metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam al-...

100
METODE PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN SURAT IBRAHIM AYAT 24-26 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: AULIA RAHMAN NIM. 11150110000136 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020

Upload: others

Post on 31-Jan-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • METODE PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNG

    DALAM AL-QUR’AN SURAT IBRAHIM AYAT 24-26

    SKRIPSI

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

    Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh:

    AULIA RAHMAN

    NIM. 11150110000136

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2020

  • LEMBAR PENGESAHAN

    DOSEN PEMBIMBING

    METODE PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNGDALAM AL-QUR’AN SURAT IBRAHIM AYAT 24-26

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu

    Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

    Oleh:

    AULIA RAHMANNIM. 11150110000136

    Menyetujui,Dosen Pembimbing

    Dr. Dimyati, M.AgNIP. 196407041993031003

    JURUSAN PENDIDIKANAGAMA ISLAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2020

  • LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

    Skripsi berjudul Metode Pendidikan Tauhid yang Terkandung dalam al-Qur’an Surat

    Ibrahim Ayat 24-26, disusun oleh Aulia Rahman, NIM. 11150110000136, Jurusan

    Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah

    sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai

    ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

    Jakarta, 27 Mei 2020

    Menyetujui,Dosen Pembimbing

    Dr. Dimyati, M.AgNIP. 196407041993031003

  • i

    ABSTRAK

    Aulia Rahman (11150110000136). Metode Pendidikan Tauhid yang

    Terkandung dalam Surat Ibrahim Ayat 24-26.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pendidikan tauhid yang

    terkandung dalam surat Ibrahim ayat 24-26, dan konsep implentasinya dalam

    pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif

    melalui library research (kajian studi kepustakaan), dengan cara mengumpulkan

    data yang berakaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya yang diambil

    dari sumber-sumber kepustakaan, baik sumber primer maupun sekunder, kemudian

    dianilisis dengan metode tahlili, yaitu metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang

    dilakukan dengan cara memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat-ayat

    al-Qur’an yang ditafsirkan dan mendeskripsikan uraian-uraian makna yang

    terkandung di dalamnya. Untuk mendukung penelitian ini, penulis menggunakan

    sumber utama yakni Tafsir Nurul Qur’an karya Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir

    Al-Qurthubi karya Syaikh Imam al-Qurthubi, dan Tafsir Al-Azhar karya Abdul

    Malik Karim Amrullah.

    Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa dalam surat Ibrahim ayat 24-26

    terkandung metode pendidikan tauhid yaitu metode amtsal dan metode keteladanan.

    Metode tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam

    (PAI) dengan cara guru menyampaikan materi menggunakan sistem tanya jawab,

    diskusi, serta guru memberikan contoh yang baik kepada siswa dengan senantiasa

    berperilaku akhlakul karimah di rumah, sekolah, maupun di masyarakat.

    Kata kunci: Metode; Pendidikan; Tauhid; al-Qur’an; Qs. Ibrahim Ayat 24-26.

  • ii

    ABSTRACT

    Aulia Rahman (11150110000136). The Method of Monotheism Education

    Contain Which in Qs. Ibrahim Verses 24-26.

    The purpose of this research are: to know the method of monotheism education

    contain in Qs. Ibrahim verses 24-26, and the implementation in the study of Islamic

    Religious Education (PAI).

    The research method used by the writer is the type of qualitative research

    through library research (literature study) by collecting data or materials related

    of the theme of the discussion and its problems, and those are cited from the sources

    of literature, both from primary and secondary sources, then analyzed by tahlili

    method, the mhetod f interpreted verses of the Qur’an and describing in the

    descriptions of the the meaning contained in it. To support this research, the writeer

    uses primary data is Tafsir Nurul Qur’an by Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir

    Al-Qurthubi by Syaikh Imam al-Qurthubi, and Tafsir Al-Azhar by Abdul Malik

    Karim Amrullah.

    Based on the results of this research, in Surah Ibrahim verses 24-26 contain

    the method of monotheistic education including: Amtsal method, and method of

    example. This method can be applied un the study of Islamic Religion Education

    (PAI) by teacher conveying the material using question and answer system,

    discussion, and the teachers provide a good example to the students by always

    acting on Akhlakul Karimah at house, school, or community.

    Keywords: Method; Education; Monotheism; al-Qur’an; Qs. Ibrahim verses 24-

    26.

  • iii

    KATA PENGANTAR

    ِبْسِم اللَِّه الرَّْحمَِٰن الرَِّحيمِ Assalamu’alaaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

    Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan

    rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga dapat menyusun Skripsi yang berjudul

    “METODE PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNG DALAM AL-

    QUR’AN SURAT IBRAHIM AYAT 24-26”. Shalawat beserta salam semoga

    selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. sang pemberi

    pencerahan dari masa kegelapan menuju masa peradaban ilmu pengetahuan.

    Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan

    penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan

    apabila tanpa do’a, perjuangan dan kesungguhan hati, nasihat-nasihat positif dan

    bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil.

    Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

    telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat

    diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan

    terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    2. Dr. Sururin, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Drs. Abdul Haris, M. Ag, selaku Kepala Prodi Pendidikan Agama Islam dan

    Drs. Rusdi, M. Ag, selaku Sekretaris Prodi Pendidikan Agama Islam, yang

    telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

    4. Ahmad Irfan Mufid, MA, selaku Dosen Penasehat Akademik, yang telah

    memberikan nasihat, bimbingan, arahan, motivasi, serta ilmu pengetahuan

    kepada penulis.

  • iv

    5. Dr. Dimyati, MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan penuh

    perhatian dan mau meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,

    arahan, motivasi serta ilmu pengetahuan kepada penulis.

    6. Bapak dan Ibu Dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu namun

    tidak sedikit pun mengurangi rasa hormat dan takzim penulis, yang telah

    memberikan ilmu yang bermanfaat dan membimbing juga memberikan banyak

    motivasi kepada penulis selama kuliah di Jurusan Pendidikan Agama Islam

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari

    Allah Swt.

    7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang namanya tidak dapat penulis

    sebutkan satu-persatu, khususnya Ibu Farah selaku Staf Jurusan Pendidikan

    Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

    kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

    8. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah

    dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis

    dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang penulis

    butuhkan.

    9. Teristimewa untuk orang tua tercinta yaitu, Ibunda Siti Nuraida, S. Pd. I, dan

    Ayahanda Edy Wahyudi serta adiku Aura Mutia Rahmah, yang selalu

    memberikan kasih sayang, motivasi dan do’a kepada penulis.

    10. Keluarga besar Alm. H. Bachrim dan Almh. Hj. Atikah.

    11. Keluarga besar Alm. H. Amir dan Almh. Titi Suparti.

    12. Keluarga seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam Angkatan 2015

    khusunya PAI D yang selalu memberikan motivasi selama masa studi kepada

    penulis, terimakasih telah menjadi teman, sekaligus keluarga yang selalu

    memberikan nasihat, semangat, canda tawa dan kebersamaan.

    13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak

    dapat disebutkan satu persatu.

  • v

    Demikianlah skripsi ini dibuat. Tiada gading yang tak retak, dari peribahasa itu

    penulis menyadari dan mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dan jauh dari

    kesempurnaan, baik berkaitan dari segi penulisan, susunan kalimat ataupun yang

    lainnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis

    harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Akhirul kalam, kepada Allah Swt.

    semoga skripsi ini bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama, lebih khusus bagi

    penulis sendiri, dan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi

    pengembangan dunia Pendidikan Agama Islam, serta penulis berharap semoga

    amal baik semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

    ini mendapat balasan rahmat dan pahala dari Allah Swt.

    Wassalamu’alaaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

    Jakarta, 27 Mei 2020

    Penulis,

    Aulia Rahman

    NIM. 11150110000136

  • vi

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang penting dalam penulisan

    skripsi, karena banyak istilah Arab, nama orang, nama tempat, judul buku, nama

    lembaga dan lain sebagainya, yang aslinya ditulis dengan huruf Arab dan harus

    disalin ke dalam huruf latin. Adapun pedoman transliterasi menurut pedoman

    penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut:

    1. Konsonan

    Huruf Arab Huruf Latin

    ا

    Ś ث

    ḥ ح

    Kh خ

    Ź ذ

    Sy ش

    Ṣ ص

    ḍ ض

    ṭ ط

    Ť ظ

    ᾽ ع

    Ģ غ

    H ة

    2. Vokal

    Vocal Tunggul

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin

    َ A

    َ I

    َ U

  • vii

    3. Mȃdd (Panjang)

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin

    ا َ ى … َ Ᾱ

    ى َ Ῑ

    و َ Ṹ

    4. Tȃ’ marbȗtah

    Tȃ’ marbȗtah hidup transliterasinya adalah /t/.

    Tȃ’ marbȗtah mati ditransliterasinya adalah /h/.

    Kalau pada satu kata yang akhirnya katanya adalah Tȃ’ marbȗtah diikuti

    oleh kata yang digunakan oleh kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu

    terpisah maka Tȃ’ marbȗtah itu ditransliterasikan dengan /h/. contoh:

    .Wahdat al-wujứd atau Wahdatul wujứd = وحدة الوجود

    5. Syaddah (Tasydḭd)

    Syaddah/tasydid di transliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf

    yang diberi tanda syaddah (digandakan).

    Contoh : rabbanả, al-ḫaqq, ảduwwun.

    6. Kata Sandang

    a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan

    huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sambung/hubung.

    Contoh: al - zalzalah (az zalzalah)

    b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai

    dengan bunyinya. Contoh: al - syamsu (bukan asy – syamsu),

    7. Penulisan Hamzah

    a. Bila hamzah terletak di awal kita, maka ia tidak dilambangkan dan ia

    seperti a;if, contoh: akaltu, ȗitya.

    b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:

    ta’kulȗna atau syai’un.

