metodologi perancangan pengujian rincian saldo

7
PENYELESAI AN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PENDAPATAN DAN PENAGIHAN PIUTANG USAHA 1. METODOLOGI UNTUK PERANCANGAN PENGUJIAN RINCIAN SALDO Dalam memutuskan bukti yang sesuai untuk melakukan pengujian rincian saldo sangat rumit sebab harus diputuskan secara objektif satu-persatu, dan disana ada beberapa interaksi yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Sebagai contoh, auditor harus mengevaluasi kemungkinan adanya kecurangan, dan juga mempertimbangkan resiko melekat, yang mungkin berbeda untuk setiap tujuan, dan hasil dari pengujian substantive atas penjualan dan penerimaan tunai, yang tujuannya juga bervariasi. Auditor harus pula mempertimbangkan hasil pengujian pengawasan dan penilaian resiko pengawasan. Dalam merancang pengujian rincian saldo untuk rekening piutang, penting untuk memenuhi 8 (delapan) tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Hal ini disebut tujuan audit rekening piutang yang berkaitan dengan saldo, terdiri dari : 1. Rekening umur piutang dalam neraca saldo sesuai jumlahnya dengan data asli lainnya, dan totalnya ditambah dengan benar dan sesuai dengan jurnal buku besar (detail tie-in). 2. Piutang usaha yang dicatat ada (existence). 3. Piutang usaha yang ada telah dicantumkan (completeness). 4. Piutang usaha sudah akurat (accuracy). 5. Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar (classification). 6. Pisah batas piutang usaha sudah benar (cut-off). 7. Piutang usaha dinyatakan pada nilai realisasi (realizable value).

Upload: ar-kamardi-indra

Post on 25-Sep-2015

313 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

perancangan

TRANSCRIPT

PENYELESAI AN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PENDAPATAN DAN PENAGIHAN PIUTANG USAHA

1. METODOLOGI UNTUK PERANCANGAN PENGUJIAN RINCIAN SALDO

Dalam memutuskan bukti yang sesuai untuk melakukan pengujian rincian saldo sangat rumit sebab harus diputuskan secara objektif satu-persatu, dan disana ada beberapa interaksi yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Sebagai contoh, auditor harus mengevaluasi kemungkinan adanya kecurangan, dan juga mempertimbangkan resiko melekat, yang mungkin berbeda untuk setiap tujuan, dan hasil dari pengujian substantive atas penjualan dan penerimaan tunai, yang tujuannya juga bervariasi. Auditor harus pula mempertimbangkan hasil pengujian pengawasan dan penilaian resiko pengawasan.

Dalam merancang pengujian rincian saldo untuk rekening piutang, penting untuk memenuhi 8 (delapan) tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Hal ini disebut tujuan audit rekening piutang yang berkaitan dengan saldo, terdiri dari :

1. Rekening umur piutang dalam neraca saldo sesuai jumlahnya dengan data asli lainnya, dan totalnya ditambah dengan benar dan sesuai dengan jurnal buku besar(detail tie-in).

2. Piutang usaha yang dicatat ada (existence).

3. Piutang usaha yang ada telah dicantumkan (completeness).

4. Piutang usaha sudah akurat (accuracy).

5. Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar (classification).

6. Pisah batas piutang usaha sudah benar (cut-off).

7. Piutang usaha dinyatakan pada nilai realisasi (realizable value).

8. Klien memiliki hak atas piutang usaha (rights).

Metodologi yang dilakukan auditor dalam mendesain pengujian atas rincian saldo untuk rekening piutang terdiri dari beberapa fase, ilustrasi berikut menggambarkan metodologi dalam mendesain pengujian atas rincian saldo.

Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Mempengaruhi Piutang Usaha (Tahap I)

Pemahaman mengenai industri dan lingkungan eksternal klien serta mengevaluasi tujuan manajemen digunakan untuk mengidentifikasi risiko bisnis klien yang signifikan, yang dapat mempengaruhi laporan keuangan termasuk piutang usaha. Maka oleh karena itu auditor harus melaksanakan prosedur analitis untuk menunjukkan kenaikan risiko salah saji piutang usaha.

Ketika mengevaluasi risiko inheren dan bukti yang direncanakan dalam piutang usaha, auditor mengembangkan risiko yang mempengaruhi piutang usaha. Contoh : auditor dapat meningkatkan risiko inheren untuk nilai realisasi bersih piutang usaha.

Menetapkan Salah Saji yang Dapat Ditoleransi dan Menilai Risiko Inheren (Tahap I)

Auditor harus memutuskan perimbangan pendahuluan mengenai materialitas laporan keuangan secara keseluruhan dan kemudian mengalokasikan jumlah pertimbangan pendahuluan ke setiap akun neraca yang signifikan, termasuk piutang usaha. Secara khusus piutang usaha merupakan salah satu akun yang paling material, bahkan untuk saldo piutang yang paling kecil sekalipun, transaksi dalam silkus penjualan dan penagihan yang mempengaruhi saldo piutang usaha hampir pasti sangat signifikan.

Auditor harus mengidentifikasi secara formal risiko kecurangan tertentu menyangkut pengakuan pendapatan. Hal ini akan mempengaruhi penilaian risiko inheren oleh auditor untuk tujuan-tujuan berikut: keberadaan atau eksistensi, pisah batas penjualan, serta pisah batas retur dan pengurangan penjualan. Jadi sudah biasa bagi klien untuk menyalahsajikan pisah batas baik karena kesalahan maupun karena kecurangan. Juga sudah biasa bagi klien untuk menyalah sajikan secara tidak sengaja atau secara sengaja penyisihan piutang tak tertagih (nilai realisasi) karena sulit menentukan saldo yang benar.

