metode agnps

584
Tujuannya adalah membuat perencanaan pengelolaan daerah tangkapan tersebut menggunakan model AGNPS. Kesimpulan yang diperoleh adalah pengelolaan lahan di daerah tangkapan Cibuntu dengan cara menanam tanaman campuran di lereng agak curam dan landai dengan membuat guludan searah kontur harus diterapkan. 5) Salwati (2004) mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap respons hidrologi di DAS Cilalawi Sub DAS Citarum Jawa Barat menggunakan model AGNPS. Hasil analisis menggambarkan bahwa perubahan penggunaan lahan mengakibatkan perubahan respons hidrologi, di mana pada tahun 2003 volume aliran permukaan meningkat 6,1 %, debit puncak aliran permukaan meningkat 6,8 %, hal ini mengakibatkan hasil sedimen meningkat sampai 45,6 % dibanding tahun 1997. E. PENUTUP Penggunaan model erosi skala DAS dengan parameter terdistribusi masih terbatas pada skala penelitian. Disamping memerlukan input parameter yang relatif banyak dan kompleks, input parameter model tersebut juga sering tidak tersedia di lapangan. Penggunaan model ANSWERS mulai dirintis pada beberapa DAS seperti DAS Solo bagian hulu dan Brantas bagian hulu di bawah pengelolaan Balai Teknologi Pengelolaan DAS (Priyono dan Mulyadi, 2000). Penggunaannya pada DAS-DAS yang lain dihadapkan pada kendala penyediaan parameter input yang tidak dapat dipenuhi, karena instrumentasi pengukur debit aliran air dan sedimen biasanya tidak tersedia di sebagian besar DAS di Indonesia. Model ANSWERS (areal non-point source watershed environmental response simulation) dan model AGNPS (agricultural non point source pollutioan model) merupakan model penduga erosi skala DAS yang telah mulai banyak digunakan di Indonesia. Walaupun masih mempunyai beberapa kelemahan, model tersebut memberikan hasil pendugaan erosi yang cukup baik. Sinukaban (1997) telah menggunakan model AGNPS untuk memprediksi aliran permukaan, erosi, kehilangan nitrogen dan fosfor dan COD dari DAS seluas 10,4 hektar di wilayah perbukitan. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil prediksi model tidak berbeda secara stastistik dengan hasil pengukuran. Sedangkan Ginting dan Ilyas (1997) yang melakukan simulasi berbagai penggunaan lahan dengan menggunakan model ANSWERS di DAS Siluak, menyimpulkan bahwa model ANSWERS memerlukan validasi lebih lanjut. Disamping disebabkan adanya perbedaan ukuran raster sel dan DAS yang digunakan, bervariasinya hasil dugaan model ANSWERS diduga terkait dengan

Upload: hasrul

Post on 30-Jun-2015

445 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: metode AGNPS

Tujuannya adalah membuat perencanaan pengelolaan daerah tangkapan tersebut menggunakan model AGNPS. Kesimpulan yang diperoleh adalah pengelolaan lahan di daerah tangkapan Cibuntu dengan cara menanam tanaman campuran di lereng agak curam dan landai dengan membuat guludan searah kontur harus diterapkan.

5) Salwati (2004) mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap respons hidrologi di DAS Cilalawi Sub DAS

Citarum Jawa Barat menggunakan model AGNPS. Hasil analisis menggambarkan bahwa perubahan penggunaan

lahan mengakibatkan perubahan respons hidrologi, di mana pada tahun 2003 volume aliran permukaan meningkat

6,1 %, debit puncak aliran permukaan meningkat 6,8 %, hal ini mengakibatkan hasil sedimen meningkat sampai

45,6 % dibanding tahun 1997.

E. PENUTUP

Penggunaan model erosi skala DAS dengan parameter terdistribusi masih terbatas pada skala penelitian.

Disamping memerlukan input parameter yang relatif banyak dan kompleks, input parameter model tersebut juga

sering tidak tersedia di lapangan. Penggunaan model ANSWERS mulai dirintis pada beberapa DAS seperti DAS

Solo bagian hulu dan Brantas bagian hulu di bawah pengelolaan Balai Teknologi Pengelolaan DAS (Priyono dan

Mulyadi, 2000). Penggunaannya pada DAS-DAS yang lain dihadapkan pada kendala penyediaan parameter input

yang tidak dapat dipenuhi, karena instrumentasi pengukur debit aliran air dan sedimen biasanya tidak tersedia di

sebagian besar DAS di Indonesia.

Model ANSWERS (areal non-point source watershed environmental response simulation) dan model AGNPS (agricultural non point source pollutioan model)

merupakan model penduga erosi skala DAS yang telah mulai banyak digunakan di Indonesia. Walaupun masih

mempunyai beberapa kelemahan, model tersebut memberikan hasil pendugaan erosi yang cukup baik. Sinukaban

(1997) telah menggunakan model AGNPS untuk memprediksi aliran permukaan, erosi, kehilangan nitrogen dan

fosfor dan COD dari DAS seluas 10,4 hektar di wilayah perbukitan. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil prediksi

model tidak berbeda secara stastistik dengan hasil pengukuran. Sedangkan Ginting dan Ilyas (1997) yang melakukan

simulasi berbagai penggunaan lahan dengan menggunakan model ANSWERS di DAS Siluak, menyimpulkan bahwa

model ANSWERS memerlukan validasi lebih lanjut.

Disamping disebabkan adanya perbedaan ukuran raster sel dan DAS yang digunakan, bervariasinya hasil

dugaan model ANSWERS diduga terkait dengan dinamika proses erosi pada suatu bentang lahan. Dinamika erosi

terjadi akibat bervariasinya jumlah dan intensitas hujan serta karakteristik permukaan lahan yang mempengaruhi

proses deposisi sedimen (barrier/filter). Sinukaban et al. (2000) dan Susswein et al. (2001) menunjukkan bahwa

jenis dan konfigurasibar ier /fi lter sangat mempengaruhi jumlah erosi dan volume aliran permukaan yang dihasilkan

dari suatu bentang lahan dan wilayah DAS.

13 DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Page 2: metode AGNPS

Aswandi. 1996. Aplikasi Model ANSWERS Dalam Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung Jawa

Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Beasley DB and Huggins LF. 1991. ANSWERS. User’s Manual. Agricultural Engineering Department, Purdue University, West Laffayete, Indiana. Brooks KN, Folliot PF, Gregesen HM, and Thames JL. 1987. Hydrology and The Management of Watershed. USA. Chow VT, Maidment DR, and Mays LW. 1988. Applied Hydrology. Singapore : McGraw-Hill Book Company. de Roo. 1993. Modelling Surface Runoff and Soil Erosion in Catchment Using Geographical Information System. Utrecht. Utrecht University. Dent FJ and Anderson EA. 1971. System Analysis in Agricultural Management. John Willey & Sons. Sidney. Ginting AN, dan Ilyas MA. 1997. Pendugaan Erosi pada Sub DAS Siulak di Kabupaten Kerinci dengan Menggunakan Model ANSWERS.

Makalah Lokakarya

Penetapan Model Erosi Tanah. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. 7 Maret 1997.

Hal WA and Dracup JA. 1970. Water Resources System Engineering. Mc Graw-Hill Book Co., New York. Harto SBr. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat Y. 2002. Aplikasi Model ANSWERS dalam Mempredikasi Erosi dan Aliran Permukaan di DTA Bodong Jaya

dan DAS Way Besay Hulu, Lampung Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Hillel D. 1977. Computer Simulation of Soil Water Dynamics : A Compendium of Recent Work. IDRC. Ottawa

Irianto G. 1993. Prediksi Aliran Permukaan, Laju Erosi dan Kualitasnya Dengan Model ANWERS Untuk Mendukung

Usaha Pemanfaatan Sumberdaya Air dan Tanah pada Areal Waduk Batujai, NTB. Tesis Magister. Program

Pascasarjana, IPB. Bogor.

Kurnia U. 1997. Pendugaan Erosi dengan Metoda USLE : Kelemahan dan Keunggulan. Lokakarya Penetapan Model

Pendugaan Erosi Tanah, Bogor, 7 Maret.

