mid manajemen hatchery tugas

44
PENDAHULUAN Di Indonesia perikanan merupakan salah satu sumber devisa Negara yang sangat potensial. Pengembangan budidaya air payau di Indonesia untuk waktu yang akan datang sangat penting bagi pembangunan di sektor perikanan, serta merupakan salah satu prioritas yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan di sektor perikanan. Udang windu (Penaeus monodon ) merupakan komoditas unggulan Indonesia dalam upaya menghasilkan devisa negara dari eksport nonmigas. Berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan produksi udang windu. Salah satu diantaranya adalah penerapan sistem budidaya udang windu secara intensif yang dimulai sejak pertengahan tahun 1986. Semakin kurangnya ketersediaan induk dan benih udang windu di laut ditambah adanya Keputusan Presiden tentang larangan penggunaan pukat harimau (trawl) menyebabkan semakin turunnya produksi udang hasil tangkapan, sehingga produksi udang dari hasil budidaya harus ditingkatkan. Telah disadari bahwa peningkatan produksi udang melalui budidaya tersebut hanya dapat dicapai bila disuplai faktor-faktor produksi, khususnya benih udang dapat terjamin sepenuhnya. Pengembangan teknik- teknik pembenihan udang harus terus dilakukan untuk menunjang kegiatan budidaya udang windu .

Upload: inno-aqua-culture-justforyou

Post on 15-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

UTS manajemen hatchery

TRANSCRIPT

Page 1: Mid Manajemen Hatchery Tugas

PENDAHULUAN

Di Indonesia perikanan merupakan salah satu sumber devisa Negara yang sangat

potensial. Pengembangan budidaya air payau di Indonesia untuk waktu yang akan

datang sangat penting bagi pembangunan di sektor perikanan, serta merupakan salah

satu prioritas yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan di sektor perikanan.

Udang windu (Penaeus monodon ) merupakan komoditas unggulan Indonesia

dalam upaya menghasilkan devisa negara dari eksport nonmigas. Berbagai upaya telah

dilakukan dalam meningkatkan produksi udang windu. Salah satu diantaranya adalah

penerapan sistem budidaya udang windu secara intensif yang dimulai sejak

pertengahan tahun 1986.

Semakin kurangnya ketersediaan induk dan benih udang windu di laut ditambah

adanya Keputusan Presiden tentang larangan penggunaan pukat harimau (trawl)

menyebabkan semakin turunnya produksi udang hasil tangkapan, sehingga produksi

udang dari hasil budidaya harus ditingkatkan. Telah disadari bahwa peningkatan produksi

udang melalui budidaya tersebut hanya dapat dicapai bila disuplai faktor-faktor produksi,

khususnya benih udang dapat terjamin sepenuhnya. Pengembangan teknik-teknik

pembenihan udang harus terus dilakukan untuk menunjang kegiatan budidaya udang

windu .

Guna menunjang usaha budidaya, yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan

balai-balai pembenihan (hatchery) udang windu. Usaha pembenihan udang ini

berkembang pesat setelah ditemukannya teknik ablasi mata. Dengan teknik tersebut

maka masalah penyediaan induk matang telur dapat diatasi dan seluruh siklus hidup

udang dapat diusahakan dalam lingkungan yang terkontrol.

Dengan teknik tersebut maka masalah penyediaan induk matang telur dapat diatasi

dan seluruh siklus hidup udang dapat diusahakan dalam lingkungan yang terkontrol.

Keberhasilan usaha pembenihan udang windu merupakan langkah awal dalam sistem

mata rantai budidaya. Keberhasilan pembenihan tersebut pada akhirnya akan

mendukung usaha penyediaan benih udang windu yang berkualitas.

Page 2: Mid Manajemen Hatchery Tugas

PENGELOLAAN INDUK

Seleks i induk terus ditingkatkan dan hanya induk yang berukuran 25 - 30 cm untuk

betina dan 20 - 25 cm untuk jantan yang digunakan dengan perbandingan 1:2 dengan

berat 100 - 150 gram, warna induk yang baik untuk calon induk adalah warna cerah

atau hitam kecoklatan. Harga induk yang dibeli mencapai Rp.250, 000 per ekornya.

Umumnya induk yang dibeli tersebut adalah induk yang sudah matang gonad. Jadi

tidak perlu dipelihara dalam waktu yang lama, hal ini dapat menghemat biaya

pemeliharaan induk.

Induk yang digunakan diperoleh dari alam, yang diperkirakan telah melakukan

pemijahan di alam. Udang windu yang pada bagian abdomennya berwarna kemerah-

merahan menunjukan bahwa udang tersebut berasal pada daerah kedalaman (pada laut

dalam) sedangkan induk yang pada bagian abdomennya berwarna kehitam-hitaman

menunjukan bahwa udang tersebut terletak pada daerah yang dangkal.

Induk yang ditangkap di alam sebelum dilepas ke dalam bak pemijahan yang

sekaligus bak pemeliharan telur, induk terlebih dahulu ditreatmen atau aklimatisasi

terhadap suhu dan salinitas air media tempat pemeliharan dengan tujuan agar induk tidak

mengalami stress karena perubahan lingkungan dan kualitas air yang mendadak.

Setelah mengalami aklimatisasi maka induk yang matang gonad dilepas ke dalam

bak konikel tank untuk pelepasan telur. Dalam satu bak konikel terdapat satu induk

udang, hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah telur yang dihasilkan perinduk setelah

pelepasan. Juga sekaligus mengetahu i jumlah nauplius yang dihasilkan setelah

penetasan.

Induk udang windu akan melepaskan telurnya pada ¾ malam menjelang subuh. Hal

ini merupakan kebiasaan yang dimilikinya sejak nenek moyangnya. Induk udang windu

dengan ukuran 90–140 gram dapat menghasilkan telur rata–rata 500.000 butir, jumlah

telur maksimum yang dapat dihasilkan induk udang windu sampai 1000.000 butir. Jika

penetasannya baik, maka satu induk dapat menghasilkan 600.000–1000.000 butir telur

yang dapat menetas menjadi 400.000–500.000 ekor nauplius.

Page 3: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Teknik Pemijahan Udang windu dengan ablas i mata

Ablasi Mata adalah usaha untuk mempercepat kematangan gonad dengan cara

merusak syaraf tertentu yang terdapat dalam tubuh udang. Bagian tubuh udang yang

dirusak adalah bagian mata sebab pada tubuh udang mata selain berfungsi sebagai alat

penglihatan juga merupakan tempat syaraf yang diantaranya sangat berpengaruh dalam

proses perkembang biakan.

