modifikasi chamber dan uji coba …digilib.unila.ac.id/55252/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
MODIFIKASI CHAMBER DAN UJI COBA ELECTRONIC NOSE PADABIJI KOPI (Coffea sp.)
(Skripsi)
Oleh
CHRISTANTY T. SARAGIH
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
MODIFIKASI CHAMBER DAN UJI COBA ELECTRONIC NOSE PADABIJI KOPI (Coffea sp.)
Oleh
Christanty T. Saragih
Penggunaan chamber pada electronic nose (e-nose) sangat mempengaruhi nilai
tegangan yang dihasilkan dari aroma biji kopi Natural Robusta. Nilai tegangan
yang dihasilkan akan membentuk suatu pola yang dapat mendefinisikan keadaan
stabil pada penggunaan chamber. Perbandingan dalam penggunaan dua jenis
chamber yang berbeda (Chamber A dan Chamber B) dapat membantu
menghasilkan chamber yang stabil. Keadaan chamber yang stabil didukung oleh
peletakan sensor yang sesuai. Variasi peletakan sensor yang beragam (atas,
samping, bawah) akan mendukung keluaran pola yang stabil dalam waktu stabil
yang tercepat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2018- Desember 2018 di Laboraturium
Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen (RBPP), Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Tahapan pengambilan data dimulai dari
mempersiapkan E-nose berserta chamber dan sensor yang digunakan, lalu
dilakukan pengamatan. Data yang telah didapatkan diinput dan diolah dalam
bentuk grafik pada Ms. Excel sehingga menghasilkan persamaan garis dan
koefisien determinasi. Dengan cara membandingkan data dapat menghasilkan
chamber dan peletakan yang stabil.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada E-nose yang menggunakan Chamber
A dapat menghasilkan pola tegangan yang lebih stabil dibandingkan Chamber
B. Variasi peletakan sensor samping merupakan variasi yang terbaik
dibandingkan yang lain. Waktu chamber dan peletakan stabil pada menit ke 5.
Menghasilkan chamber dan peletakan terbaik dilihat dari besar nilai koefisien x
yang mendekati 0. Pola respon tegangan yang dihasilkan Chamber A pada
peletakan samping memiliki rentan nilai koefisien x sebesar -0,0075 sampai
0,0042 dan memiliki rentan nilai R2 sebesar 0,0531 sampai 0,5253.
Kata kunci: E-nose, Chamber, Natural Robusta
ABSTRACT
MODIFICATION OF CHAMBERS AND ELECTRONIC NOSE TRIALTEST FOR COFFEE BEAN (Coffea sp.)
By
Christanty T. Saragih
Using chamber at the electronic nose (e-nose) will greatly affect output voltage
value of odor of natural robusta beans. Output voltage value will make a pattern
that defines stability condition to using chamber. Comparison in using two
difference chambers (Chamber A and Chamber B) can produce a more stability
chamber. Stable chamber situation is supported by appropriately sensor
placement. Many variety of sensor placement (above, side, below) will support a
stable output pattern on the fastest time.
The research was done on July 2018 – December 2018 in Rekayasa Bioproses dan
Pasca Panen (RBPP) Laboratory, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung. First step to collecting a data is prepare an E-nose with its
chamber and the sensor, then observed. Inputting data which collected and change
to the graph forms with Ms. Excel until produce a line equation and coefficient
determination. With comparing data could produce a stable chamber and
placement.
The result of this research refer that voltage pattern E-nose with chamber A could
produce a more stable than chamber B. Variety sided sensor is the best variety
placement. The first 5 minutes is the best time and chamber placement. Producing
chamber and best time are observed by a factors. There are coefficient X value
and R value that closer to zero. Respond voltage pattern which produced by
chamber A at sided placement had a coefficient X value about -0.0075 to 0.0042
and R2 value about 0.0531 to 0.5253.
Keywords: E-nose, Chamber, Natural Robusta
MODIFIKASI CHAMBER DAN UJI COBA ELECTRONIC NOSE PADABIJI KOPI (Coffea sp.)
Oleh
CHRISTANTY T. SARAGIH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada
tanggal 17 Maret 1996, sebagai anak pertama dari empat
bersaudara, dari pasangan Bapak Jawardin Saragih dan Ibu
Esta Sihombing.
Penulis menempuh pendidikan taman kanak-kanak di TK Xaverius 4 Way Halim,
Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan dilanjutkan di SD
Xaverius 4 Way Halim, Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2008.
Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Fransiskus 1,
Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tahun 2011 dan sekolah menengah
kejuruan di SMK Farmasi Arjuna Lagu Boti, Toba Samosir yang diselesaikan
pada tahun 2014.
Pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN. Pada tahun
2016, penulis mendapatkan beasiswa PPA. Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah menjadi asisten mata kuliah Hidrologi, Fisika Dasar, dan Teknik
Pascapanen Produk Pertanian. Penulis aktif organisasi kemahasiswaan
Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) sebagai anggota biasa
pada tahun 2016, UKM Kristen Universitas Lampung sebagai anggota pengurus
Divisi 1 (Informasi dan Latihan Dasar Kepemimpinan Kristen) pada tahun 2016
dan sebagai Sekretaris Divisi 2 (Hubungan Masyarakat) pada tahun 2017.
Pada tahun 2017, penulis melaksanakan Praktik Umum di PTPN 8 Kebun Gedeh,
Cianjur, Jawa Barat dengan judul “Mempelajari Proses Pasca Panen dan
Pengolahan Teh Hitam Orthodoks di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun
Gedeh, Cianjur, Jawa Barat” selama 30 hari. Pada tahun 2018, penulis
melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik periode I tahun 2018
di Desa Menggala Mas, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang
Bawang Barat selama 40 hari.
i
Kupersembahkan karya ini untuk:
Papaku Jawardin Saragih
Mamaku Esta Sihombing
Adik-adikku Yoseva, Geraldin dan Rebecca.
ii
MOTTO
“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan,dan bertekunlah dalam doa.”
(Roma 12:12)
“Kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upahbagi usahamu.”
(2 Tawarikh 15:7)
Teruslah tersenyum, karena hidup itu indah dan ada banyak hal yang bisadisyukuri
(Marilyn Manroe)
iii
SANWACANA
Puji Syukur penulis ucapkan atas berkat rahmat dan kasih setia Tuhan Yang Maha
Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan atau skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Modifikasi Chamber dan Uji Coba Electronic Nose
pada Biji Kopi (Coffea sp.)” adalah salah satu syarat penulis untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.T.P) di Universitas Lampung.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian.
3. Bapak Dr. Mareli Telaumbanua, S.T.P., M.Sc., selaku dosen pembimbing
pertama yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
iv
4. Ibu Dwi Dian Novita, S.T.P., M.Si., selaku dosen pembimbing kedua dan
sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan
saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku dosen pembahas yang telah
memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak, Mama, Yoseva, Geraldin, Rebecca, Gersom yang telah memberikan
dukungan doa, penghiburan, arahan, dan motivasi dalam penyelesaian skripsi
ini.
7. Bangsawan, Renaldi, Rendy, Ferdy, Gege, Nicholas, Anugerah, Lika, Debby,
Linda, Atika yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam
melaksanakan penelitian ini.
8. Keluarga Teknik Pertanian 2014 dan Ukm Kristen Unila yang memberikan
motivasi serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan bahkan jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun dalam
penyusunan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih,
dan penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Tuhan Memberkati.
