membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai gcs

Upload: elly-yoeneision-soerbakty

Post on 10-Mar-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

GCS

TRANSCRIPT

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=3" \o "Page 3"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=4" \o "Page 4"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=5" \o "Page 5"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=6" \o "Page 6"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=7" \o "Page 7"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=8" \o "Page 8"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=9" \o "Page 9"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=10" \o "Page 10"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=11" \o "Page 11"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=12" \o "Page 12"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=13" \o "Page 13"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=14" \o "Page 14"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=15" \o "Page 15"

HYPERLINK "http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/Chapter%20II.pdf" \l "page=16" \o "Page 16"

membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS

-

nya minimal atau sama

dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera

otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nila

i GCS 9

-

13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14

-15

dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

Menurut

Brain Injury Association of Michigan

(2005), klasifikasi keparahan dari

Traumatic Brain Injury

yaitu :

Tabel 2.1. K

lasifikasi Keparahan

Traumatic Brain Injury

Ringan

Kehilangan kesadaran < 20 menit

Amnesia post traumatik < 24 jam

GCS = 13

15

Sedang

Kehilangan kesadaran

20 menit dan 36 jam

Amnesia post traumatik

24 jam dan 7 hari

GCS = 9

-

12

Berat

Kehilangan kesadaran > 36 jam

Amnesia post traumatik > 7 hari

GCS = 3

8

(

Sumber

: Brain Injury Association of Michigan

, 2005)

3.

Morfologi

a.

F

raktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk

garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur

dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan

CT scan

dengan teknik

bone

Universitas

Sumatera

Utara

win

dow

untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda

-

tanda klinis fraktur dasar

tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit

kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur

tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi

cukup berat.

Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut;

1.

Gambaran fraktur, dib

edakan atas :

a.

Linier

b.

Diastase

c.

Comminuted

d.

Depressed

2.

Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

a.

Calvarium

/ Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )

b.

Basis cranii ( dasar tengkorak )

3.

Keadaan luka, dibedakan atas :

a.

Terbuka

b.

Tertutup

b.

Lesi Intra Kranial

1.

Cedera otak difus

M

ulai dari konkusi ringan, dimana gambaran

CT scan

normal sampai kondisi yang

sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan mungkin

mengalami amnesia

retro/anterograd.

Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, isk

emi dari otak karena

syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera setelah trauma.

Pada beberapa kasus,

CT scan

sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran

edema dengan batas area putih dan abu

-

abu yang kabur. Selama ini dikenal ist

ilah

Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma otak berat dengan

Universitas

Sumatera

Utara

prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan

pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya.

2.

Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terlet

ak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan

gambarannya berbentuk

bikonveks

atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di

area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri

meningea media akibat fraktur tulang te

ngkorak.

3.

Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan ini

terjadi akibat robeknya vena

-

vena kecil di permukaan korteks serebri. Perdarahan

subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak.

Biasanya kerusakan

otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.

4.

Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus

temporal, walaupun dapat j

uga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri

dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intra

serebral yang membutuhkan tindakan operasi.

2.6.

Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis

Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara lain:

1.

Pemeriksaan kesadaran

Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan

Glasgow Coma

Scale

(GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga pengukuran,

yaitu : pembukaan mata, respon motorik,

dan respon verbal. Skor dari masing

-

masing

Universitas

Sumatera

Utara

komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3

sedangkan nilai tertinggi adalah 15.

Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi

GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat

GCS 9

13 : cedera kepala sedang

GCS > 13 : cedera kepala ringan

Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali

pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat

kesadaran

dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah

terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.

Tabel 2.2

Glasgow Coma Scale

Eye Opening

Spontaneous

Opens eyes on own

E 4

Speech

Opens eyes when

asked to in a l

oud

voice

3

Pain

Opens eyes upon

pressure

2

Pain

Does not open eyes

1

Best Motor Response

Commands

Follows simple

commands

M 6

Pain

Pulls examiners

hand away upon

pressure

5

Pain

Pulls a part of body

4

Universitas

Sumatera

Utara

away upon pressure

Pain

Fle

xes body

inappropriately to

pain (decorticate

posturing)

3

Pain

Body becomes rigid

in an extended

position upon

pressure

(decerebrate

posturing)

2

Pain

Has no motor

response

1

Verbal Response (Talking)

Speech

Carries on a

conversation

correct

ly and tells

examiner where

he/she is, who

he/she is and the

month and year

V 5

Speech

Seems confused or

disoriented

4

Speech

Talks so examiner

can understand

victim but makes no

sense

3

Speech

Makes sounds that

2

Universitas

Sumatera

Utara

examiner cannot

understand

S

peech

Makes no noise

1

( Sumber :

Brain Injury Association of Michigan

, 2005 )

2.

Pemeriksaan Pupil

Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya.

Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal.

Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf

okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan

akibat dari cedera kepala.

3.

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap sa

raf kranial dan saraf perifer. Tonus,

kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya harus

dicatat

Tabel 2.3 Saraf Kranial

Universitas

Sumatera

Utara

( sumber ; Greaves dan Johnson, 2002 )

4.

