mekonium

42
Chapter 32 Penyakit Mekonium Michael G. Caty. Mauricio A. Escobar, Jr. Obstruksi usus merupakan salah satu diagnosis yang paling sering terjadi untuk dikirim ke Neonatal Intensive Care Unit (NICU), yakni sebanyak sepertiga dari seluruh kasus. Kegagalan pengeluaran mekonium dalan 24 sampai 48 jam pertama kehidupan, intoleransi pemberia makan, distensi abdomen, dan emesis bilier merupakan tanda-tanda obstruksi intestinal pada bayi baru lahir, dan memberikan diferensial diagnosis berupa obstruksi yang berdasarkan pada pertimbangan anatomis, metabolik, dan fungsional. Istilah penyakit mekonium merujuk pada mekonium ileus dan mekonium plug syndrome. Kondisi-kondisi ini dianggap terpisah dari penyebab fungsional atau anatomis pada obstruksi intestinal bayi baru lahir, seperti Hirschsprung disease, atresia intestin, dan malformasi anorektal. MEKONIUM ILEUS Mekonium Ileus (MI) adalah salah satu dari penyebab yang paling umum pada obstruksi intestinal pada bayi baru lahir, sebesar 9 – 33% dari seluruh kasus obstruksi pada bayi baru lahir. Hal ini ditandai dengan mekonium yang sangat kental, kaya protein yang menyebabkan obstruksi intraluminal pada distal ileum, biasanya pada katup ileocaecal. Hal ini juga biasanya merupakan manifestasi klinis awal untuk cystic fibrosis (CF), yang terjadi

Upload: azhar-dzulhadj-b-arafah

Post on 05-Feb-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mekonium

TRANSCRIPT

Page 1: MEKONIUM

Chapter 32Penyakit MekoniumMichael G. Caty. Mauricio A. Escobar, Jr.

Obstruksi usus merupakan salah satu diagnosis yang paling sering terjadi untuk dikirim ke

Neonatal Intensive Care Unit (NICU), yakni sebanyak sepertiga dari seluruh kasus. Kegagalan

pengeluaran mekonium dalan 24 sampai 48 jam pertama kehidupan, intoleransi pemberia makan,

distensi abdomen, dan emesis bilier merupakan tanda-tanda obstruksi intestinal pada bayi baru

lahir, dan memberikan diferensial diagnosis berupa obstruksi yang berdasarkan pada

pertimbangan anatomis, metabolik, dan fungsional. Istilah penyakit mekonium merujuk pada

mekonium ileus dan mekonium plug syndrome. Kondisi-kondisi ini dianggap terpisah dari

penyebab fungsional atau anatomis pada obstruksi intestinal bayi baru lahir, seperti Hirschsprung

disease, atresia intestin, dan malformasi anorektal.

MEKONIUM ILEUS

Mekonium Ileus (MI) adalah salah satu dari penyebab yang paling umum pada obstruksi

intestinal pada bayi baru lahir, sebesar 9 – 33% dari seluruh kasus obstruksi pada bayi baru lahir.

Hal ini ditandai dengan mekonium yang sangat kental, kaya protein yang menyebabkan obstruksi

intraluminal pada distal ileum, biasanya pada katup ileocaecal. Hal ini juga biasanya merupakan

manifestasi klinis awal untuk cystic fibrosis (CF), yang terjadi pada sekitar 16% pada pasien-

pasien dengan CF. Meskipun MI dapat terjadi dengan kondisi-kondisi yang tidak biasa seperti

pancreatic aplasia dan total colonic aganglionosis, sering dianggap patognomonik untuk CF. MI

bisa saja menjadi indikasi awal dari cystic fibrosis dengan fenotipe yang jauh lebih berat, seperti

yang disarankan oleh penurunan fungsi pulmoner yang signifikan yang ditemukan pada anak-

anak dengan riwayat MI dibandingkan dengan anak-anak kecocokan umur-dan jenis kelamin-

dengan CF dan tidak menderita MI.

Karena kelainan pada sekresi mukus eksokrindan defisiensi enzim pankreatik, mekonium

pada MI berbeda dengan mekonium normal. Mekonium pada MI memiliki kandungan air yang

kurang (65% vs 75%) ketika dibandingkan dengan mekonium normal, kadar sukrase dan laktase

yang rendah, peningkatan albumin, dan penurunan enzim pnakreatik. Selain itu, konsentrasi

sodium, potassium, magnesium, logam berat, dan karbohidrat pada mekonium MI berkurang

Page 2: MEKONIUM

pada kasus CF. konsentrasi dari protein nitrogen meningkat dan terdiri dari mukoprotein yang

abnormal. Oleh karena itu, mukus intestinal kental yang lebih pada ketidakhadiran enzim-enzim

tergradasi menyebakan mekonium yang tebal yang menyumbat usus.

CYSTIC FIBROSIS

Pemahaman tentang CF adalah hal yang penting untuk semua dokter yang terlibat dalam

penanganan pasien-pasien MI. CF merupakan cacat genetik yang berpotensi mematikan yang

paling sering terjadi yang menyerang Kaukasia. Setiap tahunnya, 1200 bayi terlahir dengan CF

(1: 2500 kelahiran hidup), dan 30000 anak-anak dan dewasa muda hidup dengan CF di Amerika

Serikat. Penyakit ini merupakan penyakit autosomal resesif yang diwariskan dengan tingkat

carrier sebanyak 4 – 5%. Insiden terhadap CF jauh lebuh rendah pada populasi non-Kaukasia : 1

pada 10,500 kelahiran penduduk asli Amerika Aleut (Eskimo), 1 pada 13,50o kelahiran

Hispanik-Kaukasia, 1 pada 15,000 kelahiran Afrika-Amerika (lebih rendah pada Afrika asli), dan

1 pada 31,000 kelahiran Asia-Amerika.

Genetik

Analisis terhadap kromosom manusia 7q31, dan ditemukan bahwa hasil gen mutasi pada

regulator transmembran CF (konduktansi) (CFTR) terdapat pada CF. protein sel membran yang

dikode oleh CFTR adalah 3'-5'-cyclic adenosine monofosfat (cAMP)-yang diinduksi oleh

channel klorida, yang juga mengatur aliran dari ion-ion lainnya di permukaan apikal pada sel-sel

epitel. Perubahan pada hasil CFTR adalah konten elektrolit yang abnormal pada lingkungan

eksternal ke permukaan apikal pada membran-membran epitel. Hal ini menyebabkan

pengeringan dan penurunan pembersihan sekresi dari struktur-struktur tubuler yang dilapisi oleh

epitel-epitel yang terkena dampak.

Mutasi paling umum dari gen CFTR, F508del (dulunya dikenal dengan ΔF508),

merupakan tiga pasang-delesi-dasar yang menyebabkan penghapusan residu fenilalanin pada

posisi asam amino 508 pada CFTR. Meskipun saat ini terdapat 1,903 mutasi yang tercatat pada

database CFTR, mutasi F508del bertanggung jawab sekitar 70% terhadap gen CF. pada keluarga

dengan MI, terdapat kejadian lebih tinggi yang signfikan dari yang diharapkan 35% untuk suatu

kelainan genetik autosomal resesif. Dalam satu seri, 79% pasien-pasien CF dangan mutasi

F508del memberikan keluhan abdominal (termasuk MI) daripada keluhan pulmoner. Namun,

Page 3: MEKONIUM

tidak terdapat bukti untuk mendukung frekuensi alel atau variasi haplotypic pada pasien-pasien

CF dengan MI dibandingkan dengan mereka yang tidak sama sekali, atau pada pasien-pasien CF

dengan penyakit hati yang signifikan.

Patofisiologi Gastrointestinal

CF ditandai dengan mucoviscidosis dari sekresi eksokrin ke seluruh tubuh yang merupakan hasil

dari trnaspor abnormal ion klorida pada membran apikal atau sel-sel epitel. Transpor bikarbonat

abnormal juga mempenharuhi pembentukan mucin pada CF. hasil klinis pada obstruksi kronik

dan infeksi pada traktus respiratorius, insuffisiensi dari eksokrin pankreas, serta peningkatan

level klorida keringat. Variasi klinis lainnya, seperti pasien dengan sinusitis kronis atau laki-laki

dewasa dengan congenital bilateral absence of the vas deferens (CBAVD), yang biasanya

memiliki keterlibatan klinis yang sangat kecil,telah dijelaskan (gambar 32-1). Pada pasien-pasien

dengan CBAV, genotif CFTR biasanyan mencakup paling tidak satu mutasi ringan yang tidak

tipikal dengan pasien CF. Alel mutasi-ringan biasanya dikaitkan dengan mutasi berat dari alel

lainnya, seperti mutasi F508del. CBAVD telah dijelaskan pada pasien degan mutasi F508del dan

G551D, yang mana keduanya digolongkan sebagai severe. Alel G551D merupakan mutasi yang

terserng ke-3 yang berhubungan dengan CF, dan pasien-pasien yang terkena mutasi ini dapat

menderita insuffisiensi pankreas, gejala pulmonar, dan serangan MI ekuivalen, mengindikasikan

CBAVD dapat berkaitan dengan dengan fenotipe CF yang lebih berat.

