microsoft word - ismail raji. al faruqi mak
TRANSCRIPT
1
PEMIKIRAN KALAM RAJI’ AL FARUQI
Oleh Mohamad Ali Mudini
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dunia modern saat ini mengukir kisah kejayaan manusia secara materi dan
kaya akan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun modernitas ini agaknya tidak
didukung dengan keteguhan hati nurani sehingga banyak manusia modern tersesat
dalam kemajuan dan kemodernannya. Manusia modern memang mampu
membangun impian kehidupan menjadi kenyataan, namun kemudian mereka
menghancurkannya dengan tangannya sendiri. Sebagaimana al Qur’an
mengibaratkan seorang perempuan yang menenun kain dengan tangannya, lalu
kemudian mencabik-cabiknya kembali dengan tangannya
1.Para sosiolog berpendapat telah terjadi kerusakan dalam jalinan struktur
perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat,
• Level pertama; terjadi pada level pribadi (individu) yang berkaitan dengan
motif, persepsi dan respons (tanggapan), termasuk di dalamnya konflik
status dan peran.
• Level kedua, berkenaan dengan norma, yang berkaitan dengan rusaknya
kaidah-kaidah yang menjadi patokan kehidupan berperilaku (normlessnes).
• Level ketiga, pada level kebudayaan, krisis itu berkenaan dengan pergeseran
nilai dan pengetahuan masyarakat. Artinya, nilai-nilai pengetahuan yang
bersifat material tumbuh pesat melampaui hal-hal yang bersifat spiritual,
sehingga masyarakat kehilangan keseimbangan
2. Modernisme telah mengakibatkan nilai-nilai luhur yang pernah dimiliki dan
dipraktekkan oleh manusia kini terendam lumpur nilai-nilai kemodernan yang
lebih menonjolkan keserakahan dan nafsu untuk menguasai. Illustrasi krisis
kemanusiaan modern ini dapat dicermati dari pelbagai ironi dalam kehidupan
sehari-hari. Munculnya pelbagai alienasi (keterasingan) dalam kehidupan
manusia. Sebagai contoh pada sebagian masyarakat yang mulai mengingkari
2
hakikat dirinya hanya karena memperebutkan materi. Ada pula alienasi
masyarakat, yaitu keretakan dan kerusakan dalam hubungan antarmanusia dan
antarkelompok, sehingga mengakibatkan disintergrasi. Ada pula alienasi
kesadaran, yang ditandai
Hilangnya keseimbangan kemanusiaan karena meletakkan rasio atau akal
pikiran sebagai satu-satunya penentu kehidupan, yang menafikan rasa dan akal
budi. Berbagai ironi manusia modern misalnya semua berkeyakinan bahwa hidup
berdampingan dengan rukun lebih baik daripada hidup bermusuhan, namun
kenyataan bahwa banyak manusia memilih dengan hidup bermusuhan. Berbagai
rencana penciptaan perdamaian dunia pun dibuat, yang ironisnya hal ini dilakukan
dengan menciptakan peralatan perang tercanggih dan paling mematikan sepanjang
sejarah kehidupan manusia. Krisis kemanusiaan manusia modern ini berakar pada
dimensi system kemasyarakatan dan ideologi dari kebudayaan modern yang kini
dominan di hamper setiap penjuru dunia.
Suatu sistem kehidupan yang serba saling bertentangan di dalam dirinya
dan mengabaikan jati diri manusia. Pusat petaka itu adalah kebudayaan materi
dalam alam pikiran Humanisme-antroposentris, yang menafikan kehadiran agama,
yang lahir di saat awal kemunduran kebudayaan Islam dan masa Renaissance di
Eropa Barat3. Perkembangan aliran Humanisme-antroposentri ini sangat kuat,
terutama dalam perlawanannya terhadap pikiran teosentris. Sehingga terdapat
kemungkinan adanya suatu pengaruh antitesis secara ekstrim yang mengakibatkan
perkembangan humanismeantroposentris ini sangat menolak paham teosentris.
Nilai-nilai seperti individualisme, kebebasan, persaudaraan, dan kesamaan adalah
mainstream paham ini. Krisis kemanusiaan yang oleh banyak pihak diyakini
sebagai anak kandung dari
Modernisme tidak juga mendapatkan jalan keluarnya dengan munculnya
postmodernisme. Akhirnya, banyak pihak mencoba menoleh kembali kepada
agama. Masalah yang dihadapi umat Islam adalah terjadinya dikotomi pendidikan
Islam dengan pengetahuan modern yang berasal dari Barat. Barat telah mengklaim
bahwa pendidikan Barat adalah pendidikan yang paling maju serta memiliki solusi
terhadap berbagai masalah manusia dan alam. Banyak sarjana-sarjana muslim
3
yang belajar di Barat tidak memiliki otonomi keilmuan tersendiri karena tidak
diberi oleh Barat dalam konteks mandiri. Sarjana-sarjana itu hanya dapat berbuat
hasil-hasil jiplakan dari para ahli Barat. Hal ini disebabkan kekhawatiran mereka
akan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan ke dunia Islam.
Setelah tasawuf dan thariqat memasuki dunia Islam seolah-olah pintu
ijtihad sudah tertutup, pendidikan Islam kurang menerima inovasi, arahan dari
kurikulum pendidikan yang bersifat tradisional mengacu hanya pada hal-hal yang
bersifat syari'ah, seolah-olah pengetahuan eksakta seperti astronomi, fisika, kimia
kedokteran dan lain-lain sebagainya yang telah dipunyai dunia Islam zaman klasik
terabaikan. Hal ini disebabkan tradisi kebudayaan Islam di dalam kurikulum
pendidikan tidak lagi dijadikan mata kuliah wajib di perguruan tinggi di
madrasah-madrasah sedangkan tradisi Barat di ajarkan dengan konsisten dan
penuh keseriusan merupakan bagian dari program inti yang diwajibkan, hal inilah
yang mendorong AI-Faruqi mengetengahkan ide Islamisasi ilmu pengetahuan.
1.2 Topik Bahasan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep Pemikiran Pendidikan Dan kalam Ismail Raji Al-
Faruqi dalam mengislamisasi ilmu akan menjadi pembahasan dalam
makalah ini?