14

Lal R. 1988. Soil Erosion by Wind and Water : Problems and Prospects. Pp 1 –6. In R. Lal (ed). Soil Erosion Research

Methods. Soil and Water Conservation Society, Ankeny. Iowa.

Mise JH and Cox JG. 1968. Essential of Simulation. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Muhlis M. 1999. Integrasi Parsial Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Dalam Pembangkitan Masukan

Model AGNPS. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Nasution AH dan Barizi. 1980. Metode Statistik untuk Penarikan Kesimpulan.

Page 3: metode AGNPS

Gramedia. Jakarta.

Nugroho SP. 2000. Analisis Aliran Permukaan, Sedimen dan Hara Nitrogen, Fosfor dan Kebutuhan Oksigen Kimiawi

dengan Menggunakan Model AGNPS Di Sub DAS Dumpul. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Pawitan H. 1995. Metode Analisis Sistem Hidrologi Dalam Pendugaan Erosi dan Sedimen Daerah Aliran Sungai. Diskusi

Penelitian Erosi dan Sedimentasi Di Puslitbang PU Di Bandung.

Pawitan H. 1999. Hidrologi Daerah Aliran Sungai : Terapan Teknik Modeling. Makalah Pelatihan Dosen-Dosen PTN

Indonesia Bagian Barat dalam Bidang Agroklimatologi. Bogor.

Priyono CNS dan Mulyadi D. 2000. Penyempurnaan Perencanaan Pengelolaan DAS di Indonesia. Disampaikan pada

Seminar Hasil-Hasil Penelitian BTPDAS, 15 Januari 2000. Surakarta.

Ramdan H. 1999. Aplikasi Model ANSWERS Dalam Pendugaan Erosi dan Aliran Permukaan Di DTA Cikumutuk Sub

DAS Cimanuk Hulu. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Rauf A. 1994. Aplikasi Model ANSWERS Untuk Analisis Respon Hidrologi Sub DAS Palu Timur Sulwesi Tengah. Tesis

Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Risse, L.M., M.A. Nearing, A.D. Nicks, and J.M. Laflen. 1993. Error Assessment in the Universal Soil Loss Equation. Soil. Sci. Soc. Am. J. Vol. 57 : 825-833. Rompas JJ. 1996.

Penerapan Model ANWERS Dalam Memprediksi Aliran Permukaan dan Erosi Di Daerah

Tangkapan Citere Sub DAS Citarik Pengalengan Jawa Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Salwati. 2004. Kajian Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon Hidrologi Sub DAS Cilalawi DAS

Citarum Jawa Barat Menggunakan Model ANSWERS. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Schwab GO, Frevert RK, Edminster TV, and Barnes KK. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. John Willey and Sons, Inc. New York. Sinukaban N. 1995. Manajemen/Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Diskusi Penelitian Erosi dan Sedimentasi Di Puslitbang PU Di Bandung. 15

Sinukaban N, Tarigan SD, Purwakusuma W, Baskoro DPT dan Wahyunie ED. 2000. Analysis of watershed Function

(Sediment Transfer Across Various Type of Filter Strips). Lab. of Soil Physics and Soil & Water Conservation,

Dept. of Soil Science, IPB-ICRAF. Bogor.

Sosrodarsono S dan Takeda K. 1987. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Susswein PM, Noordwijk MV, and Verbist B. 2001. Forest Watershed Function and Tropical Land Use Change. ASB

Lecture Note 7. International Centre for Research in Agroforestry. Bogor.

Page 4: metode AGNPS

Tarigan T. 2000. Perencanaan Pengelolaan Daerah Tangkapan Untuk Pelestarian Situ Cibuntu Cibinong Menggunakan

Model AGNPS. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Tikno S. 1996. Penggunaan Model ANSWERS Untuk Mempredikasi Aliran Permukaan dan Sedimen di Sub DAS

Cibarengkok-Cimuntur, Jawa Barat. Tesis Magister. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Utami Y. 2000. Kajian Hidrologi Sebagai Pengaruh Dari Teknik Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Menggunakan

Model ANSWERS Di Sub DAS Padas. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Wishmeier WH. 1976. Use and Misuse of the Universal Soil Loss Equation. Journal of Soil and Water Conservation. Vol. 31(1) : 5 – 9. Yoon J. 1996. AGNPS (Agricultural Non Point Source Pollution Model). Department of Agricultural Engineering Purdue University. Purdue. Young RA, Onstad CA, Bosch DD and Anderson WP. 1994.Agricultural Non-Point Source Pollution Model, Version 5.00. AGNPS User’s Guide. North Central Soil Conservation Research Laboratory. Morris. Minnesota. 16

A. ANALISIS SISTEM

Sistem adalah proses yang kompleks dan ditandai oleh adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi (Mise and Cox 1968). Menurut Hillel (1977), suatu bentuk komposisi interaksi yang dapat dibedakan dari lingkungan sekitarnya melalui batasan fisik atau konseptual di sebut sistem.

Sistem dibedakan berdasarkan bentuk interaksinya. Jika interkasi yang terjadi dalam suatu sistem mempunyai hubungan dengan lingkungan sekitarnya, maka sistem tersebut digolongkan pada sistem yang terbuka. Sebaliknya pada sistem yang tertutup hanya terjadi interaksi di dalam sistem itu sendiri (Hal and Dracup 1970).

Sesuai dengan pengertian tersebut, manurut Hillel (1977), analisis sistem merupakan bentuk terapan dalam pengorganisasi data dan teori secara logis ke dalam model dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dari sistem-sistem yang ada. Selanjutnya model tersebut diuji kesahihannya sebagai dasar dalam memperbaiki atau menyesuaikan model untuk menduga perilaku dari sistem

MODEL SIMULASI HIDROLOGI

Model merupakan representasi atau gambaran tentang sistem (systems), obyek atau benda (objects) dan kejadian (events). Representasi tersebut dinyatakan dalam bentuk sederhana yang

Page 5: metode AGNPS

dapat dipergunakan untuk berbagai macam tujuan penelitian. Penyederhanaan dilakukan secara representatif terhadap perilaku proses yang relevan dari keadaan sebenarnya.

Pembentukan model dan menerapkan model dalam percobaan merupakan bentukan dari simulasi (Dent and Anderson 1971). Menurut Hillel (1977), model simulasi merupakan teknik numerik dari percobaan hipotetik dari suatu gejala atau sistem dinamis dan dinyatakan secara kuantitatif.

Penggunaan model sebagai usaha untuk memahami suatu sistem yang rumit merupakan teknik pengkajian yang lebih sederhana dibandingkan jika melalui keadaan sebenarnya. Model ini dapat digunakan untuk menduga dan menerangkan gejala- gejala dalam suatu sistem secara tepat (Nasution dan Barizi 1980). Model yang dibentuk berdasarkan peramalan terhadap sistem belum dapat dipastikan akan menghasilkan peamalan yang tepat terhadap perilaku sistem yang sejenis.

Model simulasi hidrologi dapat diklasifikasikan berdasarkan luas kisaran karakteristiknya. Untuk analisis DAS, model hidrologi diklasifikasikan ke dalam lumped parameter versus distributed parameter, event versus continous, dan stochastic versus deterministic. MODEL HIDROLOGI DAS

Brooks et al. (1987), Model hidrologi merupakan gambaran sederhana dari suatu sistem hidrologi yang aktual. Model hidrologi biasanya dibuat untuk mempelajari fungsi dan respon suatu DAS dari berbagai masukan DAS. Melalui model hidrologi dapat dipelajari kejadian-kejadian hidrologi yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memprediksi kejadian hidrologi yang akan terjadi. Harto (1993), model hidrologi adalah sebuah sajian sederhana (simple representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks.

Pendekatan sistem dalam dalam analisis hidrologi merupakan suatu teknik penyederhanaan dari sistem prototipe ke dalam suatu sistem model, sehingga perilaku sistem yang kompleks dapat ditelusuri secara kuantitatif. Hal ini menyangkut sistem dengan mengidentifikasikan adanya aliran massa/energi berupa masukan dan keluaran serta suatu sistem simpanan (Pawitan 1995).

