microsoft word - tb abdominal2.doc
TRANSCRIPT
1
REFERAT SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIF
Oleh : Lili K. Djoewaeny
Pembimbing : Dr. Yayat Ruchiyat SpB KBD
24 Oktober 2002
_____________________________________________________________________
TUBERKULOSIS ABDOMEN
Pendahuluan
Penyakit Tuberkulosis telah ada sejak awal abad ke-4 sebelum masehi bahkan
tercatat ditemukan di German dan Mesir pada 8000 dan 2500 sebelum masehi .
Mulanya di kenal sebagai phtisis, lupus, scrofula, atau Portt’s Disease sampai dapat
diidentifikasi oleh Robert Koch pada tahun 1882.(1)
Tuberkulosis abdominal terjadi
secara perlahan – lahan dan berlangsung menahun, ditemukan 6 – 90 % pada pasien
yang menderita tuberkulosis paru – paru. Banyak didapatkan di kalangan sosio-
ekonomi rendah yang berhubungan dengan higiene buruk, lingkungan yang padat
dan malnutrisi. Dengan keadaan diatas maka Tuberkulosis banyak di dapatkan pada
negara – negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. WHO memperkirakan
bahwa sedikitnya 45 % orang dewasa di negara berkembang telah terinfeksi bakteri
M. Tuberculosa (1,2,3,4)
. Di negara – negara berkembang dengan angka insidensi AIDS
yang tinggi di dapatkan juga peningkatan infeksi tuberkulosis, hal ini berhubungan
dengan immunocompromised oleh HIV yang menyebabkan gangguan aktivitas sel B,
sel T sitotoksik, sel K natural dan fungsi macrofag (5)
.
Tuberculosis abdominal perlu juga mendapat perhatian, walaupun laporan
mengenai penyakit ini masih sedikit. Penanganan penyakit ini agak rumit di sebabkan
karena gambaran klinisnya sangat bervariasi dan lambat menyerupai penyakit
abdomen lainnya sehingga diagnostik sulit di tegakkan, serta sering datang dengan
tanda – tanda komplikasi yang membutuhkan tindakan operasi. Walaupun semua
organ intra abdomen dapat di serang oleh mycobacterium tetapi hanya beberapa
organ saja yang sering bermanifestasi secara klinis yaitu peritoneum, kelenjar
mesenterial dan usus.
Definisi
Tuberculosis abdominal adalah infeksi oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosa pada traktus gastro-intestinal, mesenterium dan kelenjarnya, omentum,
2
peritoneum, organ solid yang berhubungan dengan sistem pencernaan seperti hepar
dan lien ( 6 )
.
Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis ( baksil tuberkulosa ) merupakan penyebab
hampir semua kasus Tuberculosis abdominal spesies lain adalah Mycobacterium
Bovis yang sekarang jarang ditemukan sejak tekhnik sterilisasi susu diterapkan.
Baksil tuberkulosa ini merupakan salah satu dari kurang lebih 30 tipe genus
mycobacterium. M Tuberculosis adalah bakteri batang gram positif, aerob, non
motil, tumbuh lambat, reproduksi setiap 24 – 48 jam dan dengan pewarnaan Ziehl
Nielsen adalah tahan asam serta dapat di kultur dalam media Lowenstein-Jensen (
3,6,7,8 ) Basil ini dapat bertahan lama ( berbulan – bulan ) dan tetap virulen di dalam
tempat yang gelap dan kering, tetapi dengan sinar matahari langsung dan sinar
ultraviolet akan mati. Pemanasan selama satu menit dalam air mendidih atau
pemanasan selama 15 – 20 menit pada suhu 60 0 C basil tersebut akan mati.
( 8 )
Insidensi Dan Distribusi
Peritonitis TB umumnya di temukan pada usia dewasa / muda. Khan
mendapatkan usia rata – rata 34 tahun, dengan rasio laki-laki dan perempuan 1 : 2.(4)
.
Intestinal tuberkulosa banyak diderita pada usia dewasa muda, namun di negara
maju seperti USA insidensi penyakit ini meningkat pada para penderita AIDS .(1,2, 3,
5,8)
Pada saat ini peritonitis TB masih menjadi masalah serius di India, Asia
Tenggara, Afrika dan Amerika Latin. Tuberkulosis hepar, lien dan pankreas sangat
jarang namun dapat di temukan sewaktu otopsi, laparoskopi atau laparotomi
eksplorasi pada pasien dengan tuberkulosis abdomen atau pasien yang dilakukan
dengan pembedahan dengan dugaan bukan tuberkulosa.( 4, 9, 10, 11)
Patogenesa dan Immunologi
Patogenesis tuberkulosa berhubungan dengan host dan bakteri. Masing –
masing mempunyai senjata untuk pertahanan dan kelemahan.( 5 )
Senjata atau pertahanan dari Host :
1. makrofag yang teraktivasi
3
yaitu kemampuan host melalui mekanisme seluler yang cukup untuk
membunuh ( atau menghambat ) baksil tuberkulosa
2. kemampuan untuk menghentikan pertumbuhan baksil tuberkulosa didalam
makrofag yang tidak teraktivasi dengan membunuh makrofag itu sendiri, yaitu
dengan membuat lingkungan intraseluler menjadi solid caseous tissue.
