modul f
DESCRIPTION
MODUL FTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA BENDA PADAT
MODUL F
LENDUTAN DAN PUTARAN SUDUT PADA BALOK STATIS TERTENTU
KELOMPOK 1
Adia Angga Rinaya (1006659615)
Ahmad Syihan (1006659621)
Albert Wilson (1006659640)
Dwi Rian Setianto (1006659666)
Farid Farlandi A. (1006659672)
Tanggal Praktikum : 10 Maret 2012
Asisten Praktikum : Putra
Tanggal Disetujui :
Nilai :
Paraf Asisten :
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2012
LENDUTAN DAN PUTARAN SUDUT
PADA BALOK STATIS TERTENTU
I. TUJUAN
1. Untuk menentukan besar lendutan dan putaran sudut dari sebuah struktur balok statis
tertentu.
2. Membandungkan hasil percobaan dengan hasil teoritis.
II. LANDASAN TEORI
Besar lendutan dan putaran sudut dari sebuah struktur statis tertentu yang diberi beban
dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga metode di bawah ini :
1. Metode integrasi
Salah satu metode penyelesaian dalam mencari nilai lendutan dan putaran sudut
adalah dengan metode integrasi yang dikenal juga dengan teori elastis. Berikut ini
adalah rumus yang digunakan dalam mencari nilai lendutan dan putaran sudut :
d2 ydx2 =−Mx
EI(rumus umum)
dydx
=−1EI ∫ Mx dx+c1=tan θ ( putaran sud ut )
y = ∬−¿ MxEI
dx¿ + c1 x+c2(lendutan)
2. Metode momen area
Metode momen area adalah sebuah metode yang menggunakan diagram momen
untuk menghitung besar lendutan dan putaran sudut pada balok dan portal.
Ᾱ = luas bidang momen
x = jarak dari titik berat luas bidang momen menuju titik B
θB = Ᾱ
θB = putaran sudut di titik B
∆B = Ᾱ . x
∆B = lendutan di titik B
3. Metode unit load
Metode unit load adalah sebuah metode yang menggunakan prinsip energi untuk
menghitung :
- Besar lendutan dan putaran sudut pada balok dan portal
- Besar lendutan pada rangka batang
Berikut ini adalah penerapan metode unit load pada balok kantilever.
∆B = ∫0
L MmdxEI
M = momen akibat beban P
m = momen akibat satu satuan gaya (unit load) yang bekerja pada titik B
θB = ∫0
L MmdxEI
M = momen akibat beban P
m = momen akibat satu satuan momen (unit moment) yang bekerja pada titik B
III.PERALATAN
Percobaan 1
1 – HST. 601 Penyangga ujung dengan penjepit tetap
1 – HST. 602 Penyangga ujung dengan rol
1 – HST. 603 Penggunaan momen lengkap
2 – HST. 604 Katrol ganda
2 – HST. 605 Kumpulan kawat
3 – HST. 606 Penjepit gantungan
2 – HST. 607 Penghubung penggantung
2 – HST. 608 Gantungan-gantungan besar
7 – HST. 609 Gantungan-gantungan kecil
1 – HST. 610 Pengimbang gantungan
1 – HST. 611 Kumpulan penyangga yang dapat disesuaikan
1 – HST. 6m Arloji pengukur
1 – HST. 6c Logam
1 – HST. 6d Balok uji perspektif
Gambar F.4 menunjukkan aplikasi dari beban terpusat di tengah bentang pada balok
dengan perletakan sederhana. Banyak variasi yang dapat dilakukan seperti menunjukkan
putaran sudut dan lendutan pada perletakan, beban menggantung atau beban terbagi
merata, dan lain-lain.
Percobaan 2
2 – HST. 1301 Penyangga ujung
1 – HST. 1302 Penyangga perletakan rol
1 – HST. 1303 Pengatur rol
1 – HST. 1304 Pelat jepit
3 – HST. 1305 Jepit penggantung
3 – HST. 1306 Penyambung gantungan
3 – HST. 1307 Penggantung besar (tempat beban)
3 – HST. 1309 Penggantung ujung
1 – HST. 1310 Penyangga perletakan ganda
1 – HST. 1311 Pengatur perletakan
1 – HST. 1312 Penggantung kecil
2 – HST. 1313 Ujung sisi tajam (knife edge)
Gambar F.5 menunjukkan balok kantilever dengan beban terpusat di ujung. Variasi dapat
dibuat dengan memberikan variasi beban, beban pada titik tertentu, dan lain-lain.