Harto (1993) mengemukakan bahwa konsep dasar yang digunakan dalam setiap sistem hidrologi adalah siklus hidrologi. Persamaan dasar yang menjadi landasan bagi semua analisis hidrologi adalah persamaan neraca air (water balanced equation). Persamaan neraca air dari suatu DAS untuk suatu periode dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

∆ S = Input – Output

Page 6: metode AGNPS

Di mana :∆ S = perubahan tampungan (storage change), Input = masukan (inflow), dan Output = keluaran (outflow).

Harto (1993) mengemukakan bahwa tujuan penggunaan suatu model dalam hidrologi, antara lain sebagai berikut : a) peramalan (forecasting) menunjukkan besaran maupun waktu kejadian yang dianalisis berdasar cara probabilistik; b) perkiraan (predicting) yang mengandung pengertian besaran kejadian dan waktu hipotetik (hipotetical future time); c) sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian; d) sebagai alat pengenal (identification) dalam masalah perencanaan; e) ekstrapolasi data/informasi; f) perkiraan lingkungan akibat tingkat perilaku manusia yang berubah/meningkat; dan g) penelitian dasar dalam proses hidrologi.

1. Klasifikasi Model Hidrologi

Harto (1993) mengemukakan bahwa secara umum model dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu : 1) model fisik yang menerangkan model dengan skala tertentu untuk menirukan prototipenya; 2) model analog yang disusun dengan menggunakan rangkaian resistor-kapasitor untuk memecah persamaan-persamaan diferensial yang mewakili proses hidrologi; 3) model matematik yang menyajikan sistem dalam rangkaian persamaan dan kadang-kadang dengan ungkapan-ungkapan yang menyajikan hubungan antar variabel dan parameter.

Model juga dapat diklasifikasikan menjadi: 1) model stokastik, di mana hubungan antara masukan dan keluarannya didasarkan atas kesempatan kejadian dan probabilitas; 2) model deterministik, di mana setiap masukan dengan sifat-sifat tertentu, selalu akan menghasilkan keluaran yang tertentu pula

Page 7: metode AGNPS

Di samping itu, model

Page 8: metode AGNPS

dapat digolongkan menjadi :

Page 9: metode AGNPS

1) model empirik, yaitu model

Page 10: metode AGNPS

yang semata-mata mendasar

Page 11: metode AGNPS

kan pada percobaan dan pengama

Page 12: metode AGNPS

tan; 2) model konseptual, yaitu

Page 13: metode AGNPS

model yang menyajikan

Page 14: metode AGNPS

proses-proses hidrologi dalam

Page 15: metode AGNPS

persamaan matematik dan

Page 16: metode AGNPS

membedakan antara fungsi

Page 17: metode AGNPS

produksi (production) dan fungsi

Page 18: metode AGNPS

penelusuran (routing).

Page 19: metode AGNPS

2. Jenis Model Erosi

Page 20: metode AGNPS

Sinukaban (1995) mengemukakan

Page 21: metode AGNPS

bahwa sebagai suatu sistem

Page 22: metode AGNPS

hidrologi, DAS meliputi jasad

Page 23: metode AGNPS

hidup, lingkungan fisik dan

Page 24: metode AGNPS

kimia yang berinteraksi

Page 25: metode AGNPS

secara dinamik, yang di dalamny

Page 26: metode AGNPS

a terjadi kesetimbangan dinamik

Page 27: metode AGNPS

antara energi dan material

Page 28: metode AGNPS

yang masuk dengan energi

Page 29: metode AGNPS

dan material yang keluar.

Page 30: metode AGNPS

Dalam keadaan alami, energi

Page 31: metode AGNPS

matahari, iklim di atas DAS dan

Page 32: metode AGNPS

unsur-unsur endogenik di

Page 33: metode AGNPS

bawah permukaan DAS merupak

Page 34: metode AGNPS

an masukan (input). Sedangk

Page 35: metode AGNPS

an air dan sedimen yang

Page 36: metode AGNPS

keluar dari muara DAS

Page 37: metode AGNPS

serta air yang kembali ke udara

Page 38: metode AGNPS

melalui evapotranspirasi adalah

Page 39: metode AGNPS

keluaran (output) DAS.

Page 40: metode AGNPS

Model USLE (universal

Page 41: metode AGNPS

soil loss equation), MUSLE

Page 42: metode AGNPS

(modified USLE), RUSLE

Page 43: metode AGNPS

(revised USLE), CREAMS

Page 44: metode AGNPS

(chemical runoff and

Page 45: metode AGNPS

erosion from agricultural

Page 46: metode AGNPS

management system) dan

Page 47: metode AGNPS

GLEAMS (groundw

Page 48: metode AGNPS

ater loading effect of

Page 49: metode AGNPS

agricultural management

Page 50: metode AGNPS

system), tergolong dalam lumped

Page 51: metode AGNPS

parameter, yaitu model yang

Page 52: metode AGNPS

mentransformasi curah hujan

Page 53: metode AGNPS

(input) ke dalam aliran permuka

Page 54: metode AGNPS

an (output) dengan

Page 55: metode AGNPS

konsep bahwa semua proses

Page 56: metode AGNPS

dalam DAS terjadi pada satu

Page 57: metode AGNPS

titik spasial. WEPP (water

Page 58: metode AGNPS

erosion predicting project),

Page 59: metode AGNPS

KINEROS (

Page 60: metode AGNPS

kinematic erosion simulation),

Page 61: metode AGNPS

EUROSEM (european

Page 62: metode AGNPS

soils erosion model),

Page 63: metode AGNPS

TOP MODEL (topografi

Page 64: metode AGNPS

cally and physically based, variable

Page 65: metode AGNPS

contributing area model of basin

Page 66: metode AGNPS

hidrology) dan ANSWERS (areal

Page 67: metode AGNPS

nonpoint source watershed

Page 68: metode AGNPS

environmental response

Page 69: metode AGNPS

simulation) tergolong distribute

Page 70: metode AGNPS

d parameter, yaitu model

Page 71: metode AGNPS

yang berusaha menggambarkan

Page 72: metode AGNPS

proses dan mekanisme fisik

Page 73: metode AGNPS

dan keruangan, memperl

Page 74: metode AGNPS

akukan masing komponen DAS

Page 75: metode AGNPS

atau proses sebagai kompone

Page 76: metode AGNPS

n mandiri dengan sifatnya masing-

Page 77: metode AGNPS

masing. Model tersebut secara

Page 78: metode AGNPS

teori sangat memuaskan, tetapi

Page 79: metode AGNPS

data lapangan sering terbatas

Page 80: metode AGNPS

untuk mengkalibrasi dan memveri

Page 81: metode AGNPS

fikasi hasil simulasi.

Page 82: metode AGNPS

Model HEC-1 adalah event

Page 83: metode AGNPS

model yang mensimulasikan

Page 84: metode AGNPS

respon hujan tunggal sebagai

Page 85: metode AGNPS

input data. Sedangkan

Page 86: metode AGNPS

SWM-IV (stanford watershed model)

Page 87: metode AGNPS

dan SWMM (storm water

Page 88: metode AGNPS

management model) merupak

Page 89: metode AGNPS

an continous model yang

Page 90: metode AGNPS

didasarkan pada persamaan

Page 91: metode AGNPS

kesetimbangan air dalam jangka

Page 92: metode AGNPS

yang lebih panjang. Model

Page 93: metode AGNPS

tersebut cocok untuk digunaka

Page 94: metode AGNPS

n pada DAS yang memiliki

Page 95: metode AGNPS

ukuran yang lebih luas.