Ablasi mata dilakukan pada udang yang belum matang gonad untuk meransang

penetasan telur. Fungsi larutan tersebut untuk menghindari terjadinya infeksi pada mata

udang yang telah diablasi serta menghilangkan ektoparasit yang ada pada tubuh udang.

Fungsi ablasi pada mata udang yaitu untuk mengilangkan hormon x yang dapat

menghambat pematangan gonad. Kemudian mengiiris mata udang menggunakan silet

lalu mengeluarkan isi dalam mata udang tersebut.

Ablasi mata dapat di lakukan dengan 4 cara, yaitu :

1. Pinching, yaitu menjepit salah satu tangkai mata udang tanpa pemanasan dan

tidak sampai putus.

2. Ligation, yaitu menjepit salah satu tangkai mata udang dengan

pemanasan dan mata tidak putus.

3. Cauttery, yaitu memencet tangkai mata udang sampai putus.

4. Cutting, yaitu memotong dengan gunting tangkai mata udang.

Tahap kegiatan Ablasi mata adalah sebagai berikut :

1. Siapkan alat berupa gunting yang steril.

2. Induk yang akan di Ablasi di tangkap dengan seser dan dipilih

induk yang berkulit keras.

3. Induk di rendam ke dalam Malachite Green 25 ppm sekitar 2-3

menit, kemudian di masukan ke dalam larutan antibiotik yaitu Oxytetracyclin 25

ppm untuk mencegah infeksi.

4. Induk di lengkungkan badannya dengan cara meletakkan ibu jari diatas karapas

dan jari kelingking harus menekan ekor udang .

5. Potong salah satu tangkai mata udang dengan gunting yang steriil sampai

terputus .

6. Induk yang telah di ambil dimasukan dalam bak perkawinan dan di campur

dengan induk jantan untuk melakukan perkawinan.

7. Perbandingan jantan dan betina 1:2 atau 2:3 tergantung jumlah induk dan

kebtuhan.

Page 4: Mid Manajemen Hatchery Tugas

CALON INDUK

Ciri-ciri Induk Jantan dan Betina

Perbedaan alat kelamin induk jantan dan induk betina dapat dilihat dari sisi bawah

(ventral) udang tersebut. Alat kelamin betina bernama thelicum dan terletak di antara

dasar sepasang kaki jalan atau periopoda yang berfungsi untuk menyimpan sperma.

(Soetomo, 2000).

Di bagian kepala sampai dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang

berpasang-pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang adalah sungut kecil

(antennula), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat-

alat pembantu rahang (maxilla) dan kaki jalan (pereiopoda). Di bagian perut terdapat

lima pasang kaki renang (pleopoda). Ujung ruas ke-6 arah belakang membentuk ujung

ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Suyanto dan

Mudjiman, 1994).

Perbedaan alat kelamin induk jantan dan induk betina dapat dilihat dari sisi bawah

(ventral) udang tersebut, Udang jantan biasanya lebih besar, tubuh langsing, ruang bawah

perut sempit, sedangkan udang betina gemuk karena ruang perutnya membesar. (Soetomo,

2000).

Alat Kelamin Betina :

a. Alat kelamin betina bernama thelicum dan terletak di antara dasar sepasang kaki

jalan atau periopoda yang berfungsi untuk menyimpan sperma.

b. Di bagian kepala sampai dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang

berpasang-pasangan. Berturut-turut dari muka ke belakang adalah sungut kecil

(antennula), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang

(mandibula),

c. alat-alat pembantu rahang (maxilla) dan kaki jalan (pereiopoda). Di bagian perut

terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda).

d. Ujung ruas ke-6 arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah

pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Suyanto dan Mudjiman, 1994).

Page 5: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Alat Kelamin Jantan :

a. Alat kelamin jantan disebut petasma yang terdapat pada pangkal periopoda

kelima, sedangkan alat kelamin betina disebut thelicum yang terdapat pada

pangkal/periopoda ketiga. (Suyanto dan Mudjiman, 1994).

Reproduksi

Toro dan Soegiarto (1979) mengemukakan bahwa udang penaeid termasuk hewan

yang heteroseksual yaitu mempunyai jenis kelamin jantan dan betina yang masing-

masing terpisah. Perkawinan udang terjadi di laut bebas dengan jalan merapatkan

perutnya (ventral) masing-masing. Udang jantan biasanya lebih agresif dibanding betina,

perkawinan terjadi setelah betina mengganti kulit (moulting), udang jantan tertarik

kepada betina karena adanya hormon ektokrin yang keluar secara eksternal yaitu pada

saat telur dikeluarkan melalui saluran telur (oviduk). Martidjo (2003) menyatakan

udang windu memiliki lima tingkat kematangan gonad.

Pemilihan Calon Induk

Induk betina yang dipilih harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Berat lebih dari 50 gram

b. Kandungan telur tinggi

c. Sudah matang telur (terlihat dari warna abu-abu di punggung)

d. Bentuk tubuh normal, tidak cacat

e. Bersih dari kotoran dan parasit.

Sedangkan persyaratan induk jantan adalah sebagai berikut:

a. Berat lebih dari 40 gram

b. Kaki jalan kedua tidak terlalu besar

c. Tidak agresif

d. Bentuk tubuh normal, tidak cacat

e. Bersih dari kotoran dan parasit.

Page 6: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Persiapan kolam atau tambak

1. Penggantian air, Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian

ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak tertutup air hujan

yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya

melalui bagian bawah.

2. Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air

dapat memperoleh tambahan zat asam, atau tercampurnya air asin dan air tawar.

pengadukan dapat menggunakan mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau

kincir angin.

3. Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat

ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10 ppm (5-10

gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak

200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.

4. Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume air

dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.

5. Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan pemberian

pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan tambak dalam kondisi

buruk.

6. Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat penyerok.

7. Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila

menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan alami

normal kembali.

Syarat konstruksi tambak:

1 Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak

minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter

dari bantara sungai.

2 Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang

sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.

3 Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap

erosi air.

Page 7: Mid Manajemen Hatchery Tugas

4 Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga

menghemat tenaga.

5 Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.

6 Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.