2. Bagaimana Sejarah Kehidupan,Riwayat hidup,Karya-Karyanya
Hingga wafatnya Ismail Raji Al-Faruqi
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Sejarah Kehidupan,Riwayat hidup,Karya-Karyanya
Hingga wafatnya Ismail Raji Al-Faruqi
4
2. Agar dapat mengetahui Bagaimana konsep Pemikiran Pendidikan Dan
kalam Ismail Raji Al-Faruqi dalam mengislamisasi ilmu
BAB II. RIWAYAT HIDUP DR. AI-FARUQI
Akses untuk mengenal lebih dekat sosok Al-Faruqi dan pemikirannya
tidaklah terlalu sulit, saat ini telah tersedia Ismail Faruqi Online dengan alamat
situs www.ismailfaruqi.com. Berikut ini adalah riwayat beliau yang disadur dari
situs resmi Ismail Faruqi Online. Prof. Ismail Raji al-Faruqi dilahirkan di Jaffa
(Palestina) pada 1 Januari 1921. Ayahnya bernama 'Abd al-Huda al-Faruqi adalah
seorang hakim (Qadli) yang merupakan seorang yang memiliki agama yang
kokoh serta berpendidikan Islam. Al-Faruqi memperoleh pendidikan agama di
rumahnya melalui ayahnya dan melalui mesjid di dekat tempat tinggalnya. Dia
mulai kuliah di Domikia Perancis yaitu kampus Des Freres (St. Joseph) pada
tahun 1936. Tugas pertama yang diemban Al-Faruqi adalah sebagai bagian
Pencatat pada Masyarakat Kerjasama (Registrar of Cooperative Societies) pada
tahun 1942 dibawah penugasan dari pemerintahan Inggris di Jerusalem yang
mengantarkannya sebagai Gubernur Distrik Galilee pada tahun 1948. Ketika
Israel menjadi Negara Yahudi pada 1948, Al-Faruqi untuk pertama kalinya
bermigrasi ke Beirut, Lebanon, dimana dia belajar pada American University of
Beirut, kemudian tahun berikutnya di Pasca Sarjana Indiana University School of
Arts and Sciences, dan menyelesaikan gelar M.A. pada 4 bidang Filsafat pada
tahun 1949.
Selanjutnya Ia diterima masuk di universitas Harvard pada Fakultas
Filsafat dan memperoleh gelas M.A yang kedua pada bidang Filsafat pada tahun
1951, dengan judul thesis Justifying the Good: Metaphysics and Epistemology of
Value. Kemudian ia memutuskan untuk kembali ke Indiana University; Dia
menyelesaikan Thesis pada Fakultas Filsafat dan menerima gelar Doktor pada
bulan September 1952. Bisa dipahami bahwa ia memiliki pemahaman yang
mendalam dengan latar belakang filsafat klasik dan perkembangan pemikiran
tradisional di Barat. Pada awal tahun 1953, Ia dan istrinya berada di Syria.
Kemudian Ia pindah ke Mesir dimana ia belajar di Universitas Al-Azhar (1954-
1958) dan memperoleh gelar doktor yang kedua kalinya. Dia merupakan seorang
5
filosof yang berdarah campuran Palestina – Amerika yang dikenal sebagai orang
yang piawai dalam Islam dan perbandingan agama. Dia menghabiskan waktunya
beberapa tahun lamanya di Universitas Al-Azhar Kairo, kemudian menjadi
pengajar di Amerika Utara termasuk di Universtitas Mc Gill di Montreal. Dia
menjadi professor di bidang Agama pada Universitas Temple, dimana ia
mendirikan dan menjadi pimpinan pada Program Studi Islam. Ia bersama istrinya
Lois Lamya Al-Faruqi ditikam hingga akhirnya meninggal di rumahnya di Kota
Wyncote, Pennysylvania pada 27 Mei 1986.
2.1. Prestasi Ilmiah
Dr. al-Faruqi merupakan seorang akademisi yang sangat aktif. Selama
masa kerjanya sebagai dosen tamu bidang Studi Islam di Universitas McGill ,
sebagai seorang professor Sudi Islam di Pusat Studi Penelitian Islam di Karachi
dan menjadi dosen tamu pada berbagai Universitas di Amerika Utara. Dia menulis
lebih dari 100 artikel untuk berbagai Jurnal kampus dan majalah, 25 buah buku,
diantaranya yang paling popular adalah tentang Christian Ethics: A Historical and
Systematic Analysis of Its Dominant Ideas. Disampig kesibukannya pada semua
aktivitas akademik ini, ia mendirikan Kelompok Studi Islam pada Akademi
Agama Amerika (American Academy of Religion) dan menjabat sebagai ketua
selama 10 tahun. Dia menjabat pula sebagai wakil Presiden Kolokium Perdamaian
Antar Agama (Inter-Religious Peace Colloqium), Konferensi 5 Islam-Yahudi-
Kristen dan sebagai Presiden Kampus Islam Amerika (American Islamic College)
di Chicago. Dia menekankan pada Arabisme sebagai alat untuk menunjukkan
identitas Islam dan Muslim. Ia mendedikasikan sepanjang hidupnya untuk hal itu
melalui kekuatan intelektual, religius dan estetika. Ia pun menjadi salah seorang
pencetus gagasan Islamisasi Ilmu dan mendirikan Institut Internasional Pemikiran
Islam (International Institute of Islamic Thought - IIIT) bersama dengan Syekh
Taha Jabir al-Alwani, Dr. Abdul Hamid Sulayman mantan Rektor IIUM
(International Islamic University) Malaysia serta Anwar Ibrahim pada tahun 1980.
2.2. Wafatnya Ismail Al-Faruqi
6
Al-Faruqi meninggal pada tanggal 27 Mei 1986 yang diakibatkan oleh
tikaman pisau dari seorang lelaki yang menyelinap masuk ke dalam rumahnya di
Wyncote – Pennsylvania. Ia bersama istrinya, Louis Lamya, tewas akibat tikaman
pisau lelaki tersebut. Sedangkan putrinya, Anmar al-Zein, berhasil ditolong
namun membutuhkan 200 jahitan untuk menutup lukanya. Para pemuka agama
dan politisi memberikan penghormatan terakhirnya pada pemakaman Al-Faruqi di
Washington pada akhir bulan September. Acara tersebut diselenggarakan oleh
panitia untuk mengenang Al-Faruqi yang dibentuk dari gabungan Dewan
Organisasi Arab-Amerika, Organisasi Masyarakat Islam Amerika Utara, Dewan
Nasional Gereja Kristen Amerika, serta Komite Arab Amerika anti Diskriminasi
(ADC). Pada saat yang sama, ADC mempublikasikan laporan khusus sebanyak 8
halaman tentang peristiwa pembunuhan terhadap Al-faruqi, termasuk detail
kronologi peristiwa pembunuhan tersebut serta hasil terakhir investigasi peristiwa
tersebut. Laporan investigasi mengindikasikan peristiwa tersebut merupakan
peristiwa percobaan perampokan, walaupun tidak ada barang yang hilang di
rumah Al-Faruqi. Di tengah maraknya peningkatan insiden dan kekerasan anti-
arab dan anti-muslim di masa tersebut, laporan tersebut juga menyatakan tidak
menutup kemungkinan ada motif politis pada peristiwa pembunuhan tersebut.
