model perhutanan sosial berbasis partisipasi masyarakat...

14
Hal 29 Pendahuluan Hutan dan lingkungan bagai dua sisi keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Ketika hutan makin rusak, lingkungan terancam, dan bencana pun terjadi; banjir, longsor, terjadi di mana-mana. Hal ini tidak saja merusak rumah, harta benda dan infrastruktur lainnya, tetapi juga mengancam jiwa manusia, bahkan ketika bencana itu terjadi tidak sedikit yang Abstract P ersepsion of society on the existence of Hutan Marga in research rural areas described that the potencial of Hutan Marga in each rural area is still exist. During this time, the rural government taking over Hutan Marga management. The institution of Hutan Marga institution is consist of Pasirah and Dewan Marga, and member of society. Society member is the main pranata holding right to manage Hutan Marga. It is the time for the society to be involved as a subject to build and to pioneer forest conservation program of TNKS through local institution of Hutan Marga as a social foresty model. The model will involves three elements, namely rural government and county government involved, such as TNKS and PPL, and society element as a core working in model system will be developed. Key Word: Hutan Marga, social forestry, society, local institution. Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat Pada Program Konservasi Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Oleh: Alfitri

Upload: doandang

Post on 10-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 29

Pendahuluan

Hutan dan lingkungan bagaidua sisi keping mata uang yangtidak bisa dipisahkan. Ketikahutan makin rusak, lingkunganterancam, dan bencana pun

terjadi; banjir, longsor, terjadi dimana-mana. Hal ini tidak sajamerusak rumah, harta bendadan infrastruktur lainnya, tetapijuga mengancam jiwa manusia,bahkan ket ika bencana i tuter jadi t idak sediki t yang

Abstract

Persepsion of society on the existence of �Hutan Marga� in researchrural areas described that the potencial of �Hutan Marga� in each

rural area is still exist. During this time, the rural government takingover �Hutan Marga� management. The institution of �Hutan Marga�institution is consist of �Pasirah� and �Dewan Marga�, and member ofsociety. Society member is the main pranata holding right to manage�Hutan Marga. It is the time for the society to be involved as a subjectto build and to pioneer forest conservation program of TNKS throughlocal institution of �Hutan Marga� as a social foresty model. The modelwill involves three elements, namely rural government and countygovernment involved, such as TNKS and PPL, and society element as acore working in model system will be developed.

Key Word: �Hutan Marga�, social forestry, society, local institution.

Model Perhutanan Sosial BerbasisPartisipasi Masyarakat Pada Program

Konservasi Hutan Taman NasionalKerinci Seblat (TNKS)

Oleh: Alfitri

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 29

Pendahuluan

Hutan dan lingkungan bagaidua sisi keping mata uang yangtidak bisa dipisahkan. Ketikahutan makin rusak, lingkunganterancam, dan bencana pun

terjadi; banjir, longsor, terjadi dimana-mana. Hal ini tidak sajamerusak rumah, harta bendadan infrastruktur lainnya, tetapijuga mengancam jiwa manusia,bahkan ket ika bencana i tuter jadi t idak sediki t yang

Abstract

Persepsion of society on the existence of �Hutan Marga� in researchrural areas described that the potencial of �Hutan Marga� in each

rural area is still exist. During this time, the rural government takingover �Hutan Marga� management. The institution of �Hutan Marga�institution is consist of �Pasirah� and �Dewan Marga�, and member ofsociety. Society member is the main pranata holding right to manage�Hutan Marga. It is the time for the society to be involved as a subjectto build and to pioneer forest conservation program of TNKS throughlocal institution of �Hutan Marga� as a social foresty model. The modelwill involves three elements, namely rural government and countygovernment involved, such as TNKS and PPL, and society element as acore working in model system will be developed.

Key Word: �Hutan Marga�, social forestry, society, local institution.

Model Perhutanan Sosial BerbasisPartisipasi Masyarakat Pada Program

Konservasi Hutan Taman NasionalKerinci Seblat (TNKS)

Oleh: Alfitri

Hal 30

menelan korban jiwa. Di sinitergambar bahwa fungsi hutanmenjadi sangat vi ta l bagikehidupan manusia , t idakhanya sebagai sumber ekonomi,tetapi juga sebagai saranapelestar ian l ingkungan dankeanekaragaman hayati. Dalamarti, hutan sebagai pengendalikerusakan ekosis tem. J ikahutannya rusak maka akancepat sekal i berpengaruhterhadap perubahan ekosistem.

Indonesia merupakan salah satunegara yang memiliki hutantropis terbesar di dunia setelahBrazil, disebut sebagai paru-paru dunia. Pentingnya hutantropis sebagai paru-paru duniasudah menjadi perhat ianbanyak pihak. Daya tarik hutanyang memiliki nilai ekonomitinggi , telah mengakibatkankerusakan hutan yang semakinparah, karena setiap hari hutanditebang, tanpa ada upayauntuk menjaga pelestariannya.Kondis i hutan Indonesiasekarang sangat kritis, akibatulah kelompok pengusaha danmasyarakat yang t idakmenyadari arti penting hutanbagi keseimbangan lingkungandan kelangsungan kehidupanmanusia . Kondis i kr i t is in i ,diantaranya akibat kegiatanmanusia yang suka menebang

hutan atau yang disebut illegallogging , tanpa menanamnyakembali.

