memaafkan tapi tidak melupakan
TRANSCRIPT
Memaafkan tapi tidak melupakan, bolehkah?
Beberapa hari yang lalu, saya berselisih paham dengan seorang rekan. Penyebabnya sepele
saja, hanya salah paham. Tapi rekan saya itu sangat emosional hingga melontarkan kata-
kata yang bahkan tak pernah terlintas di benak saya bahwa dia memiliki perbendaharaan
kata-kata tersebut.
Saat sendirian, saya berusaha berfikir realistis, mungkin dia hanya khilaf, mungkin itu
teguran buat saya juga, dan pemikiran lain yang membuat saya sampai pada kesimpulan,
mau atau tidak, mudah atau sulit, saya tak punya pilihan selain memaafkannya, bahkan
pun jika dia tidak minta maaf.
Tapi ternyata permasalahan beratnya bukan pada memaafkan itu sendiri, tapi bagaimana
melupakannya. Saya yakin telah memaafkannya, tapi rasa sakit setiap melihat wajahnya,
hingga kemuakan yang bahkan jika hanya mendengar namanya membuat saya berfikir
ulang, bisakah saya melupakannya? Bisakah saya membebaskan hati saya?
Dari sebuah artikel di blog "hatisangperindu” saya mendapat sedikit penjelasan mengapa
memaafkan dan melupakan tidak berada dalam satu paket. Inilah sedikit penjelasannya:
Memori jangka panjang samalah dengan harddisk dan memory jangka pendek samalah
dengan RAM (Random Access Memory) dan Processor dalam istilah komputer.Setiap
perkataan yang menyakitkan, menyenangkan, membahagiakan, menggalaukan, dan lain-
lan semua itu diproses oleh memori jangka pendek yang kemudian dimasukkan ke dalam
memori jangka panjang.
Sayangnya, sekali masuk ke memori jangka panjang, maka kata-kata yang menyakitkan itu
tidaklah pernah hilang dan akan terus tersimpan sampai kapanpun, dan sayangnya juga,
memori jangka panjang ini memiliki kapasitas yang tak terbatas. Subhanallah… yang telah
menciptakan very-very super and extra-ordinary computer yang takkan tertandingi dalam
otak kita.
Lantas mengapa kita sering mengalami yang namanya lupa? Pada hakikatnya, lupa itu
adalah ketidakmampuan memori jangka pendek untuk memproses dan memanggil ulang
informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Maka itu, kenangan itu tetaplah
di sana tersimpan dan tak akan pernah hilang, kecuali maut yang mampu men-delete
semuanya.
Lalu, bisakah memaafkan itu terhitung, walau tak mampu melupakan?
Masih dalam artikel yang sama, saya mendapat sedikit pencerahan bahwa melupakan
sesuatu yang sudah termemori dalam memori jangka panjang itu memang sangat sulit
mendekati mustahil, tapi memaafkan adalah pilihan yang sangatlah mulia.
Lalu bolehkah memaafkan tanpa harus melupakan?
Entahlah, ingat dan lupa kadang-kadang berada di luar kekuasaan kita, tapi kita punya
pilihan untuk tidak berusaha mengingat. Mungkin tidak akan sampai pada lupa, tapi
setidaknya jika ingatan itu tak lagi berefek buruk pikiran dan perasaan, mungkin kita
sebenarnya telah “lupa”. Walau tentu saja, lupa dalam tanda kutip tentu berbeda dengan
lupa tanpa tanda kutip… ^_^