mgso4_kelompok 7
TRANSCRIPT
MAKALAH FARMAKOLOGI
MGSO4
Oleh:
TUTOR 7
Nurul Khaira 220110100006Novi Lisnawati 220110100018Nur Putri Indrayani 220110100030Riska Arisman 220110100042Azmi Priyanda 220110100056Redita Christy 220110100066Dinny Ria Pertiwi 220110100078Dwi Jayanti Meiana Dewi 220110100090Fabianus Tegar 220110100102Tian Pradiani 220110100114Putri Sarah Gamarsyah 220110100126Nabilah 220110100138
FAKULTAS ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR2013
I. DEFINIS[
Magnesium sulfate atau magnesium sulfat adalah garam anorganik ( senyawa kimia) yang
mengandung magnesium, sulfur dan oksigen, dengan rumus MgSO4.
Magnesium Sulfat merupakan salah satu jenis garam. Magnesium Sulfat memiliki banyak
jenis. Dimana masing - masing jenis ini memiliki fungsi tertentu. Hal ini tergantung pada hydrat
yang dimiliki. Beberapa macam Magnesium Sulfat berdasarkan kandungan hidratnya dapat dilihat
pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Jenis – jenis Magnesium Sulfat berdasarkan kandungan Hydrat
No Hydrat Nama Mineral Rumus Bangun
1
1Monohydrate Kieserit MgSO4.H2O
2Tetrahydrate Starkeyite
MgSO4.4H2O
3 Pentahydrate PentahydriteMgSO4.5H2O
4 Hexahydrate HexahydriteMgSO4.6H2O
5 Heptahydrate EpsomiteMgSO4.7H2O
( Sumber : freepatentsonline, 2007)
Magnesium sulfat (garam epsom) adalah senyawa laksatif yang bila diambil secara oral
digunakan sebagai pencahar, untuk mengobati mulas dan sembelit. Bila disuntikkan, untuk
mencegah kejang. Dalam mandi garam, magnesium sulfat digunakan untuk menarik racun keluar
dari tubuh dan untuk mengurangi peradangan.
Magnesium sulfat pertama kali dicoba untuk pengobatan kejang oleh Meltzer pada tahun 1899
dan bersamaan dengan Auer mencobanya untuk pengobatan kejang pada kera yang sakit tetanus.
Khon dan Sraubee sependapat dengan mereka dan mulai mengunakan magnesium sulfat untuk
pengobatan penderita tetanus.
Pengunaan magnesium sulfat parenteral untuk pengobatan eklampsia pertama kali dilakukan
oleh Horn tahun 1906 dengan penyuntikan secara intrathekal. Rissmann tahun 1916 memberikan
secara subkutan, Fisher tahun 1916 memberikan secara infus sebanyak 250 ml larutan 2% dan Von
Miltner (1920) memberikan secara gabungan suntikan subkutan dan intramuskuler.
Eastman dan Steptoe melaporkan pada tahun 1945 mengenai pengunaan megnesium sulfat pada
eklampsia dengan dosis 10 gram di ikuti tiap 6 jam dengan dosis 5 gram. Setelah mengunakannya
untuk 1200 kasus preeklampsia dan eklampsia, Eastman menyatakan bahwa magnesium sulfat
merupakan obat tunggal yang paling ampuh pada preeklampsia berat. Selain mencegah kejang obat
ini tidak menghambat persalinan.
Sejak tahun 1951, Pritchard mempelajari penggunaan magnesium sulfat sebagai pengobatan
tunggal pada preeklampsia. Selama 3 tahun terdapat 211 penderita preeklampsia dan eklampsia
yang diobati dengan magnesium sulfat dan dilaporkan hanya 1 kamatian ibu, sedangkan kamatian
perinatal sebesar 10%.
Zuspan pada tahun 1966 melaporkan 69 kasus eklampsia yang dirawat sejak tahun 1956 dengan
pengobatan magnesium sulfat secara tetes kontinyu dengan dosis 1 gram/jam dilaporkan 2 kematian
ibu (2,9%) yang terjadi 4 minggu pasca persalinan yang disebabkan kelainan sebagai akibat
eklampsia.
Suplementasi magnesium berupa pemberian oral magnesium aspartate hidrochloride selama
kehamilan untuk menurunkan insiden preeklampsia telah diteliti oleh Sibai dkk. Walaupun terjadi
peningkatan kadar magnesium dalam plasma darah, hasil analisa menunjukan tidak ada perbedaan
bermakna dalam hal insiden preeklampsia
Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk pengobatan
preeklampsia dan eklampsia di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri pengunaan magnesium sulfat
pada penderita preeklampsia dan eklampsia sudah cukup lama dan pada saat KOGI VI tahun 1985
di Ujung Pandang oleh Satgas Gestosis POGI ditetapkan magnesium sulfat merupakan satu-satunya
obat yang dipakai untuk pengobatan preeklampsia dan eklampsia.
