mikrobio makalah
DESCRIPTION
semester 3TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata
2.1.1 Bagian-bagian Mata
a. Kornea
Jaringan bening, avaskular, membentuk 1/6 bagian depan bola mata, diameter
11mm. Kornea merupakan kelanjutan sklera. Pertemuan kornea-sklera disebut
limbus. Pemberian nutrisi melalui aqueous humour dan air mata. Susunanterdiri
dari 5 lapisan, yaitu lapisan epitel, membran Bowman, stroma, membrana
Descemet, dan endotelium. Kornea mengandung banyak serabut saraf.
b. Sklera
Dikenal sebagai putih mata. Sklera merupakan 5/6 dinding luar bola mata
dengan ketebalan 1 mm. Strukturnya berupa jaringan fibrosa yang kuat dan
tidak elastis. Skelra berfungsi mempertahankan bentuk bola mata dan proteksi
bangunan-bangunan halus di bawahnya. Permukaan luar ditutup oleh
jaringan.vaskular longgar. Pada anak-anak, sklera mungkin berwarna biru
karena sklera tipis & pigmen koroid di bawahnya dapat terlihat. Pada orang
dewasa/orang tua. timbunan lemak dapat memberikan warna kuning pada
sklera.
c. Iris
Otot pada iris adalah otot polos yang tersusun sirkuler dan radier. Otot sirkuler
bila berkontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya sehinga
melindungi retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Bila cahaya lemah, otot
radier dari tepi pupil akan berkontraksi menyebabkan dilatasi pupil untuk
memasukkan cahaya lebih banyak. Fungsi iris adalah mengatur jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Pengendalian iris oleh saraf otonom.
d. Aqueous humour
Aqueous humour atau humor akuos adalah cairan yang diproduksi secara terus
menerus oleh kapiler venosa dalam prosesus siliar. Humor akuos berjalan dari
kamera posterior melewati pupil ke kamera anterior, meninggalkan mata
melalui trabekula menuju kanalis Schlemm (suatu sinus yg berjalan melingkar,
di perbatasan kornea dan sklera), melewati sekeliling mata, kemudian melewati
vasa-vasa kecil menuju vena di permukaan mata.
e. Lensa
Lensa terletak di depan badan kaca dan di belakang iris. Lensa merupakan
bangunan lunak, bening, dan bikonveks (cembung), yang dilapisi oleh kapsul
tipis yang homogen. Titik pusat permukan anterior dan posterior disebut polus
anterior dan polus posterior. Garis yang melewati kedua polus disebut sumbu
(aksis). Lensa dibungkus suatu kapsul, yang merupakan membran bening yang
menutup lensa dengan erat dan tebal pada permukaan anterior. Fungsi kapsul
mengubah bentuk lensa dan melindungi dari badan kaca dan humor akuos, dan
berperan pada proses akomodasi. Lensa dipertahankan pada posisinya karena
dari depan ditekan oleh humor akuos dan dari belakang di tekan oleh humor
vitreus (badan kaca) dan zonula (ligamentum suspensorium) yang merupakan
membran tipis yang menutupi permukaan badan siliar, prosesus siliaris, dan
lensa.
f. Retina
Retina adalah lapisan paling dalam pada mata dan lapisan penerima cahaya.
Retina merupakan membran lunak, rapuh, tipis dengan tebal dari 0,4 mm dekat
masuknya saraf optikus sampai 0,1 mm pada orra serata. Retina berwarna
merah ungu karena adanya rodopsin. Mempunyai bintik kuning (makula lutea).
Elemen peka cahaya retina mengandung sel-sel batang dan kerucut. Sel
batang untuk intensitas cahaya rendah. Sel kerucut untuk penglihatan cahaya
terang dan untuk penglihatan warna.