Pengaturan-pengaturan seperti di atas dapat divariasikan menyesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing. Pengaturan ini dilakukan untuk menunjukkan penggunaan berbagai jenis
alat untuk berbagai aplikasi. Untuk percobaan-percobaan seperti ini dimana dibutuhkan
pengamatan lendutan yang besar, dianjurkan penggunaan dari alat untuk bentang panjang
(long travel gauge) HAC 6 series.
IV. CARA KERJA
Percobaan 1
1. Mengukur dimensi dari pelat balok (panjang, lebar, dan tebal).
2. Memasang pelat dalam frame sedemikian rupa sehingga pelat tersebut membentuk
struktur balok sederhana dengan panjang 90 cm.
3. Memasang alat dial gauge pada pelat pada ujung sebelah kanan, sebelah kiri, dan
tepat di tengah pelat sedemikian rupa sehingga dial gauge menekan pelat.
4. Mengatur angka pada dial gauge menjadi nol setelah sistem terpasang.
5. Memberikan beban pada pelat sebesar 2 N di tengah pelat.
6. Membaca pembacaan pada dial gauge di ujung pelat sebelah kanan, kiri, dan tepat
tengah dari pelat (x=45 cm).
7. Menambahan beban sebesar 2 N terus menerus sampai beban 10 N.
8. Membaca pembacaan dial gaugeuntuk variasi beban.
Percobaan 2
1. Mengukur dimensi dari pelat balok (panjang, lebar, dan tebal).
2. Memasang pelat dalam frame sedemikian rupa sehingga pelat tersebut membentuk
struktur balok kantilever dengan panjang 45 cm.
3. Memasang alat dial gauge pada pelat pada ujung sebelah kiri (perletakan) dan di
ujung pelat sedemikian rupa sehingga dial gauge menekan pelat.
4. Menyetel angka pada dial gauge menjadi nol setelah sistem terpasang.
5. Memberikan beban pada pelat sebesar 2 N di ujung pelat.
6. Membaca pembacaan pada dial gauge di ujung pelat sebelah kiri dan kanan dari
pelat.
7. Menambahan beban sebesar 2 N terus menerus sampai beban 10 N.
8. Membaca pembacaan dial gauge untuk variasi beban.
V. DATA PERCOBAAN
A. Percobaan 1
L = 90 cm lebar baja (b) = 25 mm
x = 10 cm tebal baja (h) = 5 mm
E = 200.000 MPa
No. Beban (N)
Pembacaan dial gauge indicator (mm)A C D
1 2 0.43 0.14 0.122 4 1.005 0.33 0.323 6 1.58 0.52 0.524 8 2.19 0.72 0.745 10 2.77 0.92 0.95
B. Percobaan 2
L = 45 cm lebar baja (b) = 25 mm tebal baja (h) = 5 mm
E = 200.000 Mpa
No. Beban (N)
Pembacaan dial gauge indicator (mm)A
1 2 0.2252 4 0.5553 6 0.764 8 0.875 10 1.31
VI. PENGOLAHAN DATA
Percobaan 1
A) Lendutan di titik A (tengah bentang)
Lendutan berdasarkan percobaan
Beban (N) Lendutan percobaan (mm)
2 0.434 1.0056 1.588 2.19
10 2.77
Hubungan Beban (x) dan Lendutan (y)
y = mx + b
No. X y x2 y2 xy1 2 0.43 4 0.1849 0.862 4 1.005 16 1.010025 4.023 6 1.58 36 2.4964 9.484 8 2.19 64 4.7961 17.525 10 2.77 100 7.6729 27.7∑ 30 7.975 220 16.16033 59.58
m = n ∑ xy−∑ x ∑ yn ∑ x2−(∑ x)2 = (5 x59.58)−(30 x7.975)
(5 x 220)−(30)2 = 0.293
b = ∑ x2 ∑ y−∑ x ∑ xy
n∑ x2−(∑ x)2 = (220 x7.975)−(30 x59.58)(5 x 220)−(30)2 = - 0.164
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 110
0.5
1
1.5
2
2.5
3
f(x) = 0.29325 x − 0.1645R² = 0.999890268007674
Grafik Beban vs Lendutan
Beban (N)
Lend
utan
(mm
)
E = L3
48 mI= 9003
