model pengelolaan desa wisata berbasis pada …repository.ub.ac.id/7331/1/dwi%c2%a0astutik.pdf ·...
TRANSCRIPT
MODEL PENGELOLAAN DESA WISATA BERBASIS PADA PELAKSANAAN PROGRAM MINAPOLITAN DAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA
PENATARAN KECAMATAN NGLEGOK KABUPATEN BLITAR
SKRIPSI PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh: DWI ASTUTIK
NIM. 135080400111021
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
MODEL PENGELOLAAN DESA WISATA BERBASIS PADA PELAKSANAAN PROGRAM MINAPOLITAN DAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA
PENATARAN KECAMATAN NGLEGOK KABUPATEN BLITAR
SKRIPSI PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN DAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh: DWI ASTUTIK
NIM. 135080400111021
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam laporan skripsi yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kemudian hari dapat dibuktikan laporan skripsi ini hasil jiplakan
(plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut, sesuai
hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 4 Desember 2017
Mahasiswa
DWI ASTUTIK NIM. 1350804001110121
RINGKASAN
DWI ASTUTIK. Model Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Pada Pelaksaan Program Minapolitan dan Kearifan Lokal Masyarakat Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar (dibawah bimbingan Dr. Ir. Agus Tjahjono, MS dan Wahyu Handayani, S.Pi, MBA., MP)
Pariwisata merupakan salah satu cara pemanfaatan sumber daya yang baik tanpa terlalu banyak merusak sumber daya yang ada agar dapat lebih berkelanjutan. Desa Penataran merupakan desa yang memiliki sumberdaya alam maupun sumberdaya budaya yang cukup baik. Sumberdaya alam dimaksudkan disini adalah potensi perikanan yang cukup besar, sedangkan sumberdaya budaya yang dimaksud adalah situs-situs sejarah yang merupakan peninggalan dari kerajaan majapahit (candi penataran dan beberapa situs sejarah lainnya) yang menjadikan desa ini sebagai desa wisata yang memiliki nilai edukasi. Dengan melihat kedua potensi tersebut maka sangat tepat bila Desa Penataran dijadikan sebagai suatu desa wisata yang memadukan antara potensi perikanan yang berkaitan dengan program minapolitan dan kearifan lokal yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat desa. Oleh karena itu peneliti akan membuat suatu model pengelolaan desa wisata yang memadukan antara program minapolitan dan kearifan lokal masyarakat Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi pelaksanaan program minapolitan berbasis budidaya ikan hias koi di Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar, 2) Mengidentifikasi kearifan lokal masyarakat di Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar dan 3) Menyusun model pengelolaan desa wisata dengan memadukan antara pelaksanaan program minapolitan dengan kearifan lokal masyarakat.
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Mei – Juni 2017 di Desa Penataran
Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur. Jenis penelitian pada
penelitian ini adalah deskriptif dengan mengunakan motode deskriptif kualitatif.
Objek Penelitian ini adalah proses pelaksanaan program minapolitan, kearifan
lokal masyarakat dan pengelolaan wisata desa penataran, serta agen yang
berperan dalam kegiatan tersebut. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil observasi, wawancara, kuesioner dan dokumentasi, sedangkan data
sekunder diperoleh dari Kantor Desa Penataran, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Blitar, Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Blitar, Dinas Pariwisatadan
Kebudayaan Kabupaten Blitar, buku, penelitian terdahulu, dan jurnal ilmiah terkait.
Metode analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan langkah-
langkah yaitu 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) penarikan kesimpulan dan
verifikasi.
Desa Penataran terletak pada 070 21’ - 07030’ Lintang Selatan dan 1100 10’ - 1100 40’ Bujur Timur dan berada pada ketinggian 198 mdp. Jumlah penduduk Desa Penataran terdiri dari 2.985 KK (Kepala Keluarga). Mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai petani, jasa/perdagangan, sektor industri, dan lain-lain. Tingkat pendidikan cukup baik yaitu dari SD hingga perguruan tinggi. Perikanan Kabupaten Blitar terdiri dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Jumlah perikanan tangkap pada tahun 2016 di Blitar 614.100 Kg/Tahun, sedangkan budidaya di Blitar untuk ikan konsumsi sebesar 16.305 Ton/Tahun dan
untuk ikan hias sebesar 277.857.000 ekor. Hasil Perikanan budidaya di Kecamatan Nglegok pada 2015 untuk ikan konsumsi sebesar Rp. 22.946.600.000,- dan untuk ikan hias sebesar Rp. 75.191.700.000,-.
Program minapolitan di Desa Penataran telah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesiapan kondisi infrastruktur, SDA, SDM, dan masyarakat, kelembagaan, dan teknologi pembudidaya di Desa Penataran terhadap pelaksanaan program minapolitan yang cukup baik. Tahapan pengembangan kawasan minapolitan secara umum terbagi menjadi: 1) tahap perencanaan yang diawali dengan perumusan sampai dengan sosialisasi konsep minapolitan kepada masyarakat, 2) tahap pelaksanaan pengembangan program minapolitan berupa pemberian paket-paket pendampingan secara teknis, seperti pelatihan, penyuluhan, dan teknologi, 3) tahap pengawasan dan evaluasi yang dilakukan tiap triwulan sekali dan akan dilanjutkan setiap tahun sekali. 4) tahap pelaporan dilakukan secara berkala dan berjenjang dari tingkat Kabupaten/Kota hingga tingkat pusat.
Program minapolitan cukup memberi pengaruh terhadap kondisi ekonomi, dan sosial budaya. Pengaruh terhadap kondisi ekonomi terlihat dari infrastuktur di Desa Penataran yang cukup baik, volume produksi yang meningkat, teknologi dan informasi menjadi semakin banyak, pendapat pembudidaya yang cukup tinggi, usaha budidaya yang berkelanjutan dan pemasaran produk yang cukup baik. Dari kondisi sosial dapat dilihat dari adanya kelompok perikanan, jaringan pembudidaya yang semakin luas, tersedianya lapangan perkerjaan, pendidikan keluarga pembudidaya dan kesehatan yang baik, konsumsi yang cukup baik dan produktivitas lahan yang terus meningkat. Dari kondisi budaya, program minapolitan meyebabkan pergeseran budaya seperti kepercayaan masyarakat, sistem religi (upacara adat), kebiasaan-kebiasaan pembudidaya tidak terjadi pertentangan dan bahkan saling mendukung satu sama lain.
Kearifan lokal yang terdapat di Desa Penataran antara lain yaitu 1) kebiasaan pembudidaya yang banyak melakukan usaha pembenihan daripada pembesaran, 2) pembagian pemanfaatan air di Dusun Pacuh. 3) pelarangan penebangan pohon di kawasan sumber pacuh, 4) gendurinan untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, 5) metek pari yang dilakukan sebelum proses pemanenan pari, 6) kirap dan upacara tumpeng agung nusantara 7) kepercayaan akan sumber mata air yang membawa berkah di komplek Candi Penataran, dan 8) kepercayaan akan kemujaraban doa dipetilasan syech subakhir. Kearifan lokal tersebut menjadi daya tarik wisata di Desa Penataran. Model Pengelolaan desa wisata yang diusulkan yaitu dalam bentuk pengelolaan
desa wisata yang melibatkan stakeholder dari minapoitan yang terdiri dari DKP,
UPTD dan sub-Raiser sebagai pengelola dan pengawas program minapolitan,
kearifan lokal yang melibatkan masyarakat sekitar, pemangku adat dan tokoh
masyarakat Desa Penataran, maupun pariwisata yang terdiri dari POKDARWIS,
dinas PORBUDPAR, LP2BN, Saka pariwisata dan BPCB sebagai pengelola
wiisata. Konsep pengelolaan dan pengembangan tema Edutourism Package
(Paket Wisata Edukasi) yang merupakan akulturasi dari konsep minawisata itu
sendiri dengan berbagai macam obyek wisata yang sudah ada di Kabupaten Blitar.
Adapun konsep Edutourism Package ini meliputi wisata edukasi perikanan
(education), wisata alam (environment), wisata sejarah (history), wisata budaya
(culture) dan wisata hiburan (recreation). Model pengelolaan desa wisata ini
diharapkan dapat menarik wisatawan lebih banyak lagi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat memberikan saran sebagai berikut Pada pengelola, perlu meningkatkan kerjasama antara POKDARWIS, Masyarakat, Pemerintah serta pihak-pihak yang mengelola wisata
yang terdapat disekitar Desa Penataran guna memperlancar pengelolaan dan pengembangan desa wisata. Pemerintah Kabupaten Blitar melalui DKP, dan Dinas PORBUDPAR perlu mengadakan penelitian lebih intensif terkairt budidaya ikan dan pelatihan terkait keterampilan menjadi tour guide serta ketrampilan membuat cenderamata/kerajinan. Pihak Peneliti, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengelolaan desa wisata, pelaksanaan program minapolitan dan kearifan lokal masyarakat Desa Penataran serta penelitian terkait pembagian kerja di dalam rumah tangga pembudidaya.
.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW atas terselesaikann Skripsi yang berjudul Model
Pengelolaan Desa Wisata Berbasis pada Pelaksanaan Program Minapolitan Dan
Kearifan Lokal Masyarakat Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan Skripsi ini tidak
lain karena berkat adanya bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan dalam
penyusunan Skripsi ini sehingga masih dirasakan banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini dapat dapat
bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Amin.
Malang, 4 Desember 2017
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan Skripsi ini tidak
lain karena berkat adanya bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr.Ir. Agus Tjahyono, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Wahyu Handayani,
S.Pi. MBA. MP selaku Dosen Pembimbing II atas segala bentuk bimbingan
dalam proses penyusunan skripsi ini.
2. Kedua orang tua dan Kakak-kakakku serta keluarga yang telah memberikan
dukungan dalam bentuk moral, spiritual dan materiil.
3. Ir. Irianto, MM selaku Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten
Blitar yang telah memperbolehkan saya melakukan penelitian
4. Ir. Sugianto, MSi selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Blitar yang telah memperbolehkan saya melakukan penelitian.
5. Luhur Sejati, S.Pd, M.Pd selaku Kepala Dinas Pemuda Olah Raga
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blitar yang telah memperbolehkan
saya melakukan penelitian.
6. Seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas kelautan dan Perikanan, dan Dinas
Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blitar yang telah
membantu dan memberikan informasi selama melaksanakan penelitian
skripsi.
7. Drs. Makinudin, M.Si selaku Camat Kecamatan Nglegok dan Bapak Kateno
selaku Kepala Desa Penataran yang telah memperbolehkan saya melakukan
penelitian
8. M. Prasetyo dan sahabat-sahabat saya, Dea, Hanan, Deni, Vikri, Ali, Fatimah,
Ilma, Khuma, Gesti dan Binti, terima kasih atas limpahan kasih sayang, do’a,
dan dukungan yang telah diberikan.
9. Teman-teman anak sholehah Ana, Aprilia, Ariefa, Azizah, Febrika, Iis, Irma,
Sayena, dan Qoriah atas semua dukungan dan bantuannya kepada penulis,
semoga kita semua dimudahkan dalam proses S.Pi nya.
10. Semua sahabat-sahabat kosan yang telah membantu dan memberikan
semangat dalam mengerjakan Skripsi ini (Wiwi, Rahayu, Yuli, Zia, Fetri, Elsa,
Suci, Fitri, dan Risya).
11. Teman-teman seperjuangan program studi Agrobisnis Perikanan angkatan
2013 untuk semua bantuannya.
12. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan sehingga dapat
tersusunnya Skripsi ini.
Malang, 4 Desember 2017
Penulis
(Dwi Astutik)
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ORISINALITAS
RINGKASAN ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
UCAPAN TERIMAKASIH ......................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitan ................................................................................ 7 1.4 Kegunaan Penelitian .......................................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 9 2.2 Model dan Pengelolaan ..................................................................... 12 2.3 Desa Wisata ..................................................................................... 13 2.4 Ekowisata ......................................................................................... 15 2.5 Kearifan Lokal .................................................................................... 16
2.5.1 Pengertian Kearifan Lokal ......................................................... 16 2.5.2 Bentuk dan Tipologi Kearifan Lokal .......................................... 17
2.6 Program Minapolitan .......................................................................... 19 2.6.1 Definisi Program Minapolitan ..................................................... 19 2.6.2 Syarat-Syarat Minapolitan ......................................................... 20 2.6.3 Tujuan dan Sasaran Program Minapolitan ................................ 21 2.6.4 Tingkat Kesiapan Pelaksanaan Program Minapolitan ................ 23 2.6.5 Pelaksanaan Program Minapolitan ........................................... 24
2.7 Minapolitan Perikanan Budidaya ......................................................... 25 2.7.1 Indikator Kinerja Program Minapolitan Budidaya ....................... 26 2.7.2 Syarat-Syarat Program Minapolitan Budidaya ........................... 27
2.8 Perikanan Budidaya .................. ......................................................... 27 2.9 Identifikasi Dampak Minapolitan ........................................................... 28 2.10 Konsep osial, ekonomi dan budaya ................................................. 29 2.11 Indikator Kesejahteraan Masyarakat ................................................ 31 2.12 .Kerangka Pemikiran ........................................................................ 35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 42 3.2 Jenis Penelitian .................................................................................. 42 3.3 Objek Penelitian ................................................................................ 43 3.4 Jenis dan Sumber data ..................................................................... 44
3.4.1 Data Primer ............................................................................. 44 3.4.2 Data Sekunder ......................................................................... 45
3.5 Metode pengambilan sampel ............................................................. 46 3.5.1 Populasi dan Sampel ............................................................... 46 3.5.2 Metode Pengambilan Sampel .................................................. 47
3.6 Metode pengumpulan Data ................................................................ 49 3.6.1 Observasi ................................................................................ 49 3.6.2 Wawancara .............................................................................. 49 3.6.3 Kuesioner ............................................................................... 51 3.6.4 Dokumentasi ............................................................................ 51
3.7 Metode Analisa Data .......................................................................... 52
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Desa Penataran ................................................................................. 58 4.2 Letak Geografis dan Keadaan Topografis .......................................... 58 4.3 Keadaan Penduduk ........................................................................... 59
4.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ...... 59 4.3.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ............... 60 4.3.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............. 61
4.4 Keadaan Umum Perikanan ................................................................ 62 4.4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Blitar ............ 62 4.4.2 Keadaan Umum Perikanan Budidaya Kabupaten Blitar ........... 63 4.4.3 Keadaan Umum Perikanan Kecamatan Nglegok ..................... 65
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Program Minapolitan .................................................... 66
5.1.1 Sejarah Program Minapolitan ................................................... 66 5.1.2 Tingkat Kesiapan Progam Minapolitan ..................................... 68 5.1.3 Tahapan Pengembangan Kawasan Minapolian ....................... 70 5.1.4 Kegiatan Pendampingan Terhadap Program Minapolitan ........ 74 5.1.5 Kegiatan Minapolitan yang Telah Dilaksanakan ...................... 74 5.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Program Minapolitan .................... 83
5.2 Pengaruh Program Minapolitan .......................................................... 86 5.2.1 Pengaruh Terhadap Kondisi Ekonomi ...................................... 86 5.2.2 Pengaruh Terhadap Kondisi Sosial .......................................... 91 5.2.3 Pengaruh Terhadap Kondisi Budaya ....................................... 100
5.3 Kearifan Lokal Masyarakat ................................................................. 104 5.3.1 Kearifan Lokal Masyarakat ....................................................... 104
5.4 Model Pengelolaan Desa Wisata ...................................................... 106 5.4.1 Potensi Wisata Desa Penataran .............................................. 106 5.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Desa Wisaata ........ 115 5.4.3 Model Pengololaan Desa Wisata Berbasis Minapolitan dan Kearifan
Lokal ........................................................................................ 118
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 155 5.2 Saran ................................................................................................ 156
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 158
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Indikator Kesejahteraan Menurut Badan Pusat Statistik 2005 ............ 31 2. Indikator Tahapan Keluarga sejahtera Menurut BKKBN .................... 33 3. Jenis Dan Sumber Data Primer .......................................................... 45 4. Jenis dan Sumber Data Sekunder ...................................................... 46 5. Data penduduk berdasarkan jenis kelamin dan usia .......................... 59 6. Data Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ................................ 60 7. Data Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................. 61 8. Produksi Ikan Tangkap Laut Di Kabupaten Blitar ............................... 62 9. Produksi Ikan Konsumsi Di Kabupaten Blitar ..................................... 63 10. Produksi Ikan Hias Di Kabupaten Blitar .............................................. 64 11. Jumlah dan Nilai Produksi Budidaya Ikan di Kecamatan Nglegok ...... 65 12. Paket Kegiatan Minapolitan Pada Tahun 2011 ................................... 76 13. Paket Kegiatan Minapolitan Pada Tahun 2012 ................................... 77 14. Paket Kegiatan Minapolitan Pada Tahun 2013 ................................... 79 15. Paket Kegiatan Minapolitan Pada Tahun 2014 ................................... 81 16. Paket Kegiatan Minapolitan Pada Tahun 2015 ................................... 82 17. Pendapatan Pembudidaya Ikan Di Desa Penataran ........................... 89 18. Pendidikan Pembudidaya Dan Pendidikan Anak Pembudidaya ......... 95 19. Pengeluaran Pangan Dan Non Pangan ............................................. 98 20. Peningkatan Lahan Budidaya Ikan Koi Di Kecamatan Nglegok ........ 100
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Kerangka Berfikir Penelitian ......................................................... 41 2. Komponen dalam Analisa Data .................................................... 53 3. lustrasi Reduksi Data, display data dan verifikasi ......................... 56 4. Komplek Candi Penataran ......................................................... 107 5. Candi Brawijaya Penataran ........................................................ 108 6. Candi Naga Penataran ............................................................... 108 7. Candi Induk Penataran ............................................................... 109 8. Petritaan Penataran Dalam ........................................................ 109 9. Museum Penataran .................................................................... 110 10. Amphitheater Penataran ............................................................ 111 11. Kolam Renang Penataran .......................................................... 111 12. Petilasan Syech Subakir ............................................................ 112 13. Sumber Pacuh ........................................................................... 112 14. Purnama Seluring Penataran .................................................... 113 15. Penampilan Peniupan Seribu Seluring ...................................... 114 16. Penampilan Seni Tari Nusantara ................................................ 114 17. Penampilan Budaya dari Luar Negeri pada PSP ........................ 114 18. Kirap dan Upacara Tumpeng Agung Nusantara ......................... 115 19. Struktur Keorganisasian Pengelolaan Desa Wisata ................... 125 20. Konsep awal Wisata Di Kawasan Minapolitan ............................ 147 21. Model Pengelolaan Desa Wisata Penataran .............................. 149
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Denah Desa Penataran .............................................................. 161
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas 17.502
buah pulau, dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dengan luas wilayah
perikanan di laut sekitar 5,8 juta Km2, dimana terdiri dari perairan kepulauan dan
teritorial seluas 3,1 juta Km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(ZEEI) seluas 2,7 juta Km2. Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai
negara yang memiliki potensi sumber daya kelautan yang besar termasuk
kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar. Selain itu
pengperikanan tangkap di perairan umum seluas 54 juta hektar dengan potensi
produksi 0,9 juta ton/tahun. Budidaya laut terdiri dari budidaya ikan, budidaya
moluska, dan budidaya rumput laut, budidaya air payau/tambak sekitar 913.000
ha, dan budidaya air tawar terdiri dari perairan umum (danau, waduk, sungai, dan
rawa), kolam air tawar, dan mina padi di sawah. Besarnya potensi hasil laut dan
perikanan Indonesia mencapai 3000 triliun/tahun, namun hanya dimanfaatkan
sekitar 225 triliun atau sekitar 7,5%. Hal tersebut menunjukan bahwa perlu adanya
suatu cara untuk mengotimalkan pemanfaatan sumberdaya dan potensi yang
dimiliki indonesia.
Sumberdaya dapat dikatakan terkelola secara efektif dan efisien bila
sumber daya tersebut dapat memberikan dampak yang positif dan optimal
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sendiri
berkaitan erat dengan kondisi perekonomian di suatu wilayah. Bilamana
perekonomian suatu wilayah tumbuh secara baik, maka kesejahteraan
masyarakat akan semakin baik (Pike, et al., 2006). Dalam upaya mengoptimalakan
pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan untuk meningkatkan
2
perekonomian suatu wilayah, perlu adanya suatu usaha pengelolaan baik dari
masyarakat maupun dari pemerintah. Beberapa cara dalam pengelolaan sumber
daya alam, perikanan, kelautan maupun sosial budaya antara lain dengan
kegiatan pariwisata maupun program minapolitan.
Pariwisata merupakan salah satu cara pemanfaatan sumber daya yang
baik tanpa terlalu banyak merusak sumber daya tersebut, bahkan pariwisata dapat
menjadi langkah dalam menjaga sumberdaya agar lebih berkelanjutan. Pariwisata
juga menjadi sektor penting dalam pembangunan nasional indonesia. Hal tersebut
dikarenakan sektor pariwisata menjadi sumber devisa negara yang cukup besar
selain migas. Saat ini dan masa yang akan datang pariwisata diharapkan dapat
berkontribusi dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Salah
satu langkah dalam meningkatkan potensi sektor yaitu dengan memanfaatkan
potensi pariwisata yang ada saat ini sebaik mungkin dan menggali potensi-potensi
wisata lainnya yang belum termanfaatkan, selain itu juga meningkatan daya saing
pariwisata dengan pelayanan dan fasilitas yang cukup baik agar dapat menarik
wisatawan yang lebih banyak lagi.
Seiring berkembangnya jaman, minat wisatawan terhadap pariwisata telah
berubah, dari wisata konvensional beralih kepada pariwisata yang lebih ramah
lingkungan atau wisata yang menjaga alam, budaya dan wisata memiliki nilai
edukasi. Wisatawan saat ini tak hanya sekedar melihat keindahan alam dan
fasilitas wisata yang ditawarkan, namun juga melihat pada kenyaman pelayanan
yang ditawarkan, keluasaan dan intensitas interaksi wisatawan dengan lingkungan
maupun masyarakat lokal, serta input apa yang didapatkan setelah wisata
tersebut. Hal tersebut mendorong adanya pengelolaan maupun pembangunan
wisata yang lebih ramah lingkungan, menjaga keberlanjutan alam dan menjaga
nilai budaya serta memiliki nilai edukasi seperti ekowisata, agrowisata, wisata
budaya/sejarah, dan wisata edukasi.
3
Hector Caballos-Lascurain, seorang arsitek dan environmentalis Meksiko
menjelaskan bahwa ekowisata adalah perjalanan wisatawan menuju daerah
alamiah yang relatif belum terganggu atau terkontaminasi. Tujuan utama yakni
mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan alam dan kekayaan hayati
yang dikandungnya, seperti hewan dan tumbuhan, serta budaya lokal yang ada di
sekitar kawasan (Honey 1999, dalam Hakim 2004).
Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor:
KM.18/HM.001/MKP/2011, desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara
atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
Dalam menghilangkan rasa penat dan menenangkan diri sebagian besar
wisatawan dari perkotaan memilih berwisata kedaerah pedesaan yang masih asri
kondisi alam dan lingkungannya dan memiliki ciri khusus budaya yang berbeda
dari tempat lain atau dengan kata lain sering disebut dengan kearifan lokal. Para
wisatawan yang berwisata di desa wisata akan disuguhi ciri khusus desa tersebut,
baik sumber daya alam maupun sosial budaya yang sesuai dengan keinginan
wisatawan dimana mereka dapat menikmati, mengenal, menghayati dan
mempelajari kekhasan desa berserta segala daya tariknya. Berdasarkan hal
tersebut perlu adanya suatu pengelolaan desa wisata yang baik dan optimal, agar
sumber daya yang ada dapat lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat desa.
Secara umum kearifan lokal merupakan warisan yang diturunkan dari
nenek moyang yang digunakan sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku
dalam berinteraksi terhadap lingkungan dan alam sekitar. Kearifan lokal juga
sering dikonsepsikan sebagai pengetahuan setempat (local knowledge),
kecerdasan setempat (local genius), dan kebijakan setempat (local wisdom). Di
dalam UU RI No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, kearifan lokal dimaknai sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku
4
dalam tata kehidupan masyarakat yang antara lain dipakai untuk melindungi dan
mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010), Program
minapolitan merupakan suatu konsep pembangunanan wilayah dengan basis
perikanaan dan kelautan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya untuk
meningkatkan produksi serta nilai tambah. Dengan demikian konsep minapolitan
tersebut menggunakan pendekatan dan manajemen kawasan dengan prinsip-
prinsip intergrasi, efisiensi, kualitas dan keselerasi tinggi. Tujuan dari minapolitan
adalah untuk; 1) meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas, 2)
meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan dengan adil
dan merata, 3) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Berdasarkan tujuan tersebut kebijakan
program minapolitan menjadi suatu terobosan baru yang efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan program minapolitan dilakukan pada beberapa lokasi yang
diharapkan memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang lebih guna
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya minapolitan
sendiri terdiri atas 4 sektor yaitu; 1) minapolitan berbasis perikanan tangkap laut,
2) minapolitan berbasis budidaya, 3) minapolitan berbasis produk kelautan dan 4)
minapolitan berbasis perairan umum daratan. Secara keseluruhan kegiatan
perikanan berbasis budidaya di Indonesia memiliki peranan penting yaitu sebagai
ketahanan pangan, sumber pemenuhan protein masyarakat, dan sumber
lapangan perkerjaan serta sumber pendapatan daerah. Selain itu sektor
perikanaan budidaya kini juga dimanfaatkan sebagai ekowisata atau rekreasi.
Oleh karena itu sektor perikanan budidaya dipandang penting dan berpotensi
untuk turut serta dalam meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan
masyarakat.
5
Berdasarkan Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor
KEP.32/MEN/2010 dan didukung dengan adanya Keputusan Bupati Blitar Nomor
188/151/409.012/KPTS/2010, menetapkan Kabupaten Blitar sebagai salah satu
daerah yang dijadikan sebagai kawasan minapolitan. Pengembangan kawasan
minapolitan di Kabupaten Blitar diimplementasikan pada Kecamatan Nglegok
yang berfokus pada enam desa, yaitu Desa Kemloko, Desa Penataran, Kelurahan
Nglegok, Desa Bangsri, Desa Jiwut dan Desa Krenceng. Komonditas yang
menjadi unggulan di kawasan minapolitan Kabupaten Blitar adalah ikan hias koi
yang berpusat di tiga desa yaitu Kelurahan Nglegok, Desa Bangsri Dan Desa
Penataran.
Kecamatan Nglegok khususnya Desa Penataran ditunjuk sebagai
kawasan minapolitan tidak terlepas dari potensi perikanannya yang cukup besar.
Desa Penataran ditunjang oleh faktor geografis yang potensial karena terletak di
daerah lereng Gunung Kelud yang memiliki sumber air yang sangat baik untuk
budidaya air tawar, selain faktor tersebut Desa Penataran memiliki faktor sejarah
dan budaya yang menarik wisatawan yaitu, terdapatnya situs candi penataran
yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Hal tersebut juga menjadi
pertimbangan dalam melakukan penelitian di desa tersebut. Desa Penataran
mempunyai potensi hasil perikanan budidaya yang cukup besar diantaranya lele,
nila, gurami, patin dan juga memiliki komonditas unggulan hasil perikanan
budidaya yang menjadi ikon dari Kabupaten Blitar, yaitu komonditas ikan hias koi.
Dari analisis sektor unggulan Kecamatan Nglegok khususnya Desa Penataran
ditetapkan sebagai kawasan minapolitan dilihat dari hasil sektor perikanan yang
berpotensi besar dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Blitar.
Pembangunan kawasan minapolitan di Kabupaten Blitar khususnya Desa
Penataran ini diharapkan dapat menunjang perekonomian daerah dan
6
kesejahteraan masyarakat khususnya dalam segi kehidupan ekonomi dan sosial
budaya masyarakat.
Desa penataran merupakan desa yang memiliki sumberdaya alam maupun
sumberdaya budaya yang cukup baik. Sumberdaya alam dimaksudkan disini
adalah potensi perikanan yang cukup besar, sedangkan sumberdaya budaya yang
dimaksud adalah situs-situs sejarah yang merupakan peninggalan dari kerajaan
majapahit (candi penataran dan beberapa situs sejarah lainnya) yang menjadikan
desa ini sebagai desa wisata yang memiliki nilai edukasi. Dengan melihat kedua
potensi tersebut maka sangat tepat bila Desa Penataran dijadikan sebagai suatu
desa wisata yang memadukan antara potensi perikanan yang berkaitan dengan
program minapolitan dan keaifan lokal yang berkaitan dengan kebudayan
masyarakan desa. Mengingat tujuan dari pengelolaan desa wisata yaitu dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada di desa untuk dijadikan sektor pariwisata
guna meningkatkan perekonomian masyarakat, hal ini sejalan dengan tujuan
utama dari program minapolitan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berkaitan pada kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat.
Oleh karena itu peneliti disini akan membuat suatu model atau konsep yang
pengelolaan desa wisata yang memadukan antara pelaksanaan program
minapolitan dan kearifan lokal masyarakat Desa Penataran, Kecamatan Nglegok,
Kabupaten Blitar.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan program minapolitan di Desa Penataran, Kecamatan
Nglegok, Kabupaten Blitar?
7
b. Apa saja kearifan lokal masyarakat Desa Penataran, Kecamatan Nglegok,
Kabupaten Blitar?
c. Bagaimana model pengelolaan desa wisata dengan memadukan antara
pelaksanaan program minapolitan dengan kearifan lokal masyarakat?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini,
diantaranya sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi pelaksanaan program minapolitan berbasis budidaya ikan hias
koi di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.
b. Mengidentifikasi kearifan lokal masyarakat di Desa Penataran, Kecamatan
Nglegok, Kabupaten Blitar.
c. Menyusun model pengelolaan desa wisata dengan memadukan antara
pelaksanaan program minapolitan dengan kearifan lokal masyarakat.
1.4 Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi :
1. Lembaga Akademis (Perguruan Tinggi dan Mahasiswa)
a. Sebagai sarana informasi dan untuk menambah pengetahuan serta bahan
penelitian selanjutnya.
b. Sabagai bahan informasi mengenai model pengelolaan desa wisata
berbasis pada pelaksanaan program minapolitan dan kearifan lokal
masyarakat serta sebagai reverensi yang dapat digunakaan untuk
penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan desa wisata, pelaksanaan
program minapolitan dan kearifan lokal masyarakat.
8
2. Pemerintah
a. Sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan
pembangunan yang menyangkut kontinyuitas program minapolitan bagi
pembudidaya di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan
pengelolaan potensi pariwisata yang dimiliki Desa Penataran, Kecamatan
Nglegok, Kabupaten Blitar.
3. Masyarakat
a. Sebagai bahan informasi untuk melaksanakan program minapolitan dengan
baik agar lebih berdampak positif bagi pembudidaya.
b. Sebagai bahan informasi untuk pengelolaan desa wisata yang memadukan
antara potensi perikanan, pelaksanaan program minapolitan dan kearifan
lokal berdampak positif lagi bagi masyarakat.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Wardani (2008), menyatakan bahwa hasil penelitian terkait Model
Pengelolaan Desa Wisata Perkebunan Salak Pondoh Kembanggarum, Donokerto,
Turi, Sleman, dapat menerik wisatawan domestik maupun wisatawan asing, hal ini
disebabkan model pengelolaannya yang memadukan konsep wisata alam yang
berbasis pengelolaan pendidikan dan nuasa pedesaan yang masih asri. Desa
wisata ini pengelola menarik wisata dengan perkebunan salak pondoh yang
sangat luas dan tertata rapi serta aera permainan outbond yang terbesar di
Yogyakarta, selain itu wisatawan juga dapat melakukan kegiatan memancing ikan
di sungai sempor, maupun memancing ikan di dalam kolam yang telah disediakan.
Dalam pengelolaan desa wisata tidak terlepas dari peran serta masyarakat sekitar
desa dengan halaman rumah-rumah warga yang ditanami tanaman salak yang
menjadi daya tarik tersendiri, selain itu juga masyarakat yang masih menjaga adat-
istiadatnya dengan terdapatnya empat rumah tradisional jaya (2 buah rumah joglo
dan 2 buah rumah limasan), dan kenduri yang merupakan wujud syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, serta permohonan doa. Adat istiadat
lainya adalah upacara mitoni untuk peringatan tujuh bulan usia kehamilan dan
upacara wiwit yang telah ada dari jaman dahulu yang masih tetap dilestarikan oleh
masyarakat dan dilaksanakan sebelum panen raya. Jumlah kunjungan wisatawan
dari tahun ke tahun semakin bertambah sehingga menyediakan berbagai paket
wisata dan fasilitas seperti home stay, toilet, dan jasa pemandu wisata guna
meningkatkan kenyaman wisatawan.
Hastuti et al., (2013), menyatakan bahwa model pengembangan desa
wisata berbbasis kearifan lokal dapat mengetaskan kemiskinan di pedesaan.
Dalam penelitian ini untuk menyusun model pengembangan desa wisata dilakukan
10
dengan menganalisis profil kegiatan masyarakat serta menganalisis menganalisis
akses dan kontrol terhadap potensi setempat. Dari ketiga Desa yang diteliti yaitu
Desa Wisata Pentingsari, Srowolan, dan Brayut. Ketiga desa tersebut memiliki
ptensi fisik dan non-fisik yang mendukung pengembangan desa wisata. Potensi
fisik meliputi, keindahan pemandangan alam, keberadaan akses jalan yang
mudah, berbagai obyek yang dimiliki wisata masing-masing desa. Sedangkan
potensi non-fisik berupa karakteristik responden, yang meliputi kelompok umur,
pendidikan,mata pencaharian, pendapatan. Kearifan lokal dan kegiatan wisata
dari ketiga tersebut dikemas dalam paket wisata, seperti bercocok tanam secara
tradisional dan belajar kesenian jawa dan pemanenan buah salak yang diawali
dengan upacara tertentu. Dalam pengembangan desa wisata keramahan dalam
menjamu wisatawan sangat mempengaruhi kepuasaan wisatawan, sehingga
keterlibatan masyarakat desa sangat penting. Dari analisa Berdasarkan potensi
wilayah, kegiatan desa wisata, dan kearifan lokalnya dapat dibuat 3 (tiga) model
pengembangan desa wisata, yaitu: (1) Desa Wisata Pentingsari dijadikan alternatif
model pengembangan desa wisata alam, (2) Desa Wisata Srowolan dijadikan
alternatif model pengembangan desa wisata budaya, dan (3) Desa Wisata Brayut
dijadikan alternatif model pengembangan desa wisata alam dan budaya.
Pengembangan desa wisata ini memberikan dampak yang positif bagi kehidupan
masyarakat.
Zakiyah (2014), menyatakan bahwa Program Minapolitan di Kabupaten
Gresik dilaksanakan oleh Pemerintah guna mengelola budidaya tambak yang
berkelanjutan di bidang ekonomi, sosial-teritorial dan lingkungan. Program ini
diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dikawasan pesisir. Hasil
yang didapatkan dari penelitian ini didapatkan bahwa program minapolitan yang
dijalankan mengalami kegagalan dan tidak efektif dalam mewujudkan
pengembangan budidya tambak yang berkelanjutan. Hal ini disebabkan oleh tidak
11
adanya kesinambungan dan keseimbangan tiga aspek pembangunan
berkelanjutan (ekonomi, sosial-teritorial dan lingkungan). Sebuah program dapat
dikatakan berkelanjutan bila ketiga aspek tersebut terpenuhi dan dapat diterapkan
dengan seimbang. Pada penelitian ini berdasarkan hasil kuesioner untuk 137
petani tambak, dihasilkan skor rata-rata dari total indikator adalah 4,18, sehingga
dapat dikatakan bahwa dimensi ekonomi berada pada tingkat keberlanjutan 4, hal
ini berarti dimensi ekonomi mendekati keberlanjutan. Sedangkan dimensi sosial-
teritorial berdasarkan hasil perhitungan berada pada tingkat 3, yang berarti cukup
berkelanjutan, sehingga perlu adanya perbaikan pada program minapolitan yang
terkait dengan kondisi sosial-teritorial. Begitu pula dengan dimensi lingkungan
berada pada tingkat 2, yang berarti jauh dari keberlanjutan, hal ini dikarenakan
sangat sedikitnya program pemerintah yang berusaha untuk memperbaiki
lingkungan. berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa program
minapolitan di Kabupaten Gresik kurang berjalan dengan baik.
