moch. lutfie misbach abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia...

24
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009 Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota) dan Keadaan Angkatan Kerja (Sektor Informal) di Kota Surabaya Oleh: Moch. Lutfie Misbach * Abstrak Dengan jasa Biro Pusat Statistik (BPS) yang tersedia di Surabaya berdasarkan angka, dinyatakan bahwa pada 1980-1995, mayoritas kaum migran yang datang ke Surabaya adalah laki-laki. Pada tahun 1980, terdapat 48,230 migran laki-laki dan 46,872 migran perempuan dan hal ini terus berlanjut pada tahun 1995 ketika terdapat 30,385 migran laki-laki dan 29,862 migran perempuan. Namun pada tahun 2000-2006, populasi migran di Surabaya didominasi oleh perempuan menggantikan laki-laki, yakni sebanyak 26,169 migran laki-laki dan 27,912 migran perempuan pada tahun 2000, sementara pada tahun 2006, terdapat 16,894 migran perempuan dan 16,018 migran laki-laki. Kondisi tersebut mengandung maksud sebuah imej bahwa untuk mencari kehidupan yang lebih baik dengan bekerja di kota bagi perempuan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme yang secara sengaja dikembangkan untuk menghindari pernikahan dini. Sebaliknya, bagi laki-laki mencari kehidupan yang lebih baik di kota terbukti juga dilihat sebagai kehidupan yang mereka harus tempuh sebelum memperoleh status dewasa atau kepala rumah tangga pada masa yang akan datang, di samping untuk merefleksikan kemandirian. Kata kunci: demografi, migrasi, kekuatan buruh, sektor informal A. Pendahuluan Urbanisasi di satu sisi adalah merupakan pergerakan penduduk (mobilitas penduduk) dari desa ke kota. Tentunya ada beberapa hal yang menjadi penyebab atau pemicu sehingga para pemuda yang masih tergolong dalam angkatan kerja yang produktif tersebut tertarik untuk bergerak ke kota. Pada sisi yang lain, urbanisasi juga dapat diartikan sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah administrasi pemerintahan kota, maka desa-desa yang semula terletak sebagai batas wilayah administrasi pemerintahan kota (di daerah pinggiran), akhirnya masuk menjadi bagian dari wilayah kota tersebut. Untuk yang satu ini, maka tidak banyak permasalahan dengan para penduduknya, karena mereka hanya sebagai akibat saja dari adanya pemekaran wilayah administrasi kota * Dosen dan Peneliti Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga Surabaya.

Upload: others

Post on 02-Mar-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota) dan Keadaan Angkatan Kerja (Sektor Informal) di Kota Surabaya

Oleh: Moch. Lutfie Misbach *

Abstrak

Dengan jasa Biro Pusat Statistik (BPS) yang tersedia di Surabaya berdasarkan angka, dinyatakan bahwa pada 1980-1995, mayoritas kaum migran yang datang ke Surabaya adalah laki-laki. Pada tahun 1980, terdapat 48,230 migran laki-laki dan 46,872 migran perempuan dan hal ini terus berlanjut pada tahun 1995 ketika terdapat 30,385 migran laki-laki dan 29,862 migran perempuan.

Namun pada tahun 2000-2006, populasi migran di Surabaya didominasi oleh perempuan menggantikan laki-laki, yakni sebanyak 26,169 migran laki-laki dan 27,912 migran perempuan pada tahun 2000, sementara pada tahun 2006, terdapat 16,894 migran perempuan dan 16,018 migran laki-laki.

Kondisi tersebut mengandung maksud sebuah imej bahwa untuk mencari kehidupan yang lebih baik dengan bekerja di kota bagi perempuan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme yang secara sengaja dikembangkan untuk menghindari pernikahan dini. Sebaliknya, bagi laki-laki mencari kehidupan yang lebih baik di kota terbukti juga dilihat sebagai kehidupan yang mereka harus tempuh sebelum memperoleh status dewasa atau kepala rumah tangga pada masa yang akan datang, di samping untuk merefleksikan kemandirian.

Kata kunci: demografi, migrasi, kekuatan buruh, sektor informal

A. Pendahuluan

Urbanisasi di satu sisi adalah merupakan pergerakan penduduk (mobilitas penduduk) dari desa ke kota. Tentunya ada beberapa hal yang menjadi penyebab atau pemicu sehingga para pemuda yang masih tergolong dalam angkatan kerja yang produktif tersebut tertarik untuk bergerak ke kota. Pada sisi yang lain, urbanisasi juga dapat diartikan sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah administrasi pemerintahan kota, maka desa-desa yang semula terletak sebagai batas wilayah administrasi pemerintahan kota (di daerah pinggiran), akhirnya masuk menjadi bagian dari wilayah kota tersebut. Untuk yang satu ini, maka tidak banyak permasalahan dengan para penduduknya, karena mereka hanya sebagai akibat saja dari adanya pemekaran wilayah administrasi kota

* Dosen dan Peneliti Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga Surabaya.

Page 2: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

304

tersebut, sehingga tidak membawa dampak apa-apa terhadap penduduknya.

Namun untuk urbanisasi yang desa-kota, ada beberapa pemicu yang menjadi penyebab kepindahan mereka ke kota, di antaranya adalah: pertama, adanya perbedaan upah riil antara desa dan kota. Artinya tingkat upah rata-rata di sektor pertanian lebih rendah dibandingkan upah rata-rata di sektor industri di kota, sehingga jika di sektor industri tercipta kesempatan kerja baru, maka akan mendorong perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Kedua, menurut Todaro,1 keputusan seseorang untuk melakukan perpindahan dari desa ke kota didasari oleh alasan-alasan atau motif ekonomi, sehingga bagi migran dengan bermigrasi merupakan suatu keputusan yang rasional meskipun terdapat pengangguran di perkotaan. Adanya selisih tingkat upah desa-kota tersebut kemudian mendorong terjadinya arus migrasi dari desa ke kota. Nilai peluang untuk mendapatkan pekerjaan di kota, masih menurut Todaro berhubungan langsung dengan tingkat lapangan pekerjaan di kota dan berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di kota.

Dengan sendirinya, maka semakin tinggi tingkat perbedaan tingkat produksi dan pendapatan, tingkat produktivitas serta pembangunan ekonomi antara desa dan kota maka akan mendorong semakin tinggi arus urbanisasi desa-kota.

Meskipun urbanisasi memiliki segi positif dalam menyediakan angkatan kerja yang diperlukan sektor-sektor ekonomi yang ada dalam memicu perekonomian perkotaan, namun di sisi lain dapat memunculkan problem sosial dan ekonomi yang lebih dirasakan sebagai masalah nasional. Adapun dampak negatif dari urbanisasi adalah mengharuskan pemerintah untuk menyediakan berbagai fasilitas, mulai fasilitas kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan dan fasilitas umum lainnya. Namun, saat ini pemerintah belum mampu menyediakan fasilitas itu dan akibatnya tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai rawannya tingkat kriminalitas.

Pada umumnya mereka berpandangan bahwa wilayah perkotaan memiliki potensi ekonomi yang lebih besar untuk meningkatkan pendapatan mereka. Selain faktor ekonomi, alasan bagi penduduk untuk melakukan migrasi adalah faktor non-ekonomi, yang berkaitan dengan alasan sosial, budaya, pendidikan, politik, keamanan dan komunikasi.

1 Michael Todaro, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, edisi kedelapan, (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2004).

