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak

lagi sasaran/kompetensi pembelajaran. Tidak semua sasaran yang

disebutkan tadi tepat untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana

yang paling tepat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak –

anak dalam kelompok anda. Model pembelajaran aktif dalam kegiatan

sehari-harinya mendesain agar setiap kejadian merupakan suatu

38

perencanaan harian yang memungkinkan anak-anak mengantisipasi apa

yang akan terjadi kemudian. Kunci sentralnya adalah merencanakan,

melakukan, menilai ulang (plan-do-review). Asesmen yang digunakan

High/scope adalah sistem Child Observation Record (COR) untuk memantau

kemajuan perkembangan anak. Hal-hal yang diobservasi oleh guru adalah

Inisiatif (cara anak mengekspresikan pilihannya), hubungan sosial (cara

berhubungan dengan teman), representasi kreatif (membangun, berpura-

pura), musik dan gerakan (memiliki inisiatif gerakan saat mendengarkan

tempo lagu), bahasa dan literatur (menghitung objek, menjabarkan jarak

waktu).

c. Model Pembelajaran Montessori

Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang

dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang

lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870.

Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari

sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas

Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori sering berinteraksi langsung

dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisi mental lebih

merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa bahwa

dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat terbantu.

Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih

yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat

mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental

dilanjutkan dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s house di daerah-

daerah kumuh Roma pada tahun 1907.

Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai

ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan

39

pemikiran bahwa bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai

“sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah

pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-

waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak

diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori

memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan

tahapan sebagai berikut:

USIA PERKEMBANGAN

Lahir – 3 tahun • Masa penyerapan toral (absorbed mind), perkenalan dan pengalaman sensoris/ panca indera.

1,5 - 3 tahun • Perkembangan bahasa

1,5 - 4 tahun • Perkembangan dan koordinasi antara mata dan otot-ototnya.

• Perhatian pada benda-benda kecil.

2 - 4 tahun • Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan.

• Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata.

• Mulai menyadari urutan waktu dan ruang

2,5 - 6 tahun • Penyempurnaan penggunaan panca indera.

3 - 6 tahun • Peka terhadap pengaruh orang dewasa

3,5 - 4,5 tahun • Mulai mencorat-coret.

4 - 4,5 tahun • Indera peraba mulai berkembang 4,5 - 5,5 tahun • Mulai tumbuh minat membaca

Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal,

yaitu:

1) Pendidikan sendiri (pedosentris)

Menurut Montessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk

berkembang sendiri. Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan

bekerja, bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan

kesenangan. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri.

Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas perintah dari orang

dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri. Dorongan-dorongan

40

alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitas-

aktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut sebaiknya

anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri.

2) Masa Peka

Masa peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan

seorang anak. Ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi

dengan alat-alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang

dimiliki. Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa

peka dalam diri anak agak dapat memberikan tindakan yang tepat sesuai

dengan kondisi anak.

3) Kebebasan

Model pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk

berpikir, berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka

anak tidak dapat diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini

bertujuan agar anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya.

Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek

motorik, sensorik dan bahasa. Penekanan utamanyaditempatkan melalui

pengambangan alat-alat indera. Model pembelajaran Montessori

membebaskan anak untuk bergerak, menyentuh, memanipulasi dan

bereksplorasi secara bebas. Langkah pembelajaran dalam model

pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) langkah

menunjukkan, (2) langkah mengenal, dan (3) langkah mengingat. Contoh:

langkah menunjukkan: Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru

mengakatan, “Ini merah!” begitu juga warna yang lainnya, langkah

mengenal: guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada

anak, “Ambillah merah!”, langkah mengingat: dari kertas-kertas berwarna

yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai kertas dan bertanya, “Ini

warna apa?”

41

d. Model Pembelajaran Reggio Emilia

Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran

anak usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model pembelajaran

Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun

konstruksi pembelajarn mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai

dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang

rkspresif, komunikatif dan ilmiah. Model pembelajaran Reggio Emilia

merupakan sebuah model pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan

dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran Reggio Emilia

menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang lebih

mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi anak. Proyek

dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa minggu.

Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep

nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek

berusaha meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan

memecahkan masalah dan kemampuan negosiasi-sosial. Prinsip model

pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut:

1) Kurikulum emergent

Kurikulum dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk

pembelajaran diperoleh melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai

kepada masyarakat atau peristiwa keluarga, seperti halnya minat atau

kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok merupakan suatu komponen

penting dalam pembelajaran.

2) Proyek (pekerjaan)

Proyek merupakan suatu pembelajaran mengenal konsep secara lebih

mendalam terhadap gagasan dan minat yang muncul dalam

kelompok.Proyek dapat dilaksanakan selama satu minggu atau dapat

berlanjut sepanjang tahun pelajaran. Sepanjang proyek, guru membantu

42

anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran,

seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam kelompok anak.

3) Kerja sama/kolaborasi

Kerja sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio

Emilia untuk membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak

diarahkan untuk melaksanakan diskusi, dialog, kritik, membandingkan,

membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model pembelajaran Reggio

Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara pengembangan

kemampuan idividu dan keanggotaan kelompok.

4) Guru sebagai peneliti

Peran guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks.

Selain aktif sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah

sebagai pembelajar bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan

peneliti dan sebagai peneliti guru harus dengan seksama

menyimak/mendengarkan, mengamati, dan mendokumentasikan pekerjaan

anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat merangsang proses

berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya.

5) Dokumentasi

Serupa dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti

proses pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang

terlibat dalam pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu,

penggunaan kata-kata yang mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anak-

anak. Dokumentasi digunakan sebagai asesmen dan pertimbangan bagi guru

untuk melakukan sesuatu.

6) Lingkungan

Dalam model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan

sebagai guru yang ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata

ruangan untuk pembelajaran anak baik dalam kelompok kecil maupun

43

kelompok besar, sekaligus ruangan untuk penataan hasil karya anak.

Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah:

a) Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan

sumber-seumber yang seringkali terabaikan

b) Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran

dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.

c) Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang

tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara

anak dan keluarganya.

d) Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi

dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir

anak.

e) Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan,

pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan

budaya anak usia dini.

Peranan guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia

adalah untuk membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak,

mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan

konflik, mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi

tempat yang menyenangkan, mengatur jenis barang-barang di kelas agar

dapat membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang

akan digunakan, mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual,

videotape, tape recorder, dan portfolio, membantu anak melihat hubungan

yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya, membantu

anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki

melalui bentuk-bentuk presentasi, membentuk hubungan yang baik dengan

guru-guru lainnya dan para orang tua, membuat dialog dan diskusi

mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru

44

lainnya, menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak

antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.

Pandangan model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek

pembelajaran adalah:

a) Memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.

b) Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak.

c) Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat

anak. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.

d) Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu

dalam pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya,

sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan

pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau

teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut),

dan untuk melatih anak mengurangi konflik.

e) Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman

yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih

mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan

pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam

penyajiannya.

3. Latihan

a. Lakukanlah observasi pada salah satu lembaga pendidikan anak usia dini untuk

melihat model pembelajaran yang diterapkan.

b. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model

pembelajaran aktif.

c. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model

pembelajaran keterampilan hidup.

45

d. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model

pembelajaran berbasis masyarakat

e. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model

pembelajaran proyek.

MODEL- MODEL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

a. Model Pembelajaran High/scope Pendekatan high scope pada awalnya dikembangkan untuk anak anak luar biasa dari lingkungan miskin di Ypsilanti, Michingan. Pada tahun 1962, David P. Weikart, direktur pelayaan khusus dari Ypsilanti Public School, yang menamakan Perry Preschool Project (yang kemudian dikenal sebagai High/Scope Preschool Project). Weikart mendesain proyek ini untuk merespon kegagalan yang senantiasa terjadi pada murid SMA dari lingkungan miskin Ypisilanti. Sepanjang tahun tersebut, anak- anak secara konsisten dinilai dalam tingkat bawah dalam te kecerdasaan dan tes prestasi akademik. Ditandai oleh tren atau situasi ini, Weikart mencari penyebab dan penyelesaiannya. Weikart menyimpulkan bahwa rendahnya skor IQ direfleksikan oleh terbatasnya kesempatan bagi sekolah untuk melakukan persiapan daripada karena kecerdasaan bawaan anak. Weikart juga menyimpulakan bahwa pencapaian siswa yang rendah di sekolah menengah berkorelasi dengan keadaanya di sekolah dasar.

Weikart kemudian mencoba untuk memberikan intervensi bagi anak usia 3-4 tahun, dengan tujuan untuk menyiapkan anak anak pra sekolah dari lingkungan miskin ini agar bisa sukses di sekolah. Untuk mendukung gagasan ini, Weikart meminta ijin untuk menyelenggarakan program pendidikan pra sekolah yang berlokasi disebuah pusat komunitas kemudian pindah ke Perry Elementary School. Pada tahun 1970, Weikart meninggalkan sekolah umum tersebut dan mendirikan High/scope Educational Research Foundation. Program pendidikan High/Scope merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pada teori Piaget Pendekatan ini menekankan identifikasi terhadap keadaan anak berdasarkan pada tingkatan perkembangan dengan menguji pada pemenuhan kekuatannya. Proyek High/scope memandang jarn dalam keampuan dan ketidakmampuan perilaku anak seusia dalam kelompoknya sebagai keterlambatan perkembangan, bukan sebagai penyimpangan. Berdasarkan pada tugas mereka dalam tujuan ini, guru kemudian berinisatif menggunakan pendeatan yang sesuai dengan perkembangan (DAP=Developmentally appropriate Practice) dalam pembelajaran dalam kelas DAP merupakan tujuan jangka panjang dalam proyek ini. Tujuan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan anak dengan menggunakan berbagai macam kegiatan seni dan gerak; untuk

46

mengembangkan kemampuan mereka terhadap objek bedasarkan konsep pendidikan; untuk mengembangkan kemampuan berbicara mereka, dramatisi, dan kemampuan grafikal yang dipresentasikan melalui pengalaman dan mengkomunikasaikan pengalaman mereka terhadap sesama teman atau orang dewasa; untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama dengan orang lain; membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu; dan merencanakan penggunaan waktu dan energi mereka; dan untuk mengembangkan mereka dalam menerapkan perolehan kemampuan pemikiran baru mereka dalam jangkauan yang luas dan natural berdasarkan situasi dan dengan menggunakan berbagai macam material. Kurikulum High/scope akan membantu anak-anak prasekolah menjadi lebih independen, bertanggung jawab dan menjadi pembelajar yang percaya diri. Selain itu dalam pembelajaran di High/Scope anak-anak akan dilibatkan pada pembelajaran melalui keterlibatan yang aktif terhadap alat alat permainan yang ada. Orang orang yang terlibat dalam pembelajaran dan gagasan gagasan yang muncul, anak-anak pra sekolah akan belajar juga membuat perencanaan sendiri dan berlatih menerapkannya untuk mencapai pengetahuan dan kemempuan yang dibutuhkan oleh mereka untuk membangun landasan yang kuat bagi pembelajaran mereka selanjutnya.

Kurikulum High/Scope harus memperhatikan beberapa hal berikut: 1) Belajar aktif Anak anak terlibat secara langsung dalam pembelajaran, pengalaman bersentuhan langsung dengan orang orang, benda benda gagasan gagasan dan peristiwa. Pengalaman pembelajaran aktif akan membantu anak anak membengun pengetahuan mereka, seperti: belajar konsep, membentuk gagasan, menciptakan simbol dan abstraksi mereka sendiri. Sebagai fasilisator, yang akan mengobservasi dalam berpartisipasi dalam kegiatan anak anak, guru akan dipandu oleh beberapa kunci pengalaman bahwa seluruh anak perlu untuk memiliki bagian dari kecerdasan motorik, fisik sosial dan perkembangan emosi. Terdapat 10 kunci kategori, antara lain: a) Representasi kreatif, b) Bahasa dan Keaksaraan, c) Hubungn Sosial dan Inisiatif, d) Gerak, e) Musik, f) Klasifikasi, g) Serasi, h) Angka, i) ruang, dan j) Waktu

47

Kunci pengalaman ini akan sangat berperan dalam pemerolehan sosial saat ini dan yang akan datang serta kemampuan akademik yang dibutuhkan agar sukses di sekolah. 2) Interaksi dengan Orang Dewasa Orang dewasa mengamati dan berinteraksi dangan anak anak pada level mereka untuk menemukan bagaimana setiap anak berpikir dan mencari alasan. Orang dewasa mengzinkan anak untuk mengambil kontrol dalam pembelajarn individual mereka. Mereka juga mendukung motivasi dari dalam diri anak dalam pembelajaran dengan cara: · Mengatur jadual dan lingkungan · Memperhatikan iklim sosial yang kondusif · Mendukung penyelesaian konflik yang konstruktif · Menginterpretasi tindakan anak anak dalam bagian kunci pengalaman · Merencanakan pendalaman pembelajaran aktif yang berdasarkan pada minat dan kemampuan anak. 3) Lingkungan Pembelajaran Ruang kelas disusun dalam lima atau lebih pusat minat. Area area ditandai dengan nama sederhana sehingga dapat memberikan pengertian kepasa anak, seperti ”area buku”, ”area rumah” dan didefinisikan secara jelas. Variasi bahan bahan dalam menemukan jalan anak, menggunakan, dan menggembalikan apa yang telah mereka selesaikan. Pengaturan seperti ini akan mendukung anak untuk menemukan dan menggunakan bahan untuk bereksplorasi, menemukan dan belajar tentang dunia mereka. Secara terperinci, lingkungan pembelajaran dalam pembelajaran High/Scope Curriculum harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:

a. Sekolah harus menyediakan lingkungan fisik pembelajaran yang kondusif untuk belajar dan merefleksikan tahapan yang berbeda dalam perkembangan masing-masing anak.

b. Seolah harus menyediakan ruang yang layak untuk melakukan seluruh program kegiatan.

c. Pusat ruang harus disusun dalam area yang fungsional yang dapat dikenali oleh anak dan mengizinkan terjadinya interaksi sosial dan aktifitas individual.

Selain itu, peralatan, permainan anak, dan furniture dalam sekolah High/Scope harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Harus menyediakan/ mengatur peralatan yang cukup, baik mainan anak, alat-alat, dan furniture untuk memfasilitasi partisipasi antara anak dan orang dawasa.

48

Karena itu sekolah harus: (a) mendukung objeksivitas pendidikan yang spesifk dan program lokal, (b) mendukung latar belakang budaya dan etnis anak, (c) sesuai dengan usia, aman, dan mendukung kemampuan dan perkembangan setiap anak, (d) mudah dijangkau, atraktif, dan mendorong minat penemuan anak, (e) didesain untuk menyediakan berbagai jenis pegalaman belajar dan menyemangati setiap anak untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi,(f) aman, tahan lama, dan tetap terjaga dalam kondisi yang baik, (g) disimpan dalam tempat yang aman dan tetap dalam petunjuk yang rapi dalam kondisi yang baik. Sasaran jangka panjang kurikulum High/Scope adalah keseimbangan akademik, sosial, emosional dan aspek fisik. Yang termasuk dalam aspek sosial-emosional adalah kemampuan interpersonal dan kemampuan intrapersonal. Kemampuan interpersonal: · Kemampuan mengertiorang lain · Kemampuan berempati · kemampuan bekerjasama · kemampuan berkomunikasi · Kemampuan rasa tanggung jawab Kemampuan intrapersonal: · Percaya diri · Kreatif · Jiwa sosial kebijakan · Kemandirian · Kritis Untuk membantu anak anak agar mereka sukses dalam pembelajaran dan belajar bertanggung jawab terhadap sekolah dan kehidupannya maka sekolah High/scope akan menyediakan suatu daftar kegiatan harian yang seimbang antara kegiatan yang merupakan atas inisiatif anak dangan aktivitas yang melbatkan orang dewasa secara langsung termasuk kegiatan yang bersifat individual maupun kegiatan kelompok. Kegiatan kelompok juga harus mendukung perkembangan sosial-emosi anak dengan merencanakan kegiatan rutin dan transisi yang tepat sehingga anak - anak dapat memperkiran cara yang akan dilakukan. Setiap harinya program High/Scope memiliki perencanaan kegiatan yang sama, menyediakan kerangka kerja yang kosisten untuk orang dewasa dan anak. Rangkaian perencanaan-tindakan-review (plan-do-review) harian adalah sebuah kegiatan inti High/Scope yang memberikan kebebasan kepada anak untuk: · mempertimbangkan minatnya · membuat rencana · mengikuti kehendaknya · menggambarkan pengalaman

49

Dibalik rangkaian rencana-pelaksanaan-review di atas, pengaturan jadwal sehari hari juga mengizinkan anak beertemu dan berkumpul dalam sebuah kelompok kecil atas inisatif orang dewasa yang didasari oleh minat anak, kebutuhan, dan tingkat perkembangan mental anak dan melibatkannya dalam sebuah aktivitas berdasarkan kelompok dalam berinteraksi sosial, musik dan pergerakan fisik. Assesmen adalah kunci praktisi,ini memungkinkan mereka untuk: · memahami tingkat perkembangan mental anak · mengidentifikasi minat yang dinyatakan · mengamati kunci pengalaman yang melibatkan setiap anak Guru-guru dalam kelas High.Scope mencatat perilaku anak, pengalaman,dan minat.Merekamenggunakancatatan-catatannyauntukmenilaiperkembangan dan merencanakan aktivitas yang akan datang guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses assesmen ini memerlukan: · perencanaan kelompok · catatan pengamatan harian · kumpulan catatan rekaman tiap semester Catatan - catatan ini juga digunakan sebagai keterangan orang tua untuk membantu agar lebih baik mengerti perkembangan anak. b. Model pembelajaran Bermain Kreatif Model pembelajaran bermain kreatif mulai dikembangkan pada tahun 1985 di University of Tnnessee, Knoxville yang dilandasi oleh teori Piaget dengan pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran bermain kreatif dengan pendekatan pembelajaran konstruktivis merupakan sebuah konsep pembelajaran dengan dasar teori perkembangan anak dimana anak akan membangun pengetahuannya sendiri. Pendekatan konstruktivis memberikan pendidikan yang menyeluruh pada anak usia dini. Konsep model pembelajaran bermain kreatif tersebut terdiri dari praktek pembelajaran untuk anak, konten area untuk anak, seperangkat asesmen untuk mengukur tingkah laku dan kemajuan anak, dan model pelatihan untuk membantu orang dewasa dalam mendukung perkembangan anak. Pembelajaran disusun berdasarkan kepercayaan bahwa anak belajar dengan baik melalui pembelajaran yang aktif (active learning), pengalaman langsung, interaksi dengan orang dewasa, kejadian dan ide-ide. Ruang-ruang kelas ditata sedemikian rupa dengan sangat selektif, berhati-hati agar pembelajaran aktif pada anak dapat terjadi. Area dibagi berdasarkan area minat anak yang diatur dalam permainan yang spesifik, seperti area balok, area perpustakaan, area rumah tangga, area memasak, area pasir dan air, area seni.

50

1) Area Balok Balok adalah peralatan yang standar untuk kelas anak-anak yang pertama dan itu penting untuk mengimplementasikan Kurikulum Kreatif. Balok-balok kosong cocok untuk anak-anak yang menyukai permainan dramatik. Dalam waktu yang singkat balok-balok yang besar ini menjadi sebuah boneka, rumah, sebuah bis, atau alat pemadam kebakaran. Unit balok-balok ini menyediakan sebuah kekayaaan dalam belajar aktivitas ini yang mengizinkan anak-anak untuk mendapatkan konsep-konsep dalam matematika, pengetahuan alam, geometri, ilmu sosial, dan banyak lagi. Balok kayu adalah kebutuhan yang alami untuk anak kecil karena balok-balok itu halus, keras dan simetris. Anak-anak suka untuk mengembangkan karakter fisik balok-balok itu dengan menyentuhnya, mengusapnya, dan memukul balok-balok itu bersama untuk mendengarkan suara balok-balok itu. Balok kayu adalah permaianan material yang mengajak anak-anak untuk menciptakan sesuatu yang mau. Di sini tidak ada cara yang benar atau salah untuk meciptakan sesuatu dengan balok-balok itu-anak-anak dapat membuatnya semau mereka. Kadang-kadang anak-anak memulai dengan sebuah idea apa yang mereka ingin buat, dan juga desain tiga dimensi ini berkembang sesuai bagaimana anak-anak menempatkan balok bersama secara acak atau dengan pola. Seperti seni lainnya, kreasi anak-anak menghasilkan dengan balok- balok tersebut sering mengingatkan mereka pada apa yang pernah mereka lihat, jadi mereka mulai untuk menamakan apa yang mereka ciptakan: rumah, jala, atau pesawat roket. Membangun balok penting untuk perkembangan kognitif (kemampuan untuk memandang sesuatu). Seperti pengalaman anak-anak dengan dunia sekelilingnya, mereka membentuk gambaran di pikiran mereka dari apa yang mereka lihat. Bermain dengan balok memberi mereka sebuah kesempatan unutk menciptakan kembali gambar-gamabar ini dalam bentuk nyata. Kemampuan menciptakan ini yang mewakilkan pengalaman pengalaman mereka adalah sesuatu kemampuan penting dimulai dari pikiran yang abstrak. Terlebih lagi, karena balok-balok didesain dalam unit matematika, anak-anak bermain dengan itu mendapat pengertian yang nyata dari konsep yang penting untuk berpikir logis. Mereka belajar tentang ukuran, bentuk, jumlah, jenis, area, panjang, dan berat sebagai apa yang mereka pilih, ciptakan, dan membersihkan balok-balok. Balok-balok permainan yang bernilai untuk perkembangan fisikal. Anak anak menggunakan otot-otot besar mereka untuk membawa balok-balok dari satu tempat yang satu ke tempat yang lain. Mereka menempatkan balok-balok bersam dengan cermat untuk membentuk sebuah jembatan atau desain yang rumit, mereka menyempurnakan otot-otot kecil di tangan mereka, yang penting untuk menulis.

51

Kompetensi Pembelajaran Anak-anak dapat merealisasikan banyak keuntungan dari permainan balok saat guru mereka menetapakan Kompetensi yang realistik dan cocok untuk perkembangan mereka. Urutan di bawah adalah contoh Kompetensi yang dapat anda tempatkan sebagai anak-anak yang bermain dengan balok-balok. a) Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosi

a. Bekerja dengan bebas dan dalam sebuah kelompok (memutuskan kapan, bagaimana, dan dengan siapa mereka bermain.)

b. Menunjukkan kebutuhan, konsentrasi, dan ketakutan dalam jalan sosial yang dapat diterima (menciptakan rumah sakit atau gua dengan monster dan bermain membuat kepercayaan)

c. Berbagi dan bekerjasama dengan yang lain (menjual barang dan tiang dan merencanakan proyek pembangunan bersama)

d. Mendemonstrasikan kebanggaan dalam menyelesaikan dan sebuah konsep diri sendiri yang positif (membagikan bangunan mereka dengan berbicara mengenai apa yang mereka ciptakan)

b) Kompetensi dari perkembangan kognitif:

a. Mengembangkan sebuah pengertian tentang konsep, berat, dan area (membawa balok dan menggunakan balok-balok dalam konstruksi)

b. Mengklasifikasikan dan menyusun objek dengan ukuran, bentuk, dan fungsi (menempatkan balok-balok dalam ukuran yang sama)

c. Membuat kegunaan prinsip-prinsip fisikal (mengembangkan berat, stabilitas, persamaan, keseimbangan, dan kekuatan untuk mengungkit )

d. Memprediksikan penyebab dan efek persahabatan (melihat seberapa tinggi mereka dapat membangun mereka sebelum balok balok itu jatuh)

e. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konstruksi (membuat jembatan atau langkah-langkah membuat rumah)

f. Mengorganisasikan dalam sebuah baris (membuat balok dari rendah ke tinggi dan menghitung dengan benar)

g. Menggunakan tambahan, dasar dan pecahan (menetapkan berapa banyak balok yang diperlukan untuk mengisi jarak yang kosong)

h. Mengembangkan kemampuan membaca dan menulis (membuat tanda untuk bangunan)

c) Kompetensi dari Perkembangan Fisikal:

a. Menggunakan kemampuan otot kecil dan besar (memegang, mengangkat, menempatkan dan menyeimbangkan balok-balok)

b. Mengembangkan koordinasi antara mata dan tangan (menempatkan balok pada pola yang benar)

c. Mengontrol tempat objek-objek (bawah, atas, di atas, di bawah, di atas, dari, dan di sebelah saat berkontraksi dengan balok-balok)

52

2) Area Seni Sebagian besar anak kecil biasanya menyenangi seni. Mereka menyukai proses penggunaan cat ke kertas, menempel-nempelkan, memukul-mukul lilin. Bekerja dengan material seni menawarkan anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan warna, bentuk, rancangan, dan tektur. Menggunakan material seni seperti lukisan, lilin, spidol, krayon, kanji dari tepung jagung, dan susunan benda-benda potongan kertas, anak-anak mengekspresikan ide dan perasaan pribadi. Dengan mereka memperlihatkan kreasi dan anak-anak yang lain, mereka belajar menghargai perbedaan. Untuk anak kecil, proses menciptakan adalah yang paling penting, bukan apa yang mereka buat.

a. Karya seni menguntungkan semua aspek perkembangan anak. Saat anak menggambar, melukis, dan potongan kertas. Mereka bereksperimen dengan warna, garis, bentuk dan ukuran. Mereka menggunakan cat, bahan-bahan dan kapur untuk membuat pilihan, mencoba ide, rencana, dan eksperimen.

b. Mereka mempelajari tentang sebab-akibat saat mencampur warna, melalui mencoba dan gagal, mereka belajar menyumbangkan. Melalui seni mereka, anak belajar mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangan mereka terhadap dunia. Seni merupakan media yang membiarkan anak-anak merubah apa yang mereka tidak bisa ucapkan dengan kata-kata dengan terlihat dengan berbagai seni memberikan percaya diri dan kebanggaan.

c. Seni juga memberikan kesempatan untuk pembentukan fisik. Saat anak-anak merobek kertas untuk mengguntuing kertas, mereka menyempurnakan otot-otot kecil membuat garis dan bentuk-bentuk dengan spidol dan pinsil warna membantu anak- anak membentuk otot-otot motorik yang diperlukan untuk menulis. Seni menyenangkan dan melegakan untuk anak-anak. Seni membuat mereka belajar banyak keahlian, mengekspresikan diri, menghargai keindahan, dan bersenang-senang semua pada saat yang sama.

Kompetensi Pembelajaran Guru dapat memilih berbagai Kompetensi untuk anak bekerja sambil menjelajah dan menggunakan materi-materi. Kompetensi pembelajaran dapat membantu guru merencanakan pengalaman seni yang sesuai. Dengan menentukan Kompetensi, guru dapat lebih mudah menentukan media seni dan kegiatan yang akan membantu anak memperluas dan meningkatkan kemampuan mereka. Meskipun Kompetensi pilihan harus merefleksikan usia dan minat anak, Anda perlu mempertimbangkan Kompetensi- Kompetensi berikut ini : a) Kompetensi Untuk Perkembangan Sosial-Emosional

53

a. Mengekspresikan perasaan (memilih warna terang untuk lukisan agar sesuai mood)

b. Belajar menyalurkan frustasi dan amarah yang dapat diterima di lingkungan (memukul lilin)

c. Melepas Individualitas (menggambar labu yang beda dengan warna dan desain orisinal)

d. Mersakan kebanggaan (membuat mobil yang digantung di kelas) e. Berbagi dan bekerja sama dengan sesama (bekerja sama dalam

membuat lukisan dinding) b) Kompetensi Untuk Perkembangan Kognitif

a. Mengembangkan kreatifitas (memadukan materi dan tekstur) b. Membentuk pemahaman tentang sebab-akibat (observasi apa yang

terjadi saat cat biru + kuning) c. Melabel bentuk dan benda (melukis lingkaran kuning dan

menamakannya matahari) d. Memecahkan masalah e. Membentuk kemampuan merencanakan (menentukan warna apa

yang didahulukan) c) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik

a. Membentuk otot kecil (mewarnai dengan spidol) b. Menyempurnakan koordinasi mata-tangan c. Belajar arah (melukis lingkaran dengan 1x sapuan kuas)

3) Area Memasak Memasak memperkenalkan anak-anak kepada pengalaman di dunia makanan untuk pertama kalinya. Mereka tidak hanya mempelajari bagaimana makanan disiapkan tetapi juga bagaimana makanan itu mempengaruhi kesehatan dan kebahagiaannya. Kegiatan memasak menawarkan kepada anak-anak kesempatan untuk bereksperimen dengan makanan, kesempatan menjadi kreatif dan kesempatan untuk menyiapkan makanan ringan bernutrisi. Hal ini dapat menjadi pemikiran tentang “Kemampuan Bertahan Hidup” yang menjadi dasar bagi pendidikan semua anak-anak baik lagi-laki ataupun perempuan. Memasak dapat menjadi salah satu aktifitas yang paling menyenangkan di dalam kelas. Tidak hanya dalam menyiapkan makanan yang menyenangkan, tetapi juga sebagai laboratorium nyata untuk belajar. Sebagai anak-anak yang baru mengerti, mereka belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan. Pada saat mereka mengukur secangkir susu untuk sebuah resep membuat puding, mereka belajar tentang pengukuran dan isi. Mereka mengaduk mentega kacang, mencampur adonan biskuit, dan mengupas wortel. Mereka mengembangkan kemampuan fisik dan menambah kosa kata mereka. Membuat humus akan mengajarkan kepada anak-anak tentang nutrisi dan

54

kebudayaan yang baik. Ketika anak-anak membuat makanan ringan mereka di pagi hari, anak-anak memulai pekerjaan hingga selesai dan bisa berbangga hati dengan penyelesaian itu. Memasak mempengaruhi penginderaan anak-anak dan menambah kekayaan dalam mendapat kesempatan. Salah satu aspek yang paling mempengaruhi dalam memasak bagi anak-anak adalah ternyata dalam memasak anak-anak diizinkan melakukan kegiatan lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Pada sudut balok, mereka membuat jalan dan jembatan bohongan. Pada sudut rumah mereka membayangkan menjadi orang tua, guru, dan dokter. Dalam memasak mereka hanya memiliki kesempatan untuk bertingkah laku hanya seperti anak-anak yang dalam masa pertumbuhan- sebuah perlakuan yang jarang bagi anak-anak. Banyak guru anak-anak usia dini merasa bahwa pengalaman memasak merupakan program yang alami dan mereka memasukkan kegiatan memasak sebagai suatu pilihan kreatifitas secara reguler. Ada pula guru yang lainnya yang meniadakan kegiatan memasak sampai mereka merasa bahwa anak anak sudah terbiasa dengan kegitan rutin di dalam kelas, dapat memilih kegiatan-kegiatannya dan bekerja dengan bebas. Dikarenakan pengawasan adalah sesuatu yang penting untuk memastikan keamanan anak, anda mungkin menginginkan untuk mempertimbangkan jadual memasak pada hari-hari tertentu ketika seorang sukarelawan bersedia memberikan bantuan di dalam kelas. Faktor yang paling penting dalam membuat keputusan untuk memasukkan kegiatan memasak ke dalam program anda adalah tingkat kesenangan anda dan kemampuan anda untuk menentukan waktu yang dibutuhkan dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan memasak tersebut. Jagalah agar anak-anak sehat dan aman adalah yang utama. Prioritaskan untuk memulai program memasak dengan mengetahui dengan baik tentang alergi makanan yang diidap anak-anak, sebaik anda mempercayai dan memilih keluarga untuk ikut terlibat dalam program ini. Konsultasikan data anak dan orang tua untuk informasi ini. Ulangi semangat dalam modul ini ketika anda memiliki waktu dan menemukan satu atau dua ide yang anda rasa siap untuk dicoba. Keberhasilan anda dalam mengimplementasikan sebuah pengalaman memasak atau mendirikan sebuah area memasak , dan antusias anak-anak untuk memilih kegiatan ini, mungkin memberi anda inspirasi untuk menjadikan kegiatan lebih berambisi. Kompetensi Pembelajaran Ketika berpikir tentang memasak, Kompetensi utama kita mungkin untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya sebuah ketrampilan

55

menoling diri sendiri atau untuk memasang sebuah pondasi untuk lingkungan dengan nutrisi yang baik. Tetapi memasak merupakan kegiatan yang menarik untuk membantu anak-anak tumbuh dalam semua aspek social-emosional, kignitif, dan fisiknya. Saat kita memilih kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dengan anak-anak di dalam kelas, perhatikan hal-hal dibawah ini: a) Kompetensi untuk Perkembangan Sosio Emosional

a. Bekerjasama dalam kelompok kecil (membuat roti) b. Mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri (menyediakan

makanan ringan untuk diri sendiri) c. Menyelesaikan sebuah perintah (menyediakan sebuah resep dari

mulai hingga selesai, termasuk bersih-bersih) d. Mengembangkan kemandirian (mengikuti sebuah resep melalui

gambar tanpa bantuan orang dewasa) e. Menunjukkan perhatian (berbagi dan bergiliran ketika bekerja dengan

teman yang lain) f. Mengembangkan kebanggaan terhadap diri sendiri dan kebudayaan

yang kita warisi (menyiapkan dan menyediakan sebuah resep keluarga)

b) Kompetensi untuk Perkembangan Kognitif

a. Belajar tentang nutrisi (menyiapkan sebuah makanan ringan yang sehat)

b. Memecahkan masalah (menjelaskan seberapa tinggi mengisi cetakan muffin yang diperbolehkan dengan adonan agar bertambah tinggi)

c. Mengembangkan ketrampilan membaca awal (menghubungkan gambar dalam kartu resep dengan tulisan dibawahnya)

d. Membangun pondasi untuk mengenal konsep matematika seperti mengurutkan dan pengukuran (mengisi sebuah teko dengan empat cangkir air)

e. Belajar tentang menggunakan makanan secara ilmiah (memutar cream ke dalam mentega dengan penuh semangat akan menggoncangkan cream tersebut)

f. Mengekspresikan kreatifitas (membuat kue kering yang asin dengan bentuk- bentuk yang tidak tradisional)

c) Kompetensi Untuk Perkembangan Fisik

a. Mengembangkan kontrol motorik halus (mengambil seledri, mengaduk mentega, dan memeras lemon)

b. Menyeimbangkan koordinasi mata-tangan (memecahkan telur) c. Belajar tentang petunjuk /tanda-tanda (menggunakan sebuah

kocokan) 4) Area Pasir dan air Hampir setiap orang menyukai rasa santai berjalan telanjang kaki diatas pantai

56

berpasir atau berendam di dalam bak mandi berair hangat. Anak – anak sebagaimana juga orang dewasa hampir secara naluri tertarik pada pasir dan air. Daya tarik alami yang dimiliki anak akan bahan - bahan ini menjadikan anak- anak sempurna untuk kelas anak usia dini. Karena kebanyakan anak-anak telah terbiasa dengan bahan-bahan ini, mereka suka sekali menelitinya. Dengan air yang menyegarkan pada kulit mereka atau rasa senang mengayak pasir dengan jari-jari mereka sulit untuk dicegah. Permainan anak-anak dengan pasir dan air ini tentu saja membantu dalam pembentukan macam-macam keterampilan mereka. Dengan menciduk air dan menapis pasir, anak memperbaiki keterampilan fisik mereka. Secara bersama -sama meniup gelembung-gelembung air atau membuat benteng pasir, mereka mengembangkan keterampilan sosialnya. Pada waktu yang sama, mereka meningkatan keterampilan pengenalan, karena mereka memeriksa mengapa benda-benda tertentu tenggelam dalam air dan yang lain terapung. Main pasir dan air bisa berupa dua aktivitas yang berbeda atau terpisah. Masing-masing memberikan anak banyak kesempatan belajar. Sebagai benda cair, air bisa dipercikan, dituang, dan dibekukan. Sebagai benda padat/kering, pasir dapat disaring, digaruk, dan disekop. Permainan terpisah atas masing-masing benda itu dapat mempertebal rasa sosioemosional anak, kognitif dan pertumbuhan fisik. Namun bagaimanapun, permainan pasir dan air penting karena dua alasan. Pertama, pasir dan air adalah keduanya benda alam yang menjadi kesukaan bagi anak, yang menimbulkan jenis ekplorasi dan belajar. Kedua, permaina pasir dan permaian air meningkat ketika keduanya menjadi satu untuk membentuk tiga tipe permainan - permainan pasir basah. Anda tentunya dapat menggunakan permainan air dan pasir sebagai aktivitas tersendiri. Namun bagaimanapun, dengan menggabungkan kedua tipe permainan dalam satu area bisa mengembangkan manfaat terpisah dari keduanya. Permainan pasir basah membuat anak - anak mengalami dasar matematika dan sains tangan pertama. Ketika anak - anak mencampurkan pasir dan air, mereka mendapatkan bahwa mereka telah mengubah sifat keduanya, pasir yang kering menjadi kuat dan airnya terserap. Tekstur/ bentuk kedua benda itu berubah juga. Tidak seperti pasir yang kering atau air cair, pasir yang kering bisa di bentuk. Secara individual dan bersama - sama permainan pasir dan air dapat secara efektif menarik dan menyejukan otak dan raga anak. Anak mendapat manfaat paling banyak dari permaian pasir dan air apabila guru -guru membimbing interaksi mereka. Dengan membuat pola – pola pengajaran yang spesifik bagi anak-anak, anda dapat mengasuh pertumbuhan dan perkembangan mereka. Daftar berikut ini menunjukan beberapa sasaran yang dianjurkan bagi permaianan anak - anak di area. Kompetensi Pembelajaran a) Kompetensi Pengembangan Sosial Emosional

57

a. Bermain secara bekerja sama (berbagi alat - alat yang di gunakan untuk permainan air bersama dengan anak - anak yang lain)

b. Menjajaki peran social (memandikan boneka dan mencuci piring) c. Mengembangkan rasa bangga atas karya yang dibuatnya (meminta

agar bangunan benteng yang dibuat didalam bak pasir tidak dirobohkan pada akhir permainan)

d. Mengawasi anak yang bermain sampai selesai (mengaduk dan menggunakan gelembung dan kemudian membersihkannya)

b) Kompetensi Pengembangan Kognitif

a. Perhatikan bahan - bahan untuk bagaimana mereka membandingkan dan mempertentangkan (menambahkan air pada pasir kering untuk melihat bagaimana itu berubah)

b. Mengerti hubungan sebab dan akibat (memperkirakan apa yang terjadi bila serpihan sabun ditambahkan ke air)

c. Memperhatikan konserpasi dari isi suatu benda (tuangkan pasir, air atau pasir basah ke dalam wadah yang tidak sama bentuknya dan membandingkannya)

d. Pengembangan kemahiran penyelesaian masalah (bayangkan bagaimana caranya menggali terowongan pada pasir basah dengan tidak runtuh)

e. Pengembangan kreativitas (mencetak pasir basah menjadi berbagai bentuk)

c) Kompetensi Pengembangan Fisik

a. Memperkuat pengontrol motorik yang baik (dengan menggunakan pasir membuat angka delapan di atas pasir)

b. Mengembangkan gerakan mata dan tangan (memperhatikan gerakan pasir melalui saringan)

c. Meningkatkan koordinasi kemahiran (mengisi cangkir ukur dan sendok)

5) Area Rumah Tangga Area rumah tangga (house corner) merupakan sebuah area pada ruang kelas yang diperuntukkan untuk ”bermain rumah-rumahan.” Pekerjaan yang anak-anak lakukan di area rumah tangga dinamakan permainan aksi, permainan berpura-pura, atau khayalan; hal ini melibatkan pengambilan peran dan terlibat dalam perilaku meniru. Permainan aksi-sosial, permainan dengan level yang lebih tinggi, menggabungkan interaksi verbal dengan paling tidak seorang anak yang lain dalam sebuah episode permainan. Anak-ank menggunakan area rumah tangga untuk mengambil peran jauh lebih luas di balik adegan keluarga yang familiar dan untuk menciptakan lingkungan seasing dan semenarik ruang angkasa atau setipe dengan gudang sepatu. Meskipun lingkungan rumah familiar adalah sebuah tema yang masuk akal untuk permainan aksi, anak-anak juga melakukan peran karakter nyata

58

dan imajinasi. Dinosaurus dan setan dapat ditemukan di area rumah tangga semudah menemukan peran ibu, ayah, dokter, dan penjaga toko. Anak-anak suka bermain ”khayalan.” Kami telah melihat kesenangan anak ketika berakting sebagai orang tua, memperlihatkan perbuatan super seperti pahlawan di televisi, atau menjadi bayi. Kenyataannya, anak-anak terlihat sangat membutuhkan aktivitas ini. Pada satu penelitian mengenai topik ini, peneliti menghilangkan area rumah tangga dari sebuah kelas pra sekolah dan mengamati bagaimana reaksi anak-anak. Dalam tiga hari, anak-anak telah membentuk area mereka sendiri untuk permainan aksi menggunakan kubus-kubus, meja, dan benda-benda kelas lain untuk menciptakan sebuah seting untuk permainan berpura-pura. Anak-anak sangat merindukan area rumah tangga yang mereka hilangkan hingga mereka sendiri membangunnya kembali. Mengapa permainan aksi sangat penting bagi anak-anak kecil? Ketika anak- anak mengambil sebuah peran di area rumah tangga, mereka mengembangkan banyak ketrampilan baru. Mereka belajar mengenai diri mereka sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat di sekitar mereka. Dengan ikut serta dalam permainan aksi, mereka mengumpulkan dan menampilkan pengalaman masa lalu mereka. Mereka belajar untuk memutuskan dan memilih informasi yang relevan dalam memainkan sebuah episode permainan. Ini adalah sebuah ketrampilan esensial untuk pengembangan intelektual. Anak-anak juga belajar satu sama lain ketika mereka berinteraksi dalam permainan aksi-sosial. Mereka belajar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dan bekerja sama untuk memecahkan persoalan. Mereka mengembangkan kemampuan mereka untuk konsentrasi ketika mereka mengambil tema permainan yang sama dalam periode waktu yang terus meningkat. Area rumah tangga mengandung banyak kesempatan untuk pengembangan sosio-emosional. Permainan aksi menawarkan anak-anak sebuah forum untuk menunjukkan peran takut dengan aman dan menghidupkan pengalaman hidup. Melalui permainan aksi, anak-anak dapat mengambil peran yang mereka takuti dan belajar mengendalikan kecemasan mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang takut pergi ke rumah sakit untuk melakukan operasi dapat berpura-pura menjadi dokter. Dengan mengira-ngira peran seorang dokter, ia dapat merasakan secara langsung dan menampilkan kesannya menjadi seorang dokter. Dengan cara ini anak tersebut memperoleh kontrol untuk mengendalikan ketakutan mereka yang sebenarnya. Anak-anak juga belajar menjadi fleksibel dan bekerja sama dengan yang lain dengan merundingkan peran dan bermain bersama. Tahu bagaimana berpura-pura membantu anak menjadi perencana yang lebih baik. Itu membolehkan mereka untuk mengantisipasi bagaimana mereka akan merasa dan bertingkah laku di situasi kehidupan nyata. Kompetensi Pembelajaran

59

Keuntungan anak-anak dari permainan mereka di house corner ketika anak-anak menset dugaan realistis bagi mereka didasarkan pada tingkat perkembangan mereka. Ketika guru ikut serta dalam permainan peran anak anak, permainan khayalan, dan permainan aksi-sosial, mereka dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. a) Kompetensi bagi Perkembangan Sosio-Emosional

a. Berinteraksi satu sama lain (mengambil peran dan berakting) b. Mengekspresikan individualitas dan kreativitas (mengembangkan

tema permainan berdasarkan rujukan dan pengalaman individual) c. Bermain kerja sama dengan yang lain (saling menukar dan berbagi

material). d. Menunjukkan sebuah pemahaman dari dugaan dan sikap sosial bagi

yang lain (bermain peran dan beraksi pengalaman hidup). e. Mengantisipasi bagaimana harus bertingkah dalam situasi baru

(mengembangkan kemampuan berimajinasi). f. Mengendalikan ketakutan dan kecemasan (mencoba peran dan

memainkan pengalaman sulit dan menakutkan). g. Menunjukkan empati kepada yang lain (mengembangkan peran lebih

kompleks dan menunjukkan perhatian bagi yang lain dalam peran tersebut).

b) Kompetensi bagi Perkembangan Kognitif

a. Menggunakan simbol untuk mewakili benda-benda dan situasi nyata (menggunakan kotak untuk mewakili telepon atau sebuah tali untuk menggantikan selang pemadam).

b. Mengidentifikasi dan merencanakan episode permainan dengan yang lain. (“Ayo bermain toko-tokoan. Kamu yang jadi penjaga toko, saya yang akan berbelanja.”)

c. Menampilkan informasi dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah. (”Apa yang akan kita lakukan untuk memberi makan bayi ini?Tidak ada sereal di dalam rumah! Kita harus pergi ke toko.”)

d. Mengelompokkan properti menurut karakteristik umum. (”Kamu simpan peralatan memasak dan saya menyimpan perlengkapa makan.”)

e. Menyusun benda-benda menurut ukurannya (membereskan properti dan mengembalikannya ke tempat yang berlabel).

f. Bertekun dalam tugas (memainkan keterlibatan dalam episode permainan dalam jangka waktu yang terus bertambah).

c) Kompetensi bagi Perkembangan Fisik

a. Meningkatkan kontrol otot kecil (mengenakan pakaian, mengancing, dan meresleting).

60

b. Menggunakan koordinasi mata-tangan (memakaikan pakaian pada boneka dan mencocokkan panci-panci dengan tempat cetakkan pada rak di mana benda tersebut disimpan).

c. Menggunakan keterampilan membedakan secara visual (mencocokkan dan mengelompokkan benda-benda seperti peralatan dan perlengkapan makan).

6) Area Perpustakaan Sentra perpustakaan meliputi ruangan untuk melihat buku-buku, ruangan untuk mendengarkan musik/ rekaman dan ruangan untuk menulis. Ada yang menempatkan ketiga kegiatan ini dalam satu ruangan yang sama; ada juga yang menggabungkan kegiatan menulis di dalam area seni dan mendengarkan rekaman atau kaset menjadi bagian dari area musik. Lepas dari penempatan tadi yang paling penting adalah bagaimana nanti guru menata ruangan dengan perlengkapannya. Sebagaimana di area - area lain, penataan area perpustakaan memainkan peranan besar dalam memfasilitasi pembelajaran anak. Kompetensi Pembelajaran Sentra perpustakaan dapat membantu anak dalam mengembangkan aspek kognitif dan fisik. Penjelasannya dijabarkan dalam butir-butir berikut ini: a) Pengembangan Kognitif

a. Mengembangkan suatu pemahaman terhadap symbol-symbol (menghubungkan gambar anak laki -laki dengan kata yang tertulis “anak laki-laki”).

b. Menambah perbendaharaan kata (mempelajari nama-nama binatang yang ada di Afrika).

c. Memperkirakan suatu kejadian (memperkirakan apa yang terjadi selanjutnya dalam suatu cerita yang dibacakan dengan keras).

d. Mengenalkan objek, warna dan bentuk (menunjuk pada objek di papan flannel dan menggambarkan ciri - cirinya)

e. Menerapkan pengetahuan pada situasi baru (mengarang sebuah sajak setelah mendengarkan puisi - puisi sejenisnya dalam sebuah rekaman).

f. Mengembangkan kemampuan menceritakan cerita (mendiktekan cerita kepada guru atau membuat tulisan tangan).

b) Pengembangan Fisik

a. Meningkatkan kemampuan otot kecil/halus (menulis dengan spidol). b. Menguatkan otot mata (melihat gambar dan kata dalam buku ketika

dibacakan). c. Mengkoordinasikan antara gerakan mata dengan tangan

(menempatkan objek pada papan flannel).

61

d. Memperhalus kemampuan membedakan secara visual (mencari objek atau orang dalam sebuah ilustrasi yang rumit seperti dalam buku dimana Waldo)

Guru bisa mengunakan area perpustakaan untuk mendapatkan lebih banyak lagi sasaran/kompetensi pembelajaran. Tidak semua sasaran yang disebutkan tadi tepat untuk setiap anak, anda bisa memilih sasaran mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak - anak dalam kelompok anda. Model pembelajaran aktif dalam kegiatan sehari-harinya mendesain agar setiap kejadian merupakan suatu perencanaan harian yang memungkinkan anak-anak mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian. Kunci sentralnya adalah merencanakan, melakukan, menilai ulang (plan-do-review). Asesmen yang digunakan High/scope adalah sistem Child Observation Record (COR) untuk memantau kemajuan perkembangan anak. Hal-hal yang diobservasi oleh guru adalah : · Inisiatif (cara anak mengekspresikan pilihannya) · Hubungan sosial (cara berhubungan dengan teman) · Representasi kreatif (membangun, berpura-pura) · Musik dan gerakan (memiliki inisiatif gerakan saat mendengarkan tempo lagu) · Bahasa dan literatur (menghitung objek, menjabarkan jarak waktu). c. Model Pembelajaran Montessori Model pembelajaran Montessori mengacu pada pembelajaran yang dikembangkan Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama yang lahir di Chiaravalle, sebuahpropinsi kecil di Ancona, Italia pada thaun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anakdimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran dan mulai bekerja di sebuahklinik psikiatri Universitas Roma. Perkerjaan tersebut membuat Montessori seringberinteraksi langsung dengan masalah cacat mental. Montessori meyakini bahwa definisimental lebih merupakan masalah pedagogik daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus, orang-orang cacat tersebut dapat terbantu. Pemikiran Montessori tersebut sangat membantu dan memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang memiliki cacat mental. Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental dilanjutkan dengan pendirian Casai Dei Bambini atau children’s house di daerah-daerah kumuh Roma pada tahun 1907. Model pembelajaran Montessori meyakini bahwa pendidikan sudah dimulai ketika anak lahir. Model pembelajaran Montessori mempunyai landasan pemikiran bahwa bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai

62

”sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut:

Tabel 15. Tahapan Perkembangan Anak

USIA PERKEMBANGAN

Lahir – 3 tahun · Masa penyerapan toral (absorbed mind),

perkenalan dan pengalaman sensoris/ panca indera.

1,5 - 3 tahun · Perkembangan bahasa

1,5 - 4 tahun · Perkembangan dan koordinasi antara mata

dan otot-ototnya.

· Perhatian pada benda-benda kecil.

USIA PERKEMBANGAN

2 - 4 tahun · Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-

gerakan.

· Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata.

2,5 - 6 tahun · Penyempurnaan penggunaan panca indera.

3 - 6 tahun · Peka terhadap pengaruh orang dewasa

3,5 - 4,5 tahun · Mulai mencorat-coret.

4 - 4,5 tahun · Indera peraba mulai berkembang

4,5 - 5,5 tahun · Mulai tumbuh minat membaca

63

Dasar pendidikan model pembelajaran Montessori menekankan pada tiga hal, yaitu:

1) Pendidikan sendiri (pedosentris) MenurutMontessori, anak-anak memiliki kemampuan alamiah untuk berkembang sendiri. Anak-anak mempunyai hasrat alami untuk belajar dan bekerja, bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri tersebut tidak muncul atas perintah dari orang dewasa melainkan muncul dari dalam diri anak sendiri. Dorongan-dorongan alamiah tersebut akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan aktivitas-aktivitas yang penuh kesibukan. Namun dalam kegiatan tersebut sebaiknya anak tidak dibantu melainkan harus berlatih sendiri.

2) Masa Peka Masa peka merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Ketika masa peka datang, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat-alat permainan yang mendukung aktualisasi potensi yang dimiliki. Guru memiliki kewajiban untuk mengobservasi munculnya masa peka dalam diri anak agak dapat memberikan tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi anak. 3) Kebebasan Model pembelajaran Montessori memberikan kebebasan kepada anak untuk berpikir, berkarya dan menghasilkan sesuatu. Hal ini dkarenakan masa peka anak tidak dapat diketahui kapan kepastian kemunculannya. Kebebasan ini bertujuan agar anak dapat mengaktualkan potensi anak sebebas-bebasnya. Model pembelajaran Montessori memfokuskan pada pengembangan aspek motorik, sensorik dan bahasa. Penekanan utamanya ditempatkan melalui pengambangan alat-alat indera. Model pembelajaran Montessori membebaskan anak untuk bergerak, menyentuh, memanipulasi dan bereksplorasi secara bebas. Langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Montessori terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) langkah menunjukkan.

Contoh:

(1) Langkah menunjukkan Seraya memperlihatkan kertas berwarna merah, guru mengakatan, “Ini merah!” begitu juga warna yang lainnya.

(2) Langkah mengenal

Guru mengacaukan kertas-kertas berwarna dan berkata kepada anak, “Ambillah merah!”

(3) Langkah mengingat

Dari kertas-kertas berwarna yang telah dikacaukan, guru mengambil sehelai kertas dan bertanya, “Ini warna apa?”

d. Model Pembelajaran Reggio Emilia

64

Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan contoh model pembelajaran anak usia dini yang dicetuskan oleh Loris Mallaguzzi. Model pembelajaran Reggio Emilia membantu anak-anak untuk belajar dengan membangun konstruksi pembelajaran mereka sendiri, dimana anak-anak dapat belajar sesuai dengan tingkatan usianya yang semuanya dilakukan dengan cara berpikir yang ekspresif, komunikatif dan ilmiah.

Model pembelajaran Reggio Emilia merupakan sebuah model pembelajaran yang

mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya. Model pembelajaran Reggio Emilia menerapkan pembelajaran proyek yang merupakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai topik atau konsep yang sangat berarti bagi anak. Proyek dapat dilakukan oleh anak-anak selama beberapa hari atau beberapa minggu. Proyek yang diambil oleh anak-anak berdasarkan pada pengalaman dan konsep nyata kehidupan. Perencanaan berdasarkan model pembelajaran proyek berusaha meningkatkan proses berpikir anak, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan negosiasi-sosial.

Prinsip model pembelajaran Reggio Emilia adalah sebagai berikut:

a. Kurikulum emergent

Kurikulum dibangun berdasarkan minat anak-anak. Topik untuk pembelajaran diperoleh melalui pembicaraan dengan anak-anak, sampai kepada masyarakat atau peristiwa keluarga, seperti halnya minat atau kesukaan anak-anak. Perencanaan kelompok merupakan suatu komponen penting dalam pembelajaran.

b. Proyek (pekerjaan)

Proyek merupakan suatu pembelajaranmengenal konsep secara lebih mendalam terhadap gagasan dan minat yang muncul dalam kelompok. Proyek dapat dilaksanakan selama satu minggu atau dapat berlanjut sepanjang tahun pelajaran. Sepanjang proyek, guru membantu anak-anak untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti tata cara meneliti topik dalam pembelajaran dalam kelompok anak.

c. Kerja sama/kolaborasi

Kerja sama/kolaborasi dipertimbangkan dalam model pembelajaran Reggio Emilia untuk membantu pemahaman koksep pada anak. Anak-anak diarahkan untuk melaksanakan diskusi, dialog, kritik, membandingkan, membuat hipitesis dan memecahkan masalah. Model pembelajaran Reggio Emilia memfokuskan pada keseimbangan antara pengembangan kemampuan idividu dan keanggotaan kelompok.

d. Guru sebagai peneliti

65

Peran guru dalam model pembelajaran Reggio Emilia sangat kompleks. Selain aktif sebagai pendidik, peran guru yang bertama dan utama adalah sebagai pembelajar bersama anak-anak. Selain itu, guru juga merupakan peneliti dan sebagai peneliti guru harus dengan seksama menyimak/mendengarkan, mengamati, dan mendokumentasikan pekerjaan anak-anak dan pertumbuhan komunitas agar dapat merangsang proses berpikir dan kerja sama anak-anak dengan sebayanya.

e. Dokumentasi

Serupa dengan portofolio, dokumentasi merupakan perekaman semua bukti proses pembelajaran yang memberikan gambaran ketika anak-anak sedang terlibat dalam pembelajaran atau ketika sedang melakukan sesuatu, penggunaan kata-kata yang mereka ucapkan, perasaan dan pemikiran anak anak. Dokumentasi digunakan sebagai asesmen dan pertimbangan bagi guru untuk melakukan sesuatu.

f. Lingkungan

Dalam model pembelajaran Reggio Emilia, lingkungan dipertimbangkan sebagai guru yang ketiga. Para guru sangat berhatihati dalam menata ruangan untuk pembelajaran anak baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, sekaligus ruangan untuk penataan hasil karya anak.

Kompetensi pembelajaran dalam model pembelajaran Reggio Emilia adalah: 1. Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumber-

seumber yang seringkali terabaikan 2. Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan

konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif. 3. Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi

terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya.

4. Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak.

5. Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan, pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam isu pendidikan dan budaya anak usia dini.

Peranan guru dalam pendidikan dengan model pembelajaran Reggio Emilia

adalah untuk: 1. membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak. 2. mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan

konflik. 3. Mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang

menyenangkan. 4. Mengatur jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat

keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan. 5. Mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape

recorder, dan portfolio.

66

6. Membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya.

7. Membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui bentuk-bentuk presentasi.

8. Membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua.

9. Membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru lainnya.

10. Menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.

Pandangan model pembelajaran Reggio Emilia terhadap suatu proyek

pembelajaran adalah: 1. Memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak. 2. Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak. 3. Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat

anak. 4. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan. 5. Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyakwaktu dalam

pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik.

6. Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya.

3. Evaluasi 1. Lakukanlah observasi pada salah satu lembaga pendidikan anak usia dini

untuk melihatmodel pembelajaran yang diterapkan. 2. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model

pembelajaran aktif. 3. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model

pembelajaran keterampilan hidup. 4. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model

pembelajaran berbasis masyarakat 5. Buatlah satu disain kegiatan pembelajaran dengan mengaplikasikan model

pembelajaran proyek.

4. Daftar Pustaka Ann S. Epstein. Is the High/Scope Educational Approach Compatible With the Revised

Head Start Performance Standart. High/Scope Educational Research Foundation.

67

Catron, CE., JA (1999). Early Childhood Curriculum A Creative-Play Model. New jersey: Prentice-Hall.Inc

Dodse, Diane Tister (et.all). (2001). The Creative Curriculum for Family Childcare.

Washington D.C: Teaching Strategies. Hainstock, Elizabeth G. (1999). Metode Pengajaran Montessori untuk Anak Pra-sekolah.

Jakarta: Pustaka Delapratasa. Amir, Antarina S.F. The High/Scope Early Childhood Edicational Model. Makalah yang

disajika dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung, 10 September 2003.

C. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

1. Tujuan Pembelajaran

Tujuan mempelajari perkembangan kognitif anak adalah untuk membantu para guru anak usia dini dalam memberikan stimulasi kognitif yang sesuai dengan

DAP (Developmentally Appropriate Practice) memperhatikan usia, tahapan

perkembangan dan konteks sosial budaya dimana anak dibesarkan. Hal ini juga mencakup cara

yang tepat dalam berinteraksi dengan anak, memberikan panduan dalam

merencanakan program yang sesuai dengan anak.

Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang

pendidik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai berikut:

a. Tujuan Pembelajaran materi perkembangan kognitif anak usia dini adalah:Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun.

b. Peserta PLPG mampu menguasai karakteristik perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun

c. Peserta PLPG mampu menguasai tahapan perkembangan kognitif anak usia 0 – 8 tahun

d. Peserta PLPG Dapat Melakukan Deteksi Dini Dan Memberikan Rujukan Kepada Para Ahli Terkait Untuk Anak Yang Memiliki Kebutuhan Khusus.

e. Peserta PLPG Mempu Merancang Pembelajaran Yang Sesuai (Appropriate) Dan Efektif Untuk Anak

68

2. Isi/Paparan Materi

Pendahuluan

Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak pada masa tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku anak pada tahap selanjutnya. Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada anak secara berkelanjutan akan membantu anak mencapai berbagai tugas perkembangannya secara optimal. Pemahaman terhadap perkembangan anak adalah faktor penting yang harus dimiliki guru dalam rangka optimalisasi potensi anak. Pemahaman terhadap perkembangan anak meliputi berbagai aspek diantaranya fisik-motorik, emosi-sosial, kognitif/intelektual, bahasa, dan pemahaman nilai-nilai moral dan agama. Guru yang memiliki pemahaman terhadap perkembangan anak diharapkan dapat memberikan stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak dan memiliki harapan yang realistis terhadap anak didiknya. Pemahaman terhadap perkembangan anak juga perlu diiringi dengan pemahaman guru terhadap perkembangan dirinya sendiri yang berperan sebagai tauladan bagi anak didik.

Salah satu tugas perkembangan yang perlu dimiliki anak adalah ketrampilan

dalam belajar untuk menghasilkan gagasan melalui eksplorasi terhadap lingkungan. Tugas perkembangan tersebut terkait erat dengan perkembangan kognitif anak yang mencakup perkembangan intelektual dan pertumbuhan mentalnya. Perkembangan kognitif perlu didukung oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kematangan fisik, pengalaman dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, proses berpikir yang melibatkan berbagai aktivitas mental kepada anak seperti memerhatikan, mengingat, merencanakan, menalar, memecahkan masalah sederhana dan sebagainya, sangat dibutuhkan. Untuk mendukung hal tersebut, maka keterlibatan anak secara fisik, intelektual, dan emosional diperlukan untuk mengoptimalkan proses belajar. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do), kecakapan untuk hidup (to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan hidup bersama. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan kecakapan kognitif, afektif (emosi, sosial, spiritual) dan psikomotorik

Gagasan pada anak dapat ditumbuhkan dengan memberi kesempatan belajar

dengan berbagai gaya. Anak belajar dengan bermacam cara, diantaranya belajar melalui bermain, belajar dengan melakukan kegiatan (learning by doing), belajar melalui stimulasi panca indra, dan belajar dengan segenap kecerdasan majemuknya. Anak dapat belajar dengan optimal jika ditunjang situasi yang aman dan nyaman, secara fisik maupun psikologis. Dalam hal ini, situasi belajar harus bersifat kolaboratif, eksploratif, dimana anak terlibat langsung dalam kegiatan belajar, dan dapat saling berkomunikasi.

69

Situasi belajar di mana anak usia dini ditekankan untuk mengerjakan berbagai soal calistung (baca-tulis-hitung), tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan anak. Jika penekanan belajar calistung yang bersifat akademik diberikan pada anak usia dini, maka anak tidak mendapat pelajaran yang bermakna dan kontekstual

Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

a. Pengertian

Kognisi adalah proses dan produk yang terjadi dalam otak sehingga menghasikan pengetahuan. Kognisi mencakup berbagai aktivitas mental seperti memperhatikan, mengingat, melambangkan, mengelompokkan, merencanakan, menalar, memecahkan masalah, menghasilkan dan membayangkan. (Cognition refers to the inner processes and products of the mind that leads to “knowing”. It includes all mental activities- attending, remembering, symbolizing, categorizing, planning, reasoning, problem solving, creating and fantasizing).

Perkembangan kognitif anak melibatkan ketrampilan belajar pada anak yang

teradi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), dan kegiatan mental

internal yang kompleks. Dengan demkian ketrampilan belajar bukan hanya

diperoleh karena perubahan perilaku atau sekedar karena proses

kematangan.

b. Teori tenang Perkembangan Kogniif

Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental

individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Anak yang

berkembang baik aspek kognitifnya, akan dapat belajar mengembangkan

proses berpikir, merespon objek di lingkungannya, dan merefleksikan

pengalamannya. Seiring dengan kematangan anak, akan terjadi strukturisasi

yang progresif dalam proses kognitif anak, dimana proses berpikir anak

berkembang menjadi lebih kompleks. Ketrampilan belajar pada anak terjadi

melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), bukan di luar otak. Sebagai

contoh, ketrampilan anak seperti membaca atau menghitung, melibatkan

kegiatan mental internal yang kompleks, jadi bukan hanya diperoleh karena

perubahan perilaku (pendapat para ahli behavioristik), atau sekedar karena

proses kematangan (pendapat para ahli maturationist).

70

Ada beberapa teori yang memberikan kontribusi besar dalam menjelaskan

perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah teori konstruktivist,

sosiokultural dan kecerdasan jamak (multiple intelligences). Teori

perkembangan kognitif menyatakan bahwa pertumbuhan mental individu

adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Menurut teori ini,

hampir semua aspek kehidupan individu misalnya yang berkaitan dengan

sosialisasi, emosi dan lainnya secara langsung dipengaruhi oleh proses

berpikir dan bahasa. Sebagai contoh, anak dapat memiliki teman bermain

karena anak memiliki pengetahuan cara berteman dan cara bersikap terhadap

dengan teman.

Banyak pendidik anak usia dini yang berpedoman pada pandangan

konstruktivist dalam melihat perkembangan kognitif pada anak. Prinsip dasar

teori ini adalah bahwa anak membangun pemahamannya melalui interaksi

dengan lingkungan sepanjang waktu. Dalam tiap tahapan, anak sebagai

individu, terlibat dalam proses menerima, mengorganisasi, dan

menginterpretasi informasi baru. Seiring dengan pertumbuhan dan

perkembangannya, maka anak akan dapat mengembangkan ketrampilan

kognitifnya, dan membangun pemahamannya tentang konsep maupun

proses seperti memasangkan benda (matching), mengelompokkan (grouping),

melihat hubungan antar benda (seeing common relationship), seriasi, urutan,

hubungan sebab akibat, dan penalaran logis.

Salah satu ahli perkembangan kognitif yang terkemuka adalah Jean Piaget

(1896-1980), yang mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi,

dan logika dalam memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang bagaimana

pengetahuan bisa diperoleh individu. Salah satu prinsip mendasar dalam

71

teorinya adalah bahwa pengetahuan dibangun melalui kegiatan/aksi individu

(knowledge is constructed through the action of the learner).

Piaget mengemukakan pendapatnya tentang perubahan perkembangan natural

pada anak yang bukan ditentukan oleh faktor genetik, tetapi hanya

merepresentasikan cara berpikir anak yang menyeluruh. Menurut Piaget, anak

secara konstan mengeksplor, memanipulasi lingkungan, dan membangun

struktur baru yang lebih elaboratif. Namun, Piaget juga mengkarakterisasi

aktivitas anak-anak berdasarkan tendensi-tendensi biologis yang terdapat pada

semua organisme. Tendensi tersebut adalah asimilasi, akomodasi, dan

organisasi. Asimilasi berarti ’memasukkan/menerima’. Dalam lingkup

intelektual, kita butuh mengasimilasi objek atau informasi ke dalam struktur

kognitif kita. Sebagai contoh, orang dewasa mengasimilasi informasi dengan

membaca buku. Pada awalnya, seorang bayi mungkin mencoba mengasimilasi

sebuah objek dengan menggenggamnya, mencoba meraihnya ke dalam skema

genggamannya. Akomodasi berarti merubah struktur kita.Beberapa objek yang

kita lihat, belum tentu dengan struktur yang ada, sehingga kita harus

melakukan akomodasi. Sebagai contoh, seorang bayi mendapati bahwa dia

dapat menggenggam sebuah balok hanya dengan memindahkan sebuah

rintangan. Untuk mencapai akomodasi demikian, bayi-bayi mulai membangun

efisiensi dan elaborasi. Organisasi ide-ide ke dalam sistem yang koheren (masuk

akal) dilakukan dengan mengkombinasikan kedua tendensi sebelumnya.

Sebagai contoh, seorang anak laki-laki berusia 4 bulan, memiliki kapasitas

untuk memperhatikan objek-objek di sekitarnya dan menggenggamnya.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada bayi bermula saat bayi

belajar untuk mempercayai lingkungan sekitarnya. Pada usia sekitar 4 bulan,

bayi mengembangkan intentionality, yaitu kemampuan melakukan sesuatu agar

keinginannya terpenuhi. Sebagai contoh bayi ’belajar’ bahwa jika menangis,

72

maka ibu atau pengasuhnya akan datang. Pada usia sekitar 6 bulan, bayi mulai

menyadari bahwa suatu benda tetap ada sekalipun tak terlihat di hadapannya.

Awalnya mereka akan mencari benda tersebut ke tempat terakhir mereka

melihat keberadaan benda itu. Seiring dengan pertumbuhan dan

perkembangannya, bayi akan mencari benda itu dengan menyingkirkan

penghalangnya ataupun mencoba mencari ke tempat lain. Dalam kondisi

tertentu, bayi akan ’protes’ saat orang-orang terdekatnya tidak tampak

dihadapannya, atau mainan yang disukainya, tidak bisa dia peroleh.

Pada usia sekitar 18 bulan, kemampuan permanensi objek pada anak (usia

toddler) sudah relatif mantap. Imajinasi mental (mental imagery) dan penalaran

deduktif mulai berkembang. Anak sudah memiliki kemampuan untuk mencari

benda-benda yang disembunyikan di beberapa tempat.Mereka juga dapat

mengingat perilaku orang di sekitarnya , mengingat kejadian yang lalu, dan

mulai meniru. Pada usia 3 sampai 4 tahun, anak pra sekolah sudah bisa

memanipulasi lingkungan dan senang menemukan hal-hal baru. Mereka mulai

menggeneralisasi satu situasi ke situasi lain. Pada usia TK, (4-5 tahun) anak

sudah memahami bahwa simbol –simbol di sekitarnya memiliki arti. Usia 6

tahun, anak sudah belajar membaca tulisan, tertarik pada angka-angka, dimana

dalam kegiatan ini, aktivitas fisik dan mental terlibat. Usia 7 sampai 8 tahun

anak sudah mulai belajar berpikir logis. Usia 8 tahun, ketrampilan dasar seperti

membaca dan menulis sudah relatif mantap.

1) Tahap Perkembangan Kognitif anak usia dini (lahir-8 tahun) menurut Piaget:

a) Tahap Sensorimotor (lahir-18 bulan)

Pada tahap ini, bayi hanya bergantung pada gerak dan indera dalam

mengetahui sesuatu. Berpikir pada bayi dalam tahap ini, sangat berbeda

dengan berpikir pada orang dewasa. Pada tahap ini, berpikir terkait erat

dengan gerakan fisik dan indera bayi. Inteligensi adalah kemampuan untuk

73

memperoleh apa yang diinginkan melalui gerakan dan persepsi. Piaget

menyebut struktur aksi bayi dengan istilah skema. Sebuah skema dapat

berupa pola aksi untuk menghadapi lingkungan, seperti melihat,

menggenggam, memukul, atau menendang. Seperti telah disebutkan,

meskipun bayi membentuk skema dan kemudian membentuk struktur

aktivitas sendiri, skema pertama bayi terdiri dari reflek-reflek bawaan. Reflek

yang paling menonjol adalah reflek menghisap; bayi-bayi secara otomatis

menghisap saat bibir bayi disentuh. Reflek-reflek menunjukkan kepasifan

tertentu. Dengan demikian skema pun perlu diaktifkan dan distimulasi.

Di usia 0-1 bulan, gerakan bayi sangat terbatas, namun bayi mengalami

perkembangan yang signifikan, dimana terjadi proses dan pengaturan

refleks-refleks. Di usia 1-4 bulan, bayi melakukan gerakan yang terjadi secara

kebetulan, kemudian dilakukan berulang-ulang karena menimbulkan kesan

yang menarik bagi bayi. Gerakan vokalisasi juga dilakukan berulang-ulang.

Di usia 4-8 bulan, gerakan bayi sudah melibatkan objek di luar dirinya ,

seperti mainan, pakaian, dan juga orang-orang di dekatnya. Di usia 8 -12

bulan, terjadi perkembangan yang signifikan, dimana bayi

mengkombinasikan gerakan-gerakan pada tahap sebelumnya . Bayi sudah

mulai mengerti bahwa gerakan tertentu dapat menyebabkan terjadinya

konsekuensi tertentu. Perilaku bayi sudah memiliki tujuan dimana bayi

melakukan suatu tindakan agar menyebabkan atau menghasilkan sesuatu. Di

usia 12-18 bulan, bayi bukan saja mengkombinasikan gerakan-gerakan yang

telah dipelajarinya, namun mencoba berbagai cara untuk mencapai

keinginannya. Pada tahap ini, bayi secara aktif, mencoba-coba cara baru (trial

& error) untuk mendapatkan benda yang menarik perhatiannya tapi berada

di luar jangkauannya.

74

Reaksi sirkuler terjadi sewaktu bayi mendapat pengalaman baru dan

mencoba untuk mengulanginya. Sebagai contoh adalah saat tangan bayi

secara kebetulan menyentuh mulut, bayi kemudia menghisap ibu jarinya.

Ketika tangan terlepas dari mulut, bayi mencoba mengembalikannya lagi ke

dalam mulut. Terkadang bayi tidak dapat melakukannya. Mereka memukul

wajahnya dengan tangan tetapi tidak dapat menangkapnya. Mereka

menggerakan lengannnya tak beraturan; atau mereka berusaha meraih

tangannya dengan mulut tetapi tidak dapat menangkapnya karena seluruh

tubuhnya, termasuk tangan dan lengannya, bergerak sebagai satu kesatuan

dengan arah yang sama. Dalam bahasa Piaget, mereka tidak mampu

membuat akomodasi yang diperlukan untuk mengasimilasi tangan menjadi

skema menghisap. Setelah mengalami kegagalan berulang kali, mereka

mengorganisir hisapan dan gerakan tangannya dan menjadi lebih terampil

menghisap ibu jari. Reaksi sirkuler ini terkait erat dengan pendapat Piaget

yang mengatakan bahwa perkembangan intelektual merupakan sebuah

”proses konstruksi”. Bayi secara aktif ”menyatukan” gerakan-gerakan dan

skema-skema yang berbeda. Bayi dapat mengkoordinasi gerakan-gerakan

yang terpisah setelah mengalami kegagalan berulang kali.Perkembangan

tahap kedua disebut reaksi sirkuler primer karena reaksi ini melibatkan

koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri.

Reaksi sirkuler sekunder terjadi apabila bayi menemukan dan mereproduksi

suatu kejadian menarik di luar dirinya. Sebagai contoh, saat bayi membuat

gerakan dengan kakinya yang menyebabkan mainan mainan yang

menggantung di atas bayi menjadi bergerak pula. Piaget menyebut reaksi

sirkuler sekunder sebagai ”making interesting sights last”. Dia bespekulasi

bahwa bayi-bayi senyum dan tertawa pada saat mengenali kejadian yang

baru.. Pada saat yang sama, bayi tampak menikmati kekuatan dan

75

kemampuannya sendiri untuk membuat suatu peristiwa terjadi berulang-

ulang.

Tahap sensori motor terbagi menjadi beberapa tahapan sebagaimana dalam

tabel berikut ini:

Tabel 16. Sub tahapan perkembangan kognitif usia 0- 18 bulan:

Sub tahapan

Usia Keterangan

Refleks-refleks 0 – 1 bulan Bayi melakukan gerakan sederhana dan refleks refleks spontan , contoh : refleks hisap

Reaksi-reaksi sirkular primer

1 – 4 bulan Bayi melakukan reaksi yang berulang-ulang dengan bagian tubuh mereka. Contoh: mengepak-ngepakan tangan, memegang-megang rambut dan sebagainya Pada sub tahap ini bayi belum paham sebab akibat..

Reaksi-reaksi sirkular sekunder

4 – 8 bulan Bayi melakukan reaksi berulang yang melibatkan objek lain di luar dirinya. Contoh: menggoyang-goyangkan mainannya yang berbunyi gemerutuk, Pada sub tahap ini, bayi masih belum mengerti sebab-akibat.

Koordinasi reaksi-reaksi sirkular sekunder

8 – 12 bulan Bayi melakukan berbagai macam gerakan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Contoh: menggoyangkan mainan, membanting, dan menggigit mainannya.

Reaksi-reaksi sirkular tertier

12 – 18 bulan Bayi mencoba berbagai cara baru, yang belum pernah dicoba sebelumnya, untuk memecahkan masalah. Contoh: menarik kursi untuk mengambil sesuatu yang tinggi, mengetuk-ngetuk meja yang agak tinggi dengan mainannya, agar benda di atas meja jatuh dan bisa diperolehnya.

b) Tahap Pra operasional (18 bulan -6/7 tahun)

76

Usia 18-24 bulan ini ditandai dengan internalized thought. Anak pada tahap ini

mulanya memecahkan masalah dengan memikirkannya terlebih dahulu

melalui kesan mental. Pada tahap ini anak mempelajari masalah sebelum

bertindak dan terlibat dalam kegiatan trial dan error secara fisik. Pada anak

usia pra sekolah, mereka dapat menggunakan simbol dan pikiran internal

dalam memecahkan masalah. Pikiran mereka masih terkait dengan objek

konkret saat ini dan sekarang.

Tabel 17.Kogniif Pra Operasional

Sub tahapan Usia Keterangan

Kombinasi-kombinasi Mental

18 – 24 bulan Bayi dapat memecahkan beberapa masalah dengan menggunakan mental image. Mereka melakukan suatu tindakan dengan berpikir, sekalipun tidak selalu pernah dilakukan. Mereka dapat belajar meniru perilaku orang lain.

Tabel 18. Karakteristik berpikir pra operasional pada anak pra sekolah

Karakteristik Contoh

Berpikir berdasarkan persepsi (Perception-based thinking)

Seorang anak melihat dua buah mangkuk yang masing-masing berisi 10 biji salak. Pada salah satu mangkuk, biji-biji itu letaknya tersebar. Anak tersebut berpendapat bahwa di dalam mangkuk itu terdapat biji salak yang lebih banyak.

Berpikir Unidimensi ( Unidimensional thinking)

Seorang bapak sedang membuat kolam ikan dan meminta anaknya untuk mencari batu besar berbentuk persegi. Anak itu berusaha mencari batu yang diinginkan, dan datang ke bapaknya dengan membawa batu kecil berbentuk persegi. Bapaknya mengatakan bahwa batu yang diberikan anaknya terlalu kecil, dan menyuruhnya mencari yang besar. Tak lama kemudian sang anak kembali membawa batu yang besar tapi dengan bentuk yang bundar.

Irreversibilitas (Irreversibility)

Seorang anak TK membongkar proyek sains milik kakaknya. Sang ayah marah padanya dan

77

memintanya untuk memasang kembali potongan-potongan yang telah dia bongkar. Namun anak tersebut tidak tahu cara mengembalikan dan menempatkan potongan-potongan itu seperti semula.

Penalaran transduktif (Transductive reasoning)

Seorang anak mendorong adiknya kemudian mengambil boneka beruang yang sedang dimainkan adiknya. Sang anak mencium boneka beruang tersebut dan kemudian bersin-bersin. Tak lama ibunya datang dan marah padanya, lalu mengambil boneka beruang tersebut dari pelukan sang anak, dan mengembalikannya pada adiknya. Anak tersebut menyangka bahwa dia dihukum ibunya karena telah bersin.

Egosentrisme Seorang anak yang memakai sepatu baru berpapasan dengan teman sebayanya yang memakai sepatu dengan model dan warna yang sama. Anak tersebut sangat marah dan meminta temannya untuk memberikan sepatu yang dipakainya kepadanya. Anak tersebut berpendapat bahwa sepatu yang dikenakan temannya adalah sepatu miliknya juga, sekalipun anak itu tahu bahwa dirinya sedang mengenakan sepatu tersebut.

Tabel 19. Eksperimen Piaget tentang kemampuan berpikir pra operasional

pada anak

Tugas Deskripsi dan Performansi Anak pada tahap Praoperasional

Konservasi angka Seorang anak diperlihatkan dua set benda yang sama jumlahnya, tetapi disusun dengan pola yang berbeda. Anak akan mengatakan satu set benda yang satu lebih banyak dari yang lainnya.

Konservasi kuantitas yang berkesinambungan (Conservation of Continuous Quantity)

Seorang anak diperlihatkan dua kontainer yang berbeda bentuknya, namun berisi sejumlah air yang sama. Anak itu akan mengatakan konteiner yang satu berisi air yang lebih banyak daripada yang lainnya.

Pengelompokkan Seorang anak diberikan benda-benda yang ber-atribut ganda yang memiliki variasi bentuk warna dan ukuran. Anak tersebut diminta

78

meletakkan “benda-benda yang serupa dalam kelompok yang sama’..Anak akan menggunakan hanya satu atribut – misalnya, warna – untuk mengkategorikannya. Contoh: semua bentuk yang berwarna kuning, hijau, biru akan diletakkan bersama-sama, tanpa menghiraukan bentuk dan ukurannya.

Eksperimen Piaget tentang kategorisasi, anak diminta untuk

mengelompokkan objek yang memiliki warna, bentuk dan ukuran yang

berbeda. Anak pra sekolah biasanya hanya menyeleksi satu atribut dalam

mensortir bentuk. Sebagai contoh adalah anak meletakkan objek berwarna

hijau di satu tempat, sedangkan warna merah dan biru di tempat yang

berbeda. Dalam gambar ini, anak hanya mengelompokkan dari segi bentuk,

dan tidak melihat dari segi ukuran maupun warna.

79

Piaget berkeyakinan bahwa pada masing-masing periode perkembangan,

terdapat hubungan antara berpikir ilmiah dan sosial.. Sebagai contoh, saat

anak yang berada pada tahap pra operasional gagal memperhitungkan dua

dimensi pada tugas-tugas konservasi, mereka juga tidak memikirkan

perspektif lainnya saat berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak

preoperasional seringkali egosentris, dimana mereka mempertimbangkan

segala sesuatu hanya dari sudut pandang mereka sendiri

c) Tahap Operasional konkret (8-12 tahun)

Anak sekolah dasar lebih abstrak dalam berpikir. Mereka sudah dapat

berpikir logis tahap awal dalam memecahkan masalah. Mereka masih butuh

objek konkret dalam belajar.

