mempelajari proses pengalengan ikan tuna dengan prinsip hazard analysis critical control point

20
Oleh: Nama : Sumino NPM : 0310060911 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA

Upload: inno-aqua-culture-justforyou

Post on 29-Dec-2015

539 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Ini Merupakan salah satu cara Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

TRANSCRIPT

Page 1: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

Oleh:

Nama : Sumino

NPM : 0310060911

TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA

FAKULTAS PERIKANAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2014

Page 2: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Potensi perikanan laut Indonesia yang terdiri atas potensi perikanan pelagis dan

demersal tersebar pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia seperti pada

perairan laut teritorial, nusantara, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Luas perairan laut

Indonesia di perkirakan sebesar 5,8 juta km2 dengan garis pantai terpanjang kedua di

dunia setelah Canada, yaitu 81.000 km² dan gugusan pulau-pulau sebanyak 17.808 buah

pulau. Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia ini walaupun telah banyak

mengalami peningkatan pada beberapa aspek, namun secara signifikan belum dapat

memberikan kekuatan dan peran yang lebih kuat terhadap pertumbuhan perekonomian

dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan Indonesia (Dahuri, 2001).

Nilai ekspor tuna kaleng mencapai 2400 juta dolar pada tahun 2003, setelah

sebelumnya mengalami penurunan drastis hingga mencapai 1700 juta dolar pada tahun

1999 dan 2000, level yang sama saat tahun 1995. Total ekspor tuna kaleng tumbuh pada

setiap tahun dan mencapai 1,1 juta MT pada tahun 2003 dengan total nilai impor

mencapai 2,8 milyar dolar setelah mengalami penurunan tajam pada tahun 2001 sebagai

akibat dari rendahnya harga bahan baku. Hal ini disampaikan oleh Helga Josupeit dalam

presentasinya yang berjudul “Global World Tuna Market” pada Tuna Marketing

Seminar di Maldives, Mei 2005.

Selanjutnya dikemukakan oleh Dahuri (2001), sumberdaya perikanan merupakan

milik bersama (Common resources), sehingga dalam pengelolaannya tidak dapat

dimiliki secara perorangan, menyebabkan semua lapisan masyarakat berhak untuk

memanfaatkan, dan akibatnya dapat menimbulkan berbagai macam persaingan antar

pelaku, baik antar nelayan dengan nelayan, nelayan dengan pengusaha, pengusaha

dengan pengusaha.

Salah satu produksi ikan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi yaitu ikan tuna.

Perikanan tuna di Indonesia menunjang sekitar 1,67% dari total produksi ikan laut

Indonesia dalam periode 1971-1981, kegiatan ini telah berkembang terutama diperairan

Indonesia bagian timur (Suhendra dan Subani, 1988 dalam Titihalawa, 2001).

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), ikan kaleng merupakan salah satu produk

hasil pengawetan dan pengolahan yang telah disterilkan dan dikemas dalam kaleng.

Proses pengalengan ikan umumnya dilakukan oleh perusahaan besar, disamping

beberapa home industri.

Page 3: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

Standar mutu produk pangan (makanan) dan pertanian telah banyak dikeluarkan,

meskipun belum semuanya diterapkan dalam dunia perdagangan. Beberapa indikator

mutu yang digunakan yaitu sifat barang, tolak ukur, dan faktor mutu. Sementara

persyaratan konsumen yang menyangkut keamanan, keselamatan, dan kelestarian

lingkungan ditempatkan pada standar terpisah (Rahman, 2007).

Untuk menjaga keamanan pangan dari produsen pangan diantaranya dengan

menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP adalah

merupakan sistem yang dapat menjamin keamanan pangan, sistem ini bekerja secara

proaktif, yaitu mengantisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang

mengutamakan tindakan pencegahan dari pada mengandalkan pada pengujian produk

akhir (Rahman, 2007).

Menurut Winarno dan Surono (2004), Sistem HACCP telah diakui oleh dunia

internasional sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan

produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Agar sistem ini

dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan pemenuhan program pre-

reguisite, yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas dan

kegiatan llain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang sangat diperlukan untuk

memberikan kepasttian bahwa proses produksi yang aman telah dilaksanakan untuk

menghasilkan produk pangan dengan mutu yang diharapkan. Sistem ini harus dibangun

diatas dasar yang kokoh  untuk pelaksanaan dan terbitnya GMP (Good Manufacturing

Pratices) dan SSOP (Standart Sanitation Opening procedure).

