model pembelajaran kooperatif
DESCRIPTION
Model Pmbelajaran KoooperatifTRANSCRIPT
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Makalah Strategi Belajar mengajar
Oleh
I WAYAN DEDY BUDIARTA 1115051061
ISNA MILDAYANTI 1115051022
NI NYOMAN PUTRI RUSTRINI 1115051018
IRMA SUMAYANI 1115051050
NI KADEK DWI ARDIYANI 1115051046
KADEK ROBBY PRADIKNAS A.S. 1115051016
KELAS 4B
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2013
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “ Metode Pembelajaran Kooperatif ” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen pengampu
Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada Dosen, karena telah memberi waktu yang cukup untuk menyusun
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah, semua tidak lepas berkat
bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik namun penulis menyadari bahwa dalam proses
penulisan makalah ini masih dari jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis dengan rendah
hati, terbuka menerima kritik, masukan dan ,saran guna penyempurnaan makalah ini.
Singaraja, 22 April 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……….……………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………….………………………….………..… 1
1.2 Rumusan Masalah………………….…………………………………….. 1
1.3 Tujuan……………………………..……………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif ......…………................................
… 3
2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif.......................................
……………..... 4
2.3 Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pembelajaran ..
………….... 6
2.4 Prinsip dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif....................................
9
2.5 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif.......................................................
10
2.6 Tipe Pembelajaran Kooperatif dan Teknik Aplikasinya.............................
12
BAB III PENUTUP
3.3 Kesimpulan…………………………………….….
……………………… 20
3.3 Saran……………………………………………..
……………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sekolah adalah salah satu arena persaingan. Mulai dari awal masa pendidikan
formal, seorang anak belajar dalam suasana kompetisi dan harus berjuang keras
memenangkan kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus. Sebenarnya, kompetisi
bukanlah satu-satunya model pembelajaran yang bisa dan harus dipakai. Ada tiga
pilihan model, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning.
Siswa yang tekun juga merasa temannya yang kurang mampu hanya nurut saja
pada hasil jerih payah mereka. Kesan negatif mengenai kegiatan bekerja/belajar dalam
kelompok ini juga bisa timbul karena ada perasaan was-was pada anggota kelompok
akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus
menyesuaikan diri dengan kelompok. Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil
tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok, jika pengajar benar-benar menerapkan
prosedur model pembelajaran cooperative learning. Banyak pengajar hanya membagi
siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa
pedoman mengenai pembagian tugas. Akibatnya, siswa merasa ditinggal sendiri dan,
karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana
harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Kekacauan dan kegaduhanlah yang
terjadi. Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar
dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan
pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ?
2. Apa Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif ?
3. Bagaimana Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pembelajaran
Kooperatif?
4. Bagaimana Prinsp dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ?
2
5. Apa Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ?
6. Apa saja tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif ?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif.
2. Mengetahui Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif.
3. Mengetahui Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pembelajaran
Kooperatif.
4. Mengetahui Prinsp dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif.
5. Mengetahui Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif.
6. Mengetahui apa saja tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Zaini model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau
petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model
pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Dengan
pemilihan metode, strategi, pendekatan, serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya
perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah
berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke
pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke
kooperatif, serta dari subject centered ke learner centered atau terkonstruksinya
pengetahuan siswa.
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali bagi guru. Apakah
model pembelajaran kooperatif itu? Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu
model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa
yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi,
sedang, rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran .
Holubec dalam Nurhadi mengemukakan belajar kooperatif merupakan
pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan
interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Sementara itu, Bruner dalam
Siberman menjelaskan bahwa belajar secara bersama merupakan kebutuhan manusia
yang mendasar untuk merespons manusia lain dalam mencapai suatu tujuan.
Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur
tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan, dan
struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur
tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan pada model pembelajaran yang lain.
4
Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong
untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan
usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model
pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa
dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta berkembangnya
keterampilan sosial.