2.3. Karya-karya DR. AI-Faruqi
DR. Al-Faruqi adalah ilmuan yang produktif. Ia berhasil menulis lebih dua
puluh buku dan seratus artikel. Diantara bukunya yang terpenting adalah: Tauhid
:Its Implications for Thought and Life (1982). Buku ini mengupas tentang tauhid
secara lengkap. Tauhid tidak hanya dipandang sebagai ungkapan lisan bahkan
lebih dari itu, tauhid dikaitkan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu
segi politik, sosial, dan budaya. Dari inilah kita dapat melihat titik tolak pemikiran
Al-Faruqi yang berimplikasi pada pemikirannya dalam bidang-bidang lain. Dalam
buku Islamization of Knowledge: General Principle and Workplan (1982), berisi
gagasannya yang cemerlang serta patut dijadikan salah satu rujukan penting dalam
masalah Islamisasi ilmu pengetahuan. Didalamnya terangkum langkah-langkah
apa yang harus ditempuh dalam proses Islamisasi tersebut. Karyanya yang
berhubungan dengan ilmu perbandingan agama cukup banyak, hal ini dapat
7
dimaklumi karena ia sendiri adalah orang yang ahli dalam perbandingan agama.
Bukunya yang secara khusus membahas perbandingan agama adalah “Christian
Ethics”,“Trilogue of Abraham Faiths” pada buku ini terdapat tiga topik utama:
Tiga agama saling memandang. Konsep tiga agama tentang negara dan bangsa,
konsep tiga agama tentang keadilan dan perdamaian, masing-masing penyumbang
dari Yahudi, Kristen dan Islam menawarkan prespektif yang jelas mengenai
pokok persoalan berdasarkan tiga topic utama tersebut. Serta buku Historical
Atlas of the Region of the World. Dan karyanya yang dianggap monumental
adalah Cultural Atlas Islam, karya ini ditulis bersama istrinya, Louis Lamya AI-
Faruqi, dan diterbitkan tak lama setelah keduanya meninggal. Tulisan-tulisannya
yang lain seperti The Life of Muhammad (Philadelphia: Temple University Press,
1973); Urubah and Relegion (Amsterdam: Djambatan,1961); Particularisme in the
Old Testament nd Contemporary Sect in Judaism (Cairo: League of arabe States,
1963); The Great Asian Religion (New York: Macmillen, 1969) (AI-Faruqi,
1975:XI), serta banyak lagi artikel dan makalah yang sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
8
BAB III. POKOK-POKOK PEMIKIRAN PENDIDIKAN DR. AI-FARUQI
DR. Al-Faruqi banyak mengemukakan gagasan serta pemikiran yang
berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh Umat Islam. Dan
semua pemikirannya itu saling terkait satu sama lain, semuanya berporos pada
satu sumbu yaitu Tauhid. Diantaranya pemikiran Al-Faruqi yang terpenting
adalah:
3.1. Tauhid
Masalah yang terpenting dan menjadi tema sentral pemikiran Islam adalah
pemurnian tauhid, karena nilai dari keislaman seseorang itu adalah peng-Esa-an
terhadap Allah SWT yang terangkum dalam syahadat. Upaya pemurnian Tauhid
ini pun telah banyak dilakukan oleh para ulama terdahulu, diantaranya dikenal
adanya gerakan wahabiyah yang dipimpin oleh Muhammad bin abdul Wahab.
Menurutnya kalimat "tauhid" tersebut mengandung dua arti yang pertama "nafi"
(negatif) dan kedua itsbat (positif) laa ilaaha (tiada Tuhan yang berhak diibadahi)
berarti tidak ada apapun; illallahi (melainkan Allah) berarti yang benar dan berhak
diibadahi hanyalah Allah Yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan
secara tegas di dalam bukunya Kitab At-Tauhid beliau menyebutkan setiap tahyul,
setiap bentuk sihir, melibatkan pelaku atau pemanfaatannya dalam syirik adalah
pelanggaran tauhid. Tetapi tauhid bukan sekedar diakui dengan lidah dan ikrar
akan keesaan Allah serta kenabian Muhammad SAW. Walaupun ikrar dan
syahadat oleh seorang muslim mengkonsekuensikan sejumlah aturan hukum di
dunia ini, namun tauhid yang merupakan sumber kebahagiaan abadi manusia dan
kesempurnaanya, tidak berhenti pada kata-kata dan lisan. Lebih dari itu tauhid
juga harus merupakan suatu realitas batin dan keimanan yang berkembang di
dalam hati.
Tauhid juga merupakan prinsip mendasar dari seluruh aspek hidup manusia
sebagaimana yang dikemukakan bahwa pernyataan tentang kebenaran universal
tentang pencipta dan pelindung alam semesta. Tauhid sebagai pelengkap bagi
9
manusia dengan pandangan baru tentang kosmos, kemanusiaan, pengetahuan dan
moral serta memberikan dimensi dan arti baru dalam kehidupan manusia
tujuannya obyektif dan mengatur manusia sampai kepada hak spesifik untuk
mencapai perdamaian global, keadilan, persamaan dan kebebasan. Bagi AI-Faruqi
sendiri esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri dan esensi Islam adalah
Tauhid atau pengesaan terhadap Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah sebagai
yang Esa, pencipta mutlak dan transenden, penguasa segala yang ada5. Tauhid
adalah memberikan identitas peradaban Islam yang mengikat semua unsur-
unsurnya bersama-bersama dan menjadikan unsur-unsur tesebut suatu kesatuan
yang integral dan organis yang disebut peradaban. Yang dimaksud dengan Tauhid
ini mengandung pengertian dari 4 prinsip dasar, yaitu :
• Prinsip pertama tauhid adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, itu
erarti bahwa realitas bersifat handa yaitu terdiri dari tingkatan alamiah atau
ciptaan dan ingkat trasenden atau pencipta.
• Prinsip kedua, adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, itu berarti
bahwa Allah adalah Tuhan dari segala sesuatu yang bukan Tuhan. Ia adalah
pencipta atau sebab sesuatu yang bukan Tuhan. Ia pencipta atau sebab
terawal dan tujuan terakhir dari segala sesuatu yang bukan Tuhan.
• Prinsip ketiga tauhid adalah, bahwa Allah adalah tujuan terakhir alam
semeta, berarti bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk berbuat,
bahwa alam semesta dapat ditundukkan atau dapat menerima manusia dan
bahwa perbuatan manusia terhadap alam yang dapat ditundukkan perbuatan
yang membungkam alam, yang berbeda adalah tujuan susila dari agama.
• Prinsip keempat tauhid adalah, bahwa manusia mempunyai kesanggupan
untuk berbuat dan mempunyai kemerdekaan untuk tidak berbuat.
Kemerdekaan ini memberi manusia sebuah tanggungjawab terhadap segala
tindakannya.