Perkembangan dari pankreas dan saluran cerna pada fetus dengan CF tidak normal. Pada

pasien-pasien dengan CF, sekresi pankreatik yang abnormal menyumbat sistem duktal yang

menyebabkan autodigesti dari sel-sel acinar, penggantian lemak dari parenkim pankreas, dan

fibrosis. Meskipun proses ini berawal di dalam rahim, tapi kejadiannya bervariasi dari waktu ke

waktu. Apapun itu, insuffisiensi pankreatik adalah hal yang lazim pada bayi muda dengan CF

dan memiliki dampak yang signifikan pada pertumbuhan dan nutrisi.

Induffisiensi pankreatik memiliki peran utama dalam patogenesis MI. stenosis kongenital

pada duktus pankreatis berkaitan dengan obstruksi usus yang diinduksi-oleh-mekonium. Hal ini

lebih didukung oleh fakta bahwa dua per tiga dari bayi ditemukan memiliki CF memlalui

skrining neonatus adalah insuffisiensi pankreatik saat lahir. Namun, sekitar 10% dari pasien

dengan CF menderita insufisiensi pankreatik dan cenderung memiliki jalan yang lebih ringan.

Dan juga, lesi pankreatik bervariasi saat lahir dan menjadi lebih berat pada anak-anak yang

Page 4: MEKONIUM

menderita CF yang berusia diatas 1 tahun. Temuan-yemuan ini menunjukkan bahwa insuffisiensi

pankreas bukan merupakan penyebab utama dari mekonium yang abnormal pada MI. tampaknya

prevalensi dari kelainan kelenjar intestin memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap

produksi mekonium yang abnormal. Kurangnya kesesuaian antara MI dan tingkat keparahan

penyakit pankreas dan dominasi dari lesi kelenjar intestin menyiratkan bahwa faktor-faktor

intraluminal intestin memberikan kontribusi yang lebih dalam perkembangan MI dibandingkan

dengan tidak-adanya sekresi pankreas.

Motilitas usus yang abnormal juga

dapat berkontribusi terhadap perkembangan

MI. beberapa pasien dengan CF memiliki

waktu transit usus halus yang lebih lama.

Dan juga, kecacatan channel ion CFTR

menyebabkan sekresi eksokrin yang kaya

sodium dan klorida yang dapat

menyebabkan terjadinya dehidrasi dari

konten intraluminal, sehingga

menyebabkan gangguan clearance.

Penyakit non-CF yang berkaitan dengan

motilitas usus yang abnormal, seperti

Hirschsprung Disease dan Cjronic

Intestinal Pseudo-Obstruction, telah

memiliki hubungan dengan penyakit yang

menyerupai-MI, menandakan bahwa

penurunan peristalyik memungkinkan

untuk peningkatan reabsorbsi air, sehingga

mendukung perkembangan dari menkonium yang abnormal.

Diagnosis dan Skrining Prenatal

The American College of Obstetrics and Gynecology merekomendasikan kepada semua wanita

dengan usia reproduktif harus ditawarkan untuk melakukan skrining carrier CF. berdasarkan

Page 5: MEKONIUM

hasil dari skrining CF, diagnosis

antenatal dari MI dapat dilakukan

dalam dua kelompok yang berbeda :

kelompok beresiko-tinggi dan

kelompok beresiko-rendah. Pada

kelompok resiko-rendah, diagnosis

dicurigai ketika gambaran sinigrafik

dari MI ditemukan pada USG prenatal

rutin pada ibu yang negatif terhadap

skrining carrier CF. temuan sonografik

konsisten dengan MI pada fetus dengan

orang tua yang dikteahui carrier CF,

dan kehamilan yang menyusul

kelahiran bayi yang terkena-CF,

dianggap sebagai resiko-tinggi.

Orangtua dari anak yang menderita CF

dianggap sebagai carrier wajib terhadap

mutasi CF.

Sebuah algoritme telah ditetapkan yang dapat menjadi berguna dalam membuat

keputusan dan penanganan terhadap fetus yang dicurigai menderita MI (gambar 32-2). Apabila

kedua orangtua merupakan carrier, evaluasi dari fetus harus dilakukan dengan menggunakan

sampling chorionic villus atau amniocentesis. Pada kehamilan yang dicurigai CF, pemeriksaan

sonografik dilakukan tiap bulan sampai melahirkan. Evaluasi ini memungkinkan deteksi dini

terhdap komplikasi yang potensial dan mempersiapkan para dokter untuk melakukan tindakan

medis atau pembedahan yang segera saat persalinan.

Evaluasi Sonografik

Karakteristik sonografik yang berhubungan dengan MI mencakyp hiperekoik, massa intra-

abdominal, dilatasi usus, dan non-visualisasi pada kantong empedu. Mekonium fetus yang

Page 6: MEKONIUM

normal, ketika dilihat pada trimester dua dan tiga, biasanya hipoekoik atau isoekoik untuk

struktur andominal. Sensitifitas massa echogenik intra-abdomen pada deteksi MI/CF dilaporkan

antara 30 – 70%. Sebagai tambahan untuk MI, usus hiperekoik telah dilaporkan dengan

syndrome Down, retardasi pertumbuhan intra-uterine, prematuritas, infeksi cytomegalovirus

dalam rahim, atresia usus, plasenta abruptio, dan kematian janin. Pentingnya usus janin yang

hiperekoik berhubungan dengan usia gestasi pada deteksi, ascites, kalsifikasi, volume cairan

amnion, serta anomali janin lainnya. Nilai prediktif positif pada massa hiperekoik pada janin

resiko-tinggi diperkirakan menjadi 52%, tetapi hanya 6,4% pada janin resiko-rendah. Sangat

penting untuk mencatat bahwa usus hiperekoik telah ditemukan menjadi varian normal pada

trimester kedua dan ketiga.

Penemuan dilatasi usus pada Ultrasoun (US) prenatal, dalam hubungannya dengan

riwayat keluarga CF, telah dilaporkan jarang terjadi dibandingkan dengan usus hiperekoik. Pada

MI, dilatasi usus disebabkan oleh obstruksi dari mekonium, tetapi meniru temuan pada volvulus

usus-bagian-tengah, band kongenital, atresia usus, duplikasi usus, hernia interna, meconium plug

syndrome, dan Hirschsprung Disease. Hubungan antara dilatasi usus pada janin dan MI

menunjukkan bahwa dilatasu usus janin menjamin pengujian orangtua untuk CF dan

menlanjutkan pengawasan sonografik pada janin.

Ketidakmampuan untuk memvisualisasikan kanting empedu pada US janin telah

berkaitan dengan CF. kombinasi dengan fitur sonografik, non-visualisasi terhadap kantong

empedu bisa berguna pada deteksi prenatal dari penyakit tersebut. Namun, kehati-hatian harus

dilatih dalam menginterpretasikan kantong empedu yang absen sebagai diferesial diagnosis, yang

juga mencakup atresia bilier, omphalocele, kelainankromosom, dan kehamilan normal.

Presentasi Klinis

MI dikategorikan sebagai yang sederhana atau komplikasi. Mekonium yang tebal mulai

terbentuk dalam rahim. Saat dia menyumbat mid-ileum, dilatasi usus proksimal dan penebalan,

bersama dengan kongesti, terjadi. Sekitar seperdua dari neonatus ini hadir dengan obstruksi

sederhana tanpa komplikasi. Pasien yang tersisa hadir dengan komplikasi dari MI, termasuk

volvulus, gangren, atresia, dan/atau perforasi, yang dapat menyebabkan peritonitis mekonium

dan peritonitis giant cystic mekonium.