Menilai Risiko Pengendalian untuk Siklus Penjualan dan Penagihan (Tahap I)

Pengendalian internal terhadap penjualan dan penerimaan kas serta piutang usaha terkait setidaknya harus cukup efektif karena manajemen sangat menginginkan catatan yang akurat untuk mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan. Auditor harus memperhatikan tiga aspek pengendalian internal:

1.Pengendalian yang mencegah atau mendeteksi penggelapan

2.Pengendalian terhadap pisah batas

3.Pengendalian yang terkait dengan penyisihan piuang tak tertagih

Auditor harus menghubungkan risiko pengendalian untuk tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi dengan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dalam memutuskan risiko deteksi yang direncanakan dan bukti yang direncanakan bagi pengujian atas rincian saldo. Contoh : auditor menyimpulkan bahwa risiko pengendalian untuk transaksi penjualan maupun penerimaan kas adalah rendah bagi tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi keakuratan. Karena itu, auditor dapat menyimpulkan bahwa pengendalian bagi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo keakuratan untuk piutang usaha sudah efektif karena satu-satunya transaksi yang mempengaruhi piutang usaha adalah penjualan dan penerimaan kas. Jika retur dan pengurangan penjualan serta penghapusan piutang usaha tak tertagih berjumlah signifikan, penilaian risiko pengendalian juga harus dipertimbangkan untuk kedua kelas transaksi tersebut.

Dua aspek hubungan yang disajikan perlu disinggung secara khusus:

a. Untuk penjualan, tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi-keterjadian mempengaruhi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-eksistensi/keberadaan. Akan tetapi untuk penerimaan kas, tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi-keterjadian mempengaruhi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-kelengkapan. Penyebab kesimpulan mengejutkan bahwa kenaikan penjualan meningkatkan piutang usaha tetapi kenaikan penerimaan kas justru menurunkan pitang usaha.

Contoh : pencatatan penjualan sebenarnya tidak ada melanggar tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi-keterjadian dan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-eksistensi (keduannya lebih saji). Pencatatan penerimaan kas yang sebenarnya tidak ada melanggar tujuan audit yang berkaitan transaksi-keterjadian maupun tujuan audit yang berkaitan dengan saldo-kelengkapan untuk piutang usaha, karena piutang yang masih beredar tidak lagi dicantumkan dalam catatan.

b. Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha-nilai realisasi dan hak, serta tujuan yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan, tidak terpengaruh oleh penilaian risiko pengendalian untuk tujuan-tujuan tersebut, auditor harus mengidentifikasi dan menguji pengendalian secara terpisah demi mendukung tujuan-tujuan tersebut.

Tiga baris penilaian resiko pengawasan : satu untuk penjualan, satu untuk penerimaan tunai, dan satu untuk pengawasan tambahan yang berhubungan dengan saldo rekening piutang. Sumber dari setiap resiko pengawasan penjualan dan penerimaan tunai adalah matrik resiko pengawasan, yang mengasumsikan bahwa hasil pengujian pengawasan mendukung penilaian yang sebenarnya. Auditor membuat pemisah penilaian resiko pengawasan untuk tujuan yang berhubungan hanya dengan saldo rekening piutang.

Merancang dan Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif atas Transaksi (Tahap II).

Bab sebelumnya membahas prosedur audit untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi, memutuskan ukuran sampel, dan mengevaluasi hasil pengujian-pengujian tersebut. Hasil pengujian pengendalian akan menentukan apakah penilaian risiko pengendalian untuk penjualan dan penerimaan kas harus direvisi. Auditor menggunakan hasil pengujian untuk menentukan sejauh mana risiko deteksi yang direncanakan akan dipenuhi bagi setiap tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha.

Merancang dan Melaksanakan Prosedur Analitis (Tahap III)

Prosedur analitis sering kali dilakukan selama tiga tahap audit: perencanaan, ketika melaksanakan pengujian yang terinci, dan sebagai bagian dari penyelesaian audit. Sebagian besar prosedur analitis yang dilaksanakan selama tahap pengujian dilakukan setelah tanggal neraca tetapi sebelum pengujian atas rincian saldo. Auditor melaksanakan prosedur analitis untuk siklus penjualan dan penagihan secara keseluruhan, bukan hanya piutang usaha. Hal ini dikarenakan hubungan yang erat antara akun-akun laporan laba rugi dan neraca. Jika auditor mengidentifikasi salah saji yang mungkin terjadi dalam retur dan pengurangan penjualan dengan menggunakan prosedur analitis, piutang usaha mungkin akan mengoffset salah saji itu.

Jika prosedur analitis dalam siklus penjualan dan penagihan mengungkapkan fluktuasi yang tidak biasa, auditor harus melontarkan pertanyaan tambahan kepada manajemen. Respon manajemen harus dievaluasi secara kritis.

Merancang dan Melaksanakan pengujian atas Rincian Saldo Piutang Usaha (Tahap III)

Pengujian rincian saldo yang tepat tercantum pada kertas kerja perencanaan. Risiko deteksi ditunjukkkan pada baris kedua dari bawah. Hal tersebut merupakan keputusan subjektif auditor setelah mngkombinasikan kesimpulan yang dicapai mengenai setiap factor yang tercantum. Tugas menhubungkan factor yang direncanakan sangatlah kompleks karena pengukuran factor bersifat tidak jelas. Bukti audit yang direncanakan adalah kebalikan dari risiko deteksi yang direncanakan. Setelah memutuskan bukti yang direncanakan bagi tujuan tertentu adalah tinggi, sedang, rendah, kemudian auditor harus memutuskan prosedur audit yang sesuai, ukuran sampel, item yang dipilih, dan penetapan waktu.