2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen
and Kauchak,1996 : 279). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serata memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan
belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran
kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan
bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama, maka siswa akan
mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan
sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvesional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvesional
Adanya saling ketergantungan positif,
saling membantu, dan saling
memberikan motivasi sehingga ada
interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa
yang mendominasi kelompok atau
menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran
tiap anggota kelompok, dan kelompok
diberi umpan balik tentang hasil belajar
para anggotanya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering dibaikan
sehingga tugas-tugas sering diborong
oleh seorang anggota kelompok
sedangkan anggota kelompok lainnya
hanya, “mendompleng” keberhasilan
“pemborong”.
5
Kelompok belajar heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik, dan sebagainya
sehingga dapat salingb mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan dan
siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk
memberikan pengalaman memimpin
bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok serig ditentukan
oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk
memilih pemimpinnya dengan cara
masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan
dalam kerja gotong royong seperti
kepemimpinan, mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara
langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlansung guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan
melakukan intervensi jika terjadi
masalah dalam kerja sama antar
anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan
intevensi sering tidak dilakukan oleh
guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses
kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok-
kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya penyelesaian
tugas tetapi juga hubungan
interpersonal (Hubungan antar pribadi
yang saling menghargai ).
Penekanan sering hanya ada pada
penyelesaian tugas.
Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka
hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama menapai tujuan tersebut.
6
Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman., dan pengembangan keterampilan sosial
(Ibrahim, dkk, 2000: 7).
Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan
kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan
baik pada siswa kelompok bahwa maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap permainan yang
luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata social, kemampuan dan
ketidakmampuan. (Ibrahim, dkk, 2000: 9). Pembelajaran kooperatif memberikan
peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling
bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan mulai penggunaan struktur
penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dan
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk
melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga
keterampilan-keterampilan Tanya jawab. (Ibrahim, dkk, 2000: 9).
2.3 Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan Herbert
Thelan (dalam Ibrahim, 2000) yang menyatakan pendidikan dalam masyarakat yang
demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Tingkah
laku kooperatif dipandang oleh Dewey dan Thelan sebagai dasar demokrasi, dan
sekolah dipandang sebagai labolatorium untuk mengembangkan tingkah laku
demokrasi.
Proses demokrasi dan peran aktif merupakan cirri yang khas dari lingkungan
pembelajaran kooperatif. Dalam pembentukan kelompok, guru tidak dibenarkan
mengelola tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat, dan siswa memiliki ruang
dan peluang untuk secara bebas mengendalikan aktivitas-aktivitas didalam
kelompoknya. Selain itu, pembelajaran kooperatif menjadi sangat efektif jika materi
pembelajaran tersedia lengkap dikelas, ruang guru, perpustakaan, ataupun pusat
media. (Ibrahim, dkk, 200: 11).
7
Selain itu, agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan,
dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok, maka siswa perlu
Diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif. Keteranpilan kooperatif tersebut
berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan
kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok,
sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota
kelompok.
Lungren (dalam Ratumanan, 2002), menyusun keterampilan-keterampilan
kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan. Tingkatan
tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat
akhir.
1. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain :
1. Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung
jawabnya;
2. Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas
tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok;
3. Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semuam anggota kelompok
atau memberikan kontribusi; dan
4. Menggunakan kesempatan, yaitu menyamakan presepsi/pendapat.
2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain :
1. Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar
pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi;
2. Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lembih
lanjut;
3. Menafsirkam, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat
berbeda;
4. Memeriksa kesempatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa
jawaban tersebut benar.
3. Keterampilan kooperatif tingkat akhir :
Keterampilan kooperatif tngkah mahir ini antara lain : mengolaborasi, yaitu
memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-
pendapat dengan topik tertentu.