  • viii

    8. Huruf Kapital

    Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata

    sandangnya. Contoh: ْآن رْ ق ال = al-Qur’an,

    ة رم وَّ ن م م الْ ة نم ي ْ دِ مم الْ = al-Madinatul Munawwarah

    يْ دِ وْ ع سْ مم الْ = al-Mas’ȗdi.

  • ix

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

    LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

    SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

    ABSTRAK ...................................................................................................... i

    ABSTRACT ..................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .................................. vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

    B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 10

    C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 10

    D. Perumusan Masalah ............................................................................. 10

    E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 11

    F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 11

    BAB II KAJIAN TEORITIK

    A. Acuan Teori .......................................................................................... 12

    1. Pendidikan Tauhid ......................................................................... 12

    a. Pengertian Pendidikan Tauhid ................................................. 12

    b. Metode Pendidikan Tauhid ...................................................... 15

    c. Materi Pendidikan Tauhid ........................................................ 20

    d. Tujuan Pendidikan Tauhid ....................................................... 26

    B. Surat Ibrahim ayat 24-26 ...................................................................... 27

    C. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................. 30

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    A. Objek dan Waktu Penelitian................................................................. 32

    B. Metode Penelitian................................................................................. 32

    C. Fokus Penelitian ................................................................................... 33

  • x

    D. Prosedur Penelitian............................................................................... 33

    1. Jenis Penelitian ............................................................................... 33

    2. Sumber Data ................................................................................... 34

    3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 34

    4. Teknik Analisis Data ...................................................................... 35

    5. Teknik Penulisan ............................................................................ 35

    BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Kajian Tafsir Surat Ibrahim Ayat 24-26 .............................................. 36

    1. Teks Ayat dan Terjemahan Surat Ibrahim Ayat 24-26 .................. 36

    2. Kosakata (Mufradat) ...................................................................... 36

    3. Hubungan Ayat (Munâsabah al-Ayat) ........................................... 37

    4. Asbabun Nuzul ............................................................................... 38

    5. Kandungan Surat Ibrahim .............................................................. 38

    6. Tafsir Surat Ibrahim Ayat 24-26 .................................................... 39

    a. Tafsir Ayat 24 .......................................................................... 39

    b. Tafsir Ayat 25 .......................................................................... 44

    c. Tafsir Ayat 26 .......................................................................... 47

    B. Metode Pendidikan Tauhid dalam Surat Ibrahim Ayat 24-26 ............. 50

    1. Metode Amtsal ............................................................................... 50

    2. Metode Keteladanan....................................................................... 53

    C. Konsep Implementasi Metode Pendidikan Tauhid dalam Surat

    Ibrahim Ayat 24-26 .............................................................................. 54

    1. Penerapan Metode Amtsal dalam Pembelajaran PAI .................... 54

    2. Penerapan Metode Keteladanan dalam Pembelajaran PAI ............ 64

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan .......................................................................................... 71

    B. Saran .................................................................................................... 71

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 73

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Allah Swt. telah menciptakan makhluknya yaitu manusia dengan sebaik-

    baik ciptaannya, seperti tertuang dalam al-Qur’an surat at-Tin ayat 4:

    نسمانم ِف أمْحسمِن ت مْقِويم لمْقنما اْْلِ ( ٤) لمقمْد خم

    “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-

    baiknya”.

    Manusia diciptakan berbeda dengan makhluk hidup lain yang ada di muka

    bumi ini, salah satu perbedaan itu adalah bahwa manusia memiliki akal, serta

    manusia juga memiliki potensi yang mampu untuk dikembangkan, di antaranya

    potensi jasmani, ruhani, intelektual, sosial, bakat, kecerdasan, dan sebagainya.

    Dengan akal dan potensi tersebut manusia bisa mengeksistensikan dirinya

    dengan manusia lain. Dengan hal itu juga Allah menjadikan manusia menjadi

    khalifah di muka bumi ini dengan mengolah sumber daya alam, memanfaatkan

    kandungan bumi, membuat berbagai keperluan hidup, menundukkan daratan,

    lautan, hingga udara. Semua kegiatan tersebut akan teratur dan bermanfaat

    sebagaimana mestinya jika melengkapi kebutuhan hidupnya dengan

    pendidikan.

    Pendidikan menurut UU Nomor. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan

    terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

    peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

    kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

    akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

    dan negara.1

    1 Abd. Razak, Fauzan, dan Ali Nurdin, Kompilasi Undang-Undang & Peraturan Bidang Pendidikan, (Jakarta: FITK PRESS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 4.

  • 2

    Berbicara tentang potensi manusia, tidak terlepas dari penggunaan akal

    oleh manusia itu sendiri. Allah sangat memuji hamba-hamba-Nya yang berakal

    dan menggunakan akalnya untuk berpikir sebagaimana firman-Nya dalam Qs.

    Thaha ayat 128:

    ْم أمْهلمْكنما ق مب ْلمه م مِّنم اْلق ر وِن َيمْش ونم ِف ممسماِكِنِهمْ يماتم ِّلِّ وِل َ أمف ملمْم ي مْهِد َلم ْم كم ِإنَّ ِف ذمَِٰلكم َلم ( ٨٢١الن ُّهمىَٰ )

    “Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa

    banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka

    berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada

    yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal”. (Qs. Thaha

    ayat 128).

    Dari uraian di atas, bahwasanya dalam penciptaan manusia, Allah Swt.

    memberikan keistimewaan dan kesempurnaan kepada manusia yakni dengan

    memberikan akal dan potensi kepada manusia. Manusia memiliki potensi yang

    tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Allah Swt. menciptakan sesuatu tidak ada

    yang sia-sia, begitupun dengan pemberian akal dan potensi yang dimiliki

    manusia. Manusia memiliki akal untuk berpikir sehingga dapat

    mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk berbagai kegiatan seperti

    kegiatan pengajaran, pendidikan dan pelatihan. Selain itu, Allah Swt. juga

    menganjurkan manusia untuk dapat merenungi seraya mentadabburi ciptaan-

    ciptaan-Nya, dan yang lebih penting ialah manusia memiliki kesadaran akan

    Tuhannya yang menciptakannya sebagai makhluk yang sempurna

    dibandingkan dengan makhluk lain.

    Namun, tidak sedikit masyarakat saat ini yang masih kurang memiliki

    kesadaran untuk menggunakan akal mereka dalam hal atau kegiatan yang

    membuat keimanan dan keyakinan mereka bertambah kepada Tuhannya, yakni

    Allah Swt. seperti halnya mereka yang tidak mau mengembangkan potensi

    akalnya dan juga tidak memaksimalkannya untuk berpikir dan bertafakkur

    terhadap semua ciptaan dan kebesaran Allah baik yang ada di langit terlebih

    lagi di bumi.

  • 3

    Selain memiliki akal dan potensi yang diberikan oleh Allah Swt. manusia

    juga dilahirkan dengan membawa fitrah-fitrah tertentu. Secara bahasa, fithrah

    berarti al-khilqah (naluri, pembawaan,) dan al-thabi’ah (tabiat, karakter) yang

    diciptakan Allah Swt. pada manusia. Menurut sebagian mufasir, kata fitrah

    Allah berarti kecenderungan dan kesediaan manusia terhadap agama yang hak.

    Sebab, fithrah manusia diciptakan Allah Swt. untuk cenderung pada tauhid dan

    din al-Islam sehingga manusia tidak bisa menolak dan mengingkarinya.2

    Berbicara tentang fitrah, Nabi saw. bersabda:

    ِّصِّرماِِهِ َي مجِّسمانِِه أمْو ي نم ِة, ّفأمب موماه ي هموِّدمانِِه أمْو ك لُّ ممْول ْودم ي ْولمد عملمى اْلِفْطرم

    “Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah (suci). Ayah dan ibunyalah yang

    menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari).

    Menurut al-Ghazali, “Fitrah adalah pembawaan dasar manusia sejak lahir

    yang merupakan anugerah Tuhan. Al-Ghazali juga menambahkan bahwa fitrah

    mempunyai keistimewaan-keistimewaan, salah satunya yaitu beriman kepada

    Allah”.3 Pada dasarnya setiap manusia mempunyai fitrah kepercayaan terhadap

    adanya Dzat Yang Maha Kuasa, yang dalam istilah agama disebut Tuhan.

    Fitrah manusia tersebut adalah fitrah beragama tauhid yang dijadikan Allah

    Swt. pada saat manusia itu diciptakan.4

    Pada dasarnya manusia memiliki fitrah berupa kepercayaan terhadap

    adanya Tuhan. Fitrah manusia tersebut merupakan fitrah beragama tauhid yang

    Allah berikan kepada manusia itu pada saat ia diciptakan. Tauhid adalah

    pegangan pokok yang sangat menentukan bagi kehidupan manusia. Tauhid

    juga merupakan landasan bagi setiap amal yang dilakukan oleh hambanya.

    Setiap amal yang tidak dilandasi dengan tauhid pasti akan sia-sia, tidak

    dikabulkan oleh Allah dan terlebih jika amal yang dikerjakan itu dilandasi

    dengan sebuah kesyirikan yang juga pasti akan menyengsarakan di dunia dan

    di akhirat, dan dalam pandangan Islam tauhid lah yang akan menghantarkan

    2Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 50.

    3 Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 91. 4 Ibid.

  • 4

    manusia kepada kehidupan yang baik di dunia dan kebahagiaan juga di akhirat

    nanti.

    Maka dari pada itu, sesungguhnya agama ikut berperan penting untuk

    dijadikan salah satu tujuan dalam pendidikan nasional. Dengan kata lain,

    pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan manusia yang seutuhnya

    atau dalam bahasa arab biasa disebut dengan istilah insan kamil.