Vidianti (2015), menyatakan program minapolitan yang dilaksanakan
terjadi perbedaan terhadap perbandingan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan
masyarakat pembudidaya pada saat sebelum dan sesudah program dilaksanakan.
Peningkatan terhadap produksi ikan akan berpengaruh terhadap pendapatkan
masyarakat. Meskipun dalam penelitiannya produksi ikan masyarakat berfluktuasi,
namun penurunan produksi tidak serendah sebelum adanya program minapolitan.
Dilihat dari segi sosial setelah adanya program minapolitan semakin terjalin
interaksi dalam lapisan masyarakat. Dari penelitian tersebut juga dapat diketahui
tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu kesejahteraan tinggi sebesar 51,51%,
kesejahteraan sedang sebesar 48,49%, dan kesejahteraan rendah sedesar 0%.
Dari persentase tersebut tingkat kesejahteraan narasumber cukup baik setelah
adanya program minapolitan.
12
Puspaningtyas (2016), menyatakan bahwa pelaksanaan program
minapolitan di Kecamatan Wajak telah berjalan dengan baik meskipun terdapat
beberapa kekurangan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosial yang meliputi
perluasan jaringan pembudidaya yang berkembang, lapangan perkerjaan yang
meningkat, pandangan terhadap pendidikan yang meningkat, pola konsumsi dan
produktivitas lahan juga meningkat. Sedangkan kondisi ekonomi pembudidaya
meliputi peningkatan volume produksi, penguasaan teknologi, perluasan informasi
yang meningkat, dan pendapatan pembudidaya yang meningkat pula serta
keberlanjutan usaha pun turut berkembang meskipun beberapa ada yang berhenti.
Program Minapolitan tersebut memberi dampak positif kepada para pembudidaya
dan masyarakat sekitar. Hal ini di sebabkan oleh adanya kegiatan dalam bidang
ekonomi, sosial dan kegiatan fisik lingkungan yang terlaksana. Berdasarkan
perhitungan kesejahteran rumah tangga pembudidaya dengan mengunakan
indikator BPS, rumah tangga dengan kesejahteraan tinggi sebanyak 7 orang
(87,5%) dan sekejahteraan sedang sebanyak 1 orang (12,5%).
2.2 Model dan Pengelolaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), model merupakan pola,
acuan, dan ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Dengan kata lain
model dapat diartikan sebagai rencana, representasi, atau deskripsi yang
menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa
penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket,
bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan, citra komputer), atau
rumusanmatematik.
Adisasmita (2011), menyatakan bahwa pengelolaan memiliki definisi yang
serupa dengan manajemen yaitu menggerakkan, mengorganisasikan, dan
mengarahkan usaha manusia untuk memanfaatkan secara efektif material dan
13
fasilitas untuk mencapai suatu tujuan. Pengelolaan tidak hanya melaksanakan
suatu kegiatan, akan tetapi merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi fungsi-
fungsi manajemen, seperti fungsi perencanaan, pergerakan, dan pengawasan
dalam mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.
2.3 Desa Wisata
Menurut Yoeti (1996), desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang
memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di
kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih
asli. Selain itu, terdapat beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem
pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Di luar
faktor-faktor tersebut, sumber daya alam dan lingkungan yang masih asli dan
terjaga merupakan salah satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan
wisata.
Menurut Hadiwijoyo (2012), dalam menetapkan suatu kawasan sebagai
desa wisata terdapat beberapa persyaratan diantaranya, sebagai berikut:
1. Aksesibilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan
menggunakan berbagai jenis alat transportasi,
2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan
lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata,
3. Masyarakat dan aparat desanya meerima dan memerikan dukungan yang
tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya,
4. Keamanan desa wisata terjamin,
5. Tersedia akomondasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai,
6. Iklim desa wisata mendukung (sejuk atau dingin),
7. Berhubungan dengan obyek wisata yang mudah dikenal masyarakat luas.
14
Hadiwijoyo (2012) juga mengemukakan dua konsep penting yang harus
terdapat didalam desa wisata, antara lain:
1. Akomondasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atas
unit-unit yang berkembang atau konsep tempat tinggal penduduk,
2. Aktraksi : seluruh kehidupan penduduk desa sehari-hari dan setting fisik lokasi
desa yang memungkinkan berintegrasi wisata sebagai partisipasi aktif seperti
kursus tari, bahas, membatik, dan sebagainya yang lebih spesifik.
Hadiwijoyo (2012), menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan desa
wisata terdapat beberapa tujuan, antara lain :
1. Mendukung program pemerintah dala pembangunan kepariwisataan dengan
menyediakan obyek wisata alternatif,
2. Menggali potensi desa untuk pembangunan masyarakat sekitar desa wisata,
3. Memperluas lapangan perkerjaan dan lapangan usaha bagi penduduk,
sehingga dapat meningkatkann kualitas dan kesejahteraan kehidupan
masyarakat. Dengan demikian akan terjadi pemerataan pembangunan
ekonomi di daerah,
4. Mendorong orang-orang kota yang secara ekonomi relatif lebih baik, agar
senang pergi ke desa untuk berekreasi (ruralisasi),
5. Menimbulkan rasa bangga bagi penduduk desa untuk menetap di desanya,
sehingga urbanisasi dapat dikurangi,
6. Mempercepat berbaurnya antara orang-orang non pribumi dengan penduduk
pribumi,
7. Memperoleh persatuan bangsa, sehingga bisa mengatasidisintegrasi.
15
2.4 Ekowisata
Definisi ekowisata berbeda dengan pariwisata lainnya, sebab sifat dari
ekowisata dikondisikan untuk mendukung kegiatan konservasi sumberdaya.
Definisi ekowisata selalu berfokus pada “wisata yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan”. Selanjutnya, banyak masukan dari para ahli untuk memperbaiki
definisi tersebut, diantaranya “memberi dampak langsung terhadap konservasi
kawasan”, “berperan dalam usaha-usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat
lokal”, dan sebagainya. Sehingga ekowisata dapat didefinisikan sebagai kegiatan
wisata yang bertanggung jawab terhadap keberlanjutan lingkungan, yang memberi
dampak secara langsung terhadap konservasi lingkungan dan berperan dalam
usaha pemberdayaan perekonomian masyarakat lokal (wonder 2000, dalam
Hakim 2004).
Menurut Wearing dan Neil (1999) dalam Hakim (2004), ide-ide ekowisata
berkaitan dengan wisata yang diharapkan dapat mendukung konservasi
lingkungan hidup. Sebab tujuan ekowisata adalah menciptakan sebuah kegiatan
industri wisata yang mampu memberikan peran dalam konsevasi lingkungan
hidup, seringkali ekowisata dirancang sebagai wisata yang berdampak rendah
(Low Impact Tourism). Dalam menjawab maksud tersebut, ekowisata
dikarakterisasikan dengan adanya beberapa hal, sebagai berikut:
1. Adanya manajemen lokal dalam pengelolaan,
2. Adanya produk perjalanan dan wisata yang berkualitas,
3. Adanya penghargaan terhadap budaya,
4. Pentingnya pelatihan-pelatihan
5. Bergantung dan berhubungan dengan sumber daya alam dan budaya,
6. Adanya integrasi pembangunan dan konservasi.
Marta Horney dalam Buku Ecotourism and Sustainable Development: Who
Owns Paradise (1999), memberikan kriteria-kriteria sebuah aktivitas ekowisata.
16
Dalam aktivitasnya, ekowisata harus menjawab dan menunjukkan parameter
berikut (Hakim, 2004):
1. Perjalanan ke kawasan alamiah,
2. Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan rendah,
3. Membangun keperdulian terhadap lingkungan,
4. Memberi dampak keuntungan ekonomi secara langsung bagi konservasi,
5. Memberikan dampak keuangan dan pemberdayaan masyarakat,
6. Adanya penghargaan terhadap budaya setempat,
7. Mendukung hak asasi manusia dan gerakan demokrasi.
Dalam penelitian ini konsep pariwisata yang akan diteliti adalah konsep
ekowisata yang berwawasan pendidikan dan budaya masyarakat setempat.
Diharakan melalui penelitian ini ditemukan suatu konsep pengelolaan desa wisata
yang memadukan potensi sumberdaya alam (potensi perikanan) dan
sumberdaya budaya (kearifan lokal yang dimiliki masyarakat). Sehingga
terciptalah suatu model pengelolaan desa wisata berkonsep ekowisata yang
memiliki nilai pendidikan dan budaya.
2.5 Kearifan Lokal
2.5.1 Pengertian Kearifan Lokal
Istilah kearifan (wisdom) secara estimologi berarti kemampuan seseorang
dalam menngunakan akal pikirannya untuk menyikapi suatu kejadian, objek atau
situasi. Sedangkan istilah lokal, disini menunjukan ruang interaksi dimana
peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dari dua istilah tersebut dapat diefinisikan
bahwa kearifan lokal merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan
dengan alam dan lingkungan sekitarnya, yang dapat bersumber dari nilai agama
adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat, yang terbangun
17
secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya (Wikantiyoso dan Tutuko, 2009).
Secara umum kearifan lokal muncul melalui proses internalisasi yang
panjang dan berlangsung terus-menerus sebagai akibat interaksi anatara
manusia dengan lingkungannya. Proses evolusi yang panjang ini bermuara pada
munculnya sistem nilai yang terkistalisasi dalam bentuk hukum adat,
kepercayaan dan budaya setempat. Secara substansial kearifan lokal merupakan
norma yang berlaku dalam masyarat yang diyakini kebenarannya dan menjadi
acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Oleh karena itu, sangat
beralasan jika Geertz mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang
menentukan hartat dan martabar manusia dalam berkomunikasinya (Wikantiyoso
dan Tutuko, 2009).
2.5.2 Bentuk dan Tipologi Kearifan Lokal
Menurut Wikantiyoso dan Tutuko (2009), dalam kenyataanya norma-
norma masyarakat tradisional yang menjadi basis bagi berkembangnya kearifan
dapat ditentukan dalam berbagai bentuk produk budaya seperti nyanyian, kidung,
pepatah, sesanti, petuah, semboyan, serta kitab-kitab kuno seperti primbon atau
catacan yang dijadikan acuhan hukum adat atau pedoman oleh masyarakat
tradisional. Secara subtansi kearifan lokal dapat berupa aturan mengenai 1)
kelembagaan dan sanksi sosial, 2) ketentuan tentang pemanfaatan ruang dan
perkiraan musim untuk bercocok tanam, 3) pelestarian dan perlindungan terhadap
kawasan sensitif, serta 4) bentuk adaptasi dan mitigati tempat tinggal terhadap
iklim, bencana atau ancaman lainnya. Dalam konteks kelembangaan hampir
disetiap daerah mengenal adanya sistem organisasi adat seperti Dalian Natolu di
Sumatera Utara, Negari di Sumantera Barat, Kraton dan Kasunanan di Jawa,
Banjar di Bali dan sebagainya. Sistem kelembagaan ini secara khusus mengatur
menegenai struktur hiraki sosial serta kewenangan ketua adat dalam pengambilan
18
keputusan yang ada selain itu kelembangaan tersebut juga seringkali mengatur
mengenai sanksi serta denda sosial bagi pelanggar peraturan dan hukum adat
tertentu. Sedangkan dalam konteks pemanfaatan ruang, di beberapa daerah
seperti Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua umumnya memiliki
aturan mengenai penggunaan ruang adat termasuk batas teritori wilayah,
penempatan hunian, penyimpanan logistik, aturan pemanfaatan air untuk
persawahan atau pertanian hingga bentuk-bentuk rumah tinggal tradisional.
Di daerah Tasikmalaya – Jawa Barat terdapat sebuah Kampung Budaya,
yaitu Kampung Naga, dimana masyarakatnya sangat teguh memegang tradisi
serta falsafah hidupnya yang mencakup tata wilayah (peraturan pemanfaatan
lahan), tata wayah (pengaturan waktu penamanfaatan), dan tata lampah
(pengaturan perilaku/perbuatan). Untuk kegiatan bercocok tanam dalam rangka
penyediaan sumber pangan, beberapa aturan adat di daerah juga memiliki tentuan
menganai kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam serta sistem
penanggalan tradisional yang dapat memperkirakan kesesuaian musim untuk
berbagi kegiatan pertanian seperti Pranoto Monggo di masyarakat Jawa atau
Subak di Bali. Selain hal tersebut, kearifan lokal juga mengatur konteks konservasi
atau mengatur tentang perlindungan terhadap lingkungan hidup terutama sumber-
sumber air seperti mata air, sungai dan danau/situ. Di Provinsi Sumantera Barat
yang sering juga disebut sebagai Ranah Minang, terdapat beberapa kearifan lokal
yang berkaitan dengan pengelolaan hutan, tanah, dan air seperti Rimbo Larangan,
Banda Larangan, Tabek Larangan, Mamutiah Durian, Parak serta Goro Basamo.
Sedangkan dalam konteks adaptasi dan migigati terhadap iklim tropis, bencana
dan ancaman binatang buas, masyarakat tradisional telah mengembangkan
berbagai bentuk arsitektur rumah tradisional seperti rumah adat batak, rumah
gadang, rumah joglo, rumah panjang, rumah toraja, dan rumah adat lainnya yang
19
dapat memberikan perlindungan dan ramah terhadap lingkungan (Wikantiyoso
dan Tutuko, 2009).
2.6 Program Minapolitan
2.6.1 Definisi Program Minapolitan
Minapolitan terdiri dari kata mina yang berarti ikan atau perikanan dan
politan yang berarti kawasan atau kota, sehingga minapolitan dapat diartikan
sebagai kota perikanan atau kawasan perikanan. Menurut definisi minapolitan
adalah kawasan perikanan yang tumbuh dan berkembang dengan berjalan sistem
dan usaha perikanan yang mampu melayani dan mendorong kegiatan perikanan
di suatu wilayah. Minapolitan merupakan proses secara dinamis yang melibatkan
peran dari berbagai sektor secara terintegrasi dengan tujuan menjadikan kota kecil
mandiri dalam perekonomian dimana objek penggeraknya dibidang perikanan
secara berkelanjutan. Menurut KEPMEN KP No. 12 Tahun 2010 tentang kebijakan
minapolitan diperlukanan persyaratan untuk menjadi kawasan minapolitan yaitu
kominditas unggulan, masterplan, fasilitas pendukung, letak geografis, komitmen
Pemerintah daerah dan lain-lain. Adanya persyaratan-persyaratan itu untuk
meningkatkan produksi dan nilai tambah produk serta pengembangan kawasan
ekonomi kelautan dan perikanan untuk menggerakkan ekonomi di daerah itu
sendiri (Wiadnya, 2011).
Minapolitan merupakan suatu konsep pengembangan kawasan yang
bertumpu pada keunggulan potensial suatu daerah. Pengembangan minapolitan
disuatu wilayah agar menjadi pusat pertumbuhan perekonomian daerah, regional,
dan nasional, memerlukan harmonisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Harmonisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkaitan
dengan: 1) komitmen pembiayaan, personil, dan fasilitas, pemilihan komonditas
unggulan yang bernilai ekonomi tinggi, lokasi strategis yang merujuk kepada
20
komoditas unggulan, 2) kesesuaian lokasi dengan rencana strategis, rencana tata
ruang wilayah, dan rencana program investasi daerah, 3) ketersediaaan unit
produksi, pengolahan, pemasaran dan unit pendukung lainya, 4) permodalan,
penyuluhan dan pelatihan, serta ketersediaan data informasi potensi. Minapolitan
merupakan revetalisasi sentra produksi perikanan dan kelautan yang merujuk
kepada eksistensi kegiatan hulu-hilir (produksi, pengolahan, pemasaran, jasa,
dan/atau kegiatan lainnya) (Pramoda, 2012).
Pembangunan minapolitan berdasar pada penguatan sinergi antara
pertumbuhan ekonomi dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta usaha
menemukan teknologi ramah lingkungan agar kelestarian lingkungan tetap
terjaga. Penyebab perkembangan dan pembangunan sumber daya perikanan dan
kelautan belum optimal dan berkelanjutan yaitu belum adanya perencanaan suatu
program yang komprehensif, intergrasi, dan berkelanjutan. Pengembangan
kawasan minapolitan diarahkan pada pemberdayaan masyarakat dengan
memberikan peran optimal kepada masyarakat dengan tujuan meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu program minapolitan
tetap terjaga kelestarian lingkungan sehinggan sumber daya perikanan dapat
dimanfaatkan oleh generasi berikutnya (Sugiarti, 2013).
2.6.2 Syarat-Syarat Pengembangan Minapolitan di Kementerian Kelautan
dan Perikanan
Menurut Purnomo et al., (2011), KKP (Kementerian Kelautan dan Perikan)
telah mengidentifiksi beberapa persyaratan dari program minapolitan. Adapun
persyaratan tersebut antara lain, yaitu:
1. Kesesuaian dengan rencana strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
dan/atau Rencana Zonasi Pengolalaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP-3-K) kabupaten/kota, serta Rencana Pengembangan Investasi Jangka
Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan,
21
2. Keberadaan komonditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan
nilai ekonomi tinggi,
3. Letak geografi kawasan yang stategis dan secara alami memenuhi
persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan,
4. Keberadaan unit produksi, pengolahan dan/atau pemasaran dan jaringan
usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan/atau memasarkan yang
terkonsentrasi di suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi,
pengolahan, dan/atau pemasaran yang saling terkait,
5. Ketersediaan fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar,
permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan/atau
pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan
dan pelatihan,
6. Kelayakan lingkungan, yang diukur berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya
kerusakan pada lokasi di masa depan,
7. Adanya komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan personil dan fasilitas
pengolahan dan pengembangan minapolitan,
8. Keberadaan kelembangaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di
bidang kelautan dan perikanan,
9. Ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan.
2.6.3 Tujuan dan Sasaran Program Minapolitan
Menurut Purnomo, et al., (2011), program minapolitan memiliki tujuan
dalam pelaksanaannya. Adapun tujuan dari program minapolitan yaitu :
a. Meningkatkan produksi, produktifitas, dan kualitas.
b. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan yang
adil dan merata.
22
c. Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
di daerah.
Setiap kebijakan yang diimplementasikan pasti mempunyai beberapa
sasaran yang hendak dicapai. Sasaran program minapolitan telah dicantumkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
PER.12/MEN/2010 yaitu :
a. Sasaran pertama: “meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat kelautan
dan perikanan skala kecil”, yang mencakup; 1) penghapusan atau
pengurangan beban biaya produksi, pengeluaran rumah tangga, dan pungutan
liar, 2) mengembangkan sistem produksi kelautan dan perikanan skala mikro
dan kecil, 3) penyediaan dan distribusi sasaran produksi tepat guna dan murah
bagi masyarakat, 4) pemberian bantuan teknis dan permodalan, 5)
pembangunan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran produk kelautan dan perikanan.
b. Sasaran kedua: “meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan
perikanan skala menengah keatas sehingga berdaya saing tinggi”, yang
mencangkup: 1) deregulasi usaha kelautan dan perikanan, 2) pemberian
jaminan keamanan dan keberlanjutan usaha dan investasi, 3) penyeselesai
hambatan usaha dan perdagangan (tarif dan non-tarif barries), 4)
pengembangan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran, dan 5) pengembangan sistem insentif dan disintensif
ekspor-impor kelautan dan perikanan.
c. Sasaran ketiga: “meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi
penggerak ekonomi regional dan nasional”, yang mencangkup 1)
pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah, 2)
pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan di daerah sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi lokal, 3) revitalisasi sentra produksi, pengolahan
23
dan/atau pemasaran sebagai penggerak ekonomi masyarakat, 4),
pemberdayaan kelompok usaha kelautan dan perikanan di sentral produksi,
pengolahan, dan/atau pemasaran.
2.6.4 Tingkat Kesiapan Pelaksanaan Program Minapolitan
Menurut Aswana (2013), tingkat kesiapan pelaksanaan program
minapolitan mengacu pada kondisi enam pilar pembangunan minapolitan yang
ada di kawasan tersebut. Adapun enam pilar pembangunan minapolitan yaitu :
1. Perkembangan infrastruktur merupakan kondisi sarana dan prasarana baik
fisik maupun non fisik yang mendukung berjalanya program minapolitan di
kawasan tersebut.
2. Kondisi Masyarakat dan bisnis merupakan objek dalam pelaksanaan program
minapolitan, dimana kesejahteraan mereka harus ditingkatkan. Dalam
kawasan minapolitan indentifikasi masyarakat sangat penting, yaitu terkait
bagaimana masyarakat memanfaatkan sumberdaya yangada serta kemajuan
masyarakat dalam hal bisnis.
3. Sumber daya dan tata ruang merupakan modal utama dalam penetapan dan
pengembangan program manapolitan. Penetapan komoditas unggulan dalam
program manapolitan ditentukan berdasarkan sumber daya. Hal ini
dikarenakan komoditas unggulan harus sesuai dengan potensi sumberdaya
yang ada dikawasan tersebut agar memiliki daya saing yang menimbulkan
dampak positif jika dikembangkan dengan skala ekonomi sesuai dengan tata
ruang dan tujuan untuk meningkatkan masyarakat setempat.
4. Kelembagaan merupakan kondisi yang menggambarkan sejauh mana
kelembagaan berperan dalam pelaksanaan program minapolitan. Lembaga
dalam hal ini merupakan lembaga formal maupun lembaga non formal. Fungsi
dari lembaga dalam program minapolitan yaitu untuk penerapan minabisnis
pada kawasan minapolitan baik terkait input, proses, output, maupun lembaga
24
perilaku utama maupun lembaga penunjang yangberkaitan dengan proses
produksi dan nilai tambah produk.
5. Aspek teknologi merupakan aspek penting dalam mencapai tujuan dari
program minapolitan, penggunaan teknologi bermaksud untuk teknologi
produksi, pasca produksi, dan distribusi hasil perikanan untuk mendorong
efisiensi ekonomi dan daya saing produk perikanan.
6. Aspek kebijakan dan pemerintah yang bermaksud adalah berkaitan dengan
kebijakan pemerintah dan tata kelola tentang program minapolitan agar
berjalan secara kondusif sehingga tercipta kemandirian kawasan tersebut.
Penataan ruang sesuai dengan fungsi keruangan dan keterkaitan fungsional
suatu kawasan minapolitan.
2.6.5 Pelaksanaan Program Minapolitan
Menurut Wisakti (2008), pelaksanaan kebijakan merupakan upaya
transformasi keputusan kedalam bentuk pelaksanaan. Keputusan dalam sebuah
kebijakan setidaknya mengandung 3 hal, yaitu: 1) adanya tujuan yang jelas, 2)
sasaran dari program, dan 3) strategi pencapaian tujuan program tersebut.
Pelaksanaan program tidak hanya dilakukan untuk tujuan tertentu. Pelaksanaan
program merupakan keseluruhan tindakan yang telah diharapkan maupun yang
tidak diharapkan. Dalam pelaksanaan kebijakan/program dipengaruhi oleh
beberapa variabel antara lain:
a. Komunikasi yaitu proses penyampaian informasi mengenai kebijakan dari
pelaksanaan tingkat atas kepada pelaksana tingkat bawah.
b. Struktur birokrasi mencakup struktur pemerintahan, tugas dan fungsi serta
koordinasi yang dilakukan.
c. Sumber daya merupakan sumber daya alam yang ada, sumber daya manusia,
informasi, dan sarana prasarana yang ada dalam suatu kawasan sebagai
tempat pelakasanaan kebijakan.
25
d. Disposisi merupakan sikap dan komitmen pelaksana kebijakan.
2.7 Minapolitan Perikanan Budidaya
Minapolitan Perikanan Budidaya (MPB) merupakan kawasan yang
dikhususkan untuk pengembangan ekonomi berbasis pada kegiatan perikanan
budidaya. Jenis usaha perikanan budidaya meliputi budidaya kolam, budidaya
keramba, budidaya tambak, dan mina padi. Dalam mengembangkan suatu
kawasan minapolitan perikanan budidaya memiliki beberapa landasan kerja
(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009).
Adapun landasan kerja pengembangan perikanan budidaya, antara lain
sebafgai berikut (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009):
1. UU Penataan Ruang No.26/2007, yang juga mengatur Kawasan Agropolitan,
Bab 1 Ketentuan Umum Nomor 24, pasal 51 ayat 1 dan 2
2. Sembilan Butir Kesepakatan Temu Koordinasi Agropolitan/Minapolitan di
Kaliurang, 14 Desember 2007
3. Penyataan Bersama Sarasehan Nasional Agropolitan/Minapolitan dihadapan
5 Menteri Di Magelang 15 Desember 2007
4. SK Pembentukan Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan
Keputusan Mentan Nomor: 467/KPTS/OT.160/8/2008
5. Hasil Audiensi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Se-Indonesia dengan
Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian tentang Kebijakan Pembangunan Infrastruktur
Perikanan di Ruang Rapat Graha Swala Jakarta 19 Maret 2008
6. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.41/MEN/2009 tentang
Penetapan Lokasi Minapolitan
7. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No.KEP.45/DJ-PB/2009
tentang Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Minapolitan.
26
Pengembangan kawasan minapolitan budidaya bertujuan untuk
menjadikan kegiatan perikanan budidaya menjadi sektor dan mendorong
pengembangan kawasan budidaya yang telah tumbuh secara alamiah melalui
dukungan pengembangan kawasan minapolitan. Konsep pengembangan
infrastruktur kawasan minapolitan diutamakan pada daerah-daerah yang telah
terdapat kegiatan usaha budidaya, sehingga infrastruktur yang dibangun akan
dapat menjadi pendorong bagi kegiatan budidaya yang sudah ada.
Pengembangan kawasan ini dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai
instansi dalam pengembangan kawasan minapolitan seperti: DJCK-PU. Pemda
Kabupaten/Kota dan sektor terkait lainnya (Direktorat jenderal perikanan
Budidaya, 2009).
2.7.1 Indikator Kinerja Program Minapolitan Budidaya
Menurut KKP, (2010) Program Minapolitan mempunyai indikator kinerja
utama dalam setiap jenis minapolitan. Adapun indikator kinerja utama jenis
minapolitan budidaya yaitu :
a. Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas unggulan.
b. Peningkatan multiplier effect kegiatan ekonomi.
c. Peningkatan jumlah dan kualitas sarana produksi dan sistem cara budidaya
ikan yang baik (CBIB).
d. Pengawaian pengembangan sistem budidaya untuk menjamin peningkatan
produksi dan produktivitas.
27
2.7.2 Syarat-Syarat Program Minapolitan Budidaya
Menurut Purnomo, et al., (2011), Program minapolitan perikanan budidaya
memiliki beberapa persyaratan yang menopang berjalannya budidaya. Adapun
syarat-syarat dalam program minapolitan perikanan budidaya antara lain:
1. Keberadaan sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk
pengembangan budidaya perikanan yang komonditasnya mempunyai pasar
dan memungkinkan untuk diversifikasi usaha dari komoditas unggulan,
2. Keberadaan sarana dan prasarana minabisnis yang memadai untuk
mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis perikanan berbasis
budidaya, misalnya: jaringan irigrasi, balai pengembangan teknologi budidaya,
lembanga keuangan, kelembangaan pembudidaya, dan penyuluh,
3. Keberadaan sarana dan prasarana umum yang memadai yaitu jaringan
transpotasi, jaringan listrik, telekomunikasi, dan air bersih,
4. Keberadaan sarana dan prasarana kesejahteraan sosial yang memadai
seperti pendidikan, kesehatan, dll,
5. Kondisi yang memungkinkan budidaya yang tidak mengganggu kelestarian
lingkungan hidup terjaga dengan baik.
2.8 Perikanan Budidaya
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004, Perikanan adalah segala
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan
serta lingkungannya mulai dari pra-produksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran yang dilakukan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Sektor
perikanan terdiri dari beberapa sub-sektor yang meliputi sub-sektor perikanan
tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan.
Budidaya merupakan suatu kegiatan perikanan yang bertujuan untuk
mengembangbiakkan ikan dari benih hingga menjadi indukan yang sudah
28
dibuatkan tempat tersendiri dengan adanya campur tangan manusia. Budidaya
tidak hanya memelihara ikan di kolam empang, akuarium, sawah dan sebagainya,
namun juga mengusahakan perikanan di danau, sungai, waduk ataupun laut.
Kegiatan perikanan budidaya terbagi menjadi tiga bagian diantaranya
pembenihan, pendederan dan pembesaran (Mutaqin, 2016).
2.9 Identifikasi Dampak Program Minapolitan
Pelaksanaan program minapolitan disuatu kawasan pastinya akan
menimbulkan suatu dampak tersendiri bagi kehidupan masyarakat pembudidaya
maupun masyarakat umum pada kawasan tersebut. Untuk mengetahui dampak
positif dan negatif dari program minapolitan terhadap masyarakat, maka perlu
diketahui definisi dari dampak. Soekarwati (1995), menyatakan bahwa dampak
atau impact merupakan akibat dari suatau kegiatan misalnya kegiatan
pembangunan yang dapat berakibat baik (positif) dan buruk (negatif) yang
keduanya perlu untuk diperhitungkan. Dalam perkiraan dampak perlu memahami
beberapa faktor yang dijadikan acuhan yaitu pendidikan, pendapatan dan
pengeluaran, kependudukan dan tenaga kerja, ketersediaan sumber daya serta
potensi pasar.
Menurut Pramoda dan Wardono (2012), program minapolitan dilaksanakan
untuk menggiatkan perekonomian daerah melalui pembangunan pilar
infrastruktur, masyarakat dan bisnis, sumber daya dan tata ruang, kelembagaan,
teknologi, serta kebijakan dan governance. Keterpaduan pembangunan semua
pilar, dilakukan untuk mengembangakan ekonomi kerakyatan yang bertumpu
kepada mekanisme pasar. Pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya
perikanan, berorientasi untuk mengggali keunggulan kompetitif produk budidaya,
olahan, dan hasil tangkapan besarnya potensi sumber daya perikanan yang
29
dikelola dan dimanfaatkan, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan
kesejahteraan masyarakat perikanan (pembudidaya, nelayan, dan pengelah).
2.10 Konsep Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat Pembudidaya Ikan
Menurut Rosyidi (2005), istilah ekonomi berasal dari kata yunani yaitu
Oikos Nomos. Dimana “oikos” yang berarti keluarga atau rumah tangga dan
“nomos” yang berarti peraturan, aturan, hukum. Oleh karena itu istilah ekonomi
diterjemahkan sebagai Management Of Household Or Estate (tata laksana rumah
tangga atau pemilikan). Pada saat itu istilah ekonomi tidak mencangkup bidang
luas yang luas, hanya sekadar tata laksana rumah tangga. Mencakupi kebutuhan
rumah tangga itulah yang menjadi masalah ekonomi yang utama. Kondisi ekonomi
masyarakat pembudidaya ikan pada penelitian ini yaitu infaktruktur, volume
produksi pembudidaya, penguasaan teknologi pembudidaya, perluasaan
informasi, pembudidaya, pendapatan pembudidaya, kelanjutan usaha
pembudidaya dan bisnis serta pemasaran.
Menurut Soekarto (2012), Istilah sosial pada ilmu-ilmu sosial mempunyai
arti yang berbeda dengan istilah sosialisme atau istilah sosial pada departemen
sosial. Istilah sosial pada ilmu-ilmu sosial menunjuk pada objeknya, yaitu
masyarakat. Sedangkan sosialisme merupakan suatu ideologi yang berpojok pada
prinsip pemilikan umum (atas alat-alat produksi dan jasa-jasa dalam bidang
ekonomi). Sementara istilah sosial pada Departemen Sosial menunjukkan pada
kegiatan-kegiatan di lapangan sosial. Artinya kegiatan-kegiatan yang ditujukan
untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam
bidang kesejahteraan, seperti misalnya tuna karya, tuna susila, lansia, yatim piatu
dan lain sebagainya, yang ruang lingkupnya adalah perkerjaan ataupun
kesejahteraan sosial. Kondisi sosial dari masyarakat pembudidaya ikan pada
penelitian ini, yaitu: kelompok sosial pembudidaya, jaringan pembudidaya,
30
lapangan perkerjaan, pendidikan, kesehatan, pola konsumsi pembudidaya, dan
produktivitas lahan pembudidaya.
Menurut E.B. Tylor (1871) dalam Soekarto (2012), menyatakan bahwa
kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencangkup semuanya yang
didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang
normatif, yang berarti mencakup segala cara-cara atau pola-pola berfikir,
merasakan, dan bertindak. Kondisi sosial budaya masyarakat pembudidaya ikan
koi pada penelitian ini yaitu: kepercayaan masyarakat, sistem religi (upacara adat)
dan kebiasaan-kebiasaan pembudidaya.
Menurut Koentjaraningrat (2009), masyarakat adalah kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat yang bersifat
kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa indentitas bersama. Masyarakat pada
penelitian ini adalah Masyarakat Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten
Blitar yang melakukan budidaya ikan hias koi.
Menurut BPS (2005), pengertian rumah tangga usaha perikanan adalah
rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola
usaha perikanan dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual.
Dalam penelitian ini rumah tangga perikanan menurut jenis perkerjaan utamanya
yaitu rumah tangga usaha budidaya ikan hias di Desa Penataran Kecamatan
Nglegok Kabupaten Blitar. Peneliti menggunakan alat indikator BPS (2005) untuk
lebih mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya.
31
2.11 Indikator Kesejahteraan Masyarakat
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2005), tingkat kesejahteraan
masyarakat dapat diketahui dengan mengunakan 8 indikator, yaitu aspek
pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal,
fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapat
pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, dan
kemudahan mendapat transportasi. Rincian penilaian kesejahteraan menurut
Badan Pusat Statistik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Indikator Kesejahteraan Menurut Badan Pusat Statistik 2005
No Indikator Kesejahteraan Kriteria Skor
1 Pendapatan Tinggi (> Rp. 10.000.000,-) Sedang (Rp. 5.000.000. – Rp. 10.000.000) Rendah (< 5.000.000)
3 2 1
2 Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga
Tinggi (> Rp. 5.000.000) Sedang (Rp. 1.000.000 – Rp. 5.000.000) Rendah (< Rp. 1.000.000)
3 2 1
3 Keadaan tempat tinggal
Atap : genteng (5), asbes (4), seng (3), sirap (2), daun (1)
Dinding : tembok (5), setengah tembok (4), kayu (3), bambu kayu (2), bambu (1).
Status rumah : milik sendiri (3), sewa (2), numpang (1).
Lantai : porselin (5), ubin (4), plaster (3), papan (2), tanah (1).
Permanen (11-15) Semi permanen (6-10) Non permamen (1-5)
3 2 1
4 Fasilitas tempat tinggal
Perkarangan : luas (>100m2), sedang (50-100m2), sempit (<50 m2)
Hiburan : tv (3), tape (2), radio (1)
Pendingin : lemari es (3), kipas angin (2), alam (1)
Sumber penerangan : listrik (3), petromak (2), lampu temple (1)
Bahan bakar : gas (3), minyak tanah (2), kayu (1)
Lengkap (34-44) Cukup (23-33) Kurang (12-22)
3 2 1
32
Sumber air : PAM (6), sumur bor (5), sumur (4), mata air (3), air hujan (2), sungai (1)
MCK : kamar mandi (4), kamar mandi umum (3), sungai (2), kebun (1)
5 Kesehatan anggota keluarga Bagus (<50%) Cukup (25% - 50%) Kurang (>25%)
3 2 1
6 Kemudahan mendapat pelayanan kesehatan
Jarak rumah sakit terdekat : 0 km (4), 0,01-3 km (3), >3 km (2), jauh (1)
Jarak poliklinik terdekat : 0 km (4), 0,01-3 km (3), > 3 km (2), jauh (1)
Biaya berobat : terjangkau (3), cukup (2), jelek (1)
Penanganan obat : baik (3), cukup (2), jelek (1)
Alat kontrasepsi : mudah (3), cukup (2), sulit (1)
Mudah (16-20) Cukup (11-15) Sulit (6-10)
3 2 1
7 Kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan
Biaya sekolah : terjangkau (3), cukup (2), sulit (1)
Jarak sekolah : 0 km (4), 0,01-3 km (3), > 3 km (2), jauh (1)
Prosedur penerimaan : mudah (3), cukup (2), sulit (1)
Mudah (7-9) Cukup (5-6) Sulit (3-4)
3 2 1
8 Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi
Ongkos dan biaya : terjangkau (3), cukup (2), sulit (1)
Fasilitas kendaraan : tersedia (3), cukup (2), sulit (1)
Kepemilikan : sendiri (3), sewa (2), ongkos (1)
Mudah (7-9) Cukup (5-6) Sulit (3-4)
3 2 1
Sumber : BPS, 2005
Kriteria untuk masing-masing klasifikasi sebagai berikut :
Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 20-24
Tingkat kesejahteraan sedang : nilai skor 14-19
Tingkat kesejahteraan rendah : nilai skor 8-13
33
Selain mengunakan indikator dari BPS (Badan Pusat Statistika), untuk
mengetahui dan menganalisis tingkat kesejahteraan juga dapat menggunakan
indikator dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). BKKBN
mendefinisikan kemiskinan berdasarkan konsep/pendekatan kesejahteraan
keluarga, yaitu dengan membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu
Keluarga Prasejahtera (KPS), Keluarga Sejahtera I (KS-I), Keluarga Sejartera II
(KS-II), Keluarga Sejahtera III (KS-III), dan Keluarga Sejahtera Plus (KS-Plus).
