model kebijakan penal dalam upaya pencegahan …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi...

32
MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (SEXUAL CRIME ON CHILD) PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada Jurusan Magister Ilmu Hukum Oleh : MUHAMMAD SYAMSU RIZAL R-100140018 2016 MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Upload: phungdang

Post on 12-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHANKEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (SEXUAL CRIME ON

CHILD)

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata IIpada Jurusan Magister Ilmu Hukum

Oleh :MUHAMMAD SYAMSU RIZAL

R-100140018

2016

MAGISTER ILMU HUKUMSEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Page 2: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak
Page 3: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak
Page 4: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak
Page 5: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

1

MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEJAHATANSEKSUALTERHADAP ANAK (SEXUAL CRIME ON CHILD)

ABSTRAKTindak kekerasan terhadap anak sudah mencapai pada puncaknya. Banyak anak-anakyang tidak berdosa harus memupus harapan untuk meraih cita-cita dikarenakan menjadikorban kekerasan terlebih kekerasan secara seksual. Pemerintah langsung bergerakcepat untuk melakukan perlindungan terhadap anak dengan cara membentuk sebuahperaturan perundang-undangan yang memuat tiga hukuman tambahan yakni penanamanchip, pengumuman identitas pelaku dan kebiri kimiawi agar para pelaku memiliki efekjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama.Kata Kunci: Kekerasan terhadap anak, hukuman kebiri kimiawi, hukuman pidanapenjara, efek jera pelaku.

MODEL POLICY PENAL PREVENTION EFFORTS IN SEXUAL CRIMESAGAINST CHILDREN

ABSTRACTViolence against children has reached at its peak. Many children who are innocentshould be dispelled hopes to achieve goals due to violence especially sexual violence.Government to move quickly to make the protection of children by establishing alegislation which contains three additional punishment that is planting a chip, theannouncement identity of the offender and chemical castration that the perpetrators havea deterrent effect on potential perpetrators and not to do the same thing. However, asentence of imprisonment and the application of additional penalties is still consideredunable to give deterrent effect to the perpetrators..Keywords: Violence against children, sentenced to chemical castration, a sentence ofimprisonment, the perpetrator deterrent effect.

I. PENDAHULUANUndang-undang Nomor 23 Tahun 2002 yang diubah dengan undang-undang

Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin

terpenuhinya hak-hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh berkembang dan

berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Undang-undang

Page 6: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

2

ini juga bertujuan melindungi anak agar mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, sehat, cerdas,

berakhlak mulia dan sejahtera.1 Oleh karena itu, hukuman pidana yang diatur di dalam

undang-undang ini sebenarnya sudah dirasa cukup untuk memberikan efek jera untuk

para pelaku kekerasan terhadap anak.

Akan tetapi dengan perlindungan yang sedemikian rupa itu, tetap tidak dapat

melepaskan anak dari tindakan pidana yang dilakukan oleh para pelaku tindak kriminal.

Keamanan yang kondusif, serta perlindungan terhadap warga negara adalah impian

setiap masyarakat Indonesia. Terlebih perlindungan terhadap anak dari tindak kejahatan

baik kejahatan yang dapat memperngaruhi psikis, seksual dan juga eksploitasi anak.

Oleh karena itu, pemerintah sebagai garda terdepan dalam melakukan perlindungan

warga negaranya, telah berusaha dengan banyak merumuskan peraturan – peraturan

undang-undang untuk melindungi anak dari kejahatan. Akan tetapi, dengan begitu

banyaknya peraturan yang sudah menjadi hukum positif atau hukum yang berlaku dan

juga memuat pasal-pasal hukuman pidana yang sangat berat, dalam kenyataannya (Das

Sein) masih banyak dijumpai kasus – kasus kejahatan terhadap anak. Seperti yang baru-

baru ini terjadi kasus yang terjadi di Sumatra yangmana kasus itu cukup menyita banyak

perhatian masyarakat dan LSM-LSM yang bergerak di Perlindungan Wanita dan Anak.

Usaha pembaharuan hukum di Indonesia yang sudah dimulai sejak lahirnya UUD

1945 tidak dapat dilepaskan pula dari landasan dan sekaligus tujuan yang ingin dicapai

seperti telah dirumuskan juga dalam pembukaan UUD 1945. Tujuan yang telah

1Munawara, dkk. Bagian Hasanudin Makassar dan Bagian Hukum Masyarakat dan PembangunanFakultas Hukum Univ.Hasanudin Makassar. Pendekatan Restorative Justice dalam PenyelesaianTtindak Pidana yang dilakukan oleh Anak di Kota Makassa , hal. 3

Page 7: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

3

digariskan dalam pembukaan UUD 1945 itu secara singkat ialah “melindungi segenap

bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan pancasila”.2

Emile Durkeim, seorang pakar sosiologi menyatakan kejahatan bukan saja normal,

dalam arti tidak ada masyarakat tanpa kejahatan bahkan dia menambahkan kejahatan

merupakan sesuatu yang diperlukan, sebab ciri masyarakat adalah dinamis dan

perbuatan yang telah menggerakkan masyarakaat tersebut seringkali disebut sebagai

kejahatan. Perlu ditegaskan, kejahatan bukan merupakan fenomena alamiah melainkan

fenomena sosial dan historis, sebab tindakan menjadi kejahatan haruslah dikenal, dicap

dan ditanggapi sebagai kejahatan, harus ada masyarakat yang norma, aturan dan

hukumnya yang dilanggar, disamping adanya lembaga yang tugasnya menegakkan

norma – norma dan menghukum pelanggarnya.3

Dewasa ini, banyak faktor yang menyebabkan para pelaku kejahatan melakukan

kejahatan terhadap anak, antara lain adalah faktor psikologis si pelaku sebagai contoh si

pelaku mengidap kelaian seksual atau Phedopile, faktor sosial seperti lingkungan di

mana pelaku tinggal yang banyak terjadi pelanggaran hukum, himpitan ekonomi yang

mengharuskan anak-anak ikut mencari uang dan bahkan eksploitasi terhadap anak. Dan

dalam melakukan aksinya, para pelaku tindak kejahatan terhadap anak tidak melihat

anak tersebut berasal dari status dan umur. Kerugian yang sering diterima atau diderita

oleh korban misalnya fisik, mental, ekonomi, harga diri, dan sebagainya. Artinya yang

bersangkutan korban murni dari kejahatan yang memang korban yang sebenarnya

benarnya atau senyatanya. Korban tidak bersalah hanya semata sebagai korban yang

2 Barda Nawawi, 2010, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara.Genta Publishing: Yogyakarta, hal. 13 I. S Susanto dalam Herdian Eka Putravianto, Tesis, Kebijakan Penal Dalam Upaya PenanggulanganKejahatan Jalanan (Street Crimes), hal. 2