Page 3: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

305

Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia menunjukkan arus urbanisasi yang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan pada tahun 1971 masih sebesar 19 persen dan menjadi 22,3 persen pada tahun1980. Angka ini terus mengalami peningkatam, yaitu pada tahun 1990 menjadi 30,9 persen dan tahun 2000 menjadi 42,0 persen. Tabel 1, menunjukkan persentase penduduk yang tinggal di perkotaan berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 1980-2000.

Tabel 1 Persentase penduduk Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan

berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1980-20002 No. Provinsi % Penduduk

Perkotaan No Provinsi % Penduduk

Perkotaan 1980 1990 2000 1980 1990 2000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12

13

14 15

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. BaBel DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Banten

8,9 25,5

12,7

27,2 12,7 27,4

9,4

12,5 -

93,7

21,0 18,7

22,1

19,6 -

10,8 35,5

20,2

31,7 21,4 29,3

20,4 12,4 -

100,0

34,5 27,0

44,4

27,5 -

23,6 42,4

29,0

43,7 28,3 34,4

29,4 21,0 43,0100,

0 50,3 40,4

57,7

40,9 52,2

16 17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27 28 29

30

Bali Nusa Teng Barat Nusa Teng Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tngah Kalimantan Seltan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua INDONESIA

14,7 14,1

7,5

16,8

10,3

21,4

40,0

16,8

9,0

18,1

9,4 -

10,9 -

21,4 22,3

26,4 17,1

11,4

20,0

17,6

27,1

48,8

22,8

16,4

24,5

17,0

-

19,1 -

21,4 30,9

49,8 34,8

15,9

25,1

27,5

36,3

57,6

37,0

19,7

29,4

20,8

25,5 25,9 29,5

22,2 42,0

Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2000, arus migrasi risen antar kabupaten/kota dengan daerah tujuan kota Surabaya menunjukkan bahwa jumlah penduduk di kabupaten Nganjuk yang melakukan migrasi ke kota

2 Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk Indonesia Tahun 2000, (Jakarta: BPS Indonesia, 2000).

Page 4: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

306

Surabaya adalah yang terbesar dengan jumlah 24.937 jiwa. Kabupaten Nganjuk merupakan kabupaten yang letaknya cukup jauh dari kota Surabaya. Kabupaten terbanyak kedua setelah Nganjuk adalah kabupaten Malang sebanyak 6.939 jiwa. Kabupaten Sidoarjo yang merupakan kabupaten terdekat dengan kota Surabaya juga menjadi daerah asal migran, sebanyak 4.386 jiwa.

Tabel 2 menunjukkan bahwa asal migran yang ada di kota Surabaya nampaknya menyebar dari wilayah dengan jarak terdekat dengan kota Surabaya dan terjauh, sehingga faktor jarak nampaknya bukan menjadi kendala berarti bagi para migran untuk datang ke kota Surabaya karena memang faktor sarana dan prasarana transportasi yang ada saat ini sangat menunjang sehingga memudahkan penduduk untuk melakukan mobilitas.

Tabel 2 Arus migrasi risen antar kabupaten/kota di Jawa Timur dengan daerah tujuan kota Surabaya (Sepuluh Terbesar)

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 20003 No Kabupaten/Kota Tempat Tinggal 5 Tahun

Yang Lalu Jumlah Total

(Jiwa) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kabupaten Nganjuk Kabupaten Malang Kabupaten Lamongan Kabupaten Jombang Kabupaten Bojonegoro Kabupaten Tuban Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Kediri Kabupaten Bangkalan Kota Kediri

24.937 6.939 6.665 6.474 5.432 4.429 4.386 4.169 3.529 3.476

Surabaya sebagai kota besar kedua setelah Jakarta harus diakui

bahwa masih mempunyai daya tarik utama bagi penduduk desa untuk datang mengadu nasib. Hasil sensus penduduk 1971, menunjukkan jumlah penduduk Surabaya masih sebesar 1.552.212 jiwa, sementara hasil sensus penduduk tahun 1980 sudah mencapai 2.042.387 jiwa. Angka pertumbuhan penduduk Surabaya pada tahun 1980-1990, yakni mencapai 2,26 persen per tahun dan mengalami penurunan pada tahun 1990-2000 yang hanya 0,51 persen.

Sementara itu, jumlah penduduk Kota Surabaya menurut hasil sensus tahun 1990 tercatat 2.473.272 jiwa dan pada tahun 2000 jumlah penduduk Surabaya sudah mancapai 2.599.796 jiwa (lihat Tabel 3).

3 Badan Pusat Statistik , Sensus Penduduk Jawa Timur Tahun 2000, (Jakarta: BPS

Indonesia, 2000).

Page 5: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

307

Tabel 3 Lima kabupaten/kota dengan jumlah penduduk dan

laju pertumbuhan penduduk terbesar di Jawa Timur tahun 1980-1990 dan 1990-20004 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan (%)

1980 1990 2000 1980-1990

1990-2000

Kota Surabaya Kab. Pasuruan Kab. Sidoarjo Kab. Gresik Kab. Mojokerto

2.042.387 1.034.967

854.298 729.039 705.596

2.473.272 1.313.373 1.125.114

958.686 923.625

2.599.796 1.573.006 1.469.395 1.118.787 1.061.787

2,26 2,69 3,17 3,15 3,09

0,51 1,52 3,06 1,67 1,49

B.Keadaan Penduduk Kota Surabaya

Dari Tabel 4 dapat dibaca, bahwa pada tahun 1980 kepadatan penduduknya masih mencapai 6.970 jiwa/km2 dengan jumlah penduduk 2.042.387 jiwa, yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 988.303 jiwa dan penduduk perempuan 1.036.084 jiwa. Pertumbuhan penduduk pada tahun 1980 dibanding Sensus Penduduk tahun sebelumnya adalah 2,97 persen. Untuk rasio jenis kelamin penduduk kota Surabaya pada tahun 1980 adalah 95,36 persen dengan jumlah rumah tangga 413.052 KK. Jumlah penduduk ini meningkat 2,26 persen pada tahun 1990 sehingga menjadi sebesar 2.473.272 jiwa dengan kepadatan penduduknya 8.516 jiwa/km2. Jumlah penduduk ini terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 1.202.273 jiwa dan penduduk perempuan 1.270.999 jiwa. Rasio jenis kelamin pada tahun 1990 adalah 94,59 persen dengan jumlah rumah tangga 548.981 KK.

Selanjutnya tahun 2000, jumlah penduduk kota Surabaya sudah mencapai 2.599.796 jiwa. Jumlah ini terdiri dari penduduk laki-laki 1.288.118 jiwa dan penduduk perempuan 1.311.678 jiwa, dengan kepadatan penduduknya 9.486 jiwa/km2. Untuk rasio jenis kelamin, 98,20 persen dengan jumlah rumah tangga sebesar 709.991 KK. Jumlah penduduk ini mengalami pertumbuhan 0,51 persen dibanding Sensus Penduduk tahun sebelumnya. Angka pertumbuhan penduduk 1990-2000 adalah paling kecil bila dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya keberhasilan dari program KB, yang makin lama semakin mendapatkan respon secara positif dari masyarakat.

