metodologi bibel

Download Metodologi bibel

If you can't read please download the document

Upload: andri-adi-mustika

Post on 24-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


52 download

TRANSCRIPT

PENGANTAR PENERBIT

79

PENGANTAR PENERBIT

Sejak masa Nabi Muhammad saw. sampai sekarang. orientalis tak henti-hentinya untuk menyerang risalah Ilahi. Mereka mempertanyakan dan mengaburkan sejarah awal kodifikasi Al-Qur'an. Di sini, Adnin Annas, yang saat ini sedang mengambil program Doktor di ISTAC IIUM Kuala Lumpur, mencoba merunut upaya penyelewengan orientalis dari Leo III (717-741) hingga orientalis saal ini.

Membaca buku ini akan menambah hanyak wawasan kita tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh orientalis terhadap Al-Qur'an. Orientalis bukan hanya mengatakan hahwa Al-Qur'an karangan Muhammad. Al-Qur'an penuh kontradiksi di dalamnya; tapi mereka juga mengatakan bahwa sejarah pembukuan Al-Qur'an tidak jelas dan telah direduksi oleh khalifah 'Uthman.

Dalam memaparkan pendapat-pendapat orientalis itu, penulis langsung merujuk sumber-sumber primer dan mengupas kekeliruan dan kecerobohan pendapat mereka, dengan teliti. Selain itu Adnin juga mengkritik Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid yang mengadopsi metodologi Bibel dalam studi Al-Qur'an.

Walhasil, sebagai umat lslam keyakinan kita terhadap kebenaran wahyu Al-Qur'an, tidak akan ragu sampai akhir hayat di kandung badan. Karena hanya Al-Qur'an lah yang telah terbukti otentisitas kodifikasi awalnya dan telah terbukti kebenaran isinya. Firman Allah swt.:

"Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur'an itu telah turun dengan (membawa) kebenararn." (Surah Al-Isra': 105). Selamat menikmati hidangan yang mencerahkan ini. --------------------------------------------------------------------------------

PENGANTAR PENULIS

AIhamdulilahi Rabbil Alamin. Salawat dan salam kepada Rasulullah saw., keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Penulis sangat bersyukur kepada Allah karena telah menyelesaikan naskah ini. Di sini, penulis memaparkan hujatan dan kritikan para sarjana Yahudi-Kristen terhadap Al-Qur'an, yang bermula sejak 13 abad yang lalu. Hujatan dan kritikan tersebut dengan berbagai variasi argumentasi terus bergema hingga saat ini.

Bab Pertama di dalam buku ini akan mengungkap hujatan tokoh-tokoh Kristen terkemuka kepada Al-Qur'an. Hujatan tersebut yang dilontarkan sejak abad ke-8 M, muncul karena mereka meyakini Bibel sebagai God's word. Menurut mereka, jika Al-Qur'an mengkritik Bibel, maka Al-Qur'an adalah karya setan. Bibel dijadikan tolak ukur menilai Al-Qur'an. Apa saja yang bertentangan dengan Bibel, maka Al-Qur'an yang salah.

Pada abad ke-17 M, studi kritis Perjanjian Baru mulai berkembang di Barat. Setelah mengkaji kritis Perjanjian Baru, para teolog Kristen menemukan sejumlah permasalahan yang sangat mendasar. Ternyata Perjanjian Baru telah mengalami berbagai penyimpangan (tahrif). Akhimya, Perjanjian Baru yang selama ini dijadikan textus receptus ditolak secara total pada tahun 1881.Kajian kritis Bibel (biblical criticism) menghasilkan berbagai metode analisa teks. Para sarjana Barat menjadikan berbagai metode Bibel tersebut sebagai kerangka dasar untuk membingkai studi Al-Qur'an. Filsafat hermeneutika yang berkembang dari studi Bibel ikut diadopsi oleh beberapa sarjana Muslim kontemporer seperti Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid untuk diserap ke dalam studi Al-Qur'an. Ini yang menjadi pembahasan pada Bab Kedua.

Bab Ketiga akan membahas dan menjawab kritikan para orientalis modern dan kontemporer yang menggunakan metodologi Bibel untuk mengkritik Al-Quran. Mereka menyimpulkan Al-Qur'an Mushaf 'Uthmani telah mengalami berbagai tahrif Oleh sebab itu, Al-Qur'an edisi kritis diperlukan.

Bab Keempat akan memaparkan kajian yang dilakukan sarjana Yahudi-Kristen mengenai kosa-kata asing di dalam Al-Quran. Mereka memformulasi "teori pengaruh" untuk menyimpulkan Muhammad bukanlah seorang yang buta huruf Muhammad bisa menulis dan membaca. Kesimpulan tersebut dibuat untuk menjustifikasi pendapat sepanjang zaman kalangan Yahudi-Kristen, bahwa Al-Quran adalah karangan Muhammad. Sebagai pengarang Al-Qur'an, Muhammad mesti mengetahui bacatulis. Jadi. Muhammad bukan seorang ummi.

Penulis menghadapi berbagai kesukaran dalam proses penulisan buku ini. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai individu yang telah memudahkan proses penulisan buku ini. Kepada Adian Husaini yang memberi sokongan moral untuk menyelesaikan naskah ini. Beberapa literatur di dalam buku ini tidak penulis dapatkan di perpustakaan-perpustakaan yang ada di beberapa Universitas Malaysia. Oleh sebab itu, penulis berterima kasih kepada Syamsuddin Arif karena telah mengirimkan beberapa bahan dari Jerman. Kepada Mustafa Munawwar karena telah membantu penulis menghadapi masalah mengenai program di komputer. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Nuim Hidayat yang sempat membaca dan mengusulkan perbaikan naskah, sebelum diterbitkan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman di INSISTS ( Instilute for the Study of Islamic Thought and Civilizatio) karena telah membantu penulis dalam berbagai hal. Terakhir, bukan berarti yang paling akhir, penulis mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta, Irma Draviyanti Soekirno karena banyak membantu, ketika penulis mecnghabiskan waktu untuk menulis buku ini. Semoga Allah membalas pahala mereka sernua. Allshumma Amin.

Akhirul kalam, mudah-mudahan Allah meridhai isi buku ini. Semoga buku ini bermanfaat dan menyadarkan kaum Muslimin akan tantangan yang terus-menerus diajukan kalangan Yahudi dan Kristen terhadap Al-Qur'an.

Kuala Lumpur, 3 April 2005/24 Safar 1426 H.

DAFTAR SINGKATAN

B J R L. Bulletin of 'the John Rylands Library. Manchester.

C H. Church History. Oreland, Pa.

D I. Der Islam. Berlin; Leipzig.

E I. The Entcyclopaedia of Islam

E Q. Entcyclopaedia of the Qur'an

H J S S. Hugoye; Journal of Syiriac Studies

H T R. Harvard Theological Review. Cambidge, Mass

I Q. Tlte Islamic Quarterly

J A O S. Journal of the American Oriental Society

J O S. Journal of Qur'anic Stuclies

J S S. Journal of Syiriac Studies

O S. Orientalia Suecana

M W . The Moslem World

BAB I:MENGHUJAT AL-QUR'AN Kalangan Yahudi-Kristen telah lama menghujat Al-Qur'an. Hal ini bisa dimengerti karena mereka menolak jika Al-Qur'an meluruskan fondasi agama Yahudi-Kristen. Dalam kaitannya dengan agama Kristen, misalnya, Allah berfirman yang artinya: "Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam."1 "Sesungguhnya kafirlah orang orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga."2 "Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka."3 Selain itu, Allah juga melaknat orang-orang Nasrani karena menyatakan al-Masih itu putera Allah.4

Pernyataan Al-Qur'an tersebut membuat kalangan Kristiani marah dan geram. Oleh sebab itu, sejak awal mereka menganggap Al-Qur'an sama sekali bukan kalam Ilahi. Mereka menjadikan Bibel sebagai tolak ukur untuk menilai Al-Qur'an. Mereka menilai bila isi Al-Qur'an bertentangan dengan kandungan Bibel, maka Al-Qur'an yang salah. Sebabnya, menurut mereka, Bibel adalah God's Word, yang tidak mungkin salah. Karena Al-Qur'an berani mengkritik dengan sangat tajam kata-kata Tuhan di dalam Bibel, maka AI-Qur'an bersumber dari setan .

Berikut hujatan-hujatan dari kalangan Kristen kepada Al Qur'an dari abad ke-8 sampai abad ke-16 M. 1. Leo III ( 717-741 )

Salah seorang dari kalangan Kristen termasuk yang paling awal menghujat Al-Qur'an adalah Leo III, seorang Kaisar Bizantium (717-741). Konon ia berpolemik melalui suratmenyurat dengan `Umar ibn `Abdul `Aziz, yang dikenal juga dengan `Umar II, seorang Khalifah pada dinasti Umayyah yang memerintah dari tahun 99 H/717 sampai tahun 101 H/ 720. Informasi yang paling awal mengenai polemik tersebut berasal dari Theophanes (m. 818) yang mengatakan: "Dia (`Umar) juga telah mengirim sebuah risalah teologis kepada Kaisar Leo, dengan fikiran ia mungkin bisa membujuknya juga untuk menerima Islam." [He (`Umar) also sent a theological epistle to the Emperor Leo, thinking that he might persuade him also to accept Islam].5 Cedrenus (m.1100) dalam karyanya Historiarum Compendium, menyebutkan Mahbub (Agapius), seorang penulis Syiria sekaligus Pendeta di Manbij (Hicrapolis) mengulangi pendapat Theophanes. Mahbub bukan saja mengetahui isi surat `Umar yang menyerang agama Kristen dan mengajak Leo untuk masuk Islam, namun Mahbub juga mengetahui bahwa Kaisar Leo menjawab surat tersebut yang isinya membantah pendapat `Umar. Selain itu, penulis seperti Thoma Ardzruni ( m. 936), Kirakos (m. 1272) dan Vartan (m. 1272), sebagaimana terdapat dalam literatur Turki, juga menyebutkan adanya korespondensi antara `Umar II dan Leo III. Bagaimanapun, Thoma Ardzruni, Kirakos dan Vartan menggunakan informasi dari Ghevond (Leontius), seorang sejarawan Kristen yang hidup pada abad ke-8 M sebagai sumber informasi. Jadi, sebenarnya sumber yang paling awal dan yang paling lengkap memuat polemik suratmenyurat antara Leo III dan `Umar ibn `Abdul `Aziz berasal dari Ghevond yang menulis sekitar akhir abad IX atau mungkin awal abad X.6

Di dalam surat yang dinisbatkan kepada Leo dan diperkirakan ditulis antara tahun 717-720, dinyatakan bahwa alHajjaj ibn Yusuf al-Thaqafi (41-95 H), seorang Gubernur di Irak dari tahun 75 H/694 sampai tahun 95 H/714 di bawah kekhalifahan `Abdul Malik ibn Marwan (684-704) telah mengubah Al-Qur'an yang sebelumnya telah dikanonisasikan oleh `Uthman. Dalam kaitannya dengan al-Hajjaj, Leo menyebutkan dalam suratnya:

"Mengenai kepunyaanmu (kitabmu), kamu telah memberikan contoh-contoh yang salah, dan orang tahu, diantaranya, bahwa al-Hajjaj, kamu menyebutnya sebagai Gubernur Persia, menyuruh orang-orang untuk menghimpun buku-buku kuno, yang ia ganti dengan yang lain yang dikarangnya sendiri, rnenurut seleranya, dan yang ia propagandakan di mana-mana dalam bangsamu. Karena ia adalah jauh lebih mudah untuk menjalani tugas seperti itu diantara penduduk yang berbicara dengan bahasa yang satu. Meskipun demikian, ada beberapa karya dari Abu Turab yang lolos dari bencana tersebut, karena al-Hajjaj tidak dapat menghilangkannya sepenuhnya."7

Sebenarnya, informasi mengenai terjadinya polemik surat-menyurat antara Leo III dan `Umar II masih sangat diragukan. Naskah yang paling awal memuat kisah tersebut mungkin baru ditulis sekitar akhir abad IX oleh Ghevond- sekitar 180 tahun setelah polemik itu terjadi. Oleh sebab itu, beberapa sarjana Kristen meragukan kandungan surat-menyurat tersebut. Hildebrand Beck, misalnya di dalam artikelnya Die Polemikergegen den Islam (Polemikus versus Islam) berpendapat, surat-menyurat antara Leo dan `Umar bukanlah bagian dari sejarah asli Ghevond, namun baru belakangan dimasukkan ke dalamnya oleh tangan lain pada akhir abad IX atau awal abad X. (The correspondence between Leo and `Umar is not part of the original history of Ghevond, but was inserted therein by some later hand at the end of the IXth or the beginning of the Xth century).8 Jean-Marie Gaudeul dalam artikelnya yang panjang The Correspondence Between Leo and `Umar menyatakan: "Namun tidak ada dari tulisan-tulisan yang dikaji di sini benar-benar bisa ditulis oleh mereka [Leo dan `Umar]. Tulisan-tulisan tersebut dikarang belakangan, dan dinisbatkan secara fiktif kepada Leo atau Umar. Ini praktek yang berlaku pada waktu itu. (But none of the writings studied here can really have been written by them. They were composed later, and fictitiously ascribed to Leo or `Umar. This current practice at the time).9

Seandainyapun, Leo III memang pernah menulis bahwa al-Hajjaj telah mengubah kanonisasi teks Al-Qur'an, maka pendapat itupun tidak punya landasan yang kukuh. Pendapat bahwa al-Hajjaj telah mengubah Mushaf `Uthmani kembali digemakan oleh para orientalis pada abad ke-20, sebagaimana nanti akan dibahas pada Bab III.

