mengimplementasikan strategi samudra biru
DESCRIPTION
Mengimplementasikan "Blue Ocean Strategy"TRANSCRIPT
BAB I
MENGATASI RINTANGAN-RINTANGAN UTAMA ORGANISASI
A. Rintangan Utama Organisasi
Setelah merumuskan strategi samudra biru, perusahaan harus
mengimplementasikan strategi tersebut. Tentu saja, setiap strategi memiliki
kesulitan tersendiri untuk diimplementasikan. Banyak manajer meyakini bahwa
tantangan yang ada sangat berat. Mereka menghadapi empat rintangan.
Rintangan pertama yaitu rintangan kognitif: menyadarkan karyawan akan
pentingnya perpindahan strategis. Samudra merah mungkin bukan jalan menuju
pertumbuhan menguntungkan masa depan, tapi samudra merah itu terasa nyaman
bagi orang-orang dan bahkan terbukti masih berguna bagi organisasi. Jadi untuk
apa mengubah kondisi ini ?
Rintangan kedua adalah keterbatasan sumber daya. Semakin besar
pergeseran dalam strategi, semakin besar sumber daya yang yang dibutuhkan
untuk mengimplementasikan strategi tersebut.
Rintangan ketiga adalah motivasi. Bagaimana anda memotivasi pemain-
pemain kunci untuk bergerak cepat dan dengan tangkas meninggalkan status quo?
Ini membutuhkan waktu bertahun-tahun dan manajer tidak punya waktu selama
itu.
Rintangan terakhir adalah rintangan politis. Sebagaimana dikemukakan
seorang manajer, ”Dalam organisasi kami, anda ditembak dulu sebelum berdiri.”
Untuk mengatasi rintangan ini secara efektif, perusahaan harus membuang
pengetahuan lama mengenai cara melakukan perubahan. Pengetahuan lama
menyatakan, semakin besar perubahan, semakin banyak sumber daya dan waktu
yang dibutuhkan untuk membuahkan hasil. Jadi, anda perlu menantang
pengetahuan umum ini dengan menggunakan apa yang disebut kepemimpinan
tipping point. Kepemimpian ini memungkinkan anda mengatasi hambatan dengan
cepat dan dengan biaya rendah, sembari juga mendapatkan dukungan karyawan
dalam mengeksekusi perpindahan dari status quo.
B. Mendobrak Rintangan Kognitif
Dalam banyak transformasi perusahaan dan upaya turnaround
(penjungkir-balikan keadaan), pertempuran tersulit adalah membuat orang
menyadari perlunya pergeseran strategis dan perlunya menyepakati tujuan
pergeseran tersebut. Kebanyakan CEO akan berusaha menekankan pentingnya
perubahan hanya dengan menunjuk angka-angka dan bersikeras bahwa
perusahaan sudah siap untuk mencapai hasil yang lebih baik. Namun,
kepemimpinan tipping point tidak mengandalkan angka-angka untuk mendobrak
rintangan kognitif organisasi, para pemimpin harus memberi perhatian pada aksi
dari pengaruh tak proporsional.
Kepemimpinan tipping point melandaskan diri pada pengetahuan seeing is
believing untuk mengilhami perubahan cepat pada kerangka berpikir, yang
didorong secara internal oleh pikiran orang itu sendiri. Alih-alih mengandalkan
angka untuk merobohkan rintangan kognitif, pata pemimpin tipping point
membuat orang merasakan perlunya perubahan
C. Melompati Rintangan Sumber Daya
Daripada berfokus pada untuk mendapatkan lebih banyak sumber daya,
para pemimpin tipping point berkosentrasi melipatgandakan nilai dari sumber
daya yang mereka miliki. Berkenaan dengan kelngkaan sumber daya, ada tiga
faktor pengaruh tak professional yang bisa ditingkatkan eksekutifuntuk
melepaskan sumber daya secara dramatis, di satu sisi, dan melipatgandakan nilai
sumber daya di sisi lain. Tiga faktor itu adalah titik panas, titik dingin dan dagang-
sapi.
