memperbaiki transportasi publlik di indonesia

4
MEMPERBAIKI TRANSPORTASI PUBLIK DI INDONESIA Indonesia berada di urutan ke-3 dengan jumlah pengguna sepeda motor terbanyak di seluruh dunia. Total kendaraan di jalan raya mencapai 107.226.572 juta unit kendaraan dan 80% nya atau 86.253 juta unit adalah sepeda motor. Data jumlah kendaraan bermotor di Jakarta bahkan mencapai 16.000.000 kendaraan. Pertumbuhan sepeda motor dan kendaraan roda empat yang signifikan tersebut tidak sebanding dengan pertambahan angkutan umum (bus), yang kenaikannya hanya 1%, belum ditambah kasus korupsi pengadaan bus Trans yang semakin menambah panjang waktu tunggu warga kota menikmati transportasi publik. Akibat keterbatasan jumlah moda transportasi, kerap kali menimbulkan masalah baru yakni kondisi bus jadi cepat rusak akibat tidak adanya bus pengganti/cadangan. Dengan kondisi bus seperti itu, bus tetap beroperasi setiap hari selama 12 jam dengan minim perawatan mesin. Padahal lonjakan penumpang yang terjadi setiap waktu justru memerlukan moda transportasi yang nyaman, efisien dan tepat waktu. Di banyak kota yang sudah membangun transportasi publik seperti Trans Jakarta ternyata Yogyakarta juga tidak luput dari masalah. Yogyakarta yang mendapat hibah 20 bus Trans Jogja oleh Kementerian Perhubungan pada tahun 2008 kini menuai masalah baru. Jumlah bus yang terbatas, dan minimnya perawatan bus, menyebabkan kerusakan di beberapa properti dalam bus. Nampaknya, perencanaan bus kala itu belum memprediksi lonjakan penumpang lima tahun dari penerapannya. Bus-bus yang mulai aus, dengan asap kendaraan yang pekat memenuhi jalan-jalan yang dilalui transportasi publik. Alih-alih diharapkan jadi solusi atasi kemacetan, transportasi publik malah ikut-ikutan menambah polusi di jalan raya. Berbeda dengan Yogyakarta, salah satu solusi mengurangi kemacetan yang dilakukan pemerintah Kota Jakarta adalah pembangunan MRT (Mass Rapid Transit). Rencana pembangunan MRT ini sebenarnya sudah dicanangkan sejak era kepemimpinan Sutiyoso, namun karena konsep dan kesiapan anggaran yang belum tersedia kala itu sehingga proyek MRT tersebut hanya menyisakan tiang pancang di kawasan Blok M dan kebayoran baru. Proyek MRT mulai dikerjakan kembali ketika Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 2010-2015, dan pelaksanaannya baru berjalan akhir 2014 silam. Kendati pembangunan proyek MRT dinilai sebagian kalangan sebagai proyek utopis, tetapi keberadaan MRT sebagai moda transportasi masa depan mutlak disediakan. Moda transportasi seperti MRT sekaligus

Upload: ratih-purnamasari

Post on 04-Feb-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Transportasi, lingkungan

TRANSCRIPT

Page 1: Memperbaiki Transportasi Publlik Di Indonesia

MEMPERBAIKI TRANSPORTASI PUBLIK DI INDONESIA

Indonesia berada di urutan ke-3 dengan jumlah pengguna sepeda motor terbanyak di seluruh dunia. Total kendaraan di jalan raya mencapai 107.226.572 juta unit kendaraan dan 80% nya atau 86.253 juta unit adalah sepeda motor. Data jumlah kendaraan bermotor di Jakarta bahkan mencapai 16.000.000 kendaraan. Pertumbuhan sepeda motor dan kendaraan roda empat yang signifikan tersebut tidak sebanding dengan pertambahan angkutan umum (bus), yang kenaikannya hanya 1%, belum ditambah kasus korupsi pengadaan bus Trans yang semakin menambah panjang waktu tunggu warga kota menikmati transportasi publik.

Akibat keterbatasan jumlah moda transportasi, kerap kali menimbulkan masalah baru yakni kondisi bus jadi cepat rusak akibat tidak adanya bus pengganti/cadangan. Dengan kondisi bus seperti itu, bus tetap beroperasi setiap hari selama 12 jam dengan minim perawatan mesin. Padahal lonjakan penumpang yang terjadi setiap waktu justru memerlukan moda transportasi yang nyaman, efisien dan tepat waktu. Di banyak kota yang sudah membangun transportasi publik seperti Trans Jakarta ternyata Yogyakarta juga tidak luput dari masalah.