Page 8: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

4

kemungkinan penyebabnya antara lain, kealpaan, ketidaktahuan, kurang hati-hati,

kelemahan korban atau mungkin kesialan korban.4 Menurut G. Widiartana,

membedakan korban berdasarkan tindakan pelaku yaitu sebagai berikut:5 (1) Korban

langsung yaitu mereka yang secara langsung menjadi sasaran atau objek perbuatan

pelaku; (2) Korban tidak langsung, yaitu mereka yang meskipun tidak secara langsung

menjadi sasaran perbuatan pelaku, tetapi juga mengalami penderitaan atau nestapa.

Penggunaan sarana penal menitikberatkan pada proses pemidanaan yang memiliki

pandangan sebagai upaya pemberantasan kejahatan, yang salah satu konsekuensinya

yaitu dengan sanksi pidana penjara.6 Masih masuk dalam ruang lingkup politik hukum

pidana selain upaya penanggulangan kejahatan terhadap anak melalui sarana penal yang

bersifat Represive dapat pula menggunakan sarana non penal. Dimana lebih menitik

beratkan pada upaya Preventive.7

Permasalahan yang dirumuskan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)

Apakah sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan terhadap anak telah sesuai dengan

tujuan dari kebijakan penal?; (2) Bagaimana model alternatif hukuman pidana penjara

yang efektif guna mencegah kejahatan terhadap anak?.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Memahami dan mengerti keefektifan sanksi

pidana dalam mencegah terjadinya kejahatan terhadap anak dan mengetahui alternatif

hukuman pidana penjara dalam upaya pencegahan tindakan kejahatan terhadap anak

sebagai pembaharuan hukum pidana yang akan datang. Manfaat dari penelitian ini (1)

Agar semua instansi penegak hukum dan masyarakat mengetahui keefektivitasan sanksi

44 Bambang Waluyo, 2011, Victimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika: Jakarta, hal. 195 Ibid, hal. 206 Herdian Eka Putravianto, Tesis, Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, Kebijakan PenalDalam Upaya Penanggulangan Kejahatan Jalanan (Street Crimes), hal. 127 Ibid, hal. 13

Page 9: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

5

pidana dalam mencegah kejahatan terhadap anak. (2) Agar memberikan gambaran

terhadap bagaimana model hukuman alternatif yang tepat dalam upaya mencegah

kejahatan terhadap anak untuk pembaharuan hukum pidana yang akan datang.

II. METODE PENELITIAN

Metode pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis-empiris. Pendekatan yuridis digunakan untuk mendekati masalah dari aspek

peraturan perundang-undangan. Pendekatan empiris dimaksud adalah sebagai usaha

mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan

kenyataan yang hidup di masyarakat. Jadi penelitian dengan pendekatan empiris harus

dilakukan di lapangan.8 Intinya, metode pendekatan ini digunakan untuk mengetahui

seberapa besar peran dari sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan terhadap anak.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deksriptif. Dalam penelitian ini, penulis ingin

berusaha mendekripsikan mengenai pengimplementasian kebijakan penal guna

menanggulangi kejahatan terhadap anak dan bagaimana model hukuman alteratif yang

tepat dari kebijakan penal apabila kebijakan tersebut tidak mampu sesuai dengan tujuan

kebijakan penal itu sendiri.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik

wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data menggunakan metode analisis

kualitatif. Lokasi penelitian ini difokuskan pada lembaga-lembaga yang bergerak di

bidang perlindungan perempuan dan anak yakni LSM Spek-HAM dan Unit PPA

Polresta Surakarta. Jenis data dari penelitian ini adalah (1) Data primer (wawancara

dengan penyidik Unit PPA Polresta Surakarta dan LSM Spek-HAM), (2) Data sekunder

8Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: MandarMaju, 1995, hal. 60-61.

Page 10: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

6

meliputi KUHAP, KUHP, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Sistem

Peradilan Anak yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 35 tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak, dan PERPU Nomor 1 Tahun 2016 serta literatur-literatur

yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pembahasan dengan metode penelitian di atas, maka hasil

penelitian yang didapatkan adalah sebagai berikut:

A. Kebijakan Penal dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan TerhadapAnakHasil dari wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa angka tindak kekerasan

terhadap anak masih sangat tinggi meskipun aturan hukum tentang perlindungan anak

sudah mengatur dengan sanksi yang sangat tinggi. Berikut data kasus yang masuk ke

Unit PPA Polresta Surakarta:

Data perbandingan perkara Unit PPA Polresta Surakarta

NO PERKARA 2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Perkosaan 8 - 8 9

2 Cabul 7 11 7 7

3 Penelantaran Anak - - -

4 Penganiayaan Anak 2 2 2 5

5 Melarikan Anak 3 4 3 2

6 Perdagangan Anak 1 - 1 1

7 Perdagangan Perempuan 1 5 1 -

8 Penganiayaan/KDRT 26 29 25 28

9 Penelantaran Istri 1 - 1 -

10 Lain – lain 12 6 12 15

Jumlah 57 60 67

Page 11: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

7

Sumber : Unit PPA Polresta Surakarta

Mendasar pada data di atas, tindak kekerasan yang sering terjadi di Kota Surakarta

adalah kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Diikuti dengan tindak kejahatan

pemerkosaan dan pencabulan. Dapat diperhatikan jika tingkat tindak pidana yang

melibatkan anak sebagai korban meningkat setiap tahunnya. Dan itu sudah menjadi

permasalahan yang sangat memprihatinkan

Data perkara yang ditangani Unit PPA Polresta Surakarta

NO PERKARA JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL

1 Perkosaan - - 2 - 1 - -

2 Cabul - - 4 - - 2 1

3 Penelantaran Anak - - - - - - -

4 Penganiayaan Anak 1 4 - 1 2 - -

5 Melarikan Anak - - - - - - -

6 Perdagangan Anak - - - 1 - - -

7 Perdagangan Perempuan - - 1 - - - -

8 Penganiayaan/KDRT 4 1 1 - 2 1 -

9 Penelantaran Istri - - - - - - -

10 Lain – lain 1 1 - 1 1 1 1

Jumlah 6 6 8 3 6 4 2

Sumber : Unit PPA Polresta Surakarta

Berdasarkan data di atas, menjelaskan jenis kejahatan yang ditangani oleh Unit

PPA Polresta Surakarta. Dengan kejahatan pencabulan yang paling sering mendominasi

penanganannya. Apabila melihat dari data Unit PPA Polresta Surakarta diatas, pada

tahun pada bulan maret terdapat 4 kasus pencabulan yang terjadi di wilayah hukum

polresta surakarta. Dari fakta tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kejahatan

kekerasan terhadap anak terutama kekerasan seksual masih sering terjadi. Sehingga

Page 12: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

8

bentuk kondisi kenyamanan dan keamanan di masyarakat terutama untuk anak-anak

masih belum terjamin.