Dalam BKKBN terdapat beberapa faktor yang menjadi indikator yaitu 1)
pemenuhan kebutuhan dasar, 2) pemenuhan kebutuhan psikologi, 3) kebutuhan
pengembangan, dan 4) kebutuhan aktualisasi diri dalam kontribusi bagi
masyarakat di lingkungannya. Didalam indikator BKKBN kategori penduduk yang
berada dalam taraf kemiskinan adalah KPS dan KS-I. Rincian penilaian
kesejahteraan menurut BKKBN dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Indikator Tahapan Keluarga Sejahtera Menurut BKKBN
Indikator Tahapan Keluarga Sejahtera
Klasifikasi Indikator Keluarga Sejahtera
1. Makan dua kali sehari atau lebih
2. Memiliki pakaian yang tersedia
3. Rumah yang ditempati mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik
4. Bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan
5. PUS ingin ber-KB ke sarana pelayanan kontrasepsi
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah
Kebutuhan Dasar (Basic Needs)
Keluarga Sejahtera I
Jika tidak dapat memenuhi satu atau lebih dari 6 indikator KS-I maka termasuk kedalam Keluarga Prasejahtera
7. Melaksanakan ibadah agama dan kepercayaan masing-masing
8. Paling kurang sekali seminggu makan daging/ikan/telur
Kebutuhan Psikologi (Psychological Needs)
Keluarga Sejahtera II
Jika tidak dapat memenuhi satu atau lebih dari 6 indikator KS-II maka termasuk ke dalam
34
9. Memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Luas lantai rumah paling kurang 8m2 untuk setiap penghuni rumah
11. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat
12. Ada anggota keluarga yang berkerja untuk memperoleh penghasilan
13. Seluruh anggota keluarga umur 10-16 tahun bisa baca tulisan latin
14. PUS dengan anak 2 atau lebih menggunakan alat kontrasepsi
Keluarga Sejahtera II
15. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama
16. Sebagaian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang maupun barang
17. Makan bersama paling kurang sekali untuk berkomunikasi
18. Mengikuti kegiatan masyarakat
19. Memperoleh informasi dari surat kabar, radio, TV, majalah
Kebutuhan pengembangan (Developmental Needs)
Keluarga Sejahtera III
Jika tidak dapat memebuhi satu atau lebih dari 5 indikator KS-III maka termasuk ke dalam Keluarga Sejahtera III
20. Memberikan sumbangan materil secara teratur
21. Aktif sebagai pengurus Organisasi Kemasyarakat
Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Esteem)
Keluarga Sejahtera III Plus
Jika tidak dapat memenuhi satu atau lebih dari 2 indikator KS-III plus makan termasuk ke dalam KS-III plus
Sumber : BAPERNAS, 2010
35
2.12 Kerangka Pemikiran
Kabupaten Blitar merupakan kabupaten yang memiliki potensi perikanan
yang cukup besar, baik dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
Untuk memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki kabupaten blitar guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Kementerian Kelautan dan Perikanan
membuat keputusan KEP.32/MEN/2010 dan didukung dengan adanya Keputusan
Bupati Blitar Nomor 188/151/409.012/KPTS/2010, menetapkan Kabupaten Blitar
sebagai salah satu daerah yang dijadikan sebagai kawasan minapolitan. Program
minapolitan yang diterapkan adalah minapolitan budidaya yang berpusat di
Kecamatan Nglegok, salah satunya di Desa Penataran. Hal tersebut dikarenakan
pada Desa Penataran memiliki komonditas unggulan ikan koi dan sumber daya
alam yang melimpah, selain itu desa ini juga memiliki situs sejarah yang menjadi
kekayaan budaya yang mendukung untuk pelaksanaan program minapolitan dan
pengelolaan desa wisata.
Dalam penelitian ini membahas tentang pengaruh program minapolitan
berbasis budidaya ikan koi terhadap kondisi ekonomi dan sosial budaya
masyarakat dan model pengelolaan desa wisata di Desa Penataran. Adapun
rincian kondisi ekonomi masyarakat pembudidaya ikan koi dalam penelitian ini,
meliputi :
1. Infrastruktur
Dengan adanya program minapolitan diharapkan infrastuktur Desa
Penataran dapat dibangun dan memadai sehingga segala kegiatan masyarakat
pembudidaya maupun masyarakat sekitar dapat berjalan dengan lancar. Dengan
berjalan lancarnya seluruh kegiatan masyarakat maka kegiatan perekonomian pun
dapat berjalan dengan baik.
36
2. Volume Produksi Pembudidaya
Dengan adanya program minapolitan pembudidaya mendapat bantuan
modal baik benih, indukan, maupun pakan dari pemerintah dan juga penambingan,
penyuluhan serta pelatihan budidaya. Hal tersebut diharapkan dapat
meningkatkan produksi pembudidaya dan meningkatkan kualitas ikan hasil
budidaya, karena penambahan bantuan berupa input faktor produksi akan
menambah output atau hasil produksi.
3. Penguasaan Teknologi Pembudidaya
Penguasaan teknologi yang dimaksud adalah penguasaan teknologi yang
berkaitan dengan teknologi yang digunakan dalam sistem input, proses, maupun
output produksi. Dimana dengan adanya teknologi tersebutdapat mempermudah
proses produksi maupun perkerjaan pembudidaya sehingga biaya produksi dapat
diturunkaan dan keuntungan dapat meningkat.
4. Perluasaan Informasi Pembudidaya
Dengan adanya program minapolitan, diharapkan perluasan informasi
pembudidaya baik dalam informasi terkait sistem produksi yang tepat dan benar
maupun informasi pasar juga meningkat. Dikarenakan hubungan interaksi yang
terjalin antara pembudidaya dengan pembudidaya lainya, pembudidaya dengan
pihak input, dan pembudidaya dengan sumber informasi terkait program
minapolitan hal ini menyebabkan informasi yang didapatkan pembudidaya
meningkat.
5. Pendapatan Pembudidaya
Dengan adanya program minapolitan berdampak pada peningkatan
volume produksi dan penurunan biaya produksi mempengaruhi pendapatan
pembudidaya. Hal ini dikarenakan melalui program minapolitan, pemerintah
memberikan bantuan kepada pembudidaya terkait modal, sarana, prasarana dan
pelatihan sehingga pendapatan pembudidaya menjadi meningkat.
37
6. Kelanjutan Usaha Pembudidaya Dan Bisnis
Dengan adanya program minapolitan yang didampingi oleh raiser ikan koi
Kecamatan Nglegok, diharapkan dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan
masyarakat, sehingga masyarakat dapat hidup mandiri dan tidak bergantung pada
bantuan pemerintah karena usaha budidaya berjalan lancar dan berkelanjutan.
7. Keberlanjutan Sistem Pemasaran
Melalui program minapolitan pemerintah juga memberi bantuan kepada
pembudidaya dengan mempromosikan hasil produksi ikan koi pada web resmi
pemerintah, serta mengadakan sebuah pameran ikan hias yang digunakan
sebagai ajang apresiasi kepada pembudidaya ikan koi dan juga sebagai promosi
hasil produksi ikan koi kepada konsumen atau para pencinta ikan koi, sehingga
pemasaran ikan koi dapat menjadi mudah dan keberlanjutannya dapat terjaga.
Rincian kondisi sosial masyarakat pembudidaya ikan koi dalam penelitian
ini, meliputi :
1. Kelompok Sosial Pembudidaya
Dengan adanya program minapolitan diharapkan masyarakat
pembudidaya memiliki kesadaran bersama untuk saling berinteraksi di dalam
suatu kelompok sosial seperti kelompok pembudidaya, kelompok perikanan
maupun kelompok pengemar ikan hias koi. Sehingga dengan adanya masyarakat
yang saling berinteraksi makan informasi terkait program minapolitan dapat
tersampaikan dan terserap oleh masyarakat dan kehidupan sosial mereka menjadi
lebih baik.
2. Jaringan Pembudidaya
Jaringan yang dimaksud adalah jaringan interaksi yang terjalin antara
pembudidaya dengan pembudidaya lainya, pembudidaya dengan pihak input, dan
pembudidaya dengan sumber informasi terkait program minapolitan seperti raiser
ikan hias koi Kecamatan Nglegok, DKP Kabupaten Blitar dan para penyuluh.
38
Dengan adanya program minapolitan ini diharapkan hubungan interaksi semua
pihak dapat berkembang menjadi lebih baik.
3. Lapangan Perkerjaan
Dengan adanya pengelolaan desa wisata dengan memadukan kearifan
lokal dan program minapolitan ini diharapkan angka pengangguran di Desa
Penataran dan sekitarnya dapat berkurang, sebab dengan program ini masyarakat
diharapkan dapat berwirausaha sehingga terciptalah lapangan perkerjaan baru
untuk para angkatan kerja.
4. Pendidikan
Dengan adanya program minapolitan diharapkan pandangan orang tua
akan pentingnya pendidikan bagi keluarganya meningkat. Sehingga orang tua
akan menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang cukup tinggi dan masalah
finansial terkait biaya pendidikan tidak menjadi permasalahan.
5. Kesehatan
Kesehatan disini dimaksudkan adalah tingkat kesehatan keluarga
pembudidaya. Diharapkan setelah adanya progam minapolitan kesadaran akan
hidup sehat dan kesehatan masyarakat dapat meningkat serta hal yang terkait
biaya kesehatan tidak menjadi permasalahan bagi masyarakat pembudidaya.
6. Pola Konsumsi Pembudidaya
Pola konsumsi dalam suatu masyarakat dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi dan lingkuangan. Keadaan ekonomi masyarakat pembudidaya atau
rumah tangga pembudidaya yang meningkat akibat adanya program minapolitan
dapat memingkatkan pola konsumsi pembudidaya. Hal ini sesuai dengan teori
konsumsi dimana bila pendapatan keluarga meningkat maka konsumsi keluarga
juga akan meningkat.
39
7. Produktivitas Lahan Pembudidaya
Dengan adanya program minapolitan ini, diharapkan masyarakat semakin
memiliki keinginan untuk melakukan budidaya ikan koi, sehingga lahan-lahan
perkarangan rumah yang tidak digunakan dan kebun-kebun sebelumnya kurang
produktif dapat termanfaatkan secara optimal.
Sedangkan rincian kondisi budaya masyarakat pembudidaya ikan koi
dalam penelitian ini, meliputi :
1. Kepercayaan Masyarakat
Dalam suatu masyarakat pastilah memiliki suatu kepercayaan yang telah
dipercayai secara turun menurun dari nenek moyang mereka, kepercayaan ini
tertanam dengan kuat dalam kehidupan masyarakat, sehingga menjadikan
masyarakat lebih tertutup akan adanya hal-hal baru. Kepercayan masyarakat disini
sering berkaitan dengan pengkeramatan sesuatu seperti sumber air atau suatu
kawasan tertentu. Hal tersebut sering menyebabkan masyarakat kurang aktif
terhadap perubahan baru yang coba dilakukan oleh pemerintah. Dalam penelitian
ini diharapkan dengan adanya program minapolitan tidak bertentangan dengan
kepercayaan masyarakat.
2. Sistem Religi
Sistem religi merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat, sistem
rerili disini berwujud upacara adat atau upacara agama yang dilakukan oleh
masyarakat. Dengan adanya program minapolitan diharapkan dapat menjaga dan
melestarikan sistem religi yang ada didalam masyarakat. Dalam penelitian ini
diharapkan program yang ada akan mendukung pelestarian adat-istiadat
masyarakat pembudidaya dan program tidak bertentangan dengan sistem religi
yang ada. Sehingga kebudayaan masyarakat dapat berkembang dan kehidupan
masyarakat dapat berjalan dengan baik.
40
3. Kebiasaan-Kebiasaan Pembudidaya.
Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud disini adalah kebiasaan
pembudidaya yang telah dilakukan secara berulang dan berkelanjutan. Salah satu
kebiasaan masyarakat yang ada setelah pelaksanaan program minapolitan adalah
pameran dan perlombaan ikan koi yang memberi dampak yang positif pada
pembudidaya ikan.
41
Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian
KEP.32/MEN/2010 dan Keputusan
Bupati Blitar Nomor
188/151/409.012/KPTS/2010
Potensi Perikanan Blitar
Program Minapolitan
Desa penataran, Kecamatan
Nglegok
Budidaya
Ekonomi
1. Infaktruktur, 2. Volume produksi 3. Penguasaan
teknologi, 4. Perluasaan
informasi, 5. Pendapatan 6. Kelanjutan usaha
dan bisnis 7. Pemasaran.
Sosial
1. Kelompok sosial 2. Jaringan pembudidaya, 3. Lapangan perkerjaan, 4. Pendidikan 5. Kesehatan, 6. Pola konsumsi 7. Produktivitas lahan
Budaya
1. Kepercayaan masyarakat,
2. Sistim religi (upacara adat)
3. Kebiasaan pembudidaya.
Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap
Model Pengelolaan Desa
Wisata
42
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Juni 2017. Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar, Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar,
Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa
Timur. Penentuan tempat penelitian di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok,
Kabupaten Blitar berdasarkan pada potensi pariwisata di desa ini karena adanya
situs candi peninggalan Kerajaan Majapahit, dan potensi sektor perikanan
budidaya di Blitar yang tergolong potensional, serta keputusan Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI yang menyatakan bahwa Kabupaten Blitar merupakan
kawasan percontohan pengembangan kawasan minapolitan di Provinsi Jawa
Timur dan satu-satunya daerah dengan komoditas unggulan ikan hias. Dengan
adanya fakta tersebut diharapkan program minapolitan ini dapat berjalan secara
optimal dan memberi dampak yang positif kepada masyarakat pembudidaya. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang model pengelolaan desa wisata yang
berbasis pada pelaksanaan program minapolitan dan kearifan lokal masyarakat di
Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif atau penelitian yang mengunakan metode deskriptif. Menurut Nazir
(2014), penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-
masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat dan
43
situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-
sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Penelitian ini mengunakan metode deskriptif dengan tujuan hasil dari
penelitian dapat menggambarkan pelaksanaan program minapolitan yang
terdapat di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, pengaruh
progam minapolitan terhadap kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat
pembudidaya, faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program minapolitan,
pengelolaan desa wisata dan kearifan masyarakat.
3.3 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang ditelliti yang
berhubungan erat dengan perumusan masalah yang telah ditentukan pada model
pengelolaan desa wisata berbasis pada pelaksanaan program minapolitan dan
kearifan lokal masyarakat Desa Penataran, Kecamatan Nglegok. Dalam penelitian
ini objek yang diteliti adalah proses pelaksanaan program minapolitan, kearifan
lokal masyarakat dan pengelolaan wisata desa penataran, selain itu juga para
agen yang berperan dalam kegiatan tersebut, yaitu: pembudidaya yang tergabung
dalam program minapolitan, Sub-Raiser Ikan Hias Koi Kecamatan Nglegok
sebagai lembaga yang menaungi program minapolitan di Kecamatan Nglegok,
pihak Desa Penataran, pihak Pengelola Pariwisata Desa Penataran, Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Blitar dan juga pihak Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Blitar. Pembahasan tentang sektor wisata dan perikanan di
Kabupaten Blitar memiliki ruang lingkup yang begitu luas. Penelitian ini difokuskan
pada model pengelolaan desa wisata berbasis pelaksanaan program minapolitan
dan kearifan lokal masyarakat Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten
Blitar.
44
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi, wawancara,
kuesioner dan dokumentasi. Sedangkan data sekunder yang digunakan meliputi
data letak geografis dan topografis lokasi, keadaan umum masyarakat, profil
minapolitan, data produksi budidaya, data keadaan pariwisata, data pendukung
terkait program minapolitan dan pariwisata yang didapatkan dari Kantor Desa
Penataran, Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar, Dinas Kelautan Dan Perikanan
Kabupaten Blitar, Dinas Pariwisatadan Kebudayaan Kabupaten Blitar, buku,
penelitian terdahulu, dan jurnal ilmiah terkait. Uraian yang lebih jelas sebagai
berikut :
3.4.1 Data Primer
Indriantono dan Supomo (2009) dalam Purhantara (2010), data primer
adalah data yang diperoleh langsung dari subjek, dalam hal ini memperoleh data
atau informasi langsung dengan menggunakan instrumen yang telah ditetapkan.
Data primer dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan yang ditetapkan
sebelumnya. Data primer merupakan bagian integral yang diperlukan untuk
pengambilan suatu keputusan. Data primer dapat berupa opini subjek, hasil
observasi terhadap suatu kejadian serta hasil pengujian. Data primer dalam
penelitian ini diperoleh observasi, wawancara dan kuesioner.
45
Tabel 3. Jenis Dan Sumber Data Primer
No. Jenis Data Primer Sumber Data
1 ProgramMinapolitan a. Sejarah program minapolitan b. Proses pelaksanaan program
minapolitan ikan koi c. Faktor pendukung dan faktor
penghambat dalam pelaksanaan program minapolitan
d. Pegaruh program minapolitan
Wawancara dengan pihak Sub-Raiser Ikan Hias Koi dan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan serta masyarakat pembudidaya.
2 Pegaruh program minapolitan terhadap : a. Kondisi ekonomi b. Kondisi soaial dan budaya
masyarakat
Kepala Desa Penataran dan Masyarakat Pembudidaya
3 Kearifan Lokal Masyarakat Desa Penataran
Sub-Raiser Ikan Hias Koi, Pengelola pariwisata, Kepala Desa Penataran dan Masyarakat Pembudidaya
4 Keadaan Pariwisatan Desa Penataran a. Potensi pariwisata b. Proses pengelolaan pariwisata c. Faktor yang memepengaruhi
pariwisata
Pengelola pariwisata
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya berupa
data dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Data sekunder pada umumnya di peroleh
dari media-media atau sumber lain yang bukan di peroleh secara langsung di
lokasi penelitian (Azwar,2013). Adapun data sekunder di dalam penelitian ini
bersumber dari bahan studi pustaka, arsip data dari Kantor Desa Penataran,
Publish Online dari Badan Pusat Statistik, arsip data Sub-raiser Ikan Hias Koi dan
Dinas Kelautan dan Perikanan, serta arsip data dari Dinas Pariwisata Kabupaten
Blitar.
46
Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Sekunder
No. Jenis Data Sekunder Sumber Data
1 Peta Lokasi Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar
Kantor Desa Penataran
2 Letak Geografis dan Keadaan Tofografi Kantor Desa Penataran dan BPS
3 Keadaan Umum Masyarakat Kantor Desa Penataran dan BPS
4 Profil Program Minapolitan Sub-Raiser Ikan Hias dan, Dinas Kelautan dan Perikanan
5 Data Produksi Potensi Perikanan Desa Penataran
Sub-Raiser Ikan Hias dan, Dinas Kelautan dan Perikanan
6 Jumlah Produksi Pembudidaya Sub-Raiser Ikan Hias dan, Dinas Kelautan dan Perikanan
7 Data Keadaan Pariwisata Dinas Pariwisatan dan Kebudayaan, Pihak Pengelola Pariwisata Desa Penataran
6 Data Pendukung Terkait Program Minapolitan dan Pariwisata
Sub-Raiser Ikan Hias, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisatan dan Kebudayaan serta Pihak Pengelola Pariwisata Desa Penataran serta literatur.
3.5 Metode pengambilan sampel
3.5.1 Populasi dan sampel
Menurut Sugiyono (2014), dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan
populasi sebab penelitian kualitatif bermula dari kasus tertentu yang ada di situasi
sosial tertentu. Selain itu hasil pembahasanya pun tidak untuk diberlakukan ke
populasi, namun ditransferkan ke tempat lain yang mempunyai kesamaan situasi
sosial dengan kasus yang dipelajari. Sehingga dalam penelitian ini populasi
pembudidaya yang ada ditempat penelitian dijadikan sebagai sempel atau
narasumber. Dalam penelitian kualitatif penentuan sampel atau narasumber
berfungsi untuk mendapatkan informasi yang mendalam terkait bidang yang
47
diteliti. Oleh sebab itu, narasumber dalam penelitian kualitatif sebaiknya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Mereka merupakakan masyarakat Desa Penataran Kecamatan Nglegok.
2. Mereka yang memahami kearifan lokal di Desa Penataran Kecamatan
Nglegok.
3. Mereka menguasai atau memahami keadaan perikanan di Kabupaten Blitar,
khususnya di Desa Penataran Kecamatan Nglegok.
4. Mereka menguasai atau memahami keadaan pariwisata di Desa Penataran
Kecamatan Nglegok.
5. Mereka sedang terlibat dalam program minapolitan yang ada di Desa
Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
6. Mereka bersedia dan mempunyai cukup waktu untuk diwawancarai
7. Mereka tidak cenderung menyampaikan informasi menurut sudut pandangnya
sendiri.
3.5.2 Metode Pengambilan Sampel
Menurut sugiyono (2014), teknik pengambilan sampel atau teknik sampling
terdiri dari teknik propability dan teknik non probability sampling. Teknik probability
sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan non
probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel.
Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel atau teknik sampling
menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling, teknik ini
merupakan bagian dari teknik non propability sampling. Teknik purposive sampling
berarti memilih narasumber yang paham dan benar-benar mengetahui kerkait
pelaksanaan program minapolitan di tempat penelitian. Untuk mengetahui
48
pelaksanaan program minapolitan narasumber yang dipilih adalah mereka yang
dirasa dapat memberikan informasi yang mendetail terkait pelaksanaan program
minapolitan, kegiatan-kegiatan yang terdapat didalam program minapolitan dan
informasi terkait pengaruh program minapolitan terhadap kondisi sosial, ekonomi
dan budaya masyarakat pembudidaya, serta faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan program minapolitan. Pembudidaya yang dilakukan sebagai
narasumber adalah mereka yang telah mengikuti program minapolitan selama > 5
tahun dan mereka yang aktif dalam setiap kegiatan yang terdapat dalam program
minapolitan, selain itu pembudidaya yang telah berkeluarga dan memiliki anak
dijadikan sebagai narasumber dikarenakan peneliti memerlukan informasi yang
terkait kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Sedangkan untuk
mengetahui kearifan lokal dan pengelolaan pariwisata, narasumber yang dipilih
ada kepala desa dan penggelola pariwisata di Desa Penataran. Teknik snowball
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang awalnya berjumlah
sedikit, tetapi lama kelamaan akan menjadi banyak atau besar. Dalam penelitian
ini awalnya peneliti memperoleh dari Kepala Desa Penataran tentang
pembudidaya yang berpotensi menjadi narasumber, seiring dengan proses
penelitian, peneliti memperoleh informasi dari pembudidaya tentang orang yang
berpotensi menjadi narasumber selanjutnya. Jumlah narasumber atau informan
dalam penelitian ini tidak dibatasi hingga data yang diperoleh telah jenuh, atau
tidak terdapat penambahan informasi lagi. Narasumber yang diambil dalam
penelitian ini terdiri dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar,
pihak Dinas PORBUDPAR (Dinas Pemuda Olahraga kebudayaan dan Pariwisata),
pihak Sub-Raiser ikan hias koi Kecamatan Nglegok, Kepala Desa Penataran,
pengelola pariwisata dan para pembudidaya dan pihak-pihak yang bersangkutan
49
3.6 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode berikut:
3.6.1 Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan pengamatan terhadap obyek yang
dilakukan secara sistematis untuk memperoleh kejelasan data yang lebih akurat
mengenai fenomena-fenomena yang diteliti serta mengetahui hubungan antara
jawaban responden dengan kenyataan yang terjadi dilapang (Marzuki, 1983).
Observasi yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah dengan
melakukan pengamatan pada pelaksanaaan program minapolitan, kondisi
kawasan program minapolitan dan berbagai fasilitas penunjang yang ada pada
kawasan tersebut serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan
minapolitan, melakukan pengamatan terhadap pengaruh program minapolitan
terhadap kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat, melakukan pengamatan
tentang faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan
program minapolitan, melakukan pengamatan terhadap kearifan lokal masyarakat
dan potensi pariwisata di desa penataran, faktor yang mempengaruhi pengelolaan
desa wisata.
3.6.2 Wawancara
Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk tujuan suatu tugas
tertentu, mencoba mendapatkan keterangan dan pendirian secara lisan dari
seorang responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka. Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila penelitian ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga
apabila ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono,
2011).
50
Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini antara lain wawacara
secara langsung kepada informan. Informasi yang ingin diketahui terkait
pelaksanaan program minapolitan di wilayah penelitian, pengaruh program
minapolitan terhadap kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat
pembudidaya, faktor pendukung dan penghambat program minapolitan, kearifan
lokal masyarakat dan potensi pariwisata di desa penataran, faktor yang
mempengaruhi pengelolaan desa wisata.
Dalam penelitian ini wawancara yang dilakukan langsung kepada
pembudidaya dan kepada ketua kelompok perikanan Desa Penataran. Selain itu
juga melakukan wawancara kepada Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Blitar, ketua Sub-Raiser ikan hias Kecamatan Nglegok dan petugas
PPL sebagai pendamping program minapolitan di Desa Penataran serta guna
mengetahui pelaksanaan program minapolitan serta manfaat program minapolitan
yang dirasakan masyarakat.
Dalam wawancara terkait kearifan lokal masyarakat desa penataran
peneliti melakukan wawancara kepada Kepala Desa Penataran. Namum saat
melakukan wawancara peneliti diarahkan oleh kepala desa untuk melakukan
wawancara kepada Sekertari Desa Penataran. Hal ini dikarenakan sekertaris desa
lebih memahami terkait kearifan lokal yang berada di Desa Penataran.
Sedangkan wawancara guna memperoleh informasi terkait pengelolaan
wisata pengelolaan pariwisata, potensi pariwisata serta faktor yang mempengaruhi
pengelolaan pariwisata di Desa Penataran, peneliti melakukan wawancara kepada
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blitar, dari pihak Dinas
peneliti diarahkan untuk melakukan wawancara kepada Dewan Kesenian
Kabupaten Blitar terkait event ataupun pergelaran seni yang ada di Desa
Penataran dan juga melakukan wawancara kepada ketua LP2BN (Lembaga
Perlindungan dan Pelestari Budaya Nusantara) terkait event kirap dan upacara
51
tumpeng agung nusantara yang diadakan tiap tahunnya di Desa Penataran. Selain
itu peneliti juga melakukan wawancara kepada pengelola wisata yang ada di Desa
Penataran dan Saka Pariwisata yang merupakan Satuan Karya Pramuka di bidang
pariwisata guna memperoleh informasi lebih banyak.
3.6.3 Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukanan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden/narasumber untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan
diukur dan tahu apa yang diharapkan dari responden/narasumber. Selain itu,
kuesioner juga juga cocok digunakan bila jumlah responden/narasumber cukup
besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa
pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden
secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet (Sugiyono, 2015).
Dalam penelitian ini kuesioner yang diajukan adalah pertanyaan yang
diberikan kepada pembudidaya yang mengikuti program minapolitan, agar
pembudidaya atau responden memberi jawaban/informasi yang sesuai dengan
keadaan yang ada. Kuisioner digunakan untuk mengetahui jalannnya pengelolaan
pariwisata yang ada di Desa Penataran, kearifan lokal yang ada pada masyarakat,
program minapolitan, pengaruh program minapolitan terhadap ekonomi dan sosial
budaya masyarakat serta melihat kesejaheraan masyarakat karena program
minapolitan.
3.6.4 Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan pelengkapan dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian dari
observasi dan wawancara akan lebih kredibel atau dapat dipercaya bila didukung
dengan dokumen-dokumen. Penulis melakukan dokumentasi dengan cara
52
catatan, recording, foto dan mencari data yang telah terhimpun seperti peta
wilayah, mata pencaharian penduduk dan lain-lain (Sugiyono, 2011). Dalam
penelitian dokumentasi yang dilakukan yaitu memotret segala kegiatan dan
keadaan budidaya yang terdapat di Desa Penataran, potensi wisata yang ada,
event-event yang ada, kearifan lokal masyarakat dan semua hal yang berkaitan
dengan penelitian. selain itu juga merekam wawancara yang dilakukan kepada
narasumber.
3.7 Metode Analisa Data
Analisa data merupakan langkah yang sangat penting dalam sebuah
penelitian. Dalam penelitian analisa data digunakan untuk memecahkan masalah
yang ada guna mencapai tujuan akhir dari sebuah penelitian. Analisis data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapang dan dokumentasi. Analisis data kualitatif adalah
bersifat induktif, yaitu suatu analisa berdasarkan data yang diperoleh, namun
teknik analisa data ini yang digunakan belum ada pola yang jelas sehingga sering
mengalami kesulitan dalam menganalisis (Sugiyono, 2014).
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah
diperoleh dari berbagai sumber, yaitu observasi, wawancara dan dokumen-
dokumen. Berikut adalah langkah-langkah analisis data model Miles dan
Huberman (1984) dalam Sugiyono (2014) yaitu:
53
Gambar 2. Komponen Dalam Analisis Data
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan kegiatan yang mengacu pada proses
merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal penting, mencari
tema dan polanya. Data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data serta
mencarinya bila diperlakukan (Sugiyono, 2014).
Dalam tahap ini peneliti melakukan reduksi data terhadap hasil observasi
dan hasil wawancara di lapang. Hasil dari observasi yang telah dilakukan
digunakan untuk menambah informasi dan ilmu pengetahuan yang baru dalam
penelitian ini. Pernyataan narasumber dalam hasil wawancara yang berkaitan
dengan kajian penelitian dipisahkan dari informasi yang tidak sesuai dengan
penelitian.
Pada penelitian ini proses reduksi data diawalin dengan pembatasan
permasalahan penelitian dan membatasi pertanyaan-pertanyaan yang akan
ditanyakan dalam penelitian. Penelitian membatasi masalah pada pengelolaan
pariwisata, pelaksanaan program minapolitan dan kearifan lokal masyarakat Desa
Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
Data Display Data Collection
Coclusion Drawing Data Reduction
54
2. Penyajian Data
Menurut Sugiyono (2014) penyajian data dalam sebuah penelitian berisi
sekumpulan informasi tersusun dari narasumber. Melalui penyajian data, data
yang diperoleh dari narasumber akan terorganisasi dan tersusun dalam pola
hubungan, sehingga akan semakin mudah untuk dipahami. Selain itu, dalam
penelitian kualitatif lebih sering menyajikan data dalam bentuk teks yang bersifat
naratif.
Penyajian data dalam penelitian ini terdiri dari berbagai bentuk, yaitu
bentuk teks/narasi, gambar/skema maupun tabel sebagai pendukung narasi yang
disajikan. Dengan penyajian data dapat diketahui apa yang terjadi terhadap objek
yang diteliti dan memungkinkan untuk menganalisis dan mengambil tindakan.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat menjawab rumusan masalah
yang telah dirumuskan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum ada. Temuan tersebut berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas setelah diteliti akan
menjadi jelas (Sugiyono, 2014).
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi
tiga, yaiti: 1) model pengelolaan desa wisata, 2) kearifan lokal yang dimiliki
masyarakat, 3) pelaksanaan program minapolitan 4) pengaruh program
minapolitan terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berbasis
perikanan budidaya ikan hias koi, 5) faktor pendukung dan penghambat program
minapolitan. Selanjutnya penjabaran dari tahap redusi data, display data dan
verfikasi ditunjukkan pada Gambar 3 sebagai berikut ini.
55
Catatan Lapangan
1) Kondisi pariwisata di Desa Penataran. 2) Pengelolaan pariwisata Desa Penataraan. 3) Pihak yang terlibat dalam pengelolaan pariwisata. 4) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengelola dalam mengelola pariwisata. 5) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan pariwisata 6) Kearifan lokal masyarakat desa penatataran. 7) Pendampingan DKP terhadap pembudidaya. 8) Pembudidaya yang hanya berdomisili di Desa Penataran. 9) Pembudidaya memiliki anak yang sedang sekolah/telah menyelesaikan sekolah. 10) Pembudidaya senior atau yang telah berpengalaman ≥5 tahun dan Pembudidaya
junior yang berpengalaman ≤5 tahun 11) Pembudidaya yang tergabung dalam program minapolitan di Kecamatan Nglegok,
khususnya Desa Penataran. 12) Pembudidaya berasal dari Desa Penataran atau pendatang yang telah menetap
selama ≥ 5 tahun. 13) Pembudidaya yang aktif mengikuti program minapolitan di Desa Penataran. 14) Pelaksanaan program minapolitan di Desa Penataran Kecamatan Nglegok. 15) Pengaruh program minapolitan di Desa Penataran terhadap keadaan ekonomi
dan sosial budaya pembudidaya. 16) Faktor-faktor yang mempengaruhi program minapolitan. 17) Pembudidaya berdomisili selain di Desa Penataran Kecamatan Nglegok. 18) Pembudidaya yang belum/tidak memiliki anak. 19) Pembudidaya yang tergabung dalam program minapolitan Desa selain Desa
Penataran. 20) Pembudidaya bukan berasal dari Desa Penataran, pendatang sementara dari
daerah lain ataupun sekedar berkunjung 21) Pembudidaya yang kurang aktif mengikuti program minapolitan 22) Adanya program lain di Desa Penataran yang mempengaruhi keadaan ekonomi
dan sosial budaya pembudidaya.
Reduksi Data
Place
9. Kearifan lokal masyarakat. 10. Pengelolaan pariwisata Desa Penataran. 11. Kegiatan pendampingan DKP Kabupaten Blitar. 12. Kegiatan pendampingan Dinas Pariwisata dan kebudayaan. 13. Pelaksanaan program minapolitan di Desa Penataran
Kecamatan Nglegok. 14. Faktor-faktor yang mempengaruhi program minapolitan 15. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan pariwisata
2. Masyarakat Desa Penataran 3. Pihak yang terlibat dalam pengelolaan pariwisata 4. Pembudidaya memiliki anak yang sedang sekolah/telah
menyelesaikan sekolah. 5. Pembudidaya senior yang telah berbudidaya selama ≥ 5 tahun. 6. Pembudidaya yang tergabung dalam program minapolitan 7. Pembudidaya berasal dari Desa Penataran atau pendatang yang
telah menetap selama ≥ 5 tahun. 8. Pembudidaya yang aktif mengikuti program minapolitan
Actor
Activity
1. Desa Penataran
56
Gambar 3. Ilustrasi reduksi data, display data dan verifikasi.
Adapun cara pengukuran tingkat pendapatan, pengeluaran, kesehatan dan
pendidikan, peneliti menggunakan indikator BPS (Badan Pusat Statistik) tahun
2005 dan indikator dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)
tahun 2010. indikator BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2005 dengan pendekatan
delapan indikator keluarga sejahtera yaitu pendapatan, konsumsi atau
pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan
anggota keluarga, kemudahan mendapatkan, pelayanan kesehatan, kemudahan
memasukkan anak ke jenjang pendidikan, dan kemudahan mendapatkan fasilitas
transportasi. Sedangkan indikator dari BPS (Badan Pusat Statistika), dengan lima
tahapan kriteria keluarga sejahtera, yaitu Keluarga Prasejahtera (KPS), Keluarga
Sejahtera I (KS-I), Keluarga Sejartera II (KS-II), Keluarga Sejahtera III (KS-III), dan
Data Display
Activity
Actor
Place
Conclusion/Verification
1. Potensi dan pengelolaan desa wisata
2. Faktor yang mempengaruhi pengelolaan desa wisata
3. Kearifan lokal masyarakat
4. Pelaksanaan program minapolitan.
5. Pengaruh program minapolitan terhadap kondisi sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat berbasis perikanan budidaya.