Senjata atau pertahanan baksil tuberkulosa :
1. kemampuan multifikasi ekstraseluler didalam lingkungan liquefied caseous
tissue, biasanya dalam sebuah rongga
2. kemampuan multifikasi secara logaritma di dalam sel makrofag yang tidak
teraktivasi
Kelemahan Host :
1. makrofag yang tidak teraktivasi
merupakan tempat yang disenangi oleh baksil tuberkulosa untuk tumbuh
2. liquefied caseous tissue, adalah lingkungan dimana perkijuan yang terbentuk
menjadi lebih encer, dan merupakan media yang membantu pertumbuhan
baksil.
Kelemahan baksil tuberkulosa :
1. ketidakmapuan untuk bertahan dalam sel makrofag yang teraktivasi secara
penuh
2. ketidak mampuan untuk multifikasi dalam lingkungan solid caseous tissue
Baksil tuberkulosa rupanya tidak dapat merusak jaringan host sampai respon
immun terbentuk. Beberapa reaksi immunologis dibawah ini dapat menerangkan
interaksi antara host dan basil tuberkulosa.(5)
Cell mediated immunity ( CMI ), merupakan proses immunologi dari host yang
dapat diartikan sebagi respon host yang baik. Respon immun ini ditandai dengan
meningkatnya populasi sel limfosit – T spesifik. Masuknya baksil kedalam tubuh akan
dikenali dan diproduksi sitokin. Sitokin tersebut akan menarik monosit atau
makrofag dari aliran darah menuju lesi. Interferon ( gamma ) ( INF – γ ) dan tumor
necrosis factor ( TNF ) alpha adalah sitokin aktivator makrofag yang utama.
Makrofag yang telah teraktivasi dapat merusak baksil tuberkulosa dengan cara sel
4
fagosit tersebut mengeluarkan reactive oxygen, nitrogen, enzim lisosom dan faktor
penghancur lainya. INF – γ akan menginduksi interleukin – 2 ( IL – 2 ) reseptor
dalam monosit atau makrofag dimana sel – sel tersebut menjadi lebih aktif dalam
kemampuan membunuh baksil.
Delayed type hypersensitivity ( DTH ), merupakan proses yang sama dengan
CMI, jika proses respon immun tersebut diatas terlambat maka respon ini akan
membentuk perkijuan ( caseous necrosis ). Proses perkijuan ini menunjukan adanya
sel makrofag dan jaringan sekitarnya yang mati ( nekrosis ). Jika proses immun CMI
membunuh baksil dengan sistem fagosit dari sel makrofag yang teraktivasi, maka
DTH membunuh baksil tuberkulosa dengan cara membunuh makrofag yang tidak
teraktivasi yang didalamnya terdapat baksil dan juga jaringan disekitarnya. Proses ini
dimaksudkan untuk mengeliminasi lingkungan intraseluler yang cocok untuk tumbuh
baksil tuberkulosa. Dengan adanya nekrosis lokal ini akan memberikan kesempatan
terhadap host untuk membentuk makrofag yang teraktifasi melalui mekanisme CMI.
Tetapi dapat pula kesempatan tersebut menjadi hilang jika baksil tuberculosa keluar
dari daerah nekrosis dan difagosit oleh makrofag yang belum teraktifasi di sekitar
fokus. Akibatnya baksil akan bermultifikasi sampai proses DTH membunuh makrofag
itu sendiri, dan area nekrosis akan semakin luas.
Perkijuan terbentuk oleh karena adanya enzim – enzim hidrolitik termasuk
proteinase, nuklease, dan lipase dari jaringan dan makrofag yang mati maupun yang
masih hidup. Enzim hidrolase tersebut masuk kedalam area perkijuan, enzim ini
berperan dalam menghambat liquefaction dalam beberapa kasus. Tetapi jika enzim
tersebut hilang atau ada tetapi tidak cukup efektif maka perkijuan yang tadinya padat
berubah menjadi lebih lunak dan encer.
Klasifikasi (6)
Berdasarkan organ intra abdominal yang di kenal maka Tuberculosis
abdominal di bagi sebagai berikut :
I. Peritoneal tuberculosis – acute or chronic
A. Tuberculosis of the peritoneum
Chronic :
(i) Wet type or ascitic type
Generalized
Lokalized
5
(ii) Dry or fibrous type
Adhesive type
Plastic type
Miliary nodule type
B. Tuberculosis of Peritoneal folds and their contens
(a) Mesenteric adenitis
(b) Mesenteric cysis
(c) Mesenteric abscesses
(d) Bowel adhesions
(e) Rolled-up omentum
II. Gastrointestinal tuberculosis
(a) Ulcerative
(b) Hypertrophic or hyperplastic
(c) Scelerotic or fibrous
III. Tuberculosis of the solid viscera, e.g. liver and spleen
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Dapat di lakukan pemeriksaan BTA dan kultur dari cairan ascites dan
percobaan binatang (guinea pig inoculation). Jumlah lekosit umumnya normal atau
meninggi, Limfositosis, Haemoglobin masih dalam batas normal kecuali proses
penyakit yang lama serta laju endap darah sering meninggi.( 3 )
Skin Test (Mantoux Test) ( 2,3,12 )
Umumnya skin test memberikan hasil positif dengan PPD (Purified Protein
Derivate) 5 TU atau dengan OT (Old Tuberkuline) yang menandakan bahwa pasien
pernah terpapar antigen M. tuberkulosa. Test ini dilakukan dengan menginjeksikan
0,1 ml PPD 5 TU pada kulit daerah volar atau dorsal lengan bawah, intrakutan. Test
dibaca sesudah 48 – 72 jam, dilihat indurasinya. Jika reaksi lebih dari 10 mm
dikatakan positif untuk mereka dengan pendapatan rendah, populasi risiko tinggi, dan
mereka yang tinggal di daerah dengan angka prevalinsi tuberkulosa tinggi seperti
Asia, Afrika dan Amerika Latin. Jika hasil negatif belum tentu tidak ada tuberkulosa
aktif, beberapa kondisi dimana terjadi negatif palsu adalah : terapi imunosupresi,
CRF, infeksi virus, malnutrisi, penderita keganasan, dan AIDS.