2.2 Bakteri Patogen pada Mata
2.2.1 Chlamydia trachomatis
a. Morfologi dan Fisiologi
Chlamydia trachomatis termasuk dalam famili Chlamydiaceae. Bakteri ini
dapat membentuk badan inklusi intrasitoplasma yang padat dan mengandung
glikogen. Chlamydia trachomatis umumnya peka terhadap sulfonamida dapat
menyebabkan neumonitis pada tikus dan manusia, serta dapat menyebabkan
penyakit trakoma, konjungtivitis inklusi, uretritis nonspesifik, salpinitis, servisitis,
neumonitis pada bayi, dan limfogranuloma.
Klamidia merupakan bakteri intraseluler yang bersifat obligat dan
diketahui sebagai penyebab penyakit pada manusia, seperti penyakit mnular
seksual, infeksi mata, dan infeksi paru pada bayi baru lahir yang ditularkan pada
saat dilahirkan dari ibu yang mengidap klamidia.Bakteri Chlamydia trachomatis
dapat ditumbuhkan pada kantong kuning telur bertunas dan dapat membentuk
badan inklusi elementer.
b. Patogenitas dan gejala penyakit
Trakoma
Konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi klamidia daapat muncul tiba-
tiba atau secara pelan-pelan. Infeksi dapat berlangsung tahunan jika tidak
diobati. Namun, penyakit yang berlangsung lama di daerah hiperendemis
disebabkan oleh terjadinya re-infeksi berulang kali. Cirri khas dari penyakit ini
adalah timbulnya folikel limfoid dan inflamasi pada konjungtiva.
Dalam perjalanan penyakit sesuai dengan keparahan penyakit dan lama
inflamasi penyakit ini dapat menimbulkan terbentuknya jaringan paru disekitar
kelopak mata sehingga dapat menimbulkan deformitas pada kelopak dan bulu
mata. Deformitas pada kelopak dan bulu mata selanjutnya dapat menyebabkan
abrasi kronis pada kornea mata dan terbentuk jaringan parut yang dapat
mengganggu penglihatan dan dapat menimbulkan kebutaan pada usia dewasa.
Diagnosis banding trakoma adalah nodulus pada kelopak mata yang
disebabkan oleh Molluscum contagiosum, reaksi toksik atau pengobatan jangka
panjang dengan tetes mata, dan infeksi Staphylococcus kronis pada pinggir
kelopak mata. Reaksi alergi karena pemakaian lensa kontak juga dapat
menimbulkan gejala menyerupai trankoma, yaitu terbentuk nodulus tarsalis,
jaringan parut pada konjungtiva, dan pannus pada kornea. Beberapa galur
klamidia yang dapat menyebabkan penyakit trakoma adalah Chlamyidia
trachomatis serovar A, B, Ba, dan C.
Konjungtivititis Inklusi
Konjungtivitis Inklusi atau swimming pool conjungtivitis merupakan
konjungtivitis jinak yang dapat di jumpai pada bayi yang baru lahir atau pada
orang dewasa. Secara klinis, konjungtivitis inklusi berbeda dengan trakoma
karena tidak menunjukkan adannya pannus dan parut pada kornea. Meskipun
dianggap sebagai penyakit yang dapat sembuh sendiri, penyakit ini dapat
menetap selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun pada orang
dewasa. Bakteri penyebab penyakit ini dalah Clamydia trachomatis serotipe E
sampai K.
Bahkan pemeriksaan dapat diambil dari serviks seorang ibu atau mata
seorang bayi. Masa inkubasi pada bayiyang baru lahir adalah 5-12 hari. Penyakit
ini timbul secara mendadak dan ditandai dengan infiltrasi konjungtiva dari
kelopak mata bagian bawah disertai dengan eksudat purulenta. Konjungtiva
terlihat menebal, terdapat infiltrasi sel polimorfonuklear (PMN) pada jaringan
epitel, dan terlihat adanya badan basofilik intrasitoplasma yang tidak dapat
dibedakan dari trikoma. Stadium akut berlangsung selama 2 minggu. Gejala
kemudian menurun secara bertahap, tetapi kelainan kornea tidak kembali normal
dalam beberapa bulan dan dapat menimbulkan filtrasi selama 1 tahun. Pada
orang dewasa, penyakit ini tmbul beberapa konjungtivitis folikuler akut yang
disertai dengan pembentukan sedikit sekret dan pembesaran ringan kelenjar
folikeler. Folikel ini pada trakoma, tetapi hipertropi lebih jelas pada kelopak mata
bagian bawah. Kornea tidak mengalami perubahan. Pada pemeriksaan
mikroskop, sampel folikel tidak menunjukkan perubahan nekrotik. Penyakit ini
dapat sembuh spontan pada orang dewasa tanpa meninggalkan kelainan pada
kornea atau konjungtiva. Akan tetapi, penyakit ini cenderung berlangsung lama
pada bayi. Meskipun sebenarnya merupakan penyakit pada mata, infeksi dapat
pula terjadi pada saluran urogenital, yang ditularkan lewat hubungan seks.
