memaknai tradisi imlek dengan pola pikir buddhis

5
Memaknai Tradisi Imlek dengan pola pikir Buddhis Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa Memaknai Tradisi Imlek dengan pola pikir Buddhis Sabbesaṁ Saṅghabhūtānaṁ Sāmaggi Vuḍḍhisādhikā (“Persatuan dalam kelompok akan memberi kesejahteraan dan kemajuan”) Saṁyuttanikāya-Sagāthavagga Dalam budaya masyarakat Tionghoa, ada lima festival besar yang dirayakan dengan sukacita dan meriah. Adapun lima festival itu adalah: 1. Festival Musim Semi (Imlek) yang jatuh pada tanggal 1 bulan 1 (Cia Gwee) penanggalan Imlek; 2. Festival Ceng Beng, jatuh setiap tanggal 5 April menurut penanggalan Masehi; 3. Festival Musim Panas, jatuh setiap tanggal 5 bulan 5 (Go Gwee) menurut penanggalan Imlek; 4. Festival Musim Gugur, jatuh setiap tanggal 15 bulan 8 (Pe Gwee) menurut penanggalan Imlek; 5. Festival Musim Dingin, jatuh setiap tanggal 22 Desember menurut penanggalan Masehi. Setiap festival memiliki makna, ciri khas, maksud dan tujuan tersendiri. Di samping itu, setiap festival juga memiliki makanan khas tersendiri pula. Imlek memiliki makan khas Kue Keranjang, Ceng Beng memiliki makanan Ketupat Opor Ayam, Musim Panas (Peh Cun, Indonesia) memiliki makan Bakcang dan Kue Cang, Musim Gugur (Tiongchiu) memiliki makanan Kue Bulan, dan Musim Dingin (Tangche) memiliki makanan Wedang Onde.

Upload: robby94

Post on 14-Apr-2016

11 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Agama

TRANSCRIPT

Page 1: Memaknai Tradisi Imlek Dengan Pola Pikir Buddhis

Memaknai Tradisi Imlek dengan pola pikir Buddhis

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Memaknai Tradisi Imlek dengan pola pikir Buddhis

Sabbesaṁ Saṅghabhūtānaṁ Sāmaggi Vuḍḍhisādhikā

(“Persatuan dalam kelompok akan memberi kesejahteraan dan kemajuan”)

Saṁyuttanikāya-Sagāthavagga

Dalam budaya masyarakat Tionghoa, ada lima festival besar yang dirayakan dengan sukacita dan meriah. Adapun lima festival itu adalah:

1. Festival Musim Semi (Imlek) yang jatuh pada tanggal 1 bulan 1 (Cia Gwee) penanggalan Imlek;

2. Festival Ceng Beng, jatuh setiap tanggal 5 April menurut penanggalan Masehi;

3. Festival Musim Panas, jatuh setiap tanggal 5 bulan 5 (Go Gwee) menurut penanggalan Imlek;

4. Festival Musim Gugur, jatuh setiap tanggal 15 bulan 8 (Pe Gwee) menurut penanggalan Imlek;

5. Festival Musim Dingin, jatuh setiap tanggal 22 Desember menurut penanggalan Masehi.

Setiap festival memiliki makna, ciri khas, maksud dan tujuan tersendiri. Di samping itu, setiap festival juga memiliki makanan khas tersendiri pula. Imlek memiliki makan khas Kue Keranjang, Ceng Beng memiliki makanan Ketupat Opor Ayam, Musim Panas (Peh Cun, Indonesia) memiliki makan Bakcang dan Kue Cang, Musim Gugur (Tiongchiu) memiliki makanan Kue Bulan, dan Musim Dingin (Tangche) memiliki makanan Wedang Onde.

Tradisi Imlek (Gong Xi Fa Cai) Banyak orang yang menanti-nantikan pada tanggal 31 Januari 2014, ada apa dengan tanggal 31 Januari? Sebuah tanggal merah dan juga sebuah hari libur Nasional sejak tahun 2002. Sebuah hari Libur di penghujung bulan Januari 2014. Libur di akhir Januari ini bukan hari tambahan untuk liburan, namun untuk merayakan semarak Imlek. Imlek, bagi warga keturunan Tionghoa, menjadi penanda penting mengawali tahun. Lebih dikenal dengan nama Tahun Baru Imlek, menurut tradisinya festival musim semi ini dilakukan untuk menyambut datangnya musim semi yang hangat dan kental dengan kehidupan, menggantikan musim dingin yang kelam dan beku. Masyarakat China, yang dikenal sebagai masyarakat perantau dan keturunannya bisa ditemui di berbagai belahan dunia. Mereka pun tetap menjunjung tradisi dan filosofinya di tempat baru meski bukan di Negeri Tirai Bambu (RRC) dan mereka pun merasakannya semarak Oriental pernak-pernik Imlek. Di berbagai kota besar ikut memerah dengan beragam pernik dan aksesoris Imlek bahkan pelosok pelosok Desa Pecinan. Begitu juga di Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya ini, vihāra ini pun tak luput dari

Page 2: Memaknai Tradisi Imlek Dengan Pola Pikir Buddhis

Lampion-lampion berwarna merah mewarnai sudut-sudut yang kosong untuk menyambut Imlek. Setiap tahunnya, perayaan Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda-beda, yaitu antara tanggal 21 Januari sampai 20 Februari. Di hari itulah adalah satu hari bersejarah atau perayaan terpenting oleh orang Tionghoa. Dalam kalender Tionghoa, titik balik mentari musim dingin harus terjadi di bulan 11, yang berarti Tahun Baru Imlek biasanya jatuh pada bulan baru kedua setelah titik balik mentari musim dingin (dan kadang yang ketiga jika pada tahun itu ada bulan kabisat). Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Imlek merupakan salah satu tradisi orang Tionghoa untuk menyambut tahun baru Chinese. Aslinya Imlek atau Sin Tjia adalah sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Tiongkok yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru Lunar (calendar China). Perayaan ini berkaitan dengan pesta para petani untuk menyambut musim semi yang dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama. Acaranya meliputi sembahyang Tahun Baru Imlek dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari persembahyangan ini adalah sebagai wujud syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.

