mitokondria, kloroplas, peroksisom (makalah)
TRANSCRIPT
1
MITOKONDRIA
Mitokondria adalah pusat respirasi seluler yang menghasilkan banyak ATP
(energi), karena itu mitokondria diberi julukan "The Power House of Cell".
Bentuk mitokondria beraneka ragam, ada yang bulat, oval, silindris dan ada pula
yang tidak beraturan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa mitokondria
berbentuk butiran atau benang. Mitokondria baru terbentuk dari pertumbuhan
serta pembelahan mitokondria yang telah ada sebelumnya (seperti pembelahan
bakteri). Penyebaran dan jumlah mitokondria di dalam tiap sel tidak sama.
Mitokondria terdapat di tempat-tempat dimana ATP diperlukan. Misalnya,
diantara miofibril dalam sel otot jantung untuk kontraksi otot dan di leher sel
sperma untuk pergerakan flagel. Adapun Sifat-sifat Mitokondria yaitu:
a. Bentuk silindris memanjang diameter 0,5 – 1 µm
b. Bersifat mobil, bergerak di sepanjang mikrotubula
c. Plastis, dapat berubah bentuk
d. Berfusi dengan mitokondria lainnya
e. Dapat membelah diri
Mitokondria dapat berfusi satu sama lain, atau terbelah dua (gambar 1).
Pemahaman fisi dan fusi mitokondria telah berkembang dalam beberapa waktu
terakhir dengan perkembangan uji in vitro untuk studi mitokondria dan
identifikasi protein yang di butuhkan dalam fisi dan fusi. Keseimbangan antara
fusi dan fisi kemungkinan adalah penentu utama jumlah mitokondria, ukuran
panjang mitokondria dan tingkat hubungan. Ketika fusi menjadi lebih sering dari
fisi, mitokondria cenderung menjadi lebih panjang dan saling berhubungan,
sedangkan dominasi fisi mengarah pada jumlah mitokondria (lebih banyak
membentuk mitokondria).
2
1. Struktur Mitokondria
1. STRUKTUR MITOKONDRIA
Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memilki aktivitas metabolisme
tinggi dan memerlukan ATP dalam jumlah banyak. Jumlah dan bentuk
mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Struktur mitokondria terdiri dari
empat bagian utama, yaitu membran luar, membran dalam, ruang antar membran,
dan matriks yang terletak di bagian dalam membran.
Gambar 2. Struktur Mitokondria
a. Membran Luar
Membran luar sepenuhnya membungkus mitokondria, melindungi bagian
luar mitokondria sepenuhnya. Membran luar terdiri dari protein dan lipid dengan
Gambar 1. Fusi dan fisi mitokondria. Sifat dinamis orgganel ini ditangkap dalam frame film ini, yang menunjukan sebagian mitokondria dari fibroblast tikus yang telah di beri label dengan protein fluorescent. Di tiga gambar pertama, dua pasang mitokondria (yang telah diwarnai) yang bertemu ujungnya dan seketika menyatu. Di tiga gambar terakhir, hasil peleburan (fusi) yang rendah mengalami fisi dan mitokondria bergerak secara terpisah (Dari DAVID C. CHAN dalam KARP, Cell and Molecular Biology 6Ed 175:765, 2010)
3
perbandingan yang sama serta mengandung protein porin (protein bersaluran)
yang menyebabkan membran ini bersifat permeabel terhadap molekul-molekul
kecil yang berukuran 6000 Dalton. Dalam hal ini, membran luar mitokondria
menyerupai membran luar bakteri gram-negatif. Selain itu, membran luar juga
mengandung enzim yang terlibat dalam biosintesis lipid dan enzim yang berperan
dalam proses transpor lipid ke matriks untuk menjalani β-oksidasi menghasilkan
asetil-KoA.
b. Membran Dalam
Komposisi membran dalam terdiri dari 20% lipid dan 80% protein.
Membran dalam bersifat kurang permeabel jika dibandingkan dengan membran
luar. Membran ini merupakan tempat utama pembentukan ATP. Pada
mitokondria, membran dalam terbagi menjadi dua daerah yaitu daerah batas
membran dalam (inner membrane), terletak persis di luar membran dalam
mitokondria, sebagai pembungkus bagian luar membran dalam, batas membran
dalam ini kaya protein yang bertanggung jawab untuk impor protein mitokondria.
Daerah lainnya disebut dengan krista yaitu bentuk lipatan-lipatan yang menonjol
ke arah dalam (Lodish, 2001). Stuktur krista yang berupa lipatan-lipatan ini
meningkatkan luas permukaan membran dalam sehingga meningkatkan
kemampuannya dalam memproduksi ATP. Membran dalam mengandung protein
yang terlibat dalam reaksi fosforilasi oksidatif, ATP sintase yang berfungsi
membentuk ATP pada matriks mitokondria, serta protein transpor yang mengatur
keluar masuknya metabolit dari matriks melewati membran dalam. Bentuk krista
dan jumlahnya berbeda di setiap sel tergantung jenis dan fungsi atau peran sel
tersebut. Dalam mikrograf elektron tampak peran mitokondria sebagai transduser
terkait erat dengan krista, sebagai mesin atau alat yang diperlukan untuk respirasi
aerobik dan pembentukan ATP.
c. Ruang antarmembran
Ruang antar membran yang terletak di antara membran luar dan membran
dalam merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi yang penting bagi sel,
seperti siklus Krebs, reaksi oksidasi asam amino, dan reaksi β-oksidasi asam
4
lemak. Ruang antar membran berisi cairan yang menggunakan ATP dari matriks
untuk memfosforilasi nukleotida lainnya.
d. Matriks
Matriks mengandung campuran ratusan enzim, termasuk enzim yang
dibutuhkan dalam oksidasi piruvat, asam lemak serta untuk siklus krebs. Matriks
mitokondria juga mengandung ribosom (ukuran jauh lebih kecil dari yang
ditemukan di sitosol) dan beberapa molekul DNA, yang melingkar pada
tumbuhan dan hewan. Oleh karena itu, mitokondria memiliki sistem genetik
sendiri yang berbeda dengan sistem genetik inti, yang dikenal dengan DNA
mitkondria (mtDNA). Dalam matriks mitokondria juga terdapat ATP, ADP, fosfat
inorganik serta ion-ion seperti magnesium, kalsium dan kalium.
2. FUNGSI MITOKONDRIA
Mitokondria merupakan tempat terjadinya respirasi seluler. Peran utama
mitokondria adalah sebagai pabrik energi sel yang mengubah energi potensial
dalam bentuk makanan menjadi molekul berenergi tinggi yang disebut ATP. ATP
Merupakan ikatan tiga molekul fosfat dengan senyawa adenosin. Ikatan kimianya
labil, mudah melepaskan gugus fosfatnya meskipun digolongkan sebagai molekul
berenergi tinggi.
3. SIKLUS HIDUP MITOKONDRIA
Mitokondria dapat melakukan replikasi secara mandiri (self replicating)
seperti sel bakteri. Replikasi terjadi apabila mitokondria ini menjadi terlalu besar
sehingga melakukan pemecahan (fission). Pada awalnya sebelum mitokondria
bereplikasi, terlebih dahulu dilakukan replikasi DNA mitokondria. Proses ini
dimulai dari pembelahan pada bagian dalam yang kemudian diikuti pembelahan
pada bagian luar. Proses ini melibatkan pengkerutan bagian dalam dan kemudian
bagian luar membran dan diikuti dengan pemisahan dua bagian mitokondria.
5
4. DNA MITOKONDRIA
Berbeda dengan organel sel lainnya, mitokondria memiliki materi genetik
sendiri yang karakteristiknya berbeda dengan materi genetik pada inti sel yang
dikenal sebagai mtDNA. mtDNA berpilin ganda, sirkular, dan tidak terlindungi
membran. Karena memiliki ciri seperti DNA bakteri, berkembang teori yang
cukup luas dianut, yang menyatakan bahwa mitokondria dulunya merupakan
makhluk hidup independen yang kemudian bersimbiosis dengan
organisme eukariotik . Teori ini dikenal dengan teori endosimbion. Pada makhluk
tingkat tinggi, DNA mitokondria yang diturunkan kepada anaknya hanya berasal
dari betinanya saja (maternally inherited).
5. METABOLISME ENERGI DALAM MITOKOKDRIA
Organisme membutuhkan energi untuk dapat hidup. Energi diperoleh dari
asupan makanan yang kita makan. Melalui proses pencernaan, molekul makanan
yang kita konsumsi akan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga
dapat diserap oleh sel-sel tubuh. Selanjutnya molekul tersebut akan melalui
sebuah proses yang disebut dengan ‘glikolisis’ agar dapat digunakan dalam proses
respirasi sel yang berlangsung di mitokondria. Glikolisis sendiri berlangsung di
sitoplasma. Metabolisme energi di mitokondria meliputi siklus krebs (siklus TAC)
dan rantai transfer elektron.
Tahap Pertama Metabolisme Energi
1. Glikolisis
Glikolisis adalah serangkaian reaksi biokimia dimana glukosa (beratom
C6) dioksidasi menjadi dua molekul asam piruvat (beratom C3). Peristiwa ini
berlangsung di sitosol. Secara garis besar, glikolisis terdiri dari 2 fase, yaitu:
a. Fase preparasi (Preparatory phase) yaitu fosforilasi glukosa dan
konversinya menjadi gliseraldehid 3-fosfat.
b. Fase pembayaran (Pay-off phase) yaitu konversi oksidatif gliseraldehid
3-fosfat menjadi piruvat disertai pembentukan ATP dan NADH.