Pemeriksaan

Scalp

dan Tengkorak

Scalp

harus diperiksa u

ntuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman

leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak

dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan,

dan memar.

2.7.

Glasgow Coma Scale

sebagai Indikator Dini dalam Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale

(GCS) diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974

(Jennet dan Teasdale, 1974 dalam Sastrodiningrat, 2007 ). Sejak itu GCS merupakan

tolak ukur klinis yang digunakan untuk menilai beratnya cedera kepala. GCS

seharusnya telah diperiksa pada penderita

-

penderita awal cedera terutama sebelum

mendapat obat

-

obat paralitik dan sebelum intubasi. Derajat kesadaran tampaknya

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesempatan hidup dan penyembuhan. GCS

juga merupakan fakt

or prediksi yang kuat dalam menentukan prognosa ( Alberico

dkk, 1987 dalam Sastrodiningrat, 2007).

Terdapat beberapa kontroversi saat menentukan GCS. Penentuan skor GCS sesudah

resusitasi kardiopulmonal, dapat mengurangi nilai prediksi GCS. Pada beberapa

Universitas

Sumatera

Utara

p

enderita, skor mata dan skor verbal sulit ditentukan pada mata yang bengkak dan

setelah tindakan intubasi endotrakeal. Skor motorik dapat menjadi prediksi yang kuat;

penderita dengan skor mototrik 1 ( bilateral flaksid ) mempunyai mortalitas 90 %.

Adanya skor motorik yang rendah pada awal cedera dan usia di atas 60 tahun

merupakan kombinasi yang mematikan (Kelly dkk., 1996 dalam Sastrodiningrat,

2007).

Penentuan skor awal GCS yang dapat dipercaya dan belum diberi pengobatan apapun

atau sebelum tindakan intubasi mempunyai nilai yang sangat penting (

American

Association of Neurological Surgeons

, 2000 dalam Sastrodiningrat, 2007).

2.8.

Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kapitis

a.

X-

ray

Tengkorak

Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari

dasar tengkorak

atau rongga tengkorak.

CT scan

lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena

CT

scan

bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan.

X-Ray

tengkorak dapat digunakan bila

CT scan

tidak ada (

State of Colorado Department of

Labor and Employment

, 2006).

b.

CT

-Scan

Penemuan awal

computed tomography scanner

(

CT Scan

) penting dalam

memperkirakan prognosa cedera kepala berat (Alberico dkk, 1987 dalam

Sastrodiningrat,, 2007). Suatu CT scan yang normal pada waktu masuk dirawa

t pada

penderita

-

penderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang lebih

rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan

penderita

-

penderita yang mempunyai

CT scan

abno rmal.

Hal di atas tidaklah berarti bahwa sem

ua penderita dengan CT scan yang relatif

normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin terjadi peningkata TIK dan

Universitas

Sumatera

Utara

dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita (Roberson dkk, 1997 dalam

Sastrodiningrat, 2007). Di samping itu pemeriksaan

CT scan

tidak sensitif untuk lesi

di batang otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur

tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan dengan

outcome

yang buruk (Sastrodiningrat, 2007 ).

c.

Magnetic Resonance Imagi

ng

(MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

juga sangat berguna di dalam menilai prognosa.

MRI

mampu menunjukkan lesi di

substantia alba

dan batang otak yang sering luput

pada pemeriksaan

CT Scan

. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada

hemisfer

, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan

MRI,

mempunyai

prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan

CT

Scan

awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik (Wilberger dkk., 1983

dalam Sastrodiningrat, 2007).

Pe

meriksaan

Proton Magnetic Resonance Spectroscopy

(MRS)

menambah dimensi

baru pada

MRI

dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi

Cedera Akson Difus (

CAD)

. Mayoritas penderita dengan cedera kepala ringan

sebagaimana halnya dengan pen

derita cedera kepala yang lebih berat, pada

pemeriksaan MRS ditemukan adanya

CAD

di korpus kalosum dan

substantia alba.

Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa cedera kepala berat

masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini

dapat menolong menjelaskan

berlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera

kepala ringan ( Cecil dkk, 1998 dalam Sastrodiningrat, 2007 ).

2.9.

Faktor

-

Faktor yang Mempengaruhi Prognosis Cedera Kepala

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh MRC CRASH

Trial

Collaborators

(2008), Umur yang tua,

Glasgow Coma Scale

yang rendah, pupil tidak reaktif, dan

terdapatnya cedera ekstrakranial mayor merupakan prediksi buruknya prognosis.

Universitas

Sumatera

Utara

Skor

Glasgow Coma Scale

menunjukkan suatu hubungan lini

er yang jelas terhadap

mortalitas pasien. Adapun ditemukannya angka mortalitas yang lebih rendah pada

GCS 3 dibandingkan dengan GCS 4 mungkin disebabkan skor pasien yang di sedasi

dianggap sebagai 3.

Gambar 2.1 Relasi antara GCS dengan mortalitas pada

14 hari

Sumber ;

MRC CRASH

Trial

Collaborators

(2008)

Universitas

Sumatera

Utara