metodologi kualitatif

15
Tugas Individu Metode Penelitian Kualitatif Dosen Pengampu : Yanuardi, M.Si Proposal Penelitian EFEKTIVITAS KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN DESA WISATA RELIGI DI DESA GUNUNGPRING Oleh: Rini Listiyani NIM: 12417141021 Jurusan Ilmu Administrasi Negara – A(2012) Fakultas Ilmu Sosial 1

Upload: rini-chocholate

Post on 12-Nov-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KEBIJAKAN

TRANSCRIPT

Tugas Individu

Metode Penelitian KualitatifDosen Pengampu : Yanuardi, M.Si

Proposal PenelitianEFEKTIVITAS KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN DESA WISATA RELIGI DI DESA GUNUNGPRING

Oleh:

Rini ListiyaniNIM: 12417141021

Jurusan Ilmu Administrasi Negara A(2012)Fakultas Ilmu Sosial

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2015JUDUL: EFEKTIVITAS KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN DESA WISATA RELIGI DI DESA GUNUNGPRING

A. LATAR BELAKANG Di setiap daerah pastinya memiliki nilai lebih dan menjadi daya tarik tersendiri terhadap orang lain. Daya tarik tersebut merupakan hal yang memerlukan pengelolaan dalam pengembangan yang berkala dan berkelanjutan, karena dari hal yang sederhana tersebut masyarakat dapat mengambil manfaat. Salah satu desa wisata dan menjadi salah satu objek wisata ziarah yang ada di Kabupaten Maglang adalah Desa Gunungpring. Desa tersebut memiliki beberapa daya pikat bagi wisatawan untuk dikunjungi. Desa Gunungpring merupakan desa keciil namun strategis di kawasan Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Sebagai desa wisata religi, Desa Gunungpring merupakan desa yang kerap ramai dikunjungi para wisatawan peziarah dari berbagai daerah di Indonesia. Di desa gunungpring ini terdapat banyak makam para auliya atau ulama-ulama besar bahkan keturunan kerajaan Mataram Islam dari Keraton Yogyakarta,yaitu Pangeran Singosari juga dimakamkan di desa ini. Selain itu, keberadaan pondok pesantren tua yaitu Pondok Pesantren Darussalam juga menjadikan desa ini sering dikunjungi oleh banyak orang yang berniat untuk sowan/bersilaturahmi mohon doa restu. Meski Desa Gunungpring terlihat seperti desa modern, yang memiliki masyarakat yang modern, namun desa ini memiliki kebudayaan tradisional, seperti kirab budaya tahunan yang diselelnggarakan oleh Puroloyo Gunungpring Muntilan Reh Kawedanan Hageng Sri Wandowo Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, kesenian tari kubro, topeng ireng, sholawatan dan hadrah. Selain itu, desa Gunungpring juga merupakan desa Pendidikan karena memiliki banyak sekolah baik negri maupun swasta yang memiliki kualitas pendidikan baik di kawasan magelang. Desa Gunungpring dikenal sebagai Desa yang memiliki daya tarik tersendiri terutama dari sisi religi, dan juga menjadi salah satu bagian pendidikan terbaik di Kabupaten Magelang. Menjadi sebuah desa wisata, dibutuhkan berbagai fasilitas pendukung agar mampu menjadi objek wisata yang disukai oleh pengunjung akan kepuasan mereka. Fasilitas di objek wisata ziarah Makam Aulia Gunungpring cukup memadai dan relatif nyaman (jalan dan terminal bagus, kios, penginapan, dan fasilitas lainnya). Oleh karena itu, dengan daya tarik wisata yang hanya berupa makam (pangsa pasar terbatas), Makam Aulia Gunungpring dikunjungi lebih banyak wisatawan dibandingkan objek lain di Kabupaten Magelang dengan daya tarik wisata yang notabene lebih menarik. Akantetapi, sebagai desa wisata religi yang sudah cukup dikenal banyak orang ini, alangkah lebih baiknya jika fasilitas dan sarana-prasarana terus dikembangkan, hal ini dikarenakan pembangunan pengelolaan desa