6
Untuk setiap molekul glukosa yang masuk jalur glikolisis menghasilkan 4
molekul ATP. Namun 2 molekul ATP digunakan pada langkah 1 dan 3. Maka
jumlah energi bersih yang dapat dipergunakan dari glikolisis hanya 2 molekul
ATP. Dalam setiap penambahan 1 molekul glukosa pada glikolisis menghasilkan
2 molekul NADH dan 2 molekul piruvat.
Gambar 3. Skema Proses Glikolisis
Poejiadi (1994) menyatakan dalam satu rangkaian glikolisis terjadi 10
langkah reaksi yang dibantu dengan enzim spesifik seperti yang terlihat pada
gambar 3. Berikut ini dijelaskan sejumlah enzim yang terlibat dalam proses
glikolisis beserta peranannya.
7
1. Heksokinase
Tahap pertama pada proses glikolisis adalah pengubahan glukosa menjadi
glukosa 6-fosfat dengan reaksi fosforilasi. Gugus fosfat diterima dari ATP dalam
reaksi sebagai berikut.
Enzim heksokinase merupakan katalis dalam reaksi tersebut dibantu oleh
ion Mg++sebagai kofaktor. Heksokinase yang berasal dari ragi dapat merupakan
katalis pada reaksi pemindahan gugus fosfat dari ATP tidak hanya kepada glukosa
tetapi juga kepada fruktosa, manosa, dan glukosamina. Dalam otak, otot, dan hati
terdapat enzim heksokinase yang multi substrat ini. Disamping itu ada pula
enzim-enzim yang khas tetapi juga kepada fruktosa, manosa, dan glukosamin.
Hati juga memproduksi fruktokinase yang menghasilkan fruktosa-1-fosfat.
Enzim heksesokinase dari hati dapat dihambat oleh hasil reaksi sendiri.
Jadi apabila glukosa-6-fosfat terbentuk dalam jumlah banyak, mak senyawa ini
akan menjadi inhibitor bagi enzim heksesokinase tadi. Selanjutnya enzim akan
aktif kembali apabila konsentrasi glukosa-6-fosfat menurun pada tingkat tertentu.
2. Fosfoheksoisomerase
Reaksi berikutnya ialah isomerasi, yaitu pengubahan glukosa-6-fosfat
menjadi fruktosa-6-fosfat, dengan enzim fosfoglukoisomerase. Enzim ini tidak
memerlukan kofaktor dan telah diperoleh dari ragi dengan cara kristalisasi. Enzim
fosfuheksoisomerase terdapat jaringan otot dan mempunyai beraat molekul
130.000.
8
3. Fosfofruktokinase
Frukrosa-6-fosfat diubah menjagi fruktosa-1,6-difosfat oleh
enzim fosfofruktokinase dibantu oleh ion Mg++ sebagai kofaktor. Dalam reaksi ini
gugus fosfat dipindahkan dariATP kepada fruktosa-6-fosfat dari ATP sendiri akan
berubah menjadi ADP.
Fosfofruktokinase dapat dihambat atau dirangsang oleh beberapa
metabolit, yaitu senyawa yang terlibat dalam proses metabolisme ini. Sebagai
contoh, ATP yang berlebih dan asam sitrat dapat menghambat,dilain pihak adanya
AMP, ADP, dan fruktosa-6-fosfat dapat menjadi efektor positif yang merangsang
enzim fosfofruktokinase. Enzim ini merupakan suatu enzim alosterik dan
mempunyai berat molekul kira-kira 360.000.
4. Aldose
Reaksi tahap keempat dalam rangkaian reaksi glikolisis adalah penguraian
molekul fruktosa-1,6-difosfat membentuk dua molekul triosa fosfat, yaitu
dihidroksi aseton fosfat dan D-gliseraldehida-3-fosfat. Dalam tahap ini enzim
aldolase yang menjadi katalis telah dimurnukan dan ditemukan oleh Warburg.
Enzim ini terdapat dalam jaringan tertentu dan dapat bekerja sebagai kaalis dalam
reaksi penguraian beberapa ketosa dan monofosfat, misalnya fruktosa-1,6-
difosfat, sedoheptulose-1,7- difosfat, fruktosa-1-fosfat, eritrulosa-1-fosfat. Hasil
9
reaksi penguraian tiap senyawa tersebut yang sama adalah dihidroksi aseton
fosfat.
5. Triosafosfat Isomerase
Dalam reaksi penguraian oleh enzim aldolase terbentuk dua macam
senyawa, yaitu D-gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroksi-aseton fosfat. Yang
mengalami reaksi lebih lanjut dalam proses glikolisis adalah D-gliseraldehida-3-
fosfat. Andaikata sel tidak mampu mengubah dihidroksiasotonfosfat menjadi D-
gliseraldehida-3-fosfat, tentulah dihidrosiasetonfosfat akan bertimbun didalam sel.
Hal ini tidak berllangsung karena dalam sel terdapat enzim triofosfat isomerase
yang dapat mengubah dihidrokasetonfosfat menjadi D-gliseraldehida-3-fosfat.
Adanya keseimbangan antara kedua senyawa tersebut dikemukakan oleh
Mayerhof dan dalam keadaan keseimbangan dihidroksiaseton fosfat terdapat
dalam jumlah dari 90%.
6. Gliseraldehida-3-fosfat Dihidrogenase
Enzim ini bekerja sebagai katalis pada reaksi gliseraldehida-3-fosfat
menjadi 1,3 difosfogliserat. Dalam reaksi ini digunakan koenzim NAD+.
Sedangkan gugus fosfat diperoleh dari asam fosfat. Reaksi oksidasi ini mengubah
aldehida menjadi asam karboksilat. Gliseraldehida-3-fosfat dehidrogenase telah
dapat diperoleh dalam bentuk Kristal dari ragi dan mempunyai berat molekul
145.000. Enzim ini adalah suatu tetramer yang terdiri atas empat subunit yang
masing-masing mengikat suatu molekul NAD+, jadi pada tiap molekul enzim
terikat empat molekul NAD+.
10
7. Fosfogliseril Kinase
Reaksi yang menggunakan enzim ini ialah reaksi pengubahan asam 1,3-
difosfogliserat menjadi asam 3-fosfogliserat. Dalam reaksi ini terbentuk datu
molekul ATP dari ADP dan ion Mg2+diperlukan sebagai kofaktor. Oleh karena
ATP adalah senyawa fosfat berenergi tinggi, maka reaksi ini mempunyai fungsi
untuk menyimpan energy yang dihasilkan oleh proses glikolisis dalam bentuk
ATP.
8. Fosfogliseril Mutase
Fosfogliseril mutase bekerja sebagai katalis pada reaksipengubahan asam
3-fosfogliserat menjadi asam 2-fosfogliserat.Enzim ini berfungsi memindahkan
gugus fosfat dari suatu atom C kepada atom C lain dalam suatu molekul. Berat
molekul enzim ini yang diperoleh dari ragi ialah 112.000.
9. Enolase
Reaksi berikutnya ialah pembentukan asam fosfofenol piruvat dari asaam
2-fosfogliserar dengan katalis enzim enolase dan ion Mg2+ sebagai kofaktor.
11
Reaksi pembentukkan asam fosfofenol piruvat ini ialah pembentukan asam
fosfofenol piruvat dari asaam 2-fosfogliserar dengan katalis enzim enolase dan ion
Mg2+ sebagai kofaktor. Reaksi pembentukkan asam fosfofenol piruvat ini ialah
reaksi dehidrasi. Adanya ion F- dapat menghambat kerja enzim enolase, sebab ion
F- dengan ion Mg2+dan fosfat dapat membentuk kompleks magnesium fluoro
fosfat. Dengan terbentuknya kompleks ini akan mengurangi jumlah ion
Mg2+ dalam campuran reaksi dan akibat berkurangnya ion Mg2+maka efektivitas
reaksi berkurang.
10. Piruvat Kinase
Enzim ini merupakan katalis pada reaksi pemindahan gugus fosfat dari
asam fosfoenolpiruvat kepada ADP sehingga terbentuk molekul ATP dan molekul
asam piruvat. Dalam reaksi ini diperlukan ion Mg++ dan K+ sebagai aktivator.
11. Laktat Dehidrogenase
Reaksi yang menggunakan enzim laktat dehidrogenase ini ialah reaksi
tahap kahir glikolisis, yaitu pembentukan asam laktat dengan cara reduksi asam
piruvat. Dalam reaksi ini digunakan NADH sebagai koenzim.
12
Glikolisis dan fermentasi terjadi di sitosol, karena enzim-enzim untuk
kedua reaksi ini terlarut dalan larutan sel.respirasi bertempat di mitokondria sel
eukariotik dan pada permukaaan dalam membran plasma pada aerobik
prokariotik.
Asam piruvat yang dihasilkan selanjutnya akan diproses dalam tahap
dekarboksilasi oksidatif. Selain itu, glikolisis juga menghasilkan 2 molekul ATP
sebagai energi, dan 2 molekul NADH yang akan digunakan dalam tahap transport
elektron.