2. Johannes dari Damaskus ( 652-750 )

Sekitar 23 tahun setelah polemik antara Leo III dan `Umar II, Johannes Damascenus/ John of Damascus / Yuhanna alDimashqi ( dibaca: Ioannou tou Damaskhenou ) menulis dalam bahasa Yunani kuno, (dibaca: Peri haireseon en suntomia othen erksanto khai pothen gegonasin). Tulisan tersebut,10 yang ditulis sekitar tahun 743 M, membahas mengenai sekte-sekte bid`ah. Salah satunya Islam,11 yang merupakan pembahasan paling terakhir dari berbagai macam sekte-sekte bid`ah.12

Dalam tulisannya itu, Johannes tidak pernah menyebut orang-orang Islam sebagai Muslim. Ia menyebutnya (dibaca: Ismaelitai yang artinya orang-orang Isma`il), (dibaca: Agarenoi artinya orang-orang Agar) dan (dibaca: Sarrakhenoi yang artinya Sarah ditinggalkan).13 Ia menyebut Al-Qur'an sebagai (dibaca: graphe, artinya kitab)14 dan berpendapat (dibaca: Mamed yang artinya Muhammad) bukanlah seorang Nabi. 15 Ia menegaskan Al-Qur'an banyak memuat cerita-cerita bodoh (idle tales).16

Menghujat isi Al-Qur'an, Johannes mengatakan:

"Muhammad, sebagaimana telah disebutkan, menulis banyak cerita bodoh, yang setiap satu darinya, ia lengkapi sebelumnya dengan judul. Misalnya diskursus mengenai wanita, di mana ia dengan jelas melegalisir seseorang untuk memiliki empat istri dan seribu selir jika sanggup, sebanyak yang ia mampu menjaga mereka di samping empat istri. Orang tersebut bisa menceraikan siapa saja yang ia suka, jika ia menginginkannya, dan memiliki yang lain. Muhammad membuat hukum tersebut karena kasus berikut ini: Muhammad memiliki seorang sahabat bernama Zayd. Lelaki ini memiliki istri yang cantik yang (membuat) Muhammad jatuh cinta. Suatu saat tatkala mereka sedang duduk bersama, Muhammad mengatakan kepadanya: "Wahai Zayd, Tuhan telah menyuruhku untuk mengambil istrimu." Dan Dia menjawab: "Engkau seorang Rasul, lakukanlah sebagaimana yang telah diperintahkan Tuhan kepadamu; ambillah istriku. "Atau agaknya, untuk menceritakan kisah dari awal, Muhammad berkata kepada Zayd: "Tuhan telah menyuruhku (untuk mengatakan kepadamu) bahwa sepatutnya kamu menceraikan istrimu'; dan Zayd menceraikannya. Beberapa hari kemudian Muhammad berkata: "Namun sekarang Tuhan telah memerintahkanku supaya aku sepatutnya mengambilnya. " Selanjutnya sete]ah ia (Muhammad) mengambilnya dan melakukan hubungan bersamanya, ia membuat hukum seperti berikut: "Siapa saja yang ingin, ia boleh menceraikan istrinya. Namun jika setelah cerai, ia ingin kembali kepadanya, maka biarlah seseorang yang lain mengawininya (lebih dulu). Karena tidaklah dibolehkan baginya untuk mengambil istrinya kecuali ia dikawini oleh seorang yang lain. Bahkan sekalipun seorang abang menceraikan (istrinya), maka biarlah saudaranya yang mengawini istrinya jika ia menginginkannya. " Inilah jenis dari ajaran yang ia berikan dalam diskursus ini: "Sehingga ladang yang Tuhan telah berikan kepadamu dan indahkanlah ladang tersebut: dan lakukanlah ini dan dengan cara ini "-tidak untuk mengatakan, segala hal yang memalukan sebagaimana yang ia (Muhammad) lakukan. "17

Selain itu, Johannes mengkritik kisah unta betina yang menjadi bukti kenabian Salih. Dalam pandangannya, kisah itu tidak bisa diterima karena Muhahmmad tidak menceritakan secara detil tentang unta Salih. Tidak ada informasi mengenai ayah, ibu dan keturunan unta, dimana unta itu dibesarkan, siapa yang memberinya susu dan siapa yang meminum susunya. Johannes, tanpa sama sekali membahas, menyebutkan Muhammad mengatakan bahwa Kristus meminta sebuah meja dari Tuhan.18 Selain itu Johannes, dengan tidak memberi contoh, berkomentar bahwa Surah al-Baqarah hanyak memuat cerita bodoh.19

Sebenarnya, hujatan sinis Johannes kepada AI-Quran disebabkan kebenciannya kepada AI-Qur'an. Ketika menunjukkan Muhammad berperilaku tidak senonoh karena mengawini istn anak angkat, Johannes merujuk kepada Surah alAhzab 37: "Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah;' sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allahlah yang Iebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zayd telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang-orang mukmin untuk (mengawini) istri istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi."

Pemahaman Johannes terhadap ayat tersebut sangat fragmentatif karena ia tidak melihat pra (sibaq), paska (lihaq) dan suasana (siyaq) ketika ayat tersebut diturunkan. Sebelum ayat tersebut, ayat 36 Surah al-Ahzab menyebutkan: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka."

Menurut Ibn 'Abbas, Mujahid, Qatadah dan Muqatil ibn Hayyan, ayat tersebut diturunkan ketika Rasulullah saw, melamar Zaynab binti Jahsh untuk Zayd ibn Harithah. Mulamula Zaynab dan saudaranya yang Ielaki menolak. Mungkin penolakan Zaynab disebabkan ia memiliki status sosial yang lebih tinggi. Zaynab adalah cucu kepada 'Abdul Mutallib, seorang tokoh Qurasy terkemuka sedangkan Zayd hanyalah seorang hamba sahaya yang dimerdekakan. Namun disebabkan Allah memerintahkan supaya seorang yang beriman menerima perintah Allah dan Rasul-Nya, maka akhimya Zaynab menerima.20 Ayat tersebut di atas diakhiri dengan: "Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."

Jadi, kaum Muslimin wajib mengikut apa-apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sesuai juga dengan ayat lain yang artinya: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."21 Sesuai juga dengan Hadith Rasulullah saw. yang bersabda: "Demi jiwaku yang berada ditangan-Nya, tidaklah seorang diantara kamu beriman sehingga keingina.nnya mengikuti apa-apa yang telah kuajarkan."22

Jadi, dalam pandangan Ibn `Abbas, Mujahid, Qatadah dan Muqatil ibn Hayyan, Rasulullah saw. yang memerintahkan Zaynab untuk mengawini Zayd. Rasulullah saw yang melamar Zaynab untuk Zayd. Seandainya tuduhan Johannes benar, maka Rasulullah saw tidak akan melamar Zaynab, yang masih terhitung sepupunya, untuk Zayd. Rasulullah saw. akan melamar Zaynab untuk dirinya sendiri. Sebagai seorang Rasul, tentu lamarannya akan diterima dengan senang hati oleh Zaynab. Namun, Rasulullah saw. tidak melakukan hal tersebut. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. tidak punya keinginan tersembunyi untuk mengawini Zaynab.

Selain mengabaikan ayat 36 dari Surah al-Ahzab, Johannes mengabaikan juga konteks ayat 37 al-Ahzab yang menunjukkan Zayd menerima anugerah nikmat dari Allah dan Rasulullah saw (an `ama Allah `alayh wa an `amta `alayh). Rasulullah saw. memerdekakan Zayd yang sebelumnya berstatus hamba sahaya. Bukan itu saja, Rasulullah saw. bahkan mengangkatnya sebagai seorang anak. Selain itu, Rasulullah saw. mengubah tradisi yang berlaku pada zaman Jahiliyyah. Pada zaman itu, anak angkat selalu mengganti nama ayah kandung dengan nama ayah angkat. Rasulullah saw. tetap mempertahankan narna ayah kandung. Zayd ibn Harithah, bukan Zayd ibn Muhammad.23 Tujuannya, supaya seorang anak tidak melupakan nama ayah kandungnya. Selain itu, Rasulullah saw. sangat mencintai Zayd. Disebabkan kecintaannya kepada Zayd, Rasulullah saw. menggelarnya al-Hibb (sayang).24 Dari seluruh sahabat Rasululllah saw., hanya nama Zayd yang secara eksplisit disebutkan di dalam Al-Qur'an. Rasulullah saw. juga mengangkatnya sebagai amir dalam perang di Mu'tah. Dengan penunjukan sebagai amir, Rasulullah saw mengutamakan dan mempercayai Zayd dibanding para sahabat senior lain. Fakta di atas secara jelas menunjukkan bahwa Rasulullah saw. sangat mencintai Zayd. Rasulullah saw. sama sekali tidak akan mengeksploitasi Zayd untuk sebuah agenda yang terselubung, sebagaimana tuduhan Johannes.

Selain itu, konteks ayat 37 Surah al-Ahzab dengan jelas sekali menyatakan: "Tahanlah terus istrimu" (amsik alayka zawjaka). Zayd ingin menceraikan Zaynab, namun Rasulullah saw. meminta Zayd supaya tidak melakukan itu. Zayd diminta supaya bertakwa kepada Allah (wattaqillah). Seandainya Rasulullah saw. punya kepentingan terselubung, tentunya ketika Zayd ingin menceraikan Zaynab, Rasulullah saw. akan segera membiarkan. Rasulullah tidak akan menyampaikan wahyu Allah "amsik `alayka zawjaka." Kemudian Allah berfirman yang artinya: "Dan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti." (wa tuklrfi fi nafsika Ma AIIahu mubdihi wa taksha al-nas wa Allah ahaqq an takhshahu). Allah memberitahu Rasulullah saw. bahwa Zaynab nanti akan menjadi istrinya. Rasulullah saw. khawatir bahwa manusia akan mencemooh tindakannya itu. Oleh sebab itu Allah berfirman supaya kamu (Muhammad) jangan takut kepada manusia, namun kamu hanya perlu takut kepada-Ku. Mengomentari ayat tersebut, Ibn Jarir al-Tabari meriwayatkan dari Ishaq ibn Shahin, dari Khalid, dari Da'ud, dari `Amir, dari `Aishah ra. yang menyatakan: "Seandainya Muhammad saw. menyembunyikan sesuatu yang diwahyukan kepadanya dari Kitab Allah, maka niscaya ia akan menyembunyikan wa tukhfi fi nafsika Ma Allahu mubdihi wa takhsha al-nas wa Allah ahaqg an takshahu. "

Ayat seterusnya menunjukkan: "Maka tatkala Zayd telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dcngan dia." (falamma Qada Zayd minha wataran zawwajnakaha). Jadi, ayat tersebut jelas menunjukkan bahwa mengawini Zaynab berasal dari perintah Allah. Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik, mengatakan bahwa Zaynab binti Jahsh bangga kepada istri-istri Nabi yang lain dengan berkata: "Keluargamu yang mengawinimu dan Allah yang mengawiniku dari atas tujuh langit." Perintah Allah untuk mengawini Zaynab bertujuan: "supaya tidak ada keberatan bagi orang Mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyclesaikan kepcrluannya daripada istri-istrinya." Ayat tersebut merupakan penegasan untuk membolehkan mengawini istri anak angkat hanya selepas masa `iddah sembari tetap mengharamkan menantu perempuan.25 Dan Allah kemudian berfirman yang artinya: "Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." Jadi, Rasulullah saw. diperintahkan Allah untuk mengawini Zaynab.