    Islam adalah agama universal yang meliputi semua ajaran yang diturunkan

    Allah Swt. ke dunia ini secara kaffah. Ajaran Islam ini mengajarkan tentang

    ketuhanan (tauhid), alam semesta, manusia dalam hubungannya sebagai

    individu dan kelompok.

    Sebagai suatu ajaran, Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang

    paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan

    dan kesejahteraan. Semuanya itu berdasarkan kitab suci al-Quran yang

    diturunkan Allah Swt. kepada nabi Muhammad saw. sebagai mukjizat masa

    kini dan masa yang akan datang, sehingga menuntun manusia kepada jalan

    yang lurus.5

    Al-Qur’an, dari awal hingga akhirnya adalah ajakan kepada tauhid,

    mengingkari kemusyrikan, menjelaskan balasan, yang baik bagi orang-orang

    yang bertauhid di dunia dan akhirat, dan balasan yang buruk bagi orang-orang

    yang musyrik di dunia dan akhirat.6

    Zaman modern sekarang ini, penyimpangan konsep tauhid sungguh sangat

    jauh. Sejauh jarak masa sekarang dan masa terjadinya awal penyimpangan.

    Penyimpangan bukan hanya sekedar dalam masalah aqidah dan ibadah, ia

    menjalar hingga masalah kehidupan sehari-hari bahkan semua masalah

    kehidupan tidak luput dari penyimpangan tauhid.

    Praktek pesugihan yang luar biasa aktifitasnya, bahkan disediakan tempat

    yang layak dan mempunyai fasilitas yang sangat mendukung. Keyakinan yang

    mengaitkan antara suatu kejadian dengan peristiwa tertentu atau yang disebut

    5 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 57.

    6 Yusuf Al Qardhawi, Berinteraksi dengan al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 111.

  • 5

    dengan tathoyyur menjadi hal yang umum. Seperti burung gagak yang

    berputar-putar di atas awan menandakan ada orang mati, mempercayai hari-

    hari sial yang tidak boleh melakukan acara atau pesta pada hari itu, yang

    dikhawatirkan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

    Lalu selanjutnya tentang perdukunan yang mana si dukun memegang

    peran sentral dalam masalah penyimpangan ini. Karena pada hakekatnya

    dukunlah yang mengajak manusia kepada jalan setan. Ia merupakan kaki-

    tangan jin dan setan dalam menyesatkan manusia. Perdukunan merupakan

    fenomena yang ada sejak dahulu. Menurut pandangan sebagian orang, dukun

    dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dukun merupakan orang

    yang serba mengetahui segala hal, misalnya tentang perjodohan, pernikahan,

    keluarga, rizki, kebahagiaan, nasib, waktu baik dan waktu buruk, sehingga

    sebutan yang umum bagi dukun dan tukang ramal adalah “orang pintar”.

    Keyakinan semacam ini sudah menjadi perkara yang lumrah dan biasa terjadi

    di masyarakat.

    Di dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan telah terjadi

    penyimpangan dari konsep tauhid yang berlangsung sudah cukup lama. Salah

    satu buktinya adalah konsep Darwin dalam kejadian alam semesta yang disebut

    dengan teori evolusi. Darwinis menyatakan bahwa manusia modern saat ini

    berevolusi dari makhluk serupa kera. Menurut mereka, selama proses evolusi

    yang diperkirakan berawal empat sampai lima juta tahun lalu, terdapat

    beberapa “bentuk transisi” antara manusia modern dan nenek moyangnya.

    Menurut skenario yang sepenuhnya rekaan ini, terdapat empat kategori dasar:

    australopithecus, homo habilis, homo erectus, homo sapiens.7

    Pendapat mereka menyatakan bahwa nenek moyang manusia adalah kera

    yang berevolusi menjadi manusia. Mereka hanya percaya pada materi dan tidak

    percaya pada non-materi. Sebetulnya, pendapat seperti ini sudah dibantah oleh

    para ilmuan dengan hasil riset dan penelitian yang mendalam. Tidak mungkin

    sesuatu yang sudah didesain sedemikian detail dan sempurna tidak ada yang

    7 Harun Yahya, Runtuhnya Teori Evolusi, (Dzikra: Bandung, 2001), h. 215.

  • 6

    merancang. Muncul secara evolusi yang membutuhkan bukti yang tidak pernah

    ditemukan hingga sekarang. Paham darwinisme merupakan paham yang tidak

    meyakini adanya pencipta yaitu Allah. Dan parahnya, paham tersebut masih

    beberapa kita jumpai di dalam pendidikan nasional kita hingga saat ini.

    Di sisi lain dari paham-paham yang menyimpang, para dai dan ustadz

    penyeru kepada aqidah yang benar mendapat perlakuan yang tidak adil.

    Mereka menyeru ummat untuk hati-hati terhadap paham dan aqidah yang

    menyimpang dicap sebagai provokator, anti terhadap kebersaman dan

    kerukunan. Bahkan banyak dari mereka masuk jeruji tahanan karena tegas dan

    teguh terhadap paham tauhid yang mengakar di jiwa mereka. Apa yang mereka

    serukan merupakan kebenaran yang diopinikan oleh penguasa sebagai

    kejahatan serta melabelinya dengan sebutan “makar”, bahkan mereka

    dipersekusi, diintimidasi, diteror dengan berbagai cara agar dakwah mereka

    tertahan.

    Memperhatikan penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka pendidikan

    tauhid sangatlah urgen bagi individu dan masyarakat. Di samping minimnya

    pendidikan agama di sekolah, pendidikan tauhid hanya bagian kecil dari materi

    pendidikan agama yang diajarkan kepada murid-murid. Para ulama mencatat

    betapa pentingnya tauhid yang benar untuk menjaga keimanan dan ibadah

    kepada Allah. Tauhid merupakan syarat diterimanya semua ibadah, apapun

    ibadah yang dikerjakan tanpa didasari dengan tauhid maka akan sia-sia.8

    Tauhid sebagai inti keimanan merupakan pokok dan pondasi yang di

    atasnya berdiri syariat Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-

    cabangnya. Perbuatan merupakan syariat yang dianggap sebagai buah dari

    keimanan itu. Keimanan. disebut juga akidah, dan amal disebut juga dengan

    syariah. Keduanya saling bertalian dan berhubungan, tidak bisa dipisahkan satu

    dengan lainnya, karena itu di dalam al-Qur’an, penyebutan iman sering

    digandengkan atau diikuti dengan penyebutan amal shaleh.9

    8 Shalih Bin Fauzan, Kitab Tauhid, (Akafa Press: Jakarta, 1998) jilid 1, h. 87-88.

    9 Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, Pola Hidup Manusia Beriman, (Bandung: CV. Diponegoro, 1978), h. 16.

  • 7

    Pendidikan tauhid mempunyai peran yang sangat penting terhadap hidup

    manusia, karena dengan tauhid lah manusia dapat memahami arti dan tujuan

    hidup. Seperti yang kita lihat pada saat ini, banyak manusia yang hidup tanpa

    tujuan jelas, bekerja siang malam hanya untuk mendapatkan harta yang

    banyak, dengan harta itulah mereka berusaha memuaskan hawa nafsunya yang

    tak kunjug puas dengan apa yang telah mereka miliki dan yang telah dilakukan.

    Semua itu disebabkan karena ketidakpedulian terhadap pendidikan tauhid,

    mereka cenderung lebih mendalami pendidikan yang bersifat duniawi, bahkan

    tidak dapat dipungkiri lagi bahwa tidak sedikit orang tua saat ini lebih bangga

    terhadap anaknya yang pintar dalam pelajaran matematika, sains, di banding

    dengan pelajaran-pelajaran agama di sekolah.

    Dengan tertanamnya tauhid dalam hati seseorang diharapkan akan

    bersihlah had dan jiwanya dari berbagai kepercayaan yang keliru yang tidak

    didasarkan kepada ajaran Islam yang benar, lahirlah semangat beribadah dan

    beramal saleh, semangat pengabdian dan penyerahan diri kepada Allah Swt.

    dan juga semangat kerja yang tinggi, serta tentunya memiliki akhlak mulia.

    Untuk tercapainya tujuan, dan terpenuhinya harapan sebagaimana

    diungkapkan di atas, maka selain materi pengajaran tauhid yang komprehensif,

    juga diperlukan metode yang tepat dalam pengajarannya. Metode pembelajaran

    merupakan suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan,

    maka fungsi metode pembelajaran di sini tidak dapat diabaikan, karena metode

    tersebut turut menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran yang

    dilakukan. Islam pun telah mengajarkan metode pendidikan yang lengkap dan

    mencakup semua aspek kehidupan manusia. Apabila metode ini diterapkan

    secara benar, maka akan bermunculan sosok muslim sempurna yang mampu

    merealisasikan tujuan pendidikan Islam.

  • 8

    Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang membahas tentang

    pendidikan tauhid. Salah satunya yang terdapat dalam al-Qur’an Surat Ibrahim

    ayat 24-26

    ع هما ِف السَّمماِِ أمَلْم ت مرم كمْيفم ضمرمبم اللَّه ممثمًلا كمِلممةا طميِّبمةا كمشمجمرمةم طميِّبمةم أمْصل هما ثماِبٌت ومف مرْ ِس لمعملَّه ْم ي متمذمكَّر ونم اوميمْضِرب اللَّه اِّْلمْمثمالم لِلنَّ َ ( ت ْؤِت أ ك لمهما ك لَّ ِحنيم بِِإْذِن رمب ِّهما٢٤)ِبيثمةم اْجت ثَّْت ِمن ف مْوِق اِّْلمْرِض مما َلمما ِمن ق مرم ٢٢) ِبيثمةم كمشمجمرمةم خم ( ٢٢ارم )( ومممثمل كمِلممةم خم

    “(24) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat

    perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan

    cabangnya (menjulang) ke langit, (25) pohon itu memberikan buahnya pada

    setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-

    perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (26) Dan

    perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah

    dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak)

    sedikitpun”.