wisata ini masih kurang optimal. Dan bagaimanapun sebagai sebuah desawisata, pemerintah desa maupun masyarakat pasti menginginkan agar pembangunan berlanjut. Namun, yang menjadi masalah disini adalah kurang mampunya pemerintah desa dalammengelola dan membangun desa wisata secara mandiri. Kemajuan desa wisata pasti membutuhkancampur tangan dari pihak lain. Sebenarnya ada 3 aktor penting yang menggerakkan sistem pariwisata, yakni masyarakat, swasta dan pemerintah Semua komponen tersebut harus berjalan beriringan perlu koordinasi yang bagus dalam mengembangkan pariwisata di suatu tempat. Ketika salah satu komponen bergerak sendirian, maka hasil yang di dapat tidak optimal dan sesuai target yan g diinginkan. Hal tersebut berlaku juga untuk keberadaan desa wisata di Gunungpring ini, terdapat beberapa aktor penting sebagai stakehplders yang berperan dalam menggerakkan maupun mengelola desa wisata ini. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun keputusan akan pengelolaan desa wisata ini dapat mempengaruhi kegiatan pihak swasta yang memiliki kepentingan lain maupun masyarakat yang memiliki harapan akan pembangunan desanya. Peran pemerintah pada tiap level pemerintah dalam mendorong pembangunan pedesaan mempengaruhi keberhasilan pembangunan desa, apalagi dengan diberlakukannya otonomi daerah, tiap level pemerintah memiliki kewenangan dalam mengatur pembangunan di daerah otonomnya, seperti pemerintah desa memiliki peran dalam upaya untuk menciptakan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat di pedesaan, yang dilakukan melalui pengelolaan desa wisata Gunungpring ini. Selainitu, kepentingan swasta juga dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat desa. Dan mungkin masih banyak pengaruh dan dampak sosial maupun ekonomi lainnya dalam pengelolaan desa wisata inibaik positif maupunnegatif yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan desa maupun kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang bisa ditemukan melalui penelitian ini.Kemajuan dan kemakmuran desa ditentukan oleh usaha penduduk desa selain tata geografinya. Desa yang memiliki banyak sumber daya alam tetapi penduduknya tidak cukup mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan semangat membangun mengakibatkan desa kurang maju. Sebaliknya, meskipun desa memiliki sumber daya alam terbatas tetapi penduduknya terampil, berpengetahuan, dan bersemangat dalam membangun desa sehingga mampu mengatasi hambatan alam dan geografis wilayah maka desa akan cepat maju. Desa yang terletak di perbatasan kota/pusat keramaian mempunyai kemungkinan lebih berkembang. Namun Peranan desa dalam pembangunan wilayah sangat penting karena banyak potensi yang dimilikinya. Pengembangan desa perlu mempertimbangkan potensi desa. Seperti yang menjadi objek perhatian disini, Desa Gunungpring merupakan desa yang tata geografinya strategis di dekat keramaian, dengan potensi alam yang masih alami, dan potensi daya tarik wisata religi dan pendidikan menjadikan desa ini cepat maju. Dan dengan potensi ini, mampu memberikan kesempatan bagi pemerintah desa untuk berperan mengelolanya dengan baik agar mampu memberdayakan masyarakatnya untuk berpatisipasi membangun desa sehingga dapat meningkatkan kesjahteraan masyarakatkannya. Dan dengan penelitian ini, diharapkan dapat mengupas lebih dalam bagaimana upaya para stakeholder mengelola desa wisat ini menjadi lebih maju dan menjadi desa wisata yang baik dan diminati banyak wisatawan untuk mengunjungi desa wisata ini. Karena majunyadesa wisata Gunungpring ini merupakan hasil peran aktifseluruh stakeholders