Paska ayat 37 dari Surah al-Ahzab juga luput dari pembahasan Johannes, padahal masih sangat berkaitan dengan ayat yang sudah dibahas sebelumnya. Allah berfirman dalam ayat 37 Surah al-Ahzab yang artinya: "Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya." Jadi, Allah memang menghalalkan dan memerintahkan Rasulullah saw untuk mengawini Zaynab. Allah juga berfirman yang artinya: "(Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu." Ini semua karena "Ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku."

Jadi, Rasulullah saw. tidaklah memancing di air keruh, sebagaimana tuduhan sinis kalangan Yahudi dan Nasrani. Selain itu, pernikahan Rasulullah saw. dengan Zaynab tidak menyebabkan seorangpun dari istri Rasulullah saw. dan juga para sahabat yang mencemoohkan perkawinan tersebut. Tidak ada seorangpun diantara mereka yang memandang negatif. Selain itu, Zaynab yang memiliki status sosial tinggi, telah "lulus ujian" karena mengikuti dan menjalani perintah Rasulullah saw. dengan mengawini seorang bekas hamba sahaya. Hasilnya, Zaynab mendapatkan penghargaan status "umm almukminin' karena menikah dengan Rasulullah saw.

Johannes juga tidak tepat ketika mengkritik kisah unta betina, sebagai mukjizat Nabi Salih, hanya karena sematamata tidak ada informasi yang detil mengenai unta tersebut. Mukjizat merupakan kehendak Allah yang bukan berada dalam ruang lingkup empiris. Keinginan Johannes supaya mukjizat tersebut diceritakan dengan detil di dalam Al-Qur'an mungkin disebabkan Bibel menceritakan berbagai kisah mukjizat dengan detil. Johannes ingin menyamakan gaya Bibel dengan Al-Qur'an. Padahal, kisah-kisah dan cerita-cerita detil seperti yang ada di dalam Bibel banyak mengandung berbagai kontradiksi antara satu dengan yang lain. Oleh sebab itu, Rudolph Bultmann, misalnya, seorang teolog Kristen, menyatakan bahwa kisah-kisah yang ada di dalam Bibel itu bukan takta sejarah tetapi mitos. Menurutnya, cerita cerita detil di dalam Bibel bukan sebuah fakta sejarah.

NOTE

1. Surah al-Ma'idah (5: 72)2. Surah al-Ma'idah (5: 73); lihat juga Surah al-Tawbah (9: 31).3. Surah al-Nisa' (4: 157).4. Surah al-Tawbah (9: 30).

5. Arthur Jeffery, "Ghevond's Text of the Correspondence Between 'Umar II and Leo III," HTR (1944), 270, selanjutnya diringkas Ghevond's Text.6. Ibid., 270.7. Leo menyatakan: "As for your (book), you have already given us examples of such falsifications, and one knows, among others, of a certain Hajjaj, named by you as Governor of Persia, who had men gather up your ancient books, which he replaced by others composed by himself, according to his taste, and which he propagated everywhere in your nation, because it was easier by far to undertake such a task among a people speaking a single language. From this destruction, nevertheless, there escaped a few of the works of Abu Turab, for Hajjaj could not make them disappear completely. " Lihat Arthur Jeffery, "Ghevond's Text," HTR (1944), 297-98.8. Ibid., 273.9. Jean-Marie Gaudeul, "The Correspondence Between Leo and Umar," Islamochristiana 10 (1984), 11410. Tulisan Johannes tersebut merupakan bagian dari bukunya yang berjudul The Fount of Knowledge (Sumber-Sumber Ilmu). Bagian lain dari buku tersebut adalah (dibaca: Kephalai Philosophikha artinya Kapita Filsafat); dan (dibaca: Exdosis akhrites tes Othodokson Pisteos yang artinya Penjelasan Akurat Iman Ortodoks). Lihat catatan kaki Daniel J. Sahas, John of Darnascus: The "Heresy of the Ishmaelites,"(Leiden: E. J. Brill, 1972), 54, selanjutnya diringkas John of Damascus.11. Pendapat John mengenai Islam telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John W. Voorhis, "John of Damascus on the Moslem heresy," MW 24 (1934), 391-9R. Masih ada karya Johannes yang lain mengenai Islam, yaitu (dibaca: lonaou tou Damaskhenou, Dialeksiis Sarakhenou khai Khristianou yang artinya Johannes dari Damaskus, Dialektika antara Seorang Muslim dan Seorang Kristen). Tetapi karena naskah tersebut tidak terkait dengan AI-Qur'an, maka tidak dibahas disini. Naskah tersebut sudah diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh John W. Voorhis, "The Discussion of a Christian and a Saracen," MW 25 (1935), 266-73.12. Masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan sarjana Barat mengenai otentisitas mengenai Islam di dalam buku tersebut. Apakah itu memang bagian internal dari buku tersebut atau dimasukkan kemudian. Jika itu adalah interpolasi, maka pengarangnya bukanlah John. Lihat lebih mendetil mengenai pembahasan itu, Daniel J. Sahas, John of Damascus, 60-66.13. Daniel J. Sahas, John of Damascus, 70-71. 14. Ibid., 74.15. Ibid., 90. 16. Ibid., 141.17. lbid, 137-39.18. Lihat Surah al-Ma'idah (5: 114-115). 19. Daniel l. Sahas, John of Damascus, 140-41.20 Lihat Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an al-Karim, 4 jilid (AI-Qahirah: Dar al Hadirh. 2003), 3: 597-98, selanjutnya diringkas Tafsir Al-Qur'an al-Karim.21 Surah al-Nur (24: 63).22. Ibn Kathir, TafsirAl-Qur'an al-Karim, 3: 597-98.23 Allah berfirman yang artinya: "Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah." Lihat Surah al-Ahzab (33: 5).24 Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an al-Karim, 3: 598-99.25. Lihat Surah al-Nisa' (4: 23).

3. Abdul Masih al-Kindi ( 873 )

Kalangan Kristen sering menjadikan risalah `Abdul Masih al-Kindi sebagai rujukan untuk menghujat Al-Qur'an. Risalah tersebut mulai diketahui secara luas ketika pada akhir abad keI 9. Anton Tien, seorang misionaris Amerika yang bertugas di Mesir, mengedit manuskrip yang memuat pemikiran al-Kindi. Tien menemukan manuskrip tersebut di Mesir dalam bahasa Arab. la juga menemukan manuskrip lain di lstanbul dalam bahasa Arab.26 Kedua manuskrip tersebut konon memuat pemikiran al-Kindi. Bagaimanapun, kedua manuskrip tersebut mengandung berbagai kesalahan, selain tidak menyebutkan pengarang dan kapan manuskrip itu ditulis.

Al-Kindi, yang diduga penganut Kristen Nestorian, berpendapat bahwa Muhammad bukanlah seorang Nabi. Dalam pandangannya, seorang Nabi itu akan memberitahu peristiwa peristiwa yang tidak diketahui oleh orang lain. Termasuk diantaranya peristiwa-peristiwa yang sudah atau yang akan berlaku. Dalam pandangannya, orang Kristen telah mengetahui cerita Muhammad mengenai Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa.

Cerita Muhammad mengenai `Ad, Thamud, unta dan gajah adalah cerita-cerita bodoh (idle tales).27

Mengenai Al-Qur'an, al-Kindi berpendapat Sergius, seorang Biarawan Kristen telah berkunjung ke Mekkah, berteman dan mempengaruhi Muhammad. Bahkan Sergius hampir menjadikan Muhammad menjadi pengikut Kristen Nestorian. Itulah sebabnya mengapa Muhammad membela Nasrani.28 Menurut al-Kindi, setelah Muhammad wafat, `Abdullah ibn Sallam dan Ka`b, yang beragama Yahudi, yang sebelumnya pura-pura memeluk Islam, telah mengubah Al-Qur'an. Mereka pura-pura berteman dengan `Ali, yang memiliki teks Al-Qur'an. Sebenarnya, mereka telah memasukkan sejarah-sejarah Perjanjian Lama, bagian-bagian dari hukum-hukum Musa beserta inkonsistensinya ke dalam ke berbagai pelepah Al-Qur'an yang terpisah. Contohnya, tegas al-Kindi, ada di dalam Surah Al-Nahl (16), al-Naml (27) dan Surah al-`Ankabut (29).29

Meneruskan hujatannya kepada Al-Qur'an, al-Kindi, tanpa memberi bukti, menyatakan bahwa al-Hajjaj ibn Yusuf alThaqafi telah menghilangkan banyak ayat-ayat AI-Qur'an. Di zaman `Uthman, tegas al-Kindi, persetujuan mengenai teks yang benar tidak ada. Menurutnya lagi, Ibn Mas`ud menolak menyerahkan mushafnya. Selain itu, konon asalnya Surah al Nur lebih panjang dari Surah al-Baqarah. Surah al-Ahzab yang sekarang ini telah dipotong. Selain itu, pada awalnya Surah al-Bara'ah tidaklah terpisah dengan basmallah dari Surah al-Anfal. Al-Kindi juga menyebutkan bahwa dua Surah terakhir tidak masuk di dalam versi Ibn Masud. Selain itu, al Kindi mengutip pendapat Umar bahwa ayat mengenai rajm ada di dalam Al-Qur'an. Masih mengutip pendapat Umar, al Kindi menyatakan bahwa di dalam khutbah, Umar mengatakan: "Aku tidak tahu bagaimana seseorang akan dapat mengatakan bahwa Mut`ah tidak ada di dalam Kalam Ilahi, kami sendiri telah membacanya di dalamnya, tetapi telah dikeluarkan. Tuhan tidak akan memberi pahala bagi siapa yang telah menghilangkannya. Banyak ayat yang telah ada di dalam Al Qur'an tidak ada lagi." Al-Kindi juga menyebutkan bahwa dalam pandangan Ubayy ibn Ka`b ada dua Surah lagi, yaitu al Qanut dan al-Witr. Selain itu, Ali yang minta supaya Mut`ah dikeluarkan dari Al-Qur'an.30

Al-Kindi menyimpulkan orang yang percaya Al-Qur'an berasal dari Tuhan adalah orang yang sangat tolol. Menurut al-Kindi, Muhammad dengan Al-Qur'an nya sama sekali tidak membawa mukjizat sebagaimana Nabi Musa yang membelah laut, dan Kristus yang menghidupkan orang mati serta menyembuhkan penyakit kusta.31

Masih menghujat Al-Qur'an, al-Kindi menyalahkan Muhammad karena berpendapat Al-Qur'an diwahyukan dalam bahasa Arab. Menurut al-Kindi, AI-Qur'an memuat banyak sekali kosa kata bahasa asing, seperti istabraq, sundus, abarig, namarig berasal dari bahasa Persia dan Mishkat berasal dari bahasa Ethiopia, artinya jendela.32

Sebenarnya, risalah al-Kindi memiliki banyak permasalahan yang belum terselesaikan. Al-Biruni adalah sarjana yang pertama kali menyebutkan kedua nama yang terlibat dalam polemik tersebut. Keduanya adalah Abdul Masih al Kindi dan Abdullah ibn Isma'il al-Hashimi.33 Nama sebenarnya Abdul Masih al-Kindi masih menjadi sebuah persoalan. Menurut William Muir, seorang orientalis yang menerjemahkan tulisan al-Kindi ke bahasa Inggris dan menerbitkannya pada tahun 1882, berpendapat mungkin nama al-Kindi yang sebenarnya adalah Eusthathius al-Kindi.34

Kapan karya al-Kindi ditulis, masih merupakan sebuah persoalan di kalangan orientalis. Menurut William Muir, penggagas Islamic Studies di Edinburgh, risalah al-Kindi ditulis pada tahun 215 H/830. Berbeda dengan Muir, Louis Massignon berpendapat risalah tersebut ditulis setelah tahun 300 H/912. Alasannya, pengarang risalah tersebut mengadopsi beberapa pemikiran al-Tabari (m. 310 H/923). Berbeda lagi dengan keduanya, Paul Kraus berpendapat pengarang risalah tersebut telah mengadopsi berbagai ide dari Ibn al-Rawandi (m. 298 H/9l0). Jadi, Kraus menyimpulkan, pengarang tersebut menulisnya sekitar awal abad ke-4 H/abad ke-10 M.35

Selain itu, seandainyapun risalah tersebut dikarang oleh al-Kindi sendiri, maka tuduhan-tuduhan al-Kindi kepada Al Qur'an sama sekali tidak memiliki dasar. Sekalipun Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru telah memuat kisah-kisah mengenai Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa, namun kisah-kisah di dalam Bibel itu berseberangan dengan Al-Qur'an, seperti masalah penyaliban Yesus sendiri. Bagi kalangan Kristiani, pada zaman al-Kindi, mengingkari penyaliban Jesus adalah sesuatu yang tak terfikirkan. Kristiani meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan dan Yesus meninggal di tiang salib. Padahal, Al-Qur'an secara tegas menolak penyaliban dan ketuhanan Yesus.36

Selain itu, tuduhan bahwa kisah Al-Qur'an tentang kaum `Ad, Thamud, unta dan gajah, adalah cerita-cerita bodoh (idle tales) tidak berdasarkan kepada bukti yang kukuh. Memang secara akal, kisah-kisah tersebut statusnya mungkin terjadi mungkin juga tidak. Namun, disebabkan Al-Qur'an adalah kalam Ilahi, maka kisah-kisah tersebut memang merupakan suatu fakta. Justru Rasulullah saw. datang untuk meyakinkan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut memang terjadi. Inilah salah satu peran wahyu dalam epistemologis; memberi keyakinan kepada akal yang ragu.