Keempat prinsip tersebut di atas di rangkum oleh al-Faruqi dalam beberapa
istilah yaitu :
a. Dualitas, yaitu realitas terdiri dari dua jenis: Tuhan dan bukan Tuhan; Khalik
dan makhluk. Jenis yang pertama hanya mempunyai satu anggota yakni Allah
10
SWT. Hanya Dialah Tuhan yang kekal, maha pencipta yang transenden. Tidak
ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Jenis kedua adalah tatanan ruang waktu,
pengalaman, dan penciptaan. Di sini tercakup semua makhluk, dunia benda-
benda, tanaman dan hewan, manusia, jin, dan malaikat dan sebagainya. Kedua
jenis realitas tersebut yaitu khaliq dan makhluk sama sekali dan mutlak berbeda
sepanjang dalam wujud dan ontologinya, maupun dalam eksistensi dan karir
mereka.
b. ldeasionalitas, merupakan hubungan antara kedua tatanan realita ini. Titik
acuannya dalam diri manusia adalah pada pemahaman. Pemahaman digunakan
untuk memahami kehendak Tuhan melalui pengamatan dan atas dasar penciptaan
Kehendak sang penguasa yang harus diaktualisasikan dalam ruang dan waktu,
berpartisipasi daam aktivitas dunia serta menciptakan perubahan yang
dikehendaki. Sebagai prinsip pengetahuan, tauhid adalah pengakuan bahwa Allah
itu ada dan Esa. Pengakuan bahwa kebenaran itu bisa diketahui bahwa manusia
mampu mencapainya. Skeptesisme menyangkal kebenaran ini adalah kebalikan
dari tauhid.
Sedangkan sebagai prinsip metodologi, tauhid terdiri dari tiga prinsip:
pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas;
kedua, penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki; ketiga, keterbukaan bagi bukti
yang baru dan atau bertentangan. Implikasi Tauhid bagi teori sosial, dalam
efeknya, melahirkan konsep ummah, yaitu suatu kumpulan warga yang organis
dan padu yang tidak dibatasi oleh tanah kelahiran, kebangsaan, ras, kebudayaan
yang bersifat universal, totalitas dan bertanggung-jawab dalam kehidupan
bersama-sama dan juga dalam kehidupan pribadi masing-masing anggotanya yang
mutlak perlu bagi setiap orang untuk mengaktualisasikan setiap kehendak Ilahi
dalam ruang dan waktu. Dengan demikian pentingnya tauhid bagi Al-Faruqi sama
dengan pentingnya Islam itu sendiri. Tanpa Tauhid bukan hanya Sunnah
Nabi/Rasul patut diragukan dan perintah-perintahNya bergoncang kedudukannya,
pranata-pranata kenabian itu sendiri akan hancur. Keraguan yang sama juga akan
muncul pada pesan-pesan mereka, karena berpegang teguh kepada prinsip Tauhid
merupakan pedoman dari keseluruhan kesalehan, religiusitas, dan seluruh
11
kebaikan. Wajarlah jika Allah SWT dan Rasulnya menempatkan Tauhid pada
status tertinggi dan menjadikannya penyebab kebaikan dan pahala yang terbesar.
Oleh karena begitu pentingnya Tauhid bagi Islam, maka ajaran Tauhid
harus dimanifestasikan dalam seluruh aspek kehidupan dan dijadikan dasar
kebenaran Islam. Pandangan dunia tauhid Al-Faruqi sebenarnya berdasarkan pada
keinginan untuk memperbaharui dan menyegarkan kembali wawasan Ideasional
awal dari pembaharu gerakan Salafiyah, seperti: Muhammad ibnu Abdul Wahab,
Muhammad Idris As-Sanusi, Hasan Albanna dan dan sebagainya. Landasan dasar
yang digunakan olehnya ada tiga yaitu:
• Pertama, ummat Islam di dunia keadaannya tidak menggembirakan,
• kedua, dictum yang mengatakan bahwa "Alah tidak akan mengubah
kondisi suatu kaum kecuali mereka mengubah diri mereka sendiri (QS. 13-
12) adalah juga sebuah ketentuan sejarah,
• ketiga, Ummat Islam di dunia tak akan bisa bangkit kembali menjadi
ummatan wasathan jika ia kembali berpijak pada Islam yang telah
memberikan kepadanya rasio d’etre empat belas bad yang lalu, dan watak
serta kejayaannya selama berabad-abad.
Demikianlah pemikiran Tauhid Al-Faruqi yang menjadi dasar dalam ontologi
dan epistemologi pemikiran pendidikan islamnya. Untuk selanjutnya, dengan
berlandaskan pada pemikiran Tauhid ini, akan dibahas pemikiran pendidikan
Islam tentang gagasan DR. Al-Faruqi yang terkait dengan Islamisasi Ilmu
Pengetahuan yang merujuk kepada karyanya Islamization of Knowledge: the
general principles and the Workplan (1986). 3.2. Islamisasi llmu Pengetahuan
Pada hakekatnya ide Islamization of knowledge ini tidak bisa dipisahkan dari
pemikiran Islam di zaman moderen ini. Ide tersebut telah diproklamirkan sejak
tahun 1981, yang sebelumnya sempat digulirkan di Mekkah sekitar tahun 1970-
an. Ungkapan Islamisasi ilmu pengetahuan pada awalnya dicetuskan oleh Syed
Muhammad Naquib Al- Atas pada tahun 1397 H/1977 M yang menurutnya
diistilahkan dengan "desekularisasi ilmu". Sebelumnya Al-Faruqi meperkenalkan
suatu tulisan mengenai Islamisasi ilmuilmu sosial. Menurut Al-Atas islamisasi
12
ilmu merujuk kepada upaya mengeliminasi unsurunsur, konsep-konsep pokok
yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat khususnya dalam ilmu-ilmu
kemanusiaan. Dengan kata lain Islamisasi ideologi, makna serta Islamisasi
ungkapan sekuler. Ide tentang islamisasi ilmu pengetahuan Al-Faruqi berkaitan
erat dengan idenya tentang tauhid, hal ini terangkum dalam prinsip tauhid dan
teologi.
Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa tauhid mencakup seluruh
fungsi-fungsi ingatan, khayalan, penalaran, pengamatan, intiusi, kesabaran dan
sebagainya. Manakala kehendak-kehendak tersebut diungkap dengan kata-kata
secara langsung oleh Tuhan kepada manusia dan sebagai pola dari Tuhan dalam
penciptaannya atau juga "hukum alam". Dan bila kita kaitkan dengan prinsip
teologi, artinya dunia memang benar-benar sebuah kosmos suatu ciptaan yang
teratur, bukan chaos. Di dalam penciptaanya kehendak sang Maha Pencipta selalu
terwujud. Pemenuhan karena kepastian hanya berlaku pada nilai Elemental atau
utiliter, pemenuhan kemerdekaan berlaku pada nilai-nilai normal dan bila kita
kaitkan dengan Barat maka nilai-nilai ini banyak diabaikan oleh Barat. Untuk
menghindari kerancuan Barat Al-Faruqi mengemukakan prinsip metodologi
tauhid sebagai satu kesatuan kebenaran, maka dalam hal ini tauhid terdiri dari tiga
prinsip:
• pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan
realitas, dengan maksud meniadakan dusta dan penipuan dalam Islam
karena prinsip ini menjadikan segala sesuatu dalam agama terbuka untuk
diselidiki dan dikritik. Penyimpangan dari realitas atau kegagalan untuk
mengkaitkan diri dengannya, sudah cukup untuk membatalkan sesuatu
bagian dalam Islam, apakah itu hukum, prinsip etika pribadi atau sosial,
atau pernyataan tentang duniai ini dapat melindungi kaum muslimin dari
opini yaitu tindakan membuat pernyataan yang tak teruji dan tidak
dikonfirmasikan mengenai pengetahuan.