Teori tentang Mind pada Anak Pra sekolah

Teori Keterangan

Kondisi emosi internal Anak-anak pra-sekolah dapat menginterpretasi

dengan tepat emosi mereka dan emosi anak

lainnya. Lebih jauh, mereka mengetahui bahwa

emosi datang dari dalam dan mungkin

disembunyikan orang lain.

Motif dan maksud Anak-anak pra-sekolah dapat menginterpretasi motif-motif yang lain, sepanjang motif tersebut jelas. Mereka juga dapat mengidentifikasi maksud perilaku seseorang. Sebagai contoh ; anak mengatakan” dia tidak sengaja mendorong temannya”

80

Mengetahui dan mengingat

Anak-anak prasekolah memiliki pemahaman umum terhadap proses pemikiran internal. Mereka memahami bahwa kata-kata “tahu”, “ingat”, “kira”, “lupa”, dan “Perhatian” adalah hal-hal yan terjadi dalam pikiran, meskipun mereka mempunyai kesulitan dalam membedakan konsep-konsep tsb.

Outcome Perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain:

(1) Mengenali warna-warna (minimal 6 warna)

(2) Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk)

(3) Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar,

depan belakang) dan waktu yang berbeda ( pagi, sore, siang, malam)

(4) Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal,

lebar sempit)

(5) Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna

dicampur)

(6) Memahami perbedaan rasa ( manis, asam, pahit, pedas, asin)

(7) Memahami perbedaan bau/aroma (harum, wangi, apek, busuk)

(8) Dapat mengekspresikan pikiran dan ide

(9) Dapat membedakan antara laki –laki dan perempuan

(10) Dapat bernyanyi

(11) Senang bertanya

(12) Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10)

(13) Dapat menggambar sederhana

(14) Dapat menulis kata-kata sederhana

(15) Dapa membuat kalimat sederhana

(16) Dapat bermain pura-pura

(17) Memahami fungsi uang

Alat Penilai Aspek Kognitif untuk Umur 3 – 6 Tahun

81

Nama Anak:_____________________ Umur Anak : _____________-

Tgl. Lahir:_____________________ Jenis Kelamin:

__________________________ Nama Guru : ______________________

KOMENTAR Konsis ten

Berkem

bang

Tahap awal

Tidak teramati

PERKEMBANGAN KOGNITIF

Motivasi dan Memecahkan Masalah 1. Mengamati dan

menyelidiki

• Menyelidiki bahan-bahan mainan dan benda-benda lain yang baru

• Memanipulasi benda untuk memahami fungsinya

• Menggunakan lebih dari satu indera untuk memperoleh informasi tentang proyek

2. Menunjukkan keingintahuan dan hasrat untuk memecahkan masalah

• Menunjukkan minat terhadap apa yang terjadi di kelas

• Mencoba untuk menemukan penyebab dan akibat

• Bertanya tentang

82

lingkungan, kejadian/peristiwa dan bahan-bahan

• Mengulang kegiatan yang pernah dilakukan sebelunya

• Tekun memecahkan masalah sampai selesai (contoh: permainan logika dan puzzle)

3. Menunjukkan pikiran yang konstruktif

• Menggunakan pengetahuan dan pengalaman di berbagai pusat kegiatan

• Menerapkan informasi atau pengalaman baru ke konteks baru

• Mencari benda-benda dengan cara yang sistematis

• Menemukan lebih dari satu cara dalam memecahkan sebuah masalah

4. Membuat perkiraan dan rencana

• Menyatakan apa yang akan direncanakan dan dilakukan

• Menggunakan perencanaan dalam melakukan

83

sebuah tugas atau kegiatan

• Mencoba membuat dugaan dan perkiraan

• Memperkirakan serangkaian kejadian

Cara Berpikir Logis dan Matematis 1. Mengklasifikasik

an sesuai atribut

• Mengklasifikasikan benda sesuai warna, bentuk, ukuran dan lain-lain

• Mengumpulkan sekumpulan benda menurut fungsi dan label kelompok

• Mengklasifikasikan benda-benda ke dalam dua atau lebih subkelompok menurut bentuk,

• warna, ukuran, dan lain-lain dan memberi label pada kelompok

• Menemukan satu benda dalam sebuah kelompok yang tidak pada tempatnya dan memberikan komentar

2. Mengurutkan benda

• Melihat adaya kesalahan dalam suatu penyusunan

• Mengatur benda

84

dari yang terkecil sampai yang terbesar

• Menyisipkan sebuah benda baru d iantara benda-benda yang telah diurutkan

3. Memproduksi kembali pola-pola dalam berbagai cara

• Mengulang pola, dan menambah pola sederhana dari sebuah irama, balok-balok dan lain-lain

• Menggambarkan pola ketika diminta dengan menggunakan kata-kata deskriptif

• Menciptakan pola-pola sendiri dengan menggunakan berbagai bahan

4. Merekonstruksi dan mengingat kembali urutan kejadian

• Mengingat kembali lebih dari 3 langkah dalam melakukan kegiatan rutin

• Merekonstruksi urutan kejadian yang telah lalu

• Mengatur 4-5 gambar dalam sebuah urutan yang logis & menceritakan

85

sebuah cerita

□ □

5. Memahami hubungan kuantitatif

• Menghitung dari satu sampai ______ di luar kepala

• Menggunakan hubungan satu-satu

• Membandingkan yang lebih besar dan yang lebih kecil, yang banyak dan yang sedikit

• Menggunakan kata-kata perbandingan untuk menjelaskan ukuran

• Menggunakan peralatan untuk mengukur panjang, berat atau isi

• Menambah dan mengurangi di bawah 10

• Menghitung kelipatan 2 dan kelipatan 3 sampai 20

6. Menunjukkan kesadaran akan bentuk-bentuk geometris dan menggunakannya dengan benar

• Mengenali, memberi label dan menggambar bentuk-bentuk dasar geometris

• Mengenali bentuk-bentuk di

86

lingkungan sekitarnya

• Dapat menyelesaikan puzzle sederhana

7. Memahami hubungan ruang dasar

• Mengerti kata-kata yang menunjukkan posisi dan arah dengan mengi-

• kuti instruksi

• Menggunakan kata-kata yang menunjukkan posisi dan arah secara tepat

• Menyelesaikan berbagai macam puzzle

8. Menunjukkan kesadaran akan konsep waktu

• Mengetahui jadwal harian

• Mengetahui konsep-konsep waktu (siang/malam, pagi/sore)

• Mengerti kata-kata kemarin, besok, bulan lalu, sebelum, sesudah, pertama, nanti dll.

• Mengetahui urutan hari dalam seminggu, musim dan bulan

Pengetahuan dan Informasi

87

1. Menunjukkan

pengetahuan umum

• Mengetahui warna dan sebutannya

• Menyebutkan nama banyak benda di lingkungan sekitarnya

• Menceritakan tentang rumahnya, sekolah, mesjid dan lokasi-lokasi lainnya di sekitarnya

• Menerangkan pokok pikiran dari profesi-profesi yang berbeda di lingkungannya

• Menunjukkan kesadaran akan beberapa tradisi nasional (perayaan hari kemerdekaan)

2. Mencari informasi dari berbagai sumber

• Bertanya

c) Tahap Operasional konkret (8-12 tahun)

Anak sekolah dasar lebih abstrak dalam berpikir. Mereka sudah dapat berpikir

logis tahap awal dalam memecahkan masalah. Mereka masih butuh objek konkret

dalam belajar

2) Perilaku Kognitif Anak Usia Dini

a) 0 - 6 bulan

� Apakah anak meniru ekspresi wajah orang dewasa?

88

� Apakah anak mengulang perilaku-perilaku tertentu yang memberikan

kesenangan untuk anak?

� Dapatkah anak mengenali orang-orang dan tempat?

� Apakah perhatian menjadi lebih fleksibel dengan usia anak?

� Apakah anak bisa berceloteh pada akhir periode ini?

b) 6 - 12 bulan

� · Apakah anak memiliki tujuan tertentu dan perilaku disengaja?

� · Dapatkah anak menemukan benda-benda yang tersembunyi?

� · Dapatkah anak meniru aksi-aksi orang dewasa?

� · Dapatkah anak mengkombinasikan antara aktivitas sensori dan motornya?

� · Apakah anak berceloteh, termasuk suara-suara dalam bahasa bicara anak?

� · Apakah anak memperlihatkan gestur pra-verbal, seperti menunjuk?

c) 12 - 18 bulan

� Apakah anak memilih benda-benda ke dalam kategori tertentu?

� Dapatkah anak menemukan benda-benda tersembunyi dengan mencarinya

lebih dari satu tempat?

� Apakah anak dalam bermain memperlihatkan belajar ’trial & eror’?

� Apakah anak memiliki rentang perhatian yang bertambah baik?

� Dapatkah anak berbicara, paling tidak mengatakan kata-kata pertama?

� Apakah anak-anak menggunakan kata-kata ‘overextension’ dan ‘under

extension’ yang dia ketahui?

� Dapatkah anak mengambil bagian ketika bermain game interaktif (ciluk ba)

� Apakah anak melakukan eksperimen dengan perilaku yang berbeda untuk

menghasilkan dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan masalah?

d) 18 - 24 bulan

� · Apakah anak dapat menemukan benda-benda yang hilang dari pandangan?

� · Apakah anak mencoba meniru sepenuhnya aksi-aksi orang dewasa?

� · Apakah anak ikut serta dalam permainan ’make-believe’?

89

� · Apakah anak memindahkan benda-benda ke dalam kategori tertentu selama

bermain?

� · Apakah anak menggunakan frase dua kata?

� · Apakah anak menulis (cakar ayam) dengan krayon dan pensil?

� · Dapatkah anak menunjukkan dan memberi nama bagian-bagian tubuh?

e) 24 - 36 bulan

� Apakah permainan ‘make-believe’ kurang berpusat pada diri dan lebih

kompleks?

� Apakah anak mempunyai pengenalan ingatan yang berkembang dengan baik?

� Apakah anak memiliki perbendaharaan kata yang lebih berkembang?

� Apakah anak menggunakan kalimat-kalimat dengan penggunaan tata bahasa

yang semakin bertambah?

� Apakah anak memperagakan kemampuan bercakap-cakap?

� Apakah anak mampu mengikuti arah-arah sederhana?

� Dapatkah anak menceritakan cerita-cerita sederhana?

� Apakah anak mampu menjawab pertanyaan?

f) 3 - 4 tahun

� Apakah anak menggunakan kata-kata untuk menyampaikan keinginannya?

� Dalam memecahkan masalah, apakah anak fokus pada keberadaan sebuah

benda semata-mata tanpa memperhatikan kriteria yang lain?

� Apakah anak melakukan kesalahan gramatikal (melebihi atauran)

� Apakah anak semakin memperhatikan penggunaan tata bahasa dalam

berbicara?

g) 4 - 5 tahun

� Apakah perbendaharaan kata yang dimiliki anak semakin bertambah?

� Apakah anak menggunakan tata bahasa yang lebih baik dan kata-kata untuk

berkomunikasi?

h) 5 - 6 tahun

� Apakah anak memiliki perbendaharaan kata sekitar 1.000 kata?

90

� Apakah anak mengerti tata bahasa lebih baik daripada sebelumnya dan

melakukan kesalahan gramatikal lebih sedikit?

3) Kemampuan Perkembangan Kognitif dan Belajar Anak usia 6 tahun

Adapun kemampuan (outcome) perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6

tahun antara lain:

• Mengenali warna-warna (minimal 6 warna)

• Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk)

• Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar, depan

belakang) dan waktu yang berbeda ( pagi, sore, siang, malam)

• Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal, lebar

sempit)

• Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna

dicampur)

• Memahami perbedaan rasa ( manis, asam, pahit, pedas, asin)

• Understans smells

• Dapat mengekspresikan pikiran dan ide

• Dapat membedakan antara laki -laki dan perempuan

• Dapat bernyanyi

• Senang bertanya

• Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10)

• Dapat menggambar sederhana

• Dapat menulis kata-kata sederhana

• Dapat membuat kalimat sederhana

• Dapat bermain pura-pura

• Memahami fungsi uang

4) Perkembangan Kognitif dan Kemampuan Calistung

91

NAEYC (National Association for the Education of Young Children) memberikan

pernyataannya yang senada tentang kesiapan sekolah : “School must be able to respond to a

diverse range of abilities within any group of children, and the curriculum in the early grades

must provide meaningful contexs for children learning rather than focusing primarily on isolated

skills acquisition.” (sekolah harus dapat merespon berbagai kemampuan anak dalam

kelompoknya, dan kurikulum di usia dini harus memberikan konteks yang bermakna

bagi anak, bukan menekankan pada perolehan ketrampilan yang sulit dijangkau).

Kesiapan membaca, menulis dan berhitung, sudah dapat dimulai sejak anak

berusia pra sekolah. Kesiapan membaca pada anak dapat terlihat antara lain dari

kemampuan anak untuk (1) mendengar dan membedakan bunyi bahasa; (2) memahami

konsep tulisan; (3) memberi arti pada bacaan; (4) memahami dan menginterpretasi

tulisan sederhana dan sebagainya. Kegiatan membaca merupakan sebuah proses

berpikir yang perlu dipelajari dan dilatih, karena tidak terjadi secara otomatis. Dalam

mengajarkan anak membaca, diperlukan bimbingan yang bersifat individual, waktu

yang tidak sedikit, dan kesabaran pendidik dalam memotivasi anak. Kesiapan membaca

dapat mengembangkan pemahaman anak tentang hubungan antara bahasa lisan dan

simbol-simbol tulisan. Dengan memiliki kesiapan membaca, anak dapat meningkatkan

kemampuannya dalam menggunakan berbagai kosa kata.

Kesiapan menulis berawal dari ide/gagasan yang muncul, yang akan dituliskan

di atas kertas. Dalam melatih anak kesiapan menulis, pendidik perlu memberikan

kebebasan pada anak untuk mengutarakan idenya secara alamiah, sebagaimana ketika

anak berbicara. Anak perlu dimotivasi agar tidak perlu cemas atau khawatir saat

menulis. Pendidik perlu menjelaskan secara eksplisit bahwa jika ada tulisan yang salah,

anak memiliki kesempatan untuk menghapus atau merubahnya. Ide-ide yang muncul

juga masih dapat disusun kembali, demikian pula jika ada pengejaan yang salah. Anak

perlu dijelaskan pula tentang manfaat memiliki ketrampilan menulis yang akan sangat

berguna dalam kehidupan sehari-hari. Kesiapan menulis dapat membantu anak untuk

menulis dengan tujuan yang jelas, menulis kalimat secara benar, menggunakan tanda

92

baca yang tepat, menulis dengan jelas dan relative rapi, merangkai ide dengan baik

serta memilih kata-kata yang tepat.

Kesiapan berhitung terkait erat dengan kemampuan anak dalam matematika.

Anak perlu dijelaskan bahwa matematika sangat penting dalam kehidupan , dan kita

membutuhkan ketrampilan ini dalam kehidupan sehari hari misalnya untuk membaca

jam, membeli barang atau mainan, menghitung skor saat bermain game dan sebagainya.

Pendidik perlu menjadi contoh bagi anak sebagai pribadi yang menyukai kegiatan

berhitung. Anak pun perlu dimotivasi untuk menganggap dirinya sebagai ’ahli

matematika’ yang dapat menyelesaikan masalah dan memiliki ketrampilan bernalar.

Materi dalam pembelajaran matematika mencakup banyak hal, diantaranya berkaitan

dengan bentuk, symbol angka, penjumlahan, pengurangan dan pengelompokkan.

c. Peran Pendidik dalam Mengajarkan Kesiapan Calistung pada Anak

1) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang membaca:

• Menjadikan kegiatan membaca sebagai hobi yang menyenangkan bagi anak,

misalnya dengan mencari buku bacaan/majalah yang menarik dan

membacanya bersama, membacakan anak tulisan di kotak makanan atau

minuman anak, label atau petunjuk di jalan dan sebagainya

• Membaca puisi atau sajak bersama dengan anak. Saat membaca, orang tua

dapat membantu anak dengan menunjuk bacaan, dengan menggerakkan jari

dari arah yang tepat

• Menyimak saat anak belajar membaca

• Mengajak anak secara rutin mengunjungi toko buku atau perpustakaan

• Menjadikan buku sebagai alternatif hadiah yang istimewa di saat –saat

tertentu

• Menyediakan buku, majalah, dan kertas di rumah agar bisa diakses dengan

mudah oleh anak

• Memotivasi anak yang lebih tua untuk membacakan cerita untuk adiknya

• Mendampingi anak belajar membaca dan menuliskan apa yang telah dibaca

93

2) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang menulis:

• Memberi contoh pada anak bahwa kita senang menulis surat, menuliskan

pesan singkat untuk anggota keluarga, menulis daftar belanjaan dan

sebagainya

• Mengirim surat atau kartu ucapan untuk anak

• Memotivasi anak untuk senang membuat gambar dan merancang huruf huruf

• Bermain ejaan misalnya crossword puzzles, scrabble, atau bermain peran sebagai

pelayan restoran yang mencatat menu yang dipesan pelanggan

• Berbincang dengan anak tentang motivasi orang menulis

3) Peran pendidik dalam memfasilitasi anak agar senang berhitung:

• Motivasi anak bahwa matematika adalah kegiatan yang mudah dan

menyenangkan

• Memberitahu anak bahwa matematika ada di mana-mana, misalnya berat dan

tinggi badan anak memerlukan hitungan matematika; membeli kue

memerlukan kemampuan berhitung, dan juga menentukan waktu sekolah

• Membantu anak berhitung dengan menghapal, atau memikirkannya di luar

kepala

• Melatih anak tentang angka, jumlah, perbandingan dan sebagainya

• Bermain tebakan dengan menggunakan berbagai angka

• Mengelompokkan benda-benda misalnya berdasarkan ukuran, warna atau

bentuk

4) Peran pendidik terkait dengan strategi mengajar calistung:

• Membuat perencanaan mengajar yang sesuai dengan tahapan perkembangan,

kebutuhan dan minat anak

• Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi anak dan memberikan

kesempatan pada anak untuk melatih kemampuannya dalam calistung

94

• Menggunakan berbagai metode dan pendekatan dalam mengajarkan anak

calistung dengan melibatkan seluruh potensi inteligensi anak/multiple

inteligensi

• Mengajarkan anak variasi teknik yang tepat dalam calistung

• Menyediakan media/peralatan yang dapat mendukung anak untuk

meningkatkan pemahamannya (bisa menggunakan bahan yang ada di

lingkungan sekitar atau membuat media sederhana)

d. Kegiatan yang Dapat Diberikan Guru untuk Menstimulasi Kemampuan Kognitif /

Intelektual Anak

Matematika/berhitung

• Membuat kantung (dari kain) dan batang es krim

• Mengumpulkan tutup botol

• Membuat kartu berisi bulatan

• Membuat kartu bentuk berpasangan

• Membuat pola ikan berwarna dan alat pancing

• Menyusun kepingan logam

• Membuat grafik buah-buahan dan binatang

• Membuat kartu jahit

IPA

• Bermain dengan magnit (logam, gabus, kayu, tali, kancing, tutup botol,

kertas,dll)

• Eksplorasi benda terapung, tenggelam atau melayang

• Mengukur volume air, minyak dsb (kertas corong, botol, gelas yang transparan

dll)

• Mengenal larutan (gula, pasir, garam, pasir, tepung, potongan kertas, plastik dsb)

• Mengenal berat/timbangan

• Mencampur warna

• Bermain balon, kelereng dsb

95

• Pasir dan air

• Bermain busa sabun (ember lebar, sabun, pengocok telur dll)

• Meniup gelembung

• Menyaring air dan pasir

• Bermain kapal layar

• Menyusun gelas yang berisi air dengan volume berbeda

Drama peran

• Membuat telepon dari kaleng, misal dalam tema keluargaku (kaleng, benang/tali

pancing, isolasi, paku)

• Membuat teropong, misal: dalam tema alat transportasi di laut (gulungan tisue

toilet, kabel, kertas tisue warna, pelubang kertas)

• Bermain bayangan (anak berdiri, jongkok, melompat dll)

• Membuat celengan

• dll

Membaca dan menulis

• Membuat kotak misteri (berisi batuan, buah, ranting, daun, kerang, tali, bulu dsb)

• Membuat buku tentang ‘aku’; tentang binatang, tumbuhan, benda langit dll

dengan berbagai bentuk

• Membuat kartu huruf, kartu kata dsb

Seni

• Menempel biji bijian

• Mencetak motif

• Melukis dengan jari

• Membuat gambar berlapis lilin (krayon dilapisi cat air)

• dll

Berikut ini beberapa refleksi yang harus dipikirkan oleh para pendidik anak usia

dini, antara lain:

96

1. Seberapa pentingkah bagi guru untuk menerapkan variasi metode untuk

merangsang perkembangan kognitif pada anak?

2. Sependapatkah Anda bahwa anak usia dini diberikan pelajaran nyang menekankan

pada aspek akademi?

3. Apakah selama ini guru di lapangan banyak menuntut anak untuk memahami hal-

hal yang sebenarnya sulit bagi mereka untuk dijangkau?

4. Bagaimanakah pengalaman Anda sebagai guru ketika anak akan masuk SD dan

harus mengikuti seleksi yang bersifat akademik?

5. Bagaimanakah pengalaman Anda sebagai guru ketika harus memberikan tes yang

menekankan pada kemampuan intelektual pada anak-anak yang baru saja

menyelesaikan TK?

2). Bagaimana Anak Usia Dini Belajar

Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat

adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar

didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan.

Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang

menyangkut pikiran. Tindakan kognitif menyangkut tindakan penataan dan

pengadaptasian terhadap lingkungan.

Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan

diagram berikut :

97

Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah

memiliki pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata

yang khas. Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus

98

(bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui

memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu :

• Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada

dalam pikiran anak.

• Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang

ada dalam pikiran anak.

Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi.

Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan

terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya

dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan

mental atau ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan,

kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :

• Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau

menyerah dan tidak berbuat aa-apa (jalan buntu)

• Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara

fisik maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau

skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap

stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.

Suatu komponen terpenting dalam teori perkembangan intelektual Piaget adalah

melibatkan partisipasi anak. Artinya bagaimana anak mempelajari sesuatu sekaligus

mengalami sesuatu yang dipelajari tersebut melalui lingkungan. Pengetahuan bukan

semata-mata berarti memindahkan secara verbal, melainkan harus dikonstruksi dan

bahkan direkonstruksi oleh anak. Piaget menyatakan bahwa anak-anak yang ingin

mengetahui dan mengkonstruksi pengetahuan tentang objek di dunia, mereka

mengalami dan melakukan tindakan tentang objek yang diketahuinya dan

mengkonstruksi objek itu berdasarkan pemahaman mereka. Karena pengertian anak

99

terhadap objek itu dapat mengatur realitas dan tindakan mereka. Anak harus aktif,

dalam pengertian bahwa anak bukanlah suatu bejana yang harus diisi penuh dengan

fakta. Pendekatan belajar Piaget merupakan pendekatan kesiapan. Pendekatan kesiapan

dalam psikologi perkembangan menekankan bahwa anak-anak tidak dapat belajar

sesuatu sampai kematangan memberikan kepada mereka prasyarat-prasyarat.

Kemampuan untuk mempelajari konten kognisi selalu berhubungan dengan

tahapan dalam perkembangan intelektual anak. Dengan demikian, anak yang berada

pada tahapan dan kelompok umur tertentu tidak dapat diajarkan materi pelajaran yang

lebih tinggi dari pada kemampuan umur anak itu sendiri. Pertumbuhan intelektual

melibatkan tiga proses fundamental; asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi

(penyeimbangan). Asimilasi melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan

struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi berarti perubahan

struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya

informasi baru. Penyatuan dua proses asimilasi dan akomodasi inilah yang membuat

anak dapat membentuk schema. Seperti yang dipahami dalam teori schema, istilah

schema (tunggal) merujuk pada representasi pengetahuan umum. Sedangkan jamaknya

schemata tertanam dalam suatu komponen atau ciri ke komponen lain pada tingkat

abstraksi yang berbeda. Hubungannya lebih mendekati kemiripan dalam web dari pada

hubungan hirarki. Artinya, setiap satu komponen dihubungkan dengan komponen-

komponen lain (SIL International, 1999).

Lebih jauh, yang dimaksud dengan equilibrasi adalah keseimbangan antara

pribadi seseorang dengan lingkungannya atau antara asimilasi dan akomodasi. Ketika

seorang anak melakukan pengalaman baru, ketidakseimbangan hampir mengiringi

anak itu sampai dia mampu melakukan asimilasi atau akomodasi terhadap informasi

baru yang pada akhirnya mampu mencapai keseimbangan (equilibrium). Ada beberapa

macam equilibrium antara asimilasi dan akomodasi yang berbeda menurut tingkat

perkembangan dan perbagai persoalan yang diselesaikan. Bagi Piaget, equilibrasi

100

adalah faktor utama dalam menjelaskan mengapa beberapa anak inteligensi logisnya

berkembang lebih cepat dari pada anak yang lainnya.

3). Implikasi Pandangan Piaget dalam Pendidikan

Jika ada kurikulum yang menekankan pada filosofi pendidikan yang berorientasi

pada pembelajar (murid) sebagai pusat, learner-centered, maka model kurikulum seperti

itulah yang diinspirasi dari pandangan Piaget. Sedangkan, beberapa metode pengajaran

yang diterapkan pada kebanyakan sekolah di Amerika waktu itu seperti metode

ceramah, demonstrasi, presentasi audi-visual, pengajaran dengan menggunakan mesin

dan peralatan, pembelajaran terprogram, bukanlah merupakan metode yang

dikembangkan oleh Piaget. Piaget mengembangkan model pembelajaran discovery

yang aktif dalam lingkungan kelas. Inteligensi tumbuh dan berkembang melalui dua

proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, pengalaman harus direncanakan

untuk membuka kesempatan untuk melakukan asimilasi dan akomodasi.

Anak-anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk untuk

mencari, memanipulasi, melakukan percobaan, bertanya, dan mencari jawaban sendiri

terhadap berbagai pertanyaan yang muncul. Namun demikian, bukan berarti

pembelajar dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Kalau demikian halnya,

apa peranan guru dalam ruangan kelas? Guru seharusnya mampu mengukur

kemampuan, kelebihan, dan kekurangan yang dimiliki siswa. Pembelajaran harus

dirancang untuk menfasilitasi keberbedaan siswa dan dapat memberikan kesempatan

yang luas untuk membangun komunikasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya,

untuk berdebat, dan saling menyanggah terhadap isu-isu aktual yang diberikan kepada

siswa. Keberadaan guru harus mampu menjadi fasilitator pengetahuan, mampu

memberikan semangat belajar, membina, dan mengarahkan siswa.

Seharusnya tidak menekankan kepada benar-salah, melainkan bagaimana

menfasilitasi siswa agar dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang diperbuat.

Pembelajaran harus lebih bermakna dengan memberi peluang kepada siswa untuk

melakukan percobaan sendiri dari pada harus mendengarkan lebih banyak dari hasil

101

ceramah dari guru. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran yang membawa

murid kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru. Dalam bukunya yang

berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan bahwa prinsip dasar dari metode

aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus menemukan atau

merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti jika

menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan

kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru

harus memiliki keyakinan bahwa siswa akan mampu belajar sendiri.

c. Latihan

1) Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk

sekolah hingga pulang sekolah!

2) Rekam dan catatlah perkembangan kognitif anak secara detail menggunakan

berbagai teknik asesmen!

3) Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan

indicator perkembangan kognitif, komentar dan kesimpulan, dan tindak

lanjut/stimulasi!

B. Perkembangan Motorik Anak Usia Dini

1. Tujuan Pembelajaran

Modul ini akan membahas tentang perkembangan motorik yang meliputi: batasan

perkembangan motorik dan ruang lingkup perkembangan motorik. Setelah

mempelajari modul pertama ini, anda diharapkan dapat:

(1) Menjelaskan batasan perkembangan motorik,

(2) Menjelaskan ruang lingkup perkembangan motorik,

(3) Menjelaskan batasan perkembangan motorik halus,

(4) Menjelaskan keterampilan yang berkaitan dengan motorik halus,

(5) Mendeskripsikan perkembangan motorik halus.

102

Anda perlu membaca rangkuman yang disajikan dalam tiap akhir modul untuk

membantu Anda mengingat kembali pokok-pokok pembahasan yang telah Anda

pelajari sebelumnya. Selain itu, diharapkan Anda juga mengerjakan latihan soal

yang telah disiapkan, sehingga pemahaman Anda akan lebih komprehensif.

Latihan soal dikembangkan dengan maksud membantu Anda mengukur tingkat

pemahaman Anda terhadap materi yang dipaparkan. Akhirnya selamat belajar,

semoga kesuksesan selalu menyertai Anda!

2. Isi/Paparan Materi

Pendahuluan

Anak usia dini (lahir-8 tahun) yang sehat fisiknya adalah anak yang aktif

atau banyak bergerak. Saat terjaga hampir seluruh waktu anak dipergunakan

untuk bergerak –gerak kasar yang menggunakan sebagian besar tubuhnya

seperti berlari, memanjat, melompat, melempar atau gerakan yang hanya

melibatkan sebagian kecil tubuh seperti mendorong mobil-mobilan,

menggunting, menempelkan kertas, memakaikan baju boneka atau

menggambar. Gerakan yang pertama dikenal sebagai ketrampilan

gerakan/motorik kasar atau gross motor skills dan yang kedua adalah

gerakan/motorik halus atau fine motor skills. Kedua macam gerakan ini

memungkinkan anak untuk bermain sepanjang waktu, karena itu pulalah masa

ini merupakan masa bermain. Pada awal usia dini (lahir - 3 tahun), koordinasi

fisik setiap bagian tubuh anak belum sempurna. Dalam hal melakukan aktivitas

motorik, anak masih menggerakkan otot-otot yang tidak diperlukan. Misalnya

ketika anak menendang, maka ia akan menggerakkan tangannya ke depan secara

berlebihan. Hal ini terlihat pula ketika anak memegang benda, yang terlihat asal

memegang bukan dengan cara yang seharusnya. Anak juga masih menggerakkan

otot- otot tubuhnya dengan tujuan yang belum jelas, yang disebabkan karena

belum matangnya otot-otot tubuh anak. Semakin sering anak berlatih

103

menggunakan otot-ototnya – melalui bermain- maka ia akan semakin terampil

dalam menggunakan anggota tubuhnya secara efektif.

Kemajuan yang pesat akan dicapai anak baik aspek gross motor skills

maupun fine motor skills-nya, sehingga perkembangan motorik anak semakin

matang pada usia 4-5 tahun. Ketika mencapai usia 6-8 tahun, anak telah dapat

menggunakan fisiknya secara baik. Koordinasi mata dengan tangan dan antar

tiap-tiap anggota tubuh telah berjalan dengan sempurna. Anak memiliki

kemampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dan menggunakan otot-otot

tubuhnya secara efektif.

Perkembangan motorik sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek

perkembangan lainnya. Anak yang kondisi fisiknya terlatih akan memiliki

kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasikan lingkungannya sehingga

dapat lebih mengenal dan memahami lingkungannya. Hal ini menggambarkan

mengapa perkembangan fisik (motorik) berkaitan erat dengan perkembangan

mental intelektual anak.

Perkembangan sosial emosional anak juga sangat dipengaruhi oleh

perkembangan fisiknya. Anak yang fisiknya lemah akan memiliki kepercayaan

diri yang kurang, terutama ketika ia membandingkan dirinya dengan anak-anak

lain yang sebayanya. Kegagalan untuk menguasai ketrampilan motorik akan

membuat anak kurang menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu agar anak

dapat mencapai dan melewati perkembangannya dengan optimal, perlu

diperhatikan tahap-tahap perkembangan motorik anak dengan stimulasinya

yang tepat dan sesuai dengan usia perkembangannya. Disamping itu perlu

kiranya dilakukan evaluasi terhadap perkembangan fisik anak agar dapat

terdeteksi secara dini jika dalam proses perkembangannya terjadi penyimpangan

atau hambatan yang akan mengganggu optimalisasi perkembangannya.

Modul ini membahas tentang landasan dan tahap perkembangan

motorik anak usia dini, teknik analisis perkembangan motorik motorik anak usia

dini serta berbagai strategi dalam mengemas perangkat pengembangan motorik

104

anak usia dini melalui kegiatan menyusun perencanaan dan mengembangkan

kegiatan serta media pengembangan motorik anak usia dini.

HAKIKAT DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI

1. Tujuan Pembelajaran

Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang

pendidik anak usia dini melalui modul ini menunjukkan hasil belajar dengan

indikator sebagai berikut:

a. Memahami perkembangan motorik anak usia dini

1) Memahami landasan dan tahap perkembangan motorik anak usia dini

2) Melakukan analisis perkembangan motorik anak usia dini

b. Membuat perangkat pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia dini

1) Menyusun perencanaan pengembangan aspek perkembangan motorik anak usia

dini

2) Mengembangkan kegiatan dan media pengembangan aspek perkembangan

motorik anak usia dini

3) Pengemasan perangkat pengembangan motorik anak usia dini

Untuk memudahkan mempelajari modul ini sehingga pendidik dapat

mempraktekkannya di lapangan maka pendidik sebaiknya melakukan hal-hal

sebagai berikut:

a. Baca dan pahami secara mendalam kompetensi dan indikator yang tercantu di

atas

b. Bacalah uraian materi secara seksama dan berurutan.

c. Jangan berpindah kepada materi berikutnya sebelum materi awal dapat dipahami

oleh anda dengan baik.

d. Diskusikan atau konsultasikan materi-materi yang belum dipahami dengan

teman/sumber belajar atau orang yang dianggap ahli dalam bidang ini.

105

e. Carilah sumber atau bacaan lain yang relevan untuk menunjang pemahaman dan

wawasan tentang materi ini.

f. Lakukan tugas yang diperintahkan dalam modul ini sebagai tindak lanjut

untuk mengukur tingkat pemahaman dan ketrampilan dari hasil pembelajaran.

2. Uraian Materi

Pendahuluan

Anak usia dini (lahir-8 tahun) yang sehat fisiknya adalah anak yang aktif atau

banyak bergerak. Saat terjaga hampir seluruh waktu anak dipergunakan untuk

bergerak – gerak kasar yang menggunakan sebagian besar tubuhnya seperti berlari,

memanjat, melompat, melempar atau gerakan yang hanya melibatkan sebagian kecil

tubuh seperti mendorong mobil-mobilan, menggunting, menempelkan kertas,

memakaikan baju boneka atau menggambar. Gerakan yang pertama dikenal sebagai

ketrampilan gerakan/motorik kasar atau gross motor skills dan yang kedua adalah

gerakan/motorik halus atau fine motor skills. Kedua macam gerakan ini

memungkinkan anak untuk bermain sepanjang waktu, karena itu pulalah masa ini

merupakan masa bermain. Pada awal usia dini (lahir - 3 tahun), koordinasi fisik

setiap bagian tubuh anak belum sempurna.

Dalam hal melakukan aktivitas motorik, anak masih menggerakkan otot-otot

yang tidak diperlukan. Misalnya ketika anak menendang, maka ia akan

menggerakkan tangannya ke depan secara berlebihan. Hal ini terlihat pula ketika

anak memegang benda, yang terlihat asal memegang bukan dengan cara yang

seharusnya. Anak juga masih menggerakkan otot- otot tubuhnya dengan tujuan yang

belum jelas, yang disebabkan karena belum matangnya otot-otot tubuh anak.

Semakin sering anak berlatih menggunakan otot-ototnya – melalui bermain- maka ia

akan semakin terampil dalam menggunakan anggota tubuhnya secara efektif.

Kemajuan yang pesat akan dicapai anak baik aspek gross motor skills maupun

fine motor skills-nya, sehingga perkembangan motorik anak semakin matang pada

usia 4-5 tahun. Ketika mencapai usia 6-8 tahun, anak telah dapat menggunakan

106

fisiknya secara baik. Koordinasi mata dengan tangan dan antar tiap-tiap anggota

tubuh telah berjalan dengan sempurna. Anak memiliki kemampuan untuk menjaga

keseimbangan tubuh dan menggunakan otot-otot tubuhnya secara efektif.

Perkembangan motorik sangat berpengaruh terhadap aspek-aspek

perkembangan lainnya. Anak yang kondisi fisiknya terlatih akan memiliki

kesempatan lebih banyak dalam mengeksplorasikan lingkungannya sehingga dapat

lebih mengenal dan memahami lingkungannya. Hal ini menggambarkan

mengapa perkembangan fisik (motorik) berkaitan erat dengan perkembangan

mental intelektual anak.

Perkembangan sosial emosional anak juga sangat dipengaruhi oleh

perkembangan fisiknya. Anak yang fisiknya lemah akan memiliki kepercayaan diri

yang kurang, terutama ketika ia membandingkan dirinya dengan anak-anak lain

yang sebayanya. Kegagalan untuk menguasai ketrampilan motorik akan membuat

anak kurang menghargai dirinya sendiri. Oleh karena itu agar anak dapat mencapai

dan melewati perkembangannya dengan optimal, perlu diperhatikan tahap-tahap

perkembangan motorik anak dengan stimulasinya yang tepat dan sesuai dengan usia

perkembangannya. Disamping itu perlu kiranya dilakukan evaluasi terhadap

perkembangan fisik anak agar dapat terdeteksi secara dini jika dalam proses

perkembangannya terjadi penyimpangan atau hambatanyang akan mengganggu

optimalisasi perkembangannya.

Modul ini membahas tentang landasan dan tahap perkembangan motorik

anak usia dini, teknik analisis perkembangan motorik motorik anak usia dini serta

berbagai strategi dalam mengemas perangkat pengembangan motorik anak usia dini

melalui kegiatan menyusun perencanaan dan mengembangkan kegiatan serta media

pengembangan motorik anak usia dini.

HAKIKAT DAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA DINI

a. Pengertian

107

Motorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan gerakan-gerakan

tubuh. Secara umum, kemampuan motorik terbagi menjadi dua macam, yaitu

ketrampilan motorik kasar atau gross motor skills dan ketrampilan motorik halus atau

fine motor skills. Motorik kasar adalah gerakan yang dilakukan dengan melibatkan

sebagian besar bagian tubuh. Gerakan motorik kasar memerlukan cukup tenaga dan

dilakukan oleh otot- otot besar. Contoh gerakan motorik kasar adalah gerakan

berjalan, berlari, melompat dan sebagainya. Sementara motorik halus adalah gerakan

yang hanya melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-

otot kecil.

Karena itu, gerakan motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga, akan

tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta ketelitian. Contoh gerakan

motorik halus adalah gerakan mengambil sebuah benda dengan menggunakan ibu

jari dan telunjuk tangan, menggunting, menyetir mobil, menulis, menjahit,

menggambar dan sebagainya.

Perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur

kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Dalam proses perkembangan anak,

motorik kasar berkembang terlebih dahulu dibandingkan motorik halus. Hal ini

dibuktikan dengan kenyataan bahwa anak sudah dapat menggunakan otot-otot

kakinya untuk berjalan sebelum ia mampu mengontrol tangan dan jari-jarinya

untuk menggambar atau menggunting. Ketrampilan motorik kasar diawali dengan

bermain yang merupakan gerakan kasar. Pada usia 3 tahun sesuai dengan tahap

perkembangan, anak umumnya sudah menguasai sebagian besar ketrampilan

motorik kasar. Sementara ketrampilan motorik halus baru mulai berkembang, yang

diawali dengan kegiatan yang amat sederhana seperti memegang pensil, memegang

sendok dan mengaduk. Ketrampilan motorik halus lebih lama pencapaiannya dari

pada ketrampilan motorik kasar karena ketrampilan motorik halus membutuhkan

kemampuan yang lebih sulit misalnya konsentrasi, kontrol, kehati-hatian dan

koordinasi otot tubuh yang satu dengan yang lain. Seiring dengan pertambahan usia

108

anak, kepandaian anak akan kemampuan motorik halusnya semakin berkembang

dan maju pesat.

Kemampuan motorik anak usia 4-6 tahun mempunyai perbedaan dengan

orang dewasa dalam hal: (1) cara memegang, (2) cara berjalan dan (3) cara

menyepak/menendang. Pada anak cara memegang dilakukan secara asal saja,

sedangkan orang dewasa memegang benda dengan cara yang khas agar dapat

dipergunakan secara optimal. Ketika orang dewasa berjalan, hanya mempergunakan

otot-ototnya yang diperlukan saja sedangkan anak-anak berjalan seolah-olah

seluruh tubuhnya ikut bergerak-gerak. Dalam hal menyepak/menendang, anak-

anak menyepak bola diikuti dengan kedua belah tangannya yang turut maju ke

depan secara berlebihan.

a. Pengertian

Aktivitas sehari-hari, baik yang bersifat sederhana maupun yang kompleks,

selalu berkaitan dengan gerak. Kegiatan seperti mengerjapkan mata, berjalan,

berlari, menuang air, menyusun kepingan puzzle merupakan aktivitas yang

berhubungan dengan gerak. Istilah gerak (movement) dalam bahasa Indonesia

terkadang digabungkan dengan kata motorik (motor) sehingga terkadang

muncul kata-kata “gerakan motorik”. Gallahue (1997: 17-18) menyatakan bahwa

istilah motorik (motor) itu sendiri sebenarnya merujuk pada faktor biologis dan

mekanis yang mempengaruhi gerak (movement). Sementara istilah gerak

(movement) merujuk pada perubahan aktual yang terjadi pada bagian tubuh

yang dapat diamati. Dengan demikian, motorik merupakan kemampuan yang

bersifat lahiriah yang dimiliki seseorang untuk mengubah beragam posisi

tubuh.

Perubahan yang terjadi pada anak, ketika mereka bertambah tinggi, sistem

syaraf yang semakin kompleks, pertumbuhan tulang dan otot pada intinya

109

mengacu pada perkembangan motorik. Menurut Meggitt (2002: 2), istilah

perkembangan motorik merujuk pada makna perkembangan fisik.

Perkembangan fisik memiliki arti bahwa anak telah mencapai sejumlah

kemampuan dalam mengontrol diri mereka sendiri. Dodge (2002: 20)

menyatakan bahwa pencapaian kemampuan motorik kasar dan motorik halus

pada anak usia prasekolah merupakan tujuan dari pengembangan fisik anak.

Pencapaian kontrol motorik kasar meliputi: memindahkan otot-otot besar

dalam tubuh, khususnya lengan dan kaki secara sadar dan berhati-hati.

Sedangkan pencapaian kontrol motorik halus mencakup penggunaan dan

koordinasi otot kecil pada tangan, pergelangan tangan dengan tangkas.

Gallauhe menjelaskan bahwa perkembangan motorik merupakan perubahan

perilaku motorik yang terjadi terus-menerus sepanjang siklus kehidupan.

Perilaku motorik (motor behavior) dapat diartikan sebagai perubahan pada

pembelajaran dan perkembangan motorik dalam mewujudkan faktor

pembelajaran dan proses kematangan yang berhubungan dengan performansi

motorik. Studi dan penelitian tentang perilaku motorik akan berfokus pada

kajian tentang pembelajaran motorik, kontrol motorik dan perkembangan

motorik. Proses perkembangan motorik mengikuti suatu pola umum yang

terdiri dari tiga arah utama, yaitu: (1) perkembangan dari otot kasar menuju ke

otot kecil, (2) pertumbuhan dari kepala ke jari kaki, disebut dengan

perkembangan cephalocaudal, (3) perkembangan dari sumbu tubuh menuju ke

luar, disebut perkembangan proximoditsal.

110

Gb 1.1 Pola Perkembangan Motorik (Nilsen, 2004: 83)

Perkembangan dari otot besar menuju ke otot kecil mengacu pada penggunaan

otot di dalam tubuh. Otot-otot besar (large muscles) meliputi perkembangan di

leher, batang tubuh, lengan dan kaki. Sementara otot-otot kecil meliputi jari,

tangan, pergelangan tangan. Hal ini dapat dilihat pada kondisi dimana bayi

lebih mampu berjalan terlebih dahulu sebelum mereka dapat menjumput

benda-benda yang berukuran kecil. Pola perkembangan cephalocaudal berasal

dari bahasa Latin, from head to tail. Pada pola perkembangan cephalocaudal,

perkembangan struktur dan fungsi tubuh berawal dari kepala, kemudian

menuju badan dan akhirnya menyebar menuju ke kaki. Adapun pola

111

perkembangan proximoditsal yang juga berasal dari bahasa Latin yang

bermakna dari dekat ke jauh (near to far) menunjukkan bahwa perkembangan

bergerak dari yang dekat mengarah ke luar sumbu pusat tubuh dan menyebar

ke ujung-ujungnya. Hal ini dapat diamati pada seorang bayi yang mampu

membalikkan badannya sebelum tangannya siap untuk menopang berat

tubuhnya. Proses tersebut terjadi karena otot-otot yang berada di pusat tubuh

berkembang lebih awal sehingga membalikkan badan akan dapat dilakukan

oleh anak sebelum mereka dapat duduk.

Perkembangan motorik merupakan cara tubuh untuk meningkatkan

kemampuan sehingga performanya menjadi lebih kompleks. Perkembangan

motorik mencakup dua klasifikasi, yaitu: (1) kemampuan motorik kasar (gross

motor skills) dan (2) kemampuan motorik halus (fine motor skills).

Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan untuk menggunakan otot-otot

besar pada tubuh yang digunakan antara lain untuk berjalan, berlari dan

mendaki.Kemampuan motorik halus mencakup kemampuan manipulasi kasar

(gross manipulative skills) yang melibatkan satu gerakan anggota badan seperti

melempar dan kemampuan manipulasi halus (fine manipulative skills) yang

melibatkan penggunaan tangan dan jari secara tepat seperti dalam kegiatan

menulis dan menggambar.

Terdapat tiga jenis gerakan dasar yang perlu dikembangkan kepada anak, yaitu:

gerakan lokomotor, manipulatif dan stabilitas. Gerakan lokomotor mencakup

gerakan berjalan, berlari, melompat, meloncat, melompat-lompat, mendaki.

Sementara gerakan manipulatif mencakup gerakan melempar, menangkap,

menendang, memasukkan. Selanjutnya gerakan stabilisasi mencakup

mengayun, berguling, membalikkan badan dan berjalan di atas papan titian.

Catron menjelaskan bahwa perkembangan motorik meliputi empat domain,

yaitu: (1) koordinasi mata – tangan/ mata-kaki, (2) kemampuan lokomotor, (3)

kemampuan non lokomotor, (4) pengendalian dan pengaturan tubuh. Keempat

112

domain tersebut perlu dikembangkan sejak dini. Koordinasi mata tangan perlu

distimulasi agar anak dapat mempelajari kemampuan manipulasi objek,

kemampuan memproyeksi objek (melempar, menangkap dan memukul),

kemampuan motorik halus (mencoret-coret, menggambar dan menulis), serta

kemampuan megikuti jejak secara visual. Kemampuan lokomotor perlu

dikembangkan dengan tujuan membantu anak mengembangkan kemampuan

menggunakan otot-otot besar untuk berpindah (menggunakan semua anggota

tubuh) secara horizontal dan proykesi tubuh seperti melompat, meloncat,

berlari cepat, berjingkrak dan meluncur. Kemampuan non lokomotor perlu

dikembangkan dengan tujuan untuk membantu anak melatih kemampuan

berpindah (dengan sebagian atau semua anggota tubuh) dan manipulasi seperti

gerakan menarik, mengangkat, memutar, mengulurkan tangan, berguling,

melipat dan membungkuk.Kemampuan pengendalian dan pengaturan tubuh

perlu distimulasi dengan tujuan agar anak mampu mengatur kemampuan

motorik setiap hari dan membantu anak mempelajari keseimbangan dan

kesadaran temporal, ketangkasan dan koordinasi (berkaitan dengan

kemampuan berhenti, memulai dan berpindah) serta mempelajari persepsi

tubuh dan ruang.

b. Fungsi Lima Pusat Kontrol Otak

Masa lima tahun pertama (lahir-5tahun) adalah masa emas bagi

perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik diartikan sebagai

perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Ada tiga

unsur yang menentukan dalam perkembangan motorik yaitu otak, syaraf dan otot.

Ketika motorik bekerja, ketiga unsur tersebut melaksanakan masing-masing

peranannya secara interasi positif, artinya unsur- unsur yang satu saling berkaitan,

saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai

kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya. Jadi ketiga unsur tersebut saling

113

bekerja sama sehingga terbentuk suatu gerakan yang bertujuan, misalnya berbicara,

berjalan, berlalri, menulis menggambar dan sebagainya.

Proses perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan perkembangan

pusat motorik di otak. Ketrampilan motorik berkembang sejalan dengan kematangan

syaraf dan otot. Oleh karena itu, setiap gerakan yang dilakukan anak, sesederhana

apapun sebenarnya merupakan hasil pola interaksi kompleks dari berbagai bagian

dan sistem dalam tubuh yang dikontrol otak. Jadi otaklah, sebagai bagian dari

susunan syaraf pusat yang mengatur dan mengontrol semua aktivitas fisik dan

mental. Dengan kata lain aktivitas anak terjadi di bawah control otak, secara simultan

(berkesinambungan) otak terus mengolah informasi yang diterimanya. Bersamaan

dengan itu, otak bersama jaringan syaraf yang membentuk sistem syaraf pusat yang

mencakup lima pusat kontrol akan mendiktekan setiap gerakan anak.

Secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan yang menggambarkan fungsi lima

pusat kontrol di otak tersebut berikut ini :

Tabel 20. Fungsi Lima Pusat Kontrol di Otak

Otak dan

Pusat Kontrol Syaraf

Fungsi

Cerebral Cortex

(Otak Besar)

Merupakan pusat kontrol, yang menerima dan

memproses informasi penginderaan.

Basal Ganglia Kumpulan sel syaraf di dalam sistem syaraf

pusat yang menyebabkan gerakan tanpa

direncanakan terlebih dahulu.

Cerebellum

(otak Kecil)

Bagian yang mengatur pergerakan seluruh

tubuh dan koordinasi gerakan tubuh.

Batang Otak Merupakan bagian yang menghubungkan

otak dengan jaringan syaraf, memiliki fungsi

menyeleksi informasi dan membiarkan otak

bereaksi sesuai kebutuhan.

Jaringan Syaraf Merupakan jalur transmisi bagi pesan-pesan

yang dating menuju otak.

114

Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur

otot memungkinkan berkembangnya kompetensi atau ketrampilan motorik anak. Di

samping ketrampilan motorik, otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan

bagi perkembangan aspek-aspek perkembangan individu lainnya, ketrampilan

intelektual, emosional, sosial, moral dan kepribadian. Pertumbuhan otak yang

normal dan sehat berpengaruh positif bagi perkembangan aspek-aspek lainnya.

Apabila pertumbuhan dan perkembangan otak tidak normal cenderung akan

menghambat perkembangan keseluruhan aspek-aspek tersebut.

c. Fungsi Perkembangan Motorik

Adapun Hurlock menjelaskan bahwa keterampilan motorik dapat

dikategorikan ke dalam empat bidang, yaitu: (1) keterampilan bantu diri, (2)

keterampilan bantu sosial, (3) keterampilan bermain dan (4) keterampilan sekolah.

Keterampilan bantu diri atau self help skills merupakan keterampilan yang

berkaitan dengan keterampilan yang diperlukan oleh anak untuk melakukan

aktivitas sehari-hari (activity daily living), seperti: menggunakan sendok dan garpu

untuk makan, mengancingkan baju, dan menalikan sepatu. Keterampilan bantu

sosial merupakan keterampilan yang dipergunakan oleh anak sebagai upaya agar

dirinya dapat diterima oleh lingkungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat,

seperti: membereskan pekerjaan di rumah dan sekolah. Keterampilan bermain

merupakan beragam keterampilan yang dipelajari oleh anak ketika dirinya

bergabung dalam kelompok teman sepermainan sebagai usaha untuk dapat diterima

dan menghibur dirinya sendiri, seperti: bermain layang-layang, menggambar,

menggunakan alat-alat permainan lainnya. Keterampilan sekolah berkaitan dengan

keterampilan yang harus dikuasai oleh anak agar dirinya mampu mengerjakan

sejumlah tugas yang bersifat akademis, seperti: menulis, menggunting, dan melukis.

Penguasaan yang baik terhadap keterampilan sekolah akan sangat membantu anak

dalam mencapai prestasi sekolahnya, baik dalam prestasi yang bersifat akademis

maupun non akademis.

115

d. Klasifikasi/Tingkatan Kemampuan Motorik

Benyamin Bloom menyatakan bahwa rentangan penguasaan psikomotorik

ditunjukkan oleh gerakan yang kaku sampai kepada gerakan yang lancer dan luwes.

Dave (1970) memperjelasnya dengan mengklasifikasikan domain psikomotorik ke

dalam lima kategori mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai pada tingkatan

yang paling tinggi sebagai berikut:

1) Imitation (Peniruan)

Peniruan yaitu suatu ketrampilan untuk menirukan sesuatu gerakan yang telah

dilihat, didengar atau dialaminya. Jadi kemampuan ini terjadi ketika anak

mengamati suatu gerakan, dimana ia mulai memberi respon serupa dengan apa

yang diamatinya. Gerakan meniru ini akan mengurangi koordinasi dan kontrol

otot-otot syaraf, karena peniruan gerakan umumnya dilakukan dalam bentuk

global dan tidak sempurna. Contoh gerakan ini adalah menirukan gerakan

binatang, menirukan gambar jadi tentang suatu gerakan dan menirukan langkah

tari.

2) Manipulation (Penggunaan Konsep)

Suatu ketrampilan untuk menggunakan konsep dalam melakukan kegiatan

(gerakan). Ketrampilan manipulasi ini menekankan pada perkembangan

kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan gerakan-gerakan pilihan dan

menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Jadi penampilan gerakan anak

menurut petunjuk-petunjuk dan tidak hanya meniru tingkah laku saja. Contohnya

adalah menjalankan mesin, menggergaji, melakukan gerakan senam kesegaran

jasmani yang didemontrasikan.

3) Precition (Ketelitian)

Suatu ketrampilan yang berhubungan dengan kegiatan melakukan gerakan secara

teliti dan benar. Ketrampilan ini sebenarnya hampir sama dengan gerakan

manipulasi tetapi dilakukan dengan kontrol yang lebih baik dan kesalahan yang

lebih sedikit. Ketrampilan ini selain membutuhkan kecermatan juga proporsi dan

116

kepastian yang lebih tinggi dalam penampilannya. Respon-respon lebih terkoreksi

dan kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum. Contoh gerakan ini adalah

gerakan mengendarai/menyetir mobil dengan terampil, berjalan di atas papan

titian.

4) Articulation (Perangkaian)

Suatu ketrampilan untuk merangkaikan bermacam-macam gerakan secara

berkesinambungan. Gerakan artikulasi ini menekankan pada koordinasi suatu

rangkaian gerakan dengan membuat urutan tepat dan mencapai yang diharapkan

atau konsistensi internal antara gerakan-gerakan yang berbeda. Contoh

ketrampilan gerakan ini adalah mengetik dengan ketepatan dan kecepatan

tertentu, menulis, menjahit.

5) Naturalization (Kewajaran/Pengalamiahan)

Suatu ketrampilan untuk melakukan gerakan secara wajar. Menurut tingkah laku

yang ditampilkan, gerakan ini paling sedikit mengeluarkan energi baik fisik

maupun psikis. Gerakan ini biasanya dilakukan secara rutin sehingga telah

menunjukkan keluwesannya. Misalnya memainkan bola dengan mahir,

menampilkan gaya yang benar dalam berenang, mendemonstrasikan suatu

gerakan, pantomim dan sebagainya.

Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Dave, Anita Harrow membagi

tingkatan keterampilan motorik menjadi 5 jenis gerakan, yaitu:

1) Gerakan refleks, yaitu tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam

menanggapi stimulus. Contoh: Merentangkan, melenturkan badan,

menyesuaikan postur tubuh menurut keadaan.

2) Gerakan dasar, yaitu pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan

campuran gerak refleks dan gerakan yang lebih kompleks. Contoh :

Menggenggam, mencengkram, mencekal, menyambar.

3) Gerakan tanggap perseptual. Merupakan penafsiran terhadap segala rangsang

yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Hasil

117

belajarnya dapat berupa kewaspadaan berdasarkan perhitungan dan kecermatan.

Contoh : Bermain tali, menangkap, menyepak.

4) Kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang memerlukan kekuatan-kekuatan mental,

ketahanan, kecerdasan, kegesitan dan kekuatan suara. Contoh : Semua kegiatan

fisik yang memerlukan usaha dalam jangkauan panjang dan berat, pengerahan

otot, gerakan sendi yang cepat.

5) Komunikasi tidak berwacana. Merupakan komunikasi melalui gerakan

tubuh. Gerakan tubuh merentang dari ekspresi mimik muka sampai gerakan

koreografi yang rumit.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Anak Usia Dini

Perkembangan motorik seorang anak tidak selalu berjalan dengan sempurna.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak, baik

faktor internal maupun faktor eksternal. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor

tersebut:

1) Sifat dasar genetik

Faktor ini merupakan faktor internal yang berasal dari dalam diri anak dan

merupakan sifat bawaan dari orangtua anak. Faktor ini ditandai dengan beberapa

kemiripan fisik dan gerak tubuh anak dengan salah satu anggota keluarganya,

apakah ayah, ibu kakek, nenek atau keluarga lainnya. Sebagai contoh anak yang

memiliki bentuk tubuh tinggi kurus seperti ayahnya, padahal sang anak sangat

suka makan (dianggap dapat membuat anak menjadi gemuk) tetapi kenyataannya

anak tidak menjadi gemuk.

2) Kondisi pra lahir ibu

Ketika anak berada dalam kandungan, pertumbuhan fisiknya sangat tergantung

pada suplai gizi yang diperolehnya dari ibunya. Jika kondisi fisik seorang ibu yang

sedang mengandung terganggu karena kurang gizi, maka anak yang

dikandungnya pun akan mengalami pertumbuhan fisik yang tidak sempurna.

118

Contohnya ibu hamil yang kekurangan asam folat akan mengakibatkan gangguan

pertumbuhan otak dan cacat pada janin.

3) Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan merupakan faktor internal atau faktor di luar diri anak.

Kondisi lingkungan yang kurang kondusif dapat menghambat perkembangan

motorik anak, dimana anak kurang mendapatkan keleluasaan dalam bergerak dan

melakukan latihan-latihan. Misalnya ruangan bermain yang terlalu sempit,

sedangkan jumlah anak banyak, akan mengakibatkan anak bergerak cepat dan

sangat terbatas bentuk gerakan yang dilakukannya.

4) Kesehatan & gizi

Kesehatan dan gizi anak sangat berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangan

motorik anak, mengingat bahwa anak berada pada masa pertumbuhan dan

perkembangan fisik yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan pertambah

volume dan fungsi tubuh anak. Dalam pertumbuhan fisik/motorik yang

pesat ini anak membutuhkan gizi yang cukup untuk membentuk sel-sel

tubuh dan jaringan tubuhnya yang baru. Kesehatan anak yang terganggu karena

sakit akan memperlambat pertumbuhan/perkembangan fisiknya dan akan

merusak sel-sel serta jaringan tubuh anak.

5) IQ

Kecerdasan intelektual turut mempengaruhi perkembangan motorik anak.

Kecerdasan intelektual yang ditandai dengan tinggi rendahnya skor IQ secara

tidak langsung membuktikan tingkat perkembangan otak anak dan

perkembangan otak anak sangat mempengaruhi kemampuan gerakan yang

dapat dilakukan oleh anak, mengingat bahwa salah satu fungsi bagian otak

adalah mengatur dan mengendalikan gerakan yang dilakukan anak. Sekecil apaun

gerakan yang dilakukan anak, merupakan hasil kerjasama antara 3 unsur yaitu

otak, urat saraf dan otot, yang berinteraksi secara positif.

6) Adanya stimulasi, dorongan dan kesempatan

119

Perkembangan motorik anak sangat tergantung pada seberapa banyak stimulasi

dan dorongan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena otot-otot anak baik otot

halus maupun kasar belum mencapai kematangan. Gerakan otot yang dilakukan

anak masih sangat kasar. Dengan latihan-latihan yang cukup akan membantu

anak untuk mengendalikan gerakan ototnya sehingga mencapai kondisi motoris

yang sempurna yang ditandainya dengan gerakan yang lancar dan luwes.

7) Pola asuh

Ada tiga pola asuh yang dilakukan oleh orangtua yaitu pola asuh otoriter,

demokratis dan permisif. Pola asuh otoriter cenderung tidak memberikan

kebebasan kepada anak, dimana anak dianggap sebagai robot yang harus taat

pada semua aturan dan perintah yang diberikan. Sedangkan Pola asuh permisif

sangat berlawanan dengan otoriter, yaitu orangtua cenderung akan memberikan

kebebasan tanpa batas pada anak dan cenderung membiarkan anak untuk

bertumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa dukungan orangtua. Pola

asuh yang terbaik adalah demokratis dimana orangtua akan memberikan

kebebasan yang terarah artinya orang tua memberikan arahan, bimbingan dan

stimulasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, jadi orang tua berusaha

memberdayakan anak. Ketiga pola asuh ini tentunya akan menentukan suasana

kehidupan yang akan dialami anak dalam kesehariannya dan tentu saja akan

sangat mempengaruhi proses perkembangannya diantarannya perkembangan

motorik.

8) Cacat fisik

Kondisi cacat fisik yang dialami oleh anak akan mempengaruhi kemampuan

gerak anak. Kecacatan ini akan menghambat kelancaran dan keluwesan anak

dalam bergerak. Contoh sederhana seorang anak yang mengalami cacat tuna netra

cenderung terlihat kaku dalam bergerak, atau anak yang mengalami kelumpuhan

mengalami gangguan dalam keseimbangan badan.

f. Strategi Pengembangan Aspek Perkembangan Motorik Anak Usia Dini

120

1) Prinsip - Prinsip Pengembangan

Untuk mengembangkan motorik anak usia dini secara optimal, perlu

diperhatikan prinsip-prinsip berikut :

a) Berikan kebebasan ekspresi pada anak.

Ekspresi adalah proses pengungkapan perasaan dan jiwa secara jujur dan

langsung dari dalam diri anak.

b)Lakukan pengaturan waktu, tempat, media (alat dan bahan) agar dapat

merangsang anak untuk kreatif.

Kreativitas merupakan kemampuan mencipta sesuatu yang baru yang bersifat

orisinil/ asli dari dirinya sendiri. Kreativitas erat kaitannya dengan fantasi

(daya khayal), karena itu anak perlu diaktifkan dengan cara membangkitkan

tanggapan melalui pengamatan dan pengalamannnya sendiri.

c) Berikan bimbingan kepada anak untuk menemukan teknik/cara yang baik dalam

melakukan kegiatan dengan berbagai media.

Ketika melakukan kegiatan motorik halus, anak menggunakan berbagai

macam media/alat dan bahan, oleh karena itu perlu kiranya anak mendapatkan

contoh dan menguasai berbagai cara menggunakan alat alat tersebut, sehingga

anak merasa yakin akan kemampuannya dan tidak mengalami kegagalan.

Latihan menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan berbagai gerakan

sederhana misalnya bermain jari (finger plays).

d)Pupuk keberanian anak dan hindarkan petunjuk yang dapat merusak keberanian

dan perkembangan anak.

Hindari komentar negatif ketika melihat hasil karya motorik halus anak,

begitu pula kata-kata yang membatasi berupa larangan atau petunjuk yang terlalu

banyak serta labeling kepada anak. Hal-hal tersebut dapat menyebabklan anak

berkecil hati, kurang percaya diri dan frustasi dengan kemampuannya. Berikan

motivasi dengan kata-kata positif, pujian, dorongan dan reward lainnya sehingga

anak termotivasi untuk terus menungkatakan kemampuannnya.

e) Bimbing anak sesuai dengan kemampuan dan taraf perkembangan anak.

121

Dalam perkembangan anak terdapat karakteristik perkembangan yang

berbeda-beda untuk tiap usia. Karena itu perlu kiranya memperhatikan apa dan

bagaimana bimbingan dan stimulai yang dapat diberikan kepada anak sesuai

dengan usia perkembangan anak.

f) Berikan rasa gembira dan ciptakan suasana yang menyenangkan pada anak.

Anak akan melakukan kegiatan dengan seoptimal mungkin jika ia berada

dalam kondisi psikologis yang baik, yaitu dalam suasana yang menyenangkan

hatinya tanpa ada tekanan. Karena itu ciptakan suasana yang memberikan

kenyamanan psiklogis da anak dalam berkarya motorik halus.

g) Lakukan pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan.

Dalam mengembangkan kegiatan motorik halus orang dewasa perlu memberikan

perhatian yang memadai pada anak, hal ini untuk memberikan dorongan pada

anak dan sekaligus menghidari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti

pertengkaran memperebutkan alat berkarya, atau kegagalan membuat karya atau

bahkan kecelakaan ketika anak tidak berhati-hati mengguanakan alat, seperti

gunting.

2) Teknik Pengembangan

Dalam melaksanakan pengembangan motorik anak usia dini, ada tiga

teknik pelaksanaan yang dapat dilakukan guru yaitu pelaksanaan terpimpin,

pelaksanaan setengan terpimpin dan pelaksanaan bebas. Berikut ini akan dipaparkan

ketiga teknik pelaksanaan tersebut secara lebih rinci.

a) Pelaksanaan Terpimpin

Pelaksanaan terpimpin adalah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan di

bawah bimbingan guru atau atas bimbingan guru untuk menghasilkan

keterampilan motorik halus yang sudah ditentukan. Pelaksanaan ini terdiri dari 3

macam cara yaitu :

• Klasikal

122

Setiap anak dalam kelas melakukan bentuk kegiatan yang sama yang telah

ditentukan guru secara individual.

• · Kerja Kelompok Kecil

Kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil (5-7 anak perkelompok).

Setiap kelompok mengerjakan tugas/kegiatan yang berbeda-beda, yang satu

dengan lainnya tidak ada hubungan.

• · Kerja Kelompok Besar

Guru memberikan satu tugas besar kegiatan motorik halus, yang dikerjakan

bersama-sama dengan cara kelas dibagi dalam beberapa kelompok besar (10-20

anak perkelompok), masing-tugas saling berhubungan.

b) Pelaksanaan Setengah Terpimpin

Prinsip pelaksanaan setengah terpimpin adalah “bebas tapi terikat”,

artinya anak bebas dalam memilih kegiatan dan cara melaksanakan tugas

dengan caranya sendiri, tetapi terikat kepada tugas yang sudah dipilih untuk

dikerjakan sampai selesai.

c) Pelaksanaan Bebas

Pada teknik ini anak melakukan kegiatan-kegiatan motorik halus

dengan berbagai media kreatif menurut minat masing-masing secara bebas, anak

boleh memilih alat/bahannya sendiri, memilih tempat melakukannya serta

memilih bentuk-bentuk kegiatan yang disukainya.

Keterangan:

Ketiga teknik pelaksanaan tersebut tidak dilaksanakan secara mutlak, tetapi

disesuaikan dengan kemampuan anak, waktu pelaksanaan, jenis tugas yang

diberikan serta metode pembelajaran yang diterapkan.

Pada saat awal pembelajaran biasanya guru menerapkan teknik

pelaksanaan kegiatan terpimpin dan setengah terpimpin, dengan tujuan

mengkondisikan dan membantu anak untuk beradaptasi dengan lingkungan

yang baru ditemuinya. Setelah itu (karena anak sudah mengetahui kegiatan motorik

123

yang telah dilaksanakan sebelumnya), maka guru dapat menerapkan teknik

pelaksanaan bebas. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan

memberikan kebebasan anak berkreasi untuk menumbuhkan minat dan inisiatifnya

c. Berbagai Pandangan Mengenai Perkembangan Motorik Anak

Fisik atau tubuh manusia merupakan system organ yang komples dan sangat

mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam

kandungan). Kuhlen dan Thomshon. 1956 (Yusuf, 2002) mengemukakan bahwa

perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) system syaraf yang

sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) otot-otot yang

mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) kelenjar

endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti

pada remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan

yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) struktur fisik/tubuh

yang meliputi tinggi, berat dan proposi.

Usia emas dalam perkembangan motorik adalah middle childhood atau masa anak-

anak, seperti yang diungkapkan Petterson (1996)

During middle childhood, the body and brain undergo important growth changes, leading

to better motor coordinator, greater strength and more skilfull problem-solving. Health

and nutrition play an important part in these biological developments.

Pada usia ini, kesehatan fisik anak mulai stabil. Anak tidak mengalami sakit

seperti uasia sebelumnya. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik jadi lebih

maskimal dari pada usia sebelumnya.

The period of middle childhood, from age six to age twelve is, also remarkably free from

desease. The average child suffers fewer bouts of illness than during the years before

124

school entry, and the risk of death for a contemporary Australian or New Zealand child is

lower than at any earlier or later period during the life span. (Petterson, 1996).

Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak.

Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui

kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord.

Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah

gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau

seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.

Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan

sebagainya.

Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus

atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk

belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan,

mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua

kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal.

Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah yang

mensetir setiap gerakan yang dilakukan anak.Semakin matangnya

perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot m,emungkinkan

berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak. Perkembangan

motorik anak dibagi menjadi dua:

1. Keterampilan atau gerakan kasar seperti berjalan, berlari, mmelompat, naik

turun tangga.

2. Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi seperti menulis,

menggambar, memotong, melempar dan menagkap bola serta memainkan

benda-benda atau alat-alat mainan (Curtis,1998; Hurlock, 1957 dalam Yusuf

2002)

125

Perkembangan motorik berbeda dari setiap individu, ada orang yang

perkembangan motoriknya sangat baik, seperti para atlit, ada juga yang tidak

seperti orang yang memiliki keterbatasan fisik. Gender pun memiliki pengaruh

dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Sherman (1973) yang menyatakan bahwa

anak perempuan pada usia middle childhood kelenturan fisiknya 5 %- 10 % lebih

baik dari pada anak laki-laki, tapi kemampuan fisik atletis seperti lari, melompat

dan melempar lebih tinggi pada anak laku-laki dari pada perempuan.

Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis

atau kematangan fisik anak, Motor development comes about through the unfolding of

a genetic plan or maturation (Gesell, 1934 dalam Santrock, 2007). Anak usia 5 bulan

tentu saja tidak akan bisa langsung berjalan. Dengan kata lain, ada tahapan-

tahapan umum tertentu yang berproses sesuai dengan kematangan fisik anak.

Teori yang menjelaskan secara detai tentang sistematika motorik anak adalah

Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut

mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus

mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk

melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak.

Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak

melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya

bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk

melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan

tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil

mainan yang menarik baginya.

“…….to develop motor skill, infants must perceive something in the environment that

motivates them to act and use their perceptions to fine-tune their movement. Motor skills

represent solutions to the infant’s goal.”

126

Teori tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan

sesuatu, mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru,

kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak factor, yaitu

perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk

bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan

yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik. Misalnya, anak akan mulai

berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi kaki cukup kuat

menopang tubuhnya dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil

mainannya.

Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorik pun

berhubungan dengan aspek psikologis anak. Damon & Hart, 1982 (Petterson

1996) menyatakan bahwa kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image

anak. Anak yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga

akan menyebabkan dia dihargai teman-temannya. Hal tersebut juga seiring

dengan hasil penelitian yang dilakukan Ellerman, 1980 (Peterson, 1996) bahwa

kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem.

a. Batasan Keterampilan Motorik Halus

Keterampilan motorik halus (fine motor skills) merupakan gerakan yang

dilakukan hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan

oleh otot-otot kecil, tidak memerlukan tenaga tetapi membutuhkan koordinasi

yang cermat seperti koordinasi mata, tangan dan telinga. Kontrol motorik halus

pada tahap yang paling awal masih berupa genggaman yang bersifat refleks.

Gerakan ini kemudian akan menjadi lebih terkoordinasi dan lebih baik seiring

dengan meningkatnya usia dan pengalaman. Pada umumnya, anak akan

menunjukkan kemajuan perilaku kontrol motorik halus sederhana pada usia 4-6

tahun, kemudian akan semakin meningkat pada usia 5-12 tahun yang dicirikan

dengan meningkatnya keterampilan motorik halus secara signifikan di bagian

pergelangan tangannya.

127

b. Keterampilan yang berkaitan dengan Motorik Halus

Keterampilan motorik halus mencakup tidak hanya koordinasi mata dan

tangan. Keterampilan ini mencakup keterampilan lainnya, yaitu: (1) kekuatan

otot, (2) postur/ posisi tubuh, (3) tekanan otot, (4) kemampuan menggenggam

berbagai ukuran dan bentuk, (5) koordinasi tangan dan mata, (6) kecepatan

manipulatif, (7) kelancaran lengan ketika memindahkan, (8) pengendalian

kekuatan, (9) kecepatan manipulatif, (10) kestabilan tangan, (11) kepekaan

kinestetis, (12) kecermatan dalam menggenggam, dan (13) pelepasan

genggaman. Penjelasan secara terperinci setiap keterampilan tercantum dalam

bagan berikut ini:

Kemampuan menggenggam berbagai

ukuran dan bentuk

Kemampuan memperkirakan, persepsi dan control tentang ukuran dan bentuk dengan menggegam

Koordinasi mata dan tangan(eye-hand

coordination)

Ketepatan koordinasi mata dan tangan dalam melihat dan mengerjakan sesuatu dengan tangan.

Kelancaran lengan ketika

memindahkan (fluency of arm

transport)

Pergerakan tubuh antara bahu, tangan, tungkai dan jari –jari lancar dan ketepatan menggerakkan tubuh sesuai dengan tugas yang diminta.

Pengendalian kekuatan (force control) Kemampuan mengendalikan kekuatan yang digunakan dalam kegiatan manipulatif

Kecepatan manipulatif (manipulation

speed)

Pengendalian terhadap kecepatan gerakan (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat)

Kestabilan tangan(hand steadiness) Kestabilan gerakan tangan (mengurangi gemetar)

Kepekaan kinestetik (kinesthetic

sensitivity)

Umpan balik dari otot, sendi, kulit dan tendon/urat daging yang digunakan untuk membantu dalam memperhalus gerakan

Pemisahan jari-jari (finger isolation) Kemampuan memilih dan menggerakkan jari yang digunakan untuk tugas tertentu secara tepat .

128

Kecermatan dalam menggenggam

(precision grip)

Kemampuan untuk mengambil dan memanipulasi objek; melibatkan penggunaan ibu jari dan telunjuk dan seringkali jari tengah.

Pelepasan genggaman (grip release) Kecepatan dan ketepatan dalam melepas benda dari genggaman.

c. Perkembangan Motorik Halus

Masa prasekolah merupakan masa yang paling bagus untuk mengembangkan

sejumlah keterampilan motorik halus. Pada usia ini, seiring dengan semakin

matangnya organ motorik maka gerakan yang dilakukan oleh anak juga

mengalami peningkatan yang pesat. Hurlock mengatakan bahwa usia

prasekolah merupakan masa yang paling ideal untuk mengembangkan

keterampilan karena pada usia ini: (1) tubuh anak lebih lentur, (2) anak belum

memiliki banyak tanggung jawab, (3) anak bersedia mengulangi tindakan

sehingga sangat memungkinkan mereka untuk banyak mencoba, (4) anak lebih

berani mencoba, dan (5) anak belum memiliki banyak keterampilan. Nilsen

mendeskripsikan perkembangan fisik, baik motorik kasar dan motorik halus,

dalam piramida terbalik berikut ini:

Motorik Kasar, Gerakan

Lokomotor

Motorik Halus, Gerakan

Manipulatif

Olahraga-kaitan

dengan gerak

(Sport)

Lebih halus dan stabil

Mengelak

Bermain voli

Menangkap

Memantulkan bola

Memukul

Menendang

Melempar sampai di atas

kepala

Lompat tali

Kontrol menulis lebih baik

Menulis sambung

Menalikan tali sepatu

Fundamental

5 tahun

Seimbang berjalan di

papan titian

Menyisir rambut

Memotong makanan

129

Mengayuh pedal

Berlari dengan terkontrol

Berjingkrak

Memanjat

Melompat-lompat

dengan pisau

Membuka resleting

Memotong dg satu tangan

Memegang alat tulis dg

jari

Memegang gunting dg 2

tangan

Puzzle: jumlahnya

meningkat,

ukurannya makin kecil

Belum sempurna

(Rudimentary)

2 tahun

Mulai berlari cepat

Meloncat

Melompat

Berlari

Berjalan

Mengancingkan baju

Belajar memegang alat

tulis

Memasang resleting

Melepaskan terkontrol

Menggenggam terkontrol

Melepas baju

Refleks (Reflexive)

1 tahun

Menjelajah

Menarik

Duduk

Merambat

Merangkak

Melepaskan

Menggenggam

Menjepit

Menjangkau

Merenggut

Refleks

Menggenggam

Adapun Woolfson (2006) mendeskripsikan bagaimana keterampilan yang dapat

dicapai oleh anak usia prasekolah dan bagaimana perlakuan yang seharusnya

diterima anak dari orang-orang yang bertanggung jawab dalam tabel berikut

ini:

Usia

Keterampilan Apa yang Dilakukan

� Jika berkonsentrasi dengan sungguh-sungguh, anak dapat memegang benda kecil dengan tangan yang

• Letakkan setumpuk balok kayu di depannya dan mintalah anak untuk menyusunnya,

130

3 – 3.5 tahun

mantap dan menggerakkannya dengan cukup tepat tanpa menjatuhkan dari genggamannya.

� Anak lebih mahir menggunakan gunting, sebagian karena ukuran jari-jari dan tangannya yang bertambah besar tetapi juga karena genggamannya lebih matang.

� Mengenakan kancing dan membukanya kembali. Anak ingin melakukan sendiri berbagai hal dan bersedia bekerja keras untuk tugas ini.

yang satu di atas yang lain. Anak mungkin berhasil menjaga keseimbangan delapan atau Sembilan buah balok dengan cara ini sebelum akhirnya menaranya tumbang. Anak senang berlatih sampai berhasil melakukannya.

• Berikan gunting untuk anak dan biarkan anak memasukkan sendiri jari-jari tangannya. Setlah anak mengatakan bahwa dia dapat menggenggam dengan nyaman, berikan secarik kertas tebal berukuran besar kepadanya untuk digunting. Anak sekarang mampu menggunakan gunting memotong sepanjang kertas.

• Masukkan kancing baju ke dalam lubangnya (semakin besar ukuran kancing semakin baik).

• Keterampilan menggambar mengalami kemajuan demikian pesat sehingga anak dapat meniru secara akurat banyak garis dasar yang menjadi bagian dari huruf tertulis, walaupun anak belum dapat membentuk

• Berikan pensil kepada anak untuk berlatih meniru gambar lingkaran, garis lurus vertical, garis lurus horizontal, dan garis bergelombang yang tidak terputus-putus. Tunjukkan kepadanya bagaimana garis-garis ini dapat disatukan

131

3.5 – 4 tahun

huruf dengan lengkap

• Koordinasi mata-tangan bertambah baik sehingga dapat menggunakan alat makan di masing-masing tangan.

• Anak menyukai aktivitas menantang yang menggunakan koordinasi tangan-mata dan siap mencobanya berkali-kali sampai sukses

• Pemahaman anak sudah mengalami kemajuan ditambah dengan pengendalian tangannya yang lebih baik berarti bahwa dia ingin menulis namanya asalkan anak mempunyai contoh tulisan untuk ditiru.

• Anak mulai berminat mengerjakan kegiatan rutin sehari-hari, seperti membasuh tangan, makan sendiri.

• Kendali anak atas pensil lebih matang.

• Memotong dan menggunting menjadi lebih baik dan akurat

dengan berbagai cara untuk membuat pola menarik yang bervariasi.

• Tentukan saat anak harus menggunakan peralatan makan.

• Berikan segenggam manic-manik kayu warna warni yang tengahnya mempunyai lubang. Minta anak untuk membuat kalung dengan memasukkan beberapa ke dalam benang.

• Tunjukkan kepada anak saat kita menulis namanya dengan ukuran huruf yang besar dan jelas. Minta anak untuk berlatih mengikuti tulisan tersebut di bawahnya.

• Dorong anak agar mandiri dalam kebersihan diri sendiri dan kebersihan di lingkungan sekitarnya.

• Sediakan berbagai peralatan seperti cat, kapur tulis, krayon, pensil untuk melatih keterampilan menulis.

• Berikan sehelai kertas dan minta anak untuk membagi dua dan kembangkan dengan menggunting bagian sisanya menjadi dua.

d. Asesmen Perkembangan Motorik Halus Anak Prasekolah

132

Teknik asesmen yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data mengenai

pencapaian perkembangan motorik halus anak adalah dengan checklist

perkembangan. Checklist perkembangan merupakan daftar sejumlah criteria

yang telah ditetapkan sebelumnya untuk merekam hasil obervasi. Dengan

checklist perkembangan, kita akan mengetahui rangkaian perkembangan yang

ditunjukkan oleh anak.