B. IDENTIFIKASI MASALAHBerdasarkan latar belakang yang telah dianalisis identifikasi masalahnya meliputi:1. Sebagai desa wisata religi yang sudah dikenal banyak masyarakat, seharusnya pemerintah desa mampu mengembangkan fasilitas dan sarana bagi wisatawan, namun sejauh ini pengembangan masih belum optimal 2. Kurang mampunya pemerintah desa dan masyarakat untuk mengelola sendiri desa wisata, sehingga membutuhkan bantuan dan campur tangan pihak lain3. Keterlibatan stakeholders mampu mempengaruhi efektivitas keberhasilan pembangunan desa dalam pengelolaan Desa Gunungpring 4. Adanya dampak sosial ekonomi pada masyarakat Desa terkait pengelolaan desa wisata Gunungpring 5. Kemajuan pembangunan desa dan kemakmuran masyaakat dapat dipengaruhi oleh pengelolaan desa, apalagi potensi desa wisata Gunungpring yang terbatas pada potensi religi dan pendidikan

C. PEMBATASAN MASALAHBerdasarkan identifikasi masalah yang diperoleh oleh penulis maka adapun batasan dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada keterlibatan stakeholders yang mampu mempengaruhi keberhasilan pembangunan desa dalam pengelolaan di Desa Gunungpring Kec. Muntilan Kab. Magelang sebagai desa wisata religi. D. RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana peran kemitraan stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan desa wisata Gunungpring?2. Bagaimana keefektifan yang dicapai dari kemitraan tersebut dan hambatan-hambatan yang ditemui dalam pengelolaan desa wisata Gunungpring?

E. TUJUAN PENELITIANAdapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang ada yakni:1. Untuk mengetahui peran kemitraan stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan desa wisata Gunungpring2. Untuk mengetahui keefektifan yang dicapai dari kemitraan tersebut dan hambatan-hambatan yang ditemui dalam pengelolaan desa wisata Gunungpring

F. MANFAAT PENELITIANAdapula manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritik a. Untuk menambah referensi terhadap kajian kebijakan terkait dengan pengelolaan desa wisata religi dan pendidikan sebagai potensi pedesaan b. Sebagai bahan acuan dan referensi pada penelitian sejenis yang dilakukan dimasa yang akan datang.2. Manfaat Praktis a. Menambah pemahaman masyarakat umun mengenai pengetahuan sosial agar meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengelola desa wisata b. Memberikan pemahaman akan pengaruh efektivitas kemitraan yang diupayakan stakeholder dalam mengelola desa wisata . c. Memberikan manfaat pihak-pihak terkait yakni pemerintah Kabupaten Magelang, pihak swasta serta masyarakat setempat dalam mengelola Desa Gunungpring sebagai desa wisata religi dengan segala potensi yang dimiliki oleh desa tersebut.G. KAJIAN PUSTAKA1. Konsep EfektivitasMenurut Barnard (2007) dalam Yulianti (2013) Efektivitas merupakan bentuk kerjasama sebagai usaha yang berhubungan dengan pemenuhan tujuan dari sistem sebagai bentuk persyaratan sistem. Yulianti(2013) menambahkan bahwa suatu program akan berjalan efektif jika program tersebut berjalan sesuai tujuan pelaksanaan program.Menurut Rihadini (2012) efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.Menurut Subagyo (2000) dalam Budiani (2009) efektivitas adalah kesesuaianantara output dengan tujuan yang ditetapkan.Dengan mengacu pada beberapa pendapat terkait efektivitas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas program merupakan sebuah acuan untuk mengukur tingkat pencapaian dalam memenuhi tujuan pengimplementasian program.