    Kandungan ayat-ayat di atas nampaknya terdapat nilai-nilai pendidikan

    keimanan (Tauhid) yang menjadi tanggung jawab segenap umat Islam untuk

    menegakkannya karena setiap manusia telah memiliki fitrah tauhid,

    sebagaimana firman-Nya dalam Qs. ar-Rum ayat 30:

    . . . .َ َلم ت مْبِديلم ِِلمْلِق اللَّهِ َ ِفْطرمتم اللَِّه الَِِّت فمطمرم النَّاسم عملمي ْهما. . . .

    “. . . . Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut

    fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah . . .”

    Ayat al-Qur’an di atas menunjukkan bahwa manusia dilahirkan dalam

    keadaan dipersiapkan untuk mengikuti jalan kebaikan. Hal ini sesuai dengan

    harapan orang tua yakni memdambakan anak dan keturunannya sehat jasmani,

    rohani, cerdas, terampil, serta berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Di

    samping itu ia juga adalah miniatur dari masyarakat dan bangsa yang sangat

    dipengaruhi oleh lingkungan yang diciptakan oleh seluruh lapisan dan jajaran

    masyarakat tanpa terkecuali.

  • 9

    Berdasarkan al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26 maka secara tersirat Allah

    menggunakan perumpamaan sebagai metode pembelajaran kepada manusia

    agar selalu mengingat dan berfikir. Penanaman pendidikan yang terdapat

    dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26 ini adalah pendidikan tauhid, di

    mana Allah memberikan perumpamaan kepada manusia dengan kalimat yang

    baik yaitu dengan kesaksian “tiada tuhan selain Allah”.

    Fenomena yang terjadi di lapangan saat ini sebagian besar teknik dan

    suasana pembelajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita

    tampaknya lebih banyak menghambat untuk memotivasi otak, di mana seorang

    peserta didik harus mau mendengar atau menerima segala perlakuan gurunya.

    Bahkan tak jarang realitas sehari-hari yang mereka saksikan itu bertolak

    belakang dengan pelajaran di sekolah. Kebiasaan dan mental semacam ini pada

    gilirannya membuat peserta didik tidak mampu mengaktivasi otaknya secara

    baik, sehingga mereka tidak punya keberanian untuk menyampaikan pendapat,

    lemah penalaran, dan tergantung pada orang lain.

    Akibat masih kurangnya pengetahuan guru akan pentingnya metode

    pendidikan, terutama metode pendidikan tauhid dalam menyampaikan materi,

    bahkan tidak sedikit peserta didik yang tidak merasakan terjadinya proses

    pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap akhlak peserta didik tersebut.

    Oleh karena itu, penelitian ini akan menjelaskan secara deskriptif terkait

    metode pendidikan tauhid dan cara mengimplementasikannya dalam

    pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yang terdapat dalam al-Qur’an surat

    Ibrahim ayat 24-26, metode ini diharapkan menjadi metode alternatif dalam

    kegiatan belajar mengajar, terutama dalam menghadapi tantangan zaman, para

    pendidik harus berupaya bagaimana caranya untuk mengembangkan anak

    menjadi seorang manusia dalam makna seutuhnya, utuh dalam kesatuan fisik,

    sosial, mental, dan spiritual. Untuk mencapai hal tersebut maka harus

    mengembangkan potensi anak yang didasari pendidikan tauhid sedini mungkin

    dengan menggunakan metode yang tepat.

  • 10

    Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menangkat permasalahan

    tersebut dan dituangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “METODE

    PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN

    SURAT IBRAHIM AYAT 24-26”.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan tersebut, maka

    penulis mengidentifikasi adanya beberapa permasalahan yang terjadi, di

    antaranya sebagai berikut:

    1. Masih kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan tauhid untuk

    memaksimalkan potensi akal manusia guna meningkatkan keimanan

    kepada Allah Swt.

    2. Masih kurangnya pengetahuan pendidik dalam mengetahui metode

    pendidikan tauhid yang terdapat dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-

    26.

    3. Masih kurangnya pengetahuan pendidik dalam mengetahui cara

    mengimplementasikan metode pendidikan tauhid yang terkandung

    dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26.

    C. Pembatasan Masalah

    Dalam memudahkan pemahaman mengenai tulisan ini dan menghindari

    terjadinya kesalahpahaman terhadap judul skripsi, maka penulis akan

    memberikan batasan permasalahan berdasarkan identifikasi masalah di atas,

    yaitu pembatasan masalah ini terfokus hanya kepada pembahasan tentang

    metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat

    24-26, dan konsep implementasinya dalam pembelajaran PAI di sekolah.

    D. Perumusan Masalah

    Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

    permasalahan yang dapat dirumuskan dalam beberapa poin yaitu:

    1. Apa saja metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam al-Qur’an surat

    Ibrahim ayat 24-26?

  • 11

    2. Bagaimana konsep implementasi metode pendidikan tauhid yang terdapat

    dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26, dalam pembelajaran PAI di

    sekolah?

    E. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan perumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan

    penelitian ini yaitu:

    1. Mengetahui metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam al-Qur’an

    surat Ibrahim ayat 24-26.

    2. Mengetahui konsep implementasi metode pendidikan tauhid yang

    terkandung dalam al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26, dalam pembelajaran

    PAI di sekolah.

    F. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat penelitian ini di antaranya adalah:

    1. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis.

    2. Dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan

    Islam khususnya dalam bidang pendidikan tauhid.

    3. Dapat mempelajari dan memahami al-Qur’an sebagai petunjuk dan

    pedoman hidup manusia agar ajarannya dapat direalisasikan dalam

    kehidupan sehari-hari.

    4. Dapat menjadi bahan intropeksi untuk diri sendiri khususnya, bahwa

    memberikan pendidikan tauhid kepada anak atau peserta didik merupakan

    kewajiban bagi umat Islam.

    5. Dapat dijadikan pedoman bagi orang tua, guru, dan masyarakat dalam

    menerapkan pendidikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari.

  • 12

    BAB II

    KAJIAN TEORITIK

    A. Acuan Teori

    1. Pendidikan Tauhid

    a. Pengertian Pendidikan Tauhid

    Istilah pendidikan berasal dari kata didik yang diberi awalan pe dan

    akhiran kan, mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya).

    Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu

    pedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.1

    Dalam arti yang sederhana pendidikan lebih sering diartikan

    sebagai usaha manusia untuk membina kepribadian yang sesuai dengan

    nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya sebagaimana yang

    dikatakan Hasbullah.2

    Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan

    sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga

    orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

    laku yang sesuai dengan kebutuhan. Pendapat lain mengatakan

    bahwa pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat

    kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang digunakan

    untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai

    pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Pendidikan dapat

    berlangsung secara informal dan nonformal di samping secara

    formal seperti di sekolah, madrasah, dan institusi-institusi lainnya.3

    Namun, pengertian pendidikan selalu mengalami perkembangan,

    meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut akan

    dikemukakan sejumlah pengertian pendidikan yang diberikan oleh para

    ahli (pendidikan) dan berbagai sumber.

    1 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. III, h. 30. 2 Hasbullah, Dasar-Dasar Imu Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 1.

    3 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda

    Karya, 2004), Cet. IX, h. 10-11.

  • 13

    a. John Dewey. Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-

    kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah

    alam dan sesama manusia.

    b. J.J Rousseau. Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang

    tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita

    membutuhkannya pada waktu dewasa.

    c. Ki Hajar Dewantara. Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup

    tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan yaitu menuntun

    segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka

    sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai

    keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.4

    Pengertian-pengertian tersebut meski berbeda secara redaksional

    namun pada kesimpulannya pendidikan adalah proses bimbingan,

    tuntunan, atau pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur

    seperti pendidik, anak didik, tujuan, dan sebagainya.5

    Pendidikan dalam Islam dikenal dengan beberapa istilah, yaitu at-

    tarbiyah, at-ta’lim dan at-ta’dib. Menurut Muhammad Jamaludin al-

    Qosimi, pendidikan berarti, “Proses penyampaian sesuatu sampai pada

    batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap”. Tarbiyah

    juga dimaknai sebagai proses penanaman etika yang dimulai pada jiwa

    anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasihat,

    sehingga ia memiliki potensi-potensi dan kompetensi-kompetensi jiwa

    yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik, cinta akan

    kreasi, dan berguna bagi tanah airnya.6

    4 Hasbullah, loc. cit. h. 2-4. 5 Ibid., h. 5.

    6 Rois Mahfud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 144.

  • 14

    Para ulama juga mengatakan bahwa kata pendidikan berkaitan

    dengan kata al-tarbiyah yang mengandung arti mengembangkan,

    menumbuhkan, memelihara dan merawatnya dengan penuh kasih

    sayang. Pengertian al-tarbiyah ini secara lebih luas adalah istilah

    yang berkaitan dengan usaha menumbuhkan atau menggali

    segenap potensi fisik, psikis, bakat, minat, talenta dan berbagai

    kecakapan lainnya yang dimiliki manusia, atau memunculkan

    berbagai potensi manusia yang terpendam, kemudian

    mengembangkannya dengan cara merawat dan memupuknya

    dengan penuh kasih sayang.7

    Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, penulis menarik

    kesimpulan bahwa pendidikan adalah proses segala usaha untuk

    mendidik, membina, membentuk, dan mengembangkan potensi

    manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan menjadi

    manusia yang berpotensi dan berakhlak mulia untuk menuju

    kebahagiaan. Pendidikan pada dasarnya sebagai sarana untuk mencapai

    kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, dengan pendidikan manusia

    memperoleh ilmu yang dapat menciptakan kesuksesan dalam

    kehidupan dan hubungan manusia dengan Tuhannya serta hubungan

    dengan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak dapat mengetahui

    jalan menuju kebahagiaan hidup.