Ni la i s trategis hutan dapatdidefenis ikan dalam art ianekonomis dan sosial . Fungsiekonomis hutan adalah untukmenjamin masuknya pen-dapatan, t idak dapat diper-tahankan untuk jangka panjang,karena t ingkat penurunancadangan hutan di Indonesiayang sangat pesat akanmengurangi regenerasi hutan.Lahan hutan Indonesia ber-dasarkan data tahun 1995 dan1997, mengalami penurunan,yaitu berkurang 1,8 juta hektarsetiap tahun (Atje, 2001). Fungsihutan dari sudut sosial adalahsebagai sarana adaptas i(adaptation) masyarakat sekitarhutan yang kaya akan nilai-nilaihakiki, pengetahuan lokal (localgenius), kultural, rekreasi, danestetika yang dikaitkan denganhutan. Jika hutan mengalamikerusakan maka keberadaanpotensi masyarakat i tu jugaakan makin terancam. Hal inipada akhirnya akan berdampakpada gangguan keseimbanganekologis yang dilakukan olehmanusia, serta dapat meng-ganggu harmonisasi kehidupanmasyarakat di sekitar hutan.

Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 31

Di Sumatera Selatan, kerusakanhutan ter jadi secara cepatyang mengakibatkan semakinmenurunnya daya dukunghutan sebagi kawasan peny-angga, terutama sebagai daerahresapan air. kawasan ini mem-bentang di sepanjang BukitBarisan, salah satunya HutanTaman Nasional Kerinci Seblat(TNKS). Hutan TNKS selainsebagai kawasan resapan air dihulu sungai, juga ditetapkansebagai paru-paru dunia, olehkarena i tu keberadaan dankelestariannya harus diperta-hankan. Upaya pelestar ianhutan TNKS tidak hanya men-jadi tanggung jawab peme-rintah saja, tetapi juga harusmelibatkan masyarakat, dalambentuk partisipasi masyarakatdalam pelestarian hutan, ter-utama bagi mereka yang tinggaldi sekitar hutan.

Kesadaran masyarakat akanpentingnya memelihara hutanmasih sangat rendah. Untuk itudiperlukan upaya guna menum-buhkan kesadaran masyarakatagar peduli terhadap kelestariandan kelangsungan hutan se-bagai mitra kehidupan masy-arakat dalam bentuk aksi pe-nanaman kembali (reboisasi) ,pengelolaan hutan dan pe-nyelamatan hutan. Selama ini

penelitian tentang kerusakanhutan TNKS masih terbataspada pemberdayaan kelompokmasyarakat yang berada disekitar kawasan konservasi .Penelitian yang memfokuskanpada pengembangan modelperhutanan sosia l berbasispartisipasi masyarakat melaluipendakatan kelembagaan tradi-sional telah banyak dilakukan,seperti pada kasus �KhepongDamar� pada kelompok masy-arakat Lampung Krui yang telahmembuktikan bahwa rakyatdapat mengelola sumber dayahutan secara lebih lestar i(Awang, 2003) . Di SumateraSelatan, konsep pemerintahanmarga te lah lama terkubur,sejak diberlakukannya SuratKeputusan Gubernur SumateraSelatan Nomor: 124/KPTS/III/1983, tanggal 24 Maret 1983,s e j a l a n d i b e r l a k u k a n n y aUndang-Undang Nomor 5Tahun 1979 tentang peme-rintahan desa. Salah satu asetyang masih ters isa sebagaiwarisan pemerintahan margaadalah �Hutan Marga�. Keber-adaan hutan marga masih di-akui oleh sebagian masyarakat,terutama bagi masyarakat yangberada di sekitar hutan TNKS.Pada beberapa desa , hutanmarga masih tetap dijaga se-bagai lembaga tradisional yang

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 31

Di Sumatera Selatan, kerusakanhutan ter jadi secara cepatyang mengakibatkan semakinmenurunnya daya dukunghutan sebagi kawasan peny-angga, terutama sebagai daerahresapan air. kawasan ini mem-bentang di sepanjang BukitBarisan, salah satunya HutanTaman Nasional Kerinci Seblat(TNKS). Hutan TNKS selainsebagai kawasan resapan air dihulu sungai, juga ditetapkansebagai paru-paru dunia, olehkarena i tu keberadaan dankelestariannya harus diperta-hankan. Upaya pelestar ianhutan TNKS tidak hanya men-jadi tanggung jawab peme-rintah saja, tetapi juga harusmelibatkan masyarakat, dalambentuk partisipasi masyarakatdalam pelestarian hutan, ter-utama bagi mereka yang tinggaldi sekitar hutan.

Kesadaran masyarakat akanpentingnya memelihara hutanmasih sangat rendah. Untuk itudiperlukan upaya guna menum-buhkan kesadaran masyarakatagar peduli terhadap kelestariandan kelangsungan hutan se-bagai mitra kehidupan masy-arakat dalam bentuk aksi pe-nanaman kembali (reboisasi) ,pengelolaan hutan dan pe-nyelamatan hutan. Selama ini

penelitian tentang kerusakanhutan TNKS masih terbataspada pemberdayaan kelompokmasyarakat yang berada disekitar kawasan konservasi .Penelitian yang memfokuskanpada pengembangan modelperhutanan sosia l berbasispartisipasi masyarakat melaluipendakatan kelembagaan tradi-sional telah banyak dilakukan,seperti pada kasus �KhepongDamar� pada kelompok masy-arakat Lampung Krui yang telahmembuktikan bahwa rakyatdapat mengelola sumber dayahutan secara lebih lestar i(Awang, 2003) . Di SumateraSelatan, konsep pemerintahanmarga te lah lama terkubur,sejak diberlakukannya SuratKeputusan Gubernur SumateraSelatan Nomor: 124/KPTS/III/1983, tanggal 24 Maret 1983,s e j a l a n d i b e r l a k u k a n n y aUndang-Undang Nomor 5Tahun 1979 tentang peme-rintahan desa. Salah satu asetyang masih ters isa sebagaiwarisan pemerintahan margaadalah �Hutan Marga�. Keber-adaan hutan marga masih di-akui oleh sebagian masyarakat,terutama bagi masyarakat yangberada di sekitar hutan TNKS.Pada beberapa desa , hutanmarga masih tetap dijaga se-bagai lembaga tradisional yang

Hal 32

berfungsi sebagai pelestarianhutan milik pemerintahan desa.Konsep hutan marga perlu di-revitalisasi dalam suatu pro-gram perhutanan sosial yangmelibatkan partisipasi masy-arakat desa.