Reaksi kimia :
C6H12O6 + 2Pi + 2ADP + 2NAD+ è 2Piruvat + 2ATP + 2NADH +2H+ + 2
H2O
2. Dekarboksilasi oksidatif
Setelah melalui reaksi glikolisis, jika terdapat molekul oksigen yang cukup
maka asam piruvat akan menjalani tahapan reaksi selanjutnya, yaitu siklus Krebs
yang bertempat di matriks mitokondria. Jika tidak terdapat molekul oksigen yang
cukup maka asam piruvat akan menjalani reaksi fermentasi. Akan tetapi, asam
piruvat yang mandapat molekul oksigen yang cukup dan akan meneruskan
tahapan reaksi tidak dapat begitu saja masuk ke dalam siklus Krebs, karena asam
piruvat memiliki atom C yang terlalu banyak, yaitu 3 buah. Persyaratan molekul
yang dapat menjalani siklus Krebs adalah molekul tersebut harus mempunyai dua
atom C (2C). Karena itu, asam piruvat akan menjalani reaksi dekarboksilasi
oksidatif.
Menurut Nurqonaah (2009), Dekarbosilasi adalah reaksi yang mengubah
asam piruvat yang beratom 3 C menjadi senyawa baru yang beratom 2 C, yaitu
asetil koenzim-A (asetil ko-A). Reaksi dekarboksilasi oksidatif ini (disingkat DO)
dan sering juga disebut sebagai tahap persiapan untuk masuk ke siklus Krebs.
Reaksi DO ini berlangsung di intermembran mitokondria.
Pertama-tama, molekul asam cuka yang dihasilkan dari reaksi glikolisis
akan melepaskan satu gugus karboksilnya yang sudah teroksidasi sempurna dan
mengandung sedikit energi, yaitu dalam bentuk molekul CO2. Setelah itu, 2 atom
13
karbon yang tersisa dari piruvat akan dioksidasi menjadi asetat (bentuk ionisasi
asam asetat). Selanjutnya, asetat akan mendapat transfer elektron dari NAD+ yang
tereduksi menjadi NADH. Kemudian, koenzim A (suatu senyawa yang
mengandung sulfur yang berasal dari vitamin B) diikat oleh asetat dengan ikatan
yang tidak stabil dan membentuk gugus asetil yang sangat reaktif, yaitu asetil
koenzim-A, yang siap memberikan asetatnya ke dalam siklus Krebs untuk proses
oksidasi lebih lanjut (gambar 4). Selama reaksi transisi ini, satu molekul glukosa
yang telah menjadi 2 molekul asam piruvat lewat reaksi glikolisis menghasilkan 2
molekul NADH.
Gambar 4. Dekarboksilasi Oksidatif
Reaksi Kimia : Piruvat + KoA + NAD+ asetil KoA + CO2 + NADH
Tahap kedua metabolisme energi (Respirasi seluler)
3. Siklus Krebs (TAC)
Siklus Krebs terjadi di matriks mitokondria dengan menggunakan bahan
utama berupa asetil-CoA, yang dihasilkan dari proses dekarboksilasi oksidatif.
Menurut Poejiadi (1994), ada delapan tahapan utama yang terjadi selama siklus
Krebs.
1. Pembentukan asam sitrat
Tahap ini diawali dengan kondensasi molekul asetil-KoA (molekul 2 C)
dengan oksaloasetat (molekul 4 C) sehingga membentuk asam sitrat (molekul 6
C) dan bereaksi dengan H2O. Enzim yang bekerja dalam reaksi ini adalah enzim
sitrat sintetase.
14
2. Isomerase sitrat
Pada tahap ini, sitrat mengalami isomerisasi untuk memungkinkan unit
enam atom karbon mengalami dekarboksilasi oksidatif . Isomerisasi sitrat
berlangsung melalui tahap dehidrasi diikuti dengan hidrasi. Hasilnya adalah
pertukaran antara H dan OH. Enzim yang berperan dalam tahap ini adalah enzim
akotinase.
3. Oksidasi dan dekarboksilasi isositrat
Dalam reaksi ini asam isositrat diubah menjadi asam oksalosuksinat,
kemudian di ubah lebih lanjut menjadi asam α keglutarat. Enzim isositrat
dehidrogenase bekerja pada reaksi pembentukan asam oksalosuksinat dengan
koenzim NADP, sedangkan enzim karboksilase bekerja pada reaksi berikutnya.
Pada reaksi yang kedua ini selain asam α keglutarat, juga dihasilkan CO2.
15
4. Dekarboksilasi oksidatif α keglutarat
Tahapan reaksi ini mengubah α keglutarat menjadi suksinil-CoA dengan
jalan dekarboksilasi oksidatif. Reaksi dikatalisasi oleh enzim α ketoglutarat
dehidrogenase.
5. Pembentukan asam suksinat
Pada awalnya, suksinil-CoA akan diubah menjadi asam suksinat dengan
cara melepaskan koenzim A serta pembentukan guanosin triposfat (GTP) dari
guanosin diposfat (GDP). Enzim suksinil KoA sintetase bekerja pada reaksi yang
besifar reversibel ini. Gugus posfat yang terdapat pada molekul GTP segera
dipindahkan kepada ADP. Katalis dalam reaksi ini adalah nukleosida
difosfokinase.
6. Pembentukan asam fumarat
Dalam reaksi ini asam suksinat diubah menjadi asam fumarat melalui
proses oksidasi dengan menggunakan enzim suksinat dehidrogenase dan FAD
sebagai koenzim.
7. Pembentukan asam malat
16
Asam malat terbentuk dari asam fumarat dengan cara adisi molekul air.
Enzim fumarase bekerja sebagai katalis dalam reaksi ini.
8. Pembentukan asam oksaloasetat
Tahap akhir dalam siklus asam sitrat ialah dehidrogenasi asam malat untuk
membentuk asam oksaloasetat. Enzim yang bekerja pada reaksi ini adalah malat
dehidrogense.
Adapun hasil dari Siklus Krebs adalah 6 NADH, 2 FADH2, dan 2 ATP
(Gambar 5). Siklus juga menghasilkan 4 molekul CO2 yang dilepaskan.
FADH dan NADH adalah molekul yang digunakan dalam tahapan transpor
elektron. Setiap molekul NADH akan dioksidasi lewat transpor elektron sehingga
menghasilkan 3 ATP per molekul, sedangkan satu molekul FADH2 menghasilkan
2 molekul ATP.
17
Gambar 5. Siklus Krebs (TCA)
18
Tahap ketiga metabolisme energi (Respirasi seluler) 4. Rantai transpor elektron
Rantai transpor elektron adalah sekumpulan molekul yang tertanam di
dalam membran-dalam mitokondria sel eukariot (pada prokariota, molekul-
molekul tersebut terdapat di dalam membran plasma). Pelipatan membran-dalam
membentuk krista meningkatkan luas permukaannya menyediakan ruang untuk
ribuan salinan rantai transport elektron dalam setiap mitokondria. (Sekali lagi, kita
melihat bahwa struktur sesuai dengan fungsi.) Sebagian besar komponen rantai
tersebut adalah protein, yang terdapat sebagai kompleks multiprotein yang
dinomori dari I sampai IV. Gugus prostetik, komponen nonprotein yang esensial
bagi fungsi katalitik enzim-enzim tertentu, terikat erat ke protein-protein ini.
Gambar berikut menunjukkan urutan pembawa electron dalam rantai
transpor elektron dan penurunan energi-bebas ketika elektron bergerak menuruni
rantai. Selama berlangsungnya transpor elektron di sepanjang rantai tersebut,
pembawa elektron secara berganti-ganti tereduksi dan teroksidasi saat menerima
dan menyumbangkan elektron. Setiap komponen rantai menjadi tereduksi saat
menerima elektron dari tetangga 'di atasnya', yang memiliki afinitas lebih rendah
terhadap elektron (kurang elektronegatif). Komponen tersebut kembali ke bentuk
teroksidasinya saat meneruskan elektron ke tetangga ‘di bawahnya' yang lebih
elektronegatif.
Gambar 6. Rantai Transpor elektron
19
Sekarang mari kita amati lebih dekat rantai transport elektron pada
gambar. Pertama, kita akan membahas lewatnya elektron melalui kompleks I
secara cukup rinci sebagai ilustrasi bagi prinsip-prinsip umum yang terlibat dalam
transpor elektron. Elektron yang disingkirkan dari glukosa oleh NAD+ selama
glikolisis dan siklus asam sitrat ditransfer dari NADH ke molekul pertama pada
rantai transpor elektron dalam kompleks I. Molekul ini adalah flavoprotein, yang
dinamakan demikian karena memiliki gugus prostetik yang disebut flavin
mononukleotida (FMN). Dalam reaksi redoks berikutnya, flavoprotein kembali
ke bentuk teroksidasinya saat meneruskan elektron ke protein besi-sulfur (Fe.S)
dalam kompleks I, salah satu famili protein dengan besi dan sulfur yang terikat
erat. Protein besi-sulfur ini kemudian meneruskan elektron ke senyawa yang
disebut ubikuinon (ubiquinone, disimbolkan Q pada Peraga 9.13). Pembawa
elektron ini merupakan molekul hidrofobik kecil, satu-satunya anggota rantai
transpor elektron yang bukan merupakan protein. Ubikuinon dapat bergerak
secara individual di dalam membran, bukan menetap pada situ kompleks tertentu
(Nama lain ubikuinon adalah koenzim Q, atau KoQ).