6. Dampak positif dan negarif dari pelaksanaan program minapolitan
7. Faktor pendukung dan penghambat program minapolitan
8. Model pengelolaan Desa wisata berbasi pelaksanaan program minapolitan
dan kearifan lokal masyarakat
57
Keluarga Sejahtera Plus (KS-Plus). Dalam BKKBN terdapat beberapa faktor yang
menjadi indikator yaitu 1) pemenuhan kebutuhan dasar, 2) pemenuhan kebutuhan
psikologi, 3) kebutuhan pengembangan, dan 4) kebutuhan aktualisasi diri dalam
kontribusi bagi masyarakat di lingkungannya. Didalam indikator BKKBN kategori
penduduk yang berada dalam taraf kemiskinan adalah KPS dan KS-I.
58
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Desa Penataran
Penelitian ini dilakukan di Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten
Blitar Provinsi Jawa Timur. Nama penataran diilhami oleh adanya situs purbakala
berupa candi, candi tersebut merupakan peninggalan dari kerajaan majapahit,
pada jaman kerajaan majapahit selain digunakan sebagai tempat pemujaan, candi
ini juga digunakan sebagai tempat melatih atau menatar para punggawa kerajaan.
Seiring perkembangan jaman tempat menatar tersebut dinamakan penataran dan
komplek candi tersebut dinamakan candi penataran. Oleh adanya hal tersebut
desa tempat candi ini berdiri dinamakan desa penataran.
Desa Penataran terdiri dari tiga dusun, yaitu Dusun Pacuh, Dusun
Penataran, dan Dusun Sumber Ketek. Dalam rangka meminimalkan pelayanan
masyarakat ketiga dusun tersebut terbagi menjadi 17 Rukun Warga (RW) dan 53
Rukun Tetangga (RT). Desa ini memiliki 5 sumber mata air yaitu sumber pacuh,
sumber selatan candi, sumber glodok, sumber kecek dan sumber asem. Sumber
mata air ini digunakan warga untuk kebutuhan rumah tangga, perternakan,
pertanian dan perikanan.
4.2 Letak Geografis dan Keadaan Topografis
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok,
Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Desa Penataran terdapat di lereng gunung
kelud tepatnya di Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar dengan luas wilayah
mencapai 53.536 Ha. Letak geografis Desa Penataran berada pada 070 21’ -
07030’ Lintang Selatan dan 1100 10’ - 1100 40’ Bujur Timur. Desa Penataran
berdasarkan keadaan topograsi berada pada ketinggian 198 mdp, daerah ini
termasuk dataran rendah dengan iklim tropis dengan suhu udara cukup
59
hangatsekitar 240 - 370 C. Curah hujan pertahunnya rata-rata 2000 mm – 3000
mm, dengan curah hujan terbanyak terjadi pada bulan desember sampai bulan
April mencapai 405,04 mm.
Batas-batas Desa Penataran menurut administrasi adalah sebagai
berikut:
a) Sebelah Utara : Desa Sumber Asri
b) Sebelah Timur : Desa Modangan
c) Sebelah Selatan : Desa Kemloko dan Kelurahan/Kecamatan Nglegok
d) Sebelah Barat : Desa Kedawung
4.3 Keadaan Penduduk
4.3.1 Keadaan penduduk berdasarkan jenis kelamin dan usia
Desa Penataran merupakan daerah pemukiman yang cukup padat,
kawasan pertanian dan kawasan pariwisatan. Berdasarkan data yang diperoleh
Balai Desa Penataran tahun 2017, jumlah penduduk Desa Penataran terdiri dari
2.985 KK (Kepala Keluarga). Berikut ini data jumlah penduduk berdasarkan jenis
kelamin dan usia di Desa Penataran dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 5. Data penduduk berdasarkan jenis kelamin dan usia
No Usia Laki-laki Perempuan Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1 0-4 tahun 274 267 541 5.47
2 5-6 tahun 131 126 257 2.6
3 7-15 tahun 698 664 1362 13.77
4 16-21 tahun 407 392 799 8,08
5 22-59 tahun 2635 2578 5213 52.73
6 859 856 1715 17.35
Jumlah 5004 4883 9887 100%
Sumber : Kantor Desa Penataran, 2017
Dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Desa
Penataran didominasi oleh penduduk berusia antara 16-59 tahun dengan
60
persetasi 60.81%, dimana diusia ini termaksuk kedalam usia produktif. dilihat dari
hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Desa
Penataran cukup besar. Sedangkan sisanya merupaka penduduk yang berusia di
bawah 15 tahun dan diatas 60 tahun dngan persentasi 39.19%.
4.3.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Desa Penataran dalam segi ekonomi termasuk kedalam desa yang cukup
berkembang dan baik. Hal tersebut dikarenakan selain sebagai kawasan
pertanian, desa ini juga termasuk kawasan pariwisata yang cukup besar. Pada
masyarakat Desa Penataran dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangat
bervariasi, yaitu sebagai petani, jasa/perdagangan, sektor industri, dan lain-lain.
Adapun data jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 6. Data penduduk berdasarkan mata pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa/orang) Persentase (%)
1 Pertanian 2014 49.09
2 Perdagangan 142 3,46
3 Pemerintahan 82 2,00
4 Sopir/Angkutan 93 2,27
5 Jasa ketrampilan 21 0,51
6 Jasa lainnya 88 2,14
7 Sektor Industri 37 0,90
8 Sektor lainnya 1626 39.63
Total 4103 100%
Sumber : Kantor Penataran, 2017
Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebagian besar penduduk Desa
Penataran berkerja di sektor pertanian dengan total 2014 jiwa atau sekitar 49.09%
dan pada sektor lain sekitar 1626 atau 39,63%. Sedangkan sektor jasa atau
industri jumlahnya sangat kecil. Hal tersebut dikarenakan mayoritas lahan Desa
penataran dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan kawasan ini juga termasuk
kawasan pertanian yang cukup berkembang di Kecamatan Nglegok sehingga
sektor jasa dan industri lebih kecil dibandingkan sektor pertanian. Dari tabel
61
tersebut juga dapat dilihat bahwa angka pengangguran di Desa Penataran cukup
rendah. Bilamana dilihat dari data penduduk berdasarkan usia maka jumlah
penduduk usia 22-59 yang belum 589 orang dari jumlah sekitar 5213 orang.
Angka-angka inilah yang menjadi kisaran angka pengangguran di Desa
Penataran.
4.3.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Desa Penataran dalam segi pendidikan termasuk kedalam desa yang
cukup baik. Hal tersebut dikarenakan masyarakat mulai sadar akan pentingnya
pendidikan dan didukung dengan desa ini sebagai salah destinasi wisata di
kabupaten blitar. Keadaan penduduk Desa Penataran pada tingkat pendidikan
juga bervariasi. Berikut ini data jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
pada tabel berikut:
Tabel 7. Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa/Orang) Persentase (%)
1 Belum/Tidak sekolah 798 20.18
2 Belum Tamat SD 324 8.19
3 Tamat SD/Sederajat 1333 33.71
4 Tamat SMP/Sederajat 928 23.47
5 Tamat SMA/Sederajat 456 11.53
6 Tamat Perguruan/Akademi
462 4,1
TOTAL 3.954 100%
Sumber : Kantor Desa Penataran, 2017.
Dari hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk didominasi
oleh penduduk yang tingkat pendidikan SD dan SMP/Sederajat sebanyak 2261
orang dengan persentase sebesar 57.18%. Dari data tersebut juga dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan di Desa Penataran ini masih sedikit rendah
yaitu hanya mampu menyelesaikan wajib belajar 9 tahun, sehingga perlu adanya
arternatif maupun solusi untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada
sehingga lebih berkualitas dan dapat bersaing dalam dunia kerja.
62
4.4 Keadaan Umum Perikanan
4.4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Blitar
Kabupaten Blitar memiliki empat kecamatan yang menjadi wilayah pesisir.
Empat kecamatan ini cukup memberi pengaruh terhadap perikanan tangkap di
Kabupaten Blitar. Meskipun komonditas yang dihasilkan tidak semua bernilai
tinggi, namun potensi sektor ini cukup baik. Berikut ini adalah hasil perikanan
tangkap pada tahun 2016 :
Tabel 8. Produksi Ikan Tangkap laut di Kabupaten Blitar
No Jenis Produksi (Kg) Nilai (Rp)
1 Merah/Bambangan 17.700 452.000.000
2 Tongkol 370.500 2.576.851.000
3 Tenggiri 22.200 662.500.000
4 Pari 2.000 16.000.000
5 Selar 14.500 116.000.000
6 Kerapu 7.400 169.743.000
7 Kembung 18.100 141.550.000
8 Banyar 6.200 51.400.000
9 Layang 22.900 137.710.000
10 Udang Barong/Lobster 7.100 2.360.000.000
11 Lainnya 125.500 2.371.274.000
Jumlah 614.100 9.055.028.000
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar, 2017.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa produksi perikanan tangkap
di kabupaten blitar didominasi oleh ikan tongkol dengan jumlah produksi sebesar
370.500 Kg/Tahun dan nilai produksinya sebesar Rp. 2.576.851.000,-. Jumlah
produksi perikanan tangkap yang terendah adalah ikan pari dengan besar produksi
2000 Kg/Tahun dan nilai produksi sebesar Rp. 16.000.000,-. Hal ini dikarenakan
ikan tongkol merupakan ikan pelagis yang jumlahnya cukup besar diperairan
samudra hindia sehingga nelayan mudah untuk menangkapnya. Sedangkan untuk
ikan pari merupakan ikan jenis dermesal dimana hidupnya lebih banyak berada di
dasar laut, sehingga nelayan lebih sulit untuk menangkapnya.
63
4.4.2 Keadaan Umum Perikanan Budidaya Kabupaten Blitar
Potensi sektor perikanan budidaya di Kabupaten Blitar sangat menjanjikan.
Potensi perikanan budidaya, meliputi ikan konsumsi maupun ikan hias. Budidaya
ikan konsumsi di dominasi oleh ikan mas, nila, gurami, tawes, lele dan udang
vaname. Daerah pemasaran perikanan budidaya kabupaten blitar cukup luas,
selain pemasaran lokal, juga telah mencapai pemasaran regional dan nasional.
Berikut ini adalah tabel produksi ikan konsumsi di Kabupaten Blitar:
Tabel 9. Produksi ikan konsumsi di Kabupaten Blitar
No Media Jenis Ikan Volume (Ton) Nilai (Rp)
1 Kolam Mas 11,3 135.720.000
Nila 201,7 3.025.500.000
Gurami 6374,9 152.997.600.000
Tawes 2,7 32.400.000
Lele 9181,7 110.180.400.000
2 Sawah (Mina Padi) Nila 5,5 82.500.000
3 Jaring Apung Mas 3,5 41.400
Nila 55,7 835.500
Gurami 5,6 134.400
Tawes 2 24.000
4 Tambak
Udang Vaname
460 16.100.000.000
Jumlah 16.305 282.555.155.300
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar, 2017
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah produksi perikanan
budidaya di kabupaten blitar didominasi oleh produksi ikan lele dengan volume
produksi 9181,7 ton dan nilai sebesar Rp. 110.180.400.000,-, jumlah produksi
yang besar ini dikarenakan cara pemeliharaan lele yang lebih mudah dibandingkan
ikan jenis lain sehingga para pembudidaya lebih memilih membudidaya ikan jenis
ini. Jumlah produksi paling kecil adalal ikan tawes dengan produksi 4,7 ton dan
nilai sebesar Rp. 32.424.000,-, rendahnya produksi ikan jenis ini dikarenakan di
Kabupaten Blitar petani kurang menggemari burbudidaya tawes dan
konsumennya kurangn. Namun bila dilihat dari nilai produksi, ikan gurami memiliki
64
nilai produksi tertinggi dibandingkan dengan ikan lain dengan nilai
Rp.152.997.734.400,-, hal ini dikarenakan gurami termasuk ikan konsumsi yang
memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan ikan lele.
Sedangkan potensi perikanan budidaya ikan hias di Kabupaten Blitar
sangat baik. Produksi ikan hias ini bahkan mengungguli produksi ikan konsumsi.
Ikan hias yang di produksi didominasi oleh ikan koi, akara, barbir/sumantra,
gapi/komet, cupang/sedaker, lalia/sebra, manvis, moli, oskar, plati, rainbow/lowo,
dan ikan hias lainya. Pemasaran ikan hias ini cukup luas, selain menguasai pasar
lokal, regional maupun nasional, juga telah mencapai pasar internasional,
khususnya untuk ikan koi. Berikut ini adalah tabel produksi ikan hias di Kabupaten
Blitar:
Tabel 10. Produksi ikan hias di kabupaten Blitar.
No Jenis Produksi (Ekor) Nilai (Rp)
1 Koi 271.669.000 135.834.500.000,-
2 Akara 285.000 256.500.000,-
3 Barbir/Sumatra 359.000 484.650.000,-
4 Gapi/komet 1.242.000 621.000.000,-
5 Cupang/sedaker 332.000 1.726.400.000,-
6 Lalia/sebra 95.000 209.000.000,-
7 Manvis 99.000 326.700.000,-
8 Moli 189.000 28.350.000,-
9 Koki 62.000 775.000.000,-
10 Oskar 1.091.000 8.509.800.000,-
11 Plati 297.000 356.400.000,-
12 Rainbow/lowo 100.000 250.000.000,-
13 Ikan Hias Lain 2.037.000 6.518.400.000,-
Total 277.857.000 155.896.700.000,-
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar 2017
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa produksi ikan hias yang
paling besar adalah ikan koi dengan jumlah produksi sebesar 271.669.000 ekor
dan nilai produksi sebesar Rp. 135.834.500.000,-. Hal ini dikarenakan kabupaten
blitar merupakan sentral produksi koi di Propinsi Jawa Timur dan pada tahun 2010
65
telah ditetapkan menjadi kawasan minapolitan ikan hias koi yang bersentral di
Kecamatan Nglegok.
4.4.3 Keadaan Umum Perikanan Kecamatan Nglegok
Kecamatan Nglegok merupakan kawasan minapolitan kabupaten Blitar.
Pada tahun 2010 kawasan ini ditunjuk sebagai kawasan minapolitan ikan hias koi.
Sehingga jumlah pembudidaya ikan cukup banyak di daerah ini. Pembudidaya
biasanya membudidayakan ikan di kolam pekarangan rumah atau pun lahan
persawahan mereka. jumlah produksi ikan hias di kecamatan ini lebih besar
dibandingkan dengan ikan konsumsi. Berikut ini merupakan tabel jumlah produksi
dan nilai produksi budidaya ikan di Kecamatan Nglegok dari tahun 2011-2015 :
Tabel 11. Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Budidaya Ikan di Kecamatan Nglegok tahun 2011-2015.
Uraian Jenis Ikan
Konsumsi Hias
Produksi (Ton)
2011 425,1 74796,3
2012 425,2 91940,3
2013 448,0 110964,0
2014 430,0 122867,6
2015 - -
Nilai Produksi (Juta Rp)
2011 7784,7 367543,8
2012 7892,7 439641,6
2013 6292,1 534032,0
2014 13287,0 72612,5
2015 22946,6 75191,7
Sumber : BPS 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa harga atau nilai produksi ikan
hias mengalami penurunan mulai pada tahun 2014, namun bila dilihat dari volume
produksinya masih tetap tinggi. Dengan adanya penurunan harga ikan hias maka
terjadi kenaikan harga ikan konsumsi, meskipun jumlah produksi ikan konsumsi
menurun.
66
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pelaksanaan Program Minapolitan
5.1.1 Sejarah Program Minapolitan
Desa Penataran secara tofografi desa ini terletak dilereng gunung kelud
dan sebagian besar potensi lahannya sebagai lahan pertanian atau perkebunan,
sehingga besar penduduk berkerja sebagai petani. Karakteristik lahan desa ini
cenderung basah karena berada dilereng pengunungan yang memiliki sumber air
yang cukup banyak, hal tersebut menjadikan daerah ini cukup cocok untuk sektor
perikanan. Kemudian pada awal tahun 1880-an masyarakat mulai mengenal
usaha perikanan yaitu dengan berbudidaya ikan konsumsi maupun hias
dipekarangan rumah maupun lahan yang mereka miliki. Awalnya kegiatan
budidaya ini hanya sebagai sampingan maupun dikonsumsi sendiri. Kemudian
pada tahun 1990-an usaha budidaya ikan mulai berkembang dan masyarakat lebih
meminatinya. Seiring dengan berjalanya waktu, usaha budidaya di desa ini
semakin berkembang dengan semakin banyaknya masyarakat yang beralih dari
pertanian ke usaha budidaya. Pada akhir tahun 1990 pembudidaya mulai
membentuk kelompok guna mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa;
modal, pelatihan, maupun pembinaan. Dengan adanya kelompok pembudidaya
diharap dapat menjadi wadah dalam mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam berbudidaya.
Kriteria kawasan minapolitan antara lain 1) memiliki sumberdaya lahan
yang sesuai untuk pengembangan komonditas unggulan yang dibudidayakan dan
sudah berjalan, 2) memiliki sarana dan prasarana yang memadai, 3)
memperhitungkan daya dukung lingkungannya, dan 4) komitmen daerah.
Berdasarkan kriteria tersebut dan berdasarkan adanya sumberdaya air yang
cukup melimpah di Kecamatan Nglegok berupa sumber daya lahan, sumber daya
67
air dan komonditas unggulan yaitu ikan koi. Sehingga tahun 2010, berdasarkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI.NO.KEP.32/MEN/2010, tentang
Penetapan Kawasan Minapolitan dan didukung dengan adanya Keputusan Bupati
Blitar Nomor 188/151/409.012/KPTS/2010 kecamatan ini ditetapkan sebagai
kawasan minapolitan ikan hias koi Kabupaten Blitar. Pada tahun 2010 ini,
dimulailah penetapan kawasan minapolitan dan POKJA oleh Pemda
Kabupaten/Kota Blitar, Masterplan, RPIJM (Rencana Program Investasi Jangka
Menengah), proses dan tahapan perencanaan kawasan minapolitan. Kawasan
minapolitan di Kabupaten Blitar, berfokus pada enam desa sentral yaitu Desa
Kemloko, Desa Penataran, Kelurahan Nglegok, Desa Bangsri, Desa Jiwut, dan
Desa Krenceng. Komonditas unggulan kawasan minapolitan ini adalah ikan koi
yang produksinya berpusat pada tiga desa yaitu Desa Kemloko, Desa Penataran,
dan Kelurahan Nglegok. Sedangkan untuk tiga desa lainnya digunakan untuk
budidaya komondita pendukung seperti lele, nila dan gurami.
Pada tahun 2011, dimulailah pemberian paket-paket kegiatan minapolitan,
paket-paket tersebut berupa pembangunan sarana dan prasarana produksi,
pembangunan dan perbaikan jalan produksi, perbangunan dan perbaikan saluran
irigrasi, pembangunan dan perbaikan kolam, pemberian bantuan modal, pameran
ikan koi dan ikan hias, optimalisasi raiser ikan hias dan perbaikan BBI, penyuluhan,
pelatihan dan pendampingan terkait teknis produksi, majagemen dan
kewirausahaan. Menurut Bapak Eko, dengan adanya program minapolitan ini
sangat membantu pembudidaya dan memberi dampak yang cukup positif yaitu
dengan bertambahnya jumlah pembudidaya ikan koi, ikan hias maupun ikan
konsumsi. Selain itu juga lahan pembudidaya di kawasan ini terus meningkat dari
tahun ke tahun. Begitu juga dengan jumlah produksi dan nilai produksi ikan hias
maupun ikan konsumsi. Namun pada tahun 2014, kawasan minapolitan ini
mengalami bencana alam meletusnya gunung keud yang berdampak pada
68
kematian komonditas perikanan sehingga banyak pembudidaya mengalami gagal
panen dan kerugian yang mencapai miliaran rupiah. Namun pada akhir tahun 2014
petani mulai bangkit dan terus berbudidaya ikan hingga saat ini.
5.1.2 Tingkat Kesiapan Program Minapolitan
Pelaksanaan program minapolitan perlu memperhatikan kesiapan dari
beberapa kondisi. Bilamana tingkat kesiapan dari kondisi tersebut telah baik maka
program minapolitan dapat terlaksana dengan baik. Kondisi yang digunakan
sebagai acuan dalam menentukan kesiapan dari pelaksanan program minapolitan
yaitu :
1. Kondisi Infrastruktur
Infrastruktur merupakan kondisi sarana dan prasarana baik fisik maupun
non fisik yang mendukunng berjalannya program minapolitan di kawasan yang
ditentukan (Aswana, 2013). Tingkap kesiapan pelaksanaan program minapolitan
dari segi infrastruktur dapat dilihat dari kondisi jaringan transportasi yang cukup
baik yaitu hampir semua jalan di desa penataran telah diaspal, sebagian jalan
kecil di cor dan dipaving. Jaringan listrik juga memandai, semua rumah di desa
penataran telah menggunakan listrik baik paket 1 maupun paket 2. Begitu juga
dengan jaringan komunikasi cukup memadai dan jaringan irigrasi pun telah cukup
baik, dengan kondisi sungai yang telah di beton dan parit parit kecil yang telah
diatur dilahan-lahan yang membutuhkanya. Selain itu kondisi kolam pembudidaya
pun cukup baik, dari kolam tanah sampai kolam beton.
2. Sumber Daya Alam
Tingkat kesiapan pelaksanaan program minapolitan dari segi sumberdaya
alam dapat dilihat beberapa hal berikut : 1) komonditas unggulan perikanan, desa
penataran memiliki produksi ikan hias koi cukup besar dibandingkan dengan ikan
hias jenis lainnya sehingga koi menjadi komonditas unggulan, 2) sumberdaya air,
desa penataran berada di kaki gunung kelud sehingga sumber daya air yang
69
cukup melimpah, baik dari sungai maupun sumber-sumber air. 3) lahan didesa
penataran cukup baik, sebagian besar kondisi lahan di Desa Penataran adalah
lahan basah karena berdekatan dengan sumber air sehingga sangat mendukung
untuk kegiatan budidaya.
3. Sumberdaya Manusia dan Masyarakat
Masyarakat Desa Penataran telah mengenal budidaya ikan sejak tahun
1984. Awalnya pada tahun 1984 pemerintah melakukan pelatihan kepada 2 orang
warga Desa Penataran yaitu Bapak Tungkel dan kawannya. Mulai saat ituah
masyarakat mulai berbudidaya dan saat ini pembudidaya ikan di desa penataran
sangat banyak mulai dari pembudaya ikan konsumsi (lele, gurami, dan nila) hingga
ikan hias yang menjadi komonditas unggulan (koi, manvis, sumantra, oscar,
caroline, zebra pink, comet, balashark, red fin shark, dll). Selain itu masyarakat
juga terbuka akan peranan pemerintah dalam budidaya, sehingga masyarakat
menyambut dengan baik adanya berbagai pelatihan dari dinas perikanan.
4. Kelembagaan
Tingkat kesiapan pelaksanaan program minapolitan dapat dilihat dari
kondisi kelembagaan. Kelembagaan disini dapat berupa lembaga formal maupun
lembaga non formal. Lembaga formal disini berupa dinas perikanan dan kelautan
blitar yang selalu mewadahi para pembudidaya, pihak yang memberikan pelatihan
maupun bantuan kepada pebudidaya dan Lembaga non formal adalah kelompok
perikanan yang berperan sebagai wadah para pembudidya dalam berkumpul,
bertukar informasi, saling sharing terkait teknis maupun teknollogi terbaru dalam
berbudidaya.
5. Teknologi
Para pembudidaya ikan di desa penetaran telah menguasai berbagai
teknologi dalam proses produksi, pasca produksi maupun distribusi produk.
Teknologi yang sering digunakan dalam produksi adalah induced spawning
70
(penuntikan hormon) dan stripping (pengurutan) untuk pemijahan, inkubator untuk
penetasan telur, pengunaan airator untuk menjaga kadar oksigen di air.
5.1.3 Tahapan Pengembangan Kawasan Minapolitan
Tahapan pelaksanaan pengembangan kawasan minapolitan ikan hias koi
di Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar ini diharapkan dapat mengembangkan
kerjasama antar subsektor perikanan, subsistem minapolitan, maupun antara
sektor perikanan dengan sektor pendukung lainnya seperti sektor peternakan,
perdagangan, perindustrian, maupun sektor pariwisata. Pengembangan Kawasan
Minapolitan diharapkan mampu mengembangkan kawasan dengan basis
perikanan budidaya koi, namun pengembangan kawasan perikanan tersebut
diharapkan juga mampu mempengaruhi pengembangan sektor pendukung
lainnya dan sebaliknya.
Pengembangan kawasan minapolitan ikan hias koi di Kecamatan Nglegok
Kabupaten Blitar difokuskan untuk percepatan peningkatan produksi ikan hias koi
sebagai komonditas unggulan dan ikan hias, ikan gurami, ikan lele serta ikan nila
sebagai komonditas pendukung. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan pembangunan ekonomi daerah. Secara umum tahapan
pelaksanaan pengembangan kawasan minapolitan mengikuti tahapan:
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan program minapolitan ini diawali dengan perumusan konsep
pengembangan kawasan minapolitan. Tahapan perumusan ini dimulai dengan
mengidentifikasi potensi, pemanfaatan ruang dan masalah pembangunan di
sektor perikanan. Dalam melakukan identifikasi tidak hanya memperhatikan masa
sekarang namun juga potensi dan masalah yang akan terjadi dimasa yang akan
datang. Dalam identifikasi pihak perencana melibatkan masyarakat dalam untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan. Setelah pihak perencana memperoleh
71
informasi maka selanjutnya dirumuskan dalam sebuah program kerja yang
didalam terdapat konsep pengembangan kabupaten/kota program minapolitan.
Langkah selanjutnya adalah mensosialisasikan konsep program minapolitan
kepada masyarakat. Sosialisasi ini merupakan salah satu pendekatan guna
menyamakan pesepsi masyarakat dan pemerintah, serta upaya untuk
mendapatkan dukugan dan masukan dalam proses pengembangan kawasan
minapolitan. Stakeholder yang melaksanakan sosialisasi ini dimulai dari tingkat
pusat yang dikoordinir oleh Sekertaris Jenderal Kementerian Kelautan Dan
Perikanan, di tingkat provinsi dlakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi yang berkerjasama dengan BAPPEDA Provinsi, ditingkat dilakukan olae
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota yang berkerjasama dengan
BAPPEDA Kabupaten/Kota.
Kegiatan sosialisasi di tingkat pusat dilakukan dengan melaksanakan
pertemuan kabupaten/kota dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dari
pemerintah kabupaten/kota terkait konsep pengembangan kawasan minapolitan.
Sedangkan di tingkat provinsi sosialisasi yang dilakukan bertujuan untuk
menyamakan persepsi dan pendapat serta mencari dukungan dari sektor lain
dalam pengembangan kawasan minapolitan. Di tingkat kabupaten/kota kegiatan
sosialisasi selain bertujuan untuk menyamakan persepsi terkait konsep
pengembangan minapolitan, juga menetapkan kawasan yang akan dikembangkan
sebagai kawasan minapolitan serta memperoleh sektor lain dalam keiatan
pengembangan kawasan minapolitan.
2. Tahap Pelaksanaan
Menurut pakek pelaksanaan pengembangan program minapolitan
budidaya, pelaksanaan pengembangan kawasan minapolitan dilakukan setelah
adanya kesepakan antara Kementrian Kelautan Dan Perikanan, Kementerian
Perkerja Umum dan daerah kabupaten/kota Blitar. Salah satunya dengan
72
pertimbangan penyiapan paket-paket pendampingan dan bantuan sesara teknis,
seperti paket pelatihan, penyuluhan, dan teknologi oleh para pihak sesuai dengan
kewenangannya.
Peket-paket pelaksanaan minapolitan minapolitan ikan hias koi di
Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar mulai tahun 2010-2014 sangat beragam.
Paket-paket tersebut antara lain yaitu, pembangunan dan perbaikan jalan,
pembuatan dan perbaikan saluran air, pembangunan dan optimalisasi raiser ikan
hias, pembangunan fasilitas pengembangan produk (pengadaan saranan pasar
dan sarana pemasaran), pembangunan kolam budidaya, pengembanan sarana
dan prasarana pembenihan (BBI) Balai benih ikan, penyediaan benih dan indukan
unggul, pemberian bantuan berupa modal kerja, pakan, dan fasilitas budidaya,
pembinaan, pelatian dan penyuluhan, dan paket lainnya. Sedangkan peket-paket
pelaksanaan minapolitan minapolitan ikan hias koi di Kecamatan Nglegok
Kabupaten Blitar mulai tahun 2010-2014 diantarannya pengembangan kawasan
minapolitan, penyusunan rencana aksi (penyusunan RPIJM (rencana program
Investasi jangka menengah) dan penyusunan DED (Detail Engineering Design),
pengembangan sistem budidaya, pengembangan sistem kesehatan lingkungan
budidaya, penyuluhan, optimalisasi pemasaran, peningkatan saranan dan sarana
perikanan (infrastruktur), pengembangan potensi wisata di kawasan minapolitan.
3. Tahap Pengawasan dan Evaluasi
Pengawasan dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian,
efektivitas, dan efisiensi kegiatan antara perencana dan pelaksanaan, serta
keberhasilan kegiatan dengan indikator masukan, proses, keluaran dan hasil.
Pelaksanaan penawasan dan evaluasi dilakukan setiap triwulan oleh
BAPPEDA. Setelah pengawasan dan evaluasi setiap triwula maka akan dilakukan
penawasan dan evaluasi tahunan. Kegiatan penawasan dan evaluasi ini dilakukan
oleh kelompok kerja yang akan di setiap level baik di tingkat kabupaten (Dinas
73
Kelautan dan Perikanan, BAPPEDA, Bupati/Walikota) tingkat provinsi (Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi dan BAPPEDA Provinsi) serta tingkat pusat
(Sekertaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan). Berikut ini adalah hal
yang menjadi fokus dalam pengawasan dan evalusi, antara lain:
a. Kegiatan yang telah dilaksanakan maupun rencana kegiatan-kegiatan ynang
mendukung dalam pengembangan minapolitan di Kabupaten/Kota Blitar, baik
kegiatan kontruksi, pembinaan pelatihan, produksi dan sebagainya.
b. Perkembangan kegiatan budidaya baik dari hulu ke hilir (kegiatan produksi,
produksi, kelembagaan, dan pemasaran)
c. Perkembangan pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat pada kawasan minapolitan.
4. Tahapan Pelaporan
Pelaporan dilakukan secara berkala laporan triwulan dan laporan tahunan.
Laporan triwulan akan disampaikan setiap tanggal 5 setiap triwulan berjalan, dan
laporan tahunan akan disampaikan paling lambat tanggal 15 januari tahun
berikutnya. Pelaporan ini dilakukan secara berjenjang dari tingkat Kabupaten/Kota
hingga tingkat Pusat. Pelaporan tingkat kabupaten/kota diawali dengan laporan
yang disampailkan oleh PPL (petugas penyuluh lapang) yang berada di
kecamatan atau kawasan minapolitan, yang melaporkan kegiatan dan hasil
produksi kepada Dinas Kelautan dan Perikanan setiap bulannya. Tujuan
pelaporan tersebut guna mengupayakan pengoptimalan hasil yang diharapkan
sesuai dengan tujuan dan sasaran dibentuknya suatu program minapolitan.
Laporan yang telah disusun oleh Dinas Kelautan Dan Perikanan maka akan
disampaikan kepada BAPPEDA kabupaten/kota. Laporan dari BAPPEDA ini akan
dilaporkan ke Bupati/Walikota dan selanjutnya akan dilaporkan ke Dinas Kelautan
Dan Perikanan Provinsi. Dari provinsi akan dilaporkan kepada pemerintah pusat
Sekertaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan.
74
5.1.4 Kegiatan Pendampingan Terhadap Program Minapolitan
Kegiatan pemdampingan terhadap program minapolitan dilakukan oleh
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar maupun dari pihak PPL (Petugas
Penyuluh Lapang) Kecamatan Nglegok. Pendampingan POKDAKAN di
Kecamatan Nglegok dilakukan oleh Bapak Nanang sebagai petugas PPL
perikanan yang bertugas mendampingi pembudidaya dan menginformasikan
program minapolitan dari proses pengajuan bantuan ke Dinas sampai nanti proses
penerimaan BLM serta memberikan sosialisasi mengenai pengelolaan paket
bantuan yang telah diterima serta membantu pembudidaya yang mengalami
kesulitan dalam usaha budidayanya.
Tujuan dari kegiatan pendampingan pada POKDAKAN koi dan
pembudidaya adalah untuk melaksanakan bimbingan dan pendampingan teknis
kelompok pembudidaya dan pembenih ikan, maupun pengadaan sarana dan
prasarana budidaya. Selain itu memfasilitasi kegiatan dalam rangka
pengembangan kawasan minapolitan, seperti kegiatan pameran ikan hias dan ikan
koi, serta kegiatan pelatihan. Kegiatan pendampingan ini diarahkan pada
peningkatan produksi budidaya perikanan, baik ikan hias, ikan koi maupun ikan
konsumsi guna meninkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan.
5.1.5 Kegiatan Minapolitan yang Telah Dilaksanakan
Minapolitan merupakan suatu konsep pengembangan kawasan yang
bertumpu pada keunggulan potensial suatu daerah. Pengembangan minapolitan
disuatu wilayah agar menjadi pusat pertumbuhan perekonomian daerah, regional,
dan nasional, memerlukan harmonisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Harmonisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkaitan
dengan: 1) komitmen pembiayaan, personil, dan fasilitas, pemilihan komonditas
unggulan yang bernilai ekonomi tinggi, lokasi strategis yang merujuk kepada
komoditas unggulan, 2) kesesuaian lokasi dengan rencana strategis, rencana tata
75
ruang wilayah, dan rencana program investasi daerah, 3) ketersediaaan unit
produksi, pengolahan, pemasaran dan unit pendukung lainya, 4) permodalan,
penyuluhan dan pelatihan, serta ketersediaan data informasi potensi. Minapolitan
merupakan revetalisasi sentra produksi perikanan dan kelautan yang merujuk
kepada eksistensi kegiatan hulu-hilir (produksi, pengolahan, pemasaran, jasa,
dan/atau kegiatan lainnya) (Pramoda, 2012).
Pelaksanaan program minapolitan di suatu daerah tak lepas dari kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah.Kegiatan
minapolitan di Desa penataran atau secara keseluruhan di Kecamatan Nglegok
yang telah dilaksanakan dengan baik. Berikut ini merupakan kegiatan yang telah
dilaksanakanselama 3 tahun sejak ditetapkannya program minapolitan di
Kecamatan Nglegok.
Tahun 2010 merupakan tahun pertama program minapolitan ditetapkan di
Kecamatan Nglegok dengan desa sentral Desa Penataran, Desa Kemloko dan
Kelurahan Nglegok. Program minapolitan di Kecamatan Nglegok ini berpusat pada
budidaya ikan koi yang menjadi komonditas unggulan di kawasan tersebut
maupun di Kabupaten Blitar sendiri. Pada tahun 2011 merupakan tahun pertama
paket-paket kegiatan minapolitan dilaksanakan di Kecamatan Nglegok.
76
Adapun paket kegiatan minapolitan yang dilaksanakan pada tahun 2011
sebagai berikut :
Tabel 12. Paket kegiatan minapolitan pada tahun 2011.