Badan inklusi dapat ditemukan dalam kerokan saluran urogenital ibu dari
baya yang sakit. Infeksi umumnya terbatas pada muara serviks bagian luar dan
pada epitel transisi yang secara histologis serupa dengan epitel konjungtiva.
Infeksi pada seorang wanita dapat tidak menimbulkan keluhan apapun.
Sebaliknya, infeksi ini dapat menimbulkan gejala uretritis pada pria.
Bayi dapat tertular dari ibunya pada waktu lahir, sedangkan orang
dewasa seringkali terkena infeksi dari kolam renang yang tercemar oleh
seseorang yang mengidap infeksi pada saluran urogenitalnya. Penyakit ini dapat
dicegah dengan pemberian nitrat (AgNO3), sediaan sulfa atau tetrasiklin yang
diberikan secara topikal.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorum Chlamydia trachomatis perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis infeksi klamidia secara klinis. Spesimen pemeriksaan
diambil dari organ yang terinfeksi. Spesimen diperiksa dengan metode
imunofluororesensi langsung menggunakan antibodi monoclonal, penetapan
imunologis enzim (EIA); DNA prober; uji amplifikasi asam nukleat (nucleic acid
amplification test, NAAT), dan dengan menggunakan biakan sel. NAAT dapat
dilakukan pada spesimen urin.
d. Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan dan pengobatan konjungtivitis dan trakoma yang
disebabkan oleh klamidia dapat dilakukan dengan cara berikut :
1. Memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang pentingnya menjaga
kebersihan perorangan, terutama yang berkaitan dengan resiko penggunaan
sarana dan prasarana umum.
2. Memperbaiki fasilitas sanitasi dasar, selalu menggunakan air dan sabun, serta
sering mencuci muka dan menghindari penggunaan peralatan mandi bersama.
3. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan yang cukup serta
fasilitas untuk menemukan penderita, terutama anak-anak prasekolah
4. Melakukan investigasi epidemiologis untuk mencari factor yang berpeeran dalam
proses penularan penyakit pada situasi tertentu.
5. Melakukan disinfeksi serentak terhadap seluruh peralatan yang tercemar.
6. Melakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi pada seluruh anggota
keluarga, teman bermain dan teman sekolah penderita.
7. Memberikan pengobatan spesifik.didaerah penyebaran penyakit yang merata,
pengobatan missal dapat dilakukan, terutama ditujukan pada anak-anak dan
balita (yaitu dengan memberikan salep mata tetrasiklin dan eritromisin 2x sehari
selama 5 hari).
8. Memberikan pengobatan oral dengan antibiotic tetrasiklin, eritromisin,
sulfonamide dan azitromisin.
2.2.2 Pseudomonas aeruginosa
a. Morfologi dan Fisiologi
Bakteri Pseudomonas aeruginosa termasuk dalam famili
Pseudomonadaceae. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif, mempunyai
flagel tunggal yang bersifat polar atau terkadang terdiri dari 2-3 flagel, dan
mempunyai ukuran 0,5-1 µm x 3-4 µm. bila ditumbuhkan dalam perbenihan
tanpa sukrosa, bakteri ini dapat memproduksi lapisan lender polisakarida
ekstraseluler. Galur yang diisolasi dari bahan klinik sering kali mempunyai pili
yang berperan penting dalam pelekatan pada permukaan sel dan resistensi
bakteri terhadap fagositosis.