Penelitian ini berangkat darisuatu pemikiran bahwa penting-nya part is ipasi masyarakatdalam menjaga pelestar ianhutan menjadi salah satu unsuryang sangat pent ing dalamupaya penyelamatan hutanTNKS. Pranata sosia l yangmasih ada dimanfaatkan untukmenyelaraskan antara kemam-puan pengetahuan lokal masy-arakat dengan program formalyang dilakukan pemerintah,yaitu program konservasi hutankawasan TNKS, dalam bentukmodel perhutanan sosia lberbasis partisipasi masyarakat

TNKS yang diharapkan menjadisalah satu paru-paru dunia,sekarang ini kondisinya sangatkritis dan mengkhawatirkan.Penebangan liar yang dilakukanmasyarakat dan kelompokpengusaha telah mempercepatlaju kerusakan hutan tropis inidari tahun ke tahun. Untukmencegah terjadinya kerusakanyang lebih parah diperlukan

upaya agar tetap menjagapelestar ian hutan supayakeseimbangan ekologis dapatdipertahankan. Program peles-tarian hutan selalu menemuiberbagai hambatan yang sangatkompleks, salah satunya adalahsulitnya meningkatkan peranmasyarakat dalam menang-gulangi kerusakan hutan. Untukitu, lembaga yang menanganiprogram konservasi hutanharus melibatkan masyarakatsetempat melalui pendekatankearifan lokal , agar sasaranprogram dapat lebih dicapai.

Hutan marga yang merupakansalah satu pranata yang masihdiakui eksistensinya oleh masy-arakat setempat dapat dijadikansuatu modal perhutanan sosialpada program konservasi hutanTNKS. Berbekal pranata yangmasih tumbuh dan dipatuhioleh masyarakat di seki tarkawasan TNKS, konservasihutan marga perlu direvitalisasidalam pengembangan per-hutanan sosial, agar kerusakanhutan TNKS dapat di tekan,tentunya melalui mekanismekelembagaan tradisional yangdilegitimasi oleh pemerintahsebagai salah satu mata rantaiprogram pelestarian hutan.

Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 33

Persepsi Masyarakattentang Hutan Marga

Persepsi masyarakat tentangkeberadaan hutan marga didesa-desa penel i t ian meng-gambarkan bahwa potensihutan marga di set iap desamasih ada. Sekarang inipengelolaan hutan marga diaturoleh pemerintahan desa, setelahterlebih dahulu meminta izintertulis kepada kepala desa.Bagi masyarakat yang inginmembuka hutan marga danmengelolanya, mengajukankepada kepala desa, kemudianakan diputuskan oleh kepaladesa siapa saja keluarga yangberhak mengelola hutan marga.Oleh karena keputusanditetapkan oleh kepala desa,tanpa adanya musyawarahterlebih dahulu, masyarakatberanggapan j ika keputusankepala desa kurang pro-pors ional dan bi jak . Dalambeberapa kasus, hutan margabanyak digarap oleh keluargadekat kepala desa, dan jugakeluarga yang membayar upetikepada kepala desa. Dengandemikian prinsip hutan margayang sesungguhnya, sudahmulai bergeser karena adakepent ingan kepala desa didalamnya. Padahal, pada masapemerintahan marga, keluarga

yang menggarap dan mengelolahutan marga adalah keluargayang berhak karena memanglayak di l ihat dar i t ingkatkehidupannya yang berada dibawah garis kemiskinan.

Masyarakat senantiasa berharapagar mereka bisa mengoptimal-kan penggarapan hutan margauntuk kepentingan peningkatankesejahteraan masyarakat desa.Misalnya hutan dibuka danditanami secara massal denganbergotong-royong, tetapi hasil-nya dapat dinikmati oleh masy-arakat, bukan monopoli kepaladesa, seperti yang terjadi selamaini. Dengan cara ini menurutmereka, partisipasi masyarakatdapat tumbuh dan kepercayaankepada pemerintah akan ber-angsur-angsur dapat dipulih-kan. Masyarakat menginginkanj ika hutan marga dapat di -kembal ikan pengelolaannyakepada masyarakat . Penge-lolaan hutan marga juga dapatdiubah dengan melakukanpenanaman pohon jenis keras,t idak sepert i pada zamanpemerintahan marga yangjustru dilarang menanam pohonkeras. Perubahan ini diharapkanagar hutan marga dapat menjadisalah satu sumber ekonomimasyarakat dalam jangka waktulama. Pengelolaan hutan marga

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 33

Persepsi Masyarakattentang Hutan Marga

Persepsi masyarakat tentangkeberadaan hutan marga didesa-desa penel i t ian meng-gambarkan bahwa potensihutan marga di set iap desamasih ada. Sekarang inipengelolaan hutan marga diaturoleh pemerintahan desa, setelahterlebih dahulu meminta izintertulis kepada kepala desa.Bagi masyarakat yang inginmembuka hutan marga danmengelolanya, mengajukankepada kepala desa, kemudianakan diputuskan oleh kepaladesa siapa saja keluarga yangberhak mengelola hutan marga.Oleh karena keputusanditetapkan oleh kepala desa,tanpa adanya musyawarahterlebih dahulu, masyarakatberanggapan j ika keputusankepala desa kurang pro-pors ional dan bi jak . Dalambeberapa kasus, hutan margabanyak digarap oleh keluargadekat kepala desa, dan jugakeluarga yang membayar upetikepada kepala desa. Dengandemikian prinsip hutan margayang sesungguhnya, sudahmulai bergeser karena adakepent ingan kepala desa didalamnya. Padahal, pada masapemerintahan marga, keluarga

yang menggarap dan mengelolahutan marga adalah keluargayang berhak karena memanglayak di l ihat dar i t ingkatkehidupannya yang berada dibawah garis kemiskinan.

