mikrobiologi

55
•KERACUNAN MIKROBIOLOGI

Upload: dea-andirani

Post on 05-Aug-2015

63 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: mikrobiologi

• KERACUNAN MIKROBIOLOGI

Page 2: mikrobiologi

Pengertian

Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil dengan diameter kurang dari 1 mm yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Makhluk hidup yang sangat kecil tersebut disebut dengan mikrobia, mikroba, mikroorganisme, protista atau jasad renik, yang meliputi protozoa, algae, fungi, bakteri dan virus.

Page 3: mikrobiologi

Lanjutan…..

Mikrobiologi pangan (food microbiology) adalah salah satu cabang dari mikrobiologi yang mempelajari peranan mikrobia, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, pada rantai produksi makanan sejak dari pemanenan/penangkapan/pemotongan, penanganan, penyimpanan, pengolahan, distribusi, pemasaran, penghidangan sampai siap dikonsumsi.

Page 4: mikrobiologi

Lanjutan…

Sejarah mikrobiologi pangan sebenarnya bersamaan dengan kehadiran manusia dimuka bumi namun sangat sulit ditentukan titik mulanya secara pasti. Sejak manusia dapat memproduksi makanan sebenarnya juga mulai dipelajari kerusakan makanan dan timbulnya keracunan makanan. Berikut ini merupakan sejarah mulai dipelajarinya peranan mikrobia pada bahan pangan yang terlibat pada kerusakan dan keracunan makanan.

Page 5: mikrobiologi

KERACUNAN MAKANAN BERDASARKAN PENYEBABNYA

Bacterial Food PoisoningNon Bakterial Food Poisoning

Bacterial Food PoisoningBacterial Food Poisoning terjadi

akibat konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan bakteri hidup terkontaminasi toksin yang dihasilkan bacteri tersebut.

Page 6: mikrobiologi

Lanjutan…

Bacterial Food Poisoning dapat di bedakan menjadi 4 tipe, yaitu:

1. Salmonella Food PoisoningSalmonella food poisoning merupakan Zoonotik

(berasal dari hewan) yang dapat terjadi di mana-mana. Penyakit ini ditularkan kepada manusia melalui produk ternak yang terkontaminasi, seperti daging, susu, atau telur. Tikus juga merupakan salah satu binatang penyebar penyakit melalui makanan. Binatang ini mengkontaminasi makanan melalui urin atau kotorannya.

Page 7: mikrobiologi

Lanjutan…Insidensi penyakit ini meningkat di Negara

barat akibat beberapa factor berikut:Peningkatan pedagangan internasional

berupa produk bahan makanan yang berasal dari hewan ternak.

Penggunaan deterjen secara luas pada rumah tangga mempengaruhi pengolahan air kotor.

Distribusi dan pemakaian makanan jadi atau makanan kaleng meningkat di mana-mana.

Page 8: mikrobiologi

Lanjutan…

Terdapat lebih dari 50 spesis Salmonella, yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah Salmonella Typhimurium, Salmonella Cholera-suis, Shigella Sonnel, dan lain-lain. Organisme ini berkembangbiak di dalam usus dan menimbulkan gejala penyakit Gastroenteritis akut berupa mual, muntah-muntah, diare, sakit kepala, nyeri abdomen, dan demam. Angka Mortalitas akibat penyakit ini sekitar 1%.

Page 9: mikrobiologi

2. Staphylococcal Food Poisoning

Staphylococcal food poisoning merupakan kasus keracunan makanan yang di sebabkan oleh racun yang di hasilkan oleh Staphylococcus Aureus. Kuman stafilokokus akan mati sewaktu makanan di masak, tetapi entrotoksin yang di hasilkan memiliki sifat tahan panas sehingga dapat bertahan pada temperatur 100ºC selama beberapa menit.

Page 10: mikrobiologi

Lanjutan…Staphylokokus banyak di temukan dalam

bagian-bagian tubuh, seperti di hidung, tenggorokan dan di kulit manusia, selain itu juga dapat di temukan menempel pada debu di dalam kamar. Organisme ini dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Staphylokokus juga dapat mengkontaminasi makanan, seperti salad, custard, susu, dan produk yang di hasilkannya. Masa inkubasi penyakit akibat organisme ini relative pendek, yaitu sekitar 1-6 jam karena toksin yang di hasilkan organisme ini.