Page 96: metode AGNPS

Model AGNPS (agricultural non

Page 97: metode AGNPS

point source pollution model)

Page 98: metode AGNPS

merupakan gabungan antara

Page 99: metode AGNPS

model distribusi dan model

Page 100: metode AGNPS

sekuensial. Sebagai model

Page 101: metode AGNPS

distribusi, penyelesaian

Page 102: metode AGNPS

persamaan keseimbangan

Page 103: metode AGNPS

massa dilakukan serempak

Page 104: metode AGNPS

untuk semua sel. Sedangk

Page 105: metode AGNPS

an sebagai model sekuensi

Page 106: metode AGNPS

al, air dan cemaran ditelusuri

Page 107: metode AGNPS

dalam rangkaian aliran dipermuk

Page 108: metode AGNPS

aan lahan dan di saluran secara

Page 109: metode AGNPS

berurutan (Pawitan 1999).

Page 110: metode AGNPS

Model SWAT (soil and water

Page 111: metode AGNPS

assessment toll) adalah

Page 112: metode AGNPS

model yang dikembangkan

Page 113: metode AGNPS

untuk memprediksi dampak

Page 114: metode AGNPS

pengelolaan lahan (land

Page 115: metode AGNPS

management practices)

Page 116: metode AGNPS

terhadap air, sedimen dan

Page 117: metode AGNPS

bahan kimia pertanian yang

Page 118: metode AGNPS

masuk ke sungai ataubadan air pada suatu DAS yang kompleks, dengan tanah, penggunaan tanah dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Arsyad 2006). D. MODEL EROSI 1. Model USLE

Model penduga erosi USLE (universal soil loss equation) merupakan model empiris yang dikembangkan di

Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika

Serikat (USDA) bekerja sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954 (Kurnia 1997). Model tersebut

dikembangkan berdasarkan hasil penelitian erosi pada petak kecil (Wischmeier plot) dalam jangka panjang yang

dikumpulkan dari 49 lokasi penelitian. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dibuat model penduga erosi

dengan menggunakan data curah hujan, tanah, topografi dan pengelolaan lahan. Secara deskriptif model tersebut

diformulasikan sebagai (Arsyad 2006) :

A = R K L S C P Di mana: A : jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun) R : faktor erosivitas hujan K : faktor erodibilitas tanah

Page 119: metode AGNPS

L : faktor panjang lereng

S : faktor kemiringan lereng

C : faktor penutupan dan pengelolaan tanaman

P : faktor tindakan konservasi tanah

Pada awalnya model penduga erosi USLE dikembangkan sebagai alat bantu para ahli konservasi tanah untuk merencanakan kegiatan usahatani pada suatu landscape (skala usahatani). Akan tetapi mulai tahun 1970, model ini menjadi sangat populer sebagai model penduga erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (rill erosion) dalam rangka mengaplikasikan kebijakan konservasi tanah. Model ini juga

pada awalnya digunakan untuk menduga erosi dari lahan-lahan pertanian, tetapi kemudian digunakan pada daerah-

daerah penggembalaan, hutan, pemukiman, tempat rekreasi, erosi tebing jalan tol, daerah pertambangan dan lain-

lain (Wischmeier 1976).Model penduga erosi USLE juga telah secara luas digunakan di Indonesia.

Disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah (DAS), model tersebut juga digunakan sebagai landasan

pengambilan kebijakan pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang akan diterapkan, walaupun ketepatan

penggunaan model tersebut dalam memprediksi erosi DAS masih diragukan (Kurnia 1997). Hal ini disebabkan

karena model USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah dari erosi lembar dan erosi alur, tidak

mampu memprediksi pengendapan sedimen pada suatu

landscape dan tidak menghitung hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Wischmeier 1976)

Berdasarkan

Page 120: metode AGNPS

hasil pembandingan besaran

Page 121: metode AGNPS

erosi hasil pengukuran pada

Page 122: metode AGNPS

petak erosi standar (Wischm

Page 123: metode AGNPS

eier plot) dan erosi hasil pendugaa

Page 124: metode AGNPS

n diketahui bahwa model

Page 125: metode AGNPS

USLE memberikan dugaan

Page 126: metode AGNPS

yang lebih tinggi untuk

Page 127: metode AGNPS

tanah dengan laju erosi rendah,

Page 128: metode AGNPS

dan erosi dugaan yang lebih

Page 129: metode AGNPS

rendah untuk tanah dengan

Page 130: metode AGNPS

laju erosi tinggi. Dengan kata lain

Page 131: metode AGNPS

kekurang-akuratan hasil pendugaa

Page 132: metode AGNPS

n erosi pada skala plot,

Page 133: metode AGNPS

mencerminkan hasil dugaan

Page 134: metode AGNPS

model ini pada skala DAS

Page 135: metode AGNPS

akan mempunyai keakurat

Page 136: metode AGNPS

an yang kurang baik. Disampi

Page 137: metode AGNPS

ng itu, model USLE tidak

Page 138: metode AGNPS

menggambarkan proses-proses

Page 139: metode AGNPS

penting dalam proses hidrologi

Page 140: metode AGNPS

(Risse et al.1993). Berdasarkan

Page 141: metode AGNPS

beberapa kelemahan tersebut,

Page 142: metode AGNPS

model erosi USLE disempur

Page 143: metode AGNPS

nakan menjadi RUSLE (Revised

Page 144: metode AGNPS

USLE) dan MUSLE (Modifie

Page 145: metode AGNPS

d USLE) dengan menggunakan

Page 146: metode AGNPS

teori erosi modern dan data-

Page 147: metode AGNPS

data terbaru (Renard 1992dala

Page 148: metode AGNPS

m Risse et al. 1993), tetapi

Page 149: metode AGNPS

masih tetap berbasis plot.

Page 150: metode AGNPS

Hasil-hasil penelitian

Page 151: metode AGNPS

pengujian model penduga erosi

Page 152: metode AGNPS

USLE baik yang dilakuka

Page 153: metode AGNPS

n di Indonesia maupun

Page 154: metode AGNPS

di luar negeri seperti Afrika,

Page 155: metode AGNPS

Eropa, negara-negara Asia dan

Page 156: metode AGNPS

di Amerika Serikat itu

Page 157: metode AGNPS

sendiri, menunjukkan bahwa

Page 158: metode AGNPS

model penduga erosi USLE

Page 159: metode AGNPS

tidak dapat digunakan secara

Page 160: metode AGNPS

universal (Kurnia 1997) dan

Page 161: metode AGNPS

memberikan hasil pendugaan yang

Page 162: metode AGNPS

bias jika digunakan untuk mempred

Page 163: metode AGNPS

iksi erosi DAS. Hal tersebut

Page 164: metode AGNPS

disebabkan karena ekstrapolasi hasil

Page 165: metode AGNPS

penelitian dari areal yang

Page 166: metode AGNPS

sempit ke areal yang lebih luas

Page 167: metode AGNPS

(DAS) akan memberikan hasil

Page 168: metode AGNPS

yang keliru (Lal 1988).

Page 169: metode AGNPS

2. Model ANSWERS

Page 170: metode AGNPS

Model ANSWERS (areal nonpoint

Page 171: metode AGNPS

source watershed environm

Page 172: metode AGNPS

ental response simulation)

Page 173: metode AGNPS

merupakan sebuah model

Page 174: metode AGNPS

hidrologi dengan parameter

Page 175: metode AGNPS

terdistribusi yang mensimulasikan

Page 176: metode AGNPS

hubungan hujan-limpasan dan

Page 177: metode AGNPS

memberikan dugaan

Page 178: metode AGNPS

hasil sedimen. Model hidrologi

Page 179: metode AGNPS

ANSWERS dikembangkan

Page 180: metode AGNPS

dari US-EPA (United States

Page 181: metode AGNPS

Environment Protection

Page 182: metode AGNPS

Agency)oleh Purdue Agricultu

Page 183: metode AGNPS

ral Enviroment Station

Page 184: metode AGNPS

(Beasley and Huggins 1991).