Beberapa bayi juga mendapatkan manfaat dari magnesium sulfat intravena untuk perlindungan
dari cerebral palsy.
Pada kasus preeklampsia yang berat serta pada eklampsia, magnesium yang diberikan secara
parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat baik
pada ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau
intramuskuler dengan injeksi intermitten. Jadwal dosis untuk preeklampsia berat sama seperti untuk
eklampsia. Karena persalinan dan pelahiran merupakan saat kemungkinan besar terjadinya kejang,
wanita dengan preeklampsia-eklampsia biasanya diberi magnesium sulfat selama persalinan dan
selama 24 jam postpartum. Magnesium sulfat tidak diberikan untuk mengobati hipertensi.
Berdasarkan sejumlah studi serta pengamatan klinis yang luas, magnesium sulfat kemungkinan
besar memiliki efek anti kejang spesifik pada korteks serebri. Biasanya ibu berhenti kejang setelah
pemberian awal magnesium sulfat dan dalam 1 sampai 2 jam akan sadar dan pulih orientasinya
tentang tempat dan waktu.
Magnesium merupakan unsur penting dalam banyak sistem enzim, khususnya yang terlibat
dalam pembentukan energi, cadangan terbesar dalam skelet. Garam magnesium tidak diserap baik
dari saluran cerna, hal ini menjelaskan kegunaan magnesium sulfat sebagai laksatif osmotik,
bermanfaat bila diperlukan pengosongan usus yang cepat. Sebagai laksatif osmotik, magnesium
sulfat merupakan garam-garam anorganik dari ion-ion divalent, senyawa polialkohol dan disakarida
ini berkhasiat mencahar berdasarkan lambat absorbsinya oleh usus, sehingga menarik air dari luar
usus melalui dinding ke dalam usus oleh proses osmosa.
Pencahar osmotik bekerja dengan cara menahan cairan dalam usus secara osmosis atau dengan
mengubah penyebaran air dalam tinja. Magnesium diekskresi sebagian besar melalui ginjal dan
karena itu tertahan bila terdapat gagal ginjal walaupun hipermagnesemia (menyebabkan kelemahan
otot dan aritmia) jarang terjadi.
Hipomagnesemia. Karena magnesium dibuang dalam jumlah besar melalui cairan usus,
kehilangan besar dalam diare, stoma, atau fistula merupakan penyebab paling sering dar
hipomagnesemia, defisiensi dapat pula timbul pada alkoholisme atau terapi deuretik dan pernah
dilaporkan setelah pengobatan lama dengan aminoglikosid. Hipomagnesemia sering menyebabkan
hipokal-semia sekunder dan juga hipokalemia dan hiponatremia.
Hipomagnesemia simtomatik dihubungkan dengan deficit 0.5-1 mmol/kg, mungkin diperlukan
sampai 160 mmol Mg 2+ selama 5 hari untukmenutup deficit (memungkinkan pengeluaran melalui
urin). Magnesium diberikan dosis awal secara infuse intravena atau injeksi intramuskuler. Kadar
magnesium plasma harus diukur untuk menenukan kecepatan dan lama infuse, dan dosis harus
diturunkan pada kerusakan ginjal.untuk mencegah berulangnya deficit, magnesium dapat diberikan
melalui mulut dengan dosis 24 mmol Mg 2+ tiap hari dalam dosis terbagi, sediaan yang sesuai
adalah tablet magnesium gliserofosfat (tidak dipasarkan). Untuk pemeliharaan (misalnya pada
nutrisi intravena) dosis parenteral magnesium adalah 10-20 mmol Mg 2+ sehari (lazimnya sekitar
12 mmol Mg 2+ tiap hari).
Magnesium Sulfat menunjukkan peran besar dalam eklamsia untuk mencegah kejang berulang.
Cara pengobatan di Inggris beragam antar rumah sakit tetapi selalu diawali pemberian intravena
magnesium sulfat 4 gram (kira-kira 16 mmol Mg 2+) dalam 20 menit disusul dengan infuse
intavena dengan kecepatan 1 gram (kira-kira 4 mmol Mg 2+) tiap jam. Berulangnya kejang
mungkin memerlukan bolus intravena tambahan 2-4 gram (kira-kira 8-16 mmol Mg 2+).
Monitoring EKG dilaksanakan, demikian juga pengawasan tekanan darah dan pengawasan tanda
klinis overdosis (hilangnya reflek patella, lemah, mual, rasa panas, flushing, mengantuk, pandangan
ganda, dan slurred speech, injeksi kalsium glukonat digunakan pada manajemen toksisitas
magnesium). Juga perlu untuk memantau detak jantung fetus terus-menerus.
Magnesium sulfat ; garam Inggeris ; mekanisme kerjanya didalam usus berdasarkan penarikan
air (osmosis) dari bahan makanan karena tigaperempat dari dosis oral tidak diserap. Resorpsi,
antara 15-30% dari dosis diserap oleh usus, yang dapat mengakibatkan kadar magnesium darah
terlampau tinggi, khususnya jika fungsi ginjal kurang baik. Oleh karena itu, magnesium sulfat
hendaknya jangan digunakan untuk waktu yang lama. Mulai kerjanya setelah 1-3 jam. Boleh
digunakan selama kehamilan, akan tetapi masuk ke air susu ibu.