Page 11: mikrobiologi

Lanjutan… Infeksi pada manusia terjadi karena

konsumsi makanan yang terkontaminasi toksin. Toksin tersebut memiliki laju reaksi yang cepat dan langsung menyerang usus dan system saraf pusat (SSP). Gejala penyakit ini, antara lain mual, muntah, diare, nyeri abdomen, dan terdapatnya darah dan lender dalam feses. Kematian akibat penyakit ini jarang terjadi. Penderita dapat sembuh kembali dalam waktu 2-3 hari.

Page 12: mikrobiologi

3. Botulism

Botulism atau botulisme merupakan penyakit Gastroenteristi akut yang di sebabkan oleh Eksotoksin yang di produksi Crostiridium Botulinum. Organisme anaerobic ini banyak di temukan di dalam debu, tanah, dan dalam saluran usus hewan. Dalam makanan kaleng, organisme ini akan membentuk spora. Masa inkubasi botulisme cepat sekitar 12-36 jam.

Page 13: mikrobiologi

Lanjutan…

Gejala penyakit berbeda dengan kasus Bacterial Food Poisoning yang lain karena eksotoksin bekerja pada system saraf parasimpatik. Gejala Gastroin testinal yang di timbulkan ringan walau ada beberapa gejala yang tampak dominan, seperti kelemahan pada otot walau demam biasa tidak ada, penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan berakibat fatal. Kematian terrjadi dalam waktu 4-8 hari akibat kegagalan pernapasan atau jantung.

Page 14: mikrobiologi

Lanjutan…

Agar lebih aman, sebelum di konsumsi, makanan kaleng sebaiknya dimasak dahulu pada temperature 100 ºC selama beberapa menit karena toksin Cl. Botulinum bersifat Thermolabil (tidak tahan panas). Pemberian obat quinidine hidroklorida per oral dengan dosis 20-40 mg/kg berat badan dapat mengurangi terjadinya Neoromuscular blok, di samping perawatan yang baik juga sangat bermanfaat dalam pengobatan batulisme.

Page 15: mikrobiologi

4. Cl. Perfringens Food Poisoning Organisme Clostridium Perfringens (Cl. Welchii)

dapat di temukan dalam kotoran manusia dan binatang dalam tanah, air, dan udara. Keracunan terjadi karena mengkonsumsi makanan berupa daging ternak (yang tentunya telah terkontaminasi dengan bakteri ini) yang telah di masak dan di simpan begitu saja selama 24 jam atau lebih serta di masak lagi untuk di sajikan. Masa inkubasi penyakit ini sekitar 6-24 jam. Walau patogenisitas Cl. Perfringens belum banyak di ketahui, organisme ini dapat berkembang biak dengan baik pada suhu sekitar 30 derajat C dan memproduksi berbagai toksin, misalnya Alpha Toxin dan Theta Toxin.

Page 16: mikrobiologi

Lanjutan… Alpha toxin di duga merupakan eksotoksin yang

dapat menimbulkan gejala penyakit, selain ada juga pendapat bahwa jumlah Cl.perfringens yang banyak dalam makanan dapat menyebabkan keracunan makanan. Gejala klinis berupa nyeri abdomen, diare, lesu, subfebris, mual, dan muntah jarang terjadi. Penderitanya dapat sembuh dengan cepat, sementara penyakit ini tidak berakibat fatal.

Diagnosis banding (differensial diagnosis) perlu di lakukan karena Bacterial food Poisoning (keracunan makanan akibat bakteri sering kali di diagnosis sebagai penyakit kolera, disentri basiler akut, atau keracunan zat arsentik.

Page 17: mikrobiologi

Non-Bacterial Food Poisoning

Non-bacterial food poisoning adalah kasus keracunan makanan yang bukan di sebabkan oleh bakteri maupun toksin yang di hasilkannya.

Page 18: mikrobiologi

Lanjutan…Kasus keracunan semacam ini dapat

di sebabkan oleh, antara lain:Keracunan akibat tumbuh-tumbuhan

Banyak sekali kasus keracunan makanan yang di sebabkan oleh tumbuh-tumbuhan. Contohnya antara lain keracunan singkong, keracunan jengkol, keracunan jamur, keracunan atropan Belladona yang berisi alkaloid dari belladonna, dan keracunan apel,berikut ini penjelasannya.