• Prinsip kedua, yaitu tidak ada kontraksi yang hakiki yang melindunginya
dari kontradiksi di satu pihak, dan paradoks di lain pihak. Prinsip ini
merupakan esensi dari rasionalisme. Tanpa ini ia tidak ada jalan untuk
13
lepas dari skeptisme; sebab suatu kontradiksi yang hakiki mengandung arti
bahwa kebenaran dari masing-masing unsur kontradiksi tidak akan pernah
dapat diketahui.
• Prinsip ketiga tauhid dalam metodologi adalah tauhid sebagai kesatuan
kebenaran yaitu keterbukaan terhadap bukti baru dan/atau yang
bertentangan, melindungi kaum muslimim dari literalisme, fanatisme, dan
konservatisme yang mengakibatkan kemandegan.
Prinsip ini mendorong kaum muslimin kepada sikap rendah hati intelektual. Ia
memaksa untuk mencantumkan dalam penegasan atau penyangkalannya dengan
ungkapan wallahu' alam karena ia yakin bahwa kebenaran lebih besar dari yang
dapat dikuasainya sepenuhnya di saat manapun. Sebagai penegasan dari
keterpaduan sumber-sumber kebenaran. Tuhan pencipta alam sebagai sumber dari
pengetahuan manusia. Objek pengetahuan adalah pola-pola alam yang merupakan
hasil karya Tuhan. Hal inilah yang banyak dilupakan Barat sehingga timbul
gagasan untuk mengislamisasikan ilmu pengetahuan. Dan juga melihat kondisi
umat Islam yang mengadopsi semua ide Barat bahkan kadang-kadang tanpa filter
yang akhirnya menempatkan ilmu pengetahuan yang dibangun oleh kesadaran
ilahiyah yang kental mengalami proses sekulerisasi yang hendak memisahkan
kegiatan kehidupan dengan agama yang pada akhirnya mengantarkan ilmuwan
pada terlepasnya semangat dari nilai-nilai keagamaan.
Semangat ilmuwan moderen (Barat) dibangun dengan fakta-fakta yang tidak
ada hubungannya dengan sang pencipta. Kalaupun ilmuwan itu kaum beragama,
maka kegiatan ilmiah yang mereka lakukan terlepas dari sentuhan semangat
beragama. Akhirnya ilmu yang lahir adalah ilmu yang terlepas dari nilai-nilai
keTuhanan. Dampak yang kemudian muncul adalah ilmu dianggap netral dan
penggunaan ilmu tadi tak ada hubungannya dengan etika. Menurut Al-Faruqi
pengetahuan moderen menyebabkan adanya pertentangan wahyu dan akal dalam
diri umat Islam, memisahkan pemikiran dari aksi serta adanya dualisme antara
kultural dan religius. Karenanya diperlukan upaya islamisasi ilmu pengetahuan
dan upaya itu harus beranjak dari prinsip Tauhid yang telah dijelaskan
sebelumnya. Islamisasi pengetahuan itu sendiri berarti melakukan aktivitas
14
keilmuan seperti mengungkap, menghubungkan, dan menyebarluaskannya
menurut sudut pandang ilmu terhadap kehidupan manusia.
Menurut AI-Faruqi sendiri Islamisasi ilmu pengetahuan berarti
mengislamkan ilmu pengetahuan moderen dengan cara menyusun dan
membangun ulang sains sosial, dan sains-sains ilmu alam dengan memberikan
dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin harus
dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsipprinsip Islam dalam
metodologinya, dalam strateginya, dalam apa yang dikatakan sebagai data-
datanya, dan problem-problemnya. Seluruh disiplin harus dituangkan kembali
sehingga mengungkapkan relevensi Islam sepanjang ketiga sumbu Tauhid yaitu,
kesatuan pengetahuan, hidup dan kesatuan sejarah. Hingga sejauh ini kategori-
kategori metodologi Islam yaitu ketunggalan umat manusia, keterkaitan umat
manusia dan penciptaan alam semesta dan ketundukan manusia kepada Tuhan,
harus mengganti kategori-kategori Barat dengan menentukan persepsi dan
susunan realita.
Dalam rangka membentangkan gagasannya tentang bagaimana Islamisasi
itu dilakukan, Al-Faruqi menetapkan lima sasaran dari rencana kerja Islamisasi,
yaitu:
1. Menguasai disiplin-disiplin moderen
2. Menguasai khazanah Islam
3. Menentukan relevensi Islam yang spesifik pada setiap bidang ilmu pengetahuan
moderen
4. Mencari cara-cara untuk melakukan sentesa kreatip antara khazanah Islam
dengan
khazanah Ilmu pengetahuan moderen.
5. Mengarahkan pemikiran Islam kelintasan-lintasan yang mengarah pada
pemenuhan
pola rancangan Tuhan.
15
Untuk merealisasikan ide-idenya tersebut Al-Faruqi mengemukakan
beberapa tugas dan langkah-langkah yang perlu dilakukan, yaitu memadukan
sistem pendidikan Islam dengan sistem sekuler. Pemaduan ini harus sedemikian
rupa sehingga sistim baru yang terpadu itu dapat memperoleh kedua macam
keuntungan dari sistim-sistim terdahulu. Perpaduan kedua sistim ini haruslah
merupakan kesempatan yang tepat untuk menghilangkan keburukan masing-
masing sistim, seperti tidak memadainya buku-buku dan guru-guru yang
berpengalaman dalam sistim tradisional dan peniruan metode-metode dari ideal-
ideal barat sekuler dalam sistim yang sekuler.
Dengan perpaduan kedua sistim pendidikan diatas, diharapkan akan lebih
banyak yang bisa dilakukan dari pada sekuler memakai cara-cara sistim Islam
menjadi pengetahuan yang sesuatu yang langsung berhubungan dengan kehidupan
kita seharihari, sementara pengetahuan moderen akan bisa dibawa dan
dimasukkan ke dalam kerangkan sistim Islam.