Masyarakat senantiasa berharapagar mereka bisa mengoptimal-kan penggarapan hutan margauntuk kepentingan peningkatankesejahteraan masyarakat desa.Misalnya hutan dibuka danditanami secara massal denganbergotong-royong, tetapi hasil-nya dapat dinikmati oleh masy-arakat, bukan monopoli kepaladesa, seperti yang terjadi selamaini. Dengan cara ini menurutmereka, partisipasi masyarakatdapat tumbuh dan kepercayaankepada pemerintah akan ber-angsur-angsur dapat dipulih-kan. Masyarakat menginginkanj ika hutan marga dapat di -kembal ikan pengelolaannyakepada masyarakat . Penge-lolaan hutan marga juga dapatdiubah dengan melakukanpenanaman pohon jenis keras,t idak sepert i pada zamanpemerintahan marga yangjustru dilarang menanam pohonkeras. Perubahan ini diharapkanagar hutan marga dapat menjadisalah satu sumber ekonomimasyarakat dalam jangka waktulama. Pengelolaan hutan marga

Hal 34

yang diserahkan kepadamasyarakat sebaiknya jugamel ibatkan struktur peme-r intahan desa , dan unsurpemerintahan kabupaten, sertainstansi terkait, seperti BalaiTNKS dan Petugas PenyuluhLapangan (PPL).

Pengelolaan Hutan Margaoleh Masyarakat

Hutan marga adalah kawasanhutan yang di jadikan hutanlarangan melalui keputusanmasyarakat atas dasar kese-pakatan bersama. Pengawasankawasan ini di lakukan olehkepala desa sebagai pemimpinkekuasaan sete lah peme-rintahan marga dihapus. Padamasa lalu, disaat pemerintahanmarga masih diakui eksis -tensinya hutan marga dijadikansebagai asset marga yang bisadimanfaatkan oleh masyarakatuntuk melakukan kegiatanberladang guna memenuhikepentingan ekonomi keluargaberupa kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh sebab itu masyarakatyang ingin memanfaatkan hutanmarga, terlebih dahulu harusmelapor dan mendapatkan izindari Pasirah sebagai kepalapemerintahan marga.

Hutan marga pada prinsipnyadikelola o leh pemerintahanmarga dengan aturan sebagaiberikut:

• Semua keluarga yang inginmembuka hutan margaberhak atas pengeloaanlahan seluas kemampuanmembabat (cecar) hutan. Jikasuatu keluarga mampumembuka lahan seluas duahektar, tetap diizinkan olehkepala marga.

• Keluarga yang membukahutan tidak boleh menanamtanaman keras (tahunan)dengan alasan bahwatanaman tersebut berumurpendek, sehingga bisadilakukan penggiliran bagikeluarga yang lain.

• Hasi l dar i tanaman di -manfaatkan untuk ke-butuhan hidup sehari-hari,bukan untuk di jual ataumemperoleh keuntunganekonomi.

• Hutan marga yang sudahbeberapa tahun (empatsampai lima tahun berturut-turut) ditanam oleh masy-arakat harus dihutankankembali (dibiarkan menjadi

Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 35

hutan) agar tanah hutanmenjadi subur kembali.

• Keluarga yang meng-gunakan hutan margadiwajibkan membayar pajakmarga dalam satu tahun,j ika ingin melanjutkankembali diharuskan meng-ajukan pengusulan ulangkepada Pasirah.

• Keluarga yang melanggaraturan dapat dikenakansanksi adat sesuai dengankitab Undang-UndangSimboer Cahaya yangditetapkan oleh rapat dewanmarga.

Dari keenam prinsip tersebutdapat dijelaskan bahwa peng-elolaan hutan marga, ternyatamemiliki kearifan lokal yangberdimensi ekonomi, sosial ,budaya, hukum adat , danl ingkungan. Dari dimensiekonomi, secara eksplisit bahwalahan hutan bisa dimanfaatkanoleh semua masyarakat yangt idak memil iki tanah gunauntuk ditanami tumbuhan yangmenghasilkan komoditi per-tanian agar bisa memenuhikebutuhan hidup sehari-hari.Suatu keluarga bisa membukaseluas- luasnya lahan, tetapisemata-mata hanya untuk

pemenuhan kebutuhan hidup,jika lahan yang dibuka untukkepentingan bisnis maka akandikenakan sanksi tegas. Artinyaaturan yang di terapkan inimengandung nilai-nilai yangmemperjuangkan kepentinganmasyarakat miskin . Daridimensi sosial, tampak adanyaprinsip ega l i tar ian , ya i tuhubungan kesetaraan antarmasyarakat yang memanfaatkanlahan hutan tanpa pandangbulu. Hal ini tercermin dariaturan penggil iran keluargayang menggunakan lahan hutanmarga, sehingga di sini sudahmuncul upaya untuk menegak-kan ni la i -ni la i keadi lan.Keluarga yang sudah meman-faatkan lahan hutan lebih limatahun harus diganti kepadakeluarga la in yang lebihmembutuhkan.

Dari dimensi budaya dapatdiungkapkan bahwa prinsipyang mengatur tentang hutanmarga telah membentuk ke-biasaan masyarakat untuksal ing menghormati kesem-patan setiap keluarga untukmengolah lahan. Keteraturan inimencerminkan bahwa sistembudaya yang terbentuk sudahmengindikasikan bahwa masy-arakat sangat patuh kepadaketert iban umum, sehingga

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 35

hutan) agar tanah hutanmenjadi subur kembali.