Bandar Lampung, 18 Desember 2018
Christanty T. Saragih
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
I. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3. Batasan Masalah................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
1.5. Manfaat Penelitian................................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 6
2.1. Electronic Nose (E-nose)...................................................................... 6
2.2. Sistem Kerja E- nose ............................................................................ 8
2.3. Persyaratan Umum Sensor dan Transduser ......................................... 10
2.4. Sensor E-nose ...................................................................................... 13
2.4.1. TGS (Taguchi Gas Sensor)....................................................... 132.4.2. MQ 136..................................................................................... 15
2.5. Mikrokontroler .................................................................................... 15
2.6. Kopi (Coffea Sp.)................................................................................. 18
2.7. Konsep Aliran Udara pada Ruangan ................................................... 20
III. METODE PENELITIAN....................................................................... 22
vi
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 22
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 22
3.3. Prosedur Penelitian............................................................................. 22
3.4. Rancangan Chamber dan Peletakan Sensor ........................................ 24
3.5. Prosedur Pengambilan Data ................................................................ 28
3.6. Pengolahan Data.................................................................................. 32
3.7. Analisis Data ....................................................................................... 34
3.7.1. Uji T.......................................................................................... 343.7.2. Persamaan Regresi.................................................................... 363.7.3. Koefisien Korelasi (R).............................................................. 393.7.3. Koefisien Determinasi (R2) ...................................................... 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 41
4.1. Modifikasi Chamber............................................................................ 41
4.2. Uji Beda Nyata .................................................................................... 43
4.3. Chamber yang Stabil ........................................................................... 47
4.3.1. Peletakan Atas .......................................................................... 474.3.2. Peletakan Samping ................................................................... 514.3.3. Peletakan Bawah....................................................................... 54
4.4. Peletakan Sensor yang Stabil .............................................................. 57
4.4.1. Chamber A ................................................................................ 584.4.2. Chamber B ................................................................................ 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 67
5.1. Kesimpulan.......................................................................................... 67
5.2. Saran .................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69
LAMPIRAN....................................................................................................... 72
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman1. Jenis chamber dan variasi peletakan sensor................................................... 43
2. Hasil homogenitas pada Chamber A .............................................................. 45
3. Hasil Homogenitas Chamber B...................................................................... 46
4. Perbandingan chamber yang stabil ................................................................ 57
5. Perbandingan peletakan sensor yang stabil.................................................... 65
Lampiran
6. Uji homogenitas pada Chamber A ................................................................. 73
7. Lanjutan uji homogenitas Chamber A............................................................ 74
8. Uji homogenitas pada Chamber B ................................................................. 75
9. Lanjutan uji homogenitas Chamber B............................................................ 76
10. Natural Robusta Chamber A pada peletakan atas ........................................ 77
11. Natural Robusta Chamber A pada peletakan samping................................. 78
12. Natural Robusta Chamber A pada peletakan bawah .................................... 79
13. Natural Robusta Chamber B pada peletakan atas ........................................ 80
14. Natural Robusta Chamber B pada peletakan samping................................. 81
15. Natural Robusta Chamber B pada peletakan bawah .................................... 82
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman1. Analogi sistem E-nose terhadap sistem penciuman manusia.......................... 7
2. Sistem pengiriman bau.................................................................................... 9
3. Keluaran dari transduser panas ...................................................................... 11
4. Grafik tambahan waktu dari berbagai transduser........................................... 12
5. Sensor E-nose : TGS 822 (a), TGS 2602 (b), MQ 136 (c), TGS 826 (d) ...... 15
6. Arduino Mega 2560 ....................................................................................... 17
7. Aliran udara pada greenhouse........................................................................ 21
8. Diagram alir prosedur penelitian.................................................................... 23
9. Sensor E-nose................................................................................................. 24
10. Rancangan Chamber A pada peletakan sensor bagian atas.......................... 25
11. Rancangan Chamber A pada peletakan sensor bagian samping .................. 25
12. Rancangan Chamber A pada peletakan sensor bagian bawah ..................... 26
13. Rancangan Chamber B pada peletakan sensor bagian atas.......................... 26
14. Rancangan Chamber B pada peletakan sensor bagian samping .................. 27
15. Rancangan Chamber B pada peletakan sensor bagian bawah ..................... 27
16. Biji kopi Natural Robusta............................................................................. 29
17. Penyemprotan oksigen ke arah sensor ......................................................... 30
18. Pola tegangan sensor .................................................................................... 31
ix
19. Diagram alir pengolahan data ...................................................................... 33
20. Bentuk garis yang sejajar ............................................................................. 37
21. Bentuk garis linear ....................................................................................... 38
22. Bentuk garis sensor stabil ............................................................................ 38
23. Sensor 1 (MQ 136) pada peletakan atas....................................................... 48
24. Sensor 2 (TGS 2602) pada peletakan atas.................................................... 49
25. Sensor 3 (TGS 822) pada peletakan atas...................................................... 50
26. Sensor 4 (TGS 826) pada peletakan atas...................................................... 50
27. Sensor 1 (MQ 136) pada peletakan samping ............................................... 51
28. Sensor 2 (TGS 2602) pada peletakan samping ............................................ 52
29. Sensor 3 (TGS 822) pada peletakan samping .............................................. 53
30. Sensor 4 (TGS 826) pada peletakan samping .............................................. 53
31. Sensor 1 (MQ 136) pada peletakan bawah .................................................. 54
32. Sensor 2 (TGS 2602) pada peletakan bawah ............................................... 55
33. Sensor 3 (TGS 822) pada peletakan bawah ................................................. 56
34. Sensor 4 (TGS 826) pada peletakan bawah ................................................. 56
35. Sensor 1 (MQ 136) pada Chamber A ........................................................... 58
36. Sensor 2 (TGS 2602) pada Chamber A........................................................ 59
37. Sensor 3 (TGS 822) pada Chamber A.......................................................... 60
38. Sensor 4 (TGS 826) pada Chamber A.......................................................... 61
39. Sensor 1 (MQ 136) pada Chamber B ........................................................... 62
40. Sensor 2 (TGS 2602) pada Chamber B........................................................ 63
41. Sensor 3 (TGS 822) pada Chamber B.......................................................... 64
42. Sensor 4 (TGS 826) pada Chamber B.......................................................... 65
x
Lampiran
43. Chamber Dalam (Chamber A) berbahan kaca ............................................. 83
44. Chamber Luar (Chamber B) berbahan kaca ................................................ 83
45. E-nose Chamber Dalam (Chamber A) ......................................................... 84
46. E-nose Chamber Luar (Chamber B) ............................................................ 84
47. Keluaran data yang homogen pada Sensor 4, Chamber Apeletakan samping....................................................................................... 85
48. Keluaran data yang tidak homogen pada Sensor 1, Chamber Bpeletakan bawah ........................................................................................... 85
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi diakui memiliki rasa dan aroma yang khas sehingga menjadikannya salah
satu bahan minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia (Campanha
et al, 2010). Menurut Gunnars, kafein pada kopi dapat secara drastis
meningkatkan kinerja tubuh, menurunkan penyakit parkinson, membakar lemak,
mengurangi penuaan, dan bahkan dapat mengurangi resiko kanker pada tubuh.
Rasa kopi dan aroma yang khas dipengaruhi oleh variasi pengolahan pascapanen
kopi. Rasa dan aroma yang khas dari kopi merupakan parameter penting yang
dapat digunakan untuk mengklasifikasi dan membedakan jenis serta kualitas
berbagai kopi. Rasa kopi dapat diidentifikasi dengan lidah sedangkan aroma kopi
dengan hidung (Lapanporo, 2010).
Perkembangan teknologi pada era globalisasi saat ini semakin canggih, ditandai
dengan adanya teknologi yang menyerupai fungsi kerja indra manusia. Hidung
manusia adalah indra penciuman manusia yang terlatih untuk menganalisis dan
mendeteksi aroma atau bau pada makanan termasuk kopi.
2
Terkadang kerja indra penciuman manusia ini tidak stabil dan tergantung kondisi
fisik manusia. Untuk menghindari ketidakstabilan kerja indra penciuman maka
diciptakannya suatu teknologi yang menyerupai kerja indra penciuman manusia
yaitu Electronic Nose (E-nose).
Mekanisme kerja pada E-nose ini sama dengan mekanisme kerja penciuman
manusia. Pada proses penciuman manusia, aroma yang ditangkap oleh hidung
akan disalurkan ke sel-sel olfaktori (penciuman). Dilanjutkan kembali ke vesikel
olfaktori, dan dianalisis oleh pusat penciuman di otak. Pada E-nose, aroma yang
ditangkap masuk ke arah larik sensor, lalu diproses. Pra pemrosesan berlangsung
dan dilanjutkan dengan pengenalan pola. Pola yang dihasilkan E-nose ini berupa
tegangan. Aroma yang masuk ke larik sensor, sangatlah bergantung pada kondisi
chamber dan penempatan sensor (Nasir, 2016).
Perancangan sistem E-nose pada umumnya menggunakan ruang sampel (sample
chamber), ruang sensor (sensor chamber), mikrokontroler, dan komputer
(Lintang, 2016). Mikrokontroler yang digunakan yaitu Arduino mega 2560 yang
merupakan papan mikrokontroler berbasis chip ATmega 2560. Arduino Mega
2560 lebih mudah digunakan karena untuk mengaktifkannya hanya dengan
melalui koneksi USB atau dengan catu daya eksternal. Sumber daya eksternal
dapat berasal dari adaptor AC-DC atau baterai. Kelebihan yang lainnya Arduino
Mega 2560 pada sistem ini dapat mengkonversi sinyal analog menjadi digital
(ADC) (Lelono, 2013).