Sebagian besar pembawa elektron antara ubikuinon dan oksigen adalah
protein yang disebut sitokrom (cytochrorne). Gugus prostetik milik sitokrom,
yang disebut grup heme, memiliki atom besi yang menerima dan
menyumbangkan elektron. (Gugus ini mirip dengan gugus heme dalam
hemoglobin, protein dalam sel darah merah, hanya saja besi dalam hemoglobin
mengangkut oksigen, bukan elektron). Rantai transpor elektron memiliki beberapa
tipe sitokrom, masing-masing merupakan protein berbeda dengan gugus heme
pembawa-elektron yang agak berbeda. Sitokrom terakhir pada rantai transpor, cyt
a3, meneruskan elektronnya ke oksigen-yang sangat elektronegatif. Masing-
masing atom oksigen juga mengambil sepasang ion hidrogen dari larutan berair
dalam sel, membentuk air.
Suatu sumber elektron lain untuk rantai transport adalah FADH2, produk
tereduksi lainnya dalam siklus asam sitrat. FADH2 menambahkan elektron-
elektronnya ke rantai transport dektron pada kompleks II, di tingkat energi yang
lebih rendah daripada NADH. Sebagai akibatnya, walaupun NADH dan FADH2
sama-sama menyumbangkan jumlah elektron yang sama (2) untuk reduksi
20
oksigen, rantai transpor elektron menyediakan energi untuk sintesis ATP sekitar
sepertiga lebih sedikit saat penyumbang elektronnya adalah FADH2, dibandingkan
dengan saat penyumbangnya adalah NADH.
Rantai transpor elektron tidak membuat ATP secara langsung. Akan tetapi,
rantai ini memudahkan kejatuhan elektron dari makanan ke oksigen, menguraikan
penurunan energi-bebas dalam jumlah besar menjadi serangkaian langkah yang
lebih kecil, yang melepaskan energi dalam jumlah yang mudah dikelola.
Bagaimanakah mitokondria (atau membran plasma prokariota) menggandengkan
transpor elektron dan pelepasan energi ini dengan sintesis ATP? Jawabannya
adalah suatu mekanisme yang disebut kemiosmosis.
Kemiosmosis: Mekanisrne Penggandengan-Energi
Membran-dalam mitokondria atau membran plasma prokariota ditempati
oleh banyak kompleks protein yang disebut ATP sintase (ATP synthase), enzim
yang sesungguhnya membuat ATP dari ADP dan fosfat anorganik. ATP sintase
bekerja seperti pompa ion yang bekerja terbalik. Pompa ion biasanya
menggunakan ATP sebagai sumber energi untuk mentranspor ion melawan
gradiennya.
Faktanya, pompa proton adalah suatu ATP sintase. Enzim dapat
mengkatalisis suatu reaksi ke dua arah, bergantung pada ∆G untuk reaksi tersebut,
yang dipengaruhi oleh konsentrasi lokal reaktan dan produk.
Sebagai ganti menghidrolisis ATP untuk memompa proton melawan
gradien konsentrasinya, di bawah kondisi respirasi selular, ATP sintase
menggunakan energi dari gradien ion yang ada untuk memberikan tenaga bagi
sintesis ATP. Sumber tenaga bagi ATP sintase adalah perbedaan konsentrasi H+ di
kedua sisi membran-dalam mitokondria. (Kita juga dapat menganggap gradient ini
sebagai perbedaan pH, karena pH adalah ukuran konsentrasi H+). Proses ini
menggunakan energi yang tersimpan dalam bentuk gradien ion hidrogen di kedua
sisi membran untuk menggerakkan kerja selular seperti sintesis ATP dan disebut
kemiosmosis (chemiosmosis, dari kata Yunani osmos, mendorong). Dari
penelitian tentang struktur ATP sintase, ilmuwan telah mempelajari bagaimana
aliran H+ melalui enzim yang besar ini memberikan tenaga bagi pembuatan ATP.
21
ATP sintase adalah kompleks multisubunit dengan empat bagian utama,
yang masing-masing terdiri atas banyak polipeptida. Proton bergerak satu demi
satu ke dalam situs pengikatan pada salah satu bagian (rotor), sehingga rotor
berputar sedemikian rupa sehingga mengkatalisis produksi ATP dari ADP dan
fosfat anorganik. Dengan demikian, aliran proton berlaku agak mirip dengan
aliran sungai deras yang memutar kincir air.
ATP sintase adalah motor putar (rotasi) molekular terkecil yang diketahui
di alam. Penelitian yang mengarah pada pendeskripsian terperinci tentang
aktivitas enzim ini pertama-tama menunjukkan bahwa bagian kompleks tersebut
sesungguhnya berputar dalam membran ketika reaksi berlanjut ke arah hidrolisis
ATP. Walaupun ahli biokimia menganggap bahwa mekanisme rotasi yang sama-
lah yang menyebabkan sintesis ATP, tidak ada dukungan yang kuat bagi model
ini sebelum tahun 2004. Pada tahun ini, beberapa institusi riset yang bekerja sama
dengan suatu perusahaan swasta mampu menemukan jawaban masalah ini
menggunakan nanoteknologi (teknik-teknik yang melibatkan pengontrolan materi
pada Skala molekular; dari kata Yunani nanos, berarti 'kerdil'). Arah rotasi salah
satu bagian kompleks protein tersebut terhadap bagian lain adalah satu-satunya
yang menyebabkan sintesis ATP atau hidrolisis ATP berlangsung.
Bagaimanakah membran-dalam mitokondria atau membran plasma
prokariota menciptakan dan mempertahankan gradien H+ yang menggerakkan
sintesis ATP oleh kompleks protein ATP sintase? Memantapkan gradient H+
adalah fungsi utama rantai transpor elektron. Rantai transpor tersebut merupakan
pengubah energy yang menggunakan aliran eksergonik elektron dari NADH dan
FADH2 untuk memompa H+ melintasi membran, dari matriks mitokondria menuju
ruang antarmembran. H+ memiliki kecenderungan untuk bergerak kembali
melintasi membran, berdifusi menuruni gradiennya. Adapun ATP sintase
merupakan satu-satunya situs yang menyediakan jalan menembus membran untuk
H+. Seperti yang kita deskripsikan sebelumnya, melintasnya H+ melalui ATP
sintase memanfaatkan aliran eksergonik H+ untuk menggerakkan fosforilasi ADP.
Dengan demikian, energy yang tersimpan dalam gradien H+ di kedua sisi
membrane akan menggandengkan reaksi redoks pada rantai transport elektron
dengan sintesis ATP, suatu contoh kemiosmosis.
22
Pada titik ini, kita mungkin bertanya-tanya bagaimana rantai transpor
elektron memompa ion hidrogen. Para peneliti telah menemukan bahwa
komponen-komponen tertentu dari rantai transpor elektron menerima dan
melepaskan proton (H+) bersamaan dengan elektron. (Larutan berair di dalam dan
di sekeliling sel merupakan sumber H+ yang mudah diperoleh.) Pada langkah-
langkah tertentu di sepanjang rantai, transfer elektron menyebabkan H+ dapat
diambil dan dilepaskan ke dalam larutan yang mengelilinginya. Dalam sel
eukariot, pembawa electron tersusun secara spasial di dalam membran sedemikian
rupa sehingga H+ diterima dari matriks mitokondria dan dideposit di ruang
antarmembran.
Gradien H+ yang dihasilkan disebut sebagai gays gerak-proton (proton-
motive force), dengan menekankan pada kapasitas gradien untuk melakukan kerja
Gaya tersebut menggerakkan H+ kembali melintasi membran melalui saluran-
saluran H+ yang disediakan oleh ATP sintase.
Dalam istilah umum, kemiosmosis adalah mekanisme penggandengan-
energi yang menggunakan energi yang tersimpan dalam bentuk gradien H+ di
kedua sisi membrane untuk menggerakkan kerja selular. Di dalam mitokondria,
energi untuk pembentukan gradien berasal dari reaksi redoks eksergonik, dan
sintesis ATP merupakan kerja yang dilakukan. Namun kemiosmosis juga terjadi
di tempat-tempat lain dan dalam berbagai variasi. Kloroplas menggunakan
kemiosmosis untuk membuat ATP selama fotosintesis; dalam organel ini, cahaya
(bukannya energy kimia) menggerakkan aliran elektron menuruni rantai transpor
elektron sekaligus pembentukan gradien H+ yang diakibatkan oleh aliran tersebut.
Prokariota, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, membentuk gradien H+ di
kedua sisi membran plasmanya. Prokariota kemudian memanfaatkan gaya-gerak
proton tidak hanya untuk membuat ATP di dalam sel, namun juga untuk merotasi
flagelanya dan memompa nutrien serta zat buangan melintasi membran. Karena
nilainya yang teramat penting bagi perubahan energi dalam prokariota dan
eukariota, kemiosmosis telah membantu menyatukan ilmu bioenergetika. Peter
Mitchell dianugerahi Hadiah Nobel tahun 1978 sebagai orang pertama yang
mengajukan model kemiosmotik.