• Keluarga yang meng-gunakan hutan margadiwajibkan membayar pajakmarga dalam satu tahun,j ika ingin melanjutkankembali diharuskan meng-ajukan pengusulan ulangkepada Pasirah.

• Keluarga yang melanggaraturan dapat dikenakansanksi adat sesuai dengankitab Undang-UndangSimboer Cahaya yangditetapkan oleh rapat dewanmarga.

Dari keenam prinsip tersebutdapat dijelaskan bahwa peng-elolaan hutan marga, ternyatamemiliki kearifan lokal yangberdimensi ekonomi, sosial ,budaya, hukum adat , danl ingkungan. Dari dimensiekonomi, secara eksplisit bahwalahan hutan bisa dimanfaatkanoleh semua masyarakat yangt idak memil iki tanah gunauntuk ditanami tumbuhan yangmenghasilkan komoditi per-tanian agar bisa memenuhikebutuhan hidup sehari-hari.Suatu keluarga bisa membukaseluas- luasnya lahan, tetapisemata-mata hanya untuk

pemenuhan kebutuhan hidup,jika lahan yang dibuka untukkepentingan bisnis maka akandikenakan sanksi tegas. Artinyaaturan yang di terapkan inimengandung nilai-nilai yangmemperjuangkan kepentinganmasyarakat miskin . Daridimensi sosial, tampak adanyaprinsip ega l i tar ian , ya i tuhubungan kesetaraan antarmasyarakat yang memanfaatkanlahan hutan tanpa pandangbulu. Hal ini tercermin dariaturan penggil iran keluargayang menggunakan lahan hutanmarga, sehingga di sini sudahmuncul upaya untuk menegak-kan ni la i -ni la i keadi lan.Keluarga yang sudah meman-faatkan lahan hutan lebih limatahun harus diganti kepadakeluarga la in yang lebihmembutuhkan.

Dari dimensi budaya dapatdiungkapkan bahwa prinsipyang mengatur tentang hutanmarga telah membentuk ke-biasaan masyarakat untuksal ing menghormati kesem-patan setiap keluarga untukmengolah lahan. Keteraturan inimencerminkan bahwa sistembudaya yang terbentuk sudahmengindikasikan bahwa masy-arakat sangat patuh kepadaketert iban umum, sehingga

Hal 36

pemerintah marga dapatmengatur masyarakat dalammengelola hutan marga untukkepent ingan publ ik , bukanperorangan dan individu.

Dari dimensi hukum adatternyata prinsip hutan margamengandung norma-norma adatyang dijunjung tinggi melaluikesepakatan bersama gunamenjaga kelestar ian hutan.Penegakan hukum adat sangatdipatuhi o leh masyarakat ,karena dapat mempengaruhiharga diri setiap keluarga yangdikenakan sanksi . Selain ituprinsip pelestarian lingkungancukup menonjol jika ditafsirkanbahwa setiap keluarga harusdapat memperhatikan sikluslingkungan dalam waktu limatahunan. Hal ini sangat pentingkarena l ingkungan di jagajangan sampai jenuh, oleh sebabitu s iklus penanaman harusdiperhatikan agar tetap lestari.

Kelembagaan Hutan Marga

Kelembagaan hutan margaterdiri dari Pasirah dan DewanMarga, serta anggota masy-arakat . Anggota masyarakatmerupakan pranata inti, yangmemegang hak untuk menge-lola hutan marga. Keluargayang berhak mengelola hutan

marga, tentunya harus melaluiprosedur yang ditetapkan olehPasirah. Prinsip yang dianutdalam penentuan pengelolahutan marga adalah keadilanbersama. Artinya keluarga yangakan diprior i taskan untukmendapatkan hal pengelolaanadalah mereka yang berasal darigolongan tidak mampu, denganharapan j ika mereka menge-lolanya dapat memperbaikikehidupannya. Sela in i tukeluarga yang mengeloladiwaj ibkan membayar iurankepada pemerintah marga. Halini merupakan salah satu upayamencari pemasukan uang kasmarga. Jadi antara keluargapengelola hutan denganpamerintah marga memil ikihubungan yang setara dansaling memberikan keuntungan.Di satu sisi akan membantumasyarakat miskin, tetapi di sisilain dapat menunjang pemasu-kan pemerintah marga.

Salah satu komponen pentingdalam kelembagaan hutanmarga adalah Pasirah sebagaikepala pemerintahan margayang bertindak sebagai eksekusidar i penentuan hasi l rapatdewan marga terhadap keluargayang akan mengelola hutanmarga. Pasirah akan memutus-kan setelah menerima saran dari

Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 37

Dewan Marga dari berbagai sisi.Biasanya yang direkomendasi-kan oleh Pasirah untukmengelola hutan marga setelahmelalui berbagai pertimbanganyang cukup matang. Interaksiyang ter jadi antara Pasirah-Dewan Marga dan anggotamasyarakat menjadi sangatpent ing dalam hubungankelembagaan. Ketiganya dapatmelakukan kontrol dan peng-awasan satu sama lain, agarpengelolaan hutan dapatberlangsung baik seperti yangdiharapkan. Keputusan Pasirahakan dihormati j ika memangmemperjuangkan kepentinganmasyarakat, dan masyarakatakan memberikan peng-hormatan yang layak sebagaiseorang pemimpinnya. Kewi-bawaan Pasirah menjadipetaruhannya di mata masy-arakat karena memang memper-juangkan nasib rakyatnya.Sebal iknya j ika keputusanPasirah tidak memihak rakyat,maka secara otomatis wibawaPasirah akan pudar, dankepemimpinanya akan semakintidak populer di mata rakyat-nya. Dalam konteks ini biasanyapartisipasi masyarakat akantumbuh dengan sendir inya,mengingat masyarakat sudahmerasakan keadilan pemimpin-nya dalam mengambil ke-

putusan yang memihak danmendukung kepent inganbersama.