Berdasarkan uraian diatas, kami membuat makalah yang berjudul “ Mempelajari

proses pengalengan ikan tuna dengan prinsip Hazard Analysis Critical Control

Point (HACCP) “ dengan mengkaji dari beberapa hasil penelitian (berupa jurnal

ataupun laporan penelitian langsung) yang telah di lakukan beberapa orang.

1. 2 Tujuan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui cara identifikasi HACCP

(Hazzard Analysis Critical Control Point) pada proses pengalengan ikan tuna

berdasarkan beberapa sumber kajian (hasil penelitian).

1. 3 Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini untuk memberikan informasi tentang

identifikasi HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada proses pengalengan

Page 4: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

ikan tuna yang baik dan tepat, dengan demikian diharapkan bukan hanya menambah

pengetahuan tetapi keterampilan mahasiswa dalam pemecahan masalah. 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Ikan Tuna

Ikan tuna merupakan ikan pelagis yang bergerak cepat dan senantiasa membentuk

schooling (gerombolan). Badannya besar gemuk dan kuat dengan sumber kekuatannya

pada pertemuan ekor dan badan, dan tuna ekor kuning dianggap sebagai proyek hasil

laut yang terbaik dari semua jenis tuna.

Secara morfologi tubuh ikan tuna yaitu : bagian atas punggung berwarna hitam

kebiruan mengkilat, dan bagian bawah berwarna putih perak, sirip punggung pertama

sedikit keabuan dengan warna kuning terpendam, pinggiran atas warna kegelapan, sirip

punggung kedua dan dubur berwarna gelap kekuningan, batas belakang sirip ekor

berwarna keputihan.

Menurut www.atuna.com (2007), ikan tuna termasuk ikan pelagis besar dari

kelompok family scrombridae dengan karakteristik perenang cepat dan hidup secara

bergerombol dengan kondisi badan yang kuat dan kekar, sehingga penangkapannya

menggunakan long line. Adapun daerah  penyebaran ikan tuna dilaut meliputi perairan :

Samudera Indonesia, Samudera Pasifik Tengah, hampir di seluruh perairan Indonesia

terutama di perairan terbuka, termasuk bagian Barat Sumatera, Selatan Jawa, Timur

Sumatera, Laut Natuna, Selat Makasar, Laut Flores, Laut Sulawesi, dan Perairan

Maluku.

Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang

rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/ 100 g daging. Lemak antara

0,2 - 2,7 g/ 100 g daging.

 

 Jenis-jenis ikan tuna dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Nama Indonesia Nama Dagang Nama Ilmiah

Page 5: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

Tuna albakora

Tuna abu-abu utara

Tuna abu-abu selatan

Cakalang

Ekor kuning

Tuna mata besar

Tongkol

Albacore

Northern bluefin tuna

Southern bluefin tuna

Skip Jack tuna

Yellow Fin tuna

Big eye tuna

Little tuna

Thunnus alalunga

Thunnus thynnus

Thunnus maccoyii

Katsuwonus pelamis

Thunnus albacores

Thunnus obesus

Euthynnus affinis

Sumber : Lengkey (1999) dalam Titihalawa, 2001

2. 2 Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan

mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya)

dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan

pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah

antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada

tindakan pencegahan dari pada mengandalkan pengujian produk akhir (Winarno dan

Surono, 2004).

HACCP memberikan kesempatan pada pabrik makanan untuk meningkatkan

efisiensi pengontrolan dengan menciptakan kedisiplinan pendekatan sistematik terhadap

prosedur untuk keamanan pangan (Mortimore, 1995). HACCP (Hazard Analysis and

Critical Control Point) merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi

dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya signifikan

yang terkait dengan ketidakamanan pangan (Codex Alimentarius Commission, 2001).

Sistem HACCP ini dikembangkan atas dasar identifikasi titik pengendalian kritis

(critical control point) dalam tahap pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan

risiko bahaya (Wiryanti dan Witjaksono, 2001).

HACCP dari perkembangannya diakui dapat memenuhi beberapa tujuan

manajemen industri pangan untuk memberikan jaminan bahwa industri tersebut telah

memproduksi produk yang aman setiap saat, memberikan bukti sistem produksi dan

penanganan produk yang aman, memberikan rasa percaya diri pada produsen akan

jaminan keamanannya, memberikan kepuasan kepada pelanggan akan konfirmasinya

terhadap standar internasional, memenuhi standar dan regulasi pemerintah, dan

menggunakan sumberdaya secara efektif dan efisien.

Page 6: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

Program Per-Requisite merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan sistem

suatu persyaratan dasar penerapan HACCP suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah

kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan. Ada beberapa hal yang

harus diperhatikan dalam penerapan pre-requisite yaitu program harus terdokumentasi,

identifikasi dari semua step dalam operasi yang kritis terhadap keamanan dan mutu

pangan, terapkan prosedur control yang efektif pada pencatatan yang baik dan review

prosedur pengendalian secara periodik dan ketika ada suatu perubahan operasi.