Pseudomonas aeruginosa seringkali dihubungkan dengan penyakit yang
ditularkan secara nosokomial pada manusia yaitu diinfeksi yang didapat di
rumah sakit. Bakteri ini sering diisolasi dari penderita luka dan luka bakar yang
berat. Selain dapat menyebabkan infeksi pada kulit, mata, atau teliga,
Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan infeksi pada saluran nafas
bagian bawah, saluran kemih dan organ lain.
Bakteri Pseudomonas aeruginosa sangat mudah beradaptasi dan tumbuh
dalam lingkungan yang sangat kekurangan sumber energi, bahkan dapat hidup
dn tumbuh dalam air suling. Bakteri ini dapat menggunakan asetat sebagai
sumber karbon dan ammonia sebagai sumber nitrogen. Suhu pertumbuhan
optimum adalah 37oC, tetapi dapat juga tumbuh pada suhu 42oC.
Pseudomonas aeruginosa merupakan satu-satunya bakteri yang menghasilkan
pigmen tiosianin, yang berwarna biru kehijauan dan dapat larut dalam kloroform,
dan pigmen fluoresen, fioferdin, yang larut dalam air.
b. Daya Tahan
Pseudomonas aeruginosa lebih tahan terhadap lingkungan fisik dan
bahan kimia dari pada bakteri lain. Bakteri ini resisten terhadap beberapa jenis
desinfektan , antiseptic, dan antibiotic yang sudah sering kali digunakan dalam
pengobatan. Bakteri ini dapat hidup dalam suasana lembap dan pada alat
kesehatan, lantai, kamar mandi, dan tempat – tempat air. Desinfektan yang
efektif adalah fenol dan B – glutaraldehida. Bakteri ini akan mati dengan
pemanasan tinggi, misalnya dalam air mendidih.
c. Patogenesis dan Gejala Penyakit
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, Pseudomonas aeuginosa
merupakan bakteri oportunistik. Oleh karena itu, perjalanan penyakit infeksi
bakteri ini tentunya didahului oleh penurunan kondisi atau kekebalan tubuh
penderita. Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa umumnya
bersifat infasif dan toksigenik.
Tahapan infeksi bakteri Pseudomonas aeruginosa terdiri atas (a)
penempelan bakteri dan kolonisasi; (b) invasi lokal; dan (c) penybaran bakteri
melalui sistem peredaran darah. Namun demikian, tahapan infeksi tersebut
tidak harus dilalui semua karena proses infeksi dapat berhenti disetiap tahap,
bergantung pada sifat dan kondisi penderita.
Penempelan bakteri dan kolonisasi
Walaupun proses kolonisasi umumnya terjadi setelah bakteri
menempel pada sel hospes, mekanisme tranmisi bakteri Pseudomonas
aeruginosa menjadi patogen bagi penderita belum diketahui secara pasti
karena bakteri ini banyak tersebar didalam lingkungan dan merupakan
flora normal tubuh manusia.
Pili dan fimbria sel bakteri Pseudomonas aeruginosa akan
menempel pada sel – sel epitel manusia. Adhesin bakteri akan berikatan
dengan reseptor yang berikatan dengan reseptor yang terdapat pada sel
– sel epitel yang mengandung senyawa galaktosa, manosa, atau asam
sialat. Setelah menempel pada reseptor di sel epitel, bakteri tersebut
akan berkembang biak dengan pesat atau melakukan kolonisasi.
Pseudomonas aeruginosa yang bersifat mukoid memproduksi
eksopolisakarida sebagai simpai dinding sel bakteri yang dapat
melindungi bakteri dari sel – sel pertahanan tubuh penderita, seperti sel
limfosit, sel fagosit, antibodi, dan sistem komplemen sehingga bakteri
dapat tumbuh dengan baik.