8
Masih menurut Lungren (dalam ratumanan, 2002) menyebutkan bahwa unsur-
unsur dasar yang perlu untuk ditanamkan kepada siswa agar pembelajaran kooperatif
dapat berjalan lebih efektif lagi adalah :
1. Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam” atau
“berenang” bersama;
2. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam
kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam
mempelajari materi yang dihadapi;
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang
sama;
4. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya
diantara para anggota kelompok;
5. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok;
6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan
berkerjasama selama belajar; dan
7. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
Apabila diperhatikan secara seksama, maka pembelajaran kooperatif ini
mempunyai ciri-ciri tertebtu dibandingkan dengan model lainnya. Arends (1997: 111)
menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki
cirri-ciri sebagai berikut :
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajar.
2. Kelompok dibentuk siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah.
3. Bila memungkinkan, anggota lelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin, yang beragan; dan
4. Penghargaan lebih beriorentasi kepada kelompok dari pada individu.
Dari uraian tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif tersebut memerlukan kerja sama antar siswa dan saling
ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan.
Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu
9
dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu
tujuan yang positif dalam belajar kelompok.
2.4 Prinsip Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif
adalah sebagai berikut:
setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama di antara anggota kelompoknya.
setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Adapun karakteristik model pembelajaran kooperatif adalah:
siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
Kelompok dibentuk dari beberapa siswa yang memiliki kemampuan berbeda-
beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan
tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling
menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan,
saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun
teman lain. Terdapat 6 (enam) langkah model pembelajaran kooperatif:
o Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
o Menyajikan informasi
o Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
o Membimbing kelompok belajar
o Evaluasi dan pemberian umpan balik
10
o Memberikan penghargaan
2.5 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Pendapat dari Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja
kelompok dapat dianggap cooperative leaming. Untuk mencapai hasil yang maksimal,
unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan. Keberhasilan kelompok
sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Diibaratkan, wartawan mencari dan
menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai
kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan
loper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama,
yaitu terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan
pembaca. Adapun kelima unsur model pembelajaran kooperatif adalah
1. Tanggung Jawab Perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan
pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative
Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang
terbaik. Kunci keberhasilan metode kriteria kelompok adalah persiapan guru
dalam penyusunan tugasnya. Berbeda dengan Nasarudin yang masuk ke kelas
dan menugaskan siswanya untuk saling berbagi tanpa persiapan, pengajar
yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat
persiapan.dan menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga masing-masing
anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas
selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
2. Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran
beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala
saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah
hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga,
dan sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini
akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antaranggota
11
kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tapi
merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok
perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu Sama lain
dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
3. Komunikasi Antar Anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembejar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok,
pengaiar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa
mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu
kelompok juga pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan
dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya
pembelajar perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi
secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain
tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih ada banyak orang
kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka.
Tidak ada salahnya mengajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan
dalarn ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan “Pendapat anda
itu agak berbeda dan unik”. Tolong jelaskan lagi alasan Anda," akon lebih
bijaksana daripada mengatakan, “Pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk
akal." Contoh lain, tanggapan "Hm...menarik sekali kamu bisa memberi
jawaban itu. Tapi jawabanku agak berbeda...” akan lebih menghargai orang
lain daripada vonis seperti, "Jawabanmu itu salah. harusnya begini."
Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses
panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator
yang andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang
sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar
dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
4. Evaluasi Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak
perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, melainkan bisa diadakan selang
beberapa waktu. setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan
12
pembelajaran Cooperative learning. Format evaluasi bisa bermacam-macam,
tergantung pada tingkat pendidikan siswa.
2.6 Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif dan Teknik Aplikasinya
1. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Pada awalnya metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson’s dan teman teman di
Universitas Texas pada tahun kurun waktu 1971 sampai 1978. Mereka
mengembangkan model tersebut berdasarkan karakteristik kelas yang sangat
heterogen dari segi latar belakang sosial. Setelah dikembangkan oleh Elliot Aronson’s
kemudian diadaptasi oleh Slavin.
Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak
hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga baik kemampuan secara kognitif
maupun sosial siswa dapat berkembang dengan baik. Pembelajaran model ini lebih
meningkatkan kerja sama antar siswa. Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok
belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang bekerja sama dalam suatu perencanaan
kegiatan. Dalam pembelajaran ini setiap anggota kelompok diharapkan dapat saling
bekerja sama dan bertanggung jawab baik kepada dirinya sendiri maupun pada
kelompoknya.
Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar
kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin
diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Menurut Arends, RI, 1997 (dalam Wirta:2003) pengertian pembelajaran jigsaw
adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim-tim belajar
heterogen beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Materi akademik disajikan dalam
bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab atas penugasan bagian materi belajar
dan mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota tim lain. Dalam
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa diberi kesempatan untuk
berkolaborasi dengan teman lain dalam bentuk diskusi kelompok memecahkan suatu
permasalahan. Setiap kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen
sehingga akan terdapat siswa yang berkemampuan tinggi, dua atau tiga siswa
berkemampuan sedang, dan seorang siswa berkemampuan kurang.
13
Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan lima
atau enam anggota kelompok belajar yang heterogen. Setiap anggota bertanggung
jawab untuk mempelajari dan menguasai bagian tertentu bahan yang diberikan
kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan demikian terdapat rasa
saling membutuhkan dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari
materi yang ditugaskan. Para anggota dari kelompok lain yang bertugas mendapat
topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini
disebut kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli kembali ke kelompok asal dan
mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan didalam kelompok ahlinya
untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini berbeda dengan kelompok kooperatif
lainnya, karena setiap siswa bekerja sama pada dua kelompok secara bergantian,
dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.
1. Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang disebut kelompok inti, beranggotakan 4
orang. Setiap siswa diberi nomor kepala misalnya A, B, C, D.
2. Membagi wacana / tugas sesuai dengan materi yang diajarkan. Masing-masing
siswa dalam kelompok asal mendapat wacana / tugas yang berbeda, nomor kepala
yang sama mendapat tugas yang sama pada masing-masing kelompok.
3. Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki wacana/ tugas yang sama dalam
satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sama dengan jumlah wacana atau
tugas yang telah dipersiapkan oleh guru.
4. Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar siswa belajar bersama untuk menjadi ahli
sesuai dengan wacana / tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
5. Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat
menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana / tugas yang telah dipahami
kepada kelompok kooperatif (kelompok inti).
6. Apabila tugas telah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa
kembali ke kelompok kooperatif asal.
7. Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil
dari tugas di kelompok asli.
8. Bila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya secara keseluruhan, masing-masing
kelompok menyampaikan hasilnya dan guru memberikan klarifikasi.
14
Selanjutnya model tersebut dikembangkan menjadi model pembelajaran jigsaw
tipe II yang dikembangkan oleh Slavin. Langkah-langkah pembelajaran jigsaw tipe II
adalah sebagai berikut :
1. Orientasi
Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Sebelum
pembelajaran dimulai sebelumnya siswa sudah ditugaskan membaca materi pelajaran
di rumah.
2. Pengelompokan
1. Sebelum dikelompokkan siswa di-rangking berdasarkan hasil kemampuan
matematikanya. Misalnya dalam kelas tersebut jumlah siswanya 20 orang.
Selanjutnya dibagi dalam 25% rangking 1-4 (kelompok sangat baik), 25%
rangking 5-8 (kelompok baik), 25% rangking 9-12 kelompok sedang, 25%
rangking 13 – 16 (buruk), 20% kelompok rangking 17-20 (sangat buruk).
2. Pengelompokan dilakukan berdasarkan indeks prestasi siswa yang diberi
nomor 1 untuk sangat baik, 2 untuk baik, 3 untuk sedang, 4 untuk buruk dan 5
untuk sangat buruk. Pengelompokan ini dinamakan grup dimana tiap grup
berisi :
1. Grup A {A1, A2, A3, A4, A5}
2. Grup B {B1, B2, B3, B4, B5}
3. Grup C {C1, C2, C3, C4, C5}
4. Grup D {D1, D2, D3, D4, D5}
5. Pembentukan kelompok ahli
Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari
materi yang akan kita berikan dan dibina supaya menjadi ahli (expert).