    Selanjutnya mengenai tauhid, secara etomologi tauhid berasal dari

    kata wahhada-yuwahhidu-tauhiddan yang berarti esa, keesaan, atau

    mengesakan, sedangkan secara terminologI tauhid yaitu mengesakan

    Allah meliputi seluruh pengesaan.8

    Menurut Djafar Shabran dalam bukunya risalah tauhid, arti kata

    tauhid adalah mengesakan yang berasal dari kata wahid yang berarti

    Esa, satu atau tunggal. Maksudnya ialah mengesakan Allah Swt. dzat-

    Nya, asma’-Nya dan af’al-Nya.9

    7 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 17.

    8 Mohammad Irfan dan Mastuki HS, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000),

    h. 13. 9 Djafar Sabran, Risalah Tauhid, (Ciputat: Mitra Fajar Indonesia, 2006), Cet-2, h. 1.

  • 15

    Dengan begitu yang dimaksud dengan pendidikan tauhid adalah

    pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa tauhid

    yang kuat dan mantap serta memiliki tauhid yang baik dan benar.

    Bimbingan itu dilakukan tidak hanya dengan lisan dan tulisan tetapi

    juga kini yang terpenting adalah dengan sikap, tingkah laku dan

    perbuatan. Sedangkan yang dimaksud pendidikan dan pengajaran

    tauhid ialah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik sebagai

    akidah yang wajib diyakini maupun sebagai filsafat hidup yang

    membawa kepada kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.10

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan tauhid

    berarti usaha sadar yang dilakukan oleh para pendidik kepada peserta

    didik agar peserta didik dapat mengembangkan potensi yang

    dimilikinya, dengan menanamkan keyakinan dan kepercayaan dalam

    hati setiap peserta didik untuk beriman kepada Allah Swt. serta rukun

    iman yang enam yaitu beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab,

    rasul, hari akhir serta qada dan qadar-Nya.

    b. Metode Pendidikan Tauhid

    Istilah metode secara sederhana sering diartikan cara yang cepat

    dan tepat. Dalam bahasa Arab istilah metode dikenal dengan istilah

    thariqah yang berarti langkah-langkah strategis untuk melakukan suatu

    pekerjaan.11

    Dalam proses pendidikan diperlukan metode-metode pendidikan

    yang mampu menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam kepada peserta

    didik sehingga mereka mampu melaksanakan moral yang menjadi

    tujuan pendidikan Islam.12

    10 Muhammad Yusran Asmuni, IlmuTauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 41.

    11 Mahmud, Heri Gunawan, dan Yuyun Yulianingsih, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga,

    (Jakarta: Akademia Permata, 2013), h. 157.

    12 Ibid., h. 158.

  • 16

    Metode pendidikan secara sederhana dapat dipahami sebagai cara

    menyampaikan nilai-nilai pendidikan secara efektif dan efisien.

    Namun, dalam pengertian lebih luas, metode pendidikan merupakan

    suatu strategi, rencana, dan pola yang digunakan dalam menyusun

    kurikulum, mengatur materi pendidikan dan memberi petunjuk kepada

    pendidik dalam setting pendidikan ataupun hal lainnya yang terkait

    dengan proses pendidikan. Pada hakikatnya metode pembelajaran itu

    adalah suatu bentuk proses di mana pendidik mampu menciptakan

    lingkungan yang baik sehingga terjadi kegiatan belajar mengajar secara

    optimal.13

    Ada beberapa metode yang dapat digunakan pendidik khususnya

    guru dalam melaksanakan pendidikan tauhid yaitu sebagai berikut:

    1. Metode Hiwar (Percakapan) .

    2. Metode Kisah.

    3. Metode Amtsal (Perumpamaan).

    4. Metode Keteladanan.

    5. Metode Pembiasaan.

    6. Metode ‘Ibrah dan mau’idah.

    7. Metode Targhib dan tarhib.14

    1. Metode Hiwar (Percakapan) Qurani dan Nabawi.

    Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak

    atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan

    kepada satu tujuan yang dikehendaki. Dalam percakapan itu bahan

    pembicaraan tidak dibatasi, dapat digunakan berbagai konsep

    sains, filsafat, seni, wahyu dan lain-lain.

    13 Yedi Purwanto, “Analisis terhadap Metode Pendidikan menurut Ajaran al-Qur’an dalam Membentuk Karakter Bangsa”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol, 2015, h. 23.

    14 op.cit., h. 158-161.

  • 17

    2. Metode Kisah.

    Menurut kamus Ibn Manzur, kisah berasal dari kata qashasha-

    yaqushushu-qhishashatan, mengandung arti potongan berita yang

    diikuti dan pelacak jejak. Dalam pelaksanaan pendidikan di

    sekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan

    memiliki peranan yang sangat penting, karena dalam kisah-kisah

    terdapat berbagai keteladanan dan edukasi.

    Dalam mendidik keimanan dengan metode kisah qurani dapat

    dilaksnakan dengan cara: membangkitkan berbagai perasaan,

    seperti khauf, ridho dan cinta, mengarahkan seluruh perasaan

    sehingga bertumpuk pada suatu puncak, dan melibatkan pembaca

    atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara

    emosional.

    3. Metode Amtsal (Perumpamaan).

    Dalam mendidik umat manusia, Allah banyak menggunakan

    perumpamaan (amtsal), misalnya terdapat firman Allah dalam Qs.

    al-Baqarah: 17)

    ْولمه ذمهمبم اللَّه بِ ِمْت مما حم ثمِل الَِّذي اْست مْوقمدم نماراا ف ملممَّا أمضما ن ورِِهْم ممث مل ه ْم كممم ( ٨١ومت مرمكمه ْم ِف ظ ل مماتم َلَّ ي ْبِِّصر ونم )

    “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan

    api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan

    cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam

    kegelapan, tidak dapat melihat”. (Qs. al-Baqarah:17)

    Metode perumpamaan ini juga baik digunakan oleh para guru

    dalam mengajari peserta didiknya terutama dalam menanamkan

    karakter (nilai-nilai ajaran Islam) kepada mereka.

    Perumpamaan-perumpamaan Qur’ani dan nabawi tidak hanya

    menunjukkan karya seni yang hanya ditujukan untuk meraih

    keindahan bhalagah semata. Lebih dari itu, metode ini memiliki

    tujuan pedagogis-edukatif diantaranya yaitu:

  • 18

    a. Memudahkan pemahaman mengenai suatu konsep.

    b. Mempengaruhi emosi yang sejalan dengan konsep yang

    diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka perasaan

    ketuhanan

    c. Membina akal untuk terbiasa berpikir secara valid dan

    analogis.

    d. Mampu menciptakan motivasi yang menggerakkan aspek

    emosi dan mental manusia.15

    4. Metode Keteladanan.

    Melalui firman-Nya:

    نمٌة لِّممن كمانم ي مْرج و اللَّهم وماْلي م ْوَم اَْلِخرم لَّقمْد كمانم لمك ْم ِف رمس وِل اللَِّه أ ْسومٌة حمسمِثرياا ) ( ٢٨ومذمكمرم اللَّهم كم

    “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

    yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)

    Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut

    Allah”. (Qs. al-Ahzab: 21)

    Dalam penanaman nilai-nilai ajaran Islam kepada anak,

    keteladanan yang diberikan pendidik merupakan metode yang

    lebih efektif dan efisien. Karena pendidikan dengan keteladanan

    bukan hanya memberikan pemahaman secara verbal, tetapi

    memberikan contoh langsung kepada peserta didik. Karena ia pada

    umumnya cenderung meneladani (meniru) guru atau pendidiknya.

    Oleh karenanya, guru perlu memberikan keteladanan yang baik

    kepada peserta didiknya, agar penanaman karakter baik menjadi

    lebih efektif dan efisien.

    Di era yang modern ini, metode keteladanan masih sangat

    diperlukan dalam dunia pendidikan, terlebih lagi dalam pendidikan

    tauhid. Keteladanan akan memberikan kontribusi yang sangat

    berarti bagi tercapainya tujuan pendidikan Islam, begitu pula dalam

    15 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 254.

  • 19

    hal pendidikan tauhid. Guru merupakan contoh tauladan utama

    sebagai panutan bagi peserta didiknya, memegang teguh

    ketauhidan dan menjaganya, serta mengamalkan nilai-nilai

    ketauhidan.

    5. Metode Pembiasaan

    Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara

    berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode

    pembiasaan (habituation) ini berintikan pengalaman. Karena yang

    dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Dan inti kebiasaan

    adalah pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai

    sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena

    akan menjadi kebiasaan yang akan melekat dan spontan, agar

    kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekerjaan. Oleh

    karenanya, menurut para pakar, metode ini sangat efektif dalam

    rangka pembinaan dan penanaman nilai-nilai karakter dan

    kepribadian anak. Orang tua membiasakan anak-anaknya untuk

    bangun pagi. Maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.

    Dalam teori psikologi metode pembiasaan (habituation) ini

    dikenal dengan teori “open conditioning” yang membiasakan anak

    untuk membiasakan perilaku terpuji, disiplin dan giat belajar,

    bekerja keras dan ikhlas, jujur dan tanggung jawab atas segala

    tugas yang telah dilakukan. Metode pembiasaan ini perlu dilakukan

    oleh orang tua dan guru dalam rangka pembentukan dan

    penanaman nilai-nilai karakter, untuk membiasakan anak

    melakukan perilaku terpuji (akhlak mulia).