Invasi
Kemampuan Pseudomonas aeruginosa menginvasi jaringan
tubuh bergantung pada kemampuan bakteri ini memproduksi berbagai
enzim ekstraseluler yang dapat merusak fungsi sel – sel kekebalan tubuh
penderita. Enzim ekstraseluler yang berperan adalah protease, yang
terdiri atas enzim elastase dan alkalin protease. Enzim ekstraseluler ini
dapat merusak jaringan kolagen, IgA, IgG, komplemen, dan dapat
melisiskan fibronektin serta merusak jaringan epitel.
Pseudomonas aeruginosa juga memproduksi bebepara protein
yang membantu proses invasi, yaitu sitotoksin, hemolisin, dan leukosidin.
Selain itu, produksi pigmen piosianin juga dianggap sebagai salah satu
factor virulensi bakteri Pseudomonas aeriginosa. Bakteri ini juga
memproduksi eksotoksin A dan eksotoksin Syang juga merupakan factor
penting dalam proses invasi Pseudomonas aeruginosa.
Penyebaraan bakteri melalui sistem peredaran darah
Mekanisme diseminasi atau penyebaran bakteri Pseudomonas
aeruginosa ke dalam sistem peredaran darah belum sepenuhnya
diketahui secara pasti.. beberapa produk ekstraseluler bakteri
diperkirakan memegang peranan sangat penting dalam diseminasi
Pseudomonas aeruginosa ke dalam sistem peredaran darah.
Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap fagositosis karena memiliki
kapsul bakteri yang bersifat mukoid dan lipopolisakarida (LPS). Selain itu,
bakteri ini memiliki enzim protease yang dapat menghambat kerja
komplemen, merusak antibodi IgG, dan menginaktifkan interferon dan
sitokin. Endotoksin Pseudomonas aeruginosa dapat menimbulkan gejala-
gejala septisemia, antara lain demam, hipotensi, dan koagulasi di
pembuluh darah.
d. Penyakit Infeksi Pseudomonas aeruginosa
Infeksi pada mata
Jika bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat berkolonisasi pada
jaringan epitel kornea mata, terutama ketika sistem kekebalan tubuh
penderita menurun, invasi bakteri akan terjadi. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan jaringan kornea dan dapat menyebabkan
kebutaan.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan keberadaan bakteri
Pseudomonas aeruginosa perlu dilakukan untuk memastikan penyebab infeksi.
Bakteri ini dapat tumbuh pada berbagai media yang biasanya adalah media
yang biasanya digunakan untuk mengisolasi bakteri. Media selektif yang
digunakan biasanya adalah media agar darah atau media eosin- methythionin
blue agar.
Pseudomonas aerugenosa dapat diidntifikasi pewarnaan Gram, tidak
meragi laktosa, memberikan reaksi oksidase positif, dan dapat tumbuh pada
suhu 42oC. koloni Pseudomonas aeruginosa berbau sperti buah buahan dan
bewarna spesifik.
f. Pengobatan dan pencegahan
Beberapa jenis antibiotik tidak efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa.
Oleh sebab itu, uji resistensi bakteri perlu dilakukan untuk memilih antibiotik
yang tepat. Bakteri ini biasanya peka terhadap amikasin, gentamisin, tobramisin,
dan kolistin. Kombinasi antibiotik gentamisin dan karbenisilin sering digunakan
untuk mengobati infeksi Pseudomonas aeruginosa yang berat.
Bakteri Pseudomonas aeruginosa sangat penting diperhatikan karena
merupakan bakteri utama dalam infeksi nosokomial agar penyebarannya tidak
semakin meluas. Sterilisasi alat – alat medis dan alat bantu medis hendaknya
diperhatikan dan lingkungan rumah sakit dijaga tetap bersih dan higienis.
g. Epidemiologi
Infeksi Pseudomonas aeruginosa biasanya terjadi pada penderita yang
mempunyai daya tahan tubuh yang menurun, misalnya penderita yang
mengidap penyakit metabolik tertentu yang dapat menurunkan daya tahan
tubuhnya; penderita luka bakar atau sakit berat; pasien yang mengonsumsi obat
imunosupresan; atau pasien yang menggunakan alat-alat bantu medis.