1. Kelompok 1 { A1, B1, C1, D1}
2. Kelompok 2 { A2, B2. C2, D2}
3. Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3 }
4. Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4 }
5. Kelompok 5 {A5, B5, C5, D5 }
6. Pembinaan kelompok expert
Tiap kelompok diberikan konsep matematika sesuai dengan
kemampuannya. Dari materi pelajaran yang akan diajarkan maka kelompok 1
bertugas mempelajari KD 5.4, kelompok 2 KD 5.4, kelompok 3 mempelajari
15
KD 5.3, kelompok 4 mempelajari KD 5.3, dan kelompok 5 mempelajari KD
5.1.
Peranan guru sangat penting dalam membina kelompok ahli dalam
menanamkan konsep yang benar terhadap terhadap materi pada masing
masing kompetensi dasar tersebut.
3. Diskusi
Setelah kelompok ahli memahami materi yang dipelajari, maka kelompok ahli
kembali ke grup masing –masing. Setiap orang dalam grup memiliki keahlian
masing-masing dan bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dengan teman-
temannya dalam grup tersebut.
4. Penilaian
Pada fase ini guru memberikan tes tulis untuk mengukur sejauh mana
pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari. Dalam fase ini tidak
diperkenankan untuk bekerjasama. Kegiatan ini direncanakan dilakukan setiap kali
mengakhiri pertemuan pembelajaran. Dimana dalam setiap pertemuan diberikan soal
atau masalah pada setiap KD, dengan tingkat kesulitan soal berjenjang pada setiap
pertemuan. Penskoran diberikan dengan mengikuti sistem penskoran STAD. Yaitu
skor perkembangan pada setiap pertemuan dibandingkan dengan skor awal pada
pertemuan sebelumnya. Sehingga pensekoran mencerminkan perkembangan
pemahaman individu dan kelompok.
NAMA
SISWA
SKOR
AWAL
SKOR
TESTSELISIH
SKOR
PERKEMBANGAN
AA 20 100 80 40
BB 60 70 10 20
CC 50 100 50 40
DD 20 60 40 30
EE 70 60 -10 10
JUMLAH 140
RATA 28
KATAGORI Tim super
5. Pengakuan kelompok
Berdasarkan data skor tersebut selanjutnya dirata-ratakan untuk mendapatkan
skor individu dan skor kelompok. Pengakuan kepada kelompok diberikan
berdasarkan katagori.
16
RATA-RATA
TIMPREDIKAT
0 ≤ x≤ 5
5 ≤ x≤ 15 Tim baik
15 ≤ x≤ 25 Tim hebat
25 ≤ x≤ 30 Tim super
Dari langkah-langkah yang telah diuraikan diatas maka sering akuntabilitas
individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang
anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng”
keberhasilan “pemborong”. Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen. Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para
anggota kelompok Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok
dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Keterampilan
sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan,
kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelolah konflik secara
langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan
melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama
antar anggota kelompok. Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak
dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. Guru
memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok
belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi
juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
Tipe pembelajaran jigsaw ini tentu memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari jigsaw ini diantaranya dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut
Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan
tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat
mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari
teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada dari guru. Ratumanan (2002)
17
menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Menurut Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki
hubungan antar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan
antara siswa normal dan siswa penyandang cacat. Davidson (1991) memberikan
sejumlah implikasi positif dalam belajar matematika dengan menggunakan strategi
belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut ;
1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar matematika.
Kelompok kecil membentuk suatu forum dimana siswa menanyakan
pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain,
memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka
dalam bentuk tulisan.