Obat ini bekerja sebagai vasodilator serebral dan stabilisator membran, mengurangi iskemia dan
kerusakan neuron yang mungkin terjadi. Obat ini juga bisa bekerja sebagai anti konvulsan sentral
yang memblok reseptor N-methyl-D-aspartat. Magnesium sulfat mempunyai jangkauan terapi yang
luas dan monitoring klinis cukup dengan mengobservasi frekuensi pernapasan, saturasi PO2 (pulse
oximetry ) dan reflek perifer. Monitoring ketat kadarnya dalam serum penting khususnya jika ada
penurunan ekskresi ginjal, karena kelebihan magnesium sulfat bisa menyebabkan depresi
pernafasan berat dan bahkan kegagalan fungsi kardio respirasi untungnya ada antidotum kalsium
glukonate yang bekerja cepat.
Penggunaan rutin magnesium sulfat sebagai profilaksi pada semua wanita dengan preeklamsia
masih dipertanyakan. Meskipun demikian jika keputusan dibuat untuk menerapi wanita tersebut
sebagai profilaksi selama persalinan magnesium sulfat adalah terapi ideal, terlebih lagi pada uji
terbaru dengan skala yang lebih besar, magnesium sulfat lebih baik daripada phenitoin dan
diazepam untuk terapi prevensi kejang berulang pada wanita eklamsia, semua wanita dengan
eklamsia harus mendapat magnesium sulfat selama persalinan dan minimal 24 jam postpartum.
Magnesium sulfat selain dipakai untuk mencegah kejang dapat dipakai untuk mengatasi kejang
dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi uterus, efek lainnya adalah vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sementara dan diikuti oleh kenaikan nadi.
Dalam hal ini magnesium sulfat tidak dipakai sebagai anti hipertensi tetapi sebagai vasodilatasi dari
uterus. Dosis yang besar dapat mengakibatkan gangguan dari kontraksi uterus.
II. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam cairan intraseluler.
Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim tubuh dan berfungsi penting dalam transmisi
neurokimiawi dan eksitabilitas otot. Kurangnya kation ini dapat menyebabkan gangguan struktur
dan fungsi dalam tubuh.
Seorang dewasa dengan berat badan rata-rata 70 kg mengandung kira-kira 2000 meq
magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang, 45% merupakan kation intraseluler dan
5% didalamnya cairan ekstraseluler. Kadar dalam darah adalah 1,5 sampai 2,2 meq magnesium/liter
atau 1,8 sampai 2,4 mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3 bagian terikat
dengan plasma protein.
Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar magnesium darah, walaupun tidak ditemukan
perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal dan preeklampsia-eklampsia. Penurunan kadar
magnesium dalam darah pada penderita preeklampsia dan eklampsia mungkin dapat diterangkan
atas dasar hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan.
A. Aborsi dan Eksresi
Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana hanya 1/3 bagian
diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu proses aktif yang berhubungan erat dengan
sistem transport kalsium. Bila penyerapan magnesium kurang akan menyebabkan penyerapan
kalsium meningkat dan sebaliknya.
Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan. Pemberian magnesium
parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel, sebagian ketulang dan sebagian lagi segera
melewati plasenta. Ekskresi magnesium terutama melalui ginjal, sedikit melalui penapasan, air
susu ibu, saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian proksimal. Bila kadar
magnesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus ginjal menurun, sedangkan
clearence ginjal meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar magnesium dalam darah dapat
disebabkan karena pemberian yang berlebihan atau terlalu lama dan karena terhambatnya
ekskresi melalui ginjal akibat adanya insufisiensi atau kerusakan ginjal.
Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi spasme pada seluruh pembuluh darah sehingga
aliran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan GFR dan produksi urine berkurang. Oleh
karena itu mudah terjadi peninggian kadar magnesium dalam darah2,10.
Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa, amonium klorida,
furosemide, asam etakrinat dan merkuri organik. Kekurangan magnesium dapat disebabkan
oleh karena penurunan absorbsi misalnya pada sindroma malabsorbsi, by pass usus halus,
malnutrisi, alkholisme, diabetik ketoasidosis, pengobatan diuretika, diare, hiperaldosteronisme,
hiperkalsiuri, hiperparatiroidisme.
Cruikshank et al menunjukan bahwa 50% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal
pada 4 jam pertama setelah pemberian bolus intravena, 75% setelah 20 jam dan 90% setelah 24
jam pemberian. Pitchard mendemontrasikan bahwa 99% magnesium akan diekskresikan
melalui ginjal setelah 24 jam pemberian intavena.
B. Mekanisme Kerja
1. Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian reaksi adenosin fosfat
(ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian metabolisme fosfat. Juga berperan
penting dalam metabolisme intraseluler, misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam
ribosom.
2. Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler.
Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui dan menjadi pokok
pembahasan. Beberapa penulis berpendapat bahwa aksi magnesium sulfat di perifer pada
neuromuskular junction dengan minimal atau tidak ada sama sekali pengaruh pada sentral.
Tapi sebagian besar penulis berpendapat bahwa aksi utamanya adalah sentral dengan efek
minimal blok neuromuskuler.
Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan mengakibatkan
penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP mirip dengan ion kalium.
Hipomagnesemia mengakibatkan peningkatan iritabilitas SSP, disorientasi, kebingungan,
kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik. Suntikan magnesium sulfat secara intravena cepat
dan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal
ini mungkin disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer.
Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa menimbulkan depresi umum
susunan syaraf pusat pada ibu maupun janin.
Donaldson (1978,1986) serta beberapa neurolog lainnya dengan alasan yang sulit
dimengerti, secara keliru menekankan bahwa magensium sulfat merupakan anti konvulsan
yang bekerja perifer dan karenanya merupakan obat yang jelek. Obat ini hanya bekerja pada
konsentrasi yang menyebabkan kelumpuhan dan akibatnya pasien eklampsia yang diobati
akan menjadi tenang diluar tetapi masih kejang-kejang didalam.
Thurnau dkk. (1987) memperlihatkan bahwa konsentrasi magnesium dalam cairan
serebrospinal setelah terapi magnesium pada preeklampsia mengalami sedikit peningkatan
tetapi sangat bermakna. Borges dan Gucer (1978) mengajukan bukti yang meyakinkan
bahwa ion magnesium menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang jauh lebih spesifik
dari pada depresi umum. Borges dkk. mengukur kerja magnesium sulfat yang diberikan
secara parenteral terhadap aktifitas syaraf epileptik pada primata dibawah tingkat manusia
yang tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar. Magnesium akan menekan timbulnya
letupan neuron dan lonjakan pada EEG interiktal dari kelompok neuron yang dibuat
epileptik dengan pemberian penisilin G secara topikal. Derajat penekanan akan bertambah
seiring dengan meningkatnya kadar magnesium plasma dan akan berkurang dengan
menurunnya kadar magnesium.
3. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka. Kelebihan
magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin. Akibat
kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi dengan pemberian
kalsium, asetilkolin dan fisostigmin.
Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendon dalam mulai
berkurang dan mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter. Oleh karena itu selama
pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks fatela.
4. Sistem syaraf otonom
Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat digunakan untuk
mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah pelepasan katekolamin
sehingga dapat menurunkan kepekaan reseptor adrenergik alfa.
5. Sistem Kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium. Kadar magnesium
dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter menyebabkan perpanjangan waktu hantaran
PR dan QRS interval pada EKG. Menurunkan frekuensi pengiriman infuls SA node dan
pada kadar lebih dari 15 meq/liter akan menyebabkan bradikardi bahkan sampai terjadi
henti jantung yaitu pada kadar 30 meq/liter. Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung
terhadap otot jantung atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan.
Kadar magnesium 2-5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini terjadi karena
pengaruh vasodilatasi pembuluh darah, depresi otot jantung dan hambatan gangguan
simpatis. Magnesium sulfat dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil dengan
preeklampsia dan eklampsia, wanita tidak hamil dengan tekanan darah tinggi serta pada
anak-anak dengan tekanan darah tinggi akibat penyakit glomerulonefritis akut.
Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan darah arteri setelah
diberikan magnesium sulfat 4 gram secara intravena dan dalam waktu 15-20 menit normal
kembali. Sedangkan Thiagarajah dkk dalam penelitiannya tidak mendapatkan perubahan
yang bermakna baik penurunan tekanan darah, perubahan denyut jantung ataupun tahanan
perifer. Cotton dkk (1842), mengumpulkan data-data menggunakanan kateterisasi ateri
pulmonal dan radial. Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena dalam waktu 15
menit, tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun. Pemberian magnesium menurunkan
tahanan vaskuler sistemik serta tekanan arteri rata-rata, dan secara bersamaan juga
meningkatkan curah jantung tanpa disertai depresi miokardium.
6. Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya lebih dari 10 meq/liter
bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya mencapai 15 meq/liter.
Somjen memonitor secara ketat dua orang penderita dengan kadar magnesium dalam
darah 15 meq/liter akan didapati kelumpuhan otot pernapasan tanpa disertai gangguan
kesadaran maupun sensoris.
Sebagai pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi pernapasan diberikan
kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml dari larutan 10%) secara intravena dalam
waktu 3 menit dan dilakukan pernapasan buatan sampai penderita dapat bernapas sendiri.
Pemberian ini dapat dilanjutkan 50 ml kalsium glukonas 10% yang dilarutkan dalam
dektrose 10% per infus. Bila keadaan tidak dapat diatasi dianjurkan untuk hemodialisis atau
peritoneum dialisis.
7. Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak dipelajari oleh para
sarjana. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita yang diberi 4 gram MgSO4 secara intravena
dan mendapatkan adanya penurunan kontraksi uterus yang nyata pada 21 penderita , pada 7
penderita terdapat penurunan kontraksi uterus yang sedang dan pada 4 penderita malah di
dapatkan penambahan kekuatan kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya
berlangsung selama 3-15 menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2 meq/liter
menjadi 7-8 meq/liter dan menurun kembali 5-6 meq/liter pada akhir menit ke-15. lama dan
derajat perubahan sangat individual, bahkan diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.
Magnesium sulfat (Mg SO4 7[H2O]), sudah cukup lama dikenal sebagai obat utama
pada preeklampsia di Amerika Serikat, namun kini telah diterima dan bahkan menjadi obat
utama diberbagai pusat layanan sebagai obat tokolitik. Tahun 1969 Vulpian pertama kali
mendemontrasikan adanya aksi paralisis dari magnesium sulfat. Tahun 1982, Nan Dyke dan
Hasting melihat bahwa pada kondisi kadar yang berbeda memberikan respon yang berbeda
pula. Tapi keadaan yang berlawanan justru terjadi yakni adanya efek relaksasi uterus pada
keadaan tidak adanya magnesium maupun pada keadaan kadar magnesium yang tinggi. Bila
kadar magnesium sulfat berada dalam kadar menengah, nampaknya terjadinya kontraksi
miometrium.
Pada tahun 1959, Hall melakukan penelitian invitro efek magnesium sulfat pada
miometrium. Pada penelitian ini megnesium sulfat menyebabkan relaksasi bila konsentrasi
mencapai 8-19 mEq/1, penghambatan sempurna dicapai bila konsentrasi magnesium 14-30
mEq/1. pada penelitian invivo, digunakan magnesium sulfat dengan kadar dalam darah 5-8
mEq/1. Toksisitas tampak bila kadar dalam darah mencapai kurang lebih 10 mEq/1. Hall
juga mendemontrasikan perpanjangan proses persalinan pada penderita preeklampsia yang
diberikan pengobatan dengan magnesium sulfat. Lama proses persalinan secara berlangsung
sebanding dengan kadar magnesium sulfat dalam darah. Tahun 1966, pertama kali
pemakaian magnesium sulfat sebagai obat tokolitik dilaporkan oleh Rusu dan tahun 1975,
Kiss dan Szoke melaporkan pengunaan magnesium secara intravena untuk
tokolitik.Pemberian magnesium sulfat oleh beberapa ahli disebutkan dapat menurunkan
angka kejadian celebral palsy. Namun grether dkk, tidak menemukan adanya hubungan
yang bermakna antara pemberian magnesium sulfat dengan resiko cerebral plsy ini. Pada
penelitian lainnya Grether telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pemberian magnesium sulfat dengan resiko kematian neonatus.
Magnesium adalah kation terbesar kedua didalam sel. Jumlah seluruh magnesium dalam
tubuh adalah 24 g. magnesium intraseluler adalah bagian terpenting sebagai kofaktor pada
reaksi berbagai enzim dan masuk ke dalam sel secara difusi. Magnesium dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui ginjal. Magnesium secara bebas difiltrasi dalam glomerulus dan
sebagian direabsorbsi dalam tubulus renalis. ekskresi dalam urin kurang lebih 3-5% dari
magnesium yang difitrasi. Pada wanita hamil kadar magnesium plasma menurun ; 1,83
mEq/1 untuk wanita tidak hamil menjadi 1,39 mEq/1 untuk wanita yang hamil.
Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat tokolitik yakni
dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium dan secara langsung berefek pada sel-
sel miometrium. Pertama, peningkatan kadar megnesium menurun pelepasan asetikolin oleh
motor end plate pada neuromuscular junction. Sebagai tambahan Magnesium mencagah
masuknya kalsium neuron dan efektif memblokir transmisi syaraf. Kedua, magnesium
berefek sebagai antagonis terhadap kalsium pada tingkat sel dan dalam ruang ekstraseluler.
Peningkatan kadar magnesium menyebabkan hipokalsemia melalui penekanan sekresi
hormon paratiroid dan melalui peningkatan pembuangan kalsium oleh ginjal. Baik
Magnesium dan kalsium direabsorbsi pada tubulus renalis. Pada sisi yang sama Peningkatan
kadar magnesium mencegah rabsorbsi kalsium dan menyebabkan hiperkalsiuria. Disamping
menyebabkan hipokalsemia, peningkatan kadar magnesium juga berkompetisi dengan sisi
ikatan kalsium yang sama yang mengakibatkan penurunan menurunnya kadar ATP
(adenosine triphosphate) sampai pada kadar dimana sel tidak mengikat kalsium. Hal ini
mencegah aktivasi dari kompleks aktin dan myosin. Data klinik mendukung teori bahwa
magnesium berefek sebagai tokolitiknya melalui antogonism kalsium : pada keadaan
hipokalsemia pada penderita yang menerima magnesium sulfat kemudian diobati dengan
pemberian kalsium, terjadi peningkatan aktivitas uterus.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai efektifitas magnesium sulfat sebagai
tokolitik. Namun, batasan saat pemberian tokolitik sulfat sangat bervariasi. Steer dan Petrie
mengemukan bahwa magnesium sulfat efektif sebagai tokolitik dan ma,pu menghambat
persalinan prematur selama 24 jam pada 96% penderita bila pembukaan serviks kurang dari
1 sentimeter. Tetapi bila pembukaan serviks 2-5 sentimeter hanya 25% yang berhasil. Para
ahli berkesimpulan bahwa makin cepat pemberian obat tokolitik merupakan kunci
keberhasilan penundaan proses persalinan prematur. Tokolitik dengan magnesium sulfat
secara konvensional dibatasi selama 72 jam.