23
KLOROPLAS
Sel sebagian besar tumbuhan tinggi umumnya mengandung antara 50 –
200 kloroplas. Kalau dilihat dari samping bentuknya seperti lensa dengan satu
sisi/permukaan cembung dan permukaan lain cekung, datar atau cembung. Sumbu
panjang kloroplas itu sering berukuran 5–10 μm. Dilihat dari atas kloroplas
nampak sebagai elips (Gambar 7).
Pada tumbuhan rendah dan terutama pada beberapa mikroorganisme,
bentuknya sangat berbeda dari yang terlihat pada tumbuhan tinggi dan sering
jumlahnya terdapat sedikit. Sebagai contoh:
Euglena gracilis : kurang lebih 10 kloroplas/sel
Chlamydomonas : satu kloroplas/sel, berbentuk mangkuk
Spirogyra : satu kloroplas/sel, berbentuk pita yang memanjang di seluruh sel
Pada dasarnya, kloroplas dibatasi oleh dua sistem membran yaitu
membran luar dan membran dalam, yang dipisahkan oleh ruang antar membran.
Membran dalam dihubungkan dengan suatu kompleks membran yaitu membran
bagian dalam yang melintasi bagian dalam kloroplas. Dengan demikian, organel
itu adalah suatu sistem tiga membran.
Bentuk membran bagian dalam yang paling umum adalah satu kantung
yang dipipihkan yang disebut tilakoid. Tilakoid itu terdapat dalam stroma.
Tumpukkan beberapa tilakoid disebut grana, sehingga masing-masing tilakoidnya
disebut tilakoid grana. Tilakoid yang memanjang ke stroma disebut tilakoid
stroma. Bagian dalam tilakoid disebut lokulus. Membran-membran pada kloroplas
membatasi tiga kompartemen yang terpisah yaitu ruang antar membran, stroma
dan lokulus.
Reaksi-reaksi fotosintesis bergantung cahaya berlangsung dalam tilakoid
sedang reaksi asimilasi (fiksasi) CO2 terjadi dalam stroma.
24
Gambar 7. Struktur kloroplas, secara skematis tampak bagian-bagian dari
kloroplas dan fungsinya masing-masing.
Membran luar kloroplas tumbuhan tinggi dipisahkan dari membran dalam
oleh ruang kira-kira 10 nm. Membran tersebut permeabel bagi bermacam-macam
senyawa dengan berat molekul rendah seperti nukleotida, fosfat organik, derivat-
derivat fosfat, asam karboksilat dan sukrosa. Dengan demikian ruang antar
membran mengandung molekul-molekul nutrien sitosol.
Membran dalam bekerja sebagai pembatas fungsional antara sitosol dan
stroma. Membran dalam tidak permeabel bagi sukrosa dan berbagai anion, misal
di- dan trikarboksilat, fosfat dan senyawa-senyawa seperti nukleotida dan gula
fosfat.
Membran dalam permeabel bagi CO2 dan asam-asam monokarboksilat
tertentu, misal asam asetat, asam gliserat dan asam glikolat. Membran dalam
kurang permeabel bagi asam amino. Membran dalam mengandung protein
pembawa tertentu untuk mengangkut fosfat, fosfogliserat, dihidroksiaseton fosfat,
dikarboksilat dan ATP.
Sistem membran bagian dalam yang terdapat dalam stroma membentuk
suatu jalinan yang sangat kompleks. Membran tilakoid mengandung enzim
25
lengkap untuk melaksanakan reaksi-reaksi fotosintesis yang bergantung cahaya.
Membran tilakoid merupakan tempat klorofil, pembawa-pembawa elektron dan
faktor-faktor yang menggabungkan transpor elektron dengan fosforilasi.
Gambar 8. Letak klorofil pada membran tilakoid grana (A) dan struktur
klorofil yang berintikan Mg pada kepalanya.
Stroma mengandung enzim-enzim yang penting untuk melaksanakan
asimilasi CO2 dan mengubahnya menjadi karbohidrat. Beberapa macam partikel
juga terdapat seperti butir pati, plastoglobulin yaitu tempat penyimpan lipida,
plastokinon dan tokoforilkinon. Stroma juga mengandung ribosom dan DNA.
Membran tilakoid kira-kira 50% terdiri atas lipida,kurang lebih 10% dari
padanya adalah fosfolipida. Lipida yang khas bagi klorofil adalah galaktolipida
dan sulfolipida, yang masing-masing 45% dan 4% dari total lipida. Selain itu
terdapat molekul-molekul lipida seperti klorofil, karotenoid dan plastokinon.
Jumlah klorofil kira-kira 20% dari lipida total membran tilakoid.
26
Gambar 9. Peristiwa transfer elektron non siklik dan fotolisis air yang terjadi
pada tilakoid grana, terdapat dua fotosistem, fotosistem I dan II pada
saat reaksi terang.
Gambar 10. Menunjukkan bagaimana peristiwa transfer elekton siklik pada
Fotosistem produknya bukan NADPH tetapi ATP.
27
Kloroplas mempunyai tingkat otonomi di dalam sel yang dalam banyak
hal sama dengan mitokondria. Dalam stroma terdapat DNA. Dengan genom itu
sejumlah protein khas kloroplas dibuat dengan menggunakan ribosom yang juga
terdapat dalam stroma. Kloroplas juga melakukan replikasi.
Seluruh genom kloroplas terdapat di dalam satu molekul DNA kloroplas
(ctDNA) yang sirkular. Biasanya DNA terdapat dalam kopi berganda sebanyak
20-60 ctDNA per kloroplas. Panjang DNA sering 45 um, tetapi bergantung
kepada spesies dapat berkisar antara 40-60 um.
ctDNA cukup besar sehingga dapat mengkode lebih dari 150 protein.
Masing-masing dengan berat molekul 50.000 dalton. Ini kira-kira sama dengan
jumlah berbagai protein yang terdapat dalam kloroplas, baik protein struktural
maupun enzim yang penting untuk fotosintesis, sintesis karbohidrat, lipidan dan
protein. Namun kloroplas tidak mengkode semua protein itu sendiri. Replikasi dan
difereniasi dikontrol sebagian oleh genom inti dan sebagian oleh ctDNA.
Banyak protein stroma dan protein membran tilakoid dikode seluruhnya
oleh DNA inti dan dibentuk di ribosom sitoplasma. Misalnya subunit kecil enzim
ribulosa difosfat karboksilase dan enzim-enzim daur Calvin, asam nukleat
polimerase dan aminoasil-tRNA sintetase disintesis disitoplasma di bawah arahan
inti dan dimasukkan ke dalam kloroplas.
Dengan demikian, kloroplas bergantung kepada genom inti untuk
melaksanakan daur Calvin dan fotofosforilasi. Kloroplas berasal dari kloroplas
yang sudah ada selama daur hidup tumbuhan tinggi dan diteruskan ke sel-sel
turunannya selama pembelahan sel. Tipe pembelahan sama seperti pada
mitokondria. Penyempitan terjadi dekat tengah-tengah plastida dan kedua turunan
dihasilkan dari pemisahan membran-membran di daerah itu.
Umumnya pembelahan kloroplas tidak serempak di dalam jaringan atau
sel tumbuhan. Sejumlah faktor-faktor lingkungan mempengaruhi replikasi dan
diferensiasi. Karena itu puncak replikasi akan terlihat apabila keadaan lingkungan
optimal.
28
Reaksi Terang
Reaksi terang adalah proses untuk menghasilkan ATP dan reduksi
NADPH2. Reaksi ini memerlukan molekul air dan cahaya matahari. Proses
diawali dengan penangkapan foton oleh pigmen sebagai antena.
Foton yang dimaksud adalah segmen spektrum yang paling penting bagi
kehidupan yaitu pita sempit antara panjang gelombang sekitar 380 nm sampai
750 nm. Radiasi ini dikenal sebagai cahaya tampak, karena dapat dideteksi
sebagai beraneka ragam warna oleh mata manusia.
Gambar 11. Spektrum Elektromagnetik
Fotosistem
Fotosistem adalah suatu unit yang mampu menangkap energi cahaya
Matahari yang terdiri dari klorofil a, kompleks antena, dan akseptor elektron. Di
dalam kloroplas terdapat beberapa macam klorofil dan pigmen lain, seperti
klorofil a yang berwarna hijau muda, klorofil b berwarna hijau tua,
dan karoten yang berwarna kuning sampai jingga.Pigmen-pigmen tersebut
mengelompok dalam membran tilakoid dan membentuk perangkat pigmen yang
berperan penting dalam fotosintesis.
Klorofil a berada dalam bagian pusat reaksi. Klorofil ini berperan dalam
menyalurkan elektron yang berenergi tinggi ke akseptor utama elektron. Elektron
29
ini selanjutnya masuk ke sistemsiklus elektron. Elektron yang dilepaskan klorofil
a mempunyai energi tinggi sebab memperoleh energi dari cahaya yang berasal
dari molekul perangkat pigmen yang dikenal dengan kompleks antena.