Sistem perundangan-undangan tentang perlindungan anak dewasa ini semakin

menjerat dengan hukuman yang seharusnya dirasa cukup dapat memberikan efek jera

bagi pelaku dan calon pelaku, akan tetapi dengan masih banyaknya kecenderungan

pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak terutama kekerasan seksual masih tinggi,

sudah tentu bisa diambil kesimpulan bahwa sudah sesuaikah pemberian sanksi pidana

penjara yang begitu lama dengan tujuan dari kebijakan penal atau penggunaan hukum

pidana. Akan tetapi, hukuman pidana penjara sangatlah masih diperlukan.

Menurut Herbert L. Pecker yang juga membicarakan masalah pidana ini dengan

segala keterbatasannya di dalam bukunya The Limits of Criminal Sanction, akhirnya

menyimpulkan antara lain sebagai berikut:9 (1) Sanksi pidana sangatlah diperlukan, kita

tidak dapat hidup sekarang maupun di masa yang akan datang, tanpa pidana; (2) Sanksi

pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk

menghadapi bahaya-bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi ancaman-

ancaman dari bahaya; (3) Sanksi pidana suatu ketika merupakan “penjamin yang utama

atau terbaik” dan suatu ketika merupakan “pengancam yang utama” dari kebebasan

manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat-cermat dan secara

manusiawi; ia merupaka pengancam, apabila digunakan secara sembarangan dan secara

paksa.

Wawancara yang penulis lakukan dengan Manager Divisi Pencegahan dan

Penanganan Kasus LSM Spek-HAM Fitri Haryani mengungkapkan jika untuk kasus

9 Herbert L. Packer, 1968, The Limits of Criminal Sanction, Standford University Press, California, hal.364-366.

Page 13: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

9

kekerasan terhadap anak terlebih kekerasan secara seksual dari tahun ke tahun semakin

meningkat. Pelaku biasanya adalah orang terdekat dari anak tersebut. Komisi

Perlindungan Anak Indonesia melalui Ketua Asrorun Ni’am Sholeh berpendapat bahwa

tingkat kekerasan anak di Indonesia masih tinggi dan banyak dari kasusnya adalah

dilakukan oleh orang terdekat dari anak itu sendiri. Setiap tahun angka kekerasan

terhadap anak mencapai 3.700 dan rata-rata terjadi 15 kasus setiap harinya.10

Tahun Jumlah kasusyang terjadi

Prosentase JenisKasus

Pelaku Jenis Kejahatan

2010 2046 859 (42%) Orang Terdekat Pelecehan terhadap anak

2011 2426 1407 (58%) Orang Terdekat Pelecehan terhadap anak

2012 2637 1634 (62%) Orang Terdekat Pelecehan terhadap anak

2013 3339 2070 (52%) Orang Terdekat Pelecehan terhadap anak

2014 3726 1751 (47%) Orang Terdekat Pelecehan terhadap anak

2015 4725 2409 (51%) Anak dibawah 14Tahun

Pelecehan terhadap anak

Sumber: KPAI

Data di atas telah cukup membuktikan bahwa hukum yang ada saat ini masih

dirasa belum bisa memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan kekerasan terhadap

anak.

1. Ketentuan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak

Ketentuan hukum untuk menanggulangi kejahatan kekerasan terhadap anak

telah banyak dirumuskan ke dalam beberapa sistem perundang-undangan

berdasarkan jenis tindak pidananya. Berdasarkan kejahatan-kejahatan yang terjadi

di Kota Surakarta sebagaimana di atas, berikut akan dijabarkan dalam tabel delik

dan sanksi yang menjerat pelaku tindak kekerasan terhadap anak.

10 Tempo.Co, https://m.tempo.co/read/news/2016/04/26/173765863/kpai-kekerasan-terhadap-anak-di-indonesia-masih-tinggi, diakses pada 28 November 2016 Jam 20.00 WIB.

Page 14: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

10

a. Tabel 1 dalam KUHP:11

KUHP

No Delik Pasal (dalam KUHP) Sanksi

1 Kekerasan dalam rumah tangga - -

2 Penelantaran anak - -

3 Pencabulan Pasal 294Penjara maksimal 7tahun

4 Perkosaan Pasal 285 Penjara 12 tahun

5 Penganiayaan Anak Pasal 351 Penjara 8 bulan

6 Melarikan AnakPasal 332 ayat (1)angka 1

Penjara 7 tahun

7 Perdagangan Anak - -

8 Kekerasan seksual Pasal 285 Penjara 12 tahun

9 Persetubuhan - -

Perlindungan Anak tidak hanya diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana saja, melainkan juga di dalam banyak sistem perundang-undangan antara lain:

(1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak yang telah

dirubah menjadi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-undang Nomor 1

Tahun 2016 Tentang Tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003

Tentang Perlindungan Anak; (2) Undang-undang 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Berikut table klasifikasinya:

11 KUHP

UNDANG-UNDANG Sanksi

NO Delik Pasal dalam Undang-undang

1Kekerasan dalamrumah tangga

Pasal 44 ayat (1) UU KDRTPenjara 5 tahun atau denda Rp.15.000.000.000

2Penelantaran anak

Pasal 76C UU PerlindunganAnak

Penjara maksimal 15 tahun

3Pencabulan

Pasal 82 UU Perlindungananak

Penjara maksimal 15 tahun dandenda Rp. 15.000.000.000

4Perkosaan

Pasal 81 ayat (1) UUPerlindungan Anak.