4 Ibid.

Page 6: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

308

Tabel 4 Keadaan penduduk kota Surabaya tahun 1980,1990 dan 20005

Uraian 1980 1990 2000

Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan Rasio Junis Kelamin Jumlah Rumah Tangga Pertumbuhan/Tahun Kepadatan Penduduk/km2

2.042.387 988.303

1.036.084 95,36

413.052 2,97

6.970

2.473.272 1.202.273 1.270.999

94,59 548.981

2,26 8.516

2.599.796 1.288.118 1.311.678

98,20 709.991

0,51 9.486

Jumlah penduduk kota Surabaya, sesuai Kartu Keluarga yang terdaftar hingga Desember 2007 adalah 2.861.928 jiwa atau sebanyak 755.914 kepala keluarga. Kecamatan yang paling banyak penduduknya adalah Kecamatan Tambaksari dengan 221.211 jiwa yang terdiri dari 110.402 jiwa laki-laki dan 110.809 jiwa perempuan. Jumlah yang terbanyak lainnya adalah Kecamatan Sawahan, yaitu sejumlah 218.574 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 109.455 jiwa dan penduduk perempuan 109.119 jiwa. Di Kacamatan Sawahan dan Tambaksari ini termasuk wilayah yang padat penduduknya. Jumlah penduduk di Kecamatan Tambaksari mencapai 7,73 persen dari total penduduk Kota Surabaya pada tahun 2007. Sedangkan, di Kecamatan Sawahan jumlah penduduknya mencapai 7,64 persen dari total penduduk kota Surabaya.

Kecamatan Bulak adalah yang paling sedikit penduduknya, yaitu 34.940 jiwa yang terdiri dari 17.608 jiwa penduduk laki-laki dan 17.332 jiwa penduduk perempuan atau hanya 1,22 persen dari total penduduk Kota Surabaya. Kecamatan Pakal, mempunyai jumlah penduduk sedikit lebih dari kecamatan Bulak yaitu 38.304 jiwa atau hanya 1,34 persen dari total penduduk kota Surabaya tahun 2007. Jumlah ini terdiri dari 19.444 jiwa penduduk laki-laki dan 18.860 jiwa penduduk perempuan.

Dua kecamatan ini, yaitu Bulak dan Pakal merupakan kecamatan yang letaknya jauh dari pusat kota. Kecamatan Pakal misalnya, terletak di kawasan Surabaya Barat dan termasuk wilayah yang masih jarang penduduknya. Kemudian untuk lebih jelasnya komposisi penduduk kota Surabaya tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 5, dimana berdasarkan jenis kelamin adalah sebanyak 1.437.682 jiwa penduduk laki-laki (50,23 persen) dan sebanyak 1.424.246 jiwa (49,77 persen) adalah penduduk perempuan.

5Badan Pusat Statistik , Sensus Penduduk Jawa Timur Tahun 1980, 1990, 2000,

(Jakarta: BPS Indonesia, 2000).

Page 7: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

309

Tabel 5 Penduduk kota Surabaya menurut kecamatan, jenis kelamin

dan kepala keluarga tahun 20076 Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

(jiwa) Jumlah (KK)

1, Asemrowo 2. Benowo 3. Bubutan 4. Bulak 5. Dukuh Pakis 6. Gayungan 7. Genteng 8. Gubeng 9. Gunung Anyar 10.Jambangan 11.Karangpilang 12.Kenjeran 13.Krembangan 14.Lakarsantri 15.Mulyorejo 16.Pabean Cantikan 17.Pakal 18.Rungkut 19.Sambikerep 20.Sawahan 21.Semampir 22.Simokerto 23.Sukolilo 24.Sukomanunggal 25.Tambaksari 26.Tandes 27.Tegalsari 28.Tenggilis Mejoyo 29.Wiyung 30.Wonocolo 31.Wonokromo

19.099 22.170 56.758 17.608 29.597 22.493 33.009 74.920 23.448 21.895 35.518 62.100 60.761 24.145 39.154 45.663 19.444 46.532 26.150

109.455 95.012 50.513 49.720 47.775

110.402 46.611 57.030 27,265 30.565 39.792 93.078

18.232 21.801 56.541 17.332 29.020 22.145 33.743 76.249 23.101 21.262 34.760 60.326 59.685 23.703 39.304 44.423 18.860 46.035 25.524

109.119 93.547 50.790 49.288 47.082

110.809 45.972 57.042 26.996 30.109 39.356 92.090

37.331 43.971

113.299 34.940 58.617 44.638 66.752

151.169 46.549 43.157 70.278 122.42

120.446 47.848 78.458 90.086 38.304 92.567 51.674

218.574 188.559 101.303 99.008 94.857

221.211 92.583

114.072 54.261 60.674 79.148

185.168

8.754 11.161 31.683 8.954

15.532 11.929 18.751 43.092 12.311 11.299 19.135 29.037 30.990 13.365 21.496 23.731 9.296

24.819 14.183 58.049 43.044 26.500 26.390 24.129 61.006 92.583 31.605 14.429 16.676 20.647 49.704

Menurut Sensus Penduduk tahun 2000, maka kota Surabaya mempunyai penduduk yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Mayoritas penduduk kota Surabaya adalah Suku Jawa sebanyak 2.123.016 jiwa atau mencapai 81,8 persen dari total penduduk kota Surabaya. Jumlah tersebut terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 1.044.762 jiwa dan penduduk perempuan 1.078.254 jiwa. Selanjutnya suku bangsa terbanyak kedua suku Madura yang mencapai 9,24 persen atau berjumlah 239.920 jiwa. Sisanya terdiri dari suku China 4,36 persen atau 113.337 jiwa, suku Arab 0,22 persen atau 5.765 jiwa. Suku Sunda 0,41 persen atau 10,601

6 Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2008.

Page 8: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

310

jiwa, suku Bawean 0,015 persen atau 405 jiwa dan dari suku lainnya mencapai 3,93 persen. Jumlah penduduk kota Surabaya menurut suku bangsa bisa dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Penduduk kota Surabaya menurut suku bangsa berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 20007

Suku Bangsa Laki-laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

Persen (%)

Jawa Madura Using (Osing) China Bawean Sunda, Priangan Tengger Arab Lainnya

1.044.762 121.918

170 55.660

204 6.038

36 2.813

54.383

1.078.254 118.002

178 54.677

201 4.563

28 2.952

47.520

2.123.016 239.920

348 113.337

405 10.601

64 5.765

101.903

81,80 9,24

0,013 4,36

0,015 0,41

0,002 0,22 3,93

Jumlah 1.285.984 1.309.375 2.595.359 100,00

C. Arus Urbanisasi ke Kota Surabaya

Pertumbuhan penduduk kota Surabaya tidak saja dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan alami (selisih kelahiran dan kematian), melainkan juga disebabkan oleh adanya faktor perpindahan atau urbanisasi (migrasi desa-kota). Sebagai kota besar sebagaimana pada kota-kota besar lainnya, kota Surabaya juga tidak luput menjadi daerah tujuan urbanisasi yang banyak diminati oleh para migran dari berbagai pelosok desa atau kota-kota kecil disekitarnya.

Sebagai gambaran, maka jumlah penduduk yang ada di kota Surabaya terdiri dari penduduk migran dan non-migran. Penduduk migran adalah merupakan penduduk yang datang dari daerah lain yang kemudian pindah dan menetap di Kota Surabaya dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan penduduk non-migran adalah merupakan penduduk asli atau penduduk yang sudah bertahun-tahun tinggal di Kota Surabaya. Mereka ini umumnya lahir dan besar di Kota Surabaya serta beraktivitas dan bekerja juga di sini. Jadi, penduduk migran inilah yang dikenal sebagai penduduk pendatang yang akhirnya juga menjadi faktor penambah jumlah penduduk Kota Surabaya.

