mengamati potensi kelahiran kembar kambing lokal
TRANSCRIPT
MENGAMATI POTENSI KELAHIRAN KEMBAR KAMBING LOKAL DAN F1 BOER PADA KELAHIRAN PERTAMA DAN KEDUA
oleh;
Ir. Bey Ndaru, M.Sc. Widyaiswara Madya BBPP Batu
Spesialisasi Produksi Ternak Potong
RINGKASAN
Karya tulis yang berjudul Potensi Kelahiran Kembar Kambing Lokal dan F1 Boer yang dilakukan di Kota Batu dan Kabupaten Malang dengan menggunakan sample induk kambing lokal sebanyak 32 ekor dan F1 boer sebanyak 40 ekor yang telah beranak pertama dan kedua. Adapun tujuan karya tulis ini adalah untuk mengetahui potensi kelahiran kembar diantara keduanya.
Karya tulis ini menggunakan metode survey dan pengamatan langsung di lapang dengan mencatat persentase litter size kambing local dan F1 boer. Hasil analisis data menyebutkan bahwa hasil t-test 95% confidence kambing lokal kelahiran I&II sebesar .039 pada sehingga dinyatakan berbeda nyata. Pada kambing boer kelahiran I&II hasil t-test 90% confidence sebesar .054 sehingga dinyatakan berbeda nyata, antara kambing lokal dan F1 boer kelahiran pertama sebesar .386 sehingga dinyatakan berbeda nyata pada t-test 95% confidence dan pada kambing local dan F1 boer beranak kedua sebesar .983 sehingga dinyatakan berbeda nyata pada t-test 90% confidence.
Dari karya tulis ini disimpulkan bahwa kambing boer memiliki litter size lebih tinggi dari kambing lokal pada kelahiran pertama dan kedua. Sehingga disarankan pada peternak untuk memelihara kambing boer terutama pada keturunan pertama karena munculnya sifat heterosis.
Kata kunci; litter size kambing local, litter size kambing boer.
Batu, 26 Nopember 2014 Penyaji,
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi peternak kambing, kelahiran kembar merupakan suatu dambaan
karena dinilai lebih menguntungkan dari pada kelahiran tunggal, meskipun
bobot lahir per ekor anak kembar lebih rendah. Menurut Land dan Robinson
1985, bahwa Produktivitas kambing menentukan pendapatan usaha ternak
yang akan dicapai dan hal itu dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya
jumlah anak per kelahiran (litter size), kemampuan hidup anak pra sapih,
selang beranak dan bobot badan.
Kelahiran kembar dan bobot lahir ternak merupakan dua sifat penting
yang sangat memepengaruhi produksi. Bobot lahir dianggap sebagai faktor
yang mempunyai kontribusi peningkatan performa pertumbuhan ternak
dimana bobot badan juga dipertimbangkan sebagai kriteria yang memiliki
korelasi dengan laju pertumbuhan bobot badan dewasa dan kemampan
hidup (Davendra & Burn, 1994)
Menurut pendapat Sarwono (2010), menyatakan bahwa kambing lokal
mempunyai sifat selang kelahiran yang pendek, sedangkan kambing boer
selalu mempunyai tipe kelahiran lebih dari satu yaitu kembar dua (twins) dan
kembar tiga (triplets).
Sebagai widyaiswara Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu
yang mengampu bidang produksi khususnya ternak potong memerlukan
kajian yang berkaitan tentang potensi kelahiran kembar pada kambing lokal
dan kambing keturunan boer sebagai referensi dalam pengembangan bahan
ajar dan karya tulis ilmiah dimana kambing boer termasuk jenis baru
dikembangkan di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Fenomena yang berkembang di masyarakat atau dikalangan pedagang
bahwa kambing betina yang memiliki potensi melahirkan kembar lebih
diminati peternak juga harganya lebih mahal disbanding yang hanya
melahirkan tunggal. Pendapat tersebut berkaitan degan pendapat Land dan
Robinson 1985, bahwa produktivitas kambing menentukan pendapatan usaha
ternak yang dipelihara dan hal itu dipengaruhi oleh beberapa factor
diantaranya jumlah anak per kelahiran (litter size), kemampuan hidup anak
pra sapih, selang beranak dan bobot badan. Bagi peternak, pemahaman
tentang produktivitas ternak khususnya litter size dipergunakan untuk
memprediksi populasi ternaknya per satuan waktu dengan lebih tepat.