Penelitian Lapanporo (2010), mengenai monitoring proses pembusukan kopi seduh
menggunakan sistem larik sensor berbasis PCA menjelaskan ruang sensor (sensor
3
chamber) dan ruang sampel (sample chamber) menjadi satu kesatuan. Penggunaan
chamber ini menyatakan waktu stabil sensor dimulai dari menit ke 30. Menurut
penelitian Lelono (2013), menggunakan perancangan chamber dengan memisah
ruang sensor (sensor chamber) dan ruang sampel (sample chamber). Penelitian
Lelono (2013), tidak menjelaskan waktu stabil sensor. Waktu sensor stabil yang
dihasilkan cukup lama. Sehingga peneliti melakukan kajian ulang mengenai
modifikasi rancangan chamber untuk mendapatkan waktu stabil sensor yang relatif
cepat. Perancangan chamber yang memiliki ruang sensor dan ruang sampel
menjadi satu kesatuan serta dengan penambahan pompa disebut Chamber Dalam
(Chamber A). Perancangan chamber yang memiliki ruang sensor dan ruang
sampel yang terpisah serta diikuti dengan penambahan pompa disebut Chamber
Luar (Chamber B).
Hal yang dapat mempengaruhi kinerja dari sistem E-nose salah satunya adalah
peletakkan sensor-sensor kimia dan gas yang berada di dalam chamber sensor.
Posisi dari sensor-sensor kimia dan gas mempengaruhi keluaran pola-pola respon
tegangan (Sagita, 2015). Peletakan atau posisi sensor yang mempengaruhi respon
tegangan sehingga perlu dilakukan kajian tentang posisi peletakan yang
menghasilkan respon tegangan sensor stabil. Peletakan sensor dilakukan pada
bagian atas, samping, dan bawah chamber sensor.
1.2. Rumusan Masalah
E-nose merupakan sebuah instrumen yang kerjanya meniru sistem indra
penciuman manusia. E-nose terdiri dari ruang sensor (sensor chamber) dan ruang
sampel (sample chamber). Posisi ruang sensor dan ruang sampel mempengaruhi
4
pola yang dihasilkan oleh sistem E-nose. Pola-pola yang dihasilkan dari sistem E-
nose tidak selalu stabil. Sehingga permasalahannya adalah bagaimana
menghasilkan pola respon tegangan sensor pada Chamber A atau Chamber B
sehingga menghasilkan respon sensor yang stabil di antara Chamber A atau
Chamber B? dan bagaimana merancang posisi sensor di dalam chamber, posisi
ruang sampel, dan peletakan pompa yang akan mempengaruhi keluaran pola-pola
respon tegangan sensor terhadap waktu tetap stabil?.
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini antara lain:
1. Sampel yang digunakan biji Kopi Natural Robusta dengan jumlah sampel
yang digunakan sebanyak 50 gram;
2. Penggunaan Chamber A dan Chamber B berbahan kaca;
3. Chamber berbentuk tiga dimensi tanpa celah udara selain jalur selang
udara dan kabel pada pompa;
4. Rangkaian mikrokontroler Arduino Mega 2560 telah ada dari penelitian
sebelumnya;
5. Data keluaran sensor berupa tegangan yang dihasilkan oleh mikrokontroler
adalah Analog Digital Converter (ADC)
6. Sensor yang digunakan memiliki sensitivitas terhadap aroma H2S (MQ
136), H2S dan amonia (TGS 2602), etanol (TGS 822), amonia (TGS 826);
7. Tekanan oksigen yang disemprotkan pada sensor adalah sebesar 3NL/min
0C in O2 melalui diameter ujung nozle sebesar 1,36 mm;
5
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakan penelitian ini antara lain:
1. Mendapatkan pola respon tegangan sensor yang stabil pada Chamber A
atau Chamber B;
2. Mendapatkan posisi peletakan sensor, pompa, ruang sampel yang tepat
sehingga menghasilkan tingkat presisi sensor yang stabil.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dilaksanakan penelitian ini adalah dengan mendapatkan chamber yang
tepat dan peletakan posisi sensor yang tepat sehingga membantu manusia dalam
mengidentifikasi kualitas jenis biji kopi atau jenis bahan makanan lainnya yang
bersifat volatil berdasarkan aroma.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Electronic Nose (E-nose)
Electronic nose (E-nose) atau sebelumnya dikenal dengan sensor hidung robot
merupakan salah satu sensor terumit masa kini. Sensor tersebut bertujuan untuk
medeteksi aroma. Selama dekade terakhir, "elektronik penginderaan" atau "e‐sensing" merupakan suatu teknologi yang telah mengalami perkembangan penting
dari segi teknis dan komersial pandang. Ungkapan "elektronik penginderaan"
mengacu pada kemampuan reproduksi indra manusia menggunakan sensor array
dan sistem pengenalan pola. Sejak tahun 1982, penelitian ini telah mengalami
perkembangan teknologi sehingga lebih sering disebut sebagai E-nose, yang bisa
mendeteksi dan mengenali aroma dan rasa. Tahapan proses pengenalan mirip
dengan penciuman manusia dan dilakukan untuk identifikasi, perbandingan,
kuantifikasi dan aplikasi lain, termasuk penyimpanan data dan pengambilan.
Perangkat ini telah mengalami banyak perkembangan dan sekarang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan industri.
Menurut Chi dan Huang (2008) dalam skripsi Nasir (2016), sistem indra
penciuman manusia dibagi menjadi tiga lapisan yaitu
7
: (1) Lapisan sel penciuman sekitar satu milyar sel, (2). Veksibel penciuman
berfungsi untuk meregulasi, menguatkan, dan mengendalikan pesan dari sel
penciuman dan (3). Pusat penciuman di otak yang bertanggung jawab
mendefinisikan sinyal dan mengklasifikasi jenis aroma yang tercium. Berasaskan
dari sistem indra penciuman inilah E-nose dibuat. Blok diagram analogi sistem E-
nose terhadap sistem penciuman manusia dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Analogi sistem E-nose terhadap sistem penciuman manusia (Chi danHuang (2008) dalam Nasir (2016)
E-nose juga adalah instrumen yang terdiri dari susunan sensor kimia elektronik
dengan spesifisitas parsial dan sistem pengenalan pola yang tepat, yang mampu
mengenali aroma sederhana atau kompleks (Gardner et al, 1994). Sampel yang
digunakan pada E-nose berupa bau atau aroma yang ditangkap oleh sistem E-nose
yang akan diproses sehingga akan membentuk pola dari perubahan tegangan dari
masing-masing sensor yang digunakan (Lelono, 2013). E-nose banyak digunakan
secara luas di berbagai bidang, diantaranya: bidang industri, pengujian kualitas
makanan dan obat, bidang medis, pemantauan lingkungan, keamanan, militer dan
lain-lain.
8
2.2. Sistem Kerja E- nose
Sistem kerja E-nose secara umum menurut Patel et al (2016), sistem fungsional
dimulai dengan pengiriman bau dari sumber bau ke chamber sensor atau ruang
sensor. Ada dua jalur utama dimana bau dapat dihantar ke ruang sensor, pertama
adalah ruangan utama sampling dan kedua adalah aliran injeksi. Pada ruangan
utama sampling, ruangan utama bahan berbau dipindahkan dari sampel vessel dan
dimasukkan ke dalam ruang sensor dengan prosedur otomatis ataupun prosedur
manual. Dengan kata lain, gas pembawa digunakan untuk mengangkut bau dari
sampel vessel ke dalam sensor dengan metode yang disebut injeksi udara (Gambar
2).
Ruang sensor terdiri dari susunan sensor bau, yang mana mungkin dari satu atau
lebih tipe berasal dari semi-conducting polymer chemo-resistor, sensor
elektrochemical, sensor opikal, dan masih banyak lagi. Sensor elektronik tidak
hanya digunakan untuk kondisi tersebut. Fungsi ini dapat diperoleh menggunakan
sirkuit elektronik analog yang mana keluaran dapat mengatur keluaran dari 0 ke 5
DC Volt dan/atau 4 ke 20 mA arus DC. Sinyal tersebut kemudian diubah ke
bentuk digital dengan menggunakan konverter analog-to-digital yang mana
didalammnya menggunakan penggandaan dan mengubah sinyal digital untuk
menghubungkan dengan mikroprosesor melewati kabel (contoh: USB ke RS232)
atau via bus digital (contoh: GPIB). Mikroprosesor diprogram untuk mengangkut
bermacam-macam tugas.
Setelah memberikan bau yang cocok untuk array sensor, fungsi sensorik mulai
memprosesbahwa pengukuran bau tergantung pada karakteristik sensor tertentu
9
dan kemudian pra-pengolahan dan ekstraksi fitur berlangsung untuk
membenarkan hasil sensor. Pada tahap klasifikasi ada begitu banyak algoritma
yang dapat mempengaruhi serta mengambil tempat tergantung pada bau
fundamental dan sensor respon. Klasifikasi berisi beberapa hasil dan kelompok
mereka yaitu jenis bau, kelas dan kuantitasnya. Pada tahap akhir yang terdiri dari
ekstraksi fitur serta klasifikasi dan menghasilkan hasil yang diharapkan sebagai
hasilnya. Akhirnya akan digunakan untuk identifikasi kelas bau atau proses
pengambilan keputusan lainnya yang relevan.