48 x0.293 x 260.4166667 = 199.331,4059 MPa
Lendutan secara teoritis
Inersia (I) = 1
12b h3
Lendutan teoritis (∆A) = W L3
48 EI
Beban (N)
Panjang bentang (mm) E (MPa) Inersia (mm4) Lendutan teoritis (mm)
2 900 200000 260.4166667 0.58324 900 200000 260.4166667 1.16646 900 200000 260.4166667 1.74968 900 200000 260.4166667 2.3328
10 900 200000 260.4166667 2.916
Kesalahan relatif = |lendutan percobaan−lendutanteoritis|
lendutan teoritisx 100%
Lendutan percobaan (mm)
Lendutan teoritis (mm) kesalahan relatif
0.43 0.5832 26.26%1.005 1.1664 13.83%1.58 1.7496 9.69%2.19 2.3328 6.12%2.77 2.916 5.00%
B) Putaran sudut di titik C dan D
Putaran sudut percobaan
(Pembacaan DGI)x
= tan θ
θ = arc tan (Pembacaan DGI )
x
x (mm) Pembacaan DGI (mm)
tan θθ
C D Average
100 0.14 0.0014 0.0012 0.0013 0.0745100 0.33 0.0033 0.0032 0.00325 0.186100 0.52 0.0052 0.0052 0.0052 0.298100 0.72 0.0072 0.0074 0.0073 0.418100 0.92 0.0092 0.0095 0.00935 0.536
Hubungan beban (x) dan tan θ (y)
y = mx + b
No x y x2 y2 xy
1 2 0.0013 40.0000016
9 0.00262 4 0.00325 16 1.0563E-05 0.013
3 6 0.0052 360.0000270
4 0.0312
4 8 0.0073 640.0000532
9 0.05845 10 0.00935 100 8.7423E-05 0.0935
∑ 30 0.0264 2200.0001800
1 0.1987
m = n∑ xy−∑ x∑ yn∑ x2−(∑ x)2 =0.001 b =
∑ x2 ∑ y−∑ x ∑ xyn∑ x2−(∑ x)2 = 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 110
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01f(x) = 0.0010075 x − 0.000765000000000004R² = 0.999735306428976
Grafik Beban vs tan θ
Beban (N)
tan
θ
E = L2
16 mI= 9002
16 x 0.001 x260.4166667= 194.400 Mpa
Putaran sudut secara teoritis
W L2
16 EI= tan θ
θ = arc tan W L2
16 EI
Beban (N)
Panjang bentang (mm) E (MPa) Inersia (mm4) tan θ θ
2 900 200000 260.4166667 0.001944 0.1114 900 200000 260.4166667 0.003888 0.2226 900 200000 260.4166667 0.005832 0.3348 900 200000 260.4166667 0.007776 0.445
10 900 200000 260.4166667 0.009720 0.557
Kesalahan relatif = |lendutan percobaan−lendutanteoritis|
lendutan teoritisx 100%
θ percobaan
θ teoritis
kesalahan relatif (%)
0.0745 0.111 32.882882880.186 0.222 16.216216220.298 0.334 10.778443110.418 0.445 6.067415730.536 0.557 3.770197487
Percobaan 2
Lendutan di titik A (ujung batang)
Lendutan berdasarkan percobaan
Beban (N)
Lendutan percobaan (mm)A
2 1.2254 2.5556 3.768 4.87
10 6.31
Hubungan Beban (x) dan Lendutan (y)
y = mx + b
No. x y x2 y2 Xy1 2 1.225 4 1.500625 2.452 4 2.555 16 6.528025 10.223 6 3.76 36 14.1376 22.564 8 4.87 64 23.7169 38.965 10 6.31 100 39.8161 63.1∑ 30 18.72 220 85.69925 137.29
m = n∑ xy−∑ x∑ yn∑ x2−(∑ x)2 = 0.6243
b = ∑ x2 ∑ y−∑ x ∑ xy
n∑ x2−(∑ x)2 = (220 x7.975)−(30 x59.58)(5 x 220)−(30)2 = - 0.0015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 110
1
2
3
4
5
6
7
f(x) = 0.62425 x − 0.00150000000000006R² = 0.998459636026357
Grafik Beban vs Lendutan
Beban (N)
lend
utan
(mm
)
E = L3
3 mI= 4503
3 x 0.6243 x260.4166667 = 186.833,25 MPa
Lendutan secara teoritis
Inersia (I) = 1
12b h3
Lendutan teoritis (∆A) = W L3
3 EI
Beban (N) Panjang bentang (mm) E (MPa) Inersia (mm4) Lendutan teoritis (mm)2 450 200000 260.4166667 1.16644 450 200000 260.4166667 2.33286 450 200000 260.4166667 3.49928 450 200000 260.4166667 4.6656