Page 7: MEKONIUM

Mekonium Ileus Sederhana

Pada MI sederhana, ileum terminal berisi dengan massa yang tegas. Usus pada daerah ini

memiliki diameter yang kecil dan tercetak di sekitar benjolan kental dari mekonium. Ileum

kemudian menjadi dilatasi dan terisi dengan mekonium yang tebal dan lengket dengan gas dan

cairan yang ditemukan pada usus kecil arah proksimal dari daerah tersebut. Bayi baru lahir

dengan MI tanpa-komplikasi tampak sehat segera setelah lahir. Namun, dalam 1 sampai 2 hari,

mereka mengalami distensi abdominal dan emesis bilier. Mekonium normal tidak akan keluar.

Akhirnya, dilatasi dari loop usus menjadi terlihat pada pemeriksaan dan terdapat karakteristik

“doughy” yang berlekuk saat palpasi. Rektum dan anus biasanya sempit, sebuah temuan yang

mungkin disalahartikan sebagai stenosis anal. Presentasi bayi dengan MI mirip dengan berbagai

tipe obstruksi usus kecil pada neonatus. Oleh karena itu, para dokter harus secara stimultan harus

mempertimbangkan malrotasi, atresia usus halus, atresia colon, dan mekonium plug syndrome.

Penggalian riwayat, pemeriksaan fisik, dan kontras enema membantu membedakan semuanya.

Mekonium Ileus Berkompikasi

Bayi dengan MI berkomplikasi memperlihatkan gejala dalam 24 jam setelah kelahiran. Beberapa

bayi yang baru lahir bergejala segera setelah lahir sebagai hasil dari perforasi dalam rahim atau

kompromi dari usus. Tanda-tanda peritonitis, termasuk distensi, nyeri tekan, edema dinding

Page 8: MEKONIUM

abdomen dan eritem, dan bukti klinis akan sepsis dapat ditemukan pada pemeriksaan awal pada

neonatus. Distensi abdomen dapat menjadi begitu parah untuk menyebabkan immediate

respiratory distress. Massa yang terpalpasi menunjukkan pembentukan pseudokista, yang

berasal dari perforasi usus dalam rahim. Neonatus dapat terlihat pada ekstremis dan memerlukan

resusitasi mendesak dan operasi eksplorasi.

Secara historis, volvulus segmental telah dilaporkan menjadi komplikasi yang paling

umum dari MI. Volvulus prenatal pada segmen ileum yang distensi-akibat-mekonium dapat

menyebabkan gangguan pada aliran darah mesenterika, yang dapat menyebabkan nekrosis

iskemik, atresia usus disertai dengan defek mesenteric, atau perforasi. Ketika suatu perforasi

dalam rahim terjadi, sebagian besar dari mekonium yang steril akan direabsorbsi dengan jumlah

menjadi kalsifikasi. Segmen atretik umum ditemukan pada MI dan usus yang teserang dapat

muncul dengan layak, memperlihatkan tidak adanya bukti akan perforasi atau gangren. 12 – 17%

neonatus yang lahir dengan atresia jejunoileal memiliki CF. oleh karena itu, semua nenoatus

dengan atresia jejunoileal dan presentasi mekonium yang abnormal (MI, mekonium plug

syndrome, giant custic meconium peritonitis, dll) harus menjalani pemeriksaan keringat klorida.

Insiden CF pada nenonatus dengan mekonium peritonitis dilaporkan mencapai 15 – 40%.

Empat jenis dari mekonium peritonitis telah diakui termasuk: adhesive meconium peritonitis,

giant cystic meconium peritonitis atau pseudocyst, mekonium ascites, dan mekonium peritonitis

Page 9: MEKONIUM

terinfeksi. Sebagai tambahan untuk MI, penyebab lain dari perforasi usus dalam rahim juga harus

dipertimbangkan (atresia, stenosis, kelainan kolon, anus imperforata) dalam pengaturan klinis

tersebut. Perbedaan pada presentasi klinis merupakan sekunder terhadap waktu perforasi, serta

apakah perforasi tertutup secara spontan atau tidak. Tempat perforasi biasanya tertutup saat lahir.

Tidak mengherankan, mortalitas meningkat pada kasus-kasus apabila perforasinya tetap terbuka.

Awalnya, mekonium peritonits adalah peritonitis yang nonbakterial, kimiawi, dan benda asing

yang terjadi selama kehamilan. Saat mekonium meloloskan diri dari usus yang tersumbat,

peritonitis kimiawi steril kemudian terjadi. Setelah melahirkan, superinfeksi bakteri dapat terjadi

dengan kolonisasi pada traktus gastrointestinal. Hal ini penting untuk dicatat bahwa mekonium

peritonitis juga dapat terjadi tanpa MI dan bukan merupakan hal yang patognomonik untuk CF.

Gambaran Radiografik

MI yang sederhana ditandai dengan pola yang tidak merata pada loop-loop usus pada radiograf

abdomen dengan kehadiran air-fluid level yang variabel. Ketidah-hadiran dari air-fluid level

dapat disebabkan karena viskositas mekonium yang tidak memungkinkan adanya pertemuan

udara dengan cairan. Ketika udara yang tertelan bercampur dengan mekonium, bubble dan gas

dapat terlihat. Penampakan “soap-bubble” ini (gambar 32-4( bergantung pada viskositas

mekonium dan bukan merupakan gambaran yang konstan. Sementara masing-masing dari

gambaran ini saja bukan merupakan diagnostik terhadap MI, bersama dengan riwayat keluarga

mengenai CF, dapat menegakkan diagnosis dengan tepat.

Temuan radiografis pada MI berkomplikasi bervariasi dengan komplikasi. Temuan-

temuan pada USG prenatal termasuk ascites, massa kista intra-abdominal, dilatasi usus, dan

kalsifikasi. Temuan radiografi neonatus dapat mencakup kalsifikasi peritoneal, udara bebas,

dan/atau air fluid level (berhubungan dengan atresia). Air fluid level dapat terlihat secara

minimal bahkan tidak ditemukan, menyulitkan dokter untuk membuat diagnosis yang benar

terhadap MI berkomplikasi. Kalsifikasi yang berbintik-bintik pada film polos abdomen sangat

mendukung pada perforasi intestinal intrauterin dan mekonium peritonitis. Temuan radiografis

pada obstruksi dan massa berdensitas besar dengan tepi yang berkalsifikasi menyiratkan suatu

pseudokista (gambar 32-5). Deposit kalsium ini berbentuk linear dan terdapat sepanjang

peritoneum parietal dan permukaan serosal pada organ-organ viseral. Menariknya, sepertiga dari

Page 10: MEKONIUM

kasus MI berkomplikasi tidak memiliki temuan radiografis yang menyarankan adanya

komplikasi.

Sebuah kontras enema harus dilakukan pada semua kasus obstruksi usus rendah pada

bayi baru lahir. Kami menganjurkan sebuah kontra enema yang larut-dalam-air untuk diagnosis

dan pengobatan. Pada MI, pemberian kontras dipantau secara fluoroskopi dan menunjukkan usus

besar dengan kaliber kecil, yang dikenal sebagai “microcolon of disuse”, biasanya mengandung

mekonium yang kecil, dan inspissated rabbit pellets (scybala) (gambar 32-6). Enema juga

mengindetifikasi posisi caecal, mengindikasikan apakah terdapat malrotasi atau tidak. Pada

kasus-kasus yang berkomplikasi, seperti atresia, sebuah microcolon dengan reflux ke dalam

ileum terminal dekompensata harus dicatat. Apabila kontras tidak dapat dialirkan ke dalam usus

kecil yang terdilatasi, operasi eksplorasi diperlukan untuk diagnosis dan terapi.

Pemeriksaan Dignostik

Diagnosis CF ditegakkan dengan pemeriksaan

keringat. Sebuah konsentrasi sodium 60

mmol/L dalam 100 mg keringat merupakan

diagnostik CF, dengan 40 -60 mmol/L menjadi

intermediet (tetapi lebih untuk diagnostik pada

bayi) dan kurang dari 40 mmol/L menjadi

normal. Tes ini biasanya dilakukan pada

beberapa minggu kelahiran untuk

mendapatkan ukuran sampel yang adekuat.