Selain itu, al-Kindi sama sekali tidak menyebutkan bukti untuk menyokong pendapatnya. Jadi, pendapat al-Kindi bahwa Sergius mempengaruhi dan hampir menjadikan Muhammad sebagai pengikut Kristen; `Abdullah ibn Sallam dan Ka`b, telah mengubah Al-Qur'an adalah gosip. Pendapat al Kindi mengenai al al-Hajjaj ibn Yusuf al-Thaqati yang telah menghilangkan ayat-ayat Al-Qur'an; lbn Mas`ud yang menolak menyerahkan mushafnya; Ubayy yang memuat dua tambahan Surah; wujudnya kosa kata asing di dalam AI Qur'an serta ayat-ayat hilang dari Al-Qur'an, akan dijawab secara lebih terpcrinci pada Bab III dan Bab IV.

4. Petrus Venerabilis (Peter the Venerable 1094-1156)

Pierre Maurice de Montboissier atau dikenal juga sebagai Petrus Venerabilis adalah seorang Kepala Biara Cluny di Perancis. Biara Cluny termasuk biara paling berpengaruh di Kristen Eropa pada zaman pertengahan Barat. Sekitar tahun 1141-1142, Petrus Venerabilis berkunjung ke Toledo, Spanyol. Di sana ia menghimpun, membiayai dan menugaskan tim penerjemah 37 untuk menghasilkan karya berseri yang akan dijadikan landasan bagi para misionaris Kristen ketika berinteraksi dengan kaum Muslimin. Gagasannya untuk mengkaji Islam sudah ada di dalam benaknya sebelum berkunjung ke Toledo.38

Usaha Petrus Venerabilis yang mengkaji Islam dengan terorganisir merupakan suatu bentuk Studi Islam (Islamic Studies). Usaha tersebut membuahkan hasil. Salah satunya adalah penerjemahan Al-Qur'an ke dalam bahasa Latin oleh Robert dari Ketton. la menyelesaikan terjemahan itu sekitar bulan Juni atau Juli 1 143.39 Terjemahan Ketton, Liber Legis Saracenorum quem Alcoran Vocant (Kitab Hukum Islam yang disebut Al-Qur'an) merupakan terjemahan pertama Al-Qur'an ke dalam bahasa Latin. Sekalipun penyimpangan banyak sekali terjadi dalam terjemahan tersebut, namun terjemahan Ketton tetap dijadikan fondasi bagi terjemahan Al Qur'an ke bahasa Italia, Jerman dan Belanda.40 Dengan terjemahan tersebut, Barat untuk pertama kalinya memiliki instrumen untuk mempelajari Islam secara serius (With this hanslatiott, the West had for the first time an instrument for the serious study of Islam).41 Para pendeta, pastor, dan misionaris selama 600 tahun menjadikan terjemahan Ketton sebagai sumber utama ketika merujuk kepada Al-Qur'an. Nicholas dari Cusa (1401-1464),42 Dionysius Carthusianus (1402/3-1471),43 Juan dari Torquemada (1388-1468),44 Juan Luis Vives (1492-1540),45 Martin Luther (1483-1546), Hugo Grotius (1583-1645)46 dan lain-lainnya, memanfaat terjemahan Ketton ketika mengkaji Islam.47

Pada akhir abad ke-17 M, tepatnya pada tahun 1698, seorang Pendeta Italia, yang mengkaji Al-Qur'an selama 40 tahun, Ludovico Marracci (1612-1700) menerjemahkan Al Qur'an sekali lagi ke dalam bahasa Latin dengan judul Alcorani Textus Receptus (Teks Al-Qur'an yang Universal). Dalam karyanya, Marracci menunjukan berbagai kelemahan terjemahan Ketton. Akibatnya, terjemahan Ketton sudah mulai tidak digunakan lagi.48

Motif Petrus Vencrabilis membentuk "lslamic Studies" di Spanyol adalah untuk "membaptis pemikiran kaum Muslimin." Dalam pandangannya, kaum Muslimin perlu dikalahkan bukan saja dengan ekspedisi militer, namun pemikiran mereka juga perlu ditaklukkan. Dalam suasana Perang Salib periode kedua (1145-1150), Petrus Vencrabilis menyatakan:

"Kelihatannya aneh, dan mungkin memang aneh, aku, seorang manusia yang sangat berbeda tempat dari kamu, berbicara dengan bahasa yang berbeda, memiliki suasana kehidupan yang terpisah dari suasana kehidupanmu, asing dengan kebiasaanmu dan kehidupanmu, menulis dari jauh di Barat kepada manusia yang tinggal di negeri-negeri Timur dan Selatan. Dan dengan perkataanku, aku menyerang mereka yang aku tidak pernah melihat, orang yang mungkin aku tidak pernah lihat. Namun aku menyerangmu bukan sebagaimana sebagian dari kami (orang-orang Kristen] sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan, namun dengan akal; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta... aku mencintaimu, cinta kamu, aku menulis kepadamu, tulis kepadamu, aku mengundangmu kepada keseamatan. "49

Petrus Venerabilis mengajak orang-orang Islam ke jalan keselamatan karena dalam keyakinannya tidak ada keselamatan di luar Gereja (extra ecclesiam nulla salus). Ia menyatakan Islam adalah sekte terkutuk sekaligus berbahaya (execrable and noxious heresy), doktrin berbahaya (pestilential doctrine), ingkar (impious) dan sekte terlaknat (a damnable sect) dan Muhammad adalah orang jahat (an evil man).50

Selain menugaskan para sarjana Kristen untuk menerjemahkan teks-teks Arab yang penting, Petrus Venerabilis sendiri menulis mengenai Islam. Karyanya mengenai Islam ada dua; Summa Totius Haeresis Saracenorum (Semua Bid`ah Tertinggi Orang-Orang Islam) dan Liber contra sectam sive haeresim Saracenorum (Buku Menentang Cara Hidup atau Bid'ah orang-orang Islam). Salah satu sumber pendapatnya mengenai Islam didasarkan pada beberapa karya terjemahan. Gagasannya mengenai Al-Qur'an, misalnya, banyak dipengaruhi oleh karya terjemahan yang dinisbatkan kepada al Kindi. Petrus dari Toledo (Petrus Toletanus), salah seorang anggota tim penerjemah, telah menerjemahkan karya al Kindi. Judul asalnya berbahasa Arab Risalat 'Abd allah ibn Ismail al-Hashimi ila 'Abd al-Masih ibn Isaq al-Kindi wa risalatal-Kindi ila al-Hashimi. Diterjemahkan ke bahasa Latin dengan judul Epistula Saraceni et Reseriptum Christiani (Surat Seorang Muslim dan Jawaban Seorang Kristen).51 Karya tersebut selesai diterjemahkan pada tahun 1141.52

Mengulangi pendapat al-Kindi, Petrus Venerabilis menyatakan Al-Qur'an tidak terlepas dari peran setan. Dalam pandangannya, ketika Muhammad menyangkal Kristus adalah Tuhan atau Anak Tuhan, maka sangkalan itu merupakan rancangan setan (diabolical plan). Setan telah mempersiapkan Muhammad, orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim seorang informan kepada Muhammad, yang memiliki kitab setan (diabolical scripture).53

Untuk mendapatkan simpati atas usahanya dalam memprakarsai Islamic Studies, Petrus Venerabilis mengirim surat kepada Bernard dari Clairvaux (1090-1153). Di dalam Epistola Petri Cluniacensis ad Bernardum Caraevallis (Surat Petrus Cluny kepada Bernard dari Clairvaux), Petrus menyatakan sekiranya apa yang dilakukannya dianggap tidak berguna, karena pemikiran bukanlah senjata untuk mengalahkan musuh (Islam), tetap saja kerja ilmiah seperti itu akan ada manfaatnya. Jika orang-orang Islam yang sesat tidak dapat diubah, maka sarjana Kristen akan bisa menasehati orang orang Kristen yang lemah imannya.54

Perjalanan sejarah membuktikan Petrus Venerabilis benar. Sekalipun pada zamannya, usahanya tidak mendapat banyak sambutan. Namun misi dan visinya justru menjadi kenyataan setelah ratusan tahun kematiannya. Sekarang, studi Islam di Barat telah menjadi "rujukan." Banyak sekali calon calon intelektual Muslim mempelajari Islam melalui orangorang Kristen, Yahudi atau bahkan Ateis. Dengan banyaknya pemikir Muslim pada abad 20 ini yang terpengaruh Kristen, maka "penaklukan pemikiran" yang dicita-citakan oleh Petrus Venerabilis telah menjadi sebuah kenyataan.

NOTE 26. Setelah Anton Tien mengedit manuskrip tersebut, Turkish Mission Aid Society menerbitkannya pada tahun 1880. Dua tahun setelah itu, tepatnya pada tahun 1882, untuk pertama kalinya, bagian-bagian dari korespondensi tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan oleh The Society for Prornoting Christian Knowledge.

27. Anton Tien, "The Apology of al-Kindi: Dialogue the 'Abbasid 'Abdullah ibn Isma'il al-Hashimi and the Nestorian 'Abdul Masih ibn Ishaq al-Kindi" dalam Early Christian-Muslirn Dialogue: A Collection of Documents from the First Three lslamic Centuries (632-900 AD): Translations with Commentary, editor N. A. Newman (Pennsylvania: Interdisciplinary Biblical Research Institute, 1993), 43539, selanjutnya diringkas Apology. Ibn Kathir telah membahas peristiwa masa depan yang akan terjadi seperti digambarkan Rasulullah saw. dalam karyanya al-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim (Beirut: Dar al-Kutub al-'llmiuyyah, 1998).28. Anton Tien, Apology. 458. Untuk menjustifikasi pendapatnya, al-Kindi menguup ucapan Muhammad sebagaimana yang terekam di dalam Surah al-Ma'idah (5: 82) yang menyebutkan: "Sesungguhnya kamu dapati orang,-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya kami ini orang Nasrani. Yang demikian itu disebabkan karena diantara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri."

29 Anton Tien, Apology, 454-55.

30 Ibid., 455-59.

31. AI-Kindi menyatakan: "What ignorance could be more dense than his who appeals to such a book as evidence and proof that its author was a prophet sent by God! Is there anything here parallel to the cleaving of the sea by Moses; the raising of the dead and the cleansing of the Iepers by Christ our Lord? This can approve it self only to the incurably ignorant who have never learned to collate and compare. I do not think that anyone of penetration or discrimination could venture to think it, much less detend it. Scarcely could he dream of it unless he were beside himselt; out of his senses or weak in intellect. Or will you, in God's name I ask it, make an attempt to detend such a book by torce ofreasvn, by subtletly of thought and weight of learning, knowing what you do of its origin and how the authority of its text has been broken down betore the inyuiry we have instituted? I am accustomed to such studies, versed in textual criticism, and such fictitious narratives and 'cooked up "stories will not pass with me." Lihat Anton Tien, Apology, 460.

32. Ibid., 460-61. Masalah ini akan dibahas terperinci di dalam Bab IV.

33 Sir William Muir, "The Apology of al-Kindi: An Essay on its Age and Authorship," dalam Early Christian-Muslim Dialogue: A Collection of Documents from the First Three lslamic Centuries (632-900 AD): Translations with Conunentary, editor N. A. Newman (Pennsylvania: Interdisciplinary Biblical Research Institute, 1993), 365.