2. KemitraanMenurut Sulistiyani (2004), kemitraan diadaptasi dari kata partnership yang berasal dari akar kata partner. Partner dapat diterjemahkan menjadi persekutuan atau pengkongsian. Bertolak dari hal tersebut, kemitraan dapat diartikan sebagai suatu bentuk persekutuan antara 2 (dua) pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Adapun menurut Menurut Mitchell et.al. (2000), kemitraan adalah pengaturan yang saling disepakati antara dua atau lebih publik, organisasi swasta atau lembaga swadaya pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditentukan bersama atau untuk merealisasikan kegiatan yang disepakati bersama untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat. Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak,baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo(2003), kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI): a. kemitraan mengandung pengertiana danya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitraataupartner. b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama. c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baiksektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip,dan peran masing-masing. d. Kemitraan adalahsuatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masings ecara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan. (DitjenP2L&PM,2004)

3. Pemangku Kepentingan (Stakeholders)Istilah stakeholder telah dipakai oleh banyak pihak dalam hubungannnya dengan berbagai ilmu atau konteks. Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Istilah ini dimaksudkan semua yang mempengaruhi, dan atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan sistem tersebut. Hal itu dapat bersifat individual, masyarakat, kelompok sosial atau institusi dalam berbagai ukuran, kesatuan atau tingkat dalam masyarakat. Pengertian stakeholders antara lain dikemukakan oleh Hobley (1996) dalam Tadjudin (2000) mendifinisikan stakeholders sebagai orang atau organisasai yang terlibat dalam suatu kegiatan atau program pembangunan serta orang atau organisasi yang terkena dampak dari kegiatan yang besangkutan. Menurut Freeman dalam Virwandi (2012), yang mendefinisikan stakeholders sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset dalam sumber yang sama secara singkat mendefinisikan stakeholders sebagai orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya melibatkan banya stakeholder yang tentu saja menimbulkan perbedaan-perbedaan kepentingan. Peranan analisis stakeholder adalah untuk menutupi kesenjangan dengan cara memberi suatu pendekatan yang mulai dengan kepentingan yang berbeda-beda dari bermacam-macam stakeholder. Stakeholder dalam pandangan Suporahardjo (2005) adalah orang-orang yang mempunyai hak dan kepentingan dalam sistem, berupa perorangan, komunitas, kelompok sosial, atau organisasi yang dipengaruhi atau terpengaruh oleh sistem. Ada beberapa langkah dalam melakukan analisis peran stakeholder, yang pertama mengembangkan tujuan dan prosedur analisis dan pemahaman awal tentang system yang terkait, selanjutnya melakukan identifikasi stakeholder kunci, kemudian meneliti kepentingan dan lingkungan stakeholder, dan tahap akhir mengidentifikasi interaksi antar stakeholder (Suporahardjo, 2005). Dalam pengembangan masyarakat, Nesdian (2014) mengkategorikan stakeholder menjadi public sector, private sector, dan collective sector. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan penyelenggara pariwisata (stakeholder) adalah pemerintah, pihak swasta serta masyarakat. Ketiga pilar ini dianggap sangat penting keterlibatannya dalam suatu pembangunan, dalam hal ini pembangunan Pariwisata. Karena suatu pembangunan pariwisata tidak akan dapat terselenggara secara harmonis apabila tidak ada keterlibatan daring masing-masing stakeholdertersebut. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan sebaiknya mampu menjalankan kebijakan yang melibatkan masyarakat sebagai komponen penting dalam pembangunan. Begitu juga pentingnya peranan pihak swasta dalam hal ini mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan perindustrian pariwisata, seperti pemilik hotel, restauran serta bisnis pariwisata lainnya.Tanpa para pihak swasta penanam modal ini, kegiatan perindustrian pariwisata juga tidak akan dapat berjalan. Melihat begitu pentingnya keterlibatan ketiga pilar pembangunan pariwisata ini maka dipandang perlu dalam menentukan suatu strategi pembangunan melihat keterlibatan dari para stakeholder (pemerintah, pihak swasta serta masyarakat) tersebut. 4. Pengelolaan Pengelolaan berasal dari kata manajemen atau administrasi. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Husaini Usman (2004:3): Management diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan. Dalam beberapa konteks keduanya mempunyai persamaan arti, dengan kandungan makna to control yang artinya mengatur dan mengurus.pada dasarnya pengelolaan atau manajemen adalah suatu proses kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, pengendalian, serta pengawasan terhadap penggunaan sumber daya organisasi baik sumber daya manusia, sarana prasarana, sumber dana maupun sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.[footnoteRef:2] [2: http://eprints.uny.ac.id/7770/3/BAB2%20-%2008101244013.pdf]