Kadar magnesium dalam serum untuk tokolitik dipertahankan pada kadar 4-9 mg/dl.
Bila digunakan sebagai tokolitik, toksisitas magnesium sulfat sangat jarang meskipun
kecepatan pemberiannya kurang lebih 4 g/jam atau pasien penderita penyakit ginjal. Refleks
patella akan menghilang bila kadar magnesium plasma 9-13 mg/dl, depresi pernapasan
terjadi pada kadar 14 mg/dl. Sebagai antodotum untuk toksisitas magnesium adalah 1 g
kalsium glukonas yang dinerikan secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor
secara ketat dan pemberian cairan sacara intravena harus dibatasi untuk mencegah
terjadinya edema paru.
Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian magnesium sulfat
adalah edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, pandangan kabur, mual,
muntah, nystagmus, lethargy, hipotermi, retensi urin, dan konstipasi. Laporan dari penelitian
Scudiero menunjukan bahwa ternyata ada hubungan antara pembaerian tokolitik magnesium
sulfat dan terjadinya kematian pada janin. Pada sebagian besar penderita efek samping itu
ringan. Efek samping yang jarang tetapi dampaknya serius adalah hipokalsemi. Pada kadar
kalsium kurang dari 7 mg/dl dapat menyebabkan tegang.
Menurut Abarbanel kontraksi uterus yang diakibatkan oleh pemberian oksitosin dapat
dihambat dengan pemberian magnesium sulfat.
Sekitar 20-40 pasien nulipara dalam persalinannya membutuhkan oksitosin augmentasi.
Tetapi 7-33% berkembang menjadi hiperstimulasi uterus dan diberhentikan pemberian
oksitosin. Valenzuela dkk. mencoba mengamati penggunaan magnesium sulfat untuk
mengatasi keadaan tersebut. Dalam 5 menit setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat
intravena terjadi peningkatan interval amplitudo kontraksi uterus.
Magensium sulfat merupakan non spesipik kalsium antagonis. Macones & collegues
(1997) dan Gyetvai & cowokers (1999) mengevaluasi efikasi magnesium sulfat dan
tokolisis secara meta-analsis. Magnesium sulfat sebagai tokolisis dapat memperpanjang
kehamilan 24-48 jam dengan efeks samping ibu yang minimal. Setara dengan golongan
beta-mimetik seperti ritidrine.
C. Interaksi obat dan Efek Samping
Dahulu MgSO4 dalam jumlah yang banyak secara parenteral digunakan sebagai obat anestesi.
Pemberian secara intratekal menghasilkan anestesi yang baik, tetapi pengunaannya sebagai obat
anestesi tidak bertahan lama karena sempitnya waktu karena antara terjadinya anestesi dan
depresi pernapasan. Karena MgSO4 menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan
kepekaan motor endplate maka MgSO4 mempunyai pengaruh potensial, sinergis dan
memperpanjang pengaruh dari obat-obat pelemas otot non depolarisasi (kurare) dan depolarisasi
(suksinilkolin) sehingga kerja obat-obat tersebut akan lebih kuat dan lebih lama . Pemberian
reversal pada akhir operasi akan lebih sulit atau memerlukan dosis yang lebih tinggi. Karena itu
dianjurkan 20-30 menit sebelum pemberian obat-obat pelemas otot, sebaiknya pemberian
MgSO4 dihentikan dan dosis obat-obat pelemas otot tersebut dikurangi selama operasi.
MgSO4 mempunyai pengaruh potensiasi dengan obat-obat penekan SSP (barbiturat, obat-
obat anestesi umum).
Pemberian MgSO4 pada penderita yang sedang mendapat pengobatan digitalis harus dengan
hati-hati karena bila terjadi hipermagnesia, pengobatan kalsium yang diberikan dapat
menyebabkan henti jantung.
Pemberian MgSO4 bersamaan dengan promethazine dapat menyebabkan hipotensi yang
hebat karena kedua obat tersebut menpunai efek vasodilatasi.