2. 3 Langkah Implementasi HACCP

Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keterampilan

(keahlian) spesifik produk tertentu tersedia untuk pembangunan rencana HACCP secara

efektif. Pembentukan tim dari berbagai divisi unit usaha atau disiplin yang mempunyai

kekhususan ilmu pengetahuan dan keahlian yang tepat untuk produk. Apabila keahlian

yang demikian tidak tersedia ditempat, tenaga ahli disarankan dapat diperoleh dari

sumber lain.

Persyaratan tim HACCP adalah bahwa keputusan tim HACCP juga menjadi

keputusan manajemen. Untuk tim HACCP seharusnya beranggotakan divisi-divisi dari

usaha Quality Assurance, produksi, pemasaran dan lain-lain, dan multidisiplin dengan

memperhatikan jenis produk, teknologi pengolahan, teknik penanganan dan distribusi,

cara pemasaran dan cara konsumsi produk, serta potensi bahaya. Tim HACCP juga

dapat terdiri atas beberapa level personil yaitu : General Manajer, Manajer QA,

Inspektor, mandor, dan lain-lain (Winarno dan Surono, 2004).

Tim HACCP harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan produk dan

prosesnya serta mempunyai keahlian yang cukup untuk :

a. Menetapkan lingkup dan rencana HACCP apakah hanya masalah keamanan pangan

atau termasuk mutu karakteristik produk.

b. Mengidentifikasi bahaya.

c. Menetapkan tingkat keakutan (severity) dan resikonya.

d. Mengidentifikasi CCP, merekomendasikan cara pengendalian, menetapkan batas

kritis, prosedur monitoring, dan verifikasi.

e. Merekomendasikan tindakan koreksi yang tepat ketika terjadi penyimpangan.

f. Merekomendasikan atau melaksanakan investigasi dan penelitian yang berhubungan

dengan rencana HACCP.

Page 7: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

2. 4 Prinsip-prinsip HACCP

a ) Analisa bahaya (hazard),  identifikasi, dan tindakan pencegahan

Hazard adalah suatu kondisi atau faktor baik biologis, kimiawi, maupun

fisika, yang dapat menyebabkan makanan tidak aman untuk dikonsumsi atau

merugikan konsumen. Proses identifikasi atas bahaya kerugian di dalam suatu

proses atau produk yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu kesehatan, keamanan, dan

ekonomi.

b ) Identifikasi pengendalian titik-titik kritis (CCP)

CP (Control Point) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana faktor-

faktor biologis, kimiawi, maupun fisikawi dapat dikendalikan. CCP (Critical

Control Point) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat

ditetapkan dan bahaya dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai batas

yang diterima. Selain itu juga CCP  adalah titik kritis dimana bila gagal

melakukan tindakan-tindakan pengawasan/pengontrolan akan menyebabkan

resiko penolakan terhadap konsumen.

c ) Penetapan batas-batas kritis (Critical Limit)

Batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap tindakan

pencegahan pada suatu CCP. Untuk setiap CCP harus ditentukan batas-batas

kritisnya. Batas-batas kritis tersebut meliputi: persyaratan teknis/administrasi,

definisi batasan penolakan, toleransi atas persyaratan penolakan. 

d ) Penetapan prosedur pemantauan (Monitoring)

Pemantauan adalah tindakan yang terencana dan berurut dari suatu observasi

atau pengukuran untuk mengetahui apakah CCP berada dalam control, dan untuk

menghasilkan catatan yang akurat untuk keperluan verifikasi. Tujuan pemantauan

adalah untuk menelusuri operasi dari suatu proses, untuk mengetahui apakah suatu

proses harus dirubah/ disesuaikan, untuk mengidentifikasi  penyimpangan yang

terjadi pada suatu CCP, untuk menyediakan dokumen tertulis dari sistem

pengendalian proses.

e ) Penetapan tindakan koreksi (Corective action)

Tindakan koreksi adalah prosedur yang harus diikuti ketika suatu

penyimpangan atau kesalahan untuk memenuhi batas kritis terjadi. Tujuan

Page 8: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

penetapan tindakan koreksi adlah untuk mengoreksi dan menghilangkan penyebab

penyimpangan dan mengembalikan kontrol proses, untuk mengidentifikasi produk

yang dihasilkan selama proses yang menyimpang dan menentukan disposisinya.