6
PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR adalah suatu metode yang kuat untuk amplifikasi suatu sekuen DNA
spesifik dengan targetnya termasuk gen pengkode protein seperti gro El danphros
homolog yang mengkode protein 65 kDa dan 38 Kda dari Mycobacterium
tuberculosis dan pra gen yang mengkode protein 36 Kda dari M. leprae, juga untuk 16
SrRNA dan berbagai sekuen yang repetitif. Rendahnya sensitivitas hasil pemeriksaan
bakteriologik melalui biakan saat ini dapat diantisipasi melalui pemeriksaan DNA
phrobes atau PCR. Fathy et al mengemukakan dalam penelitiannya untuk PCR ini
sensitivitasnya hanya 36,3 % walaupun spesifisitasnya 100 %.( 13 )
Cairan Ascites
Umumnya mempunyai berat jenis lebih dari 1.016 dengan kandungan protein
5 gr% atau lebih dengan jumlah sel lebih dengan jumlah sel lebih dari 50/mm3
.
Dengan pemeriksaan Rivalta test cairan Ascites bersifat eksudat ( kadar protein
tinggi ). Warna kuning kehijauan / hemoragi. Pemeriksaan gula merupakan hal yang
penting untuk diagnostik dimana gula di dalam cairan ascites selalu lebih rendah
dari daripada gula darahnya.
Adenosine deaminase (cairan ascites)
Enzim ini mengkatalisasi konversi adenosine menjadi inosine dan aktivitasnya
meningkat pada limfosit T. Khan mengemukakan bahwa sensitifitas dan
spesifisitasnya diatas 90 %.( 4 )
Menurut Fathy et al sensitivitas dan spesifisitas
pemeriksaan ini tinggi yaitu 81,8 % dan 100%.( 13 )
Penelitian lain di Amerika
mengemukakan pemeriksaan ini spesifisitasnya tinggi ( 94,5 % )tetapi sensitifitasnya
untuk mendeteksi peritonitis tuberkulosa rendah ( 58,8 % ) dan 70 % negatif palsu
pada penderita dengan peritonitis tuberkulosa dengan sirosis hati.( 14 )
Pemeriksaan Radiologi
Kebanyakan pasien pada foto thorax tidak terlihat gambaran fokus primer.
Menurut Mandell yang disertai dengan tuberkulosa paru paru kurang dari 25% (10)
.
Hal yang sama dikemukakan oleh Feldman bahwa yang disertai tuberkulosa paru
paru kurang dari 50% (7)
. Pemeriksaan radiologi usus halus dapat menunjukan tanda-
tanda segmentasi dari barium, pergerakan usus berkurang, dilatasi usus serta
penebalan dindingnya. Pemeriksaan memakai kontras bubur barium hanya
7
menunjukan tanda diagnostik apabila terdapat gejala obstruksi parsial terutama di
daerah ileocecal akibat adanya stenosis atau striktur.
Pada barium enema tampak lesi pada ileocaecal, String sign adalah
penyempitan yang menetap dan iregularitas dari ileum distal. Fleischner’s sign adalah
bentuk deformitas triangular pada ileum terminal dengan dasar pada saecum .
CT Scan
Dapat di gunakan untuk mendeteksi adanya asites, penebalan dinding ileum,
caecum, mesentrial, peritoneum dan pembesaran kelenjar.(15, 17 )
Biopsi Peritonal dengan Jarum
Keuntungan cara ini yaitu :
1. Aman, sederhana dan akurat
2. Mudah di lakukan dan lebih cepat bila di bandingkan dengan laparoskopi
8
3. Dengan pemeriksaan laboratorium lainnya memberikan kebenaran diagnosa yang
akurat.
Jenis jarum yang di pakai adalah Vim-Silverman, Abrams atau Cope. Biopsi
peritonial diutamakan bila ascitesnya banyak dan kontra indikasi jika terdapat
perlengketan hebat antara usus dan peritonal. ( 9, 16, 17)
Peritoneskopi / Laporoskopi
Merupakan pemeriksaan endoskopi rongga peritoneum dan organ-organ
didalam perut, tampak multiple tuberkel pada permukaan serosa dan mesenterial.
( 16,17,18 )
Pemeriksaan ini di lakukan bila antara gejala klinis dan biopsi peritoneum
hasilnya meragukan atau tidak dapat di lakukan. Kesukaran mungkin di hadapi bila
peritoneum sudah cukup tebal dan pada kasus dengan perlengketan yang masif.
Biopsi Peritonium secara terbuka
Biasanya di lakukan dengan anestesi lokal pada kuadran kanan bawah
abdomen indikasinya adalah bila secara klinis di curigai adanya peritonitis
tuberkulosa tanpa adanya massa yang disangka tuberkulosa intra abdomen.