    6. Metode ‘ibrah dan mau’idah

    Menurut an-Nahlawi kedua kata tersebut memiliki perbedaan

    dari segi makna ‘ibrah berarti suatu kondisi psikis yang

    menyampaikan manusia kepada inti sari sesuatu yang disaksikan,

    dihadapi dengan mengunakan nalar yang menyebabkan hati

    mengakuinya. Adapaun kata mau’idah ialah nasihat yang lembut

  • 20

    yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau

    ancamannya.

    7. Metode targhib dan tarhib

    Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat

    yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa

    yang dilakukan. Targhib dan tarhib bertujuan agar orang mematuhi

    aturan Allah. Akan tetapi keduanya mempunyai titik tekan yang

    berbeda. Targhib agar melakukan kebaikan yang diperintahkan

    Allah, sedangkan tarhib agar menjauhi perbuatan jelek yang

    dilarang oleh Allah.

    Metode ini didasarkan atas fitrah manusia, yaitu sifat

    keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak

    mengingatkan kesedihan dan kesengsaraan. Targhib dan tarhib

    dalam pendidikan Islam memiliki perbedaan dengan metode

    hukuman dalam pendidikan barat.

    c. Materi Pendidikan Tauhid

    Salah satu komponen yang paling penting dalam pendidikan adalah

    materi pendidikan. Materi dalam pendidikan menempati core

    pendidikan, sebab apa artinya ada pendidik dan peserta didik kalau

    tidak ada materi pendidikan yang disampaikan. Dalam pendidikan

    Islam, materi pendidikan yang paling pertama dan utama yang harus

    disampakan kepada peserta didik adalah akidah, yakni pendidikan

    tauhid.16

    Ajaran tauhid bukanlah monopoli ajaran Nabi Muhammad saw.

    akan tetapi ajaran tauhid ini merupakan prinsip dasar dari semua ajaran

    agama samawi. Para nabi dan rasul diutus oleh Allah untuk menyeru

    kepada pengesaan Allah dan meninggalkan dalam penyembahan selain

    kepada-Nya.

    16 Mahmud, Heri Gunawan, Yuyun Yulianingsih op. cit., h. 155.

  • 21

    Walaupun semua nabi dan rasul membawa ajaran tauhid, namun

    ada perbedaan dalam hal pemaparan tentang prinsip-prinsip tauhid. Hal

    ini dikarenakan tingkat kedewasaan berfikir masing-masing umat

    berbeda sehingga Allah menyesuaikan tuntunan yang dianugrahkan

    kepada para nabi-Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berfikir umat

    tersebut.17

    Pemaparan tauhid mencapai puncaknya ketika Nabi Muhammad

    diutus untuk melanjutkan perjuangan nabi sebelumnya. Pada masa itu

    uraian tentang tuhan dimulai dengan pengenalan perbuatan dan sifat

    tuhan yang terlihat dari wahyu pertama turun,18 yaitu yang diawali

    dengan kata iqra’ (bacalah).

    Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai tauhid dalam pendidikan

    model Islam merupakan masalah pertama dan utama yang

    dikedepankan sehingga semua orientasi proses pendidikan akhirnya

    akan bermuara pada pengakuan akan kebesaran Allah Swt. Adapun

    Materi pendidikan tauhid yaitu:

    1. Adanya Wujud Allah

    Untuk membuktikan mengenai wujud Allah, yaitu dengan

    upaya mengingatkan akal pikiran manusia mengarahkan

    pandangannya kepada fenomena alam semesta, melakukan

    perbandingan dengan dimensi yang hak, memperhatikan tatanan

    dan peraturan alam serta berlangsungnya hukum sebab akibat

    sehingga manusia dapat sampai kepada suatu konklusi yang

    meyakinkan bahwa alam semesta ini mempunyai pencipta dan

    pencipta ini pasti wajibul wujud lagi Maha Mengetahui, Maha

    Bijaksana dan Maha Kuasa.19

    17 M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 19. 18 Ibid., h. 23.

    19 M. Hamdani, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), h. 15.

  • 22

    Bila kita perhatikan alam ini maka timbul kesan adanya

    persesuaian dengan kehidupan manusia dan makhluk lain.

    Persesuaian ini bukanlah suatu yang kebetulan melainkan

    menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur yang

    berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan, sebagaimana siang dan

    malam, matahari dan bulan, empat musim, hewan dan tumbuhan

    serta hujan. Semua ini sesuai dengan kehidupan manusia. Hal ini

    menampakkan kebijaksanaan Tuhan.

    Dengan memperhatikan penciptaan manusia, hewan dan

    lainnya, menunjukkan bahwa makhluk-makhluk tersebut tidak

    mungkin lahir dalam wujud dengan sendirinya. Gejala hidup pada

    beberapa makhluk juga berbeda-beda. Misalnya tumbuh-tumbuhan

    hidup, berkembang dan berubah. Hewan juga hidup dengan

    mempunyai insting, dapat bergerak, bekembang, makan dan

    mengeluarkan keturunan. Manusia pun demikian, akan tetapi

    manusia mempunyai kelebihan yaitu dapat befikir. Hal ini

    menunjukkan adanya penciptaan yang mengehendaki supaya

    sebagian makhluk-Nya lebih tinggi daripada sebagian yang lain.

    Selain itu, seseorang bisa mengetahui keberadaan sesuatu

    tanpa harus melihatnya secara materi. Dalam kehidupan sehari-hari

    ini seseorang bisa mengakui bahwa untuk mengetahui adanya

    angin dapat dengan cara merasakannya dan melihat bekas-

    bekasnya. Seseorang mengakui adanya nyawa tanpa melihatnya

    sehingga hal ini cukup menguatkan asumsi bahwa untuk

    membuktikan adanya Tuhan tidak harus dengan pembuktian

    material.

    Dalam jiwa manusia sebenarnya telah tertanam suatu perasaan

    adanya Allah, suatu perasaan naluriah (fitrah) yang diciptakan oleh

    Allah pada diri manusia sendiri; sebagaimana Firman Allah dalam

    Surat Ar Ruum ayat 30

  • 23

    ِنيفاا يِن حم َلم ت مْبِديلم َ عملمي ْهماِفْطرمتم اللَِّه الَِِّت فمطمرم النَّاسم َ فمأمِقْم ومْجهمكم لِلدِّ ( ٠٣ذمَِٰلكم الدِّين اْلقميِّم وملمَِٰكنَّ أمْكث مرم النَّاِس َلم ي مْعلمم ونم ) َ ِِلمْلِق اللَّهِ

    “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;

    (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia

    menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)

    agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,”.

    Dari beberapa uraian di atas dapat dipahami, bahwa untuk

    meyakinkan adanya Tuhan (wujud Allah.), akal pikiran hendaknya

    diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia jauh

    lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan kasat

    mata, karena dalam jiwa manusia sudah tertanam fitrah untuk

    mengakui adanya Tuhan. Dengan demikian segala sesuatu itu ada

    pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah Zat Yang Maha

    Pencipta.20

    2. Keesaan Allah

    Dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Tauhid”, Yusran Asmuni

    mengutip perkataan Sayyid Sabiq yang menjelaskan tentang

    maksud keesan Allah yaitu:

    Keesaan Allah Swt. tidak hanya keesaan pada zat-Nya, tapi

    juga esa pada sifat dan af’al (perbuatan-Nya). Yang dimaksud dengan esa pada zat ialah Zat Allah itu tidak tersusun dari

    beberapa bagian. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam

    memerintah dan menguasai kerajaan-Nya. Esa pada sifat

    berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang lain dan

    tak seorang pun yang mempunyai sifat sebagaimana sifat

    Allah Swt. Esa pada af’al (perbuatan) berarti tidak ada seorang

    pun yang memiliki perbuatan sebagaimana perbuatan Allah. Ia

    Maha Esa dan menyendiri dalam hal menciptakan, membuat,

    mewujudkan, dan membentuk sesuatu.21

    20 Sayid Sabiq, Anshirul Quwwah fil Islam, terj. Haryono S. Yusuf, Unsur-unsur Dinamika dalam Islam, (Jakarta : PT. Intermasa, 1981), h. 7.

    21 Yusran Asmuni, op. cit., h, 17.

  • 24

    Sementara menurut Quraish Shihab yang menganalisa kata

    ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan Allah menjadi empat yaitu:

    keesaan Zat, keesan sifat, keesaan perbuatan dan keesaan dalam

    beribadah kepada-Nya.22

    Dengan demikian dapat dipahami bahwa mulai rasul pertama

    sampai generasi terakhir Nabi Muhammad hingga pewaris nabi

    (ulama), telah mengajarkan tauhid yang seragam. Yang dinamakan

    Esa dalam ajaran Islam adalah tidak atau bukan terdiri dari oknum

    ganda baik pada nama, sifat maupun zat-Nya. Allah adalah Maha

    Esa, Zat Yang Maha Suci yang meliputi nama, sifat dan af’al-Nya,

    tidak ada Tuhan selain Allah.

    3. Hikmah Mengenal Allah

    Seseorang yang mengenal sesuatu yang telah memberikan

    manfaat pada dirinya maka akan mempunyai kesan atau hikmah

    terhadap sesuatu itu. demikian juga apabila seseorang mengenal

    Tuhan melalui akal dan hatinya maka ia akan merasakan buah

    kenikmatan dan keindahan yang tercermin dalam dirinya.

    Mengenal (ma’rifat) kepada Allah adalah marifat yang paling

    agung. Ma’rifat ini menurut Sayid Sabiq adalah asas yang

    dijadikan standar dalam kehidupan rohani dan untuk mengenal

    Allah dengan cara berfikir dan menganalisis makhluk Allah, dan

    mengenal terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah.23

    Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia

    disebabkan seseorang telah mengetahui dan menginsafi kebenaran

    kedudukan Allah, ia menyadari akan keagungan dan kebesaran-

    Nya sehingga dari sini segala apa yang dilakukan akan

    mengarahkan tujuan pandangannya ke arah yang baik dan benar.