34. Ibid., 376.

35. G. Troupcau, "Abdul Masih ibn Ishay al-Kindi," di dalam El, editor C. E. Bosworth, E. van Donzel, B. Lewis dan Ch. Pellat (Leiden: E. J. E Brill, 1986), 5: 120-21.

36. Lihat Surah al-Nisa'(4: I 57); al-Ma'idah (5: 17; 5: 72 ; 5: 73).

37. Tim penerjemah tersebut terdiri dari Robert, Petrus dari Toledo (Petrus Toletanus), Petrus dari Poitiers (Petrus Pictaviensis), I Hermann dari Dalmatia dan Muhammad, seorang Muslim Spanyol yang membantu penerjemahan-penerjemahan yang dilakukan. Lihat Allan Cutler, "Petrus the Venerable and Islam," JAOS 86 ( 1996). I 89-90.

38. Allan Cutler, "Petrus The Venerable and Islam," JAOS 86 (1966), 186.

39. James Kritzeck, "Robert of Ketton's Translation of the Qur'an," IQ 2 ( I 955), 31I.

40 Samuel Zwemer, "Translation of the Koran," MW 5 ( 1915), 247.

41.R. W. Southern, Western Views of Islam in the Middle Ages (Cambridge: Harvard University Press, 1962), 37.

42.la menulis Cribratio Alcorani (Menyaring AI-Qur'an).

43. la menulis Contra Alchonarum & sectam Machometicam libri quinque (Buku Lima Menentang AI-Qur'an dan Cara Hidup Islam).

44. Ia menulis Contra principales errores perfidi Machometi (Menentang

Kesalahan-Kesalahan Prinsip Kesesatan Islam).

45. la menulis Contra sectam Mahometi (Menentang Cara Hidup Islam). 46. ' fa menulis Adversus Muhammedanos (Melawan Islam).

47. Flartmut Bobzin, "A Treasury of Heresies": Christian Polemics against the Koran, dalam The Qur'an as Text, editor Stefan Wild (Leiden: E. .I. Brill, 1996), 159, selanjutnya diringkas A Treaswy of Heresies.

48. Harmut Bobzin, A Treasury of Heresies, 159.

49. Petrus Venerabilis menyatakan: "It seems strange, and perhaps it is, indeed, that I, a man so vsry different from you in place, speaking a difterent language, having a state of life separate from yours, a stranger to your customs and life, write from the far west to men who in habit th lands of the cast and south, and that, by my speech, I attack those whom I have never seen, whom I shall perhaps never see. But I attack you not, as some of us [Christians] often do. by arms, but by words; not by force but by reason: not in hatred, but in love... I love you; loving you. I write to you; writing to you. I invite you to salvation." Dikutip dari James Kritzeek. "Robert of Ketton's Translation of the Qur'an,.. IQ, (1955). 311.

50. Jo Ann Hoeppner Moran Cruz, "Popular Attitudes Towards Islam in Medieval Europe," dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe, editor Michael Frasseto and Davis R. Blanks (New York St. Martin's Press, 1999), 78.

51. Hartmut Bobzin, Der Koran im Zeitalter der Refonnation: Sntdien zur Fruhgeschichte der Arabistik und Islamkunde in Europa (Stuttgart: Seiner, 1995), 50, selanjutnya diringkas Der Koran.

52. Allan Cutler, "Petrus the Venerable and Islam," JAOS 86 (1966), 189.

53. Petrus Venerabilis menyatakan: "The highest purpose of this heresy is to have Christ the Lord believed to be neither God nor the Son of God, but (through a great man and one beloved of God) simply a man-a wise man and the greatest prophet. Indeed, that which was once conceived by the device of the devil, first propagated through Arius, then advanced by that satan, namely Mohammad, will be tirlfilled completely, according to the diabolical plan, through the Antichrist. For since the Blessed Hilary said that the origin of the Antichrist arose in Arius, then what Arius began by denying that Christ was the one true Son of God and calling him a creature, the Antichrist will tinally bring to its completion by asserting that he was not only not God or the son ofGod, but not even a good man. This mock wicked Mohammed seems to have been appropriately provided and prepared by the devil as the mean between these two, so that he became both a supplement, to a certain extent, to Arius, and the greatest sustenance for the Antichrist, who will allege even worst things before the minds of unbelievers. " Dikutip dari Patrick O'Hair Cate, Each Other's Scriptrtre: The Muslims' Views of the Bible and the Christians' Views ofthe Qur'an (Michigan, Ph. D., Thesis at The Hartford Seminary Foundation, 1974), 18, selanjutnya diringkas Each Other's Scripture.

54. Petrus Venerabilis menulis: "If my work seems pointless because the enemy remains invulnerable to such weapons. I answer that in the land of a great king some things are done tor protection, others for adonunent, others again for both. Solomon the Peaceful forged weapons tor protection which were not needed in his day. David prepared ornaments for the Temple, although they could not be used in his day... This work, as I see it, cannot be called unless. If the erring Muslims cannot be converted by it, scholars who are zealous in the cause of justice must nevertheless not tail to forewarn those weak members ofthe Church who are easily scandalized and utwittingly moved by insignificant causes. "Dikutip dari Maxime Rodinson, "The Western Image and Western Studies of Islam," dalam The Legacy of Islam, editor Joseph Schacht dengan C. E. Bosworth (Oxford: Oxford University Press, edisi kedua, 1974), 16-17.

5. Ricoldo da Monte Croce (1243-1320)

Pada abad ke-13 M, sudah banyak para biarawan dan pendeta yang mulai mempelajari Islam. Diantaranya Ricoldo da Monte Croce (Ricoldus de Monte Crucis), seorang Biarawan Dominikus. Ia menulis beberapa karya mengenai Islam dalam bahasa Latin.55 Dalam pandangannya, setan mengarang AI Qur'an sekaligus membuat Islam. Ricoldo menyatakan:

"Pengarang bukanlah manusia tetapi setan, yang dengan kejahatannya serta izin Tuhan dengan pertimbangan dosa manusia, telah berhasil untuk memulai karya Anti-Kristus. Setan tersebut, ketika melihat iman Kristiani semakin menambah besar di Timur dan berhala sernakin berkurang, dan Heraclius, yang menghancurkan menara menjulang yang dibangun oleh Chosroes dengan emas, perak dan batu-batu permata untuk menyembah berhala-berhala, mengatasi Chosroes pembela berhala. Dan ketika setan melihat palang salib Kristus diangkat oleh Heraclius, dan tidaklah mungkin lagi untuk membela banyak tuhan atau menyangkal Hukum Musa dan Bibel Kristus, yang telah rnenyebar ke seluruh dunia, Setan tersebut merancang sebuah bentuk hukum (agama) yang pertengahan jalan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dalam rangka untuk menipu dunia. Dengan maksud ini ia memilih Muhammad. "56

Selain itu, Ricoldo mengklaim banyak penyimpangan terjadi di dalam sejarah Al-Qur'an. Dalam pandangannya, versi qiraah sab`ah tidak sama dengan versi Audala filius Mesetud (`Abdullah ibn Mas`ud), Zeid filius Tampeth (Zayd ibn Thabit), Ocanan filius Ophyn (`Uthman ibn `Affan) dan Oenpe tilius Tap (Ubayy ibn Ka`b). Menurut Ricoldo, teks Al Qur'an sekarang ini berasal dari perintah dan paksaan Marwan ibn al-Hakam kepada orang-orang Islam.57

Dalam pandangan Ricoldo, makna sebenarnya ahlul kitab justru merujuk kepada Muslim.58 Menurutnya lagi, nama nama surah-surah di dalam AI-Qur'an seperti Surah Lebah (al-Nahl), Semut (al-Naml) dan Laba-Laba (al-`Ankabut) sangat tidak sesuai untuk disebut sebagai wahyu Tuhan. Selain memuat kata yang tidak senonoh (obscene) seperti zina, Al-Qur'an juga memuat berbagai kata yang tidak penting dan berulang-ulang.59

Dalam pandangan Ricoldo, susunan Al-Qur'an sangat tidak sistematis. Tidak ada kronologi waktu, periodesasi raja raja, susunan kisah yang teratur, subjek pembahasan, berangkat dari yang tidak relevan kepada yang tidak relevan lainnya, logika yang tidak tersusun; dari premis yang betul ke hal-hal yang tidak berhubungan.60

Ricoldo menyimpulkan: Pertama, Al-Qur'an hanyalah kumpulan bid`ah-bid`ah lama yang telah dibantah sebelumnya oleh otoritas Gereja. Kedua, karena Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak memprediksi sebelumnya, maka AIQur'an tidak boleh diterima sebagai "hukum Tuhan." Selain itu, doktrin-doktrin Islam mengenai kesalahan agama Kristen dan Yahudi tidak bisa diterima. Ketiga, gaya bahasa Al Qur'an tidak sesuai untuk disebut menjadi "Kitab Suci". Keempat, klaim AI-Qur'an yang berasal dari ilahi tidak memiliki basis di dalam tradisi Bibel. Selain itu, konsep-konsep etika di dalam Al-Qur'an bertentangan dengan pernyataan-pernyataan filosofis. Kelima, Al-Qur'an penuh dengan berbagai kontradiksi internal. Al-Qur'an sangat tidak teratur. Keenam, kebenaran Al-Qur'an tidak dibuktikan dengan mukjizat. Ketujuh, Al-Qur'an bertentangan dengan akal. Buktinya, kehidupan Muhammad tidak bermoral dan Al-Qur'an memuat hujatan dan pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal mengenai hal-hal ketuhanan dan sebagainya. Kedelapan, Al-Qur'an mengajarkan kekerasan untuk menyebarkan Islam dan mengakui ketidakadilan. Kesembilan, sejarah Al-Qur'an tidak menentu. Kesepuluh, Peristiwa mi`raj adalah fiksi murni dan dibuat-buat.61

Tulisan-tulisan Ricoldo terhadap Al-Qur'an sama sekali tidak ilmiah dan sangat sinis. Hujatannya sebenarnya lebih tepat ditujukan kepada Bibel. Ini karena Bibel banyak sekali memuat cerita-cerita yang tidak senonoh dan porno serta tidak masuk akal. Nabi-nabi, yang sepatutnya ditiru, ternyata banyak memiliki skandal seks. Bibel bertentangan dengan sains.62 Selain itu, sejarah penulisan dan penghimpunan Bibel sangat tidak menentu.63 Oleh sebab itu, kritikan Al-Qur'an kepada Bibel adalah benar dan logis. Al-Qur'an mengingkari bahwa `Isa as sebagai Tuhan.64 Mengakui seorang manusia sebagai Tuhan justru tidak masuk akal. Nabi `Isa as. adalah seorang manusia yang berkembang besar dari seorang bayi sehingga menjadi dewasa. Makan, minum, tidur, buang air besar dan air kecil. Jika ia adalah Tuhan yang berbentuk manusia, mengapa ia mengeluh ketika orang-orang Yahudi ingin menyalibnya? Semasa hidupnya, Nabi `Isa as. sangat cinta beribadah kepada Allah. Jika sekiranya Yesus itu Tuhan, maka Tuhan akan menyembah diri-Nya, suatu hal yang tidak bisa diterima oleh akal. Ringkasnya, Ricoldo tidak mengaplikasikan pandangan sinisnya kepada Bibel. Sebaliknya, ia tetap menganggap Bibel yang sebenarnya memiliki sejumlah permasalahan mendasar, sebagai sebuah kitab suci.