 

f ) Penetapan sistem pencatatan (Record keeping)

Catatan yang harus disimpan sebagai bagian dalamm sistem HACCP. Semua

yang dipantau harus dicatat, semua tindakan koreksi harus dicatat, agar lebih

sistematis pencatatan dilakukan menggunakan formulir yang distandarkan,

pedoman dalam membuat formulir yaitu memuat tentang semua informasi

yang dipantau/ koreksi, mencantumkan data penunjang untuk memudahkan

pelacakan seperti (waktu, tanggal, jenis, lot, nama/tandatangan yang melakukan

pencatatan, dan lain-lain), akan lebih baik bila semua data yang dikumpulkan

dapat dikompilasikan di dalam suatu program komputer sehingga dengan mudah

dapat dievaluasi. 

g ) Penetapan prosedur verifikasi

Verifikasi adalah penerapan dari suatu metode, prosedur, pengujian dan audit

sebagai tambahan kegiatan pemantauan untuk mengvalidasi dan menentukan

kesesuaian dengan “Rancangan HACCP” atau perlu dimodifikasi. Untuk

menjamin dan memastikan bahwa program HACCP berjalan di dalam jalur yang

tepat dan dilakukan dengan baik, dapat dilakukan secara internaldan eksternal.

Secara internal oleh pihak manajemen perusahaan sendiri (plant manajer yang

ditunjang oleh uji laboratorium sebagai pendukung), secara eksternal oleh pihak

pemerintah yang dilakukan secara wajib dan rutin.   

 

BAB III

PEMBAHASAN

Page 9: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

3. 1 Proses Pengalengan Ikan Tuna Menurut SNI

Proses pengalengan ikan tuna berdasarkan SNI 01-2712.2-1992, adalah sebagai

berikut:

a ) Penerimaan bahan baku

Setiap bahan baku yang diperoleh harus diperiksa mutunya paling tidak

secara organoleptik dan ditangani sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan

higiene. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku harus ditolak. Untuk

bahan baku segar harus segera dilakukan pencucian menggunakan air mengalir

dengan suhu maksimum 50C. Bahan baku yang diterima dalam keadaan beku,

apabila menunggu proses penanganan selanjutnya maka harus disimpan dalam es

yang bersuhu -250C. Bahan baku yang dalam keadaan segar apabila menunggu

proses penanganan selanjutnya harus disimpan pada suhu chilling (00C)

b ) Persiapan

Apabila bahan baku masih dalam keadaan beku maka dilakukan pelelehan

(thawing) dalam air mengalir yang bersuhu 100 – 150C. Untuk ikan dalam keadaan

utuh, dilakukan pemotongan kepala, sirip dan pembuangan isi perut. Sedangkan

ikan yang berukuran besar dilakukan pemotongan bagian badan menjadi ukuran

yang sesuai dengan alat precooking dan selanjutnya ditempatkan dalam rak pre-

cooking.

c ) Pemasakan pendahuluan (pre-cooking)

Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak dimasukkan ke dalam alat pemasak

menggunakan uap panas (steam). Waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan

pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun umumnya berkisar 1 – 4 jam

(mampu mereduksi 17,5 % kadar air dari daging ikan) dengan suhu pemasakan

1000 – 1050C.

d ) Penurunan suhu

Page 10: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat pemasak dan diturunkan

suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (300C) dalam waktu maksimum

6 jam.

e ) Pembersihan daging

Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit, tulang dan daging merah

menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging merah yang terbuang

ditampung dalam wadah yang terpisah.

f ) Pemotongan

Daging putih yang telah bersih dari kulit, tulang dan daging merah,

dipotongpotong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Pada

tahap pemotongan ini sekaligus dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak.

Daging putih yang telah dipotong secepatnya harus dimasukkan/diisikan ke dalam

kaleng.

g ) Pengisian

Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan dengan cara menata daging

ikan ke dalam kaleng sesuai dengan tipe produk (solid, chunk, flake, standard,

grated).

Solid : 1 – 2 potong daging putih, bebas serpihan.

Standard : 2 – 3 potong daging putih, serpihan maksimum 2 %.

Chunk : serpihan daging putih ± satu kali makan, sepihan flake maks 40 %.