Page 185: metode AGNPS

Salah satu sifat mendasar dari

Page 186: metode AGNPS

model ANSWERS adalah

Page 187: metode AGNPS

termasuk kategori model determini

Page 188: metode AGNPS

stik dengan pendekatan

Page 189: metode AGNPS

parameter distribusi. Model

Page 190: metode AGNPS

distribusi parameter DAS dipengar

Page 191: metode AGNPS

uhi oleh variabel keruangan

Page 192: metode AGNPS

(spatial), sedangkan paramete

Page 193: metode AGNPS

r- parameter pengenda

Page 194: metode AGNPS

linya, antara lain : topografi

Page 195: metode AGNPS

, tanah, penggunaan lahan

Page 196: metode AGNPS

dan sifat hujan. Struktur Model

Page 197: metode AGNPS

ANSWERS Model

ANSWE

Page 198: metode AGNPS

RS adalah model determini

Page 199: metode AGNPS

stik yang didasarkan pada hipotesis

Page 200: metode AGNPS

bahwa setiap titik di dalam

Page 201: metode AGNPS

DAS mempunyai hubunga

Page 202: metode AGNPS

n fungsional antara laju

Page 203: metode AGNPS

aliran permukaan dan beberapa

Page 204: metode AGNPS

parameter hidrologi yang

Page 205: metode AGNPS

mempengaruhi aliran, seperti

Page 206: metode AGNPS

intensitas hujan, infiltrasi, topografi

Page 207: metode AGNPS

, jenis tanah dan beberapa faktor

Page 208: metode AGNPS

lainnya. Laju aliran yang

Page 209: metode AGNPS

terjadi dapat digunakan untuk

Page 210: metode AGNPS

memodelkan fenomena pindah

Page 211: metode AGNPS

massa, seperti erosi dan polusi

Page 212: metode AGNPS

dalam wilayah DAS.

Page 213: metode AGNPS

Dalam model ini suatu DAS

Page 214: metode AGNPS

yang akan dianalisis responny

Page 215: metode AGNPS

a dibagi menjadi satuan elemen

Page 216: metode AGNPS

yang berukuran bujursan

Page 217: metode AGNPS

gkar, sehingga derajat variabilit

Page 218: metode AGNPS

as spasial dalam DAS dapat

Page 219: metode AGNPS

terakomodasi. Konsep distribusi

Page 220: metode AGNPS

disefinisikan melalui hubunga

Page 221: metode AGNPS

n matematika untuk semua

Page 222: metode AGNPS

proses simulasi, model ini mengasu

Page 223: metode AGNPS

msikan bahwa suatu DAS

Page 224: metode AGNPS

merupakan gabungan dari

Page 225: metode AGNPS

banyak elemen yang diartikan

Page 226: metode AGNPS

sebagai suatu areal yanmemiliki paramater hidrologi yang sama. Setiap elemen akan memberikan kontribusi sesuai dengan karakteristik

yang dimiliki. Model ini juga mengikut sertakan semua parameter kontrol secara spasial. Oleh karena itu model

ANSWERS melakukan analisis pada setiap satuan elemen.

Parameter Masukan Model ANSWERS Data masukan model ANSWERS dikelompokkan dalam lima bagian (de Roo 1993), yaitu : 1) Data curah hujan, yaitu : jumlah dan intensitas hujan pada suatu kejadian hujan.

2) Data tanah, yaitu : porositas total (TP), kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi konstan (FC), selisih laju infiltrasi

maksimum dengan laju infiltrasi konstan (A), eksponen infiltrasi (P), kedalaman zona kontrol iniltrasi (DF),

kandungan air tanah awal (ASM), dan erodibilitas tanah (K).

Page 227: metode AGNPS

3) Data penggunaan dan kondisi permukaan lahan, meliputi : volume intersepsi potensial (PIT), persentase penutupan

lahan (PER), koefisien kekasaran permukaan (RC), tinggi kekasaran maksimum (HU), nilai koefisien manning

untuk permukaan lahan (N), faktor tanaman dan pengelolaannya (C).

4) Data karakteristik saluran, yaitu lebar saluran (CW) dan koefisien manning (N).

5) Data satuan individu elemen, yaitu : kemiringan lereng, arah lereng, jenis tanah, jenis penggunaan lahan, liputan

penakar hujan, kemiringan saluran, dan elevasi elemen rata-rata.

Mekanisme model ANSWERS Mekanisme model ANSWERS dapat dijelaskan sebagai berikut (de Roo 1993) :

1) Hujan yang jatuh pada suatu DAS dengan vegetasi tertentu, sebagian akan diintersepsi oleh tajuk vegetasi (PER)

sampai potensial simpanan intersepsi (PIT) tercapai.

2) Apabila laju hujan lebih kecil dari laju intersepsi, maka air hujan tidak akan mencapai permukaan tanah. Sebaliknya

jika laju hujan lebih besar dari laju intersepsi, maka terjadi infiltrasi.

3) Laju infiltrasi awal tersebut dipengaruhi oleh kandungan air tanah awal (ASM = anticedent soil moisture), porositas tanah total (TP), kandungan air tanah pada

kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi pada saat konstan (FC), laju infiltrasi maksimum (FC+A), dan kedalaman zona

kontrol infiltrasi (DF). Laju infiltrasi akan menurun secara eksponensial dengan bertambahnya kelembaban tanah.

4) Jika hujan terus berlanjut, maka laju hujan menjadi lebih besar dari laju infiltrasi dan intersepsi. Pada kondisi ini air

mulai mengumpul dipermukaan tanah dalam depresi mikro (retention storage) yang dipengaruhi oleh kekasaran

permukaan tanah, yaitu RC dan HU.

5) Jika retensi permukaan melebihi kapasitas depresi mikro, maka akan terjadi limpasan permukaan, di mana besarnya

limpasan permukaan tersebut dipengaruhi oleh kekasaran permukaan (N), kelerengan dan arah aliran.

6) Bila hujan terus berlanjut, maka akan tercapai laju infiltrasi konstan (FC). 7) Pada saat hujan reda, proses infiltrasi masih terus berlangsung sampai simpanan depresi sudah tidak tersedia lagi. Parameter Keluaran Model ANSWERS

Keluaran model berupa hasil prediksi, yaitu : ketebalan aliran permukaan, debit puncak, waktu puncak, rata-

rata kehilangan tanah, laju erosi maksimum tiap elemen, laju deposisi maksimum tiap elemen dan pengurangan

jumlah sedimen akibat tindakan konservasi tanah.

Model ANSWERS juga menampilkan grafik yang berisi hyetograf hujan terpilih, hidrograf aliran

permukaan, dan sedimentasi. Dari setiap kajadian hujan dapat dianalisis debit puncak dan waktu puncak. Debit

Page 228: metode AGNPS

puncak adalah nilai puncak (tertinggi) dari suatu hidrograf aliran, dan waktu puncak adalah selang waktu mulai dari

awal terjadinya aliran permukaan sampai terjadinya debit puncak (Beasley and Huggin 1991).

Asumsi yang digunakan untuk memprediksi erosi dengan model ini adalah : 1) erosi tidak terjadi di lapisan

bawah permukaan; 2) sedimen dari suatu elemen ke elemen lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen

tempat pengendapan; dan 3) pada segmen saluran tidak terjadi erosi akibat hempasan butir hujan (Beasley and

Huggin 1991).

Penghancuran dan pengangkutan partikel tanah disebabkan oleh pukulan butir hujan (DTR) dan energi

limpasan permukaan. Jumlah partikel tanah yang dapat dipindahkan tergantung dari besarnya sedimen yang

dihasilkan dan kapasitas transpornya (TC). Air limpasan dan sedimen yang dapat mencapai elemen yang memiliki

saluran, akan bergerak menuju outlet DAS, di mana sedimentasi yang terjadi dalam saluran akan terjadi ketika

besarnya kapasitas transpor telah terlewati (de Roo 1993).

Kelebihan dan Kelemahan Model ANSWERS

Beasley dan Huggins (1991) menyebutkan bahwa model ANSWERS dapat digunakan untuk DAS yang

luasnya kurang dari 10.0000 ha. Kelebihan dan model ANSWERS adalah : a) analisis parameter distribusi yang

dipergunakan dapat memberikan hasil simulasi yang akurat terhadap sifat daerah tangkapan; b) dapat mensimulasi

secara bersamaan dari berbagai kondisi dalam DAS; c) memberikan keluaran berupa limpasan dan sedimen dari

suatu DAS yang dianalisis.