7 Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.

Perbaikan teknis yang diperlukan:

1. Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak

memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa

pemeliharaan.

2. Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya

rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam

atau keluar tambak.

3. Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air

saringan masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul

tidak longsor.

4. Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat penebaran

yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara pemantauan

terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.

Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak,

biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.

Tambak Ekstensif atau Tradisional

1. Di bangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau

rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.

2. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.

3. Luasnya antara 3-10 ha per petak.

4. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di

sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren

dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih dalam dari bagian

sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam

30-40 cm saja.

Page 8: Mid Manajemen Hatchery Tugas

5. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur

nener yang baru datang selama 1 bulan.

6. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe

taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.

7. Pada tambak ini tidak ada pemupukan.

Tambak Semi Intensif

1. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan.

2. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet)

yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum

ditebari benih, dan pemanenan.

3. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah

pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk memudahkan

pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen.

4. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.

5. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.

6. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.

Tambak Intensif

1. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya

lebih mudah.

2. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah

seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah.

3. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan

pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan

konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.

4. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya

dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur

sebelum masuk dalam tambak.

5. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di

sudut petak.

6. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.

7. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa.

Page 9: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:

Petakan Tambak

1. Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak pengairannya

berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau laban. Satu unit tambak

terdiri dari tiga macam petakan: petak pendederan, petak glondongan (buyaran)

dan petak pembesaran dengan perbandingan luas 1:9:90.

2. Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang terdalam.

Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian air untuk

pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan

pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan. Petakan yang berbentuk seperti

saluran disebut juga saluran pembagi air.

3. Setiap petakan terdiri dar i caren dan pelataran.

Pematang/Tanggul

Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.

1. Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit yang

bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang

tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan

kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.

2. Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang satu

dengan yang lain dalam satu unit.

3. Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas

0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat

dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak

tersebut biasa disebut berm.

Page 10: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Saluran dan Pintu Air

Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya

berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan

air surut terrendah. Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebaga i pelindung.

1. Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder

(tokoan/pintu air petakan).

2. Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam

tambak yang termasuk dalam satu unit.

3. Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan

tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar saluran keliling, serta

sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.

4. Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi,

kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)

5. Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi

tanah yang disebut lemahan.

6. Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap ke

saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak. Saringan

terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk.

7. Pelindung sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat

dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun kelapa kering.

Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung.

8. Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi juga untuk

mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk pada salah satu

sudut karena tiupan angin.

Pemasangan kincir:

1. Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah

cukup kuat terhadap pengadukan air.

2. Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran

kincir itu mencapai 75-90%

A. Pemeliharaan Induk Udang Windu

Page 11: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Peralatan Utama

Hasil pembenihan udang windu yang memuaskan akan diperoleh bila ditunjang oleh

sarana yang komplit mulai dari bangunan (heatchery), bak, sarana aerasi dan sarana

pembenihan lainnya.(Badaruszaman, 2010)

Peralatan utama yang digunakan dalam hatchery udang windu adalah sebagai berikut :

Tandon air laut

Udang windu adalah merupakan jenis udang air laut. Untuk itu, lokasi hatchery

cenderung mendekati lau t untuk memudahkan pengambilan air dan saluran untuk outlet.

Air yang masuk dari laut tidak langsung didistribusikan ke bak- bak guna menghindari

masuknya penyakit, terlebih lagi virus. Oleh karena itu, air melalui beberapa filter

sebelum masuk ke dalam bak pemijahan, pendederan dan indukan.( Claudia, 2011 )

Filter

Filter merupakan alat yang digunakan untuk menyaring benda- benda tertentu yang

tidak dikehendaki dan meloloskan benda lain yang dikehendaki. Benda- benda yang

tidak dikehendaki tersebut antara lain : amonia, bahan padat, dan bahan kimia lainnya.

Prinsip filterisasi adalah terjadi pemisahan antara air yang akan difiltrasi.   Media

yang digunakan antara lain :

1. Filter kimia, berfungsi untuk membuang, meminimalisir bahan atau gas beracun

yang terlarut dalam air. Contohnya : arang

2. Filter biologi, filter hidup yang terdiri dari media tempat bakteri dapat hidup, dan

menjadi tempat kolonisasi bakteri nitrifikasi. Contohnya : tanaman air ( enceng

gondok), hewan air seperti kerang dan ikan bandeng. Udang windu merupakan

udang jenis air laut, oleh karena itu penggunaan filter yang baik adalah dengan

hewan laut seperti kerang- kerangan yang bersifat filter feeder.

Tandon distribus air

Setelah air difiltrasi dan dianggap bersih dari bahan kimia dan padatan- padatan lainnya,

air dapat didistribusikan ke masing- masing bak. Dengan air yang telah difiltrasi

kemungkinan udanng yang terserang penyakit dan virus akan berkurang.

Page 12: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Bak indukan, atau persiapan indukan.

Bak terbuat dari fiber ataupun beton. Digunakan untuk mempersiapakan induk yang

siap kawin dengan kadar garam  28 ppt hingga 30 ppt sedalam 70 – 80 cm sebagai

bentuk manipulasi lingkungan untuk udang windu, dimana udang windu memiliki

kebiasaan hidup diair yang dalam.

Dalam air dipompakan udara bersih dengan menggunakan blower yang cukup besar

tekanannya. Aerasi dimaksudkan untuk menambah kadar oksigen terlarut dan sekaligus

menimbulkan gerakan air untuk mencegah penggumpalan dan pengendapan telur.

Bak pemijahan,

Untuk udang windu, bak pemijahan harus berukuran sangat besar, dalam 10 m3  hanya

bisa untuk 1 pasang induk udang, dengan kedalaman paling dangkal 1  ½  meter,

diusahakan bak pemijahan dan bak indukan kondisi pencahayaannya harus redup,

karena udang termasuk hewan nokturnal yang aktif bergerak pada kondisi cahaya yang

tidak terang.

Perkawinan udang biasanya terjadi pada waktu malam, kalau kondisi hatchery sudah

sepi dari hiruk pikuk disekelilingnya, kadang kala dapat juga terjadi disiang hari jika

suasana hatchery lengang dan pencahayaan sangat kurang. Keberhasilan pemijahan

udang windu ditandai dengan adanya gelembung- gelembung berminyak seperti busa

yang mengapung dipermukaan. Jika pemijahan sudah berhasil, maka keesokaan harinya

indukkan harus dipindahkan dengan hati- hati agar induk tidak stres dan mati. Indukan

dipindahkan ke bak indukan kembali dan bak pemijahan berfungsi menjadi bak

penetasan telur.