Selain terdapat pada tanah dan air, Pseudomonas juga merupakan flora
di kulit dan saluran cerna individu normal. Pada umumnya, Pseudomonas
aeruginosa dapat ditemukan di lingkungan rumah sakit dan peralatan yang
digunakan di dalam rumah sakit, seperti pada keteter, peralatan suntik dan infus,
peralatan makan, makanan, minuman, peralatan mandi, dan alat kesehatan lain.
Penyebaran nosokomial melalui pasien ke pasien dan antarpetugas kesehatan
lebih sering terjadi daripada penyebaran melalui udara. Pengawasan terhadap
penyebaran bakteri ini, khususnya di rumah sakit, perlu mendapatkan perhatian
utama. Di bangsal luka bakar atau unit perawatan penyakit kanker, prevalensi
bakteri Pseudomonas aeruginosa mencapai lebih dari 30% dari semua
penyebab infeksi.
BAB III
REVIEW JURNAL
2.3 UJI EKSTRAK BAWANG BOMBAY TERHADAP ANTI BAKTERI GRAM NEGATIF
Pseudomonas aeruginosa DENGAN METODE DIFUSI CAKRAM
Tujuan dari penelitian ini adalah unuk mengetahui apakah ekstrak bawang bombay
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram negatif Pseudomonas aeruginosa. Sulfur
dari beberapa tanaman bioaktif sebagai antimikroba. Sulfur di Allium cepa L diperkirakan
memiliki sifat antimikroba. Oleh karena itu, penelitian ini melibatkan tes antimikroba. Adapun
tahapan penentuan aktivitas antimikroba dari ekstrak Allium cepa adalah persiapan ekstrak
Allium cepa, regenerasi mikroba dan uji antimikroba. Penentuan antibakteri dilakukan
dengan metode cakram kertas. Hasil ekstrak berwarna hijau muda agak keruh, pH 5 dan
jumlah 66,5 %. Uji adanya sulfur positif. Penentuan antimikroba ekstrak Allium cepa L putih
mengakibatkan daerah zona hambat menunjukkan bahwa ekstrak dimiliki sifat anti mikroba
semakin pekat, maka semakin kuat daya hambat terhadap pertumbuhan mikroba. Hal ini
terlihat bahwa diameter hambatan semakin besar terhadap bakteri Gram negatif
Pseudomonas aeruginosa. Adanya sifat anti mikroba ini dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesehatan sebab bakteri tersebut bersifat saprofit namun dapat bersifat
patogen pada kondisi daya tahan tidak normal.
2.4 EFEK GETAH PELEPAH PISANG (Musa spp.) TERHADAP PERTUMBUHAN
Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antimikroba getah pelepah pisang
terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa secara in vitro. Bahan yang digunakan
adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa, nutrient agar, MacConkey agar, kristal violet,
lugol, alkohol 70% dan 96%, safranin, aquades, kertas uji oksidase, getah pelepah pisang,
tisu, kertas roti, kertas penanda, plester bening, korek api. Perlakuan pada penelitian ini
(konsentrasi getah pelepah pisang 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%) dilakukan pada
lima isolat Pseudomonas aeruginosa. Metode penelitian meliputi pembuatan Nutrient Agar
Plate, identifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa, perbenihan cair, uji antimikroba getah
pelepah pisang terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dengan menggunakan
metode dilusi tabung dan modifikasi metode difusi agar, analisa data jumlah koloni dan
diameter zona hambatan pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa melalui analisis statistik
one way ANOVA, korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa getah pelepah
pisang yang digunakan masyarakat tradisional sebagai obat luka bakar terbukti memiliki
efek menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa. Peningkatan konsentrasi 60%
dan 80% getah pelepah pisang cenderung menyebabkan penurunan jumlah koloni
Pseudomonas aeruginosa dan peningkatan diameter zona hambatan Pseudomonas
aeruginosa. Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) getah pelepah
pisang terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa tidak dapat ditentukan dengan
menggunakan metode uji dilusi tabung.