Page 19: mikrobiologi

Lanjutan… Keracunan akibat kerang dan ikan laut

Kasus keracunan kerang dan ikan laut memiliki gejala yang dapat terjadi secara langsung dalam menit atau bahkan kurang dari itu setelah mengonsumsi kerang atau ikan laut.Gejala yang muncul, antara lain, kemerah-merahan, pada muka, dada, dan lengan, gatal-gatal , urtikarya, anggioderma, edema, takikardi, palpitasi, sakit perut dan diare. Pada kasus yang berat dapat terjadi gangguan pernapasan.

Keracunan akibat bahan kimiaBahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan

keracunan makanan antara lain, zat pewarna makanan, logam berat, bumbuh penyedap, dan bahan pengawet.

Page 20: mikrobiologi

Lanjutan…

Keracunan zat-zat kimia: Kasus keracunan semacam ini terjadi karena seseorang tanpa senngaja atau tanpa sepengatahuannya mengonsumsi zat kimia beracun yang ada dalam makanan.

Page 21: mikrobiologi

MIKROORGANISME PENYEBAB KERACUNAN

Bakteri Virus Jamur

Page 22: mikrobiologi

PENYEBAB DAN GEJALA KERACUNAN

1. Keracunan BakteriBakteri adalah penyebab utama keracunan makanan. Keracunan makanan oleh bakteri terjadi karena bakteri dalam makanan tersebut mengeluarkan enterotoksin, atau racun, sebagai produk sampingan dari pertumbuhannya. Racun ini sering mengurangi kemampuan penyerapan makanan oleh usus dan menyebabkan sekresi air dan elektrolit yang mengarah ke dehidrasi. Tingkat keparahan gejala keracunan tergantung pada jenis bakteri, jumlah bakteri dan makanan yang dikonsumsi, dan kesehatan individu dan kepekaan terhadap toksin bakteri.

Page 23: mikrobiologi

Lanjutan…

Keracunan makanan ini disebabkan oleh epidemik gastroenteritis.

Sifat keracunan lemah dan sembuh dalam 24 jam.

Listeriosis dan salmonelosis atau botulim berakibat fatal.

Makanan basi dapat menyebabkan keracunan akibat terkontaminasi bakteri.

Page 24: mikrobiologi

Mekanisme keracunan : gastroenteritis

disebabkan oleh infeksi invasif bakteri pada mukosa intestinal atau oleh toksin yang dilepaskan bakteri.

Toksin bakteri dapat terbentuk pada makanan atau diproduksi oleh bakteri di usus setelah bakteri masuk.

Page 25: mikrobiologi

Gejala –gejala umum :a. Gastroenteritis : mual, muntah,

kram perut dan diare.b. Infeksi bakteri invasif : demam,

berak berdarah, fecal leukositosis. c. c. Sistemik disebabkan oleh

salmonella, shigella, atau listeria, dengan gejala sepsis, meningitis. Pada wanita hamil dapat menyebabkan kematian janin karena meningitis atau sepsisneonatal.

Page 26: mikrobiologi

Jenis-Jenis Bakteri Penyebab Keracunan

SalmonellaGejala keracunan dimulai sekitar 12 - 72

jam setelah makan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri salmonella. Biasanya gejala keracunannya berupa demam, yang berlangsung sekitar dua sampai lima hari. Salmonella biasanya ditularkan melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi oleh tinja manusia atau binatang. Kontaminasi ini sebagian besar terjadi disebabkan karena kebiasaan mencuci tangan yang buruk, terutama sebelum memegang makanan.

Page 27: mikrobiologi

Lanjutan…

Gejala keracunan dimulai sekitar 12 - 72 jam setelah makan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri salmonella. Biasanya gejala keracunannya berupa demam, yang berlangsung sekitar dua sampai lima hari. Salmonella biasanya ditularkan melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi oleh tinja manusia atau binatang. Kontaminasi ini sebagian besar terjadi disebabkan karena kebiasaan mencuci tangan yang buruk, terutama sebelum memegang makanan.

Page 28: mikrobiologi

Escherichia coli (E. coli)

Gejala keracunan makanan dari E. coli dan turunannya muncul lebih lambat daripada keracunan yang disebabkan oleh bakteri lainnya. Satu sampai tiga hari setelah memakan makanan yang tercemar, korban mulai mengalami kram perut yang parah dan diare yang biasanya bercampur darah. Diare yang terjadi bahkan sebagian besar berupa darah, sehingga kondisi ini kadang-kadang disebut kolitis hemoragik. Diare berdarah berlangsung dari satu sampai delapan hari, dan kondisi biasanya sembuh dengan sendirinya. Gejala keracunan kadang disertai sedikit demam atau tidak sama sekali.