Penjara 5 tahun dan maksimal15 tahun dan denda palingbanyak Rp. 5.000.000.000

Page 15: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

11

b. Tabel 2 dalam perundang-undangan :Berdasarkan pada dua tabel di atas, dapat dijelaskan klarifikasi delik-delik tentang

kejahatan kekerasan baik kekerasan terhadap fisik maupun seksual terhadap anak yang

diatur baik di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana maupun di dalam sistem

perundang-undangan. Dari begitu banyaknya perbuatan yang mendapatkan sanksi yang

cukup berat, penerapan sanksi baik dari sanksi dalam KUHP maupun sanksi dalam

undang-undang, dapat diketahui bahwa ancaman yang diterapkan mungkin

memberatkan bagi para pelaku dan memberikan dampak psikis, akan tetapi jika melihat

peruntukan bagi masyarakat, mereka belum dapat dikatakan terbebas dari ancaman

pelaku-pelaku yang lainnya. Penjelasan delik kejahatan terhadap anak sebagaimana

dijabarkan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa sudah sesuaikah pemberian sanksi

pidana bagi para pelaku dengan lamanya waktu dan besarnya denda

Salah satu usaha penanggulangan kejahatan adalah menggunakan pidana dengan

sanksinya berupa pidana penjara. Namun demikian, usaha ini sering dipersoalkan.

Perbedaan mengenai peranan pidana dalam menghadapi masalah kejahatan ini, menurut

Inkeri Anttila, telah berlangsung beratus-ratus tahun.12 Menurut Herbet L. Packer, usaha

12 Inkeri Anttila, 1976, A New Trend in Criminal Law in Finland, dalam Criminoliy Between the Rule ofLaw and The Outlaws, edited by Jaspere, Van Leeuwen Burow and Toornvilet, Kluwer, Deventer, hal.145.

5Penganiayaan Anak

Pasal 80 ayat (1) UUPerlindungan Anak

Penjara 3 tahun 6 bulan dan/ataudenda Rp. 72.000.000.000

6 Melarikan Anak - -

7

Perdagangan AnakPasal 83 UU PerlindunganAnak

Penjara mininal 3 tahun danmaksimal 15 tahun dan dendapaling sedikit Rp. 60.000.000dan paling banyak Rp.300.000.000

8Kekerasan seksual Pasal 46 UU KDRT

Penjara 12 tahun atau denda Rp.36.000.000.000

9Persetubuhan

Pasal 82 UU Perlindungananak

Penjara maksimal 15 tahun dandenda Rp. 15.000.000.000

Page 16: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

12

pengendalian perbuatan anti sosial dengan mengenakan pidana pada seseorang yang

bersalah melanggar peraturan pidana, merupakan “suatu problem sosial yag mempunyai

dimensi hukum yang penting”.13 Diperlukannya sebuah bentuk hukum yang baru, tidak

lepas dari adanya kekurangan dari hukum yang telah ada. Berikut keunggulan dan

kekurangan hukuman yang ada saat ini:

Hukuman pidana penjara memiliki beberapa tujuan antar lain:14 (1) Agar

masyarakat mengetahui bahwa hukum itu harus dipatuhi; (2) Agar orang lain tidak

terpengaruh dari sifat jahat dari pelaku; (3) Agar orang atau pelaku tidak melarikan diri;

(4) Agar pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya; (5) Agar pelaku

mendapatkan pembinaan yang efektif dan efisien; (6) Agar rasa keadilan korban

terpenuhi

Akan tetapi, hukuman pidana penjara tidak pernah lepas dari kekurangan dan juga

kelebihan dari hukuman tersebut. Berikut kelebihan dan kekurangan dari hukuman

pidana penjara:

Keunggulan Pidana Penjara Kekurangan Pidana Penjara

Pidana penjara memiliki peranfungsi untuk bagaimanamengawasi pelaku yangbersangkutan dan melakukanpembinaan terhadap narapidana.

Sarana bangunan yang dimilikisaat ini adalah bangunanpeninggalan dari pemerintahankolonial belanda. Sehinggakondisi bangunan patutdipertanyakan.

13 Herbert L. Packer, 1968, The Limits of Criminal Sanction, Standford University Press, California, hal.3.

14 C. Djisman Samosir, 2012, Sekelumit Tentang Penologi dan Pemasyarakatan, Bandung: Nuansa Auliahal. 59

Page 17: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

13

Kemungkinan melakukanpengawasan terhadap kejahatanbisa dipersempit ruang geraknyakarena pelaku berada didalampenjara.

Lembaga pemasyarakatan tidakdisiapkan untuk menampung paranarapidana yang seiringberjalannya waktu semakinbertambah jumlahnya.

Dengan pengawasan yang sangatketat, kecil kemungkinankesempatan melarikan diripelaku.

Sering terdapat adanya narapidanayang spesial sehinggamenimbulkan kecemburuan antarnarapidana.

Mengurangi minat masyarakatuntuk melakukan tindak pidanakejahatan

Kontrol yang kurang dalammengawasi petugas dannarapidana, sehingga lembagapemasyarakatan cenderungmenjadi tempat peredarannarkoba.

Dengan adanya pidana penjara,pelaku tidak memilikikesempatan untuk mempengaruhimasyarakat untuk melakukan halyang sama.

Sering timbul kericuhan antarnarapidana yang timbul akibatperasaan tertekan dan sifat inginberkuasa.

Keadilan yang diharapkan olehkorban kejahatan dapat terpenuhi

Stigma buruk yang diterima olehnarapidana ketika bebas darilembaga pemasyarakatan

Selain hukuman pidana penjara, hukuman tambahan berupa kebiri kimiawi pun

akhirnya dipergunakan meskipun belum ada putusan pengadilan yang memutuskan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 81 ayat 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016

Tentang Perubahan kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak. Kebiri sendiri terdapat dua metode yakni kebiri secara operasi dan

kebiri secara kimiawi. Berikut alasan kebiri kimawi lebih tepat untuk diterapkan

terhadap pelaku kekerasan seksual anak:15

15 Siddi Khudalkar, 2016, The World Journal on Juristic Polity: Chemical Castration Suitable PunishmentFor Phedophilies, National Law School of India University, hal. 2

Page 18: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

14

- Reversible and not permanent

Chemical castration is neither alteration nor sterilization. Unlikesurgical castration, chemical castration is reversible once the treatmentis stopped, thus its use has hardly any impact on person’s right toprocreate.(Kebiri kimiawi bukan merupakan alternatif atau sterilisasi. Tidak seperti

operasi kebiri, kebiri kimiawi merupakan sesuatu yang dapat

dikembalikan ketika prosesnya berhenti, akan tetapi tetap menimbulkan

efek yang berat untuk seorang laki-laki menjadi seorang ayah)