Laparotomi
Pada umumnya kebanyakan kasus yang dilaporkan diagnosanya ditegakkan
dengan cara ini . Banyak kasus baru di ketahui setelah dilakukan laparotomi. Cara ini
dapat di kerjakan pada kasus-kasus ileus obstruktif atau tidak dapat didiagnosa
dengan peritoneskopi atau biopsi peritonial. Dengan prosedur ini mudah untuk
mengambil bahan dan dapat menyingkirkan kelainan lain.
Colonoskopi
Gambaran tidak spesifik, biasanya ditandai ulserasi superfisial pada mukosa,
atau serosa, edema, fibrosis. Kadang kadang gambaran colonoscopy sering dianggap
suatu colitis. Biopsi di beberapa tempat yang dicurigai akan sangat membantu
menegakkan diagnosis tuberkulosa usus.( 4,10 )
9
I. Peritoneal Tuberculosis
Peritonitis tuberkulosa adalah peradangan peritoneum oleh Mycobacterium
tuberculosa, yang akut, jarang terjadi dan kalau muncul merupakan bagian dari bentuk
milier yang mengikuti perforasi intestinal atau ruptur kaseosa KGB mesenterial ,
sedangkan peritonitis tuberkulosis kronis awalnya disertai ascites yang sanguinus
kemerahan dan pembesaran kelenjar mesenterial yang berlanjut menjadi fibrin dan
berkembang menjadi adhesi dan obliterasi rongga peritoneum, omentum menebal
membentuk masa transvers yang di kenal dengan rolled up Omentum. (6,19, 20 )
Patogenesa
Terdapat 4 sumber penyebab peritonitis tuberkulosa, yaitu berasal dari:
1. tuberkulosa usus terutama di ileocaecal
2. tuberkulosa kelenjar limpa
3. tuberkulosa tuba fallopii
4. penyebaran hematogen dari tuberculosa milier.
Basil Tuberculosa terminum bersama susu (tipe Bovinus) atau dari sputum
yang terinfeksi dan luka paru- paru (tipe humanus) menempel pada usus dan di
tangkap makrofag yang membawanya ke mukosa, makrofag tersebut mengalami
perubahan menjadi sel raksasa muiltinuclear. Limfosit berkumpul mengelilinginya
membentuk folikel limfoid. Nekrosis kaseosa timbul di tengah – tengahnya antara 15
sampai 30 hari dari saat invasi. Sesuai dengan berjalannya waktu basil TB akan
menembus dinding usus dan menempel pada peritoneum dan kelenjarnya. Sedangkan
penyebaran Hematogen berasal dari fase bakteriemi dari TB milier pada suatu
episode awal dari keadaan akut.( 5, 17, 22, 23 )
Patologi
Pembagian peritonitis tuberkulosa umumnya atas 3 bagian yaitu :
1. Bentuk eksudatif ( wet type ) / ascitic type
Manifestasi utamanya biasanya terdapat adanya ascites dengan di temukannya
tuberkel pada permukaan peritoneum.( 15,17, 22 )
Di dalam perut didapatkan
cairan kuning kehijauan dengan sedikit fibrin dan kadang – kadang
hemorragik. Tuberkel-tuberkel berwarna putih kekuningan tersebar pada
permukaan peritoneum, omentum, mesenterium dan usus . Dapat juga teraba
masa akibat pembesaran kelenjar dan penebalan peritoneum dan omentum.
( 15,17 ) Pasien biasanya mengeluh perut membesar.
10
2. Bentuk adhessive ( dry type ) / fibrous type / plastic type
Ditemukan banyak fibrin dan granulasi mengakibatkan timbul perlengketan
antara usus dengan peritoneum atau usus dengan usus terutama di ileum.
Kadang kadang membuat blind loop sehingga menimbulkan gejala
obstruksi.(17,22 )
Terdapat sedikit cairan eksudat , kadang terbentuk fistel akibat
nekrosis lokal dari adhesi usus dengan dinding perut.( 15 )
Pasien biasanya
datang dengan keluhan obstruksi.
3. Bentuk Campuran ( cystic type ) / glandular type
Kista terjadi sebagai hasil eksudasi yang diikuti perlengketan dengan cairan
yang terkurung di antaranya. Adanya proses eksudasi dan pembentukan fibrin
/ granulasi akan terbentuk massa seperti tumor intra abdomen.( 15, 17 )
Bila
terjadi pada seorang perempuan yang telah pubertas yang mengeluh
pembesaran pada daerah pelvis sering dikacaukan dengan tumor ovarium.( 18 )
Pasien biasanya datang dengan keluhan massa intra abdomen.
Sheraz Memon, menambahkan ada satu tipe lagi yaitu tipe purulen, bentuk ini
sangat jarang, jika ditemukan merupakan bentuk sekunder dari salpingitis tuberkulosa.
Massa ditengah – tengah antara perlengketan usus dan omentum, pus biasanya
muncul. Bentuk cold abcess biasanya muncul, biasanya dekat umbilikus atau pecah ke
dalam usus.( 22 )
Gambaran Klinik
Biasanya bervariasi, satu saat onset hampir mirip dengan akut peritonitis
sampai saat abdomen dibuka ternyata penuh tuberkel dengan cairan kuning yang
terjebak.( 17 )
Permulaan penyakit hampir sukar di ketahui , penyakit ini terjadi
perlahan – lahan dan keluhan tidak jelas. Rasa sakit perut (abdominal tenderness)
merupakan keluhan utama pada pasien ( 90 % ), demam ( 60 % ), asites ( 60 % )
berkeringat malam ( 37 % ) diikuti perut membesar ( 26 % ).26
Keadaan ini dapat
bersama sama dengan konstipasi, diare, mual dan muntah. Keluhan obstruksi dapat
terjadi apabila terdapat perlengketan antara usus dengan omentum, usus dengan
peritoneum atau usus dengan usus. Umumnya di sertai gejala sistemik seperti nafsu
11
makan berkurang, demam, anoreksi, keringat malam dan berat badan menurun.