10 450 200000 260.4166667 5.832
Kesalahan relatif = |lendutan percobaan−lendutanteoritis|
lendutan teoritisx 100%
Lendutan percobaan (mm)
Lendutan teoritis (mm) kesalahan relatif (%)
1.225 1.1664 5.0240054872.555 2.3328 9.5250342943.76 3.4992 7.4531321444.87 4.6656 4.3810013726.31 5.832 8.196159122
VII. ANALISA
1. Analisa Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan besar lendutan dan putaran sudut
dari sebuah struktur balok statis tertentu dan membandingkannya dengan besar
lendutan hasil perhitungan secara teoritis. Hal yang pertama kali harus dilakukan
dalam percobaan ini adalah mengukur dimensi pelat balok, yaitu panjang, lebar, dan
tebalnya. Data-data ini diperlukan untuk proses pengolahan data. Panjang
diperlukan dalam proses mencari besar lendutan dan putaran sudut, sedangkan lebar
dan tebal diperlukan dalam proses mencari besar momen inersia penampang yang
nantinya akan dipergunakan dalam menghitung lendutan dan besaran sudut juga.
Dalam proses ini, frame yang digunakan adalah frame yang dapat membentuk
struktur balok sederhana sekaligus kantilever, karena praktikan akan melakukan
praktikum untuk kedua struktur sederhana tersebut, untuk mengetahui bagaimana
cara mencari lendutan untuk struktur yang berbeda.
Pada struktur balok sederhana, dial gauge dipasangkan di tiga posisi, yaitu di
tengah tempat dimana beban bekerja, di samping kiri yang merupakan perletakan
sendi, dan di samping kanan yang merupakan perletakan rol. Dial gauge dipasang
sedemikian rupa agar jarum pada alat tersebut menekan pelat sehingga tidak akan
terjadi pembacaan yang lebih pendek dari seharusnya jika ternyata pelat melendut
lebih jauh daripada jarum dial gauge itu tertekan. Dial gauge yang dipasang di
tengah berfungsi untuk mengetahui lendutan yang terjadi di tengah batang dimana
beban bekerja, sedangkan dial gauge yang dipasang di perletakan berfungsi untuk
mengetahui perubahan panjang pelat ketika pelat membentuk sudut. Hal ini
diperlukan untuk mendapatkan besar putaran sudut yang terjadi di ujung-ujung
pelat, yaitu pada perletakan sendi dan perletakan rol.
Setelah dial gauge terpasang pada sistem, skala pada dial gauge diatur menjadi
nol untuk memudahkan pembacaan dial gauge tersebut. Sehingga pada saat
pembacaan, praktikan tidak perlu menghitung selisih perubahan pembacaan dial
gauge pada skala yang besar.
Kemudian, beban diberikan pada struktur tersebut sebanyak lima variasi, yaitu
2 N, 4 N, 6 N, 8 N, dan 10 N. Hal ini dimaksudkan agar pencarian gradien kurva
akan semakin teliti dengan banyaknya variasi data karena proses pengolahan data
untuk mencari besar modulus elastisitas adalah dengan menggunakan metode least
square.
Sedangkan untuk balok kantilever, perbedaannya hanya terletak pada posisi
pemasangan dial gauge. Dial gauge pada struktur kantilever hanya dipasang di
ujung sebelah kiri yang merupakan perletak jepit dan ujung sebelah kanan yang
merupakan ujung dari pelat tempat dimana pelat bekerja.