Bak pemijahan kemudian berganti fungsi sebagai bak penetasan telur. Telur yang

dihamburkan  oleh indukkan  mula-mulanya akan melayang dideka t dasar air. Setelah 12-

16 jam pada suhu air 27- 29°C telur akan menetas dan menjadi plankton yang

melayang didekat permukaan air, dan kemudian mengalami metamorfosa berulang kali.

Bak pendederan.

Sama halnya dengan ikan masa pendederan merupakan masa yang sangat rentan

terhadap penyakit dan virus, oleh sebab itu harus diperhatikan secara maksimal dan

teliti. Agar larva tidak kekurangan oksigen, dalam bak diberi aerator, ditempatkan 50 cm

dari dinding bak pendederan agar semburannya tidak membentur dinding terlalu keras

sampai mental kembali dengan kuat dan membunuh larva udang..

Page 13: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Kebutuhan Nutrisi Induk

Diterangkan oleh Joko dan Fairus, dibandingkan hasil budidaya, induk udang windu asal

laut memiliki performa lebih baik. Pasalnya, induk udang leluasa mendapatkan makanan

dari laut sesuai kebutuhannya. Di alam, induk udang jenis asli perairan Indonesia ini,

tanpa diablasi (teknik memotong tangkai mata untuk mempercepat kematangan organ

reproduksi) mampu bereproduksi hingga puluhan kali.

Sayangnya, jumlah induk udang di alam terus menurun dari waktu ke waktu. Sehingga

mau tidak mau, pengembangbiakkan induk udang dari hasil budidaya menjadi sebuah ke

niscayaan sekaligus keharusan. Dan menjadi “pekerjaan rumah” bagi periset perudangan

untuk mampu menghasilkan induk udang windu dari budidaya dengan performa produksi

setara induk-induk di alam.

Dikatakan Joko, kajian yang di lakukan bersama Fairus ini bertujuan meningkatkan

produktivitas nauplius (larva/anakan) dari induk udang windu hasil budidaya. “Targetnya,

induk tambak mampu menghasilkan lebih dari 500 ribu nauplius/mijah/induk,” sebutnya.

Sebelumnya, pakan induk udang windu yang biasa diberikan di masa produksi nauplius

adalah cumi-cumi, kerang, kepiting, rajungan, cacing laut dan hati sapi. Komposisi

pakan yang hampir sepenuhnya dari alam ini sangat sulit dilakukan pengkayaan

nutrisi.

Dikatakan Fairus, kebutuhan nutrisi induk udang windu tidak hanya protein. “Tapi juga

keseimbangan asam lemak, asam amino, dan vitamin yang penting dalam sistem

reproduksi, seperti vitelogenesis membutuhkan keseimbangan DHA/EPA,” katanya. Dan

spirulina, lanjut dia, kaya akan asam lemak esensial dan non esensial, mineral, vitamin,

caroten, serta enzim yang sangat dibutuhkan dalam sistem reproduksi.

Digaris bawahi Joko, pengkayaan spirulina efektif diberikan melalui cacing, karena

dengan begitu udang akan menerima gizi terbaik. “Lumbricus diketahui mengandung

protein tinggi, sekitar 63% dan komposisi asam aminonya sangat lengkap. Ini dibutuhkan

untuk kematangan reproduksi, termasuk dalam spermatopor maupun perkembangan

ovarium,” terangnya.

Page 14: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Kelemahannya, lanjut Joko, cacing ini merupakan hewan darat sehingga beberapa

komposisi asam lemak tidak selengkap organisme laut, khususnya arachidonic acid

(ARA).  Dan kekurangan ini diisi oleh spirulina, microalgae dengan komposisi nutrisi

lengkap dan disebut-sebut sebagai ”superfood”

Pengelolaan Kualitas Air

Sebagai faktor penting dalam operasional pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air

perlu dijaga agar tetap dalam kondisi prima. Kualitas air meliputi aspek fisik, kimia dan

biologi. Dari ketiga aspek tersebut ada beberapa parameter yang dapat dideteksi secara

langsung, seperti kekeruhan, dan warna gelembung , gelembung kecil dipermukaan air

sebagai akibat dari kelebihan pakan. Pengelolaan kualitas air pada masa pemeliharaan

larva udang windu dilakukan dengan beberapa cara, yaitu monitoring, pengecekan kualitas

air, dan penyiponan.

Monitoring kualitas air dilkukan setiap hari yaitu pada pagi hari, suhu optimal yang

butuhkan untuk proses metabolisme dan metamorfosis yaitu berkisar antara 29 - 32°C.

Sedangkan untuk pengecekan parameter kualitas air selama pemeliharaan larva dilakukan

pada setiap pergantian stadia. Parameter pH berkisar antara 7,5 - 8,5, salinitas berkisar 29

- 34 ppt dan kadar nitrit 0,1 ppm hal ini sesuai dengan ketentuan SNI produksi benih

udang windu. Dalam pengelolaan kualitas air ada beberapa perlakuan agar air media tetap

sesuai untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva, diantaranya penyiponan,

pengaturan pencahayaan, dan pengaturan kedalaman.

Penyiponan

Penyiponan dilakukan agar sisa-sisa pakan maupun sisa metabolic dari larva dapat

terbuang keluar dengan cara penyiponan. Tujuan dari dilakukannya penyiponan ini adalah

untuk menghindari pembusukan pakan yang tidak termakan dan kotoran dari larva-larva

tersebut. Penyiponan ini dilakukan setelah larva mencapai stadium mysis. Frekuens i

penyiponan 2 kali sehari yaitu pada waktu 2 jam setelah pemberian pakan

Page 15: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Faktor parameter kulitas air yang mempengaruhi kelangsungan udang windu, yaitu:

A. Suhu

Suhu air media pemeliharaan udang windu berkisar antara 28-320C, alat yang digunakan

untuk mengukur suhu air adalah Thermometer. Semakin tinggi suhu perairan, semakin

tinggi laju metabolisme di dalam tubuh udang. Kondisi ini akan diimbangi dengan

meningkatnya laju konsumsi pakan. Bila suhu meningkat, udang akan stres dan akan

mengeluarkan lendir yang berlebihan, sebaliknya bila suhu terlalu rendah, udang akan

kurang aktif makan dan bergerak, sehingga pertumbuhannya akan lambat (Sumeru dan

Anna, 1992).Sedangkan menurut (Soetomo H.A 2007 ) suhu yang baik di tambak untuk

kehidupan udang windu adalah berkisar antara 28-300C akan tetapi, kenaikan suhu

melebihi 350C dalam waktu yang lama aka n menambahkan daya racun air terhadap

udang yang akan menimbulkan kematian.