Perancangan sensor chamber atau ruang sensor gas dalam sistem pengiriman
aroma ke chamber sensor menggunakan sistem statis. Sistem statis adalah salah
satu dasar yang digunakan untuk mengukur respon steady state sensor. Dalam
sistem statis tidak ada aliran uap sekitar sensor, dan pengukuran biasanya
dilakukan pada respon steady-state sensor yang terkena uap pada konsentrasi
konstan. Salah satu contoh array sensor yang sistem statis adalah QCM array
sensor. Prinsip untuk chamber sensor pada penelitiannya yaitu sampel larutan
diuapkan, kemudian respon sensor diukur pada keadaan yang stabil. Chamber
Gambar 2. Sistem pengiriman bau (Patel et al, 2016)
Sistem pengirimaroma
RuangSensor
Sensorelektronik
Konfersidigital
MikroprosesorMonitor
Memori
sinyalDigital
10
sensor biasanya terbuat dari teflon atau kaca untuk menghindari adsorpsi uap ke
dinding internal. Namun metode ini susah untuk mendapatkan respon dari array
sensor karena untuk mengukur respon sensor harus dalam keadaan yang stabil
dimana keadaan ini membutuhkan waktu yang lama (Pearce et al, 2003).
2.3. Persyaratan Umum Sensor dan Transduser
Sensor atau transduser dapat digunakan sebagai bagian dari sistem instrumentasi
(pengukuran) dan dapat pula digunakan untuk kepentingan pengendalian
(kontrol). Berikut merupakan persyaratan umum sensor menurut D Sharon dkk
(1982) dalam Nazir (2016).
1. Linearitas
Linier dalam hal ini dimaksudkan hubungan antara besaran input yang dideteksi
menghasilkan besaran output dengan hubungan berbanding lurus dan dapat
digambarkan secara grafik membentuk garis lurus. Terdapat sensor yang
menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan
terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor
panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya.
Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana
perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik
Gambar 3. memperlihatkan hubungan dari dua buah sensor panas yang berbeda.
Garis lurus pada gambar 3(a). memperlihatkan tanggapan linier, sedangkan pada
gambar 3(b). adalah tanggapan non-linier.
11
(a) (b)
Pada gambar 3a. terlihat setiap perubahan T diikuti oleh perubahan v dan dapat
dinyatakan dalam persamaan garis lurus yang kontinyu sedang pada gambar 3b.
perubahan T diikuti dengan perubahan v tetapi tidak membentuk hubungan
sebagai persamaan garis lurus.
2. Sensitivitas
Perbandingan antara sinyal keluaran atau respon transduser terhadap perubahan
masukan atau variable yang diukur. Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh
kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Beberepa sensor panas dapat
memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “volt per 0C”, yang berarti perubahan
temperature satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan beda
potensial beberapa volt atau mv pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat
saja memiliki kepekaan. Saat tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan
sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor dengan tanggapan pada
gambar 3(b) akan lebih peka pada temperatur yang tinggi dari pada temperatur
yang rendah.
Gambar 3. Keluaran dari transduser panas
12
3. Tanggapan Waktu
Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap
perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan masukkan step input.
Pada gambar 4 grafik 1 menunjukkan respon yang paling cepat dibanding dengan
dua grafik lainnya, sedangkan grafik 3 menunjukkan respon yang paling lambat
dibandingakan dengan grafik yang lainnya.
4. Jangkauan
Salah satu kriteria untuk memilih sensor adalah kesanggupan mengindera sesuai
dengan yang diperlukan. Misalnya sebuah alat ukur akan digunakan untuk
pengukuran suhu disekitar kamar yaitu antara -35oC sampai 150oC dilihat dari
jangkauan ukurnya dapat dipilih sensor NTC, PTC, transistor, dioda dan IC
hibrid.
Gambar 4. Grafik tambahan waktu dari berbagai transduser
13
2.4. Sensor E-nose
Sensor adalah elemen sistem yang secara efektif berhubungan dengan proses
dimana suatu variabel sedang diukur dan menghasilkan suatu keluaran dalam
bentuk tertentu tergantung pada variabel masukannya, dan dapat digunakan oleh
bagian sistem pengukuran yang lain untuk mengenali nilai variabel tersebut
(Syam, 2013).
2.4.1. TGS (Taguchi Gas Sensor)
TGS (Taguchi Gas Sensor) merupakan sensor gas yang diproduksi oleh Figaro
Inc,. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian sensor gas pada
sistem robot adalah sensor gas tersebut harus memiliki sensitivitas yang tinggi,
memiliki respon yang cepat, pemakaian daya yang kecil serta bentuk yang
sederhana. TGS merupakan sebuah sensor kimia yang digunakan untuk
mendeteksi gas tertentu dan TGS juga mempunyai sebuah tahanan sensor yang
nilainya bergantung pada keberadaan oksigen. Bahan sensor pada sensor gas TGS
adalah metal oxide Sn. Dengan meningkatnya keberadaan oksigen pada lapisan
tin oxide, akan meningkatkan level potential barrier yang juga meningkatkan nilai
tahanan dari sensor (Figaro, 2003).
Macam- macam sensor TGS yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. TGS 822
TGS 822 memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap uap pelarut organik serta
mudah menguap. TGS 822 juga memiliki kepekaan terhadap berbagai gas yang
mudah terbakar seperti karbon monoksida, sehingga sensor umum digunakan.
Keramik yang dimiliki sangat tahan terhadap lingkungan yang parah setinggi 200
14
°C. Elemen penginderaan sensor gas Figaro adalah dioksida timah (SnO2)
semikonduktor yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi alcohol atau etanol.
Dengan keberadaan gas terdeteksi, yang meningkatkan konduktivitas sensor
tergantung pada konsentrasi gas di udara. Sebuah rangkaian listrik sederhana
dapat mengkonversi perubahan konduktivitas untuk sinyal output yang sesuai
dengan konsentrasi gas (Putra, 2016). Bentuk fisik dari Sensor TGS 822
ditunjukan pada Gambar 5a.
b. TGS 826
Unsur penginderaan TGS 826 adalah semikonduktor oksida logam yang memiliki
konduktivitas rendah dalam udara bersih. Dengan adanya gas yang dapat
dideteksi, konduktivitas sensor meningkat tergantung pada konsentrasi gas di
udara. Sirkuit listrik sederhana dapat mengubah perubahan konduktivitas menjadi
sinyal output yang sesuai dengan konsentrasi gas. TGS 826 memiliki sensitivitas
tinggi terhadap gas amonia. Sensor ini dapat mendeteksi konsentrasi setinggi 30
ppm di udara dan sangat ideal untuk aplikasi yang berhubungan dengan
keselamatan penting seperti deteksi kebocoran amonia dalam sistem pendingin
dan deteksi amonia di bidang pertanian (Figaro, 2004). Bentuk fisik Sensor TGS
826 dapat ditunjukan pada Gambar 5d.
c. TGS 2602
Sensor TGS 2602 dari figaro ini memiliki tingkat sensitivitas dan selektifitas yang
baik pada kontaminasi udara terhadap kadar gas di luar ruang seperti amonia dan
H2S, konsentrasi yang rendah dari alkohol. Karena ukuran chip sensor yang
kecil, TGS 2602 hanya membutuhkan arus pada pemanas yang kecil pula yakni
15
sebesar 56mA dan komponen ini dirumahkan pada standar paket komponen TO- 5
(Putra, 2016). Bentuk fisik Sensor TGS 2602 dapat ditunjukkan pada Gambar
5b).
2.4.2. MQ 136
MQ 136 ini merupakan komponenen semikonduktor yang berfungsi sebagai
pengindera bau gas hidrogen sulfida (H2S). Elemen sensor pada jenis sensor ini
adalah timah iksida atau SnO2. Konduktivitas SNO2 akan meningkat ketika
konsentrasi gas H2S tinggi (Terska, 2013). Bentuk fisik Sensor MQ 136 dapat
ditunjukkan pada Gambar 5c.
2.5. Mikrokontroler
Mikrokontroler merupakan suatu trobosan teknologi mikroprosesor dan
mikrokomputer terbaru yang hadir memenuhi pasar. Sebagai teknologi terbaru
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 5. Sensor E-nose : TGS 822 (a), TGS 2602 (b), MQ 136 (c),TGS 826 (d)
16
semikonduktor yang mengandung transistor yang lebih banyak namun hanya
membutuhkan ruang kecil sebagai wadah penempatannya dan dapat diproduksi
secara massal sehingga harganya lebih murah dan dapat terjangkau oleh hampir
seluruh kalangan masyarakat (Akbar, 2017). Mikrokontroler arduino adalah
mikrokontoler sederhana yang bersifat open source berbasis papan (board). Salah
satu jenis papan mikrokontroler arduino adalah arduino mega.