Program skrining CF neonatus menggunakan

Guthrie Blod Spot Test untuk konsentrasi yang

meningkat terhadap immunoreactive

trypsinogen tersedia dalam beberapa negara,

tetapi harus dikonfirmasi terlebih dahulu

dalam dut-tahap pendekatan analisis

inkorporasi mutasi CFTR. Pemeriksaan

genetik untuk mutasi CFTR tersedia, tes-tes komerisal untuk sejumlah mutasi. Kebanyaka

laboratorium regional akan menyiapkan hasil dari empat atau lima mutasi yang paling umum

Page 11: MEKONIUM

untuk yang relevan dengan kelompok etnis atau wilayah geografis pada area mereka

menggunakan teknik sistem mutasi emplifikasi refrakter (ARMS). Analisis feses untuk albumin,

trypsin, dan chymotrypsin tersedia,dan nilai-nilai abnormal ditambah dengan temuan-temuan

operasi yang menyarankan CF.

Neonatus dengan MI yang gagal berespon terhadap pengukuran non-operatif dapat

diobati dengan appendectomy dan irigasi dengan kontras larut-dalam-air ke dalam ususu kecil

melalui usus kecil ataupun benjolan appendecaecal. Appendix (atau biopso intestinal lainnya)

dapat dikirim untuk pemeriksaan/analisi histologis. Temuan patognomonik atau histologi untuk

CF mencakup goblet cell hyperplasia dan sekret akumulasi dalam kripte atau lumen.

Penanganan Non-Operatif pada MI Sederhana

Neonatus harus ditangani secara awal layaknya bayi baru lahir lainnya dengan obstruksi usus.

Penanganan ini harus mencakup resusitasi volume dan pendukung ventilator juga diperlukan.

Dekompresi lambung untuk mencegah distensi abdomen yang progresif, aspirasi, dan kompromi

paru sangat penting. Sebagai tambahan, koreksi terhadap kelainan koagulasi dan cakupan

antibiotik empiris spektrum-luas harus diberikan.

Mayoritas bayi baru lahir dengan MI

dapat ditangani secara non-operatif. Seperti yang

dikatakan diatas, penanganan awal harus

mencakup kontras enema yang larut-cairan

isotonis dibawah kontrol fluoroskopi. Enema

larut-air juga akan mengekskluasi penyebab lain

dari obstruksi usus pada neonatus. Sebelum

melakukan enema larut-air, neonatus harus

diberikan cairan intravena yang adekuat untuk

mengoreksi dan menghindari hipovolemia,

mendapat elektrolit yang sesuai, dan dibuat

menjadi normotermik.

Dibawah pengawasan fluoroskopi, material

kontras yang larut-air dinfus secara pelan-pelan

Page 12: MEKONIUM

dengan tekanan hidrostatik yang rendah melalui kateter yang dimasukkan ke dalam rektum.

Inflasi dari balon kateter harus dihindari untuk meminimalisir kejadian perforasi. Setelah selesai,

kateter ditarik dan radiografi abdominal dilakukan untuk emnilai perforasi. Neonatus tersebut

kemudian dikembalikan ke NICU untuk pemantauan intensif dan resusitasi cairan. Biasanya

terdapat jalan keluar yang cepat pada pelet mekonium yang diikuti oleh mekonium semi-cair,

yang berlanjut dalam 24 – 48 jam berikutnya. Setelah perangsuran dari enema, cairan

extraluminal dialirkan ke dalam lumen intestinal, menghidrasi dan melunakkan massa

mekonium. Enema saline yang hangat yang mengandung 1% acetylcysteine (Mucomyst;

Apothecon, Princeton, New Jersey) dapat diberikan untuk membantu menyempurnakan

evakuasi. Radiografi harus dilakukan secara indikasi klinis untuk mengonfirmasi evakuasi dari

obstruksi dan untuk mengeksklusi perforasi yang lambat. Apabila evakuasi tidak sempurna, atau

apabila upaya pertama dari evakuasi kontras enema tidak mereflux kontras pada usus yang

dilatasi, enema kedua dapat dilakukan. Namun, apabila distensi yang progresif, tanda tanda

peritonitis, atau deteriorasi klinis ditemukan, operasi eksplorasi diindikasikan untuk dilakukan.

Setelah dua kali gagal pada non-operatif enema larut-air, intervensi operatif memungkinkan

dilakukan.

Setelah berhasil melakukan evakuasi dan resusitasi, 5 ml larutan N-acetylcysteine 10%

diberikan setiap 6 jam melalui NGT untuk mencairkan sekresi saluran cerna bagian atas.

Pemberian makanan dengan suplemen enzim pankreatik untuk bayi yang dikonfirmasi menderita

CF dapat dimulai apabila tanda-tanda dari obstruksi telah mereda. Di masa lalu, tingkat

kesuksesan pada pasien dengan MI berkomplikasi, diobati dengan enema Gastrografin®,

berkisar antara 63 – 83%. Namun, laporan yang terbaru menunjukkan tingkat keberhasilan yang

jauh lebih rendah karena akibat sekunder penggunaan cairan isotonik enema.

Komplikasi potensial muncul pada penggunaan enema dala mengobati MI. resiko dari

perforasi rektal dapat dihindari dengan pemasangan kateter yang hati-hati dalam pengawasan

fluoroskopik dan tidak menggembungkan balon kateter. Sebanyak 23% tingkat perforasi telah

dibuktikan pada pasien-pasien ketika inflasi balon kateter dilakukan, dan resiko terjadinya

perforasi meningkat pada enema yang berulang. Perforasi lanjut, terjadi sekitar 12 dan 48 jam

setelah enema, juga dapat terjadi.

Penyebab potensial untuk perforasi lanjut mencakup distensi usus yang berat oleh karena

cairan secara osmotik mengalir ke dalam usus atau melalui cedera pada mukosa usus oleh

Page 13: MEKONIUM

medium kontras. Tingkat perforasi yang lebih rendah telah dilaporkan akhir-akhir ini,

kemungkinan berhubungan dengan upaya enema yang kurang agresif dan agen enema istonik.

Shock hipovolemik merupakan suatu resiko ketika memberikan enema hipertonik. Iskemia yang

disebabkan oleh overdistensi diperburuk oleh hipoperfusi yang disebabkan oleh hipovolemia

karena resusitasi cairan yang tidak adekuat.

Penanganan Operatif

Mekonium Ileus Sederhana

Indikasi untuk dilakukan penanganan operatif pada kausu MI sederhana adalah evakuasi

mekonium yang tidak adekuat atau adanya komplikasi dari kontras enema (misalnya perforasi).

Kegagalan dari penanganan non-operatif dengan kontras enema dapat terjadi akibat

ketidakmampuan untuk memajukan kolom cairan enema ke dalam ileum atau, diduga dari atresia

usus yang terkait. Apabila enema gagal untuk membuat jalan keluar mekonium dalam 24 sampai

38 jam, atau dua usaha saat washout tidak berhasil, intervensi operasi dianjurkan untuk

dilakukan.

Pada laparotomi, evakuasi manual dari mekonium dapat dibantu dengan pemberian 2%

atau 4% N-acetylcysteine secara intraoperatif atau larutan salin. Cairan ini dapat melewati secara

antegrade melalui NGT, dan secara retrograde melalui sisa appendix, atau secara langsung ke

dalam mekonium melalui enterotomi. Sebuah jahitan pursuestring diletakkan pada dinding

antimesenteric usus dan sebuah kateter karet merah dimasukkan melalui insisi kecil dalam

Page 14: MEKONIUM

pursue-string. Hal ini diikuti oleh pemasukan larutan secara pelan ke dalam usus proximal dan

terminal ileum untuk menghindari perforasi. Seringkali mekonium yang tebal dapat dihilangkan

secara langsung melalui enterotomi (gambar 32-7). Mekonium yang larut dan pellet dapat

dihilangkan secara langsung ataupun diperah ke dalam kolon. Hal ini penting untuk ahli bedah

menghindari pemaparan mekonium ke peritoneum. Saat mekonium sudah dibersihkan,

enterotomi atau appendix ditutup. Bila memungkinkan, sebuah kateter usus atau T-tube dapat

ditinggal memlalui enterotomi untuk tujuan irigasi usus post-operasi, dekompresi, dan/atau

pemberian makan. Tube enterotomi harus diposisikan pada persimpangan dari usus proximal

yang terdilatasi dan distal ileum yang kolaps. Irigasi dimulai pada pasca operasi awal dan setelah

pembersihan yang sempurna dari mekonium, tubesnya dilepas dan fistula enterikutaneus

memungkinkan untuk tertutup secara spontan.