Adapun keuntungan lain dari persilangan kambing lokal dengan kambing
boer yaitu sifat heterosis atau hybrid vigour, dimana hasil persilangan
tersebut akan menghasilkan keturunan yang lebih baik dari tetuanya.
C. Perumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan potensi kelahiran kembar antara kambing lokal
dan peranakan boer (F1) pada kelahiran pertama dan kedua.
D. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui potensi kelahiran kembar pada kambing lokal kelahiran
pertama dan kedua
2. Untuk mengetahui potensi kelahiran kembar pada kambing boer kelahiran
pertama dan kedua
3. Untuk mengetahui potensi kelahiran kembar antara kambing lokal dan boer
pada kelahiran pertama.
4. Untuk mengetahui potensi kelahiran kembar antara kambing lokal dan boer
pada kelahiran kedua.
5. Sebagai referensi dalam penyusunan bahan ajar tentang budidaya ternak
kambing dan analisa usahaternak kambing boer.
II. ISI KARYA TULIS ILMIAH
a. Kerangka teoritik
Kambing lokal di Indonesia yang populer sampai saat ini adalah kambing
kacang dan peranakan Etawah, dimana tergolong tipe dwiguna yang banyak
diternak dan sebagai penghasil daging dan susu, kambing lokal mempunyai sifat
selang kelahiran yang pendek, sedangkan kambing boer selalu mempunyai tipe
kelahiran lebih dari satu yaitu kembar dua (twins) dan kembar tiga (triplets).
(Sarwono, 2002). Produktivitas kambing menentukan pendapatan usaha ternak
yang akan dicapai dan hal itu dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya
jumlah anak per kelahiran (litter size), kemampuan hidup anak pra sapih, selang
beranak dan bobot badan (Land dan Robinson, 1985).
Bobot lahir rata-rata anak dari kambing lokal adalah 2,8 kg dengan jumlah
anak sekelahiran (litter size) antara 1-3 (Davendra dan Lory, 1994). Sementara
itu, kambing Boer merupakan jenis kambing pedaging unggul, bobot lahirnya
mencapai 3,4 – 3,7 kg. Rata-rata tipe kelahirannya berkisar 50% kembar dua dan
10-15% kembar 3 (Taufik, 2001). Keturunan pertama (F1) dari hasil perkawinan
tersebut akan menghasilkan 50% genetik kambing Boer dan diperoleh keturunan
yang lebih baik dari tetuanya atau terjadi efek heterosis (Simmonds, 2001)
Potensi yang dimiliki oleh kambing Boer adalah produksi daging yang
tinggi dengan kualitas karkas yang baik. Produksi daging dapat menjadi
keuntungan besar jika dipelihara dengan baik dan kambing ini menghasilkan 2
atau 3 anak per kelahiran. Pada daerah subtropik, pertumbuhan kambing Boer
murni bisa mencapai 176-200 gr/hari (Van Niekerk dan Casey, 1988).
Berdasarkan dari pernyataan tersebut maka perlu adanya peningkatan
produktivitas kambing lokal. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
mutu genetik kambing lokal adalah menyilangkannya dengan kambing impor.
Salah satu kambing impor yang dapat disilangkan dengan kambing lokal adalah
kambing Boer murni (purebreed).
1. Definisi operasional
a. Boer Murni (Pure Breed) Merupakan kambing dari perkawinan Boer dengan Boer dari pedigri yang unggul yang sudah mempunyai standart dan sertifikasi dari Boer Goat Breeder’s Association of Australia LTD
b. Kambing Lokal Kambing asli yang berasal dari Indonesia. Jenis kambing lokal adalah kambing Kacang dan kambing Peranakan Etawah.
c. Cross Breeding Perkawinan ternak tidak berkerabat dari dua bangsa yang berbeda
d. Litter Size (Jumlah anak sekelahiran) Banyaknya anak yang dilahirkan oleh seekor induk dalam satu kelahiran, dihitung baik yang hidup maupun yang mati.
e. Bobot Lahir Bobot saat anak tersebut dilahirkan dari induknya, dimana anak ditimbang pada 1-2 hari setelah lahir.
f. Bobot Sapih Bobot saat anak tersebut mulai dipisahkan dari induknya pada umur 90 ari.