Fotosistem sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fotosistem I dan
fotosistem II. Pada fotosistem I ini penyerapan energi cahaya dilakukan oleh
klorofil a yang sensitif terhadap cahaya dengan panjang gelombang 700 nm
sehingga klorofil a disebut juga P700. Energi yang diperoleh P700 ditransfer dari
kompleks antena. Pada fotosistem II penyerapan energi cahaya dilakukan oleh
klorofil a yang sensitif terhadap panjang gelombang 680 nm sehingga disebut
P680. P680 yang teroksidasi merupakan agen pengoksidasi yang lebih kuat
daripada P700. Dengan potensial redoks yang lebih besar, akan cukup elektron
negatif untuk memperoleh elektron dari molekul-molekul air.
Gambar 12. Proses Fotosistem 1 dan 2
Mekanisme reaksi terang diawali dengan tahap dimana fotosistem II
menyerap cahaya Matahari sehingga elektron klorofil pada PS II tereksitasi dan
menyebabkan muatan menjadi tidak stabil. Untuk menstabilkan kembali, PS II
akan mengambil elektron dari molekul H2O yang ada disekitarnya. Molekul air
akan dipecahkan oleh ion mangan (Mn) yang bertindak sebagai enzim. Hal ini
akan mengakibatkan pelepasan H+ di lumen tilakoid.
30
Dengan menggunakan elektron dari air, selanjutnya PS II akan mereduksi
plastokuinon (PQ) membentuk PQH2. Plastokuinon merupakan molekul kuinon
yang terdapat pada membran lipid bilayer tilakoid. Plastokuinon ini akan
mengirimkan elektron dari PS II ke suatu pompa H+ yang disebut sitokrom b6-f
kompleks.
Sitokrom b6-f kompleks berfungsi untuk membawa elektron dari PS II ke PS
I dengan mengoksidasi PQH2 dan mereduksi protein kecil yang sangat mudah
bergerak dan mengandung tembaga, yang dinamakan plastosianin (PC). Kejadian
ini juga menyebabkan terjadinya pompa H+ dari stroma ke membran tilakoid.
Elektron dari sitokrom b6-f kompleks akan diterima oleh fotosistem
I. Fotosistem ini menyerap energi cahaya terpisah dari PS II, tapi mengandung
kompleks inti terpisahkan, yang menerima elektron yang berasal dari H2O melalui
kompleks inti PS II lebih dahulu.Sebagai sistem yang bergantung pada cahaya, PS
I berfungsi mengoksidasi plastosianin tereduksi dan memindahkan elektron ke
protein Fe-S larut yang disebut feredoksin.
Selanjutnya elektron dari feredoksin digunakan dalam tahap akhir
pengangkutan elektron untuk mereduksi NADP+ dan membentuk NADPH. Reaksi
ini dikatalisis dalam stroma oleh enzim feredoksin-NADP+ reduktase.
Ion H+ yang telah dipompa ke dalam membran tilakoid akan masuk ke
dalam ATP sintase.ATP sintase akan menggandengkan pembentukan ATP dengan
pengangkutan elektron dan H+melintasi membran tilakoid. Masuknya H+ pada
ATP sintase akan membuat ATP sintase bekerja mengubah ADP dan fosfat
anorganik (Pi) menjadi ATP.
Reaksi Siklik dan non Siklik
Reaksi terang memiliki dua bentuk: siklus dan nonsiklus. Pada reaksi
nonsiklus, foton diserap pada kompleks antena fotosistem II penyerap cahaya
oleh klorofil dan pigmen aksesoris lainnya. Ketika molekul klorofil pada inti pusat
reaksi fotosistem II memperoleh energi eksitasi yang cukup dari pigmen antena
yang berdekatan dengannya, satu elektron akan dipindahkan ke molekul penerima
elektron, yaitu feopftin, melalui sebuah proses yang disebut pemisahan tenaga
31
terfotoinduksi. Elektron ini dipindahkan melalui rangkaian transport elektron,
yang disebut skema Z, yang pada awalnya berfungsi untuk menghasilkan potensi
kemiosmosis di sepanjang membran.
Satu enzim sintase ATP menggunakan potensi kemisomosis untuk
menghasilkan ATP selama fotofosforilasi, sedangkanNADPH adalah produk dari
reaksi redoksterminal pada skema Z. Elektron masuk ke molekul klorofil
pada fofosistem II. Elektron ini tereksitasi karena cahaya yang diserap
oleh fotosistem. Pembawa elektron kedua menerima elektron, yang lagi-lagi
dilewatkan untuk menurunkan energi penerim elektron. Energi yang dihasilkan
oleh penerima elektron digunakan untuk menggerakan ion hidrogen di sepanjang
membran tilakoid sampai ke dalam lumen. Elektron digunakan untuk mereduksi
koenzim NADP, yang memiliki fungsi pada reaksi terang.
Reaksi siklus mirip dengan nonsiklus, namun berbeda pada bentuknya
karena hanya menghasilkan ATP, dan tidak ada NADP (NADPH) tereduksi yang
dihasilkan. Reaksi siklus hanya berlangsung pada fotosistem I. Setelah elektron
dipindahkan dari fotosistem, elektron digerakkan melewati molekul penerima
elektron dan dikembalikan ke fotosistem I, yang dari sanalah awalnya elektron
dikeluarkan, sehingga reaksi ini diberi nama reaksi siklus.
32
1. Reaksi Tanpa Cahaya (Siklus Calvin)
Tahapan reaksi gelap dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 13. Siklus Calvin. Sumber: Campbell (2002)
Berdasarkan Campbell (2002) pada proses ini terjadi pengikatan
karbondioksida di dalam daun. Siklus ini menggunakan ATP dan NADPH sebagai
sumber energi dan NADPH sebagai tenaga pereduksi pembuatan gula.
Karbohidrat yang dihasilkan langsung dari siklus Calvin sebenarnya bukan
glukosa melainkan gula berkarbon tiga yang disebut gliseraldehida 3 fosfat
(G3P). Berdasarkan Campbell (2002) daur Calvin dapat dibagi ke dalam 3 fase
sebagai berikut:
a. Pengikatan (fiksasi) CO2
CO2 diikat oleh senyawa ribulosa bifosfat (RuBP) untuk membentuk senyawa
C-6 yang akan terurai menjadi dua molekul 1,3 bifosfogliserat. Enzim yang
berperan dalam fiksasi CO2 adalah RuBP karboksilase atau rubisko.
C6H12O6 + 6 O2 + 6 H20
Cahaya matahari
klorofil6 CO2 + 12 H2O
33
b. Reduksi
Molekul 1,3 bifosfogliserat akan diubah menjadi G3P dengan menambahkan 2
elektron dari 2 NADPH. Siklus ini harus berjalan 3 kali sehingga terbentuk 6
molekul G3P.
c. Pembentukan RuBP (Ribolusa Bifosfat)
Pada tahap ini pembentukan RuBP dari 5 molekul G3P yang membutuhkan 3
ATP. Jadi untuk membuat 1 G3P dibutuhkan 9 ATP dan 6 NADPH. G3P dapat
diubah menjadi dihidroksiaseton fosfat. Untuk membentuk 1 molekul glukosa
dibutuhkan siklus Calvin yang berdaur ulang selama 6 kali, dan ditangkap 6
molekul CO2 seperti reaksi berikut:
1. Fiksasi Karbondioksida dan Sintesis Karbohidrat
Setelah Perang Dunia II, Melvin Calvin dari Universitas California,
Berkeley, bersama dengan rekan Andrew Benson dan James Bassham, memulai
melakukan penelitian selama satu dekade tentang reaksi enzimatik dimana karbon
dioksida berasimilasi dengan molekul organik sel. Dengan senjata baru yang
tersedia yaitu isotop radioaktif karbon berumur panjang (14C) dan teknik baru,
kertas kromatografi dua-dimensi, mereka memulai tugasnya dengan
mengidentifikasi semua molekul berlabel yang diproduksi ketika sel-sel
mengambil [14C] O2. Penelitian dimulai dengan daun tanaman tetapi segera
bergeser ke sistem yang lebih sederhana, yaitu alga hijau Chlorella. Kultur Alga
ditumbuhkan dalam ruang tertutup tanpa CO2, setelah itu radioaktif CO2
dimasukkan melalui suntikan ke dalam media kultur. Setelah masa inkubasi yang
diinginkan kultur yang telah diberikan CO2, suspensi alga dimasukkan ke dalam
kontainer alkohol panas, yang memiliki efek gabungan untuk membunuh sel
dengan cepat, menghentikan aktivitas enzim, dan diekstrak untuk melarutkan
molekul. Sel yang diekstrak kemudian ditempatkan di atas kertas kromatografi
dan mengalami kromatografi dua dimensi. Untuk menemukan senyawa radioaktif
di akhir prosedur, sepotong film X-ray yang menempel pada kromatogram,
34
disimpan dalam gelap untuk dicetak dalam film. Setelah perkembangan fotografi,
identifikasi senyawa radiolabel di autoradiogram dibuat lalu dibandingkan dengan
standar yang dikenal dengan analisis kimia dari tempat aslinya.
a. Tanaman C3, C4 dan CAM
Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok
besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4
dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan
tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2
atmosfer tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian, seperti gandum, kentang,
kedelai, kacang-kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3.
Tanaman C3 dan C4 dibedakan oleh cara mereka mengikat CO2 dari atmosfir
dan produk awal yang dihasilkan dari proses assimilasi.