Seseorang dikatakan melakukan migrasi risen, jika provinsi yang menjadi tempat tinggal sekarang berbeda dengan provinsi tempat tinggalnya 5 tahun yang lalu. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun

7 Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk Jawa Timur Tahun 2000, (Jakarta: BPS

Indonesia, 2000).

Page 9: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

311

2000, penduduk yang melakukan migrasi risen ke daerah perkotaan menunjukkan bahwa Kota Surabaya menjadi daerah tujuan ketiga dari migran Jawa Timur yang menuju ke wilayah perkotaan. Penduduk Kota Surabaya yang berstatus non-migran berjumlah 2.456.161 jiwa sedangkan penduduk yang masuk ke Kota Surabaya berjumlah 143.635 jiwa dengan persentase 6,01 persen. Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten dengan persentase migran yang terbesar di Jawa Timur yaitu 8,81 persen. Hal ini dikarenakan Kabupaten Sidoarjo yang terletak di sebelah selatan Kota Surabaya dan merupakan penyangga Kota Surabaya. Banyak kegiatan ekonomi di Kabupaten Sidoarjo yang berkembang pesat seperti sebagai pusat perkantoran, pabrik, perdagangan dan industri properti maupun munculnya banyak pemukiman baru. Akibatnya, banyak penduduk Jawa Timur yang juga melakukan migrasi ke Kabupaten Sidoarjo.

Kabupaten Gresik, merupakan wilayah perkotaan yang juga memiliki persentase migran terbesar kedua setelah Sidoarjo dengan persentase sebesar 7,32 persen. Tingginya persentase migran juga disebabkan oleh semakin berkembangnya kegiatan ekonomi di Kabupaten Gresik yang juga merupakan daerah penyangga Kota Surabaya seperti halnya Kabupaten Sidoarjo. Kabupaten Gresik mempunyai pelabuhan yang menjadi kegiatan ekspor-impor, sehingga kegiatan perdagangan maupun industri di daerah tersebut menjadi berkembang. Banyak pabrik didirikan sebagai tempat produksi dan sebagai daerah distribusi karena letaknya dekat dengan pelabuhan. Selain itu, banyaknya penduduk migran yang masuk ke Kabupaten Gresik juga disebabkan oleh semakin berkembangnya pemukiman baru di Kabupaten tersebut. Tabel 7 menunjukkan penduduk Jawa Timur berumur 5 tahun ke atas yang melakukan migrasi risen ke wilayah perkotaan di kabupaten/kota dengan persentase migran masuk lima besar di Jawa Timur.

Tabel 7 Penduduk Jawa Timur berumur 5 tahun ke atas menurut status migrasi risen

ke wilayah perkotaan (lima besar) berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 20008 Kabupaten/Kota Non Migran

(Jiwa) Migran Masuk (Jiwa)

Total (Jiwa)

Persentase Migran (%)

Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Gresik Kota Surabaya Kota Mojokerto Kota Blitar

1.111.454 422.661

2.456.161 94.576 104.456

107.316 33.393

143.635 5.365 5.073

1.218.770 456.054

2.599.796 99.941

109.529

8,81 7,32 6,01 5,37 4,63

Pada Tabel berikutnya yaitu Tabel 8. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang datang ke Kota Surabaya mengalami fluktuasi. Pada tahun

8 Ibid.

Page 10: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

312

1980-1985, menunjukkan jumlah penduduk yang datang ke Kota Surabaya mengalami peningkatan. Tahun 1980 jumlah penduduk yang datang sebesar 95.102 jiwa dan angka ini terus meningkat sehingga menjadi 103.421 jiwa pada tahun 1985. Peningkatan ini menunjukkan bahwa Kota Surabaya merupakan tujuan utama bagi para migran untuk menggantungkan harapan mereka dalam berusaha mendapatkan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan mereka. Para migran beranggapan bahwa Kota Surabaya merupakan tempat yang menjanjikan untuk mengubah nasib mereka agar memiliki kehidupan yang lebih baik.

Untuk tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 2006 jumlah tersebut selalu mengalami penurunan, dan pada tahun 2006 hanya mencapai jumlah sebesar 32.912 jiwa. Penurunan ini terjadi, kemungkinan disebabkan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi di daerah-daerah penyangga Kota Surabaya, seperti Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Mojokerto dan daerah-daerah lain disekitarnya. Perkembangan ekonomi di daerah-daerah tersebut ditandai dengan semakin banyaknya industri dan kegiatan perdagangan yang tumbuh dan berkembang serta banyaknya pemukiman-pemukiman baru. Untuk itu, di daerah penyangga tersebut jumlah penduduknya menjadi semakin bertambah di mana persentase migrannya semakin tinggi dan penduduk yang datang menuju ke daerah-daerah penyangga semakin besar pula. Hal inilah yang kemungkinan menjadi penyebab mengapa penduduk yang datang ke Kota Surabaya menjadi semakin menurun, karena banyak yang lebih memilih pindah ke daerah sekitar Kota Surabaya.

Tabel 8 Jumlah pendatang ke kota Surabaya menurut hasil registrasi penduduk tahun 1980-20069

Tahun Jumlah Penduduk Datang (Jiwa) Tahun Jumlah Penduduk Datang (Jiwa)

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993

95.102 96.847

98.461 101.363 102.931 103.421 92.804 90.076 91.089 84.109 80.329 83.708 80.481 74.663

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

-

63.119 60.247 59.730 59.103 58.902 52.569 54.081 53.145 52.986 34.330 33.188 32.386 32.912

-

9 BPS, Surabaya Dalam Angka berbagai edisi

Page 11: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

313

Sejak tahun 1980, penduduk yang datang ke Kota Surabaya lebih banyak laki-laki daripada perempuan, yaitu 48.230 jiwa pendatang laki-laki dan 46.872 jiwa pendatang perempuan. Keadaan ini berlangsung hingga tahun 1995, dimana jumlah pendatang lebih besar laki-laki yaitu sebesar 30.385 jiwa dan pendatang perempuan sebesar 29.862 jiwa.

Namun sejak tahun 2000, pendatang yang masuk ke Kota Surabaya lebih besar pendatang perempuan, yaitu sebesar 26.169 jiwa pendatang laki-laki dan 27.912 jiwa pendatang perempuan. Keadaan tersebut hingga tahun 2006, dimana jumlah pendatang masih lebih banyak pendatang perempuan, yaitu sebanyak 16.894 jiwa dan pendatang laki-laki sebesar 16.018 jiwa.

Ini menunjukkan bahwa para wanita tersebut, lebih memilih untuk mengikuti suami mereka yang pindah ke Kota Surabaya dengan tujuan bekerja daripada tetap tinggal di daerah asal. Hal ini juga menunjukkan bahwa mobilitas perempuan telah mengalami peningkatan sehingga mereka tidak hanya beraktifitas di daerah asal saja tetapi mereka juga bisa memperoleh pekerjaan di kota karena produktivitas mereka juga tidak kalah dengan laki-laki. Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya lagi kesenjangan gender yang dapat membatasi mobilitas perempuan.

Pada Tabel 9 menunjukkan banyaknya pendatang yang masuk ke Kota Surabaya yang dilaporkan menurut jenis kelamin. Jumlah pendatang ke Kota Surabaya pada tahun itu mencapai 32.912 jiwa. Angka ini tersebar di berbagai kecamatan di Kota Surabaya.

