menarik minat swasta dalam proyek pembangunan...
TRANSCRIPT
-
Menarik Minat Swasta dalam Proyek Pembangunan Infrastruktur
Pemerintah telah berkomitmen untuk menggalakan pembangunan infrastruktur guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Peningkatan anggaran
infrastruktur pada APBN tahun 2017 menjadi 18,6% terhadap belanja negara ternyata masih belum
dapat menutupi kurangnya pendanaan pembangunan infrastruktur.1 Untuk itu diperlukan
keterlibatan pihak swasta. Selain masalah pendanaan, keterlibatan swasta juga dibutuhkan untuk
menjawab permasalahan lain, seperti perluasan layanan, peningkatan kualitas, dan efisiensi
pelayanan.
Pertanyaannya, apakah swasta, yang kebanyakan berorientasi pada bisnis dan keuntungan, tertarik
untuk terlibat? Bagaimana upaya menarik swasta untuk terlibat dalam proyek pembangunan
infrastruktur sehingga tercapai tujuan percepatan pembangunan infrastruktur?
Prioritas Pembangunan
Sebagai langkah awal, Pemerintah telah memprioritaskan infrastruktur dalam rencana
pembangunan nasional. Melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 58 Tahun 2017, Pemerintah telah menetapkan 245 proyek strategis nasional, 2 Program
Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan 1 Program Industri Pesawat.
Selain itu, Pemerintah telah membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
(KPPIP), PPP Unit pada Kementerian Keuangan, dan Kantor Bersama Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha (KPBU) guna mendukung percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia.
Pendanaan
Pendanaan merupakan salah satu kunci utama dalam pembangunan infrastuktur. Oleh karenanya,
Pemerintah terus berusaha menjaga kesinambungan investasi. Peringkat layak investasi dari
Standard and Poors, Moodys Investors Service, dan Fitch Ratings dapat menjadi modal bagi
Indonesia untuk menarik investor. Namun Pemerintah juga melakukan upaya lain untuk menarik
investor, antara lain dengan memperluas kesempatan investasi asing di Indonesia melalui Peraturan
Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Berikut adalah batasan kepemilikan asing seperti yang disebutkan dalam peraturan tersebut:
-
Selain investasi, pendanaan juga dipertimbangkan dari sumber lain. Karena ruang fiskal APBN saat ini
semakin terbatas maka diperlukan sumber alternatif pendanaan lain untuk pembangunan
infrastruktur. Salah satu alternatif yang dapat menarik swasta adalah melalui Pembiayaan Investasi
Non Anggaran (PINA) Pemerintah yang diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun
2017. Sumber PINA dapat berasal dari penanaman modal, dana kelolaan, perbankan, pasar modal,
asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga jasa keuangan lain dan pembiayaan lain yang sah. PINA
pernah dilakukan oleh PT Sarana Multi Infrastuktur (Persero) dan PT Taspen (Persero) yang secara
bersama-sama memberikan pembiayaan investasi dalam bentuk ekuitas sebesar Rp 3,5 Triliun di
tahap awal kepada PT Waskita Toll Road, yang saat ini memiliki konsesi untuk 15 ruas jalan tol.2
Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sangat penting untuk mendorong dan mempercepat
pemanfaatan regulasi pasar modal untuk pendanaan infrastruktur. Salah satunya dengan
meluncurkan produk Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 52/POJK.04/2017 tentang Dana Investasi
Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
Selain itu, OJK juga telah mengeluarkan aturan yang memungkinkan Lembaga Jasa Keuangan Non-
bank untuk menempatkan sebagian investasi asuransi dan dana pensiun pada obligasi untuk
pendanaan infrastruktur sebagaimana tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
36/POJK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2016
tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank.
Ke depannya, OJK juga akan mendorong pemanfaatan instrumen pasar modal untuk pendanaan
pembangunan infrastrukture, seperti Efek Beragun Aset (EBA), Dana Investasi Real Esatate, dan
Reksa Dana Penyertaan Terbatas. Penerbitan dan penyempurnaan regulasi yang memungkinkan
untuk penerbitan instrumen pasar modal baru seperti Perpetual Bond, Infrastructure Bond dan
Project Bond juga akan dilakukan oleh OJK. Perusahaan dan Bank juga dapat menerbitkan obligasi
yang digunakan untuk pendanaan infrastruktur.
-
Pengadaan Tanah
Permasalahan pengadaan tanah juga sering menjadi kendala yang menyebabkan tertundanya
pencapaian financial close (pemenuhan pembiayaan) proyek infrastruktur. Untuk percepatan
pengadaan tanah dan meminimalisasi dampak sosial yang timbul, Pemerintah telah menetapkan
Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2017 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan
dalam rangka Penyediaan Tanah untuk Proyek Strategis Nasional. Peraturan tersebut juga mengatur
besaran uang santunan, mekanisme, dan tata cara pemberian uang santunan kepada masyarakat
yang terkena dampak pembangunan.
Risiko
Pemerintah juga telah mengeluarkan pengaturan mengenai kerjasama dengan badan usaha melalui
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPBU) dalam Penyediaan Infrastruktur dan peraturan pelaksananya. Tingginya risiko dan tidak
layaknya proyek secara finansial menjadi hambatan utama dalam KPBU. Untuk itu, Pemerintah
melalui skema KPBU memberikan fasilitas berupa dukungan kelayakan (viability gap fund) dan
insentif perpajakan, jaminan pemerintah, dan pembayaran atas kesediaan layanan kepada badan
usaha guna menarik minat dan peran swasta.
Pada akhirnya, selain pengembalian dana dan ketepatan waktu penyelesaian proyek, hal yang paling
utama bagi pihak swasta adalah adanya jaminan risiko politik. Oleh karena itu, dalam menciptakan
iklim investasi yang menarik di bidang infrastruktur, Pemerintah harus mengupayakannya secara
menyeluruh, termasuk kepastian hukum dan konsistensi pelaksanaan hukum untuk memberikan
perlindungan bagi swasta.
oOo
Artikel disusun oleh kantor hukum Hanafiah Ponggawa & Partners (HPRP).
Tentang Hanafiah Ponggawa & Partners (HPRP) HPRP merupakan kantor hukum Indonesia yang memberikan bantuan dan advis yang strategis dan kreatif pada klien domestik dan global, baik perusahaan, perorangan, maupun institusi pemerintah. Area praktek HPRP meliputi Korporasi dan Komersial, Ketenagakerjaan dan Litigasi, Layanan Finansial, Intellectual Property, Real Property, Sumber Daya dan Infrastruktur, serta Perdagangan Internasional. Untuk dapat memberikan layanan hukum yang menyeluruh secara global, HPRP beraliansi dengan kantor hukum di berbagai negara melalui aliansi dan kerja sama afiliasi global. Memahami perkembangan hukum nasional dan global, HPRP senantiasa mengembangkan pengetahuan dan pengalaman serta terus meningkatkan kontribusi pada perkembangan hukum melalui berbagai tulisan, partisipasi di kegiatan seminar, pelatihan, dan forum diskusi. Informasi lebih lanjut mengenai HPRP dapat dilihat di website www.hprplawyers.com --- Kontak Media Andre Rahadian, S.H., LL.M., M.Sc. Partner E: [email protected]
Rachmawati Marketing and Communications Manager E: [email protected]
Hanafiah Ponggawa & Partners Wisma 46 Kota BNI, 41st floor Jl. Jend Sudirman Kav 1 Jakarta 10220 Indonesia T: +6221 5701837
http://www.hprplawyers.com/mailto:[email protected]:[email protected]