Meskipun jarang terjadi, reseksi dengan anastomosis primer kadang diperlukan dan

pertama kali dideskripsikan pada tahun 1962. Kebocoran anostomosis berkomplikasi awalnya

dicoba dengan pendekatan ini, tetapi hasil perbaikan telah dilaporkan saat ini. Hasil yang sukses

mengikuti reseksi dengan anastomosis primer bergantung pada reseksi adekuat dari usus yang

terganggu, evakuasi mekonium yang lengkap dari proximal dan distal, serta pelestarian dari

suplai darah yang adekuat.

Pendekatan pembedahan lainnya melibatkan reseksi, anastomisis, dan enterostomi

sementara dimana irigasi pasca operasi dapat dilakukan (gambar 32-8). Beberapa stoma yang

telah digunakan : the Mikulicz doublebarreled enterostomy, the Bishop-Koop distal chimney

ostomy. Kekurangan dari prosedur ini dan prosedur lainnya yang menggunakan reseksi dan

stoma mencakup output stoma volume-tinggi potensial, kehilangan ukuran usus akibat reseksi,

dan kebutuhan akan prosedur kedua untuk memperbaiki kembali kontinuitas usus.

Mekonium Ileus Komplikasi

Penaganan operstif hampir selalu diperlukan pada kasus-kasus MI berkomplikasi. Satu

pengecualian adalah kelangkaan perforasi dalam rahim secara spontan disegel dengan

kontinuitas usus yang intak dan mekonium extraluminal intraperitoneal terkalsifikasi. Temuan

lanjut termasuk meconium kalsifikasi yang diidentifikasi pada patent processus vaginalis selama

herniorraphy pada radiofrafik abdominal. Indikasi dilakukan operasi antara lain peritonitis,

obstruksi usus persisten, pembesaran massa abdominal, dan sepsis yang sedang berlangsung.

Page 15: MEKONIUM

Penanganan pembedahan termasuk debridement pada material nekrosis, reseksi pseudocyst,

stroma, antibiotik, dan perawatan pasca operasi yang teliti. Pembuatan ostomi biasanya

merupakan tindakan yang paling aman dan cepat, mengurangi kekhawatiran atas perbedaan usus,

kebocoran anostomisis/obstruksi, dan pemngembalian aktivitas usus. Pada kasus dengan

pembentukan pseudocysta, dekortikasi pada dinding kista dianjurkan jika memungkinkan.

Meskipun mekonium peritonitis yang ditangani dengan enterostomi, volvulus segemntal

dan atresia usus (tanpa kontaminasi peritoneal) pada pasien stabil dapat ditangani dengan reseksi,

irigasi usus, dan anatomosis primer tergantung pada keadaan usus. Pada akhirnya, tujuan akhir

dari penanganan operasi adalah membebaskan obstruksi usus serta pelestarian dari ukuran usus

maksimal.

Penanganan Post-operatif

Penanganan postoperatif memerlukan resusitasi yang sedang berlangsung, termasuk cairan

maintenance dan penggantian cairan insesibel dan kehilangan cairan gastrointestinal,

Page 16: MEKONIUM

(nasogastric suction dan ileostomi). Pemberian 2% atau 4% Nacetylcysteine via NGT, tube

enterostomi, atau via ileostomy atau fistula mukosa akan membantu melarutkan mekonium

residu. Pada pasien dengan obstruksi usus fetus atau neonatus, pemeriksaan diagnostik untuk

mengevaluasi CF harus dilakukan. Stoma harus ditutup ketika memungkinkan (empat sampai

enam minggu) untuk menhindari perpanjangan masalah dengan cairan, elektrolit, kehilangan

nutrisi dan jaundice cholestatic.

Penanganan Nutrisi

Pemberian makanan secara enteral pada bayi dengan MI berkomplikasi dan CF dapat dimulai

dengan ASI atau formula bayi, bersamaan dengan suplemen enzim pankretik dan vitamin.

Perhatian khusus harus dipertimbangkan ketika meresepkan medikasi enzim enterik kepada

pasien dengan MI/CF. kegagalan pengobatan dan komplikasi termasuk colonopathy fibrosis dari

dosis enzim yang berlebihan dan setara MI, atau distal intestinal obstruction syndrome (DIOS)

dari terapi enzim yang tidak adekuat atau subtitusi generik untuk kepentingan medikasi.

Seringkali pasien dengan keadaan postoperatif yang berkomplikasi akan memerlukan pemberian

makanan enteral yang secara kontinu atau total nutrisi parenteral (TPN). Dilatasi usus kecil oleh

karena mekonium obstruksi dapat menyebabkan kerusakan mukosa yang dapat menyebabkan

kelemahan peristaltik atau malabsorbsi. Pada pasien dengan MI berkomplikasi atau pada mereka

dengan kehilangan ukuran usus yang signifikan, pemberian makanan secara enteral dengan

formula yang telah diencerkan pada volume continyu adalah yang terbaik. Apabila hal ini

ditoleransi dengan baik, konsentrasi harusnya meningkat yang diikuti oleh volume. Enzim

pankreatik harus diberikan bersama dengan pemberian makanan enteral (meskipun dengan

formula yang diencerkan) yang dimulai dengan 2,000–4,000 unit lipase per 120 mL formula

kekuatan penuh. Kapsul yang mengandung mikrosfer enteric-coated dapat dibuka dan isinya

dicampur formula atau saus apel pada bayi yang lebih besar. Mikrokapsul seharusnya tidah

dihancukan karena hal ini akan mengekspos asam dari lambung dimana mereka akan

dihancurkan. Enzim pankreatik yang tidak dihancurkan harus diberikan rata dengan formula

yang mengandung minyak-MCT.

Bayi dengan MI beresiko tinggi terhadap cholestasis, terutama jika mereka telah

menerima atau memperoleh TPN. Alkaline fosfatase, alanine aminotransferase (ALT), aspartate

aminotransferase (AST), dan bilirubin harus dipantau tiap minggu. Cairan dan status nutrisi pada

Page 17: MEKONIUM

bayi yang telah pernah mengalami reseksi usus yang signifikan (lebih besar dari sepertia) bisa

menyulitkan untuk ditangani. Sebagai tambahan, adanya ilestomi dapat menyebabkan kehilangan

cairab dan sodium yang berlebihan. Apabila akses ke distal, usus yang tidak berfungsi

memungkinkan, pemeberian makakan berupa tetes glutamine-enriched formula atau angsuran

limbah dari stoma proksimal dapat diberikan pada volume rendah untuk meningkatkan

pertiumbuhan usus dan membantu mencegah translokasi bakteri.

Hipersekresi asam lambung terdapat pada pasien yang memiliki short bopwel syndrome.

Lingkungan asam pada usus menginaktivasi enzim pankreatik dan mencegah disolusi pada

mikrokapsul enteric-coated. H2-receptor antagonists atau proton pump inhibitor dapat digunakan

sebagai tambahan dengan terapi enzim pankreatik pada pasien-pasien yang pernah menjalani

reseksi usus yang signifikan. Pasien dengan keringat yang berlebihan serta kehilangan sodium

usus akan mengalami defisit sodium dari total tibuh. Sodium urine harus diukur pada bayi

dengan ileostomi, terutama bila ditemukan kegagalan dalam pertumbuhan, bahkan jika serum

level sodium bernilai normal. Mereka dengan sodium urine yang kurang dari 10 mEq/L akan

membutuhkan suplemen sodium (dan mungkin bikarbonat).

Penanganan Pulmoner

Meskipun penyakit paru klinis biasanya merupakan koplikasi yang tertunda, mucous plugging

dan atelektasis dapat ditemukan. Perawatan profilaksis paru dengan fisioterapi dada harus

dimulai pada awal periode postoperatif. Posisi head-down sebaiknya tidak digunakan karena

dapat emningkatkan resiko gastroesofageal reflux (GER) dan aspirasi. Bayi harus diberikan

albuterol nebulasi selama dua kali sehari yang diikuti dengan fisioterapi dada. Antibiotik

profilaksis dikontraindikasikan, dan terapi antibiotik harus diarahkan oleh kultur respirasi, jika

diperlukan.

Prognosis

Prognosis untuk bayi dengan MI adalah buruk, meskipun dengan pengobatan operasi, sebelum

pertengahan 1900-an. Series awal telah melaporkan angka mortalitas sebesar 50 – 67%.

Peningkatan kelangsungan hidup pada bayi dengan MI dapat dikaitkan dengan banyak faktor.