Beasley dan Huggins (1991), mengemukakan bahwa model ANSWERS sebagai sebuah model hidrologi mempunyai kelebihan, antara lain :

1) Dapat mendeteksi sumber-sumber erosi di dalam DAS serta memiliki kemampuan sebagai alat untuk strategi

perencanaan dan evaluasi kegiatan RLKT DAS.

2) Dapat mengetahui tanggapan DAS terhadap mekanisme pengangkutan sedimen ke jaringan aliran yang ditimbulkan oleh kejadian hujan

3) Sebagai suatu paket program komputer yang ditulis dalam bahasafortran, mempunyai kemampuan untuk melakukan

simulasi hujan-limpasan dari berbagai perubahan kondisi penggunaan lahan dalam DAS.

4) Untuk melakukan inputing data base (topografi, tanah, penggunaan lahan, sistem saluran) ke dalam model dapat

diintegrasikan dengan data dari remote sensing maupun SIG.

5) Adanya variasi pemilihan parameterinput danoutput dari model disesuaikan

dengan kebutuhan pengguna.

6) Sesuai untuk diterapkan pada lahan pertanian, hutan, maupun perkotaan.

Page 229: metode AGNPS

7) Satuan pengukuran dapat berupa metrik ataupun British unit.

8) Dapat diterapkan pada DAS dengan ukuran lebih kecil dari 10.000 ha.

Sedangkan kekurangan nodel ANSWERS antara lain 1)

Semakin kompleks, terutama pada data perlukan dan waktu penghitungan, dimana besarnya tergantung dari

berbagai faktor, seperti luas DAS dan jumlah grid.

2) Model terdistribusi relatif masih bari dibanding lumped parameter, sehingga masih perlu pengembangan dan penyesuaian. 3) Karena hanya untuk tiap kejadian hujan (individual event), maka model ini tidak memiliki sub model untuk evapotranspirasi. 4) Erosi dari saluran belum diperhitungkan ke dalam model. 5) Batas grid kemugkinan tidak menggambarkan batas yang sebenarnya. 6) Untuk sebuah grid dalam kenyataan dapat lebih besar dari luas sub-sub DAS. Aplikasi Model ANSWERS

Hipotesis yang dikembangkan dalam model ini adalah bahwa setiap bagian dalam DAS terjadi hubungan

antara laju aliran dan parameter-parameter hidrologi, serta tipe tanah, topografi, infiltrasi, penggunaan lahan dan

sifat hujan. Laju aliran yang terjadi dapat digunakan untuk mengkaji hubungan antara komponen hidrologi yang

menjadi dasar dalam pemodelan fenomena transport, seperti erosi tanah dan pengangkutan serta pergerakan bahan

kimia tanah.

Model ANSWERS ini telah diaplikasikan penggunaannya pada beberapa DAS di Indonesia melalui beberapa riset, di antaranya :

1) Irianto (1993) mempelajari model ANSWERS untuk memprediksi erosi dan aliran permukaan pada areal waduk

Batujai Nusa Tenggara Timur agar dapat memanfaatkan sumberdaya air dan lahan secara lestari. Kesimpulan:

Model ANSWERS cukup informatif dalam menampilkan arah lereng, kelas lereng dan areal penyuplai sedimen. Di

samping itu, dapat menampilkan hasil prediksi aliran permukaan per satuan waktu pada tiap elemen. Informasi yang

diberikan berupa: hasil sedimen maksimum, hasil sedimen rata-rata, hasil sedimen tia

elemen, total hasil sedimen; dan aliran permukaan dari suatu DAS, sehingga akan meningkatkan akurasi penanganannya.

2) Rauf (1994) melakukan penelitian di DAS Palu Timur dengan tujuan: a) memprediksi limpasan dan sedimen di DAS

Palu Timur dengan menggunakan model ANSWERS; b) menentukan kawasan yang memiliki potensi erosi tinggi

Page 230: metode AGNPS

melalui simulasi; dan c) mempelajari pengaruh penggunaan lahan terhadap respon hidrologi DAS. Kesimpulan:

Penggunaan model ANSWERS dalam analisis respon Hidrologi DAS, dapat diperoleh informasi berupa limpasan

dan sedimen rata-rata, pengurangan sedimen akibat tindakan konservasi tanah, serta dapat diidentifikasi daerah

pemasok sedimen. Akan tetapi model ini lebih sesuai untuk DAS yang berukuran kecil karena model ini hanya

mampu mensimulasi satu liputan penakar hujan.

3) Rompas (1996) melakukan penelitian di daerah tangkapan Citere, DAS Citarik, Pangalengan, Jawa Barat.

Tujuan penelitian adalah memprediksi aliran permukaan dan sedimen

dengan model ANSWERS, serta melakukan simulasi dengan model ANSWERS untuk digunakan dalam

perencanaan pengelolaan daerah tangkapan Citere pangalengan. Kesimpulan: Uji statistik menunjukkan bahwa

aliran permukaan dan sedimen hasil prediksi model ANSWERS tidak berbeda dengan hasil observasi. Model

ANSWERS cukup baik digunakan untuk memprediksi aliran permukaan dan sedimen di dalam DAS.

4) Tikno (1996) melakukan penelitian di DAS Cibarengkok, Cimuntur, Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah: a)

memprediksi aliran permukaan dan hasil sedimen di DAS Cibarengkok dengan menggunakan model ANSWERS; b)

membandingkan hasil prediksi model dengan hasil pengukuran (pengujian model); dan c) aplikasi model untuk

perencanaan pengelolaan DAS. Kesimpulan: Model ANSWERS cukup peka terhadap perubahan nilai parameter

kekasaran permukaan lahan (N) dalam memprediksi aliran langsung, khususnya pada debit puncak (Qp). Selain itu

model ANSWERS juga sangat peka terhadap parameter faktor tanaman dan pengelolaan tanah (C) dalam

memprediksi kehilangan tanah (Sy).

5) Aswandi (1996) melakukan penelitian di DAS Cikapundung, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi

dan menentukan perencanaan pengelolaan DAS dengan menggunakan model ANSWERS. Kesimpulan: Perubahan

vegetasi (hutan) paling berpengaruh terhadap fluktuasi debit aliran dan penambahan kebun campuran menimbulkan

ersoi paling besar dalam DAS.

6) Ramdan (1999) melakukan penelitian di DTA Cikumutuk DAS Cimanuk Hulu. Tujuan penelitian ini adalah: a)

memprediksi besarnya erosi dan aliran permukaan yang terjadi di DAS Cimanuk menggunakan model ANSWERS;

dan b) menentukan alternatif penggunaan lahan yang dapat mengendalikan erosi dan aliran permukaan yang terjadi

di DAS Cimanuk. Hasil simulasi model ANSWERS menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang seluruhnya berupa

hutan paling efektif menurunkan erosi, yaitu sebesar 91,8%. Sedangkan penggunaan lahan yang paling besar

meningkatkan erosi adalah penggunaan lahan yang seluruhnya berupa tegalan dengan kenaikan erosi mencapai

328% dari erosi pada saat penelitian.

7) Hidayat (2002) melakukan penelitian di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu, Lampung Barat. Penelitian

bertujuan untuk memprediksi erosi dan aliran permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu,

Lampung Barat dengan menggunakan model ANSWERS dan menentukan alternatif pengelolaan lahan yang efektif

mengendalikan erosi dan aliran permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu. Kesimpulan: Model

ANSWERS memprediksi erosi dan aliran permukaan secara baik pada curah hujan dengan jumlah dan intensitas

yang cukup tinggi. Pada curah hujan yang rendah, hasil prediksi model mengalami deviasi yang cukup besar,

walaupun secara keseluruhan hasil prediksi model tersebut tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran.

Page 231: metode AGNPS

8) Utami (2002) melakukan penelitian di DAS Padas. Tujuan penelitian ini adalah: a) memprediksi aliran permukaan dan

eosi menggunakan model ANSWERS; dan 2) mengkaji pengaruh teknik RLKT terhadap hidrologi DAS Padas.

Kesimpulan: Parameter hidrologi-erosi hasil pengukuran dan keluaran model ANSWERS tidak berbeda nyata

dengan nilai koefisien korelasi yang cukup tinggi. Dengan demikian model ANSWERS cukup baik untuk

memprediksi erosi tanah rata-rata, jumlah aliran permukaan, dan debit puncak aliran permukaan di daerah

penelitian.

3. Model AGNPS

Model AGNPS (agricultural non point source pollution model) dikembangkan oleh USDA-ARS, North

Central Soil Consrvation Service, Morris, Minnesota yang bekerjasama dengan USDA-SCS, MPCA (Minnesota

Pollution Control Agency), LCMR (Legeslative Commission in Minnesota Resources) dan EPA (Environmental

Protection Agency) (Young et al. 1994). Model ini terus berkembang dan telah

diterapkan di beberapa negara untuk menentukan langkah-langkah kebijakan dan evaluasi dalam kegiatan

konservasi, seperti di Amerika, Canada dan negara-negara di Eropa (Yoon 1996).

Struktur Model AGNPS Model AGNPS bekerja pada basis sel geografis (dirichlet tesselation) yang digunakan untuk menggambarkan kondisi daratan (upland) dan saluran (channel). Dirichlet tesselation adalah proses pembagian dan pengelompokan DAS menjadi sel

(tiles) yang juga dikenal dengan nama polygon Thiessen atauVoronoi. Setiap sel berbentuk bujur sangkar seragam

yang membagi DAS secara merata, di mana memungkinkan analisis pada titik dalam suatu DAS.

Polutan potensial ditelusuri melalui sel-sel dari awal hinggaoutlet secara bertahap, sehingga aliran pada

setiap titik antar sel dapat diperhitungkan. Seluruh karakteristik DAS dan masukan digambarkan pada tingkatan sel.

Setiap sel

mempunyai resolusi 2,5 akre (1,01 ha) hingga 40 akre (16,19 ha). Ukuran sel yang lebih kecil dari 10 akre

direkomendasikan untuk DAS dengan luas kurang dari 2000 akre (809,36 ha). Untuk DAS yang luasnya lebih dari

2000 akre, maka ukuran seladapat berukuran 40 akre (Yoon 1996)

Page 232: metode AGNPS

Setiap sel utama dapat dibagi

Page 233: metode AGNPS

lagi menjadi sel-sel yang

Page 234: metode AGNPS

lebih kecil untuk mempero

Page 235: metode AGNPS

leh resolusi yang lebih

Page 236: metode AGNPS

rinci dari kondisi topografi yang

Page 237: metode AGNPS

komplek. Ketelitian hasil dapat

Page 238: metode AGNPS

ditingkatkan dengan mengura

Page 239: metode AGNPS

ngi ukuran sel, tetapi hal ini

Page 240: metode AGNPS

akan membutuhkan waktu

Page 241: metode AGNPS

dan tenaga yang lebih

Page 242: metode AGNPS

banyak untuk menjalan

Page 243: metode AGNPS

kan model. Nilai-

nilai

Page 244: metode AGNPS

parameter model untuk skala sel

Page 245: metode AGNPS

ditetapkan berdasarkan

Page 246: metode AGNPS

kondisi biofisik aktual pada

Page 247: metode AGNPS

masing-masing sel. Oleh sebab itu,

Page 248: metode AGNPS

untuk mendapatkan satu nilai

Page 249: metode AGNPS

parameter yang seragam pada

Page 250: metode AGNPS

masing-masing sel, perlu ditetapka

Page 251: metode AGNPS

n nilai tunggal parameter sel

Page 252: metode AGNPS

dengan menghitung nilai rata-rata

Page 253: metode AGNPS

tertimbang dari berbagai kondisi

Page 254: metode AGNPS

bergam yang ada (Yoon 1996).

Page 255: metode AGNPS

Parameter Masukan

Page 256: metode AGNPS

Model AGNPS Ada dua

paramete

Page 257: metode AGNPS

r masukan dalam model

Page 258: metode AGNPS

AGNPS, yaitu inisial data dan

Page 259: metode AGNPS

data per sel (spreadseheet data

Page 260: metode AGNPS

entry) (Yoon 1996). Paramete

Page 261: metode AGNPS

r masukan inisial data,

Page 262: metode AGNPS

meliputi : 1) identifikasi DAS;

Page 263: metode AGNPS

2) deskripsi DAS; 3) luas sel

Page 264: metode AGNPS

(akre); 4) jumlah sel; 5) curah

Page 265: metode AGNPS

hujan (inci); 6) konsentrasi N

Page 266: metode AGNPS

dalam curah hujan (ppm); 7)

Page 267: metode AGNPS

energi intensitas hujan maksimu

Page 268: metode AGNPS

m 30 menit (EI30); 8) durasi

Page 269: metode AGNPS

hujan (jam); 9) perhitungan debit

Page 270: metode AGNPS

puncak aliran; 10) perhitung

Page 271: metode AGNPS

an geomorfik; dan 11)

Page 272: metode AGNPS

faktor bentuk hidrograf.

Page 273: metode AGNPS

Sedangkan parameter

Page 274: metode AGNPS

masukan per sel dalam model

Page 275: metode AGNPS

AGNPS terdiri dari 22 paramete

Page 276: metode AGNPS

r, yaitu : 1) nomor sel; 2) nomor

Page 277: metode AGNPS

sel penerima; 3) divisi sel; 4)

Page 278: metode AGNPS

divisi sel penerima; 5) arah aliran; 6)

Page 279: metode AGNPS

bilangan kurva aliran permuka

Page 280: metode AGNPS

an; 7) kemiringan lereng (%); 8)

Page 281: metode AGNPS

faktor bentuk lereng; 9) panjang

Page 282: metode AGNPS

lereng; 10) koefisien aliran

Page 283: metode AGNPS

Manning; 11) faktor erosibilit

Page 284: metode AGNPS

as tanah; 12) faktor pengelol

Page 285: metode AGNPS

aan tanaman; 13) faktor

Page 286: metode AGNPS

pengelolaan tanah; 14)

Page 287: metode AGNPS

konstanta kondisi permukaan; 15)

Page 288: metode AGNPS

faktor COD; 16) tekstur

Page 289: metode AGNPS

tanah; 17) indikator pemupuk

Page 290: metode AGNPS

an; 18) indikator pestisida; 19)

Page 291: metode AGNPS

indikator point source; 20 )

Page 292: metode AGNPS

indikator tambahan erosi; 21)

Page 293: metode AGNPS

faktor genangan; dan 22)

Page 294: metode AGNPS

indikator saluran. Parameter

Page 295: metode AGNPS

Keluaran Model AGNPS

Page 296: metode AGNPS

Young et al. (1989), hasil

Page 297: metode AGNPS

keluaran (output) dari model

Page 298: metode AGNPS

AGNPS dapat berupa grafik

Page 299: metode AGNPS

dan tabular dengan informasi

Page 300: metode AGNPS

yang sangat lengkap, baik

Page 301: metode AGNPS

keluaran DAS (watershed

Page 302: metode AGNPS

summary) maupun keluaran per sel.

Page 303: metode AGNPS

Keluaran DAS, meliputi : 1)

Page 304: metode AGNPS

volume aliran permukaan; 2)

Page 305: metode AGNPS

laju puncak aliran permuka

Page 306: metode AGNPS

an; 3) total hasil sedimen;

Page 307: metode AGNPS

4) total N dalam sedimen; 5) total N

Page 308: metode AGNPS

terlarut dalam aliran permuka

Page 309: metode AGNPS

an; 6) konsentrasi N terlarut

Page 310: metode AGNPS

dalam aliran permukaan; 7)

Page 311: metode AGNPS

total P dalam sedimen; 8) total p

Page 312: metode AGNPS

terlarut dalam aliran permuka

Page 313: metode AGNPS

an; 9) konsentrasi P terlarut

Page 314: metode AGNPS

dalam aliran permukaan; 10)

Page 315: metode AGNPS

total COD terlarut dan

Page 316: metode AGNPS

konsentrasi COD terlarut dalam

Page 317: metode AGNPS

aliran permukaan.