2. Deskripsi kerangka pikir
III. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
a. DATA HASIL PENGAMATAN LAPANG
KAMBING LOKAL
KAMBING BOER F1
Nama/
Asal Peternak No
Beranak Nama/
Asal Peternak No
Beranak
I II I II
Bpk. Toyib,
Ampel Gading
1 1 2
Alex. Agrirance,
Batu
1 2 2
2 2 2 2 1 1
3 2 1 3 1 2
4 1 1 4 2 2
5 1 2 5 1 2
6 1 1 6 2 1
7 2 2 7 2 2
8 2 2 8 2 2
9 2 1 9 1 2
10 2 2 10 2 2
11 1 1 11 2 2
12 1 2 12 1 1
13 2 3 13 1 2
14 1 2 14 2 2
Bpk. Agus, Bumiaji,
Batu
15 2 1 15 2 1
16 1 2 16 1 2
17 1 2 17 2 2
18 2 1 18 1 2
Manajemen Pemeliharaan
kelahiran pertama kelahiran kedua
Kambing lokal Kambing boer
Potensi kelahiran
kembar
Manajemen Pemeliharaan
kelahiran pertama kelahiran kedua
Kambing lokal Kambing boer
Potensi kelahiran
kembar
19 1 1 19 2 1
20 1 2 20 1 2
21 2 3 21 2 1
22 1 2 22 1 2
23 2 2 23 2 2
Bpk, Sujarwo,
Batu
24 1 2 24 1 3
25 1 2 25 1 2
26 2 2 26 2 3
27 2 1 27 1 1
Bpk, Hendro,
Batu
29 2 2 29 1 2
30 1 1 30 2 2
31 1 2 31 1 2
32 1 2 32 2 1
Jml tidak kembar (ekr) 18 11 33 2 2
Jml kembar (ekr) 14 21 34 2 2
Jumlah ekor 32 45 54 35 2 1
Litter size 1.41 1.69 36 2 1
37 1 2
38 1 2
39 1 1
40 2 2
Jumlah tidak kembar
(ekr) 19 11
Jumlah kembar (ekr) 21 29
Jumlah ekor 40 60 69
Litter size 1.50 1.73
b. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
1. Potensi kelahiran kembar kambing lokal beranak pertama dan kedua
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Group Statistics
Lokal 1&2 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
JmlAnak 1 31 1.45 .506 .091
2 31 1.74 .575 .103
JmlAnak Equal variances assumed
.089 .767 -2.110 60 .039 -.290 .138 -.566 -.015
Equal variances not assumed
-2.110 59.030 .039 -.290 .138 -.566 -.015
Hasil pengamatan menyatakan bahwa litter size pada kambing lokal beranak
pertama sebesar 1.41% sedangkan beranak kedua sebesar 1.69% dimana
terjadi kenaikan sebesar 0.28%. Menurut hasil t-test pada tingkat 95%
confidence sebesar .039 sehingga dinyatakan berbeda nyata. Devendra dan
Burns (1994) menyatakan bahwa litter size kambing PE sebesar 1,5 ekor per
kelahiran. Jumlah anak sekelahiran pada hasil persilangan antara kambing
Boer dan PE menghasilkan anak lebih dari satu. Jika hasil pengkajian dirata-
rata antara jumlah pertama dan kedua yaitu (1.41+169) : 2 = 1.55 maka telah
sesuai dengan pendapat Devendra dan Burns,1995.