Titik panas adalah kegiatan-kegiatan yang memiliki input sumber daya
rendah, tapi keuntungan kinerja potensial yang tinggi. Sebaliknya titik dingin
adalah kegiatan-kegiatan yang memiliki input sumber daya yang tinggi, tapi
dampak kinerja yang rendah. Dalam setiap organisasi, biasanya banyak terdapat
titik panas dan titik dingin. Dagang-sapi adaalah mentransaksikan atau
menukarkan kelbihan sumber daya unit di suatu area dengan kelebihan sumber
daya unit lain demi mengisi celah sumber yang ada. Dengan belajar menggunakan
sumber daya yang ada secara tepat, perusahaan kerap mendapati bahwa mereka
bisa langsung merobohkan rintangan sumber daya.
D. Melompati Rintangan Emosional
Untuk mencapai titik keberhasilan (tipping point) organisasi dan
mengeksekusi strategi samudra biru, anda harus menyadarkan pegawai akan
perlunya perubahan strategis dan mengidentifikasi bagaimana perubahan itu bisa
dicapai dengan sumber daya yang terbatas. Supaya suatu strategi baru bisa
menjadi gerakan, orang tidak hanya harus menyadari apa yang harus dilakukan,
tetapi juga menindaklanjuti kesadaran itu dalam cara lestari dan bermakna.
Alih-alih mendifusikan secara luas upaya menuju perubahan, para
pemimpin tipping point menapaki jalan berbeda dan berusaha mencapai
pemusatan yang masif. Mereka berfokus pada tiga faktor pengaruh tak
proporsional dalam memotivasi pegawai, yaitu faktor pemain kunci (kingpin),
manajemen kolam ikan (fishbowl management), dan atomisasi.
Supaya perubahan strategis menghasilkan dampak yang riil, pegawai
disetiap tingkatan harus bergerak bersama-sama. Namun, untuk memicu
terjadinya gerakan energi positif yang menyeluruh, jangan terlalu menyebarkan
upaya sendiri. Justru harus mengosentrasikan upaya pada kingpin yaitu para
pemberi pengaruh kunci dalam organisasi.
Inti upaya memotivasi para kingpin secara lestari dan bermakna adalah
berusaha menyoroti tindakan-tindakan mereka secara berulang-ulang dan tampak
jelas. Inilah yang kami sebut dengan manajemen kolam ikan, dimana tindakan dan
kepastian (inaction) para kingpin ditampakkan setransparan mungkin kepada satu
sama lain sebagaimana ikan transparan dalam kolam air. Dengan menempatkan
para kingpin dlam kolam ikan seperti ini, anda meningkatkan konsekuensi yang
akan diterima kingpin jika mereka bersikap pasif. Cahaya disorotkan kepada
orang-orang yang tertinggal dan panggung yang layak dibuat untuk merayakan
para agen perubahan. Supaya manajemen kolam ikan bisa bekerja, manajemen ini
harus didasarkan pada transparansi, inklusi, dan proses yang adil.
Faktir pengaruh tak proporsional adalah atomisasi. Atomisasi berkaitan
dengan pembingkaian tantangan strategis salah satu tugas paling sensitive dan
subtil bagi pemimpin tipping point. Jika orang tidak yakin bahwa tantangan
strategis bisa ditaklukkan, perubahan cenderung tidak berhasil. Supaya tantangan
bisa ditaklukkan, tantangan tersebut dipecah mebjadi atom-atom kecil yang bisa
ditangani oleh para petugas dalam berbagai tingkatan.
E. Merobohkan Rintangan Politis
Untuk mengatasi kekuatan-kekuatan politik ini, pemimpin tipping point
berfokus pada tiga faktor pemberi pengaruh tak proporsional: memanfaatkan
malaikat, membungkam iblis, dan merekrut seorang consiglie pada tim
manajemen atas Anda. Malaikat adalah orang yang paling mendapatkan manfaat
dengan adanya perubahan strategis. Iblis adalah orang-orang yang paling
mendapat kerugian dari perubahan strategis. Dan, consigliere adalah orang yang
piawai secara politis, tapi sangat dihormati, yang sudah tahu mengenai jebakan
yang ada, termasuk orang-orang yang akan menentang dan orang-orng yang
mendukung anda.