No Kegiatan Minapolitan Volume InstansiPenanggungjawab
1 Kegiatan Pengembangan Kawasan Minapolitan
1 paket DKP. Kab. Blitar
2 Fasilitasi Pengembangan Produk Hasil Perikanan Non Konsumsi : - Pengadaan sarana pasar benih
dan ikan hias koi - Pengadaan bak ikan untuk
kontes ikan hias koi - Pengadaan sarana pemasaran
bergerak benih dan ikan hias
1 paket Dirjen P2HP
3 Pameran dan Kontes Ikan Hias 1 paket DKP. Kab. Blitar
4 Optimalisasi Sub Raiser Ikan Hias 1 paket DKP. Kab. Blitar
5 Peningkatan dan pembangunan jalan produksi : - Perbaikan Jalan penghubung
antara Desa Penataran dan Desa Bangsri,
- Pemekaran Jalan penghubung Desa Jiwut dan Desa Krenceng,
- Peningkatan Jalan penghubung Desa Jiwut dan Kelurahan Nglegok
- Peningkatan Jalan penghubung Desa Jiwut dan Desa Penataran
- Peningkatan Jalan penghubung Desa Bangsri, Desa Jiwut dan Desa Penataran
1 paket Dirjen Cipta Karya dan PU Cipta Karya
6 Rehabilitasi saluran di wilayah Desa Kemloko
1 paket Dinas Bina Marga Kab. Blitar
7 Rehabilitasi saluran di wilayah Desa Kemloko
1 paket Dinas Bina Marga Kab. Blitar
8 Rehabilitasi saluran di wilayah Desa Bangsri
1 paket Dinas Bina Marga Kab. Blitar
9 Koordinasi, monitoring dan evaluasi kegiatan minapolitan
1 paket Bappedda
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar 2017
Pemberian paket kegiatan program minapolitan diawali pada 2011 yaitu
dengan pembangunan fasilitas pengembangan produk perikanan ikan hias,
pengadaan pameran dan kontes ikan hias, optimalisasi raiser ikan hias serta
77
perbaikan saluran irigrasi dan jalan produksi. Pengadaan pameran dan kontes ikan
hias ini diharapkan dapat menjadi ajang promosi kepada konsumen terhadap
produk ikan hias. Sedangkan pembangunan jalan ini dilakukan terhadap jalan
akses menuju kawasan produksi.
Adapun paket kegiatan minapolitan yang dilaksanakan pada tahun 2012
adalah sebagai berikut:
Tabel 13. Paket kegiatan minapolitan pada tahun 2012.
No Kegiatan Minapolitan Volume InstansiPenanggungjawab
1 Pengembangan Sistem Prasarana dan Sarana Pembudidaya Ikan di Kawasan Minapolitan
1 paket Diirjen Budidaya KKP
2 Pengembangan Sarana dan Prasarana Produk Non Konsumsi Pengembangan Pasar Benih dan Ikan Hias: - Paving Area Pameran,
Kolam Percontohan, Renovasi Lantai Kolam Karantina
- Sarana Promosi Audio Visual Pusat Informasi dan Pemasaran Ikan Hias
- Pengadaan bahan uji lab dan obat-obatan ikan hias
1 paket Dirjen P2HP KKP
3 PUMP Poklahsar (Kelompok Pengolah dan hasil Pemasaran) Ikan - Penguatan modal 15
poklahsar ikan
1 paket Dirjen P2HP KKP
4 Optimalisasi Sub Raiser Ikan Hias
1 paket DKP Kab. Blitar
5 Peningkatan SDM dan Kelembagaan Kelompok: - Bimtek ekspor - Sosialisasi
Pengembangan Kawasan Minapolitan
- Pengiriman Pelatihan Pembudidaya, Nelayan, Pengolah dan Pemasar
1 paket DKP Kab. Blitar
6 Revitalisasi Balai Benih Ikan 1 paket DKP Kab. Blitar
7 Pembangunan Jalan Makadam Desa Penataran,
1 paket Dinas PU Cipta Karya kab. Blitar
78
Kemloko, Jiwut, Krenceng, Bangsri
8 Pembangunan Jalan Makadam Desa Penataran, Kemloko, Jiwut, Krenceng, Bangsri
1 paket Dinas PU Cipta Karya kab. Blitar
9 Perbaikan dan Pengembangan Saluran Irigasi di Desa Kemloko : - Kuwut Utara - Kuwut Selatan - Kuwut Barat
1 paket Dinas PU Bina Marga Kab. Blitar
10 Pembangunan Jalan di Desa Penataran - Pemeliharaan Jalan
penghubung Desa Kuwut dan Desa Penataran
- Pemeliharaan Jalan penghubung kelurahan Nglegok dan Desa Penataran
- Pemeliharaan Jalan penghubung Desa Penataran dan Desa Ngoran
1 paket Dinas PU Bina Marga Kab. Blitar
11 Perbaikan DAM (Pengatur Air) Babadan Desa Penataran
1 paket Dinas PU Bina Marga Kab. Blitar
12 Perbaikan DAM (Pengatur Air) Krenceng
1 paket Dinas PU Bina Marga Kab. Blitar
13 Koordinasi, monitoring dan evaluasi
1 paket BAPPEDA kab. Blitar
14 Perbaikan DAM (Pengatur Air) Babadan Desa Penataran
1 paket Dinas PU Bina Marga Kab. Blitar
15 Perbaikan DAM (Pengatur Air) Krenceng
1 paket Dinas PU Bina Marga Kab. Blitar
16 Koordinasi, monitoring dan evaluasi
1 paket BAPPEDA kab. Blitar
17 Workshop Pengendalian Penyakit Ikan di Kawasan Minapolitan
1 paket Balai Karantina Ikan Juanda dan DKP kab. Blitar
18 Pemeliharaan Jalan Lingkungan di Kecamatan Nglegok
1 paket PU Cipta Karya
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar 2017
Pemberian paket kegiatan program minapolitan pada 2012 yaitu
penembangan sarana dan prasarana budidaya, pengembangan pemasaran ikan
hias, peningkatan SDM melalui pelatihan, revitalisasi balai benih, pembangunan
jalan dan saluran irigrasi. Selain itu pada tahun 2012 dilakukan workshop
79
pengendalian penyakit ikan di kawasan minapolitan. Pada tahun ini paket keiatan
minapolitan tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya, namun pada tahun ini lebih
banyak melakukan kegiatan pelatihan pada pembudidaya dan menguatkan modal
mereka dengan pemberian bantuan berupa modal kerja.
Adapun paket kegiatan minapolitan yang dilaksanakan pada tahun 2013
adalah sebagai berikut:
Tabel 14. Paket kegiatan minapolitanpada tahun 2013.
No Kegiatan Minapolitan Volume InstansiPenanggungjawab
1 Pengembangan Budidaya Perikanan - Optimalisasi Balai Benih
Ikan (BBI) - Pendampingan
Sertifikasi Hak Atas Tanah Pembudidaya Ikan
- Pengembangan Kawasan Minapolitan
1 paket DKP Kab. Blitar
2 Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP-PB)
14 POKDAKAN
Dirjen Budidaya KKP
3 Revitalisasi BBI (Balai Benih Ikan)
1 paket DKP Kab. Blitar
4 Optimalisasi Sub Raiser Ikan Hias
1 paket DKP Kab. Blitar
5 Pameran dan Kontes Ikan Hias
1 paket DKP Kab. Blitar
6 Pendampingan PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan)
1 paket DKP Kab. Blitar
7 Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP-P2HP)
1 paket Dirjen P2HP KKP
8 Sarana Penjunjang Promosi Ikan Hias
1 paket Dirjen P2HP KKP
9 Pembangunan Kolam Filter di Ornament Fish Look
1 paket Dirjen P2HP KKP
10 P2MKP Kelompok Sumber Harapan dan Akrimna Fish Koi Kegiatan Pelatihan Budidaya Koi
1 paket BPSDMKP-BPP Banyuwangi
11 Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya - Pengembangan Sistem
Kesehatan Ikan dan Lingkungan Pembudidayaan Ikan
1 paket Dirjen Budidaya KKP
80
- Pengembangan Sistem Perbenihan Ikan
- Pengembangan Sistem Prasarana dan Sarana Pembudidayaan Ikan (Pembangunan Saluran Tersier dan Sumur Bor)
- Pengembangan Sistem Usaha Pembudidayaan Ikan
- Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen Perikanan Budidaya
12 Pembangunan Perbaikan Jalan dan Jembatan
1 paket Dinas PU Cipta Karya Kab. Blitar
13 Pembangunan dan Perbaikan Drainase
1 paket Dinas Pu Bina Marga Kab. Blitar
14 Pengadaan Sarana dan Prasarana serta Pengembangan Usaha Minapolitan
1 paket BP4K
15 Pengadaan Sarana dan Prasarana serta Pengembangan Usaha Minapolitan
1 paket BP4K
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar 2017
Pemberian paket kegiatan minapolitan pada tahun 2013 pada umumnya
masih melanjutkan paket-paket pada tahun sebelumnya yaitu pembangunan jalan
dan saluran irigrasi, optimalisasi raiser ikan hias, pameran dan kontes ikan hias,
optimalisasi BBI. Namun pada tahun ini lebih menekankan pada pendampingan
dan pengembangan usaha pembudidaya seperti Pengembangan Usaha Mina
Pedesaan (PUMP-PB) dan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP-P2HP)
serta pengembangan sarana dan prasarana usaha. Selain itu pada tahun ini juga
dilakukan kegiatan pelatihan kepada pembudidaya dan pendampingan Sertifikasi
Hak Atas Tanah Pembudidaya Ikan serta pembangunan kolam filter di Ornament
Fish Look.
81
Adapun paket kegiatan minapolitan yang dilaksanakan pada tahun 2014
adalah sebagai berikut:
Tabel 15. Paket kegiatan minapolitan pada tahun 2014.
No Kegiatan Minapolitan Volume InstansiPenanggungjawab
1 Tugas Pembantuan (TP) Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya
- Rapat Koordinasi dan Perencanaan Pengembangan Kawasan Minapolitan
- Pengembangan Demfarm Budidaya Ikan Koi
1 paket DKP Kab. Blitar
2 Pendampingan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP)
1 paket DKP Kab. Blitar
3 Optimalisasi Sub Raiser Ikan Hias 1 paket DKP Kab. Blitar
4 Pameran dan Kontes Ikan Hias 1 paket DKP Kab. Blitar
5 Optimalisasi Balai Benih Ikan (BBI) 1 paket DKP Kab. Blitar
6 Pendampingan Sertifikasi Hak Atas Tanah Pembudidaya Ikan
100 paket DKP Kab. Blitar
7 Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP-PB)
24 paket DKP Kab. Blitar
8 Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP-P2HP)
1 paket DKP Kab. Blitar
9 Fasilitasi Pengembangan Produk Perikanan Non Konsumsi (Pembangunan Kolam Filter)
5 paket DKP Kab. Blitar
10 P2MKP Kelompok Sumber Harapan dan Akrimna Fish Koi Kegiatan Pelatihan Budidaya Koi
1 paket DKP Kab. Blitar
11 Pengembangan Destinasi Wisata Penataran (Pembuatan Patung Koi )
1 paket Dinas Porbudpar Kab. Blitar
12 Pembangunan Jalan Produksi 1 paket DKP Kab. Blitar
13 Revitalisasi Balai Benih Ikan (BBI) 1 paket DKP Kab. Blitar
14 Rehabilitasi, Pemeliharaan dan Peningkatan Saluran Irigasi dan pemeliharaan DAM
36 paket Dinas PU Bina Marga dan Dinas Pengairan Kab. Blitar
15 Pembangunanan dan Pemeliharaan Jalan:
- Pembangunan Saluran Pengaman Badan Jalan
- Pembangunan, Pemeliharaan, Peningkatan dan Rehabilitasi Jalan (Aspal dan Paving)
- Plat Deker
- Pembangunan Talud dan Lapen
60 paket Dinas PU Bina Marga dan Dinas Pengairan Kab. Blitar
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar 2017
82
Pemberian paket kegiatan minapolitan pada tahun ini hampir sama seperti
tahun sebelumnya yaitu pembangunan dan pemeliharaan jalan maupun saluran
irigrasi serta pendampingan dan pengembangan usaha pembudidaya. Pada tahun
ini pemerintah membuat Tugas Pembantuan (TP) program peningkatan produksi
perikanan dan juga dilakukan pengembangan minapolitan menjadi destinasi
wisata dengan pembangunan patung ikan koi di Desa Penataran.
Adapun paket kegiatan minapolitan yang dilaksanakan pada tahun 2015
adalah sebagai berikut:
Tabel 16. Paket kegiatan minapolitan pada tahun 2015.
No.
Kegiatan Minapolitan Volume Instansi Penanggung
Jawab
1. Pengembangan Sistem Prasarana dan Sarana Pembudidaya Ikan
1 paket Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Blitar
2. Pengembangan Sistem Produksi Pembudidayaan Ikan
1 paket Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Blitar
3. Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjend Perikanan Budidaya
1 paket Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Blitar
4. Pengembangan Budidaya Perikanan 1 paket Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Blitar
5. Pemasaran Produksi Perikanan 1 paket Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Blitar
6. Pembangunan / perbaikan jalan dan saluran
1 paket PU Bina Marga dan Pengairan
7. Pembangunan / perbaikan drainase 1 paket PU Bina Marga dan Pengairan
8. Pembangunan Jalan Produksi 1 paket Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Blitar
9. Revitalisasi Balai Benih Ikan (BBI) 1 paket Dinas Kelautan dan Perikanan kab. Blitar
10 Pengembangan Destinasi Wisata Penataran
- Pembuatan patung Koi di Penataran
1 paket Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar 2017
83
Pada tahun 2015 pemberian paket kegiatan minapolitan tidak juah berbeda
dengan tahun 2014. Pada tahun ini hanya ada terdapat kegiatan peningkatan
dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya ditjend perikanan
budidaya yang membedakan dari tahun sebelumnya. Dan sisanya kegiatan yang
dilakukan hampir sama yaitu pembangunan sarana dan prasarana produksi,
perbaikan dan pemeliharaan jalan dan saluran irigrasi, pengembangan pemasaran
dan destinasi wisata penataran.
5.1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Program Minapolitan
Dalam pelaksanaan program minapolitan terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi dibagi menjadi dua yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat.
Faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan program
minapolitan antara lain:
1. Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan program minapolitan di
DesaPenataran adalah sebagai berikut:
a. Pembudidaya yang cukup banyak di Desa Penataran. Pembudidaya di Desa
penataran cukup banyak sebab sejak awal tahun 80-an masyarakat telah
berbudidaya ikan. Sehingga dari faktor sumber daya manusia daerah ini
sangat mendukung sebagai daerah minapolitan.
b. Tersedianya Komonditas unggulan. Salah satu syarat pengembangan
program minapolitan adalah tersedianya komonditas unggulan dalam bidang
kelautan maupun perikanan dengan nilai ekonomis tinggi. Sejak tahun 80-an
para pembudidaya telah membudidaya ikan, baik ikan konsumsi (nila, gurami
dan lele) maupun ikan hias (ikan cupang, manvis, oscar, koi dan ikan hias
lainnya). Ikan hias ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dibandingkan
ikan konsumsi, terutama ikan koi memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi
84
dan menjadi ikon Blitar, sehingga ikan ini menjadi komonditas utama dalam
minapolitan.
c. Letak geografis kawasan ini cukup strategi dan secara alami memenuhi
persyaratan program minapolitan. Kawasan ini terletak di lereng gunung kelud
dan banyak terdapat sumber air yang dapat dimanfaatkan dalam budidaya.
Selain itu kawasan ini juga dekat dengan pusat pemerintahan Kota Blitar
sehingga aksesbilitas terhadap pasar, permodalan, dan lembaga-lembaga
pemerintahan ataupun lembaga-lembaga usaha dan fasilitas penyuluh dan
pelatihan.
2. Faktor Penghambat
Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program minapolitan di
Desa Penataran adalah sebagai berikut :
a. Kurang tersedianya induk unggul dalam jumlah cukup.
Dalam pelaksanaan program minapolitan perlu tersedia bibit unggul, guna
meningkatkan kualitas produksi ikan. Namun sering kali ketersediaan bibit
unggul kurang mencukupi, sehingga kualitas ikan produksi rendah.
b. Penyakit ikan.
Penyakit ikan merupakan salah satu faktor yang menghambat program
minapolitan. Penyakit yang sering menjakit ikan budidaya petani adalah
herpes. Herpes ini sering sekali menyerang ikan koi. Banyak pembudidaya
yang berhenti berbudidaya saat ikan budidaya mereka terkena penyakit.
c. Ketersediaan air.
Meskipun terdapat dikawasan yang memiliki sumber air yang cukup melimpah.
Namun sering kali menemui kesulitan terkait ketersediaan air dan kondisi
saluran air yang kurang baik. Hal tersebut sering menjadi penghambat dalam
berbudidaya ikan yang membutuhkan ketersediaan air secara terus menerus.
85
d. Daya dukung dan kualitas lingkungan sumber daya mulai menurun.
Daya dukung dan kualitas lingkungan sumber daya untuk budidaya mulai
menurun. Kualitas lingkungan yang digunakan juga dapat menurun bila
digunakan secara terus menerus. Kolam yang digunakan dalam budidaya
merupakan kolam tradisional, semi intensif dan intensif. Dimana bila budidaya
dilakukan di kolam tradisional maupun semi intensif sering terjadi
pendangkalan atau kerusakan pada saluran inlet dan outlet.
Adapun upaya dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi
didalam pelaksanaan program minapolitan adalah sebagai berikut:
a. Mencari induk ikan berkualitas.
Salah satu cara yang dilakukan oleh Balai Penelitian/Pengembangan
Budidaya Air Tawar (KKP) dan Dinas kelautan dan Perikanan dalam mengatasi
hambatan atau permasalah yang ada yaitu dengan mencari indukan ikan yang
berkualitas, memilih calon induk berkualias atau mengimpor indukan, dan
melakukan pembinaan/pelatihan manajemen induk kepada pembudidaya,
serta melakukan sosialisasi/deseminasi teknik pemijahan buatan.
b. Pencegahan, pengobatan dan pemantauan penyakit ikan
Salah satu cara yang dilakuakan oleh Balai Karantina Penyakit Ikan dan Dinas
Kelautan dan Perikanan dalam mengatasi penyakit ikan yang menyerang yaitu
dengan melakukan deseminasi, pencegahan penyakit, pemberian vaksin dan
imunostimulan pada ikan. Selain itu juga melakukan pemantauan terhadap
ikan dari hama dan penyakit ikan.
c. Perbaikan saluran air dan pembuatan sumur artesis
Salah satu cara yang dilakuakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan adalah
berkerjasama dengan Dirjen Cipta Karya dan Kementrian PU dalam
memperbaiki Saluran air, membuat sumur artesis di lokasi kolam dan membuat
jaringan listrik di lokasi budidaya sehingga tersedia sumber energi untuk
86
sumur, juga memberikan bantuan pompa air dan bantuan dana kepada
pembudidaya.
d. Revitalisasi lahan
Salah satu cara yang dilakuakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan adalah
berkerjasama dengan Dinas PU Bina Marga dan Pengairan dengan
melakukan revitalisasi lahan budidaya dengan pengembangan sytem
pengolahan lahan dengan penataan dan rehabilitasi kontruksi kolam dan
saluran inlet dan outlet pada kolam serta meberikan fasilitas yang memenuhi
CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik).
5.2 Pengaruh Program Minapolitan
5.2.1 Pengaruh Terhadap Kondisi Ekonomi
Dengan adanya pelaksanaan program minapolitan di Desa Penataran
memberi dampak yang cukup besar dari segi ekonomi. Dalam penelitian ini, yang
dimaksudkan dengan kondisi ekonomi yaitu : kondisi infrastruktur, volume
produksi, perluasaan informasi, pendapatan, kelanjutan usaha, dan pemasaran.
Berbagai pengaruh yang timbul dari program minapolitan yang ditemukan di
lapang antara lain sebagai berikut :
1. Infrastuktur
Dengan adanya program minapolitan di Kecamatan Nglegok, membawa
pengruh yang positif pada Desa Penataran. Salah satu pengaruhnya adalah
infrastruktus Desa Penataran menjadi lebih memadai. Infrastuktur yang mendapat
pengaruh yaitu jalan semakin baik dengan dibangunnya jalan makadam di Desa
Penataran yang menghubungkan dengan Desa Kemloko, Jiwut, Krenceng dan
Bangsri dan perbaikan jalan-jalan yang rusak di Desa Penataran yang
menghubungkan dengan Desa Kuwut, Kelurahan Nglegok, dan Desa Ngoran serta
pembangunan badan pengaman jalan yang awalnya tidak memiliki badan
87
pengaman jalan, dengan pembangunan dan perbaikan infrastruktur jalan
masyarakat Desa Penataran menjadi lebih mudah dalam aksebilitasnya sehari-
hari. Pembangunan saluran irigrasi dan perbaikan DAM (pengatur air)sehingga
masyarakat juga semakin mudah mendapatkan sumber air untuk budidaya
maupun pertanian mereka. Perbaikan dan perawatan Raiser ikan hias sehingga
fungsinya semakin optimal, serta pembangunan patung koi sebagai destinasi
wisata di Desa Penataran.
2. Volume Produksi Pembudidaya
Dalam pelaksanaan program minapolitan memiliki program kerja seperti
pengembangan sistem prasarana dan sarana produksi ikan, pengembangan
sistem produksi, mengembangkan sistem kesehatan ikan dan lingkungan
budidaya, pengembagan sistem pembenihan dari pembenihan secara alami
menjadi pembenihan secara buatan, dan pelatihan budidaya serta bantuan berupa
modal baik pakan, alat, maupun obat-obatan memberi pengaruh yang positif
kepada pembudidaya, pembudidaya menjadi lebih terampil dalam membudidaya
ikan. Ikan yang diproduksi juga memiliki kualitas yang baik sebab para
pembudidaya menjadi lebih terampil dan paham akan permasalan-permasalan
dalam berbudidaya.
3. Penguasaan Teknologi Budidaya
Adanya program minapolitan memberi dampak yang cukup baik bagi para
pembudidaya. Salah satu pengaruhnya yakni penguasaan teknologi budidaya.
Awalnya para pembudidaya hanya membenihkan ikan secara alami, namun
dengan adanya penyuluhan dari pemerintah terkait teknologi pembenihan
sekarang pembudidaya juga mengetahui pembenihan secara buatan. Selain itu
para pembudidaya juga menguasai teknologi dalam perlakuan benih ikan, hal
tersebut disebabkan adanya bantuan berupa alat-alat dalam pembenihan ikan,
88
seperti akuarium pembenihan, akuarium pemeliharaan, heater akuarium, airator
maupun alat pendukung lainnya yang digunakan dalam pembenihan ikan hias.
4. Perluasaan Informasi Budidaya
Dengan adanya program minapolitan, diharapkan perluasan informasi
pembudidaya baik dalam informasi terkait sistem produksi yang tepat dan benar
maupun informasi pasar juga meningkat. Dikarenakan hubungan interaksi yang
terjalin antara pembudidaya dengan pembudidaya lainya, pembudidaya dengan
pihak input, dan pembudidaya dengan sumber informasi terkait program
minapolitan, hal ini menyebabkan informasi yang didapatkan pembudidaya
meningkat.
Berdasarkan data yang diperoleh dilapang, informasi terkait sistem
produksi meliputi cara pembenihan, pendederan, pembesaran sampai
pemanenan dan penanganan kualitas air maupun penyakit ikan. Selain informasi
terkait sistem produksi, informasi pasar juga semakin meningkat, pembudidaya
menjadi mengetahui perkembangan harga dipasaran baik harga pakan, obat,
maupun harga jual produksi. Informasi ini diperoleh dari sosialisasi dan pelatihan
oleh petugas penyuluh lapang maupun pihak Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Blitar, Pihak KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan), selain itu juga
tukar pikiran antaran sesama pembudidaya baik didalam forum kelompok
perikanan maupun perkumpulan yang dilakukan diluar forum kelompok perikanan.
Hal ini memberi pengaruh yang baik bagi pembudidaya, informasi yang diperoleh
pembudidaya semakin meningkat dan luas.
5. Pendapatan Pembudidaya
Dengan adanya program minapolitan berdampak pada peningkatan
volume produksi dan penurunan biaya produksi yang disebabkan oleh adanya
bantuan dari program minapolitan melalui bantuan modal, prasarana dan
89
pelatihan, memberi pengaruh peningkatan pendapatan pembudidaya. Di dalam
penelitian ini pendapatan yang diperoleh pembudidaya sebagai berikut :
Tabel 17. Pendapatan pembudidaya ikan di Desa Penataran.
No Kode Pembudidaya Pendapatan (Rp)
1 P1 2.000.000,-
2 P2 3.000.000,-
3 P3 7.000.000,-
4 P4 5.500.000,-
5 P5 4.000.000,-
6 P6 2.500.000,-
7 P7 3.000.000,-
8 P8 5.000.000,-
9 P9 3.000.000,-
10 P10 7.000.000,-
Sumber : Data Primer, 2017.
Dari tabel diatas dapat diketahui pendapatan pembudidaya diatas diketahui
pendapatan sudah cukup tinggi. Pendapatan yang tertinggi diperoleh
pembudidaya dalam kurung waktu sebulan sebesar Rp. 7.000.000,-, dan
pendapatan terendah pembudidaya sebesar Rp. 2.000.000,-. Dari data di lapang
dengan pendapatan tersebut para pembudidaya telah dapat memenuhi
kebutuhannya sehari-hari, baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya.
Berdasarkan indikator kesejahteraan masyarakat dari BPS tahun 2005, sebagian
besar pendapatan pembudidaya didominasi oleh pendapatan rendah yaitu berada
dibawah Rp. 5.000.000,-.
6. Kelanjutan Usaha Pembudidaya
Adanya program minapolitan di Kecamatan Nglegok, diharapkan dapat
menumbuhkan jiwa kewirausahaan masyarakat Desa Penataran, sehingga
masyarakat dapat hidup mandiri dan tidak bergantung pada bantuan pemerintah
karena usaha budidaya berjalan lancar dan berkelanjutan.
Dalam penelitian ini, dampak program minapolitan dari segi kelanjutan
usaha memberikan pengaruh yang cukup baik. Dari hasil wawancara didapatkan
90
bahwa semenjak adanya program minapolitan di Kecamatan Nglegok ini, daerah
ini semakin dikenal sebagai kawasan minapolitan dan daerah perikanan, sehingga
banyak sekali konsumen langsung datang ke daerah ini untuk mencari dan
membeli ikan. Hal tersebut berpengaruh pada masyarakat yang awalnya berkerja
disektor lain beralih ke sektor perikanan. Dari hasil wawancara dari 10 orang
terdapat 3 orang yang memulai budidaya setelah adanya program minapolitan ini.
Kelanjutan usaha pembudiaya ini juga didukung dengan adanya bantuan
dari paket-paket program minapolitan yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Blitar. Dengan adanya bantuan baik berupa material
maupun non material diharapkan jiwa kewirausahaan para pemudidaya dapat
tumbuh sehingga usaha mereka dapat berkelanjutan dan masyarakat lama-
kelamaaan dapat mandiri dan tidak ketergantungan terhadap pemerintah. Dari
data yang diperoleh dilapang banyak pembudidaya yang telah mandiri dan
berkembang dalam usaha budidayanya, meskipun dalam budidaya sering ditemui
berbagai pemasalahan seperti turunnya kualitas air, penyakit ikan dan bencana
Alam gunung kelud yang sering menjadi hambatan dalam budidaya namun para
pembudidaya tetap berusaha dengan giat agar budidayanya tetap berjalan
dengan baik dan berkelanjutan.
7. Kelanjutan Pemasaran Produk
Berdasarkan penelitian dilapang dengan adanya program minapolitan,
pemerintah melakukan perbagai upaya untuk memasarkan hasil perikanan
diantarannya yaitu :
a. Pengadaan fasilitas pengembangan produk hasil perikanan non konsumsi
pada tahun 2011 yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Blitar. Fasilitas yang diadakan adalah pengadaan sarana pasar
benih dan ikan koi, pengadaan bak ikan untuk kontes ikan koi, pengadaan
sarana pemasaran bergerak untuk benih dan ikan hias.
91
b. Pameran dan kontes ikan hias tahun 2011 yang dilakukan oleh Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Blitar. Pameran dan kontes ini sebagai ajang
promosi ian hias yang dilakukan oleh pemerintah guna mempromosikan dan
memperkenalkan ikan hias di Blitar.
c. Optimalisasi sub raiser ikan hias yang berfungsi sebagai balai karantina ikan.
Melalui bantuan berupa pameran dan kontes ikan hias juga berguna
sebagai ajang apresiasi kepada pembudidaya ikan koi dan juga sebagai promosi
hasil produksi ikan koi kepada konsumen atau para pencinta ikan koi, sehingga
pemasaran ikan koi dapat menjadi mudah dan keberlanjutannya dapat terjaga.
Selain itu, daerah ini juga menjadi terkenal sebagai daerah perikanan sehingga
para konsumen ikan menjadikan daerah ini sebagai salah satu daerah produksi
ikan hias maupun ikan konsumsi dengan kualitas baik. Hal tersebut berdampak
pada sistem pemasaran ikan di daerah ini cukup mudah, yakni para pembudidaya
tidak perlu repot-repot memasarkan hasil produksinya keluar daerah kerena para
pedagang dan konsumen datang sendiri ke daerah ini untuk membeli ikan. Selain
itu dengan kualitas ikan yang cukup baik para konsumen dan pedagang menjadi
setia dengan hasil produksi daerah ini dibandingkan daerah lain.
5.2.2 Pengaruh Terhadap Kondisi Sosial
Dengan adanya pelaksanaan program minapolitan di Desa Penataran
memberi dampak yang cukup besar dari segi sosial. Dalam penelitian ini, yang
dimaksudkan dengan kondisi sosial yaitu : kondisi kelompok masyarakat, jaringan
budidaya, lapangan perkerjaan, pendidikan, kesehatan, pola konsumsi,
produktivitas lahan. Berbagai pengaruh yang timbul dari program minapolitan yang
ditemukan di lapang antara lain sebagai berikut :
1. Kelompok Masyarakat
Dengan adanya program minapolitan diharapkan masyarakat
pembudidaya memiliki kesadaran bersama untuk saling berinteraksi di dalam
92
suatu kelompok sosial seperti kelompok pembudidaya, kelompok perikanan
maupun kelompok pengemar ikan hias. Sehingga dengan adanya masyarakat
yang saling berinteraksi maka informasi terkait program minapolitan dapat
tersampaikan dan terserap oleh masyarakat dan kehidupan sosial mereka menjadi
lebih baik.
Berdasarkan penelitian di lapang di Desa Penataran terdapat 2 kelompok
pembudidaya yaitu kelompok perikanan Mina Brawijaya yang diketuai oleh Bapak
Pamuji, kelompok ini bergerak dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan
koi, namun anggotanya juga memelihara ikan lain selain ikan koi dan kelompok
perikanan Mina Hias yang diketuai oleh Bapak Rojik, yang bergerak dalam
kegiatan pembenihan ikan hias, namun juga terdapat anggotanya yang melakukan
pembesaran ikan. Dalam penelitian dilapang terdapat 1 kelompok perikanan yang
masih dalam tahap pengajuan proposal pembentukan kelompok perikanan
kepada Dinas, kelompok ini diketuai oleh Bapak Eko dan bergerak di pembenihan
ikan konsumsi seperti gurami dan lele. Sebelum adanya program minapolitan di
Desa Penataran, desa ini telah menjadi salah satu desa yang terkenal sebagai
daerah perikanan dan pariwisata, sehingga masyarakat desa lebih terbuka dan
tingkat interaksinya cukup tinggi. Intraksi masyarakat Desa Penataran ini tidak
hanya pada kegiatan kelompok perikanan saja, namun juga pada kegiatan
kelompok lain seperti kelompok takmir masjid, tahlilan rutin, kelompok pedangang,
kelompok tukang parkir dan kelompok masyarakat lainnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebelum adanya program minapolitan ini interaksi
masyarakat didalam kelompok masyarakat/kelompok sosial cukup tinggi dan
setelah adanya program minapolitan interaksi ini semakin meningkat.
2. Jaringan Budidaya
Jaringan yang dimaksud adalah jaringan interaksi yang terjalin antara
pembudidaya dengan pembudidaya lainya, pembudidaya dengan pihak input, dan
93
pembudidaya dengan sumber informasi terkait program minapolitan seperti raiser
ikan hias koi Kecamatan Nglegok, dinas kelautan dan perikanan kabupaten blitar
dan para penyuluh. Dengan adanya program minapolitan ini diharapkan hubungan
interaksi semua pihak dapat berkembang menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil penelitian dengan adanya program minapolitan ini
secara gak langsung memberi pengaruh positif kepada masyarakat pembudidaya
dari segi perluasaan informasi. Menurut pembudidaya interaksi sosial yang terjadi
tidak hanya antara anggota kelompok budidaya yang secara rutin melakukan
pertemuan kelompok, namun juga dengan pembudidaya lainnya diluar kelompok
budidaya lain, penyuluh dari dinas, pihak dinas dan KKP. Selain itu pembudidya
juga sering berinteraksi dengan pihak input maupun output, seperti terhadap
penyedia pakan, sarana dan sarana budidaya ikan, juga pembeli atau konsumen
hasil budidaya. Hal ini menunjukan bahwa interaksi dan partisipasi pembudidaya
juga meningkat melalui keterlibatan secara langsung dalam setiap pengambilan
keputusan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan yang
dilaksanakan melalui program minapolitan. Meskipun intensitas pertemuan
kelompok dalam sebulan hanya 2 kali namun para pembudidaya sering melakukan
pertemuan diluar kelompok budidaya, bahkan interksi mereka dapat terjadi setiap
hari.
3. Lapangan Perkerjaan
Menurut penelitian dilapang, masyarakat yang dulunya tidak berbudidaya
menjadi berbudidaya ikan. Dari hasil wawancara yang dilakukan terdapat 3 dari 10
pembudidaya yang memulai berbudidaya diatas tahun 2010. Dengan adanya
program minapolitan daerah ini juga menjadi daerah yang terkenal sebagai
penghasil ikan, baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Sehingga dengan tingginya
permintaan ikan, maka pembudidaya akan berupaya meningkatkan hasil
produksinya, dalam meningkatkan hasil produksi salah satu faktor yang dapat
94
ditingkatkan selain modal, bibit, pakan adalah tenaga kerja. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dengan adanya permintaan ikan yang tinggi maka tenaga kerja
yang terserap pun akan semakin tinggi pula. Namun pada kenyataannya dari 10
pembudiaya yang menjadi informan hanya 1 pembudidaya yang menggunakan
tenaga kerja tambahan selain keluarga, pembudidaya ini adalah Bapak Tungkel
pembudidaya ikan hias yang memiliki 1 tenaga kerja tetap saat musim paceklik,
namun saat musim ikan atau saat permintaan ikan tinggi beliau bisa
memperkerjakan 4-5 tenaga kerja guna melayani permintaan ikan dari konsumen
dan sisanya menggunakan tenaga kerja dari keluarga seperti istri dan anak.
Namun pembudidaya juga membutuhkan tenaga kerja tambahan saat membuat
kolam atau memperbaiki kolam.
4. Pendidikan
Dengan adanya program minapolitan diharapkan pandangan orang tua
akan pentingnya pendidikan bagi keluarganya meningkat. Sehingga orang tua
akan menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang cukup tinggi dan masalah
finansial terkait biaya pendidikan tidak menjadi permasalahan.
Berdasarkan hasil penelitian, dari 10 pembudidaya yang menjadi informan
semua anak mereka bersekolah, dan bahkan ada yang menempuh pendidikan di
perguruan tinggi. Menurut mereka pendidikan anak mereka penting meskipun dari
10 pembudidaya hanya terdapat 2 pembudidaya yang pernah menempuh
pendidikan diperguruan tinggi, namun mereka memiliki keinginan agar anak-anak
mereka dapat bersekolah sampai jenjang perguruan tinggi. Para pembudidaya
juga mengajarkan anak-anak mereka untuk berbudidaya secara tidak langsung
dengan cara melibatkan anak mereka dalam kegiatan produksi, meskipun
nantinya anak mereka memiliki keinginan yang sama untuk berbudidaya atau
memiliki perkerjaan dibidang lainnya, mereka tetap mengutamakan pendidikan
formal mereka.
95
Adapun tingkat pendidikan pembudidaya dan pendidikan anak mereka
dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 18. Pendidikan pembudidaya dan pendidikan anak pembudidaya.
No Kode
Pembudidaya Pendidikan
Pembudidaya Jumlah
Anak Pendidikan Anak
1 P1 S1 2 Lulus SMK,SD
2 P2 S1 2 S1
3 P3 SMP 1 Lulus SMA
4 P4 SD 3 S1, SD, TK
5 P5 SMP 2 D3, SMP
6 P6 SMP 2 SMP, SMA
7 P7 SMA 1 TK
8 P8 SMA 1 TK
9 P9 SMA 2 SMA, SMP
10 P10 SMA 2 SMA, SMP
Sumber : Data Primer, 2017.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa meskipun sebagian para
pembudidaya tidak mengeyam pendidikan di perguruan tinggi namun pendidikan
anak mereka telah cukup baik. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa anak-anak
mereka sebagian besar masih bersekolah, serta sebagian telah lulus dan memilih
untuk berkerja.Terdapat 2 pembudidaya yang anaknya telah berkeluarga dan
berkerja dan sebanyak 1 pembudidaya yang memiliki anak yang kuliah sambil
berkerja. Dan sisanya bersekolah atau kuliah namun tidak berkerja. Semua
pembudidaya menyatakan bahwa biaya pendidikan anak mereka tidak menjadi
permasalahkannya, sebab biaya pendidikan cukup terjangkau. Biaya pendidikan
yang terjangkau sebab anak mereka masih menempuh pendidikan di TK-SMA.