Pada tanaman C3, enzim yang menyatukan CO2 dengan RuBP (RuBP
merupakan substrat untuk pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis)
dalam proses awal assimilasi, juga dapat mengikat O2 pada saat yang
bersamaan untuk proses fotorespirasi ( fotorespirasi adalah respirasi,proses
pembongkaran karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang
terjadi pada siang hari) . Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil
dari kompetisi antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2, sehingga
fotorespirasi terhambat dan assimilasi akan bertambah besar.
Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada
tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi
antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel
mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah
sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer
ke sel-sel "bundle sheath" (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem)
dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya
konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat
kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil
and G sangat rendah, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2,
sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol m-2 s-1 sangat
35
tinggi. Laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan
meningkatnya CO2. Sehingga, dengan meningkatnya CO2 di atmosfir, tanaman
C3 akan lebih beruntung dari tanaman C4 dalam hal pemanfaatan CO2 yang
berlebihan.
Contoh tanaman C3 antara lain : kedele, kacang tanah, kentang, sedangkan
contoh tanaman C4 adalah : jagung, sorgum dan tebu.
a. Sintesis C3
Sintesis C3 diawali dengan fiksasi CO2, yaitu menggabungkan CO2 dengan
sebuah molekul akseptor karbon. Akan tetapi didalam sintesis C3, CO2
difiksasi ke gula berkarbon 5, yaitu ribulosa bifosfat (RuBP) oleh enzim
karboksilase RuBP (rubisko). Molekul berkarbon 6 yang berbentuk tidak stabil
dan segera terpisah menjadi 2 molekul fosfogliserat (PGA). Molekul PGA
merupakan karbohidrat stabil berkarbon 3 yang pertama kali terbentuk
sehingga cara tersebut dinamakan sintesis C3.
Molekul PGA bukan molekul berenergi tinggi. Dua molekul PGA
mengandung energy yang lebih kecil dibandingkan dengan satu molekul RuBP.
Hal tersebut menjelaskan alasan fiksasi CO2 berlangsung secara spontan dan
tidak memerlukan energy dari reaksi cahaya. Untuk mensintesis molekul
berenergi tinggi, energy dan electron dari ATP maupun NADPH hasil reaksi
terang digunakan untuk mereduksi tiap PGA menjadi fosfogliseraldehida
(PGAL). Dua molekul PGAL dapat membentuk satu glukosa.
Siklus Calvin telah lengkap bila pembentukan glukosa disertai dengan
generasi RuBP. Satu molekul CO2 yang tercampur menjadi enam molekul CO2.
Ketika enam molekul CO2 bergabung dengan enam molekul RuBP dihasilkan
satu glukosa dan enam RuBP sehingga siklus dapat dimulai lagi.
Contoh tanaman: legum (polong-polongan), gandum, padi.
b. Sintesis C4
Pada jenis tumbuhan yang hidup di daerah panas seperti jagung, tebu,
rumput-rumputan, memiliki kebiasaan saat siang hari mereka tidak membuka
stomatanya secara penuh untuk mengurangi kehilangan air melalui
36
evaporasi/transpirasi. Ini berakibat terjadinya penurunan jumlah CO2 yang
masuk ke stomata. Logikanya hal ini menghambat laju fotosintesis. Ternyata
para tumbuhan ini telah mengembangkan cara yang cerdas untuk menjaga agar
laju fotosintesis tetap normal meskipun stomata tidak membuka penuh.
Perbedaan tanaman C3 dan C4 adalah ada pada mekanisme fiksasi CO2.
Pada tumbuhan C-4 karbondioksida pertamakali akan diikat oleh senyawa yang
disebut PEP (phosphoenolphyruvate / fosfoenolpiruvat) dengan bantuan enzim
PEP karboksilase dan membentuk oksaloasetat, suatu senyawa 4-C. Itu sebabnya
kelompok tumbuhan ini disebut tumbuhan C-4 atau C-4 pathway. PEP dibentuk
dari piruvat dengan bantuan enzim piruvat fosfat dikinase. Berbeda dengan
rubisco, PEP sangat lemah berikatan dengan O2. Ini berarti bisa menekan
terjadinya fotorespirasi sekaligus mampu menangkap lebih banyak CO2 sehingga
bisa meningkatkan laju produksi glukosa. Pengikatan CO2 oleh PEP tersebut
berlangsung di sel-sel mesofil (daging daun). Oksaloasetat yang terbentuk
kemudian akan direduksi karena menerima H+ dari NADH dan berubah menjadi
malat, kemudian ditransfer menuju ke sel seludang pembuluh (bundle sheath
cells) melalui plasmodesmata. Sel-sel seludang pembuluh adalah kelompok sel
yang mengelilingi jaringan pengangkut xilem dan floem.
Gambar 14. Anatomi daun C4 dan jalur C4. Struktur dan fungsi biokimiawi daun
tumbuhan C4 merupakan adaptasi evolusioner terhadap iklim panas
dan kering.
37
Di dalam sel-sel seludang pembuluh malat akan dipecah kembali menjadi
CO2 yang langsung memasuki siklus Calvin-Benson, dan piruvat dikembalikan
lagi ke sel-sel mesofil. Hasil dari siklus Calvin-Benson adalah molekul glukosa
yang kemudian ditranspor melalui pembuluh floem.
Dari uraian di atas kita tahu bahwa fiksasi CO2 pada tumbuhan C-4
berlangsung dalam dua langkah. Pertama CO2 diikat oleh PEP menjadi
oksaloasetat dan berlangsung di sel-sel mesofil. Kedua CO2 diikat oleh rubisco
menjadi APG di sel seludang pembuluh. Ini menyebabkan energi yang digunakan
untuk fiksasi CO2 lebih besar, memerlukan 30 molekul ATP untuk pembentukan
satu molekul glukosa. Sedangkan pada tumbuhan C-3 hanya memerlukan 18
molekul ATP. Namun demikian besarnya kebutuhan ATP untuk fiksasi CO2 pada
tumbuhan C-4 sebanding dengan besarnya hasil produksi glukosa karena dengan
cara tersebut mampu menekan terjadinya fotorespirasi yang menyebabkan
pengurangan pembentukan glukosa. Itu sebabnya kelompok tumbuhan C-4
dikenal efektif dalam fotosintesis.
c. Sintesis CAM
Tumbuhan lain yang tergolong sukulen (penyimpan air) misalnya kaktus
dan nanas memiliki adaptasi fotosintesis yang berbeda lagi. Tidak seperti
tumbuhan umumnya, kelompok tumbuhan ini membuka stomata pada malam hari
dan menutup pada siang hari. Stomata yang menutup pada siang hari membuat
tumbuhan mampu menekan penguapan sehingga menghemat air, tetapi mencegah
masuknya CO2.
Saat stomata terbuka pada malam hari, CO2 di sitoplasma sel-sel mesofil
akan diikat oleh PEP dengan bantuan enzim PEP karboksilase sehingga terbentuk
oksaloasetat kemudian diubah menjadi malat (persis seperti tumbuhan C-4).
Selanjutnya malat yang terbentuk disimpan dalam vakuola sel mesofil hingga pagi
hari. Pada siang hari saat reaksi terang menyediakan ATP dan NADPH untuk
siklus Calvin-Benson, malat dipecah lagi menjadi CO2 dan piruvat. CO2 masuk ke
siklus Calvin-Benson di stroma kloroplas, sedangkan piruvat akan digunakan
untuk membentuk kembali PEP.
38
PEROKSISOM
Peroksisom (bahasa Inggris: peroxysome) adalah organel yang terbungkus
oleh membran tunggal dari lipid dwilapis yang mengandung protein pencerap
(reseptor), berdiameter 0,1 sampai 1,0 µm. Peroksisom tidak memiliki genom dan
mengandung lebih dari 50 enzim peroxisomal, diantara lain katalase, ureat
oksidase, glikolat oksidase, asam amino oksidase, yang mengkristal di pusatnya.
Peroksisom ditemukan pada semua sel eukariota.
Gambar 15. Letak Peroksisom di antara Mitokondria dan Kloroplas
Peroksisom berbentuk agak bulat dan sering memiliki inti butiran atau
kristal yang mungkin saja kumpulan banyak enzim. Peroksisom ini berada dalam
sel daun. Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat kedekatannya dengan dua
kloroplas dan satu mitokondria. Organel-organel ini bekerja sama dengan
peroksisom dalam fungsi metabolisme tertentu.
Peroksisom mempunyai komposisi enzim yang berbeda dalam jenis sel
yang berbeda. Peroksisom mampu beradaptasi dengan kondisi yang berubah-
ubah. Contohnya, sel khamir yang ditumbuhkan dalam gula mempunyai
peroksisom yang kecil, sedangkan sel ragi yang ditumbuhkan
dalam metanol mempunyai peroksisom yang besar untuk mengoksidasi metanol.
Jika sel khamir tersebut ditumbuhkan dalam asam lemak peroksisomnya
39
membesar untuk memecahkan asam lemak tersebut menjadi asetil-KoA melalui
beta-oksidasi.
Peroksisom adalah organel menyerupai lisosom dalam hal struktur tetapi
berbeda dalam hal isi yaitu mengandung komponen enzim yang dapat mencerna
asam lemak dan asam amino. Produk samping dari reaksi itu adalah adanya
hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan senyawa korosif. Peroksisom
menggunakan oksigen (O2) dan hidrogen peroksida (H2O2) untuk melakukan
reaksi oksidatif. Enzim-enzim dalam peroksisom ini menggunakan molekul
oksigen untuk melepaskan atom hidrogen dari substrat organik (R) tertentu dalam
suatu reaksi oksidatif yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2).