- Low recidivism rate

In a case of pedophiles, it is their irresistible sexual desire for childrenthat make them commit a crime. Even if a pedophile is imprisoned, afterthe end of sentence probability of commission of a crime for a malepedophile is very high. After voluntary chemical castration, it wasreduced from up to 50%. In Denmark, recidivism rate reduced from up to50% to 1,1%.(Dalam kasus pedofilia, hasrat seksual mereka terhadap anak-anak yang

tidak dapat dikendalikan membuat mereka melakukan kejahatan. Bahkan

jika seorang pedofilia masuk penjara, setelah mereka menyelesaikan

masa tahanannya, kemungkinan terjadinya kejahatan yang sama sangat

tinggi. Setelah melakukan kebiri kimiawi secara sukarela, kejahatan

menurun sebanyak 50%. Di Denmark, angka residivis kejahatan seksual

turun dari angka 50% ke 1,1%.

- Reversible side effects

Opponents of chemical castration argue that it has serious physilogicaleffects namely, headache, loss of body weight, hyperglycemia, high basalbody temperature, fatigue and lethargy, diabetes mellitus etc. But theyare very rare and revocale once the treatment is stopped. It is usuallymisbelieved that chemical castration leads to impotency and lack oferecction and ejaculation when under medication. But patientsundergoing MPA treatment do not get abnormal abrupt erections and

Page 19: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

15

ejaculations but have no problem when promoted by researcher orpartner.

Mengenai penghukuman dengan cara pidana tambahan kebiri, banyak kalangan

masih meragukan mengenai keefektifitasan dari hukuman kebiri ini apabila hukuman

tersebut diterapkan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan bahwa mereka enggan

melakukan hukuman kebiri terhadap para pelaku kejahatan terhadap anak terutama

kekerasan seksual.16 Menurut Seksolog dr. Boyke, bahwa kebiri kimiawi ini justru akan

membuat si pelaku semakin merasa kesakitan dan pelaku akan menaruh dendam

menaruh dendam. Sebagaimana wawancara dengan Manager Divisi Pencegahan dan

Penanganan Kasus Berbasis Masyarakat Spek-HAM Surakarta, Fitri Haryani bahwa

dengan diterapkannya hukuman pidana tambahan kebiri kimiawi, belum memberikan

jaminan akan menurunnya tingkat kejahatan terhadap anak.

Hukuman kebiri juga dianggap melanggat HAM. Berdasarkan Pasal 4 Undang-

undang HAM menyebutkan sejumlah hak asasi yang bersifat mutlak, tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Hak-hak tersebut antara lain:17 (1)

Hak untuk hidup; (2) Hak untuk tidak disiksa; (3) Hak kebebasan pribadi, pikiran dan

hati nurani; (3) Hak beragama; (4) Hak untuk tidak diperbudak.

Meskipun telah diatur hak-haknya, hal tersebut dapat tidak berlaku ketika

seseorang tersebut menjadi pelaku dari tindak pidana kejahatan seksual yang telah

merenggut hak asasi dari korban.

16http://nasional.kompas.com/read/2016/07/25/17432961/idi.tegaskan.tidak.mau.didorong.jadi.eksekutor.kebiri, diakses pada Jum’at 21 April 2017 Pukul 11.03 WIB.

17 O.C. Kaligis, 2013, HAM & Peradilan HAM, Jakarta: Yarsif Watampone, hal. 15

Page 20: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

16

B. Model Kebijakan Penal dalam Penanggulangan Kejahatan KekerasanTerhadap AnakPenerapan pidana penjara sangat berkaitan erat dengan sistem perumusan

ancaman pidana itu sendiri. Baik didalam KUHP maupun Undang-undang. Untuk itu,

guna membahas permasalahan yang dikemukakan di atas, pertama-tama meninjau

dahulu kebijakan penal yang selama ini menjadi dasar hukum dalam menanggulangi

permasalahan khususnya kasus kejahatan terhadap anak baik yang terdapat di dalam

KUHP maupun di luar KUHP.

Pola Jenis Sanksi Pidana (Pasal 10 KUHP), Jenis sanksi yang digunakan di dalam

KUHP, terdiri dari jenis pidana dan tindakan yang terdiri dari: (1) Pidana: Pidana Mati,

Penjara, Kurungan, Denda dan Tutupan; (2) Pidana Tambahan: Pencabutan hak-hak

tertentu, Perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.18

Berikut Tabel klarifikasi bobot delik:

Bobbot Delik Jenis Pidana Keterangan

Sangat Ringan Denda - Perumusannya tunggal- Denda Ringan

Berat Penjara dan Denda - Perumusannya alternatif- Penjara 1-7 tahun

Sangat Serius - Penjara- Mati

- Perumusannya tunggal- Dapat diakumulasikan

dengan dendaKonsep atau model hukuman yang seharusnya dibentuk untuk melindungi anak

adalah hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Karena secara tidak

langsung, hak hidup anak yang menjadi korban kekerasan seksual sudah hilang karena

dirampas secara paksa oleh para pelaku. Kejahatan seksual terhadap anak sama halnya

dengan tindak pidana pembunuhan berencana di KUHP. Karena apabila yang menjadi

korban meninggal, berarti korban tersebut meninggal karena telah direncanakan oleh

18 KUHP

Page 21: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

17

pelaku.19 Hukuman mati tidak diberlakukan untuk semua pelaku kekerasan seksual

terhadap anak, akan tetapi diberlakukan hanya untuk pelaku dewasa saja. Hukuman

mati pernah dijatuhkan oleh hakim kepada salah satu terdakwa pelaku kejahatan seksual

yang menimpa anak bernama Yuyun. Dan diharapkan putusan ini menjadi yurisprudensi

untuk menindak para pelaku dan calon pelaku supaya tidak melakukan tindak pidana

yang sama agar timbul efek jera.

Perkembangan terakhir, keabsahan dari hukuman mati ini terus dipertanyakan.

Hal ini terkait dengan pandangan Hukum Kodrat yang menyatakan bahwa jika hak

untuk hidup adalah hak yang melekat pada setiap individu yang tidak dapat dirampas

dan dikurangi dengan alasan apapun oleh siapapun, atas nama apapun, bahkan oleh

negara sekalipun.