5. Desa wisata Menurut Chafid Fandeli secara lebih komprehensif menjabarkan desa wisata sebagai suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian desa, baik dari segi kehidupan sosial budaya, adat istiadat, aktifitas keseharian, arsitektur bangunan, dan struktur tata ruang desa, serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik wisata, misalnya: atraksi, makanan dan minuman, cinderamata, penginapan, dan kebutuhan wisata lainnya (Chafid Fandeli, 2002). Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Suatu desa wisata memiliki daya tarik yang khas (dapat berupa keunikan fisik lingkungan alam perdesaan, maupun kehidupan sosial budaya masyarakatnya) yang dikemas secara alami dan menarik sehingga daya tarik perdesaan dapat menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut (Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 1). Ada dua pengertian tentang desa wisata: (1) Apabila tamu menginap disebut desa wisata; (2) Apabila tamu hanya berkunjung disebut wisata desa. Masyarakat adalah penggerak utama dalam desa wisata. Desa wisata dalam artian sederhana merupakan suatu obyek wisata yang memiliki potensi seni dan budaya unggulan di suatu wilayah perdesaan yang berada di pemerintah daerah. Desa wisata erupakan sebuah desa yang hidup mandiri dengan potensi yang dimilikinya dan dapat menjual berbagai atraksi-atraksinya sebagai daya tarik wisata tanpa melibatkan investor. Berdasarkan hal tersebut pengembangan desa wisata merupakan realisasi dari undang-undang otonomi daerah (UU No.22/99), maka dari itu setiap kabupaten perlu memprogamkan pengembangan desa wisata sesuai dengan pola PIR tersebut. [footnoteRef:3] [3: http://eprints.uny.ac.id/8782/3/BAB%202%20-%2008413241014.pdf]

5.1 wisata religi Wisata religi yang dimaksudkan disini lebih mengarah kepada wisata ziarah. Secara etimologi ziarah berasal dan bahasa Arab yaitu zaaru, yazuuru, Ziyarotan. Ziarah dapat berarti kunjungan, baik kepada orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, namun dalam aktivitas pemahaman masyarakat kunjungan kepada orang yang telah meninggal melalui kuburannya. Kegiatannya pun lazim disebut dengan ziarah kuburWisata religi yang dimaksudkan disini lebih mengarah kepada wisata ziarah. Koentjaraningrat dalam Agustiati (2004) menyatakan bahwa ziarah merupakan suatu aktivitas upacara yang sangat penting dalam religi orang Jawa sebagai penganut agama Islam Jawi. Kebiasaan ziarah telah berkembang menjadi suatu kegiatan wisata yang disebut dengan wisata ziarah. Wisata ini termasuk jenis wisata khusus yang mempunyai pasar orang-orang tertentu dan dilakukan karena ada ikatan emosional dengan tokoh yang dimakamkan ataupun karena adanya motif spiritual. Wisata jenis ini banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci maupun ke makam orang-orang besar atau pemimpin yang diagungkan.[footnoteRef:4] [4: http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/99/jtptiain-gdl-ahsanamust-4949-1-fileskr-i.pdf]

Kajian pustaka dikutip dari berbagai sumber skripsi yang lupa nulisnya...6