H2O2 dimanfaatkan oleh enzim katalase untuk mengoksidasi substrat lain
(fenol, asam format, formaldehida, dan alkohol). Reaksi oksidasi ini berperan
untuk mendetoksifikasi bermacam-macam molekul racun dalam darah.
Penumpukan H2O2 diubah oleh katalase menjadi O2 dalam reaksi sebagai
berikut:
Salah satu fungsi penting dari reaksi oksidatif yang dilakukan di
peroksisom adalah pemecahan molekul-molekul asam lemak dalam proses yang
disebut beta-oksidasi. Oksidasi asam lemak diikuti pembentukan H2O2 yang
berasal dari oksigen. H2O2 akan diuraikan oleh katalase dengan cara diubah
menjadi molekul H2O atau dioksidasi oleh senyawa organik lain.
1. Peroksisom pada sel hewan dan tumbuhan
Pada tumbuhan terdapat dua macam peroksisom sedangkan pada hewan
terdapat satu macam peroksisom.
Salah satu fungsi penting biosintetik dari peroksisom hewan adalah untuk
mengkatalisis reaksi pertama dari pembentukan plasmalogen. Plasmalogen
merupakan jenis phospolipid terbanyak pada myelin. Kekurangan plasmalogen ini
menyebabkan myelin pada sel saraf menjadi abnormal, karena itulah kerusakan
peroksisom berujung pada kerusakan saraf.
40
Peroksisom juga sangat penting dalam tumbuhan. Terdapat dua jenis
peroksisom sudah yang diteliti secara ekstensif. Tipe pertama terdapat pada daun,
yang berfungsi untuk mengkatalisis produk sampingan dari reaksi pengikatan CO2
pada karbohidrat, yang disebut fotorespirasi. Reaksi ini disebut fotorespirasi
karena menggunakan O2 dan melepaskan CO2. Tipe peroksisom lainnya, terdapat
dalam biji yang sedang berkecambah. Peroksisom kedua ini, dinamakan
glioksisom, mempunyai fungsi penting dalam pemecahan asam lemak, yang
tersimpan dalam lemak biji, menjadi gula yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman muda. Proses pengubahan lemak menjadi gula ini dilakukan dengan
rangkaian reaksi yang disebut siklus glioksilat.
Dalam siklus glioksilat, dua molekul asetil-KoA dihasilkan dari
pemecahan asam lemak, selanjutnya digunakan untuk membuat asam suksinat.
Selanjutnya asam suksinat ini meninggalkan peroksisom dan akan diubah menjadi
glukosa. Siklus glioksilat ini tidak terjadi pada sel hewan. Hal ini menyebabkan
sel hewan tidak dapat mengubah asam lemak menjadi karbohidrat.
Gambar 16. Siklus Glioksilat
41
2. Reaksi fotorespirasi pada sel tumbuhan
Tolbert, seorang ahli fisiologi tumbuhan dari Amerika (Prawiranata,
Harran dan Tjondronegoro, 1981) menemukan bahwa ada dua enzim utama yang
amat berperan pada peroksisom tumbuhan yaitu asam glikolat oksidase dan
katalase.
Pada tumbuhan fungsi peroksisom adalah berperan dalam fotorespirasi,
bersama-sama dengan dua organel sel lainnya yaitu kloroplas dan mitokondria
membentuk rangkaian kerja 3 in 1. Hal ini mengakibatkan mengapa sering
diperoleh pengamatan (dengan mikroskop electron) bahwa ketiga organel sel
tersebut selalu terletak berdekatan satu dengan lainnya.
Fotorespirasi didefinisikan sebagai respirasi yang terjadi pada saat
pencahayaan (terang). Decker (dalam Prawiranata dkk, 1981) menyatakan bahwa
fotorespirasi berlangsung bersama-sama dengan respirasi normal. Salah satu
perbedaan antara respirasi normal dan fotorespirasi adalah responsnya terhadap
konsentrasi oksigen (O2) pada atmosfir luar, dimana respirasi normal jenuh pada
konsentrasi O2 sebanyak 2%, sedang fotorespirasi terus meningkat hingga
konsentrasi O2 udara normal (21%). Untuk dapat memahami tentang
fotorespirasi, diperlukan pengetahuan tentang enzim Rubisko serta mengenai
biosintesa dan metabolisme asam glikolat (CH2OHCOOH).
Selama fotosintesis, CO2 diubah menjadi glukosa melalui siklus Calvin,
yang dimulai dengan
penambahan CO2 ke dalam
gula lima karbon, ribulosa-
1,5-bifosfat (rubisko). Akan
tetapi, enzim yang terlibat
dalam reaksi ini kadang-
kadang mengkatalisis
penambahan O2 ke dalam
ribulosa-1,5-bifosfat, yang
berakibat pada produksi
senyawa dengan dua karbon, fosfoglikolat. Fosfoglikolat kemudian diubah
menjadi glikolat, yang kemudian ditransfer ke peroksisom, kemudian dioksidasi
42
dan diubah menjadi glisin. Kemudian glisin ditransfer ke mitokondria dan diubah
menjadi serin. Serin lalu dikembalikan ke dalam peroksisom dan diubah menjadi
gliserat, yang kemudian ditransfer kembali ke kloroplas.
3. Mekanisme transfer protein ke dalam peroksisom
Peroksisom tidak memiliki DNA dan ribosom sehingga tidak dapat mensintesis protein sendiri. Oleh karena itu dilakukan impor protein melalui membran. Hanya protein tertentu yang dapat masuk ke peroksisom, yaitu protein yang memiliki sekuen tiga asam amino spesifik (serin-lisin-leusin) pada ujung C atau ujung N (Protein Targeting Signal/PTS). Protein reseptor impor peroksisom yang terlibat dalam transpor protein ke dalam peroksisom adalah peroksin (Pex). Protein reseptor impor peroksisom yang larut dalam sitosol (Pex2 atau Pex5) mengenali protein peroksisom di sitosol yang mengandung tiga sekuens asam amino spesifik di ujung N atau ujung C. Pex2 atau Pex5 mengangkut protein ke dalam peroksisom dengan bantuan protein membran peroksisom. Kemudian di dalam peroksisom protein dilepaskan lalu Pex2 atau Pex5 kembali ke sitosol.
4. Mekanisme pembentukan peroksisom
Protein untuk pembelahan disintesis di ribosom pada sitosol lalu diimpor ke dalam peroksisom. Impor protein menyebabkan pertumbuhan dan pembentukan peroksisom melalui pembelahan. Pembelahan mengikuti pembesaran yang dialami oleh peroksisom, lalu muncul tonjolan/tunas di salah satu bagian yang mengakumulasi lipid. Tonjolan ini lalu memisahkan diri. Ribosom bebas, yang tidak melekat pada retikulum endoplasma, memasok protein untuk isi dan membran, sementara dari sitosol dipasok beberapa gugus penting, seperti heme, bagi pembentukan katalase dan peroksidase.
5. Penyakit genetik disebabkan kelainan peroksisom
Sindrom Zellweger merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengkode protein integral membran peroksisom (Peroksin Pex2) sehingga tidak dapat melakukan impor protein.
Gejala sindrom Zellweger diderita pada bayi lahir karena kelainan metabolisme lemak, sehingga profil lipid tampak abnormal, yaitu terlalu banyak mengandung asam lemak sangat tak jenuh. Gejala ini diikuti dengan kelainan dan kerusakan saraf otak depan, malnutrisi jenis asam lemak DHA (Docosa hexanoic acid atau asam dokosa heksanoat). Penyakit ini mengakibatkan biogenesis peroksisom pada hati, ginjal, dan otak mengalami gangguan. Produksi lipid untuk membentuk sel-sel mielin saraf terganggu, sehingga menganggu mielinasi perkembangan otak. Penyakit ini belum ada pengobatannya dan menyebabkan komplikasi pneumonia dan gangguan pernapasan, serta kematian setelah enam bulan kelahiran.
43
DAFTAR PUSTAKA
Campbell,reece,mitchell.2002.Biologi.edisi kedelapan. Jilid 1. Erlangga: Jakarta
Winatasasmita, D . 1986. Biologi Sel. Karunika Jakarta: Jakarta
Saefudin. 2012. Struktur dan Fungsi Sel. www.pdffactory.com. [22 September 2012]
Karp, G. 2010. Cell and Molecular Biology 6Ed E-book. John Wiley & Sons, Inc. Hoboken.
Nurqonaah. 2009. Glikolisis dan Dekarboksilasi Oksidatif . http://nourashane.multiply.com/journal/item/103/Glikolisis_dan_ Dekarbo ksilasi_Oksidatif. [29 September 2012].
Poejiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta
44
MAKALAH
MITOKONDRIA, KLOROPLAS, DAN PEROKSISOM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Bologi Sel Molekuler
Dosen :
Dr. Saefudin, M.Si
Oleh :
NUNI RISMAYANTI NURQALBI
RIFKI SURVANI
NISA RASYIDA
RAVINA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER (S2)
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012