6. Martin Luther (1483-1546)

Dalam kaitannya dengan Al-Qur'an, Luther melakukan dua hal. Pertama, menerjemahkan karya Ricoldo dalam bahasa Latin, Confutatio Alcorani (Bantahan Trrhadap AI Qur'an) ke bahasa Jerman (Verlegung des Alcoran Bruder Richardi) pada tahun 1542. Di dalam kata prngantarnya untuk terjemahan Confutatio Alcorani, Luther mengakui karya Ricoldo sudah dibaca sejak tahun 1530. Luthrr tidak percaya jika ada manusia yang mau memercayai ketololan dan ketakhyulan AI-Qur'an. Ia srlanjutnya sangat berkeinginan untuk membaca sendiri Al-Qur'an. Namun, ia baru membaca terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Latin pada tanggal 21 Februari 1542. 65 Setelah menyadari kalau selama ini Ricoldo benar, maka Luther menerjemahkan karya Ricoldo tersebut ke bahasa Jerman.66

Kedua, Luther menulis kata pengantar untuk karya Theodore Bibliander (1504-1564), yaitu Vorrede zu Theodor Bibliandus Koranausgabe (Kata pengantar kepada Al-Qur'an Edisi Theodor Bibliander) pada tahun 1543. Bibliander adalah seorang Pastor terkemuka Jerman, pengganti Zwingli di Zurich. Pada awal tahun 1530-an, Bibliander minta tolong kepada sahabatnya, Johannes Oporin, salah seorang pemilik percetakan terkemuka di Basle, supaya menyediakan teks-teks Arab kepadanya. Hasilnya, Bibiliander memiliki teks-teks Arab, salah satunya adalah terjemahan Al-Qur'an Toledo. Ia berniat mempublikasikannya. Ketika mencetak Al-Qur'an edisi Bibliander, Oporin tidak meyadari kalau tindakannya mempublikasikan al-Quran akan mengundang masalah. Saat itu, Al-Qur'an dianggap sebagai sebuah buku berbahaya (a dangerous book). Dewan Gereja di Basle memerintah Oporin supaya tidak menyambung pekerjaannya, sehingga isu Al Qur'an sebagai buku yang berbahaya atau tidak, dituntaskan terlebih dahulu. Saat itu terjadi pro-kontra pendapat dalam menghadapi isu ini. Akhirnya, hanya setelah Martin Luther intervensi, maka AI-Qur'an bisa dipublikasikan. Luther merekomendasikan kepada Dewan Gereja di Basle supaya membiarkan terjemahan tersebut terbit.67 Dalam pandangan Luther, tidak seorang Kristenpun akan hilang keimanannya karena membaca Al-Qur'an. Akhirnya, karena campur tangan Luther, Al-Qur'an yang direvisi Bibliander jadi diterbitkan. Bibliander yang semula diancam untuk dipenjarakan, akhirnya dicabut.68 Pada tahun 1543, Luther menulis kata pengantar yang panjang untuk karya Bibliander tersebut ( Vorrede zu Thcodor Bibliandus Koranausgabe).

Pendapat Luther mengenai Al-Qur'an banyak diwarnai dari pemikiran Ricoldo dan Nicholas dari Kusa. Hujatan Luther kepada AI-Qur'an sangat sinis. Dalam pandangan Luther, Setan adalah pengarang terakhir Al-Qur'an. (The devil is the ultimate author of the Qur'an).69 Pendapat Luther berdasarkan kepada Yohannes 8 (44).70 Luther berpendapat bahwa setan adalah seorang pembohong dan pembunuh ( a liar and murderer) dan Al-Qur'an mengajarkan kebohongan dan pembunuhan. Luther selanjutnya menghubungkan antara kebohongan dan pembunuhan dengan kontrol setan kepada Muhammad. Luther menyatakan: "Jadi ketika jiwa pembohong mengontrol Muhammad, dan setan telah membunuh jiwa jiwa Muhammad dengan Al-Qur'an dan telah menghancurkan keimanan orang-orang Kristen, setan harus terus mengambil pedang dan mulai membunuh badan-badan mereka." 71

Luther sangat membenci orang-orang Turki ([slam). Menurut Luther, Mohammed, Al-Qur'an dan orang-orang Turki semuanya adalah produksi setan. Luther mengatakan: "Namun sebagaimana Paus yang anti Kristus, begitu juga orang orang Turki yang merupakan penjelmaan setan." (But just asthe pope is the Antichrist, so the Turk is the very devil incarnate).72

Luther menyebut Tuhan orang-orang Turki adalah setan (demon) karena ketika orang-orang Turki berperang, mereka berteriak Allah! Allah! Ini sama halnya dengan tentara-tentara Paus ketika berperang berteriak Ecclesia! Ecclesia! Bagi Luther, teriakan Gereja (ecclesia) adalah dari setan. Menurut Luther, Tuhan orang-orang Turki yang sebenarnya Iebih banyak berbuat dalam peperangan dibanding orang-orang Turki sendiri. Tuhan mereka yang memberi keberanian dan trik, yang.mengarahkan pedang dan tangan, kuda dan manusia.73

Luther menyatakan: "Muhammad menafikan bahwa Kristus adalah Anak Tuhan. Dia menafikan bahwa beliau (Yesus) telah wafat demi dosa-dosa kita. Dia menafikan bahwa iman kepada-Nya mengampunkan dosa serta membersihkan (dari kesalahan). Dia menafikan akan kedatangan kehidupan dan kematian-Nya. Mungkin ada kebangkitan orang yang mati, namun dia mempercayai pengadilan oleh Tuhan. Dia menafikan Ruh Kudus dan hadiah-hadiah-Nya."74

Luther berpendapat AI-Qur'an mengajarkan kebohongan, pembunuhan dan tidak menghargai perkawinan. Bohong karena menolak kematian Yesus dan ketuhanan Yesus sebagaimana yang diajarkan Bibel. AI-Qur'an mengajarkan bahwa hukum ditegakkan dengan pedang dan keimanan Kristiani perlu dihancurkan, dan Turki (Muslim) adalah pembunuh.75 Dalam pandangan Luthrr, AI-Quran membolehkan siapa saja untuk beristri sebanyak yang diinginkan. Menurutnya, merupakan kebiasaan bagi seorang laki-laki Turki untuk memiliki sepuluh atau dua puluh istri dan meninggalkan atau menjual siapa yang dia inginkan. Sehingga wanita-wanita Turki dianggap murah dan rendah yang tidak ada harganya; mereka dibeli dan dijual seperti binatang ternak (It is customary among the Turks for one man to have ten or twenty wi ves and to desert or sell any whom he will, so that in Turkey women are held immeasuarably cheap and are despised; they are bought and sold like cattle).76

Luther, yang digelari 'the father of the reformation' (Bapak Reformasi) menganggap hanya Bibel yang menjadi kitab suci. Pandangan Luther terhadap AI-Qur'an hanya mengulangi kembali pendapat para penghujat AI-Quran sebelumnya.

NOTE

55. Diantaranya adalah: Improbatio alcorani (contra legem saracenorum) Kebatilan AI-Qur'an (Menentang Hukum Islam); Contra sectam Mahumeticam libellius (Buku Menentang Cara Fiidup Islam); Contirtatio Alcorani seu legis Sarracenonun, ex graeco nuper in latinum traducta (Membantah AI-Qur'an atau Hukum Islam, Transfer dari Yunani Modern ke Latin; Propugnaculum frdei, toti Christianae religioni aduersum mendacia, & deliramenta Saracenonun, Alcorani precipue, maxime vtile. Lihat Hartmut Bobzin, Der Koran, 507.

56. Ricoldo menyatakan: "The author is not human but the Devil who, by his own malice and by permission of God on account of human sin, has prevailed to initiate the work of Anti-christ. The devil, when he saw the Christian faith greatly increasing in the Orient and idolatry diminishing, and Chosroes the detender of idolatry over come by Heraclius, who demolished the high tower which Chosroes had built of gold, silver and precious stones for the worship of idols, and when he saw the cross of Christ raised up by that same Heraclius, and that it was or the Law of Moses and the Gospel of Christ, which has spread throughout the whole world, to be negated, the Devil devised a form of law (religion) which was halfway between the Old and New Testaments, in order to deceive the world. For this purpose he chose Muhammad." Dikutip dari Patrick O'Hair Cate, Each Other's Scripture, 187.

57. Hertmut Bobzin, A Treasury of Heresies, 169.

58 Norman Daniel, Islarn and the West: The Making of an Image (Boston: Oneworld Publications, 2000, terbit pertama kali tahun 1960), 77.

59. Ibid., 38.60. Ibid., 80-81.

61. Hartmut Bobzin, A Trcasury of Heresias, I66. Pendapat Bobzin terhadap sikap Ricoldo kepada AI-Qur'a n berdasarkan kepada 17 Bab yang ada di dalam Confutatio Alcorani. Lihat secara ringkas isi 17 Bab tersebut di Patrick O'llair Cate, Each Other's Scripture, 186-87.

62. Lihat Maurice Bucaille, The Biblr, the Qur'an and Science: The Holy Scriptures Examined in the Light of Modern Knowledge. Pen. Alstair D. Pannell dan Maurice Bucaille (Selangor: Thinkers Library, Sdn. Bhd., tt), terbit pertama kali tahun 1976.

63. Lihat Bruce M. Metzger, A Textual Conunentary on the Greek New Testament: A Companion Volume to the United Bible Societies' Greek New Testament (Stuttgart: United Bible Societies, 1975). Bandingkan juga pengarang yang sama, The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration (Oxford: Oxford University Press, edisi kedua, 1968).

64. Surah al-Ma'idah (5:17) ; Surah AI Jin (72: 3).

65. Menurut Hermann Barge, AI-Qur'an yang dibaca Luther itu adalah edisi yang sama dengan yang akan dipublikasikan tahun depannya (1543) di Basle. Dikutip dari Egil Grislis, "Luther and the Turks," MW 64 (1974), I 88.

66. Martin Luther, Verlegung des Alcoran, Bruder Richardi Prediger Ordens,

Verdeudseht, duren in D. Martin Luther's Werke. Kritische Gesanuausgabe. 53 jilid (Weimar: Hermann Bohnlaus Nachpolzer, 1920). Dikutip dari Patrick O'Hair Cate, Each Other's Scripture, 207.

67. Lihat uraian lebih detil mengenai pro-kontra mengenai penerbitan AI-Qur'an yang direvisi Bibliander di Hartmut Bobzin, A Treasury of Heresies, 161-64.

68. G. Simon, "Luther's Attitude Toward Islam," MW 21 (1931), 259.

69. Patrick O'Hair Cate, Each Other's Scripture, 189.

70. Disebutkan: "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. la adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." Lihat alkitab (Jakarta: Lembaga alkitab Indonesia, 2000), 123.

71. Luther menyatakan: "Thus when the spirit of lies had taken possession of Mohanuned, and the devil had murdered men's souls with his Koran and had destroyed the faith ofChristians, he had to go on and take the sword and set about to murder their bodies." Lihat Martin Luther, "On War Against the Turk," dalam Luther's Works, Pen. Charles M. Jacobs, direvisi oleh Robert C. Schultz, editor Helmut T. Lehmann 46 (Philadelphia: Fortress Press, 1967), 179, selanjutnya diringkas dengan On War Against the Turk.

72. Martin Luther, On War Against the Turk, 181

73. Luther menyatakan: "For they have been taught in the Koran that they shall boast constantly with these words, "There is no God but God. " All that is really a device of the devil. For what does if mean to say, "there is no God but God," whitout distinguishing one God from another? The devil, too, is a god, and they horror hirn with this word: there is no doubt of that. In just the same way rhr poye's cry. ecclesia! Ecclesia! To be sure, the devils" ecelesia! There force l believe that the Turks Al Allah does more in war than they themselves. He gives them courage and wiles he guides sword and fist, horse and man. What do you think, then, of the holy people who can call upon God in bottle, and yet destroy Christ and all God's words and works, as You have heard?" Lihat Martin Luther, On War Against the Turk, 183.

74. Luther menyatakan: "Mohammad denies (negat) that Christ is the Son of God. He denies that faith in Him remit sin and has died for our sins. He denies that he rose for our life. He denies that faith in Him remits sin and justifies us. He denies His coming judgement of the living and the dead. Perhaps there is a resurrection of the dead, but he believes in a judgment by God. He denies the Holy Spirit and His gifts. "Dikutip dari Luther and Muhammedanism, MW 31 (1941), 171.

75. Patrick O'Hair Cate, Each Other's Scripture, 211.

76. Martin Luther, On War Against the Turk, 181.

BAB II:METODOLOGI BIBEL DALAM STUDI AL-QUR'AN

Ketika mengkaji Bibel secara kritis, para teolog Yahudi-Kristen mengakui Bibel yang selama ini dianggap sebagai textus receptus ternyata memiliki sejumlah kesalahan mendasar. Kajian kritis Bibel tersebut melahirkan banyak metode kritis yang disebut dengan biblical criticism (kritik Bibel). Dalam perkembangannya, para orientalis yang tidak terlepas dari perkembangan studi Bibel menggunakan biblical criticism sebabai kerangka dasar untuk mengkaji Al-Qur'an. Selain itu, beberapa sarjana Muslim kontemporer seperti Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zayd, menerapkan juga metodologi Bibel ke dalam studi Al-Qur'an. Di bawah ini akan dipaparkan studi Sejarah Perjanjian Baru. Tujuannya untuk melacak jejak pemikiran para orientalis modern dalam studi Al-Qur'an.