Berikut ini adalah contoh checklist perkembangan keterampilan motorik halus anak prasekolah (Gober dalam Nilsen, 2004): Nama Anak : Usia : Indikator Perkembangan Motorik Halus

Terobservasi Tidak terobservasi

Usia 3 tahun Meniru membuat lingkaran Memanipulasi plastisin, puzzle, gunting Membangun sesuatu Mulai memasang resleting, mengancingkan baju

Usia 4 tahun Menggambar, melukis, menggunakan gunting

Mandi sendiri Koordinasi mata tangan mulai berkembang

Usia 5 tahun Merawat diri sendiri (menalikan tali sepatu, mengancingkan baju) Menggunting dengan akurat Memegang pensil dan gunting dengan tepat Dominasi tangan, kanan atau kiri Menggunakan lem dengan benar dan mudah

Usia 6-8 tahun Menulis huruf dan angka dengan baik Menggambar orang dengan

133

pakaian dan bagian-bagian tubuhnya

Contoh checklist untuk anak prasekolah (3-6 tahun) dapat juga berupa tanda

cek seperti contoh berikut ini (Coughin, 2000):

Nama Anak :

Usia Anak :

Jenis Kelamin :

Guru :

Indikator

Tidak

teramati Tahap Awal

Berkem bang

Konsisten

1. Menunjukkan kontrol Menunjukkan kecenderungan penggunaan tangan (kanan atau kiri) Mengambil dan menjumput benda dengan mudah Memegang alat tulis, gunting dengan pegangan yang benar

2. Menggunakan gerakan terkoordinasi Menunjukkan koordinasi mata tangan (memasukkan benang ke lubang jarum) Memasangkan dan

134

3. Latihan

a. Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk

sekolah hingga pulang sekolah!

b. Rekam dan catatlah perkembangan motorik halus anak secara detail

menggunakan berbagai teknik asesmen!

c. Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan

indicator perkembangan motorik halus, komentar dan kesimpulan, dan tindak

lanjut/stimulasi!

g. Strategi Pengembangan Motorik Halus

Ada 4 strategi yang dapat dipilih guru dalam melaksanakan kegiatan

pengembangan motorik , yaitu :

STRATEGI 1

Anak bekerja dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 - 5 anak. Setiap

kelompok memiliki sebuah tugas khusus yang harus di hasilkan pada sentra tertentu.

Pada 3 – 5 menit terakhir, anak berputar ke sentra yang lain. Guru memiliki

kesempatan untuk memberikan penguatan dan arahan kepada anak dalam

mengerjakan tugas tersebut, atau dapat membantu jika ada kesalahan yang

mencocokkan kembali kepingan benda kecil Menutup resleting dan mengancingkan baju Memotong menurut garis Menggambar atau menulis dengan terkontrol

135

dilakukan anak. Hal ini dilakukan kepada semua kelompok. Kegiatan yang

dilakukan dapat berupa kegiatan finger play atau pengembangan keterampilan visual

motor (koordinasi mata dan tangan).

STRATEGI 2

Strategi I ditujukan untuk anak-anak yang berada dalam kelompok-kelompok

yang cukup banyak. Untuk strategi 2, di setiap sentra memiliki 2 macam aktivitas

yaitu A dan B, dimana masing-masing menggunakan konsep yang serupa. Misalnya

sebuah tugas bi-manual (2 cara pengerjaan). Di setiap sentra kedua aktivitas telah

digandakan sesuai dengan jumlah anak dalam kelompok. Sebagian anggota

kelompok menyelesaikan tugas aktivitas sentra A (2 - 3 menit), ketika yang lainnya

menyelesaikan aktivitas sentra B. Kelompok - kelompok tersebut kemudian berputar

kegiatan pada sentra tersebut dan setelah menyelesaikan tugas/aktivitas kedua,

berputar ke sentra lainnya. Keuntungan dari strategi ini adalah anak tidak perlu

menetap pada suatu aktivitas dalam waktu yang lama. Untuk anak yang masih kecil

- terutama anak yang berkesulitan konsentrasi- hal ini akan sangat bermanfaat.

Sebagaimana strategi I, anak-anak harus menyelesaikan tugas yang yang telah

ditentukan.

STRATEGI 3

Strategi ini dapat dilakukan anak yang dibagi menjadi 4 - 5 perkelompok ,

dimana setiap kelompok bekerja pada sebuah sentra untuk semua sesion

pembelajaran. Setiap sentra menyediakan berbagai aktivitas untuk area

pengembangan/pengendalian motorik halus. Karena banyaknya aktivitas yang

dilakukan maka strategi ini bersifat lebih produktif, sehingga dapat kita

rekomendasikan bahwa orangtua atau anak yang lebih besar dapat menjadi tutor

pada sentra-sentra tersebut. Sebagai contoh, Kelompok 1 bekerja dengan pensil dan

kertas; Kelompok 2 bekerja membuat model/ benda tiruan; Kelompok 3 bekerja

dengan arena fine-motor manipulation (kegiatan motorik halus dengan mengubah-

136

ubah); Kelompok 4 kegiatan permainan dan jual beli; dan Kelompok 5 kegiatan

bermain bebas terstruktur.. Kelompok yang melakukan perputaran hanya satu yaitu

Kelompok 3. Pada sesi berikutnya, kelompok akan tinggal di tempat yang sama dan

bekerja di sentra yang berbeda. Oleh karena itu, anak diperbolehkan selama 2 - 4

minggu menyelesaikan perputaran (kegiatan pada sentra) tergantung pada berapa

sesi dalam tiap minggu yang dapat dicapai.

STRATEGI 4

Tempatkan anak ke dalam beberapa kelompok sehingga anak anak

menghabiskan waktu 3 - 5 menit pada setiap aktivitas. Satu atau dua sentra memiliki

ciri ‘teacher directed’ dan yang lainnya memiliki ciri melibatkan kegiatan bermain

bebas terstruktur. Anak menjadi lebih bertanggung jawab untuk merancang kegiatan.

(Jika orangtua bertindak sebagai asisten, dapat menggunakan 2 buah sentra yang

berciri ‘teacher directed”)

Berbagai Strategi untuk Pengayaan Gerakan Motorik Secara Kelompok atau

Individual: Kegiatan latihan otot jari tangan dan keterampilan visual motor

dilaksanakan dengan pemanasan dan penutupan kegiatan.

CONCEPT APPROACH

Aktivitas berbeda-beda tetapi berfokus pada satu konsep. Anak berputar pada

beberapa kegiatan selama 3 - 5 menit. Strategi ini sangat baik bagi anak yang

memiliki kesulitan yang serupa.

TABLOID APPROACH

Berbagai aktivitas yang berbeda dari berbagai area pengembangan

/pengendalia motorik halus yang berbeda pula disiapkan untuk anak. Artinya, anak

akan latihan beberapa aktivitas yang mereka sudah siap melakukannya, mereka akan

137

melakukan dengan baik karena aktivitas tersebut telah mereka alami dan ketahui

kesulitannya.

STRUCTURED FREE PLAY

Strategi ini memberikan kesempatan bagi anak untuk menghabiskan waktu

bereksperimen dengan berbagai bahan yang berbeda, menggunakan metode yang

berbeda pula dalam berkarya. Umpan balik dalam teknik masih perlu diberikan.

3. Evaluasi

1. Lakukan kegiatan classroom observation untuk mendapatkan gambaran

perkembangan motorik anak usia dini berdasarkan rentangan usia:

a. Infant (0 - 1 tahun)

b. Toodler (1 - 3 tahun)

c. Kindergarten (3 - 4 tahun)

d. Pre School (4 - 6 tahun)

e. Primary School ( 6 - 8 tahun)

2. Diskusikanlah hasil observasi anda dan buatlah analisis perkembangan motorik

anak usia dini tersebut.

3. Susunlah sebuah perencanaan dan perangkat pengembangan perkembangan

motorik anak usia dini yang mencakup kegiatan dan media pengembangan

motorik anak usia dini.

4. Daftar Pustaka

Bredekamp, Sue (Editor), DAP in Early Childhood Programs Serving Children from

Birth through Age 8, Washington DC: NAEYC.

Bronson, Martha B., The Right Stuff for Children Birth to 8: Selecting Play Material to

Support Development, NAEYC, Washington, DC, 1995.

Hurlock, Elizabeth., Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 1998.

138

Landy, Joanne M., dan Burridge, Keith R., Fine Motor Skills & Handwriting Activities

for Young Children, West Nyack, NY 10994, The Center For Applied Research,

1999.

Woolfson, Richard C, Bayi Yang Cerdas, Memahami dan merangsang perkembangan

anak Anda, Batam Centre: Karisma Publishing Group, 2001.

Woolfson, Richard C, Balita Yang Cerdas, Memahami dan menstimuli perkembangan

anak Anda, Batam Centre : Karisma Publishing Group, 2001.

Woolfson, Richard C, Anak Yang Cerdas, Memahami dan merangsang perkembangan

anak Anda, Batam Centre : Karisma Publishing Group, 2001

C. Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini

1. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran materi pembelajaran bahasa anak usia dini ini adalah

a. Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar pembelajaran bahasa anak usia

dini

b. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan menyimak anak usia dini

c. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan berbicara anak usia dini

d. Peserta Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan membaca anak

usia dini

e. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan menulis anak usia dini

2. Isi/Paparan Materi

Pendahuluan

Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap

orang. Seorang anak akan mengembangkan kemampuan bergaul (social skill)

dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial

dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa.

139

Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang

lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga

orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa,

komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat

membangun hubungan. Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator

kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang

merupakan cerminan anak yang cerdas.

Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu system tanda, baik lisan maupun

tulisan. Bahasa merupakan system komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup

komunikasi non verbal dan komunikasi verbal. Bahasa dapat dipelajari secara

teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki

seseorang.

Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain.

Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan

bahasa agar dapat memahami dengan baik . Anak akan dapat mengembangkan

kemampuannya dan memotivasi.

PEMBELAJARAN BAHASA ANAK USIA DINI

a. Landasan Teori Pemerolehan Bahasa

Teori-teori yang digunakan untuk pengembangan bahasa bagi anak usia dini

adalah

1) Teori Behaviorist dari Skinner

a) Teori behaviorist

Teori ini mendefinisikan pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku. Para

behaviorist mempercayai bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan

eksternalnya. Jadi kita perlu mengubah lingkungan pembelajaran agar

dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara

bertahap. Perilaku yang positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi

140

lagi, karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan

kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak.

b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori

Behavioristist

Pendidik perlu memberikan penguatan dalam bentuk pujian atau hadiah

terhadap bicara anak walaupun belum lancar atau jelas pengucapannya.

Hal ini akan mendorong anak untuk mau berbicara dengan siapapun.

Guru menyiapkan kondisi kelas atau sekolah yang mendorong

perkembangan bahasa anak. Misalnya agar anak menyukai bacaan,

pendidik menyediakan buku-buku bacaan yang sesuai dengan usia anak

dimana saja di sudut –sudut sekolah. Anak menyenangi tulisan, pendidik

menyediakan alat-alat tulis (pensil, spidol, krayon, arang, dll) dan kertas

(bisa kertas baru atau bekas). Dengan kondisi yang kita siapkan tersebut

dapat mendorong anak memperoleh kemampuan bahasa.

2) Teori Nativist dari Chomsky

a) Teori Nativist

Mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat

seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa

yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Teori ini

mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak

tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat

mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan,

tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena

anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (

Language Acquisition Devise /LAD).

b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori

Nativist

Pendidik tidak memaksa kehendak pada anak, bahwa anak memiliki

kemampuan. Mereka bukan makhluk Tuhan yang kosong tetapi makhluk

141

yang sudah memiliki potensi tinggal dikembangkan. Peran pendidik

adalah menjadi model, memfasilitasi dan memotivasi.

3) Teori Constructive dari Piaget, Vygotsky, Gardner

a) Teori Constructive

Perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang

lain. Dengan berinteraksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan

sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang

terbatas pada usia- usia tertentu, tetapi melalui interaksi social, anak akan

mengalami peningkatan kemampuan berpikir.

b) Aktivitas pemerolehan bahasa yang mengimplementasikan teori

Contructive

Anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan.

Sementara anak melakukan kegiatan, anak perlu didorong untuk sering

berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa

yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap akan

menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi.

Jika anak mengalami kesulitan, peran orang dewasa yang tepat akan

membantu anak memecahkan persoalan sehingga anak dapat belajar

sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena itu pendidik perlu menggunakan

metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan

pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.

2. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

b. Isi/Paparan Materi

1) Konsep Dasar Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Kita semua menyadari bahwa bahasa merupakan suatu hal yang

penting. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan

142

orang lain. Berkomunikasi sebagai kebutuhan dasar bagi setiap anak karena

merupakan mahkluk sosial yang harus hidup berdampingan dengan sesamanya.

Anak selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Anak dapat

mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat

menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar

anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan.

Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang

anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak

yang cerdas. Bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-

hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu

menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat

mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis,

membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih

tinggi.

Bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan. Dengan adanya

bahasa, satu individu dengan individu lain akan saling terhubungkan melalui

proses berbahasa. Badudu (1989) mendefiniskan bahasa sebagai alat penghubung

atau komunikasi antar anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu

yang menyatakan pikiran, perasaan dan keinginannya. Sementara Bromley

(1992) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem simbol yang teratur untuk

mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol

visual maupun verbal.

Pengembangan keterampilan berbahasa pada anak usia dini mencakup

empat aspek, yaitu: berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan

berbicara dan menulis merupakan keterampilan yang bersifat produktif karena

anak dituntut untuk menghasilkan bahasa. Sebaliknya, keterampilan menyimak

dan membaca bersifat reseptif karena anak lebih banyak menyerap bahasa yang

dihasilkan oleh orang lain. Keterkaitan antara keempat aspek keterampilan ini

dapat dilihat pada bagan berikut ini:

143

Menurut teori nativisme, terdapat keterkaitan antara faktor biologis dan

perkembangan bahasa. Pada saat lahir, anak telah memiliki seperangkat

kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal

Grammar’. Teori ini menjelaskan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara

kemampuan intelegensi dan pengalaman pribadi anak. Meskipun pengetahuan

yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan

tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia

dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada. Hal ini

dkarenakan anak memiliki alat penguasaan bahasa (language acquisition device)

dan mampu mendeteksi kategori bahasa tertentu.

Selanjutnya, teori behavioristik lebih mengedepankan peran perlakukan

lingkungan setelah anak dilahirkan. Ketika dilahirkan, anak tidak memiliki

kemampuan apapun. Belajar bahasa harus dengan pengkondisian lingkungan,

proses imitasi dan diberikan penguatan. Dengan demikian, pengkondisian

lingkungan menjadi sebuah faktor yang sangat kritis karena lingkunganlah

144

yang perlu memberikan pengaturan pada stimulus dan konsekuensi yang

ditimbulkannya. Jika stimulasi bahasa yang diberikan kepada anak baik maka

konsekuensi atau hasil yang akan didapatkan oleh anak juga akan baik.

Berbeda dengan kedua teori sebelumnya, teori konstruktivisme

memandang bahwa ketika anak memperlajari bahasa terdapat banyak faktor

yang mempengaruhi, diantaranya: peran aktif anak terhadap lingkungan, cara

anak memproses suatu informasi, dan menyimpulkan struktur bahasa. Melalui

proses interaksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak

akan berkembang.

Keterampilan berbahasa pada anak usia dini berkembang sangat cepat.

Dalam fase kehidupan anak usia dini yaitu rentang usia 0-8 tahun, bahasa

digunakan dengan cara yang semakin baik seiring dari hari ke hari. Hal ini

sebagian terjadi karena anak memahami aturan bahasa dengan lebih baik,

sebagian karena kosakatanya bertambah banyak, dan sebagian karena

keterampilan belajarnya lebih baik. Anak mulai menggunakan bahasa bukan

hanya untuk mengkomunikasikan kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk

mendengarkan perasaan dan pandangan orang lain. Kalimatnya menjadi lebih

panjang, dengan struktur tata bahasa yang lebih canggih, dan juga mengandung

lebih banyak arti. Seorang anak berusia 5 tahun pada umumnya dapat

memberikan kontribusi yang baik pada percakapan apapun dengan anak-anak

lain dan orang dewasa.

Keterampilan berbahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan

kognitif dan kompetensi sosial anak. Menurut Howard, Shaughnessy (et.al)

dalam Jalongo (2007) dijelaskan bahwa anak yang belajar berbicara dan

berinteraksi dengan baik dengan orang lain cenderung lebih berkembang dalam

kemampuan keaksaraan dan belajar beragam pengalaman. Sebaliknya, anak

yang gagal dalam perkembangan keterampilan berbahasa sesuai usianya

145

memiliki resiko dalam kehidupan sosialnya, bermasalah dalam keterampilan

membaca, dan kesulitan akademik lainnya di sekolah.

Menurut Neuman (2000), beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh

guru dan orang dewasa dalam pengembangan bahasa anak antara lain:

a) Berbicaralah (dua arah – ada interaksi timbal balik) dengan anak, libatkan anak dalam

percakapan sehari-hari.

b) Berbicara dua arah kepada anak tidak sama dengan orang dewasa berbicara dan

anak lebih banyak menyimak apa yang orang dewasa katakan. Dalam berbciara

dua arah, kita meminta anak untuk ikut serta terlibat dalam percakapan. Anak

memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan, memberikan jawaban, menanggapi

pembicaraan, menunjukkan ketidaksetujuan, dsb. Melalui pengalaman seperti

ini, anak akan belajar kosa kata baru dan berbicara dalam berbagai konteks yang

sangat penting bagi anak dalam memperluas pengalamannya dalam berbahasa.

c) Bacakan dan ulangi bacaan cerita dengan teks yang dapat diprediksi oleh anak.

d) Dengan seringnya kita membacakan buku cerita bagi anak, bukan hanya nilai

moral yang dapat kita tanamkan, akan tetapi anak juga akan belajar bahwa

tulisan dan gambar yang ada dalam buku cerita sebenarnya memiliki arti. Anak

akan belajar memahami sebuah simbol dan memprediksi kelanjutan sebuah

cerita.

e) Semangati anak untuk menceritakan pengalaman dan mendeskripsikan ide dan kejadian

yang penting bagi mereka.

f) Anak prasekolah memiliki peningkatan pengalaman yang lebih luas

dibandingkan pada masa sebelumnya. Anak tentu akan senang sekali

menceritakan pengalaman yang mereka dapatkan sepanjang hari ketika bermain

dengan teman-temannya. Kita juga sebaiknya memberikan kesempatan kepada

anak untuk menceritakan gagasan yang dimilikinya sekaligus untuk memupuk

kepercayaan diri mereka.

g) Kunjungi perpustakaan secara teratur.

146

h) Mengunjungi perpustakaan secara teratur tidak hanya menumbuhkan kesadaran

akan budaya keaksaraan. Akan tetapi anak akan belajar bahwa perpustakaan

dapat menjadi tempat utama untuk mempelajari dunia di sekitar mereka dengan

membuka banyak buku. Jika memungkinkan, kita dapat meminta orang tua

untuk membuat perpustakaan di rumah masing-masing dan memanfaatkannya

semaksimal mungkin.

i) Sediakan kesempatan bagi anak untuk menggambar dan mencetak, menggunakan alat-

alat menulis.

j) Pengalaman ini akan membantu anak mengungkapkan pengalaman pribadinya

melalui coretan (tertulis). Berikan pengalaman kepada anak untuk menggunakan

peralatan menulis seperti menulis menggunakan pensil, krayon atau spidol

sedini mungkin.

2). Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Banyak hal yang mempengaruhi kebiasaan mendengarkan. Hal yang paling

berpengaruh adalah kapasitas meliputi pengaruh kemampuan psikologis

kemampuan auditory. Selanjutnya adalah persepsi secara auditori(membedakan

suara, mengabung suara, dan menyimpan kedalam ingatan), Berikut merupakan

tahapan perkembangan mendengar anak (yang sesuai dan yang

mengkuatirkan/red flags).

a). Usia 3-4 tahun

(1) Mengingat permainan

(2) Memahami konsep sederhana (besar/sedikit, hari ini, waktu tidur)

(3) Menikmati mendengarkan cerita yang sama yang diulang-ulang

(4) Menggabungkan kata-kata dan kalimat dari awal berdiskusi ke diskusi

selanjutnya dengan buku yang sama

(5) Menunjukan dan memberi mnama hewan-hewan yang berbeda

(6) Mampu mamahami dua perintanh secara langsung (contoh :pertama, pakai

jaketmu, kemudian pakai topimu)

147

(7) Mencocokan secara khusus suara-suara musik terhadap alat-alat yang

menghasilkan sura tersebut (contoh : piano, gitar, drum)

(8) Menanggapi secara tapat pertanyaan-pertanyaan selama bercakap

(9) Menegakan jari tangan dengan benar dalam menanggapi pertanyaan” berapa

umurmu?”

(10) Memahami dan memberi definisi obyek yang mereka gunakan

(11) Memahami perbandingan sederhana (contoh : besar, lebih besar, paling

besar)

(12) Memahami pernyataan kondisi (contoh: jika/lalu karena)

(13) Memahami “hanya berpura-pura” dengan kenyataannya

(14) Mempelajari kata-kata yang berhubungan dengan masa lalu (contoh :

kemarin), saat ini (contoh : hari ini) dan akan datang “ contoh : besok”

(15) Dapat berbocara secara singkattenatng apa yang dilakukan

(16) Berusaha untuk menyamai gaya berbicara orang dewasa.

b). Usia 5-6 tahun

(1) Dapat mengenali warna dan bentuk dasar

(2) Dapat menunjukan pemahaman emngenai hubungan temapat (diatas,

dibawah, didekat, disamping)

(3) Mampu merasakan perbedaan nada (tinggi/rendah) dan mengerti “tangga

nada”

(4) Dapat melakukan hal yang membutuhkan petunjuk yang lebih banyak

(contoh: ya, kamu boleh pergi, tapi kamu perlu pakai sepatumu”)

(5) Mampu menjaga informasi dalam urutan yang benar (contoh : mampu

menceritakan kembali sebuah cerita secara terperinci)

c). Daftar Perkembangan “Red Flags” untuk preschool/SD awal

(1) Anak merasa lebih tidak nyaman ketika berada di lingkunganyang bising

atau dudukmenajuh dari pembicara

148

(2) Anak tidak menanggapi pernyataan atau pertanyaan yang terasa tidak

menyyeanagkan anak-anak dalam kelompok (contoh : siapa yang ingin

membantu memberi makan kelinci?”

(3) Anak sering mengatakan “apa?” atau “huh?”

(4) Anak cukup mengalami kesulitan untuk mengikuti petunjuk ketika tidak

melihat wajah pembicara.

DAFTAR PERKEMBANGAN BERBICARA ANAK

No. Usia

Proses Berbicara

1. Lahir -3 bulan - anak membuat suara yang menyenangkan - anak akan mengulangi suara yang sama

secara berulang-ulang (seperti ocehan) - anak akan menangis dengan cara berbeda

untuk menunjukkan kebutuhannya yang berbeda-beda pula (misal : menangis dengan melengking tinggi jika kesakitan)

2. 4-6 bulan - anak akan berceloteh ketika sendirian - anak akan melakukan sesuatu (dengan bunyi

atau gerakan tubuh) secara berulang ketika bermain

- anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya

3. 7-12 bulan - anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya

- anak akan melakukan imitasi untuk berbagai jenis bunyi/ suara

- anak akan berceloteh dengan kata-kata sederhana : “ma-mam”, “da-da”’ tapi masih belum jelas pengucapannya

4. 12-24 bulan - anak telah dapat menggunakan berbagai bunyi huruf konsonan pada awal kata

- anak sudah bisa menyusun dua kata. Contoh : mau minum, mama ma’em, dll.

- Anak dapat bertanya dengan 2 kata sederhana, misal : “mana kucing?”, “itu

149

apa?”

5. 24-36 bulan - Anak bisa bertanya dan mengarahkan perhatian orang dewasa dengan mengatakan nama benda yang dimaksud.

- Cara anak berbicara sudah dapat dipahami secara keseluruhan

- Anak sudah dapat menghafal kata-kata untuk keseharian

- Anak memahami tata bahasa secara sederhana, misal “aku mau naik sepeda”

6. 4-6 tahun - Anak sudah bisa menggunakan kata secara lebih rumit Misal : “Ibu, aku lebih suka baju yang berwarna merah. Yang hijau tidak bagus.”

Daftar kemampuan mendengar dan berbicara pada anak usia prasekolah

diharapkan pendidik dapat menggunakan daftar tersebut dalam membuat

perencanaan pembelajaran. Kegiatan yang akan dirancang dalam perencanaan

pembelajaran harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak secara

individu.

4). Tahapan Perkembangan Menulis dan Membaca

(1). Tahapan Perkembangan Menulis Anak Usia Dini

a) Scribble stage (tahap mencoret atau membuat goresan)

Pada tahap ini anak mulai membuat tanda-tanda dengan menggunakan

alat-alat tulisan. Anak mulai belajar bahasa tulisan. Biasanya dilakukan di

dinding, kertas atau apa saja yang dianggapnya dapat ditulis. Orang tua

dan guru pada tahap mencoret dapat menjadi model dan menyediakan

bahan untuk menulis seperti cat, buku, kertas dan krayon. Orang tua

b) Linear repetitive stage (Tahap pengulangan secara linear)

150

Tahap selanjutnya dalam perkembangan menulis adalah tahap

pengulangan secara linear. Pada tahap ini, anak menelusuri bentuk tulisan

yang horizontal. Tulisan yang dihasilkan anak seperti membuat gambar

rumput. Orangtua dan guru memberi kegiatan yang berkaitan dengan

tulisan, misalnya bermain peran di restoran, dimana seorang pramusaji

menuliskan menu yang akan dipesan oleh pelanggan, atau seorang dokter

yang akan menulis resep obat. Kegiatan tersebut akan membantu anak

untuk menyenangi menulis. Biasanya anak akan ingat kata apa saja yang

ditulis walaupun bentuk tulisannya seperti rumput.

c) Random letter stage (Tahap Menulis secara random)

Pada tahap ini, anak belajar tentang berbagai bentuk yang dapat diterima

sebagai suatu tulisan walaupun huruf yang muncul masih acak. Pada

tahap ini orangtua dan guru dapat memberi kegiatan menceritakan

gambar yang dibuat oleh anak. Kegiatan ini membantu anak untuk

menuangkan ide pada gambar menjadi tulisan walaupun kata yang

muncul tidak utuh (hurufnya acak), contoh: anak ingin menulis kata ” aku

pergi ke taman safari” tetapi yang muncul ”aku pgi k tmn sfri”.

d) Letter Name writing or phonetic writing Stage (tahap menulis tulisan

nama)

Pada tahap ini, anak mulai menyusun hubungan antara tulisan dan bunyi.

Permulaan tahap ini sering digambarkan sebagai menulis tulisan nama

karena anak-anak menulis tulisan nama dan bunyi secara bersamaan.

Sebagai contoh, anak menulis kata “dua” dengan “duwa”, “pergi” dengan

“pegi”, “sekolah” dengan “skola”. Pada tahap ini anak menulis sesuai

dengan apa yang ia dengar.

2) Tahapan Perkembangan Membaca Anak Usia Dini

a) Tahap Magical Stage (Tahap fantasi)

151

Anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berfikir bahwa buku itu

penting, melihat atau membolak-balikkan buku dan kadang-kadang anak

membawa buku kesukaannya.

b) Self Concept Stage (Tahap Pembentukan Konsep Diri Membaca

Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri

dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna

pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan

bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan

c) Bridging Reading Stage (Tahap Membaca Gambar )

Pada tahap ini anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat

menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata

yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita

yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang

dikenalnya serta sudah mengenal abjad

d) Take Off Reader Stage (Tahap Pengenalan Bacaan)

Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada

konteksnya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta

membaca berbagai tanda seperti kotak susu,pasta gigi atau papan iklan

e) Independent Reader Stages (Tahap Membaca Lancar)

Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda

secara bebas, menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat

yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-

bahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak

semakin mudah dibaca.

Usia Proses Mendengar/ Memahami

Proses Berbicara

152

Lahir-3 bulan • bayi terbangun ketika mendengar suara yang keras (biasanya reaksinya adalah menangis)

• bayi mendengar orang lain berbicara dengan cara memperhatikan orang yang berbicara

• bayi tersenyum ketika diajak bicara

• bayi mengenali suara pengasuhnya dan menjadi berhenti menangis ketika diajak ngobrol

• anak membuat suara yang menyenangkan

• anak akan mengulangi suara yang sama secara berulang-ulang (seperti ocehan)

• anak akan menanagis dengan cara berbeda untuk menunjukkan kebutuhannya yang berbeda-beda pula (misal : menangis dengan melengking tinggi jika kesakitan)

4-6 bulan • anak sudah dapat merespon nada suara (lembut ataupun keras)

• anak akan melihat sekeliling untuk mencari sumber bunyi (contoh : bunyi bel, telepon atau benda jatuh)

• anak akan memperhatikan bunyi yang dihasilkan dari mainannya (misal : memukul-mukul mainan ke lantai)

• anak akan berceloteh ketika sendirian

• anak akan melakukan sesuatu (dengan bunyi atau gerakan tubuh) secara berulang ketika bermain

• anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya

7-12 bulan • anak menyukai permainan „ciluk-ba‟

• anak akan mendengarkan ketika diajak berbicara

• anak mengenali kata-kata yang sering ia dengar, misal : susu, mama, dll.

• anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya

• anak akan melakukan imitasi untuk berbagai jenis bunyi/ suara

• anak akan berceloteh

153

12-24 bulan • anak sudah dapat memahami perintah dan pertanyaan sederhana, contoh : “mana bolanya?”, “ambil bonekanya”

• anak akan menunjuk benda yang dimaksud ketika ditanyai

• anak dapat menunjuk beberapa gambar dalam buku ketika ditanyai

• anak telah dapat menggunakan berbagai bunyi huruf konsonan pada awal kata

• anak sudah bisa menyusun dua kata. Contoh : mau minum, mama ma‟em, dll.

• Anak dapat bertanya dengan 2 kata sederhana, misal : “mana kucing?”, “itu apa?”

24-36 bulan

• Anak bisa memahami dua perintah sekaligus (contoh : “ambil bolanya dan ditaruh di kursi”)

• Anak sudah dapat memperhatikan dan memahami berbagai sumber bunyi (misal : suara TV, pintu ditutup, dll)

• Anak telah memahami perbedaan makna dari berbagai konsep, misal : “jalan-berhenti”, “di dalam-di luar”, “besar-kecil”, dll)

• Anak bisa bertanya dan mengarahkan perhatian orang dewasa dengan mengatakan nama benda yang dimaksud.

• Cara anak berbicara sudah dapat dipahami secara keseluruhan

• Anak sudah dapat menghafal kata-kata untuk keseharian

• Anak memahami tata bahasa secara sederhana, misal “aku mau naik sepeda”

4-6 tahun

• • Anak sudah bisa menggunakan kata secara lebih rumit misal: “Ibu, aku lebih suka baju yang berwarna merah. Yang hijau tidak bagus.”

1. Latihan

a. Amatilah perilaku salah satu anak yang sedang bermain di TK dari awal masuk

sekolah hingga pulang sekolah!

154

b. Rekam dan catatlah perkembangan bahasa anak secara detail menggunakan

berbagai teknik asesmen!

c. Buatlah laporan perkembangan anak secara lengkap mencakup aspek dan

indicator perkembangan bahasa, komentar dan kesimpulan, dan tindak

lanjut/stimulasi!

d. Pembelajaran Bahasa Anak Usia Dini

1) Prinsip Pembelajaran Bahasa

Prinsip pembelajaran bahasa untuk anak usia dini adalah interaksi aktif. Ada

tiga hal penting yang menjadi sumber pembelajaran bahasa bagi anak di kelas,

yaitu :

1) Anak

Anak perlu dirangsang untuk dapat saling bercakap-cakap satu dengan yang

lainnya. Dengan interaksi aktif antar anak, maka bahasa anak akan

berkembang dengan cepat. Karena itu di lembaga PAUD perlu

menggabungkan anak dari berbagai usia. Harapannya adalah anak yang

lebih tua dapat mencontohkan bahasa yang lebih kaya kepada anak yang

lebih muda, demikian sebaliknya anak yang lebih muda akan banyak belajar

dari anak yang lebih tua.

2) Orang dewasa (tutor/pendidik)

Orang dewasa yang hanya diam di dalam kelas kurang mendukung

perkembangan bahasa anak. Segala sesuatu yang dilakukan anak dapat

diperkuat oleh pendidik dengan ucapan-ucapan yang menggali kemampuan

berpikir anak lebih tinggi yang tentunya akan terucap melalui

percakapannya dengan pendidik. Pendidik menggali dengan pertanyaan-

pertanyaan terbuka sehingga anak dapat berpikir aktif. Karena itu perlu

pendidik yang aktif akan memberikan pengalaman pada anak dalam

menggunakan bahasa yang tepat. Pendidik juga perlu mengucapkan kalimat

155

dengan bahasa yang benar. Jika orang dewasa memberikan contoh kata-kata

yang keliru, maka anak akan meniru kata-kata tersebut.

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang dewasa untuk

memfasilitasi pembelajaran bahasa anak, antara lain:

a) Pembelajaran bahasa bagi anak-anak menjadi mudah apabila mereka

memiliki lingkungan dan stimulasi yang tepat.

b) Bayi belajar dan mendapat ide untuk “bicara” dari mendengar orang-

orang disekitarnya bercakap-cakap.

c) Anak siap belajar untuk membuat suara dari bahasa yang ia pelajari. Bila

seorang anak hidup dalam lingkungan dimana dua bahasa dipakai maka

ia akan dapat membunyikan suara kedua bahasa tersebut.

d) Pertama-tama kita harus menjadi pendengar yang baik. Bicaralah

sebanyak mungkin dengan bayi dan mencoba membuat percakapan

pribadi dengan mereka. Usahakan agar anak melihat bahasa tubuh anda.

e) Biarkan anak memahami perkataan dan perasaan kita dengan cara

mencocokkan apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan atau

yang kita katakan dengan ekspresi wajah kita.

f) Sangatlah penting untuk mengaitkan antara perkembangan bahasa

dengan perkembangan lingkungan dan sosial anak-anak. Kurikulum

seharusnya diletakkan pada kerangka budaya.

g) Belajar membaca dan menulis akan terserap jauh lebih cepat dan efektif

oleh anak-anak yang sudah memiliki latar belakang pemahaman dan

kemampuan verbal.

h) Untuk menambah kosa-kata anak, pendidik harus menggunakan kata-kata

tersebut secara ekspresif. Penggunaan kosa-kata baru sebaiknya dilakukan

berulangkali. Dan kata-kata tersebut hendaknya bermakna dan

menyentuh perasaan anak-anak sehingga tidak mudah dilupakan.

3) Lingkungan

156

Lingkungan tempat anak itu berada juga harus merupakan lingkungan yang

aktif, yaitu lingkungan yang kaya dengan bahasa. Orang dewasa bisa

meletakkan banyak kata di lingkungan bermain anak. Di mana-mana anak

dapat melihat tulisan sehingga menolong anak dalam mempelajari

keaksaraan. Pendidik yang aktif akan membawa lingkungan di luar anak

yang kaya dengan bahasa ke dalam pikiran anak dan juga mengeluarkan

segala sesuatu yang ada di dalam pikiran anak ke luar melalui bahasa yang

diucapkan anak. Dengan demikian pengetahuan anak akan terus bertambah.

b. Kegiatan Membaca dan Menulis

1) Persiapan untuk membaca:

a) Bagaimana cara membalik halaman, dari kiri ke kanan, membalik ke

depan kembali)

b) Istilah-istilah buku (halaman, cover, pengarang, gambar cetakan)

c) Persamaan dan perbedaan antara penyebutan dan bahasa dengan tulisan.

d) Dasar elemen cerita (tempat, karakter, alur cerita)

e) Bagaimana bertanya dan menjawab pertanyaan.

Saat mengevaluasi ilustrasi yang ada pada buku anak, lihatlah ilustrasi yang

“dapat dimengerti, merangsang emosional dan respon emosional yang besar,

dapat melatih imajinasi pembaca. Dalam buku bergambar, harus ada salah

satu dari kelima elemen (garis, warna, tekstur, bentuk, dan penyusunan atau

komposisi) untuk melengkapi cerita. Ajari anak untuk melihat ilustrasi

sebagai bagian dari pengalaman mereka dalam membaca buku cerita. Salah

satu tantangan dalam menggunakan kesusastraan adalah mencocokan buku

dengan anak atau kelompok anak. Dibawah ini ada tips memilih buku untuk

anak yang merujuk pada perkembangan karakteristik anak.

2) Tips memilih buku yang tepat untuk anak usia dini.

a) 0-2 tahun

157

Pengembangan karakteristik: menjelajahi dunia lewat sensorik input dan

aktivitas motorik (Piaget); berhubungan dengan permasalahan

membangun basic trust (Erikson); mempesona dengan kebiasaan

baik/buruk dan pemberian hadiah/sanksi (Kohlberg). Buku yang tepat:

Buku yang mudah didapat, awet, tidak asing, berwarna-warni, interaktif.

b) 2-4 tahun.

Pengembangan karakteristik: melanjutkan untuk berinteraksi dengan

lingkungan dan memperoleh konsep dasar; umur dimana garis antara

fantasi dan kenyataan tidak tergambar dengan jelas (Piaget); berhubungan

dengan permasalahan kemerdekaan hak dan kenyataan diri (Erikson);

umumnya ingin menyenangkan orang lain (Kohlberg). Buku yang tepat:

Buku yang ringkas, dan mempunyai alur cerita yang sederhana dengan

akhir yang menyenangkan; irama, persamaan bunyi, pengulangan; dan

prilaku baik/buruk.

c) 4-7 tahun.

Pengembangan karakteristik: menampilkan operasi mental dasar (Piaget);

berhubungan dengan masalah memperoleh kompetensi dan keahlian baru

yang dapat mengarahkan penyelesaian (Erikson); melihat perilaku yang

menyesuaikan dengan ekspetasi peran perempuan/laki-laki. Buku yang

tepat: Buku yang mempunyai imajinasi dan fantasi dan komedi; juga buku

dongeng, buku yang berisi informasi.

d) 7-9 tahun.

Pengembangan karakteristik: mulai mengerti waktu; mulai menguasai ide-

ide abstrak lainnya dan membangun sosial (pendapat) (Piaget); mulai

mandiri (Erikson); mulai meneliti tentang aturan, hukum, dan mulai

menghormati wewenang yang yang sudah tersusun dalam masyarakat

(Kohlberg). Buku yang tepat: Buku yang memiliki fantasi yang tinggi dan

petualangan dan dapat menjelajahi waktu lampau dan masa depan.

158

Menari dengan misteri, memecahkan masalah dan mengidentifikasi

karakter. Menikmati non fiksi, biografi dan petualangan.

3.Evaluasi

a. Buatlah perencanaan pembelajaran bahasa untuk anak usia 3 sampai 6 tahun.

b. Buatlah media pembelajaran bahasa yang sesuai dengan perencanaan yang

anda buat.

c. Persiapan draf pengaturan kelas yang akan disediakan untuk anak sesuai

dengan perencanaan.

d. Daftar Pustaka

Brewer, Jo Ann, Introduction To Early Childhood Education, Allyn and Bacon : Boston,

2006

Bromley, Karen D’Angelo., Language Arts: Exploring Connections 2nd Ed, Allyn &

Bacon:Boston, 1992

Gestwicki, Carol., Developmentally Appropriate Practice Curriculum and Development

in Early Education 3rd Ed, Thomson Delmar : New York, 2007

Gordon, Ann Miles & kathryn W. Browne, Beginnings & Beyond Foundations in Early

Childhood Education, Thomson Delmar : New York, 2004

Hohmann, Mary & David P. Weikart, Educating Young Children, High Scope :

Michigan, 1995

Jalonggo, Mary Renck, Early Childhood Language Arts 4th Ed, Pearson Education :

Boston, 2007

Morrison, George S, Early Childhood Education Today, Pearson Prentice Hall : New

Jersey, 2007

Roopnarine, Jaipul L. & James E. Johnson, Approaches to EarlyChildhood Education

4th Ed, New Jersey : Pearson Prentice Hall, 2005

Sonawat, Reeta ang Jasmine M. Francis, Language Development for Preschool

Children, Mumbay : Multi Tech Publishing, 2007

159

Warner, Laverne & Judith Sower., Educating Young Children, Boston : Pearson

Education, 2005

Weaver, Constance., Understanding Whole Language, Irwin Publishing : Toronto,

1990

D. Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini

1. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti workshop, diharapkan PLPG mampu:

2. Memahami karakteristik perkembangan social emosi anak usia dini

3. Memahami tahapan perkembangan social emosi anak usia dini

4. Memahami berbagai aspek perkembangan anak yang perlu distimulasi

5. Memahami peran pendidik dalam pengembangan kemampuan sosial dan

emosi anak

6. Mengetahui peran lingkungan, termasuk pengaruh sosial dan budaya dalam

pengembangan kemampuan sosial dan emosi anak

2. Isi/Paparan Materi

b. Latar Belakang

Masa usia dini adalah periode penting yang memberikan pengalaman awal

dalam rentang kehidupan manusia. Pengalaman awal yang diperoleh anak

pada masa tersebut akan mempengaruhi sikap, perasaan, pikiran dan perilaku

anak pada tahap selanjutnya. Pelatihan dan pengkondisian yang diberikan pada

anak secara berkelanjutan akan membantu anak mencapai berbagai tugas

perkembangannya secara optimal. Salah satu tugas perkembangan yang perlu

dimiliki anak adalah ketrampilan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta

kemampuan mengekspresikan emosi secara positif dan wajar. Hal ini

terkandung dalam kompetensi pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO

yang menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk

menanamkan kecakapan hidup (life skills), kecakapan untuk bertindak (to do),

kecakapan untuk hidup (to be), kecakapan belajar (to learn), dan kecakapan

160

hidup bersama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi

pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan kecakapan akademik kognitif

saja, melainkan kecakapan afektif (emosi, sosial, spiritual) dan psikomotorik.

Untuk memperoleh ketrampilan dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial,

diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Lingkungan keluarga merupakan

tempat pertama bagi anak yang berperan penting dalam mengembangkan sikap

dan perilaku anak agar sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat. Lingkungan

sekolah juga memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak, dimana sebagian aktivitas anak dilakukan di sekolah

dengan bimbingan pendidik/guru. Kerjasama yang terjalin antara pihak

keluarga dan pihak sekolah akan memberikan pengaruh positif bagi kemajuan

perkembangan anak. Dengan bimbingan pendidik yaitu orang tua dan guru,

anak akan berkembang optimal dan dapat menghadapi berbagai tantangan di

lingkungan.

Masa usia dini adalah periode terbaik bagi anak untuk belajar mengembangkan

kemampuan sosialisasi dan mengekspresikan emosi secara positif. Untuk

mencapai hal ini, dibutuhkan keterlibatan pendidik , dalam hal ini guru untuk

memfasilitasi anak dalam belajar proses sosial. Berkaitan dengan hal tersebut,

diharapkan materi tentang pengembangan sosial dan emosi anak pada modul

ini dapat menambah wawasan guru tentang tahapan perkembangan emosi dan

sosial pada anak dalam ragka membimbing anak untuk mengekspresikan emosi

dan beradaptasi sesuai dengan harapan sosial. Para guru juga diharapkan

dapat mengembangkan berbagai kegiatan yang dapat memfasilitasi anak

mengembangkan ketrampilan sosial dan emosinya.

c. Perkembangan Sosial Emosi Anak

Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk

beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi,

161

pikiran dan perilakunya. Perkembangan sosialisasi adalah proses dimana anak

mengembangkan ketrampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan,

meningkatkan pemahamannya tentang orang di luar dirinya, dan juga belajar

penalaran moral dan perilaku. Perkembangan emosi berkaitan dengan cara

anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya

seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Emosi anak perlu

dipahami para guru agar dapat mengarahkan emosi negative menjadi emosi

positif sesuai dengan harapan sosial.

Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam

tentang diri sendiri dan orang lain. Feeney (et.al) menyatakan bahwa

perkembangan sosial emosional mencakup: kompetensi sosial (kemampuan

dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial (perilaku

yang digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial (pemahaman terhadap

pemahaman, tujuan, dan perilaku diri sendiri dan orangl lain), perilaku

prososial (kesediaan untuk berbagi, membantu, bekerjasama, merasa nyaman

dan aman, dan mendukung orang lain) serta penguasaan terhadap nilai-nilai

kemanusiaan dan moralitas (perkembangan dalam menentukan standar baik

dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan

keselamatan orang lain).

Perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak tidak terlepas dengan kondisi

emosi dan kemampuan anak merespon lingkungannya di usia sebelumnya.

Bayi yang mendapat pengasuhan dan perawatan secara baik dimana

kebutuhannya secara fisik dan psikologis terpenuhi, akan merasa nyaman dan

membentuk rasa percaya terhadap lingkungan sekitarnya.Sebaliknya, bayi yang

tidak terpenuhi kebutuhannya, dimana mendapatkan penolakan dari orang tua

atau pengasuhnya, akan mengembangkan rasa cemas dan membentuk rasa

ketidakpercayaan dengan lingkungan sekitarnya pula. Dengan demikian,

mereka memiliki potensi mengalami masalah kesehatan secara fisik dan mental

di tahap kehidupannya.

162

Erikson menyatakan bahwa individu, termasuk anak, tidak hanya

mengembangkan kepribadian yang unik tetapi juga memperoleh ketrampilan

dan sikap yang dapat membantunya menjadi aktif dan bermanfaat sebagai

bagian dari masyarakat. Erikson juga memberikan penjelasan tentang adanya

perkembangan yang bersifat alamiah dan pengaruh budaya. Selain itu

perkembangan sosialisasi dan emosi pada anak juga dipengaruhi oleh faktor

kematangan dan belajar. Pada usia pra sekolah, anak sudah mulai menyadari

bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi. Namun demikian, hal ini

bukan berarti anak sudah mampu mengendalikan perasaan atau emosinya saat

harapannya tak dapat diperoleh. Kemampuan sosialisasi dan emosi anak akan

berkembang seiring dengan penambahan usia dan pengalaman yang

diperolehnya. Aspek kognitif juga berperan penting dalam hal ini dimana

dengan kematangan di segi kognitif, anak dapat membedakan hal yang baik

dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

d. Pengertian Sosialisasi

Dalam bersosialisasi, anak mengalami suatu proses untuk berperilaku sesuai

dengan norma atau adat istiadat di lingkungan sosialnya. Proses sosialisasi

pada anak tidak selalu berjalan lancar karena anak memiliki keterbatasan.

Seiring dengan bertambahnya usia anak dan meningkat tahap

perkembangannya, anak akan belajar bersosialisasi dengan lebih baik.

Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong

seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam

diri. Sosialisasi pada anak merupakan reaksi anak terhadap rangsangan dari

dalam diri maupun reaksi anak terhadap situasi di lingkungannya. Sosialisasi

merupakan proses dimana anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan

harapan budaya dimana anak dibesarkan. Sebagaimana Manning menyatakan ‘

socialization is the process by which children learn to behave in acceptable manner, as

163

defined by culture of which the family is apart. Drever mengemukakan pengertian

sosialisasi yaitu suatu proses dimana individu beradaptasi dengan lingkungan

social dan menjadi dikenali, dan bekerjasama dengan anggota kelompok

tersebut.

e. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial

Ada beberapa factor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam

bersosialisasi yaitu: (1) lingkungan keluarga; (2) lingkungan sekolah; (3)

lingkungan kelompok masyarakat; (4) factor dari dalam diri anak . Keluarga

adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak. Di dalam keluarga, anak

diajrkan dan dibiasakan dengan norma-norma social untuk dapat beradaptasi

dengan lingkungan social. Keutuhan keluarga, pola asuh, status ekonomi ,

tauladan orang tua akan memberikan kontribusi besar terhadap kemampuan

anak dalam bersosialisasi. Lingkungan sekolah juga berpengaruh besar

terhadap kemampuan sosialisasi anak, mengingat anak menggunakan sebagian

waktunya di sekolah. Di sekolah anak belajar bergaul dan melakukan berbagai

aktivitas bersama teman sebaya. Di sekolah pula anak mendapatkan berbagai

pengalaman yang mungkin tidak diperoleh di rumah. Lingkungan masyarakat

membawa pengaruh besar terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi.

Dalam lingkungan masyarakat, anak dibesarkan dan mendapat pengalaman

berinteraksi dengan banyak orang.

f. Proses Sosialisasi

Dalam bersosialisasi, anak membutuhkan keterampilan agar dapat melakukan

proses sosialisasi yaitu 1) proses imitasi; 2) proses identifikasi; 3) proses

internalisasi. Proses imitasi adalah proses dimana anak belajar meniru perilaku

yang dapat diterima secara sosial. Proses imitasi ini dilakukan ketika anak

melihat secara langsung perilaku orang lain yang dijadikan contoh/model.

Setelah melakukan proses imitasi, anak melakukan proses identifikasi. Proses

164

identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada anak , dimana anak

ingin menjadi seperti orang yang dicontoh. Dalam proses identifikasi, anak

berusaha berperilaku sesuai dengan orang yang ditirunya. Proses internalisasi

adalah proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dalam proses ini

diperlukan pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai sosial yang baik

dan buruk.

Bandura mengemukakan tahapan/fase yang dilalui individu dalam mengamati

perilaku tertentu yaitu: 1) Memperhatikan (attention), 2) Menyimpan (retention),

3) Mereproduksi (reproduction), 4) Motivasi (motivation). Sebagai contoh, anak

akan mengamati perilaku orang dewasa melalui tahapan tersebut. Hal ini

berarti jika orang dewasa membentak, mengancam, memukul dan sebagainya,

maka akan diperhatikan anak, tersimpan dalam memori, dicontoh dan

memotivasi anak untuk melakukan hal yang sama. Sosialisasi melibatkan 3

proses yaitu (1) belajar berperilaku sesuai dengan harapan sosial; (2) bermain

sosial sesuai dengan peran yang diharapkan; (3) pengembangan sikap sosial.

1). Arah Perkembangan Imitasi

Tidak ada keraguan lagi bahwa peniruan yang bersifat selektif terjadi pada usia

7 atau 8 bulan yang kemudian akan menjadi lebih sering dan kompleks dalam

beberapa tahun berikutnya. Bayi berusia 1 tahun meniru gerak siyarat,suara,

dan perilaku lain yang dilihat dan didengar, walaupun mungkin mereka lebih

meniru perilaku yang dapat mereka lihat sendiri ( misalnya gerakan tangan),

disbanding tindakan yang tidak dapat mereka lihat sendiri (misalnya

mengeluarkan lidah).

Aksi meniru yang terlambat mungkin terjadi sebelum usia 2 tahun. Seorang

anak berusia 15 bulan, memandang dengan diam pada ibunya yang sedang

memutar telpon,beberapa menit,jam atau minggu kemudian anak itu akan

mengulangi tindakan tersebut diatas. Koordinasi motor yang diperlukan akan

165

memutar nomor telepon telah lama ada didalam daftar pikiran anak sebelum

tindakan meniru terjadi. Hal serupa terjadi jika seorang anak usia 20 bulan,

melihat pada seorang peneliti laboraturium yang meletakan sebuah balok kayu

pada sebuah tempat kayu dan berkata,” boneka ini amat lelah dan kita harus

meletakkannya ditempat tidur. Selama tidur boneka”. Anak itu gagal meniru

sebagian kejadian itu selama 20 menit berikutnya. Tetapi jika ia memasuki

ruang yang sama sebulan kemudian dan melihat mainan yang sama, ia segera

akan meletakkan balok kayu itu pada sebuah tempat kayu dan

mengatakan,”selamat tidur”.

Aksi meniru meningkat frekusensinya antara usia 1 dan 3 tahun, namun

kemungkinan meniru suatu tanggapan tertentu tergantung dari jenis perilaku.

Jenis perilaku ini ada 3 bentuk , yaitu :

a) Meniru sejumlah variasi dari gerakan. Contoh bentuk ini adalah jika ada seorang

dewasa menggerakkan sebuah balok sepanjang meja.

b) Meniru perilaku social. Misalnya seorang dewasa meletakkan sebuah tirai

didepan wajahnya dan mengintip dari samping dua kali.

c) Meniru yang membutuhkan koordinasi dua tindakan terpisah di dalam satu

deretan gerak motorik. Contohnya adalah orang dewada yang mengangkat

sebuah cangkir kuningan dengan sebuah tali dan memukulnya tiga kali dengan

tangkai baja.

Dari hasil penelitian dengan menggunakan jenis-jenis perilaku tersebut, dapat

diketahui bahwa perilaku motorik akan segera ditiru, karena didapat hasil pada

anak usia 2 tahun bahwa mereka meniru sebanyak 80 % dari model yang diberikan,

dan perilaku social merupakan perilaku selanjutnya yang sering ditiru. Sedangkan

peniruan dari deretan yang terkoordinasi jarang terjadi sebelum 18 bulan, namun

meningkat antara usia 1,5 dan 2 tahun.

166

Anak – anak melihat model ditelevisi/ film dan contoh yang hidup. Sebelum

ulang tahun yang kdeua, anak- anak meniru contoh di televisitidak sesering

mecontoh orang dewasa yang hidup, tetapi pada saat menjelang usia 3 tahun

mereka sama seringnya meniru kedua contoh tersebut. Penemuan ini menunjukkan

bahwa anak mudah meniru sebagian besar perilaku dan mereka mendapatkan

keterangan yang diberikan di televise pada usia muda. Dari hasil penelitian para

ahli, terdapat beberapa hipotesismengenai faktor-faktor yang menentukan dalam

imitasi, yaitu:

(1). Pengaruh Ketidakpastian

Salah satu pengaruh yang mungkin dalam meniru selama 2 tahun pertama

adalah ketidakpastian anak mengenai kemampuannya dalam menjalankan

suatu tindakan yang telah disaksikannya. Pengamatan anak-anak menunjukkan

bahwa mereka mungkin meniru perilaku yang sedang dalam proses

pemahaman mereka. Mereka tampaknya kurang suka meniru tindakan yang

telah dikuasainya dan yang terlalu kompleks, sehingga mereka merasa tidak

mampu mencobanya.

Contoh untuk ini adalah :

Seorang wanita yang mengangkat telepon, merupakan contoh menarik bagi

anak berusia 15 bulan, tetapi bukan untuk anak yang berusia 6 atau 36 bulan,

yaitu usia dimana kemampuan motorik untuk mengangkat sebuah telepon

mainan telah ada. Jadi, anak usia 15 bulan merasa kurang pasti akan

kemampuannya melakukan tiap tanggapan, tetapi anak yang berusia 6 bulan

tidak berharap untuk melakukannya, dan yang berusia 36 bulan (3tahun)

merasa pasti dapat melakukannya.

Jika seorang anak dalam tahun kedua merasa tidak pasti akan kemampuannya

untuk melakukan suatu tindakan yang disaksikannya, maka mereka akan

menunjukkan tanda-tanda tertekan, misalnya berhenti bermain, protes dan

167

bergantung pada ibunya, bahkan menangis. Reaksi tertekan ini tidak akan terjadi

bila tindakan yang diperlihatkan mudah ditiru atau jauh di bawah kemampuan

anak tersebut.

(2). Meniru untuk memajukan interaksi sosial

Jika seorang bayi meniru orang tuanya, maka orang tuanya sering tersenyum,

dan berseru betapa pandai dan cerdas bayinya, dan sebaliknya meniru sang bayi.

Tangggapan orang tua dapat memperkuat perilaku meniru seorang bayi.

Penguatan social semacam itu meningkatkan kecenderungan umum bayi untuk

meniru dan juga mempengaruhi perilaku yang dipilih bayi untuk ditiru. Anak-

anak lebih mungkin meniru suatu tindakan yang telah disetujui, misalnya makan

dengan sendok, disbanding suatu tanggapan yang tidak diperhatikan misalkan

memukul 2 garpu secara serentak.

(3) Meniru untuk mempertinggi kemiripan terhadap yang lain

Dasar ketiga untuk meniru, timbul pada saat anak memasuki tahun ketigadan

mulai lebih meniru orang-orang tertentu disbanding dengan tindakan-tindakan

tertentu. Pada ulang tahun kedua, kebanyakan anak sadar bahwa mereka

mempunyai kualitas yang membuat mereka lebih mirip ke beberapa orang

tertentu di banding ke yang lain ( misalnya seorang anak laki-laki mengenali

dirinya dan ayahnya mempunyai cirri-ciri anatomis yang sama). Pengenalan

kemirirpan dengan ayahnya dan laki-laki lain, menyebabkan anak itu mengambil

kesimplan bahwa ia termasuk suatu kategori yang sama dengan laki- laki lain.

Hal serupa terjadi pada anak gadis yang berkesimpulan bahwa mereka termasuk

kategori yang sama dengan wanita lain. Pengetahuan ini membangkitkan usaha

setiap anak yang aktif dalam mencari kemiripan tambahan dengan orang lain,

sebagai usaha menegeskan kedalam jenis kategori apa mereka termasuk. Mereka

melakukan hal ini dengan meniru tindakan orang-orang tersebut.

168

(4). Timbulnya emosi sebagai dasar dari meniru

Anak – anak akan meniru orang tuanya lebih sering dibading meniru orang lain.

Salah satu alasan mungkin disebabkan orang tua merupakan sumber timbulnya

emosi yang lebih berkesinambungan, baik yang menyenangkan maupun yang

tidak dibandingkan dengan kebanyakan orang lain. Orang- orang yang

mempunyai kekuasaan untuk menimbulkan emosi anak, apakah itu

kegembiraan, ketidakpastian, kekuatan atau kemarahan, menerima perhatian

anak, dan sebagai hasilnya anak itu mempelajari tindakan mereka secara lebih

mendalam dibandingkan dengan orang yang kurang menarik perhatiannya.

Proses tanpa terjadi di antara anak-anak yang bermain bersama. Jika pasangan

anak-anak usia 2 tahun yang tidak saling kenal bermain bersama. Seringkali

terjadi anak yang pasif dan pendiam meniru anak yang labih dominant dengan

waspada. Jika anak yang dominant melakukan suatu tindakan yang berada

dalam batas kemampuan anak ayang pasif ( misalnya meloncat dari meja) maka

anak yang pasif suka meniru tindakan tersebut dalam beberapa menit

berikutnya.

(5) Meniru untuk mencapai tujuan

Meniru dapat merupakan suatu usaha hati nurani seseorang untuk mencapaiu

kesengan,kekuasaan, milik, atau sejumlah tujuan lain yang diinginkan. Sebagai

contoh, seorang anak mencoba membangun rumah dengan balok kayu, akan

mengamati secara seksama anak atau orang lain yang membangun struktur

serupa untuk kemudian menirunya. Anak usia 3 tahun akan meniru perilaku

yang menganggu dari anak lain, karena dengan perilaku tersebut ia berhasil

mendapatkan mainan yang dinginkannya dari anak lain. Dasar dari meniru ini

khususnya timbul setelah tahun ke dua. Kini tepat untuk mengatakan bahwa

anak-anak “mempunyai motivasi untuk meniru orang lain”, karena mereka

mempunyai gagasan dalam mencapai suatu tujuan melalui tindakan meniru.

169

2). Arah Perkembangan Identifikasi

Sejalan dengan perkembangannya, anak mendapatkan banyak sifap dan pola

perilaku yang sama dengan sikap perilaku orang tua mereka. Kadang-kadang

persamaan mereka ditunjukkan dalam karakteristik seperti cara berjalan,gerak

tangan, serta perubahan lagu suara yang cukup mencolok. Dalam hal demikian

anak dikatakan identik dengan ibu atau ayahnya.

Kondisi identifikasi berasal dari aliran Psikoanalisa dan memegang memegang

peranan penting dalam teori Freud. Dalam teori Psikoanalitik, identifikasi

dihubungkan dengan proses tidak disadari yang dilalui seseorang dalam meniru

karakteristik ( sikap, pola, perilaku, emosi) orang lain. Anak-anak, dengan

meniru sikap serta ciri orang tua mereka, akan merasa bahwa mereka telah

menyerap sebahagian kekuatan dan persyaratan yang dimiliki orang tuanya.

Identitifasi menurut pandangan Psikioanalitik, lebih dari penjiplakan perilaku

orang tua; anak itu memberi respon seolah-olah ia adalah ibu atau ayah. Jadi

seorang anak perempuan yang mengidentifikasikan dirinya dengan ibunya,

merasa bangga jika ibunya menerima penghargaan atau kehormatan seolah-olah

ia sendiri yang menerimanya. Melalui proses identifikasi,anak memperolah

perilaku yang berbeda-beda yang terlibat dalam perkambangan kontrol diri,

pertimbangan yang baik buruk dibentuk dengan cara menggabungkan standar

perbuatan orang tua sehingga anak berbuat menurut standar tersebut meskipun

pada waktu ibu atau ayah sedang tidak ada, dan anak akan merasa berdosa jika

melanggar standar itu.

Beberapa ahli psikologi meragukan pandangan psikoanalitik mengenai

identifikasi sebagai proses tidak disadari yang menyatu. Mereka menyatakan

bahwa tidak semua anak menyamai orang tua mereka dalam semua hal. Sebagai

contoh, seorang anak perempuan mungkin akan mencoba menyamai

kemampuan bergaul dan rasa humor seperti ibunya., tetapi bukan nilai-nilai

170

moralnya. Para ahli psikologi memandang identifikasi sebagai suatu bentuk

kegiatan belajar ; anak-anak menirukan perilaku tertentu dari orang tua mereka,

karena mereka diberi ganjaran untuk melakukan itu. Saudara kandung, teman

sebaya, guru dan tokoh TV merupakan model lain yang berperan sebagai sumber

imitasi atau identifikasi. Menurut pandangan ini, identifikasi merupakan proses

yang berkesinambungan pada saat respon baru diperoleh sebagai hasil

pengalaman langsung dan tidak langsung bersama orang tua atau model lain.

Sebagian besar ahli psikologi – tanpa memandang cara mereka

mengidentifikasikannya – memandang identifikasi sebagai proses dasar melatih

pergaulan anak-anak. Dengan cara menirukan orang penting dalam lingkungan

mereka, anak-anak memperoleh sikap dan perilaku yang diharapkan orang

dewasa dalam masyarakat mereka. Orang tua, karena merupakan sekutu yang

paling awal dan paling bertemu. Merupakan sumber utama identifikasi salah

satu orang tua yang jenis kelaminnya sama merupakan model untuk perilaku

seks yang dicontoh.

Jika pada masa kanak-kanak dahulu anak-anak selalu menemukan setiap

perbuatan ibu dan ayahnya, dengan bermain ibu-ibuan atau ayah-ayahan, suka

memakai baju dan sepatu ibu serta ayah (melakukan identifikasi terhadap orang

tuanya,),maka pada usia prapuber, dan dengan ditemukan AKU-nya, anak

berusaha melepaskan identifikasi lama itu.

Anak mulai bersikap kritis terhadap orangtuanya, terutama sekali terhadap

ibunya. Anak lalu melebih-lebihkan kemampuan sendiri, dan berusaha keras

untuk berbeda dengan orang tuanya. Dan sebagai substitusi / pegganti

orangtuanya, anak mengadakan identifikasi dengan salah seorang kawan, guru

di sekolah, bintang film, tokoh pahlawan, dan seterusnya. Sebab pribadi-pribadi

tersebut dianggap sebagai substitusi – identifikasi atau sebagai Aku ideal aku

ideal ini dianggap mempunyai sifat-sifat yang unggul dari orang tuanya.

171

Usaha ini ada baiknya, sebab peleketan menyeluruh atau identifikasi total

terhadap orang tua bisa menjadi penghalang bagi proses kemandirian anak.

Identifikasi ekstrim terhadap salah satu kedua orang tuanya mengakibatkan anak

tetap dalam status infantilisme- psikis, dan tidak mampu menjadi dewasa secara

penuh.

Gejala infantilisme – psikis tersebut sering terdapat pada orang dewasa, sebagai

bentuk penlekatan pada figure ibu atau ayahnya tidak bisa di sublimasikan atau

diselesaikan selama periode pra purbertas. Selanjutnya selama pra-purbetas ini

proses subtitusi identifikasi tadi lebih banyak peniruan, seperti bermain – main

saja, dan berganti-ganti bentuknya. Karena itu anak sering berganti teman dang

anti “pacar”; dan cintanya berupa cinta monyet.

Perbuatan identifikasi ini diharapkan untuk membeikan rasa aman atau rasa

kehangatan pada diri anak yang masih labil mentalnya itu. Sebab, sungguhpun

anak-anak sudah mengangkat diri sendiri sebagai “ dewasa” , dan merasa lebih

besar, lebih pandai atau lebih mengerti dari pada orangtuanya, namun jauh

dalam lubuk hatinya masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang

ragu. Oleh karena itu dia memberikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri

anak yang masih banyak bersarang perasaan lemah takut dan bimbang ragu.

Oleh karena itu dia memerlukan seorang duplikat; yaiyu seorang kawan yang

keadaannya hamper sama dengan dirinya sebagai “ penyangga”EGO-nya.

Agaknya peristiwa memajukan diri- mendua kalikan diri dengan mencari

seorang kawan substitusi, untuk menyangga kepribadiannya itu, dianggap perlu,

untukmemberikan dukungan moril agar dirinya menjadi lebih kuat.

Dapat dipahami kalau anak-anak puer ini memerlukan seseorang untuk

dijadikan kawan berbincang dan tempat curahan suka-dukanya , kawan untuk

membagikan rasa kecemasan dan permusuhan, untuk ikut memikul semua

rahasia dan dambaan hati, rasa dosa dan pedih dan sebagainya. Dengan

172

membagikan/ mencurahkan beban hati serta pikiran yang kompleks itu akan

terasa oleh anak bahwa “penderitaannya”bisa terungkit lepas.

Banyak kualitas pribadi yang sama sekali bukan tipe menurut jenis kelamin,

misalnya antusiasme, rasa humor, keramahtamahan, dan kesatuan karakteristik

yang dibagi antara laki-laki dan perempuan. Seorang anak dapat mempelajari

karakteristik semacam itu dari salah satu orangtuanya tanpa melanggar

kebiasaan peran jenis kelamin. Ketika mahasiswa perguruan tinggi diinterview

mengenai persamaan perilaku mereka dengan orang tua mereka dalam hal

temperamen dan minat, seperempat dari jumlah laki-laki percaya bahwa mereka

menyerupai ibunya dalam hal itu dan jumlah yang sama dipihak perempuan

merasa menyerupai bapak mereka, banyak juga yang menyatakan persamaan

dengan kedua orang tua mereka (H.Hilgard,1980).

Eksperimen yang pernah dilakukan memberi kita beberapa petunjuk mengenai

jenis variable yang mempengaruhi identifikasi, diantaranya adalah:

1. Beberapa studi menunjukkan bahwa orang dewasa yang hangat dan mendidik

lebih cenderung ditiru daripada mereka yang tidak hangat dan tidak mendidik.

Anak laki-laki yang memperoleh skor tinggi dalam tes kejantanan condong

memiliki hubungan yang lebih hangat dan lebih penuh kasih sayang dengan

ayah mereka dibandingkan dengan anak laki-laki yang memperoleh skor anak

perempuan yang dinilai cukup feminim juga memiliki hubungan yang lebih

hangat dan inti, dengan ibu mereka daripada anak perempuan yang dinilai

kurang feminism (Mussen dan Rutherford, 1963).

2. Kekuasaan orang dewasa dalam mengontrol lingkungan anak juga

mempengaruhi kecenderungan terhadap proses identifikasi. Jika pihak ibu

dominant, anak perempuan cenderung lebih menyamai ibu daripada bapak, dan

anak laki-laki mungkin akan menghadapi kesulitan mengembangkan peran

berdasarkan jenis kelamin yang bersifat maskulin. Dalam keluarga dengan

dominasi dipihak ayah, anak perempuan lebih menyamai ibunya pada tingkat

173

derajat yang tinggi. Bagi anak perempuan, kehangatan dari kepercayaan diri

ibunya nampaknya lebih penting daripada kekuasaannya (Hetherington dan

Frankie,1967).

3. Faktor ketiga yang mempengaruhi identifikasi adalah persamaan persepsi antara

anak/individu dan model (contoh)nya. Sampai pada taraf dimana seorang anak

mempeunyai dasar yang obyektif dalam memandang dirinya sama dengan salah

seorang tuanya, anak itu akan cenderung menyamakan dirinya dengan ibu atau

ayahnya. Seorang anak perempuan yang tinggi dan berangka tubuh besar

dengan bagian muka yang sama dengan ayahnya akan menghadapi kesulitan

yang lebih besar dalam menyamakan dirinya dengan ibunya yang

perawakannya mungil dibandingkan dengan adik perempuannya yang

perawakannya sama dengan ibunya.

g. Tahapan Bermain Sosial

1) Solitary Play (0-2 years): Anak cenderung bermain sendiri. Anak senang

bermain dengan orang yang lebih dewasa tetapi kurang berinteraksi dengna

teman sebaya

2) Parallel Play (2+ years): Anak mulai duduk bersama dengan teman lain yang

sebaya. Namun anak tidak banyak melakukan interaksi satu sama lain.

3) Associative Play (3+ years): Anak menunjukkan ketertarikan pada teman

sebaya dan ingin bermain dengan anak lain. Pada tahap ini anak bermain

dalam kelompok kecil dan mengikuti arahan guru

4) Group Play (4+ years): anak siap berpartisipasi dan bekerjasama dalam

melakukan suatu kegiatan di kelompok kecil. Anak juga sudah siap untuk

belajar mengatur dirinya dan bermain secara mandiri

5) Games with Rules (6+ years): anak dapat memahami aturan dalam

bermain. Permainan yang bersifat teamwork dan kompetitif baru dapat

diberikan setelah tahap ini tercapai.

174

h. Karakteristik Perkembangan Sosial

Menurut Erikson, masa kanak-kanak merupakan gambaran awal individu

sebagai seorang manusia, dimana pola sikap dan perilaku yang diperoleh anak,

akan menjadi peletak dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. Anak usia

dini, khususnya pada usia 4-5 tahun sangat senang meniru pembicaraan

maupun tindakan orang lain. Menurut Erikson, tahapan perkembangan

psikososial pada anak pra sekolah adalah tahapan inisiatif /prakarsa versus

rasa bersalah . Pada tahap ini anak terlihat aktif dan mulai bermain serta

menjalin komunikasi dengan anak-anak lain. Pada tahap ini, anak juga memiliki

rasa ingin tahu yang besar dan menunjukkan perhatian terhadap perbedaan

jenis kelamin.

Ciri-ciri perkembangan sosial menurut Steinberg (1995), Hughes (1995) dan

Piaget (1996) adalah: (1) memilih teman yang sejenis; (2) cenderung lebih

percaya pada teman sebaya; (3) agresivitas lebih meningkat; (4) senang

bergabung dalam kelompok; (5)memahami keberadaan bersama kelompok; (6)

berpartisipasi dengan pekerjaan orang dewasa; (7) belajar membina

persahabatan dengan orang lain; (8) menunjukkan rasa setia kawan.

Ketrampilan sosialisasi yang diharapkan berkembang pada anak adalah

kerjasama, bergiliran, inisiatif/kepemimpinan, berbagi, disiplin, partisipasi.

i. Pengertian emosi

Emosi berperan penting bagi anak . Pada usia dini, anak telah belajar tentang

emosi, walaupun di usia tersebut anak belum dapat menginterpretasi

serangkaian emosi negatif yang diekspresikan orang lain. Sebagaimana

dinyatakan oleh Sroufe: ‘By the preschool period, children have learned a great deal

about emotion and emotional expression. Although preschoolers are still not very good

at interpreting the range of negative emotions that others may express.’ Emosi

175

menunjukkan kondisi perasaan anak. Anak yang sedang gembira akan

menunjukkan emosi dengan cara tertawa atau tersenyum. Anak yang sedang

sedih akan menunjukkan emosi dengan menangis atau merengutkan wajah.

Berbagai emosi yang diekspresikan anak menunjukkan pada orang lain, apa

yang anak rasakan atau anak inginkan pada saat tertentu.

Kata ’emosi’ berasal dari bahasa latin yang berarti ’mengeluarkan (to move out),

menstimulasi dan memotivasi (to excite). Arti yang sepadan sering digunakan

oleh para psikolog yaitu perasaan (affect, feeling), yang dikontraskan dengan

kognisi (cognition) ataupun tindakan (action). Menurut Lindgren, pada

dasarnya emosi adalah keadaan antusiasme umum yang diekspresikan dengan

perubahan pada perasaan dan kondisi tubuh. ‘Essentially, emotion is a state of

generalized excitement that expresses itself in changes in feeling tone and body

condition.’ Santrock memandang emosi dari segi psikologis dan gejala yang

timbul. Emosi adalah perasaa afeksi yang melibatkan kombinasi stimulasi

psikologis (seperti jantung yang berdetak lebih kencang) dan ekspresi perilaku

(seperti senyuman atau menyeringai). ‘Emotion as feeling of affect that involves a

mixture of psychological arousal (fast heartbeat) and overt behavior(a smile or

grimace).’

Keinginan memberikan definisi yang komprehensif tentang emosi. Hal itu

berkaitan dengan perasaan seseorang saat merasa emosional. Dasar dari emosi

adalah kondisi tubuh dan fisiologis . Dengan demikian, emosi akan

berpengaruh terhadap persepsi, berpikir dan berperilaku. Emosi dapat

diekspresikan melalui bahasa, ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Emosi dapat

menjadi pendorong bagi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu.

Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah

reaksi yang meliputi perubahan fisiologis, ekspresi tingkah laku dan perubahan

176

perasaan karena suatu kejadian yang dialami seseorang saat menghadapi

situasi tertentu.

j. Pola Dasar Emosi

Ada tiga pola dasar emosi yang timbul pada anak yaitu takut, marah dan cinta

(fear, anger and love). Jenis emosi tersebut menunjukkan respon tertentu yang

memungkinkan terjadinya perubahan pada perilaku anak. Emosi dapat berubah

bukan hanya disebabkn adanya perubahan perasaan , tapi juga karena kondisi

lingkungan yang dialami anak. Hurlock menyatakan ada 3 jenis ekspresi emosi

yang umum, yaitu takut, marah dan senang. Rasa takut dapat timbul karena

adanya kejadian yang mendadak atau tidak terduga, dimana anak perlu

menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Rasa marah biasa muncul pada

anak-anak untuk menarik perhatian orang lain, Rasa senang merupakan bentuk

emosi yang menunjukkan kegembiaraan atau keriangan yang dapat siertai

dengan ekspresi tawa, senyum sebagai tanda relaksasi tubuh. Ahli psikologi

lainnya melihat pola emosi dari segi sumber atau asal emosi itu, yaitu marah,

takut dan cinta. Marah terjadi saat anak bergerak menentang sumber frustasi

atau masalah. Takut terjadi saat anak bergerak meninggalkan sumber frustasi

atau masalah. Sedangkan cinta yaitu dimana anak bergerak menuju ke sumber

kesenangan.

k. Tipe Emosi Anak

Ada berbagai macam emosi yang biasa ditunjukkan pada anak pra sekolah

sebagai berikut:

1) Takut adalah perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap

membahayakan. Pembiasaan, peniruan dan ingatan anak terhadap

pengalaman yang kurang menyenangkan, berkontribusi terhadap

munculnya rasa takut terhadap sesuatu.

177

2) Senang adalah perasaan yang positif dimana anak merasa nyaman karena

keinginannya terpenuhi

3) Marah adalah reaksi terhadap situasi frustasi yang dialami, dimana

melibatkan perasaan tidak senang atas hambatan yang dihadapi. Anak

mengungkapkan rasa marah dengan berbagai cara misalnya menangis,

menendang, menggertak, memukul dan sebagainya

4) Ingin tahu adalah keingintahuan anak terhadap hal-hal baru, yang berkaitan

dengan dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya

5) Sedih adalah perasaan yang muncul saat anak kehilangan atau tidak

memperoleh sesuatu yang diharapka. Biasanya ungkapan rasa sedih anak

adalah dengan menagnis atau kehilangan minat untuk melakukan sesuatu.

6) Afeksi adalah perasaan anak yang diwujudkan dalam bentuk kasih sayang

pada sesuatu, misalnya dengan memeluk, mencium, atau menepuk objek

yang disukai

l. Manfaat dan Fungsi Emosi Anak

Emosi diperlukan anak dalam kehidupan sehari-hari, bahkan emosi semacam

marah dan takut sekalipun. Saat anak mendapatkan kesempatan untuk

mengekspresikan emosi, anak mendapatkan pengalaman dan bisa merasakan

kesenangan dalam kehidupan sehari-hari. Emosi juga mempersiapkan tubuh

anak untuk melakukan suatu aktivitas. Semakin intens emosi yang terjadi, maka

terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh sehingga hal ini dapat mendorong

tubuh untuk mempersiapkan tindakan tertentu. Jika persiapan tersebut tidak

dibutuhkan, maka akan membuat anak gugup ataupun cemas. Emosi

memberikan kekuatan tanda pada social tentang perasaan seseorang. Anak

memberikan tanda ini melalui berbagai ekspresi wajah yang dapat

mengkomunikasikan perasaan mereka. Dengan demikian hal itu dapat

membantu anak beradaptasi dengan lingkungan, menyebabkan terjadinya

physiological arousal, dan memotivasi terjadinya perilaku.

178

m. Emosi sebagai Bentuk Komunikasi

Emosi merupakan bentuk dari komunikasi, dimana anak mengekspresikan

emosi dengan menunjukkan perubahan pada ekspresi wajah dan perubahan

tubuhnya . Anak juga mengkomunikasikan perasaannya pada orang lain dan

berusaha menginterpretasi perasaan orang lain terhadap dirinya. Emosi dapat

mewarnai kehidupan anak. Cara anak memandang perannya dan posisinya di

lingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, dipengaruhi oleh kondisi emosi

mereka, apakah senang, ingin tahu, malu, takut, agresif, dan sebagainya.

n. Karakteristik Perkembangan Emosi Anak

Berikut ini adalah karakteristik emosi pada anak usia dini:

1) Emosi anak berlangsung singkat

2) Emosi anak bersifat intense

3) Emosi anak bersifat temporer

4) Emosi anak muncul cukup sering

5) Respon emosi anak bermacam-macam

6) Emosi anak dapat dideteksi dengan melihat gejala perilakunya

7) Kekuatan emosi anak dapat berubah

8) Ekspresi emosi anak dapat berubah

Menurut Piaget, anak yang berada pada tahap perkembangan kognitif pra

operasional (2-7 tahun) ditandai dengan egosentrisme yang kuat, gagasan

imajinatif, bertindak berdasarkan pemikiran intuitif atau tidak berdasarkan

pemikiran yang rasional. Kroh menyatakan bahwa emosi anak usia 4-5 tahun

berada pada masa kegoncangan atau biasa disebut sebagai trotz period. Pada

masa ini muncul gejala ‘kenakalan’ yang umum terjadi pada anak, dimana anak

menunjukkan sikap menentang pada kehendak orang tua, kadang

menggunakan kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar hal yang dilarang

179

dan sebagainya. Pada usia ini, anak juga tekadang mengalami temper tantrum

yaitu letupan kemarahan atau mengamuk. Bentuk perilaku misalnya dengan

menangis, menjerit, melempar barang, membuat tubuhnya kaku, memukul,

berguling atau tidak mau beranjak ke tempat lain. Temper berarti suatu gaya,

sikap atau perilaku yang menunjukkan kemarahan. Tantrum adalah suatu

ledakan emosi yang kuat, disertai rasa marah, serangan yang bersifat agresif,

menangis, menjerit, melempar, berguling atau menghentakan kaki. Tenper

tantrum adalah ungkapan kemarahan anak yang disertai dengan tindakan

negative atau destruktif. Temper tantrum terjadi karena anak belum memahami

cara yang tepat untuk mengekspresikan emosi atau mengendalikan diri.

Tantrum pada anak dapat menguji batasan apakah pendidik menyatakan atau

menerapkan sesuatu secara sungguh-sungguh. Anak akan melihat reaksi atau

respon pendidik saat menghadapi tantrum.Di satu sisi, tantrum dapat

memungkinkan anak untuk menyatakan kemandiriannya, mengekspresikan

individualitasnya, menyuarakan pendapatnya, melepaskan

kemarahan/frustasi, melepaskan energi atau emosi yang tertahan dan

sebagainya. Di sisi lain, anak perlu dibimbing untuk dapat mengekspresikan

kemarahannya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan.

Penyebab tantrum antara lain sebagai berikut: (1) frustasi; (2) kelelahan;

(3) lapar; (4) sakit; (5) kemarahan; (6) kecemburuan; (7) perubahan dalam

rutinitas; (8) tekanan di rumah (misalnya akibat ketidakharmonisan orang tua,

pindah rumah, kematian, sakit atau masalah keuangan); (9) tekanan di sekolah;

dan (10) rasa tidak nyaman. Dalam penanganan tantrum, pendidik tidak

diharapkan untuk menetapkan harapan yang tinggi pada anak sebagaimana

standar orang dewasa. Pendidik tidak menafsirkan kemampuan berbicara anak

sebagai ketrampilan menalarnya. Hal ini dikarenakan terkadang anak mampu

mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka pahami. Langkah-langkah

untuk meminimalkan munculnya temper tantrum pada anak : (1) mengenali

pola tantrum pada anak. (2) Memberikan kegiatan yang menyenangkan dan

180

positif bagi anak serta dan pujian/hadiah untuk usaha anak; (3) memberi label

emosi pada anak; (4)mengajarkan kontrol diri : (5)mengajarkan relaksasi;

(6)menentukan batasan yang wajar untuk anak. Respon pendidik saat anak

tantrum : (1) memastikan keamanan untuk anak; (2) bersikap tenang dalam

menghadapi tantrum: (3) mengabaikan tantrum jika itu dimaksudkan untuk

mencari perhatian; (4) membendung kekacauan; (5) memaafkan dan

melupakan.

