menopause
TRANSCRIPT
II.III Menopause dan permasalahannya serta terapi pengganti hormon
II.III.1 Definisi Menopause
Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu Mensis Dan
Poresis yang menggambarkan berhentinya haid.
Menurut WHO menopause didefinisikan sebagai penghentian
menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular
ovarium. Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut, periode terakhir
retrospektif doitetapkan sebagai saat menopause. Menopause
kadang-kadang juga dinyatakan sebagai masa berhentinya haid
sama sekali. Dapat didiagnosa setelah 1 tahun tidak mengalami
menstruasi. Masa pancaroba ini disertai dengan gejala-gejala yang
khas. Pada premenopause timbul kelainan haid, sedangkan dalam
postmenopause terjadi gangguan vegetatif seperti panas,
berkeringat dan palpitari, gangguan psikis berupa labilitas emosi
dan gangguan organis yang bersifat atrofi alat kandungan dan
tulang.
Menopause didefinisikan secara klinis sebagai suatu periode
ketika seorang wanita tidak lagi mengalami menstruasi karena
produksi hormonnya berkurang atau berhenti. Menopause
merupakan suatu fase dalam kehidupan seorang wanita yang
ditandai dengan berhentinya masa subur.
II.III.2 Jenis-jenis menopause
Menopause dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu menopause alamiah danmenopause prematur (dini).
1. Menopause Alamiah
Menopause ini terjadi secara bertahap, biasanya antara usia
45-55 tahun. Menopause alamiah terjadi pada wanita yang
masih mempunyai indung telur. Durasinya sekitar 5-10 tahun.
Meskipun seluruh proses itu kadang-kadang memerlukan waktu
tiga belas tahun. Selama itu menstruasi mungkin akan berhenti
beberapa bulan kemudian akan kembali lagi. Menstruasi datang
secara fluktuatif. Lamanya, intensitasnya, dan alirannya
mungkin bertambah atau berkurang. Wanita yang mengalami
menopause alamiah mungkin membutuhkan perawatan atau
mungkin tidak membutuhkan perawatan apapun. Hal ini karena
kesehatan mereka secara menyeluruh cukup baik. Selain itu
proses menopause berjalan sangat lambat sehingga tubuhnya
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
terjadi pada saat menopause.
2. Menopause Dini
Menurut dr. ali Baziad, Sp.O.G KFFR, staf pada Bagian
Obstetri dan Ginekologi, FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo,
Jakarta “menopause dini adalah berhentinya haid di bawah usia
40 tahun”. Kalau wanita itu sudah berusia di atas 40 tahun,
misalnya pada usia di atas 40 tahun, misalnya usia 42 dan 43, ia
tidak dikategorikan sebagai wanita yang mengalami menopause
dini. Demikian juga pada wanita usia produktif yang tidak lagi
haid karena pengangkatan rahim, ia tidak dapat disebut sebagai
penderita menopause dini. Ini disebabkan indung telurnya masih
ada dan masih memproduksi sel-sel telur serta mengeluarkan
hormon estrogen. Sementara itu, jika kedua indung telurnya di
angkat, otomatis produksi hormon estrogen terhenti pula.
Otomatis tidak akan mengalami haid lagi untuk seterusnya
sehingga dapat disebut telah mengalami menopause dini.
Menopause ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, bisa karena indung telurnya diangkat, misalnya karena
menderita kanker indung telur. Kedua, diduga karena gaya
hidup, seperti merokok, kebiasaan minum minuman beralkohol,
makanan yang tidak sehat, dan kurang berolah raga. Ketiga bisa
karena pengaruh obat-obatan seperti obat pelangsing dan jamu-
jamu yang tidak jelas zat kimianya. Pada umumnya, obat-obatan
pelangsing memang mengandung zat kimia yang dapat
menghambat produksi hormon.