B. Salinitas

Kisaran salinitas berkisar antara 30-34 ppt. Jika salinitas terlalu rendah dan tinggi nafsu

makan masih ada tetapi konversi pakan menjadi tinggi karena energi tubuh banyak

terbuang. Alat yang digunakan untuk mengukur salinitas adalah Handre faktometer akan

tetapi salinitas yang cocok untuk pertumbuhan udang windu pada tambak adalah antara

10-300/00 bahkan 50 0/00 masih dapat hidup walaupun tidak dapat tumbuh dengan baik,

asal kenaikan itu terjadi secara bertahap karena pada umumnya kenaikan kadar garam

terjadi pada saat musim kemarau ( Soetomo H.A, 2007)

C. pH Air

Kisaran pH air berkisar antara 7-8,5 dan akan mematikan bila mencapai angka

kematian terendah yaitu 6 dan tertinggi yaitu 9 dan alat yang digunakan yaitu pH

meter (Soetomo H.A, 2007 ) .

D. Kelarutan Oksigen

Oksigen terlarut adalah salah satu jenis gas terlarut dalam air yang diperlukan untuk

pernapasan hewan dalam air termasuk udang. Kelarutan oksigen terlarut yang

dibutuhkan adalah 5-7 ppm yang diukur dengan menggunakan DO meter sedangkan

menurut (Soetomo H.A, 2007) . Udang windu pada tambak membutuhkan oksigen

terlarut tidak kurang lebih dari 3 mg/liter karena ini berkaitan dengan sifat udang yang

Page 16: Mid Manajemen Hatchery Tugas

suka membenamkan diri di dalam lumpur dan tidak suka muncul ke permukaan air untuk

mengambil oksigen bebas dari udara

Pengaturan Cahaya

Masalah cahaya perlu diperhatikan karena setiap stadium larva menghendaki cahaya

yang berbeda. Untuk stadium nauplius dan zoea, keduanya bersifat flanktonis yang aktif

berenang dipermukan air. Bagi kedua stadium ini diusahakan agar suasana bak

pemeliharaan gelap dengan cara menutup bak.

Matahari yang langsung masuk terutama pada siang hari maka akan membahayakan,

karena nauplius dan zoea tidak tahan terhadap panas. Akan tetapi penutup bak sekali-

kali harus dibuka, misalnya pada pagi hari pukul 07.00 - 09.00 dan sore hari pada

pukul 16.00 - 17.00. Dengan pengaturan cahaya ini sirkulasi udara segar akan tetap

terjadi, sehingga suhu air tetap stabil.

Pengaturan Kedalaman air Bak Pemeliharaan

Pengaturan kedalaman air media bertujuan untuk menghemat pakan buatan, menghemat

tenaga penyiponan dan untuk menjaga air tetap segar. Untuk itu bak di isi air media

secara bertahap, seperti untuk bak kapasitas 10 ton, pertama dimasukkan air sebanyak 8

ton setelah itu ditebar nauplius sebanyak 1.000.000 ekor. Setiap pergantian stadium air

bak diganti sebanyak 0,5 ton, dengan perlakuan ini penyiponan dapat dilakukan pada

stadium PL 3.

Pengamatan Kondisi Dan Perkembangan Larva

Pengamatan kondisi dan perkembangan larva penting dilakukan karena larva udang

dalam hidupnya mengalami beberapa stadia. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk

mengetahui kondisi fisik dan perkembangan tubuh larva yang dapat digunakan untuk

mengestimasi populasi sehingga dapat menentukan jumlah pakan yang akan diberikan.

Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.

Pengamatan secara makroskopis dilakukan secara visual dengan mengambil sampel

langsung dari bak pemeliharaan sebanyak 1 liter beaker glass kemudian diarahkan ke

cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva.Stadium terakhir dari larva udang sebelum

menjadi udang muda. Untuk para pembenih dini dapat melihat dengan bantuan

mikroskop.

Page 17: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Pengendalian Penyakit

Usa ha Penc egaha n Pe ny ak i t

Untuk mengamati kesehatan larva perlu dilakukan dengan teliti baik dengan mata

telanjang maupun dengan bantuan mikroskop. Kalau dengan mata telanjang dapat

ditempuh dengan mengamati aktivitas gerak, aktifitas makan, warna tubuh dan

perubahan stadium. Sebagai contoh, bila warna tubuh transparan dan bergaris merah

berarti larva sehat atau bila larva sudah waktunya berubah stadium tetapi belum berubah

berarti larva kurang sehat. Pengendalian penyakit dilakukan dengan menggunakan

prinsip dasar yaitu tindakan pencegahan dan pengobatan. Fluktuasi udara yang cepat

berubah mempengaruhi lingkungan pemeliharan larva udang windu yang sangat

sensitive terhadap perubahan lingkungan, terutama dari stadia nauplius ke stadia zoea.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah penyakit yaitu:

1. Mengurangi kemungkinan memburuknya lingkungan yang dapat

menyebabkan stress pada larva, seperti kandungan oksigen rendah ,perubahan suhu dan

salinitas yang begitu mencolok, pH air terlalu tinggi ataupun terlalu rendah serta amonia yang

terlalu tinggi.

2. Pemberian pakan harus memperlihatkan jumlah, mutu, maupun jenisnya

sesuai dengan tingkat perkembangan larva

3. Mencegah menyebarnya orgenisme penyebab penyakit, dari satu bak

kebak yang lainnya, dengan menggunakan alat – alat yang l ebih teratur dan bersih

4. Air yang digunakan untuk pemeliharan larva dan pakan alami harus benar–

benar bebas dari polusi.