Tabel 9 Banyaknya pendatang ke kota Surabaya yang dilaporkan

menurut jenis kelamin tahun 1980 – 200610 Tahun Laki-laki Perempuan Total

(Jiwa) Jiwa % Jiwa %

1980 1985 1990 1995 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

48.230 52.208 40.262 30.385 26.169 26.281 26.175 17.056 16.331 15.921 16.018

50,7 50,5 50,1 50,4 48,4 49,5 49,4 49,7 49,2 49,1 48,7

46.872 51.213 40.067 29.862 27.912 26.864 26.811 17.274 16.857 16.465 16.894

49,3 49,5 49,9 49,6 51,6 50,5 50,6 50,3 50,8 50,9 51,3

95.102 103.421 80.329 60.247 54.081 53.145 52.986 34.330 33.188 32.386 32.912

10 Ibid.

Page 12: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

314

Kecamatan yang memiliki jumlah pendatang terbanyak adalah Kecamatan Tambaksari di daerah Surabaya Timur dengan jumlah 2.628 jiwa. Kecamatan lain yang memiliki pendatang yang juga besar adalah Kecamatan Sawahan dengan jumlah 1.856 jiwa. Kecamatan Kenjeran sebesar 1.778 jiwa, Kecamatan Rungkut sebesar 1.585 jiwa, dan Krembangan 1.276 jiwa, serta Pabean Cantikan 1.035 jiwa. Kecamatan-kecamatan ini, merupakan daerah yang paling banyak didatangi para migran.

Di Kecamatan Rungkut misalnya, daerah ini merupakan kawasan industri yang terbesar di Kota Surabaya sehingga banyak di datangi penduduk dari luar Surabaya untuk bekerja di pabrik yang pada umumnya banyak menyerap tenaga kerja. Para pegawai pabrik inilah yang merupakan salah satu faktor dalam mempengaruhi angka pendatang di Kecamatan Rungkut. Selain bekerja di pabrik, para pendatang ini umumnya juga bekerja di sektor informal yang menyediakan berbagai kebutuhan bagi para pekerja pabrik. Mereka umumnya bekerja sebagai pedagang kaki lima di sekitar lokasi pabrik, sehingga banyak warung dan tenda yang menyediakan berbagai jenis makanan dan kebutuhan lainnya. Sedangkan di Kecamatan Semampir, Krembangan dan Pabean Cantikan kebanyakan pendatang berasal dari Suku Madura yang merupakan suku terbanyak kedua setelah Suku Jawa di Kota Surabaya. Selain itu, daerah ini juga dekat dengan pelabuhan Tanjung Perak yang menghubungkan Kota Surabaya dan Pulau Madura. Kebanyakan dari mereka adalah penduduk yang bekerja di sektor informal, seperti pedagang kaki lima, kuli bangunan, kuli pelabuhan, tukang becak dan sebagainya.

Beberapa kecamatan juga memiliki jumlah pendatang yang lebih sedikit dibandingkan kecamatan lain di Kota Surabaya. Adapun kecamatan yang jumlah pendatangnya paling sedikit yaitu Kecamatan Genteng dengan jumlah 563 jiwa, hal ini disebabkan letaknya di Surabaya Pusat dan merupakan daerah yang menjadi pusat kegiatan di Surabaya sehingga dapat dikatakan Kecamatan Genteng ini sebagai daerah tertutup. Di Kecamatan Genteng ini banyak berdiri gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan, sehingga di daerah tersebut tidak banyak lagi terdapat pemukiman penduduk karena di wilayah ini umumnya sudah relatif padat serta beberapa areal pemukiman telah berubah menjadi areal bisnis. Selain Kecamatan Genteng, kecamatan lain yang memiliki pendatang lebih sedikit adalah Kecamatan Bulak dengan jumlah 506 jiwa, karena di daerah ini jumlah penduduknya memang paling sedikit dari total penduduk Kota Surabaya dan letaknya jauh dari pusat kota.

Page 13: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

315

Tabel 10 Banyaknya pendatang ke Surabaya yang dilaporkan per kecamatan menurut hasil registrasi tahun 200611

Kecamatan Pendatang Kecamatan Pendatang

Surabaya Pusat : Tegalsari Genteng Bubutan Simokerto Surabaya Utara : Pabean Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran Bulak Surabaya Timur : Tambaksari Gubeng Rungkut Tenggilis Mejoyo Gununganyar Sukolilo Mulyorejo

963 563 927 987

1.035 1.483 1.276 1.778

506

2.628 1.499 1.585

804 885

1.303 1.049

Surabaya Selatan : Sawahan Wonokromo Karang Pilang Dukuh Pakis Wiyung Wonocolo Gayungan Jambangan Surabaya Barat : Tandes Sukomanunggal Asemrowo Benowo Lakarsantri Pakal Sambikerep

Total :

1.856 1.145

835 724 834

1.094 807 864

999

1.145 610 805 621 622 704

32.912

Secara keseluruhan, mayoritas kecamatan yang mempunyai jumlah pendatang lebih sedikit ada di kawasan Surabaya Barat. Di Kecamatan Asemrowo misalnya, jumlah pendatang yang masuk hanya 610 jiwa, sedangkan di Kecamatan Lakarsantri sedikit lebih banyak dibanding Kecamatan Asemrowo yaitu 621 jiwa dan Kecamatan Sambikerep hanya 704 jiwa. Pada umumnya pendatang yang ada di kawasan Surabaya Barat ini merupakan pendatang yang memilih tinggal di daerah tersebut untuk menghindari keramaian maupun polusi yang ada di pusat kota. Di kawasan ini sudah banyak pemukiman-pemukiman baru dan salah satunya terdapat perumahan elite. Tabel 10 menunjukkan banyaknya penduduk yang datang ke Kota Surabaya tahun 2006 yang dilaporkan per kecamatan menurut hasil registrasi yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya.

Tabel 11 menunjukkan bahwa kegiatan utama yang menyebabkan penduduk melakukan kegiatan ulang-alik paling besar adalah untuk kegiatan bekerja sebanyak 657.279 jiwa. Kelompok umur yang paling tinggi melakukan kegiatan ulang-alik untuk tujuan bekerja adalah kelompok umur 30 – 34 tahun sebanyak 110.211 jiwa, dan kelompok umur 35 – 39 tahun sebanyak 106.781 jiwa.

11 BPS, Surabaya Dalam Angka, 2006/2007

Page 14: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

316

Tabel 11 Penduduk usia 5 tahun keatas yang melakukan kegiatan

ulang-alik (komuter) di kota Surabaya menurut golongan umur dan jenis kegiatan utama berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 200012

Golongan Umur

Jenis Kegiatan Utama (Jiwa) Jumlah

Bekerja Sekolah Kursus Lainnya

5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+

- 6.217 22.712 86.844 83.588 110.211 106.781 89.805 64.309 46.810 24.639 9.493 3.601 1.496 773

27.201 40.237 77.310 32.134 5.280 1.167 378 134 64

- - - - - -

- -

1.255 1.856 216

- 415

- - - - - - - -

3.020 -

266 619

- -

626 443

- 64 292 619

- - -

30.221 46.454 101.543 121.453 89.084 111.378 108.200 90.382 64.373 46.874 24.931 10.112 3.601 1.496 773

Jumlah 657.279 183.902 3.742 5.949 844.872

Hal ini disebabkan pada usia tersebut masih memiliki kesehatan

yang baik dan memiliki mobilitas yang tinggi untuk melakukan kegiatan ulang-alik. Selain itu, adanya anggapan bahwa mencari uang di perkotaan, khususnya di Kota Surabaya lebih mudah daripada di daerah asal sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka. Selain itu, Surabaya sebagai daerah konsentrasi kegiatan ekonomi, politik dan sosial merupakan area yang paling memberikan harapan bagi para pemuda untuk meningkatkan pendapatan dan menyalurkan potensi dinamis yang dimiliki.