Gejala menopause dini dengan menopause biasa tidak ada
bedanya, walaupun setiap orang mengalami gejala dalam waktu
yang sama. Tetapi dari segi perubahan fisik penderita
menopause biasanya tampak lebih parah. Ini terlihat dari
keluhan –keluhan yang mereka alami, yaitu osteoporosis dan
penyakit jantung koroner yang datang lebih cepat. Oleh karena
itu datangnya menopause dini perlu diwaspadai.
II.III.3 Tahap-Tahap menopause
Pada dasarnya menopause dibagi menjadi tiga tahap yaitu
masa pramenopause, menopause dan pasca menopause.
1. Pramenopause
Pramenopause yaitu masa transisi antara masa ketika wanita
mulai merasakan gejala menopause (biasanya pada pertengahan
atau akhir usia 40 tahun) dan pada masa siklus haid benar-benar
terhenti (rata-rata 51 tahun). Pada masa pramenopause akan
terjadi perubahan fisik yang berarti.
2. Menopause
Masa menopause menandakan haid terakhir. Penentuan
masa menopause hanya bisa dilakukan setelah seorang wanita
tidak haid lagi selama 1 tahun penuh.
3. Pascamenopause
Masa ini adalah masa setelah haid terakhir seorang wanita.
Dengan kata lain, pascamenopause terjadi setelah masa
menopause. Biasanya, keadaan fisik dan psikologisnya sudah
dapat menyesuaikan dii dengan perubahan-perubahan
hormonalnya.
II.III.4 Gejala Klinis Menopause
Gejala-gejala dari menopause disebabkan oleh perubahan
kadar estrogen dan progesteron. Karena fungsi ovarium berkurang,
maka ovarium menghasilkan lebih sedikit estrogen/progesteron dan
tubuh memberikan reaksi. Beberapa wanita hanya mengalami
sedikit gejala, sedangkan wanita yang lain mengalami berbagai
gejala yang sifatnya ringan sampai berat. Hal ini adalah normal.
Berkurangnya kadar estrogen secara bertahap menyebabkan tubuh
secara perlahan menyesuaikan diri terhadap perubahan hormon,
tetapi pada beberapa wanita penurunan kadar estrogen ini terjadi
secara tiba-tiba dan menyebabkan gejala-gejala yang hebat. Hal ini
sering terjadi jika menopause disebabkan oleh pengangkatan
ovarium.
Perubahan hormonal pada tubuh tersebut berakibat munculnya
gejala-gejala seperti nyeri sendi & sakit pada punggung,
pengeringan pada vagina (sehingga sakit saat melakukan hubungan
seksual), sulit menahan kencing, gangguan mood & emosi tinggi
sehingga menimbulkan stres, selain itu penurunan kadar estrogen
juga mengakibatkan kecenderungan peningkatan tekanan darah,
pertambahan berat badan & peningkatan kadar kolesterol. Pada
jangka panjang keluhan akibat menurunnya kadar estrogen ini
dapat menyebabkan osteoporosis, penyakit jantung koroner,
dementia tipe Alzheimer, stroke, kanker usus besar, gigi rontok &
katarak.
Adapun gejala lain yang terjadi selama menopause yaitu :
a. Ketidakteraturan siklus haid
b. Gejolak rasa panas
d. Perubahan kulit
e. Keringat dimalam hari
f. Sulit tidur
g. Perubahan pada mulut
h. Kerapuhan tulang
j. Penyakit
Bagi kebanyakan wanita keluhan-keluhan tersebut terutama
yang bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari dapat
menimbulkan dampak negatif pada kualitas hidup & rasa percaya
diri. Untuk itu perlu penanganan menopause yang tepat dalam
menghadapinya. Saat ini pengobatan yang paling efektif untuk
mengobati gejala menopause & sekaligus sebagai pencegahan
terhadap osteoporosis adalah dengan terapi berbasis hormon
estrogen yang bertujuan untuk menggantikan penurunan estrogen
yang terjadi saat menopause. Dan untuk wanita menopause yang
masih memiliki uterus (rahim) maka terapi tersebut
dikombinasikan dengan progestogen.