Papan arduino mega mempunyai spesifikasi yang lebih tinggi, dilengkapi
tambahan pin digital, pin analog, port serial dan sebagainya. Arduino mega 2560
merupakan papan mikrokontroler berbasis chip ATmega 2560 (datasheet).
Arduino mega 2560 ini mempunyai 54 pin digital input/output dimana 14 pun
dapat diguanakan sebagai keluaran PWM), 16 pin input analog, 2 UARTs
(Hardware serial ports), sebuah crystal oscillator 16 MHz, sebuah penghubung
USB, sebuah colokan listrik, ICSP header, dan tombol kembali. Setiap isi dari
Arduino Mega 2560 membutuhkan dukungan mikrokontroler; koneksi mudah
antara Arduino mega 2560 ke komputer dengan sebuah kabel USB atau daya
dengan AC ke DC adaptor atau baterai untuk memulai.
Board Arduino Mega 2560 dapat ditenagai dengan power yang diperoleh dari
koneksi kabel USB, atau via power supply eksternal. Power supply eksternal
diperoleh dari adaptor AC-DC atau bahkan baterai, melalui jack DC yang tersedia,
atau menghubungkan langsung GND dan pin Vin yang ada di board. Board dapat
beroperasi dengan power dari power supply eksternal yang memiliki tegangan
antara 6V hingga 20V. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rentang tegangan ini. Jika diberi tegangan kurang dari 7V, pin 5V tidak akan
17
memberikan nilai murni 5V, yang mungkin akan membuat rangkaian bekerja
dengan tidak sempurna. Jika diberi tegangan lebih dari 12V, regulator tegangan
bisa over heat yang pada akhirnya bisa merusak pcb. Dengan demikian,
dianjurkan menggunakan 7V hingga 12V.
Dalam penelitian Lelono (2013) yang berjudul Karakterisasi Pola Aroma Salak
Pondoh dengan E-Nose Berbasis Sensor Metal Oksid, menggunakan Arduino.
Arduino yang digunakan pada sistem ini adalah Arduino Mega 2560. Fungsi
utama Arduino pada sistem ini adalah mengkonversi sinyal analog menjadi digital
(ADC). Bentuk analog keluaran dari sensor berupa tegangan variasi dengan
batasan 0 – 5 volt untuk seri TGS 8xx, TGS 26xx, serta TGS 2201 dan 0 – 3 volt
untuk sensor TGS 6812, hal ini berdasarkan VC yang digunakan oleh sensor.
Board Arduino akan mengubah keluaran tersebut menjadi bentuk digital dengan
nilai variasi 0 – 1023. Nilai ini berdasarkan resolusi pada ADC Arduino yang
sebesar 10 bit.
Gambar 6. Arduino Mega 2560 (www.arduino.cc)
18
2.6. Kopi (Coffea Sp.)
Kopi (Coffea Sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia.
Tanaman kopi ini termasuk dalam famili Rubiaceae yang terdiri dari beberapa
jenis diantaranya kopi arabika dan kopi robusta. Jenis kopi tergantung dengan
letak atau daerah kopi tersebut ditanam. Seperti halnya kopi arabika yang tumbuh
baik di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut
sedangkan kopi robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m
di atas permukaan laut (Prastowo dkk, 2010).
Menurut Pusat Standarisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian (2003) dalam
skripsi Nopitasari (2010), tanaman kopi jenis robusta umumnya hidup didataran
yang lebih rendah dibanding jenis arabika. Selain kandungan kafein yang lebih
tinggi dan aroma khas, tanaman kopi jenis robusta juga lebih tahan terhadap hama
penyakit dan lebih banyak berproduksi dibanding kopi arabika. Namun untuk
harga kopi arabika masih lebih tinggi hal ini mungkin disebabkan karena tingkat
pemeliharaan tanaman yang lebih sulit dan konon semakin tinggi dataran yang
digunakan untuk membudidayakannya maka aroma dan rasanya semakin “enak”
(fine coffe).
Proses pengolahan kopi dimulai dari proses fermentasi, pencucian, pengeringan,
curing, penyimpanan. Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe
kopi, tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Struktur kimia yang terpenting
terdapat di dalam kopi adalah kaffein dan caffeol. Kaffein sendiri dapat
menstimuli kerja saraf dan caffeol dapat memberikan flavor dan aroma yang baik
(Ridwansyah, 2003).
19
Proses pengolahan kopi Natural Robusta menurut artikel dari Otten Coffee dengan
jurnalisnya Masdakaty, Y (2015), proses natural atau yang dikenal dry process.
Proses ini termasuk teknik paling tua yang ada dalam sejarah proses pengolahan
kopi. Setelah panen, kopi dalam bentuk menyerupai ceri akan ditebarkan di atas
permukaan alas-alas plastik dan dijemur di bawah sinar matahari. Beberapa
produsen kopi, terkadang menjemurnya di teras bata atau di meja-meja pengering
khusus yang memiliki airflow di bagian bawah. Biji kopi yang sedang dijemur
harus dibolak-balik secara berkala agar biji kopi dapat mengering secara merata
dan mengindari jamur atau pembusukan pada biji kopi.
Proses natural ini, buat kopi yang dikeringkan masih dalam bentuk buah/ ceri.
Masih dilengkapi dengan semua lapisan-lapisan yang terdapat pada buah kopi.
Proses yang natural dan alami ini akan membuat ceri fermentasi secara natural.
Kondisi ini akan menyebabkan kulit luar ceri terkelupas secara sendiri. Kopi ini
cenderung memiliki keasaman rendah dan termasuk memiliki rasa-rasa yang
eksotis.
Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan
Deatherage dalam Ridwansyah (2003) adalah:
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam
clorogenat, asam ginat, dan riboflavin;
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetat dehid, propanon, alkohol, vanilin
aldehid;
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi
pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat;
20
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline,
alanine, threonine, glysine dan asam aspartat.;
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionate, butirat dan
volerat.
2.7. Konsep Aliran Udara pada Ruangan
Konsepan aliran udara pada ruang berbentuk kubus seperti greenhouse. Pada
dasarnya aliran udara dari dalam dan luar greenhouse dapat terjadi secara alamiah
melalui bukaan ventilasi. Gambar 7a, terlihat bahwa walaupun tidak ada angin,
pergerakan udara dari bagian bawah greenhouse menuju bagian atas tetap akan
terjadi. Keadaan ini diakibatkan adanya ventilasi pada dinding dan ventilasi pada
atap greenhouse. Udara mengalir keluar melalui dinding ke arah samping dan
melalui ventilasi atap ke arah atas. Vektor aliran udara menunjukkan aliran udara
masuk melalui ventilasi dinding menggantikan udara yang keluar melalui atap.
Pada Gambar 7b, terlihat bahwa udara masuk melalui keempat bukaan dinding.
Aliran udara akan tetap bergerak dan tetap udara terbanyak berada pada bagian
tengah greenhouse (Gambar 7c). Pola aliran udara belangsung, tetapi tetap aliran
udara terbanyak berada pada bagian tengah (Romdhonah, 2015).
Menurut Kamaruddin et al (2002b), mengartikan bahwa pergerakan udara pada
berbagai konfigurasi bukaan ventilasi alamiah tetap udara terbanyak pada posisi
bagian tengah. Sedangkan menurut Hermanto dkk (2007), aliran udara dikatakan
akan tetap atau memutar di bagian dalam kubus atau greenhouse, jika satu sumber
udara atau satu bukaan atap.
21
Gambar 7. Aliran udara pada greenhouse (Romdhonah, 2015)
22
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tiga tahapan yaitu pengambilan data,
pengolahan data, dan pengujian. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli
2018 s.d. Agustus 2018 di Laboraturium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen
(RBPP), Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Pengolahan data dilaksanakan pada bulan September 2018 s.d. November 2018.
Pengujian data dilaksanakan pada bulan Desember 2018.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu adalah Sensor MQ 136,
Sensor TGS 822, Sensor TGS 826, Sensor TGS 2602, mikrokontroler ATmega
2560, LCD karakter 2x 16, power supply, kaca chamber, pompa mini diafragma,
selang pompa, alat tulis, biji kopi Natural Robusta dan oksigen.