Yogyakarta yang mendapat hibah 20 bus Trans Jogja oleh Kementerian Perhubungan pada tahun 2008 kini menuai masalah baru. Jumlah bus yang terbatas, dan minimnya perawatan bus, menyebabkan kerusakan di beberapa properti dalam bus. Nampaknya, perencanaan bus kala itu belum memprediksi lonjakan penumpang lima tahun dari penerapannya. Bus-bus yang mulai aus, dengan asap kendaraan yang pekat memenuhi jalan-jalan yang dilalui transportasi publik. Alih-alih diharapkan jadi solusi atasi kemacetan, transportasi publik malah ikut-ikutan menambah polusi di jalan raya.

Berbeda dengan Yogyakarta, salah satu solusi mengurangi kemacetan yang dilakukan pemerintah Kota Jakarta adalah pembangunan MRT (Mass Rapid Transit). Rencana pembangunan MRT ini sebenarnya sudah dicanangkan sejak era kepemimpinan Sutiyoso, namun karena konsep dan kesiapan anggaran yang belum tersedia kala itu sehingga proyek MRT tersebut hanya menyisakan tiang pancang di kawasan Blok M dan kebayoran baru. Proyek MRT mulai dikerjakan kembali ketika Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta periode 2010-2015, dan pelaksanaannya baru berjalan akhir 2014 silam.

Kendati pembangunan proyek MRT dinilai sebagian kalangan sebagai proyek utopis, tetapi keberadaan MRT sebagai moda transportasi masa depan mutlak disediakan. Moda transportasi seperti MRT sekaligus menjawab tantangan kependudukan dan urbanisasi yang terjadi di awal tahun 2020 hingga 2035. Bappenas sendiri telah memprediksi lonjakan urbanisasi >80% akan terjadi di empat kota besar Indonesia yakni Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Banten.

Yang menarik dari pola urbanisasi tersebut, terjadi penurunan penduduk di pusat kota Jakarta sebesar 2.43%, namun kepadatan penduduk mulai menyasar daerah pinggiran atau sekitar pusat kota. Pola urbanisasi seperti ini jelas berdampak pada manajemen pelayanan transportasi yang direncanakan akan berintegrasi dengan tata guna lahan. Di bidang lainnya, pola penyebaran urbanisasi dan ruang mukim yang tidak beraturan justru menyulitkan pemerintah menyusun road map perencanaan transportasi jangka panjang. Hasilnya, masalah transportasi semakin sulit diatur, dan tingkat polusi perkotaan akan menyebar di semua ruas jalan kota.

Dibandingkan dengan beberapa kota maju di Asia Tenggara, masalah transportasi tidak lagi diselesaikan dengan rekayasa moda transportasi saja tetapi dibantu dengan manajemen sistem

Page 2: Memperbaiki Transportasi Publlik Di Indonesia

transpotasi yang terintegrasi dan terpadu. Sistem transportasi yang terintegrasi akan diintegerasikan dengan rencana tata gula lahan perkotaan. Manajemen seperti ini dilakukan guna mengantisipasi bangkitan kendaraan dan kaum urban di sub wilayah perkotaan. Sedangkan perencanaan transportasi terpadu yakni penyediaan berbagai jenis moda transportasi berdasarkan tingkatan pelayanan masing-masing wilayah perkotaan.

Contohnya, kaum urban yang tinggal di daerah pemukiman menuju pusat kota akan menggunakan layanan moda transportasi secara berjenjang. Dalam penerapan teknisnya seperti ini, moda transportasi menuju pusat kota, kawasan bisnis, perkantoran dan niaga akan menggunakan MRT atau BRT (Bus Rapid Transit) sedangkan moda transportasi di jalan-jalan lokal dapat menggunakan bus biasa. Moda transportasi pengumpan sering juga disebut Feeder dapat membantu pelayanan bus utama. Keberadaan feeder secara teknis akan memudahkan komuter maupun warga dalam kota berpindah dari satu jenis moda transportasi ke moda lain.