F. Menentang Pengetahuan Umum
Kepemimpinan tipping point mengambil jalan berbeda. Untuk mengubah
massa, kepemimpinan ini berfokus mentransformasikan kubu-kubu ekstreem:
orang-orang, tindakan, dan kegiatan yang memberikan pengaruh tak proporsional
kepada kinerja. Dengan mentransformasikan kubu-kubu ekstreem, para pemimpin
tipping point mampu mengubah kondisi inti dengan cepat dengan biaya rendah
demi mengeksekusi strategi baru mereka.
Tidaklah pernah mudah untuk mengeksekusi perubahan strategis, dan
melakukannya secara cepat dengan sumber daya terbatas bahkan lebih sulit lagi.
Tetapi hal ini bisa dicapai dengan meningkatkan kepemimpinan tipping point.
Dengan secara sadar menangani rintangan atau hambatan-hambatan terhadap
pengeksekusian strategi dan berfokus
BAB II
MENGINTEGRASIKAN EKSEKUSI KE DALAM STRATEGI
A. Proses yang Buruk bisa Merusak Eksekusi Strategi
Karena tidak dilibatkan dalam proses pembuatan strategi ataupun
diberutahu mengenai alasan bagi perubahan strategi, pandangan karyawan
terhadap sistem ahli sangat berbeda dengan pandangan tim desain atau
manajemen. Bagi karyawan, itu adalah ancaman langsung bagi apa yang mereka
sebut dengan kontribusi mereka yang paling berharga.
Karena karyawan merasa terancam dan seiring menentang sistem ahli
dengan meragukan keefektifan sistem itu terhadap pelanggan, penjualan pun tidak
meningkat. Setelah mengutuk kepercayaan dirinya dan belajar dengan pahit
mengenai pentingnya resiko manajerial berdasarkan proses yang baik, manajemen
terpaksa menarik sistem ahli dari pasar dan berusaha membangun kepercayaan
tenaga wiraniaganya.
B. Kekuatan Proses yang Adil
Proses yang adil mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi dengan
menciptakan penerimaan orang terlebih dahulu. Ketika proses yang adil
diterapkan dalam proses pembuatan strategi, orang percaya bahwa ada medan
permainan yang setara. Ini mengilhami mereka untuk bekerja sama secara
sukarela dalam mengeksekusi keputusan-keputusan strategis yang dihasilkan.
Kerja sama sukarela lebih dari eksekusi mekanis, dimana orang hanya
melakukan apa yang diperlukan untuk bertahan. Kerja sama sukarela melibatkan
kegiatan yang melebihi kewajiban yang digariskan, dimana individu mengerahkan
energy dan inisiatif mereka sebaik mungkin bahkan menundukkan kepentigan
pribadi demi mengeksekusi strategi yang dihasilkan.
C. Tiga Prinsip E dari Proses yang Adil
Engagement atau emosi keterlibatan berarti melibatkan individu dalam
keputusan-keputusan strategis yang memengaruhi mereka dengan meminta
masukan dari mereka dan member kesempatan bagi mereka untuk saling menolak
ide dan asumsi satu sama lain. Engagement mengkomunikasikan rasa hormat
manajemen terhadap individu dan ide-ide mereka. Mendorong penolakan akan
mempertajam pemikiran semua orang dan membangun kebijaksanaan kolektif
yang lebih baik.
Eksplanasi atau penjelasan berarti bahwa setiap orang yang terlibat dan
terpengaruh harus memahami kenapa keputusan strategis dibuat. Penjelasan
terhadap pemikiran yang mendasari keputusan menjadikan orang yakin bahwa
manajer telah mempertimbangkan opini mereka dan telah membuat keputusan
secara netral demi kepentingan perusahaan secara keseluruhan.
Expectation clarity atau ekspektasi yang jelas menuntut bahwa setelah
sebuah strategi siap, manajer menyatakan aturan-aturan permainan dengan jelas.
Meskipun ekspektasi yang ada mungkin berat, pegawai harus tahu sedari awal
standar apa yang akan digunakan untuk menilai mereka dan sanksi apa yang
dijatuhkan untuk kegagalan. Apa saja tujuan strategi baru? Apa saja target dan
tonggak penting yang baru? Siapa yang bertanggungjawab untuk sesuatu hal?