3.3. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan dua tipe modifikasi chamber yaitu
dengan tipe pompa di dalam chamber (Chamber A) dan pompa di luar chamber
23
(Chamber B). Masing-masing tipe dilakukan modifikasi peletakan sensor di
bagian atas, sensor di bagian samping, dan sensor di bagian bawah, kemudian
dilanjutkan dengan uji coba chamber menggunakan biji Kopi Natural Robusta.
Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram alir prosedur penelitian
24
3.4. Rancangan Chamber dan Peletakan Sensor
Rancangan chamber pada Electronic nose (E-nose), sebaiknya dirancang kedap
udara. Oleh sebab itu, chamber berbahan kaca sangat cocok digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan chamber. Menurut Nakamoto (2003), chamber sensor
biasanya terbuat dari teflon atau kaca untuk menghindari adsorpsi uap ke dinding
internal. Ada dua jenis chamber yaitu Chamber A dan Chamber B. Kedua
chamber memiliki dimensi yang sama. Pada Chamber A, ruang sensor dan ruang
sampel menjadi satu. Variasi peletakan sensor pada Chamber A yaitu peletakan
sensor bagian atas, bagian samping, dan bagian bawah (Gambar 10, 11, dan 12).
Pada Chamber B, ruang sensor dan ruang sampel terpisah. Variasi peletakan
sensor pada Chamber B sama dengan peletakan sensor Chamber A yaitu peletakan
sensor bagian atas, bagian samping, dan bagian bawah (Gambar 13, 14, dan 15).
Sensor yang digunakan ada 4 sensor yaitu MQ 136 (Sensor 1), TGS 2602 (Sensor
2), TGS 822 (Sensor 3), dan TGS 826 (Sensor 4). Penggunaan TGS 2602, TGS
822, dan TGS 826 (Gambar 9) terbukti dapat menganalisis aroma sampel kopi
pada penelitian Lapanporo (2010). Penambahan pompa mini diafragma
diharapkan udara yang dihantarkan lebih stabil pada dua jenis chamber tersebut.
13
4
2
Keterangan:
1. TGS 8222. MQ 1363. TGS 26024. TGS 826
Gambar 9. Sensor E-nose
25
Gambar 10. Rancangan Chamber A pada peletakan sensor bagian atas
Gambar 11. Rancangan Chamber A pada peletakan sensor bagian samping
1
2
3
4
56
Keterangan:
1. Chamber sampeldan chambersensor
2. Tempat pompamini diafragma
3. Tempat sampel4. Sensor E-nose5. Pompa mini
diafragma6. Selang udara
26
Gambar 12. Rancangan Chamber A pada peletakan sensor bagian bawah
12
3
4
5
6
Keterangan:
1. Sample chamber2. Sensor chamber3. Tempat sampel4. Sensor E-nose5. Pompa mini
diafragma6. Selang udara
Gambar 13. Rancangan Chamber B pada peletakan sensor bagian atas
27
Gambar 15. Rancangan Chamber B pada peletakan sensor bagian bawah
Gambar 14. Rancangan Chamber B pada peletakan sensor bagian samping
Data yang dihasilkan dari Arduino Mega 2560 menghasilkan nilai ADC (Analog
Digital Converter). Kaitan nilai ADC ini dengan tegangan adalah nilai ADC yang
terukur ialah nilai ADC maksimum dikalikan tegangan terbaca, kemudian dibagi
dengan nilai tegangan sumber. Nilai ADC tergantung dengan tegangan yang
menjadi catu daya sistem microcontroller. Untuk board Arduino biasa
menggunakan tegangan 5000 mv. Board Arduino Uno ini juga memiliki resolusi
10 bit, dengan nilai terbesar 1023. Berikut cara mencari nilai ADC, dengan
28
menerapkan persamaan yang ada dan misalkan tegangan yang terbaca sebesar
1000 mv pada board Arduino Uno.
= ×....................................................(3.1)
Sehingga hasilnya adalah
= × = 204,6Dengan demikian, diperoleh nilai ADC sebesar 204,6 dari tegangan terukur 1000
mv. Jika pada grafik yang dipaparkan mempunyai rentang nilai 30-115 ADC,
maka untuk mengetahui tegangan yang masuk ke mikrokontroler dari sensor yaitu
dengan mengkonversi menggunakan persamaan 3.1. Nilai tegangan yang yang
dihasilkan mikrokontroler sebesar 160 ADC jika dikonversikan, sama dengan
tegangan yang dihasilkan sebesar 0,782 mv.
3.5. Prosedur Pengambilan Data
Electronic nose (E-nose) merupakan alat yang menggunakan kerja mikrokontroler
dan sensor yang berfungsi untuk mendeteksi aroma biji kopi. Biji kopi yang
digunakan di dalam penelitian ini adalah biji Kopi Natural Robusta (Gambar 16).
Kopi Natural Robusta yang digunakan berasal dari Temanggung, Jawa Tengah.
Penggunaan masing-masing biji kopi pada penelitian ini sebanyak 50 gram per
ulangan. Penimbangan biji kopi dilakukan berkala, setiap pengambilan data dan
termasuk pengambilan ulangan.
29
Gambar 16. Biji kopi Natural Robusta
Prosedur pengambilan data di mulai dari persiapan sampel kopi sebanyak 50
gram. Sebelum memulai mengambil data, Sensor 1 (MQ 136), Sensor 2 (TGS
2602), Sensor 3 (TGS 822), dan Sensor 4 (TGS 826) disemprotkan dengan
oksigen. Oksigen yang digunakan adalah oksigen murni yang memiliki ukuran
tabung 6 m3. Tinggi tabung oksigen yang dimiliki adalah 143 cm dan diameter
tabung 22 cm. Keliling (perimeter) tabung ini adalah 70 cm. Berat tabung
oksigen yang digunakan adalah 60 kg. Oksigen yang disemprotkan memiliki
tekanan 3 NL/ min 20 0C in O2. Jarak pemberian oksigen ke arah sensor adalah
0,3 cm. Besar diameter ujung nozle pada selang oksigen adalah 1,36 mm.
Penyemprotan dilakukan selama 2 menit dan masing-masing sensor disemprotkan
selama 30 detik per ulangan. Penyemprotan ini berfungsi untuk menetralisir
aroma kopi atau aroma lainnya yang tertinggal di dalam sensor.
30
Gambar 17. Penyemprotan oksigen ke arah sensor
Sensor dalam keadaan netral menandakan bahwa sensor sudah siap digunakan
untuk pengukuran selama 60 menit. Pengambilan data diambil dari menit ke 0,
menit ke 5, menit ke 10, menit ke 15, menit ke 20, menit ke 25, menit ke 30,
menit ke 35, menit ke 40, menit ke 45, menit ke 50, menit ke 55, dan menit ke 60.
Pengambilan data yang diambil pada masing-masing chamber dengan masing-
masing peletakan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan waktu 1 kali ulangan
sebanyak 60 menit atau 1 jam. Setelah data hasil Chamber A bagian atas, bagian
samping, bagian bawah dan hasil Chamber B bagian atas, bagian samping dan bagian
bawah didapatkan, data diolah dan diinput ke dalam Microsoft Excel.
Menurut Lapanporo (2010) pada uji kestabilan sensor dalam penelitian
Monitoring Proses Pembusukan Kopi Seduh Menggunakan Larik Sensor Gas
31
Berbasis PCA, grafik sensor yang dikatakan terbaik apabila mengalami kenaikan
dan kemudian relatif stabil. Saat respon masing-masing sensor menghasilkan pola
yang tidak beraturan seperti Gambar 18, maka mencari titik respon sensor yang
stabil dengan cara memperhatikan kondisi respon masing-masing sensor yang
sama (Lapanporo, 2010). Gambar 18, menunjukan pola sensor pertama memiliki
respon sensor berbentuk linier, pola sensor kedua memiliki respon sensor
berbentuk konstan, sedangkan pola sensor yang ketiga memiliki respon sensor
dalam keadaan tidak beraturan dan hanya konstan atau stabil pada menit ke-45.
Mencari titik respon sensor yang stabil harus menyesuaikan sensor kedua dan
ketiga. Respon sensor pertama tidak digunakan acuan untuk mencari titik respon
stabil karena pola sensor pertama berbentuk linear yang terus mengalami kenaikan
tegangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa titik respon sensor yang stabil
ditunjukan mulai dari menit ke-45 hingga menit ke-60.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Pertama
Kedua
Ketiga
Waktu
Gambar 18. Pola tegangan sensor
Teg
anga
n
32
3.6. Pengolahan Data
Sistem E-nose menghasilkan nilai keluaran berupa tegangan sensor dari setiap
sensor gas. Nilai keluaran yang dihasilkan tersebut berasal dari Chamber A dan
Chamber B. Setiap chamber menggunakan tiga variasi peletakan sensor yaitu
sensor atas, sensor samping, dan sensor bawah. Pengambilan data dari setiap variasi
peletakan sensor dilakukan tiga kali pengukuran dengan waktu satu kali
pengukuran pada pengambilan data selama 60 menit. Pengambilan data selama
60 menit menghasilkan data sebanyak 13 data yaitu pada menit ke-0, ke-5, ke-10,
ke-15, ke-25., ke-30, ke-35, ke-40, ke-45, ke-50, ke-55, dan ke-60. Data yang
dihasilkan nantinya yaitu nilai tegangan sensor pada Chamber A dengan variasi
sensor atas, samping, dan bawah dan nilai tegangan sensor pada Chamber B dengan
variasi sensor atas, samping, dan bawah.