II.III.5 Tanda awal menopause
1. Perubahan kejiwaan
Perubahan yang dialami oleh wanita dengan menjelang
menopause adalah : merasa tua, mudah tersinggunga, mudah
kaget sehingga jantung berdebar, takut tidak bisa memenuhi
kebutuhan seksual suami, rasa takut bahwa suami akan
menyeleweng. Keinginan seksual menurun dan sulit mencapai
kepuasan (orgasme), dan juga merasa tidak berguna dan tidak
menghasilkan sesuatu, merasa memberatkan keluarga dan orang
lain.
2. Perubahan fisik
Pada perubahan fisik seorang wanita mengalami perubahan
kulit. Lemak bawah kulit menghilang sehingga kulit mengendor,
sehingga jatuh dan lembek. Kulit mudah terbakar sinar matahari
dan menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam.pada kulit
tumbuh bintik hitam, kelenjar kulit kurang berfungsi sehingga
kulit menjadi kering dan keriput.
Karena menurunnya estrogen dapat menimbulkan
perubahan kerja usus menjadi lambat, dan mereabsorbsi sari
makanan makin berkurang. Kerja usus halus yang semakin
berkurang maka akan menimbulkan gangguan buang air besar
berupa obstipasi.
Perubahan yang terjadi pada alat genetalia meliputi liang
senggama terasa kering, lapisan sel liang senggama menipis
yang menyebabkan mudah terjadi (infeksi kandung kemih dan
liang senggama). Daerah sensitive makin sulit untuk dirangsang.
Saat berhubungan seksual dapat menjadi nyeri.
Perubahan pada tulang terjadi oleh karena kombinasi
rendahnya hormon paratiroid. Tulang mengalami pengapuran,
artinya kalium menurun sehingga tulang keropos dan mudah
terjadi patah tulang terutama terjadi pada persendian paha.
II.III.6 Terapi Sulih Hormon
Setelah mengetahui keluhan-keluhan tersebut di atas, maka
timbul pertanyaan bagaimana seorang wanita menopause/pasca-
menopause menghadapi keluhan keluhan tersebut. Karena masalah
kesehatan yang timbul pada wanita menopause/ pasca-menopause
disebabkan kekurangan hormon estrogen, maka pengobatannya
pun adalah dengan pemberian hormon pengganti estrogen, yang
dikenal dengan istilah Terapi Pengganti Estrogen atau Estrogen
Replacement Therapy (ERT). Karena pemberian estrogen ini
biasanya dikombinasikan dengan pemberian hormone progesteron,
maka dikenal istilah Terapi Pengganti Hormon (TPH) atau Terapi
Sulih Hormon (TSH) atau Hormone Replacement Therapy (HRT).
Menopause merupakan peristiwa normal dan alamiah yang pasti
dialami setiap wanita dan kejadiannya tidak dapat dicegah sama
sekali, dan pemberian terapi sulih hormon tidak ditujukan untuk
mencegah terjadinya menopause, melainkan hanya ditujukan untuk
mencegah dampak kesehatan akibat menopause tersebut, baik
keluhan jangka pendek maupun jangka panjang (Corwin, 2009).
1. Prinsip Terapi Hormonal
Hormon yang diberikan adalah hormone estrogen (E), akan
tetapi pemberiannya selalu harus dikombinasikan dengan
progesteron (P). Pemberian progesterone antara lain bertujuan
untuk mencegah kanker endometrium, sedangkan pemberian
progesteron untuk pencegahan kanker payudara masih
diperdebatkan, sehingga beberapa ahli menyarankan pemberian
progesteron tetap dilakukan meskipun uterusnya telah diangkat.
Beberapa penelitian pada hewan percobaan dan manusia telah
membuktikan bahwa progesteron memiliki khasiat antimitotik.
Yang paling banyak dianjurkan adalah penggunaan estrogen dan
progesterone alamiah, dan selalu dimulai dengan dosis yang
rendah serta lebih dianjurkan pemberian secara per oral.
Keunggulan dari estrogen alamiah adalah: jarang menimbulkan
mual dan muntah, tidak mengganggu faktor pembekuan darah,
tidak mempengaruhi enzim di hati dan efeknya terhadap tekanan
darah sangat minimal karena tidak meningkatkan renin dan
aldosteron. Beberapa contoh estrogen alamiah yang digunakan
serta dosis yang dianjurkan adalah :
a. Estrogen konjugasi dengan dosis 0,625 - 1,25 mg/hari
b. Estropipate, piperazin estron sulfat dengan dosis 0,75 mg -
1,5 mg/hari
c. Estradiol valerat dengan dosis 1 – 2 mg/hari
d. Estriol suksinat dengan dosis 4 – 8 mg/hari
Progesteron alamiah mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan dengan progesteron sintetik, yaitu: sifat
antiandrogenik (jarang menimbulkan sifatsifat virilisasi), tidak
perlu diaktifkan terlebih dahulu di hati, dan tidak menurunkan
kadar HDL. Beberapa progesteron alamiah yang digunakan dan
dosis yang dianjurkan adalah :
a. Medroksi progesteron asetat (MPA) dengan dosis 2 - 2,5
mg/hari
b. Didrogesteron dengan dosis 5 mg/hari.
Estrogen sintetik dapat meningkatkan tekanan darah
melalui peningkatan system renin-aldosteron-angiotensinogen,
sedangkan progesteron sintetik (turunan noretisteron) dapat
mempengaruhi High Density Lipoprotein (HDL) dan Low
Density Lipoprotein (LDL) serum serta menghambat khasiat
positif dari estrogen terhadap pembentukan HDL. Seperti telah
diketahui, bahwa penurunan kadar HDL serum akan
meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (PJK). Cara
pemberian yang sangat efektif adalah secara oral. Keuntungan
pemberian cara oral adalah dapat menstimulasi metabolisme
kolesterol HDL di hati dan faktor-faktor tertentu di hati yang
dapat membentuk metabolisme kalsium, sehingga sangat baik
digunakan untuk mencegah kekeroposan tulang dan perkapuran
dinding pembuluh darah (aterosklerosis). Bila tidak dapat
diberikan terapi sulih hormon (TSH) secara oral, misalnya
timbul mual, muntah atau lainnya, maka dapat dipikirkan
pemberian cara lain, yaitu estrogen transdermal berupa plester
dengan dosis 25-50 ug/hari. Selain itu dapat juga diberikan
estrogen dalam bentuk krem, yang sangat baik untuk mengatasi
keluhan berupa atrofi epitel vagina (dispareunia). Kedua cara
pemberian tersebut (transdermal dan krem) perlu juga disertai
dengan pemberian progesteron.
Beberapa kontraindikasi yang harus diketahui sebelum
pemberian TSH dimulai antara lain adalah: hipertensi kronik
(telah dimulai sebelum menopause), obesitas, varises yang berat,
menderita penyakit kelenjar tiroid atau sedang dalam perawatan,
menderita atau dengan riwayat penyakit hati yang berat, hasil
pap smear abnormal, kanker payudara dan gangguan fungsi
ginjal. Kontraindikasi yang begitu banyak sebenarnya berlaku
untuk pemberian pil kontrasepsi, karena pil kontrasepsi
mengandung hormon estrogen dan progesteron sintetik,
sedangkan terapi sulih hormon menggunakan hormone alamiah.
Beberapa kontraindikasi seperti diabetes mellitus, hipertensi,
penyakitjantung koronoer, stroke merupakan kontraindikasi
untuk pil kontrasepsi, namun bukan merupakan kontraindikasi
untuk pemberian terapi sulih hormon. Organisasi Kesehatan se
Dunia (World Health Organization/WHO) pada tahun 1997
telah membuat kesepakatan bahwa untuk pencegahan keluhan
jangka panjang perlu diberikan TSH sedini mungkin, yaitu 1-2
tahun setelah masa menopause, meskipun wanita tersebut belum
mengalami keluhan apapun(9) . Keluhan-keluhan yang timbul
akibat kekurangan estrogen pada umumnya baru akan
menghilang setelah pengobatan berlangsung selama 18-24
bulan. Mengenai berapa lama TSH dapat diberikan, masih
terjadi silang pendapat, namun kebanyakan ahli menganjurkan
penggunaannya selama 10-20 tahun, atau selama wanita tersebut
masih merasa nyaman dan ingin terus menggunakannya. Selama
pemberiannya dikombinasikan dengan progesteron, maka tidak
perlu takut dengan keganasan. Jarang dijumpai penyembuhan
dalam waktu singkat. Bila setelah beberapa bulan pengobatan
keluhan tidak juga hilang meskipun dosis telah dinaikkan, maka
perlu dicari faktor-faktor lain yang mungkin terjadi bersamaan
dengan keluhan klimakterik (Corwin, 2009).
2. Efek Samping dan Penanganan
Efek samping yang muncul pada pemberian terapi sulih
hormon umumnya disebabkan oleh dosis estrogen atau
progesteron yang tidak tepat, baik karena dosis yang terlalu
“tinggi” atau mungkin juga karena dosis yang kurang atau
terlalu rendah:
a. Nyeri payudara, hal ini disebabkan estrogen yang tinggi,
sehingga dosis estrogen yang diberikan perlu diturunkan,
meskipun dapat juga disebabkan oleh dosis progesterone
yang tinggi (jarang).
b. Peningkatan berat badan, hal ini dapat disebabkan oleh
retensi cairan. Oleh karena estrogen dapat menyebabkan
retensi cairan, maka dosis pemberiannya perlu diturunkan.
c. Perdarahan bercak (spotting), hal ini disebabkan oleh dosis
estrogen yangrendah, sehingga dosis pemberian estrogen
perlu dinaikkan; atau dapat juga disebabkan oleh dosis
progesterone yang tinggi, maka dosis pemberian
progesteron perlu diturunkan.
d. Perdarahan banyak (atipik), hal ini disebabkan oleh dosis
estrogen yang tinggi, sehingga dosis estrogen perlu
diturunkan sedangkan dosis progesteron dinaikkan. Bila
dengan cara ini tetap saja terjadi perdarahan banyak,
dianjurkan untuk dilakukan dilatasi & kuretase. Bila hasis
pemeriksaan patologi anatomik (PA) menunjukkan
hiperplasia adenomatosa, dianjurkan untuk histerektomi,
atau bila pasien menolak histerektomi, maka terapi
diteruskan dengan pemberian progesteron saja (tanpa
estrogen), dan dilakukan mikrokuret tiap 3 bulan. Bila
hasil PA menunjukkan hiperplasia kistik, terapi sulih
hormon dapat diteruskan dengan dosis progesteron yang
lebih tinggi (misalnya estrogen 0,625 mg dan progesteron
10 mg/hari dan pasien dianjurkan untuk mikrokuret tiap 3
bulan.
e. Sakit kepala (migren) dan leukorea (keputihan), hal ini
disebabkan oleh estrogen yang terlalu tinggi, sehingga
dosis pemberiannya perlu dikurangi.
f. Pruritus berat, hal ini disebabkan karena efek estrogen,
sehingga pemberian estrogen sebaiknya dihentikan dan
hanya diberikan progesteron saja.
II.III.7 Terapi Sulih Hormon dan Keganasan
Salah satu alasan mengapa pemberian terapi pengganti
estrogen masih sangat rendah adalah karena adanya ketakutan akan
terjadinya keganasan pada payudara dan endometrium. Alasan dan
ketakutan ini sesungguhnya telah banyak disanggah oleh hasil
beberapa penelitian. Dasar yang digunakan umumnya adalah
pengertian bahwa TSH sama dengan pil kontrasepsi (pil keluarga
Berencana (pil KB)). Pil KB tidak dianjurkan penggunaannya
untuk pengobatan maupun pencegahan pada wanita menopause
karena pil KB mengandung estrogen dan progesterone sintetik
yang dapat menimbulkan berbagai efek samping, sedangkan yang
digunakan sebagai TSH adalah estrogen dan progesteron alamiah.
Untuk mencegah terjadinya keganasan, pemakaian estrogen harus
selalu dikombinasikan dengan progesteron. Lama pemberian
progesteron paling sedikit 10-14 hari. Beberapa penelitian pada
hewan maupun manusia telah membuktikan bahwa progesteron
memiliki khasiat antimitotik. Namun demikian penambahan
progesteron untuk mencegah terjadinya kanker payudara hingga
kini masih diperdebatkan dan menimbulkan silang pendapat di
antara para ahli. Di Amerika Serikat misalnya, pada wanita yang
telah diangkat rahimnya hanya diberikan estrogen tanpa
dikombinasi dengan progesteron. Para ahli di Amerika Serikat
tidak begitu percaya bahwa progesterone dapat mencegah
terjadinya kanker payudara. Sebaliknya di Australia maupun
beberapa negara di Eropa dan Asia pemberian progesteron selalu
digunakan bersama dengan estrogen untuk menekan angka
kejadian kanker payudara. Dari beberapa penelitian retrospektif
maupun prospektif yang pernah dilakukan ternyata masih
menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Ada yang menemukan
peningkatan terjadinya kanker payudara, namun ada juga yang
tidak menemukannya. Progesteron telah dibuktikan sangat efektif
menghambat kanker payudara yang sudah menyebar jauh
(metastasis) dari pada pengobatan dengan tamoksifen. Telah
terbukti pula bahwa estrogen yang dikombinasikan dengan
progesteron ternyata sangat efektif untuk kanker payudara stadium
IV. Tujuh hari pertama diberikan estrogen untuk memicu
pembentukan reseptor progesterone pada sel-sel kanker, baru
kemudian diikuti dengan pemberian progesteron selama 21 hari.
Dengan cara ini didapat remisi sebanyak 56,7%. Telah dilakukan
pula penelitian pada wanita pascamenopause yang diberikan
estrogen dan progesteron (dalam bentuk estrogen konjugasi dan
medroksi progesteron asetat/MPA) selama 22 tahun. Penelitian
dilakukan secara prospektif dan tersamar ganda, di mana 84 wanita
diberikan TSH dan 84 wanita lainnya diberikan plasebo. Setelah 22
tahun ditemukan 4,8% kanker payudara pada wanita yang
diberikan plasebo, sedangkan pada wanita yang mendapat TSH
selama 22 tahun tidak menyebabkan kanker payudara. Penelitian
lain yang dilakukan pada 23 wanita yang diberikan TSH selama 12
tahun juga tidak ditemukan kanker payudara. Pada tabel 1 berikut
ini dapat dilihat angka kejadian kanker payudara pada wanita
klimakterium yang tanpa pengobatan sulih hormon dibandingkan
dengan mereka yang mendapat terapi TSH (estrogen saja peroral,
estrogen krem, estrogen ditambah progesteron maupun progesteron
saja) (Corwin, 2009).
II.III.8 Pengamatan Lanjutan (Follow-up)
Setelah diberikan terapi sulih hormon, maka 1 bulan
kemudian pasien diminta untuk datang kembali dengan tujuan
untuk melihat apakah ada efek samping yang terjadi, atau apakah
dosis yang diberikan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila tidak
ada masalah, maka pasien dianjurkan untuk kembali setiap 3 - 6
bulan. Setiap kali datang diukur tekanan darah, ditimbang,
dilakukan perabaan payudara, pap smear dan pemeriksaan
laboratorium kima darah seperti pada saat pertama datang, dan
pemeriksaan ultrasonografi genitalia interna. Setiap 12 bulan
dilakukan pemeriksaan USG dan densitometer tulang, dan setiap 3
tahun dilakukan pemeriksaan payudara dengan USG dan
mammografi. Perhatian khusus dan pengawasan lebih ketat perlu
diberikan kepada wanita pengguna terapi sulih hormon yang
keluarganya menderita kanker payudara.