Untuk kelompok usia di atas 40 tahun mobilitas ulang-alik ke Kota Surabaya untuk tujuan bekerja mulai mengalami penurunan. Pada golongan umur 40-44 tahun, penduduk yang melakukan kegiatan ulang-alik dengan tujuan bekerja turun menjadi 89.805 jiwa, jika dibandingkan golongan umur 35-39 tahun yang mencapai 106.781 jiwa. Angka ini terus mengalami penurunan pada golongan umur 55-59 tahun yang hanya 24.639 jiwa. Penurunan ini disebabkan mobilitas pada kelompok usia 40 tahun keatas mulai mengalami penurunan karena faktor kesehatan, selain itu faktor produktivitas mereka umumnya juga mulai mengalami penurunan.

12 BPS, Sensus Penduduk Jawa Timur Tahun 2000.

Page 15: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

317

Pada kelompok usia muda yaitu di bawah 15 tahun, jenis kegiatan untuk bekerja masih relatif sedikit, karena mereka masih tergolong pelajar, sehingga pada kelompok usia 15-19 tahun jenis kegiatan yang mendorong mereka melakukan kegiatan ulang-alik adalah untuk tujuan sekolah sebanyak 77.310 jiwa. Hal ini disebabkan di Kota Surabaya fasilitas pendidikan baik dari segi kuantitas dan juga kualitas sangat banyak dan bervariasi. Sejumlah fasilitas pendidikan baik negeri maupun swasta ini pada akhirnya juga menjadi magnet bagi penduduk di luar Kota Surabaya untuk pindah menjadi migran sirkuler, semi permanen atau bahkan migran permanen.

D. Sektor Informal Kota Surabaya

Salah satu dimensi penting yang terkait dengan perpindahan penduduk desa-kota adalah kebutuhan akan lapangan pekerjaan yang semakin meningkat. Namun kesempatan kerja di sektor formal dirasakan semakin sulit karena tidak dapat menampung pengangguran maupun pertambahan angkatan kerja yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan kesempatan kerja yang ada. Akibatnya, sektor informal dianggap sebagai jawaban yang tepat dan murah atas masalah ketenagakerjaan di perkotaan. Fakta menarik dari sektor informal adalah sektor ini terbukti memiliki kemampuan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Sektor ini juga menjadi saluran urbanisasi penduduk desa ke kota yang paling murah, mudah dan bersifat massal.

Para tenaga kerja yang tidak memperoleh pekerjaan di sektor formal, terutama para tenaga kerja pendatang baru tersebut harus menciptakan suatu lapangan kerja sendiri atau bekerja pada perusahaan-perusahaan kecil milik keluarga yang dikategorikan sebagai sektor informal. Sektor informal pada umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik khas seperti sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang digunakan relatif sederhana. Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya di sekitar sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi. Pada umumnya mereka tidak mempunyai keterampilan khusus dan sangat kekurangan modal kerja.13

Motivasi mereka di sektor informal terbatas pada upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup, agar dapat makan pada hari ini atau

13 Michael Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi kedelapan, (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2004), pp. 351-352.

Page 16: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

318

esok, dan bukan untuk menumpuk keuntungan dan meraih kekayaan. Sebagian besar dari mereka tinggal di pusat pemukiman yang sangat sederhana dan kumuh, yang fasilitas kesejahterannya (listrik, air bersih, fasilitas pembuangan limbah, transportasi, fasilitas pendidikan dan kesehatan) sangat minim.

Menurut Todaro, sektor informal memiliki banyak keterkaitan dengan sektor lainnya dalam perekonomian perkotaan. Pertama, sektor informal terkait dengan sektor pedesaan yang merupakan sumber kelebihan tenaga kerja miskin dan kemudian mengisi sektor informal di daerah perkotaan guna menghindari kemiskinan dan pengangguran di desa, walaupun sebenarnya kondisi kerja dan kualitas hidup di kota belum tentu lebih baik. Kedua, sektor informal juga terkait erat dengan sektor formal perkotaan. Artinya, sektor formal sesungguhnya tergantung pada sektor informal dalam kedudukannya sebagai pasar pokok dari sebagian besar pendapatan yang mereka terima.14

Sebagai salah satu tujuan migran, Kota Surabaya memang harus menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi para pendatang serta mengatur agar arus migrasi tidak berkembang liar. Bagi kota besar seperti Surabaya, arus yang berlebih (over urbanization) menjadi masalah serius, bukan sekedar akan menyebabkan terjadinya penumpukan kaum migran di sektor informal kota. Tetapi, yang mencemaskan adalah kehadiran kaum migran yang berlebihan itu menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasi.

Secara umum, motivasi penduduk desa maupun kota-kota di sekitar Surabaya melakukan urbanisasi adalah tekanan dan keinginan mencari sumber penghasilan baru yang lebih menguntungkan. Studi yang dilakukan LPPM Universitas Airlangga, menemukan paling tidak ada tiga alasan utama penduduk migran mencari pekerjan di Kota Surabaya. Pertama, sejak situasi krisis sangat terasa, kesempatan kerja yang tersedia di desa makin hari makin langka (48 persen), sementara usaha-usaha yang ditekuni sebelumnya telah banyak yang bangkrut. Kedua, adanya selisih upah antara desa dan kota besar yang cukup mencolok. Meski di desa ada beberapa pekerjaan yang bisa dimasuki, karena upahnya sangat rendah (44 persen), hasilnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Ketiga, di luar faktor ekonomi, alasan yang cukup dominan mendorong penduduk desa mengadu nasib ke kota besar adalah karena masalah keluarga atau sesuatu yang sifatnya personal.15

14 Ibid., p. 352. 15 Bagong Suyanto, Tambal Sulam Menangani Migran Liar (Dikutip 15 September

2008) Tersedia di Internet; URL http://www.indopos.co.id. 2007.

Page 17: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

319

Kuatnya magnet bisnis Kota Surabaya mampu memindahkan penduduk dari desa berurbanisasi ke kota dalam rangka alih profesi dari petani menjadi pedagang kecil-kecilan sebagai akibat tidak terserap di sektor formal. Namun seiring perkembangan waktu, seringkali dijumpai permasalahan terkait dengan sektor informal terutama pedagang kaki lima yaitu ketika mereka berjualan di trotoar jalan, di taman-taman kota, di jembatan penyeberangan, bahkan di badan jalan. Ini sangatlah dilematis mengingat bahwa mereka di satu sisi sangat dibutuhkan oleh masyarakat namun di sisi lain sering ditengarai menjadi penyebab kemacetan lalu lintas ataupun merusak keindahan kota.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006-2010, pemerintah Kota Surabaya menegaskan komitmen penataan dan pengelolaan sektor informal. Selain itu, secara khusus didirikan Dinas Koperasi dan Sektor Informal yang berupaya menyediakan kawasan legal bagi PKL untuk berjualan dan menyediakan dana bergulir. Data resmi Dinas Koperasi dan Sektor Informal Pemerintah Kota Surabaya menyebutkan terdapat 18.823 PKL tahun 1996. Mereka tersebar pada 600 titik yang ada di 31 Kecamatan. Dari 18.823 PKL tersebut, 40 persen warga Surabaya, sementara 60 persen sisanya berasal dari luar kota. Namun menurut Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), jumlah PKL di Surabaya mencapai 56.000.16 Dari penelitian yang dilakukan oleh Bagong dan Karnaji17 banyak PKL yang berstatus sebagai pendatang atau kaum urban yang hadir di Kota Surabaya menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden berasal dari luar Kota Surabaya. Meski berasal dari luar Surabaya, tetapi sebagian PKL tersebut masih berasal dari provinsi yang sama yakni Jawa Timur dan lebih dari 10 persen berasal dari luar Pulau Jawa.