Meski terkesan lamban jika dibandingkan Kuala lumpur, Bangkok dan Singapura yang sudah lebih dulu membangun MRT, upaya pemerintah Jakarta membangun MRT tetap akan berdampak signifikan mengurai kemacetan lalu lintas. Selain mengurangi masalah kemacetan, pembangunan MRT dapat mengurangi polusi kendaraan di jalan raya. Seperti yang dikutip pada laman energytoday.com, Ketua Umum Bangkit Energi Indonesia Hijau (BENIH), Faisal Yusuf mengatakan secara keseluruhan ide pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) sangat baik dan diharapkan mampu mengurangi sekitar 0,7 persen dari total emisi CO2.  Pengurangan itu sekitar 93.600 ton pertahun (Data tahun 2005).

Untuk membangun transportasi berkelanjutan tentu ada tantangan yang harus dihadapi. Tantangan yang dihadapi kota-kota besar Indonesia adalah urbanisasi. Hal ini sejalan dengan pemaparan Kepala Bappenas Armida Alisjahbana terkait populasi tertinggi di daerah yang akan berimbas pada peningkatan jumlah kendaraan pribadi. Urbanisasi “memaksa” pemerintah segera menyiapkan transportasi publik yang nyaman, efisien serta berkelanjutan. Transportasi berkelanjutan dalam penerapan praktisnya adalah transportasi ramah lingkungan (rendah emisi dan menggunakan energi alternatif) serta menyesuaikan kebutuhan dan proyeksi penumpang untuk jangka panjang.

Sebelum menjawab solusi modernisasi transportasi publik yang ramah lingkungan, terlebih dahulu kita melihat seperti apa tantangan urbanisasi dalam penyediaan dan modernisasi angkutan publik di masa depan.

Tantangan Urbanisasi Bagi Pengembangan Transportasi Publik

Mobilisasi penduduk ke perkotaan memiliki dua pengertian yakni transportasi dan kependudukan. Migrasi penduduk ke kota sudah dimuali pasca kolonial belanda yang menggiring buruh tenaga kerja ke kota besar untuk bekerja di berbagai perusahaan, industri dan pertambangan. Menjelang akhir tahun 1970-an lonjakan penduduk yang diiringi dengan pertambahan pengguna sepeda motor. Rata-rata pertambahan populasi dan sepeda motor sejak tahun 1971-1976 yakni pertumbuhan populasi 2.0% dengan pertambahan jumlah sepeda motor sebanyak 17.8% (Hansen,1971:39 dalam Hugo,1981:355).

Hansen (1971:44) menjelaskan bahwa masalah geografis wilayah mendominasi pertumbuhan sepeda motor di masing-masing kota, perbandingannya bisa dilihat antara Jakarta dan Kupang, NTT. Perbandingannya untuk Kota Jakarta 1 sepeda motor untuk 8 orang sedangkan di Kupang 1 motor/253 orang. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kualitas infratruktur jalan, dimana Jakarta dengan kondisi jalan raya yang bagus berdampak pada peningkatan pengguna sepeda motor di jalan raya.

Page 3: Memperbaiki Transportasi Publlik Di Indonesia

Data temuan Hansen menunjukkan bahwa masalah transportasi perkotaan dipengaruhi oleh ketimpangan persebaran penduduk dan pelayanan infrastruktur, sehingga masalah transportasi selalu terjadi di kota besar. Bandingkan dengan kondisi kota-kota yang jauh dari ibukota Jakarta, kondisi transportasinya tidak pernah mengalami modernisasi, begitu pula dengan kondisi jalan-jalan kabupaten, mesti butuh waktu bertahu-tahun menanti perbaikan jalan.

Ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan seperti yang dikemukakan Hansen setidaknya menjawab permasalahan transportasi publik di perkotaan. Urbanisasi yang melampaui ambang batas menyebabkan tidak meratanya pelayanan transportasi publik. Jumlah armada bus yang tersedia selalu tidak mampu mengimbangi pertambahan jumlah penduduk di perkotaan. Fenomena ini menunjukkan bahwa di masa depan, lima tahun dari sekarang semua warga kota mesti bersiap menghadapi urbanisasi besar-besaran di perkotaan. Pemerintah saat ini setidaknya mulai merencanakan sistem transportasi berkelanjutan di masa depan guna menghadapi tantangan urbanisasi di kotanya.

Bagaimana Menyiapkan Transportasi Publik Ramah Lingkungan