Page 29: mikrobiologi

Lanjutan…

Makanan yang terkontaminasi E. coli biasanya ditemukan pada daging sapi mentah atau yang dimasakan kurang matang. Susu mentah juga dapat menjadi sumber keracunan makanan oleh E. coli.

Page 30: mikrobiologi

Campylobacter jejun

Infeksi yang disebabkan campylobacter jejuni sering disebabkan karena memakan daging ayam yang terkontaminasi, kontaminasi juga dapat bersumber dari air yang tidak bersih dan susu mentah. Gejala keracunan makanan, biasanya termasuk demam dan diare, mulai 2-5 hari setelah mengkonsumsi makanan atau air yang tercemar dengan C. jejuni. Diare mungkin berair dan mungkin juga mengandung darah. Gejala keracunan biasanya berakhir pada tujuh sampai 10 hari.

Page 31: mikrobiologi

Staphylococcus aureus (Staph)

Staphylococcus aureus menyebar terutama dari pengolah makanan yang terinfeksi bakteri staph pada kulitnya. Selain itu, peralatan pengolah makanan juga dapat menjadi sumber kontaminasi. Hampir setiap jenis makanan dapat terkontaminasi bakteri ini, tapi terutama pada salad, produk susu, kue krim, dan makanan yang disimpan pada suhu kamar. Gejala keracunan makanan biasanya muncul dengan cepat, sekitar 2-8 jam setelah memakan makanan yang tercemar. Gejala seperti biasanya berlangsung hanya 3-6 jam dan jarang lebih dari dua hari. Kebanyakan kasus keracunan sifatnya ringan dan akan sembuh meski tanpa pengobatan.

Page 32: mikrobiologi

Shigella

Gejala keracunan makanan oleh bakteri Shigella muncul sekitar 36-72 jam setelah memakan makanan yang tercemar. Gejala-gejala yang ditimbulkan shigella sedikit berbeda dari gejala yang ditimbulkan oleh bakteri lain. Selain gejala-gejala keracunan makanan yang umum, sekitar 40% anak yang keracunan berat menunjukkan gejala neurologis. Gejala ini termasuk kejang, kebingungan, sakit kepala, lesu, dan leher kaku. Keracunan ini biasanya berlangsung dalam dua sampai tiga hari.

Page 33: mikrobiologi

Clostridium botulinum

Clostridium botulinum (umumnya dikenal sebagai botulisme) merupakan bakteri yang dapat membuat keracunan makanan yang mematikan. Sumber botulisme pada orang dewasa biasanya bersumber dari makanan kalengan atau awetan yang rusak. Gejala botulisme pada orang dewasa biasanya muncul sekitar 18 sampai 36 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi.

Page 34: mikrobiologi

Lanjutan…Tidak seperti penyakit bawaan makanan

lainnya, tidak ada muntah dan diare yang berhubungan dengan botulisme. Awalnya, seseorang yang menderita botulisme merasakan lemah, pusing, dan gangguan penglihatan. Gejala berikutnya berupa kesulitan berbicara dan menelan. Racun dari Clostridium botulinum adalah racun neurotoksin yang menyerang sistem saraf, dan bisa menyebabkan kelumpuhan. Jika penyakit tidak segera diatasi, kelumpuhan ini akan berlanjut ke seluruh tubuh. Akhirnya, tanpa intervensi medis, otot-otot pernafasan akan menjadi lumpuh dan korban akan mati lemas.

Page 35: mikrobiologi

Lanjutan…

Pada bayi yang mengidap botulisme, spora Clostridium botulinum tinggal dalam saluran usus bayi. Madu, terutama bila dikonsumsi oleh bayi yang berumur di bawah 12 bulan, dapat menjadi sumber dari spora. Gejala botulism pada bayi terjadi secara bertahap. Bayi awalnya memiliki konstipasi, diikuti dengan nafsu makan yang buruk, lesu, lemah, dan menangis. Akhirnya bayi kehilangan kemampuan untuk mengendalikan otot-otot kepalanya. Kelumpuhan kemudian bisa berkembang ke seluruh tubuh.