Menurut pembudidaya yang memiliki anak yang berkuliah biaya pendidikan
mereka cukup terjangkau, namun biaya biaya hidup ditempat mereka berkuliah
cukup tinggi.
5. Kesehatan
Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator kesehatan keluarga
digolongkan menjadi tiga yaitu 1) bagus (skor 3) dari seluruh anggota keluarga
96
dalam sebulan kurang dari 25% sering sakit, 2) cukup (skor 2) jika anggota
keluarga dalam sebulan antara 25%-50% sering sakit dan 3) kurang (skor 1) jika
dari seluruh anggota keluarga dalam sebulan lebih dari 50 % sering sakit. Dalam
Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No. 39 Tahun 2016 terdapat 12
Indikator utama penanda kesehatan sebuah keluarga, antara lain sebagai berikut:
a. keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB);
b. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan;
c. bayi mendapat imunisasi dasar lengkap;
d. bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;
e. balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan;
f. penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar;
g. penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur;
h. penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan;
i. anggota keluarga tidak ada yang merokok;
j. keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);
k. keluarga mempunyai akses sarana air bersih; dan
l. keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kesehatan keluarga pembudidaya,
dari 10 pembudidaya yang menjadi informan dapat diketahui bahwa 8 orang
termasuk kategori bagus dan sebanyak 2 orang termasuk kategori cukup bagus.
Bila dilihat dari indikator utama menurut PERMENKES, hampir semua poin
tersebut telah dipenuhi terutama poin 1-5. Untuk poin ke-6 tidak terdapat informan
yang memiliki tuberkulosis paru. Untuk poin ke-7 terdapat 1 dari 10 pembudidaya
yang memiliki hipertensi dan melakukan pengobatan secara teratur. Untuk poin
ke-8 tidak terdapat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Untuk poin
ke-9 hanya terdapat 4 dari 10 pembudidaya yang tidak merokok dan poin ke-10
hanya 3 dari 10 pembudidaya yang mempunyai JKN atau jaminan kesehatan.
97
Serta untuk poin ke-11 dan ke-12 keluarga dari 10 pembudidaya mempunyai
akses air bersih dan menggunaan jamban sehat. Berdasarkan 12 indikator
tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan keluarga pembudidaya telah baik
sebab telah memenuhi lebih dari setengah indikator yang ditetapkan oleh
PERMENKES.
Selain dari data diatas, dalam penelitian juga didapatkan bahwa
pembudidaya memiliki tingkat kesehatan yang cukup bagus, disebabkan karena
dasa penataran cukup dekat dengan pusat pemerintahan kota Blitar dimana
disana terdapat sarana dan prasarana kesehatan yang memadai, keadaan
lingkungan yang bersih serta tingkat kesadaran masyarakat tentang kesehatan
cukup tinggi. Penyakit yang sering diderita oleh keluarga pembudidaya yaitu
demam, pusing, flu, batuk, radang tenggorokan dan maag. Namun terdapat
anggota keluarga yang memiliki hipertensi dan sedang menjalani perawatan yang
intens.
6. Pola Konsumsi.
Konsumsi, didalam ilmu ekonomi diartikan sebagai penggunaan barang
dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi. Tujuan dari konsumsi adalah
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. (Rosyidi, 2009). Dalam penelitian ini yan
dimaksudkan konsumsi adalah pengeluaran rumah tangga pembudidaya untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan sehari-hari pembudidaya pada
penelitian ini terbagi menjadi pengeluaran pangan dan pengeluaran non panggan.
Pengeluaran pangan berupa membeli makanan pokok, sayuran, buah-buahan
dan bumbu-bumbu. Sedangkan pengeluaran non pangan berupa biaya listrik,
bahan bakar, biaya kesehatan, biaya pendidikan anak, biaya transpotasi dan
komuniakasi. Berikut ini pengeluaran pangan pembudidaya dalam sebulan dan
pengeluaran non pangan dalam sebulan.
98
Tabel 19. Pengeluaran pangan pembudidaya dalam sebulan dan pengeluaran non pangan dalam sebulan.
No
Kode Pembudidaya
Pendapatan Pengeluaran
Pangan Non Pangan Total
1 P1 2.000.000 810.000 600.000 1.410.000
2 P2 3.000.000 560.000 1.620.000 2.180.000
3 P3 7.000.000 935.000 1.680.000 2.615.000
4 P4 5.500.000 1.270.000 1.190.000 2.460.000
5 P5 4.000.000 1.095.000 1.980.000 3.075.000
6 P6 2.500.000 705.000 630.000 1.335.000
7 P7 3.000.000 1.010.000 580.000 1.590.000
8 P8 5.000.000 1.140.000 590.000 1.730.000
9 P9 3.000.000 955.000 1.280.000 2.235.000
10 P10 7.000.000 1.340.000 1.340.000 2.680.000
Sumber : Data Primer, 2017.
Berdasarkan indikator kesejahteraan masyarakat menurut BPS tahun
2005, pengeluaran rumah tangga pembudidaya termasuk kedalam pengeluaran
sedang, yaitu berada di atas Rp. 1.000.000,- dan dibawah Rp. 5.000.000,-. Besar
kecilnya konsumsi rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Penataran, baik
pangan maupun non pangan selain dipengaruhi oleh pendapatan dan kebiasaan,
juga dipengaruhi tingkat pendidikan juga jumlah anggota keluarga. Nilai konsumsi
terbesar untuk kebutuhan pangan rumah tangga pembudidaya adalah Rp.
1.340.000,- perbulan dan nilai konsumsi terkecil untuk pangan rumah tangga
pembudidaya adalah Rp. 560.000,- perbulan. Nilai konsumsi terbesar tersebut
dikeluarkan oleh pembudidaya P10 dengan pendapatan Rp. 7.000.000,- perbulan
dan nilai konsumsi pangan terkecil dikeluarkan oleh pembudidaya P2 dengan
pendapatan sebesar Rp. 3.000.000,- perbulan.
Sedangkan konsumsi non pangan terbesar rumah tangga pembudidaya
adalah Rp. 1.980.000,- perbulan dan nilai konsumsi non pangan terkecil adalah
Rp. 580.000,- perbulan. Nilai terbesar ini dikeluarkan oleh pembudidaya P5 yang
memiliki pendapatan Rp. 4.000.000,- perbulan dan nilai konsumsi non pangan
terkecil dikeluarkan oleh pembudidaya P7 yang memiliki pendapatan sebesar Rp.
99
3.000.000,- perbulan. Besarnya nilai konsumsi non pangan disini dipengaruhi oleh
jumlah anak-anak dan tingkat pendidikan anak-anak mereka. Bila anak mereka
banyak dan menempuh pendidikan di perguruan tinggi makan nilai konsumsi non
pangan mereka akan tinggi hal tersebut dikarenakan biaya pendidikan mereka
yang dikeluarkan dalam sebulan cukup besar.
7. Produktivitas Lahan
Dengan adanya program minapolitan ini, diharapkan masyarakat semakin
memiliki keinginan untuk melakukan budidaya ikan, sehingga lahan-lahan
perkarangan rumah yang tidak digunakan dan kebun-kebun sebelumnya kurang
produktif dapat termanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan hasil penelitian dilapang, kondisi lahan di Desa Penataran ini
sebagian besar terdiri dari lahan basah sebab letaknya yang berdekatan dengan
sumber-sumber air, sehingga lahan tersebut cenderung lebih cocok untuk kegiatan
budidaya daripada pertanian. Setelah adanya program minapolitan lahan warga
yang cenderung basah dan kurang cocok untuk pertanian digunakan sebagai
lahan budidaya ikan, baik ikan hias maupun ikan koi. Terdapat 3 pembudidaya
yang memulai memanfaatkan lahannya sebagai lahan untuk berbudidaya dan
terdapat 3 orang pembudidaya yang menambah lahan budidaya dengan membeli
lahan baru dan menyewa lahan. Peningkatan lahan budidaya ikan koi di
Kecamatan Nglegok dapat dilihat pada tabel 19.
100
Tabel 20. Peningkatan lahan budidaya ikan koi di Kecamatan Nglegok
No Desa, Kecamatan Potensi
Luasan (Ha)
Eksisting
2010 2011 2012 2013
Kecamatan Nglegok
1 Desa Kemloko 11 4 4 8 10
2 Kel. Nglegok 13 5 5 9 8
3 Desa Krenceng 6 1 1 2 4
4 Desa Jiwut 7 1 1 2 4
5 Desa Dayu 8 1 2 4 4
6 Desa Modangan 4 0,5 0,5 1 3
7 Desa Bangsri 3 0,5 0,5 1 2
8 Desa Ngoran 4 0,5 0,5 1 3
9 Desa Penataran 4 0,5 0,5 1 2
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Blitar 2017
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa potensi lahan budidaya koi di blitar
sekitar 4 hektar. Pada tahun 2010 luas lahan budidaya koi sekitar 0,5 hektar dan
padah tahun 2011 masih sekitar 0,5 hektar. Pada tahun 2012 mulai mengalami
peningkatan menjadi 1 hektar dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 2 hektar.
Hal tersebut menunjukan bahwa produktivitas lahan budidaya ikan koi mengalami
peningkatan.
5.2.3 Pengaruh Terhadap Kondisi Budaya
Penelitian ini dilakukan di Desa Penataran, di desa ini terdapat situs
purbakala peninggalan kerajaan majapahit. Sehinga selain sumberdaya Alam
yang cukup banyak desa ini juga memiliki sejarah dan budaya yang menarik.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh program minapolitan dari
kondisi budaya masyarakat. Kondisi budaya yang dimaksud yaitu: kepercayaan
masyarakat, sistem religi (upacara adat), kebiasaan-kebiasaan pembudidaya.
101
Berikut ini pengaruh yang timbul dari program minapolitan yang ditemukan
di lapang antara lain sebagai berikut :
1. Kepercayaan Masyarakat
Menurut Koentjaraningrat (1994), sistem keyakinan yang mengandung
segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang
wujud alam gaib (supernatural), serta seala nilai, norma, dan ajaran dari religi yan
bersangkutan. Kepercayaan masyarakat yang dimaksudkan disini adalah
kepercayaan yang berkaitan dengan pengkeramatan sesuatu seperti sumber air
atau suatu kawasan tertentu. Hal tersebut sering menyebabkan masyarakat
kurang aktif terhadap perubahan baru yang coba dilakukan oleh pemerintah.
Dalam penelitian ini diharapkan dengan adanya program minapolitan tidak
bertentangan dengan kepercayaan masyarakat.
Berdasakan penelitian dilapang, masyarakat penataran memilki berbagai
kepercayaan yang telah dipercayai secara turun-temurun. Salah satu kepercayaan
tersebut adalah kepercayaan akan kemujaraban doa yang dipanjatkan di petilasan
syech subakir sehingga banyak perziarah dari luar daerah menunjungi tempat ini
guna berziarah dan memanjatkan doa. Kepercayaan berikutnya yaitu sumber air
yang terdapat dikomplek candi penataran dapat mendatangkan berkah sebab
sumber air ini merupakan sumber air yang konon digunakan raja hayam wuruk
untuk mandi saat bertandang ke candi penataran, sehingga hingga saat ini sumber
tersebut dijaga oleh masyarakat dan pemerintah, guna melestarikan situs budaya
maupun sumber air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga.
Kepercayaan lain yang terdapat di dalam masyarakat terletak di dusun pacuh, di
dusun tersebut terdapat kepercayaan yaitu larangan untuk menebang pohon yang
terdapat di daerah sumber pacuh, bila ada yang melanggar maka akan
mendatangkan nasib buruk. Dengan adanya kepercayaan kepercayaan tersebut
ternyata membuat masyarakat bertentangan dengan program-program yang
102
dilakukan oleh pemerintah. Bahkan sebagian kepercayan tersebut mendukung
program pemerintah contohnya larangan menebang pohon didusun pacuh ini
dapat melestarikan sumber pacuh yang menjadi sumber utama perairan Desa
Penataran dan desa lainnya, selain itu kawasan ini pun dijadikan hutan lindung
oleh pemerintah.
2. Sistem Religi (Upacara Adat)
Menurut Koentjaraningrat (1994), religi adalah bagian dari kebudayaan.
Disebutkan bahwa religi merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat
komponen, yaitu : 1) emosi keagamaan yang menyebabkan manusia itu bersikap
religius, 2) sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan
manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud alam gaib (supernatural), serta
seala nilai, norma, dan ajaran dari religi yan bersangkutan. 3) sistem ritus dan
upacara yang merupakan usaha manusia untuk mencari hubungan denan Tuhan,
dewa-dewa, atau mahluk-mahluk halus yang mendiami alam gaib, 4) umat atau
kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan tersebut dan yang
melaksanakan sistem ritus dan upacara.
Berdasarkan penelitian dilapang, terdapat beberapa sistem religi atau
upacara adat yang terdapat di Desa Penataran yaitu Gendurinan merupakan salah
satu acara yang sering dilakukan masyarakat desa dalam memperingati hal-hal
tertentu seperti kematian, lahiran atau acara syukur telah mendapatkan rizki dari
Tuhan. Metek pari merupakan adat yang dilakukan masyarakat desa khususnya
petani sebelum melakukan panen pari, upacara ini biasanya dilakukan dengan
membawa makanan ke sawah yang akan dipanen dan membagikan makanan
tersebut pada tamu yang diundang, acara ini hampir mirip dengan gendurinan
namun yang membedakannya adalah jumlah orang yang mengikuti dan lokasinya.
Berdasarkan penelitian terdapat upacara adat yang baru dilakukan oleh
sebuat LSM yaitu kirap dan upacara tumpeng agung nusantara merupakan
103
kegiatan yang dilakukan pertama kali pada tahun 2012. Acara ini dilakukan setiap
bulan juni di komplek candi penataran, Upacara budaya ini merupakan “Napak
Tilas” perjalanan spiritual Raja Hayam Wuruk dari kerajaan majapahit. Dimana
dalam kitab negarakertagama diceritakan bahwa sang maharaja selalu melakukan
kunjungan ke candi penataran setiap tahunnya. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kirab ini akan dimulai dari situs
Upak Bale Kembang yang dipercaya sebagai keraton pesinggahan para raja sejak
jaman kerajaan kediri. Setelah itu tumpeng raksasa dan bberbagai hasil bumi akan
diarak menuju candi penataran. Sesampainya di candi, kegiatan akan dilanjutkan
dengan upacara ritual dan doa kepala Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu dalam
acara ini juga dipentaskan acara berbagai macam kesenian trandisional di Blitar.
Meskipun acara ini baru dilakukan beberapa tahun belakang, namun bila ditengok
dari secara dan latar belakangnya acara ini termasuk dalam hasil kebudayaan
masyarakat penataran sedari jaman Kerajaan Majapahit.
3. Kebiasaan-Kebiasaan Pembudidaya
Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud disini adalah kebiasaan
pembudidaya yang telah dilakukan secara berulang dan berkelanjutan. Dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari program minapolitan
terhadap kebiasaan pembudidaya. Salah satu hal baru yang menjadi kebiasaan
masyarakat adalah pameran dan kontes koi yang diikuti oleh masyarakat.
Berdasarkan penelitian dilapang, masyarakat pembudidaya di Desa
Penataran memiliki kebiasaan yang berbeda dari desa lainnya. Pembudidaya
disini lebih memilih untuk melakukan usaha pembibitan dari pada pembesaran
ikan. Menurut salah satu pembudidaya, usaha pembenihan lebih sesuai dengan
kondisi lingkungan, daripada usaha pembesaran. Kondisi lingkungan Desa
Penataran yang terletak dilereng gunung kelud memiliki suhu yang sedikit lebih
dingin dibandingkan daerah lainnya, sehingga lebih cocok untuk pembenihan ikan,
104
daripada pembesaran ikan yang memerlukan suhu yang hangat. Selain
masyarakat pembudidaya lebih memilih untuk pembenihan dari pada pembesaran,
masyarakat juga memilik kebiasaan pembagian wilayah budidaya dan pertanian.
Di Desa Penataran ini terdapat 3 dusun yaitu : Dusun Pacuh, Dusun Penataran
dan Dusun Sumber Kecek. Dari hasil wawancara, masyarakat Dusun Pacuh
jarang melakukan usaha budidaya meskipun disana terdapat sumber air yang
cukup melimpah karena terdapat sumber air pacuh yang besar. Kegiatan usaha
budidaya paling banyak dilakukan di Dusun Penataran dan Sumber Kecek,
meskipun disana sumber air tidak sebanyak di Dusun Pacuh. Hal ini disebabkan
karena Dusun Pacuh terletak di dataran yang lebih tinggi dari dua dusun lainnya,
sehingga suhu udara di dusun tersebut lebih dingin dan kurang sesuai untuk
berbudidaya. Sedangkan pengaruh program minapolitan terhadap kebiasaan
pembudidaya lebih mengarah pada kebiasaan seperti berkumpul di dalam
masyarakat atau kelompok perikanan, mengikuti pameran ikan koi dan ikan hias
yang menjadi agenda tahunan di Blitar.
5.3 Kearifan Lokal Masyarakat
5.3.1 Kearifan Lokal Masyarakat
Istilah kearifan (wisdom) secara estimologi berarti kemampuan seseorang
dalam menngunakan akal pikirannya untuk menyikapi suatu kejadian, objek atau
situasi. Sedangkan istilah lokal, disini menunjukan ruang interaksi dimana
peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dari dua istilah tersebut dapat diefinisikan
bahwa kearifan lokal merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan
dengan alam dan lingkungan sekitarnya, yang dapat bersumber dari nilai agama
adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat, yang terbangun
secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya. subtansi kearifan lokal dapat berupa aturan mengenai 1)
105
kelembagaan dan sanksi sosial, 2) ketentuan tentang pemanfaatan ruang dan
perkiraan musim untuk bercocock tanam, 3) pelestarian dan perlindungan
terhadap kawasan sensitif, serta 4) bentuk adaptasi dan mitigati tempat tinggal
terhadap iklim, bencarna atau ancaman lainnya (Wikantiyoso dan Tutuko, 2009).
Berdasarkan penelitian di lapang, masyarakat Desa Penataran memiliki
beberapa kearifan lokal, diantarannya sebagi berikut:
a. Kebiasaan budidaya, masyarakat Desa Penataran lebih banyak melakukan
pembenian daripada pembesaran ikan. Hal ini telah terjadi sejak awal terdapat
budidaya ikan di desa ini. Kebiasaan ini terjadi karena lingkungan budidaya
yang lebih menguntungkan untuk usaha pembenihan dari pada pembesaran.
b. Pembagian air di desa sumber krecek, di dusun ini terjadi pembagian atas
pemanfaatan air. Pembagian ini didasarkan atas waktu, dimana ditimur jalan
mendapatkan bagian medapatkan bagian pemanfaatan air pada malam hari
dan pada daerah barat jalan mendapatkan bagian pemanfaatan air pada siang
hari.
c. Pelarangan penebangan pohon disekitar sumber pacuh, masyarakat percaya
bila terdapat masyarakat yang menebang pohon didaerah tersebut maka akan
mendapatkan nasib buruk.
d. Gendurinan merupakan kebiasaan masyarakat sejak jaman dahulu.
Gendurinan dimaksudkan untuk mengucapkan syukur atas riski yang telah
didapat dari Tuhan dan peringatan akan hal-hal tetentu (kelahiran, kematian
dan acara-acara lainnya)
e. Metek pari merupakan acara gendurinan yang dilakukan oleh masyarakat
sebelum melakukan panen, acara ini hampir mirip dengan gendurinan namun
jumlah dan tempatnya terbatas. Biasanya acara metek ini dilakukan disawah
deng jumlah tamu yang cukup sedikit sekitar 7 – 10 orang.
106
f. Keperacayaan akan sumber mata air yang terdapat di komplek candi
penataran. Masyarakat percaya bahwa air dari mata air ini mendatangkan
berkah. Dan sebagian percaya bahwa air ini dapat menyembuhkan berbagai
penyakit dan dapat membuat awet muda. Menurut sejarahnya mata air ini
dulunya digunakan oleh Maharaja Hayam wuruk untuk mandi saat berkuncung
ke komplek candi penataran. Keberadaan sumber mata air ini yang tidak jauh
dari kawasan candi penataran membuatnya sering dikunjungi oleh wisatawan
yang penasaran dan ingin membuktikan manfaat dari sumber air ini.
g. Kepercayaan akan mujarapnya doa di petilasan syech subakir. Banyak
masyarakat desa maupun masyarakat luar desa yang percaya bila
memanjatkan doadan berziarah di petilasan ini makan doanya kan mudah
terkabut. Sehingga saat ini banyak masyarakat yang mengunjungi petilisan ini
untuk berdoa ataupun sekedar berziarah. Dinas kebudayaan dan pariwisata
pun telah menetapkan petilsan ini sebagai salah satu pariwisata yang terdapat
di Desa Penataran.
5.4 Model Pengelolaan Desa Wisata
5.4.1 Potensi Wisata Desa Penataran
Desa Penataran merupakan salah satu desa yang terletak dilereng gunung
kelud sehingga udara di desa ini cukup bersih jauh dari polusi udara perkotaan.
Selain itu desa ini juga masih asri sehingga cukup nyaman bagi parawisatawan
yang penat akan suasana kota besar. Jarak tempuh Desa Penataran dengan kota
kecamatan nglegok pun cukup dekat sekitar 3 Km, atau sekitar 7 menit waktu
tempuh dan jaraknya juga cukup dekat dengan kota/kabupaten Blitar sekitar 12
Km dengan waktu tempuh kurang lebih sekitar 0,5 jam. Selain itu aksesbilitas
didesa ini juga cukup baik. Dengan demikian desa ini cocok untuk dijadikan tujuan
wisata. Selain didukung dengan hal tersebut desa ini juga memiliki beberapa
107
potensi wisata yang cukup baik. Berikut ini adalah potensi wisata yang terdapat di
Desa Penataran :
1. Kawasan Komplek Candi Penataran
Kawasan Komplek Candi penataran merupakan kawasan wisatan yang
terdiri dari komplek candi penataran. Kawasan wisata ini sering disebut dengan
candi penataran. Candi penataran merupakan candi hindu terbesar di jawa timur.
Candi ini dibangun selama 257 tahun, mulai jaman Kerajaan Kediri hingga
Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Jayanegara hingga Raja
Wikramawardana. Menurut sejarahnya Nama asli candi Penataran dipercaya
adalah Candi Palah yang disebut dalam prasasti Palah, dan dibangun pada tahun
1194 oleh Raja Çrnga (Syrenggra) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara
Triwikramawataranindita Çrengalancana Digwijayottungadewa. Raja Çrnga
memerintah Kerajaan Kediri antara tahun 1190 - 1200, sebagai candi gunung
untuk tempat upacara pemujaan agar dapat menetralisasi atau menghindari mara
bahaya yang disebabkan oleh gunung kelud yang sering meletus dan masa
kerajaan majapahit tempat ini dijadikan untuk melatih atau menatar para
punggawa kerajaan. Sehingga seiring perkembangan jaman candi ini dinamakan
penataran atau candi penataran. Komplek candi penataran dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Gambar 4. Komplek candi penataran.
108
Komplek candi penataran ini terdiri dari beberapa candi, diantaranya
sebagai berikut :
a) Candi Angka Tahun/Candi Brawijaya, candi ini berada di sebelah
tenggara pendopo teras, pada bangunan candi terrdapat konogram yang
menunjukan tahun 1291 saka (1369 M), didalamnya terdapat arca
Ganesha sehingga candi ini juga disebut dengan Candi Ganesha. Saat ini
Candi Brawijaya Atau Angka Tahun diabadikan menjadi Lambang Kodam
V Brawijaya. Candi Brawijaya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5. Candi Brawijaya Penataran
b) Candi Naga, saat ini candi naga hanya tersisa bagian kaki dan badan
candi saja, di candi ini tidak terdapat konogram atau angka tahun, candi
ini memiliki relief yang menunjukkan propesi samudramanthana
(pangkukan samudra) yang berasa dari Kitab Adiparwa dab Tantu
Pagelaran dan menceritakan kisah para dewa yang menarik naga untuk
memunculkan amerta dari samudra. Berikut ini merupakan gambar dari
candi naga :
Gambar 6. Candi Naga Penataran.
109
c) Candi Induk merupakan candi utama di komplek candi penataran. Candi
ini terdapa di bagian belakang terdiri dari tiga teras tersusun. Pada relief
candi menceritakan cerita ramayana. Pada bagian tangga menuju teras
ke dua diapit oleh 2 arca Mahapala. Saat ini candi ini hanya kaki candi
saja dan bentuknya lebih menyerupai punden berundak. Sebelah barat
candi induk terdapat prasasti palah yang dibuat oleh Raja Srengga berupa
lingga batu. Candi induk dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 7. Candi Induk Penataran
d) Patirtaan Penataran Dalam merupakan kolam yang terdapat dibagian
belakang candi induk dimana letak kolamnya berdekatan dengan aliran
sungai. Pada masa amerta patirtaan ini dikaitkan dengan tujuan akhir
konsep ritual penyatuan jiwa peziarah dengan dewa. Saat ini petirtaan ini
dipercaya membawa keberuntungan. Patirtaan penataran dalam dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 8. Patirtaan Penataran Dalam Penataran
110
Komplek candi ini cukup ramai dikunjungi wisatawan baik wisatawan lokal,
regional, nasional maupun internasional. Selain sebagai tempat wisata candi ini
juga dijadikan sebagai tempat silahturahmi para penganut hindu sehari setelah
hari Raya Nyepi. Komplek candi penataran ini juga sering digunakan sebagai
tempat event-event tertentu yaitu : Purnama Seruling Penataran dan Kirab dan
Upacara Tumpeng Agung Nusantara.
2. Museum Penataran
Museum Penataran merupakan museum daerah yang bercorak arkeologi
dan etnografis. Sehingga selain terdapat benda cagar budaya (BCB) seperti
Agastya (Siwa Mahaguru), Arca Bima, Arca Brama, Arca Dewi Durga, arca
Ganesha, Arca Indra, Arca Harihara, Arca Mahalaka, Arca Nandiswara, Arca
Pancuran,Arca Parwati dan beberapa Prasasti laiinya. Pengunjung juga dapat
menihat peralatan dan benda etnis seperti cikar (kereta barang), lesung (alat
tumbuk), dan sebagainya. Meseum penataran dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar 9. Museum Penataran
3. Amphitheater Penataran
Amphitheater penataran merupakan gelanggang terbuka yang terdapat di
Desa Penataran yang letaknya bersebelahan dengan kolam renang penataran.
Tempat ini digunakan sebagai panggung pertunjukan seni budaya dan acara-
acara tertentu. Saat ini tempat ini hanya digunakan sebagai tempat pertunjukan
acara-acara tertentu dan kesenian daerah blitar. Menurut badan kesenian Bitar
untuk kedepannya tempat ini akan digunakan sebagai tempat pertunjukan
111
Purnama Seruling Penataran yang awalnya dilakukan di komplek candi.
Amphitheater Penataran dapat dlihat dari gambar berikut :
Gambar 10. Amphitheater Penataran.
4. Kolam Renang Penataran
Kolam renang penataran merupakan kolam renang yang terdapat di Desa
Penataran. Kolam renang ini cukup memiliki wahana yang memadai yaitu kolam
renang baik anak maupun dewasa yang telah memenuhi standar internasional,
dan wahana lain seperti danau kecil, kolam arus, dan kolam ombak. Selain itu
kolam renang ini juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang lainnya, seperti area
parkir yang luas, toilet yang bersih, area bermain anak yang lengkap dengan
permainanya dan gazebo yang nyaman untuk beristirahat. Kolam renang ini cukup
terjangkau dengan tiket masuk sebesar Rp. 3000,- /orang. Berikut ini gambar
kolam renang penataran:
Gambar 11. Kolam Renang Penataran
5. Petilasan Syech Subakir
Petilasan syech subakir merupakan wisata religi yang terdapat di Desa
Penataran. Syech subakir sendiri adalah tokoh besar ulama islam dari persia yang
ahli dalam rukyah, ekologi, meteorologi, dan geofisika, menyebarkan islam di jawa
112
sekaligus “numbali” tanah jawa. Petilasan ini sering dikunjungi para peziara untuk
meminta doa. Petilasan syech subakir dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 12. Petilasan Syech Subakir
6. Sumber Pacuh
Sumber pacuh merupakan kawasan hutan lindung yang didalamnya
terdapat sumber mata air. Mata air di sumber ini digunakan oleh masyarakat
sekitar untuk kebutuhan pertanian, perikanan maupun kebutuhan rumah tangga.
Saat ini sumber ini belum menjadi tempat wisata dan dikunjungi wisatawan.
Sebagian besar para pengunjungnya adalah warga sekitar yang ingin menikmati
suasana rindang hutan dan tenangnya mata air, serta warga sekitar yang
menggunakan sumber ini sebagai tempat pemancingan. Diharapkan untuk
kedepannya sumber ini menjadin area ekowisata yang mampun menarik
wisatawan. Sumber pacuh dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 13. Sumber Pacuh
7. Purnama Seruling Penataran
Purnama seruling penataran (PSP) merupakan event yang rutin
dilaksanakan di kawasan wisata penataran. Event ini pertama kali digagas pada
113
tahun 2010 oleh Wima Brahmantya dan Ray Sahetapy. Tujuan diadakannya acara
ini diharapkan dapat membangkitkan semangat kejayaan nusantara, sebagai
mana dalam catatan sejarah candi palah (penataran) sebagai candi negara pada
masa kerajaan majapahit yang termahsyur didunia, baik secara militer maupun
ekonomi. Dengan tajuk “Panggung Persaudaraan dan perdamaian Dunia, DKKB
berupaya untuk membawa nuantara kembali sebgai pemersatu bangsa-bangsa di
dunia melalui seni budaya. Sehingga PSP menjadi pentas udaya yang unik karena
merupakan satu-satunya di dunia yang mmadukan seni budaya blitar, nusantara
dan dunia di bawah cahaya bulan purnama. Pergelaran ini dimulai dengan
penampilkan seorang penulis seruling untuk “memanggil” Sang Bulan Purnama.
Konon ceritanya, rembulan akan muncul dari balik awan setiap kali seruling ditiup.
Kemudia, pergelaran ini dilanjutkan dengan pentas kesenian lokal, dan dilanjutkan
dngan penampilan para bintang tamu dari nusantara dan manca negara. Puncak
acara PSP adalah sendratari yang bertemakan kisah-kisah pada relief candi
penataran, seperti kisah Bhubuksah Gagang Aking atau Sri tanjung. Salah satu
hal yang menjadi daya tarik wisatawan adalah dekorasi sekitar candi penataran
yan didesain menyerupai jaman jawa klasik dengan pencahayaan yang berasal
dari obor bambu dan juga bangunan-banguan yang yang terbuat dari bambu, serta
ribuan lilin yang membuat candi pnataran tampak begitu megah di malam hari.
Rangkaian acara purnama seluring penataran dapat dilihat dari gambar 14 - 17
gambar berikut:
Gambar 14. Purnama Seluring Penataran
114
Gambar 15. Penampilan peniupan seribu seluring.
Gambar 16. Penampilan seni tari nusantara.
Gambar 17. Penampilan budaya dari luar negeri pada PSP
8. Kirap dan Upacara Tumpeng Agung Nusantara
Kirap dan upacara tumpeng agung nusantara merupakan kegiatan yang di
prakarsai oleh Lembaga Pelindungan dan Pelestari Budaya Nusantara (LP2BN).
Kegiatan ini pertama kali diselenggarakan tahun 2012 dan dilaksanakan setahun
sekali pada bulan juni di candi penataran. Upacara budaya ini merupakan “Napak
Tilas” perjalanan spiritual RajaHayam Wuruk dari kerajaan majapahit. Dimana
dalam kitab negarakertagama diceritakan bahwa sang maharaja selalu melakukan
kunjungan ke candi penataran setiap tahunnya. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai
115
bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kirab ini akan dimulai dari situs
Upak Bale Kembang yang dipercaya sebagai keraton pesinggahan para raja sejak
jaman kerajaan kediri. Setelah itu tumpeng raksasa dan berbagai hasil bumi akan
diarak menuju candi penataran. Sesampainya di candi, kegiatan akan dilanjutkan
dengan upacara ritual dan doa kepala Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja disini
juga dipentaskan berbagai macam kesenian tradisional yang ada di Blitar.
Kegiatan ini setiap tahunnya cukup menyita anemo masyarakat maupun
wisatawan. Dengan rangkaian acara yang cukup menarik kegiatan ini dapat
menjadi event yang berpotensi wisata budaya. Berikut ini gambar acara kirab dan
upacara tumpeng agung nusantara:
Gambar 18. Kirab dan upacara tumpeng agung nusantara.
5.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Desa Wisata
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi wisata di suatu daerah.
Faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat.
Dibawah ini merupakan penjabaran dari faktor pendukung dan penghambat yang
mempengaruhi pelaksanaan desa wisata berbasis program minapolitan dan
kearifan masyarakat Desa penataran.
116
1. Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan desa wisata di Desa
Penataran adalah sebagai berikut:
a. Potensi Wisata di Desa Penataran
Dalam sejarahnya nama Desa Penataran diambil dari nama situs candi
peninggalan kerajaan majapahit yaitu komplek candi penataran. Candi ini pada
masanya digunakan sebagai tempat melatih atau menatar para punggawa
Kerajaan Majapahit sehingga candi tersebut diberi nama penataran. Candi
penataran ini merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup menarik
perhatian wisatawan dan menjadi ikon wisata blitar. Selain itu candi ini juga
merupakan situs candi hindu terbesar di Jawa Timur, sehingga kunjungan
wisatawan tiap tahunnya tetap banyak dan semakin meningkat. Selain itu di desa
ini juga memiliki wisata-wisata lain seperti museum, amphiteater, kolam renang,
petilasan syekh subakir, sumber pacuh dan raiser ikan hias. Potensi wisata
tersebut cukup perhatian para wisatawan dan dapat menjadi faktor pendukung
dalam pengelolaan desa wisata.
b. Letak Desa Penataran yang stategis
Keberadaan suatu wisata/pariwisata juga dipengaruhi aksesibilitasnya
yang baik, sehingga pengunjung mudah mengunjunginya dengan berbagai alat
transportasi. Desa Penataran memiliki akses jalan yan cukup baik, jalanan di desa
ini telah diaspal sehingga dapat ditempuh dengan berbagai alat transpotasi. Selain
itu letak desa ini cukup strategis sebab jaraknya yan cukup dekat dengan pusat
kota blitar. Letak desa ini juga sejalur dengan jalur wisata blitar, bila dari alun-alun
kota blitar maka jalur menuju Desa Penataran akan menemukan berbagai
pariwisata yang menjadi ikon Kota Blitar. Wisata yang kita akan temui bila kita
melakukan perjalanan dari Alun-Alun Kota Blitar adalah makam Plokamator RI
(Makan Bung Karno), balai benih ikan koi kemloko, kebun kopi mondangan,
117
gunung kelud. Sehingga desa ini sering menjadi destinasi dalam paket wisata
blitar.
2. Faktor Penghambat
Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan desa wisata di Desa
Penataran adalah sebagai berikut:
a. Tidak terdapat POKDARWIS
Meskipun Desa Penataran memiliki potensi wisata yang cukup banyak,
namun desa ini tidak memiliki POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata). Menurut
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Desa Penataran belum memiliki
POKDARWIS sehingga desa tersebut belum dapat menjadi desa wisata. Dalam
pembentukan desa wisata perlu terlebih dahulu membentuk POKDARWIS guna
menciptakan partisipasi dan dukungan segenap komponen masyarakat dalam
terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya sektor
pariwisata yang ada. Sehingga bila tidak terdapat POKDARWIS maka partisipasi
masyarakat dalam membangun desa wisata kurang.
b. Sumberdaya manusia yang kurang terampil
Dalam Menurut penelitian di lapang, sumberdaya manusia Desa Penataran
kurang terampil dalam penguasaan bahasa inggris, sehingga mereka jarang sekali
menjadi tour guide/penandu wisata. Pemandu wisata di wisata yang ada di Desa
Penataran kebanyakan dari relawan anggota pramuka saka pariwisata.