( 6,7,17,19, 21 ).
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum bervariasi dari keadaan baik sampai
berat dengan suhu tinggi. Pada pemeriksaan abdomen , di dapatkan perut yang tegang
seperti adonan roti (doughy abdomen), nyeri pada perabaan, pekak samping / pekak
pindah teraba masa intra abdomen (rolled up omentum), atau gejala obstruksi usus
dan dapat juga berupa fenomena papan catur (dumb board phenomen) pada perkusi
dinding abdomen. ( 17, 21, 22 )
Diagnosa
Keluhan utama penderita sangat bervariasi, mengingat tempat yang diinfeksi oleh
basil tuberkulosa bisa disemua tempat. Mungkin saja penderita datang dengan
keadaan tanda-tanda akut abdomen yang memerlukan laparatomi. Beberapa keluhan
ynag mungkin penderita datang adalah :
• Nyeri seluruh perut, nyeri perut kanan bawah atau nyeri pada perut bawah.
• Massa intra abdomen, tidak bisa BAB/obstruksi, perut membesar (ascites),
demam lama
Keluhan tambahan sebagai penyerta keluhan utama yang didapat dari anamnesa
mungkin berupa :
Nafsu makan menurun, lesu, lemah, mual, keringat malam, batuk – batuk lama, berat
badan menurun, gangguan BAB (mencret/obstipasi).
Pemeriksaan fisik yang mungkin ditemukan :
• Teraba massa intra abdomen
• Nyeri seluruh perut
• Nyeri setempat di perut
• Ascites
• Tanda – tanda obstruktif
• Perabaan seperti adonan roti
• Perabaan fenomena papan catur
• Pembesaran kelenjar leher
12
Terdapat pada keadaan yang harus difikirkan sebagai suatu peritonitis
tuberkulosa,yaitu :
(a) Mengeluh panas badan dan keringat malam
(b) Adanya penurunan berat badan, lemah / anoreksi
(c) Adanya nyeri pada perut,perut membesar atau ada gejala obstruksi usus
(d) Perut teraba seperti adonan roti atau agak tegang atau terdapat ascites
(e) Mantoux test positif
Diagnosa diatas dapat diperkuat dengan ditemukannya BTA dan PCR dari cairan
ascites.
Diagnosa pasti peritonitis tuberkulosa di tegakan dengan :
1) Secara histopatologis
Memberikan gambaran khas adanya granuloma ( tuberkel ) dengan nekrosis
perkijuan. Secara mikroskopis menunjukan gambaran tuberkel dengan sel
epiteloid Langhans. Bahan pemeriksaan ini bisa didapatkan melalui biopsi
peritonium, laparoskopi atau laparotomi.
2) Secara Mikroskopis
Ditemukan adanya basil Mycobacterium tuberkulosis yang bisa di temukan
dengan cara pemeriksaan langsung dengan hasil BTA dan biakkan kultur
Lowenstein – Jensen atau test virulensi kuman pada binatang percobaan (guinea
pig inoculation)
Diagnosa Banding ( 4,6,13, 14,15, 18,22,23 )
- Kista Ovarium atau keganasan
- Cirrhosis hepatis
- Lymphogranuloma
Prognosa
Dengan ditemukan OAT maka prognosa menjadi jauh lebih baik dimana
angka kematian menurun.
13
II. Intestinal Tuberkulosis
Ileum terminal dan ileosekal junction merupakan bagian yang paling umum
dikenal oleh TB (85 – 90%). Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya jaringan
limfoid , lamanya status dan kontak isi usus dengan mukosa. ( 6 )
Patogenesa
Tuberkulosis intestinal dapat muncul primer atau sekunder dari fokus infeksi
tuberkulosis di tempat lain. Bentuk primer di sebabkan ingesti makanan minuman
yang terinfeksi M. bovin . Hal ini sekarang jarang terjadi karena minuman (susu)
telah di lakukan pasteurisasi sedangkan yang sekunder berasal dari tertelannya
sputum yang mengandung baksil tuberkulosa ( M. avium ). Cara lain adalah melalui
penyebaran hematogen, dan ekstensi langsung dari organ yang terkena.
Di gaster baksil tuberkulosa jarang melekat karena sedikit jaringan limfoid,
pergerakan makanan yang cepat dan kondisinya asam. Di usus halus tuberkulosis
sering terjadi pada ileocaecal junction, dibagian lain usus halus yang jarang
ditemukan adalah jejunum dan duodenum.( 6, 21 )
Ileocaecal junction menjadi
predileksi tuberkulosis karena : afinitas baksil tuberkulosa pada jaringan limfoid,
daerah yang secara fisiologis mengalami stasis sehingga kontak host dengan baksil
tuberkulosa relatif lebih lama, dan daerah ileocaecal junction mempunyai tingkat
absorpsi yang tinggi dengan komposisi hasil pencernaan yang lengkap. ( 21 )
Patologi
Secara patologi tuberkulosis intestinal terbagi atas beberapa tipe, yaitu sebagai
berikut :
A. Ulseratif
Lesi di usus yang dalam, transvers, multiple, dinding usus menebal dan tampak
tuberkel. Bagian terinfeksi menebal dan sering di temukan peningkatan lemak
mesenterial, dengan pembesaran kelenjar. Lesi ini terdapat pada 60% pasien ( 6,21 )
B. Hiperplastik
Terdapat suatu reaksi fibroblastik pada submukosa dan subserosa sehingga
dinding usus menebal. Seperti halnya tipe Ulseratif terdapat juga pembesaran
kelenjar getah bening mesenterial dan pembentukan masa di omentum. Lesi ini
terjadi pada 10% pasien ( 6,21 )
14
C. Sklerotik
Berhubungan dengan ditemukannya striktur intestinal yang tunggal atau multiple,
kadang terdapat enterolit di bagian proksimal dari striktur ( 6,21 )
.