Kemajuan dalam diagnosis prenatal, perawata intensif pulmonar dan nenontus, nutrisi, antibiotik,

anestesi, penaganan operatif, dan perbaikan pemahaman tentang patofisiologi dan pengobatan

Page 18: MEKONIUM

pada komplikasi CF telah mengakibatkan dalam perbaikan prognosis untuk bayi dengan MI

sederhan dan berkomplikasi. Angka kelangsungan hidp sebesar 85 sampai 100% telah dilaporkan

pada MI tak berkomplikasi, dan sebesar 93% pada kasus yang berkomplikasi.

Sebelumnya, diduga bahwa pasien dengan CF yang memperlihatkan MI memiliki hasil

yang buruk dibandingkan dengan mereka tanpa MI. namun, tidak jelas lagi apakah hal ini akurat.

Beberapa studi tindak-lanjut jangka-panjang pada pasien dengan MI melaporkan fungsi

pulmoner pada usia 13 tahun tidak memiliki perbedaan dengan mereka yang lahir dengan dan

tanpa MI. Bagaimanapun, sebuah studi prospektif terkini menemukan bahwa anak-anak dengan

MI memiliki fungsi paru yang buruk dan memiliki penyakit obstruksi paru yang lebih

dibandingkan dengan CF tapi tanpa MI.

Selanjutnya, perbandingan antara status nutrisi pada populasi yang sama pada pasien

dengan CF menunjukkan bahwa mereka dengan MI menderita komplikasi gizi jangka panjang

dan permasalahan lainnya.

MEKONIUM PLUG SINDROM

Meconium Plug Syndrome (MPS) pertama kali dijelaskan pada tahun 1956. Ini merupakan

sebuah hipotesis awal dimana, baik motilitas usus maupun karakteristik dari meconium itu

diubah, sehingga mencegah jalan keluar normalnya dan berikutnya mendekompresi kolon pada

periode neonatus. Dalam keadaan normal, terminal 2 cm pada mekonium neonatus tegas dalam

segi tekstur, membentuk “whitish cap”. Sebagian besar neonatus melewati cap mekonium ini

sebelum, saat, dan segera setelah kelahiran. Satu dari 500 neonatus akan memiliki plug obstruksi

yang lebih lama dan kuat. Kegagalan untuk melewati plug ini akan menyebabkan MPS, dan dari

sinilah istilah “plugged-up babies” diciptakan.

Presentasi dari MPS hampir mirip dengan MI. tanda dan gejala meliputi kegagalan

melewati mekonium, muntah bilier, dan distensi abdomen dengan pola obstruktif pada foto polos

abdomen. Biasanyan, mekonium plug menjadi copot mengikuti stimulasi digital dari anus dan

rektum. Untungnya, fungsi kolon umumnya diawetkan dan kembali ke keadaan normal

mengikuti jalur dari plug. Pada akhirnya, sebagian dari bayi ini ditemukan dalam keadan sehat.

Penyebab patologis dari MPS mencakup CF, small left colon syndrome, dan

Hirschsprung Disease. Penyebab yang kurang umum antara lain hipotiroid kongenital, adiksi

narkotik pada ibu, dan neuronal intestinal displasia. Sebuah kontras enema dapat menjadi

Page 19: MEKONIUM

terapeutik dan juga sebagai diagnostik. Setelah resolusi, pemeriksaan keringat harus dilakukan

untuk mengeksklusi CF dan level TSH harus diperoleh. Suatu biopsi rektal harus dilakukan

untuk mengevaluasi HirschsprungDisease apabila terdapat pola disfungsi stool setelah resolusi

dari plug.

KOMPLIKASI DARI MEKONIUM ILEUS DAN CUSTIC FIBROSIS

Penyakit Gastroesofageal Reflux

GER terjadi dengan penigkatan prevalensi pada pasien dengan CF. aspirasi pada anak-anak

dengan CF dapat memperburuk kegagalan untuk berkembang, mempengaruhi fungsi paru, dan

dapat berperan dalam predileksi penyakit paru CF pada lobus kanan atas. Reflux patologis

dengan endoskopic dan esofagitis histologis ditemukan pada lebih dari 50% pada pasien CF dan

insiden dari GER pada pasien CF adalah sekitar 80% pada pasien-pasien yang berusia kurang

dari 5 tahun. Sudah sangat jelas bahwa diagnosis dini dan penanganan pada GER sangat penting

jika komplikasinya akan diminimalisir dan memaksimalkan fungsi paru.

Medikasi antireflux, modifikasi dari fisioterapi dada, dan mengeliminasi head-down tilt

30O dapat menurunkan insiden GER pada populasi ini.

Anak-anak yang tidak responsif terhadap penanganan medis harus menjalani evaluasi

untuk prosedur antireflux. Pendekatan yang kami sarankan adalah laparoscopic Nissen

fundoplication. Data terkini menunjukkan bahwa fundoplication dapat memperbaiki fungsi paru

(peningkatan kemiringan FEV1) pada anak-anak CF dengan penyakit sedang versus berat. Pasien

dengan GER simtomatis yang membutuhkan prosedur antireflux dapat bermanfaat dari

penempatan bersamaan dengan gastrotomi apabila intake kalori yang tidak adekuat menjadi

masalah.

Barret esofagus, sebuah temuan langka pada anak-anak, telah dilaporkan pada anak-anak

yang lebih tua dengan CF. meskipun prosedur antireflux dapat menghentikan kemajuan

metaplasia, namun apabila displasia ditemukan, potensi keganasan akan muncul. Pada kasus

dengan metaplasia, pengawasan endoskopi adalah hal yang sama untuk pasien dengan CF dan

tanpa CF. pada dewasa, apabila displasia high-grade dikonfirmasi oleh dua ahli patologi dan

terapi medis yang agresif gagal untuk mengeliminasi displasia, makan esofagectomi

direkomendasikan. Dengan sedikitnya data yang tersedia pada anak-anak dengan CF, maka

Page 20: MEKONIUM

wajar saja bahwa pasien yang mengalami perubahan displastik esofageal harus dievaluasi untuk

prosedur antifreflux.

Penyakit Saluran Empedu

Kista multipel secara makroskopis dapat menempati pankreas pada CF. meskipun telah diduga

bahwa disfungsi hepatik dan pankreatik terjadi bersamaan, disfungsi hepatik dapat terjadi pada

pasien dengan fungsi pankreas yang normal. Komplikasi CF hepatik yang paling sering terjadi

adalah atresia kantong empedu, cholangitis sklerotik, dan diskinesia bilier. Obstruksi pada duktus

bilier intrahepatik oleh sekresi mukus abnormal atau empedu yang mengental, berasal dari

ketidakhadiran fungsi dari CFTR pada sel-sel epitel duktus bilier, menyebabkan perkembangan

sirosis pada pasien dengan CF. ketika dibiopsi, gambaran klasik histologis hati pada CF tampak

fibrosis bilier fokal dengan progresi menjadi multilobuler, biliary sirosis. Penyakit hati

cholestatic yang berkepanjangan pada pasien CF dapat menyebabkan sirosis, hipertensi portal,

dan akhirnya gagal ginjal dan kematian tanpa transplantasi hati.

Meskipun lebih umum pada pasien yang lebih tua dengan CF, cholestasis dapat

ditemukan pada neonatus. Pada bentuk yang ekstrim, proses ini dapat berkaitan dengan

penurunan tajam diameter duktus, bervariasi dari hipoplasia ke atresia. Selain itu, neonatus ini

beresiko tinggi untuk jaundice cholestatic apabila mereka tidak diberikan makanan secara

enteral. Jaundice cholestatic diakibatkan oleh jaundice yang berkepanjangan yang tidak responsif

terhadap choleretics, duktus bilier dan gallbladder yang non-dilatasi pada ultrasound, tidak

adanya ekskresi bilier pada scan nuclear, dan karakteristik biopsi hati.

End Stage Liver Disease (ESLD) bermanifestasi berupa kehilangan fungsi sintesis,

kegagalan pertumbuhan, atau hipertensi portal yang memperlihatkan perdarahan variceal.

Meskipun pemeriksaan fungsi hati yang abnormal telah tercatat pada 13% pada pasien CF, hanya

4,2% yang bermanifestasi sebagai penyakit hati yang nyata (meskipun prevalensinya setinggi

37% tergantung pada defenisi penyakit hati). Portosistemik shunt, transjugular intrahepatic

portosystemic shunts (TIPS), partial splenectomy, dan scleroterapi endoskopi injeksi telah

dianjurkan dalam merawat pasien CF dengan hipertensi portal. Pilihan pembedahan lainnya

untuk pasien ini adalah ligasi direk pada varices, transeksi esofagus, atau prosedur Sugiura

(devaskularisasi lambung). Prosedur ini semuanya bersifat paliatif, dan yang hanya menjadi

Page 21: MEKONIUM

penanganan kuratif untuk hipertensi portal dn ESLD adalah orthotopic liver transplantation

(OLT).