118
5.4.3 Model Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Minapolitan dan Kearifan
Lokal
Pengelolaan atau mengelola memiliki definisi yang serupa dengan
manajemen. Manajemen terdiri dari kegiatan-kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pergerakan, dan pengawasan. Berikut model pengelolaan desa
wisata yang mengunakan fungsi manajemen :
1. Perencanaan
Kegiatan perencanaan meliputi pemilihan atau penetapan tujuan dari
pengelolaan wisata ini, dan penentuan stategi, kebijakan maupun program yang
dibutuhkan agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Tujuan dari pengelolaan
wisata ini adalah :
a. mengembangkan kawasan minapolitan sebagai kawasan minawisata yang
ada di Blitar
b. menjadikan Desa Penataran sebagai salah satu destinasi wisata di Blitar,
c. menyejahterakan masyarakat Desa Penataran.
Agar mencapai tujuan yang telah direncanakan diatas dibutuhkan
perencanaan yang baik. Dalam pengelolaan desa wisata di Penataran ini, terdapat
beberapa perencanaan, yaitu :
1) Pembentukan POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata)
Desa Penataran merupakan desa yang kaya akan SDA maupun sumber
daya budaya dan kebudayan. Sumber daya budaya dan Kebudayaan yang
dimaksud adalah situs peninggalan Kerajaan Majapahit (Komplek Candi
Penataran) yang di kelola oleh Pemerintah Blitar dan Badan Purbakala sebagai
wisata yang memiliki nilai sejarah dan kebudayaan. Selain itu desa ini juga memiliki
sumber daya alam yang cukup besar yaitu: potensi budidaya ikan koi serta
keberadaan sumber air yang memcukupi untuk kehidupan masyarakatnya.
Dengan adanya hal tersebut, seharusnya dapat menjadikan desa ini sebagai desa
119
wisata, dimana pengelolaan desa wisata tersebut dilakukan langsung oleh
masyarakat yang berkerjasama dengan pihak pemerintah. Dalam pengelolaan
desa wisata dibutuhkan organisasi atau lembaga yang dapat menghubungkan
antara pemerintah dan masyarakat tersebut. Lembaga yang dapat
menghubungkan pemerintah dan masyarakat adalah POKDARWIS (Kelompok
Sadar Wisata).
Menurut Rahim (2012), kelompok sadar wisata atau yang sering disebut
POKDARWIS, adalah kelembagaan di tingkat masyarakat yang anggotanya terdiri
dari para pelaku kepariwisataan yang memiliki keperdulian dan tanggung jawab
terdahadap pariwisata, serta berperan sebagai penggerak dalam mendukung
terciptanya iklim konduksif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan serta
terwujudnya sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah dan unsur
kenangan) dalam meningkatkan pembangunan daerah melalui kepariwisataan
dan memanfaatkannya bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. POKDARWIS juga
sering disebut dengan KOMPEPAR (Kelompok Pernggerak Pariwisata). Kelompok
ini juga merupakan kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat yang aktif dalam
aktivitas sosialnya yang seperti:
a. meningkatkan pemahaman kepariwisataan,
b. meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
kepariwisataan,
c. meningkatkan nilai manfaat kepariwisataan bagi masyarakat/anggota
POKDARWIS,
d. mensukseskan pembangunan kepariwisataan
Menurut Rahim (2012), POKDARWIS dapat dibentuk melalui 2 (dua)
pendekatan, yaitu inisiatif dari masyarakat lokal dan inisiasi dari instansi terkait di
120
bidang Kepariwisataan. POKDARWIS dapat dibentuk melalui 2 (dua) pendekatan,
sebagai berikut :
a. inisiatif masyarakat artinya POKDARWIS terbentuk atas dasar kesadaran yang
tumbuh masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar destinasi pariwisata
untuk ikut serta berperan aktif dalam pengembangan potensi pariwisata
setempat.
b. inisiasi dari instansi terkait bidang kepariwisataan di daerah (Dinas Pariwisata
Provinsi/ Dinas Pariwisata Kab/ Kota) pada lokasi-lokasi potensial baik dari sisi
kesiapan aspek kepariwisataan maupun kesiapan masyarakatnya.
Pembentukan POKDARWIS di Desa Penataran merupakan hasil inisiasi
dari Pemerintah Kabupaten Blitar. Pembentukan ini dilakukan oleh pemerintah
untuk membangun dan mengembangkan pariwisata yang terdapat di Desa
Penataran. Berikut ini tahap – tahap pembentukan POKDARWIS:
1. Dinas Pariwisata Kabupaten Blitar berinisiatif membentuk POKDARWIS dan
menggalang inisiatif tersebut kepada masyarakat Desa Penataran untuk
membentuk POKDARWIS.
2. Kepala Desa Penataran memfasilitasi pertemuan warga dengan Dinas
Pariwisata untuk membentuk POKDARWIS.
3. Hasil pembentukan POKDARWIS Desa Penataran selanjutnya dilaporkan ke
Kantor Kecamatan Nglegok, selanjutnya laporan tersebut diteruskan dan
dicatat oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Blitar dan Dinas Provinsi Jawa Timur
untuk mendapatkan pengesahan dan pembinaan lebih lanjut.
4. Selanjutnya pengukuhan POKDARWIS dilakukan oleh Bupati Blitar dan atau
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Blitar.
5. Selanjutnya dilakukan pencatatan dan pendaftaran POKDARWIS oleh Dinas
Pariwisata Blitar untuk dilaporkan ke Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Timur,
serta dilanjutkan ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
121
Dengan adanya POKDARWIS ini dapat menjadi fasilitas bagi masyarakat
Desa Penataran dalam melakukan pelatihan terkait dalam bidang pariwisata, baik
itu pelatihan menjadi pemandu wisata atau pelatihan dalam membuat
cenderamata. Selain itu POKDARWIS disini juga dapat menjadi wadah dan
jembatan bagi kelompok – kelompok masyarakat seperti sanggar budaya,
perkumpulan tukang parkir, kelompok pedangan, kelompok pengrajin, kelompok
perikanan dan kelompok masyarakat lainnya. Sehingga dengan adanya
POKDARWIS dapat menjadikan kelompok-kelompok tersebut saling
berkerjasama dalam menciptakan desa wisata yang baik.
2) Merencanakan minapolitan dan kearifan lokal masyarakat sebagai wisata
Kawasan minapolitan di Kabupaten Blitar tepatnya di Kecamatan Nglegok
dapat dijadikan sebagai kawasan ekowisata bernilai edukasi bagi para wisatawan.
Seperti yang diketahui bahwa Desa Penataran merupakan salah satu dari 3
daerah sentral produksi ikan hias koi di Kecamatan Nglegok. Dengan produksi koi
yang cukup besar dan didukung dengan adanya Sub Raiser Ikan Hias, desa ini
cukup berpotensi sebagai kawasan ekowisata. Kawasan ekowisata yang
dimaksud disini adalah wisata yang memanfaatkan program minapolitan di Desa
Penataran dan kearifan lokal masyarakat. Ekowisata disini yaitu memanfaatkan
kebiasaan pembudidaya dalam melakukan usaha pembenihan dan potensi
komonditas unggulan yang ada yaitu ikan koi, sebagai wisata berbasis ekowisata
dan bernilai edukasi. Wisata yang dapat memanfaatkan minapolitan dan nilai dari
kearifan lokal masyarakat yaitu menjadikan proses pemijahan ikan pembudidaya
sebagai ekowisata edukasi bagi wisatawan. Wisata ini akan mengajak wisatawan
untuk melakukan pemijahan ikan hias dari proses pemilihan indukan, metode
pemijahan maupun penanganan bibit ikan. Dalam ekowisata ini perlu adanya
dukungan maupun kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat
dengan melakukan penataan terhadap kawasan budidaya ikan hias. Penataran
122
kawasan budidaya yaitu meliputi penataan terhadap kolam-kolam ikan, perbaikan
saluran air masuk maupun keluar dari kolam budidaya, pembuatan monumen atau
patung-patung ikan yang menjadi lambang kawasan minapolitan, dan perbaikan
fasilitas lainnya yang dapat menunjang terciptanya kawasan ekowisata yang baik.
Selain itu juga memanfaatkan Sub Raiser sebagai Kampung Ikan Hias, baik ikan
koi maupun ikan hias lainnya. Peran Sub Raiser disini tidak hanya sebagai tempat
memasarkan, mempromosikan ikan koi dan tempat karantina ikan, tempat ini juga
dapat menjadi tempat budidaya ikan hias yang dibuka untuk wisata edukasi bagi
masyarakat umum. Dalam hal ini juga perlu adanya campur tangga masyarakat
sekitar dalam menciptakan kesan yang baik terhadap kawasan ekowisata,
masyarakat disini dapat diberdayakan guna menciptakan ekonomi yang kreatif
dengan membuat cindramata dari komonditas unggulan dalam minapolitan di
Desa Penataran ini. Selain itu guna menarik wisatawan perlu diadakan pameran
ikan hias koi secara rutin tiap tahunnya di Sub Raiser ikan hias penataran dan
menyediakan fasilitas yang memadai guna mendukung pameran tersebut.
Desa ini menjadi tujuan wisata karena terdapatnya komplek candi
penataran yang menjadi salah satu icon wisata Blitar. Memasuki desa ini
wisatawan akan disuguhkan dengan beberapa pilihan wisata, diantaranya
kompleks candi penataran, museum penataran, amphitheater penataran, kolam
renang penatran, petilasan syech subakhir, sumber pacuh dan raiser ikan hias.
Desa ini cocok menjadi tujuan wisata, baik untuk wisata keluarga maupun
studi banding. Desa Penataran ini memiliki wisata yang berbasis pada pendidikan,
religi, ekologi/ekowisata, rekreasi, budaya dan sejarah. Dari segi pendidikan,
sejarah dan religi desa ini memiliki kompleks candi penataran, museum penataran
maupun petilasan syech subakhir yang memiliki nilai edukasi terkait sejarah,
budaya dan religi. Dari segi ekologi/ekowisata desa ini memiliki raiser ikan hias
dan sumber pacuh. Dari segi budaya desa ini memiliki event purnama seluring
123
penataran dan kirap dan upacara tumpeng agung nusantara yang menjadi event
yang selalu diadakan setiap tahunnya, sedangkan dari segi rekreasi desa ini
memiliki daya tarik tersendiri yaitu kolam renang penataran dan berbagai potensi
wisata lainnya yang dapat dijadikan pilihan. Selain digunakan untuk berwisata
desa ini juga sering digunakan untuk penelitian, pemotretan dan event-event
tertentu. Sehingga tidak hanya masyarakat umum atau wisatawan yang
mengunjungi wisata ini, namun juga dikuncungi oleh mahasiswa, murid-murid, dan
karyawan-karyawan dari berbagai intansi serta para peneliti.
3) Pemasaran
Dalam pengelolaan desa wisata ini pemasaran merupakan hal yang paling
penting. Seperti yang diketahui bahwa pemasaran merupakan salah satu cara
pengelola dalam memperkenalkan potensi wisata pada masyarakat. Pemasaran
ini ditujukan semua kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak, pelajar,
mahasisawa, peneliti, masyarakat umum dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pemasaran potensi wisata di Desa Penataran dilakukan dengan promosi. Pomosi
merupakan suatu hal penting dalam pemasaran, selain sebagai sarana dalam
mengenalkan produk atau potensi wisata ke wisatawan, promosi juga bertujuan
dalam menarik minat konsumen. Promosi biasanya dilakukan melalui media masa,
baik media cetak maupun media elektronik, namun saat ini promosi juga banyak
dilakukan melakui media sosmed atau internet. Selain itu melakukan promosi,
pemasaran juga dilakukan dengan kerjasama dengan pihak-pihak pengelola
wisata di sekitar Desa Penataran, dengan adanya kerjasama ini diharapkan dapat
membentuk sudatu jarngan pemasaran pariwisata yang saling mengun tungkan
semua pihak yang terlibat. Dengan adanya hal tersebut diharapkan juga dapat
terbentuk suatu paket-paket wisata yang menarik bagi para wisatawan.
124
4) Pembuatan peraturan dan sanksi
Pembuatan peraturan disini dilakukan oleh pihak pegelola desa wisata
agar dapat menjadi kontrol kepada para wisatawan supaya berwisata dengan bijak
dan menjaga kelestarian wisata. Peraturan disini berupa himbauan di tempat
wisata seperti:
1) Peraturan candi penataran dan museum yaitu terdapat larangan untuk
merusak bangunan candi, larangan corat-coret ataupun larangan masuk ke
candi yang rawan runtuh, larangan membuang sampah di sebarang tempat.
2) Peraturan di kolam budidaya maupun di raiser ikan hias yaitu berupa
himbauan agar tidak memberi makan ikan sembarangan, larangan
membuang sampah pada sebarang tempat, dan larangan masuk ke kolam
budidaya tanpa pendampingan pembudidaya.
3) Peraturan di kolam renang yaitu dilarang buang sampah di sebarang tempat,
larangan bagi anak-anak masuk ke kolam dewasa, dan himbauan untuk
selalu mengawasi anak-anak yang berenang atau bermain air.
4) Peraturan di museum yaitu dilarang memasuki batas garis pembatas, dilarang
memindahkan patung, artefak maupun benda peninggalan lainnya, dan
dilarang buang sampah sembarangan.
5) Peraturan di sumber pacuh yaitu dilarang berenang di sumber, dilarang buang
sampah disembarang tempat, dan larangan bermain-main di tepi sumber.
6) Peraturan di petilasan syech subakir yaitu larangan masuk bagi wanita yang
sedang haid, dan larangan buang sampah disembarang tempat.
Adanya peraturan tersebut tak akan lengkap tanpa adanya sanksi. Sanksi
yang diberikan bagi pelanggar yaitu berupa denda yang harus dibayarkan kepada
pihak pengelola.
125
2. Pengorganisasian
Berdasarkan penelitian di lapang terdapat beberapa Organisasi dan
Lembaga yang mengatur pengelolaan wisata di Desa Penataran. Pengelolaan
wisata di Desa Penataran ini dikelola lansung oleh Dinas Pemuda, Olah Raga,
Kebudayaan dan Pariwisata (PORBUDPAR) Kabupaten Blitar yang berkerjasama
dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur. Namun terdapat
beberapa organisasi dan lembaga lain yang ikut mengatur pengelolaan wisata
Desa Penataran. Berikut ini merupakan struktur keorganisasian pengelolaan desa
wisata penataran diantaranya sebagai berikut ini:
Gambar 19. Struktur Keorganisasian Pengelolaan Desa Wisata Penataran.
A. Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (PORBUDPAR).
Dinas Porbudpar merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan
daerah di bidang Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga serta tugas
pembantuan. Dinas ini berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada
POKDARWIS
UPTD/Sub-Raiser
DKP Dinas PORBUDPAR
UPTD/Saka
Pariwisata
BPCB
LP2BN
POKDARWIS
126
Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya dinas ini
mempunyai fungsi :
1) merumuskan kebijakan teknis di bidang Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda
dan Olah Raga,
2) memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga,
3) melaksanakan pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang Pariwisata,
Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga,
4) melaksanakan pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas,
5) mengkooordinasikan pelaksanaan urusan tata usaha dinas,
6) melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Dalam melaksanakan tugasnya melaksanakan mengelola wisata di
kabupaten Blitar, khususnya Desa Penataran dinas ini memiliki 3 bidang yang
mengelola pariwisata dan budaya yaitu Bidang Pengembangan Destinasi dan
Usaha Pariwisata, Bidang Pemasaran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta
Bidang Kebudayaan. Adapun tugas dari ketiga bidang tersebut antara lain:
1) Bidang Pengembangan Destinasi dan Usaha Pariwisata. Bidang ini dipimpin
oleh kepala bidang yang bertanggung jawab kepada kepala dinas. Bidang ini
mempunyai tugas menyiapkan perumusan dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan di Bidang Pengembangan Daya Tarik Wisata, Pengembangan
Kelembagaan Pariwisata, dan Pengembangan Usaha Pariwisata. Dalam
memastikan tugas dan fungsinya berjalan sebagaimana mestinya, bidang ini
dibagi menjadi beberapa seksi, antara lain:
a. Seksi Pengembangan Daya Tarik Wisata.
Seksi ini memiliki tugas penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, koordinasi
127
pelaksanaan kebijakan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang perancangan
destinasi, amenitas, aksesibilitas dan ekosistem pariwisata dalam rangka
pengembangan daya tarik wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan.
b. Seksi Pengembangan Kelembagaan Pariwisata.
Seksi memiliki tugas penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, koordinasi
pelaksanaan kebijakan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan
hubungan kelembagaan kepariwisataan, penelitian dan pengembangan
kebijakan kepariwisataan, pengembangan sumber daya manusia
kepariwisataan, pengembangan sadar wisata, pengembangan potensi
masyarakat serta pengendalian transformasi.
c. Seksi Pengembangan Usaha Pariwisata.
Seksi ini memiliki tugas penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, koordinasi
pelaksanaan kebijakan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kemitraan usaha
pariwisata, tanda daftar usaha pariwisata, rekomendasi penerbitan ijin
usaha pariwisata, standar usaha pariwisata, sertifikasi usaha pariwisata,
dan investasi usaha pariwisata.
2) Bidang Pemasaran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Bidang ini dipimpin oleh
kepala bidang yang bertanggung jawab kepada kepala dinas. Bidang
mempunyai tugas menyiapan perumusan dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan di bidang Analisis Data, Strategi Pemasaran dan Kerjasama
Pariwisata, Promosi Pariwisata, serta Pengembangan Ekonomi Kreatif. Dalam
128
memastikan tugas dan fungsinya berjalan sebagaimana mestinya, bidang ini
dibagi menjadi beberapa seksi, antara lain:
a. Seksi Analisis Data, Strategi Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata.
Seksi ini memiliki tugas penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, koordinasi
pelaksanaan kebijakan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang analisis data pasar
pariwisata, profil pasar, target pasar, penyusunan strategi pemasaran
pariwisata, pengembangan kerjasama kemitraan, pertukaran wisatawan,
serta pemantauan dan evaluasi pemasaran pariwisata.
b. Seksi Promosi Pariwisata.
Seksi ini memiliki tugas penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, koordinasi
pelaksanaan kebijakan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penyelenggaraan
pameran, festival, promosi investasi, promosi media, publikasi, wisata
pertemuan, konvensi, perjalanan insentif, dan perjalanan wisata
pengenalan pasar.
c. Seksi Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Seksi ini memiliki tugas penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, koordinasi
pelaksanaan kebijakan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi,
serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang periklanan
(advertising), arsitektur, pasar barang seni, kerajinan (craft), desain,
fesyen (fashion), video, film, fotografi, permainan interaktif (game), music,
129
seni pertunjukan (showbiz), penerbitan, percetakan, layanan computer,
piranti lunak (software), televisi dan radio (broadcasting), dan kuliner.
3) Bidang Kebudayaan, bidang ini dipimpin oleh kepala bidang yang bertanggung
jawab kepada kepala dinas. Bidang ini memiliki tugas penyiapan, perumusan,
koordinasi pelaksanaan kebijakan di Bidang Museum, Kepurbakalaan,
Sejarah, Cagar Budaya dan Nilai Tradisi, Kesenian, Dokumentasi Dan Sarana
Prasarana Seni Budaya. Dalam memastikan tugas dan fungsinya berjalan
sebagaimana mestinya, bidang ini dibagi menjadi beberapa seksi, antara lain:
a. Seksi Museum, Kepurbakalaan, Sejarah, Cagar Budaya dan Nilai Tradisi.
Seksi ini memilki tugas penyusunan, pendataan, perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan Museum, Kepurbakalaan, Sejarah, Cagar Budaya
dan Nilai Tradisi.
b. Seksi Kesenian.
Seksi ini memiliki tugas penyusunan, pendataan, perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan Pelestarian dan Pengembangan Kesenian daerah
c. Seksi Dokumentasi dan Sarana Prasarana Seni Budaya.
Seksi ini memiliki tugas penyusunan, pendataan, perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan Dokumentasi Dan Sarana Prasarana Seni Budaya.
B. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Blitar
Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kabupaten Blitar merupakan instansi
yang melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi dan
bertugas pembantu pembantuan dibidang kelautan dan perikanan. Dinas ini
berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris
Daerah. Adapun fungsi dari dinas ini antara lain :
a) Perumusan kebijakan teknis di bidang kelautan dan perikanan,
b) Penyelengaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang kelautan
dan perikanan,
130
c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kelautan dan perikanan,
d) Pembinaan kepada Unit Pelaksana Teknis Dinas,
e) Pengelolaan urusan tata usaha dinas,
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan Kelauatan dan perikanan
di Kabupaten Blitar, Dinas ini memiliki 3 bidang kerja, antara lain:
1. Bidang kelautan
Bidang kelautan merupakan unit kerja yang melaksanakan pengelolaan
dibidang kelautan. Pada bidang ini terdapat beberapa Kepala sub-bidang
yang membantu tugas umum bidang kelautan. Kepala sub-bidang ini antara
lain, 1) Kasubid Sarana Dan Prasarana Kelautan yang memiliki tugas seperti
penerbitan surat-surat kapal, mengatur alat penangkapan dan semua tugas
yang berkaitan dengan sarana dan prasaran kelautan, 2) Kasubid
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir yang memilki tugas memberdayakan
masyarakat pesisir, melakukan penyuluhan kepada msyarakat pesisir,
melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap masyarakat pesisir, dll. 3)
Kasubid Produksi dan Konservasi Sumberdaya Kelautan, yang memiliki tugas
seperti penerbitan surat ijin usaha perikanan, melaksanakan penimbangan
dan pelelangan ikan, memastikan kelanjutan produksi kelautan, serta
melakukan konservasi terhadap wilayah pesisir dan sumberdaya kelautan.
2. Bidang perikanan
Bidang perikanan merupakan unit kerja yang melaksanakan pengelolaan di
bidang perikanan darat. Pada bidang ini terdapat beberapa Kepala sub-
bidang yang membantu tugas umum bidang perikanan darat, diantaranya; 1)
Kasubid Budidaya dan Pembenihan yang memiliki tugas seperti melakukan
pelatihan cara budidaya dan pembenihan ikan yang baik, melakukan
131
pembinaan kepada pembudidaya, melakukan sosialisai terhadap program-
program yang terkait perikanan dan budidaya, 2) Kasubid Kesehatan Ikan dan
Lingkungan yang memilki tugas melakukan penanganan terhadap penyakit
dan parasit yang terjadi di kegiatan budidaya, melakukan pelatihan dan
pembinaan kepada pembudidaya terkait penanganan dan pencegahan
penyakit ikan, menjaga dan melestarikan lingkungan budidaya, 3) Kasubid
Sarana dan Prasarana Perikanan yang memiliki tugas menyediakan saranan
dan prasarana dalam membudidaya untuk para pembudidaya, menyediakan
sarana dan prasarana budidaya pada unit-unit pelakasanaan teknis daerah.
3. Bidang usaha perikanan.
Bidang usaha perikanan merupakan unit kerja yang melaksanakan tugas
mengelola dan memanajemen usaha di bidang perikanan. Di dalam bidang
ini terdapat 3 kepala sub-bagian, yaitu 1) Kasubid Teknologi Pengelolaan
Hasil, dimana bertugas dalam memberikan pelatihan atau informasi terkait
teknologi pengelolaan hasil perikanan yang baik, memastikan kualitas dari
produk perikanan dll, 2) Kasubid Pemasaran, dimana unit ini memilki tugas
dalam memasarkan hasil produksi perikanan, melakukan pemasaran dan
promosi, melakukan karantina kepada ikan yang akan dikirim ke luar daerah,
membuat ijin pengiriman ikan ke luar daerah, dan melakukan pelayanan jual
beli benih di BBI, 3) Kasubid SDM dan Kelembagaan yang memiliki tugas
seperti melakukan pelatihan kewirausahaan kepada pembudidaya, memberi
perijinan kelompok perikanan, memantau kelompok perikanan, memberikan
bantuan modal kepada pembudidaya dll.
Selain tiga bidang di atas DKP juga memiliki Unit Pelaksana Teknis
Daerah, yaitu UPTD Sub-Raiser, UPTD BBI dan UPTD PPI. UPTD sub-raiser ikan
terdapat di desa penataran, sub raiser ini berfungsi sebagai balai karantina ikan
dan unit usaha budidaya ikan, selain itu keberadaan sub raiser ini juga merupakan
132
bagian dari program minapolitan ikan hias di kabupaten blitar. UPTD BBI
merupakan unit pelaksan yang bertugas menyediakan benih dan indukan yang
baik untuk jalannya budidaya di Kabupaten Blitar, di Blitar sendiri terdapat 2 unit
BBI yaitu BBI Klemunan dan BBI Babadan, terakhir UPTD PPI, unit ini terdapat di
pantai Tambak Rejo, dimana PPI ini akan berfungsi sebagai pangkalan dan
pendaratan ikan hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Blitar.
Berdasarkan hasil penelitian di lapang Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Blitar bertindak sebagai pembuat masterplan dalam pelaksananan
pengembangan minapolitan sebagai minawisata. Dalam program minapolitan ini
bidang perikanan dan bidang usaha perikanan merupakan unit yang paling
berperan. Dua bidang ini memegang peranan penting dalam berlangsungnya
program minapolitan yang dilaksanakan di Desa Penataran Kecamatan Nglegok.
Selain itu UPTD BBI dan UPTD Sub-Raiser juga memiliki pengaruh dalam
minapolitan ini, dimana BBI berfungsi sebagai penyedia benih yang bagus dan
indukan unggul, sedangkan Sub-raiser bertindak sebagai balai karantinan serta
unit usaha budidaya, selain itu sub-raiser juga sebagai sarana pelatihan bagi
pembudidaya maupun sebagai tempat event-event pameran ikan hias dan ikan
koi.
C. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur
Balai Pelestarian Cagar Budaya merupakan intansi yang didirikan untuk
menjaga dan melestarikan benda cagar budaya dan situsnya di Jawa Timur.
Dikarenakan peneliti melakukan penelitian di komplek candi penataran yang
merupakan situ peninggalan budaya maka intansi ini merupakan intansi yang
memiliki tugas cukup pentingdalam menjaga dan pelestarian situs budaya. Adapun
tugas intansi ini adalah sebagai berikut :
1. Pemeliharaan, perlindungan, pemugaran, dokumentasi, bimbingan dan
penyuluhan, penyelidikan dan pengamanan terhadap peninggalan purbakala
133
bergerak maupun tidak bergerak serta situs, termasuk yang berada
dilapangan maupun tersimpan di ruangan.
2. Pelaksanaan dan pemeliharaan, pengelolaan dan pemanfaatan peninggalan
purbakala bergerak maupun tidak serta situs peninggalan arkeolog bawah air.
3. Pelaksanaan dokumentasi dan penetapan peninggalan purbakala bergerak
serta situs termasuk yang berada dilapangan maupun yang tersimpan
diruangan.
4. Pelaksanaan perlindungan, penyidikan dan pengamanan peninggalan
purbakala bergerak maupun tidak bergerak serta situs termasuk yang berada
dilapangan maupun yang tersimpan diruangan.
5. Pelaksanaan pemugaran peninggalan purbakala serta situs termasuk yang
berada dilapangan maupun yang tersimpan diruangan.
6. Pelaksanaan pemberian penyuluhan/bimbingan terhadap masyarakat
tentang peninggalan sejarah dan purbakala.
7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
Dalam melakukan tugasnya dalam melestarikan situs budaya intansi ini
memiliki beberapa Seksi. Seksi Pelindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan
BPCB Mojokerto adalah Sie yang bertugas untuk melakukan Perlindungan,
Penyidikan, Pemugaran, Konservasi dan Pendokumentasian Cagar Budaya di
wilayah Jawa Timur. Dalam Seksi ini terdapat beberapa kelompok kerja dan
bagian subpokja yang menangani perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan situs budaya di Jawa Timur, termaksuk situs Candi Penataran dan
Museum Penataran. Adapun kelompok kerja dan bagian subpokja antara lain:
a. Korpokja Penyelamatan dan Pengamanan.
Kelompok kerja ini bertugas dalam penyelamatan dan pengamanan benda
cagar budaya dan situs budaya yang ada di Jawa Timur. Dalam
134
melaksanakan tugasnya kelompok kerja ini di bagi menjadi beberapa sub-
kelompok kerja yaitu :
1) Subpokja Perizinan
2) Subpokja Pengamanan
3) Subpokja Ekskavasi Penyelamatan
b. Korpokja Pemeliharaan
Kelompok kerja pemeliharaan bertugas dalam memelihara dan perawatan
benda cagar budaya dan situs budaya yang ada di Jawa Timur. Dalam
melaksanakan tugasnya kelompok kerja ini di bagi menjadi beberapa sub-
kelompok kerja yaitu :
1) Subpokja Perawatan dan Pertamanan
2) Subpokja Laboratorium dan Pengawetan
c. Korpokja Pemugaran
Kelompok kerja pemugaran merupakan kelompok kerja yang melakukan
pemugaran pada benda cagar budaya dan situs budaya yang ada di Jawa
Timur. Dalam melaksanakan tugasnya kelompok kerja ini di bagi menjadi
beberapa sub-kelompok kerja yaitu :
1) Subpokja Pemetaan dan Penggambaran
2) Subpokja Tekno Arkeologi
d. Korpokja Publikasi dan Dokumentasi
Kelompok kerja ini merupakan kelompok kerja yang bertugas dalam
mempublikasikan benda dan situs budaya yang terdapat di Jawa Timur kepada
masyarakat serta mendokumentasikannya. Dalam melaksanakan tugasnya
kelompok kerja ini di bagi menjadi beberapa sub-kelompok kerja yaitu :
1) Subpokja Informasi dan Pameran
2) Subpokja Perpustakaan
3) Subpokja Verifikasi
135
4) Subpokja Inventarisasi
e. Korpokja Museum Majapahit
Kelompok kerja ini khusus bertugas dalam mengelola museum majapahit yang
berada di Mojokerto. Dalam melaksanakan tugasnya kelompok kerja ini di bagi
menjadi beberapa sub-kelompok kerja yaitu :
1) Subpokja Pendataan Koleksi
2) Subpokja Penyaji
3) Subpokja Pemandu
4) Subpokja Edukasi dan Konservasi
Meskipun dalam pengelolaan wisata di Desa Penataran ini di kelola oleh
Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata, namun Balai Pelestarian
Cagar Budaya juga memegang peranan penting dalam pelindungan,
pengembangan dan pemanfaatan Komplek Candi Penataran. Balai ini bertugas
dalam memelihara dan merawat situs peninggalan budaya seperti Candi
Penataran dan Museum Penataran di Kabupaten Blitar.
D. Saka Pariwisata
Saka Pariwisata merupakan merupakan bagian dari organisasi Pramuka di
Kabupaten Blitar. Saka Pariwisata merupakan gerakan pramuka di bidang
pariwisata. Organisasi ini dibawah bimbingan langsung Dinas Pemuda, Olah
Raga, Kebudayaan dan Pariwisata. Adapun tugas dari saka pariwisata yaitu:
a. membantu Dinas PORBUDPAR dalam mengelola pariwisata,
b. membantu mensosialisasikan program dinas porbudpar ke masyarakat,
c. menginformasikan kepada masyarakat terkait potensi pariwisata Kabupaten
Blitar,
d. menjadi pemandu wisata dan memberi pelatihan kepada masyarakat terkait
pemandu wisata,
e. mengajak masyarakat untuk berwisata.
136
E. Lembaga Pelestarian dan Perlindungan Budaya Nusantara
Lembaga Pelestarian dan Perlindungan Budaya Nusantara (LP2BN)
merupakan lembaga yang bergerak dalam melestarikan dan melindungi budaya
nusantara yang ada. Lembaga ini terdapat di Kecamatan Nglegok dan
berkerjasama dengan pihak Dinas PORBUDPAR dalam melakukan tugasnya.
Adapun tugas dari lembaga ini antara lain;
a. melestarikan dan melindungi kebudayaan nusantara,
b. melindungi dan menjaga situs budaya,
c. melaksanakan kegiatan pelestarian dan event budaya,
Pada Desa Penataran, Lembaga ini berperan dalam pelaksanaan kirap
dan upacara tumpeng agung yang diadakan setiap tahun. Rangkaian acara ini
sangat komplek mulai dari kirap dan upacara tumpeng agung, hingga penampilan
seni budaya masyarakat sekitar dan seni budaya Kabupaten Blitar. Dalam
pelaksanan acara ini LP2BN berkerjasama dengan Dinas PORBUDPAR dan
masyarakat sekitar.
F. POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata)
POKDARWIS memiliki struktur organisasi yang sistematis, serta hubungan
dan koordinasi kepengurusannya dilakukan secara intensif, sehingga setiap pihak
dapat mengetahui jabaran tugas dan wewenang masing-masing dengan baik.
Berikut ini fungsi dan tugas dari masing-masing pengurus POKDARWIS:
1. Ketua, adapun fungsi dan tugas dari Ketua POKDARWIS yaitu:
a) memimpin kelompok sadar wisata (POKDARWIS),
b) memberikan pengarahan kepada anggota,
c) mengkoordinir kegiatan-kegiatan serta bertanggung jawab mengenai
keuangan dan pelaksanaan kegiatan,
d) memimpin pertemuan, diskusi kelompok,
e) menandatangani surat-surat keluar,
137
f) berkoordinasi dan bertanggungjawab kepada kepala dinas yang
membidangi pariwisata,
2) Wakil Ketua, adapun fungsi dan tugas dari Wakil Ketua yaitu:
a. membantu tugas Ketua,
b. mewakili ketua dalam berbagai kegiatan bila Ketua berhalangan,
c. bertanggung jawab kepada Ketua kelompok sadar wisata (POKDARWIS)
3) Sekretaris, adapun fungsi dan tugas dari Sekretaris yaitu:
a) menyusun dan melaksanakan kegiatan administrasi,
b) mempersiapkan bahan-bahan pertemuan kelompok,
c) mengadakan hubungan dan koordinasi dengan instansi atau pihak
luar terkait,
d) menghimpunseluruh laporan dari anggota,
e) mencatat seluruh hasil pertemuan-pertemuan diskusi,
f) bertanggung jawab kepada Ketua kelompok.
4) Bendahara, adapun fungsi dan tugas dari Bendahara antara lain sebegai
berikut:
a. bertanggung jawab atas pendapatan dan pengeluaran uang,
b. mengusahakan dana bantuan dari pihak lain,
c. bertanggung jawabkepada Ketua kelompok.
5) Seksi Keamanan dan Ketertiban, adapun fungsi dan tugas dari seksi ini
antara lain sebagai berikut:
a) membantu upaya penciptaanketertiban dan keamanan di sekitar lokasi
daya tarik wisata/destinasi pariwisata,
b) bekerjasama dengan pihak keamanan,
c) bertanggung jawab kepada Ketua kelompok.
138
6) Seksi Kebersihan dan Keindahan, adapun fungsi dan tugas seksi antara lain
sebagai berikut:
a) menyelenggarakan kegiatan kebersihan dan keindahan,
b) mengadakan dan menyelenggarakan penghijauan,
c) menyusun program kegiatan kebersihan dan keindahan,
d) bertanggung jawab kepada Ketua kelompok.
7) Seksi Daya Tarik dan Kenangan, adapun fungsi dan tugas seksi antara lain
sebagai berikut:
a) menggali, membina dan mengembangkan berbagai potensi sumber
daya wisata, serta kekhasan/ keunikan lokal sebagai daya tarik dan
unsur kenangan setempat,
b) mempromosikan berbagai daya tarik wisata dan keunikan lokal,
c) bertanggung jawab kepada Ketua kelompok.
8) Seksi Hubungan Masyarakat dan Pengembangan Sumber Daya, adapun
fungsi dan tugas seksi antara lain sebagai berikut:
a. mengembangkan bentuk-bentuk informasi dan publikasi kepariwisataan
dan kegiatan POKDARWIS,
b. mengembangkan kemitraan untuk kegiatan pelatihan pariwisatabagi
anggota POKDARWIS dan masyarakat, termasuk hospitality (keramah
tamahan), pelayanan prima, dan sebagainya,
c. mengikutsertakan anggota kelompok dalam penataran, ceramah, diskusi
yang diselenggarakan oleh lembaga, organisasi pariwisata,
d. mengadakan lomba ketrampilan pengetahuan kepariwisataan,
e. bertanggungjawab kepada Ketua kelompok.