2.5 Chlamydia trachomatis AS A CAUSE OF NEONATAL CONJUNCTIVITIS IN DUTCH
INFANTS
Chlamydia trachomatis adalah bakteri patogen yang menular secara seksual paling
umum pada orang dewasa, dimana saat persalinan dapat ditularkan dari ibu ke anak dan
menyebabkan konjungtivitis dan pneumonia. Di Belanda, pemeriksaan klamidia pada
prenatal dan pengobatan wanita hamil tidak dilakukan secara rutin. Sampel bakteri diambil
dari bayi berusia dibawah 3 bulan. Diagnosis laboratorium berdasarkan pada kultur bakteri
dan reaksi rantai polimerase pada C. trachomatis. Hasil menunjukkan bahwa C.
trachomatis merupakan penyebab utama konjungtivitis bakteri dalam populasi. Secara
klinis, diferensiasi dari patogen lain tidaklah mungkin. Banyak bayi yang teruji positif
klamidia tidak mendapatkan pengobatan antibiotik yang tepat.
2.6 PREVALENCE OF Pseudomonas aeruginosa IN CLINICAL SAMPLES AND ITS
SENSITIVITY TO CITRUS EXTRACT
Dilakukan pengujian terhadap prevalensi dari patogen tertentu dalam 498 sampel dari
telinga, penyeka luka dan urin. Pada infeksi telinga, P. aeruginosa mendominasi (50%),
diikuti dengan S. aureus (30%) dan lainnya (20%). Pada penyeka luka S. aureus
mendominasi (46,3%), P. aeruginosa (16%). Pada urin S. aureus dan E. coli lebih banyak
diisolasi sebanyak masing-masing 49% dan 23%. Studi antibiogram menunjukan bahwa P.
aeruginosa, sangat sensitif terhadap Ciprotab, Perflotab, dan Gentamisin kecuali isolat
Pseudomonas dari luka yang resisten terhadap Gentamisin. Isolat resisten terhadap
Streptomisin, Ampisilin, dan Cotrimoxazol (septrin). Sari buah sitrus– C. aurantifolia dan C.
limon terhadap P. aeruginosa memberikan hasil positif dengan efek letal pada uji organisme
dengan diameter zona hambat berkisar antara 7 mm sampai 22 mm mengelilingi koloni.
2.7 COMPARISON OF VIRULENCE FACTORS IN Pseudomonas aeruginosa STRAINS
ISOLATED FROM CONTACT LENS- AND NON-CONTACT LENS-RELATED KERATITIS
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbedaan faktor virulensi P. aeruginosa
yang diisolasi dari lensa kontak yang tidak terjangkit dan lensa kontak yang terjangkit
keratitis. 6 dari 55 isolat klinik tidak peka (resisten menengah atau resisten) terhadap
offloxacin dan moxifloxacin. Semua isolat yang resisten berasal dari lensa kontak yang tidak
terjangkit keratitis. Hasil menunjukan bahwa isolat P.aeruginosa dari asal infeksi yang
berbeda-beda akan memiliki karakteristik yang berbeda pula.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Mata adalah indera penglihatan yang terdiri dari organ-organ dalam berupa
retina,sclera,lensa,aqueous humor,iris dan kornea.
2. Bakteri patogen pada mata terdiri dari Chlamydia trachomatis yang menyebabkan
patogenesis trakoma dan konjungtivitis inklusi, serta Pseudomonas aeruginosa yang
menyebabkan patogenesis yatu infeksi pada mata.
3. Terapi dan pengobatan Chlamydia trachomatis yaitu memberikan pengobatan oral
dengan antibiotik tetrasiklin, eritromisin, sulfonamide dan azitromisin. Sedangkan terapi
dan pengobatan Pseudomonas aeruginosa yaitu memberikan antibiotik amikasin,
gentamisin, tobramisin, dan kolistin.