Hasil data tersebut diolah diperangkat komputer menggunakan Microsoft Excel
(Ms. Excel) sehingga nilai dapat ditampilkan dalam bentuk tabel. Data yang telah
diolah menggunakan Ms. Excel dalam bentuk tabel, kemudian dianalisis.
Sebelum data diolah dalam bentuk grafik, ulangan pengukuran sebanyak tiga kali
dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji t pada Ms. Excel . Uji t ini
dilakukan guna melihat seberapa signifikannya atau tidak beda nyatanya antar
ulangan pengukuran. Ulangan yang dikatakan homogen, jika > 0,1 (10%) atau
nilai t stat < t critical.
Grafik yang diolah dibagi berdasarkan chamber dan berdasarkan peletakan.
Pengolahan grafik ini dapat menghasilkan nilai koefisien x dan nilai R2. Nilai
33
koefisien x yang mendekati 0, menunujukan bahwa grafik tersebut stabil.
Pengolahan grafik ini guna untuk mendapatkan chamber dan peletakan yang
stabil. Pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Diagram alir pengolahan data
34
3.7. Analisis Data
Nilai tegangan sensor sudah terlampir pada tabel di Microsoft Excel, kemudian
dianalisis untuk mendapatkan tujuan dari penelitian ini.
3.7.1. Uji T
Students’s t-test (Uji t) pertama kali di temukan oleh W. S. Gosset pada tahun
1908 dengan nama samaran Student. Prinsip uji t adalah untuk membuktikan
signifikan atau tidaknya sebuah perlakuan (Setijono, 2016). Uji-t berpasangan
(paired t-test) digunakan untuk membandingkan selisih dua mean (rata-rata) dari
dua sampel yang berpasangan. Pengolahan uji-t pada penelitian ini, menggunakan
analisis data yang terdapat pada menu Ms. excel. Data yang diolah menggunakan
Uji T adalah antar ulangan pengukuran (pengukuran 1, pengukuran 2, pengukuran
3). Kegunaan uji t ini untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan dari hasil data
pengamatan pada ulangan pengukuran. Ulangan pengukuran yang diolah yaitu
ulangan pengukuran 1 dan 2 (P1 dan P2), ulangan pengukuran 1 dan 3 (P1 dan
P3), dan ulangan pngukuran 2 dan 3 (P2 dan P3). Analisis yang dihasilkan adalah
nilai t stat atau t hitung dan t critical atau t tabel.
Paired sample t-test merupakan salah satu metode pengujian yang digunakan
untuk mengkaji keefektifan perlakuan, ditandai dengan adanya perbedaan data
sebelum dan data sesudah diberikan perlakuan. Dasar pengambilan keputusan
untuk menerima atau menolak Ho (hipotesis nol) pada uji ini adalah sebagai
berikut:
35
1. Jika t hitung > t tabel dan probabilitas (Asymp.Sig) < 0,05, maka Ho
ditolak dan Ha diterima (beda nyata);
2. Jika t hitung < t tabel dan probabilitas (Asymp.Sig) > 0,05, maka Ho
diterima dan Ha ditolak (tidak beda nyata) (widiyanto, 2013).
Paired-Samples T -Test merupakan prosedur yang digunakan untuk
membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu group. Analisis ini
berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau
dua sampel berpasangan. Prosedur Paired Samples T-Test digunakan untuk
menguji bahwa tidak atau adanya perbedaan antara dua variabel. Data boleh
terdiri atas dua pengukuran dengan subjek yang sama atau satu pengukuran
dengan beberapa subjek. Rumus Paired Sample T-Test adalah sebagai
berikut (Muhid, 2010)
= ............................................................................(3.2)
Keterangan:
= Rata- rata sampel 1= Rata-rata sampel 2= Simpangan baku sampel 1= Simpangan baku sampel 2= Varian sampel 1= Varian sampel 2= Korelasi antar dua sampel
Menurut Widhiarso (2011), aturan pada uji t yaitu Sig: p < 0,05, maka
kesimpulannya terdapat perbedaan pada taraf 5%. Sedangkan, jika Sig: p > 0,05,
maka kesimpulannya tidak ada perbedaan. Aturan lainnya yaitu, jika t hitung > t
36
tabel atau t stat > t critical maka terdapat perbedaan yang signifikan dan jika t
hitung < t tabel atau t stat < t critical maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (homogen).
Uji T yang digunakan yaitu paired two sample of means. Paired two sample for
means digunakan untuk menguji perbedaan rerata sepasang data dengan
menggunakan uji-t student. Uji ini tidak perlu mengasumsikan kesamaan varians
kedua populasi. Uji ini juga digunakan untuk menguji perbedaan rerata dua set
data yang berpasangan, misalnya hasil pengamatan sebelum dan sesudah
perlakuan terhadap sekelompok subjek yang sama. Khusus untuk uji ini, data
yang diolah pada kedua sampel harus sama. Diantara hasil-hasil yang diperoleh
dari analisis ini adalah nilai varians (ragam data) terkumpul, suatu ukuran
terakumulasi penyebaran data di sekitar rerata yang dihitung dengan rumus
(Sahid, 2006).
S = ........................................................................................(3.3)
Keterangan:S = Varian= varian sampel 1= varian sampel 2= jumlah sampel 1= jumlah sampel 2
3.7.2. Persamaan Regresi
Persamaan regresi adalah hubungan yang didapat dan dinyatakan dalam bentuk
persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antar variabel-
variabel. Persamaan regresi sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan
37
matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas dengan
variabel bebas tunggal. Regresi linier sederhana yang hanya memiliki satu
perubahan regresi linear adalah Y= ax+b.
Koefisien x (gradien) merupakan tolak ukur untuk melihat keadaan stabil pada
suatu grafik. Keadaan ini ditandai dengan jelas nilai x pada Gambar 19 dan
Gambar 20. Pola grafik berwarna merah pada Gambar 19 memiliki nilai x sebesar
-0,0357 dan sedangkan grafik berwarna biru pada Gambar 20 memiliki nilai x
sebesar 0,4643. Grafik yang stabil menggambarkan grafik bentuk garis sejajar
(Gambar 20) dan sedangkan grafik yang kurang stabil menggambarkan bentuk
garis linear (Gambar 21). Keadaan ini dengan jelas menyatakan bahwa, ketika
nilai x yang mendekati 0 maka, grafik tersebut lebih stabil.
Gambar 20. Bentuk garis yang sejajar
y = 55
y = -0,0357x + 58,286
54.5
55
55.5
56
56.5
57
57.5
58
58.5
59
59.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Y
X
38
Gambar 21. Bentuk garis linear
Menurut Penelitian Lapanporo (2010), sensor yang stabil itu bersifat konstan dan
memiliki bentuk grafik yang sejajar. Konstan diartikan tidak berubah atau bersifat
stabil. Gambar 22, menyatakan bahwa grafik sensor stabil mulai menit ke 30.
y = 0,4643x + 55
54.5
55
55.5
56
56.5
57
57.5
58
58.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Y
X
Gambar 22. Bentuk garis sensor stabil (Lapanporo, 2010)
tega
ngan
(vo
lt)
waktu (menit)
39
3.7.3. Koefisien Korelasi (R)
Koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua
variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Nilai korelasi
berkisar antara 1 sampai -1. Apabila nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan
antara dua variabel semakin kuat dan sebaliknya apabila nilai mendekati 0 berarti
hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan
hubungan searah (x naik maka y naik) dan nilai negative menunujukan nilai
terbalik (x turun maka y turun) (Sugiyono, 2007).
r =(∑ ) (∑ ).(∑ )(∑ ) (∑ ) (∑ ) (∑ ) ................................................................(3.4)
Keterangan:
rxy = hubungan variabel X dengan variabel YX = nilai variabel XY = nilai variabel Y
3.7.3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat presentase (%) besarnya
kontribusi (pengaruh) variabel X1, X2, terhadap variabel Y. Semakin kecil nilai
R2, maka pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat semakin lemah dan
sebaliknya R2 mendekai 1, maka pengaruh tersebut akan semakin kuat. Koefisien
determinasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Ms. Excel
sehingga secara otomatis dapat menghasilkan nilai R2 (Pratomo dkk, 2015).