Borden menjelaskan, bahwa di usia pra sekolah (5-6 tahun), karakteristik

perkembangan emosi anak antara lain adalah sebagai berikut:

1) Memiliki keinginan untuk menyenangkan hati teman

2) Sudah lebih mampu mengikuti aturan

3) Sudah lebih mandiri di satu sisi, namun juga menunjukkan ketergantungan

di sisi lain

4) Sudah lebih mampu membaca situasi

5) Mulai mampu menahan tangis dan kekecewaan

6) Mulai sabar menunggu giliran

7) Menunjukkan kasih sayang terhadap saudara maupun teman

8) Menaruh minat pada kegiatan orang dewasa

o. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Emosi Anak

1) Kematangan; kematangan secara mental akan mempengaruhi bagaimana

seseorang berkembang emosinya. Kematangan biasanya dipengaruhi oleh usia

kronologis, artinya semakin bertambah usia kronologis orang tersebut, ada

kecenderungan emosinya semakin matang.

2) Belajar: pembiasaan dan contoh

Anak yang dibiasakan untuk mengekspresikan emosinya secara wajar akan memiliki

perkembangan emosi yang baik dibandingkan dengan anak yang tidak

mendapatkan kesempatan.Anak akan mendapatkan keseimbangan emosi yang

181

mendukung pertumbuhan dan perkembangan lainnya. Contoh melalui pembiasaan

untuk bersikap positif terhadap ekspresi emosi yang muncul akan menjadikan anak

tidak mengalami gangguan dalam perkembangan emosi.

3) Inteligensi;

4) Jenis kelamin; Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi perkembangan emosi

terutama karena perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan. Peran jenis

kelamin dan tuntutan social sesuai jenis kelamin juga akan mempengaruhi

perkembangan emosi anak.

5) Status ekonomi;

6) Kondisi fisik;

7) Pola Asuh; Keluarga berperan optimal dalam perkembangan bila menerapkan

pola pengasuhan demokratis. Pola asuh ini akan memenuhi kebutuhan psikologis

anak karena orang tua cenderung memberikan perlakuan yang tepat terhadap

ekspresi emosi anak. Pola asuh demokratis juga akan membuat keluarga menjadi

harmonis yang sangat membantu anak dalam membangun kecerdasan emosinya.

1) Kematangan

2) Belajar: pembiasaan dan contoh

3) Inteligensi

4) Jenis kelamin

5) Status ekonomi

6) Kondisi fisik

7) Posisi anak dalam keluarga

p. Kecerdasan Emosi

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai bagian dari

kecerdasan social yang melibatkan kemampuan emosi diri dalam berhubungan

dengan orang lain, kemampuan memilah dan menggunakan informasi dalam

berpikir dan berperilaku. Dengan demikian, kecerdasan emosional berada

182

dalam wilayah kecerdasan social. Sebagai contoh, dalam berinteraksi dengan

orang lain, emosi dan perasaan individu ikut berperan. Goleman

mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memotivasi diri

dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan diri, dan mengatur suasana

hati. Dari berbagai definisi yang ada, dapat dideskripsikan bahwa kecerdasan

emosi adalah suatu kemampuan mengenali dan memahami emosi diri. Hal ini

terkait dengan kemampuan mengungkapkan perasaan secara baik, tepat dan

wajar. Kecerdasan emosi terkait dengan berbagai kemampuan sebagai berikut:

(1) Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri; (2) Kemampuan untuk

mengelola & mengekspresikan emosi diri dengan tepat; (3) Kemampuan untuk

memotivasi diri sendiri; (4) Kemampuan untuk mengenali orang lain; (5)

Kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, untuk

memiliki kecerdasan emosional, membutuhkan proses dan latihan. Ketrampilan

mengelola perasaan perlu dilatih sejak anak berusia dini secara bertahap. Jika

ini dilakukan, maka diharapkan anak dapat bertahan dan dapat melakukan

pemecahan masalah dalam kehidupannya.

q. Peran Guru dalam Pengembangan Kemampuan Sosial dan Emosi Anak

Peran pendidik dalam mengembangkan kemampuan sosialisasi dan emosi

pada anak usia dini adalah sebagai berikut:

1) Memberikan berbagai stimulasi pada anak

Pendidik perlu memberikan stimulasi atau rangsangan edukatif agar

kemampuan sosial emosi anak dapat berkembang sesuai dengan tahapan

usianya. Kegiatan belajar seraya bermain dapat dioptimalkan sebagai cara

untuk menstimulasi anak, misal: mengajak anak terlibat dalam permainan

kelompok kecil, melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak

menceritakan pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk

berbagi dalam kegiatan kemanusiaan jika terjadi sebuah bencana, dsb.

2) Menciptakan lingkungan yang kondusif

183

Pendidik perlu mengelola kelas menjadi tempat yang dapat mengembangkan

kemampuan sosial emosi anak, terutama kesadaran anak untuk bertanggung

jawab terhadap benda dan tindakan yang dilakukannya. Lingkungan ini

dapat berupa lingkungan fisik dan psikis. Lingkungan fisik menekankan

pada ruang kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial emosinya

sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan

yang penuh cinta kasih sehingga anak merasa aman dan nyaman di kelas.

3) Memberikan contoh

Pendidik adalah contoh konkret bagi anak. Segala tindakan dan tutur kata

pendidik akan diikuti oleh anak. Oleh karena itu, pendidik seyogyanya dapat

menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai agama, seperti

menghargai pendapat anak,bersedia menyimak keluh kesah anak,

membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi

anak, dsb.

4) Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak

Pendidikan sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap

kecakapan sosial yang sudah dilakukan oleh anak secara proporsional.

Pujian dapat diberikan secara lisan maupun non lisan. Secara lisan, pujian

diberikan sesegara mungkin setelah anak menunjukkan perilaku yang sesuai

dengan tujuan pengembangan sosial emosional tercapai. Sementara pujian

non lisan dapat berupa senyuman, pelukan, atau pemberian benda-benda

tertentu yang bermakna untuk anak.

1) Memberikan berbagai stimulasi pada anak

2) Memperhatikan usia, kebutuhan dan tahap perkembangan anak

3) Menciptakan lingkungan yang kondusif

4) Memberikan contoh

5) Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak

184

r. Peran Guru dalam Pengembangan Program untuk Meningkatkan Sosilisasi

dan Emosi anak

Dalam mengembangkan program untuk optimalisasi ketrampilan sosialisasi

dan emosi anak, guru perlu melakukan hal sebagai berikut:

2) Memberikan pilihan pada anak

3) Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya

4) Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan

5) Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri

6) Menghargai ide/gagasan anak

7) Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah

3. Latihan

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas!

a. Bagaimanakah peran guru dalam mengembangkan ketrampilan social dan

emosi pada anak usia dini?

b. Bagaimana sikap dan perilaku yang perlu ditunjukkan seorang guru dalam

menghadapi anak yang mengalami temper tantrum/mengamuk?

c. Berikan contoh kegiatan dalam mengembangkan ketrampilan yang

menekankan pada sosialisasi pada anak usia dini!

d. Berikan contoh kegiatan dalam mengembangkan ketrampilan yang

menekankan pada pengembangan emosi pada anak usia dini!

e. Berikan contoh konkret pengaruh budaya terhadap pelaksanaan program di

lembaga anak usia dini!

G. Perkembangan Moral dan Agama Anak Usia Dini

1. Uraian Materi

Pendahuluan

Moral berasal dari bahasa latin “Mores” yang artinya tata cara, kebiasaan, dan

adat. Menurut Hurlock moralitas adalah kebiasaan yang terbentuk dari standar sosial

185

yang juga dipengaruhi dari luar individu. Moralitas berkaitan dengan sistem

kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan yang terjadi di bawah sadar tentang

tindakan yang benar dan yang salah, dan untuk memastikan individu tersebut akan

berusaha berbuat sesuai dengan harapan masyarakat. Menurut Immanuel Kant

moral adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum

batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Berdasarkan

pendapat beberapa para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah

sistem kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan tentang perbuatan benar dan salah

yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasan dari standar sosial yang dipengaruhi dari

luar individu atau sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok sosial tertentu.

Perkembangan moral itu sendiri berkaitan dengan aturan dan konvensi

tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan

orang lain. Moral berhubungan dengan penerapan nilai dan norma yang berlaku di

masyarakat, dalam perbuatan yang seharusnya dilakukan dalam interaksi sosial.

Menurut Gibs dan Power, perkembangan moral adalah perubahan penalaran,

perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan

moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia

tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur

interaksi sosial dan penyelesaian konflik.

Tindakan, sikap dan tingkah laku anak dan setiap individu dalam berinteraksi

dengan lingkungannya tidak lepas dari perilaku moral yang dimiliki. Melalui

perilaku moral tersebut setiap individu akan mampu menempatkan diri dan diterima

oleh lingkungan yang sesuai dengan standar norma-norma yang berlaku.

Pendidikan moral akan berhasil apabila pendidikan itu dilakukan sesuai

dengan tahapan perkembangan moral anak. Perilaku moral tidak diperoleh begitu

saja, melainkan harus ditanamkan. Hal ini dikarenakan pada saat lahir anak belum

memiliki konsep tentang perilaku anak yang baik dan tidak baik. Selain itu,

pemahaman anak tentang mana yang benar, bertindak untuk kebaikan bersama, dan

menghindari hal yang salah belum dikembangkan dalam diri anak. Awalnya anak

186

berperilaku hanya karena dorongan naluriah saja yang seolah tak terkendali. Atas

dasar tersebut maka pada diri anak harus ditanamkan perilaku moral yang sesuai

dengan standar yang berlaku dalam kelompok masyarakat di mana ia tinggal.

Pada usia 4-6 tahun anak mulai menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu

tingkah laku ada yang baik dan tidak baik. Anak memperlihatkan sesuatu perbuatan

baik tanpa mengetahui mengapa ia harus berbuat demikian. Ia melakukan hal ini

untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari lingkungan sosial

atau memperoleh pujian. Anak pada usia 4 tahun, umumnya mereka mulai

memasuki dunia barunya, yaitu dunia sekolah. Di sekolah anak dituntut untuk

berinteraksi dengan teman-teman di sekolah dan juga guru-guru mereka. Jadi dalam

hal ini interaksi anak lebih luas dari yang awalnya hanya berinteraksi didalam

lingkungan keluarga dan sekarang bertambah menjadi lingkungan sekolah. Pada

usia 4 tahun perkembangan moral anak semakin luas di usia ini pengetahuan anak

tentang nilai dan norma sebagai dasar perilaku moral berkembang luas. Anak belajar

mengetahui tentang apa yang seharusnya ia lakukan dalam berinteraksi dengan

teman-teman dan guru mereka di sekolah. Selain itu anak dapat membedakan apa

yang berlaku di rumah dan di sekolah, hal ini membuat anak agar dapat berlaku

sopan dimanapun ia berada.

Tahapan Perkembangan Moral

Menurut Piaget dalam pengamatan dan wawancara pada anak usia 4-12 tahun

menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpikir

tentang moralitas yaitu :

1. Tahap Moralitas Heteronom

Anak usia 4-7 tahun menunjukkan moralitas heteronom, yaitu tahap

pertama dari perkembangan moral. Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan

adalah properti dunia yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak

berpikir bahwa peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat pembatasan-

pembatasan dalam bertingkah laku.

187

Pada masa ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku

berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan. Anak juga

percaya bahwa aturan tidak bisa diubah dan diturunkan oleh sebuah otoritas yang

berkuasa. Anak berpikir bahwa mereka tidak berhak membuat peraturan sendiri,

melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa. Orang dewasa perlu memberikan

kesempatan pada anak untuk membuat peraturan, agar anak menyadari bahwa

peraturan berasal dari kesepakatan dan dapat diubah.

2. Tahap Moralitas Otonomi

Usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menujukkan sebagian

ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap

kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum

dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan

mempertimbangkan niat dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan

adanya kerjasama atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan

dimana anak berada.

Pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran,

maka otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali membuat anak

merasa khawatir dan takut berbuat salah. Namun, ketika anak mulai berpikir

secara heteronom, anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada

bukti dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa dengan semakin

berkembang cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang persoalan-

persoalan sosial dan bentuk kerjasama yang ada di dalam lingkungan masyarakat.

Selain Piaget, Kohlberg juga menekankan bahwa cara berpikir anak tentang

moral berkembang dalam sebuah tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 (tiga)

tingkatan penalaran tentang moral, dan setiap tingkatannya memiliki 2 (dua)

tahapan, yaitu :

1. Moralitas Prakonvensional,

Penalaran prakonvemsional adalah tingkat terendah dari penalaran

moral, pada tingkat ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward

188

(imbalan) dan punishment (hukuman) eksternal. Tahap satu, Moralitas

Heteronom adalah tahap pertama pada tingkat penalaran prakonvensional.

Pada tahap ini, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir

bahwa mereka harus patuh dan takut terhadap hukuman. Moralitas dari suatu

tindakan dinilai atas dasar akibat fisiknya. Contoh: “Bersalah” dicubit. Kakak

membuat adik menangis, maka ibu memukul tangan kakak (dalam batas-batas

tertentu).

Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran. Pada

tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri sendiri adalah hal yang

benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berpikir

apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan imbalan atau pertukaran

yang setara. Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus berbuat baik terhadap

dirinya, anak menyesuaikan terhadap harapan sosialuntuk memperoleh

penghargaan. Contoh: Berbuat benar a dipuji “pintar sekali”.

2. Moralitas Konvensional

Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau menengah dalam

tahapan Kohlberg. Pada tahapan ini, individu memberlakukan standar tertentu,

tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orangtua atau

pemerintah. Moralitas atas dasar persesuaian dengan peraturan untuk

mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan

baik dengan mereka.

Tahap satu, ekspektasi interpersonal, hubungan dengan orang lain, pada

tahap ini anak menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap

orang lain sebagai dasar penilaian moral. Pada tahap ini, seseorang

menyesuaikan dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain

dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Contohnya adalah

mengembalikan krayon ke tempat semula sesudah digunakan (nilai moral =

tanggung jawab).

189

Tahap kedua, moralitas sistem sosial, pada tahap ini penilaian moral

didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan,

dan kewajiban. Seseorang yakin bahwa bila kelompok sosial menerima

peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, maka mereka harus

berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari keamanan dan

ketidaksetujuan sosial. Contohnya adalah bersama- sama membersihkan kelas,

semua anggota kelompok wajib membawa alat kebersihan (nilai moral = gotong

royong).

3. Moralitas Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional merupakan tahapan tertinggi dalam

tahapan moral Kohlberg, pada tahap ini seseorang menyadari adanya jalur

moral alternatif, dapat memberikan pilihan, dan memutuskan bersama tentang

peraturan, dan moralitas didasari pada prinsip-prinsip yang diterima sendiri.

Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena

merupakan kesadaran dari diri orang tersebut.

Tahap satu, hak individu, pada tahap ini individu menalar bahwa nilai,

hak, dan prinsip lebih utama. Seseorang perlunya keluwesan dan adanya

modifikasi dan perubahan standar moral apabila itu dapat menguntungkan

kelompok secara keseluruhan. Contoh pada tahun ajaran baru sekolah

memperkenankan orang tua menunggu anaknya selama lebih kurang satu

minggu, setelah itu anak harus berani ditinggal.

Tahap kedua, prinsip universal, pada tahap ini seseorang menyesuaikan

dengan standar sosial dan cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa

tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial

(orang yang tetap mempertahankan moralitas tanpa takut dari kecaman orang

lain). Contohnya adalah anak secara sadar merapikan kamar tidurnya segera

setelah ia bangun tidur dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu dalam

keadaan rapih.

190

Pengembangan Moral pada Anak Usia Dini

Membentuk moral anak bisa dilakukan sejak dini, bahkan ketika anak

memasuki tahun pertama usianya. Dengan pengetahuan moral, anak diajak berpikir

dan membangun etika dan karakter dirinya yang baik. Orangtua memiliki peran

penting dalam upaya pengembangan moral anak sejak usia dini. Pada tahun-tahun

pertama dari kehidupan anak, orang tua hendaknya menanamkan dasar

mempercayai orang lain. Misalnya anak harus dilindungi dan mendapatkan rasa

aman dari orang tuanya terutama saat mengalami rasa sakit, cemas dan takut

demikian pula apabila orang tua menjanjikan sesuatu hendaknya berusaha untuk

menepatinya, sehingga orang tua tidak dicap sebagai “pembohong”. Orangtua dan

guru di sekolah dapat saling bekerja sama dalam pengembangan moral anak usia

dini. Anak diajarkan tentang interaksi sosial dan perbedaan dalam lingkungan

masyarakat. Agar perkembangan moral anak berkembang dengan optimal harus

dirangsang oleh lingkungan usaha-usaha yang aktif. Pentingnya pengembangan

moral pada anak usia dini :

• Mempelajari apa saja yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sesuai

hukum, kebiasaan dan peraturan yang diberlakukan.

• Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku anak tidak sesuai

dengan harapan kelompok.

• Kesempatan untuk berinteraksi sosial untuk belajar tentang apa-apa saja yang

diharapkan anggota kelompok.

Anak akan berkembang secara wajar dengan berbagai tahapan proses, yang

pada setiap tahapan membutuhkan stimulas dan motivasi yang tepat sehingga

diharapkan terjadi perubahan pada semua aspek/dimensi secara teratur dan

progresif. Pada anak usia 1 tahun, dimana anak tersebut sedang mulai belajar

berbicara, maka dapat diajarkan untuk mengucap salam bila bertemu dengan orang

lain, mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan atau mengucap terima masih

bila diberi sesuatu dan lain sebagainya. Misalnya pada usia anak mencapai 6 - 8

191

tahun yang rata pada usia tersebut anak duduk di kelas 1 – 3 Sekolah Dasar, maka

“Pekerjaan Rumah” adalah disamping untuk menguji kemampuan anak mengenai

suatu materi, maka anak pun sekaligus berlatih untuk bertanggung jawab, melatih

memori, juga kemandirian serta bagaimana anak belajar mengatur waktunya.

Pengembangan moral pada anak usia dini juga dapat dilakukan dengan

pemodelan (modelling) atau belajar melalui imitasi. Salah satu cara pemodelan pada

anak yaitu dengan bermain peran (role playing), ketika bermain peran anak

menciptakan suatu situasi dimana anak diminta untuk melakukan suatu peran

tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak lazim peran

tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang mengubah

sikap atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan dan untuk menggambarkan

suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya.

Nilai-nilai moral yang dapat dibelajarkan pada anak usia dini

Pengembangan moral pada anak usia dini berkaitan dengan Pendidikan

Karakter yang diajarkan di sekolah. Pendidikan Karakter memberikan kesempatan

untuk mengembangkan perilaku moral pada anak. Beberapa perilaku moral yang

dapat dikembangakan pada anak usia dini, yaitu :

1. Kerjasama

Kerjasama dapat diajarkan kepada anak melalui kegiatan belajar dalam

kelompok. Kerjasama penting diajarkan kepada anak agar mereka mampu menjalin

hubungan yang baik dengan orang lain dan mampu memahami adanya perbedaan

dalam setiap individu. Salah satu cara mengajarkan kerjasama pada anak misalnya,

guru membagi anak menjadi beberapa kelompok untuk melakukan kegiatan belajar,

guru akan mengajak anak belajar membuat sebuah hasil karya dari daun-daun yang

ada di sekitar sekolah, kemudian anak bersama dua temannya mencari daun bersama

dan kemudian membuat daun tersebut menjadi sebuah gambar atau hasil karya

lainnya.

2. Bergiliran

192

Bergiliran perlu dijarkan kepada anak agar mereka belajar untuk sabar,

memahami aturan, dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Hal ini dapat

diajarkan misalnya, anak mendapatkan giliran untuk memimpin doa di depan kelas,

anak bergiliran untuk memberikan pendapat, dan anak bergiliran untuk mencuci

tangan sebelum makan.

3. Disiplin diri

Disiplin dapat dibangun dalam diri anak melalui banyak cara, salah satunya

melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari di sekolah. Disiplin diajarkan kepada anak

agar anak memahami aturan dan tepat waktu. Disiplin dapat diajarkan dengan cara

misalnya, membiasakan anak untuk meletakkan sepatunya di rak sepatu, dan

membiasakan anak untuk merapikan kembali peralatan belajar atau mainan yang

telah selesai digunakan.

4. Kejujuran

Kejujuran perlu dibangun dalam diri anak sejak usia dini. Sikap jujur dapat

ditanamkan dalam diri anak melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari. Kejujuran

diajarkan kepada anak dengan tujuan agar anak mampu berprilaku sesuai dengan

norma yang ada dan berani mengakui kesalahannya. Kejujuran dapat diajarkan

dengan cara misalnya, ketika anak melakukan kesalahan atau berbuat salah, guru

dapat mengajak anak tersebut untuk berbicara berduaguru bertanya dengan cara

yang lembut kepada anak agar si anak mau mengakui kesalahannya.

5. Tanggung jawab

Rasa tanggung jawab dapat dibangun dalam diri anak sejak usia dini.

Salahsatunya melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari, misalnya anak dibiasakan

bertanggung jawab atas barang miliknya. Salah satu bentuk tanggung jawab anak

terhadap barang miliknya adalah merapikan kembali mainannya setelah selesai

digunakan.

6. Bersikap sopan dan berbahasa yang santun

Hal yang paling penting ketika anak berada dalam lingkungan sosialnya

adalah anak mampu bersikap sopan dan berbahasa yang santun agar mereka bisa

193

diterima di lingkungannya. Sikap sopan dan bahasa yang santun dapat dibangun

dalam diri anak melalui contoh perilaku yang ditunjukaan oleh orang dewasa yang

ada di sekitar mereka, salah satunya dari pendidik di sekolah. Pendidik harus selalu

menunjukkan sikap sayang dan berkata lembut kepada anak, agar si anak pun dapat

memiliki rasa sayang dan bicara dengan bahasa yang baik.

Strategi Pembiasaan Perilaku Moral

Cara terbaik untuk anak belajar adalah melalui bermain. Dalam upaya

pengambangan moral pada anak usia dini, pendidik dapat menciptakan kegiatan

belajar yang menyenangkan dan menggunakan strategi belajar yang bervariasi.

Beberapa strategi pengembangan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu :

• Memberi anak kesempatan untuk sharing tentang perasaan dalam lingkungan yang

nyaman dan aman

• Mengajarkan hal hal yang realistik dapat dimengerti oleh anak

• Memberi kesempatan anak untuk berlatih belajar kooperatif dan berbagi tanggung

jawab

• Mengundang teman yang berbeda budaya, mengembangkan rasa nasionalisme

• Mengembangkan aturan kelas bersama

• Memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat, bereksperimen

dalam belajar

• Memberi contoh sikap/perilaku yang baik: keingintahuan, toleransi dll

Perkembangan Sikap Beragama Anak 4-6 Tahun

Makna sikap beragama memiliki arti yang sangat luas dan bermuara ke arah hal-

hal yang mulia sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk ciptaanNYA. Sikap

beragama merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap

perilaku anak dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah

menuju manusia yang seutuhnya. Sikap beragama merupakan suatu hal yang sangat

penting yang diperlukan, karena spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri,

194

moral dan rasa memiliki, memberi arah dan arti pada kehidupan. Sikap beragama

merupakan suatu kepercayaan akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih besar

daripada kekuatan diri manusia dan suatu kesadaran yang menghubungkan manusia

langsung kepada sang maha pencipta. Hal ini dapat dimengerti anak dengan adanya

rasa kagum atas ciptaan Allah dan gejala alam yang dapat dirasakan dan dialaminya,

seperti adanya angin, hujan, matahari yang selalu terbit dan terbenam.

Pendidikan agama mempunyai suatu landasan pokok, yaitu penanaman iman

pada diri anak sebagai bekal kehidupannya di masa yang akan datang. Tugas utama

dari orang tua/ orang dewasa terhadap anak dalam menanamkan keimanan kepada

anak perlu berhati-hati baik dalam contoh hiasan, tulisan maupun perbuatan.

Penanaman kemampuan pada anak- anak bertujuan agar dalam jiwa anak berangsur-

angsur tertanam perasaan cinta kepada Tuhan dan agama.

Agama merupakan pondasi awal untuk menanamkan rasa keimanan pada diri

anak. Dalam agama terdapat dua unsur yang sangat penting yaitu keyakinan dan tata

cara yang mana kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pada usia 0-2

tahun, merupakan masa ketergantungan terhadap orang tua, anak-anak kecil

memperoleh tingkah lakunya hampir seluruhnya mel.alui pola peniruan. Walaupun

anak kecil itu tidak mengerti arti perbuatan tersebut, ia menirukan apa yang dilihatnya

dan belajar menentukan pola hidupnya untuk yang baik atau yang buruk. Konsepsi

anak kecil tentang Allah sebagian besar ditentukan oleh konsep dan sikap orang tua

terhadap Allah.

Anak yang berumur 2-3 tahun dapat mengerti bahwa Al-Kitab datangnya dari

Allah, Yesus adalah anak Allah, Gereja adalah rumah Allah, dan Allah mencintai dan

memelihara dia. Oleh karena ingatan mereka belum dapat diandalkan dan

perbendaharaan katanya terbatas maka konsepsi harus diajarkan berulang-ulang

dengan berbagai cara. Anak balita menyukai pengalaman ini. Cerita-cerita

Al-Kitab harus selalu disebut sebagai kebenaran dan diajarkan dari Al-Kitab

yang terbuka. Anak balita meniru orang tuanya, guru, dan kakaknya. Mungkin ia tidak

mengerti maksud tindakan-tindakan tersebut, tetapi ia meniru apa yang dilihat dan

195

akhirnya hidupnya ikut teladan orang-orang yang ditirunya, hal ini sering kali

menyangkut perasaan anak kepada Tuhannya.

Pada usia 4-6 tahun, anak dapat belajar mencintai Allah sebagaimana ia belajar

mencintai orang-orang dalam rumahnya. Mungkin ia tidak mengerti sepenuhnya

tentang Allah sebagai Pencipta atau Yang Maha Tinggi, tetapi ia dapat merasakan rasa

terima kasih, cinta, dan penghormatan serta mengungkapkan perasaan-perasaan itu.

Pujian dan do’a anak usia ini harus diutarakan dalam kata-kata yang dapat dimengerti

dan hendaknya mengungkapkan perasaannya sendiri.

Hidup do’anya itu hendaknya menuntun dia untuk menaikkan ucapan syukur

maupun permintaan do’a kepada bapa di surga. Dengan mudah guru dapat

mempengaruhi anak pada usia ini. Ia percaya segala sesuatu yang diucapkan

kepadanya. Ia pun perlu menyadari pengetahuan orang tua dan guru terbatas juga

walaupun mereka telah hidup lebih lama dari dia.

Usia 6-8 tahun, kemampuan anak untuk mengenal Allah bertambah ketika dunia

lingkungannya bertambah luas dan pengalamannya bertambah banyak. Anak

memperoleh manfaat bila ia beribadah sesuai dengan tingkat pengertiannya sendiri

dalam kebaktian sekolah minggu, kebaktian anak-anak, dan pekan rohani anak. Anak

usia ini senang mendengar cerita. Akan tetapi, karena hidup ini sekarang menjadi

kenyataan maka setelah mendengar cerita itu ia akan bertanya, ”Apa itu sesungguhnya

benar?”. Cerita sinterklas dan lain sebagainya dipertanyakan dan kemudian ditolak

karena cerita-cerita Al-Kitab diceritakan dan dibumbui hal-hal yang tidak benar, maka

cerita-cerita itu pun akan ditolaknya.

Berdusta pada usia 8 tahun dianggap lebih serius daripada berkata bohong pada

usia 4 tahun. Nilai keagamaan yg dikenalkan pada anak usia 4-6 tahun, adalah

Kedamaian , Kebahagiaan, dan Mencintai mahluk ciptaan Tuhan.

Pengembangan nilai agama pada anak usia dini dapat dilakukan melaui

pemodelan (modelling), anak belajar melalui imitasi. Bermain Peran (role playing), yaitu

menciptakan suatu situasi dimana individu diminta untuk melakukan suatu peran

tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak lazim peran

196

tersebut terjadi. Manfaat dari role playing adalah membantu seseorang mengubah sikap

atau perilakunya dari yang selama ini dilakukan.

Simulasi (simulation) adalah kegiatan yang dilakukan untuk menggambarkan

suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya. Balikan Penampilan (performance feedback)

adalah informasi yang menggambarkan seberapa jauh hasil yang diperoleh dari role

playing, bentuknya dapat berupa reward, reinforcement, kritik dan dorongan.

Contoh Pengembangan Nilai Moral dan Agama

1. Nama Permainan : ”GILIRANMU ... GILIRANKU...”

Sasaran : Anak usia 4-5 Tahun

Tujuan : Membiasakan anak untuk menunggu giliran

Media : tali / pita dan kue

Evaluasi : anak mampu menunggu giliran dan belajar sabar ketika

menunggu giliran

Deskripsi Kegiatan:

Ibu guru membagikan kue, setiap anak mendapat satu potong. Secara bergiliran anak

menerima kue dari bu guru. Ibu guru mengurutkan anak berdasarkan posisi mereka,

misalnya berjajar ke belakang. Ingatkan anak untuk tidak saling berebutan atau

saling mendahului. Selalu katakan “semua pasti dapat .... dan kita dapat makan

bersama”

Kiat Keberhasilan:

Biasakan anak untuk belajar melakukan kegiatan seperti ini disemua kesempatan,

dimana saja, kapan saja dan siapa saja harus antri.

2. Nama Kegiatan : “MARI BERDOA BERSAMA”

Sasaran : Usia 4-5 tahun

Tujuan : Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan

Media : Diri sendiri

Evaluasi : Anak mampu membaca doa sebelum dan sesudah

melakukan kegiatan

197

Deskripsi Kegiatan:

Biasakan anak untuk berdoa setiap sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan.

Guru harus selalu mengajak dan mengingatkan anak-anak untuk berdoa.

Kiat Keberhasilan:

Biasakan anak berdoa sebelum dan setelah melakukan kegiatan setiap saat.

2. Latihan

Berdasarkan perkembangan moral dan agama yang telah dipelajari buatlah program

kegiatan bermain yang berisi: Nama Kegiatan, Sasaran, Tujuan, Metode, Media,

Evaluasi dan Deskripsi Singkat

H. Bermain dan Permainan Untuk Anak Usia Dini

1. Uraian materi

Pendahuluan

Kita semua gemar bermain, terutama saat kita masih kanak-kanak. Bermain

adalah aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan

kenikmatan. Bermain berbeda dengan aktivitas lain yang bersifat ’serius’ seperti

bekerja atau belajar. Bermain selalu membahagiakan dan tidak pernah menjadi

’beban’. Bila suatu aktivitas bermain sudah menjadi beban artinya aktivitas

tersebut bukanlah lagi bermain.

Bagi anak usia dini, bermain bukanlah merupakan kegiatan main-main.

Bermain adalah kegiatan pokok dan penting untuk anak, karena bermain bagi

anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi orang dewasa.

Artinya bermain merupakan sarana untuk mengubah kekuatan potensial yang ada

dalam diri anak menjadi pelbagai kemampuan dan kecakapan dalam kehidupan

anak kelak.

Sebagaimana makan dan minum, bernapas dan tidur, kegiatan bermain

sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan anak. Melalui bermain, anak

mendapatkan berbagai pengalaman untuk mengenal dunia sekitarnya. Dengan

198

stimulasi bermain pula anak dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya,

sehingga memberikan dasar yang kokoh dan kuat bagi pemecahan kesulitan

hidupnya di kemudian hari.

Anak-anak perlu menjelajahi lingkungannya melalui kegiatan bermain

yang menyenangkan. Kegiatan bermain berlangsung dalam jenis tertentu dengan

tingkat yang berbeda-beda. Anak adalah pemimpin alami bagi permainan mereka

sendiri. Millestone perkembangan anak dapat didukung melalui penataan

lingkungan bermain yang baik. Menjadi tugas orang tua dan pendidik untuk

menyajikan lingkungan bermain yang kondusif yang mampu membantu proses

stimulasi bagi optimalisasi perkembangan anak usia dini.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa kegiatan bermain memiliki arti yang sangat penting bagi anak

usia dini dalam kehidupannya. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan berbagai

usaha untuk menyajikan kegiatan bermain yang kondusif bagi perkembangan

anak. Orangtua dan guru perlu memahami hakikat bermain dan permainan yang

meliputi makna bermain, berbagai jenis permainan, syarat bermain yang baik,

perkembangan bermain anak usia dini serta bagaimana merancang kegiatan

bermain dan alat permainan yang edukatif (APE) Disamping itu hendaknya

orangtua dan pendidik dapat berperan sebagai pendamping atau ’teman’ bermain

yang baik bagi anak, yaitu sebagai fasilitator dan motivator sehingga dapat

mengarahkan kegiatan bermain yang edukatif.

A. Definisi/pengertian Bermain dan Permainan

James Sully dalam bukunya Essay on Laughter menyatakan bahwa tertawa

adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang

dilakukan bersama sekelompok teman. Artinya kegiatan bermain mempunyai

manfaat tertentu. Hal yang penting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain

adalah rasa senang dan rasa senang ini ditandai oleh tertawa. Karena itu, suasana

hati dari orang yang sedang melakukan kegiatan bermain, memegang peran untuk

199

menentukan apakah orang tersebut sedang bermain atau bukan.Plato adalah

orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain.

Aristoteles berpendapat bahwa anak -anak perlu didorong untuk bermain dengan

apa yang akan mereka tekuni di masa dewasa nanti. Sedangkan menurut Frobel

bahwa bermain dapat meningkatkan minat, kapasitas serta pengetahuan anak.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat diuraikan beberapa

pengertian bermain :

• Bermain adalah aktivitas yang khas yang menggembirakan, menyenangkan dan

menimbulkan kenikmatan.

• Kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak sebagai bagian dari usaha mencoba-

coba dan melatih diri.

• Dunia Anak = Dunia Bermain, jadi bermain merupakan kegiatan pokok dan

penting untuk anak.

• Bermain bagi anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi

orang dewasa.

a. Sejarah perkembangan teori bermain

Pada awalnya aktivitas bermain pada anak belum mendapatkan perhatian

yang khusus dari para ahli ilmu jiwa. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya

pengetahuan tentang perkembangan anak. Secara umum perkembangan teori

bermain terbagi menjadi dua yaitu teori-teori klasik dan teori-teori modern.

Berikut ini akan dijabarkan bagai tentang intisari teori-teori perkembangan

bermain tersebut.

i. TEORI-TEORI KLASIK (Abad ke 18 - 19)

TEORI PENGGAGAS TUJUAN

Surplus energi Schiller/Spencer Mengeluarkan energi

berlebih

Rekreasi Lazarus Memulihkan energi/

tenaga

Rekapitulasi G. Stanley Hall Memunculkan instink

200

nenek moyang

Praktis Groos Menyempurnakan

instink

ii. TEORI-TEORI MODERN

TEORI PENGGAGAS TUJUAN

Surplus energi Schiller/Spencer Mengeluarkan energi

berlebih

Rekreasi Lazarus Memulihkan energi/

tenaga

Rekapitulasi G. Stanley Hall Memunculkan instink

nenek moyang

Praktis Groos Menyempurnakan

instink

ii. TEORI-TEORI MODERN

TEORI Peran bermain dalam

perkembangan anak

Psikoanalitik- Sigmund Freud Mengatasi pengalaman traumatik,

coping terhadap frustasi

Kognitif-Piaget Mempraktekan dan melakukan

konsolidasi konsep-konsep serta

keterampilan yang telah dipelajari

sebelumnya

Kognitif-Vygotsky Memajukan berpikir abstrak, belajar

dalam kaitan ZPD, pengaturan diri

Kognitif- Bruner/Sutton-Smith

Singer

- Memunculkan fleksibilitas

perilaku dan berpikir, imajinasi

dan narasi.

- Mengatur kecepatan stimulasi dari

dalam dan dari luar.

Arousal Modulation Tetap membuat anak terjaga pada

tingkat optimal dengan menambah

stimulasi

Bateson Memajukan kemampuan untuk

memahami berbagai tingkatan makna.

201

b. Fungsi dan manfaat bermain bagi perkembangan anak usia dini

Fungsi dan manfaat bermain meliputi seluruh aspek perkembangan anak

seperti diuraikan berikut :

1. Perkembangan Bahasa

Aktivitas bermain adalah ibarat laboratorium bahasa anak, yaitu memperkaya

perbendaharaan kata anak dan melatih kemampuan berkomunikasi anak.

2. Perkembangan Moral

Bermain membantu anak untuk belajar bersikap jujur, menerima kekalahan,

menjadi pemimpin yang baik, bertenggang rasa dan sebagainya.

3. Perkembangan Sosial

Bermain bersama teman melatih anak untuk belajar membina hubungan dengan

sesamanya. Anak belajar mengalah, memberi, menerima, tolong menolong dan

berlatih sikap sosial lainnya

Gambar 12. Proses Sosial Anak.

4. Perkembangan Emosi

Bermain merupakan ajang yang baik bagi anak untuk menyalurkan

perasaan/emosinya dan ia belajar untuk mengendalikan diri dan keinginannya

202

sekaligus sarana untuk relaksasi. Pada beberapa jenis kegiatan bermain yang

dapat menyalurkan ekspresi diri anak, dapat digunakan sebagai cara terapi bagi

anak yang mengalami gangguan emosi.

5. Perkembangan kognitif

Melalui kegiatan bermain anak belajar berbagai konsep bentuk, warna, ukuran

dan jumlah yang memungkinkan stimulasi bagi perkembangan intelektualnya.

Anak juga dapat belajar untuk memiliki kemampuan ‘problem solving’

sehingga dapat mengenal dunia sekitarnya dan menguasai lingkungannya.

6. Perkembangan Fisik

Bermain memungkinkan anak untuk menggerakkan dan melatih seluruh otot

tubuhnya, sehingga anak memiliki kecakapan motorik dan kepekaan

penginderaan.

7. Perkembangan Kreativitas

Bermain dapat merangsang imajinasi anak dan memberikan kesempatan

kepada anak untuk mencoba berbagai ideanya tanpa merasa takut karena

dalam bermain anak mendapatkan kebebasan.

B. Tahapan perkembangan bermain anak usia dini

Masa kanak-kanak sering disebut sebagai “Masa Bermain”. Pada masa ini

anak sangat menyukai permainan yang menggunakan alat permainan. Sejalan

dengan pertambahan usianya, anak secara perlahan-lahan akan meninggalkan

permainan yang menggunakan alat permainan. Anak akan beranjak menuju

permainan yang tidak menggunakan mainan, namun ia tetap berada pada masa

bermain dan menyukai kegiatan yang bersifat bermain.

Dengan demikian kegiatan bermain anak akan melalui tahap-tahap

perkembangan yang berbeda sejalan dengan usianya.

Tahap-tahap perkembangan bermain anak usia dini, menurut Mildred

Parten melalui 6 tahap yaitu ;

1. Unoccupied Behavior / Gerakan Kosong

203

Anak sepertinya belaum melakukan kegiatan bermain, hanya mengamati

sesuatu sejenak saja. Misalnya bayi mengamati jari

tanganatau kakinya sendiri dan menggerakannya tanpa

tujuan.

2. Onlocker Behaviour/Tingkah laku pengamat

Anak memperhatikan anak yang lain yang sedang melakukan suatu kegiatan

atau sedang bermain. Misalnya seorang anak yang memperhatikan temannya

sedang bermain petak umpat, tanap ia ikut bermain

tetapi ia turut merasa senang seolah ia ikut bermain.

3. Solitary Play / Bermain Soliter

Anak bermain sendiri mencari kesibukan sendiri,

tanpa perduli dengan orang lain/ teman lain yang

ada disekitarnya.

4. Parraley Play /Bermain Paralel

Anak melakukan kegiatan bermain di antara anak yang lain tanpa ada unsur

saling mempengaruhi. Misalnya anak bermain

puzzle dan anak lain juga bermain puzzle, mereka

ada bersama tetapi tidak saling mempengaruhi.

5. Associative Play / Bermain Asosiatif

Anak melakukan kegiatan bermain bersama anak

lain tetapi belum ada pemusatan tujuan bermain.

Misalnya beberapa anak bermain menepuk-nepuk air di kolam bersama- sama.

6. Cooperative Play / Bermain Koperatif

Anak melakukan kegiatan bermain bersama-sama

dengan teman secara terorganisasi dan saling bekerja

204

Anak

mengeksploras

i semua

kemungkinan

Anak mulai

menggunakan

makna simbolis

benda-benda

Anak mulai

menggunakan aturan

termasuk aturannya

sendiri

sama, ada tujuan yang ingin dicapai bersama dan ada pembagian tugas yang

disepakati bersama. Misalnya bermain rumah-rumahan ada yang jadi bapak,

ibu dan anak, masing-masing memiliki tugas. Anak membuat rumah-rumahan

tersebut dengan kain atau balok-balok dan bermain peran dengan boneka.

Tahap perkembangan bermain yang dikemukakan oleh Mildred Parten ini

lebih menekankan pada aspek sosialisasi anak dalam bermain. Artinya, bahwa

kegiatan bermain merupakan gambaran proses sosialisasi yang dilalui anak sejak

lahir, masa bayi, masa kanak-kanak dan masa anak pra sekolah hingga masa anak

sekolah kelas awal. Selanjutnya Jean Piaget mengemukanan tahap perkembangan

bermain anak yang lebih menekankan pada aspek perkembangan intelektual anak

sebagaimana terlihat pada bagan berikut ini :

BERMAIN BERMAIN BERMAIN DENGAN PRAKTIS SIMBOLIS PERATURAN

Gambar 13. Bagan Perkembangan bermain anak.

C. Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan bermain anak usia dini.

Semua anak senang bermain, tetapi melakukan kegiatan bermain tidak

dengan cara yang sama. Ada anak yang suka bermain aktif adapula yang lebih

menyukai bermain pasif. Demikianpula dengan jenis alat permainan yang dipilih

anak akan berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Menurut Elizabeth

205

Hurlock, jika diamati secara cermat, ada berbagai variasi kegiatan bermain yang

dilakukan anak, dan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

a. Kesehatan

Anak yang sehat cenderung akan memilih berbagai jenis kegiatan bermain aktif

daripada pasif, karena banyaknya energi yang dimiliki anak, membuatnya lebih

aktif dan ingin menyalurkan energinya tersebut. Sementara anak yang kurang

sehat akan mudah lelah ketika bermain sehingga lebih menyukai bermain pasif

karena tidak membutuhkan banyak energi.

b. Perkembangan Motorik

Kegiatan bermain aktif lebih banyak menggunakan keterampilan motorik

terutama motorik kasar. Sedangkan bermain pasif kurang melibatkan

keterampilan dan koordinasi motorik. Dengan demikian anak yang memiliki

keterampilan motorik yang baik akan lebih banyak memilih kegiatan bermain

aktif dan begitu pula sebaliknya anak yang kurang terampil motoriknya

cenderung memilih kegiatan bermain yang pasif.

c. Inteligensi

Anak yang memiliki inteligensi yang baik (pandai/cerdas) cenderung akan

menyukai baik kegiatan bermain aktif maupun pasif. Karena biasanya anak

yang pandai akan lebih aktif daripada anak yang tidak pandai. Anak yang

pandai juga akan lebih kreatif dan penuh rasa ingintahu, sehingga mereka suka

dengan permainan yang membutuhkan kemampuan problem solving (misal

puzzle) melibatkan daya fantasi dan imajinasi (drama), permainan konstruktif

(lego, balok) juga permainan membaca buku, dan musik

d. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan perbedaan

antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam memilih kegiatan bermain.

Perbedaan ini terjadi karena secara alamiah dan ditentukan secara genetik.

Tetapi juga dapat muncul juga karena adanya perbedaan perlakuan yang

diterima oleh anak laki-laki dan anak permpuan sejak mereka bayi. Anak laki-

206

laki cenderung menyukai kegiatan bermain aktif tetapi anak perempuan

menyukai permainan konstruktif dan permainan lainnya yang bersifat ‘tenang’.

Berbagai kecenderungan ini bersifat umum dan belum tentu terjadi pada setiap

anak, karena pasti akan terjadi perbedaan-perbedaan pada setiap individu

mengingat manusia adalah mahluk yang unik.

e. Lingkungan dan taraf sosial ekonomi

Lingkungan dan taraf sosial ekonomi akan mempengaruhi jenis kegiatan

bermain dan alat permainan yang digunakan oleh anak. Anak kota dengan anak

desa menggunakan alat permainan yang berbeda , misal anak kota biasa

bermain dengan mobil-mobilan bertenaga baterai, komputer dan video games,

sedangkan anak desa bermain dengan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit

jeruk bali, serta bermain dengan daun, ranting kayu, kerikil dan bahan alam

lainnya.

f. Alat permainan

Ketersediaan berbagai alat permainan yang dimiliki anak mempengaruhi jenis

kegiatan bermain. Perlu kiranya disediakan berbagai variasi alat permainan

anak sehingga memungkinkan anak untuk bermain dengan berbagai cara dan

jenis permainan. Hal ini akan berdampak positif bagi semua aspek

perkembangannya.

D. Tipe dan Jenis Kegiatan Bermain

Aneka kegiatan bermain bisa membuat anak asyik sekaligus merangsang

perkembangannya. Alat permainan yang digunakan oleh anak hendaknya sesuai

dengan kebutuhan anak, begitu pula jenis kegiatan bermain sesuai dengan usia

perkembangan anak. Berbagai jenis kegiatan bermain anak adalah sebagai berikut:

I. Bermain Aktif

Dalam kegiatan bermain aktif,anak melakukan aktivitas gerakan yang

melibatkan seluruh indera dan anggota tubuhnya. Diantara jenis kegiatan

bermain aktif adalah :

207

1. Tactile Play

Merupakan kegiatan bermain yang meningkatkan keterampilan jari jemari

anak serta membantu anak memahami dunia sekitarnya melalui alat

perabaan dan penglihatnnya.

2. Functional Play

Bermain Fungsional/Functional Play adalah kegiatan bermain yang

melibatkan panca indera dan kemampuan gerakan motorik dalam rangka

mengembangkan aspek motorik anak. (Charlotte Buhler)

3. Constructive Play

Permainan yang mengutamakan anak untukmembangun atau membentuk

bangunan dengan media balok,lego dansebagainya

4. Creative Play

Permainan yang memungkinkan anak menciptakan berbagai kreasi dari

imajinasinya sendiri.

5. Symbolic /Dramatic Play

Permainan dimana anak memegang sustu peran tertentu.

6. Play Games

Permainan yang dilakukan menurut aturan tertentu dan bersifat

kompetisi/persaingan.

II. Bermain Pasif

Kegiatan bermain pasif tidakmelibatkan banyak gerakan tubuh anak,

tetapi hanya melibatkan sebagian indera saja terutama pendengaran dan

penglihatan. Kegiatan bermain pasif diantaranya adalah :

1. Receptive Play

Permainan dimana anak menerima kesan-kesan yang membuat jiwanya

sendiri menjadi aktif (bukan fisik yang aktif) melalui mendengarkan dan

memahami apa yang dia dengar dan ia lihat.

208

E. Syarat-syarat bermain dan permainan edukatif anak usia dini

Bermain dapat memberikan manfaat yang maksimal pada anak jika

terpenuhi syarat-syaratnya. Ada 5 syarat bermain dan permainan edukatif untuk

anak usia dini yaitu :

A. Play Time

Anak harus memiliki waktu yang cukup dalam bermain. Masa usia dini

merupakan masa bermain, bukan masa anak untuk dipaksa belajar atau bekerja.

Saat yang tepat untuk anak bermain dapat disesuaikan dengan jenis permainan.

Jika permainan di luar ruangan (gross motor/fungsional play) sebaiknya

dilakukan pada pagi hari atau sore hari, agar anak merasa nyaman dengan

udara yang sejuk dan tidak panas.

B. Play Things

Jenis alat permainan harus disesuaikan dengan usia anak dan taraf

perkembangannya. Alat permainan hendaknya memnuhi kriteria;

• Aman bagi anak

• Ukuran, bentuk dan warna sesuai usia anak dan taraf perkembangannya,

• Berfungsi mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak,

• Dapat dimainkan secara bervariasi/cara

• Merangsang partisipasi aktif anak, menurut DR. Fitzhugh Dodson - 90 %

aktivitas anak dan 10 % aktivitas alat permainan,

• Sesuai kemampuan anak (tidak terlalu sulit atau terlalu mudah)

• Menarik dari segi warna dan bentuk atau suara (jika bersuara)

• Tahan lama/tidak mudah rusak

• Mudah didapat dan dekat dengan lingkungan anak

• Diterima oleh semua budaya

• Jumlah alat permainan yang digunakan hendaknya cukup, dengan

kebutuhan anak, tidak terlalu sedikit atau tidak terlalu banyak.

C. Play Fellows

209

Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain jika ia

memerlukan. Teman bermain dapat ditentukan anak sendiri ,apakah itu

orangtua, saudara atau temannya. Jika anak bermain sendiri, maka ia akan

kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu

banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan anak tidak

mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan

menemukan kebutuhannya sendiri.

D. Play Space

Untuk bermain perlu disediakan tempat bermain yang cukup untuk anak

sehingga anak dapat bergerak dengan bebas. Luas tempat bermain dapat

disesuaikan dengan jenis permainan dan jumlah anak yang bermain.

E. Play Rules

Anak belajar bermain, melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-

temannya atau diberitahu caranya oleh orang lain (guru atau orangtua). Cara

yang terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya

dalam menggunakan alat permainannya dan anak akan mendapat keuntungan

lebih banyak lagi. Jadi permainan yang baik adalah permainan yang ada

cara/aturan bermainnya.

B. Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini

1. Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran materi pembelajaran matematika anak usia dini adalah:

a. Peserta PLPG mampu menguasai konsep dasar pembelajaran matematika untuk

anak usia dini

b. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan aljabar anak usia dini

c. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan geometri anak usia dini

d. Peserta PLPG mampu mengembangkan kemampuan aritmatika anak usia dini

210

e. Peserta PLPG mengemas perangkat pembelajaran matematika anak usia dini

2. Isi/Paparan Materi

a. Landasan Pembelajaran Matematika Anak usia Dini

Pembelajaran matermatika pada anak usia dini merupakan proses yang akan

terus terjadi sepanjang kehidupan anak. Anak membangun pengetahuan dan

keterampilan melalui interaksi langsung dengan lingkungan dan orang lain

yang berada disekitar anak. Oleh karena itu anak harus diberikan kesempatan

yang seluas-luasnya untuk berinteraksi sehingga anak dapat mengembangkan

kemampuan dan keterampilan dalam menemukan dan mempelajari fakta,

menemukan konsep, dan membuat hubungan antara satu konsep dengan

konsep lainnya sehingga bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan anak kelak.

Adapun landasan pembelajaran matematika pada anak usia dini, yaitu: anak

dapat mempelajari fakta – fakta, berpikir kritis, anak mampu untuk

memecahkan masalah, dan bermakna bagi anak.

Konsep matematika anak usia dini sebenarnya dipelajari oleh anak sejak bayi

melalui kegiatan sehari – hari. Misalnya pada saat bayi sudah dapat membedakan

mana suara ibunya dengan orang lain. Pada usia dua tahun anak mulai dapat

memilih pasangan pakaiannya sendiri, melalui kegiatan ini anak mulai

membangun konsep mencocokan (matching).

b. Prinsip Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini

1) Untuk menyelenggarakan pembelajaran matematika yang bermakna bagi

anak terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:

a) Rencanakan pengalaman yang nyata sehingga anak dapat terlibat secara

aktif.

b) Observasi atau amati anak untuk memahami kemampuan dan minat anak.

211

c) Berikan kesempatan anak belajar sesuai cara belajar anak.

d) Pendidik sebagai fasilitator, bukan sekedar pemberi pengetahuan, karena

beberapa konsep dalam matematika perlu dipahami dengan cara

dilakukan langsung oleh anak.

e) Berikan anak permasalahan dan konflik untuk memunculkan kemampuan

berpikir, akomodasi dan adaptasi.

f) Merancang aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangan hingga

anak mencapai area perkembangan proximal (zone proximal development).

g) Berikan aktivitas matematika yang bermakna, sehingga anak dapat

menggunakan pengetahuan matematika tersebut dalam kehidupan sehari

– hari.

h) Buatlah pertanyaan yang menarik anak atau mengundang rasa ingin tahu

anak.

i) Doronglah anak untuk dapat menjelaskan apa yang dipikirkannya

melalui kata-kata, gambar, tulisan dan simbol.

j) Dorong anak untuk berbicara, baik kepada guru maupun anak lain.

k) Pelajaran berurutan mulai dari enactive (konkrit) sampai pada simbolik.

l) Bangunlah pembelajaran matematika berdasarkan pembelajaran

sebelumnya.

m) Gunakan berbagai macam alat atau benda yang berbeda untuk membantu

anak mempelajari berbagai konsep matematika.

c. Konsep Matematika Anak Usia Dini

Konsep matematika anak usia dini hingga sekolah menengah berdasarkan The

National Council Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 terdapat lima

konsep yang dipelajari oleh anak, yaitu: bilangan dan operasi bilangan, aljabar,

geometri, pengukuran, analisis data serta probabilitas (Henniger, 2009).

Sebelum anak mempelajari konsep matematika tersebut, anak perlu untuk

diberikan pengalaman matematika permulaan yaitu mencocokan,

212

korespondensi satu – satu, klasifikasi, membandingkan, mengurutkan atau

seriasi. Pengalaman matematika permulaan ini merupakan keterampilan dasar

dalam untuk memahami konsep matematika selanjutnya.

1) Konsep Matematika Permulaan

a) Mencocokan (Matching)

Keterampilan mencocokan merupakan konsep dari korespondensi satu –

satu dan mencocokan juga konsep dasar dari berhitung. Misalnya pada

konsep ini anak belajar untuk mengamati dan mengungkapkan lebih

banyak dan lebih sedikit. Kegiatan mencocokan dapat dimulai dengan

mencari perbedaan, persamaan, hingga konsep lebih banyak dan lebih

sedikit.

Gb. 1. Mencocokan gambar corak

payung.

Gb. 2. Mencocokan gambar yang sama.

213

b) Mengelompokan (Classification)

Pada masa usia dini anak mengembangkan kemampuan untuk

mengelompokan benda berdasarkan ciri – ciri tertentu. Piaget (1964)

menyatakan bahwa anak dapat mengelompokan benda dimulai

berdasarkan warna, bentuk, dan kemudian ukuran (Papalia & Olds, 2008).

Kemampuan anak untuk melakukan klasifikasi merupakan kemampuan

dasar untuk memahami nilai tempat pada bilangan, misalnya konsep

puluhan dan satuan bilangan 25 terdiri atas dua puluhan dan lima satuan

(Henniger, 2009).

Gb. 3. Mencocokan pakaian. Gb. 4. Mencocokan dengan berbagai

ketentuan.

Gb. 5 kegiatan mencocokan satu orang dengan satu kursi

214

c) Mengurutkan atau seriasi

Mengurutkan atau seriasi melibatkan kemampuan untuk menempatkan

dua benda atau lebih ke dalam tata urutan tertentu, dari yang sederhana

misalnya berdasarkan ukuran besar hingga kecil , ketinggian tinggi hingga

rendah, ketebalan tebal hingga tipis hingga yang memerlukan ketelitian

seperti warna gelap hingga terang, tekstur kasar hingga halus, posisi

terdekat hingga terjauh, kapasitas isi dari banyak hingga sedikit, dan

mengurutkan bilangan ordinal seperti pertama, kedua, ketiga, dan

seterusnya. Ada dua jenis pengurutan yaitu pengurutan 1 – 1, dan

pengurutan 2 – 2 (set) yang disebut dengan dobel seriasi (double seriation)

Gb. 6. Mengelompokan warna

binatang sesuai dengan warna

kandang

Gb. 7. Mengelompokan/ klasifikasi

menggunakan tutup botol

215

Dobel Seriasi

2) Konsep Bilangan

a) Pemahaman Bilangan (Number Sense)

Berdasarkan pernyataan NCTM (2000) kemampuan pemahaman bilangan

atau berhitung dan mengenal angka meliputi kemampuan untuk

memahami bilangan, menghubungkan bilangan dengan angka, dan sistem

urutan bilangan. Anak juga diharapkan memahami arti dari operasi

bilangan dan hubungan antar bilangan, serta mampu untuk membilang

Gb. 9 Kegiatan dobel seriasi diambil dari cerita “beruang dan goldilocks” papa beruang mangku besar, mamberuang mangkuk sedang dan anak beruang mangkuk kecil.

Gb.8 Mengurutkan atau seriasi 1 - 1

216

dan membuat perkiraan. Menurut Piaget ada 2 cara mengajarkan

berhitung pada anak, yaitu berhitung berurutan secara ordinal (count in

sequence) dan berhitung berdasarkan nilai bilangan atau kardinal(count in

the set of number).

(1) Count in sequence

1 2 3 4 5 6

(2) Count in sets of number

Cara ke 2 lebih mudah dipahami anak, karena dua adalah 1 lebih, tiga

adalah 2 lebih 1. Empat artinya 3 lebih 1. Lima artinya 4 lebih 1, dan

seterusnya. Awalnya ajarkan anak menghitung secara berurutan,

misalnya diri kiri ke kanan, atau dari atas ke bawah. Setelah itu baru

diajarkan dengan cara acak, yang memiliki kesulitan lebih tinggi. Anak

perlu menguasai arah membaca dengan baik dari kiri ke kana dari atas

ke bawah.

217

Dalam mengembangkan kemampuan pemahaman bilangan, anak akan

melewati proses memahami konsep: (1) Lebih atau kurang (more or less);

(2) Menghitung/cardinalitas: menghafal hitungan, hubungan 1 – 1,

menghitung secara berurutan, menghitung dalam sejumlah benda, urutan

bilangan, perkiraan (estimasi); (3) Pengaturan spasial; (4) Lebih 1, lebih 2,

kurang 1, kurang 2; (5) Benchmark 5 dan 10; (6) perkiraan jumlah; (7)

bagian dari keseluruhan (part – part whole): Konsep bagian dari

keseluruhan, yaitu pemahaman bahwa suatu set bilangan terdiri atas

beberapa sub set bilangan, misalnya bilangan 5 dapat terdiri atas 1+4, 2+3,

3+2, 4+1 atau 1+2+2, 1+3+1, dan seterusnya.

Gb. 10. Cerita tentang konsep bilangan 5

Gb.10 benchmark 5 dan 10 Bagian dari keseluruhan

218

b) Aritmatika

Kegiatan aritmatika merupakan kegiatan yang kaya akan pemecahan

masalah. Untuk memecahkan suatu masalah merupakan proses untuk

menemukan jawaban yang tepat dengan menggunakan berbagai cara.

Polya (1962) menyatakan bahwa terdapat empat langkah untuk

memecahkan masalah, yaitu; memahami masalah, membuat perencanaan

untuk memecahkan masalah, melaksanakan rencana, dan lakukan

pemeriksaan ulang (Smith, 2009).

(1) Penjumlahan dan pengurangan

Penjumlahan merupakan operasi biner atau melibatkan dua bilangan

(binary operation) yang digabungkan agar menjadi satu satuan

bilangan. Operasi penjumlahan bilangan yaitu; kumulatif, asosiatif,

transitif, dan elemen identitas.

Operasi Penjumlahan Keterangan

Elemen Identitas 1+0 = 1 Atau jika saya memiliki 1 buah mangga ditambah nol buah mangga, maka saya hanya punya 1 buah mangga

Penjumlahan Komutatif

8+5 =13 sama dengan 5+8=13

Penjumlahan asosiatif 6+8 = 6+6+2 = 14

Penjumlahan transitif Untuk mendapatkan jumlah 6, maka dapat

Gb.11 Bagian dari keseluruhan bilangan sepuluh

219

Operasi Penjumlahan Keterangan

diperoleh dari penjumlahan 1+5, 2+4, 3+3, dst.

(2) Perkalian dan pembagian

Perkalian merupakan operasi yang digunakan untuk menemukan

hasil dari dua faktor yang telah diketahui sebelumnya, faktor x faktor

Gb.12 Kegiatan bermain penjumlahan dan pengurangan (triangular flash card)

hasil 10

Gb.13 Contoh buku cerita yang dengan konsep penjumlahan dan pengurangan

220

= hasil. Sedangkan pembagian digunakan pada saat keseluruhan hasil

dan satu faktor. Hasil : pembagi (faktor) = faktor

(3) Nilai tempat

Nilai tempat yang biasa dikenal yaitu bernilai sepuluh (based ten

system). Terdapat empat jenis based ten system, sebagai berikut: sistem

yang menggunakan bilangan 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 0, angka nol

digunakan sebagai penentu tempat; kelipatan sepuluh sebagai sistem

letak, misalnya 10, 100, 1000, 10000; Algoritma.

3) Aljabar Permulaan

Aljabar permulaan mengarah pada hubungan antar jumlah dan bagaimana

jumlah dapat berubah dikarenakan adanya hubungan satu dengan lainnya.

a) Pola (Patterning)

Pola merupakan cara yang digunakan oleh anak untuk mengenal urutan

untuk membuat prediksi atau perkiraan mana yang muncul terlebih

dahulu dan kemudian secara berurutan. Fungsi anak mempelajari untuk

membuat pola yaitu pertama untuk mengenal pola urutan bilangan.

Kedua yaitu mengajarkan kepada anak untuk berpikir secara berurut

sebagai bentuk dari kegiatan memecahkan masalah. Mempelajari pola

Gb. 13 Contoh kegiatan pemahaman nilai tempat konsep bilangan 11 terdiri atas 1

puluhan dan 1 satuan.

221

dapat membantu anak untuk melihat dan menemukan pola hubungan,

membuat generalisasi, dan prediksi. Terdapat beberapa jenis pola, yaitu:

(1) Pola berulang misalnya AB-AB-AB, AAB-AAB-AAB, ABC-ABC-ABC,

dan seterusnya.

(2) Pola yang berkembang AB-ABB-ABBB-ABBBB.

Gb.14 Kegiatan meronce dengan pola AB berdasarkan warna dan

Gb.15 Pola AB berdasarkan ukuran

Gb. 16 Contoh kegiatan pola berkembang

222

(3) Pola hubungan, misalnya satu anak memiliki dua mata, dua anak ada

empat mata, dst.

(4) Pola simetris

b) Fungsi

Konsep fungsi dibangun berasal dari data pada pola yang berkembang.

Misalnya 1 mobil memliki 4 roda, jika ada 4 empat mobil maka ada berapa

roda?

4) Analisis Data: Grafik dan Probabilitas

Berdasarkan standar NCTM (2000) mengenai konsep grafik dan probabilitas,

yaitu anak mampu untuk membbuat pertanyaan berdasarkan data yaitu

mampu untuk mengumpulkan, menyusun, dan menunjukan data yang ada

Gb.17 Pola simetris dalam kegiatan bermain balok

223

untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Anak mampu untuk memilih

dan menggunakan metode statiska yang tepat untuk melakukan analisa data.

Membangun dan memperbaiki perkiraan sebelumnya berdasarkan data yang

didapat. Memahami dan mampu menerapkan konsep dasar dari probabilitas.

a) Grafik

Grafik menyajikan informasi numerasi secara visual. Terdapat beberapa

bentik grafik, yaitu; dengan menggunakan benda nyata, grafik batang,

grafik pie atau lingkaran, dan grafik garis. Grafik memiliki judul dan nama

pada setiap bagiannya. Manfaat penggunaan grafik bagi anak yaitu anak

dapat melihat dan membandingkan perbedaan dan persamaan,

menuangkan perbendaan yang ada pada grafik dan membuat keputusan,

mendiskusi berbagai perkiraan, dan mengkomunikasikan hasil. Untuk

memahami konsep grafik seorang anak terlebih dahulu terampil dalam

melakukan korespondensi satu – satu, memahami konsep bilangan, dan

anak perlu memahami bahwa garis horizontal dan vertikal pada grafik

sebagai titik utama.

b) Probabilitas

Tujuan konsep probabilitas dalam pembelajaran matematika anak usia

dini yaitu anak diajak berpikir untuk memperkirakan hasil. Kegiatan

Gb. 18 Grafik sederhana

224

bermain yang dapat dilakukan bersama anak dengan menggunakan benda

nyata misalnya dengan menggunakan bermain lempar koin, berapa kali

kemungkinan akan muncul gambar tertentu dalam dua kali lemparan.

5) Geometri: Bentuk dan Ruang

NCTM (1989) mendefinisikan kepekaan ruang (spaial sense) sebagai intuisi

seseorang terhadap ruang disekelilingnya dan benda yang ada disekitarnya.

Untuk mengembangkan kepekaan ruang, seorang anak harus memiliki

pengalaman yang mengarah pada hubungan geometri, yaitu arah, orientasi

ruang dan sudut pandang terhadap benda di dalam ruang, ukuran dan

bentuk benda, serta bagaimana bentuk dapat berubah yang dipengaruhi oleh

perubahan ukuran.

a) Ruang

Konsep yang akan dikembangkan pada anak yaitu anak memahami posisi

dan arah (atas, bawah, luar, dalam, kiri, kanan, depan, belakang, jauh, dan

dekat). Untuk mengembangkan kemampuan pemahaman ruang, kegiatan

bermain dapat dilaksanakan didalam dan diluar ruang. Kegiatan didalam

ruang sebaiknya tidak menggunakan ruang yang sempit dan tidak terlalu

banyak barang didalamnya. Kegiatan pemahaman ruang dapat berupa

bermain ular naga, balok, kucing dan tikus, gobaksodor (galah asin), dan

lain sebagainya.

b) Bentuk

Tujuan mempelajari konsep bentu yaitu agar anak dapat mengenali

berbagai bentuk yang di temui sehari hari, misalnya lingkaran pada jam

dinding, persegi pada jendela rumah, sehingga anak mampu membuat

hubungan antara satu bentuk dengan bentuk lainnya.

225

c) Geometri

Tujuan anak mempelajari geometri dari jenjang pra-sekolah hingga SD

kelas rendah yaitu:

(1) Mengenal bentuk

(2) Memahami bentuk

(3) Mengenal bentuk berdasarkan ciri – cirinya

(4) Memahami bentuk kurva tertutup dan terbuka

(5) Mengenali bentuk geometri yang bergerak

(6) Memahami bentuk simetri

(7) Pemetaan dengan menggunakan koordinat geometri

(8) Luas dan volume

(9) Sudut (konsep dasar)

(10) Pengukuran

226

(11)

d) Pengukuran

Pengukuran menggunakan nilai angka untuk mengukur benda fisik

maupun non fisik.

e) Pengukuran Fisik

(1) Panjang dan tinggi

(2) Luas area

(3) Kapasitas dan volume

(4) Berat dan massa

f) Pengukuran Non-Fisik

(1) Waktu

(2) Suhu

(3) Uang

Gb. 19 Contoh kegiatan bereksplorasi dengan berbagai bentuk geometri

227

d. Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran matematika anak usia dini dapat diselenggarakan di

sentra, area maupun sudut kegiatan bermain anak. Untuk mengelola kegiatan

belajar yang baik ada beberapa hal yang menjadi perhatian guru, yaitu:

1) Kegiatan Belajar

a) Kumpulkan anak untuk duduk berbentuk setengah lingkaran. Jika

diperlukan sediakan alas duduk bagi anak. Posisi tersebut memberikan

kesempatan pada anak untuk saling bertatap muka.

b) Mulailah dengan kegiatan belajar dengan berbagai kegiatan seperti

bernyanyi, bermain peran, memberikan pertanyaan, atau mengulan

konsep matematika yang sudah dibahas sebelumnya.

c) Buatlah kesepakatan aturan bersama. Lakukan kegiatan membuat aturan

dengan berdiskusi dengan anak, batasi dua hingga tiga aturan saja.

Misalnya tunjuk tangan jika ingin bertanya dan mendengarkan teman saat

teman berbicara.

d) Berikan anak waktu untuk beradaptasi dengan aturan yang telah

disepakati bersama. Ingat jangan paksa anak untuk langsung paham

mengenai aturan pada saat itu juga.

2) Pengelolaan Bahan Belajar Anak

Gb. 20 Contoh buku cerita tentang konsep waktu dengan “The grouchy lady

228

a) Perkenalkan hanya satu alat kegiatan main anak. Persiapkan alat main

tersebut untuk kelompok kecil misal : tiga hingga empat orang anak.

b) Perkenalkan alat main tersebut, jelaskan dari mana asalnya dan cara main

alat tersebut.

c) Diskusikan bersama anak aturan bermain bersama, dan jelaskan juga

alasanya. Misalnya menyimpan alat mainan kembali pada tempatnya agar

anak mudah menemukannya jika ia memerlukannya kembali.

d) Peragakan apa yang akan terjadi jika anak tidak mengikuti aturan main

bersama. Misalnya jika ada anak yang membawa pulang mainan.

e) Jika ada anak yang tidak mentaati aturan main atau menyalah gunakan

alat kegiatan main pisahkan anak dari kelompoknya, tetapi jangan berikan

peringatan, ajak anak untuk duduk di luar kelompoknya dan minta anak

untuk mengamati apa yang dilakukan temannya. Jika anak sudah

memahami kesalahannya gabungkan kembali anak dengan kelompoknya.

3) Pengelolaan Lingkungan dan Kegiatan Belajar Anak

a) Kumpulkan alat dan bahan main sesuai dengan konsep yang akan dibahas

bersama anak.

b) Tata alat dan bahan main anak.

c) Pada waktu tertentu berikan anak kesempatan untuk bereksplorasi

dengan alat dan bahan mainan baru.

d) Lakukan kegiatan belajar dengan tahapan sebagai berikut:

(1) Perkenalkan konsep matematika didalam kelompok besar

(2) Atur anak menjadi kelompok – kelompok kecil untuk melakukan

aktivitas matematika.

(3) Guru mengamati anak pada saat kegiatan berlangsung dan lakukan

pencatatan. Sesekali berikan pertanyaan pada anak untuk merangsang

kemampuan berpikir dan untuk mengetahui sejauh mana anak

memahami konsep matematika dari satu kegiatan main.

229

(4) Pisahkan anak yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan.

Buatlah kelompok kecil yang terdiri dari anak – anak yang mengalami

kedulitan tersebut.

(5) Lakukan review dengan melakukan tanya jawab pada anak setelah

setiap kegiatan dilakukan.

e) Contoh Kegiatan Matematikan Anak Usia Dini

Sentra : Cooking / Bermain Peran

Kegiatan : ”Sate Buah”

Usia : 5 – 6 tahun (15 anak)

Tujuan:

• Anak mampu untuk mengidentifikasi nama, warna, tekstur dan rasa

dari buah buahan yang digunakan untuk ”Sate Buah”

• Anak mampu untuk membuat ”Sate Buah” mengikuti suatu pola

• Anak dapat mengurutkan pola-pola yang dibuat pada selembar kertas

Alat dan bahan:

• Buah pepaya, semangka dan nenas

• Kantong ”perabaan”

• Talenan

• Pisau

• Tusuk sate

• Piring

• Kertas ”Chart”

• Krayon

• Gambar tempel/kartu bergambar

Langkah – langkah kegiatan:

Pembukaan:

• Guru menceritakan berbagai macam buah – buahan

• Guru melakukan tanya jawab bersama anak seputar buah– buahan.

230

• Guru menjelaskan kegiatan mebuat sate buah

Prosedurpembelajaran:

Anak memotong buah-buahan dan dibuat sate buah berdasarkan pola

yang diinginkan anak. Guru bertanya kepada anak mengenai nama, rasa,

tekstur, warna dari buah-buah tersebut.Guru menanyakan pola buah yang

dibuat oleh masing-masing anak.

Kegiatan Penutup:

Anak membuat pola dari sate buah yang dibuatnya dalam selembar kertas

”chart”

Aktifitas lanjutan:

Bermain membuat pola dengan cara berbaris. Anak dibagi menjadi buah

pepaya, semangka, dan nenas. Guru memanggil nama buah, anak yang

terpanggil akan maju dan membuat urutan sesuai pola.

Asesmen:

• Guru mengamati kemajuan dan partisipasi anak dan melakukan

wawancara untuk mengetahui pemahaman anak mengenai pola dari

sate buah yang dibuatnya.

• Anak diminta untuk presentasi hasil sate buah masing – masing.

3.Latihan

Rancanglah kegiatan belajar matematika anak usia dini berdasarkan konsep

matematika. Dengan komponen sebagai berikut:

a) Tentukan tujuan kegiatan belajar matematika AUD.

b) Rancanglah kegiatan bermain yang mengembangkan kemampuan tersebut.

c) Buatlah langkah – langkah kegiatan bermain

d) Buatlah media alat permainan yang menudukung kegiatan tersebut.

e) Integrasikan kegiatan tersebut ke dalam sentra/ area/ sudut kegiatan anak.

f) Buatlah rancangan setting lingkungan dan penataan alat dan bahan

231

g) Rencanakan bentuk asesmen yang akan digunakan sebagai bukti bahwa anak

telah menguasai suatu konsep dari matematika.

4. Daftar Pustaka

Carruthersand, Elizabeth dan Maulfry Worthington, Children’s Mathematics Making Marks Making Meaning, London: Sage Publication, 2006.

Charlesworth, Rosalind, Experience in Math For Young Children, 5th Edition. New York: Thomson Delmar Learning, 2005.

Cooke, Heathet, Mathematics for Primary and Early Years, London: Sage Publication, 2007.

Copley, Juanita V., The Young Child and Mathematics, Washington D.C: NAEYC, 2000

Dodge, Diene Trister, Creative Curriculum for Pre-School 4th Editition, Washinton DC: Teaching Strategies, 2007.

Haylock, Dereck dan Fionna Thangata, Key Concepts in Teaching Primary Mathematics,London: Sage Publication, 2007

Henniger, Michael L., Teaching Young Children, New Jersey: Thompson Delmar Learning, 2009.

Smith, Susan Sperry, Early Childhood Mathematics International Edition, New York: Pearson. 2009.

Van De Walle, John, Matematika Pengembangan dan Pengajaran, Jakarta: Erlangga, 2007.

Jurnal Online www.proquest.com/pqdweb Koleksi Foto TIM NEST dan koleksi pribadi.

C. Pembelajaran Sains Anak Usia Dini

1. Tujuan Pembelajaran

Secara khusus sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang

pendidik anak usia dini menunjukkan hasil belajar dengan indikator sebagai

berikut:

a. Peserta PLPG memahami gambaran mengenai pambelajaran sains yang tepat

bagi anak usia dini.

b. Peserta PLPG mampu menjelaskan stimualsi yang tepat bagi pengembangan

pembelajaran sains untuk anak usia dini.

232

c. Peserta PLPG memahami konsep yang utuh tentang persiapan-persiapan yang

harus dijalankan dalam proses KBM mulai dari perencanaan sampai dengan

evaluasi pada pembelajarn sains bagi anak usia dini.

2. Isi/Paparan Materi

All the flowers of all tomorrows are in the seeds of today (Chinese proverb). Kandungan

makna yang tersirat dari proverb Cina tersebut sangat benar adanya, bahwa biji

yang ditanam hari ini suatu saat atau esok akan menjadi bunga. Anak-anak kita

hari ini terutama untuk anak usia dini akan menjadi “seseorang” nantinya, kita

harus memberikan suatu proses yang terbaik bagi anak-anak agar dapat tumbuh

dan kembang secara sempurna

Usia dini adalah masa emas untuk memberikan stimulasi dalam rangka

mengoptimalkan fungsi otak, dimana kisaran usia dini adalah 0-8 tahun.

Perkembangan otak pada usia dini bukanlah suatu proses yang berjalan

sebagaimana adanya, melainkan suatu proses aktif yang membutuhkan stimulasi

melalui alat-alat indera (sebagai reseptor-reseptor otak diseluruh bagian tubuh).

Perkembangan otak manusia dapat terbagi dalam 4 tahapan berdasarkan usia

yaitu : 0 - 4 tahun mencapai 50 %; 4 – 8 tahun, mencapai 80 %; 8 - 18 tahun

mendekati 100%.

a. Landasan Pembelajaran Sains Anak usia Dini

1) Pengertian Sains

Sains didefinisikan dalam webster new collegiate dictionary yakni

“pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian” atau

“pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum –

hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui

metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk

mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan

233

eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena

yang terjadi di alam. Manusia mengetahui banyak hal di muka bumi

ini baik melalui penang-kapan indera maupun hasil olah pikir.

Kumpulan hal-hal yang diketahui tersebut dinamakan pengetahuan.

Sedangkan Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan yang telah disusun

secara sistematis dan logis dengan mempergunakan metode-metode tertentu.

Berdasarkan definisi di atas sudah menimbulkan kesan rumit atau sulit

dalam memahami dan mempelajari ilmu pengetahuan atau sains. Oleh

karena itu tidak heran jika timbul mitos di masyarakat bahwa sains

hanya dapat dipahami dan dimengerti oleh sekelompok orang

dengan melakukan serangkaian penelitian. Istilah penelitian itu

sendiri sudah menimbulkan kerumitan. Seolah-olah penelitian itu hanya

dapat dilakukan oleh para pakar, para ilmuan dan mereka-mereka yang

kesehariannya disesaki oleh referensi-referensi ilmiah. Padahal setiap orang

dan pada semua tingkatan usia dapat melakukan penelitian tanpa ia

sadari bahwa ia telah melakukan penelitian. Penelitian secara

sederhana dapat dilakukan hanya dengan berangkat dari suatu

pertanyaan, "Mengapa?" dan berusaha mencari jawaban baik dari diri

sendiri maupun dari sumber lain yang lebih mengetahui. Bagi seorang siswa,

penelitian dapat dimulai ketika ia mulai bertanya kepada gurunya,

bertanya kepada orang tuanya, atau bahkan bertanya kepada teman-

teman sebaya yang telah bersentuhan langsung dengan obyek yang

dipertanyakan.

Science is built up of facts as a house of stones, but a collection of fact is no more a

science than a pile of stones is a house (Henry Poincare, La Science et l’Hypothese,

1908). The goal of education is to produce independently thinking and acting

individuals (Albert Einstein). Sains adalah kerangka pengetahuan.

234

Pembelajaran sains itu penting karena: (1) Sains adalah bagian penting dari

budaya manusia, yang mempunyai nilai tertinggi dari kapasitas berpikir

manusia; (2) Adanya laboratorium yang ditindaklanjuti dengan penelitian

dapat digunakan untuk mengembangkan bahasa, logika, serta kemampuan

memecahkan masalah dalam kelas; (3) Untuk jangka waktu panjang, dapat

diciptakan saintis-saintis muda; (4) Negara sangat tergantung kepada

kemampuan teknis dan saintifik dari masyarakatnya untuk persaingan

ekonomi global serta keperluan nasional.

Ada 3 area sains yang diajarkan dalam kurikulum, yaitu:

1) sains kehidupan: Biologi (tubuh manusia), Zoologi (hewan), Botani

(tumbuhan), 2) sains bumi, meliputi: Geologi (kulit keras bumi),

astronomi (langit, musim, luar angkasa),

3) Fisika: ilmu kimia (benda padat dan cair), ilmu fisika (keseimbangan dan

gerakan)

Gambar 1. Anak diperkenalkan dengan konsep terapung dan tenggelam

235

Ada tiga faktor utama mengapa dalam pembelajaran sains pembentukan

sikap adalah penting (Martin, 1984), yakni:

a) Sikap seorang anak membawa satu kesiapan mental bersamanya.

Dengan sikap yang positif, seorang anak akan merasa sains objek,

topic, aktifitas dan orang secara positif. Seorang anak yang tidak siap atau

ragu-ragu karena alasan apapun juga akan kurang kemauannya untuk

berinteraksi dengan orang dan hal-hal yang berhubungan dengan sains.

b) Sikap bukan pembawaan dari lahir atau bakat. Ahli kejiwaan

berpendapat bahwa sikap itu dipelajari dan disusun lewat pengalaman

selagi anak-anak berkembang (Halloran, 1970; Oskamp,1977), sikap

seorang anak dapat berubah melalui pengalaman. Guru dan orangtua

mempunyai pengaruh terbesar atas sikap sains (George & Kaplan, 1998)

c) Sikap adalah hasil yang dinamis dari pengalaman yang bertindak

sebagai faktor pengaruh ket ika anak memasuki pengalaman–

pengalaman baru. Akibatnya sikap membawa suatu emosional dan

intelektual, yang keduanya mengarah kepada pembentukan keputusan

dan membentuk evaluasi . Keputusan dan evaluasi ini dapat

menyebabkan seorang anak menetapkan prioritas dan memegang

pilihan-pilihan yang berbeda.