Transplantasi hati telah berhasil dilakukan pada pasien CF dengan ESLD yang tidak

menderita kegagalan respirasi. Terdapat beberapa laporan sukses dari gabungan transplantasi hati

dan intestinal, gabungan transplantasi hati dan pankreas, transplantasi ginjal setelah kombinasi

transplantasi jantung dan paru, dan transplantasi organ tripel (pankreas, hati dan ginjal) pada

pasien dengan insufisiensi eksokrin pankreatik dan diabetes insulin-independen yang

berhubungan dengan CF. studi jangka panjang menunjukkan pelestarian atau pemeliharaan

fungsi respirasi dan status nutrisi yang mengikuti OLT pada pasien dengan CF.

Penyakit kandung empedu adalah lazim dalam poplasi CF, termasuk cholelithiasis

sampai 24%, dan cholecystogram yang abnormal pada 46%. Abnormalitas lainnya meliputi

mikrogalbladder, ductus atresia cystic, dan mukosa hipervikos. Banyak dari pasien CF dengan

batu empedu tampak asimtomastis, dengan insiden penyakit kantong empedu yang simtomatis

pada CF telah dialporkan berkisar sekitar 4%. Karena batunya bersifat radiolusen, penggunaan

ultrasoun dibandingkan dengan CT lebih direkomendasikan pada pasien dengan CF. empedu

pada pasien dengan CF tidak bersifat kolestrol jenuh, makan batu-batu tersebut tersusun atas

protein dan kalsium bilirubinat.

Pasien CF dengan penyakit kantong empedu simtomatis (cholelithiasi simtomatis

dan/atau cholcyctitis akut) harus menjalani cholecyctectomy. Meskipun hanya untuk kepentingan

sejarah saja, tingkat komplikasi dengan cholecystectomi terbuka cukup rendah dengan toilet paru

yang agresif. Pendekatan laproskopi saat ini menjadi standar yang diakui. Karena insiden yang

rendah terhadap batu common bile duct (CBD) pada pasien CF, cholangiogram intraoperatif

secara rutin atau preoperative endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) saat ini

tidak dibutuhkan. Bahkan, kelainan pada traktus empedu sering ditemui pada pasien dengan CF

membuat penetrasi pewarna radiokontras ke dalam saluran empedu selama ERCP sulit.

Cholangiografi intraoperatif direkomendasikan apabila ditemukan jaundice, cholangitis, CBD

dilatasi, atau batu yang teraba pada CBD.

Distal Intestinal Obstruction Syndrome

DIOS (sebelumnya disebut sebagai MI ekuivalen) meruapakn obstruksi usus yang rekuren,

parsial atau lengkap yang unik untuk remaja dan pasien deasa mudan dengan CF yang terjadi

Page 22: MEKONIUM

secara sekunder pada abnormalitas bahan mukofekulent kental di dalam ileum distal dan kolon

kanan. Etiologi dari DIOS belum jelas, tetapi pasien ini lebih mungkin untuk memiliki riwayat

steatorrhea dari insufisiensi eksokrin pankreatik meskipun terapi enzimnya adekuat. Sejumlah

aspek tertentu pada fungsi saluran cerna pada pasien CF dapat membantu menjelaskan sindrom

ini. Sebagai tambahan, untuk motilitas usus lambat yang inheren, faktor lain yang berkontribusi

dapat berupa penebalan dari cgume yang merupaakn sekunder pada hadirnya protein yang dapat

dicerna dan lemak, presiptasi dari protein tak tercerna dan asam empedu dalam cairan duodenal

dengan penurunan pH, kadar air yang rendah pada pankreas dan sekresi duodenal,

hiperviskositas dari mukosa dihasilkan dari ion abnormal dan transpor air, regulasi abnormal dari

sekresi mucin, dan perubahan sifat biokimia dari glikoprotein mukosa. Faktor pemicu termasuk

penarikan yang tiba-tiba (atau ketidakpatuhan dengan) terhadap suplemen enzim, imobilisasi,

dehidrasi, infeksi saluran pernafasan, dan pemulihan dari pembedahan. Namun, pada mayoritas

kasus, tidak ada penyebab yang diidentifikasi akan ditemukan.

DIOS terjadi pada 15 – 37% pada pasien dengan CF, dan terutama pada mereka yang

terkait dengan insufisiensi pankreatik dengan malabsorpsi dan kebatasan pulmoner yang berat.

Suatu studi mencatat bahwa 12% insiden pada anak-anak dengan CF, dengan mayoritas (63%)

menderita MI sebagai bayi. Anak-anak dengan absorbsi lemak yang normal jarang terserang.

Pasien dengan DIOS memperlihatkan nyeri kram pada perut, biasanya terlokalisir pada

kuadran kanan bawah, dan penurunan frekuensi defekasi. Mereka mungkin saja mengeluh nyeri

Page 23: MEKONIUM

perut yang berbahaya dan melemah. Pemeriksaan fisik pada DIOS tak berkomplikasi biasanya

menujukkan distensi abdomen dan massa nyeri tekan pada kuadran kanan bawah tanpa adanya

bukti peritonitis. Biasanya, tidak ada impaksi feses pada pemeriksaan rektal dan tinjanya adalah

negatif. Perbedaan derajat obstruksi dapat terjadi, mulai dari parsial (paling sering) sampai

lengkap dengan adanya muntah, distensi sbdomen, dan obstipasi.

Sebuah foto supine dan erect merupakan investigasi awal yang paling berguna ketika

DOS dicurgai (gambar 32-9). Hal ini akan memperlihatkan distensi usus kecil dengan air fluid

level yang tersebar, dan gas usus yang granuler dan berpola bubble mewakili pencampuran dari

udara dan mekonium yang kental pada kuadran kanan bawah, yang memiliki kemiripan dengan

bayi dengan MI.

Baha kental pada kolon kanan dan ileum distal dapat ditunjukkan dengan kontras enema

larut-air. Dengan studi ini, sebuah intususepsi ileokolik, yang dapat dilihat pada pasien CF, dapat

dieksklusi, dan studi kontras itu sendiri dapat membuktikan terapeutik pada beberapa kasus.

Diagnosis DIOS harus memprtimbangkan penyebab potensial lainnya dari nyeri abdomen

dan onstruksi usus pada pasien CF. Kumpulan dari tanda dan gejala secara historis telah menjadi

dilema diagnostik pada pasien-pasien ini. Intususepsi, obstruksi mekaninusus kecil akibat

perlengketan, appendicitis, Chron’s disease, dan penyakit saluran empedu dapat terjadi serupa.

Ketidakhadiran obstruksi mekanik usus kecil akibat pelengketan, intususepsi, atau

penyakit appendix, sebuah penaganan percobaan medis ditujukan untuk menghilangkan

obstruksi kental usus distal dan washout enema kolon, sebuah larutan polyethylene glycol-

electrolyte solution, seperti GoLytely® or Colyte® yang seimbang, dapat diberikan secara oral

atau melalui NGT. Dosisnya 20-m40 mL/kg/jam dengan dosis maksimal 1200,L/jam. Alternatif

lain, konsumsi larutan intestinal non-absorban dapat menghasilkan hasil yang baik. Pasien yang

lebih muda biasanya akan memerlukan penempatan ulang NGT, sedangakan anak yang berusia

lebih tua mungkin dapat menelan volume larutan yang cukup untuk meringankan bahan yang

terkena.

Jalan keluar dari tinja, resolusi dari gejala, dan hilangnya massa fossa iliaca kanan yang

sebelumnya dapat teraba menyiratkan pengobatan yang berhasil. Radiografi abdomen yang

frekuen akan membantu untuk mendokumentasikan resolusi dari DIOS, tetapi abila gejala

menetap makan defrensial diagnosisnya harus dipertimbangkan ulang. Beberapa penulis telah

Page 24: MEKONIUM

merekomendasikan profilaksis DIOS menggunakan obat pencahar yang telah dijadwalkan dan

diet tinggi serat.