DR. Al-Faruqi dalam mengemukakan ide Islamisasi ilmu pengetahuan
menganjurkan untuk mengadakan pelajaran-pelajaran wajib mengenai
kebudayaan Islam sebagai bagian dari program pembelajaran pada siswa. Hal ini
akan membuat para siswa merasa yakin kepada agama dan warisan mereka, dan
membuat mereka menaruh kepercayaan kepada diri sendiri sehingga dapat
menghadapi dan mengatasi kesulitankesulitan mereka di masa kini atau melaju ke
tujuan yang telah ditetapkan Allah. Bagi AI-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan
merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh para
ilmuwan muslim. Karena menurutnya apa yang telah berkembang di dunia Barat
dan merasuki dunia Islam saat ini sangatlah tidak cocok untuk umat Islam. Ia
melihat bahwa ilmu sosial Barat tidak sempurna dan jelas bercorak Barat dan
karena itu tidak berguna sebagai model untuk pengkaji dari kalangan muslim,
yang ketiga menunjukan ilmu sosial Barat melanggar salah satu syarat krusial dari
metodologi Islam yaitu kesatuan kebenaran. Prinsip metodologi Islam itu tidak
identik dengan prinsip relevansi dengan spritual. Ia menambahkan adanya sesuatu
yang khas Islam yaitu prinsip umatiyah atau kesatuan ummat. Untuk
16
mempermudah proses Islamisasi Al-Faruqi mengemukakan langkahlangkah yang
harus dilakukan diantaranya adalah:
a. Penguasaan disiplin ilmu moderen: penguraian kategoris. Disiplin ilmu
dalam tingkat kemajuannya sekarang di Barat harus dipecah-pecah
menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi,
problema-problema dan tema-tema. Penguraian tersebut harus
mencerminkan daftar isi sebuah pelajaran. Hasil uraian harus berbentuk
kalimat-kalimat yang memperjelas istilah-istilah teknis, menerangkan 12
Ibid., hlm. 27 15 kategori-kategori, prinsip, problema dan tema pokok
disiplin ilmu-ilmu Barat dalam puncaknya.
b. Survei disiplin ilmu. Semua disiplin ilmu harus disurvei dan di esei-esei
harus ditulis dalam bentuk bagan mengenai asal-usul dan
perkembangannya beserta pertumbuhan metodologisnya, perluasan
cakrawala wawasannya dan tak lupa membangun pemikiran yang
diberikan oleh para tokoh utamanya. Langkah ini bertujuan menetapkan
pemahaman muslim akan disiplin ilmu yang dikembangkan di dunia Barat.
c. Penguasaan terhadap khazanah Islam. Khazanah Islam harns dikuasai
dengan cara yang sama. Tetapi disini, apa yang diperlukan adalah ontologi
warisan pemikir muslim yang berkaitan dengan disiplin ilmu.
d. Penguasaan terhadap khazanah Islam untuk tahap analisa. Jika ontologi-
ontologi telah disiapkan, khazanah pemikir Islam harus dianalisa dari
perspektif masalah-masalah masa kini.
e. Penentuan relevensi spesifik untuk setiap disiplin ilmu. Relevensi dapat
ditetapkan dengan mengajukan tiga persoalan. Pertama, apa yang telah
disumbangkan oleh Islam, mulai dari Al-Qur'an hingga pemikir-pemikir
kaum modernis, dalam keseluruhan masalah yang telah dicakup dalam
disiplin-disiplin moderen. Kedua, seberapa besar sumbangan itu jika
dibandingkan dengan hasil-hasil yang telah diperoleh oleh disiplin
moderen tersebut. Ketiga, apabila ada bidang-bidang masalah yang sedikit
diperhatikan atau sama sekali tidak diperhatikan oleh khazanah Islam,
17
kearah mana kaum muslim harus mengusahakan untuk mengisi
kekurangan itu, juga memformulasikan masalah-masalah, dan memperluas
visi disiplin tersebut.
f. Penilaian kritis terhadap disiplin moderen. Jika relevensi Islam telah
disusun, maka ia harus dinilai dan dianalisa dari titik pijak Islam.
g. Penilaian krisis terhadap khazanah Islam. Sumbangan khazanah Islam
untuk setiap bidang kegiatan manusia harus dianalisa dan relevansi
kontemporernya harus dirumuskan.
h. Survei mengenai problem-problem terbesar umat Islam. Suatu studi
sistematis harus dibuat tentang masalah-masalah politik, sosial ekonomi,
inteltektual, kultural, moral dan spritual dari kaum muslim.
i. Survei mengenai problem-problem umat manusia. Suatu studi yang
sama, kali ini difokuskan pada seluruh umat manusia, harus dilaksanakan.
j. Analisa kreatif dan sintesa. Pada tahap ini sarjana muslim harus sudah
siap melakukan sintesa antara khazanah-khazanah Islam dan disiplin
moderen, serta untuk menjembatani jurang kemandegan berabad-abad.
Dari sini khazanah pemikir Islam harus disambungkan dengan prestasi-
prestasi moderen, dan harus menggerakkan tapal batas ilmu pengetahuan
ke horison yang lebih luas daripada yang sudah dicapai disiplin-disiplin
moderen.
k. Merumuskan kembali disiplin-disiplin ilmu dalam kerangka kerja
(framework) Islam. Sekali keseimbangan antara khazanah Islam dengan
disiplin moderen telah dicapai buku-buku teks universitas harus ditulis
untuk menuangkan kembali disiplin-disiplin moderen dalam terbitan
Islam.
l. Penyebarluasan ilmu pengetahuan yang sudah diislamkan. Selain
langkah tersebut diatas, alat-alat bantu lain untuk mempercepat islamisasi
pengetahuan adalah dengan mengadakan konferensi-konferensi dan
seminar untuk melibatkan berbagai ahli di bidang-bidang illmu yang
18
sesuai dalam merancang pemecahan masalah-masalah yang menguasai
pengkotakan antar disiplin.
Para ahli yang membuat harus diberi kesempatan bertemu dengan para staf
pengajar. Selanjutnya pertemuan pertemuan tersebut harus menjajaki persoalan
metoda yang diperlukan13. Dari langkah-langkah dan rencana sistematis seperti
yang terlihat di atas, nampaknya bahwa langkah Islamisasi ilmu pada akhirnya
merupakan usaha menuang kembali seluruh khazanah pengetahuan barat ke dalam
kerangka Islam. Maka rencana kerja islamisasi ilmu pengetahuan Al-Faruqi ini
mendapat tantangan dari berbagai pihak, walaupun dilain pihak banyak juga yang
mendukungnya. Ada yang menanggapinya secara positif bahkan menjadikannya
sebuah lembaga, seperti IIIT. Dan tidak sedikit pula meresponinya dengan pesimis
sebagaimana yang ditunjukkan oleh cendikiawan lainnya seperti Fazlur Rahman,
yang melihat merupakan proyek yang sia-sia sama sekali tidak kreatif.
Untuk itu konsep islamisasi ilmu pengetahuan perlu dilihat dalam
kerangka pemikiran secara keseluruhan agar tidak menimbulkan kerancuan.