Berikut beberapa pandangan tentang hukuman mati:20

a. Sudut Pandang Konstitusi dan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28A yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk

hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Dan juga pasal

28I ayat 1 yang berbunyi:

“ Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui

sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar

hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun.”

19 http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160511180458-12-130047/kejaksaan-segera-tuntut-mati-pelaku-kekerasan-seksual-anak/, diakses pada 4 Januari 2017 pukul 12.00 WIB.

20 https://makaarim.wordpress.com/2007/10/22/beberapa-pandangan-tentang-hukuman-mati-death-penalty-dan-relevansinya-dengan-perdebatan-hukum-di-indonesia/, diakses pada 4Januari 2017 pukul 12.00 WIB.

Page 22: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

18

Berdasarkan pada dua pasal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pandangan

tentang hak-hak individu yang dianut oleh Indonesia mengakui bahwa “Hukum Kodrat”

itu ada dan melekat. Dan telah diatur di dalam konstitusi Negara Indonesia. Akan tetapi,

meskipun telah ada perubahan nilai dasar hukum sebagaimana di atas, seharusnya

membawa konsekuensi adanya amandemen atau perubahan terhadap seluruh sistem

perundang-undangan yang masih memasukkan unsur hukuman mati sebagai salah satu

bentuk penghukuman karena bertentangan dengan konstitusi. Sistem perundang-

undangan yang masih menerapkan hukuman mati antara lain: (1) Undang-undang No 15

Tahun 2003 Tentang penerapan Perpu No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme. Yang mana dalam undang-undang ini, pemberlakuan

hukuman mati terdapat dalam pasal 6, 8, 10, 14, 15, dan 16; (2) KUHP pada pasal 104

tentang kejahatan terhadap keamanan negara dan pasal 340 tentang pembunuhan

berencana masih mencantumkan hukuman mati sebagai hukuman maksimum; (3)

Undang-undang No 5 Tahun 1997 Tenang Psikotropika Pasal 59

Perkara tentang hukuman mati sebagai pelanggaran HAM pernah diperkarakan

oleh terpidana mati kelompok Bali Nine ke Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi,

Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa hukuman mati tidak melanggar HAM karena

kualifikasi kejahatan pada pasal-pasal dalam undang-undang narkotika dapat

disetarakan sebagai “The most serious crime” dan hal ini yang menjadi pertimbangan

dalam putusan Mahkamah Konstitusi No 2-3/PUU-V/2007.

Page 23: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

19

b. Sudut Pandang Hukum HAM Internasional

Hukuman mati adalah sebuah penghukuman dan menjadi sebuah isu yang paling

kontroversialdalam Kovenan Internasiona Hak-hak Sipil dan Politik yang telah

diratifikasi oleh pemerintah Indonesia (International Covenant on Civil and Political

Rights). Meskipun Hak Hidup diakui sebagai Non-derogable Rights atau hak yang tidak

dapat dikurangi, akan tetapi pada Pasal 6 (ayat2, 4 dan 5) dinyatakan bahwa hukuman

mati tersebut masih diperbolehkan.

Pasal 6 ayat (2)

“Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman matihanya dapat dijatuhkan terhadap beberapa kejahatan yang paling serius sesuai denganhukum yang berlaku pada saat dilakukannya kejahatan tersebut, dan tidakbertentangan dengan ketentuan Kovenan dan Konvensi tentang Pencegahan danHukum Kejahatan Genosida. Hukuman ini hanya dapat dilaksanakan atas dasarkeputusan akhir yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang berwenang.”

Pasal 6 Ayat (4)

“Setiap orang yang telah dijatuhi hukum mati berhak untuk memohon pengampunan

atau penggantian hukuman. Amnesti, pengampunan atau penggantian hukuman mati

dapat diberikan dalam semua kasus.”

Pasal 6 ayat (5)

“Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan atas kejahatan yang dilakukan oleh seseorang

di bawah usia delapan belas tahun dan tidak boleh dilaksanakan terhadap perempuan

yang tengah mengandung.”

Tafsir progresifnya secara implisit menunjukan bahwa sebenarnya Kovenan Hak-

hak sipil dan politik bukan membenarkan praktek hukuman mati, akan tetapi berusaha

untuk menekan, memperketat, dan memperkecil lingkup praktek hukuman mati. Untuk

memahami teks pada Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik tentang hukuman

mati, PBB juga mengeluarkan sebuah panduan berjudul Jaminan Perlindungan bagi

Page 24: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

20

Mereka yang Menghadapi Hukuman Mati (Safeguards Guaranteeing Protection of the

Rights of Those Facing the Death Penalty) melalui Resolusi Dewan Ekonomi Sosial

PBB 1984/50, tertanggal 25 Mei 1984). Panduan ini memperjelas pembatasan praktek

hukuman mati menurut Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik .

Pembatasan praktek hukuman mati tersebut antara lain: (1) Di negara yg belum

menghapuskan hukuman mati, penerapannya hanya bisa berlaku bagi ‘kejahatan yang

paling serius, yang kategorinya harus sesuai dengan tingkat konsekwensi yang sangat

keji; (2) Hukuman mati hanya boleh berlaku bila kejahatan tersebut tercantum dalam

produk hukum tertulis yang tidak bisa bersifat retroaktif (berlaku surut) pada saat

kejahatan tersebut dilakukan. Dan jika di dalam produk hukum tersebut tersedia

hukuman yang lebih ringan, maka yang terakhir ini yang harus diterapkan; (3)

Hukuman mati tidak boleh diterapkan pada anak yang berusia 18 tahun pada saat ia

melakukan kejahatan tersebut. Hukuman mati tidak boleh diterapkan kepada perempuan

yang sedang hamil atau ibu yang baru melahirkan. Hukuman mati tidak boleh

dijatuhkan kepada orang yang cacat mental atau gila;

Selanjutnya, (4) Hukuman mati hanya boleh diterapkan ketika kesalahan si pelaku

sudah tidak menyediakan sedikitpun celah yang meragukan dari suatu fakta atau

kejadian; (5) Hukuman mati hanya bisa dijatuhkan sesuai dengan keputusan hukum

yang final lewat sebuah persidangan yang kompeten yang menjamin seluruh prinsip fair

trial, paling tidak sesuai dengan Pasal 14 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan

Politik, termasuk pada setiap kasus yang diancam hukuman mati, seorang terdakwa

harus disediakan pembelaan hukum yang memadai; (6) Seseorang yang dijatuhi

hukuman mati berhak untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi dan