Selain pembentukan sikap, pembelajaran sains yang produktif juga

dapat mengembangkan tiga aspek penting lainnya yakni: (1)

Pengembangan dari sikap anak-anak; (2) Pengembangan dari pemikiran

anak dan ketrampilan kinestetik (motorik kasar, halus serta

koordinasi mata dan tangan, demikian juga dengan pelatihan,

perasaan);(3) Pengembangan ilmu pengetahuan yang dibangun dari

pengalaman di dalam setting yang alami.

236

Gambar 2. Pengembangan dari pemikiran dan keterampilan kinestetik

Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)

Emosional Intelektual

Dari keingintahuan yang besar anak-anak untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru, kita dapat meningkatkan mereka untuk membangun:

Dari pengalaman pembelajaran yang positip pada anak-anak, kita dapat mengembangkan mereka:

1. Rasa ingintahu yang besar Ada keinginan untuk mencari sumber informasi

2. Ketekunan Ada ketidakpercayaan; keinginan untuk menunjukkan atau untuk mempunyai nilai alternatif dari bukti yang digambarkan

3. Pendekatan positip terhadap kesalahan

Mengabaikan generalisasi secara luas ketika ada keterbatasan bukti

4. Pikiran yang terbuka Mempunyai toleransi terhadap opini lain, penjelasan atau nilai yang digambarkan

5. Bekerjasama dengan yang lain

Mempunyai keinginan untuk menahan keputusan sampai semua bukti atau informasi ditemukan dan diujikan

Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)

237

Emosional Intelektual

Menolak untuk mempercayai dalam

superstition atau menerima klaim

tanpa bukti

Terbuka terhadap perubahan

pemikiran mereka ketika bukti-bukti

terhadap perubahan telah diberikan

terbuka terhadap pertanyaan

mengenai ide mereka.

2) Memulai Belajar Penelitian

Anak-anak adalah saintis alamiah. Para ahli perkembangan anak pernah

berdebat dalam masalah ini, tidak hanya didasari pada fakta dasar behavior

anak-anak, tetapi lebih pada hubungan antara behavior dan aspek penting dari

pemikiran saintifik. Anak-anak yang dibawa ke kelas sains memiliki rasa

keingintahuan yang alami dan menset idea serta memahami konseptual

framework dimana terdapat hubungan antara pengalaman di dunia alami dan

informasi lain yang telah mereka pelajari sebelumnya (terdapat koneksi). Sejak

mereka memiliki berbagai pengalaman, anak-anak diberikan dalam kisaran

yang luas kemahirannya (skill), pengetahuan, serta adanya pengembangan

konsep.

Anak usia dini pada tingkatan taman bermain, TK A dan B maupun anak usia

sekolah dasar sampai kelas dua belum saatnya diberikan pelajaran tentang

kemampaun penelitian ilmiah, konsep-konsep ilmiah ataupun prinsip-prinsip

penelitian. Karena memang pada anak usia dini (0-8 tahun) mereka baru

mempelajari tentang kemampuan dasar yang terdiri dari pengamatan,

klasifikasi, komunikasi, ukuran, estimasi, prediksi dan kesimpulan.

238

Pada kelas tiga SD, anak sudah diajarkan mengenai kemampuan dasar dan

kemampuan terpadu. Kemampuan terpadu terdiri dari mengidentifikasikan

variabel, mengontrol variabel, definisi operasional, membentuk operasional

pengalaman, grafis, interpretasi data, model dan investigasi. Namun demikia,

sikap mental peneliti sudah dapat diberikan oleh guru dalam bentuk yang

sederhana dan yang berada di lingkungan terdekat dari dunia anak-anak. Oleh

karma itu seorang guru dituntut untuk dapat menjelaskan area sains secara

tepat kepada anak-anak, kendatipun kurikulum yang tersedia saat ini tidak

menyediakan bahan-bahan penelitian yang dibutuhkan olch seorang guru.

Seorang guru harus mampu mengevaluasi setiap pengetahuan anak-anak dan

konseptual serta perkembangan skill/kemahiran, sebaik tingkat metakognisi

anak-anak mengenai pengetahuannya, kemahiran dan konsep, juga

menyediakan lingkungan pembelajaran anak-anak dimana setiap anak dapat

bergerak mengembangkan dalam semua aspek. Pertanyaan kunci untuk

instruksi ini adalah bagaimana mengadaptasi tujuan instruktusional ke

pengetahuan yang telah ada dan kemahiran dari murid, sebaik bagaimana

memilih teknik instruktusional sehingga akan lebih efektif.

Bagan Kemahiran Proses Sains (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)

Kemahiran Dasar Pra Taman Kanak- kanak

Taman Kanak- Kanak

Observasi X X

Klasifikasi X X

Komunikasi X X

Pengukuran X X

Estimasi X X

Prediksi X X

Kesimpulan X

Proses Kemahiran

Observasi Menggunakan indera untuk menggabung-kan

239

informasi

Klasifikasi Mengelompokkan, ordering, mengkategori-kan, merangking, memisahkan, mem-bandingkan.

Memanipulasi material Memberikan perlakuan pada material secara efektif

Mengkomunikasikan Berbicara, menulis, menggambar

Mencatat/menyusun data Logs, jurnal, grafik, table, gambar, rekaman

Prediksi Dimulai dengan hasil yang diharapkan didasarkan pada pola atau bukti yang ada

Inferensi Membuat kesimpulan (perkiraan yang educated) didasarkan pada alasan untuk menjelaskan observasi

Mengestimasi Menggunakan penilaian hingga aproksimat sebuah nilai/kuantiti

Penyelidikan Proses yang terintegrasi dari penelitian

Pemecahan masalah/membuat keputusan

Proses yang terintegrasi untuk menilai dan menghasilkan solusi

3) Pembelajaran sains secara alami

Pembelajaran sains terhadap anak-anak yang terbaik adalah ketika mereka ter-

motivasi. Oleh karena itulah maka pemberian pembelajaran harus menarik,

menyenangkan, menantang, melalui interaksi dengan lingkungan, dilakukan

bersama antara yang seusia dengan dewasa, dengan menggunakan benda

konkrit. Adapun pembelajaran ini dapat dilakukan melalui penyelidikan untuk

melihat : pola, perhubungan, proses, dan masalah. Pembelajaran sains juga

dapat mengembangkan bahasa.

240

Gambar3. Pembelajaran dilakukan secara berkelompok. Anak-anak juga

dapat melihat hubungan, proses dan masalah serta jalan keluar.

Pembelajaran sains dilaksanakan secara kooperatif. Adapun prinsip dan teknik

digunakan untuk membantu murid bekerjasama lebih efektif. Kerjasama adalah

sesuatu yang bernilai, hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat melihat

kerjasama mempunyai tujuan yang kuat, melihat teman sebagai teman

berkolaborasi yang potensial, dan untuk memilih kerjasama sebagai

kemungkinan pilihan yang layak untuk berkompetisi dan pekerjaan individual.

Adapun prinsip pembelajaran sains adalah kooperatif, yakni: (1) adanya

keterkaitan yang positif; (2) sebagai individu yang dapat diperhitungkan; (3)

adanya interaksi yang simultan; (4) adanya partisipasi yang setara. Pada

pembelajaran secara berkelompok, anak-anak diharapkan dapat bekerjasama

dengan cara berdiskusi antar teman sebelum akhirnya ditanyakan kepada guru.

Anak-anak berdiskusi tentang prosedur maupun kandungan isinya. Selain

berdiskusi dengan satu kelompok mereka juga dirangsang untuk berdiskusi

antar kelompok sebelum bertanyan pada gurunya. Apabila satu kelompok

dapat mengerjakan tugas dengan cepat maka dapat membantu kelompok lain

yang belum selesai. Tujuan dari pendidikan sains pada anak usia dini

adalah (1)Mempersiapkan anak-anak dengan pengalaman yang dapat

241

membantu mereka menjadi terpelajar secara saintifik; (2) Membimbing anak-

anak saat mereka mempelajari kandungan arti dan membangun indera

berdasarkan pengalaman oleh pemahaman terfokus dengan menggunakan ide

sains, kemahiran, dan sikap mental; (3) Berbagi tanggungjawab dengan anak-

anak terhadap apa yang mereka pelajari; (4) Mengadaptasi kurikulum,

mengatur waktu dan mengatur praktek, termasuk untuk tema pelajaran yang

mengambil waktu beberapa hari atau minggu; (5) Menguji kemajuan dalam

berbagai cara untuk mengelompokkan mana yang anak-anak ketahui dan dapat

lakukan.

4) Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini

a) Pengertian Organisme

Organisme adalah semua mahluk hidup yang terdiri dari pepohonan,

mamalia, lumut, serangga, jamur dan bakteri yang tersusun dengan struktur

yang berbeda untuk fungsi yang berbeda. Ciri-ciri dari mahluk hidup adalah:

(1) Makanan, tumbuhan membuat makanan mereka sendiri. Hewan

memakan organisme lain. Jamur mencerna dan menyerap makanan

mereka sendiri.

(2) Nafas, menghirup oksigen untuk bernapas. Mengeluarkan

karbondioksida

(3) Respirasi, mencerna makanan untuk menghasilkan energI

(4) Pembuangan, melepaskan zat-zat sisa yang beracun seperti

karbondioksida dan kotoran

(5) Pertumbuhan, bertambahnya ukuran bagi bakteri dan organisme bersel

satu. Bertambahnya jumlah sel bagi organisme bersel banyak menuntun

kepada bertambahnya ukuran dan perubahan bentuk.

(6) Berkembang biak, pembagian sederhana ke dalam dua sel bagi bakteri

dan organisme satu sel. Reproduksi seksual dan non seksual.

242

(7) Respon, respon terhadap rangsangan. Hewan biasanya bergerak

menjauh dengan cepat, respon semua hewan; tumbuhan merespon

melalui cara bertumbuh, biasanya dengan gerakan tubuh.

(8) Gerakan, kebanyakan organisme bersel satu dan hewan bergerak secara

keseluruhan. Jamur dan tumbuhan bergerak dengan anggota-anggota

tubuh mereka.

(9) Asal terbentuknya, organisme terbuat dari sel-sel

Beberapa hal yang tidak menggambarkan karakteristik yang jelas dari

mahluk hidup. Sebagai contoh bawang merah, kentang atau biji-bijian tidak

terlihat seperti mahluk hidup, namun pada saat bawang merah, kentang atau

biji-bijian menemukan habitat yang cocok maka mereka mempunyai potensi

untuk berkembang.

b) Pengelompokkan Organisme

Ada 30 juta spesies dari mahluk hidup di bumi dan beberapa ilmuwan

memperkirakan sebesar 100 juta. Dari data ini, hanya sebagian kecil dari

spesies antara 1.5 sampai 1.8 juta yang telah dideskripsikan. Dengan

keragaman yang besar dari organisme di sekeliling kita ini, kita hanya

mengerti lingkungan kita dengan membaginya ke dalam kelompok dan

dikenal dengan dengan istilah The 5 Kingdom

THE 5 KINGDOM

Sistem pembagian Kingdom dikembangkan oleh ahli Biologi Amerika yakni

Robert H. Whitaker (1969). Sistem ini memiliki kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan yang dimiliki adalah penggolongan jamur yang dimasukan ke

dalam kingdom tersendiri. Alasan yang dikemukakan adalah jamur tidak

mencerna sendiri makanan seperti yang dilakukan oleh binatang, tetapi

mereka mengeluarkan enzim pencernaan disekitar makanan mereka,

kemudian menyerapnya ke dalam sel. Begitu juga terlihat jelas

perbedaannya dengan monera. Jamur atau fungi termasuk dalam jenis

243

organisme eukariot bukan prokariot. Kingdom ini sudah melengkapi dari

kingdom sebelumnya.

Adapun kelemahannya yakni belum mampunya sistem ini mendefinisikan

kingdom monera secara tepat sehingga didalam kelompok kingdom

monerapun masih memiliki perbedaan yang cukup signifikan baik dalam hal

RNA polymerase, RNA sequence, membran lipid, dan lainnya. Organisme

dikelompokkan ke dalam lima kingdom:

(1) Monera. Monera merupakan golongan yang bersifat prokariotik (inti sel

tidak memiliki selaput inti). Monera terbagi menjadi dua golongan, yaitu

Golongan bakteri (Schizophyta/ Schyzomycetes) dan golongan ganggang

biru (Cyanophyta). Hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Ditemukan di

udara, air, tanah dan didalam organisme lain.

(2) Protista (organisme bersel satu). Protista merupakan organisme yang

bersifat eukariotik (inti selnya sudah memiliki selaput inti).

Pembentukan kingdom ini diusulkan oleh Ernst Haeckel atas

pertimbangan adanya organisme-organisme yang memiliki ciri

tumbuhan (berklorofil) sekaligus memiliki ciri hewan (dapat bergerak).

Yang termasuk dalam kingdom protista adalah Protozoa dan Ganggang

bersel satu. Kebanyakan dilihat dengan mikroskop. Bersel satu dengan

nucleus asli seperti tumbuhan atau seperti hewan. Pada dasarnya

ditemukan di air atau di dalam organisme lain.

(3) Fungi (jamur). Fungi merupakan organisme uniseluler (bersel satu) dan

multiseluler (bersel banyak) yang tidak berklorofil. Fungi multiseluler

dapat membentuk benang-benang yang disebut hifa. Tidak memiliki

klorofil. Hidup di tanah atau didalam organisme lain. Berkembang biak

dengan spora. Bersifat heterotrof. Contoh: Aspergillus niger. Kingdom

ini dibagi menjadi beberapa divisi, yaitu: 1. Oomycotina; 2.

244

Zygomycotina; 3. Ascomycotina; 4. Basidiomycotina; 5.

Deuteromycotina

(4) Tumbuhan. Tumbuhan hijau meliputi organisme bersel banyak

(multiseluler) dan sel-selnya mempunyai dinding sel. Membuat makanan

sendiri (fotosintesa), hampir seluruh anggotanya berklorofil sehingga

sifatnya autotrof. Yang termasuk kingdom tumbuhan: Ganggang bersel

banyak (diluar ganggang biru), Lumut (Bryophyta), Paku-pakuan

(Pteridophyta), Tumbuhan berbiji (Spermatophyta).

(5) Hewan. Memakan organisme lain, biasanya bergerak. Hewan atau

animal yang kita kenal selama ini dapat dibagi menjadi sepuluh macam

filum (phylum), yaitu protozoa, porifera, coelenterata, plathyhelminthes,

nemathelminthes, annelida, mollusca, echinodermata, arthropoda dan chordata.

(a) Phylum Protozoa. Protozoa adalah hewan bersel satu karena hanya

memiliki satu sel saja alias bersel tunggal dengan ukuran

mikroskopis (hanya dapat dilihat dengan mikroskop). Protozoa

dapat hidup diair atau dalam tubuh mahluk hidup atau organisme

lain sebagai parasit. Hidupnya dapat sendiri (soliter) atau beramai-

ramai (koloni). Contoh: Amuba (amoeba)

(b) Phylum Porifera. Porifera adalah binatang atau hewan berpori.

Tubuhnya berpori-pori mirip spon. Hidup dengan memakan

makanan dari air, kemudian disaring oleh organ tubuhnya. Contoh:

bunga karang.

(c) Phylum Coelenterata. Coelenterata adalah hewan berongga bersel

banyak yang memiliki tentakel. Simetris tubuh coelenterata adalah

simetris bilteral yang hidup di laut. Contoh : Ubur-ubur.

(d) Phylum Platyhelminthes. Plathyhelminthes adalah binatang sejenis

cacing pipih dengan tubuh simetris bilateral tanpa peredaran darah

dengan pusat syaraf yang berpasangan. Cacing pipih kebanyakan

245

sebagai penyebab timbulnya penyakit karena hidup sebagai parasit

pada binatang/hewan atau manusia. Contoh: cacing hati, cacing pita.

(e) Phylum Nemathelminthes. Nemathelminthes atau cacing

gilik/giling adalah hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral

dengan saluran pencernaan yang baik namun tidak memiliki sistem

peredaran darah. Contoh: cacing tambang, cacing askaris, cacing

gilik.

Setiap kingdom lebih jauh lagi dibagi ke dalam kelompok yang lebih kecil

dan lebih kecil lagi seperti: filum, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies.

c.Kegiatan Pembelajaran Sains Anak Usia Dini

1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran

Tujuan kegiatan pembelajaran sains bagi peserta didik yaitu agar dapat

mengembangkan rencana pembelajaran akademik bagi anak usia dini

dengan Tema Hewan Peliharaan dan sub tema Ikan.

2. Uraian Materi

Ikan termasuk dalam vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup

di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata

yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27000 di

seluruh dunia. Secara taksonomi ikan tergolong kelompok paraphyletic yang

hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan. Klasifikasi ikan. Ikan

adalah kelompok parafiletik artinya setiap kelas yang memuat semua ikan

akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Ikan terbagi dalam ikan

tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 persen termasuk lamprey dan ikan hag),

ikan bertulang rawan (kelas Chondricthyes, 800 spesies termasuk hiu dan

pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan

bertulang keras atau sejati inilah yang mencakup hampir semua ikan pada

masa kini. Ekologi Ikan. Ikan dapat ditemukan dihampir semua genangan

air yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada

246

kedalaman yang bervariasi, dari yang dekat permukaan hingga ke beberapa

ribu meter di bawah permukaan. Namun demikian, ada satu danau yang

kadar asinnya terlalu tinggi yakni Great Salt Lake tidak bisa didiami oleh

ikan. Ada beberapa spesiesn ikan yang dibudidayakan untuk dipelihara dan

dipamerkan dalam akuarium. Ikan Mas (Cyprinus carpio). Ikan mas

merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih

kesamping dan lunak, termasuk golongan teleostei. Tubuhnya terbungkus

oleh kulit yang bersisik, berenang dengan menggunakan sirip dan bernapas

dengan insang. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 SM di Cina. Di

Indonesia mulai dipelihara sekitar tahun 1920, adapun asal dari ikan ini

adalah dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Klasifikasi Ikan Mas. Filum :

Chordata. Kelas: Pisces. Sub Kelas: Teleostei. Ordo: Ostariophysi. Sub Ordo:

Cyprinoidea. Famili: Cyprinidea. Famili: Cyprinidea. Genus: Cyprinus. Spesies:

Cyprinus carpio L

Contoh Rencana Pembelajaran Tematik

RENCANA PEMBELAJARAN TEMATIK TEMA : HEWAN PELIHARAAN SUB TEMA : IKAN KELAS/SEMESTER : II/1 WAKTU : 2 x PERTEMUAN (70 MENIT)

I. STANDAR KOMPETENSI Pembiasaan/moral: Menyayangi mahluk cipataan Tuhan

Bahasa

• Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman secara lisan melalui

• kegiatan bertanya, bercerita dan deklamasi • Mengenal bentuk ikan dan bagian-bagiannya • Menulis kata-kata dengan menjawab pertanyaan sederhana • Melaksanakan perintah sederhana secara lisan atau tertulis • Membuat cerita singkat tentang ikan

Kognitif • Mengenal bentuk dan bagian-bagian ikan (morfologi dan anatomi ikan) • Mengetahui proses perkembanganbiakan ikan

247

Sains: Mengamati bentuk dan bagian-bagian ikan (organ ikan) Seni/motorik halus: Menggambar ikan (hasil observasi) Bahasa Inggris: Melafalkan kata yang berkaitan dengan tema dalam Bahasa

Inggris

II. KOMPETENSI DASAR

1. Menceritakan perlunya menjaga dan menyayangi mahluk ciptaan Tuhan 2. (moral/ pembiasaan)

3. Menceritakan bentuk bagian-bagian ikan 4. Melaksanakan sesuatu sesuai perintah atau petunjuk sederhana (bahasa) 5. Mencontoh kalimat dari buku atau papan tulis (bahasa) 6. Menggambar ikan (seni, hasil dari observasi anak) 7. Membuat cerita singkat tentang ikan

III. INDIKATOR

Bahasa • Menulis kata atau kalimat • Menjawab pertanyaan, mengemukakan ide dan pendapat dengan kalimat benar • Menceritakan kembali cerita yang sudah dilihat dan didengar • Menyimpulkan secara sederhana dengan menggunakan bahasa sendiri tentang

cerita yang dilihat atau didengar

Kogintif • Mengetahui bentuk dan bagian-bagian ikan • - Memahami proses perkembangan ikan Moral/pembiasaan • - Menyayangi mahluk ciptaan Tuhan

IV. LANGKAH PEMBELAJARAN

■ Kegiatan Awal ■ Kegiatan Inti ■ Kegiatan Penutup

V. Alat dan Sumber

■ LCD, CD, Komputer/laptop ■ Lembar kerja siswa ■ Ikan, piring, garpu, pisau/cutter, Tray ■ KTSP

■ Metode yang digunakan : demonstrasi, observasi, tanya jawab, inkuiri, bercerita, pemberian tugas

248

VI. PENILAIAN

■ Penilaian Lisan

■ Pengamatan

■ Penilaian Produk

■ Penilaian Portofolio

■ Evaluasi yang dilakukan oleh guru adalah:

■ Apakah anak dapat menyebutkan bentuk, bagian dan jenis ikan?

■ Apakah anak dapat menyebutkan alat pernapasan pada ikan?

■ Apakah anak dapat menyebutkan bagaimana proses perkembanganbiakan ikan?

Dapatkah anak menggambar ikan hasil observasi?

■ Dapatkah anak membuat cerita singkat tentang ikan sesuai bahasa mereka

masing- masing?

Kegiatan Belajar 2

Tujuan mengenal lingkungan kita adalah agar kita memahami dan menjaga

lingkungan disekitar kita.

Teori:

Lingkungan mengacu pada sekeliling kita, semua yang hidup dan benda-benda

mati serta interaksi diantara mereka. Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi

lingkungan mencakup cahaya, panas, air, angin, substrat (bebatuan, pasir, tanah,

lumpur), zat non organik dan gas seperti oksigen dan karbondioksida. Faktor-faktor

biotik yang mempengaruhi lingkungan mencakup semua mahluk hidup dan

pengaruh-pengaruh mereka terhadap satu sama lainnya. Lingkungan bisa saja

daratan (tanah), perairan (air) atau gabungan antara darat dan air seperti rawa bakau.

Meskipun spesies manusia hanyalah sebuah kelompok kecil dari organisme,

pengaruh manusia terhadap lingkungan sangat luas dan hebat. Kitatelah

memperkenalkan spesies tumbuhan dan hewan ke dalam lingkungan yang baru dan

beberapa spesies yang telah diperkenalkan ini telah menjadi hama setiap waktu.

Manusia juga mengadakan penebangan-penebangan di hutan curah hujan

untuk diambil kayunya mengakibatkan tanah menjadi longsor dan erosi (pengikisan

tanah akibat air). Selain dari itu adanya metode penebangan yang salah dan juga

pembakaran hutan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan kebakaran

hutan.

249

Dampak dari penebangan ini adalah tumbuh-tumbuhan kehilangan habitat

alami,begitu juga dengan organisme lain yang tak terhitung jumlahnya, ada beberapa

diantaranya yang tidak dikenal oleh kita. Nilai-nilai tanggungjawab terhadap

lingkungan dan sosial diperlukan agar lingkungan kita tidak tercemar.

2) Asesmen

Tujuan dari asesmen berdasarkan kurikulum adalah untuk melihat kompetensi

anak dari bidang akademik. Saat ini pendidik menginginkan dan memerlukan

anak-anak yang tidak saja dapat mengulang kembali pengetahuan, kemahiran

dan prosedur tetapi juga apa yang mereka pikirkan. Sebagai contoh jika anak

berpikir bahwa segala sesuatu yang hidup akan diklasifikasikan bersama

karena mereka dapat bergerak dan memiliki facial features, lalu kita dapat

tanyakan kepada mereka dengan bahasa sederhana untuk mengidentifikasikan

mahluk hidup dan tidak hidup. Asesmen dapat dilakukan secara formal dan

informal. Asesmen formal biasanya berbentuk dokumen tertulis seperti tes atau

kuiis yang diberi skor atau grade berdasarkan kinerja siswa. Asesmen informal

biasanya tidak terlalu berkontribusi untuk penilaian akhir, asesmen ini lebih

kepada keadaan umum dan dapat dilakukan melalui observasi, pedoman

inventoris, partisipasi, melalui teman, evaluasi diri dan diskusi. Asesmen

individual atau dalam kelompok kecil. Ada berbagai cara yang berbeda untuk

membangun asesmen. Yang harus dipertimbangkan adalah

• Wawancara; guru – anak,

• Running records;

• Anekdot; contoh kerja anak: ilustrasi anak, model, diagram, cerita,

laporan, perencanaan, poster, video atau audio recording;

• Performance: aturan permainan, debat, drama, nyanyi, puisi;

• Peta konsep;

• Auditape dari grup diskusi (kecil maupun besar);

250

• Observasi pada saat anak bekerja,

• Checklist,

• Tes (praktek dan tulisan),

• Dokumentasi pada saat anak mengadakan kegiatan.

Kumpulkan semua hasil kerja anak, kemudian dianalisis tipe pembelajaran

yang di ases. Kita akan mengetahui kelemahan dan kekuatan dari masing-

masing tipe.

Langkah-langkah dalam pembuatan asesmen:

• Analisis hasil identifikasi

• Penentuan bentuk alat yang akan digunakan dalam asesmen

• Penentuan butir-butir pernyataan/pertanyaan yang akan diterapkan

dalam alat yang telah ditentukan dalam asesmen

• Penentuan kriteria penilaian, penentuan bentuk laporan.

Contoh penyusunan dan pemberian tingkatan pada seorang siswa

Organiser and Level

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Life and living � Hidup bersama � Struktur dan fungsi � Kergamanan mahluk hidup, perubahan

dan kesinambungan

Natural and processed materials � Material dan penggunaannya � Struktur dan sifat � Reaksi dan perubahan

Working Scientifically � Merencanakan investigasi � Membangun investigasi � Memproses data � Mengevaluasi yang didapat � Penggunaan sains � Acting responsibility

Earth and beyond

251

� Bumi, langit dan manusia � Perubahan bumi � Tempat hidup kita Energi dan Perubahannya � Energi dan kita � Transfer energi � Energi dan sumber serta penerima

3.Latihan

a. Kembangkan minimal dua alat asesmen untuk pembelajaran sains bagi anak

usia dini dengan menggunakan tematik dan beri alasan mengapa menggunakan

alat tersebut.

b. Jelaskan kemahiran dasar yang harus diberikan pada pembelajaran sains anak

usia dini?

c. Buatlah satu perencanaan (lesson plan) untuk pembelajaran sains yang

terintegrasi.

K. Pengembangan Pengetahuan Sosial Anak Usia Dini

1. Pengembangan Pengetahuan Sosial Anak Usia Dini

Seperti yang telah didefinisikan oleh National Council for the Social Studies

(NCSS), ilmu sosial adalah ilmu yang terintegrasi dari ilmu pengetahuan sosial dan

humanistik untuk memajukan kompetensi yang sifatnya kewarganegaraan. Ilmu

sosial saling berkordinasi, sistematika pembelajarannya menggambarkan berbagai

disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, filsafat,

pengetahuan politik, psikologi, agama dan sosiologi atau humanistik. (NCSS, 2003)

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari

tentang manusia, hubungan antar manusia serta dengan lingkungan sekitar manusia

itu sendiri, seperti sosiologi, ekonomi, politik, antropologi, sejarah, psikologi,

geogrofi dan lain-lain.

Tujuan dari ilmu sosial adalah untuk membantu anak usia dini untuk

mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang beralasan sebagai

252

bagian dari warga masyarakat yang demokratis di dalam keragaman budaya di

dunia yang saling tergantung. (NCSS, 2003) Dengan mempelajari ilmu sosial, anak

belajar mengenal diri dan lingkungan sosialnya. Selain itu, dengan memahami diri

dan lingkungan sosialnya, anak akan belajar untuk menempatkan diri sesuai dengan

siatuasi dan kondisi yang mereka hadapi.

Dua tujuan utama dari ilmu sosial yaitu menyiapkan anak untuk

”mengasumsikan kewarganegaraan dan untuk mengintegrasi pengetahuan,

ketrampilan dan etika dengan dan melalui disiplin ilmu. Kedua tujuan tersebut dapat

membedakan ilmu sosial dengan ilmu yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa ilmu sosial memiliki cirri khas tersendiri.

A. Budaya

Kebudayaan adalah uraian pertama dari sepuluh uraian tematik yang

dikembangkan oleh National Council for the Social Studies (NCCS, 1994) yang

berfungsi sebagai kerangka untuk program pengetahuan sosial k-12. Kebudayaan

adalah sentral untuk kita sebagai individu dan sebagai masyarakat. Kebudayaan

adalah salah satu unsur yang sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan dari

masyarakat.

Kebudayaan adalah cara hidup, lingkungan buatan manusia, nilai-nilai dan

kepercayaan, symbol, interpertasi, sudut pandang yang diberikan oleh kelompok

sosial (Banks, 2008). Kebudayaan menetapkan cara bagaimana berpikir,

merasakan, dan berperilaku. Budaya kelompok dibuktikan melalui nilai-nilai,

komunikasi nonverbal, bahasa, hubungan interpersonal, dress codes, parenting,

peran gender, kebiasaan, adat istiadat sosial, dan hiburan. Berbagi kebudayaan

membuat kita dapat tinggal berkelompok, dan inilah cara suatu kelompok

beradaptasi dengan lingkungan di mana ia tinggal. Karakter penting lain

mengenai kebudayaan adalah bahwa kebudayaan itu berubah secara konstan.

Ringkasnya, kebudayaan itu mengikat dan membagi atau memisahkan

masyarakat. Mengerti dan menerima perbedaan dan kesamaan dapat dilakukan

253

pada masa usia dini. Upaya untuk mengenalkan perbedaan dan kesamaan serta

penerimaan terhadap perbedaan tersebut dapat dilakukan dengan konsep

pembelajaran ilmu sosial yang menarik dan bermakna.

Lingkungan hendaknya mengembangkan kebudayaan, baik lingkungan

rumah maupun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang merayakan

keragaman dan kesatuan dibangun atas dasar rasa saling menghormati yang

dalam terhadap semua individu dan kelompok (Copple, 2003; Garcia, 2003). Untuk

menciptakan ruang kelas yang menggabungkan rasa saling menghargai yang

dalam bagi individu dan kelompok berarti pendidik harus terlebih dahulu

mengerti beberapa hal:

• Perilaku, nilai-nilai, dan gagasan anda sendiri mengenai orang lain

• Perilaku, nilai-nilai, dan gagasan anak mengenai orang lain

• Bagaimana perilaku terhadap orang lain dipelajari

Perilaku dan nilai-nilai yang langsung dan membimbing merupakan dasar

untuk merayakan keanekaragaman. Tetapi sebagai seorang pendidik, anda harus

lebih dari sekedar memahami perilaku anda sendiri dan perilaku anak. Pendidik

juga harus familiar dengan konsep kunci untuk mempelajari merayakan

keanekaragaman seperti:

• memahami keterkaitan dan saling ketergantungan

• pengetahuan mengenai kesamaan yang menyatukan orang-orang dari beragam

budaya, pengalaman, Ras / etnis dan bangsa

• keterampilan untuk menyelesaikan konflik interpersonal yang kemudian

menjadi dasar untuk bekerja sama dengan orang lain

B. Waktu, Kesinambungan dan Perubahan

1. Waktu

Anak usia dini mengenal konsep waktu dengan sederhana. Anak usia dini

mengenal lamanya dalam satu hari adalah ketika ia bangun tidur, sampai dengan

254

ia tidur kembali. Ia mengetahui adanya perubahan ketika melihat fotonya yang

baru lahir dan membandingkan dengan kondisi dirinya pada masa sekarang

dengan banyak perubahan. Anak usia dini mengetahui bahwa makan dilakukan

sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada waktu pagi hari, pada waktu siang hari dan

pada waktu malam hari.

Anak-anak memiliki pengertian tentang waktu, tetapi lebih bersifat naluri

daripada konvensional. Selama anak usia dini, anak-anak dapat membedakan

masa lalu dari sekarang dan mulai untuk menggambarkan kejadian sehari-hari

dalam pola berurutan. Anak-anak mengasosiasikan waktu kronologis dengan

waktu pribadi sebagai cerminan dari siklus alami kejadian sehari-hari.

Anak usia dini memiliki keterbatasan persepsi mereka tentang urutan dan

lamanya waktu dan kemampuan mereka untuk mengatur urutan dan pengalaman

sehari-hari. Ide intuitif anak usia dini tentang waktu adalah subyektif.

Subjektivitas ini penyebab utama kesalahan yang terjadi. Usia 5 tahun mengetahui

bahwa menunggu selama 10 menit, akan lebih sulit daripada menunggu 5 menit,

tetapi mereka juga menyimpulkan bahwa diperlukan waktu lebih sedikit untuk

roda yang berbalik cepat dalam putaran selama 5 menit daripada yang

dilakukannya untuk sebuah keran yang menitik dalam waktu yang sama

(Vukelich dan Thornton, 1990). Pemahaman yang terbentuk kadang kala

bertentangan dengan konsep yang sebenarnya.

Waktu yang berdasarkan intuisi berbeda dari waktu operasional. waktu

operasional menyangkut pemahaman hubungan urutan, lama, dan berdasarkan

operasi persamaan dalam logika, baik itu kualitatif atau kuantitatif (Piaget, 1946).

Tidak sampai memasuki operasi formal anak, dekat dengan masa remaja awal,

apakah mereka mampu menguasai waktu operasional.

Mungkin karena urutan sementara hanya membutuhkan perbandingan

kualitatif, seperti sedikit lawan besar, anak-anak berusia 4 atau 5 dapat

menunjukkan beberapa pemahaman kemampuan untuk mengurutkan peristiwa.

Usia 4 sampai 6 tahun dapat melakukan tindakan secara berurutan untuk

255

mencapai tujuan; mereka tahu peristiwa yang terjadi dan mereka dapat

mengurutkan kejadian sehari-hari dengan mengorganisir siklus (Vukelich &

Thornton, 1990). Usia 4 tahun dapat akurat dalam menilai sesuatu yang bersifat

sementara atas tingkat kesempatan; pada usia 5 tahun, anak-anak dapat menilai

urutan terbelakang dari kegiatan sehari-hari dan urutan terdepan dari titik yang

telah ditentukan dalam beberapa hari dan dapat mengevaluasi panjang interval

dari kegiatan sehari-hari . Sekitar usia 7, anak-anak juga dapat menilai urutan

peristiwa mundur dari beberapa titik acuan.

Anak-anak belajar konsep urutan sementara - seperti sebelum dan sesudah,

besok dan kemarin, atau mereka yang hanya membutuhkan bahwa posisi anak

dalam dua poin waktu - lebih mudah daripada hubungan kuantitatif sementara.

Untuk memahami hubungan kuantitatif sementara, seorang anak harus menyadari

bahwa jarak 1:00-2:00 adalah sama dengan jarak 2:00-3:00. Anak-anak yang hanya

mengerti urutan mungkin tidak sepenuhnya memahami bahwa jarak adalah sama.

Sambil lalu, ini masalah yang sama dengan ciri kesalahan awal anak dalam

menggunakan jarak linier.

Seiring waktu anak mencapai Taman Kanak-kanak, mereka menggunakan

istilah-istilah waktu dan jam dalam bercerita. Meskipun, mereka belum

diinternalisasi konsep lamanya jarak, seperti jam dan menit, mereka memahami

bahwa istilah-istilah ini memiliki makna. Anak pertama memulai dengan kegiatan

mengasosiasikan jadwal kelas reguler setiap hari, kemudian mereka mencocokkan

jadwal ini dengan waktu yang ada di jam. Selanjutnya, konsep jam, setengah jam,

dan seperempat jam dapat berkembang.

Usia 5 tahun mulai mengerti unit sementara waktu - seperti hari, tanggal,

dan waktu kalender, dirumuskan pada urutan sementara atau peristiwa yang

berurutan – dan dapat menyesuaikan diri pada waktunya, mencocokkan waktu

dengan peristiwa eksternal: “itu adalah hari; matahari bersinar,” atau “itu adalah

malam; bintang-bintang berada di luar”. Memahami kalender waktu termasuk

kemampuan untuk mengidentifikasi konsep-konsep seperti waktu pertama,

256

terakhir, berikutnya, kemudian, lebih cepat, sebelum, dan sesudah. Pada usia 5

tahun, anak-anak dapat mengatakan apa hari itu dan akan menggunakan istilah-

istilah umum seperti musim dingin sebelum mereka akan menggunakan istilah

umum hari ini, sebelum, atau dalam beberapa hari (Ames, 1946). Anak pertama

bisa menanggapi kata waktu; berikutnya, mereka dapat menggunakan kata

sendiri; akhirnya, mereka dapat menggunakan kata waktu untuk menjawab

pertanyaan dengan benar. Pada usia 6, 7 dan 8, anak-anak dapat mulai

menggunakan metode konvensional untuk menyesuaikan diri mereka dalam

waktu; jam, jam tangan, dan kalender mulai memiliki beberapa arti.

Pengetahuan tentang konsep waktu anak-anak berkembang mengarah pada

gagasan bahwa anak-anak muda menerima instruksi yang direncanakan dalam

waktu - yaitu, ketika pengajaran ini didasarkan pada siklus, berulang, dan

kegiatan yang berurutan dari hari dan kehidupan anak. Walaupun tidak patut

untuk meminta anak-anak untuk menghafal nama-nama hari atau bulan, untuk

memberitahu waktu atau mempelajari konsep waktu operasional, hal itu adalah

tepat bagi orang dewasa untuk memberi label pada anak-anak dan untuk

memastikan rutinitas kehidupan mereka. Dengan mengalami rutinitas, mengukur

waktu dan bagian dengan langkah yang berubah-ubah, anak akan mendapatkan

konsep-konsep waktu.

2. Perubahan

Dalam banyak hal, studi sejarah adalah studi perubahan. Beberapa

perubahan merupakan kemajuan; yang lain tidak. Namun demikian, perubahan

bersifat universal. Tidak peduli di mana kita tinggal atau bagaimana, perubahan

akan menjadi bagian dari kehidupan kita (Brophy & Alleman, 2002). Mampu

menerima dan beradaptasi dengan perubahan adalah penting untuk hidup.

Daripada takut perubahan, anak-anak dapat diajarkan untuk menerima

keniscayaan perubahan dan belajar cara untuk beradaptasi dengan perubahan

pengalaman mereka.

257

Sekitar anak dengan kesempatan untuk mengubah pengalaman, lingkungan

langsung menawarkan banyak alat belajar. Dari studi lingkungan sekolah, alam

dan diri mereka sendiri, anak-anak dapat belajar bahwa (a) perubahan kontinu

dan selalu hadir, (b) perubahan mempengaruhi hidup mereka dengan cara yang

berbeda, dan (c) perubahan bisa dicatat dan catatan tersebut dapat membantu

orang lain untuk memahami hal-hal yang telah berubah.

C. Orang, Tempat dan Lingkungan

Perencanaan untuk mengajar geografi dimulai dengan studi lingkungan

langsung fisik anak-anak dan kemampuan mereka dan kesempatan untuk

mengamati, berspekulasi, menganalisis dan mengevaluasi lingkungan. Baik

lingkungan dan eksplorasi anak-anak di dalamnya sangat kompleks dan rumit.

Untuk membantu pendidik mengatur anak-anak untuk belajar geografi

dalam suatu lingkungan, standar nasional geografi, Geography for Life

(Geography Education Standards Project, 1994 dan The National Council for The

Sosial Stidies) (1998) mengidentifikasi tema utama dan konsep kunci untuk

mempelajari geografi. Percaya bahwa studi geografi adalah lebih dari sekedar

tempat geografi.

1. Bumi Tempat Tinggal Kita

“Semua batu telah dibuat oleh tukang bangunan dari bumi dan bumi

adalah batu yang terpecah”. “Pegunungan membuat dirinya sehingga kita bisa

ski”. Penjelasan tentang sifat bumi diberikan dalam menjawab petanyaan yang

diajukan denan Piaget (1965, P. 207), dan mereka menunjukkan anak-anak berpikir

tentang sifat bumi. Piaget telah melabel tahap berpikir ini sebagai “artifisialisme”,

gagasan bahwa anak-anak memandang benda-benda di bumi untuk mereka

gunakan sendiri, dibuat untuk tujuan-tujuan (biasanya mereka).Dan dibuat sendiri

atau oleh orang lain-pegunungan membuat dirinya sendiri, tukang bangunan

membuat batu

258

Dalam usaha untuk menentukan dimana anak-anak memperoleh pemikiran

seperti ini, Piaget menyarankan pendidikan religius atau pengalaman pendidikan:

Pemikiran artifisial mungkin tidak pernah dipertimbangkan sebelumnya.

Atau dapat muncul dari kekuatan orang tua bagi anak-anak, yang tampak seperti

dewa bagi anak- anak, menyebabkan anak-anak yakin bahwa orang-orang yang

kuat, seperti orang tua mereka, dapat menghancurkan batu untuk menciptakan

bumi.

Ingat terus pemikiran anak-anak usia dini, anda dapat membantu

anak-anak membangun konsep yang lebih akurat tentang bumi dengan

memberikan pengalaman terstruktur yang langsung dan konkrit dilingkungan

mereka. Dalam merencanakan pengalaman penelitian bumi, anda harus bertanya

pada diri sendiri, “Apa yang telah anak-anak melalui pengalaman mereka tentang

cara bumi berfungsi?” “Apa yang telah mereka pelajari tentang fenomena alam -

kekuatan bumi, bagaimana air mengali menuruni bukit, efek pertumbuhan

tanaman dan binatang?” Anda dapat menggunakan jawabannya untuk

merencanakan pengalaman untuk anak-anak berdasarkan konsep kunci

identifikasi geografi, pengetahuan tentang bumi. Kita hidup, dan kita tinggal

dibumi. Ide yang sungguh sederhana-kecuali anda adalah anak kecil yang yakin

bahwa semua yang bergerak itu hidup dan bahkan beberapa benda yang tidak

bergerak, seperti racun, yang dapat membunuh anda, juga hidup (Piaget, 1965).

Bagi anak-anak mobil, perahu, awan, sungai dan seluruh benda yang bergerak

memiliki nyawa dan kesadaran.

Saat anak-anak menggali lingkungan anda, anda dapat memberikan

pertanyaan untuk membantu anak-anak membedakan benda hidup dan benda

tidak hidup. Tanyakan pada mereka apakah benda yang mereka mainkan hidup

atau tidak hidup. Berdasarkan jawaban mereka, anda dapat memberikan

pertanyaan lain atau memberikan saran-saran. Usahakan memperluas pemikiran

anak-anak dengan bertanya, “apakah menurutmu ini hidup?” ”kenapa

259

menurutmu ini hidup?” ”bagaimana kamu tahu?” ”apakah Kamu hidup?” ”benda

apalagi yang hidup?” ”benda apa yang tidak hidup?”

Setelah melakukan perjalanan, anda dapat menyiapkan meja, papan

bulletin, atau diagram benda hidup dan benda tidak hidup. Anak-anak dapat

meletakkan benda atau gambar yang mewakili benda-benda yang mereka lihat

dalam perkalanan ke diagram yang sesuai. Batu, pasir dan gambar rumah dapat

ditempatkan pada bagian benda tidak hidup dan gambar atau bagian tanaman

dan pohon dan gambar hewan dan burung dibagian benda hidup.

Anda juga dapat membantu anak-anak membuat bukle benda hidup dan

tidak hidup. Anda dapat membantu anak-anak menuju generalisasi bahwa benda

hidup memerlukan makanan dan air sementara benda tidak hidup tidak

memerlukannya.

Pengalaman lain dapat mendukung konsep bahwa kita hidup dipermukaan

bumi. Saat bermain di luar ruang, anak-anak dapat mengelompokkan benda-

benda yang ada dibumi. Anda dapat memperoleh pemahaman tentang proses

berfikir mereka, yang diperlukan untuk merencanakan dan menilai proses belajar

mengajar.

a. Daratan dan Air

Dengan mengenali lingkungannya, anak-anak dapat mulai mengetahui

perbedaan permukaan bumi dan hubungan antara permukaan ini dan bagaimana

mereka hidup. Anak-anak perlu waktu untuk bermain, bereksperimen dan

mengeksplorasi sifat pasir air dan tanah di dalam dan di luar untuk mempelajari

sifat permukaan bumi. Seluruh bahan ini dicampur dengan pasir dan tanah dan

bermain dengan Lumpur dan air membantu anak-anak membangun pengetahuan

fisik tentang bumi dimana mereka tinggal - pengetahuan yang sangat diperlukan

untuk pemikiran formal tentang bumi nantinya. (NRC & IM, 2000)

Eksplorasi anak -anak dengan air pasir dan lumpur dapat membantu

mereka mengetahui bahwa bahan-bahan ini mengambil bentuk tempat

260

penampungannya dan mempraktekan ide bahwa jumlah bahan tersebut tetap

sama, bahkan saat dimasukkan ke dalam penampung yang berbeda bentuknya.

Pada sebuah grafik, anak-anak usia primer dapat menghitung dan mengingat

berapa jumlah cangkir pasir, air atau tanah yang dibutuhkan untuk mengisi

penampung yang besar. Minta mereka menuangkan isi cangkir kedalam

penampung lain dan untuk memperkirakan apakah jumlah air tetap sama. Mereka

dapat menguji hipotesa mereka dengan bahan tersebut kembali ke kontainer awal.

Ingatlah bahwa pengalaman ini bersifat eksplorasi dan harus konkrit.

Konsep abstrak dari sifat tanah dan air seperti evaporasi, haru diajarkan dengan

cara konkrit. Walaupun begitu, pemahaman anak-anak mungkin tetap parsial.

Peneliti menyarankan bahwa bahkan setelah instruksi yang melibatkan

pengalaman langsung anak-anak usia 7-8 tahun yakin bahwa air telah

berevaporasi (menguap) dari makanan sebenarnya terserap kedalam makanan.

Apalagi, spons dan handuk menyerap air, jadi kenapa makanan tidak. (Landry

dan Forman, 1997)

Di sekolah atau lingkungan sekitar, anak-anak dapat menemukan

permukaan tanah yang berbeda. Tempat bermain mungkin berumput, atau

memiliki daerah berpasir. Anak-anak dapat merasakan permukaan yang berbeda

dan pengelompokkan sebagai keras, lunak, kasar atau halus dan mendiskusikan

tujuan dan penggunaan masing-masing. Tanyakan, ”kenapa jalan raya keras? Apa

yang terjadi jika kamu terjatuh diatasnya?” ”apa kamu pernah terjatuh di pinggir

jalan? Apa yang terjadi?” ”kendarai sepedamu dijalan, dia ats rumput dan

kemudian diatas pasir. Dimana yang dengan mudah dikendarai? Kenapa?”.

Beberapa permukaan mungkin dibuat oleh manusia, yang lain secara alami.

Anak-anak TK dan usia Primer mungkin telah mampu mengelompokkan

permukaan.

Perjalanan dilakukan di komunitas yang lebih luas memungkinkan anak-

anak untuk mengamati bahwa bumi ditutupi juga oleh air selain daratan. Satu

kelas tingkat 2 di Boston melakukan perjalanan malam ke tempat wisata danau

261

untuk berenang di danau, mendaki gunung disekellingnya, dan bener-bener

mengalami sendiri perbedaan permukaan bumi.

Bahkan dengan melakukan perjalanan, anak-anak tidak mampu benar

benar mengenali seluruh permukaan bumi. ”tugas sekolah adalah untuk

melengkapi bahan-bahan sumber pelajaran” (Mitchell,1934). Berbagi pengalaman

dengan foto, lukisan atau gambar digital dan bahan rujukan atau audiovisual

dapat digunakan untuk membantu anak anak megembangkan kesadaran tentang

perbedaan jenis permukaan bumi. Pilih buku rujukan factual dan juga bacaan

anak-anak untuk memperluas pengetahuan anak-anak tentang permukaan

bumi. Mulailah dengan memilih buku-buku tentang lingkungan dan komunitas

anak. Gunakan buku-buku lain untuk membawa anak-anak ketempat yang

belum pernah ditangani.

Tergantung pada pengalaman langsung anak dengan tanah dan air dan

buku yang mereka telah membaca, mereka dapat melakukan beberapa kegiatan

berikut:

• Membuat dua lukisan dinding dengan label ”Di bumi, Di air” dan

memasukkan gambar dari hal-hal yang hidup di darat atau di air,

ditempatkan dengan benar

• Mengklasifikasikan gambar kelompok bidang tanah, perbukitan,

pegunungan, lembah, padang pasir dan sekelompok gambar permukaan

sungai, air terjun, danau, laut dan air. Anak-anak dapat mengurutkan dua

kelompok gambar ke dalam kotak yang sesuai label

• Membahas dan menggambar jenis kegiatan yang terjadi di darat dan di air,

membuat buku kecil atau grafik untuk kelas. Berenang, memancing dan

berperahu diklasifikasikan sebagai kegiatan air, berkemah, bermain bola dan

kegiatan berkebun diklasifikasikan sebagai kegiatan di darat

b. Merawat Bumi Kita

262

Hal ini sangat mengkhawatirkan bahwa banyak anak-anak tidak

berhubungan dari apa yang kita sebut alam. Kita sendiri adalah bagian dari alam,

berevolusi bersama dengan hewan dan tumbuhan lain. Kita sebaiknya

memberikan perhatian lebih untuk habitat kita, mengetahui bahwa kehilangan

mereka adalah penyebab utama kepunahan spesies (Rivkin, 1995) dan iklim,

mengetahui bahwa perubahan iklim merupakan penyebab utama dari pemanasan

global.

Setiap individu, dimulai dari anak-anak, harus belajar untuk peduli

terhadap tempat tinggal kita dibumi. Setiap orang harus peduli dengan ratai

kehidupan, kekayaan akan burung, serangga, rumput dan pohon-pohon dan

kondisi udara, air dan tanah.

Berdasarkan beberapa studi, belajar untuk merawat bumi (a) adalah proses

yang berkesinambungan (b) terdiri dari berbagai disiplin ilmu (c) harus sesuai usia

(d) harus secara langsung berhubungan dengan anak-anak, pengalaman sehari-

hari dan (e) harus mencakup konsep dan sikap dan nilai-nilai. Kamu dapat

memulainya dengan mendorong anak-anak untuk belajar mengamati lingkungan

mereka, memberikan pengalaman yang dapat mengembangkan pemahaman

tentang saling ketergantungan, kesadaran estetika, dan kesadaran sosial, seluruh

bagian dari pendidikan lingkungan.

D. Identitas dan Perkembangan individu

Pengembangan kompetensi sosial adalah fitur utama dari program

preschool dan penelitian menunjukkan pentingnya untuk kesuksesan sekolah

nanti. Perbedaan dalam kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain juga

bergantung pada kematangan anak- anak. Meskipun kebanyakan 3- 4 tahun-

berpindah dari bermain asosiatif pararel ke awal bermain dan dapat mengelola

satu teman bermain pada satu waktu, yang lain lebih suka bermain soliter dan

belum siap untuk berhubungan dengan orang lain. Pada usia 5 tahun, anak

umumnya telah mengembangkan teman khusus dan akan dapat mengunjungi

263

teman mereka sendiri. Oleh anak-anak waktu 6 atau 7, paling paling dapat giliran,

bernegosiasi, dan bekerja sama untuk terus akan bermain: dan mereka mulai

membentuk kelompok dengan sebaya.

Dalam kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain juga bergantung

pada kematangan anak- anak. Meskipun kebanyakan 3- 4 tahun- berpindah dari

bermain asosiatif pararel ke awal bermain dan dapat mengelola satu teman

bermain pada satu waktu, yang lain lebih suka bermain soliter dan belum siap

untuk berhubungan dengan orang lain. Pada usia 5 tahun, anak umumnya telah

mengembangkan teman khusus dan akan dapat mengunjungi teman mereka

sendiri. Oleh anak-anak waktu 6 atau 7, paling paling dapat giliran, bernegosiasi,

dan bekerja sama untuk terus akan bermain: dan mereka mulai membentuk

kelompok dengan sebaya.

Anak-anak memasuki kelas preschool-primer dengan berbagai

perkembangan sosial dan keterampilan. Para peneliti telah menunjukkan sejumlah

teori untuk menjelaskan mengapa anak-anak berbeda dalam kemampuan mereka

untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain. Diantaranya adalah teori

perilaku, teori erikson, dan teori-teori sosial- kognitif saat ini (Bronson,2000).

a. Identifikasi umum: Nama

Nama populer yang unik. Menggunakan nama-nama anak dalam kelas

mendorong apresiasi mereka makna. Bila menggunakan nama seorang anak

berkata, “Aku tahu dan menghormati dia.” pendidik dapat mendorong anak-anak

tidak hanya saling memanggil dengan nama, tetapi juga menggunakan nama-

nama pendidik, sukarelawan dan pembantu. Dengan cara ini, anak-anak belajar

bahwa setiap orang adalah orang penting dan bahwa masing-masing berbeda dari

yang lain.

Mungkin sekali anak-anak didorong untuk belajar nama pertama orang tua

mereka. Memahami bahwa ibu dan ayah mereka memiliki nama sendiri untuk

264

membantu anak- anak melihat orangtua mereka sebagai orang-orang di kanan

mereka sendiri.

Di kelas Anda dapat melakukan hal berikut:

- Gunakan nama anak-anak berada di jalur dan pengganti nama mereka di cerita,

puisi, dan permainan.

- Tulis nama anak-anak pada objek yang mereka milik.

- Buat berita dengan menggunakan nama anak-anak: “Susan memiliki sepatu

baru coklat.”

- Membeli pad cap dan stempel karet dengan nama anak-anak terdaftar secara

individual pada masing-masing. Anak-anak baru belajar membaca nama

mereka menikmati prangko.

- Tempat dua tumpukan pada permainan kartu meja untuk anak-anak untuk

bermain dengan. Anak-anak dapat mengurutkan melalui dan menemukan

nama mereka sendiri, semua nama mereka dapat membaca, atau nama yang

sama. Tergantung pada umur mereka, mereka dapat mengklasifikasikan kartu

nama sesuai dengan anak laki-laki, perempuan, teman, atau awal pemilihan

akhir.

- Ambil gambar anak-anak dan tingkat mereka pada kartu dengan nama-nama

mereka. Karena anak yang akrab dengan gambar dan nama-nama, nama lembar

dipotong. Lalu anak-anak dapat mencocokkan nama dengan gambar.

- Bagaimana papan pesan menggunakan nama anak-anak. Ini mungkin bahwa

“kita di TK. Ada 15 anak-anak” dengan anak-anak potret diri dan nama di

bawah ini.

- Buatlah nama buku bergambar. Tempatkan foto setiap anak di halaman.

Kemudian anak atau penulis nama Anda di bawah foto dan kalimat tentang apa

yang dia suka.

b. Fisik diri

265

Anak-anak sebagai makhluk fisik, sikap mereka tentang diri mereka sendiri

yang melibatkan tubuh fisik. Bagaimana tubuh bergerak dan berinteraksi,

bagaimana mereka berpikir anak-anak menonton, jenis keterampilan tubuh

mereka dapat mempengaruhi- semua diri.

Diperkirakan berasal ketika bayi mulai menemukan diri mereka sendiri

dan lingkungan mereka dengan melemparkan lengan mereka tentang dan

mempelajari apa bagian tubuh mereka dan apa yang tidak. sensasi dingin,

kelaparan dan kehangatan semua bekerja sama untuk membantu bayi belajar

tentang tubuh dan diri. periode sensorimotor keseluruhan, anak-anak

menggunakan tubuh mereka untuk belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia

mereka. Yang terpenting pada diri anak untuk perkembangan harga diri :

• Ambil banyak foto anak untuk buku tempel, papan bulletin atau hadiah

• Menceritakan tentang perbedaan warna kulit. anak-anak akan tertarik untuk

mengeksplorasi apa warna kulit mereka dipanggil! anak-anak dapat diajarkan

bahwa mereka memiliki jumlah yang berbeda melanin dalam tubuh mereka

• Menyediakan semua jenis cermin bagi anak-anak untuk menggunakan full-

length, tangan, kuningan-dan memberikan anak-anak umpan balik deskriptif

karena mereka melihat diri mereka sendiri: “ Anda memiliki mata coklat gelap”

“Melihat melewati

• Mencatat tingi dan berat badan anak. kasir kaset atau strip panjang kertas,

persis tinggi anak-anak, membantu mereka mengetahui berapa tinggi mereka.

Pastikan kamu sensitive pada anak yang lebih tinggi atau yang lebih kecil dari

yang lain.

• Ukur bagian lain tubuh, seperti tangan, kaki, telinga, jempol dan hidung dengan

pengukuran yang sebenarnya seperti tangan dan kaki.

• Buat grafik dengan nama anak pada satu sumbu dan kulit, rambut atau warna

mata pada sumbu yang lain.

266

• Diskusikan perbedaan warna kulit, rambut dan mata. Bermain dengan

menekankan bagian tubuh - kepala, lengan, lutut dan jari kaki; Looby Loo: or

Simon says.

• Menyediakan peralatan otot besar dan kecil untuk anak-anak untuk memanjat,

melalui, naik turun dan memanipulasi dengan jari-jari dan tangan mereka

• Buat bookklet atau bagan pada hal apa yang dapat dilakukan anak. Sebuah

booklet kita sebut I can Run dapat dimulai dengan kalimat utama “I Can Run”

yang kemudian berfungsi sebagai dasar untuk halaman selanjutnya pada buku

tersebut: “I Can Run Quickly; I can run slowly or angrily or happily: dan begitu

selanjutnya. Anak dapat mengilustrasikan halaman tersebut. Buku serupa dapat

diberi judul I Can Jump atau yang lain.

Bagian terpenting pada fisik diri anak adalah gender. Sebagai anak dewasa,

mereka menjadi peduli pada perbedaan seksual. Kepedulian ini sering terlihat

jelas dalam diskusi ketika menggunakan kamar mandi atau gambar detail

seseorang. Kepercayaan diri dan kepedulian pendidik membahas diskusi dan

pertanyaan dengan respect dan siap membantu mengatasi kesalahan-kesalahan

konsep (Chrisman & Counchenour, 2002).

Pendidik dan orangtua harus memperharikan kepentingan seksualitas

dan hubungan perasaan positif atau negative pada anak tentang dirinya (National

PTA, 2002). Orang dewasa yang sedang bekerja dengan anak harus menggunakan

nama asli untuk jenis kelamin, berbicara terus terang tentang perbedaan antara

laki-laki dan perempuan, dan mendorong anak untuk tetap pada aturan dan

perasaan ketika bermain peran.

Sikap orang dewasa terhadap seksualitas penting bagi harga diri anak.

Untuk banyak orang dewasa, topik seksualitas menghasilkan rasa bersalah

dan kecemasan dan perasaan positif. Orang dewasa yang menduga dalam cara

yang lembut bahwa perilaku tertentu itu buruk mungkkin bisa membuat

267

kecemasan atau malu pada anak. Perasaan positif didapatkan dari pendidik yang

mengerti dan menerima seksualitas anak.

Sikap gender berkembang ketika masa prasekolah (Gunnar, 2003).

Promosi ketidakbiasan dan nilai perhatian gender dan aturan gender

membutuhkan anda, seorang pendidik, untuk menguji nilai dan prasang kamu.

Perubahan wanita terbentuk dari kepedulian bangsa pada bagian sosialisasi dalam

menugaskan kekakuan aturan gender awal dalam kehidupan. Kita dapat

membantu anak menjadi peduli pada seksualitas mereka sendiri tanpa

menugaskan mereka urutan aturan gender :

• pastikan bahwa blok, mainan kayu dan roda area yang tidak boleh menjadi

sentra anak laki-laki dan masak-masakan area sentra anak perempuan

• menghilangkan atau memanggil bersama anak dengan sepatu merah, celana

biru, resleting jaket, mata hijau dan lainnya, daripada membagi kelompok dari

laki-laki dan perempuan

• melengkapi model laki-laki dan perempuan dalam variasi pkerjaan

• Tanya anak laki-laki untuk membantu membersihkan, memasak, mengelap

meja dan melakukan tugas lain sering seperti pekerjaan wanita

• Temukan cerita untuk melukiskan laki-laki dan perempuan dalam variasi

pekerjaan tidak ditugaskan dari aturan gender.

• Uji anak ketika meraka membuat statemen seperti ”laki-laki tidak dapat

melakukan itu” atau ”itu bukan untuk perempuan” dengan memberikan

informasi dan fakta untuk mengoreksi pemikiran mereka.

E. Kekuatan, Kekuasaan, Sipil dan Pemerintahan

Dalam program prasekolah dan primer, anak-anak tidak hanya

mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang demokratis,

tetapi mereka benar-benar warga negara yang demokrasi (Dewey, 1944). Harian,

berkontribusi pada penciptaan dan promosi suatu masyarakat yang demokratis

dan menerima manfaat dari milik masyarakat ini.

268

Melalui setiap pengalaman dalam program ini, anak-anak belajar bahwa

mereka layak, dihargai dan dihormati. Mereka tahu bahwa mereka akan

memenuhi kebutuhan individu dan keinginan Anda dan untuk melindungi

kebebasan berekspresi, mengejar kebahagiaan dan hak-hak lainnya. Namun,

sambil belajar untuk memperluas keprihatinan mereka dan memberikan sebagian

dari keegoisan mereka. Sebagai anggota komunitas demokratis, anak-anak

mengembangkan rasa kekhawatiran, mengakui bahwa kepentingan mereka

tumpang tindih dengan kepentingan orang lain dan kesejahteraan mereka erat

terkait dengan kesejahteraan orang lain (Boyle-Baise, 2003). Belajar untuk

menyeimbangkan kebutuhan individual dengan kepentingan umum.

Pendidik membangun dan mempertahankan prinsip-prinsip dasar

demokrasi di kelas. Cara-cara di mana pendidik menetapkan kontrol, berkaitan

dengan masing-masing anak dan interaksi mereka satu sama lain dan mengajar

siswa dari semua mengirim pesan yang kuat kepada anak-anak tentang nilai-nilai

demokrasi. Meskipun tidak ada cara yang benar atau salah untuk melakukan hal

ini pendidik, mengamati kelas demokratis, satu segera menjadi sadar bagaimana

pendidik secara aktif mendukung nilai serta martabat sambil melindungi dan

mempromosikan kesejahteraan dari total kelompok.

Dalam kelompok demokratis, sistematis mengikuti prinsip-prinsip tertentu:

1. Pendidik berbagi kontrol. Jangan memberikan perintah dan mengharapkan

anak-anak untuk membuta mengikuti instruksi mereka. Alih-alih hanya

menekankan tugas atau kemampuan untuk belajar, pendidik berfokus pada

bagaimana anak-anak rasakan, bereaksi dan berinteraksi dengan satu sama lain

juga (Bredekamp &Copple, 1997).

2. Anak-anak membuat keputusan. Mampu membuat keputusan yang

bijaksana diperlukan peserta dalam masyarakat demokratis (Longstreet, 2003).

3. Disiplin yang tegas dan konsisten, tetapi tidak berbalik dengan kekerasan,

paksaan, ancaman atau malu. Sudah datang untuk percaya bahwa aturan

otoritas dan yang menjadi berarti baik mengikuti perintah, anak-anak harus

269

berpartisipasi dalam mendefinisikan dan mengikuti aturan dan memulai proses

panjang memisahkan niat dari tindakan.

4. Kebebasan berpikir dan berbicara yang dikembangkan. Anak diharapkan

memiliki pendapat dan dapat mengekspresikannya. Harapan ini mencangkup

bagian dari kurikulum (Greenberg, 1992). daripada memberi anak-anak

potongan kertas warna atau pola untuk kegiatan artistik, para pendidik

meminta mereka untuk mengekspresikan ide-ide mereka sendiri, pemikiran

dan perasaan dalam menggambar, melukis atau konstruksi. Mereka dibiarkan

untuk berdiskusi, menulis dan mengekspresikan apa yang mereka tahu dan

rasakan dalam seni bahasa dan membuat pilihan tentang bagaimana mereka

akan belajar matematika dan kemampuan sains. Pendidik taman kanak-kanak,

melihat dari kesukaan anak terhadap dinosaurus, mintalah mereka untuk

menggambar dinosaurus kesukaan mereka.

5. Anak tidak pernah kewalahan oleh kekuatan orang lain. Pendidik adalah sosok

yang kurang kuat di dalam kelas, dan mereka tidak mengizinkan ank-anak

untuk mengatur melalui kekuatan pernyataan, kebohongan, atau ancaman.

6. Rasa kemasyarakatan yang dibangun. Ruangan kelas adalah grup dari

individual dan pendidik mengembangkan grup ini menjadi sebuah komunitas

dengan membantu mereka berbagi tujuan. Meskipun anak kecil dapat mulai

merasakan bahwa mereka adalah bagian dari komunitas itu dan berbagi di

dalamnya, kelengkapan dari keluarganya, memiliki grup sendiri dari teman,

kelas, dan sekolah. Tidak hanya anak yang didukung untuk melihat bagian

dirinya yang merupakan bagian dari keseluruhan grup, tetapi bagian kecil grup

termasuk ke dalam keseluruhan grup yang dikembangkan (New, 1999a).

7. Pendidik sebagai contoh yang menghormati orang lain (DeRoach, 2001).

Pendidik yang memperdulikan dan menghormati setiap anak di dalam grup

dan setiap orang dewasa yang bekerja sama dengan anak menjadikan dirinya

sebagai contoh untuk anak. Contoh pendidik dan pengaruh kebiasaan hormat

270

akan membuat anak mengetahui bagian jalan terbaik yang masing-masing

menghormati dan memperdulikan.

8. Pendidik yang perduli mendapatkan rasa hormat dari anak. Pendidik adalah

contoh kuat untuk anak. Mereka tidak hanya contoh dari rasa hormat, rasa

perduli, tetapi mereka menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anak dan

menemukan berbagai cara untuk mencontohkan rasa hormat. Kemampuan

untuk bertanggung jawab untuk satu orang dan kepada seluruh partisipasi

dalam kesejahteraan grup adalah asset dalam sebuah masyarakat. Tetapi dalam

masyarakat demokrasi, ini adalah persyaratan dari anggota masyarakat

(Morgan & Sterb, 2001). Standar nasional untuk Masyarakat dan Pemerintah

(Pusat dari Pendidikan Kewarganegaraan, 1994) tercantum di dalamnya, akhir

dari tingkat 4, anak harus dapat dikembangkan dengan mengikuti kemampuan

berpartisipasi :

• Mempengaruhi keputusan dengan bekerja sama dengan yang lainnya

• Kesenangan memperjelas artikulasi dan membuat mereka mengetahui untuk

membuat keputusan

• Membangun koalisi, negosiasi, membuat perjanjian dan melihat sensus

penduduk

• Mengurus konflik

Kecondongan untuk bekerja demi kebaikan bersama dan berpartisipasi

dalam upaya bersama dimulai sejak awal kehidupan. Untuk anak di bawah usia 7

atau 8, partisipasi dimulai ketika mereka memikul tanggung jawab untuk diri

mereka sendiri. Ruangan untuk anak usia 3 - 4 tahun tidak hanya diatur untuk

memungkinkan tetapi untuk mempromosikan tanggung jawab anak untuk

berpakaian sendiri, toilet, dan mencuci.

Anak-anak sangat muda ini mungkin mulai untuk memikul tanggung

jawab untuk orang lain dan kelompok dengan bergabung dalam kelompok-

kelompok kecil untuk diskusi, kegiatan, cerita, atau lagu. Dengan bantuan orang

271

dewasa, 3 dan 4 tahun dapat berpartisipasi dalam mengatur meja, menyajikan

makanan, membersihkan setelah bermain dan bekerja, atau merawat tanaman dan

hewan yang menjadi anggota kelompok.

Sebelumnya, anak-anak belajar untuk berpartisipasi dalam memungkinkan

anak-anak dengan kebutuhan khusus untuk berfungsi sepenuhnya dalam

kelompok (Copple, 2003). Dasar anak-anak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan

kelompok lain. Mereka dapat merencanakan bersama dan berbagi tanggung

jawab. Dengan berbagi ide, anak-anak di kelas primer dapat memecahkan masalah

dan membuat rencana untuk pembelajaran mereka sendiri. Anak-anak yang diberi

tanggung jawab bahwa mereka dapat memenuhi dalam kelompok belajar untuk

berpartisipasi dalam masyarakat demokratis.

Belajar untuk hidup dan berpartisipasi dalam suatu kelompok berarti

mengatur peraturan dan mengikuti mereka (civitas, 2003). Anak-anak harus

mengambil bagian dalam membangun aturan di kelas. Mereka dapat

berkontribusi dengan aturan dalam mengerjakan kayu,membangun blok,

menggunakan kamar mandi dan meja air, dan sebagainya. peraturan lain yang

dibuat untuk mereka. Semua harus berpartisipasi dalam latihan kebakaran, dan

karena ada sedikit kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi pada latihan

peraturan, mereka dapat menggunakan kesempatan ini untuk mendiskusikan

mengapa penting untuk mengikuti aturan-aturan tertentu, mengapa peraturan

dibuat, siapa yang membuat mereka, dan bagaimana mereka dibuat. Anak-anak

juga dapat menyadari aturan lain yang mereka harus mengikuti: Undang-undang

lalu lintas, aturan untuk naik bus, dan aturan di rumah. Pertanyaan-pertanyaan ini

mungkin akan dibahas: “apa yang akan terjadi jika tidak ada orang yang

mengikuti aturan” “Apakah anda pikir semua orang harus mematuhi peraturan

lalu lintas” “kenapa?”

Mengalami peraturan dan mendiskusikan tujuan mereka dapat membantu

anak-anak menyadari bahwa peraturan dibuat untuk melindungi mereka dan

272

lain-lain. Anak-anak juga harus menyadari bahwa mereka memiliki tanggung

jawab untuk mengikuti aturan, untuk membuat aturan yang diperlukan untuk

hidup dalam kelompok, untuk mengubah aturan yang tidak berfungsi lama untuk

melindungi mereka dan orang lain, dan untuk menyesuaikan aturan sesuai

dengan perubahan situasi (Nolte, Harris & Harris, 1998). Kelas rapat merupakan

cara yang efektif untuk model dan praktek nilai-nilai demokrasi dengan cara yang

otentik untuk menjelaskan aturan, menyelesaikan konflik interpersonal, dan

melakukan pemecahan masalah kolektif (Angell, 2004).

2. Latihan

1. Berikan penjelasan bagaimana anak- anak di belajarkan tentang diri dan

perkembangan individu.?

2. Bagaimana membelajarkan anak mengenai budaya dan waktu kepada anak?

3. Bagaimana cara mendampingi dan memfasilitasi anak usia dini belajar sains?

3. Sumber Belajar

Brewer, Jo, Ann. Introduction to Early Childhood Education Preschool Through Primary

Grades sixth edition. New York: Pearson Education, Inc, 2007.

Miller, Linda. Exploring Science in Early Childhood. Dalma Learning Publisher.

George S. Morrison, The World of Child Development Conception to Adolescence,

(London:Delmar Publisher, 1992), h. 12.

Diane E. Papalia, Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman, Human

Development, Tenth Edition, (New York: The McGraw-Hill Companies, 2008),

h. 12.

Isbell, Rebecca. (1995). The Complete Learning Center Book. Beltsville, Maryland,

Gryphon House, Inc.

Herr, Judy, Yvonne Libby Larson, (2000). Creative Resources for The Early

Childhood Classroom, 3rd Edition, USA: Delmar Thomson Learning.

273

Kostelnik, Majorie J. and Howe, Donna. (1991). Teaching Young Children Using

Themes. USA: Good Year Books.

Phelp, Pamela C. (2005). Beyond Centers and Circle Time: Scaffolding and Assesing The

Play of Young Children. Florida: The Creative Center for Childhood Research

and Traning, Inc. (CCCRT).

Phelp, Pamela C. (2005). Beyond Cribs Rattles. Playfully Scafolding the Development of

Infant and Toddlers. Florida: The Creative Center for Childhood Research and

Traning, Inc. (CCCRT).

Wolfgang, Charles H, (1981). Bea Mackender, Mary E. Wolfgang. Growing and

Learning through Play. USA: Judy/Instructo.

L. PEMBELAJARAN SENI UNTUK ANAK USIA DINI

1. Uraian Materi

Pembelajaran pada anak usia dini dilakukan melalui kegiatan bermain.

Seorang pendidik harus dapat menyiapkan kegiatan bermain anak dengan cara

menyiapkan materi (content), dan proses belajar. Salah satu materi (content)

pembelajaran yang harus dipersiapkan oleh pendidik adalah seni.

Secara tradisional, seni merupakan bagian penting pada program program

pembelajaran anak usia dini. Friedrich Froebel, percaya bahwa anak usia dini harus

terlibat dalam proses menciptakan seni mereka sendiri dan menikmati seni orang

lain. Menurut Froebel, kegiatan seni yang penting adalah bukan karena membantu

pendidik untuk mengenali anak-anak dengan kemampuan yang luar biasa, juga

untuk mengembangkan semua aspek perkembangan anak (Froebel, 1826).

Secara alamiah anak sudah memiliki kemampuan seni. Anak usia dini sudah

bisa memiliki dan mengembangkan imajinasi. Anak berumur 1 tahun sudah mulai

mencoret-coret apa saja. Ia mulai mempelajari dan menyerap segala yang terjadi di

lingkungan sekitarnya. Setiap benda yang dimainkan, berfungsi sesuai dengan

imajinasi si anak.

274

Menurut Nancy Beal dan Gloria Bley Miller (2003 : 1) Seni merupakan lakon,

yang menolong anak-anak untuk memahami dunia mereka. Namun seni melebihi

lakon yang akan membuat mereka mengekspresikan pengalaman-pengalaman dan

fantasi-fantasi individu dengan cara- cara konkret dan spontan. Seni ”mengundang”

anak-anak untuk menyentuh dan melakukan eksperimen, mengeksplorasi dan

mentransformasi segala hal yang anak-anak jumpai dalam kehidupan sehari-harinya.

Dengan demikian, seni adalah suatu media yang dapat membantu anak usia dini

menyampaikan sesuatu (gagasan/ide, perasaan, keinginan, imajinasi, dan lain-lain)

yang tidak mampu mereka ungkapkan melalui kata-kata. Seni merupakan hal yang

menyenangkan dan memuaskan untuk anak usia dini. Hal ini memungkinkan

mereka untuk belajar banyak ketrampilan, menyatakan perasaan diri mereka,

menghargai keindahan, dan memiliki kesenangan pada waktu yang sama.

Sasaran Pembelajaran Seni

Seni memiliki peranan penting untuk membantu anak menyampaikan gagasan

dan perasaannya. Proses menciptakan sesuatu sebagai bentuk penuangan gagasan

atau perasaannya merupakan hal yang paling penting, dibandingkan dengan “hasil”

yang mereka ciptakan. Oleh karena itu, seni memiliki sasaran pengembangan di

antaranya :

a. Sasaran pengembangan sosial emosional

Melalui pembelajaran seni, anak akan belajar menyatakan dan menyalurkan

perasaan atau emosi, menyatakan kekhasan individunya (bangga dan percaya

diri dengan keunikan pribadinya), belajar berbagi dan bekerjasama dengan orang

lain.

Anak usia dini akan merasakan kepuasan emosional ketika mereka terlibat

dalam kegiatan seni. Misalnya membuat pemodelan bentuk tertentu dengan tanah

liat, menggambar dengan krayon, atau membuat kolase dari bahan sisa daur

ulang. Kepuasan ini berasal dari kebebasan menggunakan alat dan bahan yang

275

mereka gunakan dan otonomi dalam pengambilan keputusan yang mereka buat

(Schirrmacher, 1998; Seefeldt, 1993). Memutuskan sendiri apa yang akan mereka

buat dan bahan apayang akan mereka gunakan, harus menjadi kesempatan

pertama bagi anak dalam membuat pilihan dan membuat keputusan secara

independen.

Terlibat dalam kegiatan seni juga membangun harga diri anak dengan

memberi mereka kesempatan untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan

dan rasakan (Klein, 1991; Sautter, 1994). Sautter (1994) menyatakan bahwa ketika

anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan seni dengan teman sekelas, umpan balik

yang mereka berikan satu sama lain dalam membangun harga diri adalah dengan

membantu mereka belajar menerima kritik dan pujian dari orang lain. Kegiatan

seni juga membantu anak-anak berlatih keterampilan sosial yang penting seperti

bergiliran, berbagi, dan bernegosiasi dalam penggunaan alat dan bahan untuk

kegiatan seni.

b. Sasaran Pengembangan Kognitif

Melalui pembelajaran seni, anak akan belajar meningkatkan kreativitas

yang dimilikinya, mengembangkan pemahaman sebab dan akibat, menyatakan

bentuk dan obyek (untuk memperkaya kosa kata), memecahkan permasalahan

(problem solving) dan mengembangkan keterampilan perencanaan (designing).

Untuk anak usia dini, seni merupakan kegiatan eksplorasi sensorik. Mereka

menikmati perasaan bagaimana krayon bergerak di atas kertas dan melihat

gumpalan cat berwarna yang menyebar menjadi lebih besar. Kamii dan DeVries

(1993) menyarankan bahwa kegiatan mengeksplorasi bahan seni sangat penting

karena melalui eksplorasi bahwa anak-anak membangun pengetahuan tentang

objek di dunia di sekitar mereka.

Kegiatan seni juga mendukung anak-anak untuk membuat keputusan dan

melakukan evaluasi diri. Klein (1991) menggambarkan empat keputusan tesebut,

yaitu pertama, mereka memutuskan apa yang akan mereka gambar (orang, pohon,

276

seekor naga). Kedua, mereka memilih media yang akan mereka gunakan,

pengaturan objek dalam pekerjaan mereka, dan perspektif orang lain.

Anak-anak memutuskan berikutnya seberapa cepat atau seberapa lambat

mereka akan menyelesaikan proyek mereka, dan akhirnya, bagaimana mereka

akan mengevaluasi hasil penciptaan mereka. Paling sering, anak-anak

mengevaluasi karya seni mereka dengan berpikir tentang apa yang mereka sukai

dan apa yang orang lain katakan kepada mereka adalah menyenangkan (Feeney &

Moravcik, 1987).

Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, keputusan

seni anak-anak bergerak mulai dari kegiatan mengeksplorasi dengan indra

mereka dan mulai melibatkan penggunaan simbol. Anak-anak mulai

“mewakilkan” benda-benda nyata, peristiwa, dan perasaan dalam karya seni

mereka. Menggambar, khususnya, menjadi sebuah kegiatan yang

memungkinkan mereka untuk melambangkan apa yang mereka ketahui dan

rasakan. Ini merupakan sarana yang diperlukan oleh anak-anak dalam

mengembangkan kosa kata, baik itu tertulis atau lisan (de la Roche, 1996).

Penggunaan simbol awal dalam karya seni sangat penting karena

merupakan dasar untuk melambangkan benda dengan kata-kata serta melatih

kemampuan menulis permulaan.

c. Sasaran Pengembangan Fisik

Seni juga memberi peluang untuk pengembangan fisik. Ketika anak-anak

merobek kertas untuk kolase atau menggunakan gunting untuk memotong,

mereka mempergunakan otot kecil. Mereka melakukan gerakan melompat-

lompat ketika mendengar dan menyanyikan lagi “kelinci”, saat itu mereka

menggunakan otot besar.

Kegiatan seni dapat mengembangkan kontrol otot besar dan kecil bagi anak

anak (Koster, 1997). Gerakan lengan diperlukan untuk melukis atau menggambar

di kanvas atau di atas kertas besar di lantai. Hal ini akan membangun koordinasi

277

dan kekuatan otot. Gerakan- gerakan kecil dari jari-jari, tangan, dan pergelangan

tangan diperlukan untuk menggunakan gunting, bermain dengan tanah liat atau

plastisin, atau menggambar atau melukis pada permukaan yang lebih kecil, dapat

mengembangkan control dan keterampilan motorik halus. Pengulangan-

pengulangan kegiatan tersebut akan menumbuhkan kepercayaan diri dalam

penggunaan alat dan bahan untuk kegiatan seni, yang nantinya dapat dijadikan

bekal untuk kegiatan menulis.

Kegiatan seni juga membantu anak mengembangkan koordinasi mata-

tangan (Koster, 1997). Anak usia dini dapat memutuskan bagaimana menata

bagian- bagian tertentu menjadi satu dan ditempatkan di posisi mana. Dengan

demikian, anak belajar mengkoordinasikan apa yang mereka lihat dengan gerakan

tangan dan jari. Koordinasi mata-tangan ini sangat penting untuk melakukan

banyak kegiatan, termasuk menulis dan membuat jarak antar huruf dan kata-kata.

Komponen Pembelajaran Seni

Setiap individu sejak dilahirkan telah memiliki potensi untuk menjadi

kreatif. Pada anak usia dini, mereka membutuhkan kesempatan untuk

mengungkapkan cara pandangnya secara bebas sehingga imajinasi / fantasi yang

dipikirkan dapat diekspresikan secara bebas pula, dan inilah yang menjadikan

anak menjadi kreatif. Proses kreatif pada anak usia dini, dimunculkan pada

kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan anak dengan situasi dan kegiatan yang

menyenangkan (kegiatan bermain).

Buku Nurturing Early Learners Aesthetic and Creative Expression

(dipublikasikan oleh Preschool Unit Ministry of Education, Singapore, 2003)

menjelaskan bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengembangkan

potensi kreatif anak, di antaranya adalah melibatkan anak dalam pengalaman seni.