Sebagian fakta berpendapat bahwa pemikir liberalisme Islam sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hasan Hanafi atau Arkoun dapat dianggap sebagai bentuk
pemikiran Islamisasi ilmu pengetahuan. Sementara kelompok lain menolaknya
seperti, IIIT bahkan mereka mengkritik pemikiran yang dikemukakan oleh orang
tesebut. Salah seorang yang memberikan tanggapan atas gagasan DR. Al-Faruqi
adalah Fazlur Rahman, ia tidak sependapat dengan gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan, menurutnya yang perlu dilakukan adalah menciptakan atau
menghasilkan para pemikir yang memiliki kapasitas berpikir konstruktif dan
positif. Adapun menurut Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashiru sependapat
dengan Al-Faruqi, karena menurutnya seorang pemikir akan sangat dipengaruhi
oleh ilmu yang dipelajarinya (atau ilmuan yang mendidiknya). Kalau seorang
mempelajari ilmu yang berbasis sekularisme, maka sangat mungkin pendangan-
pandangan juga sekuler
Adapun penanggap lain adalah Ziauddin Sardar. Ia menyepakati gagasan
yang dikemukakan AI-Faruqi. Namun, menurutnya gagasan Al-Faruqi
mengandung cacat fundamental. Sardar mengisyaratkan bahwa langkah Islamisasi
19
yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan moderen bisa membuat kita
terjebak ke dalam westernisasi Islam. Sebabnya menurut Sardar adalah AI-Faruqi
terlalu terobsesi untuk merelevankan Islam dengan ilmu pengetahuan moderen.
Upaya ini dapat mengantarkan pada pengakuan ilmu Barat sebagai standar, dan
dengan begitu upaya islamisasi masih mengikuti kerangka berfikir (made of
thought) atau pandangan dunia (world view) Barat. Karena itu, menurut Sardar,
percuma saja kita melakukan islamisasi ilmu kalau semuanya akhirnya
dikembalikan standanya pada ilmu pengetahuan Barat.
Terlepas dari semua polemik yang terjadi diseputar islamisasi ilmu pengetahuan,
sebetulnya islamisasi ilmu pengetahuan yang dimunculkan Al-Furuqi, sebenarnya
sederhana saja. Para pendukung ide ini ingin menekankan muatan dimensi moral
dan etika dalam batang tubuh ilmu pengetahuan seperti yang dipesankan Al-
Qur'an16. DR. AI-Faruqi memandang bahwa untuk membangun umat tidak dapat
dimulai dari titik nol dengan menolak segala bentuk hasil peradaban yang sudah
ada.
Pembentukan umat malahan harus dilakukan sebagai langkah lanjutan dari
hasil peradaban yang sudah ada dan sedang berjalan. Namun, segala bentuk nilai
yang mendasari peradaban itu harus ditambah dengan tata nilai baru yang serasi
dengan hidup ummat Islam sendiri yaitu pandangan hidup yang bersumber dari
Al-Qur'an dan Sunnah. AI-Faruqi melihat hanya dengan cara seperti ini visi tauhid
yang telah hilang akan dapat kembali ke dalam misi pembentukan ummat. lnilah
barangkali yang merupakan pokok pemikiran Al-Faruqi dalam bidang pendidikan
sebagaimana yang di kemukakannya dalam konsep Islamisasi ilmu pengetahuan.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa gagasan islamisasi ilmu
pengetahuan ini lahir karena AI-Faruqi sendiri konsisten dengan konsep tauhidnya
dan karena ingin memurnikan ajaran tauhid Al-Faruqi menginginkan apa yang
dibawa barat tidak harus diterima secara mentah oleh umat Islam. Di samping itu
konsep ini muncul karena melihat kondisi obyektif umat Islam yang mengalami
kemandegan dalam pemikiran yang disebabkan oleh kolonialisme Barat.
20
BAB IV. PEMIKIRAN KALAM RAJI’ AL-FARUQI
Pemikiran kalam Al – Faruqi tentang kalam dalam ditelusuri melalui
karyanya yang berjudul, Tahwid: Its Implication for Thought and Life (Edisi
indonesianya berjudul Tauhid). Sesuai dengan judulnya.buku ini mengupas
hakikat tauhid secara mendalam. Al – Faruqi menjelaskan hakikat tauhid sebagai
berikut :
a.Tauhid sebagai inti pengalaman agama
Inti pengalaman agama, kata Al – Faruqi adalah tuhan. Kalimat shahadat
menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan dan pemikiran setia
muslim. Kehadiran tuhan mengisi kesadaran muslim dalam setiap waktu. Bagi
kaum muslimin, Tuhan banar – banar merupakan obsesi yang agung.1 Esesnsi
pengalaman agama islam tiada lain adalah realisasi prinsip bahwa hidup dan
kehidupan ini tidaklah sia – sia.
b.Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia,
ruang, dan waktu, sejarah manusia dan takdir.
c.Tauhid sebagai intisari islam
Dapat dipastikan bahwa esensi peradapan adalah islam sendiri, dan esensi
islam adalah tauhid atau pengesaan tuhan. Tidak ada satu perintahpun dalam islam
yang dapat dilepaskan dari tauhid. Tanpa tauhid islam tidak akan ada. Tanpa
tauhid bukan hanya sunnah nabi yang patut diragukan, bahkan pranata
kenabianpun menjadi sirna.
d.Tauhid sebagai prinsip sejarah
Tauhid menempatkan manusia pada suatu etika berbuat atau bertindak,
yaitu etika ketika keberhargaan manusia sebagai pelaku moral yang di ukur dari
tingkat keberhasilan yang dicapainya dalam mengisi aliran ruang dan waktu,
Eskatologi islam tidak mempunyai sejarah formatif. Ia terlahir lengkap dalam Al –
Qur’an dan tidak mempunyai kaitan dengan situasi para pengikutnya pada masa
21
kelahirannya seperti halnya dalam agama Yahudi dan Kristen. Ia dipandang
sebagai suatu klimaks moral bagi kehidupan diatas bumi.
e.Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Berbeda dengan “iman” Kristen, iman islam adalah kebenaran yang
diberikan kepada pikiran, bukan kepada perasaan manusia yang mudah
mempercayai apa saja, kebenaran, atau proposisi iman bukanlah misteri, hal yang
sulit dipahami dan tidak dapat diketahui dan tidak masuk akal, melainkan bersifat
kritis dan rasional. Kebenaran – kebenarannya telah dihadapkan pada ujian
keraguan dan lulus dalam keadaan utuh dan ditetapkan sebagai kebenaran.
f.Tauhid sebagai prinsip metafisika
Dalam islam, alam adalah ciptaan dan anugrah. Sebagai ciptaan, ia bersifat
teleologis, sempurna , dan teratur, sebagai anugrah, ia merupakan kebaikan yang
tak mengandung dosa yang disediakan untuk manusia. Tujuannya adalah
memungkinkan manusia melakukan kebaikan dan mencapai kebahagiaan. Tiga
penilaian ini, keteraturan, kebertujuan, dan kebaikan, menjadi cirri dan meringkas
pandangan umat islam tentang alam.
g.Tauhid sebagai prinsip etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah memberi amanahnya kapada
manusia, suatu amanah yang tidak bias dipikul oleh langit dan bumi, amanah yang
mereka hingdari dengan penuh ketakutan. Amanah atau kepercayaan Ilahi tersebut
berupa pemenuhan unsure etika dari kehendak Ilahi, yang sifatnya mensyaratkan
bahwa ia harus direalisasikan dengan kemerdekaan, dan manusia adalah satu –
satunya mahluk yang mampu melaksanakannya. Dalam islam, etika tidak dapat
dipisahkan dari agama dan bahkan dibangun diatasnya.
h.Tauhid sebagai prinsip tata social
Dalam islam, tidak ada perbedaan antara manusia satu dan lainnya,
masyarakat islam adalah masyarakat terbuka dan setiap manusia boleh bergabung
22
dengannya, baik sebagai anggota tetap ataupun sebagai yang dilindungi
(dzimmah). Masyarakat islam harus mengembangkan dirinya untuk mencakup
seluruh umat manusia. Jika tidak, ia akan kehilangan klaim keislamannya.