Komponen pent ing la innyaadalah keberadaan dewanmarga yang berfungsi sebagaipengawas dalam strukturpemerintahan marga. Saran-saran yang diajukan kepadaPasirah dilakukan melalui suaturapat Dewan Marga yang ber-anggotakan perwakilan dariberbagai desa yang diambil daripara tokoh masyarakat. Dewanini melakukan rapat setahunsekal i , terutama dalam me-masuki tahun awal. Selain itukedudukan Dewan Marga yangsejajar dengan Pasirah dapatmelakukan kontrol, baik kepadaPasirah yang mengambilkeputusan penentuan peng-elolaan hutan marga, maupunpengawasan terhadap keluargayang mengelola hutan marga.Jika terjadi pelanggaran aturan,Dewan Marga akan bersidanguntuk menentukan sanksi apayang akan diberikan kepadapengelola hutan yang me-langgar Undang-Undang SimboerCahaya.

Struktur kelembagaan hutanmarga yang dijelaskan di atasdapat di terapkan dalampembentukan kelembagaan

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 37

Dewan Marga dari berbagai sisi.Biasanya yang direkomendasi-kan oleh Pasirah untukmengelola hutan marga setelahmelalui berbagai pertimbanganyang cukup matang. Interaksiyang ter jadi antara Pasirah-Dewan Marga dan anggotamasyarakat menjadi sangatpent ing dalam hubungankelembagaan. Ketiganya dapatmelakukan kontrol dan peng-awasan satu sama lain, agarpengelolaan hutan dapatberlangsung baik seperti yangdiharapkan. Keputusan Pasirahakan dihormati j ika memangmemperjuangkan kepentinganmasyarakat, dan masyarakatakan memberikan peng-hormatan yang layak sebagaiseorang pemimpinnya. Kewi-bawaan Pasirah menjadipetaruhannya di mata masy-arakat karena memang memper-juangkan nasib rakyatnya.Sebal iknya j ika keputusanPasirah tidak memihak rakyat,maka secara otomatis wibawaPasirah akan pudar, dankepemimpinanya akan semakintidak populer di mata rakyat-nya. Dalam konteks ini biasanyapartisipasi masyarakat akantumbuh dengan sendir inya,mengingat masyarakat sudahmerasakan keadilan pemimpin-nya dalam mengambil ke-

putusan yang memihak danmendukung kepent inganbersama.

Komponen pent ing la innyaadalah keberadaan dewanmarga yang berfungsi sebagaipengawas dalam strukturpemerintahan marga. Saran-saran yang diajukan kepadaPasirah dilakukan melalui suaturapat Dewan Marga yang ber-anggotakan perwakilan dariberbagai desa yang diambil daripara tokoh masyarakat. Dewanini melakukan rapat setahunsekal i , terutama dalam me-masuki tahun awal. Selain itukedudukan Dewan Marga yangsejajar dengan Pasirah dapatmelakukan kontrol, baik kepadaPasirah yang mengambilkeputusan penentuan peng-elolaan hutan marga, maupunpengawasan terhadap keluargayang mengelola hutan marga.Jika terjadi pelanggaran aturan,Dewan Marga akan bersidanguntuk menentukan sanksi apayang akan diberikan kepadapengelola hutan yang me-langgar Undang-Undang SimboerCahaya.

Struktur kelembagaan hutanmarga yang dijelaskan di atasdapat di terapkan dalampembentukan kelembagaan

Hal 38

baru untuk mengelola per-hutanan sosial. Bentuknya bisaberupa kelembagaan moderndengan menggunakan pen-dekatan kelembagaan tradi-sional hutan marga, sehinggani la i -ni la i kepatuhan masy-arakat dapat dibentuk melaluiproses pembinaan kelompok,dan kontrol masyarakat akanmenjadi faktor penentukeberhasilan.

Model Perhutanan HutanMarga

Model perhutanan sosia lmengacu kepada konsep per-hutanan sosial yang diadopsi,supaya dapat dikembangkandengan memadukan pen-dekatan kearifan lokal dalamhutan marga dengan kelem-bagaan modern yang sekarangmasih ber laku di pedesaansekitar TNKS. Model ini akanmelibatkan tiga unsur, yaitupemerintah desa dan peme-rintah kabupaten, kelembagaanterkait, seperti Balai TNKS danPPL, serta unsur masyarakatsebagai inti yang bekerja dalamsistem model yang akandikembangkan.

Kelembagaan hutan marga yangmasih eksis di desa , harusmengacu kepada norma dan tata

nilai yang masih dipatuhi olehmasyarakat setempat, utamanyanilai-nilai yang berlaku padasaat pemerintahan marga masihberkuasa. Norma dan tata nilaiini menjadi sangat pent inguntuk dibina kepada masy-arakat dan kelompok agarkearifan budaya lokal dapatdipertahankan. Berdasarkanpengalaman masa lalu, ternyatanilai lokal ini cukup efekti fdalam menjaga keseimbanganhubungan pemerintah denganrakyatnya.