Pemerintah Kota Surabaya sendiri mengaku telah melakukan pendataan, penataan, pemberian modal bergulir hingga pelatihan kerja melalui Dinas Koperasi dan Sektor Informal. Saat ini PKL binaan Pemkot mencapai 17 titik pada tahun 2007, total anggaran untuk PKL adalah Rp.2,2 miliar, yang terdiri atas Rp.1,8 miliar untuk modal bergulir dan Rp.400 juta untuk pembinaan. Sedangkan tahun 2008 ini Dinas Koperasi dan Sektor Informal menyediakan anggaran Rp. 1 miliar untuk PKL. Pemerintah Kota Surabaya juga menyatakan telah, melakukan pembinaan kepada sekitar 8.000 PKL yang tersebar di Kota Surabaya dengan

16 Fatkur, Membedah Persolan PKL Kota Surabaya, (Dikutip 15 September 2008)

Tersedia di Internet : URL.http://www.kompas.com.2008. 17 Bagong Suyanto dan Karnaji, Kemiskinan dan kesenjangan Sosial: Ketika

Pembangunan Tidak Berpihak kepada Rakyat Miskin, (Surabaya: Airlangga University Press, 2005), p. 124.

Page 18: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

320

memberikan fasilitas penguatan modal Rp.2 juta tiap pedagang dengan sistem pinjam dan pengembalian berjangka dua tahun.18

Pendatang yang kurang selektif juga memberikan kontribusi negatif terhadap kondisi lingkungan kota karena telah menciptakan pemukiman kumuh dengan segala implikasinya. Kehidupan mereka di Surabaya dapat ditunjukkan oleh rendahnya kualitas pendidikan migran. Sepanjang pekerjaan di sektor informal masih ada permintaan dari masyarakat Kota Surabaya dan dinilai secara ekonomi menguntungkan, maka keberadaan mereka akan tetap ada. Pilihan menjadi tukang becak, pemulung, penjual pakaian bekas, penjaja makanan murah, menjadi buruh pabrik, pembantu rumah tangga adalah pilihan pekerjaan yang rasional dan menjadi tujuan mengingat tingkat kemampuan ekonomi dan tingkat pendidikan mereka yang pada umumnya rendah.

Namun sebenarnya mereka juga memberi kontribusi positif bagi pembangunan kota. Kota Surabaya telah memperoleh alokasi sumber daya manusia dari daerah pedesaan. Sumber daya manusia asal pedesaan kendati kualitasnya adalah rendah, namun mereka telah menjadi bagian dari ekosistem perkotaan yang secara langsung menyumbangkan jasa tenaga murah, dan menyediakan produksi skala rumah tangga, terutama sangat diperlukan bagi usaha formal maupun masyarakat golongan menengah ke atas.

E. Perkembangan Ekonomi Kota Surabaya

Pasca krisis ekonomi yang tertjadi pada tahun 1997-1998, proses pemulihan ekonomi Kota Surabaya masih terus berlangsung. Memasuki tahun 2005 perekonomian Kota Surabaya mampu tumbuh pada kisaran angka 6,33 persen dengan aktivitas ekspor dan investasi sebagai penggerak utamanya (masing-masing tumbuh sekitar 46,08 persen dan 14,18 persen untuk investasi PMA serta 1,69 persen untuk investasi PMDN).

Dari sisi produksi semua sektor usaha menunjukkan pertumbuhan yang positif. Sektor perdagangtan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan tercepat yaitu mencapai 8,22 persen, kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,07 persen dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 6,02 persen.

18 Fatkur, Membedah Persolan PKL Kota Surabaya, (Dikutip 15 September 2008)

Tersedia di Internet : URL.http://www.kompas.com.2008.

Page 19: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

321

Tabel 12 Pertumbuhan indikator makro ekonomi kota Surabaya tahun 2003-2006 (dalam Persen)19

Komponen 2003 2004 2005 2006

PDRB Investasi :

PMA

PMDN Ekspor Impor

4,29

2,72 4,08 1,55 23,36

6,00

- 95,50 - 99,95 2,28 16,65

6,33

14,18 1,69 46,08 17,61

6,35

- 97,99 - 74,31 26,98 1,69

Memasuki tahun 2009 perekonomian Kota Surabaya mampu tumbuh sekitar 6,35 persen. Berbeda dengan periode sebelumnya, pergerakan ekonomi tahun 2006 lebih banyak ditopang oleh aktivitas ekspor yang mengalami pertumbuhan sebesar 26,98 persen serta mendorong peningkatan perolehan surplus neraca perdagangan kota sebesar 3,36 miliar US dollar. Di sisi lain nilai investasi yang cenderung mengalami kontraksi negatif (-97,99 persen untuk PMA dan -74,31 persen untuk PMDN) antara lain disebabkan oleh relatif rendahnya penambahan modal baru oleh investor (PMA) dan relatif rendahnya jumlah surat persetujuan investasi yang dikeluarkan oleh instansi terkait. Gambaran pertumbuhan beberapa indikator makro ekonomi Kota Surabaya pada periode 2003-2006 dapat dilihat pada Tabel 12.

Kondisi ekonomi daerah secara umum ditunjukkan oleh angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), inflasi dan investasi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Angka ini tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB karena mampu memberi gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Membaiknya perekonomian secara makro menghasilkan PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 sebesar Rp.112.926,94 miliar meningkat dibanding tahun 2005 (dapat dilihat pada Tabel 13).

19 BPS dan Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Penanaman Modal Kota

Surabaya diambil dari www.bappeko.go.id. Download 15 September 2008.

Page 20: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

322

Tabel 13 Produk domestik regionl bruto (pdrb) kota Surabaya

atas dasar harga berlaku (adhb) tahun 2004-2006 (dalam miliar rupiah)20

No SEKTOR Tahun

2004 2005 2006

1 Sektor primer Pertanian Pertambangan

121,98 112,05

9,93

133,46 124,14

9,32

154,25 145,01

9,24 2 Sektor Sekunder

Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi

33.710,85 25.247,78 2.426,88 6.036,19

40.098,64 29.721,17 2.870,17 7.507,30

46.324,84 34.538,94 3.529,00 8.256,90

3 Sektor Tersier Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keu,Persew dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa

45.875,23 27.946,40 7.213,70 5.026,20 5.688,93

56.154,74 34.775,89 8.884,42 5.836,53 6.657,90

66.447,85 41.754,61 10.187,85 6.733,65 7.771,74

PDRB – ADHB 79 .708,06 96.386,84 112.926,94

Kemudian PDRB atas dasar harga konstan tahun 2006 telah mencapai Rp.63.678,35 miliar dan mengalami pertumbuhan sebesar 6,35 persen atau sedikit lebih cepat bila dibandingkan dengan tahun 2005 yang mengalami pertumbuhan sebesar 6,33 persen. Sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya berada di atas tingkat pertumbuhan ekonomi propinsi Jawa Timur yang tumbuh sebesar 5,6 persen dan pertumbuhan nasional sebesar 5,5 persen. Produk Domestik Regional Bruto Kota Surabaya menurut harga konstan tahun 2004-2006 menurut sektor, dapat dilihat pada Tabel 14 dan pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya menurut sektor ada pada Tabel 16. Kemudian untuk perbandingan pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya, Propinsi Jawa Timur dan Nasional dapat juga dilihat pada Tabel 15.