    22 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 33.

    23 Sayid Sabiq, Aqidah Islam: Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra Wahyu, (Surabaya: Al Ikhlas, 1996), h. 41.

  • 25

    Buah mengenal (ma’rifat) akan adanya Allah ini, diantaranya

    akan tersimpul dalam bentuk sikap sebagai berikut:

    a. Kemerdekaan jiwa dari kekuasaan orang lain.

    b. Iman dapat membangkitkan keberanian di dalam jiwa dan

    keinginan untuk terus maju, menganggap enteng kematian dan

    menggandrungi mati syahid demi membela kebenaran.

    c. Iman menetapkan keyakinan bahwa Allah lah yang Maha

    Pemberi Rizqi dan bahwasanya rezeki tidak dapat dipercepat

    karena kerasukan orang yang rakus, dan tidak pula dapat

    ditolak oleh kebencian orang yang benci.

    d. Adanya ketenangan dan ketentraman hati.

    e. Keimanan dapat meningkatkan kekuatan maknawiyah

    manusia dan menghubungkan dirinya dengan contoh tauladan

    tertinggi, yaitu Allah yang menjadi sumber kebaikan,

    kebajikan, dan kesempurnaan.24

    Dengan demikian, hikmah dari mengenal Allah akan membuat

    hati manusia menjadi tenang sebagaimana firman Allah:

    ِئنُّ ق ل وب ه م ِبذِْكِر اللَّهِ ِئنُّ اْلق ل وب أمَلم ِبذِْكِر ا َ الَِّذينم آممن وا ومتمْطمم للَِّه تمْطمم(٢١ )

    “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi

    tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan

    mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Qs. Ar-Raad [13]:

    28).

    Dengan demikian seorang yang yakin akan keesaan Allah,

    mempunyai sikap hidup optimis yang jauh lebih kuat dibandingkan

    dengan orang kafir yang menyekutukan Allah, sebagai satu-

    satunya Rabb, pencipta alam semesta beserta isinya ini. Keimanan

    akan hal ini apabila sudah menjadi kenyatan yang hebat maka akan

    dapat merubah dan beralih, yang merupakan suatu tenaga dan

    kekuatan tanpa dicari akan datang dengan sendirinya dalam

    24 Ibid., h. 128-133.

  • 26

    kehidupan sehigga keimanan dapat mengubah manusia yang

    asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap, kemauan, maupun

    keputusan menjadai penuh harap dan harapan ini akan dibuktikan

    dengan perbuatan nyata.

    d. Tujuan Pendidikan Tauhid

    Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai. Dalam pendidikan pun

    demikian mesti ada tujuan yang hendak dicapai termasuk dengan

    pendidikan tauhid. Tujuan pendidikan menurut al-Qur’an adalah

    mencapai kualitas ketakwaan kepada Allah Swt. dibarengi dengan

    penguasaan ilmu-ilmu, baik ilmu yang berbasis sains ataupun sosial.

    Ilmu yang berkaitan dengan perkembangan jasmani maupun rohani.25

    Tujuan pendidikan terkait erat dengan tujuan manusia, karena

    pendidikan ditujukan kepada manusia. Sedangkan pendidikan sendiri

    merupakan satu bagian dari dimensi hidup manusia. Karena itu, tujuan

    hidup manusia merupakan tujuan akhir pendidikan. Mengingat

    pendidikan merupakan salah satu perbuatan manusia dan dari segi lain

    manusia diakui bersifat fisik, mental, dan spiritual, maka tujuan

    pendidikan pun diarahkan bagi pengembangan ketiga dimensi

    tersebut.26

    Dalam dimensi tauhid, tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada

    upaya pembentukan sikap takwa. Dengan demikian pendidikan

    ditujukan kepada upaya untuk membimbing dan mengembangkan

    potensi peserta didik secara optimal agar dapat menjadi hamba Allah

    yang takwa.27

    25 Yedi Purwanto, “Analisis terhadap Metode Pendidikan menurut Ajaran al-Qur’an”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta‟lim, Vol. 13, 2015, h. 28.

    26 Ibid., h. 29.

    27 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 94.

  • 27

    Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang,

    tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila

    tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar,

    kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah

    akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam pelaksanaan

    ibadah, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari.

    Dengan demikian, kepercayaan atau akidah merupakan pokok dan

    landasan berpikir bagi umat Islam.28

    Apabila tauhid tertanam kuat dalam jiwa seseorang, ia akan

    menjadi suatu kekuatan batin yang tangguh. Kekuatan itu akan

    melahirkan sikap positif dalam realitas kehidupannya sehari-hari. Ia

    akan selalu optimis menghadapi masa depan, tidak takut terhadap

    apapun dan siapapun kecuali kepada Tuhan, selalu senang dan gembira

    sebab merasa dekat dengan Tuhan dan yakin Tuhan selalu bersamanya

    dalam setiap hal.29

    Dengan demikian, tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan umat

    manusia. Ia tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan

    menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga

    berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku

    keseharian seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi

    berfungsi pula sebagai falsafah.30

    B. Sekilas tentang Surat Ibrahim ayat 24-26

    Surat Ibrahim terdiri dari 52 ayat adalah surat ke 14 dan termasuk surat

    Makkiyah, dari segi perurutan penulisannya dalam Mushaf al- Qur’an, sedang

    dari segi perurutan turunannya Surat Ibrahim adalah surah ke-70 yang turun

    sesudah surah Asy-Syura dan sebelum surah Al-Anbiya.

    28 Muhammad Yusran Asmuni, op. cit., h. 5. 29 Ibid., h. 7.

    30 Ibid.

  • 28

    Sekian banyak surah yang dimulai dengan huruf-huruf Alif, Lam, Ra,

    untuk membedakannya maka dinamailah surah-surah itu dengan nama nabi-

    nabi tertentu yang disebut kisahnya atau tempat di mana nabi itu diutus seperti

    Al-Hijr. Surat ini karena dimulai dengan ketiga huruf tersebut dan

    membicarakan kisah Nabi Ibrahim, maka dinamailah surah ini dengan surat

    Ibrahim, walaupun uraian tentang Nabi Ibrahim terdapat di beberapa surat yang

    lain.31

    Setelah ayat-ayat yang sebelumnya memberikan perumpamaan tentang

    amal-amal orang kafir yakni seperti debu yang ditiup angin yang keras, kini

    dijelaskan tentang bagaimana perumpamaan tentang orang-orang mukmin,

    atau dapat juga dikatakan bahwa surga yang diraih oleh yang taat dan dampak

    buruk yang dialami oleh yang durhaka digambarkan oleh ayat ini dengan suatu

    perumpamaan. Untuk itu ayat yang selanjutnya ini mengajak agar siapa pun

    yang dapat melihat yakni untuk merenung dan memperhatikan dengan

    menyatakan: “Tidakkah engkau melihat yakni memperhatikan bagaimana

    Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik? Kalimat itu seperti

    pohon yang baik, akarnya teguh menghunjam ke bawah sehigga tidak dapat

    dirobohkan oleh angin dan cabangnya tinggi menjulang ke langit yakni ke

    atas. Ia memberikan buahnya pada setiap waktu yakni musim seizin dengan

    Tuhannya sehingga tidak ada satu kekuatan yang dapat mengahalangi

    pertumbuhan dan hasil yang memuaskan.”32

    Allah telah membuat perumpamaan-perumpamaan dengan memberi

    contoh dan permisalan bagi manusia agar makna-makna yang masih bisa

    dibilang abstrak dapat ditangkap melalui hal-hal konkret sehingga mereka

    manusia selalu ingat. Setelah memberi perumpamaan tetang kalimat yang baik

    dilanjutkannya dengan memberi perumpamaan kalimat yang buruk, yaitu dan

    perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah

    dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap tegak

    31 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:

    Lentera Hati, 2002), h. 3.

    32 Ibid., h. 53.

  • 29

    sedikitpun. Demikianlah keadaan kalimat yang buruk, walau kelihatan ada

    wujudnya tetapi itu hanya sementara lagi tidak akan menghasilkan buah.33

    Sementara ulama membahas pohon apakah yang dimaksud sebagai

    perumpamaan kalimat yang baik itu. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah

    pohon kurma. Berdasarkan satu riwayat yang menyatakan (Abdullah) putra

    Umar ra. berkata bahwa suatu ketika kami berada di sekeliling Rasul Saw. lalu

    beliau bersabda: “Beritahulah aku tentang sebuah pohon yang serupa dengan

    orang muslim, memberikan buahnya pada setiap musim! “Putra Umar”

    berkata: “Terlintas dalam benakku bahwa pohon itu adalah pohon kurma, tetapi

    aku lihat Abu Bakar dan Umar tidak berbicara, maka aku segan berbicara”.

    Dan seketika Rasulullah Saw. tidak mendengar jawaban dari hadirin, beliau

    bersabda: “Pohon itu adalah pohon kurma”. Setelah selesai pertemuan dengan

    Rasul Saw itu , aku berkata kepada ayahku Umar: “Hai Ayahku! Demi Allah

    telah terlintas dalam benakku bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma”.

    Beliau berkata: “mengapa engkau tidak menyampaikannya?” Aku menjawab:

    “Aku tidak melihat seorang pun berbicara, maka aku pun segan berbicara”.

    Umar ra berkata: “Seandainya engkau menyampaikannya maka sungguh itu

    lebih aku sukai dari ini dan itu” (HR.Bukhari, Muslim, at-Tirmizi).34

    Pohon kurma yang banyak akan manfaatnya, kalorinya yang tinggi,

    buahnya rindang, mudah dipetik, dimakan dalam keadaan mentah atau matang,

    dan dapat dijadikan minuman yang lezat. Akarnya terhunjam ke bawah dan

    langsung menyerap air dari bumi, dan hujan menyiraminya dari langit.