Gambaran Klinis
Gejala tuberkulosis intestinal adalah sama dengan gejala tuberkulosis intra
abdomen lainnya. Akan tetapi bisa saja tidak ada keluhan sama sekali. Beberapa
keluhan tuberkulosis usus seperti : diare ( food intolerance ), buang air besar
berdarah, kram abdominal, distensi abdomen setelah makan, flatulen, mual, muntah,
demam dan penurunan berat badan perlu menjadi pertimbangan dalam menegakkan
diagnosa.( 24 )
Pada pemeriksaan fisik di temukan nyeri perut dan teraba massa sering
pada perut kanan bawah. Jika perforasi, di temukan muscular rigidity, nyeri tekan
atau nyeri lepas serta adanya distensi abdomen pada keadaan obstruksi usus.
Komplikasi ( 21 )
• Obstruksi yang di sebabkan oleh striktur atau adhesive
• Perforasi
• Fistula enterokutan
• Perdarahan masif intestinal
Diagnosa Banding
• Crohn’s disease
• Abses apedikular
• Enterokolitis
• Amubiasis
• Neoplasma intestinal
III. Tuberkulosis Hati, Limpa dan Pankreas
TBC hepar sangat jarang namun dapat di temukan sewaktu otopsi,
laparoskopi atau laparotomi eksplorasi pada pasien dengan tuberkulosis abdomen.
Zissin et all tahun 2001 dari 19 pasien menemukan 2 pasen dengan kelainan hepar
dari pemeriksaan CT scan.( 15
) Lesi membentuk granuloma, kaseosa, masa klasifikasi
atau striktur bilier, gambaran CT Scan berupa lesi hipodensitas. Pembesaran kelenjar
15
periportal dapat menyebabkan obstruktive jaundice karena penekanan saluran
empedu. Biasanya disertai juga dengan hepatomegali . Tanda-tanda dari tes fungsi
hati meninggi . Kondisi lain yang menjadi diagnosa banding adalah leprosy,
sarcoidosis, infeksi mononukleosis, hepatitis aktif kronis.
TBC limpa juga sangat jarang dilaporkan biasanya ditemukan secara tidak
sengaja pada saat laparatomi. Takeuchi H. dkk, melaporkan TBC limpa yang
menyebabkan oklusi vena lienalis dan diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya
varices gaster secara gastroskopi dan selektif angiografi pada laki-laki umur 17
tahun . Sharma S dkk, melaporkan TBC limpa dengan gejala klinis abses limpa
tanpa ‘underlying disease’HIV pada penelitiannya terhadap penderita HIV ,Maserati
R dkk,HIV tidak boleh dilupakan pada kasus TBC, sedangkan de Bree E dkk di
Yunani melaporkan 5 penderita abses limpa dan 1 diantaranya disebabkan karena
TBC . Bora P dkk di India melaporkan TBC limpa pada anak 9 tahun dengan tanda
klinis distensi dan hypersplenism.Chandra S dkk membuat diagnosis TBC limpa
dengan USG , dan hampir semua TBC limpa tampak sebagai lesi multipel
hypoechoic dengan diameter kurang dari 2 cm .Wu P, secara patologi membuat
klasifikasi TBC limpa soliter dengan‘milliary’,’caseous’dan‘calcified’. Sedangkan di
Indonesia Dukut dkk. melaporkan kasus seorang wanita dengan TBC limpa yang
bermanifestasi muntah darah karena perdarahan lambung. Pemeriksaan patologi
anatomi didapatkan TBC limpa dan varises pada fundus gaster.( 11)
TBC pankreas sangat jarang dan hanya sedikit kasus yang dilaporkan. Tahun
1944, Auerbach melaporkan 4,7 % TBC milier pankreas terinfeksi. Paraf menemukan
sejak tahun 1891 sampai 1961 2,1 % tuberkulosa pankreas pada seluruh kasus TBC
milier. Hadad dkk melaporkan 12 kasus tuberkulosa pankreas di Inggris. Ahchong
dkk tahun 1998 melaporkan 2 kasus di Hongkong. Pada TBC pankreas
bermanifestasi dengan ditandai gejal konstitusi, nyeri epigastrik, mual atau muntah.
abses atau massa solid atau kistik yang disertai pembesaran kelenjar getah bening
yang menyerupai carcinoma. Tractus biliaris dapat tersumbat oleh karena pembesaran
kelenjar dan dapat menimbulkan cholangitis. Pengobatan adalah dengan OAT
walaupun efek sampingnya hepatotoksik. Test tuberkulin atau FNAB dengan guiding
CT scan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi Hadad sendiri pernah
melakukan laparatomi.( 9 )
16
Pengobatan
Penanganan peritonitis tuberkulosa dapat dengan terapi medikamentosa atau
surgical. Medika mentosa adalah dengan obat-obatan anti tuberkulosa (OAT) dengan
hasil yang cukup memuaskan. Makin dini perjalanan penyakitnya didiagnosa dan
pengobatan di mulai sesegera mungkin maka makin besar kesempatan untuk
sembuh.
a. Kemoterapi dengan OAT memakai regimen terapi standar , terapi jangka pendek
dan terapi yang di rekomendasikan oleh WHO seperti tabel di bawah ini :
Table 3 Regimens antituberkulosis dan efek sampingnya.