1. Biblical Criticism

Naskah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno baru pertama kali dicetak pada tahun 1514 di Spanyol oleUniversitas Alcala. Tapi, naskah Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani Kuno yang pertama kali mendapat sambutan di pasaran adalah adalah edisi naskah yang diterbitkan oleh Desiderius Erasmus (1469-1536) dari Rotterdam, Belanda pada tahun 1516. Naskah teks tersebut dijadikan textus receptus dan teks standar hingga tahun 1881. 1

Perjanjian Baru versi Erasmus yang dijadikan textus receptus mendapat kritikan untuk pertama kalinya dari Richard Simon (1638-1712), seorang pendeta Perancis, yang dijuluki `the father of Biblical criticism'.2 Mengomentari Simon, Kummel, seorang teolog Kristen Jerman menyimpulkan Simon adalah orang yang pertama menggunakan metodemedote kritis di dalam studi historis asal mula bentuk tradisional teks Perjanjian Baru... (Simon was the first to employ critical methods in a historical study of the origin of the traditional form ofthe New Testament...).3

Memanfaatkan karya-karya Simon, John Mill (16451707), seorang teolog Anglikan menganalisa secara kritis teks Perjanjian Baru. Setelah 30 tahun mengkaji teks Perjanjian Baru, Mill menerbitkan karyanya di Oxford pada tahun 1707, tepatnya dua minggu sebelum kematiannya (23 Juni 1707). Tiga tahun setelah itu, karyanya diedit dan diterbitkan kembali di Amsterdam oleh Westphalian L. Kuster dengan judul Novum Testamentum Graecum cum lectionibus variantibus studio et labore, Joannis Millii. Collectionem Millianam locupletavit, Ludolphus Kusterus (Perjanjian Baru Yunani dengan varian bacaan, studi dan kajian John Mill, editor Ludolph Kuster).4

John Mill mengkaji kritis teks (textual criticism) Perjanjian Baru dengan cara menghimpun varian bacaan dari manuskrip-manuskrip Yunani kuno, ragam versi teks Perjanjian Baru dari para Petinggi Gereja. Hasilnya, Mill dapat menghimpun sekitar 30.000 varian bacaan yang berbeda dengan textus receptus dalam versi bahasa Yunani kuno.5 Meski demikian, John Mill belum berani untuk mengubah textus receptus.6

Dr. Edward Wells (1667-1727) melanjutkan penelitian yang telah dilakukan John Mill. Wells adalah orang pertama yang mengedit secara lengkap Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani Kuno. Dalam beberapa bacaan, Wells meninggalkan textus receptus dengan menyebelahi bacaan dari manuskripmanuskrip kuno.7

Selain itu, Richard Bentley (1662-1742) mengkaji secara kritis teks edisi Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno dan Latin. Hasilnya, Bentley meninggalkan textus receptus lebih dari 40 tempat. Ia menghimpun materi-materi untuk membuat Perjanjian Baru edisi kritis yang akan mengganti textus receptus. Ketika ia sedang melakukan itu, Daniel Mace, seorang Pastur Presbyterian di Newbury menerbitkan Perjanjian Baru dalam 2 jilid dan dalam dua bahasa, Yunani kuno dan Inggris. Naskah tersebut diterbitkan di London pada tahun 1729 dengan judul The New Testament in Greek and English, Containing the Original Text Corrected from the Authority of the Most Authentic Manuscripts: and a New Version Form'd agreeably to the Illustrations of the most Learned Commentators and Critics: with Notes and Various Readings, and a Copious Alphabetical lndex. Mace memilih varian bacaan yang telah dihimpun Mill. Dalam pandangan Mace, varian bacaan yang dihimpun Mill lebih tinggi dari textus receptus.8

Fase baru dalam analisa teks Perjanjian Baru bermula dengan Johann Albrecht Bengel (1687-1752). Dengan memanfaatkan 30.000 varian bacaan yang telah dihimpun Mill, Bengel memfokuskan kajiannya kepada periwayatan teks (the transmission of the text). Bengel yang pertama kali menyusun bukti-bukti kepada teks Perjanjian.Baru. Ia juga memformulasi aturan kritis (a canon of criticism) untuk menetapkan akurasi sebuah varian bacaan. Dalam pandangan Bengel, kemungkinan besar penulis akan memudahkan tulisan yang sukar dipahami, ketimbang menyulitkan tulisan yang mudah dipahami. Bengel memformulasi sebuah prinsip; bacaan yang lebih sulit lebih diprioritaskan dibanding bacaan yang mudah (proclivi scriptioni praestat ardua). Bagaimanapun, Bengel masih belum sepenuhnya mengkritik textus receptus. Bengel membuat apparatus criticus dalam textus receptus. Di halaman pinggir, Bengel mencantumkan varian bacaan dengan kategori berikut: a menunjukkan bacaan asal; menunjukkan bacaan yang lebih baik dari yang dicetak di dalam teks; menunjukkan bacaan sama baiknya dengan teks; dan menunjukkan sangat rendah dan ditolak.9 Sezaman dengan Bengel, Johann Jakob Wettstein (1693-1754) seorang Pastor yang berasal dari Basel, Swiss membuat apparatus criticus serta memasukkan berbagai ragam bacaan sebagai alternatif kepada textus receptus.10

Dengan memanfaatkan kajian analisa teks (textual criticism) yang telah dilakukan oleh para pendahulunya, Johann Salomo Semler (1725-1791), seorang profesor dalam bidang teologi di Halle, Jerman, menulis berbagai karya yang menganalisa secara kritis-historis teks Perjanjian Baru. Ia mengkaji individu-individu yang mengarang Bibel. Dalam pandangannya, Kalam Ilahi (God's Word) dan Kitab Suci (Holy Scripture) tidak identik. Kitab Suci memuat buku-buku yang penting hanya untuk masa terdahulu saat buku-buku tersebut ditulis. Menurut Semler, ajaran seperti itu tidak dapat memberi sumbangan moral kepada manusia hari ini untuk maju. Konsekwensinya, dalam pandangan Semler, bagian-bagian dari Bibel bukanlah inspirasi dan tidak dapat diterima secara otoritatif. Semler juga berpendapat buku yang ada di dalam Bibel adalah murni historis belaka. Bibel terbentuk berdasarkan kepada kesepakatan dari wilayah-wilayah Gereja. Menurut Semler lagi, setiap orang Kristen berhak untuk meneliti secara bebas kondisi historis setiap buku di dalam Bibel ketika ditulis. 11 Semler menyatakan:

"Terutama, seluruh gagasan umum mengenai Kanon, berasal dari Tuhan yang sama serta nilai dari semua buku beserta bagian-bagian yang sehingga kini ada di dalamnya secara mutlak bukanlah bagian yang esensi dari agama Kristen. Seseorang dapat menjadi Kristen yang taat tanpa menyifatkan semua buku yang termasuk di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berasal dari wahyu Tuhan yang satu dan dari sumber yang sama, atau menganggap semua buku tersebut sederajat, dan tanpa menilai semua buku tersebut manfaat umumnya sama. Tidak ada keyakinan yang tidak bisa berubah, universal berkaitan dengan hal tersebut. Sekalipun begitu, keyakinan yang tidak bisa berubah dan umum dari karakter agama Kristen beserta doktrin-doktrin dan prinsip-prinsip dasarnya akan selalu ada. 12 Semler adalah sarjana yang pertama kali menggunakan istilah recension untuk mengklasifikasi manuskrip-manuskrip Perjanjian Baru. Ia mengklasifikasi manuskrip-manuskrip tersebut ke dalam tiga versi (recensions); Alexandria, Timur (Eastern), dan Barat ( Western).13 Disebabkan karya-karyanya, Semler digelar the founder of the historical study of the New Testament.' (pendiri studi historis Perjanjian Baru).14

Murid Semler di Halle, Johann Jakob Griesbach (17451812) menerbitkan pada tahun 1774-1775 sebuah edisi Perjanjian Baru Yunani yang memasukkan versinya sendiri ketimbang menggunakan textus receptus. Griesbach juga membuat apparatus criticus. Dengan karya tersebut, Griesbach mengakhiri dominasi Perjanjian Baru Yunani edisi Erasmus yang sebelumnya telah dijadikan textus receptus. Ia melakukan kritik metodologis (methodological criticism). Sekalipun ia merujuk kepada bukti-bukti teks kepada tiga versi, yaitu Alexandria, Barat dan Konstatinopel, Griesbach menganggap hanya kodex Alexandria dan kodex Barat yang berharga. Pembahasannya mengenai kodex-kodex tersebut merupakan fondasi bagi perkembangan analisa teks dan studi historis teks Perjanjian Baru. Selain itu, Griesbach menganalisa pengarang Perjanjian Baru. Ia mengkaji keterkaitan antara Matius, Markus dan Lukas. Dalam pandangannya, susunan kronologis dari objek pembahasan ketiga para pengarang Bibel (Synoptics) tersebut tidak dapat dipercaya. Karya mereka mustahil diharmonisasikan.15

Menolak mengharmonisasikan Synoptics, Johann Gottfried Herder (1744-1803), seorang Ketua Pastor di Weimar, Jerman, menyatakan setiap pengarang Bibel memiliki maksud, waktu dan lokasi masing-masing. Ia menegaskan Bibel yang utama (Primal Gospel) adalah oral dibanding tulisan. Bibel yang paling tua adalah ucapan oral Yesus.16 Usaha Herder yang mengkaji bentuk-bentuk kuno dari tradisi Bibel dan karakter dari semua Bibel kanonik sebagai alat bukti, dalam pandangan Kummel, merupakan cikal bakal kelak terbentuknya kritik bentuk (form criticism).17

Salah seorang yang juga memfokuskan kajiannya kepada bentuk-bentuk Bibel adalah Friedrich Daniel Ernst Sehleiermacher (1768-1834). Ia adalah seorang profesor teologi di Universitas Berlin, yang digelari juga sebagai `the founder of General Hermeneutics ' Schleiermacher memformulasi General Hermeneutics karena alasan-alasan teologis. Tujuan akhirnya supaya hermeneutika Bibel memiliki dasar yang kuat. Dasar tersebut, menurut Schleirmacher, dapat disiapkan jika hermeneutika Bibel (hermeneutica sacra) memanfaatkan wawasan dari hermeneutika sastra (Hermeneutica profana). Menurut Schleiermacher, sekalipun Bibel adalah wahyu, namun ia ditulis dalam bahasa manusia. Schleiermacher dianggap sebagai `the founder of General Hermeneutics' bukan saja karena ia secara eksplisit mengemukakan cara-cara melakukan penafsiran, namun ia menjadikan General Hermeneutics sebagai sebuah permasalahan filosofis. Jika Kant menjawab pertanyaan How knowledge is possible, maka General Hermeneutics, dalam pandangan Schleiermacher, menjawab pertanyaan `How is the understanding of speech possible? 18

Dalam pandangan Schleiermacher, Timotius I bukanlah berasal dari Paul. Alasannya, penggunaan bahasa serta situasi yang digambarkan di dalam teks tersebut; tidak sesuai dengan kehidupan Paul. Schleiermacher berpendapat bahwa buku

buku yang ada di dalam Bibel sepatutnya diperlakukan sama dengan karya-karya tulis yang lain.19 Schleirmacher melengkapi tafsirnya kepada teks dengan menganalisa pemahaman sejarah-bahasa dan psikologis. Ia berusaha memahami setiap kompleksitas ide yang ada sebagai sebuah momen di dalam kehidupan individu tertentu (to comprehend every given complex of ideas as a moment in the life ofa definite individual).20

Di bawah pengaruh Schleiermacher, Karl Lachmann (1793-1851), seorang profesor filologi di Berlin, untuk pertama kalinya meninggalkan textus receptus secara total. Ia menerbitkan Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani kuno pada tahun 1831. Edisi baru tersebut menggunakan analisa teks ketika mengevaluasi varian bacaan. Dalam pandangannya, tidak mungkin teks orisinal Perjanjian Baru akan dapat dihasilkan lagi.21 Dengan karya tersebut, Lachmann merupakan `the founder of the modern era of textual criticism' (pendiri kritik teks era modern).22

Setelah Lachmann, banyak sekali para sarjana Kristen menganalisa teks dan menolak textus receptus, seperti Lobegott Friedrich Constantin von Tischendorf (1815-1874), Samuel Prideaux Tregelles (1813-1875), Henry Alford (18101871), Brooke Foss Westcott (1825-1901), Bernhard Weiss (1827-1918), Hermann Freiherr von Soden (1852-1914), dan lain-lainnya. 23