2. Potensi kelahiran kembar kambing boer beranak pertama dan kedua
Group Statistics
Boer 1&2 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
JmlAnak 1 39 1.54 .505 .081
2 39 1.77 .536 .086
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Differe
nce
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
JmlAnak Equal variances assumed
1.623 .207 -1.957 76 .054 -.231 .118 -.466 .004
Equal variances not assumed
-1.957 75.730 .054 -.231 .118 -.466 .004
Hasil pengamatan menyatakan bahwa litter size pada kambing keturunan
(F1) boer beranak pertama sebesar 1.50% sedangkan beranak kedua
sebesar 1.73% dimana terjadi kenaikan sebesar 0.23%. Menurut hasil t-test
pada tingkat 95% confidence sebesar .054 sehingga dinyatakan tidak
berbeda nyata. Sedangkan pada tingkat 90% confidence dinyatakan berdeda
nyata.
Menurut hasil penelitian Rachmawati (2006) litter size pada kambing hasil
persilangan antara kambing lokal dan kambing Boer yaitu 1,54. Nilai tersebut
lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata hasil pengamatan yaitu
(1.50+1.73) /2 = 161.5, perbedaan ini diduga karena pejantan Boer yang
dikawinkan dengan betina lokal memiliki genetik yang unggul serta
munculnya sifat heterosis. Simmonds, 2001 menyatakan bahwa keturunan
pertama (F1) dari hasil perkawinan tersebut akan menghasilkan 50% genetik
kambing Boer dan diperoleh keturunan yang lebih baik dari tetuanya atau terjadi
efek heterosis.
3. Potensi kelahiran kembar kambing lokal dan boer beranak pertama
[Group Statistics
Lokal-1 & Boer-1 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
JmlAnak 1 31 1.45 .506 .091
2 47 1.55 .503 .073
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
JmlAnak Equal
variances
assumed
.007 .935 -.871 76 .386 -.102 .117 -.334 .131
Equal
variances not
assumed
-.870 64.063 .387 -.102 .117 -.335 .132
Hasil pengamatan menyatakan bahwa litter size pada kambing local beranak pertama
sebesar 1.41% sedangkan keturunan (F1) boer beranak pertama sebesar 1.50% .
Menurut hasil t-test pada tingkat 95% confidence sebesar .386 sehingga dinyatakan
berbeda nyata. Prolifikasi pada kambing disamping dipengaruhi oleh bangsa dan faktor
genetik lainnya juga dipengaruhi oleh umur induk waktu beranak (Subandriyoa, 1993).
Pendapat lain mengatakan bahwa Litter Size dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur
induk, bobot badan, tipe kelahiran, pengaruh pejantan, musim dan tingkat nutrisi (Land
dan Robinson, 1985). Pada kondisi normal, prosentase kelahiran mencapai 95% dimana
sekitar 7-15% dari kambing betina dapat melahirkan 3 anak dan lebih dari 50% dapat
melahirkan 2 anak (Barry dan Godke, 1997).
4. Potensi kelahiran kembar kambing lokal dan boer beranak kedua
Group Statistics
LokalBo
er2 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
JmlAnak 1 31 1.74 .575 .103
2 47 1.74 .530 .077
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
JmlAnak Equal variances assumed
.267 .607 -.022 76 .983 -.003 .127 -.256 .250
Equal variances not assumed
-.021 60.615 .983 -.003 .129 -.261 .255
Hasil pengamatan menyatakan bahwa litter size pada kambing local beranak
kedua sebesar 1.69% sedangkan keturunan (F1) boer beranak kedua
sebesar 1.73% . Menurut hasil t-test pada tingkat 90% confidence sebesar
.983 sehingga dinyatakan berbeda nyata. Pada kelahiran kedua antara
kambing local dan keturunan (F1) boer menunjukkan angka litter size yang
lebih tinggi jika disbanding pada saat beranak pertama. Hal tersebut menurut
Toelihere (1981) menyatakan bahwa litter size seekor induk kambing
ditentukan oleh tiga faktor yaitu :
1. Jumlah sel telur yang dihasilkan setiap birahi dan ovulasi (angka ovulasi)
2. Fertilitas dan keadaan selama kebuntingan
3. Kematian embrio
Sedangkan menurut Land dan Robinson (1985), bahwa Litter size
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur induk, bobot badan, tipe
kelahiran, pengaruh pejantan, musim pada tahun tersebut dan tingkat nutrisi.