Page 36: mikrobiologi

Gambar 1. Jenis-jenis Bakteri

Page 37: mikrobiologi

2. Keracunan Virus

Virus merupakan parasit intraselular obligat. Mikro-organisme ini tidak mempunyai dinding dan membran sel dan tidak mengalami proses metabolisme.

Page 38: mikrobiologi

Siklus replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah :

adsorpsi virus ke sel (pengikatan, attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating (dekapsidasi), transkripsi tahap awal, translasi tahap awal, replikasi genom virus, transripsi tahap akhir, assembly virus dan penglepasan virus.

Page 39: mikrobiologi

Jenis-jenis virus penyebab keracunan

NorovirusAdalah kelompok virus yang menyebabkan

penyakit yang tidak terlalu berat (sering disebut dengan flu perut/flu usus). Gejala yang timbul adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, sakit kepala & demam. Gejala-gejala tersebut biasanya akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 2-3 hari. Virus ini menjadi penyebab paling umum dalam kasus keracunan makanan pada orang dewasa & biasanya masuk kedalam tubuh melalui air, sayuran & kerang yang terkontaminasi oleh feses, dapat juga dari orang ke orang.

Page 40: mikrobiologi

RotavirusDapat menyebabkan terjadinya

keracunan makanan yang sedang hingga berat, biasanya ditandai dengan diare cair & demam. Merupakan penyebab umum keracunan makanan pada bayi & anak-anak, dan biasanya masuk kedalam tubuh dari orang ke orang melalui kontaminasi feses pada makanan ataupun saat berbagi tempat bermain.

Page 41: mikrobiologi

Hepatitis A

Virus hepatitis A dapat menyebabkan keracunan makanan yang ditandai dengan demam, hilangnya nafsu makan, nyeri perut & merasa lelah, yang kemudian diikuti dengan mata & kulit yang berwarna kuning (jaundice). Gejala tersebut biasanya berlangsung kurang dari 2 bulan, tetapi dapat kambuh & muncul lagi dalam jangka waktu hingga 6 bulan. Virus tersebut masuk kedalam tubuh dari orang ke orang melalui kontaminasi makanan oleh feses.

Page 42: mikrobiologi

Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).

Page 43: mikrobiologi

Gambar 2. Jenis-jenis virus

Page 44: mikrobiologi

3. Keracunan Jamur Dari segi terapeutik infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan atas infeksi sistemik, dermatrofit, dan mokokutan. Infeksi sistemik dapat lagi dibagi atas :

1. Infeksi dalam (intermal)2. Infeksi subkutan

Infeksi dermatrofit disebabkan oleh Trichopyton, Epidermophyton, Microsporum, yang menyengat kuli, rambut, dan kuku.Infeksi mokokutan disebabka oleh kandida, menyerang mukosadan daerah lipatan kulit yang lembab. Kandidiasis mokokutan yang kronis umumnya mengenai mukosa kulit dan kuku.Dasar farmakologis dari pengobatan infeksi jamur belum sepenuhnya dimengerti. Secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistemik dan infeksi jamur topical (dermatrofit dan mokokutan). Dalam pengobatan beberapa anti jamur (imidazol, triazol, dan antibiotic poilen) apat digunakan untuk kedua bentuk infeksi tersebut. Ada infeksi jamur topical yang dapat diobati secara sistemik ataupun topical.

Page 45: mikrobiologi

Penanganan utama terjadi keracunan

Penanganan utama untuk kejadian keracunan makanan adalah dengan cara mengganti cairan tubuh yang keluar (karena muntah atau diare) baik dengan minuman ataupun cairan infus. Bila perlu, penderita dapat dirawat di rumah sakit. Hal ini tergantung dari beratnya dehidrasi yang dialami, respon terhadap terapi & kemampuan untuk meminum cairan tanpa muntah.

Page 46: mikrobiologi

Lanjutan…

Berikut adalah beberapa hal yang dilakukan untuk menangani kasus keracunan makanan :

Pemberian obat anti muntah & diare. Bila terjadi demam dapat juga

diberikan obat penurun panas.

Page 47: mikrobiologi

Penanganan Spesifik Terhadap Keracunan Bakteri

1. Keracunan BakteriPengobatan :a. Tindakan emergensi/suportif : obati kehilangan cairan akibat gastroenteritis, beri antiemetik, tidak boleh diberikan antidiare kuat (lomotil) karena dapat memperpanjang infeksi.b. Antidot/specific drug :

- tidak ada yang spesifik. Sambil menunggu di kultur berikan siprofloksasin atau kotrimoksazol.