20 BPS Kota Surabaya 2006 diambil dari www.bappeko.go.id Download tanggal

15 September 2008.

Page 21: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

323

Tabel 14 Produk domestik regional bruto (PDRB) kota Surabaya

atas dasar harga konstan (adhk) tahun 2004-2006 (dalam miliar rupiah)21

No SEKTOR Tahun

2004 2005 2006

1 Sektor primer Pertanian Pertambangan

98,03 89,57 8,46

95,27 88,07 7,20

97,68 90,90 6,78

2 Sektor Sekunder Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi

23.253,44 17.294,29 1.514,85 4.444,30

24.336,14 18.063,98 1.562,91 4.709,25

25.404,99 19.054,52 1.678,19 4.672,28

3 Sektor Tersier Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keu,Persew dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa

32.961,47 19.499,74 5.586,79 3.685,48 4.189,46

35.446,58 21.102,21 6.037,66 3.907,43 4.399,28

38.175,68 22.943,47 6.437,88 4.162,78 4.631,55

PDRB – ADHK 56.312,94 59.877,99 63.678,35

Tabel 15 Pertumbuhan ekonomi Surabaya, jawa timur dan nasional

tahun 2004-2006 (dalam %)22

No. URAIAN Tahun

2004 2005 2006

1 2 3

SURABAYA JAWA TIMUR NASIONAL

6,00 5,43 5,13

6,33 5,84 5,60

6,35 5,60 5,50

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Surabaya selama periode 1980-2006 menunjukkan perkembangan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hanya

21 BPS Kota Surabaya 2006 diambil dari www.bappeko.go.id Download tanggal

15 September 2008. 22 Sumber: BPS Kota Surabaya, BPS Jawa Timur, BPS Pusat 2006 diambil dari

www.bappeko.go.id Download tanggal 15 September 2008.

Page 22: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

324

Tabel 16 Pertumbuhan ekonomi kota Surabaya

menurut sektor tahun 2004-2006 (dalam persen)23 No SEKTOR Tahun

2004 2005 2006

1 Sektor primer Pertanian Pertambangan

- 0,18 - 0,40 2,17

- 2,82 - 1,67

- 14,89

2,53 3,21

- 5,83 2 Sektor Sekunder

Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi

3,72 2,63 8,58 6,51

4,66 4,45 3,17 5,96

4,39 5,48 7,38

- 0,79 3 Sektor Tersier

Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keu,Persew dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa

7,69 8,34 6,40 8,81 5,48

7,54 8,22 8,07 6,02 5,01

7,70 8,73 6,63 6,53 5,28

PDRB 6,00 6,33 6,35

Dari Tabel 14, 15 dan 16 tersebut dapat diketahui bahwa PDRB Atas Dasar Harga Konstan (2002) tahun 2005 mencapai Rp.59.877,99 miliar dan mengalami pertumbuhan sebesar 6,33 persen atau sedikit lebih cepat bila dibandingkan dengan tahun 2004 yang mengalami pertumbuhan sebesar 6,00 persen, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya tahun 2005 berada di atas tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Timur yang tumbuh sebesar 5,84 persen dan pertumbuhan nasional sebesar 5,60 persen.

Pada tahun 1998, PDRB Kota Surabaya mengalami penurunan yang cukup signifikan, hal ini disebabkan adanya krisis ekonomi yang terjadi selama tahun 1997-1998. Penurunan PDRB ini terus terjadi sampai tahun 1999 dan mulai mengalami peningkatan sedikit demi sedikit pada tahun 2000 hingga tahun 2006.

Setelah tahun 2000 inilah, pertumbuhan PDRB Kota Surabaya semakin membaik pasca krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya juga ikut mengalami peningkatan.

F. Penutup

Arus migrasi desa-kota yang begitu deras masuk ke Kota Surabaya, akhirnya harus terdampar ke sektor informal karena pada umumnya mereka para migran tersebut adalah tidak mempunyai keahlian yang cukup

23 Sumber: BPS Kota Surabaya 2006 diambil dari www.bappeko.go.id Download

tanggal 15 September 2008.

Page 23: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

325

atau pendidikan mereka juga rendah. Agar mereka tidak liar, maka harus di data keberadaan mereka di masing-masing kecamatan. Untuk upaya pengendalian urbanisasi, pemerintanh Kota Surabaya menerbitkan Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) atau biasa dikenal dengan Kartu Identitas Penduduk Musiman (KIPEM).

Sektor informal yang ada, bisa dimanfaatkan untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu dengan cara melokalisir mereka pada suatu lokasi yang baik, dan nantinya mereka dikenakan retribusi.

Mengarahkan arus migrasi tersebut dengan cara meningkatkan peran pusat pertumbuhan di kota-kota sekitar Kota Surabaya. Dengan cara misalnya memberikan kemudahan bagi investor, sehingga investor mau menanamkan modalnya untuk usaha yang sifatnya padat karya di kota-kota luar Kota Surabaya. Dengan demikian akan mempercepat proses defusi urbanisasi ke daerah hinterland, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya serap tenaga kerja yang berasal dari pedesaan tersebut.

Page 24: Moch. Lutfie Misbach Abstrak · 2020. 9. 25. · tingkat pengangguran makin tinggi, penduduk usia sekolah yang putus sekolah makin banyak, pengemis di jalanan makin marak, sampai

Moch. Lutfie Misbach: Arus Urbanisasi (Migrasi Desa-Kota)…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus 2009

326

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik , Sensus Penduduk Indonesia Tahun 2000, Jakarta: BPS Indonesia, 2000.

_______, Sensus Penduduk Jawa Timur Tahun 2000 Jakarta: BPS Indonesia, 2000.

_______, Berbagai Tahun Terbitan, Survei Sosial Ekonomi Nasional, Jakarta: BPS Indonesia.

Fatkur, Membedah Persolan PKL Kota Surabaya (Dikutip 15 September 2008) Tersedia di Internet : URL.http://www.kompas.com.2008.

Prasetyo, Helmi, Penertiban PKL di Surabaya Parsial dan Diskriminatif (Dikutip 15 September 2008) Tersedia di internet: URL. http://www.kompas.com. 2003.

Suyanto, Bagong dan Karnaji, Kemiskinan dan kesenjangan Sosial: Ketika Pembangunan Tidak Berpihak kepada Rakyat Miskin, Surabaya: Airlangga University Press, 2005.

Suyanto, Bagong, Tambal Sulam Menangani Migran Liar (Dikutip 15 September 2008) Tersedia di Internet; URL http://www.indopos.co.id. 2007

Todaro, Michael, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan Terjemahan, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.

Yahya, Kresnayana, Surabaya Akan Kebanjiran 150 Ribu Pendatang (Dikutip 15 September 2008) Tersedia di internet: URL:http://www.kompas.com. 2004.