Pengalaman seni tersebut dapat berupa kegiatan menari (dance), bermain musik

(music), seni dan kerajinan tangan (art and craft) serta bermain drama (theatre or

performing art). Pengalaman-pengalaman tersebut menjadikan anak-anak menjadi

278

ekspresif, kreatif dan imajinatif. Keterlibatan tersebut dapat menstimulasi indera

mereka dan meningkatkan pembelajaran dan pemikiran mereka. Pengalaman-

pengalaman tersebut memberikan kesempatan pada anak untuk: (a)

Mengekspresikan ide dan perasaan mereka tentang dunia sekitarnya; (b)

Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengkomunikasikan ide dan

mengekspresikannya; (c) Banyak akal dan kreatif; (d) Membuat keputusan tentang

apa yang mereka inginkan dan bagaimana mendapatkannya; (e) Mengapresiasi

sesuatu yang berbeda yang dibuat oleh orang lain.

Dalam hal ini pendidik anak usia dini dapat menggunakan kegiatan seni,

dalam semua aspek lingkungan pembelajaran.

• Menstimulasi anak untuk mengamati dan mengeksplorasi lingkungan alam dan

lingkungan buatan manusia, mengeksplorasi berbagai elemen seni dan

musik,

• mengeksplorasi yang bisa dilakukan oleh tubuhnya dalam ekspresi kreatif.

• Mengekspresikan dan menunjukkan obyek, ide dan pengalaman menggunakan

media seni, alat musik dan pola gerakan.

• Meningkatkan rasa percaya diri dalam mengekspresikan potensi kreatif mereka.

• Mengapresiasi dan merespon ragam karya seni dan kerajinan serta ekspresi

yang Artistik

Adapun komponen pembelajaran seni mencakup (1) menari; (2) bermain

musik; (3) bermain drama serta (4) seni dan kerajinan tangan.

1. Menari

Menari adalah aktivitas menggerakan tubuh untuk mengekspresikan

gagasan, merespon musik, dan mencurahkan perasaan. Menari memiliki tujuan

untuk mendemonstrasikan suatu ketrampilan motorik (misalnya berlari,

melompat, meloncat dan lain-lain), melatih keseimbangan saat bergerak,

menempatkan diri dalam peran dan situasi tertentu serta memahami dan

mengikuti instruksi.

279

Menari sebagai salah satu bentuk kegiatan seni, memiliki keragaman jenis,

namun tidak semua kegiatan menari sesuai untuk anak usia dini. Menari lebih

spesifik dikatakan oleh Stinson sebagai gerakan yang beraturan, signifikan dan

dipengaruhi oleh penjiwaan. Tari yang kreatif adalah gerakan yang ditampilkan

secara menarik dengan menyesuaikan alunan lagu atau musik. Terlepas dari itu,

gerakan tari untuk anak usia dini sebaiknya yang mudah dan tidak terlalu

bervariasi, menyenangkan dan dalam kondisi tertentu gerakan tari anak bersifat

alami. Gerakan tari pada anak usia dini umumnya bersifat pengulangan dari 5-6

gerakan, dengan ditambah variasi formasi yang sederhana. Hal penting yang perlu

diperhatikan oleh pendidik adalah memperhatikan kondisi fisik dan psikologis

anak saat ingin menari. Memaksakan atau menekan anak untuk menunjukkan

suatu gerakan tari, terlebih harus sempurna, hanya akan membuat kondisi anak

menjadi semakin buruk dan tidak mengembangkan kreativitas mereka.

Kegiatan kreatif tari dapat berupa:

- Bergerak bebas mengikuti irama lagu atau instrument

- Bergerak bebas menyesuaikan dengan tempo musik/lagu

- Bergerak dan berhenti

- Menari dengan menggunakan gerakan hewan, tumbuhan, robot, kendaraan,

dan sebagainya

- Menari dengan pola yang bervariasi

- Menari dengan gerakan formasi

2. Bermain Musik

Musik adalah kombinasi suara dan atau instrumen untuk mengkreasi

melodi dan bunyi yang teratur. Musik memiliki tujuan untuk memahami dan

mengulang pola, menunjukkan kesadaran akan konsep dan urutan, memahami

angka dan hitungan, menyimak dan membedakan suara, memahami instruksi

lisan dan lain-lain.

280

Bermain musik serta mendengarkan musik merupakan salah satu kegiatan

yang sangat digemari oleh anak-anak. Hampir setiap anak akan dengan mudah

mengikuti kegiatan ini. Sering kita lihat seorang anak yang berhenti sejenak

dengan kegiatannya hanya karena ada suara lagu di televisi kemudian ia fokus

memperhatikan TV. Ada pula anak-anak yang dengan asyiknya menyanyikan

lagu-lagu yang sering ia dengar saat mereka sedang makan, mandi, menjelang

tidur, ataupun bermain. Bagi anak, musik dapat menimbulkan rasa kebersamaan

serta rasa gembira. Menurut beberapa penelitian, musik sudah dapat

distimulasikan sejak anak masih berada dalam kandungan, karena dianggap

mampu menstimulasi kerja neuron- neuron pada otak anak. Bagaimanapun, musik

akan sangat membantu anak dalam melatih kemampuan menyimak, konsentrasi

serta menambah pembendaharaan kosa katanya.

Kegiatan kreatif musik dapat berupa:

- Bernyanyi dengan bermacam ekspresi

- Bersenandung tanpa mengurangi unsur musik: nada, irama dan temponya.

- Membuat beragam yel-yel

- Bermain syair: mengubah syair, mengikuti pola syair (o le,,le, o

la..la..,bola..bola. bola)

- Membuat pola tepuk yang variatif (disesuaikan tema ataupun tujuan)

- Bermain jentik jari

- Membuat alat musik ritmis dan alat musik melodis buatan dengan bahan-

bahan yang ada di sekitar

- Mengiringi lagu dengan alat musik buatan

- Tebak lagu dengan instrumen atau senandung

- Membuat permainan dengan menggunakan lagu

- Bernyanyi dengan menggunakan jari-jari

- Musik cepat-lambat atau mengubah tempo di mana saja

- Mendengarkan musik sambil menggambar

281

Contoh kegiatan bermain musik dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan

berikut ini :

a. Menyanyikan lagu-lagu anak

Pendidik mengajak anak menyanyikan lagu-lagu yang sesuai dengan tema-

tema yang digunakan atau yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Dalam hal ini pendidik dapat membuat atau mengkreasikan lagu baru

ciptaannya sendiri. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa alat musik

pengiring.

b. Bermain Tepuk

Kegiatan bermain tepuk merupakan salah satu kegiatan yang juga sangat

digemari anak selain bernyanyi. Anak akan dikenalkan berbagai pola tepuk

yang disesuaikan dengan tema-tema. Gerak dan ekspresi sangat memberi

pengaruh dalam kegiatan ini. Pendidik juga dapat berkreasi membuat berbagai

permainan tepuk yang memotivasi, mengenalkan sebuah konsep, atau melatih

konsentrasi anak.

c. Tebak nada dan lagu

Dalam kegiatan ini, pendidik dapat melakukannya dengan bantuan alat musik

ataupun dengan bersenandung tanpa syair. Kemudian anak diminta menebak

lagu berdasarkan bunyi solmisasi dari alat musik tersebut atau nada yang

dimunculkan dari suara senandung guru.

d. Bermain alat musik buatan

Ada beberapa jenis alat musik yang bisa dipelajari atau dilatihkan kepada anak

Alat musik juga ada yang berupa alat musik permanen maupun alat musik

buatan di mana bahannya dapat diperoleh di sekitar anak. Agar lebih menarik,

alat-alat itu kemudian dihiasi dengan berbagai macam hiasan.

e. Gerak dan Lagu

Secara umum ada dua jenis tarian dalam kegiatan seni itu sendiri. Pertama,

kegiatan tari daerah. Kemudian dilanjutkan dengan menari modern. Sebelum

anak diajarkan tari, biasanya anak akan diajak bergerak bebas mengikuti irama

282

musik. Kemudian mereka mulai dikenalkan dengan kegiatan gerak tari yang

berpola dan menggunakan beberapa formasi.

3. Bermain Drama

Bermain drama adalah mengekspresikan cerita melalui aksi dan dialog.

Aksi bisa berupa gerakan badan anak yang bisa mengkomunikasikan pesan.

Bermain drama memiliki tujuan memahami dan memanage perasaan diri,

memahami dan merespon perasaan orang lain, menempatkan diri dalam peran

dan situasi tertentu serta mengekspresikan kata-kata.

Seperti halnya kegiatan musik, bermain dramatisasi juga banyak membantu

anak dalam membangun ingatan, perbendaharaan kata serta imajinasi. Kegiatan

ini dapat terbagi menjadi kegiatan bermain peran maupun sosio drama. Pada saat

bermain peran, unsur symbolic dan make-believe play sangat terlihat. Anak-anak

menyenangi perannya sebagai salah satu atau beberapa tokoh dengan

menggunakan berbagai media atau atribut yang ada. Aktivitas ini umumnya lebih

disukai oleh anak-anak yang lebih kecil usianya. Sedangkan permainan sosio-

drama menunjukkan aktivitas kelompok dengan adanya pembagian peran dan

memunculkan banyak dialog. Alur cerita dapat terhenti kapan saja sesuai

kesepakatan mereka. Apa yang diperankan atau didramatisasikan oleh anak

diilhami dari kejadian dan contoh yang biasa mereka temui dalam kehidupan

sehari-hari. Pendidik dapat menambah informasi bagi anak dengan kegiatan

fieldtrip, membacakan buku, ataupun berdiskusi tentang apa yang sebaiknya

dilakukan oleh mereka.

Kegiatan kreatif dramatisasi dapat berupa:

- Bermain peran sebagai polisi, dokter, seorang ibu, guru, tukang kayu,

koki, penyiar, pemain musik, dan sebagainya.

- Menggunakan benda-benda di sekitar sebagai telepon/handphone, mesin kasir,

komputer/ laptop, kendaraan, bayi/adiknya, alat masak, binatang, peralatan

283

dan perlengkapan profesi seperti suntikan, botol obat, pistol, martil, stetoskop,

dan sebagainya.

- Menggunakan balok-balok untuk bermain ‘make-believe’ seperti: suasana

perkotaan, kebun binatang, suasana rumah, mall, dan sebagainya.

- Bermain sosio-drama dengan tema keluarga, market/pasar, rumah sakit,

perjalanan dengan pesawat atau bus, sekolah, cerita ksatria dan penjahat, dan

sebagainya.

4. Seni dan Kerajinan Tangan

Aktivitas ini mengajak anak mengamati, meraba, mencium,

menggunakan dan memperlakukan alat dan bahan untuk menghasilkan sesuatu.

Adapun beragam contoh kegiatan seni dan kerajinan tangan di antaranya :

- Menggambar dan mewarnai berbagai bentuk dengan crayon, cat air dan kuas,

maupun pensil warna dan spidol

- Finger-painting atau melukis dan menghias gambar dengan jari-jari

- Menggambar dengan kapur kemudian dihias dengan cat air

- Mewarnai dengan pasir warna

- Menggambar di bak pasir dengan jari atau kayu kecil

- Bermain dengan cat minyak untuk menemukan berbagai bentuk

- Menyablon dan menggambar di atas kaus, baju maupun bahan kain

- Brushing/penyemprotan dengan sikat gigi dan cat air

- Membuat berbagai bentuk dengan plastisin

- Kolase atau menempel potongan-potongan kertas, serbuk, serpihan,

serabut, kapas, berbagai tekstur, atau benda-benda kecil pada sebuah gambar

- Bermain dengan stiker-stiker kecil

- Menggunting dengan berbagai bentuk

- Membuat stempel dengan berbagai media dan bentuk yang variasi

- Meronce dengan berbagai pola, bentuk dan bahan

- Melipat berbagai bentuk dengan beragam kertas

284

- Membuat bermacam bentuk dengan stik es cream, lidi atau batang korek api

- Membuat alat permainan, hiasan, maupun ragam kreasi lainnya dengan benda-

benda yang sudah tak terpakai.

Berikut ini beberapa contoh kegiatan seni dan kerajinan tangan yang bisa

dilakukan oleh anak usia dini.

Tabel 26. contoh kegiatan seni dan kerajinan tangan yang bisa dilakukan oleh anak usia

dini

Nama Karya Cara Membuat Contoh Hasil Karya

Sun Catcher “kupu-kupu”

Potong bentuk kupu-kupu dari kertas hitam. Bentuk ini harus simetris. Kemudian ajaklah anak menggunakan pembolong kertas untuk menghasilkan bulatan-bulatan kertas untuk ditempelkan di kedua sisi sayap kupu-kupu. Setelah kering, gantunglah di jendela

Trek Mobil Tuangkan cat tempera beberapa warna di atas busa (spons tipis). Kemudian ambillah mobil- mobilan yang rodanya memiliki gerigi. Tempelkan ban atau roda mobil-mobilan pada spons yang telah diberi cat, kemudian jalankan roda mobil-mobilan di atas kertas untuk membuat aneka macam warna trek mobil.

Ikan Kertas Ambillah sebuah piring kertas. Dengan bimbingan pendidik, mintalah anak untuk menggunting salah satu sudut piring kertas membentuk segitiga. Kemudian tempelkan guntingan segitiga tersebut

285

pada sisi piring kertas yang lainnya sehingga membentuk “ekor”. Selanjutnya mintalah anak mewarnai ikan tersebut dengan menggunakan kertas kref, atau cat air atau juga bisa dengan menggunakan glitter.

Stempel Balon Tuangkan cat tempera beberapa warna di atas busa (spons tipis). Kemudian ambillah sebuah balon dan bantulah anak untuk meniupnya, cukup dengan ukuran kecil saja. Selanjutnya ajaklah anak untuk menempelkan salah satu sisi balon dan cap/stempelkan pada kertas putih.

Gelembung Ceria Tuangkan cairan sabun ke dalam mangkuk plastik. Bimbinglah anak untuk meniup cairan sabun tersebut sehingga menghasilkan gelembung-gelembung. Kemudian tuangkan pewarna makanan di atas gelembung sabun. Ambil selembar kertas dan tempelkan di atas gelembung sabun. Selanjutnya keringkan.

Merobek kertas Berikan sebuah kertas putih dan kertas berwarna lain pada anak. Bimbing anak untuk merobek kertas berwarna menjadi serpihan-serpihan kecil. Ajak anak untuk membuat sesuatu dengan cara menempelkan serpihan-serpihan kertas kecil di kertas putih. Biarkan anak berekspresi sesuai dengan

286

imajinasinya.

Lukisan kelereng Ambillah sebuah tutup kaleng dan lapisi dalamnya dengan sebuah kertas sehingga membentuk tutup kaleng tersebut. Buatlah beberapa adonan cat warna dan celupkan beberapa buah kelereng di dalamnya. Ajak anak untuk mengambil kelereng tersebut (bisa menggunakan tangan atau garpu penjepit). Ajak anak untuk menggoyang-goyangkan tutup kaleng tersebut sehingga kelereng bergerak kesana kemari membentuk sebuah lukisan indah.

Stempel Tangan Ajak anak untuk melumuri telapak tangannya dengan cairan pewarna. Akan lebih indah jika beberapa warna. Kemudian minta anak untuk menstempelkan telapak tangannya pada sebuah kertas atau kain. Setelah kering, mintalah anak menambahkan garis atau bentuk tertentu sehingga tercipta gambar yang unik dari hasil stempel tangan tersebut.

Lukisan benang Ajak anak untuk membuat cairan beberapa pewarna. Kemudian celupkan benang pada cairan pewarna tersebut. Satu buah benang untuk satu cairan pewarna. Minta anak untuk menggoreskan celupan benang tersebut pada kertas putih.

2. Kesimpulan

287

Seni adalah suatu bagian penting dalam kurikulum anak usia dini. Setiap hari,

anak-anak akan menemukan beragam alat dan bahan yang ia jumpai dalam kegiatan

sehari-hari, yang menyediakan peluang untuk melakukan aktivitas seni. Melalui

kegiatan seni, anak dapat menyatakan perasaan dan gagasan, meningkatkan koordinasi

mata dan tangan mereka, mengembangkan ketrampilan otot yang kecil, belajar untuk

mengenali warna, ukuran dan bentuk suatu benda serta mengembangkan kreativitas

dengan cara mengeksplorasi dan menggunakan alat dan bahan-bahan seni.

3. Latihan

Pikirkanlah sebuah tema kecil. Kemudian buatlah rancangan kegiatan seni

yang dapat memberikan pemahaman pada anak tentang tema kecil tersebut. Buatlah

rancangan kegiatan seni-nya yang meliputi komponen seni menari, bermain musik,

dramatisasi dan kegiatan seni & kerajinan tangannya.

4.Daftar Pustaka

Dockett, Sue, Marilyn Fleer. (2002). Play and Pedagogy in Early Childhood Education:

Bending The Rules., Australia: Thomson.

Fox, Jill Englebright & Stacey Berry. (2011). Art in Early Childhood: Curriculum Connections,

Virginia: Virginia Commonwealth University.

Koralek, Derry (ed.). (2004). Spotlight on Young Children and Play, Washington DC:

NAEYC.

Mayesky, Mary. (1990). Creative Activities for Young Children. USA: Delmar Publishers

Inc.

Preschool Unit of Ministry of Education, Singapore. (2003). Nurturing Early Learners :

Aesthetic and Creative Expression. Singapore : Tien Wah Press Pte. Ltd.

Tegano. (1990). Early Childhood : A Creative Play Model, Second Edition. Manuscript.

Trister Dodge, Dianne, Laura J. Colker, Cate Heroman. (2002). The Creative Curriculum

for Pre-school. 4th ed. Washington DC: Teaching Strategies.

288

Wolfgang, Charles H., dan Mary E. Wolfgang, (1992). School for Young Children:

Developmentally Appropriate Practices, Boston: Allyn and Bacon.

M. Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran PAUD

1. Pengantar TIK

TIK atau Teknologi Informasi dan Komunikasi lebih dikenal dengan istiah ICT.

ICT adalah kependekan dari Information and Communication Technologies. Jika merujuk

pada sejarah kemunculannya, istilah ICT mulai dikenal setelah adanya perpaduan

antara teknologi komputer, baik peramgkat keras (hardware) maupun perangkat lunak

(software) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20. Perpaduan

kedua teknologi ini berkembang sangat pesat melampaui bidang teknologi lainnya.

Dalam pengertiannya, TIK adalah perpaduan antara teknologi informasi dan teknologi

komunikasi, akan diuraikan sebagai berikut.

a. Teknologi Informasi

Teknologi informasi merupakan studi atau penggunaan peralatan elektronika,

terutama komputer untuk menyimpan, menganalisis dan mendistribusikan informasi

apa saja, termasuk kata-kata, bilangan dan gambar. Lucas (dalam munir, 2008)

menyatakan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang

diterapkan untuk memproses dan mengirim informasi dalam bentuk elektronik,

micro komputer, komputer mainframe, pembaca barcode, perangkat lunak memproses

transaksi, perangkat lembar kerja dan peralatan komunikasi dan jaringan merupakan

contoh teknologi informasi. Informasi yang disampaikan berupa pesan-pesan

elektronik.

b. Teknologi Komunikasi

Teknologi komunikasi merupakan perangkat-perangkat teknologi yang terdiri dari

hardware, software, proses dan sistem, yang digunakan untuk membantu proses

komunikasi, yang bertujuan agar komunikasi berhasil.

c. Keterkaitan Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi

289

Teknologi Informasi menekankan pada pelaksanaan dan pemrosesan data seperti

menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengmbil, memanipulasi atau

menampilkan data dengan menggunakan perangkat-perangkat teknologi elektronik

terutama komputer. Sedangkan teknologi komunikasi menekankan pada

penggunaan perangkat teknologi elektronika dan lebih menekankan pada aspek

ketercapaian tujuan dalam proses komunikasi, sehingga data dan informasi yang

diolah dengan teknologi informasi harus memenuhi kriteria komunikasi yang efektif.

Meskipun secara terpisah masing-masing kata pembentuknya memiliki makna

sendiri-sendiri, namun secara konsep pengertian Teknologi Informasi dan

Komunikasi tidak terpisahkan, sebagaimana ditulis dalam Wikipedia berikut:

“...TIK adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan

teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua

aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. teknologi informasi

meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat

bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi

komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat

bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke

lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah

dua buah konsep yang tidak terpisahkan.”

(id.wikipedia.org, diakses tanggal 19 peb 2012)

Jadi, TIK mengandung pengertian segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan,

perekayasaan, pengelolaan, dan pemindahan informasi antarmedia

1. Fungsi TIK dalam Pembelajaran PAUD

TIK memiliki tiga fungsi utama dalam pembelajaran, yaitu: 1) Teknologi

berfungsi sebagai alat (tools), mengandung pengertian dalam hal ini perangkat

teknologi digunakan sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, misalnya sebagai

alat untuk mengolah kata, mengolah angka, membuat grafik, dll. 2) Teknologi

berfungsi sebagai ilmu pengetahuan (science), mengandung pengertian bahwa

290

teknologi adalah bagian dari disiplin ilmu yang harus dikuasai peserta didik,

misalnya teknologi komputer menjadi jurusan di sekolah atau adanya mata pelajaran

TIK di sekolah sehingga menuntut peserta didik untuk menguasai komptensi

tertentu dalam TIK. 3) Teknologi sebagai bahan dan alat bantu untuk proses

pembelajaran (literacy), mengandung makna bahwa teknologi berfungsi sebagai

bahan pembelajaran sekaligus sebagai alat bantu untuk menguasai kompetensi

tertentu melalui bantuan komputer.

Keberadaan TIK tentu tidak pernah terlepas dan segala kelebihan dan

kekurangannya. Kelebihan TIK bisa diartikan sebagai manfaat, antara lain adalah

sebagai berikut:

a. Sebagai peralatan untuk mendukung konstruksi pengetahuan: untuk mewakili

gagasan pelajar pemahaman dan kepercayaan, dan untuk organisir produksi,

multi media sebagai dasar pengetahuan peserta didik.

b. Sebagai sarana informasi untuk menyelidiki pengetahuan yang mendukung

peserta didik: untuk mengakses informasi yang diperlukan dan untuk

perbandingan perspektif, kepercayaan dan pandangan dunia.

c. Sebagai media sosial untuk mendukung pembelajaran: untuk berkolaborasi

dengan orang lain dan untuk mendiskusikan, berpendapat serta membangun

konsensus antara anggota sosial.

d. Sebagai mitra intelektual untuk mendukung pelajar: untuk membantu peserta

didik mengartikulasikan dan mempresentasikan apa yang mereka ketahui.

e. Sebagai sarana meningkatkan mutu pendidikan.

f. Sebagai sarana meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.

g. Sebagai sarana mempermudah mencapai tujuan pendidikan.

Jika mengacu pada tiga fungsi TIK dalam pembelajaran, maka khusus untuk

pembelajaran anak usia dini, pendidik dapat menentukan salah satu atau setidaknya

dua fungsi, yaitu teknologi sebagai alat (tools) dan/atau sekaligus sebagai bahan

untuk stimuasi dalam pencapaian perkembangan tertentu. Namun untuk

291

pemanfaatan TIK dalam PAUD yang layak bagi anak tentu harus

mempertimbangkan prinsip dalam penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran

bagi anak usia dini, sekalipun dalam praktiknya dapat dikendalikan oleh atau di

bawah pengawasan pendidik. Selain itu perangkat TIK yang digunakan pun

disesuaikan dengan memperhatikan perkembangan anak.

Efektif tidaknya pemanfaatan TIK bagi proses tumbuh kembang anak usia dini

mutlak menjadi pertimbangan para guru sebelum menentukan untuk memilih jenis

perangkat yang tepat. Oleh sebab itu, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran perlu

dirancang, direncanakan, dilaksanakan, dan selalu dievaluasi dari waktu ke waktu.

Agar pamanfaatan TIK dalam pembelajaran PAUD dapat benar-benar optimal

dari segi dukungannya pada pelaksanaan fungsi dan tercapainya tujuan dalam

rangka menyiapkan generasi bangsa yang cerdas dan ceria, perlu mengoptimalkan

kemanfaatannya dan meminimalkan dampak negatifnya. Oleh sebab itu,

pemanfaatan TIK perlu dilandasi oleh prinsip. Suwarsih (2011) mengusulkan

kerangka pikir dan lima prinsip dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sebagai

berikut.

a. Pemanfaatan TIK dalam pendidikan hendaknya mempertimbangkan karaktersitik

peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan pembuatan

keputusan TIK.

b. Pemanfaatan TIK hendaknya dirancang untuk memperkuat minat dan motivasi

pengguna untuk menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik dari

segi intelektual, spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi.

c. Pemanfaatan TIK hendaknya menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan

pentingnya kegiatan berinteraksi langsung dengan manusia (tatap muka), dengan

lingkungan sosial-budaya (pertemuan, museum, tempat-tempat bersejarah), dan

lingkungan alam (penjelajahan) agar tetap mampu memelihara nilai-nilai sosial

dan humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam sebagai anugerah

dari Tuhan Yang Maha Esa.

292

d. Pemanfaatan TIK hendaknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat

mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatan

pembelajaran tanpa TIK karena tuntutan penguasaan kompetensi terkait dalam

rangka mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang.

e. Pemanfaatan TIK hendaknya mendorong pengguna untuk menjadi lebih kreatif

dan inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasi berbasis TIK.

2. Jenis-jenis TIK yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran pada PAUD

Sebelum menguraikan tentang jenis-jenis Pemanfaatan TIK untuk

pembelajaran PAUD, dapat dibedakan menurut cara penggunaannya, yaitu yang

interaktif dan noninteraktif. Berikut ini akan dibahas berbagai perangkat TIK.

a. Audio dan Video Player

Audio dan Video Player adalah perangkat TIK yang paling mudah

digunakan. Selain karena kemudahan dalam penggunaannya ketersediaan

perangkatnya pun relatif lebih mudah ditemukan. Perangkat audio dan video

player banyak dijumpai di masyarakat saat ini. Audio dan Video player,

merupakan media pembelajaran yang menggabungkan antara media audio dan

media visual, secara terpisah dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Media Audio dan Karakteristiknya

Pembahasan tentang proses pembelajaran dengan menggunakan media

audio tidak lepas dari pembahasan aspek pendengaran. Kita lebih banyak

menghabiskan waktu untuk mendengarkan dari pada untuk melakukan

komunikasi lainnya. Para ahli berpendapat bahwa 70% dari waktu sadar kita

dipakai untuk berkomunikasi, yaitu membaca, menulis, berbicara, dan

mendengarkan. Bila masing-masing beraktivitas tersebut di bagi-bagi,

hasilnya menunjukkkan bahwa 42% dipakai untuk mendengarkan, 32%

untuk bercakap-cakap, 15% untuk membaca, dan 11% untuk menulis.

(http://abdiplizz.wordpress.com)

293

Mendengarkan sesungguhnya suatu proses rumit yang melibatkan empat

unsur: (1) mendengar, (2) memperhatikan, (3) memahami, dan kemudian (4)

mengingat. Jadi definisi mendengarkan adalah ”proses selektif untuk

memperhatikan, mendengar, memahami, dan mengingat”.

2) Media Video/Visual dan Karaktersitiknya

Media visual adalah media yang melibatkan indra penglihatan. Terdapat dua

jenis pesan yang dimuat dalam media visual, yakni pesan verbal dan

nonverbal. Pesan verbal-visual terdiri atas kata-kata dalam bentuk tulisan

dan pesan non verbal-visual adalah pesan yang dituangkan ke dalam simbol-

simbol nonverbal visual. Secara garis besar unsur-unsur yang terdapat pada

media visual terdiri atas garis, bentuk, warna, dan tekstur.

b. Komputer

Komputer adalah salah satu perangkat TIK yang sudah banyak dimanfaatkan

keberadaaannya dalam proses pembelajaran. Berbagai jenis komputer pabrikan

dapat menjadi pilihan sesuai kemampuan masing-masing. Kendala utama

biasanya adalah dalam pengadaan perangkat ini. Sebelum lebih jauh bagaimana

Guru PAUD dapat memanfaatkan perangkat ini, terlebih dahulu akan dibahas

secara singkat mengenai peran komputer dalam perkembangan kecerdasan

manusia.

Komputer adalah produk kecerdasan manusia, tetapi komputer dapat pula

mempengaruhi kecerdasan manusia. Penelitian tentang pengaruh komputer

terhadap perkembangan intelegensi telah banyak dilakukan oleh para pakar.

Hasilnya antara lain menunjukkan bahwa penggunaan komputer secara benar

secara timbal balik akan mempengaruhi kecerdasan. Jika dilengkapi dengan

aplikasi-aplikasi, komputer mampu memenuhi rasa ingin tahu manusia. Di

samping itu, kecepatan, kecermatan, keterkinian informasi dapat diperoleh

294

melalui sistem jaringan komputer, sehingga memberikan pengayaan fungsi otak

penggunanya.

Riset yang dilakukan terhadap pengaruh komputer terhadap perkembangan

intelegensi diperoleh pengaruh yang positif dari keduanya. Hal tersebut karena

”kerjasama” antara komputer-otak dan intelegensi yang satu dengan lainnya

mendorong manusia untuk makin memenuhi rasa ingin tahunya, yang merupakan

sifat khas manusia.

Komputer dengan jaringannya dalam kehidupan kini tidak terpisahkan dari

berbagai kepentingan untuk memperoleh informasi yang cepat, cermat, lengkap,

dan aktual. Dengan demikian tidak salah jika penggunaan komputer dengan

program yang sesuai umur anak-anak dapat dilakukan oleh para Guru.

Dalam materi ini tidak akan dijelaskan secara detil cara mengoprasikan

komputer, tetapi penyusun menyarankan sebaiknya Guru berinisiatif untuk

menggunakan sumber lain dalam belajar tata cara mengoperasikan komputer.

Bahan ajar ini akan memberikan panduan bagaimana guru dapat menetapkan

tema dan materi bermain anak untuk selanjutnya memilih aplikasi yang tepat dan

sesuai untuk disampaikan dengan menggunakan komputer.

Penting juag dicatat oleh para Guru PAUD bahwa berbagai aplikasi khusus

dalam bentuk permainan untuk anak sudah dirancang, diproduksi dan dipasarkan

oleh pihak lain, yang dapat dimanfaatkan oleh para Guru.

C. Internet

Manfaat internet dalam dunia pendidikan tidak diragukan lagi dengan

tersedianya informasi dalam berbagai bidang dalam jumlah yang melimpah.

Kekayaan akan informasi yang sekarang tersedia di internet harus benar-benar

dimanfaatkan oleh para penentu kebijakan dalam pendidikan, baik oleh kepala

sekolah, guru maupun staf administrasi dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan.

Dalam kaitannya dengan kelebihan internet bagi guru, Rekdale

mengemukakan bahwa internet sangat potensial untuk mendukung

295

pengembangan profesional guru karena internet menawarkan beberapa

kesempatan untuk diraih, yakni (a) meningkatkan pengetahuan; (b) berbagi

sumber di antara rekan sejawat; (c) bekerjasama dengan guru-guru dari luar

negeri; (d) kesempatan untuk menerbitkan/mengumumkan gagasan yang dimiliki

secara online; (e) mengatur komunikasi secara teratur; dan (f) berpartisipasi dalam

forum dengan rekan sejawat baik lokal maupun internasional (Rekdale dalam

Nurdin Noni, makalah, 2011).

Dalam kaitannya dengan sumber bahan mengajar, guru dapat (a) mengakses

rencana belajar mengajar & metodologi baru, (b) memperoleh bahan baku & bahan

jadi yang cocok untuk segala bidang pelajaran, dan (c) mengumumkan dan

berbagi sumber.

Untuk peserta didik, internet menawarkan kesempatan untuk belajar sendiri

secara cepat untuk (a) meningkatkan pengetahuan (b) belajar berinteraktif, dan (c)

mengembangkan kemampuan di bidang penelitian. Selain itu, internet juga

menawarkan kesempatan untuk memperkaya diri dengan meningkatkan

komunikasi dengan peserta didik lain dan meningkatkan kepekaan akan

permasalahan yang ada di seluruh dunia

Manfaat internet dalam dunia pendidikan tidak diragukan lagi dengan

tersedianya informasi dalam berbagai bidang dalam jumlah yang melimpah.

Kekayaan akan informasi yang sekarang tersedia di internet harus benar-benar

dimanfaatkan oleh para penentu kebijakan dalam pendidikan, baik oleh kepala

sekolah, guru maupun staf administrasi dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan.

Dalam kaitannya dengan kelebihan internet bagi guru, Rekdale

mengemukakan bahwa internet sangat potensial untuk mendukung

pengembangan profesional guru karena internet menawarkan beberapa

kesempatan untuk diraih, yakni (a) meningkatkan pengetahuan; (b) berbagi

sumber di antara rekan sejawat; (c) bekerjasama dengan guru-guru dari luar

negeri; (d) kesempatan untuk menerbitkan/mengumumkan gagasan yang dimiliki

296

secara online; (e) mengatur komunikasi secara teratur; dan (f) berpartisipasi dalam

forum dengan rekan sejawat baik lokal maupun internasional (Rekdale dalam

Nurdin Noni, makalah, 2011).

Dalam kaitannya dengan sumber bahan mengajar, guru dapat (a) mengakses

rencana belajar mengajar & metodologi baru, (b) memperoleh bahan baku & bahan

jadi yang cocok untuk segala bidang pelajaran, dan (c) mengumumkan dan

berbagi sumber.

Untuk peserta didik, internet menawarkan kesempatan untuk belajar sendiri

secara cepat untuk (a) meningkatkan pengetahuan (b) belajar berinteraktif, dan (c)

mengembangkan kemampuan di bidang penelitian. Selain itu, internet juga

menawarkan kesempatan untuk memperkaya diri dengan meningkatkan

komunikasi dengan peserta didik lain dan meningkatkan kepekaan akan

permasalahan yang ada di seluruh dunia

N. Pemanfaatan Dan Pemilihan Media Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran

Standar Kompetensi

Peserta PLPG mampu membuat perangkat pembelajaran dari mata pelajaran yang

diampunya.

Kompetensi Dasar

Peserta di PLPG mampu mengembangkan media pembelajaran dari mata pelajaran

yang diampunya.

Indikator

Peserta PLPG mampu

a. Memilih media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran

b. Memanfaatkan media yang telah dipilih untuk keperluan pembelajarannya.

2. Uraian Materi

297

Media pembelajaran dalam teknologi pendidikan merupakan bagian dari

sumber belajar yang digolongkan kedalam bahan dan alat.

Media pembelajaran merupakan saluran komunikasi untuk menyampaikan

pesan dari sumber peran kepada penerima peran. Dalam hal ini dapat dicontohkan

guru sebagai sumber pesan menyampaikan materi pembelajaran (peran) dengan

media power point kepada penerima pesan (siswa). Kedudukan media dari contoh

tersebut diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 55. Kedudukan Media

Berdasarkan ilustrasi tersebut, media merupakan saluran komunikasi

pembelajaran. Media pembelajaran menurut Yusufhadi Miarso (2004, h. 458=460)

didefinisikan segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan, serta dapat

merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat

mendorong terjadinya proses belajar yang di sengaja, bertujuan dan terkendali.

Sedangkan kegunaan dari media pembelajaran (Yisifhadi Miarso, 2004, h. 458-460)

adalah:

298

a. Memberikan rangsangan kepada otak siswa sehingga otak siswa dapat berfungsi

optimal.

b. Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa.

c. Melampaui batas ruang kelas.

d. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.

e. Menghasilkan keseragaman pengamatan

f. Membangkitkan keinginan dan minat baru.

g. Membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar

h. Memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu yang konkrit

maupun abstrak.

i. Media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, pada tempat

dan waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri.

j. Meningkatkan kemampuan keterbatasan baru.

k. Meningkatkan efek sosialisasi (kesadaran) akan dunia sekitar)

l. Meningkatkan kemampuan ekspresi dan siswa.

Berdasarkan definisi dan kegunaan media pembelajaran di atas, maka guru di

dalam perangkat pembelajarannya selain silabus, RPP, bahan ajar juga dilengkapi

dengan media pembelajaran. Media pembelajaran dapat dirancang sendiri oleh guru

atau memanfaatkan dari media yang telah tersedia.

Perangkat pembelajaran media pembelajaran merupakan sub sistem dari

sistem pembelajaran di kelas yang Anda bina. Jika sub sistem media tidak disediakan

maka akan terdapat kesenjangan dalam mencapai tujuan pembelajaran seperti

perbedaan persepsi terhadap materi pembelajaran. Dampaknya hasil belajar siswa

tidak optimal.

Media pembelajaran dapat dipilih oleh guru sesuai dengan tujuan

pembelajaran dan dapat dimanfaatkan di dalam kelas atau di luar kelas sesuai

kegiatan belajar yang akan dilakukan siswa.

299

a. Pemilihan Media Pembelajaran

Media pembelajaran pada perkembangan sekarang ini sangat beragam. Ada

media penyaji, media objek dan media interaktif. Media penyaji yaitu media yang

mampu menyajikan informasi. Misal gambar, poster, foto (yang digunakan sebagai

alat peraga), transparansi, radio, telepon, film, video, televisi, multimedia (kit). Media

objek yaitu media yang mengandung informasi seperti realia, replika, modul, benda

tiruan. Media interaktif yaitu media yang memungkinkan untuk berinteraksi selama

mengikuti pembelajaran. Misal scrabble, puzzle, simulator, laboratorium, atau

komputer.

Selain taksonomi media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh guru,

kriteria dalam memilih media juga harus diperhatikan. Kriteria tersebut adalah:

1) Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

2) Tepat untuk mendukung materi pembelajaran

3) Praktis, luwes dan tahan lama

4) Guru terampil menggunakannya

5) Jumlah peserta didik

6) Mutu teknis media pembelajaran seperti ketersediaan energi listrik, cahaya di

dalam ruangan.

Guru diharapkan tidak memilih media karena suka dengan media tersebut. Di

samping itu, diharapkan juga tidak langsung terbujuk oleh ketersediaan beragam

media canggih yang sudah semakin pesat berkembang saat ini seperti komputer.

Yang perlu diingat, media yang dipilih adalah untuk digunakan oleh peserta didik

kita dalam proses belajar. Jadi, pilihlah media yang dibutuhkan untuk

menyampaikan topik mata pelajaran, yang memudahkan peserta didik belajar, serta

yang menarik dan disukai peserta didik.

Menurut Bates (1995), pemilihan media berbasis teknologi komputer antara

lain akses, biaya, pertimbangan pedagogis, interaktivitas dan kemudahan

penggunaan, pertimbangan organisasi, kebaruan (novelty), dan kecepatan.

300

Pertimbangan mengenai akses pada dasarnya mempertanyakan sejauh mana peserta

didik memiliki akses terhadap media yang akan digunakan dalam mempelajari paket

bahan ajarnya? Pertimbangan biaya berlaku bagi sekolah maupun peserta didik,

yaitu seberapa mahal/murah media yang dipilih untuk digunakan oleh sekolah dan

peserta didik sebagai paket bahan ajar (biaya produksi atau pengadaan oleh sekolah,

biaya akses dan daya beli untuk peserta didik). Pertimbangan pedagogis merupakan

pertimbangan yang berkenaan dengan tujuan pembelajaran serta karakteristik

materi keilmuan yang akan disampaikan dan dipelajari peserta didik. Pertimbangan

interaktivitas dan kemudahan penggunaan pada dasarnya mempertanyakan sejauh

mana media yang dipilih dapat memfasilitasi interaksi yang diperlukan dalam

pembelajaran, dan sejauh mana media tersebut mempermudah peserta didik dalam

belajar? Pertimbangan mengenai organisasi merupakan pertimbangan manajerial

meliputi pengelolaan media dalam proses pembelajaran, dan pasca proses

pembelajaran (penyimpanan, dll). Pertimbangan novelty berkenaan dengan tingkat

kebaruan suatu media sehingga seringkali menimbulkan antusiasme berlebihan dan

atau kesukaran beradaptasi serta siklus hidup suatu media. Pertimbangan tentang

kecepatan suatu media berkenaan dengan kemampuan suatu media menyampaikan

informasi secara cepat dan tepat (timeliness) kepada didik.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri

melainkan saling berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan media yang terbaik,

sehingga dapat membantu proses belajar peserta didik secara optimal. Oleh karena

itu, ragam media yang digunakan harus dipilih berdasarkan pertimbangan yang

bijaksana.

Ragam media (Cecep Kustandi, 2010) dapat dipilih meliputi:

1) Media cetak

a. Buku-buku atau buku pelajaran yang sudah beredar di toko buku, atau buku

pelajaran yang khusus ditulis dan kembangkan sendiri.

b. Panduan belajar bagi peserta didik khusus di kembangkan untuk mendampingi

buku pelajaran.

301

c. Kliping koran/majalah/artikel/tulisan lepas tentang mata pelajaran yang di

susun sendiri.

d. Poster, peta, label, gambar-gambar cetak, foto, grafik, formulir, brosur,

pamphlet, yang diperlukan untuk memperjelas konsep/teori/prinsip/prosedur

yang disajikan dalam bahan ajar.

e. Lembar kegiatan peseta didik khusus dikembangkan untuk memandu peserta

didik melakukan latihan, tugas, praktek, praktikum, dan digunakan untuk

melengkapi buku pelajaran.

2) Media audio/visual

a. Kaset audio/CD audio

b. Siaran radio (radio broadcasts)

c. Slide (film bingkai)

d. Film

e. Kaset video/CD video

f. Tayangan TV (TV broadcasts)

g. Video interaktif

h. Pembelajaran berbantuan komputer (simulasi, Computer Assisted Instruction)

3) Media Praktek/Demonstrasi

a. Flora atau fauna asli yang ada di sekitar sekolah Model atau realita

b. Laboratorium dan peralatannya

c. Alat atau model yang dibuat instruktur bersama peserta didik dari material atau

barang bekas yang tersedia di sekitar sekolah

d. Alat atau model yang tersedia di toko (alat-alat musik, dll)

e. Laboratorium alam (hutan atau kebun buatan, kebun raya, sawah, kolam,

kandang ternak, dll).

f. Laboratorium yang ada di sentra industri pabrik, atau perusahaan Herbarium

buatan peserta didik.

g. Pasar

h. Museum

302

4) Media lainnya

a. game atau perangkat permainan yang dijual di toko, seperti scrabbles untuk

mengajarkan vocabulary bahasa Inggris, kartu tambah-kurang kali-bagi,

flashcard, dan lainnya

AECT (Association for Educational Communication and Technology)

mengungkapkan pendapat serupa dimana fungsi pemanfaatan adalah

mengusahakan agar pembelajar dapat berinteraksi dengan sumber belajar atau

komponen pembelajaran. Fungsi ini penting karena memperjelas hubungan

pemelajar dengan bahan dan sistem pembelajaran (Yusufhadi Miarso, 1986, h. 194).

Fungsi pemanfaatan merupakan fungsi yang cukup penting karena

memperjelas hubungan pemelajar dan sistem pembelajaran. Pemelajar akan

menggunakan suatu sumber belajar jika ia mengetahui bahwa dengan menggunakan

sumber belajar tersebut ia akan memperoleh keuntungan dalam proses

pembelajarannya.

Menurut Sadiman dkk (1993, h. 189-190) ada dua pola dalam memanfaatkan

media yaitu:

1) Pemanfaatan media dalam situasi kelas, yaitu dimana pemanfaatannya

dipadukan dengan proses pembelajaran di situasi kelas untuk mencapai tujuan

pembelajaran tertentu.

2) Pemanfaatan media di luar kelas situasi kelas, pemanfaatan ini dibagi menjadi

dua kelompok utama.

a) pemanfaatan secara bebas, ialah media digunakan sesuai kebutuhan masing-

masing, biasanya digunakan secara perorangan. Dalam pemanfaatan secara

bebas, kontrol atau kendali berada pada individual, dimana penggunaannya

disesuaikan dengan kebutuhannya.

303

b) Pemanfaatan secara terkontrol, ialah bahwa media itu digunakan dalam

suatu rangkaian kegiatan yang diatur untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Supaya media dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, ada tiga langkah

dalam menggunakannya, yaitu:

a) Persiapan sebelum menggunakan media

Sebelum menggunakan media, persiapan yang dilakukan dapat berupa

mempelajari petunjuk penggunaan, mempersiapkan peralatan, serta menetapkan

tujuan yang akan dicapai.

b) Kegiatan selama menggunakan media

Kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis media yang digunakan.

c) Kegiatan tindak lanjut

Tindak lanjut dilakukan untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai dan untuk

memantapkan pemahaman terhadap materi instruksional yang disampaikan

melalui media bersangkutan.

Prosedur pemanfaatan tersebut dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan

pola pemanfaatan. Sebagai contoh, perhatikan ilustrasi berikut ini.

1. Tahap persiapan

a. Kepala sekolah menentukan tujuan penggunaan media pembelajaran, misal

untuk menjelaskan konsep pembelajaran kuantum, dengan sasaran guru di

sekolah.

b. Kepala sekolah menyiapkan penggandaan media power point yang telah

disusun (misal power point terlampir).

c. Kepala sekolah memeriksa, ruangan, alat, listrik sebelum pelaksanaan pelatihan.

2. Tahap pelaksanaan

a. Kepala sekolah menyajikan sesuai dengan metode dan waktu tersedia

b. Kepala sekolah meminta peran serta peserta pelatihan sesuai dengan prosedur

pembelajaran.

304

3. Tindak lanjut

a. Guru sebagai peserta pelatihan diminta mempraktekkan.

b. Kepala sekolah memberikan umpan balik.

Contoh:

1. Penyajian media power point. Pada saat penjelasan materi, kepala sekolah tidak

boleh membaca pada laptop tetapi menggunakan pen pointer yang ditunjukkan

pada layar.

2. Materi tidak dibaca tetapi dijelaskan dengan ilustrasi Tetap menjaga kontak mata

antara kepala sekolah dengan guru pada saat penyajian.

Guru dalam merancang media pembelajaran flipchart, harus memperhatikan

jumlah peserta didik, biaya, ukuran tulisan, ukuran gambar, warna dan lain-lain.

Untuk menghemat biaya dapat digunakan bagian belakang kalender yang sudah

tidak dimanfaatkan (ukuran 60 x 40 cm).

b. Pemanfaatan Media Pembelajaran

Pemanfaatan media pembelajaran identik dengan penggunaan media

pembelajaran. Menurut Heinich (1983), pemanfaatan merupakan satu komponen dari

model sistem pembelajarannya yang disebut utilisasi. Utilisasi (pemanfaatan)

merupakan satu tugas pembelajaran (guru) dalam membantu mempermudah siswa

belajar.

305

Seels dan Richey (2002, h. 50) dalam buku Teknologi Pembelajaran

mendefinisikan pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber

untuk belajar. Berdasarkan definisi tersebut, maka pemanfaatan merupakan aktivitas

menggunakan serangkaian operasi atau kegiatan yang diarahkan pada suatu hasil

belajar dan segala sesuatu yang mendukung terjadinya belajar (seperti: sistem

pelayanan, bahan pembelajaran dan lingkungan).

306

307

308

309

310

311

Contoh lain agar pemanfaatan siaran langsung pendidikan di sekolah

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut, yaitu. persiapan, pelaksanaan, dan

tindak lanjut.

a. Persiapan sebelum menggunakan media

Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, perlu dibuat

persiapan yang baik pula. Terlebih dahulu guru dan siswa mempelajari buku

petunjuk yang telah disediakan. Bila pada petunjuk disarankan untuk membaca

buku atau bahan belajar lain yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai,

sebaiknya hal tersebut dilakukan karena akan memudahkan para pengguna dalam

belajar menggunakan media. Peralatan yang diperlukan untuk menggunakan

media itu juga perlu disiapkan sebelumnya, sehingga pada saat menggunakannya

nanti, tidak akan terganggu pada hal-hal yang mengurangi kelancaran

penggunaan media itu.

b. Pelaksanaan selama menggunakan media

Dalam penggunaan media hal yang perlu diperhatikan adalah suasana

ketenangan. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu perhatian dan

konsentrasi harus dihindarkan. Bila kita menulis atau membuat gambar atau

membuat catatan singkat, usahakan hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi.

Jangan sampai perhatian banyak tercurah pada apa yang tertulis sehingga tidak

dapat memperhatikan sajian media yang sedang berjalan.

c. Kegiatan tindak lanjut

Maksud kegiatan tindak lanjut adalah untuk melihat apakah tujuan yang

telah ditetapkan telah tercapai untuk memantapkan pemahaman terhadap materi

pelajaran yang disampaikan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan

soal tes yang akan dikerjakan dengan segera sebelum siswa lupa isi materi itu.

Contoh:

312

Gambar 57. Kegiatan tindak lanjut

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memanfaatkan media

pembelajaran adalah kebutuhan siswa. Jika siswa berkebutuhan khusus (misal

tuna netra) maka guru mempersiapkan media pembelajaran audio karena gaya

belajar cenderung auditif.

Siswa diberitahukan untuk terlibat atau berpartisipasi aktif dengan media

pembelajaran. Guru perlu memberikan umpan balik dan penguatan agar

pembelajaran bermakna.

d. Merancang Kegiatan Pembelajaran PAUD berbasis TIK

Pemanfaatan TIK pada Pembelajaran Anak Usia Dini sesuai Tingkatan

Perkembangan Teknologi bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan,

memiliki sisi positif dan negatif. Untuk itu implementasinya pun akan berbeda

pada setiap usia perkembangan anak. Pemanfaatan TIK pada pembelajaran anak

usia dini membawa beberapa konsekuensi yang harus menjadi perhatian guru dan

pengelola. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1) Beraktivitas dengan perangkat TIK, harus siap dengan hal-hal yang tidak

terduga. Perlu persiapan yang matang sehingga pada saat pelaksanaannya,

dapat dihindari hal-hal tak terduga yang dapat mengakibatkan tidak efektifnya

waktu bermain anak. Jika perangkat tidak dipersiapkan dengan baik dan

313

diperiksa sebelum digunakan, kemungkinan “kaset kusut” bisa terjadi dan ini

akan menghambat proses pembelajaran.

2) Perlu antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kaset kusut.

Guru harus mengantisipasinya dengan menyiapkan rencana cadangan jika

terjadi kaset kusut, atau komputer error.

Berikut adalah contoh pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran pada

anak usia 5 6 tahun: Pada usia ini, pemanfaatan TIK sudah bisa dilakukan lebih

meningkat. Bahkan bila memungkinkan guru sudah dapat memperkenalkan

kepada anak tentang perangkat TIK, misalnya pengenalan perangkat keras

(hardware) yang bisa dilihat dan dipegang langsung oleh anak, misalnya: CPU,

monitor, mouse, keyboard dan printer.

3. Rangkuman

• Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan

materi pembelajaran. Tiap jenis media memiliki kegunaan masing-masing dengan

karakteristik media.

• Pemilihan media pembelajaran didasarkan beberapa kriteria seperti, tujuan

pembelajaran, peserta didik, kemampuan media, dan lain-lain.

• Media pembelajaran yang akan digunakan dalam sistem pembelajaran dengan

pola kurikulum guru media siswa dikategorikan media yang dirancang dan media

jadi.

• Pemanfaatan media pembelajaran melalui tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan

tahap tindak lanjut.

4. Latihan

1. Jika Anda akan membelajarkan peserta didik tentang sikap saling tolong

menolong, media pembelajaran apa yang Anda akan pilih? Tujuan pembelajaran

yaitu siswa dapat menunjukkan rasa empati kepada orang lain.

314

2. Bagaimanakah cara Anda memilih dan memanfaatkan media pembelajaran?

Jelaskan dan beri contoh.

Petunjuk jawaban latihan

1. a. Media pembelajaran film karena film dapat menyentuh emosi siswa.

b. Film pembelajaran harus dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran.

c. Film pembelajaran yang telah tersedia dipilih dari katalog yang ada apakah

meminjam dari Pustekkom DepDikNas atau mencari di pasaran.

d. Sebelum dimanfaatkan film dicoba terlebih dahulu agar dapat terjaga kualitas

perannya.

2. Tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap tindak lanjut. Penjelasan sesuai

dengan contoh.

5. Tes Formatif 3

1. Media pembelajaran dalam sistem komunikasi merupakan komponen:

a. Sumber

b. Pesan

c. Saluran

d. Penerima

2. Kriteria utama dalam memilih media:

315

a. Kemampuan media

b. Tujuan pembelajaran

c. Jumlah siswa

d. Kemudahan penggunaan

3. Media yang merupakan objek pengganti, kecuali:

a. Mock up

b. Simulator

c. Model

d. Realia

4. Media yang dapat dengan mudah membangkitkan efek emosi:

a. Audio

b. Film

c. Video

d. Radio

5. Kriteria pertama pemilihan media yang berbasis teknologi komputer

a. Akses

b. Biaya

c. Kemudahan penggunaan

d. Kecepatan

6. Komponen media yang dibuat sendiri oleh guru, kecuali:

a. Tujuan

b. Materi

c. Strategi

d. Evaluasi

7. Prosedur memanfaatkan media kecuali:

a. Pengumpulan bahan

b. Persiapan

c. Pelaksanaan

d. Tindak lanjut

316

8. Scrabble, puzzle tergolong media pembelajaran:

a. Penyaji

b. Objek

c. Permainan

d. Interaktif

9. Jika tujuan pembelajaran adalah siswa mampu mendeskripsikan komponen mesin

kendaraan, dengan situasi laboratorium otomotif maka media yang dipilih:

a. Realia

b. Model

c. Foto

d. Gambar

10.Manfaat media pembelajaran kecuali:

a. Meningkatkan perhatian siswa

b. Memberikan kesamaan persepsi materi pembelajaran

c. Memberikan hiburan kepada siswa

d. Memberikan rangsangan pada indera siswa.

Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif 3. Jika jawaban Anda

kurang tepat bacalah kembali kegiatan belajar modul ini. Analisislah alasan jawaban

yang Anda pilih, mengapa tepat dan kurang tepat. Jika jawaban Anda benar 80%

lanjutkan pada modul kegiatan belajar 4.

6. Kunci Jawaban

1. c

2. b

3. c

4. d

5. b

317

6. a

7. c

8. d

9. a

10. c

7. Daftar Pustaka

Arif S. Sadiman, dkk (1986), Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatanya. Jakarta: Rajawali.

Bates, A.W. (1995). Technnology, Open Learning anda Distance EducatiEducation. London:

Routledge.

Cecep Kustandi (2010). Menggunakan Media Pembelajaran di dalam Pelatihan. (Makalah

ToT)

Yusufhadi Miarso (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Seels, B. Barbara dan Rickey, Rita C. (2002). Teknologi Pembelajaran (Terjemahan Dewi S.

Prawiradilaga, dkk). Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

AECT (1986). Definisi Teknologi Pendidikan (Terjemahan Yusufhadi Miarso). Jakarta:

Rajawali Pers.

318

D. PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR ANAK USIA DINI

Lingkungan merupakan hal yang penting bagi perkembangan anak usia dini

karena dapat mempengaruhi perkembangan anak melalui perasaan yang terbentuk,

kenyamanan yang dirasakan, kesempatan untuk berinteraksi yang diberikan oleh

lingkungan yang dirancang sedemikian rupa. Lingkungan membantu pengaktualisasian

potensi anak yang telah dibawa sejak lahir. Berbagai komponen yang terdapat pada

lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan anak, mulai dari ukuran ruangan atau

tempat yang tersedia, ketersediaan area bermain di luar, warna dinding yang

digunakan, tipe perabot dan lantai serta jumlah jendela yang tersedia dapat

mempengaruhi proses anak belajar.

SETTING LINGKUNGAN

Adapun lingkungan pendidikan yang dihadapi seseorang dalam proses

perkembangannya sebagai berikut:

1. Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.

Dikatakan pertama karena sejak anak masih ada dalam kandungan dan lahir berada

dalam keluarga. Dikatakan utama karena keluarga merupakan yang sangat penting

dalam proses pendidikan untuk membentuk pribadi yang utuh. Suasana yang ada

dalam keluarga memungkinkan berkembangnya kreativitas. Semua sifat dan sikap

itu dapat ditanamkan pada anak dalam upaya mengembangkan kreativitasnya

Adanya bermacam-macam alat permainan menyebabkan anak-anak senang bermain.

2. Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang kedua. Pada

lingkungan ini kreativitas anak sebaiknya dikaitkan dengan pelajaran. Guru

mempunyai dampak yang besar tidak hanya prestasi pendidikan anak tetapi juga

pada sikap anak terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Guru dapat

melumpuhkan kemelitan (rasa ingin tahu) alamiah, merusak, motivasi, harga diri

319

dan kreativitas anak, namun juga sebaliknya guru dapat melatih ketrampilan bidang

pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam bidang khusus, seperti bahasa,

matematika, atau seni. Pada umumnya orang melihat ini sebagai pekerjaan dan tugas

guru. Sampai batas tertentu, guru juga dapat mengajarkan ketrampilan kreatif cara

berpikir menghadapi masalah secara kreatif, atau teknik teknik untuk memunculkan

gagasan-gagasan orisinal. Keterampilan seperti ini dapat diajarkan secara langsung,

tetapi paling baik disampaikan melalui contoh.

Sekolah yang bagus dan ideal adalah sekolah yang tenang dan menyenangkan bagi

anak usia dini. Tingkat kreativitas akan selalu meningkat sesuai dengan tingkat

pendidikan anak, hal ini seiring dengan tingkat kematangan, kecerdasan dan

pengalaman anak.

3. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat lebih luas dan kompleks, sehingga agak sulit

mengawasinya. Namun demikian lingkungan ini memberi kesempatan yang sangat

luas bagi anak untuk mengembangkan kreativitasnya. Pada lingkungan masyarakat

dibedakan menjadi 4 macam:

a. Tempat tinggal

b. Tempat Kerja

c. Organisasi

d. Tempat Bergaul

ALAT PERMAINAN (BAHAN PERMAINAN)

Sumber belajar bagi anak adalah segala sesuatu yang dipergunakan untuk belajar

anak baik dalam bentuk alat maupun bahan yang mengembangkan semua kemampuan

anak dengan cara bermain. Salah satu sumber belajar yang menjadi media pembelajaran

anak usia dini adalah Alat Permainan Edukatif atau APE. Media belajar anak atau APE

bisa berupa apa saja yang dipergunakan untuk bermain. Berdasarkan bahannya APE

320

dapat digolongkan menjadi: APE buatan, APE alami, APE bahan campuran. APE

buatan adalah APE yang pembentukannya di buat oleh manusia, baik dengan cara

manual maupun dibuat oleh pabrik. APE alami adalah segala sesuatu yang berasal dari

alam yaitu air, pasir, tanah liat, daun, pantai. Hal-hal yang syarat utama media yang

sesuai dengan kebutuhan anak :

a. Aman.

APE harus aman artinya bahan maupun bentuknya tidak berbahaya bagi anak,

misalnya : bahan cat tidak beracun, tidak lancip, tidak tajam.

b. Mengembangkan kemampuan anak.

APE harus mengembangkan kemampuan anak yaitu meliputi 8 jenis kecerdasan:

kecerdasan logika, kecerdasan matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik,

kecerdesan musik, kecerdasan naturalistik, intrapersonal, interpersonal, linguistik,

dan spiritual.

c. Sesuai bentuk dan ukuran

Bentuk dan ukuran APE yang digunakan untuk anak harus sesuai dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini yaitu tidak terlalu besar/ tinggi,

atau tidak terlalu kecil sesuai dengan usia anak.

d. Menarik

APE sebaiknya didesain sedemikiam rupa sehingga anak tertarik untuk mengambil,

dan kemudian memainkannya. Pada umumnya APE dibuat dengan warna-warni

yang mencolok, kemudian pada bentuk dan kemudian pada cara bermain bahan

tersebut.

e. Tidak bertentangan dengan nilai sosial dan agama

Mendidik anak tidak semata-mata mengembangkan kemampuan anak saja, tetapi

juga membentuk anak menjadi anak yang bertakwa juga membentuk anak yang

memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sehingga APE yang digunakan anakpun sebaiknya

321

tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai sosial yang berlaku di

masyarakat dimana anak bertempat tinggal. Di mana untuk memperoleh media

tersebut adalah:

� Memanfatkan bahan-bahan yang tersedia di lingkungan sekitar.

� Membeli dari pabrikan atau buatan.

� Membuat sendiri oleh tenaga pendidik.

� Area Drama, yang di dalamnya mencakup peralatan perlengkapan dapur, kursi

dan meja, telepon, perlengkapan kebersihan, rak pakaian untuk menyimpan

kostum

� Area seni, terdiri dari: variasi warna, menggambar, krayon, kertas gambar

� Area musik, terdiri dari: peralatan musik (piano, gitar, drum, angklung)

� Area menulis, mendengar, dan perpustakaan, yang terdiri dari: buku-buku cerita,

majalah anak, tape recorder, kertas, variasi warna, alat tulis, dll)

� Area balok, yang terdiri dari: aneka bentuk balok mainan, lego, mainan jenis-jenis

alat transportasi

� Area sains, yang terdiri dari: aquarium, piring, gelas, alat pengukur, magnet, bak

dan ember plastik

� Area permainan (games) / matematika / manipulasi, yang terdiri dari: puzzle,

boneka tangan,

� Area pekerjaan, yang terdiri dari: perlengkapan mainan berbagai profesi,

misalnya: perlengkapan dokter (suntikan, stetoskop, tabung infus, dll),

perlengkapan petani (cangkul, caping, sabit), dll.

� Area air dan pasir, yang terdiri dari: bak air dan pasir, gelas plastik, sendok pasir,

ember, alat cetak kue), dll.

� Area olah raga, terdiri dari: bola besar, bola kecil, tali skipping, raket, meja

pingpong, kaos olah raga, dll.

� Area ruang konseling, terdiri dari: televisi, video, cermin besar, sofa, tempat

tidur, dll.

322

� Area penyimpanan (gudang), terdiri dari: peralatan dan perlengkapan yang

sudah tidak terpakai.

PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN

Penyediaan lingkungan sebagai pendukung dalam proses pengembangan potensi

anak usia dini membutuhkan kaidah-kaidah yang tepat, sehingga apa yang telah

direncanakan dapat direalisasikan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Pengembangan tersebut memiliki beberapa prinsip:

- Anak harus dapat bebas bergerak di dalam kelas

- Masing-masing anak harus mampu diamati satu persatu

- Anak sering menggunakan alat yang telah disediakan untuk mereka

- Yakin bahwa masing-masing anak melihat atau mudah menemukan alat atau

material yang memang disediakan untuk mereka.

Proses pengembangan sarana dan prasarana pada lembaga PAUD dilakukan

melalui tahapan-tahapan yang dijelaskan pada penjabaran di bawah ini.

� Perencanaan

Sebelum menyiapkan sarana dan prasarana, perlu dibuat sebuah perencanaan yang

matang dan terprogram. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana dapat berupa

perencanaan kebutuhan sarana yang perlu diadakan, perencanaan mengganti sarana

yang sudah tidak layak, perencanaan perbaikan jika masih memungkinkan untuk

digunakan kembali, perencanaan budget, serta perencanaan waktu untuk

merealisasikannya.

� Pengadaan dan Pengorganisasian

Menyiapkan suatu kegiatan sekolah untuk pendidikan anak usia dini, dapat

diumpamakan bila akan main sandiwara, guru mempunyai tugas mempersiapkan

panggung, tempat pertunjukan akan dilakukan. Ruang kelas harus dipersiapkan, semua

perabotan, peralatan dan perlengkapan harus di susun sedemikian rupa yang akan

323

diperuntukan kegiatan belajar mengajar sepanjang tahun ajaran yang akan datang.

Lingkungan fisik diatur agar dapat menarik bagi anak untuk bisa berkreativitas, hal ini

dapat diatur dengan adanya tempat buku, seni, meja-meja untuk kepentingan

permainan anak. Lingkungan kelas mempunyai nilai tertentu bagi anak didik. Ruangan

yang tidak rapih akan memberikan kesan kepada anak bahwa tidak apa-apa kalau ia

meninggalkan kertas di sembarang tempat. Sehari-hari di sekolah, kegiatan anak dapat

dilakukan dalam kelompok besar, kecil atau individual. Untuk hal tersebut, setiap kali

guru harus mengorganisasikan ruang dan material sesuai dengan kegiatan yang akan

dilakukan.

Ruang kelas hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga mudah dipergunakan

untuk melaksanakan program. Bila memungkinkan lantai ruang diberi alas sehingga

bersih. Dinding harus ditata agar lebih menarik. Berikan ruang di dinding untuk

menempel berita yang aktual dan menarik bagi anak. Papan tulis dan kapur perlu

bergantung pada sebagian dinding. Jendela ruang dapat membantu penyinaran di

dalam ruang. Apabila memungkinkan sebaiknya ada kran air diperlukan apabila anak

mencuci tangan atau untuk membersihkan ruang. Kamar mandi atau kamar kecil perlu

di dalam sarana ruang kelas.

Ruang kelas anak usia dini biasanya merupakan kelas yang di organisasikan

sesuai dengan pusat-pusat kegiatan. Masing-masing pusat kegiatan memiliki program

tertentu. Pusat kegiatan tersebut selalu berorientasi pada anak sebagai pusat bukan

orang dewasa. Setiap kali diharapkan agar anak selalu aktif dalam mengikuti kegiatan

baik yang bersifat kelompok-kelompok besar, kecil ataupun dalam kegiatan individual.

Pengadaan ruang tenang juga diperlukan oleh anak agar anak yang ingin menyendiri,

dapat memisahkan diri dari kelompok dan teman. Tempat tersebut dapat berubah kursi

goyang bantal besar yang ada di lantai, kotak karton besar yang dipotong atau sisinya

sehingga anak dapat masuk ke dalamnya.

Setelah direncanakan, harus segera direalisasikan dengan baik. Kepala lembaga

PAUD atau koordinator dapat menunjuk orang yang dapat diamanatkan dalam

324

pengadaan sarana ini. Penempatan sarana dan prasarana yang sudah tersedia atau

dimiliki disesuaikan dengan kebutuhan dan rencana awal. Anak-anak perlu

disosialisasikan dan diberi pengertian akan penggunaannya, kemudian mereka pun

dibiasakan untuk merasa memiliki sarana yang sudah disediakan, baik yang berupa

media, alat peraga, alat permainan, sumber belajar dan lain sebagainya

� Pengawasan

Selama anak-anak menggunakan sarana dan prasarana tersebut para tutor ataupun

pendidik wajib melakukan pengawasan kepada mereka. Anak-anak diajak untuk

bertanggung jawab dan memperlakukan sarana pembelajaran tersebut dengan baik. Di

samping itu, guru juga selalu memerhatikan beberapa sarana yang mudah rusak

sehingga segera ada tindak lanjut untuk mengganti atau memperbaikinya.

� Pemeliharaan

Setiap sarana dan prasarana perlu dirawat dan dipelihara, terutama pada alat-alat

permainan dan media pembelajaran perlu ada wadah atau tempat penyimpanannya.

Setiap benda yang telah digunakan harus dikembalikan ke tempat semula. Guru dan

anak-anak harus terbiasa berdisiplin dalam merawat berbagai sarana yang digunakan.

Penggunaan alat sebaiknya sesuai dengan fungsinya, tidak dirusak. Jika anak

berimajinasi untuk menggunakan sarana di luar kebiasaan fungsinya, tetap

diperkenankan dengan catatan tidak membahayakan diri, orang lain dan juga alatnya.

� Evaluasi

Setiap guru ataupun pengelola dapat mengevaluasi setiap sarana dan prasarana

pembelajaran yang telah tersedia atau digunakan oleh anak. Sejauh mana sarana

tersebut dapat membantu menstimulasi perkembangan anak. Keamanan dari sarana

tersebut pada saat digunakan oleh anak. Observasi juga dapat dilakukan oleh guru

dalam mengidentifikasi fungsi sarana dan prasarana dari segi estetika atau

kemenarikannya. Serta menjadi acuan dalam melakukan revisi, perbaikan, penggantian,

atau bahkan peniadaan jika sarana tersebut tidak memberi pengaruh positif dan

memberi dampak negatif bagi anak.

325

Untuk memastikan keefektifan ruang bermain anak, anda harus mengamati dan

mengevaluasi bagaimana anak menggunakan ruang-ruang tersebut. Anda dapat

melakukannya selama bekerja atau proses pembelajaran/bermain, ketika anak memilih

sendiri aktivitas bermain kesukaan mereka. Pengamatan yang berlangsung

memungkinkan anda mengetahui benda-benda yang selalu di pilih anak, bagaimana

benda tersebut digunakan, dan bagaimana anak berhubungan dengan teman

sepermainannya. Berikut beberapa contoh yang dapat dijadikan acuan dalam

mengevaluasi keefektifan sarana dan prasarana lingkungan:

Bagaimana Anak Memilih Ruang Bermain untuk Pengembangan Potensi

• Ruang mana yang jarang digunakan saat bekerja?

• Ruang dan benda apa yang biasanya dipilih?

• Apakah area dan alat permainan memungkinkan anak bermain dengan aman?

• Apakah anak memilih benda yang sama, mirip atau berbeda setiap hari?

• Dapatkah anak menemukan benda dan menaruhnya kembali dengan sendirinya?

• Apakah anak menunjukkan adanya pemilihan benda atau mainan yang sesuai

dengan jenis kelamin atau latar budaya?

Bagaimana Anak Menggunakan Benda

• Apa yang sebenarnya mereka lakukan dengan benda-benda yang mereka pilih?

• Apakah anak memiliki kemampuan untuk menggunakan benda tersebut dengan

baik?

• Apakah anak menggunakan benda dengan tepat dan kreatif?

• Jenis benda apa yang merangsang permainan drama? Permainan kelompok?

• Apakah anak yang berbeda bermain dengan cara berbeda dengan benda yang

sama

• Benda mana yang paling lama menarik minat anak?

• Bagaimana pemilihan benda berubah dalam satu tahun ajaran?

326

• Apakah ada benda yang cukup sehingga anak tetap terlibat dengan serius?

• Apakah benda yang ada menggambarkan latar belakang anak dan kehidupan

keluarga?

• Apakah anak memelihara benda dan mengembalikan kembali pada tempatnya?

E. MENCIPTAKAN LINGKUNGAN UNTUK ANAK USIA DINI (CREATING

ENVIRONMENT FOR CHILDREN)

Penataan ruangan yang kondusif merupakan hal terpenting dari keberhasilan

pembelajaran bagi anak usia dini. Ruangan belajar/bermain erat kaitannya dengan

lingkungan sekitar ruangan itu berada. Dalam konsep perencanaan pembagian ruang

pada umumnya diklasifikasikan menjadi dua hal, yaitu ruang indoor serta ruang

outdoor.

1. Lingkungan Indoor

NAEYC menyatakan bahwa luas ruang gerak anak berkisar 30-40 ftsq/anak

(berkisar 1m2 per anak) Ruang indoor terdiri dari ruang aktivitas bersama, ruang kelas,

ruang bermain indoor, ruang audio-visual, ruang komputer, ruang ibadah, kamar

mandi untuk anak, dapur, ruang administrasi, ruang pustaka, serta beberapa

area/sudut di setiap kelas. Setiap ruangan tersebut dilengkapi dengan beberapa sarana

yang berorientasi pada karakteristik dan kebutuhan anak. Beberapa hal yang harus

dipertimbangkan dalam menata ruang bermain anak, yaitu:

• Pisahkan tempat yang ramai dari tempat yang sepi

• Sekat setiap ruangan dengan menggunakan lemari buku atau perabot lain

• Pajang benda-benda pada ketinggian yang dapat dijangkau anak

• Pisahkan benda-benda untuk guru dengan benda anak

• Pastikan guru dapat melihat semua ruangan tanpa halangan

• Tempatkan sebuah area dekat dengan sumber yang dibutuhkan

• Rancang pola pengaturan sehingga anak tidak saling mengganggu

327

a. Ruang Kelas

Perbedaan yang mencolok dalam gaya pengaturan kelas sekitar tiga puluh tahun

yang lalu adalah antara kelas yang terbuka dan kelas yang tradisional. Pada umumnya

kelas terbuka mempunyai struktur yang tidak kaku, kurang ada tekanan terhadap

kinerja siswa, dan lebih banyak pada perhatian individual. Gerakan kelas terbuka yang

diprakarsai seputar tahun 1960 dinyatakan sebagai cara yang baik untuk memupuk

belajar yang bermakna dan kreativitas pada anak. Manfaat penting dari kelas terbuka

adalah penekanannya pada pembelajaran Individualized. Anak akan belajar lebih baik

jika program disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan anak serta gaya belajar anak

yang berbeda-beda. Pembelajaran yang diindividualisasikan didasarkan pada minat

dan pengalaman unik siswa. Di samping itu, ruang kelas hendaknya merangsang secara

visual, tanpa mengganggu perhatian. Ruangan kelas penuh dengan berbagai produk

hasil karya anak yang beragam. Ada lukisan foto, karangan, patung, dan karya-karya

lain. Bahan pendidikan yang beragam tersedia dalam jumlah yang banyak. Pusat sains

di dalam kelas mengandung berbagai material yang memungkinkan melakukan banyak

kegiatan dan eksperimen. Pusat membaca menampilkan buku dan artikel untuk tingkat

membaca yang berbeda-beda. Terutama untuk anak kecil ”pusat aktivitas” dimana

mereka dapat bermain dan bereksprerimen dengan macam-macam bahan, akan sangat

merangsang kreativitas. Anak-anak dapat mengusahakan bahan-bahan untuk kelas

mereka. Mereka dapat membawa objek-objek dari rumah, atau berbagi material.

Pengaturan ruang kelas yang luwes dan tidak konvensional merupakan tantangan bagi

siswa untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara kreatif.

Dalam merancanakan lingkungan pada pembelajaran, perlu diperhatikan

penyusunan ruangan dan penyediaan perlengkapan. Lingkungan dibuat oleh guru

secara refleks filosofi dengan adanya tujuan. Secara umum tujuan program yang

termasuk menolong siswa sebagai berikut:

1. Anak dapat memilih dan menentukan ide-idenya.

328

2. Belajar dan ketrampilan mengaplikasikan makna dalam sebuah konteks

3. Menyediakan berbagai bahan-bahan (material)

4. Adanya kemampuan kebutuhan komunikasi dan perasaan

5. Belajar menggunakan berbagai informasi dari: orang, bahan-bahan cetak dan bahan-

bahan visual

6. Dapat mengekspresikan kreativitasnya

Ruangan yang digunakan untuk kelas harus memperhatikan mobilitas dan

kenyamanan bagi anak, terutama pada rentang usia 2–4 tahun. Kelas tidak harus diisi

dengan bangku dan meja dalam jumlah yang banyak, jikapun ada sebaiknya diletakkan

di sudut ruangan. Ventilasi dan kebersihan ruang selalu dalam kondisi yang baik.

Anak-anak kelompok bermain dapat duduk di atas karpet dengan beragam formasi,

seperti lingkaran, segitiga, setengah lingkaran, dan lain sebagainya. Selain itu, kelas juga

perlu mendapat pencahayaan yang cukup terutama pencahayaan dari sinar matahari.

Hal penting lainnya adalah kelas harus jauh dari kebisingan. Penataan lingkungan dan

alat permainan juga hendaknya mudah diubah-ubah sesuai dengan aktivitas

pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Jika memungkinkan di dalam ruang kelas dapat disediakan perlengkapan,

seperti rak penyimpanan sarana belajar yang seukuran dengan tinggi anak, wadah-

wadah tempat penyimpanan media dan alat permainan edukatif, meja putar atau

berbentuk kotak di salah satu sudut ruangan. Serta dapat ditambahkan pula papan

display, penjadualan, papan prestasi, papan ekspresi, dan beberapa hiasan ruangan baik

yang digantung maupun yang ditempel di dinding atau di jendela. Dinding ruangan

sebaiknya dicat dengan warna-warna carah atau terang, demikian pula dengan

pemilihan ubin lantai. Sedangkan pada bagian pintu, guru dapat menempelkan figura

yang kreatif yang di dalamnya terdapat foto-foto wajah anak, kemudian menuliskan

nama kelasnya. Warna yang digunakan pada pintu dapat berupa warna carah atau yang

disesuaikan dengan warna dinding.

b. Sentra atau Area

329

Setiap ruang kelas sebaiknya dilengkapi dengan area-area atau sentra

pengembangan, seperti area balok, area dramatisasi, area art craft, area pustaka, serta

area manipulatif. Hal ini juga harus didasari oleh analisa kebutuhan dan

ketepatsasarannya dalam proses pembelajaran di satuan PAUD nonformal.

Area Balok dan Manipulatif

Dalam area balok dapat disediakan berbagai macam jenis balok, dapat berupa

balok-balok warna, balok dengan warna standard, balok dengan berbagai bentuk.

Puzzle dengan 3–4 keping, lego, lotto, lassy, alat-alat permainan bongkar pasang

lainnya, menara gelang, miniatur rumah, gedung-gedung bangunan serta berbagai

miniatur kendaraan dapat disertakan pula di dalamnya. Untuk persiapan ke tingkat

pendidikan selanjutnya, anak-anak dapat distimulasi dengan kartu-kartu huruf

bergambar, bentuk-bentuk angka 1–10, manik-manik, kancing, karet gelang, penjepit

kertas, serta media lainnya yang dapat dimanipulasikan oleh anak.

Area Sosiodrama

Sementara di area dramatisasi, guru-guru maupun lembaga penyelenggara

PAUD dapat menyiapkan berbagai sarana yang terkait. Hal ini dapat direalisasikan

dengan pengadaan media-media seperti beragam jenis boneka, baik boneka binatang,

boneka miniatur manusia, boneka tangan, atau boneka lainnya. Ditambahkan pula

dengan alat-alat permainan dramatisasi, seperti miniatur alat-alat rumah tangga,

miniatur kitchen set, miniatur peralatan dan perlengkapan berbagai profesi, pakaian-

pakaian profesi, pakaian-pakaian beberapa daerah, serta ditambahkan dengan cermin

seukuran anak atau lebih yang ditempelkan pada dinding.

Area Seni

Pada area art craft sarana yang perlu disiapkan antara lain, satu paket crayon

untuk setiap anak, cat-cat air, wadah bermain cat air, plastisin atau play dough, kertas

330

warna origami, kertas asturo, kertas cref, kertas folio, kertas gambar, lem, gunting,

spidol berbagai warna dan ukuran, serta peralatan lainnya.

Area Perpustakaan

Usia 2–3 tahun adalah awal bagi seorang anak untuk mengenal dan bereksplorasi

dengan buku, sehingga sangatlah tepat jika aktivitas keseharian anak di dalam kelas

disertai dengan interaksi mereka dengan berbagai buku yang sesuai dengan

karakteristik, kematangan, serta keberminatan mereka. Buku-buku tersebut ditata

dengan rapi pada rak-rak buku yang didisain dengan menarik, seukuran atau lebih

rendah dari tinggi anak. Perbendaharaan buku ini dapat berupa buku-buku bergambar

seri pengetahuan alam, buku gambar profesi, buku gambar kendaraan, buku

pengenalan warna, buku pengenalan bentuk, buku gambar tubuh dan panca indera,

buku-buku cerita, dan buku-buku lain yang dapat menambah kewacaan anak akan

tema yang dilaksanakan oleh mereka.

Area Circle time

Area ini biasanya digunakan untuk kegiatan koordinasi atau pengembangan

apersepsi. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa anak-anak dapat

berkumpul dan berdiskusi tanpa harus menggunakan kursi dan meja. Anak-anak dan

guru dapat melakukan aktivitas bersama di atas karpet berbentuk lingkaran dengan

gambar yang menarik yang disertakan bantal-bantal kecil. Area ini akan lebih baik jika

diletakkan di tengah-tengah kelas.

c. Ruang Bermain Indoor

Dalam ruang indoor, disediakan secara khusus area untuk bermain yang

dilengkapi beberapa alat permainan seperti rumah-rumahan, mobil-mobilan, papan

seluncur indoor, meja lego dengan APE lego beragam bentuk dan warna. Bola-bola

karet, area mandi bola, panggung bongkar pasang, hiasan dinding.

d. Ruang Audio-Visual

331

Pengembangan kemampuan bahasa, visual, musikal dan kinestetik anak dapat

dieksplorasi lebih luas di dalam ruang audio-visual ini. Ruangan ini dilengkapi dengan

televisi, VCD/DVD player, keping CD, tape radio, kaset-kaset lagu anak, alat-alat musik

seperti keyboard, gitar, tamborin, rebana dan sebagainya.

e. Ruang Ibadah

Aktivitas latihan beribadah pada dasarnya dapat dilakukan di area klasikal di

dalam kelas, akan tetapi untuk bisa mengakomodasi sarananya maka dibutuhkan ruang

khusus terkait dengan hal ini. Sarana yang dimaksud adalah beberapa locker atau rak-

rak yang digunakan untuk menyimpan sejadah, sarung, mukena, atau perlengkapan

ibadah lainnya yang sesuai dengan agama. Dalam ruang ini disediakan pula hiasan-

hiasan kelas yang bernuansa agama, dapat berupa hiasan gantung, hiasan tempel atau

alat-alat permainan yang mendukung.

f. Kamar mandi

Kamar mandi atau toilet adalah salah satu ruangan yang cukup penting di

lingkungan di mana aktivitas anak berlangsung. Kamar mandi untuk orang dewasa

sebaiknya dibedakan dengan kamar mandi untuk anak. Toilet yang digunakan anak

tidak diperkenankan dalam kondisi yang licin, sehingga perlu menggunakan lantai

yang kasat, atau menggunakan karpet kamar mandi yang cukup keras atau kasat.