Regimen Jenis Obat Dosis Efek Samping
I . Terapi
Standar
Streptomycin 15-20 mg/kg intramuscular tiap
hari
Kerusakan nervus
VII, nephrotoksik
Ethambutol 25 mg/kg 2 kali seminggu
diikuti 15 mg/kg tiap hari
selama 12-18 bulan peroral
Neuritis optik,
hyperurikemi, rash
Isoniazid
(INH)
7-10 mg/kg tiap hari selama
12-18 bulan peroral
Hepatotoksik,
neuritis prifer, rash
II. Terapi
jangka
pendek
Rifampicin 10 mg/kg tiap hari selama 6
bulan peroral, kemudian diikuti
oleh 7-10 mg/kg tiap hari
delama 6 bulan peroral
Reaksi hipersensitif,
seperti demam,
Haemolisis,
thrombositopenia,
Pyrazinamide 30 mg/kg tiap hari selama 6
bulan peroral
Hepatotoksik,
Hyperurikemia,
athralgia, fotosensitif
III Isoniazid 300 mg perhari selama 2 bulan
diikuti 600 mg perhari selama 4
bulan peroral
Rifampicin 450 mg perhari selama 2 bulan
diikuti 600 mg perhari selama 4
17
bulan peroral
Pyrazinamide 1,5 g perhariselama 2 bulan
peroral
Injected
streptomycin
or
0,75 g intra muscular perhari
selama 2 bulan
Ethambutol 25 mg/kg perhariselama 2
bulan peroral
Pemberian kortikosteroid masih kontroversi. Menurut Crofton dkk pemberian
corticosteroid tidak diberikan bila dengan pemberian OAT efektif dan bertujuan untuk
mengurangi produksi ascites. Kortikosteroid yang diberikan adalah prednisolon
dimulai dengan dosis 2 x 10 mg perhari selama 4 – 6 minggu dan dilakukan tapering
off 5 mg setiap minggu. Sedangkan menurut Singh pemberian prednison dengan dosis
30 mg perhari selama 3 bulan dapat mencegah timbulnya perlengketan baru ( 23,25 )
.
Penggunaan quinolon pada pengobatan tuberkulosa telah diteliti sejak 1964
dimana pemberian ofloxacin dan rifampicin pada animal model memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan isoniazid dan rifampicin ( 23, 25 )
. Saat ini
penggunaan golongan quinolon yang dipakai adalah ofloxacin, levofloxacin dan
sparfoloxacin. Ofloxacin diberikan dengan dosis tinggi. Sedangkan levofloxacin
diberikan 750 – 1000 mg per hari, bila toleransinya buruk maka dosis diturunkan 500
mg per hari.
Multiple drugs resisten m. Tuberculosis
MDR-TB ditegakkan dengan terisolasinya baksil yang resisten terhadap INH dan
rifampisin. Resistensi OAT terjadi paling sering akibat pemberian satu atau dua
macam obat terutama isoniazid ( 23 )
. Obat lain yang sering terjadi resistensi adalah
rifampicin dan sterptomicin. Resisten terhadap obat tersebut bisa inisial atau karena
terapi tuberkulosa yang tidak adekuat. Faktor resiko terjadinya resistensi insial adalah
terpapar baksil tuberkulosa yang resisten atau telah melancong ke negri dimana
prevalensi resistensi yang tinggi. Kecurigaan adanya resistensi bila setelah terapi 4
macam obat antituberkulosa selama 1 – 2 minggu ( tanpa adanya diare ) tidak ada
perubahan.( 3, 8, 25 )
Biasanya terjadi karena mutasi gen. Salah satu cara mengatasi
resistensi adalah dengan DOT ( Directly Observed Therapy ), pemakaian empat
18
regimen dan resistensi test ( 3,23 )
Terapi MDR-TB ini diteruskan selama 18 – 24 bulan
sampai terjadi kultur sputum berubah. Obat harus diberikan tiap hari ( tanpa terapi
intermittent ), dan pasien harus dalam DOT.( 3 )
DOT adalah strategi dimana serang
penderita tuberkulosa akan diawasi oleh sukarelawan, dimana penderita dipastikan
dapat obat anti tuberkulosa dengan dosis yang benar dan meminumnya.
Hasil penelitian di Jakarta diketahui bahwa M tuberkulosis strain Beijing ternyata
predominan resisten dibanding strain non Beijing. Dengan presentase sekitar 37,5 %,
sedangkan di Vietnam dan Cina sekitar 40 – 80 %. Dengan demikian oleh dikatakan
stain Beijing ini sangat virulent.( 26 )
b. Operatif
Tindakan operatif diindikasikan pada keadaan komplikasi yang timbul seperti
obstruktif intestinal, abses intra abdominal, perforasi, abses mesenterial dan fistula
entral serta perdarahan masif.