- Pada wanita hamil dapat diberikan ampisilin dan gentamisin.

Page 48: mikrobiologi

Lanjutan…

Lebih spesifik pada foodborne botulisme : diagnosis ditegakkan berdasarkan pola yang khas dari

gangguan saraf dan otot. Tetapi gejala ini sering dikelirukan dengan penyebab lain dari kelumpuhan, misalnya stroke.Adanya makanan yang diduga sebagai sumber kelainan ini juga merupakan petunjuk tambahan. Jika botulisme terjadi pada 2 orang atau lebih yang memakan makanan yang sama dan di tempat yang sama, maka akan lebih mudah untuk menegakkan diagnosis.

Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah untuk menemukan adanya toksin atau biakan contoh tinja untuk menumbuhkan bakteri penyebabnya. Toksin juga dapat diidentifikasi dalam makanan yang dicurigai.

Page 49: mikrobiologi

Lanjutan… Elektromiografi (pemeriksaan untuk menguji aktivitas

listrik dari otot) menujukkan kontraksi otot yang abnormal setelah diberikan rangsangan listrik. Tapi hal ini tidak ditemukan pada setiap kasus botulisme.

Diagnosis wound botulism diperkuat dengan ditemukannya toksin dalam darah atau dengan membiakkan bakteri dalam contoh jaringan yang terluka.

Ditemukannya bakteri atau toksinnya dalam contoh tinja bayi, akan memperkuat diagnosis infant botulisme.

Page 50: mikrobiologi

Lanjutan… Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan.

Tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur secara rutin.Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah mengurangi angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi 10%.Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.

Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan.

Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terjadinya gejala.

Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi, karena efektivitasnya pada infant botulism masih belum terbukti.

Page 51: mikrobiologi

PENGOBATAN :Penderita botulisme harus segera dibawa ke

rumah sakit.Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis.

Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:- perangsangan muntah- pengosongan lambung melalui lavase lambung- pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

Page 52: mikrobiologi

2. Keracunan VirusPengobatan:

ANTIVIRUS UNTUK INFLUENZAAmantadin dan rimantadinMekanisme Kerja :

Amantadin dan rimantadin merupakan antivirus yng bekerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein-protein serta proses transport DNA virus ke nucleus. Selai itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH ke kompartemen intraseluler, erutama apparatus Golgi. Perubahan kompartemental pada pH ini menstabilkan hemaglutinin virus influenza A (HA) selama transfor ke intrasel.

Page 53: mikrobiologi

3. Keracunan Jamur

Pengobatan:

ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SISTEMIK AMFOTERISIN B

Aktivitas antijamur . amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel matang. Aktivitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5 : berkurang pada pH yang lebih rendah. Antibiotic ini bersifat atau fungisidal tergantung pada dosis dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-1,0 µg/ml antibiotic ini dapat menghambat aktivitas Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, dan beberapa spesies Candida, Torulopis glabrata, Rhodotorula, Blastomyces dermatidis, beberapa spesies aspergilus, dan spesies Trichophyton. Secara in vitro bila rifamfisin atau minosiklin diberikan bersama amfoterisin B terjadi sinergisme terhadap beberapa jamur tertentu.

Page 54: mikrobiologi

Lanjutan…Mekanisme Kerja :Amfoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat pada membrane sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang teta pada sel.Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi oleh antibiotic. Ini karena jasad renik ini tidak mempunyai gugus sterol pada membrane selnya. Pengikatan kolesterol pada membran sel hewan dan manusia oleh antibiotic ini diduga merupakan salah satu penyebab efek toksiknya. Resistensi terhadap amfoterisin B ini mungkin disebabkan terjadinya perubahan reseptor sterol pada membrane sel.

Page 55: mikrobiologi

ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI DERMATROFIT DAN MUKOKUTAN NISTATIN

Aktivitas Antijamur. Nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus.Mekanisme Kerja. Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membrane sel jamur atau ragi terutama sekali ergotrerol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan antibiotic ini akan terjadi perubahan permeabilitas membrane sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil.

Candida albicans hampir tidak memperlihatkan resistensi terhadap nistatin, tetapi C. tropicalis, C. guillermondi, dan C. stellatiodes mulai resisten bahkan sekaligus menjadi tidak sensitif terhadap ampoterisin B. Namun resistensi ini biasanya tidak terjadi in vivo