Wastuffle yang digunakan harus di bawah tinggi anak, lebih tepatnya seukuran di

bawah dada anak. Demikian pula dengan penggunaan kloset yang disesuaikan dengan

kebutuhan anak. Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah keset di depan kamar

mandi sehingga meminimalisir keberbahayaan pada anak.

g. Dapur

Penggunaan dapur biasanya terbagi menjadi dapur bersih dan dapur kotor.

Dapur yang dapat digunakan oleh anak sebaiknya adalah dapur bersih, di mana anak

dapat belajar mengolah beberapa makanan atau minuman sederhana pada kegiatan

Cooking Day. Di dapur bersih anak dapat menemukan peralatan seperti gelas-gelas

plastik berbagai ukuaran, piring-piring plastik berbagai ukuran, kitchen set, sendok dan

332

garpu plastik, kulkas, dispenser, meja berukuran sedang di sudut ruangan, juga lemari

kecil untuk menyimpan celemek.

h. Ruang Komputer

Pengenalan komputer sejak dini adalah sebuah pilihan yang bijak dalam

mengembangkan keterampilan dan IPTEK pada anak. Penyediaan komputer untuk

memenuhi kebutuhan di atas tentunya dibarengi dengan ruangan yang cukup

representative, artinya ruangan disesuaikan dengan jumlah komputer yang digunakan.

Selain itu, guru perlu menyiapkan berbagai CD interaktif juga video edukatif yang

bervariasi.

i. Ruang Administrasi

Ruangan administrasi perlu untuk dialokasikan khusus sehingga tidak

bergabung dengan ruang-ruang yang digunakan anak dalam berbagai aktivitas.

Seorang staff administrasi membutuhkan sarana computer, meja administrative, meja

penerima tamu, locker yang digunakan untuk penyimpanan file. Telepon, nota, buku

telepon, kalkulator, papan penjadualan, dan laci arsip.

333

Contoh Disain Lingkungan:

334

2. Lingkungan Outdoor

Kegiatan bermain di luar ruangan penting bagi anak untuk mendukung

pertumbuhan dan perkembangan anak. Area luar ruangan memberikan kesempatan

pada anak untuk memanjat, berlari, melompat, berloncat-loncat, melempar, menangkap

dan menggunakan suara “luar” mereka (berteriak) sehingga menjadikan anak sehat,

bebas dan keluar dari aktivitas yang tenang di dalm kelas. Dengan berada di luar,

memungkinkan anak untuk melatih otot-otot, menghirup udara yang segar dan

menikmati kebebasan gerak. Anak dapat melihat tumbuhan-tumbuhan, mengikuti

perubahan cuaca, melihat perubahan warna daun, menyentuh kulit kayu pohon,

mendengarkan jangkrik, mencium udara setelah hujan dan menggunakan seluruh

indera mereka untuk belajar tentang dunia. Seni, musik, membaca, bermain peran,

permainan membangun, permainan sosial, dan merawat binatang peliharaan,

semuanya dapat juga dilakukan di luar ruangan.

Merancang Lingkungan di Luar Ruangan

NAEYC menyatakan bahwa luas ruang gerak anak minimum 75 ftsq/anak atau

idealnya 100-200 ftsq/anak (80-100 m2) yang aman, jauh dari jalan raya, bebas dari

puing-puing, api dan dari peralatan berbahaya lainnya. Aktivitas yang dapat dilakukan

di luar ruangan antara lain: aktivitas bermain fisik, bermain pasir dan air, bermain

tenang, bermain kendaraan, bermain peternakan, berkebun dan pertukangan. Jika

tempat yang ada terbatas, maka tempat beraktivitas dapat dikombinasikan, misalnya

area bermain tenang dapat digunakan sebagai area seni atau permainan kelompok.

Kunci dari kesuksesan penggunaan area di luar ruangan ini adalah keamanan dan

adanya aturan bermain yang jelas. Anak harus memiliki kejelasan akan aktivitas-

aktivitas apa yang dilakukan sehingga memungkinkan untuk mencegah kecelakaan,

kebingungan dan perasaan sakit untuk mendukung terjadinya pembelajaran dan

kesenangan.

335

Ada beberapa pertimbangan untuk merancang area bermain di luar rumah.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain :

- Berapa usia anak dan apa ketrampilan anak.

- Apakah lokasi tempat tersebut dekat dengan WC atau toilet. Apakah area tersebut

luas terbuka ataukah ada daerah yang memang akan dipergunakan anak untuk

bersembunyi.

- Bagaimana area keamanan di daerah tersebut, apakah tanahnya berlubang-lubang,

adakah pagar pengaman, adakah selokan yang membahayakan anak.

- Bagaimanakah kondisi tanah permukaan, apakah berumput, pasir atau tanah liat?

dapatkah daerah tersebut dipergunakan untuk mengendarai sepeda atau peralatan

lain yang dipergunakan anak-anak.

- Apakah daerah yang dipergunakan panas atau terlindung karena banyak pohon.

Area yang akan dipergunakan sebaiknya seimbang antara daerah panas dan daerah

terlindungnya.

- Perlu dibuat tempat menyimpan alat yang akan dipergunakan diluar gedung.

Tempat penyimpanan tersebut sebaiknya dapat dipindah-pindahkan.

- Perlu pula dipikirkan dimana akan diletakan kran air.

Memilih Material dan Alat Untuk Kegiatan di Luar.

Alat-alat yang dipergunakan di luar bangunan tidak hanya untuk melatih

gerakan motorik kasar saja tetapi juga sebagai sarana mengembangkan kreativitas dan

daya imajinasinya. Baik alat untuk diluar dan di dalam ruang memiliki arti yang sama

pentingnya bagi perkembangan anak. Alat-alat yang disarankan adalah panggung

untuk bermain drama, alat-alat beroda, bola, alat-alat bercocok tanam, air dan pasir

dengan berbagai peralatannya, alat untuk bermain bangunan, misalnya membangun

tenda atau rumah-rumahan. Perencanaan, organisasi dan peralatan yang tersedia

dengan baik akan menghasilkan suatu program belajar yang efektif. Guru harus selalu

mewaspadai dan bertanggung jawab terhadap keselamatan kegiatan bermain anak

336

khususnya di luar gedung. Umumnya kegiatan di luar lebih banyak mengundang

bahaya dibandingkan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di dalam gedung.

Frost dan Wortham (1988) dalam buku The Creative Curriculum For Early Chilhood (2000:

42) memberikan berbagai saran agar terjaganya rasa aman, bermain di luar gedung,

yaitu :

- Adanya pagar pengaman untuk melindungi anak dari bahaya jalan dan air.

- Jarak area bermain misalnya bermain pasir dari alat ayunan, panjatan dan alat yang

bergerak lain (jungkat-jungkit).

- Alat-alat yang dipergunakan, hendaknya sesuai dengan tahap usia anak.

- Alat bermain sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak ada bagian yang

tajam, runcing dan mudah rusak.

- Alat-alat hendaknya kuat dan tidak mudah lepas bagian-bagiannya.

- Tempat bermain harus bebas dari aliran listrik yang membahayakan.

A. AKTIVITAS BERMAIN FISIK

Anak menyukai permainan di luar ruangan dan sangat menikmati kesempatan

untuk memanjat, meluncur, berayun, melompat, dan bergantung. Kesesuaian

perkembangan anak dan alat permainan harus diperhatikan dalam proses pemilihan

alat. Area bermain dipastikan menyenangkan dan aman saat alat-alat permainan itu

cukup menantang untuk diikuti anak, tetapi tidak terlalu menantang sehingga dapat

menimbulkan bahaya. Anak dapat mengembangkan kekuatan, koordinasi tubuh, dan

mempraktekkan kemampuan-kemampuan baru mereka dengan menggunakan alat-alat

permainan di luar ruangan tersebut. Mereka juga dapat membentuk rasa penghargaan

diri dan belajar untuk berbagi dan bekerja sama.

Alat-alat permainan luar ruangan antara lain:

- Balok keseimbangan dan logam strukur

- Tempat yang berliku/miring

- kolam luncur yang dangkal

337

- Tiang-tiang gelantung dan ayunan

- Tangga-tangga/jaring-jaring panjat

- Ban panjat/lompatan batu

- Tangga laba-laba/tangga horizontal

- Jembatan, terowongan/seluncuran

338

B. AKTIVITAS BERMAIN PASIR DAN AIR

Bak pasir adalah area favorit bagi anak. Area pasir yang baik adalah area yang

cukup luas untuk beberapa anak untuk bermain sendiri atau bersama-sama tanpa

merasa terganggu. Dengan menetapkan area ini dekat dengan sumber air maka akan

menstimulasi anak untuk bereksperimen tentang pasir basah dan kering serta bermain

air.

Alat-alat yang dapat melengkapi area ini, yaitu :

- Plastik dan logam, mangkok, dan ember

- Sekop, sendok, sekop dan corong

- Pot, panci, dan cetakan

- pompa air dan pasir

- Gerobak kecil, truk tua, mobil dan kereta-keretaan

- Orang-orangan/binatang-binatang

- Objek alami seperti kerang, sticks, batu atau daun

339

C. AKTIVITAS BERMAIN KENDARAAN

Permainan kendaraan mendukung perkembangan kekuatan otot-otot kasar,

keseimbangan dan koordinasi anak. Area berkendaraan membutuhkan permukaan

yang keras. Kegunaan area dapat ditingkatkan dengan memasang tanda-tanda jalan

dengan kapur dan panah-panah untuk mengontrol lalu lintas serta dapat juga

ditambahkan kotak-kotak dalam aktivitas bermain, misalnya sebuah kotak peralatan

obat yang dapat membuat kendaraan seolah-olah seperti ambulans. Anak-anak juga

dapat menikmati sepeda roda tiga dan menghubungkannya dengan pemadam

kebakaran, polisi, dan pengantar surat.

D. AKTIVITAS BERMAIN TENANG

Walupun banyak aktivitas yang “hidup” dan berisik yang dilakukan diluar

ruangan, anak juga ingin untuk keluar dari kesibukan memanjat, berkendaraan dan

berteriak dan membutuhkan kembali dari aktivitas tingkat tinggi dan relax dengan

ketenangan. Idealnya, area di luar ruangan yang tenang harus di tempatkan dalam

tempat yang terlindungi, jadi anak menjadi “tenang”. Disana dapat diadakan tempat-

tempat untuk duduk, seperti sebuah selimut atau sebuah meja piknik dekat sebuah

pohon sehingga anak bisa merasa nyaman.

Area ini dapat dilengkapi dengan :

- Krayon, kapur dan kertas

- Buku-buku

- Tape recorder dan radio

- Lukisan-lukisan

- Permainan papan dengan ukuran

- Jerami/selimut untuk tempat berlindung/bermain rumah-rumahan

- Alat permainan rumah-rumahan dari kayu atau plastik

340

E. AKTIVITAS BERKEBUN

Untuk sains, lingkungan luar ruangan adalah laboraturium yang sempurna. Area

berkebun menawarkan kesempatan untuk dapat belajar dan mengeksplorasi banyak

hal, seperti tumbuhan, tanah dan bumi..

Alat-alat yang diperlukan untuk mendukung area ini meliputi:

- Pralatan berkebun

- Gerobak kecil dan jaring

- Bibit-bibit atau tanaman

- Tas-tas sampah atau humus

- Akses air dan penyiram

341

F. AKTIVITAS BETERNAK

Memiliki binatang peliharaan mengajarkan anak untuk dapat memelihara binatang-

binatang dan mereka juga belajar bertanggung jawab memelihara kelinci, hamster dan

binatang peliharaan lainnya. Pendampingan dalam area ini dibutuhkan, agar dapat

mengajarkan mereka bagaimana cara memegang, memeluk dan membelai binatang

tanpa menyakitinya. Anak dapat mengembangkan kemampuannya di berbagai aspek

perkembangan dengan mengamati pertumbuhan, perubahan, dan kebiasaan binatang.

Anak juga dapat belajar tentang kelahiran, cara hidup, dan kadang-kadang kematian.

342

G. AKTIVITAS PERTUKANGAN

Aktivitas yang dapat dilakukan dalam area ini bisa sangat sederhana, misalnya

memukul paku ke batang pohon yang lebar atau bekerja di meja panjang dengan alat-

alat, kayu dan menyusun objek-objek untuk dekorasi bangunan. Hendaknya area ini

ditempatkan di lokasi yang tenang, agar anak merasa tidak terganggagu. Peralatan

harus dipastikan aman dan dalam kondisi yang baik untuk digunakan anak, misalnya

jika menggunakan meja panjang, guru harus memastikan bahwa meja itu kokoh, sesuai

dengan berat dan tinggi anak serta penyimpanan peralatan bermain pertukangan

dikotak yang aman.

Alat-alat dasar yang ada di sentra ini meliputi:

- Palu, kikir dan amplas

- Gergaji

- Gunting dari kayu yang halus

- Paku dengan ujung yang besar

343

- Bor tangan

- Penggaris

Rasa aman terhadap lingkungan bermain di luar ruangan yang direncanakan dengan

hati-hati, dapat meningkatkan kesadaran diri, emosi, sosialisasi, komunikasi, kognitif,

dan ketrampilan motorik perseptual anak usia dini. Stone (1970) yang dikutip oleh

Brewer, dalam bukunya Introduction to Early Childhood Education Preschool Through

Primary Grades 6th ed (2007 : 78). memandang permainan di luar ruangan sebagai bagian

yang integral dari pengalaman pendidikan. Range (1979) dengan sumber yang sama,

menyebutkan perhatian yang berupa perilaku dengan perkembangan nilai-nilai yang

sedikit terhadap anak.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang bersifat eksternal terhadap diri individu,

karena lingkungan itu merupakan sumber informasi yang diperoleh melalui

pancaindera. Semua informasi diteruskan ke otak melalui saluran-saluran neuro–

fisiologis, semula sebagai impuls elektro kimiawi yang menjadi isyarat tertentu,

kemudian dimodifikasi dalam bentuk bahasa tertentu. Selanjutnya bahwa Lingkungan

pendidikan merupakan lingkungan atau keadaan, kondisi tempat yang ada disekitar

344

anak yang mempengaruhi berlangsungnya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan

secara umum dibagi menjadi tiga macam yaitu lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan ini mempunyai

peranan yang besar dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak menuju

terbentuknya kepribadian anak. Prinsip terbentuknya kepribadian anak ditentukan dua

faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang dimaksud adalah bakat

atau pembawaan, sedangkan faktor luar adalah lingkungan dimana anak dididik dan

dibesarkan. Lingkungan yang bersifat langsung adalah pengaruh yang diperoleh dari

alam, manusia, tempat bergaul di sekitarnya. Lingkungan yang tepat bagi anak adalah

yang memberikan pengaruh yang kondusif, maksudnya dapat mendorong

berkembangnya kreativitas.

Empat jenis kreativitas sesuai dengan empat bidang dalam struktur intelek Guilford

(1975) yang dikutip oleh Dodge dan Diane Trister, dan Laura J. Colker dalam buku

Creative Curriculum for Early Childhood (2000 : 77) yaitu figural, simbolis, semantic, dan

sosial (perilaku). Pengaruh ini menyenangkan, sesuai dengan perkembangan anak yang

memungkinkan timbulnya inovasi dan kemauan anak untuk mencoba. Selain pengaruh

yang bersifat positif dan negatif ada pula pengaruh yang berkualitas rendah dan tinggi,

biarpun keduanya bersifat positif. Pendidik sepantasnya memilih pengaruh yang positif

dan berkualitas tinggi.

F. PERENCANAAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN

Aktivitas pembelajaran dan rutinitas harian merupakan struktur dasar harian

yang jika hal tersebut direncanakan sesuai dengan pengembangan dan kebutuhan

individu anak dalam kelompok maka aktivitas pembelajaran dan rutinitas harian akan

membuat proses perkembangan potensi anak lebih lancar dan menyenangkan bagi

semua orang. Perencanaan aktivitas pembelajaran yang baik untuk anak-anak

menawarkan keseirnbangan antara tipe-tipe aktivitas:

345

• Waktu aktif dan tenang

• Aktifitas kelompok besar, kelompok kecil, waktu bermain sendin atau dengan orang

lain

• Waktu bermain di dalam dan luar ruangan

• Waktu bagi anak untuk memilih aktivitas mereka sendiri dan waktu guru

mengarahakan aktifitas anak

Rencana pembelajaran adalah suatu rancangan tertulis mengenai kegiatan main

anak yang dilakukan secara rutin yang menjelaskan tentang struktur kegiatan dan

aktivitas bermain. Kegiatan bermain merupakan kegiatan yang dikenal dan disukai

oleh anak, maka pendidik PAUD harus menyusun rencana pembelajaran yang

sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak.

1. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Rencana Pembelajaran

a. Perkembangan Anak

Perkembangan anak merupakan aspek yang paling utama yang harus

diperhatikan pendidik PAUD dalam membuat perencanaan pembelajaran. Aspek-

aspek perkembangan dan tugas-tugas perkembangan sebagai acuan pencapaian

dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak usia dini. Dalam membuat

perencanaan pembelajaran kemampuan anaklah yang menjadi ukuran, bukan hasil

dari suatu kegiatan. Salah satu contoh perencanaan yang memperhatikan

perkembangan anak adalah tema-tema yang dibangun bersumber dari kehidupan

anak. Misalnya: keluarga, binatang, teman, mobil, truk, makanan favorit, dan semua

yang mereka alami sendiri dalam hidup mereka.

b. Pengelompokan

Faktor kedua yang mempengaruhi perencanaan adalah pengelompokan.

Pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan usia anak, kemauan dan minatnya.

Namun seorang pendidik PAUD harus mampu menelusuri minat anak, kemampuan

anak serta motivasi anak saat mengikuti kegiatan. Ketika pendidik PAUD

346

menyiapkan berbagai aktivitas dalam setiap sentra, pendidik hendaknya

memperhatikan dan mengarahkan anak dengan menata lingkungan main

berdasarkan tiga jenis main (main sensori, main peran dan main pembangunan).

Jumlah anak di setiap sentra sebaiknya tidak terlalu banyak. Rasio pendidik dan

anak dalam satu kelompok adalah 1:6 untuk usia 2-3 tahun dan 1:10 untuk anak usia

3-6 tahun. Dengan memperhatikan perbandingan jumlah pendidik PAUD dan anak

maka setiap anak akan merasa terlayani.

c. Perbedaan Individual Anak

Setiap anak berbeda dalam kebutuhan dan minatnya. Berdasarkan pengetahuan ini,

pendidik PAUD merumuskan tujuan belajar untuk masing-masing murid. Untuk

anak yang satu, tujuannya adalah partisipasi dalam kegiatan di dalam kelas dan

belajar bernegosiasi dengan anak lain. Untuk anak yang lain tujuannya adalah

berhitung hingga sepuluh dan lebih aktif dalam diskusi di waktu makan dan dalam

kegiatan kelompok. Perkembangan sosial, emosional, kognitif, berbahasa, kebiasaan

dan lainnya harus menjadi bahan pertimbangan.

d. Catatan Pengamatan Kemajuan Individu

Pengamatan dan catatan pendidik PAUD sangat berharga untuk perencanaan.

Catatan mengenai perkembangan setiap anak akan sangat berguna. Pengamatan

harus berkelanjutan supaya setelah satu sasaran tercapai dapat dilanjutkan dengan

yang lain.

2. Pendekatan Tematik dalam Rencana Pembelajaran

Pendekatan tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan

beberapa bidang pengembangan. Pembelajaran tidak dilakukan secara terpisah

melainkan terintegrasi antara bidang pengembangan yang satu dengan lainnya.

Pendekatan tematik sangat tepat dilakukan dalam proses pembelajaran anak usia

dini, mengingat pengembangan potensi anak tidak bisa dilakukan secara terpisah.

a. Ciri-Ciri Pembelajaran Tematik

347

Pembelajaran dengan pendekatan tematik merupakan salah satu strategi yang cocok

dalam menanamkan berbagai konsep yang diperlukan bagi pengembangan anak

usia dini, karena pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

• berpusat pada anak

• memberikan pengalaman langsung pada anak

• memadukan seluruh bidang pengembangan

• menyajikan konsep dari berbagai bidang pengembangan dalam satu proses

pembelajaran

• pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan kebutuhan anak.

b. Prinsip Pembelajaran melalui Tema

Pembelajaran tematik dilakukan melalui tema-tema yang menarik bagi anak, oleh

karena itu pembelajaran tematik memilki prinsip-prinsip sebagai berikut:

• Menyediakan kesempatan pada untuk terlibat langsung dengan objek yang

sesungguhnya.

• Menciptakan kegiatan yang melibatkan seluruh indera anak.

• Membangun kegiatan dari minat anak.

• Membantu anak membangun pengetahuan baru

• Memberikan kegiatan dan rutinitas yang ditujukan untuk mengembangkan

seluruh aspek perkembangan.

• Memenuhi kebutuhan anak akan kebutuhannya untuk kegiatan dan gerak fisik,

interaksi sosial, kemadirian, konsep diri yang positif.

• Memberikan kesempatan menggunakan permainan untuk mewujudkan

pengalaman kepada pemahaman.

• Menghargai perbedaan individu, latar belakang, pengalaman di rumah yang

dapat dibawa anak ke kelas.

• Menemukan jalan untuk melibatkan anggota keluarga dari anak.

348

c. Strategi Pengembangan Tema

Dalam mengembangkan tema hal yang penting untuk diperhatikan adalah

bagaimana membangun pengetahuan secara menyeluruh. Empat jenis pengetahuan

yang dapat dibangun menjadi tema adalah:

• Pengetahuan sosial

Misalnya: keluarga, rumah, teman, binatang peliharaan, kepedulian diri, pakaian,

kesehatan gigi, kendaraan.

• Konsep sains (ilmu pengetahuan alam)

Misalnya: tumbuhan, hewan, jenis-jenis burung, air, langit/ ruang angkasa,

batuan, mesin, dinosaurus.serangga.

• Konsep matematika

Misalnya: bank, toko, kantor pos

• Bahasa dan seni

Misalnya: cerita, bernyanyi, bermain musik, puisi.

d. Peran Tema

Tema dalam pembelajaran anak usia dini memiliki peran yang cukup penting karena

dengan tema anak akan lebih mudah dalam mengenal suatu konsep pengetahuan.

Beberapa kelebihan dalam pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:

• Anak mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu

• Anak dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai bidang

pengembangan dalam tema yang sama

• Pemahaman terhadap materi pengembangan lebih mendalam dan berkesan

• Aspek pengembangan bahasa dapat dikembangkan lebih baik dengan

mengaitkan mata pelajaran lain dan pengalaman pribadi anak

• Anak lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam

konteks tema yang jelas

349

• Anak lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi

yang nyata, misalnya bertanya, bercerita, menulis deskripsi, menulis surat, dan

sebagainya untuk mengembangkan keterampilan berbahasa, sekaligus untuk

bidang kemampuan lain.

• Pendidik PAUD dapat menghemat waktu karena bidang pengembangan yang

disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2

atau 3 kali pertemuan. Waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan

remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Ketika membangun sebuah tema, pendidik PAUD bisa memulai dengan

mendengarkan dan menanyakan kepada anak tentang minat mereka. Pendidik

dapat menelusuri minat anak dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti:

adakah kejadian di sekolah atau di sekitar rumah yang menarik perhatianmu? Siapa

yang baru saja mendapatkan adik? Apakah kamu pernah melihat film Dinosaurus?

Atau siapa pada saat liburan kemarin yang pergi ke tempat rekreasi?

Berdasarkan jawaban-jawaban anak tersebut pendidik PAUD bisa merencanakan

sebuah tema yang akan dibahas pada minggu atau bulan berikutnya. Jangka waktu

tiap-tiap tema bergantung kepada minat anak.

G. Tema Dalam Kurikulum

Tema membantu anak untuk belajar tentang dunia sekitar (belajar tentang sosial).

Tema aakan membuat anak memperoleh informasi dan konsep yang berarti tentang

aktivitas yang dilakukan di area minat. Isi dari kurikulum di mulai dari "disini dan

sekarang", lingkungan yang pertama kali dilihat oleh anak-anak. Guru yang

menggunakan kreatif kurikulum memilih tema sesuai dengan apa yang anak ketahui

tentang komunitas mereka dan minat dari anak-anak, bukan karena buku kurikulum

mendikte bahwa, "hari ini adalah waktu untuk anak-anak belajar tentang peternakan".

350

Hal ini berarti bahwa kurikulum yang diambil oelh seorang guru di perkotaan akan

berbeda dengan apa yang diambil di daerah pedesaan. Di daerah perkotaan, tema yang

cocok mungkin, "took di sebelah rumah", karena anak-anak sering ikut orangtuanya

belanja kebutuhansehari-hari. Tema ini akan tidak cocok untuk anak-anak di pedesaan.

Tema di mulai dengan apa yang anak lihat dan anak tahu setiap hari. Tema

binatang di perkotaan mungkin termasuk di dalamnya, kucing, anjing, burung, dll.

Tema yang sama di daerah pertanian bisa terdiri dari sapi, kuda, ayam, dan bebek.

Guru pada masing-masing lokasi tadi bisa memilih hewan yang cocok untuk

ditunjukkan dengan gambar yang dipajang, buku yang dibaca, barang-barang yang

mereka taruh di pojok balok, dan aktivitas yang mereka rencanakan.

Tema bisa berkembang dari kejadian yang tidak diharapkan yang memberi

kesempatan untuk dieksplorasi. Andaikata, sebagai contoh, sebuah proyek

bangunansedang berlangsung di dekat sekolah. Anak-anak melihat mesin besar dibawa

kedalam galian fondasi; mereka melihat pipa yang ditaruh dan tembok yang sedang

dibangun. Karena anak-anak antusias, anda memutuskan utuk memasuki proyej

bangunan ke dalam kurikulum dan membuat kujungan yang teratur dan mendorong

anak untuk menceritakan pekerjaan apa yang sedang dikerjakan dan perubahan yang

mereka catat.

Langkah Merencanakan Tema

Untuk menggunakan tema denga kreatif, rencana sangat penting langkah berikut

ini bisa membantu anda menyusun rencana pembelajaran :

• Pilih tema yang sesuai Dengan perkembangan mental dan kemampuan anak

akan memberikan kesempatan eksplorasi dan penemuan

• Familiar dengan subjek (bahan ajar). Guru adalah juga orang yang belajar. Belajar

tentang subjek yang berhubungan perjalanan, meletakkan buku dengan dan

material, serta berbicara dengan orang.

351

Mengeksplorkan lingkungan lebih dulu membantu guru mengantipasi

pertanyaan yang diajukan anak dan minat mereka. Bawalah benda-benda yang

sesuaidenga tema dalam kelas. Mengajak anak dan keluarga untuk membawa

benda yang sesuai dengan tema. Sebagaimana guru mengumpulkan buku dan

gambar tentang tema pastikan mereka memberi rasa hormat kepada etnis tertentu,

gaya hidup, dan hubungan dengan gender.

Rencana dalam Kurikulum

Hal ini berarti memikirkan bagaimana guru akan menterjemahkan tujuan akhir

utnuk anak-anak ke dalam perkembangan belajar mereka. Rencana yang efektif aakn

membuat guru selalu dalam jalur. Tim kerja sangat berpengaruh di dalam perencanaan.

Dengan kerja sama guru, siste, dan sukarelawanbisa merubah gagasan, sharing

pengamatan tentang anakdan mendiskusiakn strategi baru.

Rencana jangka panjang

Rencana jangka panjang mendorong guruutnuk berpikir tentang sebulan ke

depan. Ini dibutuhkan jika guru inginmengatur periode tema secara berkala, Hal ini

memfasilitasi pengaturanuntuk mengisi perjalanan dan event khusus

Rencana perjalanan

Ide yang baik utnuk berkunjung ke suatu tempat bersama anak-anak. Akan

memungkinkan guruuntuk menentukan arah untuk anak, rule dan tempat yang paling

diminati oleh anak. Sebelum melakukan perjalanan, ide yang bagus jika guru

merembuk bersama dalam kelas.

Rencana mingguan

Dalam kurikulum yang berbasis lingkungan, focus pada rencana mingguan

adalah bagaimana merancang apa yang dilakukan kelompok ketika dalam area minat.

Rencana mingguan memungkinkan anda untuk mengumpulkan dan mebyiapkan

352

materi yang dibutuhkan. Pengamatan adalah dasardari perencanaan. Dengan

pengamatan, anda bisa menemukan materi sesuai dengan keinginan anak. Kami

merekomendasikan tim pengajar mendiskusikan rencana mingguan setiap hari untuk

memastikan semua dipersiapkan dan disetujui.

Rencana harian

Berdasarkan perencanaan program aktivitas harian pendidik, maka secara garis

besar aktivitas pembelajaran harian dirancang sebagai berikut:

• Kedatangan dan keberangkatan

• Makan dan mengemil

• Tidur/istirahat

• Aktivitas pembelajaran terstruktur

• Membantu menguasai keahlian-keahlian pribadi seperti: buang air

besar/kecil, berpakaian dan mencuci tangan

• Bersih-bersih

• Transisi dari aktivitas ke aktivitas lain

Pentingnya Konsistensi

Konsistensi merupakan karakteristik penting jadwal harian. Anak-anak lebih

merasa aman ketika mereka bisa memprediksi susunan kegiatan dan memiliki kontrol

atas kegiatan mereka. Di samping itu, prediktibilitas memberi anak-anak perasaan

mendasar terhadap waktu karena mereka mulai belajar apa saja kegiatan hari ini,

kegiatan kedua, selanjutnya dan terakhir. Jadwal yang konsisten juga dapat

membangun kepercayaan. Walau bagaimanapun juga, konsistensi tidak

menghindarkan fleksibilitas atau spontanitas. Peristiwa spesial dapat dijadikan alasan

yang cukup baik untuk menggantikan rutinitas harian. Misal, pemandangan ketika

turun salju dapat menggantikan kegiatan kelas.

Jadwal harus berkembang sesuai dengan perkembangan kurikulum. Waktu

menunggu harus diminimalisir dan berikan cukup waktu untuk belajar menggunakan

353

jas, topi, makan dan ngemil dan bersih-bersih. Berikan waktu yang cukup untuk anak

memilih materi dan aktivitas, merencanakan apa yang ingin dilakukan, kemudian

bersih-bersih tanpa di buru waktu. Untuk membantu anak memahami jadwal tersebut,

pendidik dapat membuat ilustrasi setiap waktunya dalam gambar-gambar dan

menempelkannya di ruangan dimana anak dapat melihat dengan mudah.

Waktu Berkumpul

Waktu berkumpul memberi kesempatan kepada anak untuk mengambangkan

rasa memiliki terhadap kelompok. Kemampuan bersosialisasi meningkat ketika anak

belajar untuk membagi ide dan mendengarkan ide orang lain. Waktu berkumpul lebih

berhasil ketika yang direncanakan sesuai dengan usia dan waktu yang disedikan

dengan mempertimbangkan rentang perhatian ketertarikan dan kemampuan anak.

Merencanakan waktu berkumpul yang efektif

Jika memungkinkan, bagi kelompok besar ke dalam dua kelompok kecil, hal ini

dapat Iebih mengajak anak turut berpartisipasi.

• Jadwal waktu berkumpul 10-15 menit.

• Gunakan transisi yang tertib untuk mempermudah anak masuk dan keluar dari

waktu berkumpul mulai dengan bernyanyi untuk mengumpulkan anak bersama-

sama disatu area.

• Hindari aktivitas-aktivitas seperti pertunjukan atau diskusi panjang dimana anak

duduk lama mendengarkan guru tanpa berinteraksi

• Beri anak petunjuk anak yang jelas tentang aktivitas dan apa yang anak lakukan.

• Bersiap-siaplah untuk mengganti, memperpendek atau menghilangakn aktivitas

kelompok yang tidak berhasil.

Waktu Transisi

354

Perhatian terhadap waktu transisi sangat penting untuk mengefektifkan

pengaturan ruang kelas. Waktu transisi bisa menjadi kacau juga bisa santai dan

mengusahakan kesempatan untuk mempelajari dan memperkuat konsep dan keahlian.

Beberapa cara untuk membuat transisi berjalan lancar yaitu:

• Bedakan prosesnya. Hindarkan anak-anak agar tidak berpindah dari satu aktivitas

keaktivitas lain, sebagai sebuah keiompok.

• Beri pengumuman pada anak. Lima samapi sepuluh merit sebelum beres-beres

bicaralah pada anak-anak di tempat masing-masing.

• Berikan waktu yang secukupnya. Berikan cukup waktu pada anak-anak untuk

berbenah sehmgga mereka tidak dihuru-buru waktu

• Berikan tugas, Libatkan anak dalam merapihkan tempat untuk makan, merapihkan

bekas menggamhar dan mengumpulkan sampah setelah makan.

• Harus jelas dan konsisten. Beri arahan pada anak selama masa transisi dan yakinkan

semuanya sesuai usia. Tetapkan rutinitas setiap harinya agar anak tahu apa yang

hams dilakukannya sendiri.

• Harus fleksibel. Jika memungkinkan beri anak waktu ekstra untuk melengkapi

proyek tertentu atau aktivitas yang mereka lakukan.

Waktu Makan

Ada banyak cara dimana guru dapat membuat waktu makan menyenangkan dan

membantu mengembangkan perilaku positif. Pertama, fokus pada aktivitas makan dan

bersantai dengan kelompok daripada memaksa anak untuk mencoba makanan tertentu.

Adab makan juga hal yang sekunder, mereka akan mempelajarinya sesuai dengan

bertambahnya usia. Saran-saran untuk mrenjadikan waktu makan menjadi hal yang

menyenangkan bagi anak untuk belajar dan berkembang:

Buat acara makan lebih nyaman

• Bangun suasana yang menyenangkan (dongeng sebelum makan)

355

• Dorong anak agar mengatakan apa yang sedang mereka makan, bagaimana

makan itu disiapkan, atu sesuai dengan lingkungan sosial (percakapan yang

menyenangkan)

• Atur waktu makan hingga pendidik tidak melompat dari meja

• Beri anak wakttu yang cukup unuk makan

Dorong anak untuk membantu

• Anak dapat membantu dengan merapihkan meja, mengelap meja, bekas

• makan dan mengedarkan tempat sampah

• Sediakan tempat susu dan alat-alat lainnya agar anak dapat menuangkan susu

mereka dan menyajikan makanan mereka sendiri

Waktu Istirahat

Lamanya waktu istirahat berbeda tergantung pada berapa lama anak mengbabiskan

waktu dalam program pendidikan setiap harinya. Ingat juga bahwa anak memiiiki pola

dan cara tidur yang berbeda. Pendidik harus memnggunakan cara yang berbeda pula

untuk mereka beristirahat. Berikut ini saran-saran untuk membuat waktu istirahat

berjalan lancar

Persiapan Tidur

• Buat aktivitas tenang tepat sebelum istirabat seperti dongeng, permainan jari

tangan, lagu santai atau mendcngarkan musik

• Berikan tempat tertentu untuk setiap anak

• Izinkan anak untuk membawa mainan saat tidur atau selimutkhusus dari rumah

untuk dipakai pada saat istirahat

Selama Waktu Istirahat

• Biarkan anak duduk di tempatnyajangan paksa mereka untuk tidur

356

• Awasi waktu istirahat. Orang dewasa wajib berada didekat anak pada saat

istirahat

• Pendidik harus mempunyai rencana untuk anak yang bangun sebelum waktu

istirahat habis dan untuk anak yang tidak mau tidur

• Membiarkan anak bangun sendiri, dengan harapan mereka bangun dengan cepat

atau merasa senang dan bangun tidur.

Anak yang mengikuti proses pembelajaran adalah seorang individu yang

masing-masing memiliki minat, kemampuan, pengalaman, dan kebutuhan yang unik.

Agar proses pembelajaran berlangsung secara efektif, pendidik/guru anak usia dini

harus selalu mengingat berbagai karakteristik dan kebutuhan tiap anak dalam

kelompok seperti halnya mengingat dinamika serta kebutuhan dari kelompok anak

sehingga dapat terpenuhi melalui program atau aktivitas pembelajaran yan telah

dirancang.

Adanya pemahaman mengenai perkembangan anak merupakan awal yang baik.

Pada saat kurikulum yang digunakan berdasarkan pada pengetahuan tentang

bagaimana anak tumbuh dan berkembang - baik secara emosi, kognitif, sosial, maupun

secara fisik, maka kegiatan yang dijalankan, lingkungan, jadwal, serta harapan terhadap

perilaku dan proses belajar anak dapat disesuaikan dengan karakteristik perkembangan

anak. Hal ini sejalan dengan ketika kurikulum yang digunakan mendorong guru untuk

menghormati dan menghargai perbedaan yang ada pada setiap anak - budaya, bahasa,

etnik, kemampuan, dan gender - serta memberikan cara untuk menilai kekuatan, minat,

serta kebutuhan dari tiap-tiap individu, maka program tersebut sesuai bagi setiap anak

sebagai individu. Program pembelajaran juga dirancang dengan tujuan antara lain:

Membantu Anak Bermain bersama Anak-anak lainnya

Perkembangan kemampuan sosial - bergaul/bermain dengan anak lainnya -

adalah sasaran yang mendasar pada ruang lingkup pendidikan anak usia dini.

Kemampuan sosial meliputi kemampuan untuk membina hubungan dengan anak atau

orang lain dan mempertahankannya. Anak harus belajar bagaimana melakukan

357

pendekatan terhadap anak lainnya, bagaimana membuat aturan bergiliran, serta

bagaimana berkomunikasi secara efektif. Anak yang mampu mengembangkan dan

mempertahankan hubungan persahabatan akan mengarah pada kesuksesan dan

produktif ketika mereka nanti dewasa.

Perkembangan sosial anak akan menguat ketika mereka memiliki hubungan

yang aman/kondusif dengan orangtua dan guru mereka serta berkesempatan untuk

bermain dengan anak lainnya. Ketika hubungan yang penting dalam kehidupan mereka

tidak terwujud dan kesempatan untuk bermain bersama yang dimilikinya sedikit,

mereka akan sedikit sekali mengembangkan kemampuan sosial yang mereka miliki.

Beberapa anak nampak mampu mengembangkan kemampuan sosialnya dengan

mudah. Mereka secara alamiah tahu bagaimana cara berteman dan memposisikan diri

mereka di dalam kelompok. Beberapa anak lainnya mungkin membutuhkan waktu dan

bantuan untuk dapat menyesuaikan diri dalam kelompok. Anak yang tidak mampu

berteman dan cenderung memiliki perasaan tidak diterima dalam kurun waktu yang

lama, seringkali memiliki masalah yang serius di kehidupannya nanti. Anak tersebut

akan rendah diri dan memiliki kemampuan sosial yang kurang mencukupi daripada

yang mereka perlukan untuk mengembangkan hubungan persahabatan. Karena mereka

tidak diterima oleh rekan-rekan sebayanya, mereka memiliki sedikit kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan sosial dan mereka juga kesulitan untuk keluar dari

masalah ini.

Anak-anak memberikan tantangan yang berbeda-beda bagi guru. Anak-anak

yang pemalu atau terlalu agresif seringkali kesulitan bergaul dengan teman mereka.

Kita bisa membantu anak-anak ini dengan diawali mengidentifikasi inti permasalahan.

Dengan membangun kekuatan mereka dan membantu mereka memperoleh

pengakuan/penerimaan, kita akan dapat membantu anak-anak ini untuk mempunyai

kemampuan sosial.

Membantu Anak untuk Berbagi

358

Sebagaimana yang diketahui oleh guru/pendidik anak usia dini, materi atau

bahan mengenai berbagi sangat sulit bagi anak-anak, terutama bagi anak yang baru

mengikuti program. Anak yang tidak memiliki mainan mereka sendiri seringkali

menolak berbagi. Dengan membiarkan mereka memiliki sendiri buku atau mainan,

mereka akan lebih mudah untuk berbagi. Ketika anak mulai merasa telah menjadi

bagian dari kelompok, mereka akan melihat nilai utama berbagi. Mendorong anak

untuk bermain bersama merupakan salah satu cara memperkenalkan anak untuk

berbagi.

MembuatAnak Lebih Mudah untuk Menerima Giliran

Menunggu giliran adalah bagian dari berbagi. "Lima menit lagi giliranmu"

namun bagi anak lima tahun bisa terasa seperti selamanya. Bukan hanya karena anak

sering merasa tidak sabaran namun juga mereka belum memahami konsep waktu.

Berikut ini adalah strategi agar anak belajar mengenai koteks waktu secara konkret:

• Gunakan Stopwatch yang biasa digunakan di dapur. Dengan suara belnya yang dapat

digunakan oleh anak untuk mengetahui kapan giliran mereka.

• Gunakan Timer/Jam Psir mainan untuk menentukan giliran mereka.

• Buat daftar tunggu/giliran di bagian mainan yang paling diminati., dan buat daftar

tunggu bai anak-anak.

• Gunakan jam untuk menunjukkan anak tentang waktu.

H. MENGORGANISASIKAN PEMBELAJARAN ANAK

Apakah anak benar-benar belajar dalam sebuah program kurikulum yang

menekankan/mengutamakan pada aktifitas awal anak dan bermain. Ini adalah

pertanyaan penting yang harus dijawab. Pengunjung yang datang ke ruang kelas AUD

mungkin akan melihat anak dan guru terlibat dalam beragam aktivitas, mereka

mungkin tidak mengerti pelajaran apa yang sedang mereka lakukan dan bagaimana

beragam aktivitas ini berhubungan dalam satu kurikulum. Pengamat yang hanya

kebetulan melihat anak-anak "hanya sedang bermain". Para orang tua., administrator,

359

dan banyak guru khawatir bahwa anak mungkun tidak dapat belajar apa yang mereka

butuhkan untuk sukses secara akademik jika " semua yang mereka lakukan adalah

bermain".

Memastikan Keberhasilan Akademik Anak

Banyak orang tua dan administrator familiar dengan anggapan bahwa "bermain

adalah pekerjaan anak", tetapi mereka masih saja membuat perbedaan antara bekerja

dengan bermain. Untuk beberapa orang, bekerja didefinisikan sebagai tugas terstrukutr

seperti lembar kcrja yang harus diselesaikan anak ketika belajar abjad dan angka-angka.

Melatih siswa bersuara dan angka dipandang sebagai cara mempersiapkan mereka

untuk membaca dan berhitung. Beberapa sekolah memfokuskan perhatian pada tipe

pelajaran yang menekankan pada program "akademik". Bahkan untuk mengukur

keberhasilan anak, ada teori yang menyatakan "lebih awal lebih baik" makin cepat anak

belajar, makin mungkin mereka berhasil.

Tapi mengapa banyak anak yang sekolah di TK dan SD yang menekankan pada

keahlian akademik dan hafalan di usia dini anyak yang gagal? Mengapa banyak anak

yang menguasai keterampilan tersebut membutuhkan bantuan remedial, mengulang

tingkatan, atau drop out? Alasannya adalah bahwa tipe abstrak ini, belajar dengan cara

menghafal tidak cocok untuk anak-anak. Mereka bisa mempelajari keahlian ini jika kita

mengajari mereka, tapi hal ini tidak berarti anak benar-benar mengerti apa yang mereka

pelajari. Jika mereka tidak siap untuk memahami apa yang kita ajarkan pada mereka

dan mereka tidak dimotivasi untuk mempelajarinya, maka mereka tidak akan mampu

menggunakan keahlian baru mereka.

Bagaimana kita mengukur kesuksesan

Sukses di sekolah sangat bcrnilai dan penting. Oleh karena itu, kita harus

mendefmisikan secara jelas arti dari kesuksesan tersebut. Salah satu cara

360

mendefinisikan kesuksesan adalah dengan menjawab pertanyaan berikut ini : "akankah

anak-anak yang kita ajar hari ini tumbuh menjadi pelajar yang kompeten dan bisa

sukses dibidang akademik, kompeten dalam pergaulan dan dalam masyarakat?" apabila

kita ingin mereka sukses sekarang dan di masa depan, kita harus mengajarkan mereka

untuk memikirkan diri sendiri, menyelesaikan masaiah, dan bergaul dengan sesama.

Untuk mengimplemenlasikan kurikulum ini secara efektif, guru, administrator, dan

orang tua mengetahui nilai dari permainan yang bisa membantu mereka dala

mengembangkan keterampilan, pemahaman dan sikap mereka yangh bisa menentukan

keberhasilan mereka.

Peran Permainan Sebagai Aktvitas Pembelajaran Dalam Kurikulum

Ketika anak-anak bermain, permainan mereka tidak semuanya sama. Terdapat

beberapa perbedaan dalam permainan, masing-masing memberikan peranan yang

berbeda dalam perkembangan anak dan keberhasilan akademis. Dr. Sara Smilansky

mengelompokan permainan menjadi 4 macam, permainan fungsional, permainan

konstrutif, permainan dengan aturan dan permainan drama.

Permainan Fungsional

Permainan funsional adalah tipe permainan untuk anak usia 6 bulan sampai 6

tahun. Dalam permainan fungsional, anak mengeksplorasi dan menguji rungsi serta

sifat objek atau bahan mated di lingkungan sekitar mereka. Mereka menguji bagaimana

rasa, bau, suara dan apa yang objek itu lakukan. Permainan ini membantu anak

memahami lingkungan mereka lebih baik. Ketika anak didorong untuk mengeksplorasi

dan menemukan, keingintahuan mereka meningakat dan mereka termotivasi untuk

tahu lebih banyak. Untuk mempromosikan permainan ini, buat lingkungan yang

menarik dan menantang yang diisi dengan benda-benda yang menarik anak dan

menginspirasi penjelajahan mereka. Mereka berbicara dengan anak-anak tentang apa

yang mereka lakukan untuk membantu mereka manamai dan mengatur dunia mereka

361

dan menantang mereka agar berpikir. Pernyataan deskriptif dan perintaan informasi

membuat anak-anak sadar akan apa yang sedang mereka lakukan dan dorong mereka

untuk menggunakan kata-kata untuk menjelaskan tindakan dan penemuan mereka.

Berbicara dengan anak-anak, anda membantu mereka belajar dan mengunakan bahasa

untuk member! label dan pengaturan.

Permainan Konstruktif

Bahan-bahan yang anak eksplorasi dalam permainan fungsional sering

digunakan untuk membangun sesuatu yang lain. Contohnya, saat anak-anak selesai

mengeksplorasi fungsi balok-balok, mereka mulai balok-balok itu untuk membangun

sesuatu yang berguna seperti jalan dan rumah.

Peran guru dalam mengenalkan permainan konstruktif ialah mengambil

petunjuk dari anak-anak dan memperluas ide mereka. Hindari mengira-ngira atau

berasumsi bahwa anda tahu apa yang dimaksud anak, karena anda mungkin saja salah.

Lebih baik anada kuatkan permainan konstruktif anak dan tanyakan beberapa

pertanyaan berikut:

• "Kamu sudah lama menyusun balok-balok ini. Beri tahu saya tantang

bangunamu".

• "baimana kau memutuskan untuk membentuk lempung dengan cara seperti itu?"

• "maukah kau memberitahu saya tentang gambarmu?"

• "apa saja yang bisa kita buat dengan pasir hari ini?"

Pernyataan dan pertanyaan ini mengundang anak untuk mengatakan apa yang

sedang mereka lakukan tanpa merasa ditekan atau dihakimi.

Permainan dengan aturan

Permainan ini dibantu dengan petunjuk dimana masing-masing anak yang

terlibat mengetahui dan setuju dengan aturan tersebut dan bisa bermain dengan baik.

Contoh perainan ini seperti petak umpet, lampu merah dan hijau dan Simon Berkata.

362

Permainan ini hanya akan sukses jika anak engerti dan sepakat mengikuti peraturan

permainan. Pennainan ini membantu anak untuk berkonsentrasi, memahami peraturan,

dan mengontrol prilaku mereka agar sesuai dengan peraturan permainan. Permainan

ini juga mengajari anak untuk berlomba dan berhubungan dengan kesuksesan dan

kegagalan.

Permainan Drama

Model permainan yang keempat adalah drama, yang melibatkan anak untuk

berinteraksi dalam sebuah episode (jeda), permainan drama social. Dalam permainan

ini anak mengambil sebuah peran, berpura-pua menjadi orang lain dan menggunakan

benda nyata atau khayalan untuk memainkan perannya. Permainan drama mempunyai

kaitan erat dengan kesuksesan akademik dan proses pengaktualisasian potensi anak.

Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara kemampuan untuk

bermain peran dengan kesuksesan akademik anak. Berpikir secara abstrak berarti

menciptakan gambaran mental atau symbol yang mewakili benda atau peristiwa nyata.

Jika mareka sudah terbiasa menciptakan hal-hal yang abstrak seolah-plah menjadi

nyata, maka mental mereka akan lebih siap mempelajari sejarah, kesanggupan

membaca dan menulis, ilmu penetahuan dan matematika, dsb karena semua itu perlu

penyelama dan peniptaan symboi-simbol dalam pikiran mereka.

Setiap anak dilahirkan dengan kecenderungan untuk terlibat dalm drama, tapi

tidak semua anak memperoleh kesempatan melakukan hal tersebut. Ketika guru

memberikan sebuah aturan dalam aktivitas di lingkup ruangan, mereka membantu

anak mengembangkan kemampuan keterampilan dan kemampuan belajar mereka.

Bagaimana Anak Mempelajari Subjek Akademik Melalui Permainan

Anak mempelajari subjek akademik seperti matematika dan ilmu pengetahuan

hampir sejak mereka lahir. Pemahaman mereka tentang dunia muncul dan berkembang

363

setiap hari ketika secara spontan mereka merasakan dunia dengan berinteraksi dengan

lingkungan mereka, dengan benda-benda dan orang lain. Melalui cara ini, mereka

mendapatkan keahlian-keahlian dan konsep baru bersaman dengan bertambah

komplesnya cara berpikir. Implementasi kurikulum kreatif membantu anda

menciptakan lingkungan yang mendukung naluri anak dan kemampuan belajarnya.

Anak-anak belajar secara lebih efektif ketika waktu pembelajaran yang anda berikan

dibangun atas dasar pengetahuan dan pengalaman anak. Semua anak masuk program

pra-sekolah dan TK dengan konsep kesanggupan membaca dan menulis, matematika

dan ilmu pengetahuan. Contohnya, anak dapat mengelompokkan tutup botol sesuai

warnanya yang berbeda-beda, terlepas apakah mereka tahu nama-nama warna tersebut

atau tidak.

Munculnya Kesanggupan Membaca dan Menulis

Menurut penelitian, kemampuan membaca dan menulis dimulai sejak anak

masih kecil. Ketika orang tua mereka berbicara dan membacakan dongeng, proses

belajar membaca dan menulis dimulai ketika itu. Anak-anak adalah komunikator yang

alamiah. Bunyi-bunyi bayi pertama dan usaha mereka untuk menirukan suara-suara

adalah awal dari bahasa mereka, Ketika kosakata mereka meningkat dan makin lama

akan menggunakan kalimat yang lebih kompleks, maka muncullah kemampuan

membaca dan menulis anak. Mendengarkan dan membicarakan dongeng, melihat

orang tua yang membaca Koran atau menulis catatan, memberi label wadah makanan

hanya sedikit dari banyak cara untuk menjelaskan anak bahwa tulisan tersebut

digunakan untuk berkomunikasi. Belajar membaca bukanlah masalah dalam mengenal

huruf-huruf dan kata-kata; ini adalah proses pembentukan makna dari tulisan.

Kesadaran akan tilisan adalah langkah awal dalam belajar membaca dan menulis.

Beberapa anak datang ke sekolah dengan sudah bisa membaca dan berhitung,

kaya kosakata, tahu cara memegang buku, mengenal huruf atau membuat atau

mengingat cerita. Dengan melihat cara anak berinteraksi dengan buku atau dengan

lingkungan anda bisa menilai kemampuan mereka dalam tulis menulis.

364

Apa yang Bisa Dilakukan Guru

Didasari dengan apa yang sudah diketahui anak, anda membantu mereka untuk

merasa kompeten dan bisa mengikuti pelejaran. Ketika anak bisa memahami tulisan

dengan membuat tanda untuk bangunan mereka, menempelkan tulisan pada gambar,

mereka akan tertarik untuk belajar lebih dalam hal membaca dan menulis. Anda bisa

menunjukkan pada anak bahwa tulisan itu berarti penting dalam berkomunikasi ketika

anda melakukan aktivitas berikut:

• Membuat daftar belanja bersama anak

• Membuat daftar kegiatan

• Menulis pesan terima kasih untuk pengunjung kelas

• Memberi petunjuk atau tanda dijalan

• Mengucapkan kata dengan keras apa yang ditulis dalam table

• Menunjukan kata-kata dalam halaman buku saat cerita dibacakan dengan lantang

• Mendorong anak untuk menulis pesan kepada anda atau kepada teman

• Menggunakan pertanyaan pembuka dan penutup dan pernyataan untuk

membantu anakmengekspresikan perasaan.

Penelitian menunjukan bahwa anak-anak belajar sangat baik ketika tulis-menulis

digunakan secara fungsional bukan semata pembahasan. Dalam pembelajaran tulis

menulis yang fungsional, pengalaman didapat oleh anak ketikanlenyelesaikan sebuah

pekerjaan yang berarti. Dalam pelajaran tulis-menulis yang sebatas pemahaman, guru

menerangkan apa yang akan terjadi. Berikut contohnya :

Pembelajaran tulis-menulis yang fungsional : seorang anak berusia 4 tahun membuat

beberapa garis dan bentuk pada selembar kertas, kemudian dia akan bilang ke gurunya

"Ini adalah surat untuk ibuku. Bisakah anda menuliskan 'ibu' untuk saya di luar sini?"

365

dia menunjuk ke bagian atas kertas. Berikutnya, guru akan melihat bahwa anak tadi

akan berusaha menulis huruf "I" secara capital.

Pembelajaran tulis-menulis secara pemahaman : seorang guru menjelaskan kepada anak

usia 4 tahun untuk membuat kartu ucapan hari ibu dan menunjukkan kapada rnereka

cara menulis "Ibu". Unsur yang hilang disini adalah inisiatif dari seorang anak. Buku

kelas bisa membantu pembelajaran tulia-menulis dalam kelas kurikulum kreatif.

Membuat buku, membacanya ketika waktu bercerita, dan memajang dalam rak terbuka

yang membiarkan anak melihat bagaimana sebuah cetakan digunakan untuk

mendokumentasikan kegiatan sebagaimana ia melihat buku tersebut. Berikut ini ada

dua saran :

• Ambil foto aktivitas anak yang dalam era minat berbeda dalam ruang kelas.

Letakkan foto dalam kertas berwarna. Biarkan anak membuat catatan singkat

dalam foto tersebut, kemudian laminating kertas atau beri cover. Pasang kertas

kecil tadi dalam sebuah binder.

• Tiap kali anak-anak mengadakan perjalanan atau ada kejadian khusus, seperti

pindah ruang kelas atau ada tamu yang berkunjung, buatlah sebuah buku

dengan foto yang diberi catatan atau gambar oleh anak.

Meskipun sangat penting, ruangan pepustakaan bukanlah satu-satunya tempat

untuk mengembangkan keterampilan tulis-menulis. Anda bisa mengembangkan

keterampilan ini di ruang mana saja. Sebagai contoh, anda bisa meletakkan kertas dan

spidol di ruangan mainan sehungga anak bisa membuat tanda pada mainan tadi. Pada

ruangan seni, anada bisa menmbantu anakmngembangkan keterampilan

berkomunikasi dengan membuat pertanyaan atauu pernyataan seperti berikut :

"Ceritakan pada asya tentang gambarmu itu?" atau "Bagaimana anda membuat bentuk

itu?" Apakah tanganmu diputar-putar?" dalam hal ini anda akan mendapatkan ekspresi

ide dalam kata-kata. Ketika guru membuat "lingkungan baca", semua anak bisa

mengeksplorasi dan bereksperimen dengan bahasa, keterampilan membaca dan

menulis pada level kemampuan dan minat.

366

Munculnya Pemikiran yang Matematis

Matematika bukanlah sebuah nomor yang gampang dikenal, hanya membaca

tidak mencerinkan pengenalan surat dan suara. Lebih mudah memikirkan matematikan

sebagai konsep belajar dengan symbol dan aturan. Ketika anak belajar menghafal

matematika, mereka belajar tetapi mereka tidak bisa mengaplikasikannya dalam

pelajaran atau dalam pemecahan masalah. Biasanya mereka menjadi bosan dengan

matematika. Matematika adalah kemampuan berpikir secara logis, memecahkan

masalah dan membangun hubungan.

Bagaimana Anak Mengembangkan Matematika

Untuk menjadi pemikir yang matematis, anak butuh menjelajah, menggerakkan

dan mengatur benda-benda nyata sebelum mereka bisa mengabstraksikannya dalam

bentuk symbol. Ketika bermain, anak bisa belajar untuk bertanya, menganalisa dan

mendiskusikan temuan mereka dan melihat matematika adalah bagian dari kehidupan

sehari-hari. Dalam kurikulum kreatif, guru membantu anak utnuk meneliti dan

memikirkan tentang hubungn: matematis yang mereka temukan dalam kehidupan

sehari-hari seperti mereka bemain dengan balok, menuangkan air ke atas meja air,

menyiapkan makanan, atau membuat irama instrument. Dalam merespon anak yang

bermain di dalam kardus, guru bisa mengatakan, "aku lihat kau membuat dirimu muat

dalam ruang yang sangt kecil". Respon si anak mungkin seperti in: "Aku membuat

diriku menjadi kecil".

Dengan begini, guru menolong anak itu untuk memegang konsep dan belajar

bahasa matematika, dalam hal itu kata "kecil". Matematika meliputi semuaarea miant

dala kurikulum kreatif. Sebagaimana anak belajar menggunakan material yang nyata

dan mendapat kesempatan untuk menjabarkan apa yang sedang mereka lakukan.

Mereka mulai mengembangkan pemahaman akan hubungan matematis. Pengalaman

ini meliputi :

• Mengenal pola

367

• Mengelompokan dan mengklasifikasikan

• Menggambar

• Menaksirkan

• Mengukur

• Kemungkinan

Mengenal Pola

Pola menujukan bermacam-macam hubungan, urutan, pengulangan, pengaturan

atau sebab akibat. Pola adalah bagian dari kehidupan anak di rumah dan di kelas.

Pengenalan pola mengembangkan keterampilan penting dalam menyelesaikan masalah.

Mengidentifikasi, menjabarkan dan membuat poal, anak harus bisa mengatur informasi,

membedakan persamaan dan perbedaan, dan mernbuat keputusan.

Mengelompokkan dan Mengklasifikasi

Adalah awal yang baik untuk belajar matematika karena hal itu membantu anak

mengembangkan keterampilan berpikir. Anak senang membuat dan menggunakan

koleksi. Mereka mungkin mulai menyortir tanpa pikiran atau tujuan. Kemudian mereka

mulai menyortis sesuia dengan tujuan, seperti kesamaan warna, bentuk dan ukuran.

Grafiks

Grafik adalah bentuk langsung dari menyotir dan mengelompokkan, Sebuah

grafik memberikan informasi dalam sebuah cara pengaturan. Sebagai sebuah tampilan

penyajian dari data, hal ini membantu anak melihat hubungan. Grafik adalah sebuah

cara untuk anak melihat berbagai perbdaan dari bermacam informasi dalam sebuah

form. Sebuah grafik sederhana tentang macam-macam sesuatu yang dipakai anak bisa

dibuat dengan urutan sbb :

contoh konkrit sepatu bertali, Velcro atau sepatu kancing bergambar : ganbar yang

menyajikan bermacam tipe sepatu simbolik : symbol abstrak ynag menyajikan

bermacam tipe sepatu Setelah anak belajar bagaimana melihat dat dalam bentuk grafik,

368

mereka kemudian bisa menganalisa dan menggabungkan data. Hal ini

melibatkan perbandingan, menghitung, menambah dan mengurangi, menggunakan

lebih besar, lebih kecil, sama dengan dan tidak sama dengan.

Probabilitas/kemungkinan

Probabilitas merujuk pada suat kejadian yang meirip. Bekerja dengan data,

berpikir tentang prediksi, dan bertanya suatu pertanyaan baru adalah keterampilan

berpikir kritis yang perlu menghubungkan probabilitas, Anak bisa balajr tentang

probabilitas dengan melempar koin atau melempa dadu. Aktivitas yang berhubunan

dengan kemungkinan membantu anak untuk mengembangkan keterampilan

memecahkan masalah dan belajar tentang angka. Sebagaimana anak mengeksplorasi

aktivitas ini, anda bisa mendorong mereka untuk menjabarkan, bertanya, dan

mendiskusikan apa yang mereka kerjakan.

Munculnya Pemikiran yang Ilmiah

Anak usia dini adalah penyelidik, penuh curiga dan penuh dengan keinginan.

Mereka dilahirkan menjadi seoarang ilmuan. Dengan menggunakan indera, mereka

menyentuh, melihat, mencium dan mendengar serta mereka menemukan

hubungansebab akibat. Inilah munculnya pemikiran yang ilmiah.

Guru yang mengunakan kreatif kurikulum mendorong antusiasme anak untuk

mengekplorasi dengan membuat pertanyaan, membuat prediksi, dan menemukan

sesuatu denagn cara yang berbeda untuk membuktikan hipotesis mereka.

Apa Yang Bisa dilakukan Guru

Untuk membuat lingkungan yang mendukung munculnya pemikiran yang

ilmiah pada anak dengan membiasakan anak untuk mengeksplorasi dan bereksperimen

dalam semua area minat dalam ruang kelas. Guru bisa membantu anak untuk lebih

mengembangkan kemampuan investigasi mereka dengan membuat pertanyaan

pembuka dan penutup.

369

Ketika anak membuat koleksi, guru bisa mendorong mereka untuk

mengklasifikasikan sesuai dengan kesamaan dan perbedaan dan menjabarkan apa yang

mereka lihat dengan menggambar, grafik dan diskusi. Ketika guru mengajak anak

untuk meneliti sesuatu dan menjabarkan apa yang mereka lihat, guru membiarkan

mereka mengetahui bahwa guru tertarik dengan apa yang mereka pikirkan. Membantu

anak menjadi peneliti yang hati-hati yang bisa menjabaran apa yang mereka lihat

membuat mereka menjadi percaya diri dan kompeten menjadi pemikir sains, seperti

ilusrasi berikut:

Ketika bermain di luar ruangan, guru mengusulkan sekelompok anak-anak, "Ayo

berbaring di tanah lihat ke langit, Apa yang kalian pikir dan yang akan kita lihat?".

Anak-anak dengan semangat berbaring dan menunjuk burung-burung, awan, pesawat

terbang, dan sarang di pohon yang tinggi. Guru bertanya, "Seperti apa bentuk awan

itu?", Setelah mendengar dengan seksama, sang guru member! nasehat, "Apakah kalian

mau menjadi seperti seorang ilmuan dan mengingatkan apa yang kalian lihat? Ayo seua

masuk ke dalam untuk mengambil kertas hitam dan kapur. Kalian bisa mengambar

bentuk awan yang terlihat hari ini", Ketika mereka mengerjakan , guru bertanya, "Jika

kalian menggambar awan pada hari minggu ini, apakah menurut kalian awan terlihat

sama?". Sang guru mengajak anak untuk berspekulasi. Ketika proses dijalankan selama

seminggu, anak-anak terlihat dalam kegiatan tersebutmenggambar apa yang dilihat dan

didiskusikan.

Ketika guru mengajak anak-anak untuk membuat prediksi, ujilah ide mereka,

teliti basil akhirnya dan akan berpikir secara ilmiah. Adapun metode ilmiah meliputi :

� Identifikasi masalah

� Membuat prediksi

� Eksperimen dan menemukan solusi

� Meneliti apa ynag terjadi

� Berpikir dan membicarakan apa yang kita lihat dan lakukan

370

Guru yang menggunakan kreatif kurikulum mengembangkan sifat eksplorasi

anak danmengembangkan pemikiran mereka ketika mereka bergabung secara spontan

dan eksplorasi.

Contoh penerapan pembuatan silabus: PENGEMBANGAN SILABUS

Pengembangan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator Hasil

Belajar, adalah langkah awal dalam membuat materi mata kegiatan agar dapat

dilaksanakan di sekolah. Dalam pengembangan kurikulum yang mencakup kompetensi

yang akan dikembangkan dan hasil belajr yang akan dicapai, maka harus disusun suatu

silabus guna menunjang dalam proses kegiatan pembelajaran di sekolah.

Adapun langkah-langkah Pengembangan Silabus, antara lain sebagai berikut:

1. Menentukan Tema

Tema merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada

anak didik secara utuh. Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud

menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya

pembendaharaan bahasa anak didik dan membuat pembelajaran lebih bermakna.

Maksud dari penggunaan tema adalah agar anak mampu mengenal berbagai konsep

secara mudah dan jelas.

Pada prinsipnya tema ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu : 1)

Kedekatan; maksunya tema dipilih mulai dari tema terdekat dengan anak kepada tema

yang semakin jauh dari kehidupan anak. 2) Kesederhanaan; maksudnya tema

hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang sederhana menuju pada tema-tema yang

lebih sulit dan rumit. 3) Kemenarikan; artinya tema dipilih mulai dati tema-tema yang

menarik minat anak ke arah tema-tema yang kurang menarik minat anak, dan 4)

Keinsidentalan; maksudnya tema yang dipilih berdasarkan peristiwa atau kejadian

yang ada disekitar anak (sekolah) yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung

371

hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran walaupun tidak sesuai dengan tema yang

dipilih hari itu.

2. Langkah Penentuan Tema

Dalam menentukan tema-tema yang akan dipilih maka yang harus dilakukan

adalah : (1) Mengidentifikasi tema yang sesuai denga hasil belajar dan indikator dalam

kurikulum. (2) Menata dan mengurutkan tema berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan

tema. (3) Penjabaran tema kedalam sub-sub tema agar cakupan tema tidak terlalu luas.

Dan (4) Memilih sub tema yang sesuai.

Adapun tema yang dapat digunakan pada Taman Kanak-kanak dijabarkan

dalam perencanaan semester adalah sebagai berikut:

Tema Semester

No Tema Semester 1 Tema Semster 2

1. Diri Sendiri Rekreasi

2. Lingkunganku Pekerjaan

3. Kebutuhanku Air, udara, dan api

4. Binatang Alat komunikasi

5. Tanaman Tanah airku

6. Alam Semesta

3. Menentukan Alokasi Waktu Pembagian Tema

Setelah menentukan tema-tema yang akan dikembangkan dan dibagi menjadi

satuan waktu persemester maka masing-masing aspek pengembangan dijabarkan

372

dalam tema yang ada dengan alokasi waktu yang ada yang dijabarkan dengan bagan

berikut:

TEMA

ALOKASI WAKTU

ASPEK PENGEMBANGAN

Kompetensi Dasar

Hasil Belajar

Indikator

Masing-masing kompetensi bisa terdapat lebih dari satu hasil belajar maupun indikator

dalam sebuah aspek pengembangan yang dihubungkan dengan tema. Hasil belajar

dan indikator dalam aspek pengembangan yang dijabarkan tergantung dengan

relevansinya terhadap tema.

373

A. Perencanaan Semester

Perencanaan semester merupakan program yang berisikan jaringan tema, bidang

pengembangan, kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator yang ditata secara urutan

dan sistematis, alokasi waktu yang diperlukan untuk setiap jaringan tema dan

sebarannya kedalam semester 1 dan 2.

Adapun langkah-langkah pengembangan program semester sebagai berikut : (1)

Mempelajari dokumen kurikulum, yaitu kerangka dasar dan standar kurikulum. (2)

Menentuka tema-tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut

kedalam setiap kelompok dalam 1 semester. (3) Membuat ”matrik hubungan

kompetensi dasar dengan tema”. Dalam langkah ini adalah memasukkan hasil belajar

dan/ indakator kedalam jaringan tema. (4) Menetapkan alokasi waktu untuk setiap

jaringan tema dengan memperhatikan keluasan cakupan pembahasan tema dn minggu

efektif sekolah.

Contoh penyajian tema yang menyatu denga alokasi waktu dalam bentuk satuan

semester.

Tema semester 1

No Tema Alokasi Waktu

1 Diri Sendiri 3 minggu

2 Lingkunganku 4 minggu

3 Kebutuhanku 4 minggu

4 Binatang 3 minggu

5 Tanaman 3 minggu

374

JUMLAH 17 minggu

Tema Semester 2

No. Tema Alokasi Waktu

1 Rekreasi 4 minggu

2 Pekerjaan 3 minggu

3 Air, udara, dan api 2 minggu

4 Alat komunikasi 2 minggu

5 Tanah airku 3 minggu

6 Alam semesta 3 minggu

JUMLAH 17 minggu

Catatan :

Antara minggu ke 8 dan 9 pada semester 1 dan 2 dilakukan kegiatan tengah semester

selam kurang lebih 4 hari. Kegiatan tengah semester berisikan kegiatan-kegiatan yang

bertujuan mengembangkan bakat, kepribadian, prestasi dan kreativitas anak didik

dalam rangka pendidikan anak seutuhnya. Kegiatan tersebut seperti: pekan olahraga

dan seni, karyawisata/rekreasi, lomba kreativitas, praktek pembelajaran, bazar, atau

kegiatan lainya.

375

Contoh perencanaan semester 1 TK Kelompok A

DIRI SENDIRI

3 Minggu

Perkembangan Nilai Moral dan Agama

Kompetensi Dasar:

Dapat berdoa sebelum dan sesudah

kegiatan

Kompetensi Dasar :

Dapat menyanyikan lagu keagamaan

secara sederhana

Indikator Hasil Belajar :

1. Berdoa sebelum dan sesudah

makan

2. Sebelum dan sesudah belajar

Indikator Hasil Belajar :

1. Menyanyikan lagu keagamaan

Standar Kompetensi :

Anak mampu mengucapkan bacaan

doa/lagu keagamaan, meniru gerakan

beribadah, dan mengikuti aturan serta

dapat mengendalikan emosi.

376

B. Perencanaan Mingguan

Perencanaan mingguan dibuat dalam bentuk satuan kegiatan mingguan (SKM).

SKM merupakan penjabaran dari perencanaan semester yang berisi kegiatan-kegiatan

dalam rangka mencapai keluasan pembahasan tema dan subtema. SKM dibuat

berdasarkan SKM model pembelajaran kelompok dan pembelajaran berdasarkan minat.

TEMA

Alokasi Waktu

Aspek

Pengembangan

Sosial-Emosi

Aspek

Pengembangan

Bahasa

Aspek

Pengembangan

Nilai Moral dan

Aspek

Pengembangan

Kognitif

Aspek

Pengembangan

Fisik/Motorik

377

Berdasarkan sebaran tema dan waktu pembelajaran yang disusun pada

perencanaan semester maka dapat disusun Rencana Satuan Kegiatan Mingguan pada

semster 1 seperti berikut ini.

RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN

Tema : Diri Sendiri

Apek Pengembangan :

Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama

Minggu Pertama

• Nama, identitas dir dan ciri diri sendiri

• tubuhku

Minggu Kedua

• Kebiasaanku

• Hobiku

Minggu Ketiga

• Kesukaanku (makanan, minuman, warna, benda, dll)

• Cita-citaku

RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN

Tema : Lingkunganku

Apek Pengembangan :

Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama

Minggu Keempat

Keluargaku

• Anggota keluarga dan jumlahnya

• Silsilah keluarga

Minggu Kelima

Keluargaku

• Peran anggota keluarga

• Kebiasaan dan Aktivitas keluarga

378

Minggu Keenam

Rumahku

• Alamat/lokasi tempat tinggal

• Bagian-bagian rumah, isi dan kegunaannya

Minggu Ketujuh

Tetanggaku

• Siapa tetanggaku; sebayaku dan keluarganya – jumlah keluarga dan kebiasaannya

• Tempat-tempat (fasilitas) umum

di sekitar tempat tinggalku

RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN

Tema : Kebutuhanku

Apek Pengembangan :

Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama

Minggu Kedelapan

Makanan

• Makanan pokok, makanan kesukaan dan asal mula (sumber) makanan

• Membuat makanan ringan (agar-agar)

Minggu Kesembilan

Minuman

• Jenis-jenis minuman dan sumbernya

• Membuat teh manis dan susu

Minggu Kesepuluh

Pakaian

• Pakaian, jenis dan manfaatnya

• Asal mula pakaian dan cara membuatnya

Minggu Kesebelas

Kesehatan

• Kesehatan, pentingnya menjaga kesehatan

• cara menjaga kesehatan

379

RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN

Tema : Binatang

Apek Pengembangan :

Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama

Minggu Kedua belas

Binatang Peliharaan (seperti ayam dan itik) dan Binatang Kesayanganku (anjing, kucing dan lainya)

• Nama, dan ciri hewan peliharaan

• Merawat hewan peliharaan (makanan, minuman, tempat dan kesehatannya)

• Manfaat hewan peliharaan bagi manusia

Minggu Ketiga belas

Sapi, kambing, harimau, dan burung (merpati dan walet)

• Ciri-ciri

• Makanan dan tempat hidupnya

• Cara berkembang biak

Minggu Keempat belas

Kupu-kupu, ular, ikan dan kodok

• Ciri-ciri

• Makanan dan tempat hidupnya

• Cara berkembang biak

380

RENCANA SATUAN KEGIATAN MINGGUAN

Tema : Tanaman

Apek Pengembangan :

Bahasa, kognitif, fisik motorik, sosial-emosional, dan pengembangan nilai moral dan agama

Minggu Kelima belas

Jenis dan bagian tanaman

• Nama dan ciri-cirinya

• Akar, batang dan daun

• Bunga dan buah

Minggu Keenam belas

Buah-buahan (apel dan anggur, mangga dan alpukat, jambu biji dan jeruk, serta kacang tanah)

• Nama dan ciri-cirinya

• Bagian-bagian buah

• Pemanfatan buah

Minggu Ketujuh belas

Sayuran

• Sayuran, jenis dan cirinya

• Bayam dan daun ubi

• Wartel dan timun

• Tauge

Namun, pada pembuatan re-desain kurikulum ini SKM dijabarkan berdasarkan

model-model dalam pembelajaran terpadu. Dengan mengangkat tiga model

pembelajaran yaitu model Nested (Menyarang), Shared (Berbagi) dan Threaded

(Meronce). Contoh-contoh penjabaran penbelajaran dengan model-model tersebut akan

di bahas pada Bab IV.

C. Perencanaan Harian

Perencanaan harian disusun dalam bentuk satuan kegiatan harian (SKH). SKH

merupakan penjabaran dari satuan kegiatan mingguan (SKM). SKH memuat kegiatan-

kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara individual, kelompok dan

klasikal selama satu hari. Secara garis besar dalam SKH kegiatan dibagi dalam beberapa

sesi, yaitu : kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat/makan, dan kegiatan akhir. Kegiatan

awal adalah kegiatan untuk pemanasan dan dilaksanakan secara klasikal berupa

381

kegiatan berdoa/mengucap salam, membicarakan tema atau subtema, dan sebagainya.

Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dapat mengaktifkan perhatian, kemampuan,

sosial dan emosional anak. Kegiatan ini dapat dicapai melalui kegiatan yang memberi

kesempatan anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen yang akan memunculkan

inisiatif, kemandirian, dan kreativitas anak. Kegiatan inti dapat dilaksanakan secara

individual maupun kelompok. Istirahat/makan adalah kegiatan yang digunakan untuk

mengisi kemampuan anak dalam kegiatan makan seperti mengenalkan kesehatan,

makanan bergizi, tata tertib makan dan sebagainya. Setelah kegiatan makan selesai anak

melakukan kegiatan bermain untuk pengembangan motorik dan sosialisasi anak.

Kegiatan akhir merupakan kegiatan penenangan yang dilaksanakan secara klasikal

diberikan pada akhir pembelajaran melalui membacakan cerita buku,

mendramatisasikan cerita dan lain-lain.

Pada kegitan awal berisikan pemanasan dan dilaksanakan secara klasikal.

Kegiatan inti berisikan kegiatan-kegiatan yang memberikan kesempatan pada anak

untuk ber eksplorasi dan bereksperimen, sehingga mampu menumbuhkan sikap

inisiatif, kemandirian, kreativitas, serta meningkatkan pemahaman anak akan

konsep,konsentrasi, dan mengembangkan kebiasaan bekerja denganbaik dan sesuai

dengan aturan, baik dilaksanakan secara individul maupun kelompok. Kegiatan

istirahat/ makan merupakan kegiatan rileksasi sekaligus mengenalkan dan

membiasakan tentang pola makan yang seimbang dan bergizi, serta melatih anak

bertanggungjawab dan mandiri pada saat makan bersama. Kegiatan akhir merupakan

kegiatan penutup yang berisikan penenangan dan review dari kegiatan yang

dilaksanakan selama satu hari itu, biasanya dilaksanakan secara klasikal.

382

SATUAN KEGIATAN HARIAN

Kelompok : TK A Tema : Aku

Semester/Minggu : I/pertama Sub tema : Indentitasku

Hari/tanggal : Senin/23 Februari 2009

Alokasi Waktu :

Pembukaan:

-. Salam pagi hari : menyambut kedatangan setiap anak dengan kehangatan dan cinta

-. Ikrar dan berdoa : anak bersama guru, boleh dipimpin oleh salah satu anak yang bersedia

-. Jurnal pagi : menanyakan situasi dan kondisi anak pada pagi ini, membicarakan kegiatan kemarin dan kegiatan yang akan dilakukan hari ini (appersepsi)

Kegiatan inti:

Aspek Pengembangan dan Indikator

Strategi Pengembangan Pengalaman Belajar dan Urutan Kegiatan

Asessmen Perkembangan

Anak Materi Metode Media

Anak dapat bernyayi (seni) Lagu anak “Aku Anak Sehat”

Praktek langsung

Piano • Guru mengajak anak untuk berdiri di samping meja masing-masing.

• Guru memainkan piano dan mengajak anak bernyanyi Aku Anak Sehat”

• Guru mengulang lagu tersebut dua kali.

• Lisan

• perbuatan

383

Anak dapat berkomunikasi secara lisan dengan lafal yang benar

Anak mampu menyebutkan nama dan jenis kelaminnya. (bahasa)

Anak dapat menggunakan kata ganti (aku, saya, kamu, dia) (bahasa)

Mengenal ukuran panjang, berat, dan isi (kognitif)

Menunjukkan rasa percaya diri (pembiasaan)

• identitas diri siswa

• •

• Praktek langsung

• Bercakap-cakap.

• demonstrasi

Foto keluarga

• Guru menjelaskan tentang maksud dari identitas diri secara sederhana.

• Guru mencontohkan dengan menceritakan identitasnya di depan siswa dengan menunjukkan foto keluarganya.

• Guru meminta siswa untuk mengeluarkan foto keluarganya masing-masing.

• Guru meminta salah satu siswa untuk maju dan menceritakan identitasnya.

• Lisan

• Perbuatan

• Portofolio

• Anecdotal record

Dapat menggambar sederhana dengan pensil warna, crayon, dll (seni)

Dapat menggerakkan jari tangan untuk kelenturanm kekuatan otot, dan koordinasi (fisik/motorik)

• Gambar diri • Praktek langsung

• Kertas gambar (A4)

• Pensil warna

• Krayon

• Guru membagikan kertas gambar dan pensil warna/crayon kepada siswa.

• Guru meminta siswa menggambar dirinya sendiri dengan cita-citanya

• Perbuatan

• Portofolio hasil karya anak.

Penutup :

-. Jurnal siang : review kegiatan satu hari, umpan balik dan informasi tentang kegiatan esok hari sebagai motivasi bagi anak

384

-. Do’a pulang dan salam perpisahan

Mengetahui Jakarta, .........................

Kepala TK Guru Kelas,

--------------------- --------------------------

-

385

SATUAN KEGIATAN HARIAN

Kelompok : TK A Tema : Aku

Semester/Minggu : I/pertama Sub tema : Tubuhku

Hari/Tanggal : Selasa/24 Februari 2009

Alokasi Waktu :

Pembukaan:

-. Salam pagi hari : menyambut kedatangan setiap anak dengan kehangatan dan cinta

-. Ikrar dan berdoa : anak bersama guru, boleh dipimpin oleh salah satu anak yang bersedia

-. Jurnal pagi : menanyakan situasi dan kondisi anak pada pagi ini, membicarakan kegiatan kemarin dan kegiatan yang akan dilakukan hari ini (appersepsi)

Kegiatan inti:

Aspek Pengembangan dan Indikator

Strategi Pengembangan Pengalaman Belajar dan Urutan Kegiatan

Asessmen Perkembangan

Anak Materi Metode Media

Anak dapat bernyayi (seni)

Anak dapat bergerak sesuai dengan irama (seni)

Lagu anak “ • Praktek langsung

• Piano

• Lagu anak “

• Guru mengajak anak untuk berdiri di samping meja masing-masing.

• Guru memainkan piano dan mengajak anak bernyanyi “…”

• Guru meminta anak untuk bernyanyi dengan gerakan sesuai dengan lirik dan irama

• Lisan

• perbuatan

386

lagu

• Guru mengulang lagu tersebut dua kali.