Page 18: Mid Manajemen Hatchery Tugas

U s a h a P e n g o b a t a n

Tindakan ini merupakan upaya terakhir, terutama jika tindakan pencegahan tidak memberikan hasil

yang memuaskan. Pemberian obat–obatan harus dilakukan secara tepat, sebab jika tidak dilakukan

dengan tepat dapat menimbulkan masalah sebagai berikut:

1. Berpengaruh negative terhadap bakteri nitrifikasi yang berperan dalam

filter biologis

2. Be r pen ga ru h nega t i f t e rha dap pe r t um buhan paka n a l ami . -

Kemungkinan meninggalkan residu yang sangat berbahaya bagi

kehidupan dan pertumbuhan larva yang dipelihara.

Proses Pematangan Gonad

Tingkat Kematangan Gonad

Ciri – ciri Tingkat kematangan gonad

udang windu

1.TKG I Merupakan tingkat belum matang, ovari

(kandungan telur) tipis, bening tidak

berwarna dan terdapat pada abdomen.

2.TKG II Merupakan tingkat kematangan awal,

ovari membesar, bagian depan dan tengah

mengembang.

3.TKG III

Merupakan tingkat kematangan lanjutan,

ovari berwarna hijau muda, dapat dilihat

dari eksoskeleton, bagian depan dan

tengah berkembang penuh

4.TKG IV Tingkat keempat matang telur, ovari

berwarna hijau tua, ovari lebih besar.

5.TKG V Telur sudah dilepaskan (spent)

Page 19: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Untuk udang jantan kematangan gonad ditentukan oleh perkembangan petasma yang

sempurna dan biasanya mengandung spermat ophora. Dari tingkatan-tingkatan diatas,

dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri induk udang betina yang matang gonad adalah jika

telah memasuki TKG III yaitu pada saat tingkat kematangan lanjutan, ovari berwarna

hijau muda, dapat dilihat dari eksoskeleton, bagian depan dan tengah berkembang

penuh.

Pemijahan di alam terjadi sepanjang tahun dengan puncak-puncak tertentu pada awal

dan akhir musim penghujan. Penurunan kadar garam pada awal dan kenaikan pada

akhir musim penghujan dibarengi dengan perubahan suhu yang mendadak diduga

memberi rangsangan pada induk yang matang telur untuk memijah.

Pada saat inilah benur dapat ditangkap pada jumlah yang besar. Sedangkan pada

pembenihan buatan prinsipnya diperlukan induk betina matang telur yang sudah

dikawini oleh udang jantan di dalam bak peneluran atau didalam bak larva. Langkah

berikutnya adalah menetaskan telur dan memelihara larva dari hasil tetasan tersebut

sampai mencapai tingkat post larva umur 5-10 hari (Prawidihardjo et al. dalam

Poernomo, 1976)

Pada stadia Zoea larva mulai makan dan mampu menelan pakan dengan diameter

kurang lebih 5 mikron, bisa diberikan ganggang kersik sebanyak 10.000 sel dalam 1 cc

air.

Pada tingkatan mysis, larva udang diberi pakan artemia sebanyak 75- 100 ekor

artemia per larva per hari, pada stadium ini air mula ditambah sedikit demi sedikit

hingga batas maksimum dan mulai dilakukan pendederan.

Ketika larva berubah menjadi post larva, air bak diganti dengan air yang baru.

Pergantian air dilakukan setiap hari dengan membuang 1/3  sampai 1/2  bagian dari seluruh

volume air yang ada.

Pada substadia post larva I dan II , benur udang masih melayang- melayang diatas

permukaan air, tetapi pada substadia berikutnya mereka lebih suka berdiam diri didasar bak

atau menempel pada dinding bak. Pakan diubah menjadi tepung nabati dan hewani.

Selama masa pendederan ini, pengawasan dilakukan secara rutin setiap pagi. Pengawasan

dilakukan untuk menghindari penggerombilan larva/benur udang.

Untuk mencegah jangan sampai populasi terlalu padat, perlu dilakukan pendugaan

berapa jumlah kepadatan mereka, dengan cara sampel dan gelas ukur.

Page 20: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Padat penebaran yang ideal bagi Zoea adalah 40 ekor per liter air, jika lebih maka

harus dipindahkan ke bak pendederan lainnya.  Dan dalam 1 m3 air dapat menampung

2.000 ekor benur post larva.

Pemberian Pakan Alami ( Phytoplankton dan Zooplankton)

Pemberian Pakan

Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang yang

dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:

Makanan alami:

1. Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.

2. Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema,

Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).

3. Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa, Rotifera,

(Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda), dll.

4. Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain makanan di atas

juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos),

anak tiram, anak tritip, anak udanng-udangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida

dan juga detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).

5. Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram,

siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga

(Chironomus), dll.

6. Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak,

yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.

Makanan Tambahan

Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan

tambahan tersebut dapat berupa:

1. Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.

2. Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udang-udangan.

Page 21: Mid Manajemen Hatchery Tugas

3. Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5

cm 2 , kemudian ditusuk sate.

4. Sisa-sisa pemotongan katak.

5. Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.

6. Makanan anak ayam.

7. Daging kerang dan remis.

8. Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.

3. Makanan Buatan (Pelet):

1. Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.

2. Dedak halus 40 %.

3. Tepung bungkil kelapa 20 %.

4. Tepung kanji 19 %.

5. Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.

Jenis pakan yang diberikan pada larva yaitu pakan alami dan pakan buatan ,pakan alami yang

diberikan adalah Skeletonema dan Artemia Salina . Pemberian pakan diberikan ketika larva memasuki

stadium nauplius 6 sampai mysis 3 diberipakan. Skeletonema yang dibarengi dengan penambahan pakan

buatan berupalarva Z Plus, larva ZM, Flake, dsb. Sedangkan setelah larva mencapai setadiium Post larva

pemberian pakan alami berupa Skeletonema diganti dengan pakan alami yang lain yaitu Artemia

Salina

Larva udang membutuhkan sejumlah pakan untuk kelangsungan hidupnya. Secara garis

besar pakan yang dimakan dipergunakan untuk kelangsungan hidup, selebihnya baru untuk

pertumbuhan. Dengan demikian dalam pemberian pakan untuk larva jumlahnya harus

melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya, oleh karena itu seorang pembenih harus

mengetahui jumlah pakan, kebiasan dan cara makan dari setiap stadium agar tingkat

efisiensinya tinggi.