    Demikian pendapat para ulama. Ada juga yang berpendapat bahwa pohon yang

    dimaksud adalah pohon kelapa. Pelepah, sabut, tempurung, isi dan airnya pun

    bermanfaat dan demikianlah keadaan seorang beriman.35

    33 Ibid., h. 54.

    34 Ibid. 35 Ibid.

  • 30

    Ulama juga ada yang berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan

    kalimat yang baik. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah kalimat Tauhid, atau

    iman, bahkan ada yang memahaminya menunjuk kepada pribadi seorang

    mukmin. Iman terhunjam ke dalam hatinya, seperti terhunjamnya akar pohon,

    cabangnya menjulang ke atas yakni amal-amalnya diterima oleh oleh Allah,

    buahnya yakni ganjaran Ilahi pun bertambah setiap saat. Makna-makna di atas

    semuanya dapat bertemu. Secara singkat dapat menyatakan bahwa ia adalah

    Kalimat Tauhid.36

    Kalimat Tauhid adalah pusat yang berkeliling di sekitarnya

    kesatuankesatuanyang tidak boleh dilepaskan dari pusat itu, seperti planet-

    planet tata surya yang berkeliling di sekitar tata surya. Kesatuan-keatuan itu

    antara lain, kesatuan alam raya, kesatuan dunia dan akhirat, kesatuan natural

    dan supnatural, kesatuan ilmu, kesatuan sumber agama-agama samawi,

    kesatuan kemanusiaan, kesatuan umat, kesatuan kepribadian manusia dan lain-

    lain.37

    C. Hasil Penelitian yang Relevan

    Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis

    temukan adalah sebagai berikut:

    1. Zakiyatus Syarifah dalam skripsinya dengan judul “Nilai-Nilai Tauhid

    dalam Al-Qur’an Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Agama Islam

    (Studi Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab tentang Surat al-

    Fatihah, al-‘Alaq Ayat 1-5 dan al-Ikhlas)”. Dalam skripsi ini dijelaskan

    bahwa relevansi nilai-nilai tauhid tersebut dalam surat-surat tersebut

    dengan Pendidikan Agama Islam yaitu bahwa al-Qur’an sebagai sumber

    pokok mengandung fundamental doctrines dan fundanmental values,

    dijadikannya rujukan atau pedoman untuk membangun kerangka

    pemikiran PAI yakni pada tujuan, materi dan metodenya. Mengenai

    metodenya, metode-metode yang terkandung dalam surat al-Fatihah, al-

    36 Ibid., h. 55.

    37 Ibid.

  • 31

    Alaq ayat 1-5 dan al-Ikhlas adalah metode nasihat, metode kisah-kisah dan

    metode pembiasaan.

    2. Lukmanul Hakim dalam skripsinya yang berjudul “Metode Pendidikan

    Keimanan dalam surat al-Waqiah ayat 57-74.” Sesuai judulnya, dalam

    skripsi ini penulis lebih fokus pada metode pendidikan keimanan dengan

    mendeskripsikan serta menganalisa tentang fenomena, peristiwa, aktifitas

    sosial, kepercayaan dan pemikiran orang secara indivual dan kelompok.

    Adapun metode penafsiran yang digunakan dalam penulisan ini adalah

    metode tafsir tahlili.

    3. Hasan Fathurrohman dalam skripsinya yang berjudul “Metode Pendidikan

    Tauhid Menurut Al-Gahazali Dalam Ihya Ulumuddin (Analisis Psikologi

    Perkembangan)”. Dalam penelitian ini, penulis memaparkan metode

    pendidikan tauhid dalam kitab tersebut yakni ada 4 metode yaitu metode

    talqin, metode riyadhoh mujahadah, kalam-jadal, dan metode da’wah bit

    talathuf.

    4. Tesis yang ditulis oleh Aripin dengan judul “Pengajaran Ilmu Tauhid Di

    Pondok Pesantren At-Tauhidiyah Cikura Bojong Tegal”. Dalam tesis ini

    penulis menjelaskan bahwa Pengajaran ilmu tauhid di pesantren,

    menggunakan sistem bandongan dan sorogan digunakan untuk

    mengajarkan kitab-kitab tauhid dalam bentuk istilah mengapsahi. Metode

    yang digunakan di pondok pesantren ini ialah metode sorogan dan

    wetonan. Kemudian mengenai pendekatannya, ada tiga macam

    pendekatan yang menjadi ciri khas pemaparan pembelajaran tauhid di

    pondok pesantren at-Tauhidiyah, yang terdapat dalam kitab-kitab kuning,

    yaitu : Pertama, pendekatan tekstual. Kedua, pendekatan sufistik. Ketiga,

    pendekatan rasional.

  • 32

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Objek dan Waktu Penelitian

    Objek yang dibahas dalam penelitian ini adalah metode pendidikan tauhid

    yang terkandung dalam al-Qur’an khususnya dalam al-Qur’an surat Ibrahim

    ayat 24-26. Sedangkan waktu penelitian terhitung dari bulan Juli 2019 sampai

    dengan bulan Mei 2020.

    B. Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode

    kualitatif. Menurut Sugiyono, “Metode penelitian kualitatif adalah metode

    penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk

    meneliti pada kondisi objek yag alamiah, (sebagai lawannya adalah

    eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan

    sempel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik

    pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat

    induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari

    pada generalisasi.”1

    Dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis, dan

    metode analisis yang digunakan adalah metode tafsir tahlili. Tafsir tahlili yaitu

    metode tafsir yang mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari segala segi dan

    maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat al-

    Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam

    mushaf Usmani.2

    1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

    (Bandung: Alfabeta, 2017), h. 15.

    2 Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

    1994), h. 41.

  • 33

    Abd al-Hayy al-Farmawy mengatakan bahwa tafsir tahlili adalah “Suatu

    metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an

    dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti urutan ayat,

    membahas mengenai asbabun nuzul dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul,

    sahabat atau tabi’in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendpat

    penafsir dan diwarnai oleh latar belakng pendidikannya.”3

    Analisis metode tahlili yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini,

    yaitu membahas surat Ibrahim ayat 24-26 yang berkaitan dengan pendidikan

    tauhid, maka penulis menganalisa tentang metode pendidikan tauhid yang

    terkandung dalam surat Ibrahim ayat 24-26 tersebut.

    C. Fokus Penelitian

    Menurut Sugiyono batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut

    fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum.4 Dengan melihat

    pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang terdapat dalam

    batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini. Adapun fokus

    penelitian ini adalah mengenai metode pendidikan tauhid yang terdapat dalam

    al-Qur’an surat Ibrahim ayat 24-26. Jadi dalam penelitian ini penulis

    bermaksud mencari metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam ayat

    tersebut, dengan mencari data-data dan sumber-sumber yang membahas

    mengenai surat Ibrahim ayat 24-26.

    D. Prosedur Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian

    kualitatif yaitu penelitian yang dimana peneliti dalam melakukan

    penelitiannya menggunakan teknik-teknik observasi, wawancara atau

    interview, analisis isi, dan metode pengumpulan data lainnya untuk

    3 Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005) h. 208. 4 Sugiyono, op. cit., h.285-286.

  • 34

    menyajikan respon-respon dan perilaku subjek,5 dengan menelusuri data-

    data kepustakaan atau library research.

    2. Sumber Data

    Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sumber

    data tertulis dengan menggunakan data informasi yang bersifat literature

    kepustakaan yang berkaitan dengan tema dalam penelitian ini. Sumber-

    sumber tersebut terdiri dari sumber data primer dan data sekunder.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis ialah study

    literature, yakni mengumpulkan kitab-kitab tafsir yang pembahasannya

    berkaitan dengan masalah yang akan dikaji, kemudian mengumpulkan

    data dan bahan-bahan yang berkaitan dengan fokus penelitian yakni

    tentang metode pendidikan tauhid.

    Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam teknik

    pengumpulan data ini adalah:

    a. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan masalah yang akan

    diteliti, dengan mengambil informasi serta mengutip teori dari

    beberapa sumber buku yang berhubungan.

    b. Mengelompokkan data-data berdasarkan jenisnya, yakni:

    1. Sumber data primer, yaitu:

    a. Al-Qur’an dan terjemahnya.

    b. Tafsir Nurul Quran karya Allamah Kamal Faqih Imani.

    c. Tafsir Al-Qurthubi karya Syaikh Imam al-Qurthubi.

    d. Tafsir al-Azhar karya Abdul Malik Karim Amrullah.

    e. Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab.

    f. Tafsur Jalalain karya Imam Jalaludin As-Suyuti, dan Imam

    Jalaludin Mahalli.

    5 Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet. II, h. 50.

  • 35

    2. Sumber data sekunder yang digunakan yakni buku-buku yang

    membahas tentang pendidikan itu sendiri dan khususnya tentang

    pendidikan tauhid serta metode-metodenya.

    4. Teknik Analisis Data

    Dalam proses analisis data ini, penulis menggunakan metode

    deskriptif analisis yaitu memberikan gambaran tentang data yang

    dianalisis dengan cara mengumpulkan data, analisis data kemudian

    menarik kesimpulan. Seperti yang telah penulis uraikan di metodologi

    penelitian bahwasanya penulis menggunakan metode analisis yang dalam

    penelitian ini adalah metode tafsir tahlili.

    5. Teknik Penulisan

    Teknik penulisan ini berpedoman pada Pedoman Penulisan Skripsi

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta Tahun 2018.

  • 36

    BAB IV

    TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Kajian Tafsir Surat Ibrahim Ayat 24-26.

    1. Teks Ayat dan Terjemahan Surat Ibrahim Ayat 24-26.

    ع هما ِف السَّمماِِ أمَلْم ت مرم كمْيفم ضمرمبم اللَّه