Pilar yang pertama, adalah unsurkepala desa, Badan PerwakilanDesa, dan pemerintah kabup-aten Musi Rawas. Unsur iniakan bertindak sebagai peng-awas program konservasi, mulaidari tahap perencanaan, pelak-sanaan, dan evaluasi . Padatahap awal unsur pemerintah inidapat menetapkan lokasi pilotprojek program konservasi yangberkoordinasi dengan unsurdari Balai TNKS. Pilar kedua ,terdiri dari unsur masyarakatyang membentuk kelompok-kelompok, dan setiap kelompokterdiri dari sepuluh keluarga.Kelompok masyarakat inidibentuk melalui perencanaanyang matang dan memegangprinsip keadilan sebagaimanayang di tetapkan pada masa

Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 39

pemerintahan marga. Pem-bentukan kelompok dapatmemakai s is tem hubungankerabat agar lebih memudahkanpengelompokan pada set iapdesa. Pilar ketiga, adalah unsurpendukung, yaitu berasal dariBala i TNKS yang bert indaksebagai pengawas dan sekaligussebagai nara sumber, sertaPetugas Penyuluh Lapangan(PPL) yang bertugas sebagaipendamping kelompok dalamimplementasi program kon-servasi.

Dalam program konservasihutan TNKS, sasaran utamanyaadalah bagaimana bisa meman-faatkan hutan marga bagi ke-sejahteraan masyarakat sekitar,dengan melakukan penanamanpohon tertentu oleh kelompok-kelompok masyarakat. Selainditanami pohon keras untukjangka panjang, kelompokmasyarakat juga bisa menanamtanaman sela untuk kebutuhanhidup sehari-hari, seperti padi,dan sayur-sayuran. Adapunpembiayaan dalam programkonservasi ini, sebagai tahapawal dapat diambil dari kom-ponen dana APBD kabupatenyang beker jasama denganinstansi terkait seperti dinaspertanian, dinas kehutanan, danBappeda kabupaten. Untuk

seterusnya pemerintah kabu-paten bisa bekerjasama denganpihak swasta untuk memberikankeuntungan perusahaan gunamendukung program kon-servasi.

Dalam program pengawasan,harus mel ibatkan kelompokyang tergabung dalam tokohmasyarakat, yaitu orang-orangyang memiliki pengalaman dankompetensi untuk mengem-bangkan masyarakat pedesaan.Dapat juga melibatkan lembagaswadaya masyarakat (LSM) dibidang kehutanan, sehinggabisa memantau perkembanganprogram dan sekaligus jugabertindak sebagai pengawasprogram. Model PerhutananSosial pada program konservasihutan TNKS digambarkan padaskema 1.1 berikut ini:

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 39

pemerintahan marga. Pem-bentukan kelompok dapatmemakai s is tem hubungankerabat agar lebih memudahkanpengelompokan pada set iapdesa. Pilar ketiga, adalah unsurpendukung, yaitu berasal dariBala i TNKS yang bert indaksebagai pengawas dan sekaligussebagai nara sumber, sertaPetugas Penyuluh Lapangan(PPL) yang bertugas sebagaipendamping kelompok dalamimplementasi program kon-servasi.

Dalam program konservasihutan TNKS, sasaran utamanyaadalah bagaimana bisa meman-faatkan hutan marga bagi ke-sejahteraan masyarakat sekitar,dengan melakukan penanamanpohon tertentu oleh kelompok-kelompok masyarakat. Selainditanami pohon keras untukjangka panjang, kelompokmasyarakat juga bisa menanamtanaman sela untuk kebutuhanhidup sehari-hari, seperti padi,dan sayur-sayuran. Adapunpembiayaan dalam programkonservasi ini, sebagai tahapawal dapat diambil dari kom-ponen dana APBD kabupatenyang beker jasama denganinstansi terkait seperti dinaspertanian, dinas kehutanan, danBappeda kabupaten. Untuk

seterusnya pemerintah kabu-paten bisa bekerjasama denganpihak swasta untuk memberikankeuntungan perusahaan gunamendukung program kon-servasi.

Dalam program pengawasan,harus mel ibatkan kelompokyang tergabung dalam tokohmasyarakat, yaitu orang-orangyang memiliki pengalaman dankompetensi untuk mengem-bangkan masyarakat pedesaan.Dapat juga melibatkan lembagaswadaya masyarakat (LSM) dibidang kehutanan, sehinggabisa memantau perkembanganprogram dan sekaligus jugabertindak sebagai pengawasprogram. Model PerhutananSosial pada program konservasihutan TNKS digambarkan padaskema 1.1 berikut ini:

Hal 40

Int i dar i model in i adalahbagaimana menumbuhkan ke-percayaan masyarakat pedesaanuntuk berpartisipasi dan ter-l ibat secara langsung dalamprogram konservasi , karenaselama ini pendekatan selaludilakukan secara top down, danbersifat formalistik, sehinggaprogram konservasi kurangdidukung masyarakat. Seyogya-nya, j ika masyarakat sudahmulai tumbuh kepercayaannyaterhadap program konservasi,maka pembinaan tentangperhutanan sosial ini akan dapat

Skema 1.1 Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat MelaluiRevitalisasi Hutan Marga pada Program Konservasi Hutan Taman

Nasional Kerinci Seblat

NORMA DAN TATA NILAIPELESTARIAN HUTAN

KESATUANMASYARAKAT ADAT

KELOMPOK TNKSSUNGAI PENUH

KELOMPOK TNKSSUNGAI PENUH

JAMBI

PROGRAM KONSERVASI DANPELESTARIAN HUTAN TNKS

PEMERINTAHKABUPATENMUSI RAWAS

BADANPERWAKILAN DESA

KEPALA DESA

MODEL PERHUTANAN

HUTAN MARGA

MATAN PASIRAHMANTAN KERIO KETUA

ADAT MANTAN

berjalan baik, sehingga akanberdampak kepada peningkatanpenghasi lan yang berujungpada peningkatan kesejahteraanmasyarakat secara umum,khususnya masyarakat yangberada di sekitar kawasan hutanTNKS.