2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa dalam
matematika. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota
mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
3. Masalah matematika idealnya cocok untuk diskusi kelompok, sebab memiliki
solusi yang dapat didemonstrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat
mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai masalah-
masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan,
teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
5. Ruang lingkup matematika dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang
bermanfaat bila didiskusikan. Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak
cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok,
(2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4)
kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan
individu (Slavin, 1995).
Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Beberapa hal yang mengkin bisa menjadi ‘pengganjal’ aplikasi metode ini
dilapangan yang harus kita cari jalan keluar atau solusinya, menurut (Roy Killen,
1996) adalah:
1. Prinsip utama pola pembelajaran ini adalah “peer teaching“, pembelajaran oleh
teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam
memahami suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa lain.
18
Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan
sampai terjadi “missconception“.
2. Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan meteri
pada teman, jika siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik harus mempu
memainkan perannya mengorkestrasikan metode ini.
3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki
oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
4. Awal penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu
yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa
berjalan dengan baik.
5. Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit.
Tapi bisa diatasi dengan model “team teaching”.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang muncul dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pengelompokan dilakukan dengan terlebih dahulu mengurutkan kemampuan
matematika siswa dalam kelas (siswa tidak perlu tahu). Misalnya jumlah siswa
dalam kelas 32 orang, kita bagi dalam bagian 25% (rangking 1-8) kelompok
sangat baik, 25% (rangking 9-16) kelompok baik, 25 % selanjutnya (rangking
17-24) kelompok sedang. 25% (rangking 25-32) rendah. Selanjutnya kita akan
membaginya menjadi 8 grup (A-H) yang isi tiap-tiap grupnya heterogen dalam
kemampuan matematika, berilah indeks 1 untuk siswa dalam kelompok sangat
baik, indek 2 untuk kelompok baik, indek 3 untuk kelompok sedang dan indek 4
untuk kelompok rendah.
2. Sebelum tim ahli kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor
sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugas mereka. Bila
ditemukan ada anggota ahli yang belum tuntas, maka dilakukan remedial yang
dilakukan oleh teman satu tim.
2. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993).
Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan
pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi
19
pembelajaran.
Langkah-langkah penerapan tipe NHT:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor
dasar atau skor awal.
c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama)
anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh
guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
h. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar
ke skor kuis berikutnya (terkini).
Dalam penerapannya, NHT juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan itu diantaranya
a. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT)
1. Kelas lebih benar-benar hidup dan dinamis.
2. Setiap siswa mendapat kesempatan untuk berekspresi dan mengeluarkan
pendapat.
3. Munculnya jiwa kompetisi yang sehat.
4. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
b. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT )
1. Alokasi waktu yang panjang
2. Ketidakbiasaan siswa dalam pembelajaran kooperatif ini, sehingga siswa cepat
bosen dalam pembelajaran.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok
mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa tipe-tipe model pembelajaran
kooperatif, diantaranya Jigsaw dan Numbered Head Together (NHT). Jigsaw didesain
untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,
tetapi mereka juga harus siap memberikan materi tersebut kepada kelompoknya.
Sedangkan NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
3.2 SARAN
Dalam penerapan tipe model pembelajaran kooperatif seperti Jigsaw dan
Numbered Head Together, ada beberapa kelebihan dan kelemahan yang terlihat.
Untuk itu guru dituntu sangat jeli untuk mampu meminimalisir dampak yang
disebabkan oleh kekurangan dalam mengaplikasikan tipe pembelajaran tersebut dan
memaksimalkan kelebihan yang didapat dengan mengaplikasian tipe pembelajaran
kooperatif tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009.”Model Pembelajaran
Kooperatif”http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-kooperatif.html
(Diakses tanggal 22 April 2013)
Anonim. 2013. “Pembelajaran Kooperatif/ Cooperative Learning”
http://nidhomuddin01.wordpress.com/2013/01/10/pembelajaran-kooperatif-cooperative-
learning/ (Diakses tanggal 22 April 2013)