Dapat menggunakan bahasa isyarat seperti seperti anggukan kepala, gerkan tubuh, tangan dan mata

Dapat mendengarkan dan menyimak guru dan temannya. (bahasa)

Mampu melaksanakan beberapa perintah secara berurutan dengan benar (bahasa)

Anggota tubuh

• Praktek langsung

• Bercakap-cakap

• Lagu “tunjuk aku”

• Guru mengajak anak untuk menyebutkan aggota tubuh yang ada.

• Guru mengajak anak bermain “tunjuk aku”

• Guru akan menyanyikan lagu “tunjuk aku” dan akan menyebutkan salah satu anggota tubuh.

• Dan siswa akan membalas lagu tersebut dengan menunjuk anggota tubuh yang diminta guru.

• Lisan

• Perbuatan

• Anecdotal Record

Dapat bertanggung jawab (pembiasaan)

Terbiasa untuk disiplin (pembiasaan)

Dapat berkomunikasi secara lisan dengan lafal yang benar (bahasa)

Dapat menyebutkan perbedaan dua buah benda (kognitif)

Anggota tubuh

Cara merawat anggota tubuh (rambut, hidung, mata)

• Praktek langsung

• Gambar anggota tubuh (rambut, hidung, mata)

• Guru mengeluarkan gambar anggota tubuh (rambut, hidung, mata)

• Guru meminta anak untuk menyebutkan bagaimana cara mereka dalam merawat rambut, mata, dan hidung

• Lisan

• Perbuatan

387

Penutup :

-. Jurnal siang : review kegiatan satu hari, umpan balik dan informasi tentang kegiatan esok hari sebagai motivasi bagi anak

-. Do’a pulang dan salam perpisahan

Mengetahui Jakarta, .........................

Kepala TK Guru Kelas,

--------------------- --------------------

-

388

A. EVALUASI

1. Perkembangan kognitif anak usia dini adalah

a. perubahan yang terjadi pada fungsi berpikir anak secara kualitatif

b. pertumbuhan yang terjadi pada otak anak secara kuantitatif

c. berkembangnya intelektual anak dalam waktu cepat

d. berkembangnya dendrite dan myelin pada otak anak secara bertahap

2. Kemampuan kognitif anak usia dini perlu dikembangkan karena …

a. anak merupakan generasi penerus bangsa

b. anak akan menghadapi dan memecahkan masalah dalam kehidupannya

c. anak memiliki potensi yang harus dikembangkan

d. anak akan hidup di dunia lebih lama dan membutuhkan pengetahuan

3. Menurut Piaget, tahapan perkembangan anak usia 4 – 6 tahun berada pada tahap

praoperasional yang berarti…

a. anak mampu mengenal benda, warna, dan ukuran dengan baik

b. anak mampu mempelajari sesuatu yang abstrak

c. anak belajar mengenal sesuatu melalui intuisi

d. anak masih berpikir satu arah

4. Anak sudah mulai belajar membilang dengan benda pada usia 4 tahun karena…

a. Anak tidak bisa berpikir abstrak

b. anak sudah mulai tertarik dengan angka

c. anak baru bisa menghitung benda

d. anak mulai berpikir melalui benda konkrit

5. Cara mengenalkan konsep sebab akibat pada usia TK adalah ….

a. melakukan percobaan di alam secara langsung

b. mengenalkan contoh-contoh sebab akibat dengan gambar

c. melakukan kegiatan bermain peran dalam pembelajaran

d. melakukan praktek/demonstrasi di depan anak

6. perkembangan bahasa adalah …

389

a. perubahan yang terjadi pada fungsi komunikasi secara kualitatif

b. pertumbuhan yang terjadi pada struktur pengucapan dan otak secara

kuantitatif

c. berkembangnya fungsi mulut, lidah, pendengaran, dan telinga secara

d. berkembangnya perbendaharaan kosa kata, dan bertambah lancarnya

pengucapan anak

7. Kemampuan bahasa anak usia dini perlu dikembangkan karena …

a. anak membutuhkan orang lain dalam kehidupannya

b. anak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan

c. anak tidak bisa hidup sendiri

d. anak memiliki pengetahuan yang perlu dikembangkan

8. Yang termasuk dalam kemampuan bahasa adalah …

a. membaca, menulis, dan berhitung

b. menyimak, membaca, dan membilang

c. berbicara, membaca, dan menulis

d. menulis, menyimak, dan mengarang

9. Pada usia 3 tahun anak sudah mulai mencoret karena …

a. anak sudah mulai mengikuti perilaku orang dewasa

b. anak peka terhadap gambar dan tulisan

c. anak ingin mengembangkan motorik halusnya

d. anak sedang berada pada tahapan menulis permulaan (scribbling)

10. Cara mengenalkan membaca pada tahapan membaca gambar yang paling efektif

adalah …

a. membacakan buku cerita bergambar pada anak

b. menunjukkan gambar dan mengeja suku kata gambar tersebut

c. menempelkan gambar di dinding rumah atau sekolah

d. menempatkan suku kata/kata di sebelah gambar

11. Berikut ini yang bukan termasuk faktor yang mempengaruhi aspek sosial dan emosi

anak adalah:

390

a. Belajar

b. Kematangan

c. Pola asuh

d. Keturunan

12. Proses terjadinya pengaruh sosial pada anak , dimana anak ingin menjadi seperti

orang yang dicontoh disebut dengan istilah:

a. Imitasi

b. Identifikasi

c. Klarifikasi

d. Internasilisasi

13. Berikut ini adalah karakteristik emosi pada anak:

a. Emosi anak berlangsung singkat

b. Emosi anak jarang muncul

c. Respon emosi anak tidak beragam

d. Kekuatan emosi anak tetap konstan

14. Cara yang perlu dihindari guru dalam mengembangkan program untuk

optimalisasi ketrampilan sosialisasi dan emosi anak , adalah

a. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan

b. Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri

c. Menghargai ide/gagasan anak

d. Memberitahu anak solusi pemecahan masalah

15. Berikut ini adalah hal yang perlu diperhatikan pendidik dalam mengembangkan

kemampuan sosialisasi dan emosi pada anak usia dini, kecuali:

a. Stimulasi yang seragam

b. Usia anak yang beragam

c. Kebutuhan tiap anak yang unik

d. Tahap perkembangan anak

16. Usia prasekolah merupakan masa yang paling ideal untuk mengembangkan

keterampilan karena hal-hal berikut ini, kecuali….

391

a. Anak mau mengulang-ulang tindakannya

b. Anak berani mencoba

c. Anak belum memiliki banyak keterampilan

d. Anak banyak memiliki tanggung jawab

17. Gerakan fundamental merupakan karakteristik perkembangan motorik anak pada

usia….

a. 0-1 tahun

b. 3-5 tahun

c. 5 - 6 tahun

d. 6-8 tahun

18. Kemampuan memilih dan menggerakkan jari yang digunakan untuk tugas tertentu

secara tepat merupakan keterampilan yang berkaitan dengan….

a. Pemisahan jari-jari

b. Pelepasan genggaman

c. Kepekaan jari-jari

d. Pengendalian gerakan jari

19. Kecepatan manipulative merupakan ….

a. Kestabilan gerakan tangan (mengurangi gemetar)

b. Pengendalian terhadap kecepatan gerakan (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu

lambat)

c. Umpan balik dari otot, sendi, kulit dan tendon/urat daging yang digunakan

untuk membantu dalam memperhalus gerakan.

d. Kemampuan untuk mengambil dan memanipulasi objek; melibatkan

penggunaan ibu jari dan telunjuk dan seringkali jari tengah.

20. Keterampilan motorik halus anak dapat dilatih dengan memberikan pensil kepada

anak untuk berlatih meniru gambar lingkaran, garis lurus vertical, garis lurus

horizontal, dan garis bergelombang yang tidak terputus-putus. Usia yang tepat

untuk menstimulasi kegiatan tersebut adalah saat anak berusia…

a. 3 – 3 ½ tahun

392

b. 3 ½ - 4 tahun

c. 4 ½ - 5 tahun

d. 5-6 tahun

21. Model pembelajaran high scope adalah …

a. pembelajaran yang mengutamakan anak-anak miskin dan berkebutuhan khusus

agar menjadi anak yang mandiri

b. pembelajaran berbasis masyarakat

c. pembelajaran yang mengutamakan interaksi anak dengan orang dewasa

d. pembelajaran yang menyediakan pusat-pusat minat anak

22. Area memasak pada pembelajaran kreatif mampu mengembangkan kognitif anak

dengan cara sebagai berikut, kecuali …

a. mengenal warna dan bentuk makanan

b. menggunakan peralatan masak

c. mengenalkan anak pada gizi yang terkandung dalam makanan

d. mengetahui perbedaan makanan sebelum dan sesudah di masak

23. Montessori menekankan pada masa peka anak dalam belajar karena …

a. saat itu anak sedang muncul mood-nya

b. anak sedang tertarik pada hal-hal tidak biasa

c. anak sudah mulai pada belajar akademik

d. fungsi-fungsi fisiknya mulai berkembang

24. Prinsip kurikulum emergent pada model Reggio Emilio dimaksudkan adalah…

a. kurikulum sudah ditetapkan dalam perencanaan pembelajaran

b. kurikulum dikembangkan sendiri oleh sekolah

c. materi yang disampaikan berdasarkan minat anak

d. materi pelajaran berdasarkan standar yang ditetapkan oleh kementerian

pendidikan nasional

25. Cara memunculkan minat anak dalam belajar adalah …

a. melalui pemberian kesempatan seluasnya-luasnya/bermain bebas

b. melalui pembicaraan/percakapan ketika memulai pelajaran

393

c. melalui pemenuhan kebutuhan anak saat bermain

d. melalui wawancara dengan orangtua dan/atau pengasuhnya

26. Pembelajaran bahasa anak usia dini adalah …

a. pelajaran yang mengembangkan kemampuan membaca dan menulis anak usia

dini

b. kegiatan yang membantu anak dalam mengungkapkan pikiran dan

perasaannya

c. seperangkat langkah-langkah kegiatan yang mengembangkan kemampuan

berkomunikasi pada anak usia dini

d. pembelajaran yang mengarahkan anak agar dapat bercerita secara lisan dan

tertulis

27. Bahasa perlu dipelajari oleh anak karena …

a. anak hidup dalam lingkungan masyarakat yang berbudaya

b. anak akan mendapatkan pengetahuan yang lebih kompleks

c. anak memiliki potensi untuk berkomunikasi dengan baik

d. anak adalah individu yang membutuhkan bantuan

28. Cara anak memperoleh bahasa melalui …

a. pergaulan dengan lingkungan

b. pengaruh genetika dari orangtuanya

c. gabungan dari faktor keturunan dan lingkungan

d. semuanya benar

29. Penggunaan kalimat positif sangat ditekankan dalam berkomunikasi dengan anak

karena …

a. membantu otak anak dalam mengembangkan dendrite dan myelinnya sehingga

anak dapat berpikir kreatif

b. membantu anak menemukan ide yang positif sehingga anak lebih cerdas

c. kalimat negative akan mematikan perkembangan berpikir anak

d. kalimat positif sangat efektif untuk mengajarkan hal-hal yang baik pada anak

30. Metode yang tepat untuk mengajarkan membaca lancar pada anak adalah …

394

a. menyuruh anak untuk mengeja huruf, suku kata, kata, dan kalimat

b. menunjukkan gambar dan suku kata pada anak, lalu anak membaca

c. memberi kesempatan pada anak untuk bercerita sesuai dengan pengalamannya

d. guru membacakan terlebih dahulu, setelah itu anak mengikuti

31. Pembelajaran Matematika adalah …

a. rancangan kurikulum yang mengajarkan kemampuan berhitung permulaan

b. seperangkat langkah-langkah kegiatan yang mengembangkan kemampuan

aljabar, geometri, dan aritmetika

c. pembelajaran yang mencakup semua materi penjumlahan, pengurangan, dan

pembagian

d. kegiatan bermain yang mengutamakan kemampuan kognitif anak

32. Prinsip mengajarkan matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata karena

a. matematika bukan hanya pemikiran dalam otak, tetapi berguna untuk

kehidupan perekonomian anak di kemudian hari

b. anak hidup dalam pengalaman nyata dalam pemenuhan kebutuhannya

c. anak membutuhkan pengetahuan yang lebih kompleks dalam berhitung

d. matematika mengarahkan anak dalam berpikir logika dan penalaran untuk

memecahkan masalah dalam kehidupan

33. Tahap awal mengenalkan aljabar permulaan pada anak adalah mengenalkan …

a. pengelompokkan

b. warna dan bilangan

c. pola

d. bentuk dan ukuran

34. Cara mengenalkan bentuk geometri pada anak usia TK adalah …

a. bercakap-cakap tentang konsep ruang dan posisi

b. menugaskan anak untuk mengisi lembar kerja tentang letak benda

c. menyuruh anak mengambil bentuk-bentuk geometri di suatu tempat

d. mengajak anak bermain bebas bersama

395

35. Anak mengenal probabilitas pada saat …

a. ketika anak bermain dadu

b. ketika anak berkhayal tentang sesuatu

c. ketika anak menghitung benda atau waktu

d. ketika anak diajak bercakap-cakap tentang sesuatu yang akan terjadi

36. Pembelajaran sains adalah …

a. pelajaran yang memuat tentang alam semesta dan isinya

b. konsep tentang mahluk hidup dan benda mati dalam kehidupan

c. kegiatan yang mengembangkan berbagai pengetahuan dalam kehidupan anak

d. pembelajaran yang berkaitan dengan biologi, matematika, dan fisika

37. Sains perlu dipelajari sejak usia dini karena …

a. sains adalah pengetahuan yang didapatkan secara alamiah

b. sains sangat berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan

c. anak membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhannya

d. anak hidup dalam dunia nyata

38. Cara anak mempelajari sains sebagai berikut, kecuali …

a. mencobakan dan meralatkan

b. mengamati dan mengklasifikasi

c. mengukur dan mengkomunikasikan

d. memperhitungkan dan memperkirakan

39. Yang termasuk natural sains adalah …

a. ilmu bumi dan geografi

b. kesehatan dan ilmu alamiah dasar

c. matematika dan fisika

d. kimia dan astronomi

40. Kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan oleh anak ketika mempelajari sains

sebagai berikut, kecuali …

a. anak mengenal sebab akibat

b. anak membedakan berbagai mahluk hidup

396

c. anak menemukan sesuatu yang baru

d. anak mengenal warna, bentuk, dan ukuran

397

KUNCI JAWABAN

1. a

2. b

3. c

4. d

5. a

6. a

7. b

8. c

9. d

10. a

11. d

12. b

13. a

14. d

15. a

16. d

17. b

18. a

19. b

20. b

21. a

22. b

23. d

24. c

25. b

26. c

27. b

28. d

29. a

398

30. c

31. b

32. d

33. c

34. d

35. a

36. c

37. b

38. a

39. b

40. d

399

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Antarina S.F. The High/Scope Early Childhood Edicational Model. Makalah yang

disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung, 10 September 2003.

Ann S. Epstein. Is the High/Scope Educational Approach Compatible With the Revised Head

Start Performance Standart. High/Scope Educational Research Foundation. Brewer, Jo Ann. Introduction To Early Childhood Education. Allyn and Bacon: Boston, 2006. Bromley, Karen D’Angelo. Language Arts: Exploring Connections 2nd Ed. Allyn & Bacon:

Boston, 1992. Carruthersand, Elizabeth dan Maulfry Worthington. Children’s Mathematics Making

Marks Making Meaning. London: Sage Publication, 2006. Catron, CE., JA. Early Childhood Curriculum A Creative-Play Model. New Jersey: Prentice-

Hall.Inc., 1999. Charlesworth, Rosalind. Experience in Math For Young Children, 5th Edition. New York:

Thomson Delmar Learning, 2005. Cooke, Heathet. Mathematics for Primary and Early Years. London: Sage Publication, 2007. Copley, Juanita V. The Young Child and Mathematics. Washington D.C: NAEYC, 2000. Coughin, Pamela A, Kristen A Hansen, Dinah Heller (et.al). Menciptakan Kelas yang

Berpusat pada Anak (terj). Jakarta: Children’s Resources International, Inc., 2000. Crain, W. 2000. Theories of Development, Concepts and application, 4th ed. Prentice

Hall.

Dodge, Diane Tister (et.all. The Creative Curriculum for Family Childcare. Washington D.C: Teaching Strategies, 2001.

Dodge, Diene Trister. Creative Curriculum for Pre-School 4th Editition. Washinton DC:

Teaching Strategies, 2007. Erikson, Piaget and Vygotsky, 2000. St. Paul, MN, Redleaf Press.

Eun Mi, Dan. Aneka Kegiatan Seni dan Keterampilan Kertas. Jakarta: Koica, 2005.

400

Feeney, Stephanie, Doris Christensen dan Eva Moravcik. Who Am I in The Lives of Children?, 7th ed. Ohio: Pearson, 2006.

Gee, Robyn. Menghibur dan Mendidik Anak Kecil (terj). Jakarta: Periplus, 1995. Gestwicki, Carol. Developmentally Appropriate Practice Curriculum and Development in

Early Education 3rd Ed. Thomson Delmar: New York, 2007. Gordon, Ann Miles & kathryn W. Browne. Beginnings & Beyond Foundations in Early

Childhood Education. Thomson Delmar: New York, 2004. Hainstock, Elizabeth G. Metode Pengajaran Montessori untuk Anak Pra-sekolah. Jakarta:

Pustaka Delapratasa, 1999. Haylock, Dereck dan Fionna Thangata. Key Concepts in Teaching Primary Mathematics.

London: Sage Publication, 2007. Henniger, Michael L. Teaching Young Children. New Jersey: Thompson Delmar Learning,

2009. Hohmann, Mary & David P. Weikart. Educating Young Children. High Scope: Michigan,

1995. Hurlock, E.B. Child Development. New York: McGraw-Hill Book Company, 1999.

Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak Jilid 1. (terj). Jakarta: Erlangga, 1996. Jalonggo, Mary Renck. Early Childhood Language Arts 4th Ed. Pearson Education: Boston,

2007. Jurnal Online www.proquest.com/pqdweb. Koleksi Foto TIM NEST dan koleksi pribadi. Landy, Joanne M & Keith R. Burridge. Fine Motor Skills and Handwriting Activities for

Young Children: Teaching, Remediation and Assesment. New York: The Center for Applied Research in Education, 1999.

Mayesky, Mary. Creative Activities for Young Children, 4th ed. New York: Delmar

Publishers Inc., 1990. Mooney, C.G. 2000. Theories of childhood: an introduction to Dewey, Montessori,

401

Morrison, George S. Early Childhood Education Today. Pearson Prentice Hall: New Jersey, 2007.

Nilsen, Barbara Ann. Week by Week: Documenting the Development of Young Children, 3rd

ed. USA: Thomson Delmar Learning, 2004. Roopnarine, Jaipul L. & James E. Johnson. Approaches to EarlyChildhood Education 4th Ed.

New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005. Santrock, W.J. Child Development. 1996. Dallas: Brown & Benchmark Publishers.

Smith, Susan Sperry. Early Childhood Mathematics International Edition. New York: Pearson. 2009.

Sonawat, Reeta ang Jasmine M. Francis. Language Development for Preschool Children.

Mumbay : Multi Tech Publishing, 2007. Sroufe, L.A. 1996. Child Development. Its Nature and Course. USA: The McGraw Hill

Companies. Inc

Walle, John. Matematika Pengembangan dan Pengajaran. Jakarta: Erlangga, 2007. Warner, Laverne & Judith Sower. Educating Young Children. Boston: Pearson Education,

2005. Weaver, Constance. Understanding Whole Language. Irwin Publishing: Toronto, 1990. Woolfson, Richard C. Anak yang Cerdas (terj). Batam: Karisma Publishing Group, 2006.

Brewer, Jo Ann. Introduction Early Childhood Education-Preschool Through Primary Grades-Sixth Edition. USA: Pearson Education Inc, 2007.

Catron, Carol E and Jan Allen. Early Childhood Curriculum A Creative Play Model. New

Jersey: Prentice Hall, 1999. Dodge, Diane Trister, Laura J. Colker. The Creative Curriculum For Early Childhood,

Washington: Teaching Strategies, 1999.

ASSESMENT

A. Assesment Pembelajaran 1 1. Kompetensi Guru

Evaluasi : 1. Jelaskan pengertian guru ? 2. Jelaskan pengertian pendidik ? 3. Deskripsikan profil pendidik guru yang ideal menurut anda. 4. Jelaskan makna tanggungjawab 5. Jelaskan hubungan tanggungjawab, kesadaran, pengabdian dan

pengorbanan 6. Jelaskanlah kewajiban yang harus dilaksanakan guru professional 7. Jelaskanlah empat kompetensi guru professional dan berikan

contoh-contoh pelaksanaan dalam pembelajaran 8. Bagaimana jika salah satu kompetensi tidak dikuasai guru dan apa

dampaknya pada pembelajaran 9. Deskripsikan citra diri positif 10. Jelaskan manfaat citra diri positif 11. Jelaskan langkah-langkah pengembangan citra diri positif 12. Jelaskan pengertian etika ? 13. Jelaskan perbedaan antara etika ,moral, dan akhlak ? 14. Untuk apa guru memahami etika ? 15. Jelaskan makna komitmen 16. Jelaskan mengapa komitmen terhadap tugas penting bagi guru 17. Jelaskan makna empati 18. Jelaskan mengapa guru perlu memiki rasa empati yang tinggi

terhadap siswanya 19. Jelaskan dampak empati guru terhadap siswanya dalam

pembelajara?

B. Assesment Pembelajaran 2 1. Teori dan Desain Pengembangan Pembelajaran

Tes Formatif 1: 1. Teori ilmiah yang melandasi desain silabus dan RPP yang berkaitan

dengan proses belajar. a. Teori analisis peserta didik

b. Teori pembelajaran

c. Teori belajar

d.Teori komunikasi

2. Jenjang terakhir tujuan pembelajaran dan ranah yang telah direvisi.

a. menilai

b. mencipta

c. mensintesis

d. menganalisis

3. Komponen pertama Pengembangan Silabus dan RPP

a. Tujuan

b. Materi

c. Strategi

d.Evaluasi

4. Perumusan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator harus menggunakan kata kerja yang bersifat operasional, kecuali:

a. Membaca

b. Menyanyi

c. Menguasai

d.Menjawab

5. Langkah-langkah pembelajaran dikembangkan berdasarkan:

a. Strategi pembelajaran

b. Pendekatan pembelajaran

c. Metode pembelajaran

d.Teknik pembelajaran

6. Manakah yang tergolong materi fakta ?

a. Peristiwa gempa bumi

b. Hukum Archimedes

c. Prosedur menabung

d.Ciri-ciri makhluk hidup

7. Pengembangan Silabus dan penyusunan RPP merupakan dokumen pengembangan KTSP sesuai PerMenDikNas.

a. Nomor 14 Tahun 2007

b. Nomor 41 Tahun 2005

c. Nomor 14 Tahun 2005

d. Nomor 41 Tahun 2007

8. Perumusan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dapat memiliki keterkaitan dan kesesuaian bila dikembangkan melalui:

a. Identifikasi kebutuhan

b. Analisis pembelajaran

c. Analisis kurikulum

d. Identifikasi masalah pembelajaran

9. Kegiatan inti pembelajaran yang dikembangkan dalam RPP kecuali:

a. Eksplorasi

b. Elaborasi

c. Konfirmasi

d. Refleksi

10. Komponen silabus dan RPP yang bukan komponen pengembangan:

a. Identitas mata pelajaran

b. Indikator

c. Sumber referensi

d.Alokasi waktu

Tes Formatif 2 1. Fungsi bahan ajar modul/LKS

a. untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa

b. untuk meningkatkan hasil belajar siswa

c. untuk mengisi waktu luang siswa

d. untuk menambah waktu belajar siswa

2. Manakah bahan ajar yang lengkap dan dapat digunakan secara mandiri oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran ?

a. Buku

b. Video

c. Modul

d. Surat kabar

3. Komponen latihan pada modul diletakkan setelah komponen:

a. tes formatif

b. rangkuman

c. uraian materi

d. kunci jawaban

4. Bagian penting dalam LKS yang membedakan antara LKS satu dan lainnya adalah:

a. bagian inti

b. bagian penutup

c. bagian awal

d. bagian akhir

5. Fungsi rangkuman materi pada bagian pendahuluan LKS

a. memperbanyak halaman LKS

b. merupakan alat motivasi belajar

c. mengulangi isi buku pelajaran

d. mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan kegiatan belajar siswa

6. Prinsip mengembangkan isi modul/LKS kecuali:

a. bahasa

b. ilustrasi

c. keakuratan ilmu pengetahuan

d. fisik modul/LKS

7. Syarat-syarat penulisan LKS , kecuali:

a. sesuai dengan silabus dan RPP

b. tersedia tipe tugas atau latihan

c. mudah dipahami siswa

d. alur penyajian tidak sistematis

8. Variasi kegiatan belajar yang merupakan ciri isi LKS kecuali:

a. meringkas buku

b. menjawab soal-soal

c. melakukan percobaan

d. memasangkan gambar dengan kata

9. Penulisan modul/LKS diawali dengan tahap:

a. perancangan

b. pengembangan

c. produksi

d. evaluasi

10. Tahap yang memerlukan tenaga khusus dalam masalah pencetakan:

a. perancangan

b. pengembangan

c. produksi

d. evaluasi

Tes Formatif 3 1. Media pembelajaran dalam sistem komunikasi merupakan

komponen: a. Sumber

b. Pesan

c. Saluran

d. Penerima

2. Kriteria utama dalam memilih media: a. Kemampuan media

b. Tujuan pembelajaran

c. Jumlah siswa

d. Kemudahan penggunaan

3. Media yang merupakan objek pengganti, kecuali: a. Mock up

b. Simulator

c. Model

d. Realia

4. Media yang dapat dengan mudah membangkitkan efek emosi: a. Audio

b. Film

c. Video

d. Radio

5. Kriteria pertama pemilihan media yang berbasis teknologi komputer a. Akses

b. Biaya

c. Kemudahan penggunaan

d. Kecepatan

6. Komponen media yang dibuat sendiri oleh guru, kecuali: a. Tujuan

b. Materi

c. Strategi

d. Evaluasi

7. Prosedur memanfaatkan media kecuali: a. Pengumpulan bahan

b. Persiapan

c. Pelaksanaan

d. Tindak lanjut

8. Scrabble, puzzle tergolong media pembelajaran: a. Penyaji

b. Objek

c. Permainan

d. Interaktif

9. Jika tujuan pembelajaran adalah siswa mampu mendeskripsikan komponen mesin kendaraan, dengan situasi laboratorium otomotif maka media yang dipilih: a. Realia

b. Model

c. Foto

d. Gambar

10. Manfaat media pembelajaran kecuali: a. Meningkatkan perhatian siswa

b. Memberikan kesamaan persepsi materi pembelajaran

c. Memberikan hiburan kepada siswa

d. Memberikan rangsangan pada indera siswa.

Tes Formatif 4 1. Tes objektif seperti pilihan ganda dikategorikan metode

penilaian:

a. kognitif

b. afektif

c. psikomotorik

d. tertulis

2. Langkah pertama merencanakan penilaian hasil belajar

a. mengidentifikasi hasil belajar

b. menentukan tujuan penilaian

c. membuat kisi-kisi

d. menuliskan draft butir instrumen

3. Sarana untuk mendeskripsikan proporsi soal

a. kisi-kisi

b. cetak baru

c. blue print

d. kalibrasi

4. Perangkat penilaian yang diberikan kepada siswa pada saat pelaksanaan tes tertulis, kecuali:

a. lembar soal

b. lembar jawaban

c. lembar soal dan lembar jawaban

d. kisi-kisi instrumen penilaian

5. Teknik penilaian hasil belajar untuk mengukur penguasaan kompetensi siswa secara alamiah, kecuali:

a. skala penilaian diri sendiri

b. lembar observasi

c. skala sikap

d. daftar pertanyaan

6. Bentuk kinerja siswa yang dapat dinilai, kecuali:

a. portofolio

b. hasil karya

c. proyek

d. kognisi

7. Aspek penilaian siswa yang berhubungan dengan kinerja praktek di laboratorium dengan kinerja praktek:

a. persiapan alat dan bahan

b. pelaksanaan praktek

c. penulisan laporan praktek

d. memelihara kebersihan ruang laboratorium

8. Bukan deskripsi lembar soal tes uraian yang akan dikerjakan siswa:

a. berisi petunjuk pengerjaan soal

b. berisi pertanyaan terbuka

c. berisi kolom untuk menjawab soal

d. berisi alokasi waktu pengerjaan soal

9. Penulisan butir instrumen pada tahap keempat setelah kegiatan:

a. menguji coba butir instrumen

b. membuat kisi-kisi

c. mengidentifikasi tujuan pembelajaran

d. merumuskan tujuan penilaian

10. Kriteria penilaian hasil belajar A, B, C, D atau E diperoleh dari standar skor berbentuk:

a. interval skor

b. angka

c. skala ordinal

d. skala nominal

C.Assesment Pembelajaran 3

1. Penelitian Tindakan Kelas Evaluasi A:

1. Apa arti guru reflektif? 2. Apa hubungan antara PTK dengan guru profesional? 3. Mengapa hasil PTK tidak dapat digeneralisasi? 4. Mengapa pendekatan statistik jarang digunakan dalam PTK? 5. Apa hal penting yang Anda lakukan ketika sedang berusaha

melakukan perbaikan pembelajaran? 6. Apa tujuan dokter mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya

tentang keluhan Anda sebagai pasien? Apa padanannya dengan peneliti PTK?

7. Kalau dokter menggunakan berbagai alat ukur dalam mengungkapkan keluhan pasien, alat ukur apa saja yang Anda gunakan dalam mendeskripsikan masalah pembelajaran?

8. Kalu dokter "melakukan diagnosis" dan "memberikan resep", apa yang dilakukan oleh peneliti PTK?

9. Apa hal penting yang dilakukan oleh guru peneliti PTK tetapi tidak dilakukan oleh guru biasa?

10. Apa perbedaan antara "masalah" dengan "akar-masalah"? 11. Apa kira-kira akar-masalah kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta

yang tidak kunjung dapat dipecahkan? 12. Apa yang akan terjadi dengan "tindakan" yang tidak didasarkan

pada "akar masalah"? Apa analoginya dengan pekerjaan dokter? 13. Berikan contoh akar-masalah yang berada di luar kendali guru, dan

karenanya tidak dapat dipecahkan melalui PTK. 14. Apa tujuan pertanyaan "Upaya apa yang telah dilakukan?" dalam

menemukan akar-masalah? 15. Apakah pengalaman-sukses seorang guru dalam pembelajaran

dapat dituliskan sebagai laporan PTK?

Evaluasi B:

1. Apa analogi siklus PTK dengan proses pengobatan dokter? 2. Mengapa peneliti PTK perlu menjelaskan tentang setting penelitian? 3. Apa isi Perencanaan dalam Siklus I, II, dan selanjutnya? Apa

analoginya dengan pengobatan dokter? 4. Apa hubungan antara perencanaan dengan RPP? 5. Apa isi Pelaksanaan? Apa analoginya dengan pengobatan dokter? 6. Apa Isi Pengamatan? Apa analoginay dengan pengobatan dokter? 7. Apa isi refleksi? Apa analoginya dengan pengobatan dokter? 8. Apa syarat sebuah siklus baru? 9. Apa yang sebaiknya diukur menggunakan berbagai instrumen? 10. Mengapa instrumen harus berdasarkan kisi-kisi? 11. Apa kelemahan pengukuran terhadap variabel perlakuan? 12. Apa yang dimaksud dengan triangulasi? 13. Apa yang dimaksud dengan kolaborasi?

D.Assesment Pembelajaran 4 (Bahasa Jerman)

Kunci Jawaban

A. Assesment 1

B. Assesment 2 Evaluasi Formatif 1 1. c

2. b

3. a

4. c

5. a

6. a

7. d

8. a

9. d

10. a

Evaluasi Formatif 2

1. b

2. c

3. c

4. a

5. d

6. d

7. d

8. a

9. a

10. c

Evaluasi Formatif 3

1. c

2. b

3. c

4. d

5. b

6. a

7. c

8. d

9. a

10. c

Evaluasi Formatif 4

1. a

2. b

3. a

4. c

5. d

6. d

7. d

8. c

9. b

10. a

C. Assesmet 3

PTK Evaluasi A:

1. Guru yang selalu berusaha menemukan kelemahan dalam pembelajaran yang telah dilakukan, dan berusaha untuk memperbaiki.

2. Guru profesional senantiasa melakukan PTK, walaupun tidak secara formal.

3. Karena PTK bersifat kontekstual; hal yang ditemukan do satu kelas belum tentu berlaku di tempat lain.

4. Peneliti tidak akan punya waktu untuk melakukan karena PTK dilakukan sambil mengajar.

5. Mengidentifikasi kesulitan atau hambatan yang dihadapi, kemudian mencari alternatif metode.

6. UUntuk "mendiagnosis penyakit" secara tepat. Padanannya dengan peneliti PTK adalah "mendeskripsikan masalah secara rinci".

7. Tes hasil belajar, lembar observasi, dan kuesioner

8. “Menemukan akar-masalah" dan "menyusun hipotesis-tindakan" 9. Mendeskripsikan masalah secara rinci, menemukan akar masalah

secara seksama, memilih akar masalah yang akan diperbaiki, dan berkolaborasi dalam menemukan akar masalah maupun merencanakan tindakan untuk memecahkannya.

10. Masalah mempunyai beberapa kemungkinan penyebab; akar-masalah adalah salah satu penyebabnya.

11. Jumlah kendaraan bermotor terlalu banyak, tidak sebanding dengan luas jalan yang tersedia

12. Hasilnya akan mengecewakan. Resep yang tidak berdasarkan diagnosis yang cermat.

13. Input siswa, sistem UN, dan gaji guru; ketiga-tiganya tidak dapat dipecahkan melalui PTK.

14. Untuk melokalisir akar-masalah; dalam kasus di atas jelas bahwa penyebabnya bukan pada metode pembelajaran yang monoton atau media yang konvensional, karena guru sudah cukup profesional. Jadi akar-masalah berada di luar itu.

15. Sebaiknya jangan; pengalaman mengajar biasanya kurang sistematis, terutama dalam menerapkan siklus-siklusnya. Pengalaman sukses berarti masalah sudah berhasil dipecahkan, tidak perlu dilakukan PTK lagi. Guru yang sukses memperbaiki pembelajaran biasanya banyak menemukan masalah-masalah baru, sesuai dengan prinsip "pemecahan masalah akan menimbulkan masalah baru yang lebih banyak". Harusnya ia dengan mudah menemukan masalah baru untuk melakukan PTK, bukan terpaku pada satu masalah lama.

PTK Evaluasi B :

1. Siklus PTK dapat dianalogikan dengan resep dokter; satu resep adalah satu siklus penelitian. Jika penyakit belum sembuh akan diberikan resep berikutnya, sampai pasien sembuh.

2. Agar pembaca yang ingin menduplikasi hasil penelitian merasa yakin bahwa kondisi kelasmya sama (atau tidak sama) dengan kondisi kelas penelitian. Jika sama ia akan melanjutkan duplikasi; jika tidak mungkin ia akan membatalkan.

3. Perencanaan dalam Siklus I tidak lain adalah hipotesis tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Perencanaan dalam siklus II dibuat berdasarkan refleksi pada akhir siklus I; perencanaan dalam siklus III dibuat berdasarkan refleksi pada akhir siklus II; dst. Analoginya dengan pengobatan, Perencanaan adalah resep dokter.

4. Perencanaan PTK harus tercermin dalam RPP; tindakan yang diberikan hendaknya dicetak bold agar jelas posisinya dalam pembelajaran.

5. Pelaksanaan berisi uraian tentang penerapan tindakan, sebagai variabel bebas. Analoginya dengan pengobatan, Pelaksanaan mendeskripsikan tentang kelancaran atau hambatan proses meminum obat.

6. Pengamatan berisi data tentang hasil peningkatan variabel yang ingin ditingkatkan, sebagai variabel terikat, baik data kuantitatif berupa angka-angka maupun kualitatif berupa kata-kata. Analoginya dengan pengobatan, Pengamatan mendeskripsikan tentang peningkatan kesehatan pasien.

7. Refleksi berisi analisis terhadap data Pengamatan, tentang keberhasilan dan kegagalan tindakan. Terutama kegagalan, dianalisis penyebabnya untuk diperbaiki pada siklus berikutnya. Analoginya dengan pengobatan dokter, Refleksi adalah analisis dokter ketika pasien datang lagi kepadanya.

8. Tindakan dalam siklus baru harus berbeda secara signifikan dari siklus sebelumnya.

9. Variabel yang ingin ditingkatlkan, atau variabel terikat. 10. Agar valid, yaitu mengukur yang seharusnya diukur. 11. Disamping akan melelahkan peneliti, instrumen untuk variabel

perlakuan biasanya tidak dibuat berdasarkan kisi-kisi. 12. Pengukuran variabel tertentu menggunakan berbagai jenis instrumen

atau berbagai responden. Biasanya yang diukur adalah variabel yang ingin ditingkatkan, atau variabel terikat.

13. Kolaborasi adalah kerjasama antara peneliti PTK dengan teman sejawat atau treman yang lebih senior dalam melakukan penelitian.

Daftar Pustaka

AECT (1986). Definisi Teknologi Pendidikan (Terjemahan Yusufhadi Miarso). Jakarta: Rajawali Pers.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). Es. Taxonomy for Learning, teaching assessing: A revision of bloom’s taxonomy of education objectives. New York: Longman.

Anhari, Endang Saifudin. 1992. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu

Arif S. Sadiman, dkk (1986), Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatanya. Jakarta: Rajawali.

Ashari, Hasyim. 2007. Siapa Bilang jadi Guru Hidupnya Susah. Yoyakarta: Pinus

Baba,T. and Kojima, M. (2003). Lesson Study, In Japan International Cooperation Agency (Ed.) Japanese Eductional Experiences. Tokyo: Japan International Cooperation Agency.

Bates, A.W. (1995). Technnology, Open Learning anda Distance Education. London: Routledge.

Benny A. Pribadi. (2009). Modul Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Boeree, C.George. 2004. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikologi Dunia. Terjemahan. Jogyakarta: Prismasophia

Bullard, R. et.al. (1994). The Occasional Trainer’s Handbook. New Jersey: Educational Technology Publications.

Cecep Kustandi (2010). Menggunakan Media Pembelajaran di dalam Pelatihan. (Makalah ToT)

Coghlan, D and Brannick, T. (2005). Doing Action Research in Your Own Organization. London: SAGE Publications

Dasuki, H.A. Hafizh. (pemred).1994. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve

Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen

Diaz, Carlos. Pelletier, Carol Marra. Provendo, Carol. 2006. Touch the Future Teach. Boston: Pearson

Dick, W., Carey, L & Carey, J.O. (2005). The Systematic Design of instruction. New York: Pearson Allyn and Bacon.

DPR RI. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

Ekojatmiko & Winarno. (2003). Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Depdiknas.

Era Sentanu.QUANTUM IKHLAS (Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati) “The power of positive feeling “

Fernandez, C., and Yoshida, M. (2004). Lesson Study: A Japanese Approach to Improving Mathematics Teaching and Learning. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Fullan, Michael. 2007. The New Meaning of Educational Change. New York: Teacher College Press

Goleman, Daniel.2000. Kecerdasan Emotional. Terjemahan T. Hermaya. Jakarta: Gramedia

Hermawan. 1983.Etika Keguruan : Suatu Pendekatan terhadap Profesi dan Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta: Margi Rahayu

Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional.

Isyoni dan Suarman, 2003. Falsafah dan Sistem Pendidikan. Pekanbaru: Unri Press

Khalifah, Mahmud, Usamah Khutub, 2009. Menjadi Guru yang Dirindu: Bagaimana Menjadi Guru Yang Memikat dan Profesional. Terjemahan Muhadi Kadi. Surakarta :Ziyad Visi Media

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Koshy, K. (2005). Action Research for Improving Practice. London: Paul Chapman Publishing

Lewis, C., Perry, R., and Hurd, J. (2004). A Deeper Look at Lesson Study. Educational Leadership.

Made Putrawan, 2000. Bahan Ajar Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Negeri Jakarta.

Masnur Muslich (2008). KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Mathematics and Science Teacher Education Project. Improving School. 9 (1): 47-59.

McCarty, Andrew. 2006. How to Positive Thingking (Mengembangkan Kepribadian dengan Berpikir Positif) Terjemahan oleh R. Hikmah. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

McNiff, J and Whitehead, J. (2002). Action Research: Principles ang Practice. London: Routledge Falmer

Miarso, Yusufhadi. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Momon Sulaeman. Bahan Seminar Mata Kuliah Seminar Teknologi Pendidikan (tidak diterbitkan).

Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda

Mulyana, E. 2010. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosda

Mulyasa,E.2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda

Nonaka (2005). Knowledge Creation. Makalah Presentasi pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Universitas Indonesia.

Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Pemerintah tengtang Standar Pendidikan Nasional

Perceival, F. & Ellington, H. (1998). Teknologi Pendidikan (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Porter, B.D. & Hernachi, M. (1999). Quantum Learning (terjemahan). Bandung: Kaifa.

Prawiradilaga, D.S. (2007). Prinsip Dasar Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pugach, Marleen C. 2008.Because Teaching Matters. Wilwaukee: Unversity of Wiconsin John Wiley & Son, Inc

Reigeluth, C.M. (1983). Instructional Design: Theories and Models. New Jersey: Lawrence Erlbauno Associaties Publ.

Republik Indonesia. (2006). Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005: Standar Pendidikan Nasional. Jakarta: ASA Mandiri.

Republik Indonesia. (2007). Permendiknas Nomor 41 tahun 2007: Standar Proses Satuan Pendidikan, Jakarta: Depdiknas, 2007.

Sagor, R. (200). Action Research. Virginia: Asscociation for Supervision ang Curriculum Development

Saito, E., Harun, I., Kuboki, I. and Tachibana, H. (2006). Indonesian Lesson Study in Practice: Case Study of Indonesian Mathematics and Science

Seels, B. Barbara dan Rickey, Rita C. (2002). Teknologi Pembelajaran (Terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Seels, B.B & Richey, R>C. (1994). Instructional Technology: The definition and domain of the field. Washington DC: AECT.

Shadily, Hassan (pemred). 1980. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve

Siregar, E. (2007). Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: FIP UNJ (tidak diterbitkan).

Stevenson., H.W., and Stigler, J.W. (1999). The Learning Gap. New York: Touchstone.

Stigler, J.W., and Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the World’s Teachers for Improving Education in the Classroom. New York: The Free Press.

Stringer, ET. (2007). Action Research. Third Edition. London: Sage Publication Inc.

Suharsimi Arikunto, suharjono dan Supardi, 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bina Aksara, Jakarta.

Suharsimi, A. (1999). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukadi. 2006. Guru Powerful Guru Masa Depan. Bandung : Kolbu

Sukadi. 2009. Guru Powerful Guru masa depan. Bandung: Kolbu

Suparman. A. (1997). Desain Instruksional. Jakarta: PAU-PPAI.

Suprayekti. (2002). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: FIP UNJ (tidak diterbitkan).

Suprayekti. (2007). Strategi Pembelajaran. Jakarta: FIP UNJ (tidak diterbitkan).

Surajiyo. 2007. filsafat ilmu: Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Suseno. Franz Magnis. 1997. Etika Dasar: Masalah Pokok Filsafat Moral. Jakarta: Kanisius

Teacher Education Project. Journal of In-service Education. 32 (2): 171-184.

Tim Akhlaq. 2003. Etika Islam. Terjemahan Ilyas Abu Haidar. Jakarta: Al-Huda

Tim Pengembangan dan kualitas pembelajaran, 2008. Materi Workshop Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Pembelajaran di LPTK (PPKP). Direktorat Ketenagaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan.

Tim TOT Block Grant, 2007. Modul Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Profesi Pendidik. Jakarta

Ubaedi, UN. 2009. Quantum Sabar. Jakarta: Kinza Books

Undang-Undang Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

Wahyono, Teguh. 2006. Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi. Yogyakarta: Andi Offset

Widagdho, Djoko.2001. Ilmu Budaya dasar.Jakarta: Bumi Aksara

Ya`qub, Hamzah. 2001.Etos Kerja Islam. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya

Yulaewati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya

Yusufhadi Miarso (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Zuber-Skerritt, O (Ed.). (1996). New Directions in Action Research. London: Falmer Press

Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1

Modeling pembelajaran Konvensional dan PAKEM

1) Persiapan dan pengorganisasian kelompok

a. Persiapan

Selama kegiatan ini, fasilitator akan memberikan 2 contoh (model) pembelajaran, yakni: pembelajaran konvensional, dan pembelajaran PAKEM. Contoh tersebut mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia (Lihat Lampiran 1- 4). Untuk melaksanakan tugas ini dengan baik, fasilitator harus merencanakan dan menyiapkan pembelajaran yang meliputi:

Mengorganisasikan peserta ke dalam kelompok beserta peran masing-masing dalam kelompok

Mengorganisasikan ruang belajar

Mengorganisasikan bahan-bahan yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran

b. Pengorganisasian kelompok

Pengorganisasian kelompok akan tergantung pada jumlah peserta dan ketersediaan ruangan. Saran pengaturan diberikan tetapi Anda mungkin menyesuaikannya dengan situasi setempat. Model ini didasarkan jumlah peserta 100 orang peserta.

Kegiatan ini dilakukan dalam ruang sidang pleno dan melibatkan setengah kelompok menjadi “siswa” dan setengahnya lagi menjadi pengamat.

Pembagian kelompok dapat dilakukan secara acak dengan berbagai cara misalnya: Peserta menghitung nomor urut dari satu, dua, tiga dst sampai peserta terakhir. Kemudian Fasilitator memberitahukan bahwa peserta dengan nomer ganjil menjadi ”siswa” dan peserta nomer genap menjadi ”pengamat”.Cara lain misalnya dengan membagikan 2 buah gambar yang berbeda, misalnya gambar burung dan kuda secara acak. Peserta yang mempunyai gambar burung menjadi ”siswa” dan gambar kuda menjadi pengamat.

c. Pengorganisasian ruang belajar

Selama pembelajaran konvensional, meja dan kursi diatur menghadap ke papan tulis dan “siswa” duduk berjajar. Meja dan kursi perlu diatur kembali setelah model pembelajaran pertama (pembelajaran konvensional) untuk memberikan kesempatan kepada peserta bekerja dalam kelompok-kelompok pada model pembelajaran kedua (pembelajaran PAKEM).

Selama pembelajaran konvensional, pengamat duduk di samping

“siswa” . Dalam pembelajaran PAKEM para pengamat duduk di antara

kelompok “siswa”. Atau membuat lingkaran di luar siswa. Tujuan pengaturan tempat duduk ini adalah agar pengamat tahu persis apa yang dilakukan setiap siswa selama pembelajaran.Kalau pengamat ”menonton” dari jauh, tidak mungkin mengamati apa yang dikerjakan siswa, bagaimana hasil kerjanya dsb. Pengamat tidak berpartisipasi di dalam pembelajaran, tetapi mengamati dan mengisi lembar observasi.

Pengorganisasian bahan untuk pelajaran.

Bacalah dengan teliti daftar bahan yang diperlukan pada awal model pelajaran dan pastikan Anda sudah siap dengan foto copy lembar kerja dan bahan yang tersedia. Bacalah petunjuk pelajaran dengan baik agar Anda mengetahui benar apa yang harus dikerjakan.

Pembelajaran konvensional

Pembelajaran PAKEM

= Peserta

= Pengamat

2) Pelaksanaan model pembelajaran

Ikutilah petunjuk yang diberikan dan usahakan melaksanakan pembelajaran seperti yang diberikan dalam model pembelajaran. Bagikan lembar observasi kepada para pengamat untuk mendeskripsikan aspek-aspek PAKEM. Laksanakan terlebih dulu pembelajaran konvensional dan kemudian pembelajaran PAKEM.

a) Dalam kelompok yang terdiri atas 4-5 orang (sebagian anggota sebagai pengamat dan sebagian sebagai “siswa”) menyimpulkan hasil pengamatannya dan membandingkan hasil dari pengamatan proses dan hasil kerja “siswa” antara pembelajaran konvensional dan PAKEM.

b) Peserta membandingkan ciri-ciri kedua pembelajaran tersebut. Peserta diminta untuk mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran PAKEM, misalnya:

Tugas terbuka

Pertanyaan yang mengundang tanggapan siswa yang bervariasi

Mengorganisasikan kelas sesuai dengan tugas pembelajaran.

c) Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi dengan menekankan ciri-ciri pembelajaran PAKEM dengan menggunakan power point/OHP yang terkait dengan ketiga ciri di atas.

Lampiran 2

Tabel 1

Fakta, Pendapat Dan Perasaan

Fakta-fakta Perasaan/pendapat

Lampiran 3

Tabel 2

Lembar Observasi PAKEM

No Aspek Uraian/temuan

1 Bagaimana bentuk tugas yang diberikan?

2 Apa yang seharusnya dikerjakan siswa untuk menyelesaikan tugas tersebut?

3 Kemampuan apa yang dikembangkan melalui tugas tersebut?

4 Bagaimana bentuk pertanyaan yang diberikan dalam tugas?

5

Jenis pertanyaan apa sajakah yang diajukan guru kepada siswa dalam pembelajaran?

6 Bagaimana guru memperhatikan perbedaan siswa?

7 Apa yang dilakukan siswa selama/ketika mengerjakan tugas?

8

Sejauh mana siswa diberi kesempatan untuk menanggapi kegiatan belajar yang telah dilakukan?

9

Apa yang dilakukan siswa pada saat belajar kelompok, individu, berpasangan, atau klasikal?

10 Pada saat ada kerja kelompok, berapa jumlah anggota kelompok?

11 Apakah semua siswa terlibat dalam kegiatan kelompok?

12 Apa yang dilakukan guru selama anak mengerjakan tugas?

Lampiran 4

BAHAN UNTUK FASILITATOR

Bacaan

Dari Kompas Minggu 27 Februari 2005, H. 37.

Rahasia Segitiga Bermuda

Banyak cerita tentang hilangnya kapal laut beserta seluruh awaknya kala berlayar di daerah yang disebut sebagai daerah Segitiga Bermuda. Kata segitiga diambil dari titik-titik yang diproyeksikan di peta, bentuknya seperti segitiga, dengan lokasi di Kepulauan Bermuda, Puerto Rico, dan Florida. Semuanya berada di Samudra Atlantik!

Kapal yang tercatat hilang, antara lain, terjadi pada April 1925. Kapal pengangkut barang Raifuku Maru dari Jepang tenggelam setelah mengirim berita, "Seperti pisau raksasa! Cepat, tolong! Kami tak mungkin lolos!" Namun kapal itu tak lagi menjawab, hilang membawa seluruh awaknya. Bulan Oktober 1951, kapal tanker Southern Isles mengalami nasib yang sama. Ketika sedang berlayar dalam konvoi, tiba-tiba ia menghilang. Kapal yang lain hanya sempat melihat cahaya kecil yang dianggap sebagai cahaya yang ditinggalkan oleh kapal yang tenggelam itu.

Sesudah itu, pada Desember 1954, kapal tanker kembarannya, Southern Districts juga tenggelam dengan cara yang mirip. Ia lenyap tanpa meninggalkan tanda SOS ketika berlayar melintasi wilayah itu ke utara menuju South Carolina.

Yang tercatat di atas hanya peristiwa-peristiwa yang mencolok saja. Padahal, masih banyak kapal kecil yang hilang. Bahkan, pesawat terbang pun ikut jadi korbannya. Pada 5 Desember 1945, tercatat lima pesawat pelemparan torpedo Grumman TMB-3 Avenger lenyap.

Sebelum hilang kontak, mereka menyatakan tidak tahu arah. Padahal, komandan penerbangan itu, Letnan Udara Charles Taylor, sudah mengantongi 2.500 jam terbang. Jadi, dia bukan penerbang yang tidak berpengalaman. Bahkan, sebuah pesawat penyelamat yang dikirim pun lenyap ditelan "air putih".

UFO atau gas metana?

Menurut buku penulis Amerika Charles Berlitz, The Bermuda Triangle, terbitan Doubleday & Co, New York 1974 disebutkan bahwa kapal laut dan pesawat yang hilang itu diserang oleh makhluk ruang angkasa atau UFO yang naik piring terbang bercahaya putih. Jadi, cahaya putih yang dilihat para korban sebelum kehilangan kontak adalah cahaya piring terbang makhluk ruang angkasa.

Atau ada lagi ilmuwan yang mengatakan bahwa pesawat dan kapal laut itu tersedot ke lubang lorong waktu seperti hilangnya semua materi kalau masuk

black hole. Menurut istilah astronomi, black hole itu sendiri adalah benda angkasa yang memiliki gravitasi atau gaya tarik yang hebat, sampai-sampai bisa menarik benda yang ada di sekitarnya dan dalam sekejap "menelannya". Bahkan cahaya pun bisa "ditelannya".

Menurut Bill Dillon dari US Geological Survey, Woods Hole Field Center, beberapa korban sebelum kehilangan kontak selalu menggambarkan ada cahaya putih. Kemungkinan itu adalah semprotan gas metana dari dalam air. Seperti blow out atau semburan air yang mendidih akibat dipanasi gas metana yang ada di dalam laut. Asal kamu tahu saja, di daerah Segitiga Bermuda terdapat tambang metana. Nah, kalau keluar saat dasar laut retak, gas itu akan mendorong air laut ke atas. Dorongannya itu tidak tanggung-tanggung, berupa semburan kuat dan mendidihkan air laut. Jadi, pesawat pun bisa terkena semburannya!

Teori lain sebagai penyebab hilangnya pesawat terbang di daerah itu adalah rusaknya kompas. Karena para awak jadi tidak tahu posisinya, mereka lalu berputar-putar sampai pesawat kehabisan bahan bakar, lalu jatuh laut! Rusaknya kompas mereka pasti karena medan magnet.

Meskipun belum bisa dijelaskan medan magnet apa yang merusak kompas, prof Yohanes Surya PhD, ahli fisika kita setuju dengan penulis asing, Larry Kusche, dalam bukunya The Bermuda Triangle Mystery Solved. Tertulis di buku itu bahwa hilangnya kapal di segitiga itu dapat dijelaskan secara rasional. Ada yang berupa kecelakaan, cuaca buruk, kehabisan bahan bakar, dan sebagainya. Maka, kita tak perlu penjelasan yang aneh-aneh dan bersifat takhayul.

Takhayul atau bukan, tidak jadi soal. Yang pasti, kalau harus lewat daerah segitiga itu, kita jadi ngeri juga. Bagaimana kalau tiba-tiba... wuzzz! Lenyap deh kita! Ih, jangan sampai deh!

Contoh pertanyaan :

1. Pertanyaan mencari informasi:

Di mana letak Segitiga Bermuda?

2. Pertanyaan memanfaatkan pengetahunan:

Penjelasan yang diberikan oleh penulis tentang peristiwa Segitiga Bermuda mana yang menurutmu paling mungkin?

3. Pertanyaan yang menciptakan sesuatu yang baru/memberikan pendapat:

Sependapat atau tidak dengan kesimpulan yang ditarik oleh penulis artikel ini, bahwa “Takhayul atau bukan, tidak jadi soal”? Berikan alasan atas pendapatmu.

Lampiran 5

Tabel 3

Tugas/Kegiatan Yang Sesuai Untuk Masing-masing Jenis Organisasi

Pengorganisasian kelas Jenis kegiatan seperti apa?

Klasikal: seluruh kelas mengerjakan hal yang sama

Kelompok: sekelompok siswa mengerjakan satu tugas bersama sama

Perorangan: anak mengerjakan tugas sendiri sendiri

Tabel 4

Mengidentifikasi Kegiatan Yang Harus Dikerjakan Secara Klasikal, Kelompok Atau Individu

No Kegiatan pembelajaran

Pengelolaan kelas

Alasan

Klas klp indv

1. Mendengarkan instruksi guru

2. Menggunakan thermometer

3. Mencari kota-kota di peta

4. Melaporkan hasil tugas

5. Membuat diagram alir

6. Curah pendapat tentang tsunami

7. Menceritakan pengalaman waktu kecil

8. Meragakan tokoh cerita

9. Menulis cerita

10. Mengerjakan soal-soal matematika halaman 60

11. Memperkirakan luas ruang kelas

Lampiran 6

“TIPS” MEMILIH BENTUK ORGANISASI KELAS YANG SESUAI

Tugas yang tidak sesuai dikerjakan kelompok diberikan pada kelompok: misalnya 8 anak menulis satu cerita padahal satu anak yang menulis dan yang lain tidak melakukan apa-apa

Satu pertemuan belajar bisa memakai beberapa jenis pengelolaan kelas tergantung dari apa yang diinginkan dari siswa.

Pemberian instruksi tugas pada awal pembelajaran harus klasikal karena penting bagi semua anak untuk mendengar hal yang sama

Anak perlu membahas ide-ide cerita dalam kelompok karena bertukar pikiran itu penting bagi anak. (memanaskan pikiran kalau ditukar)

Menulis cerita/laporan dilakukan perorangan karena penting bagi anak untuk mengekspresikan diri

Memberikan umpan balik tentang cerita/laporan yang telah ditulis dilakukan dalam kelompok supaya anak lebih berani mengeluarkan pendapat dan peluangnya juga lebih banyak.

Pemindahan kursi untuk kerja kelompok belum berarti bahwa itu sebagai indikator kerja atau belajar kelompok yang efektif

Untuk memberikan pengalaman belajar kepada peserta, fasilitator perlu memperhatikan dan praktik langsung tentang penataan kursi, peran setiap anggota kelompok, pengaturan waktu, tugas antar individu untuk menciptakan saling ketergantungan positif antar peserta.

Untuk menguatkan pemahaman peserta, perlu diperhatikan dan disampaikan alasan-alasaan pengelompokan.

Lampiran 7

Bahan Pembelajaran Kooperatif

Fasilitator harus menekankan bahwa ini adalah salah satu jenis kerja kelompok, dimana seluruh anggota kelompok terlibat dalam menghasilkan produk tersebut.

1. Menulis cerita kelompok.

a. Setiap anggota kelompok memilih sebuah topik yang menarik untuk membuat cerita secara berkelompok, misalnya gempa bumi di Jakarta, pesawat Garuda mendapat masalah di atas pelabuhan udara Jakarta, semua menteri pemerintah dikejutkan oleh penyakit serius yang misterius, dan lain-lain.

b. Setiap anggota kelompok menulis judul cerita yang mereka pilih serta tiga kalimat pertama untuk mengawali cerita.

c. Anggota kelompok memutar cerita mereka ke arah kiri mereka. Setiap anggota yang menerimanya harus melanjutkan cerita. Setiap anggota memiliki waktu dua menit untuk membaca dan menulis.

d. Jika sudah selesai, kelompok berbagi cerita dan memilih salah satu cerita untuk dibacakan di kelompok.

Perluasan/kegiatan tambahan: Anggota-anggota kelompok menyunting cerita tersebut untuk memangkas panjangnya dan meningkatkan kualitas ceritanya.

Peran dalam kelompok:

Ketua: Harus menerangkan kegiatan-kegiatan, berusaha agar kelompok tetap terlibat dalam tugas. Membantu membuat keputusan.

Penjaga waktu: Harus memberitahu anggota kelompok untuk saling bertukar dan melanjutkan cerita setiap dua menit. Ketika ceritanya berkembang kian panjang, si penjaga waktu bisa menambah menjadi tiga menit, untuk memberi waktu membaca ulang dan menulis.

Pelapor: membaca cerita yang dipilih di kelompok tersebut.

2. Merumuskan Pertanyaan secara Kooperatif

a. Tiap kelompok diberi sebuah artikel/bacaan, tiap anggota kelompok menerima bahan tersebut jika mungkin;

b. Secara perorangan, anggota merumuskan 5 pertanyaan, berkait dengan

artikel tersebut, 1 pertanyaan pada sehelai pita kertas; kemudian menempatkannya di tengah meja. Peserta harus merumuskan pertanyaan yang baik dan bervariasi, misal meliputi pertanyaan tingkat rendah dan tinggi serta tertutup dan terbuka, seperti yang telah dipelajari pada sesi “keterampilan bertanya”;

c. Setelah terkumpul, kelompok mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan itu dan memilih satu bila ada yang sama. Kelompok harus memutuskan/memilih 10 pertanyaan seakan-akan untuk lembar kerja bagi siswa berkaitan dengan artikel itu. Kelompok harus mendiskusikan pertanyaan mana yang harus dipertahankan dan mana yang dibuang dengan alasan apa;

d. Bila 10 pertanyaan sudah diputuskan untuk dipilih, tulis pertanyaan itu pada kertas lebar sebagai hasil kelompok. Di kelas, pertanyaan dan artikel itu dapat diberikan kepada kelompok lain untuk dijawab;

Peran dalam Kelompok

Ketua: menjelaskan tugas, mengawasi anggota agar tetap bekerja.

Pemimpin diskusi: memimpin diskusi tetapi tidak mengambil keputusan. Mengontrol anggota sehingga masing-masing memberi komentar dan memiliki kesempatan utk berbicara.

Pencatat: menulis 10 pertanyaan terpilih.

Bagaimana kegiatan ini diterapkan di kelas?

1 halaman kertas kosong di potong-potong menjadi 8 potongan panjang

Lampiran 8

Bahan untuk Menyusun Pertanyaan Secara Kooperatif

KISAH SUARSIH

Oleh Zackir El Makmur

Almarhum Pak Haji Metong mempunyai 8 rumah kontrakan. Setiap rumah terdiri dari 3 kamar dan dikontrakkan tiap bulannya Rp. 65.000,00. Suarsih, bersama anaknya berusia satu setengah tahun, tinggal di salah satu rumah itu. Sambil mengasuh anaknya, ia membuka warung makanan dan jajanan goreng-gorengan. Hasilnya lumayanlah, bisa membeli susu untuk anaknya.

Tetapi kini, sejak Pak Haji Metong meninggal dua bulan yang lalu, istrinya menjual semua rumah, termasuk rumah inti yang ditempati keluarga tersebut. Pembelinya, orang Kampung Baru yang biasa dipanggil Bu Tati. Halaman rumah Bu Tati yang luas dan berpagar tinggi empat meter, yang berada persis di samping rumah Pak Haji Metong itu, karuan saja bertambah luas.

Penduduk kampung banyak yang memuji-muji kekayaan Bu Tati, tetapi semua orang belum pernah melihatnya karena dia selalu mengendarai mobil mewah dengan kaca gelap.

Suarsih tidak peduli siapa pemilik rumah kontrakan itu. Toh buatnya, tetap saja ia bakal menunaikan kewajibannya membayar uang kontrakan, dan dia bisa menempatinya dengan nyaman. Dengan berdagang kecil-kecilan di rumah kontrakan ini, dia bisa merawat Anto dengan lebih tertib daripada waktu dia masih menjadi buruh cuci. Selain itu, ia juga bisa menyambut sang suami yang kadang pulang, kadang gilir ke rumah istri tuanya.

Pokoknya, rumah dalam pengertian Suarsih adalah semacam sarang menentramkan. Tidak peduli sekalipun rumah itu rombeng atau rumah kontrakan. Pengertian Suarsih memang kelewat sederhana. Sebab ia tahu betul bahwa tinggal di Jakarta kalau mau dapat lingkungan rumah mentereng harus punya duit banyak. Tanpa itu cuma mimpi

Kadang-kadang, Suarsih juga sempat mengkhayal, seandainya ia jadi Bu Tati. Rumah gedong, pembantunya empat, mau apa saja tinggal bilang, segalanya ada yang melayani dan tersedia, dan dipuji-puji warga. Ketika sadar, segera ditepiskan khayalannya itu. Dia sudah cukup bersyukur dapat menempati rumah kontrakan yang sangat sederhana.

Tetapi, kenyamanan dan kebahagiaannya itu hanya sekejap. Sebab, apa yang semula Suarsih anggap bahwa siapa pun pemilik rumah kontrakan yang ia tempati itu tidak akan mengusik keadaannya, ternyata keliru. Bu Tati pemilik baru rumah-rumah kontrakan itu mau meratakannya karena akan membangun

taman dan kolam renang di situ. Semua penghuni rumah kontrakan itu menjadi gelisah dan risau.

“Kenapa risau? Cari saja tempat lain.” Ujar Bu Tati enteng saja. Suarsih cuma tarik nafas. Baru kali ini dia bertemu muka dengan orang yang namanya di puji-puji orang sekampung itu.

“Setidaknya saya butuh waktu, Bu”, jelas Suarsih pelan.

“Secepatnya sajalah”, gampang saja Bu Tati berkata.

“Baik, Bu,” jawabnya pelan.

Sambil menggendong anaknya Suarsih menelusuri wilayah itu untuk mencari rumah kontrakan baru. Semua tempat yang banyak rumah kontrakan ia datangi. Tidak ada yang cocok, yang sesuai dengan kemampuannya. Dan hal ini membuatnya makin risau saja. Apalagi Bu Tati mendesak terus menyuruh pindah karena ia dianggap mengulur-ulur waktu saja.

Lampiran 9

CONTOH RPP PAKEM DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : IV / II

Waktu : 2 x 35 menit

Kopentesi : 8. Memahami sifat bangun ruang sederhana dan antara

bangun datar

Kompetensi dasar : 8.2 Menentukan jaring-jaring kubus

Indikator :

Menemukan jaring-jaring kubus

Menemukan ciri-ciri jaring-jaring kubus

Tujuan : 1. Anak mampu menemukan jaring-jaring kubus yang berbeda

2. Anak mampu menemukan ciri-ciri jaring-jaring kubus

Materi Pokok : Jaring-jaring kubus

Alat/Sumber bahan : a. Bangun kubus, karton,koran bejas,lem gunting

b. Buku Matematika kelas IV

Metode : Ceramah, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok

Langkah-langkah Pembelajaran

No Kegiatan Pembelajaran

Pengorganisasian kelas

Siswa Waktu

I Kegiatan Awal

1. Sambil memperlihatkan bangun kubus, guru meminta siswa untuk mengingat kembali nama-nama unsur dan ciri-ciri bangun kubus

2. Guru menyuruh siswa untuk membongkar kubus dan mengenalkan jaring-jaring kubus.

K 10

II KEGIATAN INTI

1. Siswa membentuk berbagai jaring-jaring kubus dengan cara merangkai dari karton, menempelkan pada koran bekas kemudian menggunting sesuai bentuknya.

2. Siswa saling menukar hasil kerjanya dalam kelompok untuk menemukan bentuk lain dari jaring-jaring kubus

3 Siswa saling bertukar hasil kerjanya dengan kelompok lain untuk mencari bentuk yang berbeda dari kelompok lain.

4. Siswa menempel hasil kerjanya pada kertas yang lebih lebar dan melaporkannya.

5. Sambil menghitung jumlah jaring-jaring kubus yang ditemukan siswa, guru mengadakan curah pendapat dengan siswa tentang ciri-ciri jaring-jaring kubus dan dan kemungkinan ada bentuk lainnya.

6. Siswa menggambar berbagai bentuk jaring-jaring kubus dengan ukuran yang berbeda.

g

g

g

k

k

i

15

5

10

5

10

15

III Kegiatan Penutup

Guru bersama-sama siswa memberi penguatan dan memajang hasil karyanya

k

5

IV Penilaian - Proses

- Unjuk kerja

Keterangan G = Groop/kelompok, K= klasikal, I = Individu

Mengetahui Guru kelas IV

Sekolah

Lampiran 10

LEMBAR KERJA SISWA

Tugas

Sebuah bangun kubus salah satu sisinya berukuran 4 x 4 cm

Buatlah jaring-jaring kubus dengan bentuk yang berbeda dari ukuran tersebut !

Sebuah kubus jika dibuka akan tampak seperti gambar berikut:

Atau

1. Dapatkah kamu menemukan bentuk lain jaring-jaring kubus? 2. Apa saja ciri-ciri jaring-jaring kubus ?

Lampiran 11

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas : VII

Waktu : 90 menit

Tema : Ulang Tahun

Komp.Dasar : 3.1 Mengukur besar sudut, menentukan jenis sudut dan menggambar sudut

3.4 Menemukan sifat dan menghitung besaran besaran segi empat

Tanya jawab

Bangun-bangun datar apa sajakah yang kamu ketahui?

(K/5‟)

Tugas

Buatlah rancangan model undangan dari kertas manila yang berbentuk bangun-bangun datar (tiga model), lalu tempel di kertas

(I/15‟)

Tugas

Diskusikan bersama kelompokmu model yang telah dibuat dan identifikasikan (berbentuk apa, ukuran sisi-sisinya, sudutnya, kelilingnya dan luasnya)

(G/20‟)

Sharing

Tukarkan hasil pekerjaan kelompok dengan kelompok lain dan berikan tanggapan pada kertas kerja kelompok itu. Kemudian masing-masing kelompok memajangkan hasil

(G/20‟)

Membuat simpulan dan rangkuman

(K/10‟

Menulis refleksi dan meNULIS tugas rumah

Lampiran 12

CONTOH PENERAPAN PAKEM DALAM PEMBELAJARAN IPS

Mata pelajaran : Pengetahuan Sosial

Kelas : 3

Kompetensi Dasar : 1. Kemampuan mendeskripsikan peristiwa penting

Secara kronologis dalam keluarga.

Alternatif Sumber Belajar:

o Foto keluarga siswa.

Skenario Kegiatan:

Beberapa hari sebelum pertemuan,

masing-masing siswa diminta untuk

membawa foto dirinya bersama

anggota keluarga lainnya.

K / 5’ Salah satu siswa diminta untuk

menjelaskan di depan kelas nama-

nama anggota keluarga yang ada di

dalam fotonya.

o Coba jelaskan nama-nama anggota keluargamu yang ada dalam fotomu itu!

o Jelaskan pula peristiwa dan aktivitas apa dalam foto tersebut!

K / 15’

Masing-masing siswa menuliskan

nama-nama anggota keluarga yang

ada di fotonya dan cerita peristiwa

yang terjadi dalam foto.

o Laporkan secara tertulis tentang nama-nama anggota keluarga yang ada di dalam fotomu!

o Dalam kegiatan apa fotomu itu?

I / 20’

Secara berpasangan, siswa saling

menjelaskan nama-nama anggota

keluarga dan saling menceritakan

aktivitasnya sesuai dengan foto siswa.

o Jelaskan nama-nama anggota keluarga yang ada di fotomu!

o Ceritakan aktivitas yang terjadi di dalam fotomu tersebut!

o Lakukan kegiatan tersebut secara berpasangan di dalam kelompokmu masing-masing!

P / 30’

o Hasil laporan karya individu dipajangkan di tempat pajangan.

o Masing-masing siswa saling mengunjungi hasil laporan karya siswa.

K / 10’

Mata pelajaran : Pengetahuan Sosial

Kelas : 3

Kompetensi Dasar : 2. Kemampuan mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota

keluarga.

Alternatif Sumber Belajar:

o Foto keluarga siswa.

Skenario Kegiatan:

Salah satu siswa diminta untuk

menjelaskan di depan kelas nama-

nama anggota keluarga yang ada di

dalam fotonya.

Secara berpasangan, siswa saling

menjelaskan nama-nama anggota

keluarga dan saling menceritakan

kedudukan dan peran anggota keluarga

siswa masing-masing.

o Jelaskan nama-nama anggota keluargamu!

o Jelaskan pula kedudukan anggota keluargamu!

o Jelaskan pula peran anggota keluargamu!

Masing-masing siswa menuliskan

nama-nama anggota keluarga dan

menceritakan kedudukan dan peran

anggota keluarga masing-masing.

o Laporkan secara tertulis tentang nama-nama anggota keluarga! o Jelaskan pula kedudukan

anggota keluargamu! o Jelaskan pula peran anggota

keluargamu!

o Hasil laporan karya individu dipajangkan di tempat pajangan.

o Masing-masing siswa saling mengunjungi hasil laporan karya siswa.

K / 5’

Melanjutkan pertemuan sebelumnya,

masing-masing siswa tetap diminta

untuk membawa foto dirinya

bersama anggota keluarga lainnya.

K / 15’

K / 10’

I / 20’ P / 30’

Pengembangan

Guru meletakkan beberapa

kartu kata di setiap halaman

dan membacakannya di

depan siswa sehingga

menjadi cerita utuh

Siswa secara kelompok diberi

kartu-kartu kata tersebut dan

diminta untuk menyusunnya

kembali

Bermain peran sesuai isi

cerita

Bongkar pasang gambar

Lampiran 13

CONTOH PENERAPAN PAKEM DALAM BAHASA INDONESIA 1. Komptensi Membaca

Mencocokkan Kata Pada Gambar

Bahan :

Buku besar hanya gambar tanpa tulisan (Tulisan hanya pada judul sampul buku)

Kartu kata

Langkah Kegiatan :

Menyanyi dan gerak : lagu “Matahariku”

Guru menceritakan gambar halaman demi halaman

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang gambar yang ada (misal : warna daun, bentuk, menghitung dll)

Guru memperlihatkan kartu kata pada saat menunjukkan gambar tersebut

Setelah selesai membacakan dan memperlihatkan gambar kartu kata, anak diminta untuk mencocok sendiri antara gambar dan kartu kata

Kelas 1 Kompetensi Dasar : Membaca Gambar

Apa yang diperoleh

anak dari kegiatan

ini?

Pengembangan

kosa kata

Keberanian

mengungkap-

kan pendapat

Belajar tentang

ekspresi

Bunga

Daun

Dahan

Lampiran 14

CONTOH PENERAPAN PAKEM DALAM PEMBELAJARAN IPA

RENCANA PEMBELAJARAN

SekolahDasar / MI : SD Sumber Belajar : Lingkungan sekitar sekolah (kertas gosok, sol sepatu, ban, lantai, bangku, papan tulis, permukaan buku, pegas )

Mata Pelajaran : Sains / Pengetahuan Alam Materi Pokok : Gaya gesekan

Kelas/Semester : V Hasil Belajar : Mendemonstrasikan terjadinya gaya gesekan

Waktu : 2 x 40 menit Indikator : - Membandingkan gerak benda pada permukaan yang berbeda – beda (kasar, halus )

Kompetensi Dasar : Menyelidiki pengaruh gaya terhadap - Menjelaskan berbagai cara memperkecil atau

bentuk dan gerak suatu benda. memperbesar gaya gesekan

- Menjelaskan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh gaya gesekan dalam kehidupan sehari - hari

Kegiatan awal Jenis

Kegiatan/Waktu

Kegiatan Inti Jenis

Kegiatan/Waktu

Penutup Pemantapan Jenis

Kegiatan/Waktu

Menarik minat anak tentang pengaruh gaya terhadap suatu benda melalui kegiatan „menarik dan mendorong kursi/meja/pintu/ dan memberi pertanyaan:

apa yang terjadi pada benda tersebut?

mengapa benda berpindah tempat?

dari mana asal sumber tenaga?

Diakhiri dengan penjelasan tentang tujuan pembelajaran.

K (5 menit)

1. Melakukan percobaan membandingkan gerak benda pada permukaan yang kasar dan halus

2. Diskusi kelebihan dan kelemahan gerak benda pada permukaan kasar dan halus

3. Melakukan percobaan untuk menunjukkan cara memperkecil atau memperbesar gaya gesek

4. Membuat laporan tentang “manfaat gaya gesekan dalam kehidupan sehari – hari dan contoh penerapannya

15‟

10‟

15‟

20‟

Tanya jawab tentang gaya gesekan

Kesimpulan materi

Tugas :

PR: siswa diberi tugas untuk mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor penyebab gesekan abnormal pada ban sehingga ban mudah aus

Kelompok

(15 menit )

Penilaian :

1. Kinerja siswa diamati melaui observasi terfokus selama proses pembelajaran-seberapa jauh siswa mampu memperagakan pengaruh gaya pada gerak dan bentuk benda.

2. Karya (laporan siswa dinilai dari aspek isi, keruntutan ide, tulisan, kata sains.

3. Tes kognitif (aplikasi): bagaimana saudara mendorong lemari tanpa roda.

Kenis Kegiatan : K : Klasikal/Kelas; G : Grup/Kelompok; P : Pasangan; I : Individu

Nama Guru Sains/IPA

TUGAS UNTUK SISWA

Gerak benda pada permukaan yang berbeda ( Kasar dan Halus )

Alat / bahan :

- 1 lembar kertas gosok - permukaan lantai yang berbeda - permukaan meja, kaca - permukaan tanah, berbatu, aspal, paving - 1 balok kayu / ½ potong bata - sebuah pegas / karet gelang

Percobaan – I

Langkah Kerja :

1. Ikat Balok kayu / bata seperti pada gambar 2. Letakkan balok kayu / bata diatas permukaan lantai, meja, kaca, kertas gosok,

halaman sekolah ( paving, tanah, aspal, berbatu ) dsb. Secara bergantian, lalu tarik sampai bergerak

Balok kayu / Bata

3. Ukur setiap gerakan, lalu catat hasilnya 4. Bandingkan panjang pegas setiap tarikan pada permukaan yang berbeda 5. Diskusikan, apa yang dapat disampaikan dari data percobaan tersebut ? Apa

keuntungan dan kerugian gaya gesekan tersebut ? Apa yang harus dilakukan untuk memperkecil / memperbesar gaya gesekan ?

6. Buatlah laporan dari hasil percobaan secara individu !

Karet / Pegas

Hasil Pengamatan Percobaan

Gaya Gesekan pada permukaan yang berbeda

No. Tarikan Pada Permukaan Kondisi Permukaan Panjang Pegas

1

2

3

4

5

6

dst

Lantai porselin halus 5 cm

Kesimpulan :

Penilaian

Kompetensi : Kemampuan menyelidiki pengaruh gaya terhadap permukaan benda yang berbeda (halus / kasar )

a. Penilaian Kinerja ( Observasi Terfokus )

No. Nama Siswa

Aspek yang di nilai

NA A B C

3 2 0 5 4 3 3 2 0

Keterangan :

A. Kelengkapan Alat - Lengkap, sesuai dan bervariasi : 3 - Kurang lengkap : 2 - Tidak ada : 0

B. Ketepatan penggunaan alat dan ketelitian

- Mendemonstrasikan fenomena : 5 - Tepat, teliti : 4 - Tepat, kurang teliti : 3

C. Keaktifan dan bekerja ( sikap ilmiah ) dalam kebersamaan - Aktif, menghargai gagasan teman : 3 - Aktif sangat mendominasi : 2 - Tidak berbuat apa – apa : 0

b. Analisi Karya

No. Nama siswa Tulisan Susunan

Kalimat / Kata

Ketepatan Isi kelompok

NA

1

2

3

4

5

dst

Keterangan ;

A. Tulisan Bersih, tanda baca tepat

B. Kalimat Menggunakan kata – kata sains yang tepat

C. Isi Sesuai dengan konsep dari hasil percobaan, pengamatan

Keterangan :

Setiap siswa diberi umpan balik yang ditulis pada bagian bawah karyanya

Rangkuman

;Pembelajaran Yang Berpusat kepada Guru

( Teacher centered ) memiliki beberapa cirri: Siswa pasif Komunikasi satu

arah Pertanyaan tertutup, Hafalan siswa bekerja untuk memenuhi tujuan

guru, tidak ada kerjasama/interaksi social. Syarat-syarat melaksanakan

PAKEM, Memahami sifat yang dimiliki anak Mengenal anak secara

perorangan Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian

belajar

Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan

memecahkan masalah, Mengembangkan ruangan kelas sebagai

lingkungan belajar yang menarik ,Memanfaatkan lingkungan sebagai

sumber belajar Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan

kegiatan belajar ,Membedakan aktif fisik dengan aktif mental. Multi

Metode, Multi Media, Praktek dan Bekerja dalam Tim, Memanfaatkan

Lingkungan Sekitar ,Di Dalam dan Di Luar Kelas ,Multi aspek (logika,

praktika, etika,)

Latihan

Untuk menambah pemahaman Anda tentang PAKEM kerjakanlah latihan di bawah ini!

1. Jelaskan apa yang Anda pahami tentang PAKEM! 2. Jelaskan syarat-syarat melaksanakan PAKEM! 3. Buatlah contoh rancangan pembelajaran PAKEM!

Contoh Soal

1. Salah satu ciri PAKEM adalah... a. dominan menggunakan metode ceramah b. sumber belajar utama adalah buku paket c. lingkungan sebagai sumber belajar d. pembelajaran berpusat pada guru

2. Salah sati ciri pembelajaran yang berpusat pada guru adalah... a. siswa aktif b. guru menciptakan pembelajaran yang menantang c. jawaban siswa harus sama dengan guru d. metode pembejaran bervariasi

3. Pembelajaran yang berpusat pada guru dapat mengakibatkan... a. motivasi belajar anak meningkat b. siswa kurang dapat bekerja sama c. guru menjadi kreatif d. pembelajaran bermakna

4. Hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM adalah.. a. guru memahami anak secara perorangan b. memanfaatkan buku paket sebagai sumber belajar c. menyamakan aktif fisik dengan aktif mental d. guru tidak memberikan umpan balik

5. Salah satu ciri pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah... a. pembelajaran lebih cenderung secara klasikal b. pertanyaan yang diajukan guru tertutup c. guru sebagai fasilitator d. guru aktif

Kunci Jawaban

1. C 2. C 3. B 4. A 5. C