Ketika terdapat obstruksi yang lengkap akan peritonitis, makan tindakan operasi

diperlukan, serta terapi oral atau rectal dikontraindikasikan. Sebuah NGT juga harus diberikan

untuk dekompresi dan tindakan resusitasi adekuat segera dimulai. Pada laparotomi, dinding usus

akan terasa menebal dan terisi dengan bahan yang kuat. Hal ini dapat didekompresi dan diirigasi

melalui kateter kecil yang ditempatkan pada sisa appendix, sebagaimana yang telah dijelaskan

untuk MI tak berkomplikasi. Hal ini juga memungkinkan untuk meninggalkan suatu tuba irigasi

in situ untuk irigasi usus pasca operasi. Beberapa anak-anak akan emerlukan lisis adhesi dan/atau

reseksi usus dengan anastomosis primer ataupun pembuatan dari ostomy.

Appendicitis

Nyeri abdomen merupakan keluhan yang umum pada pasien dengan CF. karena mereka sudah

seringkali diobati dengan antibiotik dan steroid, tanda dan gejala klinis yang klasik dari

appendicitis biasanya tertutupi, dan diagnosis dapat terlewatkan. Hal ini menyebabkan

peningkatan insiden perforasi dan morbiditas substansial pada kelompok pasien ini.

Meskipunmenumpulkan tanda klinis, mungkin saha masih ditemukan demam dan leukositosis.

Tergantung pada lokasi dari appendicitis, sebuag kontra enema dapat memperlihatkan deformitas

pada caecum dengan efek massa yang terkait, dan kurangnya bahan kental tipikal dari DIOS.

Dengan adanya perforasi appendiceal, USG dan CT scan akan memperlihatkan adanya

cairan bebas atau abses pada region caecum. Pada kasus dengan appendicitis perforasi,

penanganan awal harus berupa drainase perkutaneus dari abses dan appendectomy interval.

Appendectomy diperlukan pada appendicitis non-perforata akut. Apabila diagnosisnya masih

diragukan, laparoskopi diagnostic dapat dimanfaatkan. Banyak ahli bedah melakukan

appendectomy incidental selama operasi abdomen lainnya pada pasien CF.

Intususepsi

Intususepsi terjadi pada sekitar 1% pada anak dengan CF dengan usia onset rata-rata 9,5 tahun.

Sebaliknya, usia onset rata-rata pada anak-anak dengan intususepsi idiopatik pada populasi

pediatrik umum berkisar 6 – 18 bulan. Balita dan anakpanak yang lebih tua yang menderita

intususepsi serta dengan adanya riwayatinfeksi paru rekuren, harus diuji untuk CF. tempat yang

Page 25: MEKONIUM

paling sering terjadi intususepsi adalah ileocolic, tetapi dapat juga di ileoileal, cecocolic, atau

colocolic. Tinja tebal yang abnormal melengket pada dinding usus dan bertindak sebagai titik

pemimpin. Appendix juga dapat menjadi titik pemimpin. Kontroversi terdapat pada penanagan

konservatif pada intususepsi pada pasien CF. beberapa melaporkan tingginya tingkat kesuksesan

penurunan hidrostatik, sementara yang lainnya melaporkan hasil yang kurang optimal. Apabila

intususepsi tidak berhasil dikurangi dengan jalan operatif, maka reseksi usus dengan anastomosis

diperlukan. Appendix harus diangkat saat operasi pada pasien-pasien dengan intususepsi.

Fibrosing Colonopathy

Fibrosing colonopathy merupakan hasil dari striktur kolon dan memperlihatkan dengan tanda

dan gejala berupa DIOS. Temuan histologis termasuk striktir kolon dengan perubahan

histopatologis pada perbaikan ulkus pasca-iskemik, erythematous cobblestone appearance pada

mukosa dan fibrosis submukosa, dan destruksi pada mukosa muskularis. Perubahan pada enzim

pankreatik enteric-coated konvensional ke produk kekuatan-tinggi 12 -15 bulan sebelum

presnetasi telah dijelaskan. Studi case-control terbesar melaporkan bahwa dosis absolut dari

enzim pankreatk, dibandingkan dengan tipe enzim, meruapakn prediktor terkuat pada fibrosing

colonopathy.

Diagnosis dari fibrosing colonopathy harus dipertimbangkan pada pasien CFyang telah

terpapar dengan dosis tinggi enzim pankreatik dan terlihat dengan gejala berupa nyeri abdomen,

distensi, ascites chylous, perubahan pada perilaku usus, serta kehgagalan untuk tumbuh. Diare

yang berkelanjutan juga bisa merupakan fitur yang menonjol, yang sayangnya mungkin meminta

keluarga untuk meningkatkan suplemen enzim lebih lanjut. Pada kesempatan, diare dapat

berdarah. Sebuah barium enema dapat mengungkapkan iregularitas mukosa, kehilangan tanda

haustra dengan pemendekan kolon, dan berbagai derajat pembentukan striktur. Pada beberapa

kasus, keseluruhan kolon ikut terlibat. Colonoskopi dapat memperlihatkan mukosa eritem

dengan daerah yang menyempit, yang dimana itu adaah tempat yang dianjurkan untuk

pengambilan biopsi yang multipel.

Penanganan awal harus mencakup reduksi dari dosis enzim menjadi 500 – 2500 unit

lipase/kg per makanan. Hal ini harusdisertai dengan suplemen nutrisi yang adekuat yang dapat

berupa pemberian makanan enteral atau bahkan TPN sementara. Pasien-pasien yang

Page 26: MEKONIUM

memperlihatkan tanda-tanda kegagalan yang tak henti untuk sembuh, obstruksi, diare tak

terkontrol, atau ascites chylous akan membutuhkan tindakan operatif.

Apabila eksplorasi direncanakan secara elektif untuk pasien dengan gejala keras, sebuah

persiapan lembut untuk usus dapat diberikan sebelum operasi. Tujuan utama dari intervensi

pembedahan adalah untuk mereseksi usus yang terkena dan membuat anastomosis primer.

Sayangnya, hal ini tidak memungkinkandengan total kolon atau keterlibatan rektal, dan

pasiennya dapat memerlukan ileostomy atau colostomy. Hal ini juga belum jelas apakah kondisi

ini dapat selesai secara tuntas dengan menurunkan dosis enzim dan mereseksi colon yang

terkena. Oleh karena itu, pasien ini juga memerlukan follow up yang rutin untuk memantau

tanda-tanda rekuren.

HARAPAN

Mortalitas operatif pada pasien dengan CF telah mengalami penurunan yang jauh dalam tiga

dekade terakhir. Angka mortalitas untuk mekoniumileus dan peritonitis adalah 55% pada tahun

1960-an dan 1970-an. Selain itu, telah terjadi penurunan yang signifikan pada kelangsungan

hidup pada tahun pertama kehidupan untuk bayi baru lahir ini dibandingkan dengan pasien-

pasien dengan CF yang tidak menderita MI. setelah tahun pertama kehidupan, kelangsungan

hidup pada bayi dengan MI mendekati bayi lainnya dengan CF. Saat ini, statistik ini telah

meningkat secara dramatis. Sekarang ada laporan yang mendokumentasikan 100% harapan

hidup awal dan 86% harapan hidup lambat pada pasien dengan MI, dan 91,6% harapan hidup

untuk MI tanpa komplikasi serta 85% untuk kasus yang berkomplikasi pada 1 tahun. Saat ini,

kelangsungan hidup untuk pasien dengan MI sederhana ditemukan berkisar sekitar 93% (awal

100%, lambat 93%) dan berkomplikasi 89% (awal 96%, lambat 93%).

Mendiskudikan kebutuhan jangka-panjang pada pasien dengan MI berarti membahas

kebutuhan jangka-panjang pada pasien dengan CF. sebuah pendekatan multidisiplin terhadap

penanganan pasien pembedahan dengan CF termasuk perawatan respirasi, dukungan nutrisi, dan

terapi enzim pankreatik memungkinkan untuk morbiditas dan mortalitas operatif yang rendah.

Anak-anak dengan MI memerlukan follow-up jangka panjang karena mereka rentan untuk

berkembang menjadi DIOS dan fibrosing colonopathy. Selanjutnya, pasien bisa menjadi lebih

rentan untuk menderita obstruksi usus mekanik di kemudia hari jika dioperasi sebagai bayi

dengan MI. komplikasi lanjut lainnya dari MI seperti batu empedu, sirosis, dan kemandulan pada

Page 27: MEKONIUM

pria juga dapat dilihat sebagai komplikasi lanjut dari CF secara umum. Banyak pasien dengan

CF saat ini sedang bertahan pada dekade ketiga bahkan keempat kehidupannya. Oleh karena itu,

banyak dari komplikasi pembedahan dari CF terjadi di kemudian hari.