2. Analisa Hasil
Pada percobaan pertama, dengan menggunakan metode least square dicari
hubungan antara beban dan lendutan yang terjadi di tengah bentang. Hubungan
tersebut dibuat dalam bentuk persamaan y = mx + b, dimana x adalah variasi beban
dan y besarnya lendutan yang terjadi. Berdasarkan perhitungan melalui metode itu,
didapatkan hubungan antara beban dan lendutan yang digambarkan dalam bentuk
grafik berikut.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 110
0.5
1
1.5
2
2.5
3
f(x) = 0.29325 x − 0.1645R² = 0.999890268007674
Grafik Beban vs Lendutan
Beban (N)
Lend
utan
(mm
)
Modulus elastisitas yang didapat dari hubungan di atas sebesar 199.331,4059
Mpa. Sedangkan dari perhitungan dengan metode yang sama untuk putaran sudut
didapatkan nilai modulus elastisitas sebesar 194.400 Mpa.
Pada percobaan kedua, untuk kasus balok kantilever hubungan antara beban dan
lendutan di ujung balok juga dapat dicari dengan metode least square. Hubungan
tersebut di gambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 110
1
2
3
4
5
6
7
f(x) = 0.62425 x − 0.00150000000000006R² = 0.998459636026357
Grafik Beban vs Lendutan
Beban (N)
lend
utan
(mm
)
Modulus elastisitas yang diperoleh dari hasil perhitungan percobaan kedua ini
adalah sebesar 186.833,25 Mpa.
3. Analisa Kesalahan
Pada percobaan pertama, didapatkan kesalahan relatif sebagai berikut.
Lendutan percobaan (mm)
Lendutan teoritis (mm) kesalahan relatif
0.43 0.5832 26.26%1.005 1.1664 13.83%1.58 1.7496 9.69%2.19 2.3328 6.12%2.77 2.916 5.00%
θ percobaan
θ teoritis
kesalahan relatif (%)
0.0745 0.111 32.882882880.186 0.222 16.216216220.298 0.334 10.778443110.418 0.445 6.067415730.536 0.557 3.770197487
Pada percobaan kedua, didapatkan kesalahan relatif sebagai berikut.
Lendutan percobaan (mm)
Lendutan teoritis (mm) kesalahan relatif (%)
1.225 1.1664 5.024005487
2.555 2.3328 9.5250342943.76 3.4992 7.4531321444.87 4.6656 4.3810013726.31 5.832 8.196159122
Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, antara
lain :
1. Ketidaktelitian pada saat mengukur besar dimensi pelat dengan jangka sorong.
2. Pemasangan dial gauge yang miring atau tidak tepat di tengah pelat atau tidak
tepat di ujung pelat.
3. Pemasangan mur yang kurang kuat sehingga perletakan yang seharusnya jepit
menjadi tidak sepenuhnya jepit.
4. Ketidaktelitian pada saat pembacaan dial gauge. Baik pada skala besar maupun
skala yang kecil.
5. Sedikitnya variasi data yang mempengaruhi ketidaktepatan gradient yang
dihasilkan oleh grafik.
VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan beserta pengolahan data yang telah dilakukan, praktikan
mendapat beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Pada struktur balok sederhana, besar lendutan yang terjadi di tengah bentang
berbanding lurus dengan panjang bentang dan beban yang bekerja pada struktur
serta berbanding terbalik dengan modulus elastisitas batang dan inersia
penampang batang. Besarnya lendutan di tengah bentang memenuhi persamaan ∆
= W L3
48 EI .
2. Pada struktur balok kantilever, besar lendutan yang terjadi di ujung bentang
berbanding lurus dengan panjang bentang dan beban yang bekerja pada struktur
serta berbanding terbalik dengan modulus elastisitas batang dan inersia
penampang batang. Besarnya lendutan tersebut memenuhi persamaan ∆ = W L3
3 EI .
3. Pada pengolahan data lendutan di tengah bentang didapatkan Epercobaan sebesar
199.331,4059 Mpa
Pada pengolahan data putaran sudut di perletakan didapatkan Epercobaan sebesar
194.400 Mpa
Pada pengolahan data lendutan di ujung batang kantilever didapatkan Epercobaan
sebesar 186.833,25 Mpa
IX. REFERENSI
Pedoman Praktikum Mekanika Benda Padat. Laboratorium Struktur dan Material
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
X. LAMPIRAN
Gambar 1. Struktur balok sederhana
Gambar 2. Struktuk balok kantilever
Gambar 3. Dial Gauge Indicator