Selain itu, kualitas semen dari pejantan juga menjadi pertimbangan penting
untuk mendapatkan litter size tinggi. Gatenby (1986) berpendapat bahwa litter
size untuk single pertumbuhannya lebih cepat daripada litter size untuk twins
atau triplets. Hal ini bisa terjadi karena zat makanan yang diberikan induk
tidak terbagi secara merata (anak saling bersaing memperoleh susu), selain
itu rendahnya bobot lahir untuk anak yang dilahirkan kembar 2, 3 atau 4.
5. Sebagai referensi dalam penyusunan bahan ajar tentang budidaya ternak kambing dan analisa usahaternak kambing boer. Bahan ajar khususnya materi tentang kambing boer masih tergolong baru
dan belum banyak buku yang dimiliki oleh perpustakaan Balai Besar
Pelatihan Pertanian (BBPP) batu. Dari hasil pengkajian ini diharapkan
dijadikan referensi pada bahan ajar pemilihan bibit serta analisa
usahaternak kambing boer. Dengan referensi pengkajian ini para peserta
dapat memprediksi usahanya, yaitu bila saat ini memulai usahanya
dengan 2 pejantan dan 20 ekor induk umur 1,5 tahun, luas kandang 200
m2 dan luas tanah untuk pelepasan 3000 m2 maka dalam 5 tahun
kedepan diprediksikan sbb;
j b j b j b j b j b j b j b j b
0 2 20
8 15 15
16 15 15
24 12 12 15 15
32 12 12 15 15
40 9 9 12 12 15 15
48 9 9 12 12 15 15
50 7 7 9 9 12 12 15 15
58 7 7 9 9 12 12
66 7 7 9 9
Keterangan : (j) jantan (b) betina
Dari table diatas dapat diprediksikan jumlah populasi, output, input,
income, B/C ratio, ROI serta elastisitas usahaternak kambing pada dua
tahun kedepan dan selanjutnya. Hasil perhitungan diatas telah
memperhitungkan tingkat kematian 10% dimana angka tersebut adalah
kisaran dari 1-15% dari angka kematian anak kambing pada masa
sebelum penyapihan. Dan tentunya berhubungan erat dengan baik
buruknya pemeliharaan serta kecukupan susu induk.
Angka prediksi diatas juga dipergunakan untuk acuan pada saat peserta
melaksanakan praktek lapang baik yang dilakukan dilokasi Balai maupun
pada saat keluar dari Balai dan ke peternak sehingga hasilnya dapat
dipergunakan sebagai bahan diskusi untuk menambah wawasan dan
keyakinan pada peserta pelatihan.
VII. PENUTUP
Berdasarkan kajiwidya yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa potensi
kelahiran kembar kambing boer lebih tinggi dari kambing lokal baik pada saat kelahiran
pertama maupun kelahira kedua. Dengan tingkat adaptasi yang tinggi maka
pemeliharaan kambing boer tidak berbeda dengan kambing lokal. Adapun pertanyaan
yang sering muncul dari peserta pelatihan tentang apakah “Usahaternak kambing
boer lebih menguntungkan dibanding kambing lokal ?” Pertanyaan kritis tersebut
merupakan prioritas hipotesa yang perlu dijawab pada kajiwidya selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Devendra dan Burns, M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB.
Bandung
2. Davendra, C and G.B Mc Lory. 1983. Goat and Sheep Production in The Tropic
Intermediete Tropical Agriculture Series. Longman. London and New York
3. Land, R.B and Robinson, D.W. 1985. Genetics of Reproduction in Sheep. Garden
City Press Ltd, Letchworth, Herts. England
4. Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta
5. Taufik, E.S. 2001. Basic Concept of Animal Breeding: Paper Presented at a
general lecture in Jendral Soedirman University. Purwokerto, Indonesia.
6. Van Niekerk, W.A and Casey, N.H. 1988. The Boer Goat. II. Growth, Nutrient
Requirements, Carcass and Meat Quality. Small Rumin