Flake : potongan daging kecil < chunk

Grated : daging kecil (flake, tidak seperti pasta).

h ) Penambahan medium

Medium ditambahkan sesaat sebelum kaleng ditutup. Suhu medium antara

700 – 800C. Pengisian media hingga batas head space atau antara 6 – 10 % dari

tinggi kaleng.

i ) Penutupan kaleng

Page 11: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seaming dan dilakukan

pemeriksaan secara periodik.

j ) Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan di dalam retort dengan nilai Fo sesuai dengan jenis dan

ukuran kaleng, media dan tipe produk dalam kemasan atau equivalent dengan nilai

Fo > 2,8 menit pada suhu 1200C. Pada setiap sterilisasi harus dilakukan pencatatan

suhu secara periodik.

k ) Penurunan suhu dan pencucian

Penurunan suhu dan pencucian menggunakan air yang mengandung residu

klor 2 ppm. Setelah dikeluarkan dari retort, kaleng dipindahkan ke tempat yang

terlindung (restricted area) untuk pendinginan dan pengeringan.

l ) Pemeraman

Kaleng yang telah dingin dimasukkan ke dalam suatu ruang dengan suhu

kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik, dan kemudian dilakukan pengecekan

terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang

menggembung atau bocor. Pemeraman dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari.

BAB IVPENUTUP

Page 12: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

4. 1 SimpulanDari hasil pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: a ) Penyebab bahaya dari setiap tahapan adalah adanya bahaya dalam kerusakan

fisik, baik itu dari bahan baku maupun dari kaleng.

b ) Bahan baku yang terkontaminasi oleh alat, air, dan pekerja yang kurang bersih

dan steril.

c ) Bahaya kimia dan biologis dengan terkontaminasi/ tercemar oleh bakteri dan

mikroba karena alat, suhu, waktu, dan proses yang kurang baik sehingga

memicu pertumbuhan bakteri ini.

d ) Bahaya kesalahan penimbangan, penulisan kode, tanggal/ bulan/ tahun produksi,

dan lain-lain.

e ) Bahaya penyimpanan produk yang terkontaminasi panas, dingin, debu, kotoran,

dan benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan pada produk.

4. 2 SaranAda beberapa hal yang menjadi saran dalam setiap proses pengolahan adalah

bahaya dari setiap proses terutama penggunaan suhu sesuai dengan mata rantai, hal ini

dapat menimbulkan pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen. Selain itu konsep Hazard

Analysis Critical Control Point (HACCP) perlu diterapkan pada setiap pengolahan

serta perbaikan program HACCP pada setiap tahapan proses yang menjadi CCP,

antara lain berupa penataan Good Manufacturing Practices (GMP), standarisasi bahan

baku ikan tuna yang dibeli, keseragaman mutu dan jenis kaleng.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Mempelajari Proses Pengalengan Ikan Tuna Dengan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point

Challinor A. 2003. Food Safety Advisory Note 29. htttp://www.valeroyal.gov.uk Chesire Chief Officer’s Food Liaison Group. 5 Mei 2005

Codex Alimentarius Commission. 2001. Food hygiene. Basic Texts. 2nd ed. Di dalam Huss HH, Ababouch L, Gram L. 2003. Assessment and management of seafood safety and quality. FAO Fisheries Technical Paper. No. 444. Roma: FAO.

Codex Allimentarius Comission. 2004. Guidelines for Application of The Hazard Analysis Critical Control Point System. Report of the 27th Session of The Codex Comittee on Food Hygiene, ALINORM 95/27/13, Annex to Appendix III. Geneva, 28 Juni-3 Juli 2004.

[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2712. Ikan Tuna Dalam Kaleng. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

[DSN] Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2712.2. Penanganan dan Pengolahan Ikan Tuna Dalam Kaleng. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional

Direktorat Jenderal Perikanan. 1999. Pedoman Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) Berdasarkan Konsepsi HACCP. Jakarta: Direktorat Usaha dan Pengolahan Hasil. Direktorat Jenderal Perikanan

Hayes GD, Scallan AJ, Wong JHF. 1997. Applying statistical process control to monitor and evaluate the hazard analysis critical control point hygiene data. Food control 8;74;173-176 Josupeit H, Catarci C. 2004. The World Tuna Industry-An Analysis of Imports,

Josupeit H. 2005. Global World Tuna Market. Infofish Tuna Conference at Maldives. http://www.globefish.com. 2 Juni 2005

Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor Wiryanti J, Witjaksono HT. 2001. Jakarta: Konsepsi HACCP

Prices and of Their Combined Impact on Tuna Catches and Fishing Capacity. FAO. http://www.globefish.com. 23 Juli 2005

Trilaksani W, Riyanto B. 2004. Sistem pengendalian mutu produk perikanan di Indonesia : keadaan sekarang dan problematikanya. Di dalam Seminar for Promotion of Sustainable Development of Fisheries in Indonesia, with special emphasis on promotion of domestic fish consumption and development of local fishing industry; Jakarta: 16-19 Maret 2004.

Wirakartakusumah MA, Hermanianto D, Andarwulan N. 1989. Prinsip Teknik