Untuk mencapai proses yang adil, tujuan, ekspektasi dan tanggungjawab baru
menjadi kurang penting dibandingkan pemahaman terhadap tujuan, ekspektasi,
dan tanggung jawab baru tersebut. Ketika orang dengan jelas memahami apa yang
diharapkan dari mereka, permainan politik dan favoritism diminimalkan dan
orang bisa berfokus pada mengeksekusi strategi secara cepat.
Digabungkan bersama, ketiga kriteria ini secara kolektif berujung pada
apakah suatu proses adil ataukah tidak. Ini penting karena kurangnya salah satu
dari ketiga elemen itu tidak bisa menentukan apakah suatu proses adil ataukah
tidak.
Kenapa proses yang adil itu penting dalam membentuk sikap dan perilaku
seseorang? Secara khusus, kenapa kepatuhan atau pelanggaran terhadap proses
yang adil dalam perumusan strategi memiliki kekuatan mewujudkan atau
menggagalkan eksekusi suatu strategi? Ini semua karena pengakuan emosional
dan intelektual.
Secara emosional, individu mencari pengakuan terhadap nilai mereka,
bukan sebagai buruh, personalia, atau sumber daya manusia, melainkan sebagai
manusia yang diperlakukan dengan rasa hormat. Individu juga ingin nilai individu
mereka dihargai dimanapun level mereka dalam organisasi.
D. Teori Pengakuan Emosional dan Intelektual
Menggunakan proses yang adil dalam perumusan strategi sangat terkait
dengan pengakuan emosional dan intelektual. Dalam praktik terbukti bahw ada
semangat untuk mempercayai dan menghargai individu, sebagaimana juga ada
kepercayaan mendalam kepada pengetahuan, bakat dan keahlian individu.
Ketika individu merasa nilai inteektual mereka diakui, mereka bersedia
berbagi pengetahuan. Malahan, mereka meras terinspirasi untuk meneguhkan dan
membuktikan ekspektasyang diminta dari nilai intelektual mereka, sehingga
mereka terdorong mencetuskan ide-ide kreatif dan berbagi pengetahuan.
BAB III
KELANGGENGAN DAN PEMBARUAN STRATEGI SAMUDRA BIRU
A. Hambatan terhadap Peniruan
Strategi samudra biru memiliki hambatan-hambatan cukup besar untuk
bisa ditiru. Sejumlah hambatan ini bersifat operasional, dan sejumlah yang lain
bersifat kognif, sering kali, suatu strategi samudra biru akan berjalan tanpa
tantangan-tantangan berarti selama 10-15 tahun.
Adapun hambatan untuk meniru strategi samudra biru:
1. Inovasi nilai tidak masuk akal bagi logika konvensional suatu
perusahaan
2. Strategi samudra biru bisa berkonflik dengan citra merek perusahaan
lain.
3. Moopoli alamiah: pasar kerap tidak bisa mendukung pemain kedua.
4. Paten atau izin hukum menghalangi peniruan.
5. Volume tinggi menghasilkan eunggulan biaya yang cepat bagi sang
innovator nilai, dan menciutkan nyali pengekor untuk memasuki pasar.
6. Eksternalitas jaringan menghambat perusahaan untuk melakukan
peniruan.
7. Peniruan kerap menuntut perubahan politik, operasional, dan cultural
yang signifikan.
8. Perusahaan melakukan inovasi nialai mendapatkan popularitas dari
mulut - ke mulut dan konsumen loyal yang cenderung menciutkan
pengekor.
B. Waktu yang Tepat untuk Inovasi Selanjutnya
Akan tetapi, akhirnya, hampir setiap strategi samudra biru pasti akan
ditiru. Ketika para pengekor berusaha merebut pangsa pasar dari samudra biru,
perusahaan yang sudah menerapkan strategi samudra biru biasanya melancarkan
serangan untuk mempertahankan basis konsumen yang sudah didapatkan dengan
susah payah. Tetapi para pengekor seringkali melawan.
Untuk menghindari jebakan, perusahaan perlu memonitor kurva-kurva
nilai dalam kanvas strategi. Memonitor kurva nilai member sinyal kapan harus
melakukan inovasi nilai dan kapan tidak. Kegiatan memonitor ini memberi
peringatan untuk menciptakan samudra biru lain ketika kurva nilai mulai menyatu
dengan kurva para pesaing.