Dosis Pemberian Pakan

Dosis yang diberikan pada larva tidak dihitung berdasarkan jumlah populasi larva, tetapi

diukur dengan satuan ppm, sebab larva membutuhkan pakan yang tersedia setiap saat

(adlibitum). Maksud ppm di sini adalah gram per ton volume air media jika pakan

berbentuk tepung, sedangkan bila pakan yang diberikan dalam bentuk cair maka dihitung

dengan ml/ton.

Page 22: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Dosis tersebut hanya digunakan pada pakan buatan , sedangkan pada dosis pakan alami

sel/cc/hari atau individu/ekor larva/hari. Misalnya bak pemeliharaan berkapasitas 10 ton,

sedangkan jenis pakan 2 jenis yaitu Lansy MPL dan Flake dengan dosis 2 ppm. Dengan

demikian Lansy MPL dibutuhkan sebanyak 10 gram dan Flake juga dibutuhkan sebanyak 10

gram.

Frekuensi Pemberian Pakan

Untuk menghindari terbuangnya pakan dengan sia-sia sebaiknya frekuensi pemberian

pakan 4 - 6 kali/hari dengan selang waktu 4 - 5 jam. Karena larva mempunyai sifat suka

makan pada malam hari, maka frekuensi pemberian pakan pada malam hari lebih banyak

dibanding dengan siang atau pagi hari.

Pakan alami fungsinya bukan hanya sebagai pakan larva, juga sebagai peneduh dan

perombakan sisa sisa pakan yang tidak di manfaatkan. Pemberian pakan ini bersamaan antara

pemberian pakan alami dengan pemberian pakan buatan pada stadia zoea hingga mysis,

sedangkan memasuki masa PL pemberian pakan alami bergantian dengan pemberian pakan

buatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Pakan yang digunakan:

Fripak # 1 CAR Fripak # 2 CAR BP Eguchi

Flek Top Larva Z + 100 - 150 Larva Z + 150 - 250 Larva ZM untuk Zoea Larva ZM

untuk mysis Larva ZM # 3 PL

Larva ZM # 4 PL Artemia Sceletonema.

Cara Pemberian Pakan

Setiap pemberian pakan, tangan dan peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, selain itu

semua pakan yang akan diberikan perlu disaring. Cara pemberian pakannya adalah sebagai berikut:

1. Pakan yang terdiri dari beberapa jenis, misalnya Lansy MPL dan Top

Flake keduanya dimasukkan ke dalam saringan sesuai dengan stadium..

2. Saringan dimasukkan ke dalam ember pakan yang berisi air tawar. Setelah

itu saringan diremas – remas sampai pakan yang ada di dalam saringan tersebuthabis. Kemudian

tambahkan pakan alami ( skeletonema sp) secukupnya

3. Setelah semua pakan tercampur dengan rata, pakan langsung ditebar

merata didalam bak pemeliharaan larva.

Page 23: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Pengelolaan Nauplius

Penanganan telur

Udang windu akan melepaskan telurnya pada malam hari sekitar pukul 22.00 - 00.00

malam. Telur yang dilepas akan mengapung dipermukaan air dan melayang- layang

mengikuti pergerakan air. Setelah telur lepas dari induknya, maka induk diangkat dan

dipindahkan ke bak pemeliharaan induk yang telah disiapkan. Telur udang tersebut dibiarkan

di tempat bak konikel sampai menetas menjadi nauplius.

Tahap Metamorfosis Udang Windu

Telur udang windu akan menetas dalam jangka waktu 18-24 jam tergantung suhu

dan oksigen. Perbedaan suhu 4 0C ( 28 dan 32 0C) dapat berakibat penundaan penetasan

sampai 6 jam dan kekurangan oksigen dapat mengakibatkan larva cacat atau telur tidak

menetas. Bayi udang yang baru menetas, biasa disebut larva karena mengalami beberapa kali

perubahan bentuk sebelum mirip secara morfologis dengan udang dewasa. Perubahan stadia

dan substadia larva udang (metamorfosis) menunjukkan  perubahan  morfologi yang

berakibat pada perubahan cara makan, jenis makanan dan ukurannya. 

Fase I disebut sebagai nauplius, tidak membutuhkan makanan dari luar karena masih cukup

tersedia kuning telur. Nauplius melewati 6 substadia nauplius1-6 yang mudah

dikenali dari ukuran panjangbadan dan panjang dan jumlah duri ekornya. Tahap berikutnya

adalah Zoea yang melalui 3 tahap. Zoea mudah dikenali dengan gerakan majunya dan

perkembangan rostrumnya. pada fase zoea larva sudah harus diberikan pakan karena pada

fase ini larva sudah mulai aktif mencari makanan sendiri di luar, terutama plankton. Oleh

karena itu pada fase zoea yang hanya berlangsung kira-kira hanya 3-4 hari, harus

diperhatikan sungguh-sungguh terutama kualitas air harus dijaga dengan baik jangan sampai

terjadi perubahan yang drastis. Sedangkan pakan Zoea memakan fitoplankton terutama

diatom sebagai sumber asupan biosilikat. Kemudian setelah itu larva udang akan memasuki

fase mysis dengan 3 substadia. Fase ini dicirikan dengan gerakannya yang melentik dan

munculnya kaki renang. Pada tahap ini larva masih tetap membutuhkan diatom dengan

jumlah yang tentu lebih banyak. Tahap terakhir adalah post larva, ditandai dengan

kemiripannya dengan bentuk udang dewasa, gerak maju larva dan adanya kaki renang

sempurna dan capit di kaki jalan. Kecepatan tumbuhnya ditunjang oleh

asupan protein tinggi dari mangsa nauplii artemia.

Page 24: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Nauplius

Ciri-ciri yang menonjol

Nauplius I

Badan masih berbentuk bulat telur tetapi sudah mempunyai anggota badan tiga pasang.

Nauplius II

Badan masih bulat, tetapi pada ujung antena utama terdapat serta (rambut) yang satu panjang

dan yang dua lainnya pendek.

Nauplius III

Tunas maxilla dan maxilliped mulai tampak, demikian juga furcal yang jumlahnya dua buah

mulai jelas terlihat, masing-masing tiga duri spina.

Nauplius IV

Pada antena kedua mulai tampak beruas-ruas dan setrip furscal terdapat empat buah duri

Nauplius V

Organ bagian depan sudah mulai tampak jelas disertai dengan tonjolan maxilla.