Penegakan hukum juga harusmenjadi perhatian utama dalamprogram konservasi ini agarsemua unsur akan sal ingmengawasi dan saling kontroluntuk keberhasilan program.Jangan sampai ter jadi para

Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 41

pemerintah desa yangmengambil alih pengelolaanhutan marga.

• Kelembagaan hutan margaterdir i dar i Pasirah danDewan Marga, serta anggotamasyarakat. Anggota masy-arakat merupakan pranatainti, yang memegang hakuntuk mengelola hutanmarga.

• Model perhutanan sosial iniakan melibatkan tiga unsur,yaitu pemerintah desa danpemerintah kabupaten,kelembagaan terkait, sepertiBalai TNKS dan PPL, sertaunsur masyarakat sebagaiint i yang beker ja dalamsistem model perhutanansosial.

penegak hukum justru menjadicontoh yang kurang baik kepadamasyarakat , misalnya parapolisi hutan yang seharusnyamengawasi hutan, malahsebaliknya mengambil hutan.Hal ini sangat r iskan dalamprogram perhutanan sosial yangbertu juan untuk merubahperilaku masyarakat agar bisatumbuh partisipasinya terhadappembangunan di b idangkonservasi hutan di tanah air,khususnya hutan TNKS.

Kesimpulan

• Persepsi masyarakat tentangkeberadaan hutan marga didesa-desa penelitian meng-gambarkan bahwa potensihutan marga di setiap desamasih ada. Selama ini

Daftar Pustaka

Agus Halim Wardana, et al. 2001 Invertarisasi Kearifan Lokal yangMendukung Konservasi di Desa-desa dalam WilayahTaman Nasional Kerinci Seblat Sumatera Selatan .Ringkasan Penelitian, Yayasan Keragaman Hayati:Jakarta.

Awang, San Afri. 2003. Politik Kehutanan Masyarakat. Kreasi Wacana:Yogyakarta.

Atje, Raymond, et al. 2001. Hutan sebagai Aset Strategis, dalamAnalisis CSIS Tahun XXX/No.2: Jakarta.

Indonesian Journal For Sustainable Future Vol. 1 No. 2

Hal 41

pemerintah desa yangmengambil alih pengelolaanhutan marga.

• Kelembagaan hutan margaterdir i dar i Pasirah danDewan Marga, serta anggotamasyarakat. Anggota masy-arakat merupakan pranatainti, yang memegang hakuntuk mengelola hutanmarga.

• Model perhutanan sosial iniakan melibatkan tiga unsur,yaitu pemerintah desa danpemerintah kabupaten,kelembagaan terkait, sepertiBalai TNKS dan PPL, sertaunsur masyarakat sebagaiint i yang beker ja dalamsistem model perhutanansosial.

penegak hukum justru menjadicontoh yang kurang baik kepadamasyarakat , misalnya parapolisi hutan yang seharusnyamengawasi hutan, malahsebaliknya mengambil hutan.Hal ini sangat r iskan dalamprogram perhutanan sosial yangbertu juan untuk merubahperilaku masyarakat agar bisatumbuh partisipasinya terhadappembangunan di b idangkonservasi hutan di tanah air,khususnya hutan TNKS.

Kesimpulan

• Persepsi masyarakat tentangkeberadaan hutan marga didesa-desa penelitian meng-gambarkan bahwa potensihutan marga di setiap desamasih ada. Selama ini

Daftar Pustaka

Agus Halim Wardana, et al. 2001 Invertarisasi Kearifan Lokal yangMendukung Konservasi di Desa-desa dalam WilayahTaman Nasional Kerinci Seblat Sumatera Selatan .Ringkasan Penelitian, Yayasan Keragaman Hayati:Jakarta.

Awang, San Afri. 2003. Politik Kehutanan Masyarakat. Kreasi Wacana:Yogyakarta.

Atje, Raymond, et al. 2001. Hutan sebagai Aset Strategis, dalamAnalisis CSIS Tahun XXX/No.2: Jakarta.

Hal 42

Ellen, Roy. 2002. Pengetahuan tentang Hutan, Transformasi Hutan:Ket idakpast ian Pol i t ik , Se jarah, Ekologi , danRenegosiasi Terhadap Alam di Seram Tengah, dalamProses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia.Yayasan Obor: Jakarta.

Falconer, Yulia dan Arnold, Mike, J.E. 1988. Forest, Tries andHousehold Food Security. Wiarter: Nerwork paper 7a.

Hutabarat, Silver. 2001. Perkembangan Kehutanan Indonesia pada EraReformasi, dalam Analisis Tahun XXX/No.2. Jakarta:CSIS.

Marzali, Amri. 1990. Perhutanan Sosial, dalam Jurnal SosiologiMasyarakat Volume 2, Jakarta: FISIP UniversitasIndonesia.

Mely, G. Tan. 1990. Masalah Perencanaan Penelitian, dalam Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta.

Monica, Sabato Della. 2003. Eu Indonesia Relations-A Personal Experienceand Future Perpective. Paper dalam Seminar on theEuropean Union, Jakarta: 15/16 Desember 20003.

Syahrasaddin, et al. 2001. Kearifan Lokal Masyarakat di DaerahInteraksi TNKS Wilayah Kerinci Provinsi Jambi. DalamKumpulan Ringkasan Penelitian. Jakarta: YayasanKehati.

Suparna, Nana. 2001. Penguasaan Hutan di Era Otonomi Daerah,dalam Analisis Tahun XXX/No.2 Jakarta: CSIS.

Tahyudin, Didi, et al. 2000. Pandangan dan Keinginan AnggotaMasyarakat terhadap Program Peningkatan KonservasiTaman Nasional Kerinci Seblat. Laporan Penelitian.Inderalaya: Pusat Penel i t ian Sosia l BudayaUniversitas Sriwijaya.

Majalah Tempo, bulan Oktober 2002.

Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat