menjaga jarak terhadap masalah
TRANSCRIPT
8/9/2019 Menjaga Jarak Terhadap Masalah
http://slidepdf.com/reader/full/menjaga-jarak-terhadap-masalah 1/3
MENJAGA JARAK DENGAN MASALAH
( Mengungkap Kedalaman Falsafah Hidup Qurani )
Oleh : E. Nadzier Wiriadinata
Kehidupan manusia di dunia ini senantiasa bergerak dari satu masalah ke masalah
berikutnya. Tak ada satupun manusia yang terbebas dari masalah. Menghindari
masalah dalam arti sebenarnya mustahil dilakukan oleh siapapun karena kehidupan di
dunia itu sendiri pada hakekatnya mengandung masalah. Masalah itu sendiri
mengandung kadar yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ketika
seseorang berkata, ³ Sesuatu bisa saja masalah bagi seseorang , tetapi bisa jadi bukan
masalah bagi yang lainnya´ maka sebenarnya orang itu berbicara tentang µkadar¶
masalah.
Ketika seseorang meraih keberhasilan, sepintas sepertinya bukan masalah, tetapiapabila kita telusuri lebih lanjut, keberhasilan itu sendiri secara potensial sangat
terbuka untuk menimbulkan masalah, baik buat dirinya atau ataupun pihak lain.
Sebagai misal, Keberhasilan terkadang membuat seseorang menjadi besar kepala,
arogan, menganggap rendah orang lain dan sebagainya.
Menghindari masalah selain merupakan sikap yang tidak bijak karena akan membuat
masalah tersebut kemungkinan bisa bertambah besar, juga dikhawatirkan akan bisa
memunculkan masalah-masalah baru yang lebih rumit. Namun, kita pun sepenuhnya
menyadari bahwa upaya menuntaskan suatu masalah juga bukanlah hal yang mudah
karena butuh waktu, tenaga dan fikiran, bahkan terkadang memakan biaya. Karenanya
tidaklah aneh bila tidak setiap orang siap menghadapi masalah.
Ketika seseorang dihinggapi masalah seringkali gangguan psikhis muncul. Gangguan
psikhis tersebut bisa berupa stress, depresi dan sebagainya. Bahkan seringkali
gangguan psikhis tersebut berdampak pada penurunan kondisi kesehatan fisik/jasmani
sebagai akibat dari terganggunya kenikmatan makan, kenyamanan tidur, dan
sebagainya.
Jika kita telusuri secara mendalam sebenarnya munculnya gangguan psikhis saat
masalah menghinggapi kita adalah dikarenakan kadar sikap reaktif kita yang
berlebihan terhadap masalah tersebut. Sikap reaktif tersebut muncul karena
ketidaksiapan kita secara mental menghadapi masalah tersebut. Jika demikian halnya,langkah strategis apa yang seharusnya kita lakukan agar secara mental kita siap
menghadapi masalah yang hinggap dan merongrong kehidupan kita ?
Islam sangat menganjurkan kepada kita agar ketika masalah datang jangan pernah
masalah tesebut masuk dan bercokol dalam hati kita karena µhati¶ bukanlah tempat
masalah. Hati adalah sebuah µwilayah¶ yang harus dipelihara kesucian dan
kebeningannya. Bukankah kualitas hati sangat identik dengan kualitas kemanusiaan
8/9/2019 Menjaga Jarak Terhadap Masalah
http://slidepdf.com/reader/full/menjaga-jarak-terhadap-masalah 2/3
seseorang ( Inna fi al-jasad mudghah, idza shaluhat shaluha al jasad kulluh, wa idza
fasadat fasada al-jasad kulluh, ala wa hiya al-qalb). Membiarkan masalah masuk
menerobos dan bercokol dalam hati sama halnya dengan membiarkan masalah
tersebut menguasai hati kita. Sekali itu terjadi maka sebenarnya kita telah
membiarkan proses pelemahan kualitas kemanusiaan kita terjadi, yaitu berupa
merebaknya gejolak kejiwaan berupa stress, depresi dan sebagainya. Oleh karena itu,mau tidak mau kita hendaknya terus berupaya seoptimal mungkin agar masalah itu
senantiasa tetap berada diluar wilayah µhati¶.
Kemampuan mempetahankan agar masalah tidak masuk dalam µwilayah¶ hati adalah
identik dengan kemampuan menjaga jarak dengan masalah. Dikatakan µkemampuan¶
karena menjaga jarak terhadap masalah adalah sesuatu yang bisa dilatih dan dikuasai
melalui mekanisme latihan tertentu. Hanya dengan dengan kemampuan menjaga jarak
dengan masalah inilah kita akan sanggup mengamati dan menelaah masalah secara
obyektif dan jernih untuk kemudian meresponsnya dengan positif. Kemampuan
tersebut memang sangat mudah diucapkan tetapi perlu perjuangan ekstra keras untuk
menguasainya.
Kalau kita kaji ayat-ayat yang tertuang dalam al-Quran banyak sekali kiat-kiat yang
Allah anjurkan agar hambanya memiliki kemampuan untuk menjaga jarak dengan
masalah, diantaranya adalah anjuran agar berupaya menanamkan dan menumbuh-
kembangkan kebiasan untuk berdzikir. Bukankah dzikir adalah basis dari semua
ibadah? Tidak ada satupun ibadah yang tidak berbasis dzikir. Bukankah Allah sendiri
dalam firman-Nya menegaskan bahwa shalat lima waktu yang senantiasa kita dirikan
basisnya adalah dzikir ( Aqimish-sholaata lidzikri )? Bukankah Allah mengendaki
agar hamba-Nya melaksanakan dzikir sebanyak-banyaknya dalam keadaan apapun
(an-Nisa:103)? Bukankah Allah pun menegaskan dan menjanjikan di beberapa ayat-
Nya bahwa dzikir adalah media yang bisa diandalkan untuk mewujudkan ketenangan
dan kelapangan bathin hamba-Nya (al-Ra¶d:28)? Sayangnya dzikir (baik khofi
maupun jahr) belum dilaksanakan secara proporsional dalam aktivitas keberagamaan
kita. Bahkan sikap tawakkal, shabar dan syukur yang juga sangat mendukung kita
untuk mampu menjaga jarak dengan masalah belakangan ini hanya sekedar dijadikan
sebagai obyek pemahaman otak semata, sehingga ketiga sikap tersebut telah
kehilangan µruh¶nya.
Dzikir, demikian juga sikap tawakkal, shabar, dan syukur akan mampu mewujudkan
sebuah kesadaran dalam jiwa kita bahwa :
1. Dalam hidup ini ada skenario/kehendak/taqdir Allah yang tidak kita ketahuitapi ikut mengatur arah hidup kita
2. Berjuang adalah sebuah keharusan tapi kesiap-sediaan untuk menerima
kenyataan pahit juga sebuah keharusan3. Tidak semua yang kita inginkan di dunia ini akan berhasil kita raih
4. Allah senantiasa hadir bersama kita, mendengarkan keluhan kita, dan MahaMengetahui apa yang terbaik buat masa depan kita
8/9/2019 Menjaga Jarak Terhadap Masalah
http://slidepdf.com/reader/full/menjaga-jarak-terhadap-masalah 3/3
Keempat point diatas adalah kualitas-kualitas kejiwaan yang akan mampu
membangun suatu kemampuan menjaga jarak dengan masalah. Suatu kemampuan
yang memungkinkan seseorang untuk tidak akan membiarkaan fikiran dan
perasaannya memasuki ranah yang sepenuhnya berada dalam wewenang Sang
Pencipta. Suatu kemampuan yang juga membuatnya mampu mengelola berbagai
gejolak perasaan yang senantiasa muncul saat melakukan respons atas beragammasalah yang dihadapinya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa
kemampuan itupun akan membuatnya semakin arif dalam menjalani kehidupan yang
kompetitif dan penuh godaan ini. Sebuah kearifan yang belakangan ini dari waktu ke
waktu seakan terkikis dalam jiwa kita sebagai sebuah bangsa.