Nauplius VI

Perkembangan bulu-bulu makin sempurna dan duri furkal makin panjang.

Zoea -1

Page 25: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Badan pipih, mata dan carapace mulai tampak, maxilla pertama dan kedua, maxilliped

pertama dan kedua mulai berfungsi, alat pencernaan makanan tampak jelas.

Zoea -2

Mata mulai bertangkal carapace sudah terlihat restum dan duri subraobital yang bercabang.

Zoea-3

Sepasang uropodha yang bercabang dua mulai berkembang dan duri pada ruas-ruas mulai

tumbuh.

Mysis-1

Bentuk badan ramping dan memanjang seperti udang muda, tetapi kaki renang sudah tampak.

Page 26: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Mysis-2

Tunas kaki renang mulai tampak nyata tetapi belum beruas .

Mysis-3

Tunas kaki renang mulai bertambah panjang dan beruas-ruas.

PL-

1

Post larva (PL) perubahan bentuk yang paling akhir dan sempurna dari seluruh metamorfosa

larva udang adalah saat larva tersebut mencapai fase post larva (PL). pada fase ini, larva tidak

mengalami perubahan bentuk, karena seluruh bagian anggota tubuh lengkap dan sempurna

seperti udang windu dewasa, dengan bertambah umur, larva hanya mengalami perubahan

Page 27: Mid Manajemen Hatchery Tugas

panjang dan berat. Sedangkan paling menonjol dari mulainya post larva adalah tidak suka

melayang dalam air, tetapi lebih banyak menghuni bagian dasar, dengan makanan yang

disukai adalah zooplankton.Sutaman (1992).

Penebaran nauplius ke dalam bak pemeliharaan larva dilakukan denganpadat tebar 50 - 70

ekor / lt (hitungan berdasarkan volume air). Penebaran nauplius ini dilakukan pada pagi hari

dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu yang terlalu tinggi. Ciri lance nauplius

yang baik antara lain. Warna gelap kecoklatan, ukuran relative seragam, gerakan aktif, respon

terhadap cahaya, mengumpul dipermukaan bila aerasi dimatikan.

Penebaran nauplius ke dalam bak pemeliharaan larva harus dilakukan dengan hati agar

nauplius tidak stress dengan lingkungan barunya harus diaklimatisasi terlebih dahulu, juga

sebelum ditebar ke dalam bak pemeliharaan larva air media yang ada di bak pemeliharaan

larva harus dicek terlebih dahulu baik salinitas, pH, oksigen terlarut, juga suhunya. Hal ini

dilakukan agar nauplius udang dapat tumbuh dengan baik. Aklimatisasi dilakukan dengan

cara, air media yang ada di dalam bak pemeliharan larva dialirkan perlahan ke dalam baskom

yang berisi nauplius dengan menggunakan tangan secara perlahan dan hati hati.

Setelah itu nauplius dilepaskan ke dalam bak pemeliharaan dengan cara baskom

dijungkirkan perlahan – lahan ke dalam bak pemeliharaan larva sampai nauplius habis

keluar dari baskom. Setelah Nauplius berada di dalam bak pemeliharaan maka aerasi diatur

dengan baik dan diperiksa keadaan aerasi apakah berjalan dengan lancar.

Perkembangan dan Pemeliharaan Larva

Yang dimaksud larva disini adalah nauplius – mysis III (M-3). Bentuk tubuh dan

organ nauplius sampai mysis jauh berbeda dengan bentuk udang dewasa. Namun, jika sudah

masuk ke dalam stadia post larva bentuknya sudah menyerupai udang dewasa. Untuk

mencapai kesuksesan dalam pemeliharaan larva perlu penanganan yang serius dalam hal

pemberian pakan, pengelolaan kualitas air serta pengamatan perkembangan kesehatan larva.

Pengaturan Pakan.

Larva udang membutuhkan sejumlah pakan untuk kelangsungan hidupnya. Secara garis

besar pakan yang dimakan dipergunakan untuk kelangsungan hidup, selebihnya baru untuk

pertumbuhan. Dengan demikian dalam pemberian pakan untuk larva jumlahnya harus

melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuhnya, oleh karena itu seorang pembenih harus

Page 28: Mid Manajemen Hatchery Tugas

mengetahui jumlah pakan, kebiasan dan cara makan dari setiap stadium agar tingkat

efisiensinya tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Efendy. MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri Cikuray. Bogor

Muliani, A. Suwanto dan H. Lala. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi

untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab). Hayati,

Journal Biosasins.

Schmitton. HR. 1991. Budidaya Keramba ; Suatu Metode Produksi Ikan Di Indonesia. FRDP

Puslitbang Perikanan Jakarta. Indonesia.

Atmomarsono. M. Ahmat, Dan T. Sutarmat. 1979. Manajemen Lingkungan Tambak Udang.

Expose Hasil-Hasil Penelitian Komoditi Udang Tambak. 11 November 1977. Jakarta.

Cholik F. ZI. Azwar, T. Sutarmat Dan Ruchimat T. 1999. Teknik Rehabilitasi Dan

Penggunaan Lahan Bekas Budidaya Udang Intensif Pasca Operasional. Laporan Penelitian.

Dinas Perikanan Tingkat I Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 1999. Statistik Perikanan

Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Dinas Perikanan Tingkat I Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 1995. Statistik Perikanan

Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Dinas Perikanan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 1995. Penanggulangan Hama Dan Penyakit

Di Tambak Udang. Proyek Pengembangan Sumberdaya, Sarana Dan Prasaran Perikanan

Daerah Istimewa Aceh.

Efendy. MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri Cikuray. Bogor

Muliani, A. Suwanto dan H. Lala. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi

untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab). Hayati,

Journal Biosasins.

Schmitton. HR. 1991. Budidaya Keramba ; Suatu Metode Produksi Ikan Di Indonesia. FRDP

Puslitbang Perikanan Jakarta. Indonesia.

Soetomo. 1990. Teknik Budidaya Udang Windu

Amri, K., 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Page 29: Mid Manajemen Hatchery Tugas

Aquacop, 1976. Maturating and Spawning in Capacity of Penaeid Prawns, P. Marguensis and

Netapenaeus Entis. Proc. 6 th.

Annual Worksshop Worrld Marinculture Society. 123 Halaman.

Chen, J. C., Chin, T. S., and Lee, C. K. 1986. Effect of Ammonia and Nitrite on Larva