Daftar Pustaka
1. Stead, William W.; Dutt, Asim K.; Epidemiology and Host Factors;
Tuberculosis; 3th
ed. ; Editors Schlosserberg, D; Spinger – Verlag; New York;
1993; p. 1 - 15
2. Sharma, Sat; Tuberculosis; http// e. Medicine consumer journal, April, 19,
2001, Vol2,No.40
3. Herchline, Thomas; Tuberculosis; http.// e. Medicine Journal, October, 20,
2002
4. Khan et.al; Diagnostic Issues in Abdominal Tuberculosis; Journal of Pakistan
Medical Association; Vol. 51 , Number 44; 2001
5. Donnenberg,Arthur,M; Pathogenesis and Immunology : Basic Aspect;
Tuberculosis; 3th
ed. ; Editors Schlosserberg, D; Spinger – Verlag; New York;
1993; p. 17 – 21
6. Rangabashyam, N : Abdominal Tuberculosis in Oxford Text Of Surgery by
F.J. mornis, Oxford Medical Publications,new York 1994;P2484-2495
7. Solowkin,JS ; Intra Abdominal Infection in Schwartz Principles of Surgery,
7th
ed, Mc. Graw-Hill, 2000, p1531-1532
19
8. Roberts, Glen D; Thompson, GregoryP; Bacteriology and bacteriologic
Diagnosis of Tuberculosis; Tuberculosis; 3th
ed. ; Editors Schlosserberg, D;
Spinger – Verlag; New York; 1993; p. 51 - 59
9. S.F. Lo, A.K. Ahchong, A.W.C. Yip ; Pancreatic tuberculosis : case reports
and review of the literature ; Dept. of Surgery, Kwong Wah hospital,
Kowloon, Hongkong ; J.R. Coll. Surg. Edinb.,43, February 1998, p 65 – 69
10. Chatzicostas et al.; Colonic Tuberculosis mimicking Crohn’s disease : Case
Report; http:// WWW.biomedcentral.com/ 147-230x/2/10
11. Dukut Respati Kastomo .,Ajoedi Soemardi., Lukman
Mansur,Tagor.O.Tambunan,; PERDARAHAN VARICES FUNDUS
LAMBUNG PADA TBC LIMPA , RS Kanker Dharmais Jakarta, Agustus
2001. ; hhh ; // www. Dharmais co. id / infokanker / buletin.htm
12. Lordi,George M; and Reichmann, Lee B; Tuberculin Skin Testing;
Tuberculosis; 3th
ed. ; Editors Schlosserberg, D; Spinger – Verlag; New York;
1993; p. 68 – 68
13. Fathy, Eman M et al.; Acomparative Study of Different Procedure for the
Diagnosis of Tuberculous Ascites; Benha Faculty of Medicine, Zagazig
University.
14. Ascites fluid adenosine deaminase insensivity in detecting tuberculous
peritonitis in the USA, Hepatology Journal, Iowa University, 1996, Volume
24. p. 1408 – 1412; http://gi.vghtc.gov.tw/meeting/journal.JMohme. Htm
15. Zissin, Rivka ; Gayer, Gabriela ; Chowers, Michal ; Feinberg, M Shapiro ;
Kats, Eugene ; Hertz, Marjori ; Computerized Tomography Findings of
Abdominal Tuberculosis : Report of 19 Cases ; Departement of Diagnostic
Imaging and Infectious Diseases ; Sapir Medical Centre ; Kfar Saba and
Departement of Diagnostic Imaging Sheba Medical Centre, Tel-Hashomer and
Sackler Faculty of Medicine, Tel Aviv University, Israel ; IMAJ. Vol 3, June
2001
16. Ahmad M; Tuberculous Peritonitis : fatality Asscosiated With Delayed
Diagnosis; Shoutheren medical Journal, Shoutheren Medical Asscosiation;
1999 92 ( 4 ) : p. 406 – 408
17. S. Nasir H. Zaidi, MD, PhD, Michael Conner, MD, ; Disseminated Peritoneal
Tuberculosis Mimicking Metastatic Ovarian Cancer; Department of
20
Pathology, University of Alabama at Birmingham ; from Southern Medical
Journal ; http:// www. Medscape. Com
18. Sin Fai lam, K N ; Rajasoorya, C ; Mah P K ; Tan D ; Diagnosis of
tuberculosis peritonitis ; Alexandra Hospital ; Singapore ; Singapore Med.
Journal, 1999, vol 40 ( 09 )
19. Fanning, A. Abdominal TB in CMA Journal, 1996, p 160
20. Sabiston; Peritonitis in abdominal wall, peritoneum and mesenterium in text
book of surgey, 15th
ed , WB Saunders CO; 1997,p817-818
21. Intestinal tuberculosis; http://gi.vghtc.gov.tw/meeting/journal.JMohme. Htm
22. Memon, Sheraz ; Tuberculous Peritonitis ; [email protected].;
http://www.mtnsms.com.htm
23. Israel, Harold ; Tuberculous Peritonitis; Tuberculosis; 3th
ed. ; Editors
Schlosserberg, D; Spinger – Verlag; New York; 1993; p. 193 - 196
24. Intestinal Tuberculosis; http: E. Cure Me_Com.htm
25. Harding, Susan and Bailley, William C.; Chemotherapy of Tuberculosis;
Tuberculosis; 3th
ed. ; Editors Schlosserberg, D; Spinger – Verlag; New York;
1993; p. 69 – 85
26. Ida Parwati dkk ; M tuberculosis Beijing strains are the predominant genotype
strain in relaps and treatment failure cases of tuberculosis.; dibawakan pada
makalah ilmiah PIT UNPAD Oktober th 2002.