40
= x 100% ........................................................................................(3.5)
Keterangan:
kd = Koefisien determinasi (R2)R2 = Kuadrat korelasi
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian berserta pembahasan yang telah dijabarkan dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. a. Pola respon tegangan yang dihasilkan pada penggunaan Chamber
Dalam (Chamber A) dengan variasi peletakan atas, samping, bawah
lebih stabil dibandingkan dengan penggunaan Chamber Luar (Chamber
B). Keadaan stabil dimulai dari menit ke 5 dan ditandai dengan pola
grafik yang dihasilkan mendatar.
b. Pola respon tegangan pada penggunaan Chamber A dengan variasi
peletakan atas memiliki rentan nilai koefisien x sebesar -0,0434 sampai
-0,0177 dan rentan nilai R2 sebesar 44,55% hingga 88,54%.
c. Pola respon tegangan pada penggunaan Chamber A dengan variasi
peletakan samping memiliki rentan nilai koefisien x sebesar -0,0075
sampai 0,0042 dan rentan nilai R2 sebesar 5,31% sampai 52% .
68
d. Pola respon tegangan pada penggunaan Chamber A dengan variasi
peletakan bawah memiliki rentan nilai koefisien x sebesar -0,0536
sampai -0,0191 dan rentan nilai R2 sebesar 14,22% sampai 54,19%.
2. a. Peletakan samping merupakan peletakan yang terbaik dibandingkan
variasi peletakan lainnya. Keadaan stabil peletakan samping ini dimulai
dari menit ke 5 dan grafik pola yang stabil ditandai dengan koefisien x
mendekati 0 dan R2 yang mendekati 0.
b. Pola respon tegangan pada peletakan terbaik ini memiliki rentan nilai
koefiisen x sebesar -0,0075 sampai 0,0042 dan rentan nilai R2 sebesar
5,31% sampai 52%.
3. Sensor 2 (TGS 2602), Sensor 3 (TGS 822), dan Sensor 4 (TGS 826)
merupakan sensor yang terbaik, keadaan ini ditunjukan bahwa ke tiga
sensor ini memiliki tingkat tidak beda nyata yang tinggi antar ulangan
pengukuran.
5.2. Saran
Kinerja sensor tidaklah selalu stabil dan aroma yang terdapat pada sensor sangat
sulit untuk dinetralkan sehingga dianjurkan untuk memiliki sensor pengganti
dalam pelaksanaan penelitian berikutnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M.A. 2017. Perancangan Alat Pengukur Tinggi Badan Otomatis denganMenggunakan Sensor Ultrasonik SRF-05 dan LCD sebagai OutputnyaBerbasis Arduino UNO R3. (Skripsi). Universitas AMIKOM. Yogyakarta.
Arduino. 2017. Arduino Mega 2560. Tersedia di:<www.arduino.cc/en/Main/ArduinoBoardMega2560>[Diakses pada 4 juni2018]
Arshak, K., Moore, E., Lyons, G.M., Haris, J., and Clifford, S. 2004. A Review ofGas Sensors Employed in Electronic Nose Applications. Sensor Review.24(2): 181-198.
Campanha, G.F., Dias, E.C.R., and Benassi, T.D.M. 2010. Discrimination ofCoffee Species Using Kahweol and Cafestol: Effects of Roasting and ofDefects. Coffee Science, Lavras. 5(1): 87-96.
Figaro. 2003. General Infromation for Tgs sensors. [pdf] Figaro USA.Tersedia di: <www.figarosensor.com/products/general.pdf>[Diakses pada29 Mei 2018]
Figaro. 2004. TGS 826-For the Detection of Ammonia. [pdf] Figaro USA.Tersedia di: <www.figarosensor.com/TGS826.pdf> [Diakses pada 2 Juni2018]
Gardner, J.W. and Bartlett, P. 1994. A Brief History of Electronic Noses. Sensorand Actuators B. 18(19): 211-220.
Hermanto, A., Prabowo, A., Nurhasnah. 2007. Prospek Pengembangan Low-CostAdapted Screenhouse untuk Budidaya Hortikultura di Daerah Tropis.Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong.
Kamaruddin, R., Montero, J.I., Bailey, B.J. 2002b. Effect of VentilatorConfiguration on Ventilation in A Tropical Crop Protction Structure. ActaHorticulturae. 578(2).
70
Lapanporo, P.B. 2010. Monitoring Proses Pembusukan Kopi Seduh MenggunakanSistem Latik Sensor Gas Berbasis Principal Component Analysis (PCA).SPEKTRA. 10(2): 77-88.
Lelono, D. dan Chairiawan, M.A. 2013. Karakteristik Pola Aroma Salak Pondohdengan E-nose Berbasis Sensor Metal Oksida. IJEIS. 3(1): 71-82.
Lintang, C.A., Widodo, T.W., dan Lelono, W. 2016. Rancang Bangun ElectronicNose untuk Mendeteksi Tingkat Kebusukan Ikan Air Tawar. IJEIS. 6(2):129-140.
Muhid, A. 2010. Analisis Statistik SPSS for Windows: Cara Praktis MelakukanAnalisis Statistik. CV Duta Aksara, Surabaya.
Nasir, M. 2016. Monitoring Perkembangan Bau Tahu Berformalin dan TanpaFormalin Berbasis E-Nose Menggunakan Metode Principal ComponentAnalysis (PCA). (Skripsi). Universitas Islam Negeri Maulana MalikIbrahim. Malang.
Nopitasari, I. 2010. Proses Pengolahan Kopi Bubuk (Campuran Arabika danRobusta) Serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. (Skripsi).Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Patel, H.K., Shukla, B.H., and Desai, M.D. 2016. Role of SubstantialCharacteristics in Electronic Nose Sensor Selection For DiverseApplications. IJARET. 7(2): 177-185.
Pearce, T.C., Schiffman, S.S,. Nagle, H.T. and Gardner, J.W. 2003. Handbook ofMachine Olfaction: Electronic Nose Technology. Wiley-vch. Weinheim
Prastowo, B., Karmawati, E., Rubijo., Siswanto., Indrawanto, C. dan Munarso,S.J. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan, Bogor. 70 hlm.
Pratomo, S.D. 2015. Analisis Regresi dan Korelasi antara Pengunjung danPembeli terhadap Nominal Pembelian di Indomaret KedungmunduSemarang dengan Metode Kuadrat Kecil. (Skripsi). Universitas DianNuswantoro. Semarang.
Putra, A.O., Firdaus., dan Hersyah, M.H. 2016. Identifikasi Aroma The dengan E-Nose Menggunakan Metode Backpropagation. Seminar Nasional Sainsdan Teknologi 2016. Jakarta: 8 November 2016.
Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian. FakultasPertanian. Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. 19 hlm.
71
Romdhonah, Y., Suhardiayanto, H., Erizal. dan Saptomo, S.K. 2015. AnalisisVentilasi Alamiah pada Greenhouse Tipe Standard Peak MenggunakanComputational Fluid Dynamics. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian danBiosistem. 3(2): 174-182.
Sagita, P.P. 2015. Rancang Bangun Chamber Sensor Electronic Nose. (Skripsi).Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Sahid. 2006. Analisis Statistika dengan Ms. Excel. FMIPA UNY. Yogyakarta.
Syam, R. 2013. Dasar – dasar Teknik Sensor. Fakultas Teknik UniversitasHasanuddin, Makasar. 72 hlm.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. ALFABETA, Bandung. 289 hlm.
Terska, F. 2013. Rancang Bangun Warning System dan Monitoring Gas SulfurDioksida (SO2) Gunung Tangkuban Perahu Via SMS Gateway BerbasisMikrokontroler Menggunakan Sensor MQ-136. (Skripsi). UNIKOM.Bandung.
Viccione, G., Zarra, T., Giuliani, S., Naddeo, V., and Belgiorno, V. 2012.Performance Study of E- Nose Measurement Chamber forEnvironmental Odour Monitoring. Chemical Engineering Transactions.30: 109-114.
Widiyanto, A,M. 2013. Statistika Terapan. Konsep dan Aplikasi dalam PenelitianBidang Pendidikan, Psikologi & Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: PT. ElexMedia Komputindo.
Widhiarso, W. 2011. Uji Hipotesis Koperatif. Yogyakarta: FP UGM.
Masdakaty, S. 2015. Mengenal Macam-macam Proses Pengolahan Kopi. OtenCoffee Magazine. Tersedia di:https://majalah.ottencoffee.co.id/mengenal-macam-macam-proseskopi//> [Diakses pada 10 September 2018].