Uraian ringkas di atas menunjukkan pada abad ke-19 M, textus receptus Perjanjian Baru sudah ditolak. Berbagai jenis disiplin ilmiah untuk mengkritik Bibel (biblical criticism) telah mapan. Kata kritik (criticism) ketika dikaitkan dengan Perjanjian Baru bukan lagi sesuatu yang negatif. Makna kata tersebut berubah menjadi sesuatu yang positif. Kata criticism berasal dari kata kerja Yunani, krina: memisahkan, membedakan, memilih, menentukan atau menilai. Sarjana yang menggunakan metode kritis-historis bertindak sebagai sejarawan dan hakim yang berusaha untuk menentukan kebenaran problema yang sedang dikaji.24

Salah satu bentuk dari biblical criticism adalah metode kritis-historis (historical-critical method). Ketika diterapkan pada studi Bibel, kritik-historis melibatkan penentuan teks yang paling lama, watak kesastraannya, kondisi-kondisi yang memunculkannya, dan makna asalnya. Ketika diterapkan utuk mengkaji Yesus dan Bibel, kritis-historis melibatkan usaha untuk memisahkan legenda dan mitos dari fakta, mengkaji mengapa para penulis Bibel melaporkan dengan versi yang berbeda-beda, dan berusaha mcnentukan mana yang betulbetul perkataan Yesus.25

Dalam metode yang luas ini, terdapat beberapa jenis kritik lain yang saling terkait diantaranya kritik teks (textual criticism), kajian filologis (philological study), kritik sastra (literary criticism), kritik bentuk (fonn criticism) dan kritik redaksi (redaction criticism).26

Kritik teks (textual criticism) akan mengkaji segala aspek mengenai teks. Tujuannya menetapkan akurasi sebuah teks. Menganalisa teks melibatkan dua proses, yaitu edit (recension) dan amandemen (emendation). Mengedit adalah memilih, setelah memeriksa segala material yang tersedia dari bukti yang paling dapat dipercaya, yang menjadi dasar kepada sebuah teks. Amandemen adalah menghapuskan kesalahankesalahan yang ditemukan sekalipun di dalam manuskripmanuskrip yang terbaik.27

Kajian filologis (philological study) sangat penting untuk menentukan makna yang diinginkan pengarang. Kajian filologis bukan hanya mencakup kosa kata, morfologi, tata bahasa, namun ia juga mencakup studi bentuk-bentuk, signifikansi, makna bahasa dan sastra.28

Kritik sastra (literary criticism) memiliki banyak maksud. Salah satunya merujuk kepada pendekatan khusus ketika mengkaji sejarah teks Bibel, yang disebut juga dengan studi sumber (source criticism). Kritik sumber pertama kali muncul pada abad ke-17 dan ke-18 M ketika para sarjana Bibel menemukan berbagai kontradiksi, pengulangan perubahan di dalam gaya bahasa, dan kosa kata Bibel. Mereka menyimpulkan kandungan Bibel akan lebih mudah dipahami. jika sumber-sumber yang melatarbelakangi teks Bibel diteliti.29

Kata form criticism (kritik bentuk) adalah terjemahan dari kata Jerman Fonngeschichte, yang artinya "sejarah-bentuk" dan kata Fonngeschichte muncul pertama kalinya di dalam karya seorang sarjana Jerman Martin Dibelius (1919). Disebabkan karya Dibelius dan dua karya sarjana Jerman lainnya, yaitu K. L. Schmidt (1919) dan R. Bultmann (1921), form criticism menjadi sebuah metode dalam studi Perjanjian Baru. Ketika form criticism diterapkan untuk mengkaji Yesus dan Bibel, terdapat dua asumsi dasar. Pertama, ada sebuah periode mengenai dakwah Yesus oleh orang-orang yang mempercayainya, yang mendahului penulisan Bibel. Kedua, dalam periode tersebut materi dari dan mengenai Yesus kebanyakannya telah beredar sebagai unit-unit oral yang dapat ditentukan dan diklasifikasikan menurut bentuk-bentuknya. Jadi, Bibel adalah hasil dari memilih dan memilah yang sampai kepada para penulis Bibel di dalam berbagai bentuk.30

Kritik redaksi (redaction criticism) di dalam studi Bibel bertujuan untuk menentukan bagaimana para pengarang Bibel menggunakan materi-materi yang ada di tangan mereka. Kritik redaksi berusaha untuk memahami mengapa para penulis Bibel menulis seperti itu dan mempelajari materi-materi yang mereka tambahkan ke dalam karangan mereka. Kritik redaksi memfokuskan kepada apa yang dimasukkan dan apa yang tidak beserta perubahan-perubahan sumber-sumber yang diketahui pangarang Bibel. Bukan kcpada tradisi oral dan sumber-sumber Bibel itu sendiri.31

Metodologi Bibel memang tepat diterapkan untuk Bibel, karena Bibel hasil karangan beberapa orang penulis. Karang an pengarang Bibel terwarnai oleh latar belakang mereka masing-masing. Oleh sebab itu, kanonisasi, textus receptus dan teks standart Bibel memang harus ditolak. Jadi, sebenarnya Bibel bukanlah kitab suci sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat awam Kristen. Bibel memuat sejumlah permasalahan mendasar. Bagaimanapun, ketika para sarjana Barat, orientalis atau Islamolog Barat mengkaji Al-Qur'an, mereka membawa biblical criticism masuk ke dalam studi AI-Qur'an. Padahal, AI-Qur'an itu bukan karangan manusia. Ia adalah tanzil, dan bukan produk budaya. Jadi, metodologi biblical criticism tidak tepat diaplikasikan ke dalam metodologi ulm AI-Qur'an. Memang ada beberapa kemiripan antara ulm AI-Qur'an dengan biblical criticism. Namun, terdapat juga sejumlah perbedaan yang mendasar antara keduanya.

NOTE 1. Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration (Oxford: Oxford University Press, edisi kedua, 1968), 96106, selanjutnya diringkas The Text of the New Testament.2. Richard Simon menulis beberapa karya kritis mengenai Bibel. ta menulis beberapa karya kritis mengenai Bibel. Di awal tahun 1678, ia menerbitkan Histoire critique du Vieux Testament (Sejarah Kritis Perjanjian Lama). Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1689, ia menerbitkan Histoire critique du texte Nouveau Testament (Sejarah Kritis Teks Perjanjian Baru). Setahun setelah itu, ia menerbitkan Histoire critique des versions du Nouveau Testament (Sejarah Kritis beragam versi Perjanjian Baru). Pada tahun I 693, ia menerbitkan Histoire critique des principaux commentateurs du Nouveau Testament, depuis le commencement du Christianisme jusques a notre temps (Sejarah Kritis Komentator-Komentator Utama Perjanjian Baru dari Awal Kristen sehingga Zaman Sekarang). Lihat Werner Georg Kummel, The New Testament: The History of the Investigation of Its Problems, Pen. S. McLean Gilmour dan Howard C. Kee (Tennessee: Abingdon Press, 1972), 40; 412-13, selanjutnya diringkas The New Testament.3. Ibid., 41.4. Ibid., 47; 413.5. Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament, 107-08. 6. Werner Georg Kummel, The New Testament, 47.7. Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament, 109.8. Ibid., 109-11.9. Ibid., 112- 13.10. Werner Georg Kummel, The New Testament, 49. 11. Ibid., 63-67.12. Semler menyatakan: "In particular, the entire common idea of the Canon and of the equally divine origin and value ofall books and parts hitherto included in it is absolutely not an essential part of the Christian religion. One can be a righteuers Christian without ascribing one and the same origin of divine inspiration to all books that are included in the Old and New Testarnent, or regarding them vn the same level, and theretore also without crediting them with the sarne general utility. And there can be no universal, unchangeable certainty with respect to them, as there always is, however, a general and unchangeable certainty and character of the Christian relitiion and of its actual basic doctrines and principles. "Dikutip dari Werner Georg Kmmel, The New Testament, 65.13. Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament, 114-15.14. Werner Georg Kmmel, The New Testament, 68. 15. Ibid., 74.16. Ibid., 80.17. Ibid., 82.18. Aref Ali Nayed, Interpretation as the Engagement of Operational Artifacs: Operational Hermeneutics (Disertasi Doktoral di Universitas Guelph, 1994), 2426.19. Werner Georg Kummel, The New Testarnent, 84. 20. Ibid., 116.21. Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament, 124-25.22. Richard N. Soulen and R. Kendal Soulen, Handbook of Biblical Criticism (London: Westminster John Knox Press, edisi ketiga 2001), 97-98, selanjutnya diringkas Handbook.23. Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament, 126-46.24. Edwin D: Freed, The New Testament: A Critical Introduction (California: Wadsworth Publishing Company, edisi kedua 1991), 77, selanjutnya diringkas A Critical lntroduction.25. Ibid.26. Edgar Krentz, The Historical-Critical Method (Philadelphia: Fortress Press, 1975), 4R-54, selanjutnya diringkas The Historical-Critical Method.27. Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament, 156. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah perkembangan textual criticism di dalam Perjanjian Baru, lihat juga juga karyanya yang lain seperti A Textual Conunentary on the Greek New Testament (United Bible Societies', 1975), dan The Canon of the New Testament: Its Origin, Development, and Significance (Oxford; Oxford University Press: 1975).28. Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 49.29. 29 Richard N. Soulen and R. Kendal Soulen, Handbook, 105; 178-79.30.Edwin D.Freed, Acritical Introduction,78. 31.Ibid., 80-81

2. Aplikasi Metodologi Bibel Dalam Al-Qur'an

Para sarjana Barat, orientalis dan Islamolog Barat sudah mulai menerapkan biblical criticism ke dalam studi Al-Qur'an sejak abad ke-19 M. Diantaranya seperti yang dilakukan oleh Abraham Geiger (1810-1874), Gustav Weil (1808-1889), William Muir (1819-1905), Theodor Noldeke (1836-1930), Friedrich Schwally (m. 1919), Edward Sell (1839-1932), Hartwig Hirschfeld (1854-1934), David S. Margoliouth (1858-1940), W. St. Clair-Tisdall (1859-1928), Louis Cheikho (1859-1927), Paul Casanova (1861-1926), Julius Wellhausen (1844-1918), Charles Cutley Torrey (18631956), Leone Caentani (1869-1935), Joseph Horovitz (18741931), Richard Bell (1876-1953), Alphonse Mingana (18811937), Israel Schapiro (1882-1957), Siegmund Fraenkel (1885-1925), Tor Andrae (1885-1947), Arthur Jeffery (18931959), Regis Blachere (1900-1973), W. Montgomery Watt, Kenneth Cragg, John Wansbrough (1928-2002), dan yang masih hidup seperti Andrew Rippin, Christoph Luxenberg (nama samaran), Daniel A. Madigan, Haraid Motzki dan masih banyak lagi lainnya.

Orientalis yang termasuk pelopor awal dalam menggunakan biblical critism ke dalam Al-Qur'an adalah Abraham Geiger (m. 1874), seorang Rabbi sekaligus pendiri Yahudi Liberal di Jerman.32 Pada tahun 1833, Geiger menulis Was hat Mohammed aus dem Judenthume aufgenommen? (Apa yang telah Muhammad Pinjam dari Yahudi?). Di dalam karyanya tersebut, ia mengkaji AI-Qur'an dari konteks ajaran-ajaran Yahudi. Ia melihat sumber-sumber Al-Qur'an dapat dilacak di dalam agama Yahudi.

Orientalis lain yang termasuk awal menerapkan biblical critism ke dalam studi Al-Qur'an adalah Gustav Weil (m. 1889), seorang Yahudi Jerman. Dengan menggunakan metode kritis-historis, Weil pada tahun 1844 menulis Historische Kritische Einletung in der Koran (Mukaddimah Al-Qur'an: Kritis-Historis). Dalam pandangan Weil, Al-Qur'an perlu dikaji secara kronologis. Ia mengemukakan tiga kriteria untuk aransemen kronologi Al-Qur'an: (i) rujukan-rujukan kepada peristiwa-peristiwa historis yang diketahui dari sumber-sumber lainnya; (ii) karakter wahyu sebagai refleksi perubahan situasi dan peran Muhammad; dan (iii) penampakan atau bentuk lahiriah wahyu. Mengenai surah-surah Al-Qur'an, Weil membagi menjadi empat kelompok. (i) Makkah pertama atau awal; (ii) Makkah kedua atau tengah; (iii) Makkah ketiga atau akhir dan (iv) Madinah. Titik-titik peralihan untuk keempat periode ini adalah masa hijrah ke Abisinia (sekitar 615) untuk periode Makkah awal dan Makkah tengah, saat kembal