Page 25: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

21

banding tersebut bersifat imperatif/wajib; (7) Seseorang yang dijatuhi hukuman mati

berhak untuk mengajukan pengampunan, atau perubahan hukuman. Hal ini harus

mencakup semua jenis kejahatan; (8) Hukuman mati tidak boleh diberlakukan untuk

membatalkan upaya pengajuan pengampunan atau perubahan hukuman; (9) Ketika

eksekusi mati dijalankan, metodenya harus seminimal mungkin menimbulkan

penderitaan.

c. Hukuman Mati dari Pandangan Islam

Dalam berbagai kitab-kitab fiqih, pembahasan tentang hukuman mati menjadi

bagian dari pembahasan tentang kriminalitas (Al-Jinayah), seperti Pencurian (Al-

Sariqah), minuman keras (Al-Khamr), perzinahan (Al-Zina), hukum timbal balik (Al-

Qishas), Pemberontakan (Al-Bughat), dan perampokan (Qutta’u tariq). Dalam wilayah

lain, hukuman mati juga dijatuhkan kepada pelaku perzinaan dalam bentuk dilempar

batu hingga mati (al-rajam) untuk pelaku perzinaan yang sudah menikah. Juga

hukuman mati dilakukan dalam kasus pemberontakan (al-bughat) dan pindah agama

(al-riddah) yang dikenal sebagai hukuman (al-had/al-hudud) atas pengingkaran

terhadap Islam.

Hukuman mati merupakan hukuman puncak, terutama untuk tindak pidana yang

dinyatakan sangat berbahaya seperti pembunuhan (al-qital) dimana jika tidak ada

pengampunan dari pihak keluarga dengan membayar denda pengganti (al-diyat), maka

pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati sebagai bentuk hukum balas/timbal balik (al-

qishas). Dalam konsepsi ini, maka kejahatan dibalas dengan hukuman yang serupa.

Dalam kasus penetapan hukuman mati (al-qishas), ditetapkan beberapa syarat antara

lain: bahwa yang bersangkutan telah melakukan pembunuhan terhadap yang tak “boleh”

Page 26: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

22

(haq) dibunuh, atau orang yang “boleh” (haq) dibunuh, akan tetapi belum diputuskan

oleh hakim. Pelaku bisa dihukum mati dengan ketentuan bahwa pada saat melakukan

kejahatan telah cukup umur (baligh) dan berakal (aqil).

Dalam Islam hukuman mati hanya bisa ditegakkan oleh pemerintahan Islam,

dimana konstitusi dan undang-undang yang berlaku adalah hukum Islam. Itu pun harus

melalui mekanisme peradilan, bukan semata-mata bersandar pada fatwa seorang ulama.

Hukuman mati pun hanya berlaku berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sangat

ketat, seperti konteks yang melatarbelakangi terjadinya suatu tindakan pidana yang

diancam hukuman mati. Hukum Islam (al-fiqh) membedakan antara mereka yang

sengaja, tidak disengaja, terpaksa atau bahkan dipaksa untuk melakukan suatu tindak

pidana yang membawa konsekuensi jatuhnyah hukuman mati. Dalam kondisi-kondisi

demikian, putusan untuk menjatuhkan hukuman mati dapat dipertimbangkan kembali.

Penerapan saksi pidana penjara memang menjadi sebuah bentuk primadona dari

hukum pidana itu sendiri. Akan tetapi, pidana penjara belum memberikan sebuah

bentuk efek jera karena masih tingginya angka kejahatan kekerasan terhadap anak

terkhusus kekerasan seksual. Bentuk model kebijakan penal tentang hukuman mati

untuk pelaku kekerasan terhadap anak terlebih kekerasan seksual belum dirumuskan

didalam undang-undang tentang perlindungan anak.

Meskipun undang-undang tentang perlindungan anak yang baru telah disahkan,

akan tetapi belum memuat tentang hukuman mati. Pasal yang dijadikan dasar untuk

memutus hukuman mati untuk pelaku pemerkosaan terhadap Yuyun adalah Pasal 340

KUHP Tentang pembunuhan dengan berencana. Padahal tindak pidana kekerasan

terhadap anak termasuk extra ordinary crime yang memerlukan dasar hukum tersendiri

Page 27: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

23

dikarenakan yang menjadi pelaku tidak hanya orang dewasa, melainkan juga anak-anak.

Model penghukuman untuk pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak yang sesuai

untuk mencapai tujuan dari kebijakan penal yakni memberikan efek jera adalah

hukuman mati.

Meski begitu, tidak semua kejahatan seksual terhadap anak dapat dijatuhi

hukuman mati. Ada unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh seorang pelaku dalam

melakukan perbuatan pelecehaan seksual terhadap anak seperti anak yang menjadi

korban masih sangat kecil, pelaku berstatus masih keluarga dari korban, dan

dibunuhnya korban untuk menghilangkan barang bukti. Berbeda ketika justru korbanlah

yang memaksa pelaku untuk melakukan pelecehan seksual. Maka dari itu, hakim harus

benar-benar melakukan pertimbangan yang matang untuk menerapkan hukuman mati

untuk tindak pidana ini sehingga rasa keadilan benar-benar tercipta.

IV. PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Pertama, penerapan sanksi pidana (pidana penjara) sebagai sebuah bentuk dari

upaya penanggulangan kejahatan kekerasan terhadap anak belum memiliki dampak

yang signifikan untuk menekan angka kualitas dari kejahatan tersebut. Hal ini dapat

dibuktikan dengan masih tingginya angka tindak kekerasan terhadap anak yang terjadi.

Hukuman pidana penjara hanya menciptakan sebuah kondisi perlindungan yang sesaat

kepada masyarakat dari tindakan kejahatan kekerasan terhadap anak terlebih tindak

kekerasan seksual, juga belum dapat memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan.

Kedua, penerapan pidana penjara yang belum memungkinkan untuk tercapainya

efek jera dari pelaku, maka dari itu diperlukan sebuah bentuk model kebijakan penal

Page 28: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

24

yang baru yang mempunyai tujuan memberikan perlindungan kepada masyarakat

terlebih untuk anak-anak mereka. Meskipun pemerintah saat ini telah mensahkan

undang-undang No 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak yang memfokuskan pada

pemberian hukuman tambahan yakni penanaman chip pada pelaku, pengumuman

identitas pelaku dan hukuman kebiri kimia. Akan tetapi, penghukuman yang semacam

itu masih dirasa belum bisa memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan kekerasan

terhadap anak. terlebih kekerasan seksual. Karena, semua tindak kejahatan tersebut

berasal dari pikiran atau otak meskipun alat yang digunakan telah tidak berfungsi. Maka

dari itu, model kebiakan penal yang dirasa cukup dapat memberikan efek jera terhadap

pelaku kekerasan terhadap anak terlebih kekerasan seksual adalah hukuman mati.