139
9) Seksi Pengembangan Usaha, adapun fungsi dan tugas dari seksi ini antara
lain sebagai berikut:
a) menjalin hubungan dan kerjasama/ kemitraan, baik di dalam maupun di
luar berkaitan dengan pengembangan usaha kelompok,
b) membentuk koperasi untuk kepentingan kelompok dan masyarakat pada
umumnya,
c) bertanggung jawab kepada Ketua kelompok.
10) Anggota
Keberadaan anggota merupakan unsur utama dalam organisasi
POKDARWIS, baik secara organisatoris maupun secara operasional di
lapangan, untuk itu perlu dikoordinasikan dan dikelola dengan baik oleh
masing-masing seksi yang ada dalam organisasi POKDARWIS.
3. Pergerakan
Dalam fungsi manajemen terdapat fungsi pergerakan (actuating).
Pergerakan pada pengelolaan desa wisata meliputi kegiatan pemasaran
pariwisata, pengembagan wisata, sosialisasi dan pelatihan, serta motivasi. Berikut
ini merupakan kegiatan dari fungsi pergerakan:
1. Promosi
Dalam pengelolaan desa wisata tak lepas lepas dari promosi. Promosi
merupakan bagian penting dalam memasarkan maupun mengenalkan potensi
wisata yang ada. Berikut ini adalah promosi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata
dan POKDARWIS:
1) Promosi ke dalam negeri
Dalam melakukan pemasaran produk wisata Desa Penataran dilakukan
promosi ke dalam negeri. Adapaun upaya dalam melakukan promosi antara lain:
a. melakukan kerjasama dengan PIPP (Pusat Informasi Pariwisata dan
Perdagangan) Kota Blitar,
140
b. membuat buku petunjuk wisatawan,
c. ikut mengembangkan travel agent yang ada,
d. membuat informasi perjalanan dan informasi wisata yang dapat diakses
melalui internet,
2) Promosi ke luar negeri,
Dalam melakukan pemasaran produk wisata Desa Penataran juga
melakukan promosi ke luar negeri. Adapaun upaya dalam melakukan promosi
antara lain:
a. mengorganisasikan travel agent dan majalah wisata (tourism magazine) ke
luar negeri,
b. ikut berpartisipasi ke pasar wisata dunia (member tourism),
c. membuat informasi perjalanan dan informasi wisata yang dapat diakses
melalui internet.
Dalam memperoleh pasar pihak dinas memasarkannya dengan
berkerjasama dengan LSM yang sering melakukan kegiatan di Desa Penataran,
agen travel maupun admin dari sosial media (bloger, youtube, dan sosial media
lainnya), sehingga menjadikan desa ini menjadi tujuan wisata. Selain
berkerjasama dengan pihak-pihak tersebut, pemerintah juga berkerjasama
dengan masyarakat Desa Penataran melalui POKDARWIS agar tidak terjadi
pertentangan. Selain itu berkerjasama dengan pihak-pihak tersebut juga perlu
adanya kerjasama dengan pengelola wisata lain di sekitar Desa Penataran seperti
pemilik wisata kebun kopi mondangan Desa Karangayar dan pihak POKDARWIS
Desa Kemloko guna membentuk membentuk paket wisata yang menarik para
wisatawan dan menbentuk jaringan pemasaran wisata efektif dan efisien.
2. Pengembangan wisata
Pengembangan wisata disini dilakukan dengan mengembangkan kawasan
wisata dengan konsep pengembangan yang terpadu atau keterpaduan. Konsep
141
pengembangan ini mempertimbangkan keterpaduan vertikal dan keterpaduan
horisontal yang diintergrasi dengan kedekatan lintas wilayah, lintas sektoral, dan
lintas kegiatan dengan mempertimbangkan daya dukung sumber daya dan potensi
wisata di Desa Penataran. Hal ini bertujuan untuk membentuk kegiatan
pengembangan wisata yang secara teknis dapat terlaksana, secara ekonomi
menguntungkan (pendapatan pelaku perikanan, tukang parkir, pedagang,
pembuat souvenir, dan tour guide dapat meningkat), serta secara sosial dapat
diterima oleh masyarakat sehingga tidak berpotensi menimbulkan konflik.
Pengembangan kawasan wisata, terdiri dari :
1. Pengembangan lahan budidaya
Pengembangan lahan perikanan adalah membangun lahan budidaya yang
mendukung untuk proses pembenihan, budidaya serta pemasaran ikan.
Pengembangan ini dilakukan oleh pemerintah yang berkerjasama dengan
pembudidaya. Pembangunan lahan ini dilakukan dengan pembangunan kolam
baru dan perbaikan kolam budidaya agar dapat digunakan sebagai tempat
wisata. Pengembangan yang telah dilakukan antara lain; pembangunan kolam,
perbaikan kolam, pembangunan dan perbaikan saluran air, dan melengkapi
fasilitas penunjang budidaya.
2. Pengembangan sarana penunjang
Pengembangan sarana penunjang wisata sangat diperlukan dalam
mengembangkan kawasan wisata. Pengembangan sarana penunjang berupa
penambahan kuantitas serta kualitas aksesibitas/sistem transportasi kawasan
wisata. Penyediaan prasarana dan sarana transportasi dilakukan dengan
pembangunan dan perbaikan jalan utama maupun jalan penghubung lokasi
dengan pusat kota. Pembangunan yang telah dilakukan menuju lokasi wisata
antara lain 1) peningkatan dan pembangunan jalan makadam Desa Penataran,
Desa Kemloko, Desa Jiwut, Desa Krenceng, Desa Bangsri, 2) pembangunan
142
dan perbaikan jalan penghubung Desa Penataran dan Desa kawut, Jalan
penghubung Desa Penataran dan Kecamatan Nglegok, serta jalan
penghubung Desa Penataran dan Desa Ngoran, 3) pemeliharaan jalan
lingkungan di Kecamatan Nglegok, serta 4) pembangunan dan perbaikan
jembatan di Desa Penataran.
3. Pembangunan patung koi
Pembangunan patung koi di Desa Penataran oleh DKP yang berkerjasama
dengan Dinas Pariwisata dalam mengembangkan destinasi wisata di tempat
ini. Pembangunan patung koi ini dilakukan pada tahun 2014 sampai tahun
2015 di kolam renang penataran. Dengan adanya patung koi ini sebagai salah
satu ikon di kolam renang penataran menjadikannya sebagai wahana foto bagi
pengunjung. Selain itu dengan adanya wahana ini kolam renang penataran
semakin banyak dikunjungi oleh wisatawan.
4. Optimalisasi Raiser Ikan Hias
Optimalisasi raiser ikan hias penataran dilakukan oleh DKP pada awal adanya
program minapolitan dan pada setiap tahunnya dilakukan perawatan.
Optimalisasi ini dimaksudkan untuk menjaga fungsi raiser ikan hias sebagai
tempat karantina dan lokasi penangkaran ikan hias, serta digunakan dalam
melakukan pameran dan kontes ikan hias. Selain itu raiser ini juga digunakan
sebagai tempat pelatihan dan sosialisasi dari DKP Kabupaten Blitar dan
tembat memasarkan hasil budidaya ikan hias.
5. Pengadaan event dan upacara budaya
Terdapat beberapa event yang terdapat di desa penataran ini. event ini di
adakan rutin setiap tahunnya. Berikut ini event yang diadakan di Desa
Penataran, yaitu ; kirap dan upacara tumpeng agung nusantara, purnama
seluring penataran, serta pameran dan kontes ikan hias. Event-event tersebut
cukup menyedot anemo masyarakat baik lokal maupun interlokal dan menjadi
143
event rutiin tiap tahunnya. Saat ini event ini menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan.
3. Sosialisasi dan Pelatihan
Sosialisasi dilakukan oleh beberapa pihak mulai dari POKDARWIS, Saka
Pariwisata Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Blitar. Sosialisasi ini dilakukan guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan
berwisata. Sosialisasi ini selain memperkenalkan potensi berwisata yang terdapat
di Desa Penataran juga mengenalkan cara berwisata yang berkelanjutan. Dimana
cara berwisata berkelanjutan adalah berwisata yang ramah terhadap lingkungan,
tidak merusak lingkungan dan potensi wisata itu sendiri. Selain itu dalam
sosialisasi ini juga dilakukan pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat
agar mereka dapat menjadi tour guide dan pelatihan dalam membuat cendera
mata yang bertema minapolitan dan komplek candi penataran. Sehingga dengan
adanya sosialisasi dan pelatihan ini diharapkan kualitas SDM Desa Penataran
dapat meningkat. Dalam pelatihan ini juga disematkan motivasi kepada
masyarakat agar berwisata yang baik dan benar, tidak merusak ekosistem
maupun potensi wisata yang ada, selain itu juga diharapkan semua pelaku
pengelolaan dan masyarakat dapat menjaga wisata yang ada.
4. Motivasi
Motivasi dilakukan oleh pihak POKDARWIS dan pemerintah daerah. Pihak
POKDARWIS memberi motivasi dengan cara pendampingan pada saat pelatihan
pembuatan kerajinan dan pelatihan menjadi tour guide, selain itu motivasi yang
diberikan oleh POKDARWIS juga berupa bantuan dalam pemasaran cinderamata.
Motivasi dari pemerintah dilakukan dengan kunjungan Bupati, DPRD, Pihak DKP
atau Dinas pariwisata dan Kebudayaan dengan pemberian semangat dan bantuan
dalam pengelolaan berupa bantuan modal maupun fasilitas yang dibutuhkan.
Selain itu juga motivasi dilakukan dengan mengadakan event dan pameran ikan
144
hias, cendramata maupun kerajinan tangan masyarakat desa sehingga selain
menjadi motivasi event yang diadakan dapat menarik anemo masyarakat serta
menjadi daya tarik wisata bagi wisatawan.
4. Pengawasan
Pengawasan pada pengelolaan desa wisata di Penataran ini dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian, efektivitas, dan efisiensi kegiatan antara
perencanaan dan pelaksanaan, serta keberhasilan kegiatan dengan indikator
masukan, proses, keluaran dan hasil. Pengawasan ini dilakukan oleh
POKDARWIS yang berkerjasama dengan beberapa pihak seperti DKP, Dinas
Pariwisata dan masyarakat sekitar.
Pengawasan dilakukan oleh pengelolaan desa wisata untuk mengetahui
kesesuaian, efektivitas, dan efisiensi kegiatan antara perencanaan dan
pelaksanaan, serta keberhasilan kegiatan dengan indikator masukan, proses,
keluaran dan hasil. Pengawasan ini dilakukan POKDARWIS dan Pemerintah
Kabupaten Blitar. Adapun pengawasan yang dilakukan antara lain:
a. Pengawasan terhadap jumlah pengunjung
Pengawasan pada pengunjung dilakukan setiap harinya dengan melakukan
perhitungan dan pencatatan pada tiket masuk area wisata, selain itu juga
terdapat pencatatan pada buku tamu di lokasi wisata sebeb tidak semua wisata
menggunakan tiket masuk. Dari hasil pencatatan tersebut kemudian dilakukan
pengawasan dan evaluasi untuk setiap bulannya, setelahnya itu dilakukan
pengawasan dan evaluasi tiap tahunnnya. Pengawasan ini dilakukan oleh
POKDARWIS dan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) yang berada di lapang,
setelah itu dilakukan oleh level yang lebih tinggi seperti DKP, Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan, BAPPEDA, serta Bupati.
145
b. Pengawasan terhadap jalannya kegiatan.
Pengawasan pada jalannya kegiatan adalah pengawasan yang dilakukan
pada kegiatan atau program kerja yang telah dilaksanakan maupun rencana
kegiatan-kegiatan yang mendukung dalam pelaksanaan pengelolaan desa
wisata, baik pengawasan pada kegiatan kontruksi atau kondisi fasilitas,
pelaksanaan pembinaan atau pelatihan, kegiatan pedagang dan tukang parkir
dan sebagainya.
c. Pengawasan terhadap perkembangan kegiatan wisata
Pengawasan terhadap perkembangan kegiatan wisata disini adalah
pengawasan terhadap semua kegiatan wisata seperti pengawasan terhadap
program minapolitan yang menjadi dasar dari wisata ini, pengawasan terhadap
event dan upacara budaya dan pengawasan terhadap produksi ikan koi,
kegiatan produksi dan pemasaran cendramata, kegiatan kelembagaan serta
kegiatan pemasaran wisata yang telah dilakukan.
d. Pengawasan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Pengawasan ini berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat
pada kawasan desa wisata ini. Dengan adanya desa wisata ini berdampak
adanya lapangan kerja baru hingga peningkatan kualitas SDM melalui
pelatihan selain itu dengan adanya desa wisata ini diharapkan infraktruktur
dapat menjadi lebih baik sehingga akses masyarakat menjadi lebih baik,
dengan demikian dapat dipastikan bahwa ekonomi masyarakat dapat
mengalami peningkatan dan kesejahteraan mereka bisa lebih baik lagi.
Sehingga diperlukan pengawasan agar pengelolaan desa wisata dapat
memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat sekitar.
Dari semua pengawasan yang dilakukan oleh berbagai pihak maka akan
disusun suatu laporan pengelolaan yang akan dibuat oleh POKDARWIS.
Kemudian laporan tersebut akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Blitar
146
sebagai laporan tahunan pengelolaan desa wisata penataran. Dari laporan ini
dapat dilihat bagaimana jalannya pengelolaan telah sesuai dengan tujuan yang
direncanakan atau tidak sesuai.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di lapang. Peneliti
memdapatkan data model pengelolaan wisata desa yang telah disusun oleh
pemerintah dalam masterplan pengembangan wisata Model pengelolaan wisata
di Desa Penataran telah disusun oleh pemerintah dalam masterplan
pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Nglegok. Dalam masterplan
tersebut ditetapkanlah konsep “Kampung Koi”. Kampung koi merupakan
pengelolaan wisata yang mengkombinasikan kawasan raiser terpadu yang
dengan aktivitas wisata, dimana daya tariknya berupa penangkaran ikan koi, bursa
ikan koi, bursa aquarium dan aquascape, kontes ikan koi, showroom souvenir dan
pelatihan terkait budidaya ikan koi. Konsep kampung koi ini berfokus pada satu
lokasi yaitu sub raiser ikan koi, dimana lokasi ini merupakan jembatan penghubung
antara pembudidaya ikan koi dengan pembeli. Konsep pengelolaan obyek wisata
didesa ini diwujudkan dengan tema Edutourism Package (Paket Wisata Edukasi)
yang merupakan akulturasi dari konsep minawisata itu sendiri dengan berbagai
macam obyek wisata yang sudah ada di Kabupaten Blitar. Adapun konsep
Edutourism Package ini meliputi wisata edukasi perikanan (education), wisata
alam (environment), wisata sejarah (history), wisata budaya (culture) dan wisata
hiburan (recreation).
147
Sumber :Dinas Kelautan dan Perikanan, 2017.
Gambar 20. Konsep awal wisata di kawasan minapolitan Kabupaten Blitar
Adapun penjabaran dari tema pengelolaan dan pengembangan wisata
paket wisata edukasi (Edutourism Package) adalah sebagai berikut :
a. Education/ Pendidikan
Pendidikan yang dimaksudkan disini adalah daya tarik wisata berupa berupa
pelatihan, pemberian informasi, simulasi dan sebagainya kepada wisatawan
yang berhubungan dengan budidaya ikan koi. Pemberian informasi mengenai
jenis-jenis unggulan ikan koi dan berdaya jual tinggi, penerapan cara
pembibitan/pemijahan, pelatihan penangkaran ikan koi merupakan beberapa
kegiatan yang dapat dikategorikan dalam segi pendidikan.
b. Environment/ Lingkungan Alam
Lingkungan alam yang dimaksud disini adalah daya tarik wisata berupa
bentangan alam di sekitar wilayah pembudidayaan ikan koi. Lokasi
pembudidayaan ikan koi yang berada di area terbuka dan lingkungan yang
masih alami dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan yang akan berkunjung.
Saat melakukan kunjungan ke area budidaya ikan koi, pengunjung dapat
melakukan kegiatan menfoto ataupun merekam pemandangan alam dan
lokasi budidaya.
Edutourism Package
Budaya
Lingkungan
Alam Sejarah
Rekreasi
Pendidikan
148
c. Culture/ Budaya
Budaya yang dimaksukan disini adalah daya tarik berupa adat istiadat/
kebudayaan masyarakat Desa Penataran seperti upacara adat, kesenian,
nyanyian dan sebagainya yang menjadi ciri khas desa tersebut. Daya tarik
budaya ini tidak terlepas dari keberadaan kompleks Candi Penataran dimana
didalamnya terdapat candi dan arca peninggalan kerajaan majapahit. Selain
itu adanya acara kirap dan upacara tumpeng agung nusantara dan pagelaran
seruling purnama secara rutin menjadi daya tarik tersendiri dari segi budaya.
d. Recreation/ Rekreasi atau Hiburan
Hiburanyang dimaksudkan disini daya tarik wisata yang berupa hiburan baik
berupa permainan maupun olah raga ringan yang berfungsi sebagai sarana
refreshing. Di Desa Penataran daya tarik fungsi recreationberupa adanya
waterboom di sekitar kompleks candi penataran. Waterboom/kolam renang ini
telah memiliki fasilitas yang cukup memadai, sehingga ke depan
memungkinkan untuk adanya pengembangan baik dari sarana prasarana
maupun jenis aktivitas wisatawan.
e. History/ Sejarah
Sejarah yang dimaksudkan disini adalah daya tarik wisata berupa obyek
preservasi yaitu candi, arca dan keberadaan museum. Wisatawan dapat
mengenang dan mempelajari sejarah-sejarah nasional Indonesia yang dimulai
dari masa kerajaan melalui keberadaan candi dan museum di kompleks Candi
Penataran.
149
Dari hasil kajian oleh peneliti didapatkan sebuah model pengelolaan desa
wisata penataran yang baru sebagai berikut:
Gambar 21. Model Pengelolaan Desa Wisata Penataran
Edutourism Package
Pariwisata
Pengorganisasi
an
Pergerakan Pengawasan Perencanaan
Kearifan Lokal Minapolitan
Model Pengelolaan Desa
Wisata Penataran
Desa Wisata Penataran
Lingkungan
Alam
Pendidikan
Sejarah
Budaya Rekreasi
Religi
150
Model pengelolaan desa wisata ini memanfaatkan potensi minapolitan,
kearifan lokal masyarakat dan potensi wisata yang telah ada sebelumnya sehingga
desa wisata ini dapat menarik wisatawan lebih banyak lagi. Pengelolaan desa
wisata ini juga melibatkan stakeholder dari minapoitan yang terdiri dari DKP, UPTD
dan sub-Raiser sebagai pengelola dan pengawas program minapolitan, kearifan
lokal yang melibatkan masyarakat sekitar, pemangku adat dan tokoh masyarakat
Desa Penataran, maupun pariwisata yang terdiri dari POKDARWIS, dinas
PORBUDPAR, LP2BN, Saka pariwisata dan BPCB sebagai pengelola wiisata.
Dalam model pengelolaan desa wisata ini, pihak pengelola menerapkan fungsi
manajemen. Fungsi manajemen yang dilibatkan antara lain, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan. Perencanaan, didalam
perencanaan pihak pengelola menyiapkan SDM, pelatihan, pembentukan
POKDARWIS, perencanaan wisata, pemasaran wisata, dan pembentukan
peraturan. Pengorganisasian, dalam hal ini para stekholder saling berkerjasama
dalam mengelola wisata, seperti : 1) pihak DKP yang berkerjasama dengan pihak
Dinas PORBUDPAR dalam mengembangkan minawisata dan pariwisata yang ada
di desa, pengadaan pemeran ikan hias dan membangun destinasi wisata baru, 2)
pihak Dinas PORBUDPAR berkerjasama dengan BPCB dalam mengelola dan
merawat pariwisata yang memiliki nilai sejarah, budaya dan pendidikan seperti
komplek candi penataran, museum penataran dll, 3) pihak Dinas PORBUDPAR
membina Saka Pariwisata dan berkerjasama dengan LP2BN dalam melakukan
sosialisasi, pelatihan serta mengadakan event-event di penataran, 4) pihak UPTD
Dinas dan POKDARWIS berkerjasama dalam menjalankan tugasnya dalam
mengelola desa wisata. Pergerakan, dalam hal ini para stekholder berkerjasama
melakukan pengelolaan dengan melakukan promosi, mengembangkan destinasi
wisata, megadakan pelatihan maupun pembinaan serta motivasi kepada semua
pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan desa wisata. Pengawasan, dalam hal
151
ini pemerintah dan POKDARWIS saling berkerjasama dalam pengawasan pada
jalannya pengelolaan desa wisata serta dampak pengelolaan desa wisata
terhadap masyarakat sekitar.
Model pengelolaan desa wisata yang baru ini peneliti menyusun model
disesuaikan dengan model yang telah ada dalam masterplan pengembangan
kawasan minapolitan. Dalam model ini peneliti menambahkan konsep religi dalam
konsep edutourism package melengkapi lima konsep yang ada, sehingga
edutourism package menjadi 6 konsep yaitu pendidikan, budaya, lingkungan,
rekreasi, sejarah, dan religi, Berikut ini penjabaran dari enam konsep tersebut:
a) Pendidikan
Pendidikan disini dimaksudkan yaitu memberikan infomasi, pelatihan dan
pengetahuan terkait wisata yang ada. Dalam hal ini wisatawan tidak hanya
disuguhkan wisata untuk kesenangan saja namun juga wisata untuk belajar.
Kegiatan yang dapat dilakukan wisatawan yaitu 1) mengunjungi tempat
pembudidayaan ikan dan Sub-Raiser yang merupakan tempat penangkaran
dan balai karantina ikan koi sebelum dijual kepada konsumen, selain
melakukan kegiatan budidaya ikan hias disini pengunjung juga dapat membeli
ikan hias sebagai oleh-oleh, 2) mengunjungi komplek candi dan museum
penataran guna mengenal dan mempelajari sejarah nusantara, 3)
mengunjungi petilasan syech subakir guna mempelajari sejarah penyebaran
agama islam di Desa Penataran. Wisata ini juga dapat dimanfaatkan oleh
wisatawan akademik seperti pelajar, mahasiswa, atau pembudidaya dalam
rangka penelitian dan memperoleh pengetahuan terkait pengelolaan
pemeliharaan dan teknologi budidaya ikan, sejarah kerajaan majapahit dan
sejarah penyebaran islam di Desa Penataran.
152
b) Lingkungan
Lingkungan yang dimaksudkan disini adalah berwisata dengan daya tarik
keindahan alam yang terdapat di Desa Penataran. Kegiatan yang dapat
dilakukan wisatawan yaitu menikmati keindahan alam sumber pacuh dan
keindahan alam di sekitar kawasan budidaya ikan koi berupa hamparan
sawah dan kawasan perdesaan yang masih alami, serta dapat
menjadikannya sebagai obyek fotografi.
c) Rekreasi
Rekreasi disini adalah daya tarik wisata yang berupa hiburan dari tersedianya
sumber pacuh, kolam renang penataran dan amphitheater sebagai wahana
yang menyuguhkan hiburan bagi wisatawan. Kegiatan yang dapat dilakukan
oleh wisatawan adalah menikmati berwisata ke sumber pacuh, pertunjukan
seni di amphitheater, menikmati wahana di kolam renang, menikmati suguhan
kuliner khas di kawasan wisata, berbelanja cinderamata di gerai atau
showroom yang tersedia ataupun membeli ikan hias dari para pembudidaya.
Cinderamata tersebut dapat berupa kerajinan khas lokal maupun kerajinan
berupa ikan hias koi, selain itu juga terdapat oleh-oleh khas berupa makanan
khas desa ataupun makanan khas blitar.
d) Religi
Religi yang dimaksudkan adalaha daya tarik wisata berupa wisata rohani atau
keagamaan. Wisata yang ditawarkan adalah ziarah ke petilasan syech
subakir. Disini wisatawan dapat melakukan ziarah, memanjatkan doa serta
beribadah di masjid yang ada di petilasan ini dan belajar sejarah penyebaran
islam di Desa Penataran. Selain itu untuk umat agama hindu candi penataran
merupakan candi yang masih digunakan dalam acara keagamaan dan
beribadah, acara yang sering dilakukan oleh umat hindu di candi ini yakni
beribadah dan silahturahmi sesama umat hindu pada saat sehari setelah
153
perayaan hari raya nyepi. Wisatawan juga mendapat nilai keagamaan/religi
saat mengikuti acara kirap dan upacara tumpeng agung nusantara, upacara
ini selain bernilai religi juga mengandung nilai budaya yang kental. Acara kirap
dan upacara tumpeng agung nusantara diadakan untuk mengucapkan puji
syukur kepada Tuhan akan berkah dan rijeki yang selama ini diberikan dan
napak tilas perjalanan spiritual Raja Hayam Wuruk.
e) Budaya
Budaya dimaksudkan adalah daya tarik dari budaya masyarakat, adat istiadat,
dan seni budaya masyarakat Desa Penataran. Kegiatan yang dapat dilakukan
para wisatawan adalah melihat dan menikmati pertunjukan budaya pagelaran
Purnama Seruling Penataran serta Kirap dan Upacara Tumpeng Agung
Nusantara yang diadakan pada secara rutin tiap tahunnya. Dimana pada
kedua pageralan tersebut selalu ditampilkan akan menampilkan berbagai
pertunjukan seni budaya blitar dan seni budaya nusantara seperti wayang
kulit, wayang orang, tari-tarian tradisional dan seni musik tradisional.
f) Sejarah
Sejarah yang dimaksudkan adalah daya tarik wisatawan berupa objek-objek
yang memiliki nilai sejarah, seperti komplek candi penataran, museum, dan
petilasaan syech subakir. Kegiatan yang dapat dilakukan para wisatawan
yaitu mengamati sejarah bangsa Indonesia pada masa kerajaan melalui
peninggalan candi-candi dan arca, serta melalui sarana museum yang
memberikan informasi sejarah secara lengkap dan autentik. Selain itu
wisatawan dapat mengamati penyebaran dan perkembangan islam di Desa
Penataran melalui petilasan syech subakir.
Berdasarkan penjelasan diatas desa wisata ini memanfaatkan potensi
semua potensi yang ada dan mengemasnya menjadi desa wisata yang menarik
para wisatawan, Dengan memadukan potensi wisata, program minapolitan dan
154
kearifan lokal masyarakat menjadikan desa wisata ini menjadi wisata yang
memiliki nilai edukasi. Dimana pengelolaan desa wisata ini mengkombinasikan
kawasan perikanan terpadu dengan aktivitas wisata, dimana daya tariknya berupa
wisata sejarah dan budaya, wisata religi, rekreasi, dan minawisata seperti
budidaya ikan hias, penangkaran ikan hias, bursa ikan koi, bursa aquarium dan
aquascape, kontes ikan koi, showroom souvenir dan pelatihan terkait budidaya
ikan hias koi serta wisata kuliner khas daerah blitar.
155
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dibahas di atas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Pelaksanaan program minapolitan di Desa Penataran dapat dilihat dari
beberapa aspek, mulai dari tingkat kesiapan hingga pelaporan. Tingkat
kesiapan kondisi infrastruktur, SDA, SDM, dan masyarakat, kelembagaan, dan
teknologi pembudidaya cukup baik. Tahapan pengembangan kawasan
minapolitan mulai dari perencanaan hingga tahap pelaporan telah berjalan
semestinya. Paket program minapolitan dari pemerintah berupa pembangunan
dan pengembangan infrakstruktur, sarana dan prasarana produksi, penguatan
modal, penyuluhan, pendampingan serta pelatihan kepada pembudidaya.
Jalannya program minapolitan dipengaruhi oleh faktor pendukung (tersedianya
SDM yang cukup banyak, komonditas unggulan, dan letak geografis kawasan
yang cukup strategi sesuai dengan persyaratan program minapolitan) dan juga
faktor penghambat (kurang tersedianya induk unggul dalam jumlah cukup,
penyakit ikan, ketersediaan air, dan daya dukung serta kualitas lingkungan
sumber daya mulai menurun) yang sudah dilakukan upaya untuk
mengatasinya. Program minapolitan cukup memberi pengaruh positif terhadap
kondisi ekonomi, dan sosial budaya masyarakat Desa Penataran.
2) Kearifan lokal masyarakat Desa Penataran antara lain yaitu kebiasaan
pembudidaya yang lebih banyak melakukan usaha pembenihan daripada
pembesaran, aturan pembagian pemanfaatan air di Dusun Pacuh dan
pelarangan penebangan pohon di kawasan sumber pacuh, gendurinan dan
metek pari serta kirap dan upacara tumpeng agung nusantara yang
dimaksudkan untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
156
kepercayaan akan sumber mata air penataran yang membawa berkah dan
kepercayaan akan kemujaraban doa dipetilasan syech subakhir. Kearifan lokal
tersebut dapat menjadi daya tarik wisata di Desa Penataran. Potensi kearifan
lokal masyarakat tersebut dapat dimanfaatkan sebagai wisata yang dapat
menarik wisatawan.
3) Model pengelolaan desa wisata yang berbasis minapolitan dan kearifan lokal
masyarakat telah disusun dalam model manajemen. Dimana dalam model ini
terdapat 4 fungsi managemen (perencanaan, pengorganisasian, pergerakan
dan pengawasan). Model pengelolaan desa wisata ini memanfaatkan potensi
minapolitan, kearifan lokal masyarakat dan potensi wisata yang telah ada
sebelumnya sehingga desa wisata ini dapat menarik wisatawan lebih banyak
lagi. Pengelolaan desa wisata ini juga melibatkan stakeholder dari minapoitan
yang terdiri dari DKP, UPTD dan sub-Raiser sebagai pengelola dan pengawas
program minapolitan, kearifan lokal yang melibatkan masyarakat sekitar,
pemangku adat dan tokoh masyarakat Desa Penataran, maupun pariwisata
yang terdiri dari POKDARWIS, dinas PORBUDPAR, LP2BN, Saka pariwisata
dan BPCB sebagai pengelola wisata. Konsep pengelolaan dan
pengembangan tema Edutourism Package (Paket Wisata Edukasi) yang
merupakan akulturasi dari konsep minawisata itu sendiri dengan berbagai
macam obyek wisata yang sudah ada di Kabupaten Blitar. Adapun konsep
Edutourism Package ini meliputi wisata edukasi perikanan (education), wisata
alam (environment), wisata sejarah (history), wisata budaya (culture) dan
wisata hiburan (recreation) serta wisata religi (religion).
6.2 Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Penataran terkait model
pengelolaan desa wisata yang berbasis pada pelaksanaan program minapolitan
157
dan kearifan lokal masyarakat Desa Penataran Kecamatan Nglegok Kabupaten
Blitar Provinsi Jawa Timur, maka penulis dapat memberikan saran sebagai bahan
pertimbangan untuk keberlanjutan pengelolaan desa wisata yang berbasis pada
pelaksanaan program minapolitan dan kearifan lokal masyarakat yang lebih baik
di waktu mendatang antara lain:
1) Pada pengelola, perlu meningkatkan kerjasama antara POKDARWIS,
Masyarakat, Pemerintah serta pihak-pihak yang mengelola wisata yang
terdapat disekitar Desa Penataran guna memperlancar pengelolaan dan
pengembangan desa wisata.
2) Pemerintah Kabupaten Blitar melalui DKP, dan Dinas PORBUDPAR perlu
mengadakan penelitian lebih intensif terkairt budidaya ikan dan pelatihan
terkait keterampilan menjadi tour guide serta ketrampilan membuat
cenderamata/kerajinan.
3) Pihak Peneliti, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengelolaan desa
wisata, pelaksanaan program minapolitan dan kearifan lokal masyarakat
Desa Penataran serta penelitian terkait pembagian kerja di dalam rumah
tangga pembudidaya.
158
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2011. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran daerah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Aswanah, Y. K, dkk. 2013. Evaluasi Terhadap Implementasi Program
Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong Kabupaten Lamongan Jawa Timur. ECSOFIM1 (1): 97-108.
Azwar, Saifudin. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. BPS (Badan Pusat Statistik). 2013. Analisis Termatik ST 2013; Sub-Sektor;
Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Perikanan. Katalog BPS.114hlm. Direktorat Jenderal Budidaya. 2009. Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan
Sebagai Langkah DKP Dalam Mendukung Pengembangan Wilayah. Gorontalo.
Hadiwajoyo. Surya S. 2012. Perencanaan Pariwisata Pedesaan Berbasis
Masyarakat (Sebuah Pendekatan Konsep). Yogyakarta : Graha Ilmu. Hakim, Luchman. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Malang : Bayumedia Publishing. Hastuti, Purwantara. S, Khotimah. N. 2013. Model Pengembangan Desa Wisata
Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Pengetasan Kemiskinan Di Lereng Merapi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurusan Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Kementerian Kelautan Dan Perikanan Republik Indonsia. 2010. Putusan Menteri
Kelautan Dan Perikanan Republik Indonsia Nomor KEP.32/MEN/2010. Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonsia. 2016. Peraturan Menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor KEP.39/MEN/2016. Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga. Jakarta
Keputusan Bupati Blitar Nomor 188/151/409.012/KPTS/2010. Pengembangan
Kawasan Minapolitan Di Blitar. Blitar. Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Metalitas Dan Pembangunan. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropoligi. Jakarta : Renika Cipta Nazir, Moham,ad. 2014. Metode Penelitian. Cetakan ke-9. Bogor : Ghalia
Indonesia. Marzuki. 1986. Metode Riset. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta.
159
Pike, A. Rodriguez, A.P, Tomaney J. 2006. Local And Regional Development. New York: Routledge.
Pramoda, R. 2010. Identifikasi Faktor Pendukung Dan Prakiraan Dampak
Pengelolaan Waduk Gajah Mungkur Dalam Mendukung Program Minapolitan. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan. Jakarta : BALITANG-KP.
Pramoda, R. dan Wardono, B. 2012. Strategi Pengembangan Kawasan Perairan
Umum Waduk Gajah Mungkur Dalam Mendukung Program Minapolitan. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan. Jakarta : BALITANG-KP
Purhantara, W. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Purnamo, A. H, et al., 2011. Minapolitan, Konsep Pengembangan Dan Aplikasinya
Dalamrevitalisasi Perikanan. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan. Jakarta : BALITANG-KP
Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3.
Jakarta : Balai Pustaka. Rahim. Firmansyah. 2012. Pedoman Kelompok Sadar Wisata. Jakarta: Direktur
Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Rosyidi, S. 2009. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soekanto, S. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soekarwati. 1995. Pembangunan Pertanian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sugiarti, Rara. 2013. Pengembangan Kawasan Minapolitan Sebagai Daya Tarik
Wisata Minat Khusus Di Kabupaten Pacitan. Cakra Wisata. Vol. 13 jilid 1 tahun 2013.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.
Dirjen Kementerian Kelautan Dan Perikanan. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
160
Wakantiyoso. R dan Tutuko. P. 2009. Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Kota untuk Mewujudkan Arsitektur Kota Yang Berkelanjutan. Grup Konservasi Arsitektur dan kota, Jurusan arsitektur, Universitas Merdeka Malang. Malang.
Wardani. Indria Kusuma. 2008. Model Pengelolaan Desa Wisata Perkebunan
Salak Pondoh Kembangarum, Donokerto, Turi, Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Wiadnya. Raka Dewa G. 2011. Konsep Perencanaan Minapolitan Dalam
Pengembangan Wilayah. Fakultas Perikanan Dan ilmu kelautan. Universitas Brawijaya. Malang. Skripsi.
Wisakti, Daru. 2008. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Di Wilayah
Kecamatan Geyer Kabupaten Grobongan. Universitas Diponegoro Semarang. Skripsi.
Yoeti, Oka. A. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta:
PT.Pradnya Paramita. Zakiyah, D. M. 2014. Pengembangan Perikanan Budidaya; Efektifitas Program
Minapolitan Dalam Pengelolaan Perikanan Budidaya Berkelanjutan Di Kabupaten Gresik. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota. Biri Penerbit Planologi Universitas Diponogoro. Volume 10 (4: 453-465)