Selanjutnya, ia mungkin akan hidup sebagai komonitas islam yang lain, atau oleh
komonitas non-Islam.
i.Tauhid sebagai prinsip ummah
Al – Faruqi menjelaskan prinsip ummah tauhidi dengan tidak identitas:
pertama menentang etnosentrisme. Maksudnya, tata social islam universal,
mencakup seluruh umat tanpa kecuali, tidak hanya untuk segelintir etnis. Kedua,
universalisme. Maksudnya, islam bersifat universal dalam arti meliputi seluruh
manusia. Cita – cita komonitas universal adalah cita – cita islam yang di
ungkapkan dalam ummah dunia. Ketiga,Totalisme. Maksudnya islam relevan
dengan setiap bidang kehidupan manusia. Totalisme tata social islam tidak hanya
menyangkut aktivitas manusia dan tujuannya dimasa mereka saja, tetapi juga
mencakup seluruh aktivitas disetiap masa dan tempat. Keempat,Kemerdekaan.
Maksudnya, tata social islami adalah kemerdekaan. Jika dibangun dengan
kekerasan atau dengan memaksa rakyat, islam akan kehilangan sifatnya yang
khas.
j.Tauhid sebagai prinsip keluarga
Al – Faruqi memandang bahwa selama tetap melestarikan identitas mereka
dari gerogotan komonisme dan idiologi – idiologi barat, umat islam akan menjadi
masyarakat yang selamat dan tetap menempati kedudukannya yang terhormat.
Keluarga islam memiliki peluang lebih besar untuk tetap lestari sebab di topang
oleh hokum islam dan diterminisi oleh hubungan erat dengan tauhid.
k.Tauhid sebagai prinsip tata politik
Al – Faruqi mengaitkan tata politik tauhidi dengan kekhalifaan
didefinisikan sebagai kesepakatan tiga deminsi, yakni kesepakatan wawasan
(ijma’ al-ruya’). Wawasan yang dimaksud Al – Faruqi adalah pengetahuan akan
23
nilai – nilai yang membentuk kehendak Ilahi. Kehendak yang dimaksud Al –
Faruqi juga apa yang disebut ashabiyah ,yakni kepedulian kaum muslimin
menanggapi peristiwa – peristiwa dan situasi dengan satu cara yang sama, dalam
kepatuhan yang padu terhadap seruan Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan
tindakan adalah pelaksanaan kewajiban yang timbul dari kesepakatan.
l.Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
Al – Faruqi melihat bahwa premis mayor implikasi islam untuk tata
ekonomi melahirkan dua prinsip utama: Pertama, bahwa tak ada seorang atau
kelompokpun boleh memeras yang lain. Kedua, tak satu kelompokpun boleh
mengasingkan atau memisahkan diri dari umat manusia lainnya dengan tujuan
untuk membatasi kondisi ekonomi mereka pada diri mereka sendiri.
m.Tauhid sebagai prinsip estetika
Tauhid tidak menentang kreatifitas seni, juga tidak menentang kenikmatan
dan keindahan. Sebaliknya, islam memberkati keindahan. Islam menganggap
bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan dalam kehendaknya
yang diwahyukan dalam firmannya.
24
V. PENUTUP
DR. Al-Faruqi adalah salah seorang tokoh yang bersahaja dalam
pengembangan pemikiran Islam komtemporer. Gagasan-gagasannya perihal
islamisasi sains sangat bermanfaat untuk menjadi solusi dalam rangka
memecahkan persoalan yang dihadapi umat Islam. Pengalaman hidupnya yang
langsung berhadapan dengan Barat membuat DR. Al-Faruqi mengamati sendiri
tekanan-tekanan barat terhadap dunia Islam dan hal ini memunculkan ide-ide
untuk menghadapi serangan-serangan tersebut. Idenya tidak terlepas dari konsep
tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang mencakup seluruh aktifitas
manusia.
Dalam konteks pendidikan, DR. Al-Faruqi mengusulkan ide islamisasi
ilmu dan menelaah kembali paradigma pendidikan Islam selama ini yang
mengadobsi system filsafat Barat, terutama tentang konsep dikotomi pendidikan.
Menurutnya, dikotomi pendidikan mutlak harus dihilangkan diganti dengan
paradigma pendidikan yang utuh. Konsep pendidikan Islam yang selama ini ada
tidak megacu pada konsep awal tauhid. Jika Islam memandang tujuan
pengembangan obyek didik untuk mencapai penyadaran
atas eksistensi tuhan (tauhid), maka segala proses yang dilakukan untuk itu
idealnya berakar pada konsep tauhid.
Berbagai langkah-langkah strategis kemudian ia susun dengan konsep dan
metodologi Islamisasi pengetahuan. DR. Al-Faruqi memberikan sumbangan
berupa gagasan-gagasannya untuk keluar dari krisis kemanusiaan yang terjadi
pada manusia modern saat ini. Hingga kini gagasannya tetap menjadi bahan kajian
dan perjuangan umat Islam pada abad ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin.1995. Filsafat Kalam di Era Post Modernisasi .Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar.
Al Faruqi online pada http://www.ismailfaruqi.com
Al-Faruqi, Ismail Raji. 1986. Islamization of Knowledge: the general principles
and the
Workplan dalam Knowledge for what? National Hijra Council.
__________1982, Tauhid. Its Implications for Thought and Life. Wynccote USA:
The
lntenationallnstitute of Islamic Thought.
Ancok, Djamaluddin dan Suroso, Nashori, Fuad. 1994. Psikologi Islami, Solusi
Islam
atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta Pustaka Pelajar.
Anis, Ahmad, 1988. Reorientation of Islamic History: Some Methodlogical
essues. In
Islam.. Source and Purpose of Knowledge IIIT. Herndon: The International
Institute of Islamic Thought.
Azis, Amin. 1992. Islamisasi Ilmu sebagai Issu dalam Ulumul Qur'an Volume III,
no.4
tahun 1992.
Daud, Wan Mohd Nor. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.
Naquib Al-
Attas. Bandung : Penerbit Mizan.
Giibb, H.A.R. 1978. Aliran-aliran Moderen dalam Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Imanuddin, Khalil. 1994. Pengantar Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Sejarah.
Jakarta
Media Dakwah.