Tradisi Imlek jika ditinjau dari sudut pandang Dhamma Tradisi Imlek dipandang secara perspektif agama Buddha, seperti di dalam Dīgha Nikāya sutta ke-31 (Sigalovāda Sutta). Dengan diceritakan ada seorang pemuda yang bernama Sigala, anak saudagar kaya di Rajagaha. Ketika pemuda itu melakukan penghormatan ke berbagai arah seperti timur, barat, utara, selatan, atas dan bawah dengan rambut dan pakaian yang basah seraya mengangkat kedua tangannya yang dirangkapkan dan saat itu Sang Buddha sedang berpiṇḍapatta (berjalan dengan membawa mangkuk untuk menerima makanan dari umat). Singkat kata, Sigala bertemu dengan Sang Buddha dan terjadilah percakapan. Sang Buddha bertanya kepada pemuda tersebut, “Mengapa dengan rambut dan pakaian yang basah kamu menyembah ke berbagai arah bumi dan langit?” Sigala pun menjawab “Hal ini saya lakukan karena pesan / amanat dari Ayah saya sebelum meninggal, sebagai rasa baktiku terhadapnya.” Sang Buddha memberikan penjelasan dengan detail kepada Sigala berkenaan dengan cara menghormat sesuai Dhamma yaitu: Ayah dan Ibu sebagai arah timur, Guru sebagai arah selatan, Istri dan anak sebagai arah barat, Sahabat dan kenalan sebagai arah utara, Para pertapa sebagai arah atas dan Para pelayan dan bawahan sebagai arah bawah. Ke-enam arah ini dijelaskan secara terperinci, pada tulisan ini penulis hanya membahas tentang Sigalovāda Sutta khususnya penghormatan ke arah timur poin yang ke tiga yaitu MENJAGA TRADISI KELUARGA. Sebagai anggota masyarakat keturunan Tionghoa, kita bisa tetap bisa menjaga tradisi IMLEK. Bahkan dijelaskan dalam Sigalovada Sutta, Sang Guru mengajarkan untuk bisa menjaga tradisi keluarga! Memaknai Imlek dengan Saṅghavatthu

1. Dāna (memberikan Angpao) Budaya imlek sangat identik dengan AngPao (Ang = Merah, Pao = Amplop/bungkusan). Dengan kata lain, di dalam perayaan tahun baru imlek tentu banyak didominasi oleh warna merah atau amplop merah (AngPao). Angpao yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek. Tapi angpao sebenarnya tidak hanya diberikan pada tahun baru Imlek saja karena angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpao juga ada di acara-acara penting seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.

Page 3: Memaknai Tradisi Imlek Dengan Pola Pikir Buddhis

2. Piyavācā (ucapan yang baik dan halus) Ucapan yang menyenangkan disaat saling bertemu ketika menyambut hangat para tamu di hari Imlek. Ucapan dengan ketulusan, kelembutan, cinta kasih dan tanpa menyakiti hati para sanak keluarga maupun para tamu yang berkunjung di rumah kita.

3. Atthacariyā (melakukan hal yang bermanfaat) Melalukan perbuatan yang bermanfaat bagi para tamu di saat Imlek, seperti menyiapkan tempat untuk duduk dan juga disertai dengan menjamu para tamu dengan aneka masakan dan makanan khas Imlek (berbagai macam kue; kue cina; dodol, jeruk mandarin; buah atap; agar-agar dsb)

4. Samānattatā (tidak sombong) Setelah kita melakukan sesuatu yang baik untuk menyambut para tamu maupun sanak keluarga kita disaat Imlek. Kita hendaknya tetap menjaga diri agar tidak sombong. Semua orang mempunyai kekurangan dan juga kelebihannya, termasuk diri kita sendiri! Kesombongan bukan hanya merugikan diri sendiri tetapi juga bisa menghancurkan suasana keakraban dan kebersamaan yang telah terjalin.

Setiap tradisi akan mempunyai makna yang tersembunyi dan jangan berpandangan yang sempit bahwa tradisi adalah salah dan menyimpang dari Dhamma. Paling tidak, kita harus memahami antara tradisi dengan pemahaman Dhamma.

Semoga tulisan ini dapat dimengerti tentang Tradisi Tionghoa khususnya IMLEK dalam Agama Buddha. Tahun Baru Imlek adalah momen di mana seluruh kelaurga berkumpul, berdoa dan menikmati kebersamaan dengan sanak keluarga. Kegembiraan dan harapan Imlek pun diungkapkan dengan “GONG XI FA CAI” yang artinya Semoga SEJAHTERA.

Referensi:

• Hari raya Tionghoa

• Sigalovada Sutta; Dīgha Nikāya

• Kamus umum Buddha Dharma

• Buddhasāsana Subhāsita

Oleh: Bhikkhu Phaladhammo (02 Februari 2014)