Bloss dkk dalam penelitiannya mendapatkan bahwa gabungan MgSO4 dengan oksitosin
yang sering terdapat pada penderita preeklampsia berat, ternyata oksitasin tidak mempengaruhi
farmakokinetik, distribusi dan kadar magnesium.
Penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang enak berupa rasa panas di muka,
muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini timbul karena kadar magnesium segera
meningkatdan akan menghilang dengn menurunnya kadar magnesium. Reaksi tidak didapatkan
pada penyuntikan secara intramuskular walaupun dengan dosis tinggi, karena peningkatan
kadar magnesium secara perlahan-lahan. Rasa panas di muka dan muka merah akibat
vasodilatasi yang terjadi setelah pemberian magnesium sulfat.
D. Sediaan
Garam magnesium tersedia dalam berbagai bentuk misalnya magnesium sitrat, magnesium
karbonat, magnesium oksida, milk of magnesia, magnesium fosfat, magnesium trisilikat, dan
magnesium sulfat.
Magnesium sulfat atau disebut juga garam Epson, banyak dipergunakan dalam bidang
kebidanan, merupakan sediaan yang dipakai untuk pengunaan parenteral. Apabila kita
menyebut magnesium sulfat maka yang dimaksud adalah senyawa MgSO4. 7H2O USP (United
States Pharmacope) yang merupakan kristal berbentuk prisma dingin, pahit dan larut dalam air
(kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini setara dengan 4,08 milimol atau 8,12 meq magnesium.
Larutan injeksi MgSO4. 7H2O USP terdapat dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan
50%.
E. Dosis dan Cara Pemberian
Magnesium sulfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan dapat diberikan melalui
berbagai cara. Peroral ternyata magnesium sulfat sangat sedikit diserap dari saluran pencernaan
dan jumlah sedikit yang diserap tersebut segera dikeluarkan melalui urin, sehingga kadar
magnesium dalam serum hampir tidak dipengaruhi. Pemberian secara parenteral barulah dapat
menaikan kadar magnesium. Dalam sejarah pengunaannya, cara pemberian parenteral sangat
bervariasi dari mulai pemberian secara intratekal, intraspinal, hipodemal, subkutan,
intramuskular, intravena sampai perimpus secara terus menerus.
Kebanyakan sekarang digunakan pemberian per infus secara kontinyu daripada suntikan
intramuskuler karena akan terasa sangat nyeri meskipun telah dicampur dengan procain.
Suntikan intramuscular berulang-ulang dapat menyebabkan mialgia dan abses. Namun cara
pemberian per infus membutuhkan pengawasan yang ketat karena dapat mengakibatkan henti
napas.
Penguanaan magnesium sulfat dijaman modern dipopulerkan oleah Eastman dan
sumbangan yang sangat penting diberikan oleh Chesley, Pritchard dan Hall.
Eastman menganjurkan cara pemberian sabagai berikut; yaitu dosis awal 10 gram diikuti 5
gram setiap 6 jam, akan memberikan kadar serum magnesium sebesar 3 sampai 6 mg per 100
ml dan tidak ada yang melebihi 7 mg, sehingga kadar ini masih dalam batas aman.
Pritchard mengunakan dodis yang lebih tinggi dari pada Eastman yaitu pada eklampsia
diberikan dosis 4 gram secara intravena dan 10 gram secara intramuskuler, selanjutnya setiap 4
jam diberikan 5 gram intramuskuler, sehingga dosis total dalam 24 jam mencapai 39 gram.
Kadar magnesium serum yang diperoleh biasanya diantara 4-7 meq/liter atau 8-8,4 mg/100 ml.
Zuspan mengunakan cara inpus dengan dosis 10-20 gram magnesium sulfat dilarutkan
dalam larutan 1000 ml dekstrose 5%, diberikan pada kecepatan 1 gram/jam atau 16 tetes/menit.
Untuk kasus eklampsia ditambahkan dosis awal sebanyak 4-6 gram, diberikan secara intravena
perlahan-lahan selama 5-10 menit. Apabila penderita masih kejang atau 2-4 gram intravena.
Apabila penderita sudah tidak kejang lagi dan dosis pemeliharaan tetap 1 gram/jam yang
diberikan dengan pompa infus.
Gedekoh dkk menganjurkan pengobatan terpilih untuk penderita eklampsia adalah
pemberian magnesium sulfat dengan dosis awal 4 gram secara intravena, diikuti infus kontinyu
dengan dosis 1-2 gram/jam.
Satgas Gestosis POGI dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di
Indonesia menganjurkan cara pemberian dan dosis magnesium sulfat sebagai berikut :
a. Preeklampsia berat
Dosis awal
4 gram magnesium sulfat, (20% dalam 20 ml) intravena sebanyal 1 g/menit, ditambah 4
gram intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40% dalam 10 ml)
Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal, selanjutnya diberikan
4 gram intramuskuler setiap 6 jam
b. Eklampsia
Dosis awal
4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml intravena selam 4 menit, disusul 8 gram
larutan 40% dalam larutan 10 ml diberikan pada bokong kiri dan bokong kanan masing-
masing 4 gram
Dosis pemeliharaan
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram intramuskuler
Dosis tambahan
Bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO4 2gram intravena 2 menit.
Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir
Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali dalam 6 jam saja
Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5
mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan.
III. PENGARUH MgSO4 PADA JANIN DAN BAYI BARU LAHIR
Magnesium dapat melewati plasenta dan segera masuk kejaringan janin. Seorang bayi baru lahir
dengan berat badan 3,5 kg mempunyai 600 meq magnesium dalam badan.
Cruickshank dkk. menyelidiki hubungan antara kadar magnesium dan kalsium dalam serum ibu
dan bayi setelah mendapatkan pengobatan magnesium sulfat. Ternyata kenaikan kadar magnesium
dalam serum ibu, juga diikuti dengan kenaikan kadar magnesium dalam darah tali pusat janin tetapi
sedikit lebih rendah.
Pengaruh magnesium sulfat terhadap variabilitas frekuensi dasar denyut jantungjanin masih
diperdebatkan. Beberapa peneliti mengatakan ada perubahan. Tetapi penulis lain mendapatkan
peningkatan pada variabilitas frekuensi dasar denyut jantung janin.
Mengenai nilai apgar pada bayi baru lahir dengan kadar rata-rata magnesium dalam serum 3,7
meq/l (2,0 meq/1 – 7,4 meq/1) ternyata terdapat 8 bayi diantara 118 bayi dengan nilai apgar menit
pertama kurang dari 5 dan 2 bayi meninggal karena berat badan lahir rendah. Sehingga disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar magnesium dalam serum bayi dengan nilai
apgar.
Hipermagnesia pada ibu dapat menyebabkan keadaan yang kurang baik bagi janin dan bayi
yang baru lahir. Gejala hipermagnesia pada bayi adalah : mengantuk, hambatan pada pernapasan
sehingga diperlukan resusitasi atau ventilasi yang baik, tidak dapat menangis atau lemah, tonus
menurun dan refleks yang menurun.
Lipsitz melaporkan 16 bayi baru lahir dengan hipermagnesia dengan gejala kegagalan
pernapasan dan repleks yang menurun sehingga ia membuat suatu skor hipermagnesemik yang
dinilai dari menit pertama sampai menit ke 60 setelah bayi lahir. Tinggi skor tersebut
menggambarkan makin tingginya hipermagnesemia bayi.
Savory dkk mendapatkan 2 bayi baru lahir yang mengalami hipermagnesemia dengan kadar
magnesium sulfat dalam darah 8-10 meq/1 dari 92 kasus preeklampsia-eklampsia yang
mendapatkan magnesium sulfat dengan dosis awal (2 gram intravena dan 8 gram intramuskuler)
dosis selanjutnya 4 gram/ 4 jam. Penulis lain mendapat 2 bayi baru lahir dengan gejala perut
kembung dan mekonium yang tidak dapat dikeluarkan (sindroma aspirasi mekonium). Bayi
pertama dengan kadar magnesium dalam serum 9,0 meq/1 dan yang kedua 6,0 meq/1. diduga
hepermagnesemia menekan fungsi otot polos dari usus sehingga menyebabkan ileus.
Peaceman dkk. melakukan penelitian terhadap pengaruh magnesium sulfat pada tololisis
terhadap profil biofisik janin. Dari 22 responden didapatkan hasil 50% janin menunjukan NST
nonreactive, 4 dari 22 (18%) fetal breathing movement lemah. Sedangkan fetal tone, gross body
movements dan cairan ketuban tidak dipengaruhi. Sedangkan penelitian Carlan dkk. Menunujukkan
menurunnya fetal breathing activity pada bayi aterm.
Suatu kontrol studi mengamati pengaruh magnesium tokolisis terhadap abnormalitas tulang
neonatus menunjukan bahwa pemberian magnesium sulfas akan menimbulkan abnormalitas proses
mineralisasi pada metapisis humerus.
Pengobatan hipermagnesemia pada bayi baru lahir :
1. Resusitasi dan bantuan pernapasan, bila perlu dengan intubasi dan alat resusitator.
2. berikan kalsium glukonnas sebagai antagonis terhadap depresi susunan syaraf tepi dan pusat
dengan dosis 200-500 mg yang diencerkan dalam 10 ml NaCl dan diberikan secara perlahan-
lahan secara intravena dengan memonitor denyut jantung bayi
3. Dekstrose 10% dengan dosis 65 ml/kg/hari dalam 24 jam pertama kemudian dilanjutkan dengan
dosis 85 ml/kg/hari dekstrose 10 dalam NaCl 0,2%. Pengobatan ini bertujuan untuk balans
elektrolit dan memperlancar diuresis.
4. Transfusi tukar darah
SUMBER
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18302/4/Chapter%20II.pdf diakses pada Senin 29 April 2013,
15.35
http://digilib.unsri.ac.id/download/MGSO4%20.pdf diakses pada Senin 29 April 2013, 19.45