Ketiga, dengan diterapkannya hukuman pidana tambahan berupa kebiri kimiawi

juga merupakan langkah yang berani yang diambil oleh pemerintah Indonesia

Dikarenakan sudah sangat tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak. Negara

Amerika Serikat telah menjalankan hukuman kebiri kimiawi sejak tahun 1944

dikarenakan tingginya angka kejahatan kekerasan seksual terhadap anak. dan angka

residivis pelaku tindak pidana tersebut turun menjadi 50%.

Keempat, Penerapan hukuman kebiri kimiawi di Indonesia sangatlah tidak tepat.

Karena hal tersebut melanggar Pasal 28B ayat (1) Undang-undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945. Di dalam Pasal tersebut, warga negara memiliki hak untuk

membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah.

Page 29: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

25

IV.2. Saran

Pertama, kepada pemerintah selaku pemegang kekuasaan dalam menyusun sistem

perundang-undangan yang akan mengatur sebuah tindak pidana, harus melakukan

penelitian dan survey guna mengetahui bagaimana dampak yang ditimbulkan dari

hukuman yang akan dibentuk. Penambahan hukuman seperti Hukuman kebiri dll

tersebut, tidak lantas akan memberikan efek jera kepada pelaku dan membuat gentar

calon pelaku kejahatan. Karena kejahatan terhadap anak terlebih kejahatan seksual

merupakan sebuah tindakan yang sudah tidak masuk akal dan sudah merenggut hak

hidup dari anak tersebut secara tidak langsung. Dengan demikian, diperlukan sebuah

hukuman yang dapat langsung memberikan efek jera terhadap pelaku yakni hukuman

mati.

Kedua, kepada lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan lembaga-lembaga

kemanusiaan untuk mengurangi angka kejahatan disebuah daerah, diperlukan adanya

sosialisasi dan kerja sama baik dari pemerintah daerah dan masyarakat untuk melakukan

tindakan preventif seperti pendidikan tentang seks dini terhadap anak. Dan juga peran

dari orang tua dalam mengawasi dan menjaga pergaulan lingkungan anak sehingga anak

menjadi aman dan terlindungi.

Ketiga, Pendidikan tentang agama serta keharmonisan oleh pihak keluarga,

menjadi benteng pertama dalam melakukan tindakan preventif untuk menghindari

tindak kejahatan kekerasan seksual. Serta pemilihan tempat tinggal dengan lingkungan

yang nyaman dan aman.

Page 30: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

26

V. Persantunan

Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, motivasi, petunjuk dan arahan

dari semua fihak, penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada yang terhormat: (1) Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, SH., M.Hum,

selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta; (2) Ibu

Wardah Yuspin, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas

Muhammadiyah Surakarta; (3) Dr. Natangsa Surbakti, SH., M.Hum, selaku Dosen

Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi sampai

selesainya tesis ini; (4) Ir. Dr. Imam Hardjono, M.si selaku Dosen Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi sampai selesainya tesis ini; (5)

Bapak dan Ibu dosen Magister Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama penulis

mengikuti perkuliahan; (6) Seluruh staf Tata Usaha Magister Ilmu Hukum pada

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah membantu

selama mengikuti perkuliahan; (7) Bapak Yusuf Ibrahim, S.Psi dan Ibu Siti Qomariyah,

SH yang selalu menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan karya tulis ini; (8)

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu baik

secara moril maupun materiil.

Page 31: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

27

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Hadikusuma, Hilman. 1995. Metode Pembuatan kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,Bandung: Mandar Maju

Inkeri Anttila, 1976, A New Trend in Criminal Law in Finland, dalam CriminoliyBetween the Rule of Law and The Outlaws, edited by Jaspere, Van Leeuwen Burowand Toornvilet, Kluwer, Deventer

Kaligis, O.C. 2013, HAM & Peradilan HAM, Jakarta: Yarsif Watampone

Nawawi, Barda. 2010. Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan PidanaPenjara. Genta Publishing: Yogyakarta

Packer, Herbert L. 1968. The Limits of Criminal Sanction, Standford University Press,California

Samosir, Djisman C. 2012. Sekelumit Tentang Penologi dan Pemasyarakatan,Bandung: Nuansa Aulia.

Waluyo, Bambang. 2011. Victimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika: Jakarta

Jurnal Hukum

Munawara, dkk. Bagian Hasanudin Makassar dan Bagian Hukum Masyarakat danPembangunan Fakultas Hukum Univ.Hasanudin Makassar. Pendekatan RestorativeJustice dalam Penyelesaian Tindak Pidana yang dilakukan oleh Anak di Kota Makassar

Khudalkar, Siddi. 2016. The World Journal on Juristic Polity: Chemical Castration SuitablePunishment For Phedophilies, National Law School of India University.

Page 32: MODEL KEBIJAKAN PENAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN …eprints.ums.ac.id/52340/12/naskah publikasi fix.pdfjera dan untuk calon pelaku agar tidak melakukan hal yang sama. ... masih banyak

28

Web SiteTempo.Co, https://m.tempo.co/read/news/2016/04/26/173765863/kpai-kekerasan-

terhadap-anak-di-indonesia-masih-tinggi, diakses pada 28 November 2016 Jam20.00 WIB.

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160511180458-12-130047/kejaksaan-segera-tuntut-mati-pelaku-kekerasan-seksual-anak/, diakses pada 4 Januari 2017 pukul12.00 WIB.

https://makaarim.wordpress.com/2007/10/22/beberapa-pandangan-tentang-hukuman-mati-death-penalty-dan-relevansinya-dengan-perdebatan-hukum-di-indonesia/,diakses pada 4 Januari 2017 pukul 12.00 WIB.

http://nasional.kompas.com/read/2016/07/25/17432961/idi.tegaskan.tidak.mau.didorong.jadi.eksekutor.kebiri, diakses pada Jum’at 21 April 2017 Pukul 11.03 WIB.