Page 318: metode AGNPS

Sedangkan keluaran per sel

Page 319: metode AGNPS

dari masing-masing sel yang

Page 320: metode AGNPS

terdapat dalam DAS

Page 321: metode AGNPS

dapat berupa : 1) Hidrolog

Page 322: metode AGNPS

i, meliputi : a) volume

Page 323: metode AGNPS

aliran permukaan; b) laju

Page 324: metode AGNPS

puncak aliran permukaan; dan

Page 325: metode AGNPS

c) bagian aliran permukaan yang

Page 326: metode AGNPS

dihasilkan di dalam sel.

Page 327: metode AGNPS

2) Sedimen, meliputi : a) hasil

Page 328: metode AGNPS

sedimen; b) konsentrasi

Page 329: metode AGNPS

sedimen; c) distribusi ukuran

Page 330: metode AGNPS

partikel sedimen; d) erosi yang

Page 331: metode AGNPS

dipasok dari sel sebelah atasnya;

Page 332: metode AGNPS

e) jumlah deposisi; f) sedimen

Page 333: metode AGNPS

di dalam sel; g) rasio pengkaya

Page 334: metode AGNPS

an oleh ukuran partikel; dan h)

Page 335: metode AGNPS

rasio pengangkutan oleh

Page 336: metode AGNPS

ukuran partikel.

3) Kimiawi, meliputi : a) nitrogen (massa N per satuan luas di dalam sedimen, konsentrasi material terlarut, dan massa

dari material terlarut); b) fosfor (massa P per satuan luas di dalam sedimen, konsentrasi dari material terlarut, dan

massa dari material terlarut); dan c) COD (konsentrasi COD dan massa COD terlarut per satuan luas).

Kelebihan Model AGNPS

Kelebihan model ini terletak pada parameter-parameter model yang terdistribusi di seluruh areal DAS,

sehingga nilai-nilai parameter model benar-benar mencerminkan kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di

dalam DAS. Selain erosi, model ini mampu menghasilkan keluaran-keluaran seperti : volume dan laju puncak aliran

permukaan, hasil sedimen, kehilangan N, P dan COD (Young et al. 1994).

Aplikasi Model AGNPS Model AGNPS ini juga telah diaplikasikan penggunaannya pada beberapa DAS di Indonesia melalui beberapa penelitian, di antaranya :

1) Muhlis (1999) melakukan penelitian integrasi parsial penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dalam

pembangkitan masukan model AGNPS. Tujuan penelitian ini adalah : a) mengekstraksi bilangan kurva SCS (SCS

curve number) sebagai salah satu masukan dalam model dari data penginderaan jauh; b) mengintegrasikan SIG ke

dalam model, baik sebagai pre-prosesor (masukan data) maupun sebagai sarana tampilan grafis dan tabel keluaran

model; dan c) menilai sensitivitas parameter masukan model yang berhubungan dengan aliran permukaan.

Kesimpulan : Data penginderaan jauh dapat menurunkan beberapa parameter masukan AGNPS, meliputi faktor

Page 337: metode AGNPS

pengelolaan tanaman, koefisien kekasaran permukaan Manning, koefisien kondisi permukaan, dan bilangan kurva

aliran permukaan.

2) Rahayu (2000) melakukan studi ancaman erosi DAS Kelara di Sulawesi Selatan. DAS seluas 37.175 ha dibagi dalam

1.487 sel dengan luas masing-masing 25 ha. Prediksi erosi setiap sel menggunakan metode MUSLE. Kesimpulan :

Laju erosi DAS Kelara berkisar antara 0 – 577 ton/ha/bulan, dengan rata-rata 12,65 ton/ha/bulan pada musim hujan.

3) Nugroho (2000) melakukan penelitian di DAS Dumpul yang bertujuan : a) melakukan analisis aliran permukaan,

sedimen dan kehilangan hara nitrogen, fosfor dan kebutuhan oksigen kimiawi dengan menggunakan model AGNPS;

dan b) melakukan simulasi model sesuai dengan kondisi biogeofisik DAS untuk perencanaan pengelolaan DAS.

Kesimpulan : Volume dan laju aliran permukaan, hasil sedimen, dan kehilangan hara nitrogen, fosfor dan

konsentrasi COD terlarut tidak berbeda antara hasil pengamatan dan model. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai

parameter yang digunakan dalam model AGNPS cukup akurat untuk memprediksi aliran permukaan, hasil sedimen,

dan kehilangan hara nitrogen, fosfor dan konsentrasi COD terlarut, sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu

dalam perencanaan pengelolaan DAS.

4) Tarigan (2000) melakukan studi perencanaan pengelolaan daerah tangkapan untuk pelestarian situ Cibuntu Cibinong menggunakan model AGNPS

Tujuannya adalah membuat perencanaan pengelolaan daerah tangkapan tersebut menggunakan model AGNPS.

Kesimpulan yang diperoleh adalah pengelolaan lahan di daerah tangkapan Cibuntu dengan cara menanam tanaman

campuran di lereng agak curam dan landai dengan membuat guludan searah kontur harus diterapkan.

5) Salwati (2004) mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap respons hidrologi di DAS Cilalawi Sub DAS

Citarum Jawa Barat menggunakan model AGNPS. Hasil analisis menggambarkan bahwa perubahan penggunaan

lahan mengakibatkan perubahan respons hidrologi, di mana pada tahun 2003 volume aliran permukaan meningkat

6,1 %, debit puncak aliran permukaan meningkat 6,8 %, hal ini mengakibatkan hasil sedimen meningkat sampai

45,6 % dibanding tahun 1997.

E. PENUTUP

Penggunaan model erosi skala DAS dengan parameter terdistribusi masih terbatas pada skala penelitian.

Disamping memerlukan input parameter yang relatif banyak dan kompleks, input parameter model tersebut juga

sering tidak tersedia di lapangan. Penggunaan model ANSWERS mulai dirintis pada beberapa DAS seperti DAS

Solo bagian hulu dan Brantas bagian hulu di bawah pengelolaan Balai Teknologi Pengelolaan DAS (Priyono dan

Mulyadi, 2000). Penggunaannya pada DAS-DAS yang lain dihadapkan pada kendala penyediaan parameter input

yang tidak dapat dipenuhi, karena instrumentasi pengukur debit aliran air dan sedimen biasanya tidak tersedia di

sebagian besar DAS di Indonesia.

Model ANSWERS (areal non-point source watershed environmental response simulation) dan model AGNPS (agricultural non point source pollutioan model)

merupakan model penduga erosi skala DAS yang telah mulai banyak digunakan di Indonesia. Walaupun masih

mempunyai beberapa kelemahan, model tersebut memberikan hasil pendugaan erosi yang cukup baik. Sinukaban

Page 338: metode AGNPS

(1997) telah menggunakan model AGNPS untuk memprediksi aliran permukaan, erosi, kehilangan nitrogen dan

fosfor dan COD dari DAS seluas 10,4 hektar di wilayah perbukitan. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil prediksi

model tidak berbeda secara stastistik dengan hasil pengukuran. Sedangkan Ginting dan Ilyas (1997) yang melakukan

simulasi berbagai penggunaan lahan dengan menggunakan model ANSWERS di DAS Siluak, menyimpulkan bahwa

model ANSWERS memerlukan validasi lebih lanjut.

Disamping disebabkan adanya perbedaan ukuran raster sel dan DAS yang digunakan, bervariasinya hasil

dugaan model ANSWERS diduga terkait dengan dinamika proses erosi pada suatu bentang lahan. Dinamika erosi

terjadi akibat bervariasinya jumlah dan intensitas hujan serta karakteristik permukaan lahan yang mempengaruhi

proses deposisi sedimen (barrier/filter). Sinukaban et al. (2000) dan Susswein et al. (2001) menunjukkan bahwa

jenis dan konfigurasibar ier /fi lter sangat mempengaruhi jumlah erosi dan volume aliran permukaan yang dihasilkan

dari suatu bentang lahan dan wilayah DAS.